Majalah Itrah Edisi 3

Page 1

September 2011/ 1432 H Harga: Rp.12.000

JANGAN BIARKAN RAMADHAN BERLALU Harmoni Alam di Masouleh

Memupuk Kesederhanaan dalam Keluarga Menaklukkan Ego


Doa Ahlul Bait

Doa Sebelum Belajar Ya Allah, keluarkanlah aku dari gelapnya kebingungan, dan muliakanlah diriku dengan cahaya pemahaman. Ya Allah, bukakanlah bagi kami pintu-pintu rahmat-Mu, dan limpahkanlah bagi kami perbendaharaan ilmu-Mu. Demi kasih-sayang-Mu, wahai Zat yang Paling Mengasihi. (Mafatih Al Jinan)


DARI REDAKSI

Assalamu’alaikum Pembaca yang budiman,

K

ami menerima banyak pertanyaan: mana majalah ‘Itrah edisi ke-3 (Agustus/ Ramadhan)? Sebagaimana pekerjaanpekerjaan lainnya, penerbitan majalah seringkali mengalami perubahan strategi, khususnya di awal-awal penerbitan. Setelah menerbitkan dua edisi, kami menyadari ada yang keliru dari tanggal penerbitan majalah bulanan ‘Itrah ini. Pada dua edisi sebelumnya, majalah diterbitkan di pertengahan bulan (sekitar tanggal 15-an). Padahal, setelah melalui proses distribusi, sebagian majalah baru sampai ke tangan pembaca pada akhir bulan tersebut, atau malah bulan berikutnya. Berdasarkan pengalaman tersebut, akhirnya kami memutuskan untuk mengubah (baca: memundurkan) jadwal naik cetak dan penebitan menjadi di awal bulan. Konsekwensinya, edisi Agustus/ Ramadhan ditiadakan dan penggarapan majalah langsung ke edisi September/ Syawal. Mudah-mudahan, kali ini majalah tidak terlalu lambat sampai ke tangan pembaca budiman . Tema yang kami angkat pada edisi ke-3 (September/Syawal) ini adalah soal cinderamata bulan Ramadhan. Rasulullah SAWW bersabda bahwa Ramadhan adalah bulan perjamuan Tuhan. Ini artinya, banyak jamuan pahala yang disediakan Allah bagi mereka yang beribadah di bulan ini. Tentu hal ini memotivasi kita untuk Penanggung Jawab: Direktur ICC Jakarta Seyed Morteza Mousavi Pemimpin Redaksi: Otong Sulaeman

memperbanyak amal ibadah di bulan ini, selain sekedar beribadah puasa. Kita jadi banyak shalat, bersedekah, menghidupkan malam-malam Qadar, tadarusan, dan amal ibadah lainnya. Hanya saja, sebagaimana amal ibadah lainnya, berbagai amalan di bulan suci Ramadhan ini juga tidak lepas dari jebakan-jebakan setan. Salah satu jebakan terbesar adalah menganggap diri cukup dengan ibadah-ibadah tersebut. Inilah yang semestinya kita hindari. Kita jangan pernah merasa yakin bahwa investasi akhirat kita sudah cukup untuk mendapatkan tiket surga hanya karena sudah melaksanakan banyak sekali amalan di bulan suci Ramadhan. Sebagaimana yang tergambar dalam cover majalah di tangan Anda ini, kini saatnyalah kita bercermin. Jangan sampai kita termasuk orang yang merasa dirinya penuh amal dan pahala, namun saat bercermin, dilihatnya bahwa semuanya gugur tanpa bekas. Kita harus terus introspeksi diri, jangan-jangan, ibadah kita tidaklah sebanyak yang seharusnya bisa kita laksanakan. Jangan-jangan, kualitas ibadah kita belum memenuhi “standar Allah”. Atau, malah usai bulan Ramadhan, kita kembali melakukan halhal yang dimurkai Allah, seperti memupuk pola hidup konsumtif, membuang-buang waktu, dan –naudzu billah—mengumbar pandangan mata untuk hal-hal maksiat. Karena itu, marilah kita semua terus melakukan proses penyucian diri dan memperbanyak amal ibadah. Jangan biarkan Ramadhan berlalu. Mari terus meRamadhan-kan diri. Wassalam.

Redaktur Pelaksana: Dewi Yasmine

Sekretaris: Toto Dwiarsa

Staf Redaksi: Euis Daryati Afifah Ahmad

Kontributor: Abdullah Beik Muhsin Labib Fauziah Ismail

Fajruddin Mukhtar Rabiah Aydiah Erma Wahyuni Quito R. Motinggo Design Grafis, Ilustrasi: Bobby Firmansyah

Alamat : Jl. Buncit Raya Kav.35 Pejaten Barat, Jakarta Selatan 12510 Telp. 021 7996767, Faks. 021 7996777 Website : www.iccjakarta.com Email: redaksi_itrah@yahoo.com

1


2


SUARA PEMBACA

Majalah ‘Itrah adalah sebagai ganti dari Syi’ar yang tadinya agak serius menjadi “ngepop”. (Zaky, Surabaya) Benar, kami mengemas majalah ‘Itrah agar lebih ringan dibaca, tapi tetap bermutu, insya Allah.

