PRAKATA
Cokelat! Salah satu makanan paling iconic yang pernah dibuat oleh tangan manusia. Terkadang menjadi icon dari kelezatan, terkadang menjadi simbol dari kemewahan, dan terkadang menjadi simbol dari cinta dan segala problemanya. Hari ini, bertepatan dengan apa yang dikenal dalam budaya Barat sebagai hari kasih sayang, majalah AKAR kembali hadir di tengah Anda. Bagi kami, edisi ini adalah sebuah edisi yang spesial. Edisi yang menancapkan kesadaran dan platform di hati masing-masing dari kami. Anggap saja edisi ini sebagai hadiah kami kepada pembaca sekalian, karena telah mendukung dan memberikan semangat luar biasa bagi kami untuk terus berkarya di tahun 2014. Dengan segala kerendahan hati, kami mempersilahkan pembaca sekalian untuk menikmati hadiah dari kami. Silakan ‘menyantap’ cokelat!
SENARAI Aforisme………………1 Ulas………………5 Fragmen………………7 Teroka………………12 Matra………………15 Pardika………………16 Plot………………18 Pukau………………21
Pemimpin Redaksi Yasser Mandela Editor Faradha Layouting Nugi Wicaksono Ilustrasi Okti P. Zakaria Dwas Syahbanu Multimedia Waskitha W. Galih Dwas Syahbanu Gumai Akasiwi Kontributor Dwitasari
foto sampul: Nugi Wicaksono © 2014 Majalah AKAR.
aforisme
?
APA YANG SAYA PIKIRKAN SEBELUM MEMAKAN SEBATANG COKELAT
WASKITHA W. GALIH
S
ebelum saya menulis tulisan ini, saya memakan sebatang cokelat yang saya temukan di kulkas rumah. Ya, saya tuliskan sekali lagi, saya ‘temukan’ karena bukan saya yang membeli cokelat itu, mungkin Ibu saya yang membelinya. Tetapi, beliau selalu membeli cokelat memang untuk konsumsi keluarga, bukan untuk dirinya sendiri. Selanjutnya, saya memutuskan untuk memakan cokelat itu. Setelah makan, saya beranjak ke laptop dan menulis tulisan ini. Bahkan, masih ada sisa cokelat yang menempel di jari saat saya mengetik tulisan ini. Sebelum saya memakan cokelat itu, saya berpikir kurang lebih selama tiga menit. Melalui tulisan ini, mulai dari paragraf selanjutnya, saya ingin berbagi kepada Anda tentang apa yang ada di otak saya selama 180 detik itu. Satu batang cokelat. Mungkin berharga Rp15.000,00. Apa saya akan memakannya? Seharusnya saya akan memakannya. Apakah
cokelat ini baik untuk saya? Banyak orang menyukai cokelat karena manis rasanya. Saya memiliki seorang teman yang sangat menyukai cokelat. Setiap mampir ke mini-market pastilah ia membeli sebatang cokelat, atau paling tidak sebungkus es krim atau susu rasa cokelat. Banyak olahan makanan dan minuman yang menyediakan cokelat sebagai pilihan rasanya: roti, donat, surabi, ketan, es krim, susu, bahkan sebagai campuran sirup obat batuk, semuanya memakai cokelat. Saya pikir mayoritas manusia menyukai cokelat, meskipun tidak seperti halnya teman saya itu. Cokelat, saya pikir, juga merupakan salah satu bentuk pemberian paling umum saat Hari Valentine, hari kasih sayang. Mungkin cokelat yang diberikan pada yang orang tersayang bukan cokelat yang akan saya makan ini. Mungkin cokelat yang berharga lebih mahal, berkualitas lebih baik —apapun itu, entah lebih murni atau lebih manis, memiliki bungkus yang lebih
februari 2014 akar. 1
AFORISME romantis, atau bahkan cokelat yang dibuat dan dibungkus sendiri, supaya berkesan lebih istimewa. Cokelat sebagai simbol kasih sayang diberikan kepada orang-orang yang istimewa dan pada momen yang juga spesial. Seorang pria, Abdul, memberikan cokelat pada Ani, seorang wanita yang ia sayangi, dan Ani ternyata menerima sekaligus cokelat dan Abdul sebagai kekasihnya. Atau sepasang kekasih, Dedi dan Desi, yang bertukar cokelat sebagai penanda hari jadi mereka. Atau seorang anak, Mario, yang memberikan cokelat pada kedua orang tuanya sebagai simbol rasa terima kasih atas segala rasa manis yang telah diberikan oleh orang tuanya yang telah membesarkannya. Ya, banyak orang yang menyukai cokelat. Kecuali Ralph. Karakter Ralph dalam film animasi Wreck-it Ralph (2012) membenci cokelat. Mengapa Ralph membenci cokelat? Tidak dijelaskan dalam film dan sepertinya tidak hanya Ralph yang tidak suka cokelat. Jika dipikir, ada kemungkinan Ani tidak menerima baik Abdul maupun cokelatnya. Mungkin karena Ani tidak terlalu menyukai Abdul atau tidak terlalu menyukai Abdul dan cokelat. Bisa jadi, Dedi dan Desi adalah mantan kekasih yang bertukar cokelat dalam suasana bersembunyi dari istri, suami dan anak-anak mereka. Atau bahkan, Mario yang bangkrut dan menginginkan rumah orang tuanya, nekat untuk mencampur cokelatnya dengan sianida. Ya, cokelat juga membawa kegetiran. Saya beberapa kali membaca karya-karya penulis yang merelasikan cokelat dengan kepahitan, mengam-
