Akar Edisi 3 (Desember 2013)

Page 1


PRAKATA

Halo para pembaca! Selamat akhir tahun! Bulan Desember ini Majalah AKAR kembali terbit di lingkungan Universitas Indonesia untuk memuaskan dahaga para pencinta literasi dan pencinta karya visual. Setelah tidak terbit pada bulan November karena satu dan lain hal yang menghambat produksi, namun di penghujung tahun 2013 ini kami kembali datang untuk Anda. Kali ini, Majalah AKAR akan membawa tema “NOL”. Sebuah tema yang ketika Anda membacanya akan sangat bingung untuk di definisikan dan menimbulkan banyak perspektif tentang apa itu “NOL”. Tapi karena banyaknya perspektif itulah tema ini layak untuk dibahas dan dituangkan berupa ide-ide dalam karya kami. NOL adalah kosong, NOL adalah titik temu, NOL adalah ketiadaan, atau mungkin NOL adalah sebab. Semua tergantung dari mana kita melihatnya; karena itulah kita mengenal istilah “perspektif ”. Semoga karya-karya yang ada di edisi ini dapat memberi inspirasi untuk setiap pembaca, dan AKAR dapat menjadi sebuah majalah tutup tahun 2013 yang manis dan berkesan. Selamat Membaca!

SENARAI Aforisme………………1 Ulas………………6 Fragmen………………8 Teroka………………12 Matra………………16 Pardika………………17 Plot………………18 Pukau………………21

Pemimpin Redaksi Yasser Mandela Editor Faradha Layouting Nugi Wicaksono Ilustrasi Okti P. Zakaria Dwas Syahbanu Multimedia Waskitha W. Galih Dwas Syahbanu Gumai Akasiwi Kontributor Teto Silaban Antonius Satria

foto sampul: Ryan Meliala © 2013 Majalah AKAR.


?

aforisme

NOL:

TITIK TEMU RELATIF-ANTIRELATIF?

K

YASSER MANDELA

etika membaca judul yang saya buat untuk tulisan ini, mungkin sebagian dari Anda akan mengira dan menebak kalau tulisan ini pasti berhubungan dengan Einstein dan teori relativitasnya atau mungkin juga Hegel* dengan dialektika** tesis-antitesis-sintetisnya. Jika anda menebak seperti itu, maka dapat saya katakan anda tidak sepenuhnya benar, namun anda juga tidak sepenuhnya salah. Silakan Anda simpulkan sendiri setelah Anda—jika sudi—membaca tulisan ini hingga akhir. ‘Cantik itu relatif, jelek itu mutlak’. Saya yakin setiap dari Anda pernah mendengar pernyataan ini. Ketika sekelompok orang—yang biasanya pria––berkumpul membicarakan seorang gadis yang baru saja lewat di depan mereka dan mulai mengomentari wajah serta perawakan gadis itu: “Gila bro, cantik banget tuh cewek,” ujar A kepada B dan C. “Ah, yang kaya gitu mah biasa aja kali. Banyak yang mirip di sekolah,” balas B terhadap pernyataan A. “Mata lo berdua kenapa deh? Boro-boro biasa, yang kaya gitu mah jelek,” C ikut memberikan pendapatnya. Jika kita perhatikan perbincangan tadi,

maka pernyataan ‘cantik itu relatif, jelek itu mutlak’ dengan sendirinya akan runtuh oleh pendapat setiap dari mereka. Yang dimulai oleh A, diuji oleh B, dan pada akhirnya diruntuhkan oleh C. Karena jika kita lihat lagi, pendapat A dan B masih sejalan dengan pernyataan tadi, mereka masih sama-sama mengatakan kalau si gadis tadi cantik ataupun biasa saja, yang dengan kata lain: tidak jelek. Namun, setelah C mengemukakan pendapatnya, maka hancurlah pernyataan ‘jelek itu mutlak’ karena A dan B tidak menganggap gadis tadi jelek, yang mengakibatkan kalau jelek juga relatif! Dengan begitu dapat disimpulkan dari contoh perbincangan A, B dan C tadi bahwa, ‘jelek tidaklah mutlak, jelek juga relatif ’. Yang saya pelajari dari pendapat umum masyarakat—yang kalau tidak salah dimulai oleh Darwin pada doktrin ‘The Law of Evolution’—disebutkan perbedaan antara manusia dengan mamalia lainnya, yaitu selain struktur morfologis serta fisiologisnya, paling utama adalah kemampuan manusia untuk berpikir menggunakan akal pikiran. Berbeda dengan mamalia ataupun jenis hewan lain yang menggunakan insting semata dalam bertindak dan tidak menggunakan akal pikiran. Inilah yang menurut saya sebagai titik kunci alasan manusia dapat mempertahankan eksistensinya di muka bumi (selain

desember 2013 akar. 1


AFORISME berkembang biak dengan cara perkawinan). Kemampuan berpikir menggunakan akal pikiran ini secara tidak langsung memacu manusia untuk terus berpikir dan berpikir. Membuat segala hal yang pada awalnya berpusat dari idealisme ‘Logika Mistika’*** berubah seiring berjalannya waktu sampai pada titik mempertanyakan ‘kerasionalan’ dari ‘logika mistika’ tadi, hingga menimbulkan suatu konsep yang bernama ‘Logika Rasional’. Konsekuensi dari timbulnya apa yang saya sebut sebelumnya sebagai ‘logika rasional’ adalah pertentangan perspektif dari setiap orang akan satu hal tertentu, yang hasilnya menciptakan suatu pandangan ‘relatif ’ akan segala hal.