Majalah Itrah isinya bagusbagus. Kami tunggu edisiedisi selanjutnya. (Iskandar, Binjai) Itrah majalah ringan bermutu. Tapi, apa memang sengaja tidak disisakan space buat mereka yang minat beriklan ya? Seperti busana atau lainnya? (Uus, Bandung) Kami menyediakan space untuk iklan, yang berminat bisa hubungi redaksi_itrah @yahoo.com

Inilah salah satu produk dari Al Huda yang tidak buat kerutan di kepala dan membuat senyum di bibir merekah. (M. Rajabi, Makasar) Terimakasih atas komentarnya, kami senang sekali. Assalamualaikum wrwb Bagaimana cara berlanganan majalah ‘Itrah? (Camellia, Lampung) Silahkan daftarkan nama dan alamat Ibu via email redaksi_itrah@yahoo.com atau via FB Majalah ‘Itrah.

Catatan redaksi:

pembaca dipersilahkan mengirim komentar, kritik, dan saran melalui email: redaksi_itrah@yahoo.com atau via facebook majalah ‘itrah.

3


Daftar Isi September 2011 KID’S CORNER 17

28 KELUARGA HARMONIS

Imam Ali a.s. dan Anak Yatim

Saling Menyapa dengan Mesra dan Sopan

WOMEN’S CORNER 20

35 PSIKOLOGI KELUARGA

Perempuan dan Sifat Sabar

Mewaspadai Kebiasaan Menonton

JEJAK AHLUL BAIT 22 Mari Mencari Rezeki Halal!

UNDANGAN MENULIS 25 KESEHATAN KELUARGA 26 Tetap Sehat Pasca Ramadhan

Jalan-Jalan ke Iran

Televisi pada Anak-anak

37 PENDAPAT SAYA Cara Melatih Anak Mengurangi Nonton TV

38 KAJIAN SYARIAH Shalat Jamaah (Bagian Pertama)

30 38 Kajian Syariah

“Halaman yang menjadi atap”, begitulah sebutan bagi Masouleh, desa kuno yang bertengger di lereng gunung Talash, rangkaian pegunungan Alborz. Masouleh sendiri terletak di propinsi Gilan, 60 km dari kota Rasht. Ketika kakiku menyusuri beranda sebuah rumah, pada saat yang sama, aku tengah menjejak atap rumah penduduk lainnya.

Untuk semua jenis shalat wajib yaumiah, shalat berjamaah bisa dilakukan meskipun shalat yang dilakukan imam berbeda dengan yang dilakukan makmum. Jadi, bisa saja demikian: imam shalat ada (shalat asli), makmum shalat qadha.

BAHASAN UTAMA 6 9 BAHASAN UTAMA Kini, ketika Ramadhan sudah berlalu, tibalah saatnya untuk introspeksi diri. Sudahkah kita lulus dari madrasah Ramadhan? Untuk menjawabnya, tentu kita memerlukan indikator kelulusan. Menurut Ustadz Fajruddin Mukhtar, Lc, ada beberapa indikator ‘kelulusan shaum’ kita.

4

Detik.com baru-baru ini merilis data dari Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung tentang kasus perceraian di seluruh Indonesia pada 2010. Sungguh menyedihkan, masalah utama perceraian di negeri ini ternyata dipicu oleh masalah ekonomi.


BAHASAN UTAMA 6 Sudahkah Kita Lulus dari Madrasah Ramadhan?

BAHASAN UTAMA 9 Memupuk Kesederhanaan dalam Keluarga

BAHASAN UTAMA 12

Remaja, Selalu Ramadhankan Dirimu

BAHASAN UTAMA 15 Tips Menjaga Kualitas Diri Pasca Ramadhan

MANTIQ 42 52 WARTA Logika Asap

IZZAH 44 Neolib, Apa sih?

FIKRAH 46 Menaklukan Ego

TA’LIM 48 Pelajaran Kasih Sayang dari Sang Nabi

OPINI 50 Bukan Merdeka, Tapi Merdekalah! Semua ulama sepakat bahwa seorang gadis yang belum pernah menikah berkewajiban untuk meminta izin dari orang tua/wali di saat akan melangsungkan perkawinan. Memang ada perbedaan pandangan di kalangan ulama tentang kewajiban tersebut.

Ustadz Menjawab

Yaumul Quds di Teheran dan Jakarta

54 GALERI Kegiataan ICC selama Bulan Ramadhan 1432 H

56 BEDAH BUKU - Mereguk Hikmah dari Para Nabi - Napas Sang Pengasih Keagungan dan kesucian cinta Yusuf dan Zulaikha memang sangat melegenda, dituturkan dari satu generasi ke generasi berikutnya sejak ribuan tahun yang lampau hingga sekarang. Sayangnya, banyak di antara kita di zaman ini yang tidak lagi memahami, di mana letak keagungan dan kesucian cinta mereka. Di film Nabi Yusuf, kita bisa menyaksikan dengan sangat jelas keagungan cinta mereka dan inilah yang menjadikan film ini memiliki sisi yang sangat menarik.

40 58 Bedah Film

5


BAHASAN UTAMA

Sudahkah Kita Lulus

dari Madrasah Ramadhan? Puasa Ramadhan sebulan penuh tidaklah sekadar mengubah waktu makan. Puasa Ramadhan disyariatkan sebagai madrasah, atau sekolah, kehidupan. Rumi bersyair tentang shaum: Rasa manis yang tersembunyi, Ditemukan di dalam perut yang kosong ini! Ketika perut kecapi telah terisi, ia tidak dapat berdendang, Baik dengan nada rendah ataupun tinggi. Jika otak dan perutmu terbakar karena puasa, Api mereka akan terus mengeluarkan ratapan dari dalam dadamu. Melalui api itu, setiap waktu kau akan membakar seratus hijab. Dan kau akan mendaki seribu derajat di atas jalan serta dalam hasratmu.

