JADWAL MISA
Harian : 06.00 Jumat I: 18.00 Sabtu : 17.00 [ Agustinus ] Minggu : 05.30, 07.30, 09.30, 17.00 [ Paroki ] 17.00 [ Stasi Batujajar ]
Edisi No. 01 / Tahun ke-1 / 8 Mei 2011
TIM PASTORES
Pst. Y.D. Widyasuhardjo OSC Pst. Sangker Sihotang OSC
Pst. Ignatius Putranto OSC Fr. Lucius Sinurat OSC
SAJIAN UTAMA
Terbit 1 Kali dalam 3 Bulan Penerbit
KOMSOS Paroki St. Ignatius Cimahi
Penanggung jawab
Pst. Y.D. Widyasuhardjo OSC DPP Paroki St. Ignatius Cimahi PH Budi Cahyo (Ketua KOMSOS)
Pemimpin Umum
Fr. Lucius Sinurat OSC
Pemimpin Redaksi
Joannes Baptista Dibyo
Wakil Pemimpin Redaksi Lucia Hidayat Kristiani
Staf Redaksi
Ancella W., Susanna K., Ambrosius, Yosep P., IV. Meilani, Shela A., Willybrodus, Kristanto, Wanggoes AK., A. Rio, Victor, F. Andi, M. Arie
Desain Grafis/Artistik
YP. Dimas, JB. Dibyo, A. Aryo Y.
Tataletak
Fr. Lucius Sinurat OSC
Editor
J. Krisnomo, Laurentia DVP
Fotografer
JB. Dibyo, YP. Dimas, A. Aryo Y.
Web Designer
Peristiwa kubur kosong, yang pertama kali disaksikan Maria Magdalena sungguh menggetarkan sekaligus melahirkan simpulan yang menakutkan: “Tuhan Telah Diambil Orang Dari KuburNya!” Begitulah pengalaman Paskah terbentang. Pengalaman kebangkitan itu bermula dari rasa takut akan kehilangan sosok Yesus untuk kedua kalinya, setelah kematianNya di salib. Namun pengalaman ketakutan itu justru membuahkan kekaguman, yang kian jelas terungkap melalui penampakan demi penampakan Yesus kepada murid-muridNya. Pengalaman itu kemudian menggiring para murid untuk bersekutu di dalam Kristus serentak melahirkan semangat baru hingga kita melejit maju............ hlm. 7 DAFTAR ISI .................................................................................................................................... JENDELA ......................................................................................................................................... SAMBA (Sapaan Gembala) ....................................................................................................... SAJIAN UTAMA .......................................................................................................................... Kebangkitan Menuju Keindahan .............................................................................. POTRET ........................................................................................................................................... SNAPSHOT ................................................................................................................................... SEPAKAT (Seputar Katekese) ................................................................................................... KIPAS (Kicauan Seputar Paroki dan Stasi) ............................................................................ INIGO (Informasi Ignatius Junior) ........................................................................................... IMUD (Informasi Seputar Kaum Muda) ................................................................................. Kebangkitan : Kata atau Makna ? ............................................................................. KOMIK .............................................................................................................................................
1 2 4 7 21 23 26 31 37 42 45 50 51
ALAMAT REDAKSI : RUANG KOMSOS - GKP Lt. 2 Paroki St. Ignatius Jl. Baros No.8 Cimahi Telp. (022) 6654052 / 6640693 Email: majalahkomuni@gmail.com W e b s i t e : w w w . i g n a t i u s c i m a h i . o r g
Gerry Ch., Fr. Lucius Sinurat OSC
Tata Usaha & Sirkulasi
Margaretha Arie, Yohanes Paulus Dimas
Percetakan
PT. Karya Manungalithomas Jl. Purnawarman Bandung
REDAKSI MENERIMA TULISAN (BERITA/NON BERITA/FOTO/ KARTUN). REDAKSI BERHAK MENYUNTING TULISAN YANG AKAN DIMUAT TANPA MENGUBAH ISI. PENGIRIMAN TULISAN ATAU FOTO HARUS DISERTAI DENGAN ALAMAT LENGKAP, NOMOR TELEPON/FAKS, EMAIL YANG DITUJUKAN KE REDAKSI.
Sampul: Pastor Yohanes Djino Widyosuhardjo OSC sedang merayakan Ekaristi Malam Paskah (23/4/11) Desain Sampul: Tim Artistik KOMUNI
JENDELA
Para pembaca KOMUNI yang terkasih dalam Kristus, salam kasih penuh pesona Kebangkitan Kristus ! Dendang meriah “Alleluia! Alleluia! Alleluia!” pada puncak perayaan Kebangkitan Kristus baru saja berakhir. Bagi umat Paroki St. Ignatius Cimahi, kemeriahan Paskah bahkan masih hangat terasa. Kemenangan Kristus yang telah membawa kegembiraan itu rasanya tak ingin diabaikan dan dibiarkan berlalu begitu saja oleh Paroki St. Ignatius Cimahi. Melalui dukungan yang luar biasa dari Pastor Paroki dan DPP, kebangkitan itu ingin ditandai secara monumental lewat penerbitan perdana majalah paroki. Majalah KOMUNI yang kini ada di tangan Anda adalah percikan kegembiraan Paskah yang hingga kini masih menyejukkan jiwa kita. Majalah KOMUNI ini ibarat simpul kebangkitan, yang tidak saja mendokumentasikan berbagai peristiwa paskah di gereja kita, namun juga mencoba membuka kembali “pintu komunikasi” lewat media cetak yang memediasi komunikasi antara gembala-umat dan antar-umat sendiri. Terbitnya KOMUNI ini juga menjadi lanjutan dari kelahiran kembali GEMPAR (Gema Paroki), media komunikasi mingguan yang kini sudah terbit 9 (sembilan) edisi sejak bulan Februari yang lalu. Para pembaca KOMUNI yang terkasih dalam Kristus, jiwa dari perayaan Kebangkitan Kristus telah menghalau segenap rasa letih juga perasaan sedih dan takut demi mempersiapkan terbitnya majalah KOMUNI ini. Sungguh tidak mudah untuk memulai sesuatu, termasuk di lingkungan Gereja. Berbagai tuntutan, tantangan dan berbagai urusan administrasi dan keuangan bisa saja menjadi penghalang bila semangat Kebangkitan itu tak ada di dalam diri seluruh stakeholder yang turut berperan aktif bagi “lahirnya” majalah mungil ini. Untuk itu, terimakasih tak terhingga kepada Pastor Paroki St. Ignatius Cimahi, Pastor Yohanes Djino Widyosuhardjo OSC yang setia menyemangati kaum muda, khususnya staf redaksi yang tampak nekad menceburkan diri mereka sebagai obyek ad experimentum di dalam dunia yang bagi mereka sendiri masih asing. Atas dukungan Pst. Widyo, juga DPP dan umat yang baik, perjudian KOMSOS dalam menerbitkan majalah ini sungguh membuahkan hasil yang luar biasa, kendati pasti tidak sempurna. Di titik ini pula kita mutlak menghantarkan syukur tak terhingga kepada Allah atas kehadiran Nya dalam diri
4
JENDELA
Yesus Kristus yang sudi memanusiakan diriNya hingga tampak di depan mata. Majalah KOMUNI yang tampak di depan mata pembaca adalah simpul ringkas dari berbagai ide kebangkitan yang tadinya masih tersembunyi di pikiran dan kini dinyatakan dalam bentuk paparan tertulis seperti yang ada di hadapan para pembaca sekalian. Melalui bentangan tulisan ini tentu KOMUNI berharap menjadi media yang digemari umat sebagai bahan bacaan sekaligus media komunikasi yang setia “memanusiakan” berbagai abstraksi ajaran gereja dan dinamika hidup menggereja. KOMUNI juga berharap menjadi media pewarta Kabar Gembira lewat sikap terbuka dan kemauan menerima berbagai kritikan atau masukan yang berharga bagi pengembangan KOMUNI secara khusus, dan pengembangan jemaat di Paroki St. Ignatius Cimahi pada umumnya. Para pembaca KOMUNI yang terkasih dalam Kristus, Pada edisi perdana ini, sebagaimana telah disinggung di atas, KOMUNI menandai kelahirannya bersamaan dengan peristiwa agung Kebangkitan Yesus, Putera Allah yang terkasih. Terminologi “KOMUNI” yang kami abadikan sebagai nama dari majalah ini sungguh erat terkait dengan KOMUNITAS atau persekutuan yang lahir setelah kebangkitan Yesus berikut perutusan Roh Kudus kepada para muridNya. Semangat Jemaat Perdana (Kis. 1) sungguh menginspirasikan kami dalam menuntaskan nama yang sesuai dengan kondisi umat di Paroki St. Ignatius Cimahi. Tak mengherankan bila pada edisi perdana ini kami terbitkan pada peristiwa Paskah dan memuat warta seputar perayaan Pekan Suci yang berpuncak pada perayaan kebangkitan Kristus pada Hari Raya Paskah. Secara liturgis, Gereja membabakkan rentetan peristiwa itu melalui ritual-ritual suci, yang bertujuan bukan sekedar mengenangkan peristiwa masa lalu, tapi juga untuk menarasikan ulang peristiwa keselamatan yang agung itu dalam hidup kita. Menarasikan di sini berarti mengaktualisasikan pesan Allah itu dalam kehidupan nyata kita, lewat pemikiran, kata-kata, dan tindakan kita serta terungkap dalam doa atau segala bentuk peribadatan suci di komunitas umat beriman. Demikian ditegaskan Pst. Widyo dalam sapaan gembalanya. Menurut Pastor Paroki St. Ignatius Cimahi ini, kebangkitan itu serta merta akan menyatukan segala bentuk keterpecahan dalam komunitas hidup menggereja. Selain itu, pada edisi ini, KOMUNI juga menyediakan ruang bagi ekspresi Kaum Muda dalam rubrik IMUD; dan untuk anak-anak BIA dipaparkan peristiwa bersejarah di paroki kita, yakni “Perayaan Paskah Bina Iman Anak” yang baru pertama kali diadakan setelah beberapa tahun terakhir. Bagi para kandidat penerima Sakramen Krisma juga dipaparkan secara ringkas tentang Sakramen Krisma di rubrik SEPAKAT (Seputar Katekese). Sementara untuk memperkaya pengetahuan dan pengenalan umat akan gembalanya, kami ketengahkan profil ringkas dari Pastor paroki kita, Pst. Widyo OSC yang sudah berada setahun lebih di tengah kita. Selain hampran berita di atas, masih ada beberapa nukilan pemikiran, komik, snaphsot, sharing pengalaman umat seputar paskah, dan lain sebagainya. Akhirnya, semoga kehadiran KOMUNI memperkaya dinamika hidup menggereja di paroki kita. Selamat Paskah ! _ Redaksi_
5
SAMBA (Sapaan Gembala)
P
ada waktu Yesus hidup bersama dengan orang-orang sebangsaNya, Ia terikat pada adat-istiadat bangsa itu. Semakin jelas kalau kita memperhitungkan latar belakang kehidupan masyarakat, ketika Yesus hidup dan tumbuh. Kehidupan bersama bangsaNya ditandai oleh berbagai macam pemisahan yang menyengsarakan orangorang yang tergolong lemah, miskin dan dicap sebagai pendosa. Pemisahan ini tidak hanya terjadi dalam keh idup an sosial-ekonomi, melainkan juga dalam kehidupan religius. Kita masih sangat ingat kisah mengenai orang buta sejak lahirnya yang kemudian disembuhkan oleh Yesus. Kebutaannya dikaitkan langsung dengan dosa, entah dosanya sendiri atau dosa orang tuanya. Menurut pikiran kita, orang berdosa selalu dapat bertobat dan mohon pengampunan dari Allah. Kalau demikian, mereka yang tidak buta atau cacat, bukan lagi orang berdosa. Maka dengan sadis mereka bertanya kepada Yesus, ”Dosa siapakah itu? Dosanya sendiri atau dosa orang tuanya?” Pikiran umum orang Yahudi pada waktu itu, ‟Sekali orang dimasukkan dalam kelompok orang berdosa, apapun yang ia lakukan, ia tidak dapat keluar atau dibebaskan dari cap sebagai orang berdosa.‟ Demikianlah nasib orang-orang pemungut cukai, wanita berdosa, orang buta, lumpuh dan cacat, lepra, dan mati muda. Mereka dikucilkan dari pergaulan yang wajar dalam kehidupan. Di lain pihak, orang-orang yang merasa dirinya termasuk kelompok suci: Para imam, tua-tua Yahudi, Saduki, Farisi, Ahli-ahli Taurat, berusaha untuk mempertahankan perbedaan-perbedaan itu, supaya mereka selalu tampak dan tetap dianggap suci. Yesus mengasihi dan mencurahkan kasihNya sampai sehabishabisnya, dalam latar belakang keadaan hidup masyarakat di jamanNya. KasihNya mau menghilangkan tembok-
6
Pst. YD. Widyasuhardjo OSC Pastor Paroki St. Ignatius Cimahi
SAMBA (Sapaan Gembala)
tembok yang membatasi dan memisahkan orang yang satu dengan orang lain, kelompok yang satu dengan kelompok yang lain. Pada tataran yang paling mendasar yaitu yang menyangkut hidup manusia di hadapan Allah. Kristus yang bangkit bermakna mempersatukan semua orang, karena Kristus yang sejak lahir, sengsara, wafat dan bangkit mulia, hanya bertujuan satu, melaksanakan kehendak BapaNya, yakn i men yelamatkan semua orang. Kristus yang bangkit mau meyakinkan kita bahwa tempat yang s ej a t i a da l ah ke ra j a an sorga. Kerajaan sorga adalah tempat untuk bersatu di mana sekat-sekat pemisah telah dihancurkan oleh kasih Tuhan dengan keb an gkitan Nya. Kas ih Tuhan mempersatukan kita, lalu kita dapat mengatakan: ”Terpujilah Allah dan Bapa kita Yesus Kristus.” Kita memuji Allah, pencipta langit dan bumi, tetapi s ecara kh u s u s s eb agai ”Bapa Tuhan kita Yesus Kristus” yang mempersatukan. Sebab kita memuji
Allah yang karena rahmatNya, telah melahirkan kembali kita, berkat kebangkitan Yesus Kristus. Kita memuji Allah karena karya keselamatanNya, khususnya dalam wafat dan kebangkitan Yesus Kristus yang menyatukan umat. Dalam wafat dan terutama dalam kebangkitan Kristus, nampak sangat jelas kehadiran Allah, sehingga Thomas sebagai yang pertama dari semua rasul mengaku: ”Yesus sebagai TUHANKU dan ALLAHKU.” Thomas, sebelum melihat Yesus sendiri, ia tidak dapat percaya, sama seperti semua rasul yang lain. Keistimewaan Thomas adalah ”keras kepala”, sesuai dengan tabiatnya. Maka ia menuntut: ”Sebelum aku m en cucuk k an j ar i k u k e dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambungNya, sekalikali aku tidak akan percaya”. Kenyataan yang mau ditunjukkan kepada umat berim a n j a ma n in i a da l ah ”makna kebangkitan yang mempersatukan” diwujudkan oleh Jemaat Perdana: memecahkan roti di rumah m a s i n g - ma s in g s e c ar a
bergilir dan makan b ers a ma - s ama d en g an gembira dan tulus hati, sambil memuji Allah. Perayaan Ekaristi atau Perjamuan Tuhan adalah perayaan kegembiraan karena merupakan puji syu kur bagi Allah. Kegembiraan hasil dari kesadaran akan karya Allah dalam Kristus oleh Roh Kudus. Kesadaran itu diungkapkan dan dinyatakan dalam perayaan bersama. Maka iman bukan hanya sumber kegembiraan bagi setiap orang sendiri-sendiri, melainkan bagi s elu ru h u ma t b er im an bersama, khususnya bila berkumpul untuk memuji dan memuliakan Tuhan, karena kebangkitanNya yang bermakna mempersatukan umat. Ekaristi adalah puji syukur bagi Allah sekaligus sebagai sumber kekuatan kita. Kebangkitan Tuhan yang mempersatukan itu, ternyata tidak selamanya dihayati o leh oran g kris ten. S t. Paulus prihatin melihat penghayatan Ekaristi di jemaat Korintus, maka St. Paulus kembali mengingat-
7
SAMBA (Sapaan Gembala)
kan makna Perjamuan malam menjelang wafat Yesus memecah roti dalam perjamuan bersama. Sebagian dari warga Korintus adalah orang kaya. Orangorang ini dalam perjamuan Tuhan berkelompok sendiri bersama dengan orangorang kaya lain (bdk. kelompok sosialita) tidak mau bersatu dengan kelo mpo k keb an yakan. Tampil beda dalam hal ini tern ya ta men imb u lk an perpecahan. Hal ini melahirkan keprihatinan S t. Paulus. Ia sangat berharap agar dalam p erjamu an Tuhan, umat melupakan perbedaan-perbedaan yang oleh orang-orang kaya dipertahankan untuk menunjukkan keistimewaan mereka. Alasan mendasar adalah sebab setiap kali kamu makan roti dan minum cawan ini, kamu memberitakan kematian Tuhan. Yesus wafat dan b a n g k i t u n t u k memp ers atu kan u mat manusia yang tercerai-berai dan menghimpunnya menjadi umat baru yang dimeteraikan dengan darah perjanjian baru dan dengan Roh Kebangkitan Tuhan. Maka setiap pikiran, sikap
8
dan tindakan yang berlawanan dengan makna wafat dan kebangkitan Yesus ini, tidak sesuai dengan semangat perjanjian baru. St. Yohanes semakin menegaskan makna wafat dan kebangkitan Yesus yang mempersatukan, seperti Ia mengasihi mereka sampai kesudahannya. Paskah kali ini, Paroki St. Ignatius ikut bangkit bersama Tuhan Yesus, sekaligus bangun dari tidur nyenyaknya. Komsos, Orang Muda Katolik (OMK) bersama dengan Fr. Lucius Sinurat OSC telah memulai kembali menerbitkan warta mingguan Paroki kita, GEMPAR. Sebagaimana Kristus adalah kebangkitan dan hidup, demikian halnya hingga setiap orang yang percaya kepadaNya tidak akan mati selama-lamanya. Seperti kata Yesus �Lazarus, saudara kita, telah tertidur, tetapi Aku pergi ke sana untuk membangunkan Dia dari ti durnya� ; Komsos, OMK, DPP, serta Frater merasa dibangunkan kembali untuk bangkit. Majalah Paroki harus Hidup Kembali. Roh Tuhan yang bangkit telah mempersatu-

 k a n u m a t b e r i ma n S t. Ignatius untuk bergiat. Kedatangan Yesus, Sang Kebangkitan dan Hidup, telah membuat kita bersukacita. Roh Pemersatu telah membangunkan sekaligus membangkitkan. Selamat Paskah!