“Segala hal adalah relatif, tergantung dari titik dan tempat serta siapa yang melihat hal tersebut.” Hingga kemudian timbullah pernyataan baru: “Segala hal adalah relatif, tergantung dari titik dan tempat serta siapa yang melihat hal tersebut.” Menurut perkiraan saya sendiri, pernyataan tadi dapat menjelaskan secara sederhana teori relativitas dari Albert Einstein, manusia yang disebut-sebut sebagai ilmuwan paling pintar dan paling revolusioner pada zaman modern ini. Lalu jika semuanya relatif, tidak adakah yang absolut? Sebab sesungguhnya jika semua hal dibiarkan dan dibebaskan kepada kehendak

2 akar. desember 2013

relatif tadi, akan timbul suatu kekacauan di muka bumi akibat setiap orang memiliki aturan main sendiri akan setiap tindakan dan perbuatan!

“Titik NOL di sini adalah titik temu pertama antara tesis dan antitesis, antara relatif dan antirelatif...” Kali ini saya akan coba meminjam dialektika Hegel untuk menyikapi apa yang kita sebut ‘relatif ’ dan masalah yang dia timbulkan jika terus dibiarkan tanpa aturan. Hegel—yang tidak pernah menamai dialektikanya—membagi setiap hal yang berlawanan menjadi tesis dan antitesis. Tesis adalah pernyataan yang timbul dan diiringi argumen penyertanya, sedangkan antitesis adalah ide atau gagasan yang berlawanan atau bertentangan dengan tesis. Pada akhirnya tesis serta antitesis ini akan didamaikan oleh sintesis, sebuah perpaduan yang menyelaraskan pertentangan tadi dan menghasilkan suatu ide baru. Nantinya sintesis ini akan kembali menjadi tesis dan kemudian fase tesis-antitesis-sintesis akan terus berulang. Mari kita coba aplikasikan dalam kasus ini: Tesisnya adalah relatif, yang argumen pendukungnya telah saya jelaskan sebelumnya. Lalu apa antitesisnya? Apakah absolut? Saya lebih suka menggunakan kata anti-relatif karena pendapat serta sikap buruk yang biasanya men-


AFORISME giringi kata absolut pada catatan sejarah dapat merusak posisi seimbang dari tesis dan antitesis. Namun, saya akan tetap memakai penjelasan yang berarti mutlak ini dalam pengertian anti-relatif, hanya sekedar perubahan nama saja. Dari sini kita harus mencari apa yang dapat mendamaikan pertentangan dari relatif dan antirelatif tadi, mencari sintesisnya. Menurut saya sendiri, segala hal yang bersifat relatif ini identik dengan suatu kebebasan, dimana semua orang bebas berprespektif dan menilai dari sudut pandang masing masing, yang juga berarti memungkinkan adanya lebih dari satu jawaban akan satu permasalahan, tergantung dari mana kita melihat masalah itu. Sedangkan anti-relatif identik dengan suatu pengekangan, dimana setiap hal haruslah digariskan dalam satu jawaban, tidak boleh ada jawaban lain karena dianggap hanya ada satu perspektif, yang berarti satu jawaban. Menurut saya, sintesis yang paling tepat dari pertentangan ini adalah apa yang kita biasa sebut dengan ‘keteraturan’ . Dengan adanya keteraturan kita dapat membatasi sebarapa relatif suatu hal dan seberapa tidak antirelatif suatu hal. Untuk mewujudkan keteraturan itu dibutuhkan suatu aturan yang mengikat semua masyarakat dan memiliki penegak hukum untuk memastikan aturan tersebut terlaksana. Keteraturan sebagai sintesis tadi haruslah memiliki pemantik, awal yang dapat mewujudkannya, suatu yang saya sebut sebagai titik NOL. Titik NOL disini adalah titik temu pertama antara tesis dan antitesis, antara relatif dan antirelatif. Dalam hal ini, titik NOL haruslah suatu titik yang mampu mengantarkan kita pada

awal sintesis. Mengapa bukan titik SATU? Sebab satu adalah bilangan pertama, yang berarti telah mulai memasuki awal penghitungan aritmatika, sedangkan yang kita bicarakan adalah titik temu, suatu titik pengantar menuju SATU tadi. Maka istilah titik NOL menurut saya adalah istilah yang paling tepat untuk dipakai. Lalu apa titik NOL-nya? Titik NOL dari relatif dan antirelatif sebelum mencapai keteraturan menurut saya adalah ‘definisi’. Menurut tokoh perjuangan kemerdekaan Indonesia sekaligus ahli filsafat Indonesia, Tan Malaka, dalam bukunya berjudul ‘Madilog’, ia menjelaskan bahwa definisi adalah suatu penetapan, pembatasan, pemastian untuk menentukan batasbatas yang tepat suatu perkataan atau hukum atau paham dan tanpa suatu definisi maka tidak akan ada yang namanya sains (ilmu pengetahuan). Jelaslah pendapat dari Tan Malaka tersebut benar-benar menjelaskan seberapa pentingnya suatu definisi sebagai pemantik terciptanya keteraturan. Lebih dalam lagi, terkait definisi ini, Tan Malaka menyebutkan ada beberapa syarat dalam mendefinisikan suatu hal:

desember 2013 akar. 3


AFORISME

1. Sebisa-bisanya singkat, tetapi jangan terlalu luas atau sempit; 2. Tidak boleh berputar-putar; 3. Harus umum; 4. Tidak boleh memakai metafor, ibarat, kata figuratif, penggambaran, kata yang obscurate, menggunakan perkataan gaib, samar; dan 5. Tidak diperkenankan memakai kalimat negatif. Agaknya syarat-syarat tersebut dapat membantu kita untuk(setidak-tidaknya) mulai meraih apa yang diidam-idamkan oleh hampir sebagian besar masyarakat di dunia: KETERATURAN. “Opini ada dan lahir karena suatu keresahan, maka beropinilah agar kita setidak-tidaknya ikut membantu menyelesaikan keresahan itu.” • • •