A

pa yang diungkapkan Rumi seolah menjelaskan hadis mi’raj, yang dicatat dalam kitab Bihar Al Anwar. Diriwayatkan, Rasulullah SAWW berkata, “Wahai Tuhanku, apa efek dari shaum?” Allah berfirman, “Shaum melahirkan kebijaksanaan. Kebijaksanaan melahirkan ma’rifat. Ma’rifat melahirkan keyakinan. Jika seorang hamba sudah yakin, maka dia tidak akan memikirkan lagi hidupnya, apakah akan sulit atau mudah.” Kini, ketika Ramadhan sudah berlalu, tibalah saatnya untuk introspeksi diri. Sudahkah kita lulus dari madrasah

6


Ramadhan? Untuk menjawabnya, tentu kita memerlukan indikator kelulusan. Menurut Ustadz Fajruddin Mukhtar, Lc, ada beberapa indikator ‘kelulusan shaum’ kita. Pertama, saat berpuasa, kita dilarang makan makanan yang halal, apalagi yang haram. Artinya, kalau yang halal saja sudah berhasil dijauhi, seharusnya yang haram dengan mudah ditinggalkan. Imam Ali a.s. menegaskan, jangan jadikan perutmu sebagai kuburan hewan. Kalau menjadikan perut sebagai kuburan hewan pun tidak boleh, apalagi menjadikan perut kita sebagai kuburan bagi manusia lainnya. Jika kita merebut hak orang lain, merebut hak anak yatim, korupsi, menyia-nyiakan jam kerja dengan berlehaleha, tidak menunaikan zakat, infak, dan sedekah, maka itu sama dengan menjadikan perut kita sebagai kuburan orang lain. Apakah semua perilaku buruk itu masih kita lakukan, atau sudah bisa ditinggalkan setelah berlatih puasa sebulan penuh? Kedua, saat berpuasa, sesungguhnya pengawasnya adalah Allah SWT. Sesama manusia mungkin saja tidak ada yang tahu, apakah benar kita berpuasa, atau pura-pura puasa. Namun kita tetap berpuasa karena menyadari bahwa ada Allah yang Maha Melihat. Setelah bulan Ramadhan berlalu, apakah ‘perasaan diawasi Allah’ ini masih tetap terjaga? Kesadaran bahwa ada Allah yang mengawasi akan menjauhkan kita dari sifat bohong, korupsi, menyia-nyiakan waktu, curang, licik, menipu, sombong, dan lain-lain. Kita akan menjalani hidup dengan satu tujuan: beribadah kepada Allah. Itulah yang disebut muraqabah atau ihsan, yaitu beribadah kepada Allah seakan-akan melihat Allah. Jikapun seseorang tidak bisa ‘melihat’ Allah, maka

dia yakin bahwa Allah melihat dirinya. Al Quran menyebutkan,“Maka sesungguhnya Dia mengetahui yang tersembunyi dan yang lebih lembut darinya.” Ketiga, puasa menumbuhkan kepedulian kepada kaum miskin. Imam Ja’far Shadiq a.s. mengatakan bahwa sebab disyariatkannya shaum adalah untuk menyamakan yang kaya dan miskin. Hal ini disebabkan karena orang kaya tidak pernah merasakan rasa lapar seperti yang dirasakan orang miskin. Dengan shaum, orang kaya bisa merasakan “kelaparan dan dahaga” sehingga tumbuh empati dan simpati terhadap orang orang miskin. Sikap welas asih kepada sesama manusia adalah hal yang sulit ditemui dalam masyarakat modern yang dipenuhi individualisme ini. Semakin modern, semakin egois dan individualistis. Penyakit ini jika tidak diobati akan menjadi penghancur kemanusiaan dan akhirnya akan menghancurkan umat manusia secara total. Padahal, tidak ada satu aspek pun dalam kehidupan manusia yang tidak membutuhkan campur tangan manusia lain. Jika manusia sudah tidak merasa memerlukan orang lain lagi, maka kemanusiaanya sudah hancur. Jika orang kaya tidak mau berbuat baik kepada orang miskin hanya karena merasa bahwa harta yang dikumpulkannya adalah hak mutlak pribadinya, dia salah besar. Rasulullah SAWW mengatakan “Kalian kaya dan ditolong –dalam hidup ini- oleh orangorang lemah di sekeliling kalian.” Tentu, definisi ‘kaya’ di sini sangat relatif. Ahlul Bait mencontohkan, bahwa dalam keadaan tak berpunya pun, mereka tetap bersedekah. Kisah keluarga Imam Ali yang menyedekahkan satu-satunya makanan buka puasa yang mereka miliki kepada anak yatim dan orang miskin

7


adalah teladan mulia bagi kita, betapa dalam kekurangan dan kesederhanaan pun, kita harus tetap welas asih kepada orang lain yang lebih berkekurangan dari kita. Sudahkah sikap welas asih ini muncul dalam diri kita pasca Ramadhan?

photo: Kuat A.