SAJIAN UTAMA
9
SAJIAN UTAMA
PELIPUT: Wangga, Adut, Susan, Aceng, Arie, Ibu Ancella, Fr. Lucius, Shela, Victor, Mey, Willy, Kristanto, Lucy PENGANTAR: Fr. Lucius Sinurat OSC FOTO: Dimas, Dibyo, Yudith
ENGALAMAN PASKAH BERMULA DARI RASA TAKUT AKAN KEHILANGAN SOSOK YESUS UNTUK KEDUA KALINYA SETELAH KEMATIANNYA DI SALIB. “JENAZAH TUHAN TELAH DICURI ORANG!”, DEMIKIAN REAKSI SPONTAN MARIA MAGDALENA MENYAKSIKAN ‘KUBUR KOSONG’. PENGA LA MAN KETA KUTAN MARIA MEMANG AKHIRNYA MELAHIRKAN PENGALAMAN KEKAGUMAN, APALAGI SETELAH YESUS MENAMPAKKAN DIRI KEPADANYA. PENGALAMAN MARIA MENGGIRING KITA, BUKAN PADA KETAKUTAN AKAN “RAIB”-NYA JENAZAH YESUS, PUN BUKAN PADA KEKAGUMAN KARENA YESUS BANGKIT, MELAINKAN PADA SEMANGAT YANG DILAHIRKAN OLEH PERISTIWA KEBANGKITAN ITU (BACA: ROH KUDUS). SEMANGAT ITULAH YANG PADA AKHIRNYA MEMPERSATUKAN TIAP ORANG YANG PERCAYA KEPADA ALLAH DI DALAM KRISTUS (COMMUNIO), SEMANGAT BARU YANG PADA AKHIRNYA MENDORONG KITA MELEJIT MAJU DALAM HIDUP ROHANI KITA.
10
Minggu Palma Hal. 10 Kamis Putih Hal. 12 Jumat Agung Hal. 16 Malam Paskah Hal. 18 Hari Raya Paskah Hal. 19
SAJIAN UTAMA
_Pst. Putranto OSC_
_Pst. Widyo OSC_
_Pst. Sangker OSC_
S
elebrasi Pekan Suci di Paroki St. Ignatius mengalir di atas alur pemahaman dan permenungan di atas. Lewat pemaknaan ini kami akan menghantar pembaca masuk ke ruang per-menungan masingmasing dari perayaan selama Pekan Suci, mulai dari MINGGU PALMA, KAMIS PUTIH, JUMAT AGUNG, MALAM PASKAH DAN HARI RAYA PASKAH yang baru saja kita dirayakan oleh umat Paroki St. Ignatius Cimahi. Bagaimana persisnya perayaan demi perayaan itu berlangsung, KOMUNI akan memaparkannya serepresentatif mungkin kepada pembaca sekalian.
a n g k a i a n perayaan Pekan Suci dimulai dengan MINGGU PALMA yang memperingati penyambutan Yesus sebagai Mesias sekaligus titik berangkat menuju sengsaraNya. Secara liturgis, perayaan inipun sarat dengan dua warna ekspresi: gembira dan sedih. Di satu sisi, penyambutan Yesus sebagai raja secara meriah ditampilkan oleh para pengagumnya dengan lambaian daun palma dan hamparan pakaian di tengah jalan yang dilewatiNya. Tapi peristiwa itu tak berlangsung lama. Para fans Yesus, yang tadinya berteriak “Hosanna!”, kini malah ikut larut terhasut oleh musuh-musuh Yesus hingga mereka pun turut berteriak “Salibkan Dia!” kepada Yesus. Pemaknaan biblis-liturgis inilah yang dihadirkan dalam Liturgi Gereja sebagaimana kita rayakan di paroki kita.
11
SAJIAN UTAMA
P
erayaan Minggu Palma dimulai dari hari Sabtu, 16 April 2011 (pukul 17.00 WIB) dan hari Minggu, 17 April 2011 (pukul 05.30, pukul 08.00 WIB, dan pukul 1700 WIB). Pada peringatan Minggu Palma ini para pastor yang memimpin misa tampak “kompak” dalam khotbah mereka. Ketiga pastor sama -sama menyinggung tentang kesetiaan akan tugas dan tanggung jawab Yesus yang telah diberikan Allah Bapa kepadaNya, yaitu menebus dosa manusia. Pst. Putranto OSC dalam khotbahnya menekankan bahwa “kita adalah keledai yang dipilih untuk memikul Tuhan kita. Mampukah kita menjalankan tugas „memikul‟ Tuhan kita?”, tandas pastor yang sangat concern merawat kesehatannya ini. Dengan bahasa yang sedikit berbeda, pastor Paroki kita, Pst. Widyo OSC menekankan bahwa “Allah kita adalah Allah yang setia, Allah yang tidak pernah meninggalkan kita sek alipun k ita sedan g menderita. Kisah sengsara Yesus adalah bukti nyata kesetiaan Yesus kepada Allah. Kesetiaan itu membu-
12
tuhkan perjuangan.” Sementara, dengan bahasa yang lebih sederhana Pst. Sangker OSC mencoba menterjemahkan kesediaan Yesus memikul Salib sebagai kesediaan kita melakukan pekerjaan sekecil apapun dengan ketulusan. “Pekerjaan kecil yang dilakukan dengan rendah hati akan dihargai tanpa memandang latar belakang atau status orang tersebut. Hal inilah yang dilakukan oleh Yesus bagi orang-orang
disekitarNya. Sengsara Yesus adalah pintu yang membuka kesempatan manusia untuk hidup bersama dengan Allah. Sengsara yang m en gubah pen d er i taan menjadi keselamatan bagi manusia”, pesan pastor yang sangat peduli dengan kebersihan ini. Ringkasnya, para Pastor, dalam kotbah mereka, berpesan agar kita menjadi orang yang lebih setia pada tugas dan tanggungjawab yang dipercayakan Allah kepada kita.
Umat sangat serius mendengarkan Kisah Sengsara singkat dalam Perayaan Minggu Palma, 18 April 2011
SAJIAN UTAMA
Pst. Sangker OSC sedang memerciki daun palma yang dipegang umat dengan air suci pada Perayaan Minggu Palma, 18 April 2011
Secara keseluruhan Perayaan Ekaristi Minggu Palma berjalan lancar dan khidmat. Dari hasil pengamatan KOMUNI, umat Cimahi yang mengikuti perayaaan dengan khusuk. Perarakan Daun Palma pada perayaan ini hanya dilakukan sekali saja, yakni pada Perayaan Ekaristi pukul 08.00 WIB yang dipimpin oleh Pst. Sangker Sihotang OSC. Demi alasan teknis-praktis umat bahkan tidak dilibat-
kan dalam perarakan tersebut. Hanya beberapa anak Bina Iman Anak saja yang dilibatkan dalam perarakan i t u . M e n g e n a i h a l i n i, beberapa umat yang sempat diwawancarai KOM UNI mengatakan, “Sepertinya petugas liturgi (terutama pada saat pembacaan Injil) kurang siap ya?”, kata seorang ibu yang tidak mau disebutkan namanya. Bahkan ada seorang bapak yang sangat pesimis dan rada sinis mengatakan, “Tata Perayaan liturginya tidak ada yang spesial dari tahun ke tahun. Gitu-gitu aja tuh! “, tukasnya dengan mimik skeptis. Tanggapantanggapan di atas memang tak lantas mereduksi pendapat seluruh umat. Tapi b aik j u ga o leh p an itia dijadikan sebagai cermin evaluasi demi lebih baiknya perayaan yang sama di masa mendatang, kendati dengan panitia yang berbeda. Perayaan Palma sendiri berlangsung lancar tan p a ken dala b erart i. Semua ini berkat kesigapan panitia, juga para petugas litu rgi yan g melayani dengan hati.
ejak Minggu Palma, rentetan sengsara justru makin mendekap erat Yesus. Yesus tak rela peristiwa penebusan ini berlalu begitu saja tanpa meninggalkan pesanNya bagi para pengikutNya. Pada Perjamuan Kasih, perjamuan terakhir yang dirayakan Yesus bersama murid-muridNya, tak lama berselang dengan penghianatan tenar a la Yudas Iskariot terjadi, Yesus mewariskan praktek cinta yang teragung kepada para muridNya. Ia membasuh kaki mereka dan melayani mereka dalam perjamuan cinta itu. Perasaan takut dan bingung murid-murid Nya makin bertambah saat Yesus menegaskan untuk
13
SAJIAN UTAMA
kesekian kalinya mendengarkan nubuat Yesus tentang kematianNya. Tigapuluh keping uang perak sebagai upah Yudas Iskariot menyerahkan Yesus kepada musuh-musuhNya di saat perjamuan belum usai seakan menyimbolkan 30 menit hilangnya nyawa Yesus. Begitu singkatnya waktu berlalu bagi sebelas murid lain yang relatif masih setia mendampingi G uru mereka. Perasaan mereka pun teraduk-aduk, tercabikcabik saat Yesus akhirnya ditangkap di saat mereka justru tidak setia menemani Sang Rabbi berdoa di Taman G e t s e m a n i . S un g g uh mereka sangat menyesal tidak turut larut dalam percakapan Yesus dengan BapaNya itu. Akibatnya sungguh tragis. Saat ditangkap, Yesus mah tenang-tenang aja. Tapi coba lihat, murid-murid
14
yang tidak ikut berdoa itu justru menanggapi penangkapan Yesus secara reaktif. Petrus misalnya, malah menghunus pedang ke telinga Maltus, kepala pasukan yang ditugaskan menangkap Yesus. Nah, peristiwa inilah yang kita kenangkan atau kita hadirkan kembali dalam Perayaan Cinta, yakni Perjamuan Ekaristi agung pada Hari Raya KAMIS PUTIH.
P
erayaan Ekaristi Kamis Putih di paroki St. Ignatius Cimahi berlangsung pada tanggal 21 April 2011 dengan 4 ( emp at) kali p erayaan, yakni pukul 08.00 WIB (khusus untuk anak-anak), pukul 17.00 WIB dan pukul 20.00 WIB untuk umum. Selanjutnya dilakukan tuguran di dalam gereja pada pukul 22.30–23.00 WIB. Perayaan Kamis Putih di Paroki St. Ignatius pada tahun ini sungguh berbeda dari tahun sebelumnya. Salah satu hal yang menonjol ialah penambahan fasilitas gereja seperti kursi dan
Keduabelas “rasul” sedang mempersiapkan diri untuk dibasuh kakinya pada Perayaan Kamis Putih , 21 April 2011
SAJIAN UTAMA
datang dan pulang gereja. M u n gkin p erlu dicatat bahwa pada perayaan ini tidak banyak anak-anak ya n g tu ru t mer a ya k an peristiwa agung ini. Mungkin karena diadakan pada malam hari.