*) Georg Wilhelm Friedrich Hegel, filsuf idealis asal Jerman yang memperkenalkan konsep dialektika tesis-antitesis-sintesis. **) Salah satu dari banyaknya pengertian dialektika adalah ajaran Hegel yg menyatakan bahwa segala sesuatu yg terdapat di alam semesta itu terjadi dari hasil pertentangan antara dua hal dan yang menimbulkan hal lain lagi. ***) Istilah yang dipakai oleh Tan Malaka dalam MADILOG untuk menyebutkan “logika yang berdasarkan rohani.”

4 akar. desember 2013


AFORISME

GEORG WILHELM FRIEDRICH HEGEL (1770 - 1831)

TA N M A L A K A (1897 - 1949)

desember 2013 akar. 5


ulas

A CLOCKWORK ORANGE (1971) Sutradara Produser Penulis Pemeran Tanggal Rilis Negara

S

NUGI WICAKSONO

aat manusia direduksi menjadi sebuah objek yang patuh, tetap akan ada suatu pemberontakan dalam diri manusia itu sendiri. Hal ini yang berusaha diangkat dari film karya Stanley Kubrick berjudul ‘A Clockwork Orange’. Sebuah film yang—dalam hemat saya—begitu gelap; menggambarkan keruntuhan moral manusia saat zaman telah berganti ke masa depan. Ketika normatif adalah sebuah keadaan yang diimpikan; bukan sekadar kata untuk menjelaskan sesuatu yang terjadi menurut norma yang umum. Diadaptasi dari novel berjudul sama karya Anthony Burgess, film ini menceritakan tentang Alex dan gengnya, yang sering nongkrong di sebuah tempat bernama Korova Milk Bar—ya, bar itu menjual susu!—yang penuh dengan patungpatung wanita tanpa busana; dan keseharian mereka diisi dengan meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum melalui perkela-

6 akar. desember 2013

: Stanley Kubrick : Stanley Kubrick : Anthony Burgess : Malcolm McDowell, Adrianne Corri, Patrick Magee : 19 Desember 1971 (AS) 13 Januari 1972 (Inggris) : Inggris

hian antarkelompok, memerkosa perempuanperempuan, sampai menyiksa seorang pria tua. Singkat cerita, Alex dikirim ke penjara karena telah membunuh seorang wanita tua, lalu diancam dengan empat belas tahun penjara. Dua tahun setelah Alex masuk ke penjara, Alex merelakan diri untuk menjadi kelinci percobaan pemerintah dalam sebuah eksperimen ‘Ludovico Technique’. Eksperimen ini bertujuan untuk mengubah sikap manusia dari menyimpang menjadi manusia yang membenci segala jenis kejahatan dan akhirnya menjadi normatif—katakan saja begitu. Alex yang “normatif ” setelah didera siksaan eksperimen Ludovico makin tersiksa ketika mengetahui dunia sekelilingnya telah berubah dan teman-temannya memiliki jalan hidup masing-masing untuk membalas dendam kepada Alex. Turut pula korban-korban Alex yang ikut membalas dendam, hingga akhirnya Alex merasa


ULAS

tersiksa sendiri dengan keadaannya itu hingga kembali kepada keadaan semula—dengan tambahan tawaran pekerjaan dari pemerintah sebagai “permintaan maaf ”. Kubrick pada film ini dapat menggambarkan betapa kelamnya kehidupan manusia— yang menjadi sebuah dystopia—diiringi dengan munculnya kekhawatiran akan diri kita sendiri dan lingkungan yang kita diami. Bagaimana manusia direduksi menjadi sebuah obyek normatif, ketika kepatuhan adalah sebuah keniscayaan dan insting-insting alamiah manusia dihambat. Lebih lagi unsur dark humor serta kekerasan (fisik dan seksual) yang digambarkan jelas di film ini, membuat pembawaannya lebih kelam serta mengundang kesan tersendiri terhadap penontonnya. Namun film ini bukan untuk mereka yang pikirannya tidak terbuka pada keadaankeadaan dystopian karena pada plot yang kelihatan sederhana ini, tersimpan berbagai pesan yang begitu dalam. Apakah keadaan normatif mereduksi kemanusiaan seseorang? Kira-kira begitu pertanyaan besarnya. Bagaimana dengan Anda? •••

desember 2013 akar. 7


fragmen

MOMENTUM

Episode 2 – Tidak Ada yang Kebetulan WASKITHA W. GALIH

PADA tahun 780 Masehi, di kota Khawarizmi, Uzbekistan, lahir seorang bernama Abu Ja’far Muhammad bin Musa al-Khawarizmi. Ia di kemudian hari dikenal dengan nama al-Khawarizmi, salah seorang matematikawan, astronom, dan ahli geografi terkemuka di dunia. Salah satu karyanya yang paling fundamental adalah pengenalannya pada dunia akan angka nol. Jauh sebelum al-Khawarizmi lahir, simbol ‘ketiadaan’ ini sebenarnya sudah ditemukan pada bilangan Hindu-India. Penemuan ini merubah segalanya, membuat hal-hal yang tidak terpikirkan menjadi terpikirkan, membuat yang tidak mungkin menjadi nyata. Jika saja al-Khawarizmi meninggal sebelum ia dapat memperkenalkan angka nol itu, maka al-Khawarizmi mungkin akan hanya menjadi matematikawan biasa-biasa saja dan orang lain lah yang akan menjadi matematikawan besar penemu angka nol. Dan jika saja tidak ada satu orang India pun yang saat itu bisa memikirkan simbol ketiadaan ini, mungkin cerita ini tidak akan bisa kalian baca.

