MENANTI ZUHUR Kisah Perjalanan Sayyidah Nargis
Peran Perempuan dalam Masa Penantian
Anak Muda, Apa Yang Kau Lakukan Saat Menanti?
DARI REDAKSI
Assalamu’alaikum. Alhamdulillah, Majalah ‘Itrah edisi kedua akhirnya bisa kami hadirkan kepada pembaca. Terima kasih atas apresiasi yang kami terima dari para pembaca budiman atas penerbitan edisi pertama majalah ini. Banyak yang memuji sekaligus menaruh harapan. Tentu saja apresiasi dan pujian tersebut membuat kami bangga dan semakin yakin bahwa format majalah ini bisa diterima dengan baik oleh masyarakat Indonesia. Tapi, kami juga merasa ‘miris’ dengan besarnya ekspektasi pembaca atas kinerja kami di majalah ini. Sampai sejauh ini, kami memang masih bisa bekerja untuk menyapa para pembaca setiap bulannya. Hanya saja, tantangan kami ke depannya adalah konsistensi dan kesabaran. Sabar dan konsisten. Ini adalah dua kata yang diyakini sebagai kunci keberhasilan sebuah usaha. Al Baqarah ayat 45 dan 153 memerintahkan kita untuk minta pertolongan kepada Allah dengan kesabaran dan shalat. Sementara itu, Fushilat ayat 30 memberitahu kita bahwa orang-orang yang beriman, lalu mereka konsisten dengan keimanannya, akan didatangi oleh para malaikat penolong, sampai orang-orang itu tidak merasa takut atau sedih. Kesabaran dan konsistensi itu pulalah yang menjadi ruh bagi sebuah penantian terbesar ummat manusia atas kemunculan Sang Juru Selamat di akhir Penanggung Jawab: Direktur ICC Jakarta Seyed Morteza Mousavi Pemimpin Redaksi: Otong Sulaeman
zaman, Al Mahdi Al Muntazhar a.f. Sabar dalam penantian dan istiqamah dengan keyakinan. Hanya dengan cara itulah kita akan dikategorikan sebagai “para penanti sejati”. Pada edisi kedua majalah ‘Itrah ini, kami mengangkat tema seputar penantian kemunculan Al Mahdi. Tema ini kami angkat karena edisi kedua majalah diterbitkan bertepatan dengan bulan Sya’ban, bulan kelahiran Sang Juru Selamat. Kami mencoba mengurai paradigma penantian, dikaitkan dengan beberapa nilai kehidupan yang bisa dipupuk dan dikembangkan di tengahtengah keluarga. Semoga bermanfaat.
Redaktur Pelaksana: Dewi Yasmine
Sekretaris: Toto Dwiarsa
Staf Redaksi: Euis Daryati Afifah Ahmad
Kontributor: Abdullah Beik Ammar Fauzi Heryadi Arif Mulyadi Fauziah Ismail
MukhtarWassalam Luthfi Rabiah Aydiah Purkon Hidayat Ismail Amin Design Grafis: Bobby Firmansyah
Alamat : Jl. Buncit Raya Kav.35 Pejaten Barat, Jakarta Selatan 12510 Telp. 021 7996767, Faks. 021 7996777 Website : www.iccjakarta.com Email: redaksi_itrah@yahoo.com
1
SUARA PEMBACA
Majalah ‘Itrah bagus banget! Hadijah Alaydrus (Aktivis Ahlul Bait) Redaksi: Terima kasih atas apresiasi Anda
Isi majalah ‘Itrah menurut saya cukup bagus. Saya punya saran, bagaimana kalau ‘Itrah membahas topik yang up to date? Mila T (Peserta Kajian ICC, Jakarta) Redaksi: Sejak awal, kami memang merencanakan supaya majalah ‘Itrah ini menyajikan kajian-kajian yang up to date, dalam pengertian, topik-topik yang disajikan adalah hal-hal yang betul-betul terkait langsung dengan kehidupan kita sehari-hari saat ini, tidak melulu masalah konseptual. Hanya saja, jika yang dimaksud dengan up to date adalah respon terhadap peristiwa aktual, kami mohon maaf karena sekarang kami tidak bisa melakukannya, disebabkan keterbatasan dalam banyak hal. Mudah-mudahan ke depannya kami bisa. Terima kasih atas perhatian dan usulan Anda. Majalah ‘Itrah menarik, inspiring, dan bahasanya komunikatif Giazzoulell (Peserta Kajian ICC, Jakarta) Redaksi: Terima kasih atas apresiasi Anda
2
Majalah Itrah sangat bagus dan bahasanya mudah difahami. Kalau bisa, mohon ditambah pembahasan tentang remaja. Beheshti Zahra, Bandung Redaksi: Terima kasih atas apresiasi Anda. Usulan Anda mengenai penambahan porsi pembahasan tentang remaja akan kami pertimbangkan
Salam. Menurut saya, sebaiknya dibuatkan kolom khusus terkait artikel Al Qur’an dan Tafsir. Pengenalan hafizh-hafizh cilik dari kalangan Ahlul Bait di manapun mohon untuk diperbanyak. Politik dunia juga sebaiknya menyatu dalam kajian. Chotim (Aktivis Ahlul Bait, Jakarta) Redaksi: Al Quran memang hal yang paling penting dalam kehidupan kita. Karena itu, artikel-artikel mengenai tafsir dan juga pengenalan para hafizh cilik memang penting. Tapi, konsentrasi majalah ‘Itrah lebih ke permasalahan faktual keluarga. Karena itulah hal-hal yang terkait dengan Al Quran tidak selamanya kami elaborasi sebagai kajian utama, namun selalu melandasi pembahasan di setiap artikel. Dengan dasar pemikiran yang sama, kami tidak bisa selalu menyajikan politik dunia Islam sebagai kajian utama. Terima kasih atas usulan Anda.
SUARA PEMBACA
Majalah ‘Itrah sangat menarik dan enak dibaca. Ibu mertua saya biasanya jarang menunjukkan minat membaca majalah. Paling-paling hanya dilihat judul-judulnya. Tapi, begitu membuka majalah ‘Itrah, beliau tidak hanya memperhatikan judul-judulnya, namun juga dibaca isinya sampai tuntas. Ummu Fathimah, Malang Redaksi: Terima kasih Anda telah berbagi pengalaman. Apresiasi ibu mertua Anda akan menambah semangat kami untuk terus mengembangkan majalah ‘Itrah hingga lebih bisa diterima pembaca. Salam kami buat ibu mertua Anda. Saya sangat mendukung terbitnya majalah ‘Itrah Edy Junaidi (Peserta Kajian ICC, Jakarta) Redaksi: Terima kasih
“Tanggapan kami atas edisi pertama, tolong pilih foto yang nyambung dengan isi bahasan utama.” (Dewi Khoiriyah, Malang) Redaksi: Terimakasih atas tanggapannya, kami akan berusaha lebih baik lagi.
Saya sangat tertarik dengan Majalah ‘Itrah. Majalah seperti inilah yang mestinya dikembangkan Eny S (Peserta Kajian ICC, Jakarta) Redaksi: Terima kasih. Mohon doa dan dukungan Anda untuk pengembangan majalah selanjutnya.
Majalah ‘Itrah cukup bagus. Tapi jumlah halamannya terlalu sedikit. Abu Zahra, Jakarta Redaksi: Insya Allah, seiring dengan berjalannya waktu, halaman majalah ini akan lebih banyak. Untuk sementara waktu, kami hanya bisa menyajikan isi majalah dengan jumlah halaman yang masih sekitar 60-an ini. Mohon doa dan dukungan Anda. “Majalahnya sudah bagus. Tapi tolong ditambah dengan kolom tanya jawab dan info pengetahuan umum.” (Dewi Arsyanti, Malang) Redaksi: Terimakasih, usulnya akan kami pertimbangkan.
Catatan redaksi: pembaca dipersilahkan mengirim komentar, kritik, dan saran melalui email: redaksi_itrah@yahoo.com atau via facebook majalah ‘itrah.
3
Daftar Isi Juli 2011 KID’S CORNER 17 Imam Mahdi, as dan Karomahnya
WOMEN’S CORNER 20 Peran Perempuan Pada Masa Penantian
JEJAK AHLUL BAIT 22 Kisah Perjalanan Ibunda Imam Mahdi, as
UNDANGAN MENULIS 25 KESEHATAN KELUARGA 26 Pola Hidup Sehat Mencegah Obesitas
Jalan-Jalan ke Iran
28 KELUARGA HARMONIS Menghantar dan Menjemput Sang Suami
35 PSIKOLOGI KELUARGA Mengajak Si Kecil Belajar Sabar
37 PENDAPAT SAYA Menanamkan Kesabaran Kepada Anak Melalui Tauladan
38 KAJIAN SYARIAH Amar Ma’ruf Nahi Munkar
30 38 Kajian Syariah
Matahari perlahan menepi ke ujung cakrawala. Suara lantunan ayat Qur’an menggema dari celah-celah menara. Sepasang suami istri terlihat khusyu’ merayu-Nya, dilatari langit kemuning dan lengkung pintu gerbang setengah jadi, juga lampu-lampu hias yang terayun indah. Sungguh mampu merenyuhkan jiwa-jiwa yang rindu untuk kembali.
Pada dasarnya, hukum amar ma’ruf nahi munkar (selanjutnya disingkat AMNM) adalah fardhu kifayah, dalam artian, harus ada orang yang tidak berdiam diri saja kalau di tengah-tengah masyarakat ada kewajiban yang ditinggalkan atau ada perilaku haram yang dilakukan.
BAHASAN UTAMA 6 9 BAHASAN UTAMA Kaum mukminin tentulah bertanya-tanya, kapankah semua kekacauan di muka bumi ini berakhir? Bukankah ayat Allah menjanjikan bahwa orang yang beriman akan menjadi khalifah di atas bumi ini? Kapankah Islam menyebar di seluruh penjuru bumi? Kapankah seluruh umat manusia yang beriman hidup dalam ketentraman dan keamanan? Kapankah tibanya masa itu?
Saat ini Imam Mahdi, ‘Sang Hero’ menunggu kesiapan pasukannya dalam berbagai bidang. “Anak-anak diajak untuk menyadari bahwa mereka harus menjadi yang terbaik dalam hal apapun agar kelak bisa bergabung dalam pasukan ‘Sang Hero’,” demikian tutur Agoest.
BAHASAN UTAMA 6 Menanti Zuhur: Menanti Adalah Bergerak
BAHASAN UTAMA 9
Membentuk Keluarga Mahdawi
BAHASAN UTAMA 12
Anak Muda, Apa yang Kau Lakukan Saat Menanti?
BAHASAN UTAMA 15 Tips Menanti Zuhur
MANTIQ 42 52 WARTA Logika Tahu Diri
IZZAH 44 TKW dan Harga Diri Bangsa
FIKRAH 46 Antara Wahyu dan Pengalaman Religius
TA’LIM 48 Mari Berbaik Sangka Kepada Allah
Sanlat dan Family Gathering
54 GALERI Kegiatan Divisi Pendidikan
56 BEDAH BUKU - My Simbol: Muhammad jatidiriku - Laga Pamungkas: Duet Imam
Mahdi & Isa Al-Masih Memimpin Dunia
OPINI 50 Sekolah Impian
Pertunjukan sulap dan hipnotis sekarang ini menjadi tayangan di televisi yang sangat digemari masyarakat. Apakah hukumnya mempertunjukkan sulap dan hipnotis dan bagaimana hukumnya bagi yang menonton?
Ustadz Menjawab
“Seandainya aku setampan Yusuf...” mungkin ada di antara kita yang mengucapkan kalimat ini. Ketampanan atau kecantikan, sering dianggap sebagai kunci sukses kehidupan. Betapa tidak, Yusuf sering dibayangkan sebagai pria yang memiliki segalanya, sangat tampan, berbudi pekerti luhur, berilmu tinggi, kaya raya, punya jabatan tinggi, beristri cantik, dan pasti masuk surga, pula (karena beliau diangkat sebagai Nabi Allah).
40 58 Bedah Film
BAHASAN UTAMA
Menanti Zuhur: Menunggu Adalah Bergerak
6
5
“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal salih untuk menjadikan mereka sebagai khalifah di muka bumi ini sebagaimana Ia telah menjadikan orangorang sebelum mereka sebagai khalifah, menyebarkan bagi mereka agama yang telah diridhaiNya untuk mereka secara merata dan menggantikan ketakutan mereka dengan rasa keamanan (sehingga) mereka dapat menyembah-Ku dan tidak menyekutukan-Ku. Barangsiapa ingkar setelah itu, merekalah orang-orang yang fasiq.�
M
enunggu sering diidentikkan dengan diam dan kegiatan yang membosankan. Namun sejatinya, menunggu adalah hidup itu sendiri. Hidup adalah menunggu mati bukan? Dan dalam hidup, betapa hal-hal yang ditunggu tiba silih berganti. Menunggu kekasih datang melamar. Menunggu datangnya si jabang bayi. Menunggu si bayi besar supaya bisa masuk sekolah dan membaca buku dengan suaranya yang bening. Menunggu datangnya awal bulan supaya gaji dari bisa masuk ke rekening. Menunggu kesembuhan di saat sakit. Menunggu kebahagiaan di saat sengsara. Namun, manusia yang dicerahi iman kepada Allah SWT pastilah sedang menunggu sesuatu yang jauh lebih besar, yaitu menunggu tibanya masa ketika janji Allah terwujud, janji yang tercantum dalam Al Quran, surah An Nur:56. Hari ini, kaum mukminin pastilah berada dalam keresahan menyaksikan betapa dunia dipenuhi dengan berbagai kemaksiatan dan ketidakadilan. Orang kaya semakin kaya. Orang miskin semakin miskin, bahkan nyawa mereka tidak dihargai lagi. Korupsi, pornografi, seks bebas, dan narkoba meraja lela, menjadi
perpanjangan tangan-tangan setan dalam menghancurkan umat manusia sehancurhancurnya. Peperangan bergejolak di berbagai penjuru dunia. Nyawa bergelimpangan di bawah kaki para industrialis perang, pedagang senjata, dan perusahaan minyak global. Kaum mukminin tentulah bertanyatanya, kapankah semua kekacauan di muka bumi ini berakhir? Bukankah ayat Allah menjanjikan bahwa orang yang beriman akan menjadi khalifah di atas bumi ini? Kapankah Islam menyebar di seluruh penjuru bumi? Kapankah seluruh umat manusia yang beriman hidup dalam ketentraman dan keamanan? Kapankah tibanya masa itu? Dalam berbagai hadis shahih, kita akan menemukan takwil dari ayat tersebut, bahwa semua janji Allah itu akan terealisasikan pada masa kemunculan Imam Mahdi as. Namun, apakah ini artinya, di hadapan semua kekacauan di muka bumi ini kita harus berdiam diri dan sekedar menanti? Menurut Ustadz Mukhtar Luthfi, M.A., secara umum muncul dua sikap dalam penantian Imam Mahdi, yaitu pasrah terhadap kondisi yang ada, atau sebaliknya, menolak sikap pasrah dan
7
memotivasi diri untuk merubah kondisi. Tentu, akal sehat manusia akan menolak alternatif pertama. Sebaliknya, pribadi ‘penanti sejati’ akan mengambil sikap yang kedua. Penanti sejati Imam Mahdi ibarat pejuang di medan perang; ia akan selalu siaga penuh dalam menghadapi musuhmusuhnya. Penantian selalu identik dengan kesiagaan dan persiapan. Seorang penanti sejati akan terjun dan menjadi pemain sejati dalam mempersiapkan diri dan orang di sekelilingnya agar siap menerima kehadiran Imam Mahdi. Dia tidak akan pernah putus asa dalam menghadapi kondisi seburuk apapun, apalagi menyerah dan melebur dalam kondisi buruk tersebut. Dia akan terus berusaha hingga akhir hayat untuk mengubah kondisi buruk
810
dalam diri dan lingkungannya, menjadi kondisi yang lebih baik. Menurut Ustadz Mukhtar Luthfi, mungkin inilah wujud konkrit dari apa yang pernah dikatakan oleh Imam Ja’far as, “Sesungguhnya Al-Amr (Al-Mahdi) tidak akan mendatangi kalian (muncul) kecuali sudah banyak orang yang berputus asa (dengan kondisi yang ada). Demi Allah, itu untuk menjadi penyaring.” Ya, penyaringan atau seleksi akan terjadi, untuk memisahkan di antara penanti sejati atau mereka yang berpurapura menanti. Para penanti sejati akan tetap memegang teguh pesan Imam Ali bin Abi Thalib as, “Nantikanlah kedatangan Al-Faraj (Al-Mahdi) dan janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah, maka sesungguhnya sebaik-baik perbuatan di mata Allah adalah menanti Al-Faraj.” Seorang penanti sejati haruslah berupaya membangun diri secara mental, intelektual, spiritual, bahkan secara fisik. Dia juga harus aktif menebarkan kebaikan kepada masyarakat sekitarnya. Justru keaktifannya dalam menanti itu yang kelak akan menjadi parameter dalam seleksi, siapa penanti sejati, siapa yang bukan. Imam As-Shadiq as (dinukil dalam kitab Biharul Anwar) pernah berkata, “Barangsiapa yang meninggal dalam kondisi menanti Al-Amr (Al Mahdi) maka ia (mendapat pahala) seperti bersama Al-Qoim (Al Mahdi) di tendanya (ketika berperang), bahkan seperti di medan perang bersama Rasulullah.” Hari ini, kita berada dalam masa menanti zuhur, menanti kemunculan Imam Mahdi. Mari kita berkaca, sudahkah kita menjadi penanti yang sejati? Apakah kita bergerak, atau diam di tempat? (Red/ Itrah)
BAHASAN UTAMA
Membangun Keluarga Mahdawi
5
8
911
Namun, bagaimanakah cara membentuk keluarga penanti sejati ini? Langkah pertama tentu saja menetapkan orientasi keluarga. Ayah dan ibu perlu berembuk bersama, apa sebenarnya yang tujuan yang ingin dicapai oleh keluarga dan jalan apa yang ingin ditempuh oleh keluarga. Namun, adakah jalan yang lebih baik selain jalan yang mengarah kepada kecintaan kepada Allah, penguasa alam semesta? Adakah jalan yang lebih baik daripada jalan yang diajarkan oleh Rasulullah SAWW dan Ahlul Baitnya? Dalam sebuah hadis Rasulullah SAWW dijelaskan bahwa beliau memerintahkan orang tua untuk
12 10
“
saat ini Imam Mahdi, ‘Sang Hero’ menunggu kesiapan pasukannya dalam berbagai bidang. “Anak-anak diajak untuk menyadari bahwa mereka harus menjadi yang terbaik dalam hal apapun agar kelak bisa bergabung dalam pasukan ‘Sang Hero’,” demikian tutur Agoest.