Keempat, Ramadhan masa pembakaran dosa. Dosa yang menumpuk akan mengeraskan hati. Ketika An Naisaburi membaca firman Allah (QS 2:174), “Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan”, beliau mengatakan, “Dari segi kekerasan, hati memiliki kekerasan bermacam-

macam. Dan hati yang memancarkan sungai dan mata air adalah hati yang tampak di dalamnya cahaya-cahaya Allah; hati yang sudah bersih dari pemberhalaan dan sifat-sifat najis dan syahwat.” Rasulullah SAWW bersabda bahwa malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang ada anjing dan berhalanya. Menurut penafsiran para sufi, ‘rumah’ yang dimaksud dalam hadis ini adalah hati manusia. Sedang yang dimaksud dengan ‘anjing dan berhala’ adalah segala sifat yang najis dan pemberhalaan terhadap selain Allah. Ramadhan sejatinya membakar sifat-sifat yang najis (dosa) itu dan menghancurkan segala jenis pemberhalaan terhadap selain Allah. Pasca Ramadhan, seharusnya kita tidak lagi melakukan dosa karena hati kita sudah tertambat kepada-Nya. Kini, mari kita kembali bertanya kepada diri sendiri, sudahkah kita lulus madrasah Ramadhan?

8 10


BAHASAN UTAMA

Memupuk Kesederhanaan

photo: Rifki

BAHASAN UTAMA

dalam Keluarga

Detik.com baru-baru ini merilis data dari Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung tentang kasus perceraian di seluruh Indonesia pada 2010. Sungguh menyedihkan, masalah utama perceraian di negeri ini ternyata dipicu oleh masalah ekonomi. Dari 285.184 perkara perceraian di tahun 2010, sebanyak 67.891 kasus karena masalah ekonomi (penyebab-penyebab lain adalah perselingkuhan, KDRT, poligami, dll).

911


M

emang benar, menjalankan roda rumah tangga membutuhkan uang. Namun, bila tak ada uang, haruskah mahligai rumah tangga dihancurkan? Bukankah Ahlul Bait Nabi sudah mencontohkan apa yang mereka lakukan di saat sangat-sangat miskin? Justru pada titik kritis itu, mereka memilih bersedekah kepada orang yang jauh lebih miskin, dan akhirnya rahmat Allah pun turun kepada mereka. Kisah mengharukan keluarga Nabi ini diabadikan dalam QS Al Insan. Diriwayatkan bahwa suatu ketika, dua putra Imam Ali as, Hasan dan Husein, jatuh sakit. Imam Ali dan keluarganya kemudian bernadzar akan berpuasa tiga hari jika keduanya sembuh. Setelah Hasan dan Husein sembuh, Imam Ali sekeluarga pun melaksanakan nadzar itu. Saat itu, kondisi keuangan Imam Ali sedang kritis. Sayidah Fatimah hanya bisa menyediakan sepotong roti untuk dibagi empat sebagai hidangan berbuka puasa. Hari pertama, ketika hendak berbuka puasa, ada orang miskin yang mengetuk pintu rumah Imam Ali, untuk meminta makanan. Imam Ali pun menyerahkan satu-satunya roti yang dimiliki kepada si miskin. Malam itu keluarga beliau hanya berbuka dan sahur dengan air. Esoknya, kejadian serupa terulang lagi. Menjelang berbuka, seorang anak yatim datang, meminta makanan. Lagi-lagi, satu-satunya roti yang tersedia untuk berbuka di hari kedua, diserahkan kepada anak yatim itu. Pada hari ketiga, Sayidah Fathimah juga hanya bisa menyediakan sepotong roti. Namun, roti itu pun diserahkan kepada seorang mantan narapidana datang meminta sedekah tepat menjelang buka puasa. Mereka menjadi sangat lemah karena tiga hari hanya meneguk air. Diriwayatkan bahwa kemudian Rasulullah datang ke rumah mereka dan membawakan makanan. Kisah Ahlul Bait Nabi ini sungguh sebuah teladan yang sangat agung.

10 12

Namun, marilah hari ini kita berkaca pada diri sendiri. Di zaman ini, sebagian besar dari kita mungkin tidak lagi dipusingkan oleh makanan pokok. Yang menjadi sumber masalah seringkali adalah ada lauk-pauk yang pantas atau tidak, ada tivi atau tidak, ada motor atau tidak, ada mobil atau tidak, ada baju baru atau tidak. Utang pun menumpuk untuk memenuhi nafsu konsumtif ini. Ketika utang tak kunjung lunas terbayar, stress melanda, dan suami-istri pun bertikai, saling menyalahkan. Ujung-ujungnya perceraian menjadi pilihan yang teramat pahit. Psikologi belanja biasanya adalah ‘apa yang dirasakan perlu’, bukan ‘apa yang dibutuhkan’. Saat pergi ke pasar dan melihat penjual baju baru, biasanya akan terlintas pikiran ‘masa baju itu-itu saja yang dipakai? Malu dong?’, sehingga tiba-tiba ‘terasa perlu’ baju baru. Saat melintas di pertokoan perabotan, melihat piring model baru, tiba-tiba terlintas pikiran “Kayaknya perlu nih, kan malu menyuguhi tamu kan dengan piring jadul?” Para Bapak pun tak luput dari psikologi ‘apa yang dirasakan perlu ini’. Barang-barang elektronik (gagdet) yang lama dirasa sudah jadul sehingga perlu membeli yang baru. Atau, rokok. Bagi perokok, dunia terasa sangat membosankan bila tidak ada rokok. Inspirasi tidak datang. Kejenuhan melanda. Maka rokok terasa perlu sehingga masuk dalam daftar belanja wajib keluarga. Para produsen barang pun mengeksploitasi kecenderungan psikologis seperti ini dengan mengumbar iklan tentang ‘betapa kerennya suatu barang’ atau ‘betapa pentingnya barang ini’. Toko dan mal-mal pun berlomba menawarkan diskon-diskon. Apalagi, sebagian dari kita sudah mulai terbiasa menggunakan kartu kredit. Tak ada uang, bisa ngutang. Konsumerisme sungguh akan membutakan mata hati manusia. Manusia yang terjebak konsumerisme, tidak bisa lagi berpikir jernih menghitung pengeluarannya dan memikirkan apa yang memang