8 akar. desember 2013

SEMUA hal di dunia ini, tidak ada yang kebetulan. Hal ini sedang berada dalam pikiran seorang lelaki bernama Januar yang sedang duduk di sebuah mini bar sebuah tempat karaoke di Jakarta Selatan. Ia menggeser-geser birnya yang tinggal setengah gelas. Meskipun bosan, ia tetap menikmati lantunan lagu ‘Greatest Love of All’ di ruangan itu. Sebuah lagu yang dipopulerkan oleh seorang penyanyi Amerika Serikat yang tengah melejit saat itu, Whitney Houston. Bisa dipastikan setiap sesi karaoke akan selalu memesan lagu tersebut. Januar sesekali ikut melantunkan lirik yang ia hapal karena kawan-kawannya sering menyanyikan lagu itu di kantor. Bahkan seingatnya, sebelum ia keluar ruangan karaoke untuk minum bir di mini-bar ini, kawan-kawannya tengah menyanyikan lagu itu.


FRAGMEN: MOMENTUM (2) Saat lagu itu berakhir, Januar berhenti menggeser-geser birnya. Ia menatap headline koran yang berada di dekatnya, ARGENTINA VS INGGRIS: GOL ‘TANGAN TUHAN’ Ia pun mafhum mengapa bosnya, Pak Tom, dan kawan-kawannya malam ini menyeretnya dari kantor langsung ke tempat karaoke ini. Ia awalnya mengira bahwa Pak Tom berulang tahun, atau setidaknya anak tunggalnya diterima kuliah di Jerman. Kemungkinan lain adalah kantornya menang tender pengerjaan proyek perumahan pemerintah. Tapi untuk kemungkinan yang terakhir, rasa-rasanya tidak mungkin apabila hanya ia sendiri yang tidak mengetahuinya. Januar sendiri tak pikir panjang ketika diajak ke tempat karaoke ini. Ia hanya senang akhirnya terbebas dari suntuknya pekerjaan kantor. Namun kini ia tahu mengapa Pak Tom mentraktir karaoke: Argentina menang. Januar berpikir bahwa ia harus berterima kasih pada ‘gol tangan Tuhan’ Maradona. Pikirannya beberapa menit yang lalu pun kembali, memang hidup ini tidak ada yang kebetulan. Saat Januar mulai menggeser-geser birnya kembali, datang seorang gadis memesan segelas bir kemudian duduk di sebelahnya. Gadis itu mengenakan pakaian serba hitam: baju lengan panjang hitam dan celana panjang jeans hitam, sabuk hitam dengan kepala cokelat tua, sebuah tas tangan hitam, dan kacamata hitam yang diletakkan asal-asalan di atas rambutnya yang hitam lurus mengembang. Mata Januar mengamati

kalung emas yang dikenakan gadis itu, kalung itu berbandul sebuah huruf ‘J’ yang juga berwarna emas. Januar tersenyum-senyum sendiri. Celakanya, gadis itu mendapati Januar sedang tersenyum menatapnya. Otak Januar berpikir keras, apa yang harus ia lakukan saat itu. Ia tidak ingin dicap oleh seorang gadis sebagai pria-kantoran-yanggenit-pada-gadis-di-tempat-karaoke. Lalu suara Whitney Houston kembali terlantun memenuhi ruangan. “Kamu suka lagu ini?” Bodoh! Pertanyaan macam apa itu? Siapa yang menanyakan pada seorang yang tidak dikenalnya apakah ia menyukai lagu yang sedang diputar di ruangan? Tetapi gadis itu justru tersenyum. “Tentu saja. Siapa yang tidak menyukai lagu ini? Seluruh dunia mendengarkan Whitney Houston saat ini.” “Sejujurnya aku sama sekali tidak mengira kamu akan menjawab pertanyaanku tadi. Malah aku berharap kamu tidak mendengar suaraku.” “Mengapa? Apa karena kamu mengira aku hanyalah seorang gadis-yang-bisa-digoda-ditempat-karaoke? Lalu kamu berpikir aku bahkan tidak pantas untuk sekedar disapa dengan basabasi? Penampilanku memang seperti ini, tapi jangan salah menilai. Asal kamu tahu saja, saat ini aku sedang mengambil program kuliah doktoral fisika. So, I’m not that bad.” “Bukan...bukan itu....” “Aku hanya bercanda. Tentu saja aku melihatmu tersenyum-senyum sambil menatapku. Itu yang membuatmu salah tingkah dengan

desember 2013 akar. 9


FRAGMEN: MOMENTUM (2) menanyakan pertanyaaan bodoh itu kan?” Gadis itu tertawa. Januar tidak ikut tertawa. Ia merasa malu, tetapi ia lebih terpikat oleh gadis ini. “Semua bercanda, termasuk bagian doktoral fisika?” “Tidak. Kalau yang satu itu memang benar.” Januar mengangguk. Ia sama sekali tidak bisa mengalihkan pandangannya dari mata gadis itu, bahkan saat sedang berbicara. Suatu hal yang tidak pernah mampu dilakukan oleh Januar saat sedang berbicara dengan orang lain. “Namaku Januar. Tadi aku tersenyum karena melihat kalungmu. J? Jessica? Jean? Jatri?” “Namaku Sheila,” kata gadis itu seraya menyerahkan tangannya pada Januar. Januar menyalami tangan Sheila. “Lalu ‘J’ itu siapa?” Sheila tersenyum, cantik sekali. Ia kemudian berkata, “Bukan siapa-siapa. Mungkin kamu melihat ini sebagai huruf J, tetapi aku tidak demikian. Aku hanya suka saja bentuknya. Lurus kemudian bengkok dibawahnya. Karena aku suka, makanya aku beli dan kupakai sekarang.” Sheila. Gadis yang mengenakan kalung berbandul huruf J karena ia suka bentuknya. Seorang mahasiswi doktoral fisika. Januar kembali tersenyum. Di dunia ini memang tidak ada yang kebetulan. “Izinkan aku menanyakan sebuah pertanyaan hipotetikal padamu, Sheila.” “Apa itu?” “Aku sendiri pun telah menyiapkan jawa-