“
K
eluarga adalah komunitas terkecil dari umat atau masyarakat, dan keluargalah sumber dari kebaikan, atau –nauzubillah—keburukan. Keluarga yang baik akan menyumbangkan generasi muda yang baik kepada umat, yang akan membangun, memperbaiki, dan menjaga nilai-nilai kebaikan di tengah umat. Sebaliknya, keluarga yang buruk sangat berpotensi menyumbang generasi buruk, yang justu akan menghancurkan umat. Tipe keluarga ‘penanti sejati’ adalah keluarga ideal, bila kita berbicara dalam konteks penantian Imam Mahdi as. Keluarga ‘penanti sejati’ adalah keluarga yang secara sinergis berbuat kebaikan dalam rangka menanti kehadiran Imam. Keluarga seperti ini memiliki pola pikir, “Jangan sampai ketika Imam datang, kami menghadap dalam keadaan berlumuran dosa dan tak layak menjadi bagian dari kafilah beliau.”
mengajar anak-anaknya tiga perkara: mencintai Nabi, mencintai keluarga Nabi, dan membaca Al-Quran. Tentu saja, kecintaan akan muncul setelah diawali oleh pengenalan. Oleh karenanya, wajib bagi setiap keluarga untuk mengenalkan pribadi-pribadi agung kekasih Ilahi itu, khususnya Imam Mahdi yang sekarang ini menjadi Imam Zaman (imam pada zaman saat ini). Seorang anak yang mengenal dengan baik sosok agung Al-Mahdi insya Allah akan memiliki rasa cinta dan rasa rindu akan kehadiran sang Imam. Hal ini pula yang selama ini telah dilakukan oleh keluarga Bapak Agoest Irawan yang berdomisili di Ngawi, Jawa Timur. Agoest secara rutin menghadirkan sosok Imam Mahdi as dalam berbagai kesempatan. Selain melalui metode cerita, Imam Mahdi juga senantiasa dihadirkan ketika menyaksikan atau berbincang tentang kesadisan Israel dan kejahatan Amerika serta berbagai kezaliman yang terjadi di dunia. Melalui cara ini, menurut Agoest, anak-anaknya terpancing untuk
ingin tahu lebih banyak tentang Imam Mahdi as. Anak-anaknya menjadi sangat antusias setiap kali menemukan buku, tulisan di internet, atau VCD dengan tema Imam Mahdi dan mendiskusikan bersamasama di tengah keluarga. Agoest mendorong anak-anaknya untuk memandang Imam Mahdi dari sisi bahwa beliau kelak akan muncul sebagai “hero” (pahlawan) yang akan menegakkan pemerintahan yang adil dan membawa kemakmuran bagi seluruh kaum mukminin. Dengan cara ini, anak-anak dimotivasi untuk mewarnai setiap perilakunya agar selalu berorientasi kepada Imam Mahdi. Misalnya, Agoest menjelaskan kepada anak-anaknya bahwa saat ini Imam Mahdi, ‘Sang Hero’ menunggu kesiapan pasukannya dalam berbagai bidang. “Anak-anak diajak untuk menyadari bahwa mereka harus menjadi yang terbaik dalam hal apapun agar kelak bisa bergabung dalam pasukan ‘Sang Hero’,” demikian tutur Agoest. Sementara itu, Ibu Hj. Elok Hendaryati dari Jakarta mengatakan bahwa cara yang dilakukannya dalam memperkenalkan Imam Mahdi as kepada keluarganya adalah melalui buku-buku. Bu Elok juga sering mengulangi isi ceramah para ustadz kepada anggota keluarganya saat mereka ada kesempatan untuk berkumpul dan berbincang bersama. Ustadz Mukhtar Luthfi mengingatkan, para orangtua hendaknya perlu juga berhati-hati dalam mengenalkan Imam Mahdi kepada anak-anak. Terkadang sebagian orang menggambarkan sosok Al Mahdi sebagai manusia yang berdarah dingin dan pendendam, karena ia akan memerangi kezaliman dan penentangnya
dengan pedang. Penggambaran seperti ini sungguh disayangkan karena sangat berpotensi menumbuhkan ketakutan dan apriori. Padahal Imam Mahdi justru berakhlak sangat pengasih. Beliau mewarisi akhlak mulia Rasulullah yang pengasih dan penyayang terhadap sesama, walau keras dan tegas dengan segala macam bentuk kezaliman. Keras dan tegas tidak musti identik dengan kesewenang-wenangan dan kekerasan. Rasulullah sangat tegas terhadap orang kafir, tetapi beliau tidak pernah melakukan kekerasan dan pembunuhan terhadap orang kafir secara membabi buta, kecuali untuk membela (defensif) agamanya yang diserang. Tentu saja, hal yang terpenting dalam memperkenalkan Imam Mahdi kepada anak-anak sesungguhnya adalah orang tua sendiri pun harus mengenal dengan baik siapa beliau. Bagaimana mungkin orang tua akan dapat memotivasi anak agar menempa diri menjadi ‘Manusia Mahdawi’ jika mereka sendiri tidak mengenal dengan baik siapa Al-Mahdi dan tidak memberi contoh yang baik kepada anak-anaknya tentang bagaimana menjadi ‘Manusia Mahdawi’ itu. Jadi, orang tua pun perlu menempa diri, membekali dengan ilmu pengetahuan (intelektual), keimanan (spiritual), dan tekad (mental) yang kuat agar menjadi pribadi mulia, selalu menebarkan kebaikan di tengah keluarga dan masyarakat, berani membela kebenaran, menjauhi sikap-sikap korupsi dan ketidakjujuran, dan lain sebagainya. Dengan cara ini, anak akan meneladani sikap orang tua, dan insya Allah akan tumbuh besar menjadi pribadi yang jauh lebih baik lagi dibandingkan orang tuanya. (Red/Itrah)
13 11
BAHASAN UTAMA
Anak Muda,
Apa yang Kau Lakukan Saat Menanti?
14 12
“Saya berusaha menghindari motivasi uang. Sering orang menuntut ilmu supaya dapat kerjaan dan bisa cari uang. Tetapi saya selalu memotivasi diri, menuntut ilmu adalah demi menguasai keahlian yang kelak berguna untuk umat. Kalaupun saya nanti dapat uang, uangnya juga saya niatkan demi kebaikan umat,”
A
lkisah, di pinggiran kota Damaskus, Syria, hiduplah seorang dara muda yang berparas cantik. Gadis itu lahir dan besar dalam keluarga pecinta Ahlubait, namun ia telah kehilangan jati dirinya sebagai pengikut Ahlubait. Ia hidup seperti kebanyakan anak muda yang hedonis, mengikuti trend Barat, dan sangat menyukai pesta. Bahkan pakaian yang dikenakannya pun sudah tidak lagi mencerminkan nilai-nilai Islam. Suatu saat, ketika ia tertidur, ia bermimpi melewati jalanan yang biasa ia lalui ketika menuju kampusnya. Tiba-tiba ia dikejutkan oleh sebuah makam yang berada di samping jalan, yang selama ini tidak pernah dilihatnya. Dengan rasa penasaran, perlahan ia dekati makam itu. Alangkah terkejutnya gadis itu, ketika melihat batu nisan di makam bertuliskan “Muhammad bin Hasan Al-Mahdi”. Gadis itu terperanjat, bukankah Imam Mahdi masih hidup, mengapa ada makamnya? Mimpi itu datang kepadanya tiga malam berturut-turut sehingga membuatnya amat penasaran, dan ia pun mendatangi seorang ulama. Singkatnya, ulama itu mengatakan, “Sudah berapa lama engkau abaikan Imam Mahdi dari hatimu? Berapa lama engkau abaikan ajarannya? Berapa lama engkau
tidak menziarahinya dan bersalawat kepadanya?” Si gadis muda menjawab, “Ya, sudah lama aku tidak melakukan semua itu.” Ulama itu pun menjawab, “Ya, Imam Mahdi masih hidup dan sedang mengalami kegaiban, namun di hatimu ia seakan telah mati, dan engkaulah penyebab kematiannya di hatimu...” Mendengar penjelasan ini, gadis muda itu tak dapat menahan rasa sedihnya dan menangis tersedu-sedu. Sejak saat itu, ia bertobat dan kembali menjalani hidup yang diridhoi Imam Mahdi. Kisah ini dituturkan oleh seorang ulama di kota suci Qom dan bisa menjadi pelajaran bagi kaum muda-mudi pecinta Ahlul Bait di Tanah Air. Mengapa ada muda-mudi yang dibesarkan di keluarga pecinta Ahlul Bait, namun hidup jauh dari Imam Mahdi, Imam Zamannya? Kemungkinan besar, salah satu jawabannya adalah mereka menjadi korban serangan budaya yang dilancarkan oleh musuh-musuh Islam. Mereka terpesona gaya hidup musuh Islam dan melupakan gaya hidup yang diridhoi oleh Imam Mahdi. Jelas, ini adalah ‘peperangan’ yang cukup berat. Sayid Hasan Nasrullah, sekjen Hizbullah, pernah mengatakan, “Tugas kalian (orang Indonesia) cukup berat jika dibandingkan dengan kami. Kami berperang melawan musuh yang kasat mata sehingga mudah melawannya, namun kalian berperang dengan musuh yang serangannya tidak kalian sadari.” Karena itulah, salah satu hal yang sangat penting dilakukan dalam masa penantian ini adalah “mengenali siapa musuh kita.” Imam Mahdi kelak akan muncul untuk memerangi musuh-musuh
15 13
Allah SWT. Jangan sampai –naudzubillah min dzalik—kita berkhayal menjadi penanti sejati Al-Mahdi yang akan memerangi para penzalim, padahal kita sendiri masih tergolong manusia zalim. Tentu sangat aneh bila ‘seseorang merindukan kehadiran orang yang akan memeranginya’. Ketika kita sudah mengenali siapa saja musuh-musuh Allah itu dan seperti apa perilakunya, tentu yang harus kita lakukan adalah menjauhkan diri dari segala perilaku mereka. Penanti sejati akan berpenampilan Islami dan berperilaku sesuai ajaran Islam. Penanti sejati akan menjauhi perilaku buruk: menjegal hak orang lain, korupsi waktu, kongkalingkong, berbohong, menipu, dll. Penanti sejati adalah mereka yang mengisi waktunya yang kegiatan-kegiatan bermanfaat, menjauhi hura-hura, apalagi-nauzubillahseks bebas atau narkoba. Hal ini pula yang selalu diupayakan oleh Salik Mukhlishin (21 tahun). Mahasiswa yang aktif dalam berbagai kegiatan pemuda Ahlul Bait ini menyatakan bahwa dalam menuntut ilmu, ia selalu meniatkan untuk meraih keahlian yang berguna bagi Islam. “Saya berusaha menghindari motivasi uang. Sering orang menuntut ilmu supaya dapat kerjaan dan bisa cari uang. Tetapi saya selalu memotivasi diri, menuntut ilmu adalah demi menguasai keahlian yang kelak berguna untuk umat. Kalaupun saya nanti dapat uang, uangnya juga saya niatkan demi kebaikan umat,” tegas Salik. “Imam Mahdi pastilah lebih cakep dan lebih bercahaya dari siapapun,” demikian ungkap Syahidah Nur Rahmah (17 tahun), saat ditanya apa yang engkau bayangkan tentang Imam Mahdi. Syahidah
16 14
juga membayangkan bahwa kelak saat pemerintahan global Al Mahdi ditegakkan, dunia pasti akan tenteram dan tenang, tidak ada lagi penindasan terhadap kaum yang lemah, tidak ada lagi perampasan hak kaum mukminin. Dalam rangka menanti Imam Mahdi, Syahidah mengaku selalu berusaha memperdalam ilmu agama, agar lebih kenal dan lebih dekat lagi dengan Imam Mahdi. Sementara itu, Fathimah Nisa Isthifaulloh (14 tahun) bercita-cita jadi dokter karena ingin membantu masyarakat yang miskin. Fathimah menyesalkan kurangnya perhatian pemerintah terhadap nasib kaum miskin yang butuh perawatan kesehatan. Untuk cita-citanya itu, Fathimah juga selalu berusaha menuntut ilmu dengan baik dan berusaha menjaga nama Islam, Rasulullah, dan Ahlul Bait. “Saya berharap, kelak jika Imam Mahdi datang, beliau mengakui saya sebagai pengikut beliau,” kata Fathimah. Satu hal yang juga perlu diingat, menanti Imam Mahdi tidaklah sebatas melakukan ritual peribadatan dan penyucian jiwa saja, tanpa peduli dengan lingkungan sekitar. Revolusi Al-Mahdi kelak akan bersifat global dan kolektif. Oleh karenanya, kita pun perlu secara kolektif mempersiapkan diri dan umat dalam menyongsong kedatangan beliau. Kita harus selalu aktif dalam berusaha mengubah dan memperbaiki hal-hal yang kita anggap tidak beres di lingkungan kita, tentunya dengan bekerjasama dengan pihak-pihak yang berwenang di bidangnya. Ringkasnya, penanti sejati bukan hanya sekedar sebagai individu yang baik (saleh), tetapi juga bermanfaat buat lingkungan sekitarnya (muslih). (Red/Itrah)
TIPS Menanti Zuhur Ustadz Mukhtar Luthfi, M.A. Mengapa kita perlu mencintai Imam Mahdi dan apa saja amalan atau perbuatan yang perlu kita lakukan dalam menanti zuhur (menanti datangnya Imam Mahdi)? Berikut ini jawaban yang diberikan oleh Ustadz Mukhtar Luthfi. Mengapa kita perlu mencintai Imam Mahdi? Pada dasarnya, orientasi kehidupan kita adalah beribadah kepada Allah. Yang kita kejar dalam hidup ini adalah keridhoan dan kecintaan Allah semata. Namun, Allah pun memberikan perintah kepada kita agar mencintai Rasulullah dan Ahlul Baitnya. Al-Mahdi adalah khalifah Rasulullah SAWW, dan Rasulullah SAWW adalah khalifah Allah SWT. Jadi, mencintai Al-Mahdi adalah pintu dalam meraih keridhoan Rasulullah, dan Rasulullah adalah pintu dalam meraih keridhoan Allah SWT. Karena itu, kita berupaya meraih keridhoan Imam Mahdi demi meraih keridhoan Allah SWT. Apa bentuk konkrit kecintaan kita kepada Al Mahdi? Segala sesuatu yang dicintai dan diridhoi Allah, itulah pula yang dicintai oleh Al Mahdi, dan itulah yang harus kita lakukan bila kita benar-benar ingin dinilai sebagai penanti sejati. Bersedekah, amar ma’ruf nahi munkar, berbuat baik kepada sesama, sholat di awal waktu, membela
kebenaran, berbuat keadilan, dan semua perbuatan baik yang disukai Allah, disukai pula oleh Al Mahdi. Karena Al Mahdi-lah kelak yang akan mengemban amanah Allah untuk merealisasikan janji Allah yang akan menegakkan agama Allah dan pemerintahan yang adil di muka bumi. Apa yang harus dilakukan orang tua dalam membentuk ‘keluarga yang menanti’ (keluarga Mahdawi)? Jalan yang paling efektif yang harus dilakukan orang tua dalam membenuk ‘Keluarga Mahdawi’ adalah dengan menumbuhkan kedekatan emosional anak-anak mereka dengan Al-Mahdi. Banyak jalan untuk itu. Sebagai contoh, orang tua menyediakan kotak sedekah di rumah mereka lantas membiasakan anakanak mereka bersedekah tiap hari yang akan diserahkan kepada fakir, miskin, atau anak-anak yatim dengan diniatkan untuk kegembiraan dan keselamatan Al-Mahdi. Kepada anak-anak diajarkan bahwa Imam Mahdi akan bahagia jika melihat pecintanya melakukan kebajikan terhadap sesama.
17 15
Bukan hanya bersedekah, setiap anak yang akan melakukan perbuatan baik apapun –baik yang bersifat individual maupun sosial—dapat dimotivasi agar meniatkan perbuatannya itu untuk Imam Mahdi. Misalnya, jika anak hobi berolahraga, dapat diarahkan bahwa dengan berolah raga fisiknya akan kuat sehingga kelak layak menjadi bagian dari pasukan Imam Mahdi yang tangguh. Anak yang menyukai musik, bersyair, menulis, melukis, atau apapun, semua bisa diarahkan kepada kecintaan kepada Al-
Mahdi, sehingga segala aktivitas mereka akan bernilai spiritual dan diliputi kecintaan kepada Al Mahdi. Kelak ketika Imam Mahdi akan membentuk pemerintahan Ilahiah, beliau pastilah membutuhkan ahli dari berbagai disiplin, mulai dari kuli bangunan, insinyur, tenaga kesehatan, pasukan militer, pakar internet, seniman, ulama, dan lain sebagainya. Amalan-amalan apa yang dianjurkan bagi umat yang bercita-cita menjadi ‘penanti sejati’? Banyak sekali. Diantaranya sebagai berikut.
AMALAN-AMALAN DALAM MENANTI ZUHUR
1. Setiap selesai sholat membacakan Doa Faraj (yang paling pendek: Allahumma ajjil li waliyyikal faraj) 2. Sholat di awal waktu dan meniatkan pahala keutamaan sholat di awal waktu dihadiahkan kepada Imam Mahdi 3. Banyak membaca sholawat 4. Membaca surat Yaasin setiap hari 5. Membaca doa Ahad setiap pagi selama 40 pagi berturut-turut
16 18
6. Membaca Doa Nudbah setiap Jumat pagi (ketika matahari terbit) 7. Membaca Ziarah Aali Yaasin 8. Melakukan sholat tahajud 9. Menjauhi berbagai macam dosa besar atau kecil dengan niat membahagiakan hati Imam Mahdi.
Imam Mahdi as, & Karomahnya
Bersama Kak Euis Daryati
A
ssalamualaikum...! Apa kabar adik-adik yang soleh dan solehah? Kak Euis mendoakan, semoga kalian, ayah, dan bunda, sehat dan bahagia selalu. Adik-adik, Kak Euis senang sekali karena bisa bertemu kembali untuk menemani adik-adik di rubrik Kid’s Corner ini. Kali ini, Kak Euis akan mengisahkan tentang salah satu karomah Imam Mahdi as. Hayo, adakah di antara adik-adik yang tahu Imam Mahdi as, imam keberapa?