Pastor Putranto OSC sedang membasuh kaki salah seorang dari keduabelas “rasul” pada misa Perayaan Kamis (21 April 2011) Putih khusus untuk anakanak. Keunikan disini adalah yang menjadi rasul para putra altar yang masih duduk di bangku SD.
televisi layar datar disediakan di luar gereja. Tentu saja dukungan fasilitas ini turut menambah rasa nyaman saat merayakan Ekaristi. Ratusan umat yang h adir mu lai memenuh i gereja, kanopi, juga tendatenda yang tersedia. Umat dating secara perlahanlahan hingga tempat yang tersedia penuh, bahkan tampaknya masih kurang. Kendati turun hujan yang cukup lebat, seluruh tempat duduk yang disediakan oleh panitia tetap terisi penuh. Suasana nyaman inipun memungkinkan semua pastor dapat dengan santai menyapa umat yang
Suasana hening begitu terasa walaupun suara petir yang cukup keras sempat menyelinap di saat pembacaan Injil. Dalam Homilinya Pst. Sangker mengingatkan ada dua peristiwa penting yang dirayakan dalam Misa Kamis Putih, “Peristiwa pembasuhan kaki para rasul dan perayaan Perjamuan Ekaristi kudus. Kedua peristiwa ini menunjukkan Yesus yang mau mengorbankan diri menjadi roti yang terpecahpecah agar kita mendapat hidup, serta Yesus yang harus melepas status sosialNya sebagai pemimpin juga guru menjadi hamba dan budak. Menjadi sebuah pertanyaan apakah dengan melepas status sosialnya apakah Yesus kehilangan martabat?” Selanjutnya pastor yang mengidolakan Luna Maya ini berpesan kepada para orangtua soal pendidikan keluarga, “Jaman sekarang
orang tua seringkali menasehati anak-anaknya untuk menjaga martabat dan harga diri, hanya disayangkan mereka lupa menjelaskan apa dan bagaimana martabat itu sehingga anakanak mengambil kesimpulan sendiri bahwa martabat sama dengan status sosial yang tinggi untuk dapat duduk di tempat terhormat, dan disegani, memiliki jabatan dan penampilan “oke” dengan benda-benda mewah, tanpa bertanya pada diri sendiri bagaimana semua itu diraih atau apa yang terjadi dibalik apa yang terlihat. Di mimbar yang sama dan pada perayaan yang sama, tapi pada waktu yang berbeda, Pst. Putranto OSC dan Pst. Widyo OSC juga menekankan teladan kerendahan hati yang diwariskan Yesus kepada kita. “Ia melepaskan jubah (yang melambangkan kehilangan kemewahan dan jabatan) ketika akan membasuh kaki para murid. Sesungguhnya pek er j aan sem acam i n i adalah pekerjaan para budak. Yang terjadi adalah Yesus samasekali tidak kehilangan martabatNya seba-
15
SAJIAN UTAMA
gai Anak Allah, atau seorang Rabbi yang sangat disegani para pengikutNya. Hal ini tampak dari reaksi dan perkataan Petrus yang memperlihatkan rasa hormatnya kepada Yesus,“ demikian intisari kotbah Pst. Putranto OSC. Pst. Widyo OSC bahkan menekankan, “Kita tidak akan kehilangan martabat bila mau merendahkan diri dan melayani orang dengan tulus.” Akhirnya di tataran praktis, ketiga pastor mengingatkan kita tentang sikap kita dalam menyambut Tubuh Kristus dan ajakan yang terkandung di dalamnya, “Apakah kita yang selalu menyambut komuni telah semakin mengembangkan jalinan persaudaraan di kel uar ga dan l i n gk un gan seperti para rasul yang sem akin kuat per saudaraannya sejak Perjamuan Tuhan? Communio dapat terjadi bila mau melepaskan identitas yang sering ditempatkan salah pada apa yang dimiliki atau apa yang telah dicapai, dan berinisiatiflah untuk saling melayani.” Ritus khas lain yang menjadi pusat perhatian KOMUNI adalah ritus Pem-
16
basuhan Kaki. Ritus ini berjalan tanpa kendala, apalgi sebelumnya 12 rasul untuk masing-masing perayaan Kamis Putih itu sudah dilatih dengan sangat baik oleh frater. Sementara pada misa terakhir, pada malam hari, diadakan pentahtahan Sakramen Maha kudus berikut Tuguran. Ibadat Tuguran yang berlangsung pada malam hari berjalan mengalir diiringi su asana khusyuk dan bermahkotakan lagu-lagu indah dari Taize. Tidak banyak umat yang kuat bertahan “mene-
mani Yesus berdoa di Taman Getsemani”. Tetapi dendang lagu Taize yang dibawakan oleh kelompok orang muda dan dua frater sangat membantu umat (yang turut dalam Tuguran tersebut) memahami makna berjaga dan berdoa bersama Yesus. Berdasarkan jadwal, Ibadat Tuguran seyogianya berlangsung dua kali. Tetapi pada saat ibadat Tuguran kedua sekitar pukul 23.15, gereja sudah tampak sepi. Seperti Petrus cs yang nyenyak dalam tidur, umat Paroki St.
Pastor Sangker OSC dan lektor sedang mendaraskan Passio di hadapan ratusan umat, baik yang duduk di dalam gereja maupun yang duduk di tendatenda yang telah disediakan oleh panitia. 22 April 2011. Pastor Sangker berperan sebagai Yesus. Foto insert: Umat sedang sedang mencium salib sebagai bentuk penghormatan kepada Yesus yang telah rela mati demi kita, orang berdosa..
SAJIAN UTAMA
mana mereka tetap mampu menjaga konsistensi gerakannya saat membunyikan lonceng selama Kemuliaan dan mengayunkan dupa selama perarakan Sakramen Maha Kudus. ď ˜ď ˜ď ˜
Pastor Widyo OSC didampingi seorang Prodiakon sedang membuka selubung Salib pada Ibadat Jumat Agung, 22 April 2011
Ignatius Cimahi (mungkin karena lelah bekerja seharian) banyak yang sudah bergegas pulang untuk beristirahat, sembari mempersiapkan tenaga untuk ibadat Jumat Agung esok hari. Lalu apa pendapat umat tentang perayaan ini? Beberapa umat yang sempat disapa KOMUNI mengatakan rasa kagum mereka dengan para putra altar yang tak menghiraukan rasa pegal dan haus saat bertugas. Lihat saja bagai-
elebrasi Pekan suci berlanjut pada hari ini, Jumat Agung. Kisah sengsara tak berhenti di Taman Getsemani. Bak penangkapan teroris kelas kakap atau teroris paling kejam sekelas Osama bin Laden, Yesus pun diburu dan diperlakukan sebagai pengacau dan penghasut rakyat. Bahkan selama proses pengadilan, Yesus dipermainkan, dihina dan dicaci, pun diperlakukan bak pejagal dan penjegal nyawa jutaan orang. Melalui rentetan perhentian Jalan Salib yang dilaluiNya, Yesus mengingatkan kita betapa di tiap titik penderitaanNya terdapat hamparan dosa
kita yang mau ditebusNya. Simpul penebusan pun berpuncak pada S a l i b , te mp a t Y es us melambai nyawa, mengakhiri deritaNya yang serta merta menyatu dengan rintihan, ringisan, pun tangisan kita yang tak tega melihat Tuhan menderita. Peristiwa sengsara inilah yang kita kenang dan hadirkan dalam liturgi suci JUMAT AGUNG. Kita diajak untuk melihat dan mengenang betapa kita juga adalah representasi para serdadu dan algojo yang siaga menyalibkan orang sesama. Di titik ini, salib menggugah sekaligus menggugat kita untuk sejenak bertegun dan merenung: Lihatlah betapa orang lebih suka meringis daripada membantu; menggerutu daripada mengerjakan apa yang diminta orang lain; dan menyuruh orang lain m e m i k ul b e b a n k i t a sendiri. Mari berhenti sejenak dan mendengar-
17
SAJIAN UTAMA
kan perkataan Pilatus: “Ecce Homo! Lihatlah Manusia ini!”
M
enjelang Ibadat Jumat Agung, 22 April 2011, para petugas masih terlihat sibuk mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan pada saat ib adat S alib . Kelalaian panita dalam menyediakan teks/buku ibadat di sebagian kursi-kursi yang ada di luar gereja membuat suasana panik, apalagi beberapa umat sudah mulai berdatangan. Menjelang ibadat Salib siang hari pukul 14.00 WIB, wajah-wajah petugas berangsur pulih, dan santai. Dibawah kendali sang kordinator panitia, para petugas sudah siaga di posnya masingmasing. Banyaknya umat yang hadir sempat melahirkan suasana panas dan sesak. Umat semakin lama semakin banyak, kursi yang disediakan oleh panitia pun penuh oleh umat, bahkan kurang. Bukan panitia yang baik jika tak bisa menyelesaikan masalah ini. Mereka berusaha mencari kursi
18
yang kosong, sehingga umat yang terlambat dapat mengikuti ibadat di luar tenda, meskipun pada hari itu cuaca sangat mendung. Sekilas tampak bahwa Ibadat Jumat Agung tidak berj a l an d en g an k h i d ma t karena gerungan motorBobotoh Persib. Tetapi bagi umat yang begitu larut dalam doa gangguan ini tentu tak jadai masalah. Di luar Gereja, petugas kepolisian dan TNI sibuk mengawasi jalannya ibadat di Gereja St. Ignatius Cimahi. Mereka, sibuk mengatur kendaraan-kendaraan yang lalu lalang di sekitar Gereja, membantu umat menye-
berangi jalan, sampai menegur para pengendara motor pendukung Persib yang emang doyan ugalugalan di jalanan. Para pelayan keamanan ini melakukan tanggung jawab merek dengan sangat. Tak mengherankan bila Ibadat Jumat Agung di Gereja St. Ignatius Cimahi bisa berlangsung dengan tertib, aman dan khidmat. Sisi menarik lainnya dari Ibadat Jumat Agung ialah keikutsertaan Pst. Sangker OSC sebagai Yesus dalam Passio (pendarasan Kisah Sengsara Yesus). Menarik karena sudah beberapa
Suasana gelap dan hening di dalam gereja sungguh mendukung upacara Malam Paskah, khususnya pada saat ritus cahaya berlangsung.
SAJIAN UTAMA
Kendati lelah setelah 2 jam lebih memimpin Perayaan Ekaristi Malam Paskah, Pst. Widyo OSC tetap bersemangat hingga Perayaan Ekaristi usai; demikian juga dengan para Putera Altar yang setia melayani dan mendampingi imam.
tahun terakhir pastor yagn bertugas di Cimahi belum p ern ah mela ku kan n ya. Biasanya yang bertugas sebagai Yesus adalah lektor terlatih yang memang sudah dipersiapkan jauh-jauh h ari. Ib ad at S al ib p u n akhirnya ditutup dengan keheningan. Semua berjalan lancar dan tak terjadi masalah apapun. Perasaan lega langsung menyelimuti panitia, juga umat yang merasakan lega karena telah ditebus dari dosa oleh Kristus, yang secara nyata tampil dalam kebangkitanNya.
aktu untuk melihat ke dalam diri kita, masa memasuki ke dalam jiwa dan roh kita adalah bagian dari perayaan S ABTU S UCI (Vigili) sebelum mempersiapkan diri menyaksikan kebangkitan Tuhan pada “pagi-pagi benar”, tepatnya pada dini hari, yang dalam Liturgi Gereja dirayakan pada malam Paskah. Melalui kebangkitanNya Tuhan seakan menegaskan bahwa kematianNya bukanlah ajang tontonan kesedihan, pun bukan wahana bagi curahan setiap tetes air mata kita, manusia pendosa. Kematian sungguh tak ada artinya bila ia hanya tinggal sebagai kematian. “Jika biji tidak mati ia tetap tinggal biji” (BB I No. 94). Peristiwa kebangkitan yang kita rayakan pada MALAM PASKAH dan HARI RAYA PASKAH sungguh menegaskan hal itu. Yesus, tidak saja
membuktikan, tetapi juga m emp ert eg as ba hw a hidup dan mati kita ada di tangan Bapa: “Ke dalam tanganMu, kuserahkan diriKu!” Dalam konteks teologi Salib, penyerahan diri secara total sama artinya dengan mendapatkan diri secara total. Yesus yang mati secara ragawi akan mendapatkan kehidupan yang jauh lebih tinggi dan lebih berarti dibanding ragaNya. Ia masuk ke dalam kehidupan kekal. Kini Ia kembali kepada BapaNya. Demikianlah kebangkitan menjadi titik awal dari lahirnya kesadaran baru, khususnya bagi para muridNya, yakni tentang adanya kebangkitan badan. Melalui peristiwa kebangkitan, juga diper-tegas lewat penampakanpenampakanNya, Yesus telah menuntaskan perutusannya dengan sangat agung: “Sudah selesai!”
19
SAJIAN UTAMA
D
alam konteks permenungan di ataslah terbentang Perayaan Malam Paskah di Gereja St. Ign atius Cimahi. Sore itu, sekitar pukul 15.30 WIB umat mulai berdatangan memenuhi kursi yang disediakan. Di tiap sudut pintu gereja dan tendatenda tampak para petugas penjual lilin, anggota Legio Mariae sedang sigap melayani pembeli yang sedang mempersiapkan diri untuk mengikuti Perayaan Malam Paskah. Dari sudut liturgi praksis, salah satu hal yang identik p ada nu ans a Perayaan Malam Paskah adalah Ritus cahaya, selain Liturgi Sabda dengan minimal 5 Bacaan, juga ritus pembaharuan janji bapts. Perarakan Lilin Paskah dimulai dengan aklamasi “Kristus Cahaya D un ia” dan tan ggap an “Syukur kepada Allah” dari umat pada saat ruangan gereja dalam kondisi gelap. Demikian berlangsung tiga kali. Selanjutn ya saat s amp ai di p an ti imam, p asto r memberkati ap i yang melambangkan Kebangkitan. Dialah Kristus yan g men eran gi dun ia
20
yang dikuasai gulita dosa. Kehadiran Sang Terang itu m en y eb ar d an me lu as hingga menguasai kegelapan. Pemaknaan ini disimbolkan dengan membagikan api/cahaya yang bersumber dari Lilin Paskah. Di sini tampak jelas komunitas di mana para anggotanya saling berbagi, sebagaimana Kristus telah memecah-mecahkan tubuhNya dan membagibagikannya kepada kita. Ritus cahaya dis ambu t dengan mada Pujian Paskah (exsultet) berikut 5 b acaan dari P erj an j ian Lama, Epistola, dan Injil sendiri.