bil sudut pandang rasa pahit yang terasa saat memakan cokelat. Hal-hal yang telah saya sebutkan di paragraf sebelumnya memang merupakan kegetiran-kegetiran fiktif belaka. Jika ingin melihat kegetiran nyata dari cokelat, mari kita melihat ke Afrika Barat. Pantai Gading adalah negara produsen terbesar biji-bijian kakao—40 persen dari total produksi biji-bijian kakao di dunia.* Industri cokelat yang bernilai lebih dari 80 miliar USD itu, tragisnya, dijalankan oleh tangan-tangan buruh anak-anak Pantai Gading.** Anak-anak tersebut dipisahkan dari ibuibunya, diperdagangkan dan dipekerjakan bak budak-budak di perkebunan kakao. Bukannya mengalami masa kecil yang normal —bermain dan belajar seperti anak-anak pada umumnya— mereka dipaksa memegang belati untuk memanen biji-bijian kakao, menarik gerobakgerobak, dan mengerjakan pekerjaan yang sangat berat dan berbahaya lainnya. Hal ini juga terjadi di Ghana, negara tetangga Pantai Gading.
Apa anak-anak Pantai Gading itu akan bahagia setelah memakan cokelat di kebun-kebun itu? Mungkin mereka malah akan dipukuli oleh majikan mereka... Masih memegang sebatang cokelat lagi yang belum saya buka bungkusnya, saya jadi merasa tidak sanggup untuk memakan cokelat itu sementara otak saya masih membayangkan anak-anak tersebut. Banyak iklan-iklan produk-
*) Laporan World Cocoa Foundation tahun 2012 **) Film Dokumenter BBC One Panorama: Chocolate – The Bitter Truth
2 akar. februari 2014
AFORISME produk cokelat yang menampilkan orang-orang yang bahagia, terinspirasi, dan bersemangat setelah memakan cokelat produk mereka. Apa anakanak Pantai Gading itu akan bahagia setelah memakan cokelat di kebun-kebun itu? Mungkin mereka malah akan dipukuli oleh majikan mereka karena dianggap mencuri. Berbicara mengenai iklan, ada satu iklan produk cokelat yang sangat unik menurut saya. Iklan tersebut menampilkan seorang karakter wanita Jepang yang berusaha memecahkan rekor waktu terlama untuk tidak berkedip. Di iklan itu digambarkan bagaimana wanita itu membasuh muka, mencium pasangannya, terkena bola di kepala, bahkan bersin, tanpa mengedipkan matanya. Usahanya telah berjalan selama 23 jam dan masyarakat dunia sangat bersemangat menyaksikannya. Sampai pada saat penghitungan mundur pecahnya rekor dunia, wanita itu memakan cokelat produk iklan tersebut. Karena saking nikmatnya rasa cokelat itu, tanpa sadar wanita itu mengedipkan matanya. Buyarlah semua usahanya. Sebuah iklan yang cerdas, juga tragis. Tetapi, tentu saja masih jauh lebih tragis apa yang terjadi pada anak-anak di kebun-kebun kakao Pantai Gading dan Ghana, tempat di mana cokelat yang dimakan oleh wanita Jepang itu diproduksi. Citra sebatang cokelat di genggaman saya ini semakin jatuh di mata saya. Saya semakin ragu untuk memakan cokelat ini. Saya seharusnya tidak memakannya. Cokelat ini tidak baik untuk saya. Beberapa waktu lalu saya mencoba alat tes gula darah milik paman saya. Cara kerjanya begini: jari saya ditusuk semacam
pen jarum kecil hingga keluar darah, kemudian darah yang keluar disentuhkan pada detektor alat tersebut. Setelah menunggu beberapa saat, alat tersebut akan menghitung tingkat gula darah saya. Hasilnya, tingkat gula darah saya masih dalam batas normal, namun di atas rata-rata hingga mendekati batas maksimal. Saya terkejut karena saya menduga tingkat gula darah saya akan rendah mengingat badan saya yang relatif kurus. Paman saya mengatakan bahwa tingkat gula darah dan berat badan tidak berhubungan. Setelah didiagnosa saya disarankan untuk mengurangi makanan dan minuman bergula, terutama soda (saat itu saya memang sering mengonsumsi soda). Saya tidak bisa memakan cokelat ini, kata saya dalam hati. Tetapi, sebelum saya beranjak untuk mengembalikan sebatang cokelat itu ke dalam kulkas, saya teringat bahwa cokelat adalah makanan Para Dewa. Nama latinnya Theobroma cacao. Theos artinya ‘tuhan/dewa’, broma artinya ‘makanan’. Food of the Gods. Bahkan Para Dewa suka makan cokelat setelah melihat apa yang terjadi di Pantai Gading dan Ghana, kegetirankegetiran di balik cokelat-cokelat itu. Jadi, sebenarnya tidak masalah, bukan? Lagipula, cokelat baik untuk kesehatan, baik untuk jantung dan juga sebagai antioksidan. Saya juga belakangan mengalami sedikit stres dan kabarnya cokelat bermanfaat untuk menurunkan stres. Saya juga teringat cerita romantis sejarah Hari Valentine. Saya juga sedang lapar. Akhirnya, saya menikmati sebatang cokelat itu sampai habis, sambil menonton televisi. Secepat itu saya memutuskan dan sesantai