Wah hebat! betul jawabannya, Imam Mahdi as adalah imam ke-12 dan imam terakhir. Beliau lahir pada tanggal 15 Sya’ban tahun 255 Hijriah di kota Samara, salah satu kota di Irak. Irak merupakan salah satu dari negara Timur Tengah. Saat ini Imam Mahdi ada dan memerhatikan kita semua, namun kita belum diperkenankan Allah untuk melihat beliau. Kelak di akhir zaman, Imam Mahdi akan muncul dan mendirikan pemerintahan yang adil sehingga tidak ada lagi orangorang jahat di sekitar kita, tidak ada lagi
1917
kemiskinan, dan orang-orang beriman akan hidup makmur dan bahagia. Adik-adik, meskipun umumnya kita tidak bisa melihat atau bertemu dengan Imam Mahdi, namun ada orang-orang istimewa yang mendapatkan barokah sehingga diperkenankan untuk bertemu beliau. Kak Euis akan menceritakan sebuah kisah tentang orang yang pernah berjumpa Imam Mahdi. Kisah ini bersumber dari seseorang yang bernama Syamsudin, yang mendapatkan cerita dari ayahnya, Ismail Harqili. Pada suatu hari, Ismail bercerita kepada anaknya Syamsudin, “Ketika aku muda, betisku mengalami luka parah. Luka parah sampai mengeluarkan bau busuk yang sangat menggangguku. Pada suatu hari, aku pergi ke rumah sahabatku yang bernama Sayyid Ridhodin Thawus di kota Hillah.� Adik-adik, mungkin kalian belum tahu, kota Hillah adalah salah satu kota di Irak. Ismail melanjutkan, “Kemudian ia mengumpulkan semua dokter untuk mengobati luka betisku. Namun, setelah para dokter memeriksanya, mereka mengatakan bahwa aku akan mati jika dioperasi. Jika aku dioperasi, urat nadiku akan terpotong, dan itulah yang akan menyebabkan aku mati.� Adik-adik, terbayang bukan, betapa sedihnya Ismail mendengar hal itu? Betapa ia harus menanggung derita sakit yang tidak bisa disembuhkan! Tahun berikutnya, Ismail dibawa oleh Sayyid Ridhodin Thawus, sahabat karibnya itu, ke kota Baghdad, ibu kota Irak sekarang ini. Di kota Baghdad, Sayyid Ridhodin membawa Ismail ke beberapa dokter untuk berobat. Akan tetapi, dokter-dokter ini pun memberi jawaban seperti dokterdokter yang di kota Hillah: luka betis Ismail tidak bisa disembuhkan, dan ia pun akan mati jika dioperasi. Adik-adik, sungguh sedih hati Ismail
18 20
mendengar hal itu. Pupus sudah semua harapannya untuk sembuh. Hingga pada suatu hari, dengan hati yang sangat sedih dan putus asa, ia pergi menziarahi makam Imam Hasan Askari a.s., ayahanda Imam Mahdi a.s.di kota Samara. Ia bermalam di sana, berdoa kepada Allah Swt dengan bertawasul kepada Imam Mahdi untuk kesembuhannya. Ia terus memanggilmanggil nama Imam Mahdi, bertawasul
supaya Allah menyembuhkan penyakitnya. Pagi harinya, Ismail berniat kembali ke Hillah, lalu ia mencuci baju dan mandi. Setelah mandi, ia kembali pergi berziarah, dan barulah berjalan menuju Hillah. Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan dua orang yang menunggangi kuda. Ia mengira mereka adalah penduduk Arab baduy yang hidup di gurun pasir. Kedua penunggang kuda itu pun memberi salam
kepada Ismail. Kemudian salah satu dari mereka, yang wajahnya tampan, meminta Ismail untuk mendekat. Ismail tidak langsung mendekat sewaktu dipanggil. Ia masih termenung, tapi tiba-tiba ia merasakan dirinya ditarik ke arah penunggang kuda berwajah tampan itu. Setelah Ismail mendekat kepada mereka, lantas orang tak dikenal itu pun meletakan tangannya di atas
lukanya. Ia menekan tangannya di atas lukanya dengan keras, sampai Ismail menjerit kesakitan. Kemudian ia menarik tangannya seraya berkata, “Hai Ismail, jangan bersedih, karena engkau tidak akan merasakan sakit lagi!” Ismail keheranan, bagaimana mungkin orang tak dikenal itu tahu namanya? Padahal Ismail yakin, dia tidak pernah berjumpa sebelumnya dengan orang itu.
Lebih dari itu, ia pun merasa takjub karena luka parah yang selama ini dideritanya itu, tiba-tiba sembuh! Sungguh bagaikan sebuah mukjizat, penyakit parah yang tak bisa disembuhkan para dokter itu, tiba-tiba sembuh begitu saja setelah dipegang oleh orang tak dikenal tadi. Selama beberapa saat, Ismail termenung memikirkan semua peristiwa aneh itu. Sementara itu, orang tak dikenal itu pun berpamitan kepadanya dan pergi. Ketika kedua penunggang kuda itu berlalu, Ismail tersadar. “Jangan-jangan orang tak dikenal itu adalah Imam Mahdi!” demikian pikir Ismail. Lalu ia bergegas menyusul dan memohon kepada lelaki tak dikenal berwajah tampan, yang sudah menyembuhkannya itu, untuk berhenti. Tiba-tiba beliau menoleh dan berkata kepada, “Wahai Ismail, kembalilah!” Ismail tidak menuruti perintahnya dan terus mengikutinya. Melihat hal itu, lelaki yang satu lagi, yang berkuda bersama lelaki tampan itu berkata, “Wahai Ismail, kembalilah! Apakah engkau tidak merasa malu, tidak mentaati perintah Imammu?” Mendengar perkataan itu, Ismail menjadi yakin bahwa orang yang sudah menyembuhkan penyakitnya benar-benar Imam Mahdi. Ia pun menurut, dan berhenti mengikuti perjalanan mereka, lalu berjalan kembali ke arah Hillah. Setelah peristiwa itu Ismail sering pergi ke Samara dengan harapan bisa bertemu kembali dengan Imam Mahdi. Akan tetapi, ia tidak pernah melihatnya lagi sampai meninggal dunia. Nah adik-adik, itulah tadi kisah tentang salah satu karomah Imam Mahdi as. Mudah-mudahan kita bisa mengambil pelajaran darinya dan juga menambah kecintaan kita kepadanya. Amin. Sampai berjumpa lagi di Kid’s Corner edisi selanjutnya ya...! Assalamualaikum...!
2119
WOMEN’S CORNER
Peran Perempuan Pada Masa Penantian
Diasuh oleh: Euis Daryati, M.A
R
evolusi Islam Iran yang telah digagas Imam Khomeini mampu membuat perubahan yang sangat besar bagi masyarakat Iran. Kemajuan pesat yang telah berhasil dicapai Iran dalam berbagai bidang adalah hasil dari revolusi ini. Bahkan revolusi Islam Iran telah menginspirasi umat manusia di berbagai penjuru dunia. Ada hal menarik yang diungkapkan oleh Imam Khomeini, yaitu bahwa kemenangan revolusi Islam Iran tidak lepas dari peran perempuan. “Revolusi kita berhutang budi kepada para wanita. Mereka turun ke jalan-jalan untuk menentang rezim, dan mereka pun memotivasi laki-laki untuk melakukan hal itu. Mereka berada di garis terdepan. Seorang wanita bagaikan sebuah kekuatan dahsyat yang mampu memusnahkan kekuatan setan besar,� kata Imam Khomeini. Badan intel Zionis pernah berusaha menganalisa rahasia kemenangan revolusi Islam Iran. Di antara kesimpulan yang mereka ambil adalah ternyata keyakinan masyarakat Iran terhadap Imam Mahdi a.s. menjadi salah satu faktor utama kemenangan revolusi. Peranan wanita dan keyakinan kepada Imam Mahdi a.s. adalah dua mata rantai yang saling berkaitan dalam revolusi Iran. Perjuangan
22 20
perempuan Iran dalam masa revolusi adalah sebuah bentuk konkrit aktivitas mereka dalam masa penantian Imam Mahdi a.s. Dalam beberapa riwayat telah disebutkan bahwa jumlah penolong Imam Mahdi a.s. yang dengan kilat langsung berbaiat kepadanya adalah berjumlah 310 orang, seperti jumlah pasukan Perang Badar. Dalam sebagian riwayat disebutkan 50 orang dari 310 orang tersebut adalah perempuan. Riwayat ini menunjukkan betapa kaum perempuan memiliki posisi penting dalam penantian Imam Mahdi a.s. Bila kita kaitkan dengan riwayat masyhur lainnya, disebutkan bahwa menanti kemunculan Imam Mahdi a.s. merupakan ibadah yang paling utama. Nah, seperti apakah peran perempuan dalam masa penantian ini? Seorang perempuan bila sedang menunggu kedatangan tamu istimewa, pastilah melakukan persiapan yang sebaik-baiknya, mulai dari membersihkan diri, membersihkan rumah, menata meja, memasak, dan lain-lain. Seorang perempuan yang menanti tamu istimewa, tidak akan berdiam diri bukan? Nah, apalagi bila yang kita nanti adalah Imam Mahdi a.s., yang akan menegakkan pemerintahan yang adil dan menebarkan
rahmat dan keamanan bagi seluruh kaum mukminin. Peran aktif perempuan dalam menanti Imam Mahdi a.s. haruslah dimulai dengan makrifat atau mengenal lebih dalam tentang sosok mulia beliau. Pengenalan yang benar terhadap beliau akan menyelamatkan kita dari kesesatan, seperti yang dapat kita simak dari doa tentang beliau, “…Ya Allah, perkenalkanlah Hujjah (Imam Mahdi as)-Mu kepadaku, karena jika Engkau tidak mengenalkan Hujjah-Mu kepadaku, maka aku akan tersesat dari agamaku.” Selain itu, kaum perempuan juga harus berusaha mengenali berbagai konsep seputar penantian, antara lain konsep ‘wilayatul faqih yang merupakan konsep kepemimpinan Islam pada masa kegaibannya Selanjutnya, dalam tatanan keluarga, seorang perempuan memegang peranan penting dalam mendidik anak-anaknya agar mereka mengenal sosok Imam Mahdi a.s. sejak dini. Kemudian, dalam tataran sosial-masyarakat, para perempuan pecinta sejati juga harus memberikan kontribusi dalam perbaikan masyarakat, sesuai dengan kemampuan masingmasing tentunya. Yang jelas, aktivitas dan profesi apapun yang didasari atas dasar kecintaan kepada Imam Mahdi a.s. insya Allah akan dinilai sebagai sebuah penantian yang aktif. Ada sebuah kisah mengharukan yang terjadi di Iran pra-revolusi, yaitu pada era rezim Reza Khan, ayah Reza Pahlevi. Reza Khan telah melarang wanita Iran untuk berhijab dan menyuruh para perempuan Iran untuk berbusana seperti perempuan Eropa. Apabila ada perempuan berani keluar rumah dengan menggunakan jilbab, maka jilbab mereka akan ditarik dengan paksa oleh aparat keamanan. Pada masa itu, ada seorang ulama yang terus berharap untuk bertemu dengan Imam Mahdi a.s. Ia menjalankan berbagai ibadah selama 40 hari. Pada hari ke-40, dia berharap bisa bertemu dengan Imam Mahdi a.s. Tiba-tiba, dari kejauhan ia melihat cahaya yang berasal dari sebuah rumah. Ulama itu pun bergegas mendatangi rumah tersebut. Ternyata,
di sana ia mendapati jenazah seorang wanita. “Aku melihat seseorang yang sangat bercahaya hadir di majelis yang sedang mendoakan perempuan itu. Ternyata orang yang bercahaya itu adalah Imam Mahdi a.s.” demikian tutur ulama tersebut. Setelah meminta informasi dari keluarga almarhumah, ulama itu mengetahui bahwa ketika hidup, perempuan tersebut tidak keluar rumah selama 8 tahun demi menjalankan salah satu perintah Allah, yaitu berhijab. Rupanya, keteguhan perempuan itulah yang membuatnya mendapatkan kehormatan didatangi Imam Mahdi a.s. saat ia meninggal. Contoh lain aktivitas yang harus dilakukan perempuan dalam masa penantian adalah sikap peduli terhadap umat yang tertindas. Misalnya, kita tahu bahwa Zionis adalah sumber kejahatan di dunia ini. Kaum perempuan bisa berperan aktif melawan Zionis dengan cara menghindarkan diri dan keluarganya dari mengkonsumsi produk-produk perusahaan Zionis. Yang lebih mulia lagi tentu, menghindarkan diri dan keluarga dari perilaku buruk dan tidak Islami yang disebarkan oleh orang-orang Zionis melalui media cetak dan audio-visual (televisi). Karena itu, marilah kita menanti secara aktif. Dan setiap pagi, marilah kita selalu berusaha untuk memperbaharui baiat dengannya, seperti yang tercantum dalam doa ‘Ahd “Ya Allah, sesungguhnya aku akan memperbaharui ikatan, janji dan baiat dengannya (Imam Mahdi as) pada pagi hari ini….”
23 21
JEJAK LANGKAH AHLUL BAIT
Kisah Perjalanan Sayyidah Nargis, Ibunda Imam Mahdi a.s. Surat Untuk Putri dari Romawi
S
yeikh Tabarsi, dalam bukunya Al-Ghaiba menuliskan riwayat dari Basyar Al-Ansari, seorang pelayan Imam ke-10 Imam Ali An-Naqi a.s. Suatu hari, Imam Ali An-Naqi berkata, “Wahai Basyar, engkau berasal dair kaum Anshar, yang selalu setia kepada kami selama ini. Karena itu, aku akan memilihmu untuk menjalankan sebuah misi penting.” Imam Ali An-Naqi kemudian menulis surat dalam bahasa Romawi, lalu menutupnya dan diberi cap khusus milik Imam. Beliau lalu memberikan surat itu beserta satu kantung berisikan 220 uang emas Dinar. Basyar diperintahkan untuk pergi ke Baghdad dan menunggu di jembatan sungai Furat. Imam mengatakan kepada Basyar bahwa di tepi sungai Furat itu dia akan mendapati perahu-perahu yang membawa para tawanan perempuan yang akan dijual sebagai budak. “Perhatikanlah dari jauh, akan ada seorang pedagang budak bernama Umar bin Yazid Al-Nakhas. Tunggu sampai dia memperlihatkan seorang perempuan yang menggunakan pakaian sutra. Perempuan itu mengenakan cadar dan menolak membuka cadarnya, dan menolak siapapun menyentuhnya. Dia akan berteriak dalam bahasa Romawi untuk
24 22
menghindarkan dirinya dari penodaan,” demikian jelas Imam Ali An-Naqi a.s. Selanjutnya, Imam menambahkan, “Seorang pembeli akan mengagumi kesuciannya, sehingga menawarkan uang 300 Dinars kepada si pedagang budak. Perempuan itu akan berkata kepadanya, “Aku tidak menginginkanmu, meskipun kau menggunakan baju Raja Sulaiman dan memiliki kerajaannya, jadi jangan buang-buang uangmu untukku.” Si pedagang akan berkata, “Apa maksudmu? Bagaimanapun, engkau akan kujual!” Lalu perempuan itu akan menjawab, “Mengapa engkau buru-buru? Aku akan memilih pembeli yang disukai hatiku, yaitu pembeli yang setia dan jujur. “
“Pada saat itu,” kata Imam Ali An-Naqi kepada Basyar, ”Datangilah pedagang budak itu dan katakan padanya bahwa engkau membawa surat dari seorang pria mulia yang ditulis dalam bahasa Romawi. Tunjukkan surat ini kepada perempuan itu. Jika dia setuju, maka belilah budak perempuan itu.” Setelah mendengarkan semua pesan Imam Ali An-Naqi a.s., Basyar pun berangkat menuju Baghdad. Benar saja, ia menyaksikan ada seorang perempuan dengan karakteristik seperti yang dikatakan Imam Ali An-Naqi. Basyar segera menyerahkan surat Imam Ali An-Naqi kepadanya. Perempuan itu, menangis setelah membaca isi surat tersebut, lalu segera berkata kepada penjualnya, “Juallah aku kepada pemilik surat ini!” Setelah tawar-menawar, akhirnya si penjual menerima harga sejumlah uang yang telah diberikan oleh Imam Ali AnNaqi a.s. kepada Basyar. Basyar melihat perempuan itu tersenyum senang. Lantas Basyar pun membawanya ke tempatnya menginap selama di Baghdad. Ketika tiba di sana, Basyar melihat perempuan itu kembali membuka surat dari Imam dan menciumnya. Kisah Hidup Malika si Putri Romawi Basyar pun bertanya, “Mengapa engkau mencium surat itu, padahal engkau tidak tahu siapa penulisnya?” Perempuan itu menjawab, “Engkau tak tahu betapa mulianya keturunan Nabi Muhammad! Dengarkan aku baik-baik. Aku adalah Malika, anak Yashoa, putra Kaisar Romawi. Ibuku adalah keturunan dari Shimeon, murid Isa putra Maryam. Aku akan menceritakan kepadamu kisah kehidupanku.”
“Ketika aku berusia 13 tahun, kakekku, Kaisar Romawi, berniat menikahkanku dengan keponakannya. Dia mengundang para orang pengikut Isa a.s., 300 di antaranya adalah para pendeta dan 700 orang dari kalangan terhormat. Dia juga mengundang 4000 orang pejabat, pimpinan militer, dan pembesar kabilah.” Malika melanjutkan, “Ketika mempelai laki-laki duduk di atas tahta yang dikelilingi oleh salib-salib besar, dan para uskup mulai berdiri dan membuka Injil mereka, istana tiba-tiba berguncang. Salibsalib berjatuhan, dan tahta pun runtuh, sehingga mempelai laki-laki terjatuh tak sadarkan diri. Para uskup menjadi pucat dan gemetar. Seorang uskup berkata, “Wahai Kaisar, biarkan kami pergi dari upacara ini agar kami tidak melihat tandatanda yang menunjukkan keruntuhan agama Kristen ini.” “Kakekku menjadi marah. Dia segera memerintahkan agar salib ditegakkan kembali dan upacara pernikahan dilanjutkan. Namun kejadian itu berulang kembali. Tamu-tamu berhamburan keluar istana karena takut.” Setelah kejadian itu, Malika bermimpi. Dalam mimpinya, dia melihat Nabi Isa dan Hawariyyun berkumpul di istana. Lalu datanglah Nabi Muhammad, Imam Ali, disertai 11 putra keturunannya. Nabi Muhamad berkata, “Wahai Ruhullah, aku datang untuk meminang anak putri washi-mu Malika untuk dinikahkan dengan putraku ini!” sambil menunjuk ke arah Imam Hasan Askari. Lamaran pun diterima, lalu Nabi Muhammad pun memimpin akad nikah antara Imam Hasan Askari dan Malika. Malika tidak menceritakan mimpinya
25 23
itu kepada siapapun, karena takut akan dibunuh. Namun, ia pun jatuh cinta kepada Imam Hasan Askari yang ditemuinya dalam mimpi itu. “Cintaku kepada Imam Askari membuatku enggan makan dan minum. Hari demi hari, badanku semakin kurus lemah. Kakekku memanggil tabib, namun, tidak ada seorang tabib pun yang dapat mengobatiku. Sampai akhirnya, aku memohon kepada kakekku agar berhenti menyiksa para tawanan muslim dan melepaskan mereka. Setelah permintaanku dipenuhi, kesehatanku membaik dan selera makanku kembali,” demikian tutur Malika kepada Basyar. Beberapa waktu kemudian, Malika kembali bermimpi. Kali ini dia didatangi dua perempuan yang bercahaya. Orangorang lain dalam mimpinya mengatakan bahwa kedua perempuan itu adalah Sayidah Maryam (ibunda Nabi Isa) dan Sayidah Fatimah Az-Zahra (putri Nabi Muhammad, ibunda para Imam Ahlul Bait). Sayyidah Az-Zahra berkata kepada Sayyidah Nargis, “Jika engkau ingin menikah dengan putraku, engkau harus menjadi muslim.” “Aku pun segera menggenggam tangan Az-Zahra dan menerima Islam. Az-Zahra pun mempertemukanku dengan putranya, Hasan Al Askari,” demikian tutur Sayyidah Nargis. Beberapa hari kemudian, ia kembali bermimpi, kali ini bertemu dengan Imam Hasan Al Askari. Malika bertanya kepadanya, “Bagaimana aku bisa menjadi istrimu?” Imam Hasan Askari menjawab, “Dalam waktu dekat, kakekmu akan mengirim pasukan untuk memerangi kaum muslimin. Ikutilah pasukan itu.” Malika pun menuruti perkataan Imam Hasan Askari. Ia menyamar menjadi
26 24
pelayan perempuan dan berjalan bersama rombongan pelayan. Namun, akhirnya dia dan para pelayan lainnya malah ditawan oleh pasukan Muslim. Dia tidak mengatakan kepada siapapun bahwa dirinya adalah Malika, cucu Kaisar Romawi. Ketika si pedagang budak menanyakan namanya, dia menjawab, “Namaku Nargis.” Dengan demikian, sejak saat itu, Malika dipanggil Nargis. Kemudian, Basyar Al Ansari mengantarkan Sayyidah Nargis ke Samarra untuk menemui Imam Ali An-Naqi a.s. Imam Ali An-Naqi berkata kepadanya, “Aku ingin memberi hadiah kepadamu. Manakah yang kaupilih, hadiah 10.000 Dinar atau sebuah kabar gembira?” Sayyidah Nargis menjawab, “Aku memilih kabar gembira berupa putra yang akan lahir dariku.” Imam Ali An-Naqi menjawab, “Engkau mendapatkan kabar gembira itu. Engkau akan melahirkan anak yang akan menjadi pemimpin di Timur dan Barat, dan akan memenuhi bumi dengan keadilan setelah sebelumnya dunia digelapi oleh ketidakadilan dan tirani.” Segera setelah itu, Sayyidah Nargis pun dinikahkan dengan putra Imam Ali An-Naqi, yaitu Imam Hasan Askari. Tak lama kemudian, dari rahimnya lahirlah Al Mahdi. Syeikh Abbas Qumi berkata, “Salah satu nama Sayyidah Nargis, ibu Imam Mahdi a.s., adalah Shaqil yang artinya ‘pemberi kecemerlangan’. Nama ini diberikan karena sewaktu janin Al Mahdi diletakan dalam rahimnya, kemilau cahaya memancar meliputi seluruh badannya.” (Red/Itrah, disarikan dari tulisan Dr. Jawad Larry Ansari)
Majalah ‘Itrah mengharapkan kontribusi tulisan dari pembaca untuk rubrik-rubrik berikut ini: UNDANGAN MENULIS 1. “Pendapat Saya” Kolom ini khusus untuk para ayah dan ibu. Tulisan yang diterima adalah yang sesuai dengan tema rubrik “Psikologi Keluarga”. Tema untuk bulan Juli: “bagaimana cara melatih anak agar tidak terlalu banyak nonton TV”. Isi tulisan yang diharapkan adalah cerita pengalaman pribadi terkait tema, 300400 kata.