Inti Homili dari pastor yang memimpin Perayaan Paskah menekankan pentingnya memaknai kebangkitan sebagai kebangkitan dalam arti luas. Untuk bisa bangkit dibutuhkan kesucian hati, yang hanya bisa kita gapai dengan membangun sebuah kesadaran bahwa “saya orang berdosa dan untuk itu saya membutuhkan pertobatan, agar saya turut bangkit bersama Kristus.” Berkat Meriah Paskah dan Pengutusan mengakhiri Perayaan Ekaristi Malam Paskah. S yu kur kep ada Allah karena perayaan ini
Suasan Perayaan Ekaristi pukul 07.00 WIB pada Hari Minggu Paskah (24/4)
SAJIAN UTAMA
Perayaan Ekaristi Hari Raya Paskah (24/4) pada pukul 09.00 WIB dipimpin oleh pastor paroki, Pst. Widyo OSC, didampingi dua konselebran : Pst. Sangker OSC dan Pst. Putranto OSC
bisa berjalan dengan baik, tentu karena dibarengi usaha yang lebih matang dari panitia dan para petugas lainnya.
H
ari Raya Minggu Paskah dirayakan dalam dua kali Perayaan Ekaristi. perayaan agi itu pukul 07.00 WIB dan pukul 09.30 WIB. Perayaan Ekaristi pukul 07.00 WIB dipimpin oleh Pst. Putranto OSC. Umat memenuhi bagian dalam gereja. Terlihat di sisi luar pun terisi bangkubangku oleh umat yang
hadir ketika misa sudah dimulai. Pada awal homili Pst. Putranto OSC mengucap syukur karena masih diberi kesempatan mengikuti Paskah 2011. Pst Pu t ju ga men ceritakan ten tan g kej adian yan g konon terjadi di Mesir. “Seorang bapak mengubur hidup-hidup istri dan anaknya karena mereka membaca Alkitab Injil hari ini yang merupakan dasar iman percaya kebangkitan Kristus. Limabelas hari hari kemudian m erek a ditemuk an dalam k eadaan m asih hidup, kemudian seorang reporter dari televisi swasta
Mesir mewawancarai anak tersebut. Reporter tersebut menanyakan kepada anak tersebut bagaimana cara mereka bertahan hidup, Kemudian anak itu menceritakan bagaiman masih bisa hidup. Mereka didatangi seorang berjubah putih bersin ar den gan terang menghampiri mereka dan memberikan susu untuk mengatasi rasa lapar. Setelah mendengar cerita dari anak i tu, sang r epor ter mengatakan "Mesias sungguh ada, sungguh-sungguh bangkit, Ia memang benar Mesias". Pst. Put lantas melanjutkan dengan menjelaskan makna Paskah. “Paskah mencerminkan pribadi yang mati menjadi sebuah semangat baru, rasa pesimistis menjadi optimis berkobar mewartakan kebangkitan dan pemusnahan dosa oleh Allah. Kebangkitan merupakan sebuah utusan yang menjadi tanggung jawab bersama, mewartakan kebangkitan bersama. Saling membantu sesama yang hidup bersama kita dengan mengubah rasa pesimis menjadi optimis agar bisa menjadi pribadi
21
SAJIAN UTAMA
baru yang tidak mati. “ Pada akhir Perayaan Ekaristi, Pst. Put tak lupa men yampaikan u cap an terima kasih kepada panitia dan seluruh petugas liturgi yang turut memeriahkan p erayaan P ekan Su ci, seraya berpesan agar umat tetap bersemangat dan optimis dalam mewartakan kebangkitan Yesus, setia sampai mati dalam Yesus, memb erikan s eman gat kepada orang lain. Semoga umat diberi kelimpahan dalam hidup terang kebangkitan. Ucapan Selamat Paskah! pun mengakhiri perayaan Ekaristi pagi itu. Lantas bagaimana pendapat umat tentang perayaan Paskah ini? “Tata perayaan misanya sudah cukup kondusif dan cukup hikmat. Namun ada kekurangannya. Persiapan para petugasnya masih harus dimatangkan lagi deh”, tukas seorang seorang bapak saat ditanya KOMUNI. “Misanya udah bagus, tapi saranku buat para petugas agar lebih banyak berlatih dan selalu m em per si apk an dir i ny a secara matang.” ucap Yana
22
seorang anggota koor. Lain lagi dengan Bayu. Menurut Bayu, “Perayaan misa sudah begitu hikmat, umatpun terli hat an tusi as dal am mengikutinya. Persiapan panitia, juga para petugas rasanya sudah cukup matang. Namun satu hal yang aku sangat sayangkan adalah masih adanya beberapa umat yang malah sibuk menelpon pada saat perayaan misa berlangsung. Saranku, semoga orang orang muda katolik di paroki kita lebih dilibatkan, karena orang muda adalah penerus gereja.” ucap Bayu , seorang remaja dari Keluarga Siswa
Katolik (KSK). Akhir kata, terimakasih layak dialamatkan kepada panitia perayaan Pekan Suci dan semua orang yang terlibat dalam menyemarakkan Perayaan Paskah ini. Persiapan dan kesiapan dari p an it i a m e man g t id a k sempurna, sebagaimana juga gereja tidak sempurna. Namun sangat baik bila pada tahun-tahun mendatang panitia yang terpilih bekerja lebih semangat dan lebih melibatkan hati. Selamat Paskah !
Ratusan umat terpaksa duduk di luar gereja, berhubung tempat duduk di dalam gereja tidak mencukupi. Kendati duduk di bawah tenda tambahan, umat tetap bisa mengikuti dengan khusyuk perayaan demi perayaan selama Trihari Suci di Paroki St. Ignatius Cimahi. Fasilitas yang disediakan oleh Paroki sungguh sangat memadai. Selain kursi empuk yang baru dibeli, TV 42 inch di 5 titik, ditambah layar monitor canggih lainnya.
WACANA
B
Fr. Lucius Sinurat OSC
abak Kebangkitan Yesus dalam keempat Injil ditandai dengan peristiwa kubur kosong, tepatnya pengalaman para wanita, khususnya Maria Magdalena yang terkejut menjumpai kubur Yesus dalam keadaan kosong. Maria pun menangis. Ia masuk kedalam pengalaman kehilangan. Kehilangan yang dimaksud adalah kehilangan “figur�. Figur Yesus, bagi Maria, begitu memukau, mempesona. Kiranya sangat jelas mengapa ia merasa kehilangan sosok sang idolanya. Kosongnya kubur Yesus tak ayal membuatnya bersedih hati. Pikirannya melayang ke masa lalu, tentang bagaimana ia dimanusiakan, diselamatkan dari dosa perzinahannya. Tibatiba ia teringat sapaan penuh kasih dari Yesus, "Wahai perempuan, tak adakah yang menghukummu? Aku pun tidak menghukummu. Pergilah dan jangan berbuat dosa lagi." Ingatan itu begitu mendominasi pikirannya. Entah raib kemana jenazah Tuhannya. Kegundahannya bertambah di saat ia menyaksikan adegan tak lazim iu. Begitu dominan pikirannya tenang gosip di luaran sana, "Ada yang mencuri jenazah Yesus". Ia pun putus asa. Begitu putus asanya ia hingga ia pun mulai gundah, ‘Ke mana hendak kucari jenazah Guru?’, pikirnya dalam hati. Pengalaman Maria Magdalena membawa kita pada permenungan tentang mengosongkan pikiran dari ikatan-ikatan emosional kita dengan sosok atau figur idola kita. Sebab, ikatan-ikatan emosional itu kerap membawa kita ke masa lalu yang tak akan terulang; tak lebih dari sekedar nostalgia belaka. Dan pengalaman di masa lalu itu membuat kita takut pada perubahan yang terjadi di masa kini dan di masa yang akan datang. Keterpukauan Maria pada sosok Yesus membuatnya tak rela kehilangan Dia, bahkan tubuhNya sekalipun !
23
WACANA
Kekosongan kubur Yesus adalah kekosongan diri Allah yang menjadi hamba, menjadi manusia (kenosis). Kekosongan yang, sebagaimana dialami Maria Magdalena, membiarkan Allah masuk ke dalam hatinya dan berdiam di sana. Allah masuk melalui melalui kekosongan pikiran kita. Kekosongan pikiran, di sini, tidak sama dengan bodoh atau “enggak punyak otak�. Tindakan mengosongkan pikiran di sini lebih pada tindakan kita untuk tidak larut dalam pikiran masa lalu. Mengapa? Sebab Allah hadir justru di sini dan pada saat ini (here and now). Itulah yang akhirnya yang dilakukan Maria, hingga akhrinya ia menjadi saksi pertama Kebangkitan Yesus.
dalam sosok tertentu. Tapi kita jangan lupa bahwa semua yang ada di gereja, entah para pejabat gereja atau seluruh umat yang berdiam di sana sama-sama berkeinginan menjadi seperti Yesus, tepatnya ingin menyerupai Yesus.
Dalam hidup menggereja, kita memiliki sosok Yesus sebagai idola, dan Gereja sebagai institusinya. Memang Yesus, sebagai manusia, tak lagi ‘hadir’ di tengah kita, di masa kini - dan hal itu takkan pernah terulang untuk keduakalinya. Namun realitas itu tak seharusnya menjadikan kita gamang, dan mulai berpikir dan menggugat iman kita sendiri, "Untuk apa aku mengimani Yesus dan turut mengikuti Ekaristi setiap hari Minggu sementara figur Yesus sendiri sudah tidak ada di sini?" Betul bahwa secara fisik Yesus tak tampak
Gereja, khususnya di tingkat basis, akan bangkit dan mengalami kehidupan menggereja sebagai sebuah keindahan, tempat satu sama lain bertegur-sapa dengan nama masing-masing. Akhirnya, dengan mengosongkan diri, masingmasing dari kita entah sebagai anggota keluarga/Lingkungan/Wilayah atau Paroki St. Ignatius Cimahi akan hidup harmonis dan dinamis berparaskan keindahan kebangkitan Yesus, Penyelamat kita. Semoga.
24
P i k ir an k ita la h yan g membuat kita berhenti menerima kebaruan. Tak jarang bahkan kita lupa bertindak. Padahal kebangkitan itu adalah perubahan dari keterbatasan menuju ketakterbatasan. Artinya, kebangkitan itu ajakan untuk berubah menuju diri yang lebih baik. Caranya ialah dengan menjauhkn segala praduga (negatif) mengenai orang lain, apalagi terhadap masa kelam orang lain.
*)
tinggal di Komunitas OSC Paroki St. Ignatius Cimahi
POTRET
Lebih jauh dengan Pastor Paroki St. Ignatius Cimahi
Pastor Yohanes Djino Widyosuhardjo OSC SEWAKTU KOMUNI INGIN MEWAWANCARAI PASTOR YOHANES DJINO WIDYOSUHARDJO OSC, BELIAU LANGSUNG MENGIYAKAN, PADAHAL HARI SUDAH MALAM SEKITAR PUKUL DELAPAN . TAK BERAPA LAMA, PST. WID, DEMIKIAN BELIAU DISAPA, TURUN DARI KAMARNYA MENUJU RUANG TAMU PAROKI. TANGAN KANANNYA MEMBAWA SEBUAH BUKU, PROFIL TENTANG MASA HIDUP MEMBIARA YANG DIJALANINYA SELAMA 25 TAHUN ATAU YANG LEBIH DIKENAL DENGAN “PESTA PERAK IMAMAT PASTOR YOHANES DJINO WIDYOSUHARDJO OSC” YANG DITULIS HER SUHARYANTO.
PASTOR WID MENGAKU BAHWA CITA -CITA SEMASA KECILNYA MEMANG INGIN MENJADI PASTOR. AWAL KETERTARIKAN BELIAU TERHADAP PANGGILAN DIMULAI SAAT BELIAU MASIH AKTIF DI BINA IMAN ANAK DILANJUTKAN DENGAN MENGIKUTI KEGIATAN MISDINAR DAN MUDIKA.
isah hidup Pst. Wid dimulai dengan cita-cita masa kecilnya. Masa kecil Djino, nama kecil Pst. Wid, dihabiskan di kota Yogyakarta tepatnya di Jalan Kaliurang Km 7,5 Yogyakarta. Di sekeliling rumah Pst. Wid adalah Skolastikat SCJ di sebelah timur dan Gereja Paroki Banteng di seberangnya; juga Skolastikat MSF dan Seminari Tinggi Kentungan ikut mengapit tempat tinggal Pst. Wid. Setiap harinya Djino kecil selalu me-lihat para frater naik sepeda dengan mengenakan jubah hilir mudik. Rasa kagum pun muncul seketika. Djino kecil melihat para frater itu sebagai orang pintar (bukan seperti dukun tentunya), itu kesan yang paling membekas di benak Djino kecil saat itu. Bibit panggilan itu juga tumbuh subur kare na “dikompori” oleh pamannya sendiri yang seorang bruder OSC bernama Br. Yustinus Samidi OSC (kini tinggal di Komunitas Jl. Pandu Bandung). “Paklik (paman) saya itu selalu mengatakan kepada saya, bahwa saya juga bisa menjadi salah satu dari mereka. Paklik saya termasuk
25
POTRET
yang percaya bahwa saya pintar,” ucap Pst. Wid saat ditanya soal pendapat sang paman mengenai panggilan hidupnya.
P
ada saat masih SD pun Djino kecil sudah sangat tertarik dengan pelajaran agama, baik pelajaran di sekolah maupun di luar sekolah. Namun segala rasa kagum terhadap sosok frater yang pintar, dukungan dari paman yang seorang bruder serta ketertarikan akan pelajaran agama tidak serta merta membuat panggilan ini tidak pernah surut. Kala masa SMU panggilan ini sempat “berbelok” karena Djino memilih untuk bersekolah di SMEA daripada masuk seminari me ne ngah. Dukungan keluarga pun mengalir deras terhadap pilihan Pst. Wid me njadi se ora ng imam. Namun pada awal mendaftar ke seminari di Bandung, hal ini tidak langsung diberitahukan kepada orang tua beliau. Bukan karena tidak ingin memberitahu atau tidak yakin akan diterima di
26
seminari tetapi karena Pst. Wid beranggapan bahwa pada saat itu dirinya tidak layak menjadi seorang imam. Tapi dalam hatinya beliau yakin bahwa orang tuanya pasti mendukung pilihan sang anak. Hal lain yang mendorongnya tid a k me m b e r i t a h u k a n kepada orang tua karena Pst. Wid tidak ingin me ngecewakan orang tuanya apabila nantinya ia gagal menjadi seorang imam; dan kalau sampai itu terjadi akan menjadi hal yang sangat memalukan bagi orang tuanya. Namun hal ini tidak selamanya disimpan oleh Pst. Wid, setelah mendapat kepastian bahwa dirinya diterima di seminari di Bandung, maka orangtuanya pun diberitahu bahwa ia memilih untuk menjadi seorang imam. Selama “masa diam” itu hanya Pst. Wid dan Bruder Yustinus (pamannya) yang tahu bahwa Pst. Wid ingin menjadi seorang imam dan sudah mendaftarkan diri di sebuah Seminari Menengah di Bandung.
