Ghozi Reporter Aku,Sayang,Kamu
n
egara Kesatuan Republik Indonesia. Republik archipelago yang kata orang reinkarnasinya Atlantis. Hamparan tanah yang subur, kayanya alam Nusantara, hingga “ Harta Karun “ yang tersembunyi di lautan. Semua itu cukup menjadikan alasan dunia barat sampai timur iri pada Indonesia.
“ Sepenggal Firdaus di muka bumi .” Ane rasa Anis Matta tak berlebihan sampai bicara seperti itu. Karena nurani tak mungkin berbohong atas keelokan Indonesia. Keelokan yang berhasil memikat Belanda menjajah negeri ini 3 abad lamanya. Dan hal ini pula yang menjadi amunisi Soekarno mengklaim Indonesia sebagai Macan Asia. Tak heran negeri ini pernah menjadi rebutan negaranegara adidaya sekelas Uni Soviet & Amerika Serikat. Tapi ada sebuah kaidah lama yang berbunyi : dulu & kini itu berbeda. Maka jangan kaget dewasa ini, keelokan Indonesia harus terkotori oleh beraneka noda. Lantas, noda dari mana sajakah itu? Apakah dari bobroknya moral pemuda? Ataukah dari lemahnya kinerja oknum pejabat? Harus diakui memang semua itu benar. Dan hal ini bukanlah HOAX yang murahan. Kini, media massa mana yang tidak menyertakan 2 topik pertanyaan di atas dalam berita-berita mereka. Menjadikan hari-hari Indonesia begitu suram. Penuh kerusakan. Mulai dari rokok yang kian meng-universal di semua kalangan usia. Tak lupa gadget canggih yang membuat hubungan sesama makin ringkih. Ditambah ideologi-ideologi terlarang yang mulai berani bermunculan. Di hari-hari inilah rakyat tengah dilanda dilema berskala nasional. Parahnya, yang mereka lakukan hanyalah mengeluh & mengeluh. Bahkan menyalahkan sang zaman. “ Ah,, emang zaman edan ! ” “ Coba aja kayak dulu pas zamannya.... “ Salahkah jika mereka menyalahkan zaman? Memang benar Rasul pernah memprediksikan. Bahwa sebaik-baik generasi adalah generasi terdahulu. Dengan kata lain. Makin lama, zaman semakin memburuk. Tapi perlu kita ketahui. Maksud hadits tadi bukanlah untuk menyurutkan asa. Rasul malah ingin sabdanya itu dijadikan pembangkit harapan. Logikanya, kalau sudah tahu generasi kita tak sehebat dulu. Itu bukan berarti menjadi alasan untuk bertopang dagu. Hanya menonton “ pertunjukan “ yang akan segera berlalu. Irene Handoko –daiyah yang mantan biarawati- pernah berkata, “ Zaman dimana kita hidup memanglah berat, banyak tantangan. Tapi untuk itulah Allah menciptakan kita .” ( Kitalah solusi zaman ini,red ) So, kalau ente masih punya stigma negatif tentang Indonesia kini. Coba buka pikiran ente ! Kaidah lama itu memang benar. Dulu & kini jelaslah berbeda. Akibat dari pergerakan zaman yang memaksa sekitarnya untuk mengikutinya. Tak heran, makin berkembang zaman semakin bertambah berat pula tantangannya. Dan tantangan bukanlah untuk dikeluh-kesahkan. Tapi tantagan ada untuk dipecahkan. (Red:Ai)