2. “Fikrah” Fikrah adalah rubrik khusus untuk tulisan seputar kajian Islam (ditinjau dari filsafat atau ekonomi atau sains, dll). Isi tulisan harus karya sendiri, bukan terjemahan/copy-paste dari tulisan orang lain. Ditulis dengan bahasa yang ringan dan mudah dipahami, sesuai EYD, 700-800 kata.
3. “Opini” Opini adalah artikel ringan menyikapi fenomena sehari-hari. Isi tulisan harus karya sendiri, bukan terjemahan/copypaste karya orang lain. Ditulis dengan bahasa yang ringan dan mudah dipahami, sesuai EYD, 700-800 kata.
4. “Izzah” Izzah adalah artikel yang bertujuan membangkitkan kesadaran kaum muslimin agar bebas dari penjajahan fisik, ekonomi, pengetahuan, budaya, dll . Isi tulisan harus karya sendiri, bukan terjemahan/copy-paste dari tulisan orang lain. Ditulis dengan bahasa yang ringan dan mudah dipahami, sesuai EYD, 700-800 kata.
5. “Jejak Langkah Ahlul Bait” Artikel tentang sejarah-biografi tokohtokoh Ahlul Bait. Isi tulisan harus karya sendiri, bukan terjemahan/copypaste dari tulisan orang lain. Ditulis dengan bahasa yang ringan dan mudah dipahami, sesuai EYD, 900-1000 kata.
6. “Warta” Warta adalah laporan kegiatan yayasan/organisasi Ahlul Bait. Naskah yang diharapkan berupa teks 500 kata (laporan tentang tema acara, penyelenggara, siapa pembicara, kutipan-kutipan isi ceramah, berapa peserta, dll), serta foto-foto digital berkualitas bagus, minimalnya 5 foto.
Semua tulisan dikirim melalui e-mail (kami tidak menerima kiriman tulisan via pos) ke redaksi_itrah@yahoo.com. Harap sertakan no telpon yang bisa dihubungi. Bila berkenan, tulisan boleh disertai foto penulis. Tulisan yang dimuat adalah yang berkualitas bagus dan tidak memerlukan banyak editing. Redaksi berhak melakukan pengeditan yang dianggap perlu. Disediakan honorarium bagi tulisan yang dimuat.
27 25
KESEHATAN KELUARGA
Pola Hidup Sehat
Mencegah Asuhan Dr Fauziah Ismail
Obesitas
“Pada penderita obesitas umumnya terjadi peningkatan berat badan rata-rata 1-2 kg per tahun, bahkan bisa mencapai 5- 10 kg per tahun� Gaya hidup masyarakat Indonesia akhir-akhir ini banyak bergeser. Makanan gaya cepat saji (fast food) yang bergaya Barat semakin biasa dinikmati oleh anak-anak Indonesia. Anak-anak kita hari ini banyak yang lebih suka burger atau pizza daripada colenak atau lemper. Padahal, di AS dan Eropa, kini sudah ada seruan agar produsen makanan fast food tidak terlalu banyak memasang iklan, supaya anak-anak tidak termotivasi untuk menyantap makanan fast food. Para pakar kesehatan di AS dan Eropa kini mengkhawatirkan semakin meningkatnya obesitas (kegemukan) di kalangan anakanak akibat fast food. Obesitas adalah suatu kelainan metabolisme tubuh yang ditandai dengan adanya kelebihan berat badan akibat dari penumpukan jaringan lemak tubuh yang berlebihan. Kelainan ini bisa menimpa siapa saja, baik anak-anak maupun orang dewasa. Pada sebagian besar manusia, peningkatan berat badan biasanya terjadi secara bertahap pada saat dewasa, ratarata sekitar 15-20 kg pada usia di antara 20-60 tahun. Namun pada penderita obesitas umumnya terjadi peningkatan berat badan rata-rata 1-2 kg per tahun, bahkan bisa mencapai 5- 10 kg per tahun. Tentu saja, obesitas tidak seratus
28 26
persen akibat fast food. Terjadinya obesitas secara umum disebabkan oleh adanya ketidakseimbangan antara asupan dan pembakaran kalori dalam tubuh, dimana kalori yang masuk lebih banyak daripada kebutuhan kalori tubuh yang digunakan untuk pembakaran. Keadaan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: • Lingkungan. Hal ini mencakup perilaku dan gaya hidup seseorang, misalnya, kebiasaan makan terlalu banyak, termasuk makan banyak pada malam hari menjelang tidur, terbiasa mengkonsumsi fast food, minuman bersoda (soft drink) atau cemilan yang mengandung kadar gula atau lemak yang tinggi, serta kurangnya intensitas aktivitas fisik. Genetik. Seorang anak mempunyai kemungkinan mengalami obesitas jika salah satu atau kedua orang tuanya menderita obesitas. Psikologi. Gangguan psikis seperti stres juga dapat mempengaruhi pola makan seseorang. Obat- obatan. Beberapa jenis obat seperti kortikosteroid, obat
kontrasepsi steroid dan - beberapa obat anti depresi dapat mengakibatkan peningkatan berat badan.
Kesehatan atau penyakit. Beberapa jenis penyakit dan kelainan saraf bisa menyebabkan seseorang menjadi lebih banyak makan.
Dampak obesitas cukup parah. Selain dapat mempengaruhi kondisi psikososial seseorang (misalnya, menimbulkan rasa minder dan tidak percaya diri), obesitas bahkan bisa meningkatkan resiko kematian. Penderita obesitas sangat berpotensi terkena berbagai macam penyakit seperti gangguan pernafasan,
hipertensi, penyakit jantung koroner, batu empedu, diabetes melitus, penyempitan pembuluh darah, kolesterol, dll. Lalu bagaimana cara mengatasi obesitas? Pengalaman membuktikan betapa sulitnya mengatasi obesitas sehingga penanganan obesitas lebih diproritaskan pada usaha pencegahannya. Pencegahan obesitas harus dimulai dari anak -anak mengingat obesitas yang terjadi pada masa anak -anak lebih mudah berulang bahkan berlanjut sampai masa dewasanya. Berikut ini ada beberapa cara sehat untuk mencegah terjadinya obesitas baik pada anak anak maupun orang dewasa.
1. Mengatur pola makan dan minum, antara lain dengan cara: • Membiasakan makan teratur dengan jadwal yang tepat dan porsi yang cukup (tidak berlebihan). Hadis Rasulullah, “Makanlah ketika lapar dan berhentilah sebelum kenyangâ€? sangat tepat untuk diterapkan. • Makan dengan menu yang bervariasi dan sehat serta memperbanyak makanan yang mengandung serat dari buah dan sayuran, karena selain sangat bermanfaat untuk kesehatan pencernaan, serat juga dapat membuat kita lebih cepat merasa kenyang. • Mengurangi makanan yang digoreng dengan membiasakan mengolah makanan dengan cara direbus ,dikukus, atau dipanggang. 2. Mengatur aktivitas fisik,seperti: • Membiasakan bangun pagi dan berolah raga minimal tiga kali seminggu. • Banyak melakukan kegiatan sehari-hari yang memerlukan aktivitas fisik. • Membatasi aktivitas pasif seperti menonton televisi, video game atau penggunaan komputer yang berlama-lama. • Tidur yang cukup serta tidak berlebihan (maksimal 8 jam sehari). 3. Mengurangi beban psikologis dan menghindari stres. Pola hidup sehat yang dilakukan secara konsekwen pada diri dan keluarga akan sangat membantu mengurangi terjadinya obesitas dan menurunkan resiko kematian dan kesakitan yang ditimbulkannya. Catatan redaksi: pembaca yang ingin berkonsultasi dengan dr. Fauziah, dipersilahkan mengirim email ke redaksi_ itrah@yahoo.com
Rasulullah SAWW bersabda, “Perut adalah rumah bagi semua penyakit dan menahan diri adalah akar dari semua obat.� (Tibbun-Nabi, halaman 2)
29 27
KELUARGA HARMONIS
Menghantarkan dan Menjemput Sang Suami
K
etika sepasang laki-laki dan perempuan baru menikah, biasanya mereka berdua selalu ingin bersama dan tak ingin berpisah, lengket bagaikan perangko. Dengan senang hati, si istri akan menghantarkan suaminya yang hendak pergi mencari nafkah sampai ke pintu, dan terus menatapnya sampai bayangan suaminya hilang dari pandangan. Bahkan, ia pun akan mendoakan suaminya dengan penuh ketulusan, agar hari itu sang suami mendapat rezeki yang halal dan kembali dengan selamat. Selain menghantarkan, sudah menjadi budaya kita, seorang istri akan sungkem kepada suaminya, dan suami pun akan berangkat untuk mencari nafkah dengan penuh semangat. Ketika baru menikah, biasanya seorang suami ingin cepat pulang ke rumah untuk bertemu dengan istrinya, dan sebaliknya istri pun dengan tidak sabar menunggu kedatangan suaminya. Sewaktu suaminya pulang dari tempat kerja, si istri akan menyambut suaminya dengan penuh semangat dan penuh senyum. Bahkan, disediakannya teh hangat untuk suaminya, demi menghilangkan rasa penat akibat hingarbingar di dunia luar. Namun, seiring perjalanan waktu, khususnya ketika dari kedua pasangan sudah memiliki anak dan kesibukan masing-masing, kebiasaan menghantar dan menyambut pun akan mulai memudar. Banyak istri yang dengan alasan repot mengurus anak-anak, sudah tidak menyambut suaminya ketika
30 28
datang, atau menghantarkannya ketika akan pergi. Bahkan, mungkin sudah tidak memperhatikan kapan suaminya berangkat dan kapan pulang. Terkadang sang suami membawa kunci dan pulang diam-diam, sementara sang istri sudah tidur lelap tanpa sadar kapan suaminya datang. Di saat seperti ini, sangat mungkin suami merasa tidak diperhatikan lagi, dan ia pun berbalik bersikap tak acuh terhadap istrinya. Tentunya, jika hal ini terjadi, keharmonisan keluarga akan terancam. Rasulullah dan para Imam Ahlul Bait telah memberikan panduan agar seorang istri selalu melakukan kebiasaan terpuji ini, yaitu menghantar dan menyambut suami. Imam Ali a.s. berkata, “Apabila ada seseorang yang hendak pamitan kepadanya, maka hendaklah ia menghantarkannya walau barang sedikit saja‌â€? (Ushul-Kafi, jilid 2, hal. 670). Betapapun repotnya seorang istri dengan pekerjaan rumah atau mengurusi anak-anak, sebaiknya ketika pasangannya datang, ia bersegera untuk menyambutnya. Seorang suami akan merasa bahagia ketika kedatangannya disambut dengan senyuman, karena merasa bahwa dirinya dianggap penting dalam rumah tangga. Dan hal inipun akan menghilangkan semua kelelahan yang dirasakannya. Sambutan, senyuman, dan sapaan manis istrinya bagaikan sebuah charger yang akan kembali memompa semangatnya.
Begitupun, ketika suami pergi bekerja dengan dihantar istri hingga ke pintu dengan penuh senyum, bahkan ciuman sayang, sang suami akan berangkat dengan penuh semangat. Dia pun tahu istrinya akan menunggu dan mendoakan untuk kelancaran semua urusannya, sehingga dia akan menjalankan semua aktivitasnya dengan penuh gairah. Kesulitan, tantangan, dan aral kehidupan keras dunia luar akan dihadapinya tanpa patah semangat. Karena ia tahu, istri tercintanya akan selalu menyambut dan selalu memberikan spirit kepadanya.
Seorang istri yang senantiasa menghantarkan suaminya ketika hendak berangkat dan menyambutnya ketika datang, serta mampu menghilangkan kesedihannya akibat urusan dunia, maka istri tersebut dinilai sebagai salah satu ‘asisten’ Allah Swt di muka bumi.
Dalam sebuah riwayat disebutkan, seorang istri yang senantiasa menghantarkan suaminya ketika hendak berangkat dan menyambutnya ketika datang, serta mampu menghilangkan kesedihannya akibat urusan dunia, maka istri tersebut dinilai sebagai salah satu ‘asisten’ Allah Swt di muka bumi. Bahkan, Allah akan memberinya pahala senilai setengah pahala orang yang gugur syahid di jalan Allah swt. Demikian isi lengkap riwayat tersebut, “Seseorang telah mendatangi Rasulullah SAWW seraya berkata, ‘Wahai Rasulullah, aku memiliki seorang istri yang selalu menghantarkanku ketika hendak bepergian dan menyambutku ketika aku datang. Dan ketika melihatku sedih ia berkata, ‘Jika engkau bersedih karena memikirkan kebutuhan hidup, maka ketahuilah Allah swt telah mengatur semuanya. Dan jika engkau bersedih karena urusan akhirat, maka semoga Allah Swt menambah kesedihanmu untuk urusan akhirat.’ Rasulullah bersabda, ‘Ketahuilah bahwa Allah Swt memiliki asisten di muka bumi. Wanita ini adalah salah satu asisten-Nya. Bahkan ia mendapatkan setengah pahala orang yang syahid di jalan Allah.’” (Wasail Asy-Syi’ah jilid 14, hal. 11). Subhanallah, tentunya tidak ada seorang pun yang tidak ingin menjadi asisten-Nya. Maqam dan kedudukan tinggi ini bisa didapatkan seorang istri hanya dengan menjalankan tugas yang sebenarnya ringan ini. Ya, sebenarnya ringan, namun perlu tekad kuat dan pembiasaan. Apalagi, ketika usia pernikahan mulai usang ditelan waktu, seorang istri mungkin tidak telaten dan sudah merasa bosan untuk mengantar dan menyambut suaminya. Namun, insya Allah, dengan mengingat pahala yang diberikan-Nya, para istri akan selalu bersemangat untuk melakukan hal ini. (Red/Itrah)
31 29
JALAN-JALAN KE IRAN
Jamkaran, Oase di Padang Sahara Teks/Foto: Afifah Ahmad
3032
Matahari perlahan menepi ke ujung cakrawala. Suara lantunan ayat Qur’an menggema dari celah-celah menara. Sepasang suami istri terlihat khusyu’ merayu-Nya, dilatari langit kemuning dan lengkung pintu gerbang setengah jadi, juga lampu-lampu hias yang terayun indah. Sungguh mampu merenyuhkan jiwa-jiwa yang rindu untuk kembali. Ah…benar-benar senja yang sempurna! “Qom..Qom..Qom..” Teriak kondektur bus mengingatkan para penumpang yang berhenti di Qom untuk segera bersiap, karena bus akan kembali melanjutkan perjalanan ke kota Kashan. Seorang bapak yang duduk di bangku depan bergegas mengemasi barang bawaannya, para penumpang lain baru saja membuka mata mereka setelah terbuai sejuknya udara pendingin. Kubangunkan Mehdi yang juga terlelap sepanjang perjalanan, sementara tangan lainku meraih cadur dari dalam tas. Layar informasi menunjukkan suhu di luar bus mencapai 39 derajat. “Wow..!! Padahal musim panas baru akan tiba beberapa hari ke depan!” ucapku dalam hati. Begitu turun dari bus, hawa panas langsung menampar dan memoles warna kulit tropisku yang memang sudah gelap. Untungnya, segera ada taksi yang menyelamatkan kami dari jilatan pijar matahari siang itu. Jalanan lengang, hanya ada satu dua mobil yang melintas, toko-toko pun banyak yang terlihat tutup. Jauh berbeda dengan denyut nadi kota Teheran yang seakan tak kenal henti. Setelah istirahat sejenak dan berziarah di kompleks Haram Sayidah Ma’shumah, perjalanan kami lanjutkan ke masjid Jamkaran yang berjarak 6 km sebelah Timur kota
Qom. Melintasi tempat-tempat kenangan membuatku harus menahan debar halus, jalanan yang amat kukenal, pertokoan dan, “Ah…kampus itu masih berdiri kokoh di sana,” batinku. Kulirik mata bocah kecil yang duduk di sampingku. “Lima tahun lalu, kamu lahir di sini, Nak!” ujarku lirih sambil memutar mozaik kenangan yang tertinggal di tiap sudut kota ini. Terutama, detik-detik menanti kelahiran bayi laki-laki di awal Sya’ban, hingga menginspirasiku untuk memberinya nama, Mehdi. Sebuah nama dari manusia besar yang juga lahir di bulan ini. Hentakan mobil secara tiba-tiba, mengembalikan kesadaranku dari perjalanan menembus waktu. Tak terasa, mobil telah meluncur hingga ke bundaran Basij. Bila kebetulan datang pada malam 15 Sya’ban, jalanan ini sampai masjid Jamkaran akan berubah menjadi lautan manusia. Mereka datang dari berbagai sudut kota di Iran juga negara-negara tetangga untuk mengenang kelahiran manusia agung. Di masjid Jamkaran inilah, para peziarah berkumpul dan melewatkan malam dengan shalat dan doa bersama di sekitar pelataran masjid. Sungguh kesyahduan yang akan terus menorehkan rindu. Sebuah kerinduan sama, yang hari ini juga menghantarkanku ke gerbang
3331
tumpukan semen, besi-besi panjang juga para pekerja bangunan seakan bertutur bahwa Jamkaran memang sedang terus berbenah. Rencananya, masjid ini akan diperluas hingga 250 hektar dari radius masjid yang tadinya hanya 580 ribu M persegi. Hm..tak terbayang seperti apa nanti jauhnya menjangkau bangunan asli masjid. Sekarang saja, kaki-kakiku mulai terasa pegal berjalan dari gerbang sampai serambi masjid, sementara di atas sana sang raja hari masih saja mengintai kuat.