D
alam menjalani hidup p a n gg il a n n y a ti d ak hanya hal yang menyenangkan yang dialami oleh Pst. Wid, tetapi juga hal yang tidak menyenangkan. “Saya menjadi imam bukan karena ingin jadi orang suci tetapi saya hanya ingin menambah relasi,” ucap Pst. Wid kala ditanya oleh KOMUNI. Itu adalah hal yang paling menyenangkan bagi beliau selama menjadi pas-
Foto: Pst. Widyo OSC diapit oleh kaum muda di Paroki St. Ignatius Cimahi.
POTRET
K
Foto: Pst. Widyo OSC sedang bercengkrama dengan Fr. Lucius OSC
tor. Kala be rtugas dimanapun Pst. Wid selalu berusaha membangun relasi yang baik dengan teman sekomunitasnya dan dengan umat yang dipimpinnya. Beliau tidak pernah pilih-pilih dalam hal teman sekomunitas maupun tempat bertugas, “Hidup dengan siapapun saya mau, ditempatkan dimana saja saya oke!” Banyak orang yang mendukung Pst. Wid menjadi imam juga salah satu hal yang m e nye nang kan menurutnya. Walaupun selama studi beliau bukan termasuk pastor yang pintar tetapi juga bukan pas-
tor yang bodoh, beliau tidak pernah merasa minder. Bukan kategori pastor yang “layak” dikirim studi keluar negeri pun tidak membuat beliau merasa rendah diri. Pst. Wid adalah sosok seorang pastor yang mencintai dan menerima keadaan di -rinya apa adanya, baik dan buruknya, dan seorang pastor yang terusmenerus berusaha menjadi imam yang baik, tidak mudah marah, tidak gampang mengeluh, selalu siap dan bersedia ditempatkan di mana saja. Itu hal yang menjadi prinsipnya.
etika ditanya tentang hal/orang yang paling be rpe ng aru h dal am panggilan Pst. Wid, beliau spontan menjawab, “Bapak saya.” Menurut Pst. Wid, sejak kecil ayahnya selalu menekankan pendidi kan im an. Orang kedua yang mendukung Pst. Wid menjadi imam adalah pamannya sendiri yang se orang brude r. Kedua orang inilah yang berperan besar sehingga Pst. Wid bisa menjadi seorang imam sampai sekarang ini. Sosok lain yang juga dikagumi oleh Pst. Wid adalah seorang pastor Belanda, Pst. Rutten.
T
erhitung mulai 23 Februari 2010, Pst. Wid resmi menjabat sebagai pastor kepala di Paroki St. Ignasius Cimahi menggantikan Pastor Aloysius Supandoyo OSC. Paroki Cimahi bukanlah paroki asing bagi Pst. Wid, dulu ia sering mampir ke paroki ini karena Paroki St. Ignasius pe rnah me njadi “bapa asuh” bagi para pastor yang bertugas di Asmat (Pst. Wid pernah
27
28
29
POTRET
bertugas di pedalaman Asmat tahun 1980-1985). Salah satu keuntungan bertugas di Cimahi menurut beliau adalah daerah yang mayoritas dihuni oleh tentara. Dan struktur yang ada di gereja mirip dengan struktur yang ada di tentara. Menurut Pst. Wid, struktur inilah yang membuat orang mempunyai aturan dan selama aturan itu tidak dilanggar maka semua akan baikbaik saja. Seorang pemimpin yang baik harus mempunyai visi sebagai acuan arah masa depan. Begitu pula Pst. Wid, beliau mempunyai visi dalam memimpin Paroki St. Ignasius Cimahi. Visi beliau didasarkan pada visi Keuskupan Bandung yaitu mengakar, mekar dan berbuah. Pst. Wid sadar betul akan kondisi paroki yang mayoritas adalah kaum tua. Peran kaum muda kurang menonjol di lingkungan gereja. Namun beliau berharap agar para orangorang tua ini mampu “melahirkan” gene rasi muda yang cukup baik
30
yang mampu mengelola paroki dimasa mendatang. Kerja sama antara kaum muda dan kaum tua yang baik diharapkan akan menghasilkan sesuatu yang mengakar mekar dan berbuah seperti visi Keuskupan dan visi pribadi Pst. Wid.
S
ebagai seorang manusia biasa, Pst. Wid menyadari bahwa ia adalah pribadi yang lemah dan punya kelemahan. Kehidupannya sebagai seorang imam tidak lantas membuat dirinya menjadi tinggi hati tetapi justru me mbuatnya se makin mawas diri. Sebelum seseorang disahkan menjadi seorang imam pastilah ia diminta untuk membuat janji dengan Tuhan yang lazim disebut kaul. Seorang imam me-miliki tiga kaul yaitu kaul kemiskinan, kaul ketaatan dan kaul kemurnian. Pertanyaan “nakal” sem pat dilontarkan oleh KOMUNI, dari antara ketiga kaul tersebut mana yang pali ng sul it di jal ank an? Sesaat Pst. Wid terdiam,
Biodata Nama Lengkap Nama Kecil Tempat/tgl lahir Nama Ayah
: : : :
Yohanes Djino Widyosuhardjo Djino Klaseman, 1 Januari 1951 Lukas Suwito Hardjo
Perjalanan Panggilan Tahun 1974 6 Januari 1979 31 Mei 1979 19 Sept. 1979
: : : :
Karya Pastoral Tahun 1979 10 Nov 1980 Tahun 1985 Tahun 1988 Tahun 1989 Tahun 1993 13 Nov 1995 1 Mar 2003 18 Jan 2004 23 Feb 2010
Kaul pertama Kaul Kekal Tahbisan Diakon Tahbisan Imamat
: Pastor di Paroki St. Mikael, Indramayu : Pastor Paroki di Paroki Yosakor Agats - Papua : Pastor Paroki di Paroki Hati Kudus Yesus, Tasikmalaya : Studi Islamologi di Italia : Berkarya di Paroki Kristus Raja Cigugur, Kuningan : Ekonom Keuskupan Bandung Pastor Paroki di Paroki St. Melania Bandung : Pastor Paroki di Paroki St.Yusuf Cirebon : Pastor Kapelan di Paroki St. Monika Serpong - KAJ : Pastor Paroki di Paroki St. Monika Serpong - KAJ : Pastor Paroki di Paroki St. Ignasius Cimahi
POTRET
SERBA-SERBI
Pst. Widyo OSC
ASAL NAMA “DJINO” Karena lahir tanggal satu (siji), bulan Januari (siji), tahun 51 (seket siji) sehingga Djino bermakna “siji ono”. Begitulah cara ayah Pastor Djino mengingat tanggal lahir putranya. “Widyosuhardjo” bukanlah nama pemberian sang ayah. Nama itu dipilih sendiri oleh Pst. Wid sebagai nama dewasanya atas usulan dari almarhum Pastor Yan Sunyata OSC (Propinsial OSC saat itu). Nama ini dipilih karena sesuai dengan nama sang ayah (Wito, disingkat Wit) dan karena kekagumannya pada sang ayah. ADIKKU ADALAH SUSTER Pst. Wid mempunyai adik yang menjadi biarawati, yaitu Sr. Agnes Marni, JMJ yang bertugas di sebuah asrama mahasiswi di Abepura, Papua. Dua adiknya yang lain, Bpk. Matius Sumarno berkarya di Bukit Tinggi sebagai guru di SMP Xaverius, Bukit Tinggi dan Ibu C. Murni bekerja di kantor kecamatan Sinduharjo, Sleman, Yogyakarta sekaligus menemani orang tua Pst. Wid. WAYANGKU, HIDUPKU Sangat mengidolakan tokoh pewayangan Antasena dan Wisanggeni karena memiliki sifat jujur, apa adanya, spontan, blak-blakan sekaligus berani menjunjung tinggi kejujuran dan takut akan Tuhan. Hal inilah yang menjadi dasar hidup Pst. Wid. Kegemarannya terhadap dunia wayang karena dorongan sang ayah yang dulunya adalah pemain ketoprak di Yogyakarta. *dikutip dari buku “25 Tahun Menjadi Berkat” karya Her Suharyanto (2004)
lalu jawaban pe rtama yang keluar dari mulut beliau adalah, “Kaul ketaatan akan menjadi sulit apabila kita tidak setia. Setia artinya bersedia ditempatkan dimanapun dan dengan siapapun. Setia juga berarti menyadari dan menghayati betul bahwa di belakang saya ada Tuhan Yesus.”
O
rang-orang banyak datang ke Pst. Wid tidak semata-mata karena pribadi pastor saja tetapi karena identitas “pastor”nya. Karena itulah banyak yang datang mengaku dosa kepada beliau karena beliau sadar bahwa umat melihat dirinya sebagai seorang pastor. Hal inilah yang harus dijaga benar. Terkait dengan ketaatan/kesetiaan, kaul kemurnian adalah kaul yang paling sulit untuk dijalankan oleh Pst. Wid pribadi. Karena apa? Dengan sedikit blak-blakan Pst. Wid mengaku bahwa beliau sangat senang dengan cewek cantik. Hal inilah yang cukup mengganggu beliau, terutama
dimasa lalu. Pst. Wid juga sadar bahwa hal inilah yang bisa membuat seorang imam “jatuh”. Namun hal ini mampu diatasi oleh Pst. Wid dengan menyadari dan menghayati betul bahwa Yesus Kristus lah yang ada “di belakang” beliau sehingga beliau masih ada sampai saat ini. Dengan tetap setia kepada panggilan dan Yesus Kristus maka diharapkan juga setia menjaga kemurnian. Untuk kaul kemiskinan beliau merasa tidak ada masalah dalam menjalani kaul ini.
D
alam mengarungi 32 tahun masa imamatnya, Pst. Wid tentu sudah banyak mengalami pasang surut panggilan, suka dan duka. Namun apa yang membuat Pst. Wid mampu bertahan hingga saat ini masih menjadi imam? Ternyata doa adalah sumber kekuatan utama hidup imamat Pst. Wid, disamping Ekaristi. Dua hal inilah yang menjadi pilar utama kekuatan Pst. Wid. Prinsip
31
POTRET
hidupnya pun ternyata kuat, “Kalau dia mau dia bisa” kata Pastor yang menurutnya tidak pernah meninggalkan Ekaristi ini. Maka menurut Pst. Wid, kalau mau jadi pastor ya harus katakan saya bisa jadi pastor. Kata-kata ini adalah nasihat dari ayah Pst. Wid sendiri. Nasihat ini rupanya dicoba untuk dihidupi walau beliau mengakui, ini sangat sulit karena dalam kenyataannya pun Pst. Wid sendiri masih senang “lirak-lirik” wanita cantik. Hal yang wajar bukan bagi kaum adam sekalipun ia adalah seorang pastor? Namun beliau tetap mempunyai batas-batas dalam dirinya untuk bergaul dan berelasi terutama dengan para kaum hawa agar tidak menodai hidup panggilannya sebagai seorang imam.
H
al terakhir yang menjadi penutup pembicaraan adalah mengenai makna Prapaskah dan Paskah bagi Pst. Wid. Masa Prapaskah dimaknai dengan adanya keprihati-
32
Masa Prapaskah dimaknai dengan adanya keprihatinan Pst. Wid terhadap kondisi Gereja yang “berwajah tua”, di mana dinamika kehidupan menggereja digerakkan mayoritas oleh orang tua, sehingga timbul kesan anak-anak muda dianaktirikan… Sedangkan Kebangkitan Kristus dimaknai oleh Pst. Wid sebagai “saat Bangkit bersama Kristus”, artinya (beliau) mencoba bangkit dengan semangat muda, tidak mencari belas kasih dari orang lain, dan juga mencoba membangkitkan semangat kaum muda agar mau berkarya bersama di Paroki kita tercinta, Paroki St. Ignasius Cimahi. nan Pst. Wid terhadap kondisi Gereja yang “berwajah tua”, dimana dinamika kehidupan menggereja digerakkan mayoritas oleh orang tua, sehingga timbul kesan anak-anak muda dianaktirikan. Namun hal ini bukan menjadi alasan untuk tidak berkembang menjadi lebih baik, sehingga Pst. Wid pun mencoba untuk menggalakkan peran muda-mudi supaya kehidupan Gereja dimasa mendatang bisa tetap berlangsung. Sedangkan
untuk Paskah, Pst. Wid memaknainya se bagai saatnya bangkit bersama Kristus. Dalam konteks riil “Bangkit bersama Kristus”, Pst Wid mencoba bangkit dengan semangat muda, tidak mencari belas kasih dari orang lain, dan juga mencoba membangkitkan semangat kaum muda agar mau berkarya bersama di Paroki kita tercinta, Paroki St. Ignasius Cimahi. Arie & Lucy
SEPAKAT (Seputar Katekese) Seputar Katekese (SEPAKAT) memuat berbagai pengajaran khas Gereja Katolik (teks) yang disesuaikan dengan kebutuhan umat di masa kini (konteks). Pengajaran yang dimaksud bisa saja menyangkut Kitab Suci, Tradisi, dan Magisterium. Ajaran gereja memang begitu luas dan mendalam. Tak jarang juga bahwa ajaran itu sangat sulit kita pahami. Untuk itu, di ruang SEPAKAT ini kami mencoba membahasakan ulang ajaran-ajaran yang mahaberharga itu dengan bahasa sesederhana tanpa mengaburkan makna yang sesungguhnya. Sejalan dengan visi dan misi di atas, maka kami juga membutuhkan masukan berupa kritik dan saran yang bermanfaat untuk memperkaya ruang sempit ini. Selamat membaca!
Sakramen Krisma Fr. Lucius Sinurat OSC ada awal bulan Mei Paroki St. Ignatius sedang mempersiap-kan para kandidat penerima Sakramen Krisma, tepatnya oleh Seksi Pewartaan yang telah berpengalaman. Persiapan ini terkait dengan kalender paroki kita, di mana pada ulang tahun ke 103 Paroki St. Ignatius Cimahi, Minggu, tanggal 31 Juli 2011 para kandidat yang sedang dipersiapkan itu akan menerima Sakramen Krisma dari tangan terurapi Bapa Uskup kita, Mgr. Ignatius Suharyo (Administrator Apostolik Keuskupan Bandung). Semoga materi ringkas berikut ini turut membantu para kandidat dalam mempersiapkan diri. ď ˜ď ˜ď ˜ KRISMA DAN ROH KUDUS Sakramen Krisma adalah salah satu dari tiga sakramen inisiasi Kristen (Baptis, Krisma dan Ekaristi). Dengan menerima Sakramen Krisma orang diangkat dan ditugaskan menjadi saksi Gereja oleh kekuatan Roh Kudus yang dilimpahkan. Kekuatan Roh Kudus yang diterima lewat pengurapan minyak Krisma itu memampukan si penerima dalam menampakkan daya ilahi di dalam dirinya sekaligus menyanggupkan dia untuk aktif dalam tugas-tugas perutusan Gereja. Jadi, melalui Sakramen Krisma yang diterimanya makin tampaklah Roh Kudus sebagai kekuatan Gereja.