10 akar. desember 2013

ban untuk pertanyaanku ini. Jika nanti kamu menikah dengan seseorang, lalu kalian punya anak, nama apa yang akan kamu beri untuk anakmu itu?” Sheila tertawa kecil. Ia memberi isyarat dengan telunjuknya agar Januar menunggu. Kemudian ia menghabiskan birnya hingga gelasnya kosong. Sheila membuka tas tangannya, mengambil sejumlah uang, sebuah dompet, dan sebuah pena. Ia kemudian meletakkan uangnya di meja. Sheila mengambil selembar kartu nama dari dompetnya dan menuliskan sesuatu dibaliknya. Ia kemudian menyerahkan kartu nama itu kepada Januar. “Aku harus pergi, teman-temanku telah menunggu di luar,” kata Sheila berpamitan. Januar mengangguk. Ia masih tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Sheila, bahkan hingga bayangan Sheila telah hilang dari ruangan itu. Januar kemudian membaca kartu nama yang dipegangnya.

SHEILA DEWI, MSc.

DEPARTMENT OF PHYSICS HEAD OF STUDENT RESEARCH PROJECT YALE UNIVERSITY

Pada bagian bawahnya terdapat nomor telepon Sheila. Januar tersenyum senang. Senyumnya semakin mengembang saat ia membalik katu nama itu. Sambil menganggukanggukkan kepalanya, Januar menggumam, “Airin.” * * * AIRIN terbangun dari pingsannya. Darah masih belum kering dari hidungnya. Ia berusaha


FRAGMEN: MOMENTUM (2) secepat mungkin memikirkan apa yang telah terjadi. Beberapa waktu lalu ia masih berada di sebuah kamar apartemen bersama dengan seorang lelaki buncit dan botak yang memeluknya dari belakang. Saat itu Airin menangis dan tiba-tiba ia telah berada di sini, di kamarnya, sejenak kemudian ia pingsan. Airin menatap dirinya sendiri di cermin kamarnya. Ia mengenakan seragam SMA-nya. Airin sadar, ia kembali ke masa enam tahun yang lalu. Ia kembali menjadi dirinya yang sekarang, seorang gadis berusia 16 tahun. Airin masih tidak percaya dengan apa yang terjadi. Dari luar kamarnya ia mendengar suara isak tangis. Airin ingat semua detail saat ini. Peristiwa ini adalah persis sama dengan apa yang terjadi dalam ingatannya. Ayah dan ibunya bertengkar, piring-piring pecah, dan saat itu, seperti pula saat ini, Airin di kamarnya, menangis. Seingat Airin, saat ini adalah saat dimana ayahnya, Januar, meninggalkan ia dan ibunya, Sheila, dan tak pernah kembali. Tidak, tidak bisa, ini tidak bisa terjadi lagi, pikir Airin. Airin buru-buru bangkit, berjalan tergesa-gesa menuju ibunya yang sedang menangis. Ibunya masih terisak, terduduk lemah di lantai dapur, pipinya memerah bekas tamparan. Sheila menatap anaknya dengan mata yang sembab. Airin menjadi sedikit panik, kemudian dengan tetap hati-hati ia bertanya, “Ibu, sudah berapa lama Ayah pergi?” Sheila menggeleng lemah, dengan terisak ia menjawab, “Baru sejenak ia pergi, biarkan saja!”

Airin menyerbu pintu keluar, setengah berlari, ia berusaha mengejar ayahnya. Ia tahu tujuan ayahnya. Sesegera mungkin Airin harus mencegah ayahnya meninggalkannya untuk selamanya, atau urutan kejadian berikutnya akan sama saja dengan apa yang telah ia alami sebelumnya. Apa yang telah ia alami di masa depan bukanlah kebetulan, apalagi nasib buruk. Airin tahu, kepergian ayahnya akan menyusun kepingan-kepingan masa depannya yang kelam. Airin tidak tahu apakah ia akan tetap hidup dalam masa ini, atau ia suatu saat akan tiba-tiba kembali ke masa depan. Bagi Airin, saat ini, yang terpenting adalah ia harus segera bertemu ayahnya dan mencegahnya untuk pergi. Tolong, tolonglah Ayah, jangan pergi. Sesampainya di jalan raya, Airin menghentikan sebuah taksi. Ia masuk ke dalam taksi itu dan berkata pada sopir, “Bandara SoekarnoHatta. Secepat mungkin, Pak.” •••

