2 minute read
POLITIK
HUKUMAN KORUPSI DANA BANTUAN SOSIAL
DI MATA RAKYAT 16
Advertisement
TECHNO ED.34
Sebagai masyarakat Indonesia
tentu kita sudah tidak asing mengenai fenomena korupsi, mengingat Indonesia juga merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat korupsi yang masih tinggi. Upaya yang dilakukan dalam memberantas korupsi tentunya telah melewati berbagai cara, tetapi sampai saat ini masih ada saja ‘maling’ yang juga melakukan berbagai cara untuk beraksi. Seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa korupsi diklasifikasikan ke dalam: merugikan keuangan negara, suap-menyuap, penggelapan dalam jabatan, pemerasan, perbuatan curang, benturan dalam pengadaan, gratifikasi. Pada 6 Desember 2020, KPK telah menetapkan bahwa Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara menjadi tersangka kasus dugaan suap bantuan sosial penanganan pandemi Covid-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020. Menurut KPK, kasus tersebut diawali dari program pengadaan bansos penanganan Covid-19 yang berupa paket sembako yang dianggarkan sebesar Rp 5,9 triliun, dengan 272 kontrak dan akan dilaksanakan dengan 2 periode. Dari aksi yang telah dilakukannya, Mantan Menteri Sosial diberikan vonis penjara selama 12 tahun dan denda sebesar Rp 500 jt.
100100100 BANSOS Menurut @teraspolitik vonis hukuman yang diberikan pada tersangka kasus korupsi bansos tidak setimpal dengan tindakan yang telah diperbuat. Namun, jika mengenai adil atau tidaknya kita sama-sama tahu bahwa keadilan sendiri memiliki banyak ukuran, ditambah perspektif yang sangat beragam. Namun sangat disayangkan, jika berkaca pada tindak kejahatan lain yang lebih ringan dibanding korupsi bansos, justru hukuman yang diberikan malah lebih berat. Sebab korupsi dana bantuan sosial mencakup kelangsungan hidup banyak masyarakat yang sangat-sangat membutuhkan dana tersebut. Terlebih pada kondisi pandemi Covid-19 banyak rakyat kehilangan mata pencaharian dan bingung mengandalkan hidup dari mana di tengah ketatnya peraturan jam kerja dan bepergian keluar rumah. Namun, jika kita melihat beberapa kasus yang terjadi di Indonesia seharusnya aparat penegak hukum bisa lebih tegas dalam menggugat keputusan tersebut, agar koruptor dapat dihukum dengan adil dan tanpa pandang bulu.
Dengan tidak mengurangi rasa kemanusiaan, pelaku korupsi seharusnya juga dihukum dengan mempertimbangkan perasaan masyarakat luas. Seperti pada korupsi bantuan sosial ini, seharusnya pemberian hukuman juga berdasarkan suara rakyat dan aspirasi rakyat karena pada kasus ini pihak yang benar-benar dirugikan adalah pihak rakyat/masyarakat yang sedang terhambat secara finansial ekonomi. Diharapkan penegak hukum bisa lebih bijak juga dalam pemutusan hukuman bagi para koruptor.
Pemberantasan korupsi memang menghadapi berbagai macam kendala, tetapi pemberantasan korupsi harus terus dilakukan dengan melakukan berbagai perubahan dan perbaikan. Karena kita tidak bisa memutuskan seseorang dinyatakan korupsi atau tidak jika tidak ada bukti. Namun, sistem yang berlaku sangat berpengaruh dalam seberapa besar potensi korupsi tersebut terjadi. Selain sistem yang harus diperbaiki, penerapan hukum yang sama rata harus diterapkan mulai dari bawah. Atau dapat diartikan bahwa sistem dasar harus diperbaiki dan diharapkan lebih realistis, sehingga hukuman yang diberikan bisa lebih sesuai dengan kerugian-kerugian yang ditimbulkan. Penegak hukum dan pemerintah harus menjadi pihak netral dan tidak terikat dengan organisasi lain agar terhindar dari hal-hal atau kecurangan terhadap hukuman yang akan diberikan ke koruptor itu sendiri. Pemerintah juga seharusnya juga memperhatikan tatanan dari sistem hukum Indonesia. Menilik lebih jauh lagi, apakah sudah sesuai dengan sila ke-5 mengenai keadilan sosial bagi selingkuh dengan rakyat Indonesia. Jika kurang sesuai, seharusnya pemerintah lebih fokus ke perubahan tatanan negara atau pemerintah demi menciptakan Indonesia yang bebas korupsi.
kasus yang terjadi di Indonesia