33
SEPAKAT (Seputar Katekese)
DASAR BIBLIS Ada dua perikop yang secara jelas mendasari pemahaman biblis Sakramen Krisma. Kis 8:16-17 “Sebab roh kudus belum turun di atas seorangpun di antara mereka, karena mereka hanya dibaptis dalam nama Tuhan Yesus. Kemudian keduanya menumpangkan tangan di atas mereka, lalu mereka menerima roh kudus."
Kis 19: 5-6
“Ketika mereka mendengar hal itu, mereka memberi diri mereka dibaptis dalam nama Tuhan Yesus. Dan ketika Paulus menumpangkan tangan di atas mereka, turunlah roh kudus ke atas mereka, dan mulailah mereka berkatakata dalam bahasa roh dan bernubuat".
Kedua kutipan tersebut menegaskan bahwa Sakramen Krisma membutuhkan penumpangan tangan untuk mengundang Roh Kudus. Roh Kudus itu emangnya buat apaan sih? PERAN ROH KUDUS Hari-hari ini banyak orang Kristen menggandrungi tema “bahasa roh”. Celaka-
34
nya, bahasa roh itu seringkali salah dimengerti. Ada yang mengatakan bahasa roh itu bisa diajarkan atau dipelajari. Emangnya ada ada Fakultas Bahasa Roh di universitas gitu? hehehe…. Kalau demikian, lantas apa sesungguhnya yang dimaksud dengan bahasa roh? Menurut Paulus (lih. 1 Kor 12:10), bahasa roh ialah: Salah satu karunia Roh Kudus, tepatnya karunia doa yang diberikan Roh Kudus kepada seseorang, yang diberikan pada tahap awal hidup rohaninya. Di titik ini Roh Kudus merupakan sarana untuk bertumbuh dalam kehidupan ilahi (hidup dalam Roh). Karunia Adikodrati, yakni suatu karunia yang melampaui kodrat manusia. Karunia ini tidak bisa dimengerti dengan pikiran atau perasaan kita. Ia hanya dapat dipahami berdasarkan iman melulu. Suatu bentuk doa yang lebih tinggi dari doa dengan bahasa manusia. Kita tentu meyakini bahwa doa dengan
perantaran iman (baca: dengan bahasa roh) akan menggiring kita secara langsung kepada Tuhan tanpa tergantung pada bantuan gagasan/ ide tertentu yang memang terikat dengan akal budi kita yang terbatas. Maka, bahasa roh (glosalia, Yunani) ialah bahasa yang tidak dapat dipahami; bahasa tanpa subyek, objek, dan predikat! Ini ibarat kita sedang menyaksikan sebuah peristiwa yang begitu
SEPAKAT (Seputar Katekese)
kekaguman kita. Jadi enggak ada artinya. Tapi, entah kenapa ungkapan itu rasanya mewakili isi hati kita yang terdalam? Pengalaman semacam ini biasanya dialami orang yang sedang jatuh cinta atau orang yang sedang mendapat keberuntungan tertentu, dan seterusnya. Celakanya, pengalamanpengalaman semacam ini selalu bersifat subyektif. Jadi, ajaib bagiku belum tentu ajaib bagimu.
menakjubkan hingga sulit melukiskannya akibat keterbatasan bahasa kita. Mungkin kita hanya bisa berdecak kagum seraya mengatakan Wow!, Wah!, Ahaa!�, dan ungkapan lain yang sejenis. Dalam bahasa kerennya pengalaman ini diistilahkan dengan “Ahaa experience� atau sebuah pengalaman keka-guman akan sebuah kejadian atau peristiwa tertentu dalam hidup kita. Memang katakata kekaguman di atas tidak mewakili perasaan
DOA DENGAN BAHASA ROH Berdoa dengan bahasa roh sungguh berbeda dengan berdoa dengan bahasa manusia. Berdoa dengan bahasa manusia (dengan mengandalkan akal budi melulu) tidak banyak membantu kita memasuki relasi yang mendalam dengan Tuhan. Bukankah konsep tentang Tuhan selalu melampaui kata dan bahasa? Sebaliknya, berdoa dalam bahasa roh akan membebaskan kita dari segala gagasan. Di titik ini roh kita bisa secara langsung berhubungan dengan Roh Tuhan. Tapi ingat, hal ini hanya akan terjadi bila berdoa
dilakukan dalam iman. Hanya dengan cara ini Roh Tuhan bekerja secara lebih mudah dalam diri kita. Untuk lebih mudahnya, berdoa dalam bahasa roh itu sama dengan berkontemplasi. Jadi bahasa roh itu bermuara pada kontemplasi. Sebab dalam kontemplasi, indera manusiawi kita akan menjadi pasif; sebaliknya Roh Allah yang aktif dan menguasai diri kita. Tampak sepintas bahwa dalam kontemplasi kita menjadi pasif. Tapi jangan salah, berkontemplasi itu justru merupakan aktivitas manusia yang tertinggi, sebuah aktivitas yang timbul dari kedalam roh kita sendiri oleh karena didorong oleh Roh Allah. Memang sih dalam bahasa roh itu aktivitas kita hanya menggerakkan bibir saja sembari mengarahkan perhatian kepada Allah dalam iman. Jadi makin jelas toh bahwa kontemplasi itu melulu karya Roh Allah, dan bukan karya manusia. Sebab dalam kontemplasi, seseorang akan membiarkan dirinya dibimbing dan
35
SEPAKAT (Seputar Katekese)
dibentuk Roh Kudus dengan cara yang tidak dimengertinya sama sekali. Tetapi melalui kontemplasi ini ia, sedikit demi sedikit, akan dimurnikan menurut kehendak Allah. Benarlah perkataan lazarus (seorang abbas yang amat suci dari Gereja Ortodoks) bahwa “bahasa roh merupakan jalan pintas untuk mencapai kontemplasi”. Sebab bila berdoa dengan pikiran kita pasti membutuhkan waktu berjam-jam agar bisa merasakan kontak dengan Allah, sementara bila kita berdoa dengan kontemplasi kontak dengan Allah akan terjadi secara langsung. MENERIMA KEPENUHAN ROH Melalui Sakramen Krisma yang diterimakan oleh Gereja melalui perayaan Gereja, kita akan menerima "kepenuhan Roh Kudus" yang membantu kita untuk secara penuh dan aktif berkarya dalam gereja. Kitab Suci menuturkan pengalaman rohani para para Rasul. Mereka meman menerima Roh Kudu saat Pentakosta; kendati sebelumnya pun mereka sudah menerima Roh Kudus itu:
36
“Dan sesudah berkata demikian, ia menghembusi mereka dan berkata, ‘Terimalah Roh Kudus” (Yoh 20:22 ). Lalu apa beda kedua anugerah itu (sebelum dan sesudah Pentakosta)? Yang jelas para Rasul aktif berkarya
aktif berkarya bagi Tuha, atau Gereja. Pendeknya, bila Sakramen Baptis sering disebut Sakramen Paskah; maka Sakramen Krisma itu Sakramen Pentakosta.
baru sesudah menerima Roh Kudus (dalam rupa lidah api) saat Pentakosta. Demikian juga halnya dengan kita. Roh kudus sudah kita terima saat Pembaptisan, yakni Roh yang menjadikan kita anak-anak Allah serta membersihkan kita dari dosa asal. Tetapi melalui penerimaan Roh Kudus dalam Sakramen Krisma kita baru menjadi
DIMETERAIKAN Dalam perayaan liturgis Sakramen Krisma terdapat pengurapan dengan Minyak Krisma. Ada dua maknanya: Pertama, kita yang sudah menerima Sakramen Krisma akan dikuduskan, dikhususkan karena kita menerima kuasa untuk melakukan tugas perutusan kita sebagai umat beriman (bdk 1 Sam 10:1; 16:13; 1 Rj 1:39). Kedua, kita yang sudah menerima Roh Kudus akan dimeteraikan sebagai tanda bahwa kita ini milik Allah. Tak heran bila mereka yang telah menerima Sakramen Krisma, oleh gereja dipandang sebagai orang-orang yang dinilai sudah dewasa dalam iman dan sudah siap dilantik menjadi saksi iman melalui keterlibatannya secara aktif dan penuh di dalam Gereja.
Dalam perayaan liturgis Sakramen Krisma terdapat pengurapan dengan Minyak Krisma. Ada dua maknanya: Pertama, kita yang sudah menerima Sakramen Kris-ma akan dikuduskan, di -khususkan karena kita menerima kuasa untuk melakukan tugas perutusan kita sebagai umat beriman (bdk 1 Sam 10:1; 16:13; 1 Rj 1:39).
SEPAKAT (Seputar Katekese)
Perayaan Jumat Pertama Cukup banyak umat yang terpanggil untuk menghadiri misa Jumat pertama sebagaimana mereka merasa wajib untuk menghadiri misa pada hari Minggu. Apakah latar belakang di balik perayaan Jumat pertama? ASAL-USUL JUMAT PERTAMA
Perayaan Jumat pertama menunjuk pada devosi Hati Kudus Yesus yang sudah dimulai pada abad XI dan XII Masehi di lingkungan biara Benediktin dan Sistersian. Pada abad XIII-XVI Masehi, devosi ini menurun dan mulai hidup lagi pada pertengahan akhir abad XVI, salah satunya oleh Yohanes dari Avila (1569). Pada abad XVII, berbagai praktek devosi kepada Hati Kudus Yesus dari beberapa tokoh spiritual mulai menjamur, di antaranya Santo Fransiskus Borgia, Santo Aloysius Gonzaga dan Beato Petrus Kanisius. Namun semuanya itu hanyalah devosi yang bersifat pribadi. Beato Yohanes Eudes (1602-1680) membuat devosi ini menjadi devosi umat, yang dirayakan dalam peribadatan. Ia menetapkan pesta liturgi khusus untuk devosi kepada Hati Kudus Yesus ini. Pada tanggal 31 Agustus 1670, pesta liturgis pertama untuk menghormati Hati Kudus Yesus dirayakan dengan begitu agung di Seminari Tinggi Rennes, Perancis. Walaupun demikian, perayaan Hati Kudus Yesus pada masa itu belum menjadi perayaan resmi gereja sedunia, tetapi merupakan awal devosi kepada Hati Kudus Yesus untuk seluruh Gereja.
37
SEPAKAT (Seputar Katekese)
AWAL JUMAT PERTAMA Istilah Jumat pertama sebagai devosi kepada Hati Kudus Yesus berawal dari penampakan Yesus kepada Santa Maria Margaretha Alacoque (1647-1690) di Perancis. Dalam penampakanNya, Yesus mengungkapkan rupa-rupa misteri rohani dan permintaan untuk penghormatan khusus kepada Allah. Pada penampakan ketiga (1674), Yesus menampakkan diri dalam kemuliaan dengan kelima luka penderitaan- Nya yang bersinar bagaikan mentari, dan dari Hati Kudus Yesus tampaklah Hati Kudus Yesus yang mencinta.Yesus mengungkapkan, bahwa banyak orang tak menghormati dan menyangkal-Nya. Oleh karena itu, sebagai silih dan pemulih atas dosadosa manusia, melalui Maria Margaretha, Yesus meminta untuk menghormatiNya secara khusus dengan menerima Sakramen Mahakudus sesering mungkin. Secara khusus pula, Yesus meminta untuk mene -rima Komuni Kudus pada Hari Jumat pertama setiap bulan,dan pada setiap Ka-
38
mis malam di mana Yesus membagikan penderitaan yang dirasakan-Nya di Taman Getsemani. Hari Jumat Pertama itulah yang dirayakan oleh segenap umat sampai sekarang ini. Peringatan Hari Kamis malam masih dirayakan sampai sekarang ini di biara-biara dan oleh sebagian umat dengan perayaan devosional yang disebut Hora Sancta atau Jam Suci. Kita tidak mengetahui mengapa Yesus meminta untuk menerima Komuni Kudus pada hari Jumat Pertama. Jika dikaitkan dengan Hari Kamis malam sebagai kenangan akan derita Yesus di Taman Getsemani, tentu Hari Jumat yang dimaksud Yesus adalah hari wafatNya di kayu salib. Mengapa harus hari Jumat Pertama dan bukan setiap hari Jumat? Kita juga tidak mene -mukan alasannya. Mungkin hari Jumat pada bulan baru menunjuk pada permulaan yang baik untuk kehidupan Kristen sepanjang bulan itu. Setelah penampakan Yesus pada Maria Margaretha Alacoque, devosi kepada Hati Kudus Yesus berkem-
bang pesat. Tahun 1856, Paus Pius IX menetapkan Pesta Hati Kudus Yesus pada Hari Jumat sesudah Pesta Tubuh dan Darah Kristus. Hal ini berkaitan langsung dengan permintaan Yesus pada Maria Margaretha Alacoque saat penampakan keempat (tahun 1675) untuk menghormati Hati KudusNya secara khusus. Itulah pesta liturgis yang sampai sekarang ini dirayakan oleh gereja kita secara resmi. MAKNA JUMAT PERTAMA Devosi kepada Hati Kudus Yesus adalah hal baik bagi umat untuk diteruskan pada hari Jumat pertama setiap bulan, karena anugerah khusus akan diberikan kepada mereka yang menerima komuni pada sembilan hari Jumat Pertama berturut-turut. Sebelum meninggal, orang tersebut tidak akan mati dalam dosa, karena diberi pengampunan dosa dan akan mengalami kebahagiaan dalam keluarga, dan penghiburan dalam derita. Shella Anugerah
KIPAS (KICAUAN PAROKI, WILAYAH, LINGKUNGAN DAN STASI)
Who am I and Who is Parent for Me ? Rekoleksi Bina Iman Remaja (BIR) Wilayah 11 , Sabtu, 2 April 2011
K
urang lebih 30 remaja terlihat antusias mengikuti kegiatan yang dimulai sejak pukul 3 sore. Kegiatan yang berlangsung di Gd. Soegijopranoto pada tanggal 2 April yang lalu ini diawali dengan sesi yang dibawakan oleh Fr. Lucius Sinurat OSC. Sesi ini mengangkat tentang peranan remaja Katolik dalam hidup menggereja.
SEBABAGAI PUTERAPUTERI ALLAH, seorang remaja harus tahu dan sadar untuk bersyukur, berbakti, taat kepada Allah. SEBAGAI PUTERAPUTERI GEREJA, seorang remaja harus mengimani dan meneladani Kristus serta harus memiliki niat untuk melaksanakan ajaran dan perintah Gereja.