photo: Rifki

dibutuhkan (bukan apa yang dirasa perlu), serta mempertimbangkan ketersediaan uangnya. Yang penting beli dulu, takut kehabisan. Bayar hutang bisa belakangan. Konsumerisme atau dorongan nafsu untuk terus membeli berbagai benda (dengan segala macam alasan dan dalih), sesungguhnya adalah salah satu bentuk sebagai godaan setan. Betapa banyak keluarga yang hancur akibat konsumerisme ini. Dan setan memang menghendaki hancurnya keluargakeluarga muslim, karena berpotensi memicu kehancuran umat. Bagaimana cara menangkis godaan setan ini? Menjawab pertanyaan ini, Ustad Fajruddin Mukhtar, Lc mengutip hadis Rasul yang mengatakan “Shaum itu adalah perisai”. Perisai dari apa? Tentu saja perisai biasa digunakan untuk menahan serangan musuh. “Menurut Al Qur’an, musuh abadi manusia sejak Adam diciptakan hingga akhir zaman, adalah setan. Allah berfirman, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” Dalam ayat lain, dikutip perkataan iblis yang bertekad ingin menyesatkan manusia. Iblis berkata, ya

Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya,” demikian urai Ustadz Fajruddin. Sayangnya, seringkali, yang dianggap sebagai ‘maksiat’ adalah perbuatan yang benarbenar jahat, seperti zina, korupsi, atau membunuh. Konsumerisme sepertinya belum dianggap perilaku maksiat sehingga banyak yang tidak waspada terhadapnya. Menanggapi hal ini, Ustadz Fajruddin mengatakan, “Nabi mengatakan bahwa serangan setan lebih sering dilancarkan lewat perut dan sejengkal di bawah perut. Lewat sifat konsumtif dan nafsu seksual. Nah dengan shaum, dua hal yang menjadi senjata andalan setan dapat dilemahkan.” Ibadah shaum Ramadhan, seharusnya dijadikan ajang latihan untuk menahan diri, tidak sekedar menahan diri dari haus dan lapar, tetapi juga menahan diri dari nafsu belanja. Imam Ali mengatakan, “barang siapa yang berhura-hura dia akan dihinakan dengan kepailitan.” Ramadhan telah berlalu, dan mari kita petik buahnya: pola hidup sederhana. Jangan lagi terpikat pada iklan dan diskon yang ditawarkan. Jagalah pikiran jernih. Berbelanjalah apa yang dibutuhkan, bukan apa yang terasa perlu. Jangan biarkan setan menyeret keluarga kita kepada sifat konsumtif yang hanya akan mencabut ketenteraman dari rumah tangga kita.

11 13


BAHASAN UTAMA

Remaja,

photo: Rifki

Selalu Ramadhankan Dirimu

S

elama bulan Ramadhan, warnetwarnet mengalami peningkatan omzet. Rudi, seorang pemilik warnet di Medan, mengaku, di bulan puasa ini dalam sehari dirinya bisa mendapatkan Rp600.000. “Suasana bulan puasa dimanfaat anak-anak dengan bermain warnet, kebanyakan mereka bermain game online sembari menghilangkan suntuk saat puasa. Biasanya saat menjelang buka puasa yakni dari pukul 14.00 Wib sampai pukul 18.00 Wib warnet kami sudah penuh, dan penuhnya warnet kami berlanjut dari pukul

14 12

21.00 sampai pukul 04.00 WIB yakni menjelang waktu sahur,” kata Rudi sebagai dilansir situs starberita. com. Duh, asyik juga yah, punya warnet? Duitnya banyak, Sob! Siapa tuh yang ngasih duitnya..? Ya sebagiannya pasti dari kita, para remaja, ya nggak? Padahal, bulan Ramadhan kan disebut Allah sebagai ‘bulan perjamuan’Nya. Maksudnya, di bulan ini, Allah menyiapkan hidangan yang sangat banyak buat kita, berupa pahala yang dengan mudah diambil oleh setiap orang yang beribadah kepadanya. Sungguh sangat disayangkan bila kenyataan menunjukkan anak-anak muda lebih suka berlamalama di internet di bulan Ramadhan ini, daripada mencari pahala sebanyakbanyaknya. Mari kita tanya pada Hendri (17 tahun) yang sekarang udah jarang ke warnet:


Jika pada masa remaja, kita berhasil membebaskan diri dari berbagai perilaku buruk, kita akan tumbuh menjadi manusia yang selalu dalam perlindungan Allah. Hen, kenapa sekarang ga ke warnet lagi? Soalnya nih, aku ngerasa rugi mbak! Kalau aku main game tuh selalu, penasaran, pengennya naik level lagi. Terus..terus...begitu! Pernah tuh aku seharian nge-game, lupa makan, lupa mandi, lupa sholat. Pengen berenti, berat banget. Aku jadi ngerasa dijajah sama game! Rugi banget, hari gini aku masih dijajah, pake bayar pula! Trus, kok kamu berhasil berhenti ke warnet? Yah, insyaflah mbak...! Lagian, sayang duitnya juga. Kasian banget Bapakku, cape-cape kerja, malah aku habisin buat nge-game. Menurutmu nih, dari pengamatan terhadap temen-temenmu sendiri, apa efek buruk nge-game online? Ini nih yang bikin aku berenti ngegame online. Aku merinding liat temenku, yang kayak zombie. Ga bergairah hidup, mukanya pucat, ga bisa gaul. Trus matanya jadi rada-rada rabun gitu deh. Dia tuh udah keranjingan berat sama game online. Untung aku sih belum kayak dia. Tapi aku yakin kalau kebiasaanku nge-game diteruskan, lama-lama bisa kayak dia. Makanya aku tekadkan hati untuk berhenti. Aku pengennya jadi pemuda yang keren dan oke, ga mau kayak zombie! Susah cari mertua kali ye.. hehehe... Kata Ustadz Fajruddin nih, jika pada