masjid Jamkaran, untuk kesekian kalinya. Jamkaran, terletak di tengah sahara dilatari pegunungan terjal. Pada bulan Juni-Agustus, hawa panas akan menyergap garang, seperti yang kurasakan hari ini. Sementara, di musim dingin sekitar November-Januari, angin gigil siap menusuk hingga ke persendian. Tapi ajaibnya, tempat ini selalu saja ramai dikunjungi sepanjang tahun, terutama di malam-malam Jum’at. Ya, tentu saja karena Jamkaran memang memiliki keistimewaan tersendiri. Sejarah awal pendirian masjid ini, menyimpan kisahnya yang sakral. Seribu tahun lalu, pada malam ke tujuh belas Ramadhan, Hasan Mutsallah Jamkarani memperoleh pengalaman spiritual berjumpa dengan Imam Mahdi dan diperintahkan untuk membangun masjid di sebuah lokasi yang sekarang bernama Jamkaran. Kisah ini dituturkan oleh Hasan bin Muhammad bin Hasan Qummi dalam bukunya “Sejarah Qom” mengutip riwayat Syeikh Shaduq, salah seorang ulama ahli hadits yang terpercaya dan hidup sejaman dengan pendiri masjid Jamkaran. Jamkaran hari ini, selalu ada yang berubah setiap kali aku datang menunjunginya. Gundukan pasir,
3234
Di tengah sengatan panas, mataku menangkap sebuah pemandangan yang menyejukkan. Seorang mullah dengan wajah teduh dan pakaian khasnya sedang berdiri menuliskan sesuatu di area ‘sumur harapan’, sebuah lubang yang berada di sekitar kompleks masjid. Biasanya, para peziarah menuliskan permintaan lalu memasukukkannya ke lubang sumur itu. Banyak cerita yang menyebutkan, permintaan mereka itu seringkali terkabulkan. Kalau ditelisik lebih jauh, ritual ini seperti sebuah surat curhat untuk Tuhan melalui hamba pilihanNya. Pada beberapa poster yang di pasang di
amalan bagi para peziarah, terpampang besar di sana. Dalam petunjuk itu disebutkan, para peziarah dianjurkan mengerjakan shalat empat rakaat dengan dengan dua salam. Dua rakaat pertama untuk tahiyatul masjid, setiap rakaat membaca surat Tauhid sebanyak tujuh kali. Pada dua rakaat berikutnya, diniatkan sebagai hadiah untuk Imam Zaman as. Shalat ini memiliki tata cara khusus. Pertama, mengulangi ayat “Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in” sebanyak 100 kali, ketika membaca surat Al Fatihah. Kedua, membaca tasbih ruku’ dan sujud tujuh kali. Ketiga, melengkapinya dengan membaca dzikir membaca tahlil dan tasbih Sayidah Zahra selepas shalat
sudut-sudut masjid, kuperhatikan catatan khusus yang menjelaskan tentang tata cara menulis pesan. Secara umum, hampir sama dengan prasyarat berdoa misalnya: harus bertaubat dari berbagai kekhilafan, melakukan ikhtiar dan kerja keras untuk tercapainya hajat, yakin bahwa hanya Allah-lah yang mengabulkan hajat, manusia shalih sekedar perantara dan permintaan tidak boleh bertentangan dengan sunatullah. *** Hari mulai menjelang sore, namun sengatan matahari masih saja terasa kuat. Selepas membasuh wajah lelah ini dengan air wudhu, kugegas langkah menuju bangunan utama masjid yang sejuk. Ruangan laki-laki dan perempuan terpisah, hingga para peziarah dapat menjalankan ibadah mereka secara khusu. Di setiap sudut masjid, hampir tak ada ruangan kosong. Jamaah perempuan dari berbagai usia terlihat sedang shalat dan berdoa. Kuayun langkahku ke salah satu sudut ruangan, sebuah poster berisi
Sepintas lalu, ritual shalat ini terlihat panjang, namun terasa ringan saat menjalaninya. Bahkan, banyak diantara peziarah yang masih berlama-lama duduk dan berdoa selepas menjalankan shalat. Kesejukan dan ketenangan yang dihadiahkan masjid ini, memang kurasakan berbeda. Tak hanya menyelamatkanku dari erangan panas matahari, juga membuatku terjeda dari ‘panas’ nya angan-angan duniawi. Jarum jam seakan berhenti berdetak, kampung akhirat seperti berjarak sangat dekat. Namun, malaikat Israfil nampaknya belum akan meniup serulingnya dan manusia masih harus berjuang menaklukkan ego keduniawiannya. Langit mulai teduh dan senja bersiap menebar pesonanya, saat kakiku kembali memijak serambi masjid. Kusisir berandanya yang luas sembari menanti adzan maghrib, sementara mataku lekat menatap setiap sudut halaman. Beberapa keluarga duduk-duduk di balkon masjid, seorang bapak tengah asyik membaca buku, serombongan ibu-ibu berjalan gegas mendekati tempat wudhu, sedang anakanak bermain riang di halaman. Raut
3533
berbaur membuatku enggan kembali berjalan jauh ke pintu Selatan. Di sebuah bundaran bernama Intizhar (Penantian), kami duduk pasrah menanti mobil yang melewati tempat ini, sambil sesekali melirik ke arah keluarga yang menggelar tikar di rerumputan, menikmati makan malamnya.
wajah Mehdi pun terlihat ceria, sesekali pandangannya mengarah ke atas menara, tempat burung-burung bul-bul hinggap dengan bebasnya. Matahari perlahan menepi ke ujung cakrawala. Suara lantunan ayat Qur’an menggema dari celah-celah menara. Sepasang suami istri terlihat khusyu’ merayu-Nya, dilatari langit kemuning dan lengkung pintu gerbang setengah jadi, juga lampu-lampu hias yang terayun indah. Sungguh mampu merenyuhkan jiwa-jiwa yang rindu untuk kembali. Ah‌benar-benar senja yang sempurna! Selepas shalat magrib, perlahan kami beranjak meninggalkan shaf jamaah. Begitu tiba di tepi jalan, segera kusadari kalau kami salah jalan. Seharusnya, keluar ke arah pintu Selatan, namun kami malah melewati gerbang Timur. Hanya ada mobil-mobil pribadi yang parkir di pelataran. Rasa lelah dan lapar yang
34 36
Tiga puluh menit telah berlalu, jam di tangan sudah menunjukkan pukul 21.30 menit. Tak ada mobil umum bahkan taksi yang melintas, hanya ada beberapa mobil pribadi yang keluar dari tempat parkir. Rasa resah mulai menghinggapiku, tak mungkin malam ini menginap di Qom, karena esok pagi sekali, suami harus kembali kerja. Ah seandainya dari tadi kami bergerak kembali ke pintu Selatan. Akhirnya kami memutuskan untuk berjalan kaki ke arah terminal. Setelah melangkah cukup jauh, akhirnya sebuah mobil Paykan berbodi ringsek melintas dan berhenti di dekat kami, menawarkan tumpangan. Tanpa banyak bertanya, kami segera berhambur masuk. Di dalam mobil, kembali kurenungkan kejadian yang baru saja kualami: Inilah titik berharga yang kupetik dalam perjalanan kali ini. Di sini, di masjid Imam Zaman, kami seperti diingatkan untuk memaknai kembali sebuah konsep penantian yang lebih aktif. Terima kasih Allah untuk hikmah yang tak ternilai ini.
PSIKOLOGI KELUARGA
Mengajak si Kecil
Belajar Sabar
Anak terlahir dengan kecenderungan karakternya masing-masing. Namun hal ini bukan berarti merupakan sebuah determinasi. Karakter anak dapat diarahkan pada bentuk ideal seperti yang dikehendaki nilai universal dan ajaran agama. Sabar termasuk salah satu sifat terpuji dari karakter yang dimiliki manusia. Banyak ayat Al Quran yang memuji dan meninggikan derajat orang-orang yang bersabar. Sifat ini sering menjadi kunci keberhasilan manusia untuk urusan dunia dan akhirat. Bahkan Nabi Musa a.s. memohon diberi kelapangan dada ketika ditugaskan Allah Swt untuk menghidayahi umatnya. Allah juga menghendaki pembuktian kesabaran dari hamba-Nya dengan memberi ujian yang sebaik-baiknya. Hari ini kita diuji dengan ke-ghaib-an Sahib al Zaman, dan dengan kesabaran kita dapat melakukan penantian ke-zuhur-annya dengan sebaikbaik penantian. Mengajarkan Kesabaran Kepada Anak Tentu saja kita perlu membekali putraputri tercinta sebagai amanat Allah yang dititipkan-Nya dengan modal kesabaran tersebut. Layaknya sebuah pendidikan, mendidik anak untuk menjadi sabar akan memberikan hasil yang lebih baik jika dilakukan sedini mungkin. Dalam panduan amalan ibu hamil yang dinukil dari riwayat Ahlul Bayt Nabi, dianjurkan untuk membacakan surat “Al Ashr� sebanyak mungkin agar kelak sang anak menjadi orang yang penyabar. Menanamkan kesabaran bagi si buah hati juga dapat dimulai dengan
Asuhan: Rabiah Aydiah, S.Psi
Dalam panduan amalan ibu hamil yang dinukil dari riwayat Ahlul Bayt Nabi, dianjurkan untuk membacakan surat “Al Ashr� sebanyak mungkin agar kelak sang anak menjadi orang yang penyabar.
Memancing, aktivitas melatih kesabaran anak
35 37
mengajarkan mereka untuk menyukai dan mencintai orang lain. Dengan kata lain, kasih sayang yang besar terhadap sesama akan membuat anak memiliki kesabaran lebih besar ketika menghadapi perbedaan. Anak akan memiliki toleransi yang lebih tinggi dalam relasi sosialnya kelak. Tentunya untuk dapat menyayangi sesama, anak-anak harus terlebih dahulu mendapat limpahan kasih sayang dan penghargaan yang lebih banyak dari orangtuanya . saat anak marah, ayah harus sabar memberi pengertian
Tips Mengajarkan Kesabaran mengajarkan mereka untuk menyukai Ketika Anak Marah dan mencintai orang lain. Dengan kata lain, kasih sayang endidik kesabaran yang besar terhadap pada anak juga dapat disiasati ketika sesama akan membuat mereka dalam kondisi anak memiliki sebaliknya. Ketika kesabaran lebih besar anak sedang marah atau orang ketikaprotes, menghadapi tua sebaiknya menerima perasaan perbedaan. Anak akanOrang memiliki yang dialami anak. tua toleransi kadang yang lebih tinggi dalam relasianak sosialnya menolak perasaan marah dengan mengejeknya, sebagai contoh kelak. Tentunya untuk dapat menyayangi mengatakan, “Kamu kelihatan jelek sesama, anak-anak harus terlebih dahulu jika sedang marah�. mendapat limpahan kasihinisayang dan Tanggapan seperti memberi tahu anak bahwa marahbanyak itu tidak penghargaan yang lebih dari baik, tapi dengan alasan yang tidak orangtuanya . tepat. Kita tidak boleh marah-marah bukan karena supaya wajah tidak jelek, bukan? Tanggapan seperti ini nantinya akan membuat anak tidak mampu mengenali dan mengolah emosi yang dialaminya. Padahal ketika orang mampu mengenali emosi yang dihadapinya, dia akan lebih mudah untuk mengarahkan perasaan itu pada hal yang positif. Misalnya, jika kita mengetahui hal apa yang membuat kita marah dan mengenali kebiasaan apa yang dilakukan dalam keadaan marah, maka kita akan lebih mudah mengontrol kemarahan tersebut sehingga tidak menimbulkan akibat yang negatif. Catatan penting lainnya adalah sebaiknya orangtua tidak
M
36 38
membiasakan anak meraih keinginannya melalui cara-cara yang memaksa, menjerit atau mengamuk. Tetapi justru sebaliknya, orangtua hendaknya merespon keinginan anak ketika mereka menyampaikannya dengan cara yang damai. Misalnya ketika anak menangis minta pulang ke rumah ketika sedang diajak bertamu, orang tua merespon keluhan anak sebelum anak menjerit memaksa pulang. Biasanya sebelum anak sampai pada kondisi mengamuk, mereka akan mulai dari gejala yang lebih ringan dan keluhan kecil. Namun yang sering terjadi, ketika anak berbicara pelan, malah diabaikan oleh orangtua. Orang tua seringkali baru memerhatikan tuntutan anak ketika mereka menjerit marah. Akibatnya, pesan yang ditangkap anak adalah “kalau aku ingin diperhatikan, aku harus ngamuk dulu!� Seandainya orangtua selalu mendengarkan isi hati anak (tidak menunggunya sampai mengamuk), mau membuka ruang komunikasi bagi anak untuk menyampaikan keinginannya, akan terjadi dialog atau tawar-menawar antara orang tua dengan anak. Proses ini akan memperkecil kemungkinan anak mengamuk dan memaksakan kehendaknya. Selanjutnya orang tua bisa memberikan dorongan agar anak belajar bersabar dalam pemenuhan keinginannya. Tak lupa, teknik pemberian rewards bagi anak yang sabar lebih baik dari pada menghukum anak ketika mereka marah atau mengamuk.
PENDAPAT SAYA
Berbagai Strategi dalam Menanamkan Kesabaran Kepada Anak Oleh: Khozanah Muslimah
S
aya memiliki seorang anak berusia 6 tahun. Berikut ini pengalaman saya dalam mendidik anak saya agar mampu bersabar ketika memiliki keinginan. Suatu hari, anak saya, sebut saja Aa, protes karena menu makanan yang saya masak tidak sesuai dengan seleranya. “Ibu, aku mau makan di KFC!” katanya. Hingga siang, anak saya tetap menolak makan. Akhirnya, saya mengajaknya main ke rumah temannya, sebut saja Abang (8 tahun). Abang ini yatim, ibunya suka bantu-bantu di rumah tetangga. Saya bertanya kepada Abang, “Abang, tadi pagi makan sama apa?” “Nasi sama garam,” jawab Abang. “Kalau kemarin, makan sama apa? “Nasi sama garam,” jawab Abang lagi. Tiba-tiba anak saya mengajak pulang dan minta makan. Saya pun berkata kepadanya, “Ibu senang kalau Aa bisa sabar menahan keinginan untuk makan yang mahal, ibu juga senang kalau Aa mau berbagi makanan dengan teman. yang lagi susah.” Anak saya tidak menjawab, tapi sejak itu dia tidak pernah protes soal makanan lagi. Suatu saat kami sedang jalan-jalan dan mampir ke KFC, anak saya bilang, “Ibu jangan beli yang mahal, beli makanan yang murah aja biar dapet banyak, nanti kita bagi ke Abang”. Saya menyimpulkan dari kejadian ini adalah bahwa dalam melatih anak untuk bersabar, kita harus menyentuh emosi anak dan mengungkapkan harapan kita. Selain itu, kita pun perlu memberikan keteladanan dalam bersikap sabar. Jangan sampai kita menyuruh anak sabar dengan sikap yang tidak sabaran.
menanamkan nilai kesabaran melalui dongeng
Misalnya, suatu hari, saya sedang repot memasak, anak saya merengek-rengek minta diajari origami. Saya berkata kesal, “Sabar dong A! Ibu kan lagi masak, sebentar lagi!” Waktu itu anak saya menjawab, “Ibu yang harus sabar. Sini main dulu sama Aa!” Selain itu, kita perlu mengantisipasi agar anak bisa bersabar. Misalnya, kita mau belanja ke minimarket. Sejak dari rumah, sebaiknya sudah membuat daftar belanja bersama anak, sehingga anak tahu apa yang akan dibeli. Saat berbelanja, kita harus bersikap konsisten. Meskipun anak menangis menjerit-jerit minta sesuatu yang ada di luar daftar belanja, saya berusaha tetap bertahan tidak mau membelikan. Dengan cara ini anak belajar menahan diri. Dia belajar bersabar menanti jadwal belanja selanjutnya agar bisa membeli barang yang diinginkannya. Kesimpulan saya, untuk menanamkan kesabaran ke anak, kita pun perlu memberi keteladanan dan bersikap konsisten. Selain itu, saya juga mengajarkan nilai kesabaran melalui dongeng sebelum tidur.
37 39
KAJIAN SYARIAH
Amar Ma’ruf Nahi Munkar Amar ma’ruf artinya menyuruh orang untuk menjalankan kewajiban, sedangkan nahi munkar artinya mencegah orang dari perbuatan yang haram. Hukum dan Syarat Pada dasarnya, hukum amar ma’ruf nahi munkar (selanjutnya disingkat AMNM) adalah fardhu kifayah, dalam artian, harus ada orang yang tidak berdiam diri saja kalau di tengah-tengah masyarakat ada kewajiban yang ditinggalkan atau ada perilaku haram yang dilakukan. Kewajiban tersebut memiliki syarat-syarat sebagai berikut (artinya, jika syarat-syarat berikut ini tidak terpenuhi, AMNM tidak lagi menjadi wajib). 1. Kita harus yakin bahwa pekerjaan yang dilakukan oleh orang lain itu memang betul-betul pekerjaan haram atau yang ditinggalkan itu adalah pekerjaan wajib. Jika kita tidak yakin, kewajiban AMNM menjadi gugur. 2. Ada kemungkinan AMNM yang kita lakukan ada pengaruhnya. Jika sejak awal kita yakin tidak berpengaruh sedikitpun, kewajiban AMNM menjadi gugur. 3. Si pelaku dosa memang dipastikan akan meneruskan perbuatannya itu. Jika kita bisa memperkirakan (apalagi jika sampai yakin) bahwa si pelaku dosa
40 38
akan menghentikan dosanya (bertobat), kewajiban AMNM menjadi gugur. 4. AMNM tidak sampai menimpakan kerugian jiwa, harta (dalam jumlah yang signifikan), atau kehormatan kita, keluarga, sahabat, dan seluruh kaum muslimin. Tahapan dalam AMNM AMNM memiliki tiga tahapan. Jika pada tahap pertama, maksud sudah bisa dicapai, kita dilarang langsung meloncat ke tahapan kedua. Begitu juga jika tahapan kedua ini sudah efektif, kita dilarang meloncat ke tahapan ketiga Adapun ketiga tahapan dalam AMNM adalah sebagai berikut. 1. Dengan sikap-sikap tertentu yang menunjukkan ketidaksetujuan kita atas perilaku pendosa dan kita yakin si pendosa memahami hal tersebut, misalnya dengan bermuka masam saat bertemu (biasanya kita bermuka ramah) atau kita tidak lagi berkunjung ke rumahnya (biasanya kita selalu datang berkunjung). 2. Dengan kata-kata 3. Dengan tindakan/kekuatan.