februari 2014 akar. 3
AFORISME
itu saya memakan dan menghabiskannya. Setelah berbagai hal muncul bergantian dalam otak saya, pada akhirnya saya memakan cokelat itu. Terkesan tidak peduli dan mengabaikan, namun memang begitu adanya. Tidak peduli berapa banyak orang yang suka cokelat atau membenci cokelat, menganggap cokelat itu manis atau pahit, seberapa menyenangkan atau tragisnya peristiwa yang terkait dengan cokelat, pada akhirnya, saya memakan cokelat itu. Sebut saya bebal, tetapi tidak ada yang bisa membuktikan bahwa cokelat benar-benar manis atau pahit, baik atau jahat. Apa yang ada di dunia ini hanyalah ceritacerita yang meyakinkan. Seberapa meyakinkan cerita-cerita itu, dikurangi dengan seberapa lapar perut saya, itulah kesimpulan yang didapat. Lagipula, bukankah kita percaya karena kita ingin percaya? • • •
4 akar. februari 2014
ulas
BALANCE VAN HALEN Artis Label Tanggal Terbit Produser Personel
: Van Halen : Warner Bros : 24 Januari 1995 : Bruce Fairbairn : Eddie Van Halen - Gitar, Keyboard, Penyanyi latar; Sammy Hagar – Penyanyi; Michael Anthony - Bass, Penyanyi latar; Alex Van Halen - Drum, Perkusi.
OKTI P. ZAKARIA Van Halen, dengan segala lika-liku dalam band yang sempat berganti formasi itu, kabar baiknya adalah, dalam satu hari setidak-tidaknya dalam tahun 1995 karya itu lahir: BALANCE. Menikmati album kesepuluh ini – buat saya – seperti menyantap cokelat hitam atau dark chocolate (cokelat yang katanya cokelat terbaik karena memiliki manfaat yang lebih banyak dari jenis cokelat lain). Ya, gigitan pertama membuat lidah terbuai dengan manisnya cokelat namun disana, di kunyahan terakhir, tetap ada pahit yang tak bisa dihindari. Dalam album yang juga berisikan lagu instrumental ini Eddie dan yang lain seolah ingin menyampaikan kedua sisi kehidupan dalam musik mereka, dan saya ingin anda merasakannya khususnya pada bagian dimana band ini membahas tentang cinta (tenang, saya tidak akan membicarakan masalah cover album ini
yang cukup kontroversial apalagi membandingkan David Lee Roth dengan Sammy Hagar). Cinta? ya, cinta. Hey, musik rock tidak melulu tentang pemberontakan, kebrutalan atau hal-hal ‘keras’ lainnya loh. Kadang dari genre inilah puji-pujian cinta yang seringkali terdengar gombal dan memuakkan bisa benar-benar ‘menyentuh’ hati kita. Ya, cinta dengan segala lika-likunya. “I can’t stop lovin’ you And no matter what you say or do You know my heart is true, oh I can’t stop lovin’ you” Manis bukan? Tapi tunggu sampai gigitan terakhir, ada pahit yang menanti di ujung rasa, pedih yang tak ingin menunggu lama.
februari 2014 akar. 5
ULAS “And I...... I’m tired of hearing what love can do and I..... Ain’t gonna tell you what’s right for you” Ketika rasa sudah terlalu letih mencoba, dan hati telah terlampau sakit untuk peduli. Ketika seluruh cinta yang ada sudah tidak cukup untuk membuat jiwa bertahan. “Love hurts sometimes It’s not so easy to find, no Searchin’ everywhere...” Lalu cinta akan datang lagi –atau kita yang sesungguhnya mencari?–, terjatuh lagi, hancur lagi, mengutuki segalanya lagi, hingga hati terbarui, dan mencinta lagi. “To love somebody foolishly Can happen once To love somebody hopelessly It hurts so much” Lalu begitulah selanjutnya. “Is not enough ...” Seperti Forrest Gump pernah bertutur dari ibunya: “Life is like a box of chocolate, you’ll never know what you’re gonna get”. Begitu juga album ini. Ia bisa membuat tubuh berjingkrak sambil teriak, atau terdudul di pojok kamar sambil meratap (CINTA?). Adalah pilihan Anda untuk percaya pada tulisan saya atau merasakan sendiri manis dan pahit musik Van Halen dalam ‘BALANCE’. •••
6 akar. februari 2014
fragmen
MOMENTUM
Episode 3 – It’s Never Too Late WASKITHA W. GALIH
“Bagi Airin, saat ini, yang terpenting adalah ia harus segera bertemu ayahnya dan mencegahnya untuk pergi. Tolong, tolonglah Ayah, jangan pergi. Sesampainya di jalan raya, Airin menghentikan sebuah taksi. Ia masuk ke dalam taksi itu dan berkata pada sopir, “Bandara Soekarno-Hatta. Secepat mungkin, Pak.”