masa remaja, kita berhasil membebaskan diri dari berbagai perilaku buruk, kita akan tumbuh menjadi manusia yang selalu dalam perlindungan Allah. Shaum Ramadhan seharusnya jadi bulan untuk melatih diri agar mampu meninggalkan hal-hal yang buruk. Kamu yang biasa nge-game ke warnet, harusnya di bulan puasa ini latihan untuk membebaskan diri dari ‘penjajahan game’. Kamu yang biasa download gambar-gambar porno –apalagi naudzubillah, bokep- harusnya di bulan puasa ini jadikan momen untuk berkata, ‘aku harus berhenti!’. Eh..eh.. kok dari tadi yang diajak ngobrol anak-anak cowo melulu ya? Kalau pemudi gimana? Yah.. emang sih, yang suka nge-game online di warnet kayaknya anak cowok ya? Tapi, bukan berarti remaja putri tidak perlu introspeksi dong. Yang sering kelihatan nih, ada sebagian remaja putri mau-maunya ber-‘asmara subuh’ (habis sholat subuh berjamaah di masjid), atau sore-sore ngabuburit berduaan sama si doi. Betul, masa ramaja adalah masa mulainya tumbuh rasa cinta dan rasa ingin berdekatan dengan lawan jenis. Cuma sodari-sodari, waspada..waspada..! Kalau kalian belum mau nikah, mendingan ditahan dulu tuh rasa cinta dan rasa ingin berdekatan sama si doi. Allah Swt mengaruniai rasa cinta kepada lawan jenis bukan dengan tujuan agar kita mengumbarnya dan melakukan hal-hal yang sudah jelas-jelas dilarang-Nya. Ya kan? Mari kita ingat ayat Allah, “wa laa taqrabuz-zinaa..” (janganlah kalian mendekati zina, QS Al Isra:32). Nah, ‘mendekati’ saja sudah tidak boleh, apalagi... Yang tergolong ‘mendekati zina’ di antaranya adalah berdua-duaan dengan lawan jenis. Setan akan menghembuskan bisikan-bisikan lembut agar sepasang

13 15


Pesan Imam Ali kepada putranya Imam Hasan setelah beliau pulang dari Perang Shiffin, ‘Wahai anakku! Kupesankan agar kau selalu bertakwa kepada Allah dan tetap mengikuti segala perintah-Nya; mengisi kalbumu dengan ingat selalu kepada-Nya, dan berpegang erat-erat dengan “tali” agama Allah. Sungguh, hubungan apakah gerangan yang lebih kukuh daripada hubungan dengan-Nya selama kau berpegang teguh kepada-Nya…?” manusia yang berdua-duaan melakukan sesuatu yang lebih. Mereka yang semula niatnya cuma ngobrol sebentar, jadi serasa nyambung dan punya topik lain sehingga ngobrol lebih lama. Ketika mengobrol bisa lebih lama, maka saling memandang pun lebih lama, dan dunia serasa lebih indah. Apakah setan akan berhenti menggoda hanya dengan saling memandang? Tentu tidak! Ingatlah selalu bahwa setan adalah musuh terbesar manusia. Bulan Ramadhan seharusnya menjadi bulan latihan untuk menahan diri dari mengumbar rasa cinta itu. Okelah, sekarang Ramadhan sudah berlalu. Tapi, bukan berarti usaha untuk memperbaiki diri udah lewat dong. Coba dengerin nih, kata Ustadz Fajruddin, “Upaya memperbaiki diri harus dilakukan sepanjang masa. Mari kita ingat pesan Imam Ali kepada putranya Imam Hasan setelah beliau pulang dari Perang Shiffin, ‘Wahai anakku! Kupesankan agar kau selalu bertakwa kepada Allah dan tetap mengikuti segala perintah-Nya; mengisi kalbumu dengan ingat selalu kepada-Nya, dan berpegang erat-erat dengan “tali”

14 16

agama Allah. Sungguh, hubungan apakah gerangan yang lebih kukuh daripada hubungan dengan-Nya selama kau berpegang teguh kepada-Nya…?” Jadi, kunci untuk melawan semua keinginan yang buruk adalah berpegang teguh kepada Allah. Mari kita dekatkan diri kepada Allah dan mintalah bantuan dariNya agar kita bisa melepaskan diri dari berbagai perilaku yang tidak diridhoi-Nya. Selamat berjuang! Tahukah kamu, Indonesia berada pada peringkat ke-2 pengguna FB di seluruh dunia setelah Amerika Serikat? Pemakai terbanyak FB di Indonesia, yaitu sebanyak 41%, adalah remaja. Padahal, usia remaja adalah usia produktif untuk belajar. Sayang kan, kalau ternyata waktu kalian dihabiskan untuk FB-an melulu? Menurut ilmuwan dari Universitas Oxford yang bernama Greenfield, Facebook dan Twitter telah menciptakan generasi yang terobsesi dengan dirinya sendiri. Maksudnya, generasi yang selalu ingin mendapat perhatian terus-menerus. Narsis, gitu deh...! Menurut Greenfield, pengguna FB dan Twitter selalu menginformasikan segala hal tentang dirinya dan berharap mendapatkan perhatian dari orang lain, bagaikan bayi yang haus perhatian ibunya. Parahnya lagi, kata Greenfield, ternyata, Facebook, Twitter, serta game online berdampak buruk pada otak manusia, yaitu mengurangi konsentrasi dan berkurangnya kemampuan komunikasi non-verbal. Selain itu, remaja mudah sekali terpengaruh oleh tekanan yang disebarkan oleh internet. Misalnya nih, dapat komen negatif sedikit saja di FB, langsung deh stres atau patah hati. Mau? Kata remaja pencinta Ahlul Bait: No way dong!