desember 2013 akar. 11


teroka

gambar: http://giveupinternet.com/2009/08/06/nihilism-bring-no-reddit/

SURREAL

S

TETO SILABAN

enang rasanya bisa kembali menulis untuk sebuah zine yang bernama AKAR—belum lupa MacuPicu kan? Suatu hari seseorang dari AKAR datang dan memberitahu bahwa tema untuk bulan ini adalah NOL. Nol, yang bagi saya, dapat juga dengan kata lain disebut kosong. Segera otak saya langsung terpikir tentang seseorang bernama Friedrich Nietzsche. Seorang tua berkumis lebat ini cukup terkenal dengan konsep ‘Nihilisme’ yang termuat dalam berbagai tulisannya. Salah satunya adalah ‘Thus Spoke Zarathustra’. Perkataan kontroversial dalam tulisan tersebut yang cukup membuat orang tercengang di masanya adalah ‘God is Dead (Gott ist tot)’. Kata-kata tersebut bisa terucap karena Nietzsche lahir di suatu masa yang semua moralitas mengenai buruk dan baik harus selalu bergantung pada konsep agama. ‘Nihilisme’ menurut Nietzsche bertujuan untuk mengakhiri semua klaim tentang kebenaran mengenai dunia yang ideal. Prasangka akan adanya dunia yang ideal dengan segala bentuk realitas di dalamnya hanya sebatas pemikiran yang subjektif. Benar dan salah, baik dan buruk, tidak mempunyai andil apa-apa dalam realitas dunia karena konsep-konsep tersebut tidak lebih dari sebuah bentuk perspektif yang sangat subjektif bagi individu dan kelompok sosial dan mengandung sebuah kekosongan makna. Pemikiran-pemikiran nihilistik mencoba untuk mematahkan semua konsep tersebut dan mencoba mengajarkan bahwa tidak ada kebenaran yang absolut termasuk Tuhan. Kehilangan makna, kekosongan makna, dan keruntuhan nilai-nilai absolut adalah inti dari konsep ‘Nihilisme’ milik Nietzsche. Akan tetapi, Nietzsche bukan ingin mengajarkan bahwa manusia tidak mempunyai arti untuk hidup di dunia. Nietzsche juga tidak ingin mengajarkan bahwa eksistensi manusia di dunia adalah sebuah bentuk kekosongan belaka. Perkataan ‘God is Dead’ ingin mengajarkan bahwa manusia harus terus bisa terus berjuang hidup tanpa adanya sebuah KEBENARAN ABSOLUT. Manusia tidak boleh pasrah pada

12 akar. desember 2013


TEROKA keberadaannya dan tidak boleh tenggelam pada situasi tertentu. Bahkan disaat nilai-nilai absolut sudah runtuh, manusia harus tetap berjuang. Konsep ‘Nihilisme’ ini sangat erat dengan konsep eksistensialisme manusia dimana manusia akan terus menerus bertanya dalam dirinya mengenai apa tujuannya hidup di dunia ini. Konsep ‘Nihilisme’ Nietzsche berusaha untuk mengajarkan bahwa manusia tidak boleh bergantung pada sebuah kebenaran absolut di luar diri yang sifatnya superstitious. Manusia harus mampu menjadi seseorang makhluk untuk masa sekarang dan masa depan yang terbebas dari makna absolut yang menjamin dirinya dan dunia ini. Dengan demikian setiap orang bisa menemukan tujuan hidupnya serta memberikan nilai kepada dunianya. Konsep ini akan menjadi kabur apabila manusia mencoba untuk mencari Tuhan-Tuhan baru atau menggantinya dengan konsep-konsep libido kosong. Hal ini bersandar pada konsep Nietzsche yang memang tidak bertujuan untuk mencari pengganti Tuhan dalam bentuk apapun. Kebenaran absolut memang tidak ada dan semuanya adalah kosong atau nihil. Oleh karenanya, manusia harus membuat sebuah interpretasi yang baru akan nilai. Sebuah manusia baru yang bisa memberikan interpretasi baru akan sebuah nilai dan dunia disebut Nietzsche sebagai Übermensch (an overman). Apapun yang kita kasihani terus-menerus dari diri kita ataupun yang sangat kita terlalu hargai merupakan ancaman bagi kebebasan kita. Nietzsche berpendapat bahwa seorang ubermensch adalah orang yang bisa melawan bentuk-bentuk nihilsme hidup yang dipenuhi dengan ilusi. Contohnya adalah Tyler Durden dalam film The Fight Club. Tyler Durden berhasil mencuci otak pengikutnya dengan perkataan nihilistik seperti, “You are not a beautiful or unique snowflake, you are the same decaying organic matter as everything else... All part of the same compost heap. You are not how much money you have in the bank. You’re not the car you drive, the contents of your wallet”. Cukup membingungkan memang kenapa perkataan dehumanisasi seperti ini bisa membangkitkan semangat pengikutnya. Tetapi untuk membuat sesorang menjadi lebih kuat, memang harus diperlukan sebuah bentuk dehumanisasi. Seorang übermensch adalah seorang yang kuat dan terus menerus mencari kebebasan. Kita bisa hidup dalam jangka waktu singkat dengan menjadi seorang yang bebas dan tanpa penyesalan atau kita bisa hidup panjang tetapi bersembunyi di dalam ketakutan dan terperangkap dalam kekosongan serta limitasi. Satu hal yang perlu diingat bahwa kita ditakdirkan untuk mati. Pilihan ada di tangan kita. • • •

desember 2013 akar. 13


TEROKA

gambar: http://1.bp.blogspot.com/-5tYqLb_xfvE/TuHUGQU10wI/AAAAAAAAAHc/bSQHhthIgUs/s1600/ruang-kosong.gif

BAGIAN DARI KETIADAAN FARADHA

Ruang. Apa yang terbayang ketika membaca kata pertama itu? Mungkin yang akan terbayang dalam diri kita adalah suatu ruang kotak yang merupakan bagian dari sebuah bangunan. Bayangkan bahwa ruang tersebut tanpa celah, jendela, ventilasi, bahkan lubang pintu sekalipun. Sekarang, kita coba mengartikan ruang secara lebih luas. Singkirkan tembok-tembok tersebut, bayangkan bahwa ruang adalah suatu tempat yang jauh lebih luas luas, tidak memiliki cahaya, debu, partikel, molekul, dan lain-lain. Dalam kedua hal yang kita sebut ruang kosong itu, akan mengarah pada suatu teori yang dikemukakan oleh Bertrand Russel: KETIADAAN YANG MUTLAK.