SEBELUMNYA
DIANA Halim berjalan cepat dari parkiran mobil menuju kantornya. Wanita berusia 45 tahun itu mendorong pintu masuk dengan tangan kiri sementara tangan kanannya memegang segelas kopi. Setelah berada di dalam, Diana meminum sedikit kopinya. Ah, aku lupa meminta krimer, sesalnya. “Aku dapat pesan suaramu. Dia sudah di dalam? Hmm…kopi?” kata Diana pada Mario, resepsionisnya, sambil meletakkan kopinya di atas meja pria muda itu. “Kopi untuk Hari Valentine? Thanks, Diana. Yeah, dia sudah menunggu sejak…40 menit yang lalu,” kata Mario sambil melihat jam tangannya. Diana menghela nafas panjang sebelum melangkah menuju ruang kerjanya. Ia mengetuk
pintu dua kali kemudian membuka pintu dan melangkah masuk. Seorang wanita yang mengenakan mantel hitam dan celana panjang hitam, berdiri di dekat jendela, memandang ke luar, membelakanginya. Tangan kanan wanita itu memegang sebatang rokok yang sudah disulut. “Kamu tidak perlu mengetuk ruang kerjamu sendiri, Di,” kata wanita itu tanpa menoleh pada Diana. Diana melangkah menuju wanita itu, kemudian memeluknya dari belakang. “Merindukanku, ya? Selasa baru kemarin, Sayang. Hari ini memang Valentine, tetapi kita kan sudah merayakannya kemarin. Aku punya dua sesi hari ini. Kamu tidak bisa pagi-pagi muncul, kecuali ini hari Selasa, Sheila. Aku juga merindukanmu,
februari 2014 akar. 7
FRAGMEN: MOMENTUM (3) tapi bagaimana dengan pasienku? Bagaimana dengan suamimu?” “Dia tahu, Di.” Sheila menghisap rokoknya dalam-dalam, kemudian menghembuskannya pelan. Diana melepaskan pelukannya, “Siapa?” Sheila membalikkan badannya menghadap Diana. Matanya telah merah, ada bekas luka di bibirnya, dari mulutnya tercium bau rokok dan alkohol. Sheila terbata, “Januar… Suamiku... Dia tahu, Di...Dia mengamuk.” Diana menutupi mulutnya dengan kedua tangannya. Tanpa sadar, ia menggeleng-gelengkan kepalanya. *
*
*
Gerimis membasahi Bandara SoekarnoHatta. Di dalam sebuah kedai kopi di koridor bandara, Januar memandangi tiket pesawatnya di atas meja. Ia belum memesan apapun sejak ia duduk di kedai itu 20 menit yang lalu. Sesekali, manajer kedai mengawasi Januar. Ini kali ketiga dalam dua bulan terakhir ia mendapati pengunjung yang bertingkah seperti Januar: masuk kedai, tidak memesan apa-apa, hanya diam saja. Biasanya mereka memang tidak memesan apaapa dan pergi begitu saja. Ia sendiri merasa tak masalah karena menurutnya bandara memang tempatnya orang-orang seperti Januar. Orangorang yang memiliki masalah atau sedang melarikan diri dari masalah. Lagipula, kedai kopinya tidak pernah terisi penuh, apalagi di bulan September ini. Bisa dibilang, tahun 2007 bukan tahun terbaik bagi kedai kopinya. Bahkan hari ini
8 akar. februari 2014
hanya Januar saja yang mengunjungi kedainya. Kondisi ini membuat dua karyawan kedai bisa seru menonton pertandingan sepak bola Liga Champions antara Barcelona melawan Lyon di televisi yang digantung di pojok ruangan kedai. Januar berhenti memandangi tiket pesawatnya, sesaat bayangan seseorang muncul di hadapannya. Januar mendongakkan kepalanya, ia mengambil nafas panjang. Di depannya telah berdiri Airin, putri semata wayangnya. Januar menyandarkan punggungnya ke belakang. “Jangan pergi, Yah,” kata Airin. Januar memperhatikan seragam SMA Airin. Ada beberapa noda darah yang masih segar di bajunya. Ada banyak pertanyaan di otak Januar, tapi tak satupun ia tanyakan pada anaknya. Manajer kedai sesekali memperhatikan mereka. Ini merupakan sesuatu yang baru baginya. “Duduklah, Ai,” kata Januar setelah beberapa saat. Airin menurut, ia duduk di depan Januar. “Ayah pernah ke sini sesekali. Mereka punya es krim cokelat yang enak di sini.Hampir sama enaknya dengan es krim cokelat di toko Bu Mien.” Airin tersenyum. Ia sangat senang dan hampir menangis karenanya. Setelah enam tahun tidak bertemu ayahnya, tiba-tiba ia kembali ke masa ini, kembali berbicara dengan ayahnya. Ia dan ayahnya suka es krim cokelat di toko Bu Mien. Ia berusaha mengingat, kapan ia terakhir kali makan es krim cokelat di toko Bu Mien bersama ayahnya. Airin tidak pernah kembali lagi ke toko Bu Mien semenjak ayahnya meninggalkan ia dan Sheila, ibunya.