Beberapa Hukum 1. Terkait dengan tahapan dengan kata-kata, jika dalam ber-AMNM kata-kata yang lembut, nasehat, atau permintaan akan memperlihatkan hasilnya, kita harus melakukan demikian. Kita dilarang menggunakan kata-kata perintah yang tegas/keras. 2. Jika kita dituntut untuk mengulangi AMNM agar memperlihatkan hasil (terkadang orang akan memperhatikan teguran kalau disampaikan berulangulang), kita harus mengulangnya. 3. Yang dimaksud dengan meneruskan perbuatan (syarat nomor 3) tidak berarti bahwa si pendosa akan melakukan perbuatan dosanya itu secara permanen, melainkan cukup jika kita yakin bahwa si pendosa akan mengulangi lagi perbuatannya itu. Misalnya, jika ada orang yang meninggalkan shalat dan kita yakin bahwa untuk shalat berikutnya ia juga tidak akan mengerjakannya, hal itu sudah cukup menjadi syarat wajibnya AMNM. 4. Terkait dengan tahapan tindakan/ kekuatan, kita dilarang untuk melukai (apalagi kalau sampai membunuh) si pendosa, kecuali jika dosa yang dilakukan si pendosa sedemikian berbahayanya dan hanya bisa dihentikan dengan melukai di pendosa (misalnya dosa pembunuhan). 5. Dalam AMNM, tidak ada perbedaan antara dosa besar atau kecil. Jika ada seseorang melakukan dosa kecil, dan syarat-syaratnya bagi AMNM terpenuhi, maka AMNM menjadi wajib bagi kita. 6. Jika kita mengetahui ada orang lain yang berniat melakukan dosa: -. Kita tahu bahwa ia akan bisa melakukan dosa tsb → AMNM hukumnya wajib -. Kita yakin bahwa ia tidak akan berhasil → AMNM hukumnya tidak wajib
-. Kita ragu apakah ia akan berhasil atau tidak → AMNM hukumnya tidak wajib 7. Jika kita yakin (atau minimalnya memperkirakan) AMNM hanya akan efektif kalau dilakukan di depan umum, hal itu harus dilakukan dengan syarat bahwa dosa yang dilakukan orang tersebut juga dilakukan secara terang-terangan (sudah diketahui oleh masyarakat umum). Jika tidak dilakukan secara terang-terangan, kita malah tidak boleh melakukan AMNM di depan umum. 8. Jika kita yakin bahwa si pendosa hanya mau mendengar kata-kata seseorang, kita harus meminta orang tersebut untuk melakukan AMNM. 9. Jika untuk melakukan AMNM kita harus melakukan dosa yang lain, AMNM hukumnya malah menjadi haram, kecuali untuk dosa-dosa yang sangat berbahaya. Misalnya, untuk mencegah sebuah upaya pembunuhan, kita boleh memasuki rumah orang lain tanpa izin pemilik rumah. Etika AMNM 1. Mengedepankan akhlak baik yang tercermin dari perilaku serta kata-kata yang lembut dan penuh kasih sayang. 2. Menyucikan niat dalam rangka menggapai ridho Allah; sekaligus menghilangkan sifat-sifat merasa lebih tinggi/lebih baik dari orang lain. 3. Tidak menganggap diri suci dan bersih dari kesalahan/dosa. Pada saat yang sama juga tetap memandang si pendosa sebagai orang yang juga punya sisi-sisi kebaikan. Meskipun, tetap saja, pada saat itu si pendosa memang sedang melakukan dosa yang harus kita cegah. (Itrah/OS)
41 39
USTADZ MENJAWAB 2. Hipnotis dalam televisi sering memperlihatkan aib atau rahasia korban atau objek yang dihipnotis. Bagaimana hukumnya menyaksikan pertunjukan seperti ini dan bagaimana hukumnya bagi korban/objek, meskipun dia sendiri telah merelakannya?
Diasuh Oleh Ustadz Abdullah Beik, M.A
Tanya: 1. Pertunjukan sulap dan hipnotis sekarang ini menjadi tayangan di televisi yang sangat digemari masyarakat. Apakah hukumnya mempertunjukkan sulap dan hipnotis dan bagaimana hukumnya bagi yang menonton?
Jawab: 1. Pada dasarnya hukum keduanya adalah boleh, kecuali jika memiliki dampak negatif. Sebagaimana yang kita ketahui, Islam menghendaki agar masyarakat dididik dan diarahkan menuju kondisi yang lebih maju, rasional, dan berkualitas. Segala macam perilaku yang mengarahkan masyarakat kepada hal yang sebaliknya, yaitu kepada keyakinan khurafat dan menumpulkan proses berfikir rasional, hukumnya adalah haram. Sulap dan hipnotis pada awalnya memang bentuk hiburan. Jika masih bisa dijaga agar tetap menjadi sebuah bentuk hiburan, hal itu tidak menjadikannya haram. Akan tetapi, jika dari pertunjukan sulap itu muncul hal-hal khurafat dan timbul keyakinan yang melecehkan rasionalitas, maka sulap menjadi haram. Dalam hal ini, baik mempertunjukkan atau menontonnya memiliki hukum yang sama. 2. Pada intinya sama
4240
suka sekali supaya tersebar berita-berita keji dalam kalangan orang-orang yang beriman, mereka akan mendapat azab yang pedih di dunia dan di akhirat. Allahlah yang Mahatahu dan kamu semua tidaklah mengetahui.� Ayat tadi bisa dijadikan sebagai landasan hukum
dengan jawaban di atas. Akan tetapi, di sini kemungkinan jatuhnya perilaku tersebut kepada haram lebih besar mengingat adanya efek lain yang bisa ditimbulkan. Sebagaimana yang kita ketahui, kejelekan sebuah perbuatan dosa dan maksiat akan pudar dan dianggap biasa oleh kebanyakan orang jika kejelekan itu sering dipertunjukkan atau disebarluaskan. Sebagai contoh, perilaku korupsi dan menyuap di kalangan masyarakat Indonesia makin hari makin dianggap biasa. Salah satu sebabnya adalah masyarakat kita terbiasa menyaksikan perilaku tersebut di hampir semua sendi kehidupan. Melakukan hal-hal yang membuat orang makin memandang biasa perilaku korupsi atau menyuap, hukumnya haram. Islam menginginkan ma’ruf tetap ma’ruf dan munkar tetap munkar. Di dalam Al Quran, Allah melarang seseorang untuk menyebarluaskan kejelekan, dan perilaku tersebut diancam dengan sanksi keras seperti tercantum dalam surah An Nur ayat 19: “Sesungguhnya orang-orang yang
terkait dengan pertunjukan hipnotis yang terkadang mengumbar aib orang. Semakin sering aib dan perilaku buruk dipertunjukkan, masyarakat akan semakin menganggapnya sebagai hal yang biasa atau bukan dosa. Situasi seperti ini jelas sangat dibenci oleh Allah, dan hukumnya menjadi haram. Kalau hukum mempertunjukkannya haram, maka menontonnya juga tidak boleh.
Pembaca yang ingin mengajukan pertanyaan dipersilakan mengirim email ke redaksi_itrah@yahoo.com
41 43
MANTIQ
Logika Tahu Ammar Fauzi Heryadi
D
alam sejarah kebijakan dan orang-orang bijak, Yunani Kuno kerap dijadikan referensi oleh banyak kalangan. Di dunia itu, Sokrates merupakan tokoh paling bijak. Uniknya, ia sendiri kerap mengulang katakata ini, “Aku tidak tahu banyak. Hanya yang aku tahu bahwa aku tidak tahu.” Boleh jadi kata-kata ini dinyatakan sebagai sindiran untuk perilaku sekelompok orang yang merasa paling tahu. Setidaknya begitulah kesan yang juga ditangkap golongan yang menamai diri sebagai sofis: kalangan elite yang mengklaim diri cerdas hingga tak pernah mengatakan tidak tahu dalam menanggapi segala persoalan. Bagi Sokrates sendiri, pengakuan dan kesadaran akan ketidaktahuan dirinya adalah ungkapan kerendahan diri dari kepribadian yang berjiwa besar. Pengakuan ini juga laksana cermin dari sebuah sikap jujur pada kenyataan diri sendiri. Ketidaktahuan dan kebodohan merupakan realitas insani yang suka atau tidak harus diterima sebagai sebuah kenyataan, yakni kenyataan bahwa setiap orang diciptakan dan terlahir ke dunia ini dengan serba tidak punya dan serba kurang. Namun kenyataan diri ini justru merupakan peluang dalam hidup manakala disadari pula bahwa pada saat yang sama, setiap orang juga kaya potensi
44 42
Diri
untuk memiliki dan menguasai banyak hal. Sebegitu kuatnya naluri ingin-tahu, tidak jarang seseorang justru sukar menerima kenyataan tadi hingga begitu berat menanggung beban emosi menyaksikan gejala ketidaktahuan. Barangkali orang tua kehilangan kesabaran untuk menuntaskan caranya mendidik anak dengan menegur, “Jangan!”, “Diam!”, atau bahkan berkata, “Dasar, bodoh!” atau “Kapan pintarnya kamu!” Cara ini rupa-rupanya juga jamak dijumpai bahkan di ruang-ruang kuliah dan forum-forum seminar; bagaimana seorang pakar bergelar profesor-doktor menjawab tanggapan pesertanya, “Tahu apa kamu, hah?!”. Praktek yang sama juga diperagakan, ironisnya, justru oleh pejabat tinggi negara yang tangkas berdiplomasi, “Ini cuma orang-orang yang elite yang paham yang bisa membahas ini”. Pendidikan anak dan pencerdasan bangsa adalah proses humanis dan investasi budaya yang memakan waktu dan menguras emosi. Sudah pasti orang tua dan guru ingin sekali anaknya cepat mengerti dan pandai. Tapi sehebat apa pun, mereka tidak akan sanggup mencetak anak pintar secepat mesin fotokopi. Akan sulit ditemukan kesamaan antara mesin ini dengan kemampuan anak/siswa. Jika diperlakukan sama, besar kemungkinan anaklah yang jadi korban pembunuhan potensi, penistaan martabat, pelumpuhan daya kritis, dan penghancuran masa depannya di tangan orang tua dan gurunya sendiri! Dampak buruk ini juga mengancam nasib bangsa tatkala para pemimpin negara—daripada hidup mandiri, percaya pada kemampuan bangsa sendiri—malah begitu percaya dan bergantung pada prestasi bangsa lain hingga lebih puas memakai tenaga, jasa,
pakar, dan budaya asing untuk percepatan pembangunan di dalam dan luar negeri. Mereka ini mungkin tidak sadar kalau dulu, semasih kanak-kanak, sama-sama tidak tahu banyak hal, ingin belajar banyak hal dari banyak hal yang baik, dan tersanjung haknya untuk memperoleh pendidikan, kebijakan, kewibawaan dan kemandirian. Umumnya, kata ‘bodoh’ atau kalimat “tahu apa?!” dan sejenisnya terkesan kasar, sekalipun diucapkan orang tua yang selalu menginginkan kebaikan anaknya. Apa jadinya kalaulah katakata ini digunakan, misalnya, oleh para tokoh yang sama-sama sudah dewasa atau disegani statusnya, mungkin sekali mereka juga akan kehilangan kesabaran. Dalam sebuah kasus nasional, misalnya, bagaimana seorang mantan menteri melempar tuduhan ‘bodoh’ atau, maaf-maaf, ‘goblok’ dalam usaha kerasnya mempertahankan status kepakarannya ataupun menuntut hak dan kehormatannya. Naluri masyarakat umum akan terganggu oleh kesan kasar kata-kata itu. Untung masih ada reaksi ‘bijak’ seorang elite yang menyatakan, “Alhamdulilah berarti banyak orang pintar di negeri ini”. Disebut bijak karena ia tidak terjebak ikut berperang mulut kasar. Bahkan, ia bisa dikatakan berhasil menghentikan laju pertengkaran dengan sindiran yang santun. Kendati mencerminkan sikap jujur, adakalanya pengakuan akan ketidaktahuan diri juga dimanfaatkan malah untuk sebaliknya, yakni mengaku tidak tahu untuk bebas dari beban kejujuran. Terlihat ganjil memang seorang juru didik menanggapi dingin atau tak mau tahu sekalipun terhadap masalah sepele yang berulang kali ditanyakan siswa. Ini sama kerdilnya dengan seorang saksi mata yang menyembunyikan kesaksiannya hingga membiarkan seorang tersangka divonis secara tidak adil. Atau, seorang pemimpin yang galibnya paling
“
Naluri masyarakat umum akan terganggu oleh kesan kasar kata-kata itu. Untung masih ada reaksi ‘bijak’ seorang elite yang menyatakan, “Alhamdulilah berarti banyak orang pintar di negeri ini”.
tahu urusan negara dan orang yang pertama yang menerima laporan, namun begitu mudah dijurubicarakan sebagai pihak yang tidak tahu apa-apa untuk membebaskan diri dari tanggung jawab terhadap berbagai persoalan dalam negeri sendiri. Mereka ini kerdil karena lebih mengedepankan kepentingan pribadi dan bersifat sementara, sambil mengorbankan hak orang lain dalam belajar, berpikir, hidup bebas dan adil. Bijak adalah derajat mulia yang laik disandang pemegang tanggung jawab, di tingkat keluarga, sekolah, maupun tingkat nasional. Mempertahankan nilai kebijakan dengan mengedepankan otoritas atau hak kuasa bukanlah cara yang logis untuk membina lingkungan dan membangun negeri. Bijak berarti tahu dengan benar, sadar dengan insaf, bertanggung jawab dengan jujur, dan hidup dengan berjiwa besar dan rendah diri. Seperti kata Sokrates di awal, logika dasar pembinaan diri dan pembangunan bangsa adalah: karena kita tahu bahwa kita tidak tahu, maka segera belajar; tahu bahwa kita kurang, maka segera berbenah; tahu bahwa kita punya masalah, maka segera tuntaskan; tahu bahwa kita masih bergantung, maka segera hidup mandiri. Tentu banyak biaya materiil dan moril yang harus dikeluarkan, karena kesadaran diri adalah beban konsekuensi sekaligus anugerah potensi. Dengan begitu, kiranya orang tua dan guru dapat memuaskan naluri ingin-tahu anak, dan para pemimpin bangsa menuntaskan masalah dengan jiwa besar serta penuh tanggung jawab.
45 43
IZZAH
TKW DAN HARGA DIRI BANGSA
P
emancungan Ruyati kembali mengoyak luka lama yang memang belum pernah sembuh, karena di atas luka yang lama, lagi-lagi muncul lagi luka baru. Kasus penindasan terhadap TKW, baik dilakukan oleh majikan mereka di luar negeri, maupun oleh oknum-oknum di dalam negeri, sungguh menjadi cermin bagi bangsa ini, betapa penghargaan terhadap perempuan masih sangat rendah. Mengapa perempuan yang harus jauhjauh mencari nafkah ke negeri asing? Kemana para lelaki yang seharusnya menjadi kepala keluarga dan wajib menafkahi anak-istrinya? Pertanyaan ini sangat mungkin dijawab begini: lelaki di negeri ini sedemikian sulit mencari kerja karena lapangan kerja sangat terbatas. Pabrik-pabrik pribumi gulung tikar karena pasar dipenuhi barang murah dari negeri seberang. Pabrik-pabrik besar, kebanyakan sahamnya dimiliki juragan dari negeri-negeri asing. Mereka membuka pabrik di Indonesia supaya mendapat karyawan dengan gaji murah
44 46
setara budak. Keuntungan besar yang diraih, kembali ke negeri asal mereka, bukan untuk pembangunan di Indonesia. Sebagian perusahaan pun kini lebih suka mencari tenaga kerja dengan sistem outsourcing. Tenaga cleaning service, atau satpam, misalnya, tidak lagi menjadi karyawan tetap perusahaan dengan hak dan kewajiban yang dilindungi UU. Perusahaan yang butuh tenaga cleaning service atau satpam tinggal menelpon perusahaan jasa penyedia tenaga. Perusahaan penyedia jasa itu tak ubahnya bagai makelar budak di zaman jahiliah, hanya saja dengan penampilan yang jauh lebih modern dan konon, beradab. Dan jadilah negeri ini negeri budak, di dalam negeri rakyat diperlakukan bagaikan budak; di luar negeri budak asal Indonesia dipasarkan besarbesaran. Sedemikian besarnya uang yang berlimpah dari pemasaran budak modern Indonesia ke luar negeri, sampaisampai devisa yang dihasilkan berada di peringkat kedua setelah penghasilan minyak dan gas. Setiap tahunnya, TKW
yang bekerja di luar negeri menghasilkan devisa rata-rata Rp 100 trilyun. Betapa memalukannya, Indonesia bangsa yang sedemikian besar dan kaya sumber daya alam ini, ternyata meraup devisa justru dari penjualan budak bergaya modern. Ironisnya,sebenarnya angka devisa 100 trilyun pertahun itu berasal dari 3,2 juta TKW. Jika dihitung rata-rata, pendapatan para TKW sebenarnya tidak terlalu besar. Tiap tahun rata-rata mereka memperoleh penghasilan sebesar Rp 31,25 juta. Jika uang sejumlah itu dikurangi dengan biaya sebelum berangkat rata-rata Rp 18,29 juta maka mereka mendapatkan uang sebesar Rp 12,96 juta per tahun atau Rp 1,08 juta per bulan. Angka ini hampir setara dengan UMR kota-kota tertentu, malah lebih rendah dibandingkan beberapa kota besar di Indonesia (Media Umat 7/2/2011). Artinya, sebenarnya kaum perempuan di negeri ini tak perlu jauh-jauh menjadi babu di negeri orang seandainya pemerintah bisa membuka lapangan kerja buat suami-suami mereka dengan gaji senilai UMR saja. Kegagalan pemerintah menyediakan lapangan kerja, ditutuptutupi dengan istilah Pahlawan Devisa. Seolah-olah, para TKW itu bergelimang uang, sehingga bekerja di luar negeri sebagai babu adalah alternatif yang baik buat perempuan Indonesia. Pemancungan Ruyati, sebagaimana juga kasus-kasus lain di negeri ini, ditanggapi secara reaktif. Bangsa ini sedemikian terbiasa bertindak ketika sudah terlambat. Ketika pemerintah Arab Saudi sedemikian menghina kita dengan memancung Ruyati tanpa pemberitahuan kepada pemerintah Indonesia, barulah sebagian besar kita kebakaran jenggot. Namun, protes dari pemerintah pun masih setengah-setengah, sehingga akhirnya malah ditampar oleh keputusan Arab Saudi sendiri yang menghentikan penerimaan TKW dari Indonesia dengan alasan “adanya pemberitaan yang terlalu berlebihan atas kasus penyiksaan para
TKW di Saudi yang dipancung di Arab Saudi� (detikcom 15/2/2011). Dalam etika diplomasi antarnegara, sikap Arab Saudi ini benar-benar penghinaan besar. Jika ingin dihargai dan diperlakukan sejajar, seharusnya sejak awal pemerintah Indonesia yang ‘mengancam’ akan menghentikan pengiriman TKW jika pemerintah Arab Saudi tidak mau menjamin keselamatan dan keamanan TKW Indonesia. Kini yang terjadi justru sebaliknya. Kita semua patut marah dan tersinggung atas kejadian ini. Namun, persoalan ini tidak akan selesai hanya dengan marah dan saling tuding. Sebagai bangsa, kita harus menyadari bahwa penghargaan terhadap diri ini harus dimulai dari diri sendiri. Bila suamisuami dan para ayah sudah tidak lagi memiliki izzah (harga diri) sehingga membiarkan saja istri-istri mereka dan anak-anak gadisnya menjadi babu di negeri orang, akankah kita berharap orang lain menghargai bangsa ini? Bila para pemimpin negeri ini tidak lagi memiliki izzah, dan merasa senang meraup devisi 100 trilyun dari hasil jualan babu (bukan dari hasil produksi industri, pariwisata, rekayasa teknologi, atau hal-hal bermartabat lainnya), bagaimana mungkin berharap pemerintah negara lain memberikan rasa hormatnya? Izzah, harga diri bangsa, sekali lagi, harus ditumbuhkan dari diri sendiri. (Itrah/DY)
45 47
FIKRAH
Antara Wahyu dan Pengalaman Religius
S
46 48
Purkon Hidayat
ekitar dua dekade terakhir, berhembus wacana kontroversial di ranah teologi yang ditiupkan sejumlah pemikir muslim. Abdol Karim Soroush misalnya, menyamakan wahyu Tuhan yang diturunkan kepada para Nabi sebagai pengalaman religius yang dialami para mistikus, sufi bahkan penyair. Keduanya sama-sama memperoleh pengetahuan intuitif melalui mukasyafah (penyaksian batin) yang tidak bisa diraih oleh manusia biasa. Di mata mereka, orang yang merasakan pengalaman religius meyakini pengalamannya itu tidak bisa diungkapkan dengan kaidah logika bahasa umumnya, namun harus dijelaskan menggunakan pola subjektif bahasa agama yang memakai prinsip-prinsip permainan bahasa. Menurut Schleiermacher, pengalaman religius merupakan pengetahuan non-rasional berupa perasaaan menyatu dengan sumber kekuatan metafisika. Berdasarkan pandangan ini, wahyu yang diterima seorang Nabi merupakan pengalaman spiritual dan sosial Nabi itu sendiri. Di sini, wahyulah yang mengikuti situasi dan kondisi Nabi. Sehingga, wahyu akan semakin matang mengikuti kematangan Nabi.