14 akar. desember 2013

Anggaplah bahwa ketiadaan yang mutlak ini adalah kondisi semesta jauh sebelum ada makhluk hidup apapun seperti yang kita ketahui saat ini. Lalu, jika sedari awal di dunia ini ketiadaan adalah suatu hal yang mutlak, akankah dapat muncul sebuah keberadaan? Jika pun ada keberadaan, akankah tidak ada ketiadaan mutlak pada saat ini? Ada yang berpendapat, �Tentu saja tidak ada yang dapat muncul dari ketiadaan yang mutlak, sehingga seharusnya ketiadaan mutlak akan selalu tetap ada. Jika ketiadaan mutlak pernah ada, maka akan selalu ada ketiadaan yang mustahil�. Namun, sekarang dunia dipenuhi dengan segala keberadaan, kan? Lantas, tidakkah ketiadaan mutlak sesungguhnya tidak pernah ada?


TEROKA

Mari kita sedikit beralih, kita bicarakan tentang seekor ikan yang hidup di samudera. Ikan tersebut dapat melihat karang, ikan lain, ubur-ubur, dan berbagai macam benda laut lainnya. Hal-hal tersebut ada dan terlihat jelas oleh si ikan. Tapi tahukah, ada satu hal yang tidak dapat dilihat oleh ikan itu. Apa? Jawabannya adalah air. Ikan tidak dapat melihat air karena dia sendiri tidak merasakan bahwa dia hidup di air, ikan itu hidup didalam —yang baginya— sebuah ketiadaan. Dan kita, manusia, sesungguhnya adalah salah satu bagian dari ketiadaan dari sudut pandang kita sendiri. Jika kita sudah dapat menghilangkan ke-‘aku’-an dalam diri kita dan menemukan keseimbangan serta ketenangan, berarti kita telah mengetahui bahwa alam adalah ketiadaan mutlak—dimana kita merupakan bagian darinya. Namun jika kita masih merasa bahwa diri kita ada, maka mungkin kita belum mengerti bahwa manusia tidak bertujuan untuk meng-‘ada’-kan eksistensinya. Ketiadaan mutlak selalu ada, tapi ketiadaan mutlak bukannya tidak dapat melahirkan sesuatu yang kita anggap ada. Sebab pada hakikatnya sesuatu yang sangat nyata akan menjadi maya, seolah-olah menjadi tiada. Itulah ketiadaan mutlak. •••

desember 2013 akar. 15


matra “TOTAL CONSCIOUSNESS”

ANTONIUS SATRIA “Beri lebih dari sepanjang hidupnya Untuk menjajak benar Sebagai manusia dari nol besar”

16 akar. desember 2013


pardika

MANUSIA NOL GUMAI AKASIWI

Kata-Nya aku akan melihat warna Tapi apa? Kulihat merah yang fana Kata-Nya aku bersama akan melihat pelita Tapi apa? Kubersama gulita Kata-Nya aku bebas berkarya Tapi apa? Aku kaku tak berdaya Ah, Tuhan berbohong Aku kosong Fenomena mentari meredup terus terjadi Merana masih aku, kusebut tragedi Kucari jalan keluar atau aku kembali Tapi daya sudah habis, tubuh tak bisa terkendali Mengapa Engkau melanggar janji? Aku kosong kembali Nadi berdenyut seketika Tubuh bergetar seketika Aku tersentak hanyut keluar dari eraman Aku menjerit layaknya pendosa Tuhan, ternyata Engkau tidak berbohong Aku melihat, warna, pelita, dan karya Nama-Mu dilantunkan dengan sempurna Tuhan, terimalah tangisan pertamaku sebagai permohonan ampun Aku lupa pesan-Mu bahwa aku bukan kosong, tapi bayi yang memulai semuanya dari NOL •••

desember 2013 akar. 17


plot

QUARTO TROFEO (PIALA KEEMPAT) OKTI P. ZAKARIA

FREYA menatap nanar pada tiga piala yang berjajar manis di lemari kaca Fakultasnya. Adalah Narendra Gautama yang pertama kali menyeretnya untuk terlibat dalam Olimpiade tahun ini. Ya, pria itu, kini sedang berdiri di sampingnya dengan perasaan bersalah yang tak dapat disembunyikan. “It’s okay, Re,” Narendra menoleh sekilas ke arahnya dan mengulas senyum manisnya. “Tapi, Ra, gue merasa gagal. Gue…gue… nggak menghasilkan apapun…selain kekecewaan ini,” Freya menunjuk dadanya. …dan sesak itu terasa lagi. * * * Tiga piala yang sekarang berada tepat dihadapan Freya adalah tiga piala yang didapat fakultasnya untuk olimpiade tiga tahun sebelumnya. Fakultasnya selalu mendapat juara umum di Olimpiade Universitas. Ya kecuali ta-