FRAGMEN: MOMENTUM (3) “Tidak di sini. Ai ingin makan es krim cokelat di toko Bu Mien bersama Ayah… Jangan pergi,” kata Airin pada Januar. “Kita baru ke sana minggu lalu, Ai.”Januar tersenyum. Airin ingat. Minggu lalu adalah minggu pertama masuk sekolah setelah libur panjang hari raya. Ia kelas 3 SMA sekarang. Di hari pertama masuk sekolah, ayahnya lah yang menjemputnya pulang. Di perjalanan pulang, Januar mengajak Airin mampir ke toko Bu Mien untuk menikmati es krim cokelat. “Ai ingin ke sana lagi. Pulanglah, jangan pergi, Yah.” “Kamu tidak mengerti, Ai.” “Ai mengerti semuanya. Februari lalu Ayah mengetahui semuanya. Ibu dan Diana. Ai tahu, Ayah.” Januar mengernyitkan dahinya, “Bagaimana kamu bisa tahu?” Airin tersenyum. Ia mengetahui Sheila berselingkuh dengan Diana, saat ia baru lulus SMA, setahun setelah Januar pergi. Tetapi, ia tidak berencana menceritakan tentang apa yang ia alami pada Januar. Ayahnya takkan mengerti. Airin juga tidak berharap ayahnya akan percaya apabila ia bercerita padanya bahwa ia baru mengalami perjalanan waktu dari enam tahun yang akan datang. “Ya, Ai tahu Ayah mengetahuiIbu berselingkuh dengan Diana, terapisnya Ibu, kan? Sejak Februari itu Ai sering mendengar kalian bertengkar. Tetapi baru tadi Ai mendengar piring pecah dan Ayah memukul Ibu.”
“Ayah minta maaf kamu harus tahu semua ini.” “Cepat atau lambat, Ai juga akan tahu, Ayah. Ayah juga tidak perlu minta maaf, Ai bisa mengerti. Tetapi, Ayah tidak bisa pergi begitu saja.”
“Tapi ini bukan hanya tentang Ayah dan Ibu saja, ini juga tentang Ai dan masa depan Ai,” Januar menghela nafas panjang. “Ibumu membohongi Ayah, Ai. Dua puluh tahun. Ibumu hanya menggunakan Ayah supaya ia bisa diterima lingkungannya. Kamu tahu Ibumu, Ai, dia wanita yang ambisius. Ayah tahu itu dan terlalu bodoh untuk menyadarinya. Februari yang lalu, Ayah menemukan foto-foto Ibumu dengan terapisnya itu di ponselnya. Ayah waktu itu mengamuk, tetapi Ayah masih memikirkanmu, Ai. Ayah pikir, perkawinan ini harus bisa diselamatkan, demi kamu. Ayah berusaha untuk ikhlas dan kuat. Tetapi, tadi malam adalah puncaknya. Ibumu pulang kantor dalam keadaan mabuk, Ayah kembali melihat isi ponselnya. Ibumu masih berhubungan dengan Diana. Ayah lepas kontrol, Ai. Ayah tidak sanggup lagi.” “Tapi ini bukan hanya tentang Ayah dan Ibu saja, ini juga tentang Ai dan masa depan Ai.” Airin berusaha mengatur nada bicaranya. Januar kagum pada putrinya. Airin terdengar seperti Sheila, sangat dewasa dan cerdas, kecuali Airin bukan wanita lesbian yang membohongi dirinya.