Benarkah wahyu dan pengalaman religius itu sama, ataukah sebaliknya? Secara etimologis, wahyu memiliki beberapa pengertian antara lain: isyarat, pesan, dan perkataan tersembunyi yang cepat. Raghib Isfahani, mendefinisikan wahyu sebagai pesan tersembunyi yang disampaikan dengan isyarat yang sedemikian cepat. Wahyu secara terminologis didefinisikan sebagai pesan tersembunyi yang disampaikan oleh Allah Swt kepada para Nabi-Nya. Maka, wahyu berperan menghidupkan atau menciptakan sebuah agama baru. Dengan kata lain, wahyu kadangkala mendirikan syariat maupun agama baru dan kadang pula berperan menghidupkan kembali agama yang sudah dilupakan masyarakat dan telah mengalami berbagai distorsi. Dalam al-Quran, wahyu merupakan kalam Tuhan yang disampaikan kepada para utusannya melalui tiga cara, baik secara langsung, melalui suara tertentu sebagai perantara atau melalui malaikat. Antara wahyu dan pengalaman religius, setidaknya terdapat tujuh perbedaan mendasar. Pertama, wahyu bukan anak budaya jamannya, sedangkan pengalaman religius, lahir dari struktur budaya masyarakat di masa itu. Misalnya, pengalaman religius seorang Sufi Hindu India, dipengaruhi oleh budaya agama Hindu yang tumbuh dalam situasi dan kondisi sosial India. Pengalaman religius seorang muslim Arab, lahir dari budaya agama Islam yang dipengaruhi oleh situasi dan kondisi sosial bangsa Arab ketika itu. Artinya, seluruh pangalaman tersebut, lahir dari dinamika sosial yang membentuk kebudayaan agama pada jamannya. Namun, wahyu tidak demikian. Wahyu yang diterima para nabi
bukan lahir dari budaya jamannya, tapi langsung dari Tuhan. Karena itulah wahyu seringkali berseberangan dengan budaya ketika itu, bahkan melampui jamannya. Kedua, kebanyakan wahyu Tuhan disampaikan dengan bahasa yang jelas dan menerangi. Al-Quran pada umumnya menjelaskan maksudnya dengan terang benderang. Tetapi tidak demikian dengan pengalaman religius yang bersifat samar, cepat berlalu, dan mengalami kesulitan untuk dideskripsikan bahkan dengan logika bahasa sekalipun. Selain itu, pengalaman religius seorang sufi, dihantui kekhawatiran apakah penyaksian spiritual yang dialaminya merupakan ilham illahi atau inspirasi setan. Untuk membuktikannya memerlukan berbagai metode yang harus ditempuh. Hal ini menunjukkan bahwa pengalaman religius bersifat labil dan rentan. Ketiga, wahyu yang diturunkan Allah Swt kepada utusan-Nya melahirkan syariat berupa tatanan praktis dari Allah untuk kehidupan manusia, baik individu maupun sosial. Hal ini tidak akan ditemukan pada seluruh pengalaman religius seperti yang dialami seorang sufi. Sebab, setiap sekte tasawuf memiliki aturan dan metode sendiri-sendiri untuk meraih hakikat. Berbagai aturan tersebut berasal dari pengalaman para pemimpin masing-masing yang kemudian secara skriptural disistematikakan sebagai tradisi mistis. Keempat, tidak ada campur tangan manusia dalam wahyu. Al-Quran memperkenalkan dirinya sebagai kitab yang diturunkan dari Allah kepada Rasulullah Saw. Sebagaimana dijelaskannya sendiri dalam surat Yunus ayat 37-38, “Tidaklah mungkin al-Quran ini dibuat oleh selain Allah; akan tetapi (alQuran itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya dan menjelaskan hukumhukum yang telah ditetapkanya, tidak ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam‌.â€? Kelima, wahyu yang diterima oleh Nabi, berbeda dengan perkataannya sendiri baik dari susunan kalimat maupun
maknanya. Bahkan Rasulullah Saw sendiri dalam berbagai hadis menerangkan perbedaan tersebut. Hal ini menegaskan bahwa wahyu merupakan kalam Allah yang berbeda dengan perkataan Rasulullah. Keenam, wahyu mengabarkan keadaan para pendahulu dan generasi mendatang. Al-Quran menjelaskan keadaan orang-orang terdahulu hingga periode turunnya al-Quran. Walaupun al-Quran bukan buku sejarah yang menceritakan secara detail kronologis berbagai peristiwa, namun kitab suci Ilahi ini menjelaskan kehidupan orangorang terdahulu sebagai pelajaran bagi umat manusia. Selain itu, al-Quran juga menyampaikan informasi tentang masa depan. Misalnya, al-Quran mengabarkan kemenangan Romawi atas Persia dan kemenangan yang diperoleh kaum muslimin pada saat penaklukkan Mekah yang terdapat dalam surat al-Fath. Sementara itu, pengalaman religius tidak memiliki jangkauan sebagaimana al-Quran menjelaskan berbagai keadaan terdahulu dan masa yang akan datang. Ketujuh, tidak ada kontradiksi dalam wahyu. Salah satu mukjizat alQuran adalah tidak adanya kontradiksi di dalamnya. Meskipun secara sekilas ada beberapa ayat-ayat al-Quran yang terlihat berkontradiksi, namun bila ditelaah secara seksama dengan konsep-konsep keilmuan yang benar, sesungguhnya makna dari ayatayat al-Quran tidak ada yang saling berkontradiksi. Hal ini berbeda dengan berbagai pemikiran manusia yang acapkali mengandung kontradiksi. Sejarah mencatat berbagai karya besar manusia yang sempat mendunia, tidak luput dari berbagai kontradiksi yang melandasinya. Terkait hal ini, Al-Quran pun sudah memberikan argumennya, dalam surat an-Nisa ayat 82, “Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Quran? Kalau sekiranya al-Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapati pertentangan yang banyak di dalamnya.�
47 49
TA’LIM
Mari Berbaik Sangka kepada Allah..!
T
idak sedikit, manusia terjebak mengulangi kesalahan dan dosa karena berangkat dari sikap putus asa atas rahmat Allah. Misalnya, ada seorang yang telah berbuat dosa besar dan beranggapan Allah swt tidak akan memaafkan kesalahannya, sehingga ia kembali melakukan kesalahan lain. Ada sebuah hadis yang sangat mengagumkan dalam kitab Safinah al-Bihar, yang diriwayatkan dari Imam Ja`far Shadiq as. Hadis itu berbunyi, “Hamba terakhir yang diperintahkan Allah dimasukkan ke dalam neraka, menoleh ke belakang seperti mencari sesuatu yang hilang. Kemudian, Allah Azza wa Jalla berkata, ‘Bawa dia kembali.’ Ketika para malaikat membawanya kembali ke hadapan-Nya, Allah Swt berkata, ‘Wahai hamba-Ku, kenapa engkau menoleh ke belakang?’ Hamba itu menjawab, ‘Ya Allah, persangkaanku kepada-Mu tidak seperti ini.’ Allah bertanya kembali, ‘Apa persangkaanmu kepada-Ku?’ Hamba itu menjawab, ‘Ya Allah, tadinya aku menyangka Engkau akan mengampuni kesalahanku dan menempatkanku di surga-Mu.’” Imam Ja`far Shadiq as melanjutkan, “Kemudian Allah Swt bersumpah dengan
48 50
berkata, ‘Wahai para malaikat-Ku, demi kemuliaan-Ku, demi ketinggian-Ku, demi nikmat-Ku, demi musibah-Ku, dan demi ketinggian kedudukan-Ku, orang ini belum pernah sekejap pun berprasangka seperti ini kepada-Ku dalam hidupnya. Jika dia pernah sekejap saja berprasangka seperti ini kepada-Ku dalam hidupnya niscaya Aku tidak akan menakutinya dengan neraka. Meski begitu, beri dia ganjaran atas dustanya dan masukkan dia ke dalam surga.” 1 Riwayat ini mengagumkan. Meskipun orang itu tidak benar-benar berprasangka demikian dan menoleh ke belakang dengan pura-pura, namun hal itu telah menyebabkannya terbebas dari api neraka. Dengan kata lain dapat dikatakan pula bahwa tetap ada nilai pada orang ini, ketika dia menoleh ke belakang. Karena Allah Swt telah memberikan satu kebaikan kepadanya. Dalam sebuah munajat dikatakan, “Duhai Zat yang memulai dengan memberi berbagai kenikmatan sebelum mereka 2 berhak mendapatkannya.” Allah Swt sedemikian baik dan pemurah sehingga prasangka baik yang pura-pura pun diterima-Nya. Maka, adakah makhluk yang tidak mau berpengharapan kepada-Nya? 1
Safinah al-Bihar, jil. 5, hal. 390. At-Tahdzib, jil. 3, hal. 84; Bihar al-Anwar, jil. 95, hal. 1198.
2
Dan, apa pantas dan mungkin kita dapat berputus asa dari rahmat-Nya dan tidak menyukai-Nya? Berharap kepada rahmat Allah Swt bukan berarti kita tidak boleh berputus asa dari diri kita. Justru kita mesti berputus asa dari diri kita sendiri. Kita harus berputus asa dari selain Allah Swt. Inilah jalan yang benar! Sebelum manusia sampai ke tahap putus asa seperti ini, maka dia tidak akan sampai pada tahap pengharapan kepada Allah Swt. Allah Swt berfirman, Sehingga apabila para rasul tidak mempunyai harapan lagi (tentang keimanan mereka) dan telah meyakini bahwa mereka telah didustakan, datanglah kepada para rasul itu pertolongan Kami (QS Yusuf: 110). Dalam ayat ini terkandung makna yang sangat tinggi. Para rasul telah berusaha sedemikian rupa dalam membina umatnya hingga sampai ke tahap putus asa, yakni sampai ke tahap terakhir, dan pada saat itu pula pertolongan Allah Swt datang. Dalam keadaan putus asa dan gelap mereka melihat harapan dan cahaya. Manusia semestinya berputus asa kepada dirinya dan menyalahkan dirinya, tetapi sedapat mungkin harus senantiasa berharap dan berprasangka baik kepada Allah Swt. Kita seharusnya berkata, “Ya Allah, Tuhan alam semesta, sungguh Engkau Maha Pengampun.” Tuhan yang kepada persangkaan pura-pura saja memberi ganjaran dan membukakan jalan ke surga bagi manusia, apalagi jika manusia itu dia benar-benar berprasangka baik, maka tentu Dia akan memberikan yang lebih dari itu. Sebab itu, kita harus berprasangka baik kepada Allah Swt, yang Maha Dermawan dan Maha Pengasih. Imam Ja`far Shadiq as melanjutkan perkataannya dalam hadis yang sama, “Setiap hamba yang berprasangka baik kepada Allah, maka Allah akan 3
memperlakukannya sesuai dengan persangkaan itu, dan setiap hamba yang berprasangka buruk kepada Allah maka Allah akan memperlakukannya sesuai dengan persangkaan itu pula.” Inilah arti dari firman Allah Swt yang berbunyi, Dan yang demikian itu adalah prasangkamu yang telah kamu sangkakan kepada Tuhanmu, Dia membinasakan kamu, maka jadilah kamu termasuk orang-orang yang merugi (QS. Fushshilat: 23). Kita mungkin banyak menemukan, ada sebagian orang yang berprasangka buruk kepada Allah Swt. Mereka berkata, “Allah tidak akan memaafkan perbuatan kami”, atau “kami tahu Allah tidak akan mengampuni kami”. Imam Ja`far Shadiq as berkata, “Yakinilah, maka Allah pun akan melakukan sebagaimana yang diyakini itu. Dan itu disebabkan keyakinan atau prasangka buruk mereka kepada Allah.” Dalam berbagai riwayat disebutkan, “Dosa terbesar adalah berburuk sangka 3 kepada Allah.” Artinya, di antara dosadosa besar, tidak ada dosa yang lebih besar daripada berburuk sangka kepada Allah Swt. Dalam hadis yang lain dinyatakan, “Berbaik sangka kepada Allah balasannya adalah surga.” 4 Allah berkata kepada penduduk neraka Jahannam, “Prasangka buruk kalianlah yang telah menyebabkan Aku tidak mengampuni kalian dan tidak memasukkan kalian ke dalam surga. Kalian sendiri yang telah membinasakan diri kalian. Karena itu, berprasangka baiklah kalian, dan ceritakanlah tentang rahmat, cinta dan keindahan-Ku.” Setiap manusia, tentunya pernah melakukan kesalahan dan khilaf. Namun, yang terpenting adalah sikap optimis bahwa pintu rahmat Allah akan senantiasa terbuka bagi setiap hambanya.
(Dikutip dari buku Avatar Cinta, karya Habibullah Farakhzad, terbitan ICC-Al Huda)
Mizan al-Hikmah, juz 2, hal. 1788, menukil dari kitab Kanz al-`Ummal, hal. 5849. 4 Amali Thusi, hal. 380, hadis 814.
49 51
OPINI
Sekolah Impian
B
Ismail Amin*
agi anak yang pertama kali didaftarkan ke sekolah, bulan Juli menjadi bulan yang begitu istimewa. Pengalaman hari pertama masuk sekolah bagi anak bisa jadi merupakan peristiwa penting yang sulit dilupakan. Ada kesan kegembiraan yang meluap disana, karena sekolah menawarkan kegembiraan dengan teman-teman dan dunia baru. Bagaimanapun juga, persiapan menjelang hari pertama masuk sekolah merupakan kesibukan tersendiri baik bagi orangtua, terlebih lagi bagi sang anak. Hanya saja yang menjadi persoalan berikutnya adalah, benarkah selama ini sekolah berperan sebagaimana seharusnya bagi perkembangan pendidikan sang anak? Pertanyaan ini perlu menjadi refleksi bagi para orangtua, agar tidak terjebak pada rutinitas menghantarkan anak ke sekolah, yang bisa berakibat fatal jika tanpa disertai kesadaran. Persoalan Dasar Dunia Persekolahan Kita Anak harus disekolahkan, idealnya memang seperti itu. Faktanya, tak satupun keluarga yang mampu mendidik, mengajar, dan melatih anak-anak mereka tanpa bantuan ‘orang sekampung’ (meminjam istilah Hillary Rodham Clinton).
50 52
Pendidikan bagi anak menuntut adanya pembagian peran, tugas, dan tanggung jawab dalam masyarakat. Dan dalam perspektif itulah lembaga-lembaga pengajaran atau dunia persekolahan (mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi) diberi tugas untuk membantu atau menerima sebagian tanggungjawab tersebut –bukan seluruhnya—guna menolong orangtua agar dapat menjalankan peran mereka secara lebih bertanggungjawab. Hanya saja, realitas yang terjadi, sebagian orangtua kini menganggap bahwa mendidik anak itu sama artinya dengan mempersiapkan uang sekolah, membelikan seragam, buku-buku, dan perlengkapan belajar lainnya. Sebagian besar orang tua dewasa ini menyerahkan sepenuhnya peran pendidikan kepada sekolah. Kalaupun anaknya mengeluh sulit belajar, orangtuapun memanggil dan membayar mahal guru-guru privat untuk memastikan anak-anaknya mendapatkan nilai tinggi di sekolah. Fakta inilah yang menyebabkan sekolah dan universitas terjebak pada semacam arogansi, sikap percaya diri yang terlalu berlebihan. Adanya ketergantungan orangtua yang sangat
terhadap sekolah menyebabkan sekolah merasa mampu melakukan segalanya asal dibayar. Dengan berbagai ilusi konsepkonsep semacam ‘sekolah unggul’ yang alumninya dijamin menjadi manusia hebat di lingkup nasional bahkan internasional, sekolah merasa wajar menarik pungutan sebanyak-banyaknya kepada orangtua murid. Inilah sebabnya menjadi sulit di negeri ini untuk membedakan antara sekolah terbaik dengan sekolah termahal (meminjam pernyataan Andreas Harefa, 2001). Apa yang Terjadi di dalam Kelas? Hampir selama beberapa generasi, proses pendidikan yang dijalankan di Indonesia tidak lebih dari sekedar pengalihan informasi dari guru ke murid secara sepihak. Anak didik dibebani dengan berbagai hapalan teori maupun rumus-rumus, sekedar untuk bisa menjawab soal-soal ujian tapi kemudian sulit diejawantahkan ke dalam realitas sosial. Anak didik hanya memainkan peran pembantu, sebab guru adalah aktornya. Pelajar hanya akan menjadi pelengkap penderita yang lebih diperlakukan sebagai obyek ketimbang subyek. Proses pendidikan semacam ini menurut Chaedar Alwasilah (1993:23) hanya berfungsi untuk ‘membunuh’ kreativitas murid, karena lebih mengedepankan verbalisme. Verbalisme merupakan suatu asas pendidikan yang menekankan hapalan, bukannya pemahaman, mengedepankan formulasi daripada substansi. Model pendidikan demikian oleh Paulo Freire dikritik sebagai banking education, hubungan antara guru dengan murid sangat hirearkis dan bersifat vertikal; bahwa guru bicara, menjelaskan dan memberi contoh sementara murid menjadi pendengar saja. Tidak banyak yang sadar bahwa dengan model pendidikan yang menjadikan murid semata-mata sebagi obyek adalah bentuk kekerasan dan pelanggaran terhadap hak anak. Pendidikan gaya bank menghalalkan dipakainya kekerasan untuk menertibkan dan mengendalikan para murid. Murid
dibelenggu dan ditekan untuk mematuhi apapun perintah dan anjuran pendidik. Kesadaran individu dikikis habis dan mengggantinya dengan kesadaran kolektif yang seragam. Efeknya memunculkan kepribadian yang mekanik, mirip dengan benda mati yang kehilangan kebugaran dan kreativitas (Eko Prasetyo, 2004). Dari sinilah proses pembinatangan (baca: dehumanisasi) terjadi. Kita dapat saksikan bagaimana nasib anak-anak yang sekarang waktu yang seharusnya diisi dengan permainan dan kegembiraan ditelan untuk belajar dan menghapal berbagai paket pengetahuan, dari pagi hingga sore, tidak ubahnya pekerja pabrik. Anak-anak diajarkan cara bagaimana ia bisa naik kelas, lulus, dan kemudian dapat kerjaan. Mereka semata-mata diajarkan cara berhitung dan bukan tentang apa yang seharusnya diperhitungkan. Proses pendidikan yang sejatinya adalah membebaskan segala potensi keunggulan yang ada dalam diri setiap individu, belumlah terwujud. Betapa kita merindukan suasana sekolah yang di dalamnya pertemuan antara guru dan murid terjadi dalam susana yang demokratis, di mana guru bukan lagi figur yang hanya memberikan suapan bahan pelajaran, tetapi teman yang menemani suka duka kehidupan murid. Sebab, kita percaya, sekolah dibangun untuk mengabdikan suatu pengalaman yang tidak lekang oleh waktu. Di sana, diperoleh pengalaman yang menakjubkan sekaligus mengharukan. Sekolah seharusnya adalah institusi yang menyenangkan, tempat mengembangkan mental juara dan menemukan jati diri, ranah kreativitas yang mengabulkan angan-angan indah, dan membawa anak didik semakin mendekati Tuhannya. Namun sepertinya, kita masih harus menunggu sekolah impian ini terwujud, entah sampai kapan. *Mahasiswa Mostafa International University Islamic Republic of Iran
51 53
WARTA
SANLAT dan FAMILY GATHERING
Panitia Sanlat Bintul Huda bersama para asatidz, Ustadz Shodiq, Ustadz Husein Alkaff, Ustadz Ahmad Alkaff, Ustadz Mehdi Abbasi
P
ada tanggal 28-29 Juni, Bintul Huda menyelenggarakan acara pesantren kilat (sanlat), yang digabung dengan acara Family Gathering. Bintul Huda adalah perkumpulan akhwat Ahlul Bait di bawah binaan Husainiyah Az-Zahra Bandung yang dipimpin oleh Ustadz Husein Alkaff. Pesantren kilat yang rutin diselenggarakan oleh Bintul Huda ini, mengambil tema “Tiada Hari Tanpa Al Quran Bersamaku”. Menurut Bu Yani, ketua panitia, tujuan sanlat antara lain adalah mengenalkan keutamaan membaca Al Quran dan memotivasi para santri agar gemar membaca Quran. Selain itu, juga diajarkan materi terkait mukjizat Al Quran dengan harapan agar para santri mampu menjadikan mukjizat Al Quran sebagai hujjah jika mereka berdiskusi dengan orang-orang yang menentang Al Quran.