18 akar. desember 2013

hun ini, tahun pertama saat ia didaulat Narendra yang sedang menjabat sebagai Kepala Departemen Olahraga di Fakultasnya untuk jadi ketua kontingen. Akhirnya ia dan Dheo lah yang berjuang setengah mati untuk mempersiapkan seluruh kontingen. Namun satu hal, dari kerja berat selama empat bulan itu, Freya dan Dheo sepakat akan sesuatu hal: Anak-anak ini, semua mahasiswa baru, yang selama ini mereka latih dari nol punya sesuatu yang tidak dipunyai tim tahuntahun sebelumnya, semangat dan kemandirian. Sistem baru, seandainya ia bisa menyalahkan, setengah mati ia ingin menyalahkan sistem atau apapun faktor lain yang terlibat. Terlebih lagi Narendra terlalu terfokus pada cabang Basket yang merupakan keahliannya, sekaligus bidang olahraga yang paling bergengsi menurutnya kala itu, dan Freya tetaplah Freya yang


PLOT: QUARTO TROFEO tidak sampai hati melimpahkan kesalahan pada orang lain; ia hanya mampu menyalahkan dirinya sendiri hingga hatinya sesakit ini. Tapi tetap, ketiadaan piala dan gelar juara umum yang lepas menjadi menu wajib pembicaraannya dengan teman-temannya di kampus. Semua memberi dukungan moral dan menyemangatinya. Hanya saja...sesak itu terasa lagi. * * * Fakultas tempat Freya menimba ilmu, selalu berhasil memboyong juara pertama, kecuali tahun ini. Ya, untuk pertama kalinya ia gagal. “Reeee! Yuk, jalan! Kan kita mau makan bareng sama kontingen. Lo harus datang atau anak-anak itu bakal sedih banget nggak ada lo,” Dheo tiba-tiba datang menghambur ke arah Freya dan Narendra. Freya hanya menoleh pelan ke arah Dheo lalu kembali menatap lemari kaca di depannya, dengan raut wajahnya yang semuram langit malam. Dheo yang tidak suka melihat Freya seperti itu, langsung menyeret gadis itu ke mobilnya, meninggalkan Narendra begitu saja di Lobby Fakultas. Roda Lancer merah Dheo bergulir menuju taman di dekat perpustakaan Universitasnya. “Oke, kita mulai dengan satu pertanyaan sederhana…,” tanya Dheo sesampainya di salah satu kursi taman yang menghadap ke danau, gaya khasnya ketika ingin memulai perbincangan agak serius dengan Freya. “...kalau lo berkesempatan dapetin piala

itu dengan konsekuensi Nara, Firza, dan Riana harus keluar dari tim, lo mau nggak?” Freya menggigit bibirnya agak bingung lalu memejamkan matanya sejenak, membayangkan. Tidak lama kemudian ia menggeleng. “Kok begitu, sih, Yo. Nggak mauuu... Gue sayang mereka bertiga,” wajah Freya seketika tertekuk, ia tidak suka membayangkan ia kehilangan tiga ‘anak’ nya. “Berarti lo lebih suka begini, nggak ada piala, tapi semua lengkap? Full team?” tanya Dheo lagi, pertanyaan menjebak. “Iya sih, tapi...,” Freya memainkan rambutnya, berpikir sebelum akhirnya ia melanjutkan.

“...Ketika lo tidak berhitung telah memberi apa atau diberi apa; dan dalam ketiadaan lo masih mencinta, bukankah itu yang“ namanya CINTA?” Tapi gue sedih setiap ingat kegagalan tahun ini, gue sedih setiap dengar orang-orang ngomongin itu, membandingkan kontingen tahun ini dengan tiga piala sebelumnya. It’s not fair, Yo! Kita kerja lebih keras dan anak-anak sepotensial itu. Ini cuma masalah kurangnya waktu persiapan karena sistem yang berantakan...,” Dheo merengkuh Freya yang sudah mulai emosional.

desember 2013 akar. 19


PLOT: QUARTO TROFEO

“Gue sayang sama lo, Yo, sama mereka. Makanya gue sesedih ini. I do love all of you...,” sambung Freya lagi. Lalu mulailah Dheo yang memang otaknya agak filosofis menceramahi Freya tentang apa itu cinta. Kali ini klausa ‘Love is Zero’ yang jadi bahannya. “Love is Zero. Nol sering diibaratkan ketiadaan, tapi menurut gue nol malah satu-satunya angka yang menggenapkan. Mengantarkan angka yang satu naik ke level angka selanjutnya; dan mereka seketika hampa tanpa nol.” Freya mengangguk-angguk ketika Dheo mengatakan kalau kekosongan dan keutuhan bagai dua sisi yang tak bisa dipisah atau dibelahbelah. Hingga kalimat terakhir dari Dheo lah yang sanggup membuat Freya tersenyum dan merelakan semuanya. “Cinta adalah nol. Ketika lo tidak berhitung telah memberi apa atau diberi apa; dan dalam ketiadaan lo masih mencinta, bukankah itu yang namanya CINTA?” Dheo meraih dan

20 akar. desember 2013

menaruh tangan Freya di dadanya. “Karena juara tak selamanya tentang piala, ia juga bisa berarti keluarga,” kala itu ada sejumput hangat yang mulai merambat di sela hati Freya. Cinta yang merelakan, cinta yang menerima, cinta yang benar-benar cinta. “And here’s your 4th trophy. Because we’re not just a team, we’re family,” sambung Dheo lagi. Freya merengkuh Dheo erat, entah harus bagaimana ia menyampaikan terima kasihnya untuk Dheo. Ia kemudian menarik tangan Dheo menuju Lancer merah yang sedari tadi dibiarkan terparkir asal-asalan di bibir jalan. “Yuk makan, gue lapar!” senyum manis Freya mulai menghiasi mobil Dheo lagi dan ia selalu suka itu. * * * “Jadi masihkah kau takut terjatuh, sekedar sebagai kendaraan untuk mengantarkanmu bangkit lagi?” • • •


pukau

desember 2013 akar. 21



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.