februari 2014 akar. 9
FRAGMEN: MOMENTUM (3) “Ayah tahu, Ai, tetapi Ayah tidak tahu apa yang bisa Ayah lakukan untuk mempertahankan perkawinan ini sementara Ayah merasa terinjak.” “Ibu mencintai Ayah. Ibu sendiri yang bilang ke Ai. Hubungan Ibu dan Diana hanya sebatas pemenuhan kebutuhan Ibu saja, tidak ada perasaan lebih,” kata Airin. Sheila mengatakan ini pada Airin setahun dari sekarang, saat Sheila bercerita tentang apa yang sebenarnya terjadi hingga membuat Januar meninggalkan mereka. Saat itu adalah sehari sebelum Airin kabur dari rumahnya. “Dengarkan Ai, Yah. Ai baru saja mengalami kejadian luar biasa. Ai kembali ke masa ini, dari masa depan. Dan bisa jadi, Ai tiba-tiba akan kembali ke masa di mana Ai seharusnya berada. Kemungkinan besar, semuanya akan sama saja keadaannya. Ibu akan stres dan sakit-sakitan apabila Ayah pergi. Ai akan kabur dari rumah dan selanjutnya hidup Ai akan bertambah buruk.” Januar terdiam.Ia memandangi Airin penuh tanya, kebingungan. “Ai tahu apa yang akan terjadi, Ayah. Ai ingin merubah semuanya. Tolong, jangan pergi.” “Ayah tidak mengerti.” Airin memandang ke siaran pertandingan di televisi. “Ayah tahu kan, Ai fans Barcelona.” Januar mengangguk. “Ai pernah menonton pertandingan ini. Sebentar lagi, pemain Lyon akan melakukan gol bunuh diri.” Sesaat kemudian, dua karyawan dan manajer kedai yang asyik menonton pertandingan itu bersorak. Gol bunuh diri Francois Clerc, gol untuk Barcelona.
10 akar. februari 2014
Januar terperangah, dahinya mengernyit. Airin melihat mata Januar, berusaha membaca apakah ayahnya memercayainya. Begitu pula sebaliknya, Januar juga melihat mata Airin, berusaha mencerna dan memercayai apa yang baru saja dikatakan putrinya itu. “Apa yang terjadi padamu, Ai, apabila Ayah pergi?” “Aku akan menceritakan semuanya di perjalanan pulang, Ayah.” Januar menggeleng-gelengkan kepalanya, memikirkan sesuatu. “Dan, jika Ayah pulang, maka semuanya berubah?” “Aku harap begitu. Harus ada yang berubah. It’s never too late, Yah. Pulanglah, demi Ai,” ujar Airin. Januar berdiri dari tempat duduknya.Ia berjalan di samping Airin yang masih duduk di kursi, kemudian ia berlutut hingga kepalanya sejajar dengan kepala Airin. Januar memeluk Airin. “Ayah sayang Ai. Apapun Ayah akan lakukan demi Ai. Ai tahu itu, kan?” “Ai tahu, Ayah.” Air mata Airin menetes. Ia bahagia, setidaknya ia bisa merubah sesuatu yang ia selalu andai-andaikan untuk bisa berubah. Airin berhasil meyakinkan ayahnya untuk kembali. Januar melepaskan pelukannya setelah beberapa saat.Ia memandangi putrinya. Mereka berdua tersenyum. Manajer kedai dan kedua karyawannya pun tersenyum, meskipun Januar dan Airin belum memesan apapun di kedai itu. “Toko Bu Mien pagi ini?” “Tentu saja, Ayah.”
FRAGMEN: MOMENTUM (3) Januar terdiam sejenak, “Tunggu, berarti Ai tahu siapa pemenang Liga Champions tahun ini?” “Tahun ini dan enam tahun ke depan. Ai hafal benar, Ayah.” Airin dan Januar tersenyum. “Kita akan bersenang-senang, Ai. Ayah tahu itu,” kata Januar sambil menggandeng tangan putrinya, kembali pulang ke rumah mereka. Di sudut bumi yang lain, lebah-lebah mengubah ritme tarian mereka. Semut-semut berhenti sejenak dan mengubah rute perjalanannya.Pasang surut laut, siklus hujan, mekarnya bunga matahari, semuanya berubah. Bahkan jarak orbit antar planet pun berubah. Semesta menyeimbangkan dirinya, membentuk pola yang berbeda, mengikuti detak yang baru. • • BERSAMBUNG • •
februari 2014 akar. 11
teroka
gambar: manusiapc.wordpress.com
KOTAK HARAPAN YASSER MANDELA
Apakah kamu percaya akan malaikat pembawa harapan?
Dia yang datang dengan tiba tiba ke dalam nafas dan detak, yang terbit laksana bulan dalam gelap. Malaikat yang tiada gusar wajahnya, namun teduh seakan memayungi khalayak ramai yang berada di sekitar. Perlahan malaikat itu semakin mendekat, diiringi gemercik rintik hujan yang sedari tadi menari-nari turun dari awan. Senyumnya memantulkan rintik-rintik yang singgah di wajah. Dia bagai surga yang menjelma ke dalam dunia fana. Malaikat itu memberikan kotak cokelat berbentuk hati kepadaku. Dia bilang, kotak ini adalah kotak harapan. Satu dari sekian banyak hadiah yang diberikan oleh langit kepada manusia. Hadiah bagi mereka yang bimbang, bagi mereka yang pernah di kecewakan. Dia bilang, cokelat ini akan memadamkan arus pasang dari hati yang tiada mampu surut. Dia bilang, cokelat ini adalah obat dari segala kegundahan yang tiada mampu hilang semenjak hari penuh makna itu. Dia bilang, cokelat ini adalah cinta. Haruskah aku kembali percaya pada cinta? Haruskah aku kembali mempertaruhkan hati pada meja judi besar bernama sayang? Haruskah aku memakan cokelat bersari harapan ini? Aku hanya ingin bertanya kepada kamu, yang kuharap tahu apa jawabnya. • • •
12 akar. februari 2014
TEROKA GUMAI AKASIWI
http://rebloggy.com/post/photography-black-and-white-life-sad-movie-inspiration-black-white-wow-true-fr/42087364238
“Ayah, mengapa harus cokelat?” “Maksudmu?” “Kenapa cokelat untuk ungkapan kasih sayang? Mengapa tidak mobil-mobilan atau perangkat baru?” “Karena dulu ada sepasang cokelat, mereka terlalu dekat. Keduanya saling mengasihi hingga suatu saat si cokelat pria merasa dikhianati sehingga ia memakan tubuh si cokelat wanita” “Loh, aneh... Dan?” “Dan si pria merasa amarahnya meredam tiba-tiba, gairahnya meningkat dan dia kembali bersemangat” “Apa karena ia makan cokelat?”