“Diobok-obok airnya diobok-obok,banyaknya ikannya kecil-kecil pada mabok” lagu itu mengingatkan kembali memori indah masa kecil kita.Dan mungkin,lagu itu menggambarkan keadaan “sang garuda” saat ini,yang sayapnya sedang digigit kuat oleh kutu-kutu yang menghinggap padanya.Terbangnya tak segagah waktu dulu,sebagai tand ingin menerkam mangsa.Namun,sekarang terbangnya lemah gemulai,bahkan terlihat seperti kupu-kupu yang sedang mencari nektar dari bunga Raflesia. Demokrasi yang mengaku menjadi sistem terbaik pada masa ini,buktinya tak merubah nasib garuda yang terus merontaronta.Kecanggihan mesin,kemewahan mobil dan kekokohan bampernya sama sekali tidak memepengaruhi laju mobil,bila pengemudinya tidak ahli dalam berkendara dan pada saat ini,mobil mengalami kecelakaan yang dashyat,sayangnya para penumpang sedang tertidur pulas dan tak merasa adanya guncangan.Si supir bukannya membangunkan,tetapi malah “meninabobokan” sebagian penumpang yang hampir tersadar adanya kecelakaan. Perumpaan diatas adalah keadaan politik pada saat ini,yaitu Rezim Panik.Ketika seseorang panik ia akan memegang apapun sebagai tumpuan,contohnya adalah ketika seseorang hanyut oleh derasnya aliran sungai,ia akan mencari tumpuan apapun,meskioun kaleng bekas atau batang pohon.Saat ini,pancasila dan kesatuan bangsa adalah tumpuan mereka.Ketika datang seseorang yang ingin menegakkan keadilan,mereka akan berdalih dengan menghukumi para penegak keadilan sebagai pembuat makar dan penghancur keutuhan bangsa.Ketika penguasa memiliki intelejen,kuasa hukum,aparat negara dan media massa.Yang mengahambat langsung disikat,lalu diembat,kemudian dilumat,meskipun tidak memiliki bukti yang kuat. Adu domba semakin merajalela,sebagai senjata yang dipakai oleh penguasa,tujuannya agar islam tak berdaya.Nusron Wahid sebagai
produk pertama propaganda,kemudian sekarang si nomor urut 2 Cagub DKI Jakarta yang mengaku bahwa nahdiyin sholat istighosah untuk kemenangannya.Yah,itulah permainan para komunis yang ingin menghancurkan benteng terkuat Indonesia yaitu Muslim.Mereka sadar bahwa mereka tak bisa melawan Islam,sehingga taktik mereka membenturkan Islam dengan Islam yang lain.Hal itu dilakukan agar menguasai Indonesia,juga untuk melancarkan politik utang ke jalur sutera asia.Ketika hutang Indonesia ke China sangat besar dan tak mampu membayarnya,dipastikan nasib Indonesia akan sama dengan Zimbabwe dan Angola yang dirubah mata uangnya menjadi Yuan. “ Apa mereka gak belajar sejarah? ”,begitulah reaksi gusar kang Cece Ubaidilah di kelas saya setelah memaparkan keadaan bangsa saat ini. Selanjutnya beliau menceritakan kepahlawanan orang-orang Islam terdahulu, seperti para santri dan ulama-ulama. Contohnya KH.Zainal Mustafa yang berperang melawan penjajah bersama para santrinya. Dan pada hari ini dengan lancangnya golongan kiri berkata “ Islam itu budaya Arab.Jangan dibawa-bawa ke Indonesia .” Padahal kalimat AllahuAkbar adalah alasan Indonesia Merdeka. Muhammad Yamin dan Bung Tomo bingung memikirkan bagaimana cara menyemangati rakyat Indonesia selain dengan kalimat Takbir. Mungkin bila pahlawan bangkit dari kuburnya dan melihat kabar Indonesia sekarang,mereka akan menangis serta teriak dan menyesal karena daerah dan nyawanya sia-sia bahkan dihinakan oleh generasi sesudahnya. Sedangkan mahasiswa sekarang tak segarang ketika peralihan Orde Baru ke Reformasi. Karena bagi mereka,menyewa kost dan makan sehari-hari pun sulit sehingga melahirkan sebuah statement “ Bagaimana mau membenahi Indonesia, sedangkan untuk hidup saja sulit, maka sejahterakan dulu Indonesia baru kami bisa benahi bangsa .” Maka pertanyaannya,siapa lagi yang bisa membenahi bangsa ini selain santri? Dan pertanya kedua,sudah