Ada 4 inti persoalan yang frater angkat dalam sesi ini, yakni pengenalan diri sebagai ciptaan Allah, mengenal Allah secara personal, mengenal Allah di lingkungan keluarga dan tempat bergaul, dan Allah yang unik yang dikenal di Gereja Katolik. Sesi yang berlangsung selama 45 menit ini terasa cepat mengalir. Tidak hanya anak-anak muda yang antusias mendengarkan materi yang disampaikan frater, tetapi juga para orang tua mereka. Seorang ibu bahkan ada yang tertawa terpingkal-pingkal hingga terjatuh dari kursi karena mendengarkan banyolan yang biasa disisipkan oleh frater ketika memberikan materi. Kegiatan yang bertema “Who am I and Who is Parent for Me?” ini digagas oleh para pengurus wilayah XI dan merupakan kelanjutan dari kegiatan sebelumnya. Sebelumnya, wilayah yang terbentuk dari pemekaran wilayah I ini mengadakan sarasehan bagi para orang tua untuk mendukung anakanaknya agar mau berkegiatan di Gereja. Dalam kegiatan ini, anak-anak diajak untuk melihat peranan mereka dalam hidup menggereja serta bentuk dukungan orang tua terhadap mereka. Setelah frater mengantarkan anak-anak muda tentang peranan remaja Katolik dalam hidup menggereja, kegiatan dilanjutkan dengan menonton sebuah video “Anda Dicintai oleh Bapa.” Video ini bercerita tentang kebaikan-kebaikan Tuhan
39
KIPAS (KICAUAN PAROKI, WILAYAH, LINGKUNGAN DAN STASI)
yan g dap at dir as a - kan langsung oleh anak-anak muda maupun lewat perantara orang lain. Setelah pemutaran video dan game ice breaking, mulailah sesi ke-2 yang dibawakan oleh Bpk. Suro. S es i y an g b er te ma k an tentang peranan orang tua bagi anak muda ini berlangsung selama satu setengah jam. D i awal s es i, Pak Su ro memutarkan kepada anakanak sebuah video tentang p r o s e s p e mb e n tu k k a n manusia mulai dari embrio hingga menjadi seorang bayi. Di akhir pemutaran video ada beberapa anak yang melihat ke orang tua mereka tanpa berkedip seakan takjub dengan perjuangan ibu dalam melahirkan mereka. Setelah pemutaran video, anak-anak diajak untuk mensharingkan apa yang telah mereka alami selama hidup dengan orang tua mereka masingmas in g. Ketika ditan ya men gen ai ta n d a kas ih sayang apa yang dialami oleh anak-anak dari orang tua, mereka langsung menjawab dengan cepat. Diberi makan, disekolahkan, dibe-
40
likan mainan, ditemani bermain, diantar ke sekolah adalah jawaban-jawaban yang dilontarkan oleh anakanak. Kegiatan ini diakhiri dengan renungan dan refleksi diri. Renungan diisi dengan pembacaan puisi oleh Ibu Candra dan Pak Suro secara bergantian. Lagu “Bunda” karangan Melly Goeslow menjadi lagu latar yang men girin gi pemb acaan puisi ini. Sayup-sayup terdengar suara isak tangis anak-anak yang tersentuh dengan pembacaan puisi tersebut. Anak-anak merasa
menyesal selama ini telah “jahat” dan “nakal” terhadap orang tua mereka. Santap malam bersama menjadi puncak sekaligus penutup rangkaian kegiatan. Di sela-sela santap malam bersama, beberapa anak menampilkan talenta mereka untuk menghibur rekan-rekan serta orang tua mereka yang telah menyiapkan acara ini dengan baik. Arie, Lucy & Dimas
Bapak Petrus Ridwan dengan penuh semangat mendampingi putra—putri BIR Wil. 11 pada acara Sarasehan bertemakan “Who Am I and Who Parents for Me” tanggal 2 April 2011
KIPAS (KICAUAN PAROKI, WILAYAH, LINGKUNGAN DAN STASI)
LEGIO MARIAE JUNIOR PAROKI ST. IGNATIUS CIMAHI
Makna Paskah Bagi Seorang Legioner LEGIO MARIAE ADALAH BAGIAN DARI KEGIATANKEGIATAN YANG ADA DI PAROKI ST. IGNASIUS CIMAHI. KEGIATAN INI SUDAH DILAKSANAKAN SELAMA 90 TAHUN DAN HINGGA SEKARANG INI MASIH TETAP DILAKSANAKAN. TUJUAN DIADAKAN KEGIATAN LEGIO MARIAE INI ADALAH KEMULIAAN ALLAH MELALUI PENGUDUSAN ANGGOTANYA DAN ORANG LAIN YANG DIKEMBANGKAN DENGAN DOA DAN KERJA SAMA AKTIF, DIBAWAH BIMBINGAN G EREJA . K EGIATAN LEGIO MARIAE INI BERSIFAT TERBUKA BAGI SELURUH UMAT KATOLIK DENGAN SYARAT SETIA MENJALANKAN KEWAJIBAN AGAMANYA, TERGERAK MELAKUKAN KARYA KERASULAN AWAM MELALUI LEGIO MARIA DAN BERSEDIA MEMENUHI SETIAP KEWAJIBAN SEBAGAI ANGGOTA LEGIO MARIAE. LEGIO MARIAE TERMASUK ORGANISASI YANG ANGGOTANYA AKTIF TIDAK HANYA DILINGKUP LEGIO MARIAE ITU SENDIRI TETAPI JUGA AKTIF DI BERBAGAI KEGIATAN GEREJA LAINNYA. KETERLIBATAN PARA ANGGOTA LEGIO MARIAE INI TERLIHAT DARI ANGGOTANYA YANG MENJADI PELAYAN GEREJA, RAJIN JUGA MEWARTAKAN KABAR GEMBIRA DAN MENGUNJUNGI ORANG SAKIT. KEGIATAN LEGIO MARIAE INI JUGA TIDAK TERFOKUS PADA ANGGOTA KAUM DEWASA SAJA TETAPI JUGA BAGI KAUM MUDA. KEGIATAN-KEGIATAN BAGI KAUM MUDA TERSEBUT ADALAH BERDOA BERSAMA, MENGADAKAN KUNJUNGAN, MENGHIBUR ORANG BERDUKA SERTA MENDAMPINGI PASTOR MEMBERIKAN SAKRAMEN PERMINYAKAN.
D
alam masa Paskah ini Legio Mariae juga memaknai semangat kebangkitan yang identik dengan perayaah Paskah. Makna kebangkitan yang dimaknai adalah bagi legioner harus mampu menunjukkan perubahan dalam hal-hal yang dilakukan, sebagai contoh menjadi lebih rajin berdoa atau memanfaatkan waktu luang untuk berdia dan melakukan kegiatan yang berarti bagi orang lain. Dalam menyambut Paskah juga diperlukan per-
41
KIPAS (KICAUAN PAROKI, WILAYAH, LINGKUNGAN DAN STASI)
siapan dalam memperingati pesta kebangkitan ini. Persiapan dimulai dengan mempersiapkan niat dan hati. Melakukan mati raga juga menjadi bagian dari masa persiapan. Dalam konteks nyata, masa persiapan dinyatakan dengan memberikan contoh dan teladan yang baik bagi orang lain misalnya dengan semakin sabar, setia dan terus-menerus memperbaiki diri dengan rajin berdoa. “Karena dengan rajin b erdo a kit a men dap at bimbingan dari Roh Kudus.� Demikian kata Pak Stevanus, salah satu anggota Legio Mariae dari presidium yang ada di paroki kita. Para legioner pun memiliki pandangan mengenai kebangkitan itu sendiri khususnya bagi kaum muda. Pandangan para legioner muda tersebut adalah bertambahnya semangat dengan semakin rajin melayani dan tidak mudah putus asa dalam menjalani hidup. B a gi p ar a kau m mu d a bangkit berarti bangun dari situasi buruk menuju situasi yang lebih baik yaitu dengan cara mendekatkan
42
diri kepada Tuhan yang didorong dengan adanya kemauan dari diri kita sendiri. Dengan cara inilah kebangkitan itu akan terjadi. Selain semangat untuk menjadi lebih baik diperlukan juga komunikasi yang baik diantara para legioner. Sebagai penutup, para legioner juga memiliki banyak harapan akan apa yang ingin dicapai di masa mendatang. Harapan-harapan itu adalah agar gereja dapat berkembang pesat, mampu menyelamatkan orang-orang berdosa, men-
gusahakan adanya pertobatan, agar para legioner khususnya dan umat pada umumnya saling mencintai dan mengasihi serta para legioner diharapkan tidak memen tin g kan h al - h al keduniawian untuk memperoleh hidup kekal. Susanna Kristina
Para Legioner Junior bersama Pemimpin Rohani (PR) mereka, Pastor Blessing OSC
43
INIGO
Bina Iman Anak Pengasuh Rubrik : Kak Arie & Kak Shela DIK-ADIK UDAH PADA TAU BELUM KALAU SETIAP HARI MINGGU PKL. 09.30 WIB ADA BINA IMAN ANAK? PENASARAN ? SOK ATUH BURUAN DATANG DAN BERGABUNG DENGAN TEMAN-TEMAN KAMU YANG LUCU DAN BAIK SETIAP HARI MINGGU DI GEDUNG SOEGIJOPRANOTO. DIMANA LAGI KALAU BUKAN DI PAROKI ST. IGNATIUS CIMAHI TERCINTA? HEHEHE... ADIK-ADIK JANGAN SAMPE LUPA YA ? INGATIN TUH PAPA-MAMA KAMU SUPAYA NGANTER KAMU KE GEREJA SETIAP HARI MINGGU. OYA, BIA INI KHUSUS BUAT ADIK-ADIK YANG USIA-NYA DIBAWAH 10 TAHUN AJA LOH. DI BIA KAMU BAKAL KETEMU TEMAN-TEMAN YANG BAIK DAN LUCU. ACARANYA JUGA SERU BANGET ADA PERMAINAN, MEWARNAI. NYANYI, DAN MASIH BANYAK KEGIATAN MENARIK LAINNYA. Oh ya adik-adik pada ikutan paskah bia hari sabtu, tanggal 30 april 2011 yang lalu, enggak? Seru banget loh? Bagi adik-adik yang tidak datang, kakak ceritain deh betapa serunya acara itu! Penasaran? Ini dia ceritanya...
C
eria!! Itulah raut wajah yang terpancar dari anak-anak pada Perayaan Paskah AnakAnak , sore hari, 30 April 2011, di halaman Gereja St. Ignatius Cimahi. Perayaan Paskah bersama itu diawali dengan misa pada pkl. 15.00 WIB yang dipimpin oleh Pst. Sangker Sihotang, OSC. Partisipasi anak-anak terlihat dari dominasi petugas, mulai dari paduan suara, lektor, pemazmur sampai petugas persembahan dan kolekte.
44
INIGO
ini, puisi, menyanyi, menari, band dari anak-anak KSK (Keluarga Siswa Katolik) dan drama dari para Pembina. Kegembiraan Paskah dilengkapi pula dengan pembagian bingkisan dan telur paskah yang sudah dipersiapkan oleh para Pembina BIA.
Anak-anak BIA dari TK St. Theresia sedang menari “Tortor� pada acara Paskah BIA Paroki St. Ignatius Cimahi
Dalam khotbahnya, Pst. Sangker bercerita tentang sebuah keluarga yang beranggotakan ayah dengan ketiga anaknya. Dua dari tiga anak bapak itu ternyata bukan anak kandung, dan belum sempat memberitahukan kepada anak-anaknya, sehingga mereka bingung siapa diantaranya yang merupakan anak kandung. Oleh karena itu diadakanlah sayembara siapa yang bisa memanah jantung bapaknya,
maka dialah anak kandung. Ternyata dari ketiganya, anak yang bungsulah yang tidak tega melakukan hal itu. Dari cerita tersebut pesan yang tercermin adalah bahwa seorang anak tidak akan tega menyakiti hati orang tuanya. Setelah misa Paskah, di halaman Gereja diadakan acara Pentas Seni yang diselenggarakan oleh BIA (Bina Iman Anak) Paroki Cimahi. Banyak yang disajikan dalam pentas seni
Keceriaan dan antusias tampak di wajah anak-anak, beserta orang tuanya selama Pentas Seni yang berlangsung hingga pukul 19.00. Acara perayaan Paskah ini berlangsung dengan lancar mulai dari misa sampai pentas seni, berkat partisipasi dan peran serta para Pembina Bina Iman Anak. Bagi adik-adik semua, Selamat Paskah ya! Tuhan memberkati.
Margaretha Arie
45
46
IMUD (Informasi dan Inspirasi Kaum Muda)
Oleh: Ayu Made Maida Ivana Rossianty *) Ini adalah cerita tentang aku, sahabatku dan bagaimana kami bertemu.