februari 2014 akar. 13
TEROKA
“Benar, karena itulah khasiat cokelat. Tapi, satu yang paling kuat ia rasakan” “Bahagia?” “Bukan, tapi sakit, terlalu sakit hingga ia berujung di penjara” “Mengapa sakit?” “Karena yang ia makan adalah hati” “Jadi coklat adalah hati?” Sang ayah tak menjawab, hanya bersikeras menyembunyikan tangis. Suasana senyap, sang anak perlahan meninggalkan jeruji besi itu, menjauh pelan dari sang ayah... •••
14 akar. februari 2014
matra
Gambar: Dwas Syahbanu
februari 2014 akar. 15
pardika
PESAKITAN FARADHA
Aku dengar tentang seseorang beberapa bulan silam Dan tentangnya Kutakkan pernah habis berbicara Nampaknya Aku lihat seseorang beberapa minggu silam Dan tentangnya Lamunku takkan pernah henti Nampaknya Aku kenal dengan seseorang Dan tentangnya Aku takkan berhenti men’dewa’kannya Nampaknya Hidupku setahun belakangan dilingkupi bayangnya Bahkan yang kusangka akan segera berakhir Tak kunjung datang sang akhir itu Padahal aku mengetahui bahwa dirinya tak sama denganku Perasaannya tak sama denganku Ah, miris rasanya...
16 akar. februari 2014
“Kau bagai cokelat,” kata kawan “Buahnya bernama cokelat Ketika sudah masak namanya juga cokelat Bahkan warnanya cokelat Konsisten” Ah ya, benar Tapi lebih jauh dari itu Cokelat itu memang bagaikan rasa yang kumiliki Konsisten dan pahit Aku tergelak sendiri Aku bagai pesakitan • • •
februari 2014 akar. 17
plot
COKELAT
DWITASARI (FIB UI 2012)
L
angit Depok senja itu menyimpan semburat berwarna jingga yang mengundang banyak mata untuk berlama-lama menatap ke atas. Aku yang berjalan terburu-buru sambil terus menatap jam tangan tak sempat mengambil barang beberapa detik untuk menikmati indahnya senja saat itu. Langkah kakiku masih terus berjalan, debaran jantungku memburu, dia pasti sudah menunggu dengan keringat di pelipis dan kedua alis yang bertemu. Aku berdoa dalam hati semoga tak ada petasan atau ledakan amarah kali ini, semalam kami bertengkar hebat karena....ah, lagu lama. Aku melewati barisan pohon yang menghujaniku dengan kapas-kapas kecil. Langkahku diiringi dengan suara rusa dan beberapa tawa anak kecil yang riang gembira saat memberi rusa-rusa itu makanan ringan. Di kepalaku, aku sedang menyusun alasan agar seseorang yang sedang menungguku mau memahami dan mentolerir kesalahanku. Riuh Stasiun UI senja itu membawa ketenangan sendiri bagiku. Lalu-lalang orangorang kantoran, mahasiswa, pedagang gorengan, dan pedagang tisu cukup membuat rasa khawatirku lega. Aku berjalan ke dekat tulisan jadwal kereta, dekat dengan tempat pembelian tiket.
18 akar. februari 2014
Langkahku semakin dekat dan benar saja; pria itu sedang berdiri tegap sambil terus menatap jam tangannya. “Udah lama nunggunya?” aku berusaha membuka percakapan, bertingkah seakan tak membuat kesalahan, “Lagi puasa nggak?” “Puasa, kok, hari Jumat? Puasa hari Jumat itu cuma di hari-hari tertentu.” tanggap pria itu ketus sambil membenarkan kaca matanya, “Kenapa lama banget?” “Dosennya tadi....” “Bikin kuis mendadak? Teman kamu buat masalah lagi di kelas? Proyektor mati? Mati lampu? Kelas di ruang terbuka?” bibirnya masih membuka suara, dia menjelaskan alasan-alasan yang pernah aku ucapkan, “Kamu itu anak Sastra Indonesia, ya! Ratusan buku sastra kamu baca, dari puluhan pengarang. Bisa nggak kalau ngarang alasan yang kreatif dikit?” Pria yang membawa dua buku tebal tentang gambar teknik di tangan kanannya itu kini memalingkan wajahnya, dia seperti enggan menatapku dan kurasakan kini helaan napasnya terdengar naik-turun. Aku masih menundukkan kepala dan menyadari amarahnya kali ini pasti karena ingin menghabiskan sisa amarah semalam.