Ustadz Fajruddin Mukhtar, Lc.

TIPS Menjaga Kualitas Diri

Pasca Ramadhan Ustadz, tujuan tertinggi shaum Ramadhan adalah agar kaum muslimin bisa menjadi orang-orang yang bertakwa. Apa saja karakter takwa itu? Lima karakter orang yang bertakwa (muttaqien) sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al Baqarah ayat 1 – 5 adalah : 1. Kaum muttaqien memiliki keyakinan pada yang ghaib, yaitu yakin akan keberadaan Allah swt dan selalu merasa diawasi olehNya. Penafsiran lain dari ayat ini adalah percaya kepada Imam Mahdi a.s. yang ghaib dan menanti kedatangannya. 2. Kaum muttaqien selalu melakukan hubungan dengan Allah swt setiap saat. Hal ini berkaitan dengan surat Al Baqarah yang memerintahkan kaum mukmin untuk menjaga shalat dan ‘shalat pertengahan’. Pengertian ‘shalat pertengahan’ adalah menjaga adab dan akhlak di hadapan Allah setelah melakukan shalat wajib. Artinya, setiap detik dari hidup kaum muttaqien adalah ‘shalat’. Dengan demikian, tidak pernah sekalipun mereka putus hubungan dengan Allah.

3. Orang muttaqien adalah orang yang membaktikan dirinya di tengah masyarakat. Hal ini ditandai dengan kalimat “mereka adalah orang yang berinfak dengan harta yang diberikan Allah”. Mereka menjadi sumber kebaikan dalam masyarakat, bukan menjadi duri di tengah umat. 4. Kaum muttaqien menjadikan Al Quran sebagai bacaan, petunjuk, penjelas, dan pembeda antara yang haq dan yang bathil. Mereka menjadikan Al Quran sebagai imam dalam kehidupan sehari hari. 5. Kaum muttaqien memiliki keyakinan yang kuat terhadap keberadaan Hari Akhir (Hari Pembalasan). Mereka yakin bahwa setiap perbuatan akan mendapat balasan yang adil di Hari Pembalasan. Pada hari itu, yang menjadi hakim adalah Allah yang Mahaadil dan Mahabijaksana.

17 15


Puasa identik dengan sikap menahan diri. Namun yang terjadi, justru bulan Ramadhan menjadi bulan belanja dan kebutuhan belanja keluarga melonjak tajam. Bagaimana menurut Ustadz? Menampakan kebahagiaan ketika berbuka adalah hal yang sah-sah saja, asal jangan berlebih-lebihan. Apa lagi mengadaadakan sesuatu yang di luar kemampuan finansialnya. Rasul dan para imam selalu mengajarkan untuk tetap hidup sederhana. Allah swt berfirman, “Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal. (Al Isra:29) Rasulullah SAWW mengatakan, “Barang siapa yang hidup sederhana dia akan dikayakan Allah”

16 18

Kini bulan Ramadhan sudah berlalu, bagaimana cara memertahankan spirit shaum dan menahan diri? • Dekatkan diri selalu dengan Al Quran. • Bergaullah dengan orang-orang yang berakhlak baik. • Kurangi menonton televisi dan acaraacara yang tidak mendidik. • Manfaatkan saat berkumpul di rumah untuk meningkatkan kualitas hubungan dengan keluarga. • Atur keuangan keluarga sesuai dengan porsi dan prioritas. • Ingat selalu karakter muttaqien dan berusaha keras agar kita semakin hari semakin memenuhi karakter tersebut.


Imam Ali as,

&

Anak Yatim

A

Bersama Kak Euis Daryati

ssalamualaikum...! Apa kabar adik-adik yang soleh dan solehah? Kak Euis mendoakan, semoga kalian, ayah, dan bunda, sehat dan bahagia selalu. Bahagia sekali rasanya, kini Kak Euis dapat kembali menjumpai adik-adik di rubrik Kid’s Corner ini. Kali ini, Kak Euis akan bercerita tentang Imam Ali a.s. Adik-adik tentunya tahu bahwa Imam Ali a.s. adalah imam kita yang pertama, bukan? Beliau lahir di kota suci Mekah pada tanggal 13 Rajab, sekitar tahun 599 Masehi.

Adik-adik, tahukah kalian bagaimana kisah kelahiran Imam Ali? Begini kisahnya. Suatu hari, paman Nabi Muhammad SAWW yang bernama Abbas bin Abdul Muthalib sedang duduk santai di dekat Ka’bah. Saat itulah beliau menyaksikan datangnya Fathimah binti Asad yang ingin bertawaf di sekeliling Ka’bah. Fatimah binti Asad adalah istri Abu Thalib (saudara laki-laki Abbas). Saat itu, Fatimah sedang hamil dan dia ingin berdoa ke hadirat Allah SWT.