mampukah kita mengemban tugas ini? Jangan sampai kita sebagai santri seperti maling teriak maling. Sangat tegas meneriakkan pemimpin sekarang durjana. Namun, diri kita masih belum bisa memimpin untuk diri sendiri bahkan perbuatan kita masih mendzholimi diri sendiri dan orang sekitar. Menurut kang Cece tugas kita sebagai pelajar adalah ikutilah perkembangan keadaan bangsa ini, jangan terlalu ke kiri dan jangan terlalu ke kanan. Semoga Allah menjaga bangsa ini dan kita sebagai pejuangnya. Amin. (Red:MasPres)
b
urung-burung berkicau, saling menyahut. Bunga-bunga pun bermekaran. Menyambut hangatnya mentari pagi yang terus tersenyum, memancarkan keagungannya kepada seluruh alam. Senyum jahil sang mentari, membuat mimpi indah dalam kepalaku lenyap. Aku meraih si alat canggih yang ada di bawah bantalku, beberapa pesan tidak penting bermunculan memenuhi layar. Ajakan lunch & dinner bersama teman se-kantor. Baru disimpan, handphoneku mengeluarkan nada dering yang sudah tak asing. Ada telepon masuk. “ Nak, segeralah pulang. Abimu dirawat di rumah sakit .” ### Aku dilanda dilema. Antara pulang ke rumah di kampung atau tetap di sini. Aku memang sudah benci dengan rumahku yang di kampung. Sejak lulus SMA, keinginanku untuk masuk universitas favorit ditolak mentah-mentah oleh abiku. Padahal, aku sudah mendapatkan beasiswa penuh. Itulah yang membuatku kesal dan langsung angkat kaki dari perkampungan itu. Aku menghapus semua hubunganku dengan abi. Tapi ummi tetap bisa menghubungiku, karena hanya dia yang membela keinginanku untuk kuliah di universitas favorit itu. Hingga tiba-tiba ummi mengabarkan keadaan abi. ### Tanpa pikir panjang, aku menyiapkan koper & memesan taksi ke bandara. Tiket paling pertama langsung aku beli. Aku berangkat dari Perancis dengan hati yang kosong. Waktu di pesawat, aku merenungkan kesalahan yang telah kulakukan. Dulu aku membentak, mencaci, bahkan melukai hati abi. Memang benar kata orang, penyesalan selalu datang di akhir. Tiba-tiba ada seorang bapak-bapak yang bertanya padaku, “ Dek, lagi ada masalah besar ya ? Dari tadi ngelamun aja .” Tatapan teduh dari bapak itu membuat hatiku sedikit tenang. Aku menceritakan masalah yang sedang kuhadapi. Seperti orang yang bijaksana, bapak itu menasehatiku. Salah satu kalimatnya yang masih terngiang dalam kepalaku : “ Dek, ada sebuah hadits yang bunyinya ridho Allah itu bergantung pada ridho orang tua. Jadi kalau misalkan orang tua adek nggak ridho. Wah, bahaya itu Dek .” ### Sepanjang perjalanan ke rumah sakit. Lidahku basah oleh ucapan istighfar. Selain istighfar, kalimat tauhid pun tak luput dari lidahku. Hatiku menjadi tentram. Walaupun jalanan Jakarta penuh dengan asap dan kendaraan. Aku pun teringat kepada firman Allah, “ Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram “. Tiba-tiba ada sebuah pesan masuk dari ummi. “Abi sudah di rumah. Segeralah pulang, Nak .” Aku langsung meminta sopir taksi untuk mengantarku ke rumah. Sesampai di rumah, aku mencari sosok abi. Kudapati dia sedang berbaring di kasur. Kuhampiri dia sambil terisak-isak. “ Abi, maafkan anak durhaka ini .” Ucapan itu berkali-kali keluar dari mulutku. Aku langsung memeluk abi. Dan aku tidak mau melepaskannya lagi. Maafkan aku , Abi. (Red:Halim)