PLOT: COKELAT “Maaf....” entah karena kekuatan apa, mataku berair, dan sekuat tenaga aku menahan agar bulir-bulir bening itu tak benar-benar membasahi pipiku. “Tadi kamu salat Jumat dimana?” “Salat Jumat? Nggak ada nyambung-nyambungnya. Jangan mengalihkan pembicaraan,” nada bicaranya semakin meninggi, percakapan itu seakan membuat nadiku terhenti. “Tolong, ya, Nona, saya lelah sama semua drama kamu. Sekarang, kamu boleh jalan dengan siapapun, dengan pria manapun, dengan alasan ikut misa gereja.”
“Dia nawarin aku buat pulang bareng dia. Apa salahnya?” Tangannya mengepal dan suara yang lantang itu mencuri perhatian setiap orang yang ingin membeli tiket juga beberapa petugas stasiun. Aku menahan sedih dan perasaan malu, tak seharusnya percakapan seperti ini terjadi di ruang terbuka dan penuh keramaian. Aku pun tak diberi kesempatan untuk menjelaskan semua. Kepalaku masih menatap ubin stasiun. Masih kurasakan marahnya yang membuncah, sesekali dia berbisik di telingaku menanyakan keseriusanku selama ini. Sambil memperbaiki kacamatanya, amarah dan bentakan itu terus mengalir. Saat ada detik hening, aku putuskan untuk mulai berani membuka suara. “Kamu tahu, malam kemarin hujan dan dalam keadaan pakai dress serta high heels,
bagaimana aku bisa pulang?” dengan nada yang kubuat begitu tenang, aku mencoba menjelaskan hal yang semalam membuat dia marah besar, “Dia nawarin aku buat pulang bareng dia. Apa salahnya?” “Kamu bisa pulang sendiri naik angkot,” jawabnya pendek sambil melipat tangannya di depan dada, “Kamu bisa pulang tanpa barengan sama cowok itu.” “Iya, aku bisa pulang sendiri, Sayang, tapi apa salahnya kalau ada orang yang mau nolongin aku? Sementara kamu ke mana waktu aku minta tolong? Kamu malah sibuk mention-an sama si cewek hijab itu, yang cantik, soleha, istri idaman, gaul, IP tertinggi, anak BEM....” “Kami bahas soal rapat, ya, tolong pikiran kekanak-kanakanmu itu dihilangkan.” Mataku terasa panas dan aku berusaha menatap pria yang selama satu tahun ini telah mengisi hari-hariku, yang tiba-tiba berubah jadi pemarah, yang dalam tatapan matanya tak lagi kutemukan keteduhan, “Aku nggak bodoh, Sayang. Aku sangat paham aku bukan Islam, nggak bisa pakai jilbab, nggak bisa nemenin kamu salat. Tapi, tolong, tolong banget kamu nggak perlu bikin aku makin kecil hati, bikin aku makin ketakutan, bikin aku semakin paham bahwa dalam hubungan ini nggak ada lagi yang bisa aku perjuangin!” Pria itu menatap kalung salib yang ada di leherku, sekali lagi dia menghela napas berat, “Kita putus.” Dua kata itu melumpuhkan seluruh uraturat dalam tubuhku. Darahku seakan berhenti mengalir dan air mata yang sejak tadi kutahan
februari 2014 akar. 19
PLOT: COKELAT akhirnya terjun bebas di pipiku. Tangisku tak mengeluarkan suara juga raungan, dengan sisasisa gerimis di mataku, aku berusaha kuat menatap tubuh tegap pria itu. Pria yang tepat setahun yang lalu menyatakan cinta padaku, pria yang bilang ingin melupakan perbedaan kita, pria yang....ah, aku tak bisa lupakan tatapan mata pria itu saat berkata cinta. Aku merogoh tas dan mengambil sebuah barang yang bersemayan baru beberapa menit dalam tasku. Benda yang diikat dengan pita, dilapisi dengan kertas bertuliskan kalimat ‘aku sayang kamu’ dalam tujuh puluh bahasa—cokelat. “Selamat gagal satu tahun kalau begitu,” kuberikan coklat itu padanya, “Bukan karena dosen atau karena temanku, tapi gara-gara benda sialan ini, aku telat menemui kamu.” Kutinggalkan dia sendirian dan aku melangkah menuju peron. Oh, ya, dia tak mengejarku. Aku menyadari memang aku tidak lagi penting dalam hidupnya. Setahun yang lalu, semudah itulah dia bilang cinta. Sekarang, semudah itu juga dia membiarkan aku pergi. •••
20 akar. februari 2014
pukau
februari 2014 akar. 21