54 52
Pada hari terakhir sanlat, para orang tua santri juga diundang hadir untuk makan siang bersama lalu mendengarkan tausiah dari Dr. Mehdi Abbasi dari Aljazair dan Ustadz Ahmad Alkaff. Selanjutnya, diadakan pembagian laporan belajar siswa-siswi “Mahdian” (Madrasah Ahad Dwi Mingguan) yang selama setahun terakhir dikelola oleh akhwat Bintul Huda. Menurut ibu Euis Supriati, Mahdian diselenggarakan dengan motivasi agar anak-anak semakin akrab dengan ajaran Ahlul Bait. “Anak-anak kita kan setiap hari menerima informasi negatif dari media massa, televisi, film, atau lingkungan yang menjauhkan mereka dari nilai-nilai Islam. Mudah-mudahan, dengan rutin hadir di Mahdian, mereka menjadi punya komunitas dan semakin akrab dengan ajaran Islam,” demikian jelas Euis. Mahdian Bintul Huda kini membina sekitar 65 anak-anak, mulai dari kelas 1 SD hingga SMA. (Reporter:DY/Itrah)
Ustadz Husein Alkaff sedang memberi kata pengantar
Inilah tim sukses sanlat dan family gathering
Materi ‘Asyiknya Membaca Al Quran’
Makan...Makan..
Santriwati berpose manis
Santri...cheeers...!
55 53
GALERI
Kegiatan Divisi Pendidikan
S
Pendidikan ICC bulan Juni 2011
eperti bulan-bulan sebelumnya, kegiatan yang diadakan oleh Divisi Pendidikan dan Dakwah ICC terdiri atas kajian rutin dan temporer. Kajian-kajian rutin mengambil waktu yang sama yaitu setiap Senin-Kamis sore jam 17:00 – 18:15, meliputi Kajian Tafsir, Teologi Modern, Film, dan Renungan Doa Kumail. Kursus Bahasa Arab mengambil waktu pukul 19:00-20:00. 1. Kajian Tafsir (Senin) Kajian Tafsir masih dibimbing oleh Ustadz Dr. Umar Shahab. Kajian tafsir tematik selama bulan Juni mengusung tema-tema seputar Ahlul Bait dalam al-Quran. Dijelaskan oleh Ustadz Umar bahwa Ahlul Bait disebut dalam berbagai ayat Al Quran dengan sebutan yang bermacam-macam.
54
56
2. Kursus Bahasa Arab (Senin jam 19:00-20:00) Kursus Bahasa Arab dipandu oleh Ustadz Salman Parisi, MA. Ustadz Salman menggunakan metode ASL (Arabic Super Learning), yaitu sebuah metode agar pembelajaran bahasa Arab lebih mudah dijangkau oleh siapapun
yang menghendaki dan berminat un tuk mengetahui dan menguasai bahasa Arab. 3. Kajian Teologi Modern (Selasa) Kajian Teologi Modern yang dibimbing oleh Ustadz Dr. Muhsin Labib termasuk kajian yang sangat menarik. Menurut Ustadz Labib, manusia sebenarnya bisa secara sadar bertindak sesuai koridor ketuhanan tanpa harus ditekan, diancam, ataupun ditakut-takuti dengan siksaan atau diiming-imingi pahala dan janji-janji surga. 4. Kajian Film Sayyidah Maryam (Rabu) Sampai akhir bulan Juni, penayangan film Sayidah Maryam memasuki episode 7. Dengan demikian, tinggal tersisa 2 episode lagi karena secara keseluruhan, jumlah episode film ini adalah 9 episode. Kajian Film ini juga termasuk yang selalu dihadiri peserta dalam jumlah banyak. 5. Renungan Doa Kumail (Kamis) Pada bulan Juni lalu, kajian atau renungan Doa kumail dibimbing secara berturut-turut oleh tim asatidz, yaitu Ustadz Rusli Malik, Ustadz Musa Kazhim Al-Habsyi, Ustadz Musa Kazhim Siraj, dan Ustadz Ali Husein Alatas.
6. Kegiatan rutin ICC lainnya adalah pelaksanaan Salat Jumat.
Di bulan Juni ini, khatib yang menyampaikan khutbah adalah Seyed Morteza Mousavi, Ustadz Umar Shahab, dan Ustadz Abdullah Beik. Khutbah Jumat banyakmenyinggung keistimewaan bulan Rajab dan amalanamalan yang dianjurkan dalam bulan ini. Khutbah juga selalu mengingatkan jamaah terkait perjuangan kaum Muslimin di Palestina dan isu-isu kemanusian lain yang ada di berbagai belahan dunia Islam.
7.Adapun kegiatan temporer ICC pada bulan lalu adalah peringatan peringatan Haul Imam Khomeini ke-22.
Hadir sebagai penceramah adalah Ketua Parlemen Iran Dr. Ali Larijani. Dikarenakan kesibukan dan padatnya jadwal kunjunganya ke Indonesia, peringatan haul Imam Khomeini baru bisa diselenggarakan pada hari Jumat, 10 Juni 2011 (seharusnya, peringatan dilaksanakan tanggal 4 Juni karena Imam wafat pada hari itu). Dalam ceramahnya, Larijani menyatakan bahwa Imam Khomeini adalah sumber inspirasi dan teladan yang layak dicontoh.
55 57
BEDAH BUKU
My Symbol: Muhammad Jatidiriku
B
Judul
: My Symbol: Muhammad Jatidiriku
Penulis
: Javad Beheshti
Penerjemah
: Jamila & Etty Triana
Penyunting
: Andito
Penerbit
: Al-Huda
Ukuran
: 12 x 17 cm
Tebal
: 144 halaman
Harga
: Rp 21.000,-
anyak buku beredar yang membincangkan biografi Muhammad SAWW, Nabi Islam terakhir, yang meninjau dari aspek filosofis, teologis, ataupun historis. Ini menunjukkan bahwa betapa pribadi beliau begitu memesona dalam segala dimensinya. Semakin banyak ditulis, rasanya seperti banyak celah lagi yang harus digali dan didalami. Dan, tampaknya akan terus begitu mengingat adanya temuan-temuan baru dalam data sejarah atau yang lainnya. Musuh-musuh Islam tak hentihentinya berupaya merusak citra agung Muhammad dan al-Quran yang diajarkannya. Sayembara kartun Rasulullah SAWW di Denmark (2005) hingga pembakaran al-Quran di Amerika Serikat (2011) adalah contohnya. Fenomena-fenomena pelecehan terhadap Rasulullah SAWW rupanya tidak terlepas dari pantauan dari para pemimpin agama, ulama, dan pemikir serta masyarakat luas yang mencintai Nabi. Salah satu pemimpin Islam kontemporer yang patut diteladani dalam kecintaannya kepada Rasulullah SAWW adalah Imam Ali Khamenei. Kecintaan kepadanya Nabi Allah ini diwujudkan dalam pencanangan tahun 2006 sebagai Tahun Rasulullah Muhammad SAWW. Pencanangan Tahun Muhammad disambut oleh kaum muslim sedunia. Masing-masing mewujudkan
5658
kecintaan yang berbeda sesuai kapasitas dan kemampuan yang mereka miliki. Ini pula yang menjadi motivasi penulis, Sayid Javad Beheshti, untuk menulis karyanya My Symbol: Muhammad Jatidiriku. Buku setebal 144 halaman ini membahas kehidupan Muhammad SAWW mulai masa kanak-kanak, prakerasulan hingga hijrah. Sepertinya buku ini berupaya membidas lawan-lawan Islam yang mempersoalkan moralitas agung Nabi Muhammad karena buku ini lebih menekankan pembahasan tentang akhlak beliau. Pembaca akan menemukan betapa Allah Swt telah mempersiapkan akhlak dan kepribadian rabbani sejak Muhammad masih muda. Beliau tidak pernah terlibat dalam perbuatan dosa apapun yang saat itu justru malah ngetren (hal.18-19). Akhlak mulia Rasulullah terus terjaga hingga akhir hayatnya. Perilaku keseharian beliau begitu menawan dan menjadikan umatnya merasa malu hati mengakungaku umatnya (rujuk hal.77-86). Seluruh keagungan eksistensi Rasulullah akhirnya dapat kita lihat dari bagaimana al-Quran memandang kedudukan beliau dan keluarganya (hal.129-144). Buku ini layak dibaca oleh kalangan mana pun yang mencintai manusia-Ilahi yang senantiasa hadir dalam sejarah. Selamat memuhammadkan diri!
Laga Pamungkas: Duet Imam Mahdi & Isa Al-Masih Memimpin Dunia Judul Penulis
: Laga Pamungkas: Duet Imam Mahdi & Isa Al-Masih Memimpin Dunia : Najmuddin Thabasi
Penerjemah : Ali Yahya
S
Penyunting
: Aos Abdul Gaos
Penerbit
: Al-Huda
Ukuran
: 15.5 x 23 cm
Tebal
: 298 halaman
Harga
: Rp 47.500,-
etiap tahun umat Islam merayakan acara malam nisfu Sya’ban atau 15 Sya’ban. Malam itu diyakini sebagai malam pelaporan amal perbuatan manusia selama setahun kepada Allah Swt oleh malaikat. Akan tetapi, sesungguhnya ada satu rahasia lagi yang terjadi pada malam itu. Pada malam itulah, berdasarkan hadis dari dua jalur Sunnah dan Syi’ah, Imam Mahdi telah lahir, persisnya 15 Sya’ban 255 H. Memang salah satu kepercayaan elementer umat Islam, meskipun sebagian kelompok berusaha men-dhaif-kan kepercayaan tersebut, adalah kepercayaan pada kemunculan Imam Mahdi (Mahdiisme) yang akan menegakkan keadilan selama setahun di muka bumi. Secara umum, kaum muslim percaya pada kehadiran Imam Mahdi. Namun masalah yang muncul dalam benak kebanyakan mereka adalah bagaimana nanti Imam Mahdi a.s. mengeliminasi berbagai sistem politik yang mendominasi beragam pemikiran dan kekuatan-kekuatan besar? Bagaimana beliau membentuk satu sistem [pemerintahan] internasional? Bagaimana nanti sistem Imam dan program pemerintahannya, yang tidak akan ada di dalamnya kezaliman dan kesewenangan, tidak terjadi di dalamnya kerusakan, serta tidak terjadi di dalam naungannya kemiskinan dan kelaparan? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang mendorong penulis untuk membahas topik tersebut. Buku yang dihasilkan dari riset selama empat tahun ini tersusun atas tiga bab. Bab Pertama membahas riwayat-
riwayat tentang situasi-situasi dunia yang penuh dengan peperangan, pembunuhan, kehancuran, paceklik, kematian, penyakit, kezaliman, kesewenangan, ketakutan, dan permusuhan (sebelum kemunculan Imam a.s.). Bab Kedua berisi kajian tentang metode kebangkitan dan revolusi berskala internasional yang dilakukan Imam Mahdi dan Isa al-Masih, baik yang bersifat alamiah maupun adialami (malakuti). Dalam bab yang terdiri tujuh pasal tersebut, pembaca akan diajak untuk mengetahui revolusi internasional Imam Mahdi mulai kebangkitan zaman, profil pemimpin revolusi, balatentara Imam Mahdi, hingga upaya beliau dalam menghidupkan kembali sunnah Rasulullah saw yang telah lama ternoda. Bab Ketiga mengupas hal-hal yang berkaitan dengan pemerintahan Imam Mahdi a.s. seperti bidang perkembangan ilmu dan kebudayaan, keamanan, ekonomi, kesehatan, dan lain-lain. Dengan bersandar pada dalil-dalil yang dapat ditemukan di puluhan kitab Ahlusunnah dan Syi‘ah, serta penelitian ratusan riwayat, buku ini, insya Allah, menjadi gambaran komprehensif tentang masyarakat Islam dan dunia setelah kemunculan “ratu adil” dari Ahlulbait Muhammad SAWW. Sekalipun barangkali pendekatannya sangat teologis, namun sebagai sebuah khazanah, terlalu sayang apabila buku ini dilewatkan begitu saja. Bagi Anda yang meyakini malam nisfu Syakban, lengkapilah amalan Anda dengan menyimak dan merenungi buku ini, buku tentang seseorang yang lahir malam nisfu Syakban dan tugas yang diembannya di akhir zaman. (Arif Mulyadi)
5957
BEDAH FILM
Seandainya Aku Setampan Yusuf... Yusuf harus menjalani kehidupan dengan status sebagai seorang budakbelian. Kemudian, dimulailah masa-masa perpisahan sangat panjang (sekitar 36 tahun) dengan ayahandanya, Ya’qub a.s. “Seandainya aku setampan Yusuf...” mungkin ada di antara kita yang mengucapkan kalimat ini. Ketampanan atau kecantikan, sering dianggap sebagai kunci sukses kehidupan. Betapa tidak, Yusuf sering dibayangkan sebagai pria yang memiliki segalanya, sangat tampan, berbudi pekerti luhur, berilmu tinggi, kaya raya, punya jabatan tinggi, beristri cantik, dan pasti masuk surga, pula (karena beliau diangkat sebagai Nabi Allah). Karena itu, tidaklah mengherankan jika banyak sekali orang tua yang sangat mengidam-idamkan punya anak lelaki seperti Nabi Yusuf. Sebagian masyarakat Muslim Indonesia secara tradisional terbiasa untuk membacakan dua surat Al Quran bagi perempuan yang sedang hamil: Surat Maryam dan Surat Yusuf. Harapannya, jika anak tersebut perempuan, dia akan secantik dan sesuci Maryam, ibunda Isa Al Masih. Sedangkan jika anak yang lahir laki-laki, ia akan setampan dan semulia Yusuf.
58 60
Terkadang timbul dalam benak kita perasaan “iri” kepada Yusuf, seraya mempertanyakan kehendak Allah: kenapa kita tidak diciptakan seperti Yusuf (atau Maryam bagi kaum perempuan)? Salah satu pelajaran penting yang bisa kita ambil dari Film Seri Nabi Yusuf adalah pemahaman tentang konsekwensi dan tanggung jawab dari anugerah yang diberikan Allah kepada manusia. Yusuf yang terlahir dengan fisik sangat tampan dan tumbuh dalam keluarga kenabian, ternyata harus menjalani hidup dengan sangat berat. Ketampanan dan hikmah yang menyatu dalam diri Yusuf, justru malah membangkitkan kedengkian dan kebencian pada saudara-saudaranya.
Dalam usia yang sangat muda (9 tahun) Yusuf harus menjalani siksaan sampai babak belur sebelum dilempar ke sumur yang gelap. Dalam kondisi muka yang lebam-lebam, ia dibiarkan berada di dasar sumur yang sangat gelap selama beberapa hari. Anak sekecil itu! Ketika dia akhirnya bisa selamat terentaskan dari dasar sumur, Yusuf harus menjalani kehidupan dengan status sebagai seorang budak-belian. Kemudian, dimulailah masa-masa perpisahan sangat panjang (sekitar 36 tahun) dengan ayahandanya, Ya’qub a.s. Selama masa-masa panjang penantian itu, Yusuf harus menjalani kehidupan selama 11 tahun di penjara Mesir. Di penjara itu, ia disuruh kerja paksa dan sempat mengalami siksaan cambukan dari petugas penjara. Kasihan sekali Yusuf. Itu adalah ungkapan yang berkali-kali terlontar dari mulut para penonton film seri ini. Ada sebagian di antara para penonton itu yang menitikkan air mata menyaksikan duka-derita dan kemalangan Yusuf. Nah, masihkah kita ingin seperti Yusuf? Setelah menonton film serial Nabi Yusuf, jawaban kita mungkin masih tetap “iya”. Hanya saja, tentunya kali ini jawaban kita akan disertai kontemplasi yang lebih dalam. Kini kita tahu bahwa menjadi “seperti Yusuf” artinya lengkap dengan segala kesulitan dan cobaan berat. Menjadi Yusuf amatlah berat, karena harus disertai akhlak dan keimanan yang sangat tinggi dalam menghadapi berbagai cobaan dan fitnah. Siapkah kita? (Red/Itrah)
59 61
KESEMPATAN UNTUK BERLANGGANAN DAN MENJADI DISTRIBUTOR ‘ITRAH
M
ajalah ‘Itrah terbit sebulan sekali, diterbitkan oleh ICC Jakarta untuk kalangan terbatas. Setiap bulannya ‘Itrah dicetak terbatas dan diedarkan ke yayasan-yayasan yang bekerjasama dengan ICC.
Kami mengundang yayasan-yayasan yang berkenan untuk menjadi distributor penjualan majalah ‘Itrah. Yayasan yang berminat menjadi distributor, dapat menghubungi redaksi ‘Itrah melalui email: redaksi_itrah@yahoo.com, atau facebook Majalah ‘Itrah. Untuk individu/perorangan yang ingin berlangganan, kami melayani permintaan berlangganan secara online (melalui email/FB). Syarat dan ketentuan akan kami sampaikan melalui email/FB ‘Itrah juga menyediakan ruang untuk pemasangan iklan. Hubungi email: dwiarsa@yahoo.co.id
62
DAPATKAN BUKU-BUKU TERBARU DAN BERMUTU TERBITAN ICC-ALHUDA
63
Film-Film Iran Subtitle Bahasa Indonesia Produksi ICC Film Kerajaan Sulaiman Berbahasa Persia, subtitle bahasa Indonesia “Saat Adam turun ke bumi, semua dunia terpisah satu sama lain. Tak lama lagi, sebagian dari dunia-dunia ini akan bergabung kembali. Jin dan setan yang berada di dunia mereka masing-masing telah menjadi bengis dan kian mendekati dunia manusia, lebih dekat dari sebelumnya. Pada akhirnya, mereka akan memasuki dunia kita ....� Dahsyat dan kolosal! Satu keping DVD berdurasi 2 jam
Dapatkan di ICC
DVD Film Seri Nabi Yusuf a.s. Berbahasa Persia, subtitle bahasa Indonesia Dahsyat, kolosal, dramatis, dan penuh ajaran hikmah. Saksikan perjuangan Nabi Yusuf dalam menghadapi beragam cobaan hidup yang sangat berat serta menanggung perpisahan dengan ayahandanya tercinta. Saksikan juga kisah legendaris Yusuf-Zulaikha yang berbarengan dengan perjuangan Zulaikha meraih ma’rifat Ilahi. 12 keping DVD, memuat 34 episode. Tiap episode rata-rata berdurasi 60 menit.
Dapatkan di ICC
64
Majalah Itrah diterbitkan sebulan sekali oleh ICC Jakarta untuk kalangan terbatas