HIDUNG
Aku dan Sahabatku
A *) Mahasiswa Semester 4 Jurusan Hubungan Internasional UNPAD. Aktivis KSK Keuskupan .
ku menemukannya di bawah reruntuhan yang dulu adalah rumahnya. Saat itu aku sedang bertugas untuk mencari korban gempa bumi. Setelah dua hari, tidak ada lagi yang berharap melihat korban selamat. Aku pun tak menyangka akan mencium bau orang hidup di balik timbunan itu. Tapi secara ajaib, aku menemukannya. Dia hidup, lemah tapi hidup. Dia seorang pemuda. Begitu melihatnya aku langsung ingin mengikutinya. Tapi sayangnya aku tidak bisa. Aku masih harus mencari korban lainnya. Mungkin saja aku akan mencium bau orang hidup lainnya. Ya beginilah tugasmu jika punya hidung yang sangat peka sampai bisa membedakan bau manusia mana yang masih hidup dan sudah mati. Lagipula pemuda itu akan dibawa ke rumah sakit. Ke area steril yang jelas memiliki peraturan “NO DOGS ALLOWED”. Seminggu kemudian, pelatihku berkata bahwa ada seseorang yang ingin menemuiku. Siapa? Jarang ada yang mau menemui seekor anjing polisi berwajah sangar. Tapi.. ah, aku mengenal bau ini. Pemuda itu! Ya, aku mengenalinya. Hidungku mampu menghafal bau dengan cepat. Rupanya pimpinan menceritakan padanya tentang apa yang terjadi pada dirinya hingga dia bisa hidup sampai sekarang. “Kamu tidak berteriak, tidak membuat suara apapun. Kalau bukan karena hidung anjing ini, saya tidak tahu kamu ada di mana sekarang, mungkin di surga, mungkin gentayangan meminta tubuhmu ditemukan”, begitu kata pelatih. Pemuda itu duduk di hadapanku, memegang wajahku dan mengusap belakang telingaku, “Hi buddy, jadi hidungmu ini ya yang menyelamatkan aku? Aku sudah minta izin pada pelatihmu. Mulai hari ini kamu bisa tinggal denganku.” Dan begitulah, aku sudah 12 tahun, sangat tua. Aku pensiun dari kepolisian dan tinggal dengannya. Kami tinggal di rumah neneknya di luar kota. Hidup kami sekarang sempurna. Bersama seorang sahabat
47
IMUD (Informasi dan Inspirasi Kaum Muda) yang sempurna juga. Dia senang sekali memberi tahu aku mengapa hidungku bisa begitu peka. Dia bilang aku punya 200 juta sel syaraf pembau di hidungku,100 kali lebih banyak dari yang dia miliki. Belum lagi aku bisa men-cium 4 kali lipat lebih bany ak jenis bau dari yang bisa dia cium. Aku tidak pernah tahu soal itu. aku hanya mengendus dan mengendus, mencium dan mencium. Pantas saja aku tidak lebih pintar dari dia, karena 80% otakku kugunakan untuk mencium, bukan berpikir. Dia selalu mengajukan pertanyaan ini padaku, “Kira-kira apa rasanya ya kalau aku punya hidung seperti kamu?” Bagaimana rasanya? aku tak tahu. yang pasti, aku senang bisa bertemu dengannya. aku senang karena aku bisa merasakan bagaimana disayangi dan menyayangi. Aku senang mempunyai hidung seperti ini. Aku mungkin tua, mulai rabun dan pendengaranku sudah berkurang, tapi aku punya penciuman yang tak akan pernah melemah. Dia selalu bilang bahwa aku menyelamatkannya, tapi bagiku kami saling menyelamatkan. Hidungku hanya satu hal yang bisa kuberikan untuk dirinya setelah dia memberikan kasih sayang dan perlindungan untukku pada masa tuaku. Tanpa hidungku yang seperti ini kami berdua mungkin sudah
48
mati begitu saja...
mana dia tinggal.”
Begitulah kisah tentang aku, sahabatku, dan bagaimana hidungku mempertemukan kami. *sniff sniff*
“Hahaha, mulut kamu lupa ya. Aku ini mata. Aku akan dengan mudah mencari dan melihat dia.” Mulut balas tertawa, “mata, kamu memang pandai melihat. Tapi dari rumahmu di sini, kamu ngga akan pernah bisa melihat dia.” Mata tidak suka mengetahui ada sesuatu yang tidak bisa dilihatnya. Dibakar oleh rasa penasarannya, akhirnya mata setuju untuk pergi bersama mulut. “Oke mulut ayo pergi ke... siapa? Siapa tadi namanya kamu bilang?”
TELINGA
Sebuah Cerita Tentang Dia Yang Selalu Diam
S
emua gara-gara mulut!!! Dia selalu saja banyak bicara. Si kompor mledug itu, entah apa yang dia makan sampai bisa mengeluarkan begitu banyak kata-kata. Garagara ceritanya kemarin, kini si mata jadi penasaran!"Kamu harus menemuinya, mata. Kamu harus melihatnya sendiri. Dia pintar sekali!" ujar mulut begitu antusias. "Aah, aku ngga percaya sama kamu. Kamu tukang bohong! Aku ngga percaya kalo di dunia ini ada yang lebih pinter dari aku!" timpal si mata. “Tapi sekarang aku ngga bohong. Kamu tau kenapa dia pintar? Karena dia punya sumber informasi yang ngga bisa kamu lihat, mata.” Sesuatu yang tidak bisa dilihat mata? Si mulut pasti sedang membual lagi, seperti biasa. Akhirnya si mata menolak mentah-mentah ajakan mulut. Si mulut cemberut dan berkata, “ya udah deh. Aku akan menemui dia sendiri. Tapi, jangan nyesel ya karena kamu ngga akan pernah bisa menemui dia. Kamu ngga akan pernah tau di
“Telinga. Namanya telinga.” Ya, namanya telinga. Dia pendiam dan tenang, tapi bijaksana. Dia juga sangat kaya, tapi tetap ramah, dia membiarkan siapa pun masuk melalui pintunya, tanpa terkecuali. Dia sabar dan tidak emosional. Dia juga cukup terkenal.. Si Mulut ingin menemui Telinga karena ingin membuktikan semua kabar yang beredar tentang si Telinga. Tentang ketenangannya, kebijaksanaannya. Tapi si Mulut takut pergi sendirian. Telinga selalu berdua sementara Mulut sendirian. Dengan mengajak Mata, si Mulut tidak perlu takut kalah jumlah. “Itu dia telinga!” si Mulut menunjuk ke arah Telinga yang sedang diam di rumahnya. Si Telinga yang menyadari keberadaan Mata dan Mulut tersenyum ramah namun tetap
IMUD (Informasi dan Inspirasi Kaum Muda) berdiri di tempatnya. Suasana di rumah si Telinga sangat berangin. Semua angin itu menyerang masuk ke rumah si Telinga. Setelah mereka perhatikan baik-baik, ternyata angin-angin itu adalah suara. “Astaga, Mata, lihat semua suara itu! semua bisa masuk dengan bebas ke rumah si Telinga. Bagaimana kalau suara itu ternyata jahat. Dia bisa mati!” Si Mata juga melihat suara-suara itu. tapi Mata tak tahu apa itu. Mungkinkah ini yang disebut si Mulut tentang sumber informasi yang tidak bisa dilihat? Ah pantas saja dia pintar, begitu banyak hal masuk ke dalamnya. Hanya Telinga yang bisa mengetahui suara-suara itu. karena hanya Telinga lah yang memiliki kemampuan membedakan suara. Si Mata pun berkata, “Mau apa lagi dia tidak punya pintu untuk menutupinya. Tampaknya dia tidak punya pilihan lain selain memasukkan semua suara itu.” Si Mulut tidak percaya si Telinga setenang itu, maka Mulut pun mulai meneriaki Telinga dengan kata-kata kasar untuk memancing kemarahannya. Saking kasarnya perkataan si Mulut, Mata menjadi sedih dan menangis, “Cukup Mulut. Lihat suaramu ikut masuk ke dalam Telinga! Kamu menyakitinya!!” Suara jahat dari Mulut melayang ke dalam
si Telinga. Telinga menerimanya. Tapi dia tetap diam. Tidak menangis seperti Mata, tidak berteriak seperti Mulut. Dia diam. Semua terdiam. Telinga tidak menunjukkan emosinya. Mata dan Mulut akhirnya pergi. Sikap telinga itu telah membuktikan semua pada mereka. Semua pertanyaan tentang Telinga. Si Telinga menyaksikan mata dan Mulut pulang. Begitu menyakitkan menjadi telinga. Dia sedih mendengar perkataan si Mulut, tapi dia berusaha melupakannya. Telinga berusaha mengingat kata-kata yang membuatnya bahagia, saatsaat yang membuatnya berkata betapa bahagianya menjadi telinga. Dan kini, datanglah saat itu. Sesuatu yang membuatnya merasa sangat beruntung dilahirkan sebagai telinga. Sebuah telepon genggam ditempelkan padanya. Sebuah suara berbisik di ujung telepon, mengalir memenuhi setiap senti dari dirinya. "Aku mencintaimu." Ia tersenyum. MULUT
1001 Mulut
S
elamat datang di negeri 1001 Mulut. Di negeri ini kamu bisa menemukan semua tentang mulut. Semuanya. Setidaknya begitulah yang dikatakan orang-orang. Negeri 1001 Mulut memiliki 1001 kota.
Semua kota memang memiliki ciri khasnya sendiri-sendiri, tapi ada satu hal yang sama dari semua kota itu. Semuanya parah dan menyedihkan. Aku sangat penasaran dengan Negeri ini. Daari begitu banyaknya kota, tidak ada satu pun yang menyenangkan. Jadi aku berkelana dari satu kota ke kota lain di negeri ini. Tujuanku cuma satu, aku ingin menemukan kebahagiaan dari negeri ini. aku yakin, pasti ada hal baik yang bisa kutemui di sini. Tapi tampaknya perjalanku ini cuma buang-buang waktu. Mau bukti? Oke, ayo ikuti perjalananku... Pertama, aku datang ke Kota Banyakbicara, Ibu Kota Negeri 1001 Mulut. Seperti namanya, kerjaan orang-orang di sini adalah bicara. Semua bicara tanpa ada yang mau diam sejenak dan mendengarkan. Oh Tuhan, kota ini berisik sekali!! Di sini banyak orang yang saling membenci, bermusuhan, bahkan saling membunuh. Semua hanya karena kata-kata yang keluar dari mulut mereka. Mereka semua berkata-kata seperti orang muntah, semua dikeluarkan tanpa terkendali! Kadang mereka mengeluarkan kata-kata yang sama sekali tidak enak didengar. Aku pergi dari kota ini dengan menutup telingaku. Sedikit kecewa karena tidak menemukan yang kucari, aku meneruskan perjala-
49
IMUD (Informasi dan Inspirasi Kaum Muda) nan ke kota kedua, Kota Mulutmanis. Ahh, kota ini sempurna, orang-orang saling memuji, atau berkata baik. Ya, akan sangat sempurna seandainya semua yang mereka katakan itu BENAR. Sayangnya kata-kata manis itu hanya bohong belaka. Semua kata yang dikeluarkan mulut di kota ini hanya rayuan gombal, tipu muslihat atau bahkan trik seorang penjilat untuk mendapat keuntungan. Begitu sebuah kata keluar dari mulut, tak ada yang bisa memastikan itu asli atau palsu. Rasanya aku ingin memasang ritsleting pada mulut orang-orang itu. Aku juga mengunjungi banyak kota lainnya, mulai dari Kota Asalbunyi sampai Kota Sukamakanbanyak. Semua tak ada bedanya. Entahlah, mungkin benar kata orang, tak ada kebaikan di Negeri ini. Aku sudah melihatnya sendiri bagaimana mulut hanya mendatangkan kesusahan. Orang bermusuhan, kebohongan yang menya-kitkan. Semua karena mulut... Sebaiknya aku segera pergi saja dari Negeri yang menyedihkan ini. tapi sebelumnya aku akan mengunjungi satu kota terakhir. Aku sudah tidak berharap menemukan apa-apa di kota terakhir ini. Aku mendatanginya hanya untuk melengkapi petualanganku. Tapi lagilagi aku salah...
50
Kota terakhir ini sedikit berbeda. Semua orang di sini terlihat bahagia. Mereka saling mengalirkan energi positif melalui ekspresi mereka. Semua itu mereka lakukan dengan mulutnya. Mereka menaikkan kedua ujung mulut mereka, membuat sebuah bentuk yang sangat terlihat indah untuk wajah mereka. Seseorang melempar ekspresi itu padaku, aku membalasnya dan tiba-tiba aku menjadi sangat bahagia. Mulutnya menghiasi wajahnya dengan cara yang sangat indah. Seraya meninggalkan kota ini, aku meniru orang-orang di kota
ini. Aku membiarkan mulutku menjadi penghias wajahku, sekaligus membiarkan semua orang tahu betapa bahagianya aku. Tanpa perlu banyak bicara, mulut pun bisa menjadi sesuatu yang sangat menyenangkan. Kini aku percaya, mulut bukan cuma sumber masalah. Mulut pun bisa memberikan sesuatu yang baik. Oh ya, aku lupa bilang. Kota yang terakhir kudatangi itu, namanya Kota Senyum. :)
***
51
WACANA
Kebangkitan : “Kata” atau “Makna”? Yohanes Paulus Dimas OMK Lingkungan Alexius Permata II Wilayah I iap kata adalah hadirnya jiwa, yang sinergikan keinginan dan harapan. Begitu diyakini para pujangga pencinta kata. Kitab Suci dengan demikian bukanlah tumpukan kata tanpa makna, ibarat hamparan luas, indah namun kosong. Kitab suci itu jiwa Tuhan yang dirangkum dengan tutur kata: terbatas dan kadang bias. Begitulah manusia memahami makna hidupnya lewat sabda dan mencoba mengaplikasikan dalam setiap gerak kehidupannya melalui teladan, yang ditampilkan para utusan Tuhan di tiap generasi. Tak jarang terbatasnya kata menggiring manusia menuju berbagai aksi, yang juga kerap membuahkan sensasi. Hari-hari ini kata terluka. Lahirkan lara di setiap inci makna murninya. Kata, dengan demikian, tak lagi merangkum pesona jiwa. Kata… hari ini sungguh terperkosa oleh maraknya media yang merepresentasi tiap ekspresi manusia. Di wajah media kata direpresentasi secara gamblang namun tanpa kendali. SMS adalah salah satu contohnya. Di sana kata tak lagi mampu mewakili makna kecuali mereprentasi spontanitas melulu. Semua hal seakan mutlak diringkas demi efektivitas dan efisiensi. Lebay, juga kadang lieur. Ya, globalisasi adalah gerbang penghancuran makna kata. Begitulah kata “dunia” tak lagi menghadirkan imaji tentang Sang Pencipta. Dunia, ya dunia yang terjangkau. Globalisasi makin hari makin memangkas tiap makna di sudut-sudut peristiwa yang ada. Kreativitas direduksi sebatas ruang sempit yang menghadang tiap gejolak daya juang. Tiap langkah manusia tak lagi bermakna luas, kecuali sebagai nukilan peristiwa yang sempat terekam bias. Pendeknya, peristiwa tak lebih sebagai tampilan tanpa pesona dan keanggunan. Peristiwa kebangkitan pun tak lepas dari pola pandang dan pola pikir di atas. Saat kebangkitan Yesus dipahami hanya sebagai tontonan rutin yang mutlak dirayakan, maka ia pun kehilangan makna. Demikian juga bila kebangkitan Yesus itu tak lebih dari cuplikan berita sore yang rutin tampil di layar televisi. Globalisasi, sekali lagi, berusaha menggiring, bukan saja peristiwa kini tapi juga peristiwa lampau menjadi nukilan peristiwa yang tak perlu dikenang. Ia hanya perlu disaksikan secara “live” tanpa ada makna mendalam yang tersirat di dalamnya. Pertanyaan ringkas yang mungkin perlu kita renungkan: apakah kebangkitan Yesus hanya kata tanpa makna sebuah peristiwa yang hadir di masa kita berada?
52
KOMIK
53
Mengucapkan
&
Selamat Paskah Selamat atas penerbitan perdana
M A JA L A H
Semoga menjadi majalah yang mampu menjembatani terjalinnya komunikasi yang efektif, efisien dan mendalam, baik yang bernuansa personal, sosial, dan terutama yang bernuansa spiritual, antara Paroki dan umat di Wiayah/Lingkungan/Stasi.
Redaksi 54