1917


Usai tawaf, Fathimah pun duduk bersimpuh. Pandangan matanya tertuju ke langit. Dia berdoa dengan amat khusyuk, “Ya Allah, demi Nabi Ibrahim yang membangun Ka’bah, dan demi bayi dalam kandunganku ini, aku memohon pada-Mu, mudahkanlah kelahirannya.” Tidak lama kemudian, terjadilah sebuah peristiwa yang sangat menakjubkan. Tembok Ka’bah tiba-tiba terbelah sehingga Fathimah bisa masuk ke dalamnya. Begitu Fathimah masuk ke dalam Ka’bah, segera tembok itu tertutup kembali. Abbas yang menyaksikan kejadian tersebut langsung pulang ke rumah untuk mengabarkan kejadian tersebut kepada keluarga dan kerabatnya. Mereka segera datang ke Ka’bah, termasuk di antaranya beberapa orang wanita yang berniat akan membantu kelahiran bayi Fathimah. Namun, mereka hanya mampu duduk terheran-heran di luar Ka’bah, tanpa bisa masuk ke dalamnya. Tidak ada yang bisa mereka lakukan, selain menunggu Fathimah keluar dari dalam Ka’bah. Empat hari kemudian, barulah Fathimah keluar dari dalam Ka’bah sambil menimang putranya yang baru saja lahir. Orang-orang pun bertanya kepadanya, “Kauberi nama apa anakmu ini?” Fathimah menjawab, “Namanya adalah Ali.” Nabi Muhammad sayang sekali kepada Ali, sepupunya itu. Sejak kecil, Ali sering diasuh, dibelai, dan disuapi makanan oleh Nabi Muhammad. Ali kecil pun sangat mencintai Rasulullah. Kemana pun Rasulullah pergi, pastilah Ali mengikutinya. Ali kecil bagaikan bayangan Rasulullah. Di mana ada Rasulullah, pastilah ada Ali. Rasulullah mendidik Ali agar berakhlak sempurna, menyayangi

18 20

sesama manusia, dan gemar menolong orang lain. Sejak kecil hingga dewasa, Imam Ali dikenal sebagai seorang pria yang amat baik hati. Beliau tak pernah enggan menolong orang lain. Nah, kini, kak Euis akan menceritakan kisah seorang ibu yang pernah ditolong oleh Imam Ali. Suatu hari, di jalanan yang panas dan berdebu, terlihat seorang ibu yang berjalan tertatih-tatih membawa bejana berisi air. Raut mukanya terlihat amat lelah. Tiba-tiba, muncullah seorang lelaki yang menyapa ibu itu, “Wahai ibu, izinkan aku membawakan tempat airmu. Engkau terlihat sudah lelah sekali,” kata lelaki itu. Ibu yang sangat kelelahan itu dengan suka cita menyerahkan bejana airnya kepada lelaki yang tidak dikenalnya itu. Lelaki itu segera menjunjung bejana air di bahunya dan mereka pun berjalan menuju rumah si ibu. Sepanjang perjalanan, lelaki itu bertanya tentang kehidupan si ibu. Ibu itu pun menjawab dengan sedih, “Suamiku dikirim ke medan perang oleh Khalifah Ali bin Abi Thalib. Namun sayang dia kemudian gugur syahid. Anak-anakku kini menjadi yatim dan aku yang harus bekerja menghidupi mereka.” Lelaki itu terlihat sangat sedih mendengar penuturan ibu itu. Adik-adik sudah bisa menebak bukan, siapa sesungguhnya lelaki yang menolong ibu itu? Ya, beliau adalah Imam Ali bin Abi Thalib, Khalifah yang mengirim suami ibu itu ke medan jihad untuk membela Islam. Keesokan harinya, Imam Ali a.s. kembali ke rumah ibu yang telah ditolongnya, sambil memikul karung yang berisi bahan makanan. Dalam perjalanan, setiap orang yang bertemu dengannya


berusaha untuk menolong.

memangku mereka.

“Wahai Imam, biarlah aku yang membawakan karung itu,” kata orangorang yang dijumpai Imam di jalan.

Beberapa lama kemudian, makanan pun matang. Imam Ali pun menyuapi anak-anak yatim itu dengan penuh kasih sayang. Setiap kali memberi sesuap makanan, beliau berkata, “Wahai anakanakku, maafkanlah Ali apabila telah menelantarkan kalian!”

Imam menjawab, “Tidak. Biarlah aku yang membawanya sendiri. Siapa yang akan menanggung amal perbuatanku pada hari Kiamat?” Sesampainya di rumah sang ibu, Imam Ali pun mengetuk pintu. Terdengar suara dari dalam rumah, “Siapa?” Imam Ali as menjawab, “Aku, orang yang kemarin telah membawakan tempat airmu. Tolong bukakan pintu. Aku membawakan makanan untuk kalian.” Sang ibu dengan senang hati membuka pintu, seraya berkata, “Semoga Alloh meridhoimu dan memberi petunjuk kepada Ali!” Rupanya ibu itu kesal kepada Imam Ali yang telah mengirim suaminya ke medan perang. Imam Ali a.s. diam saja, tidak membalas perkataan ibu itu. Beliau pun masuk ke dalam rumah. Diletakkannya karung berisi bahan makanan itu di lantai. Beliau berkata, “Engkau yang memasak dan aku menjaga anak-anakmu, atau sebaliknya?” Sang ibu menjawab, “Sebaiknya aku yang memasak dan engkau yang menjaga anak-anakku.” Adik-adik, Imam Ali kemudian bermain bersama anak-anak ibu itu. Anak-anak yatim itu bermain kuda-kudaan, dan berbagai permainan lainnya bersama Imam Ali, sambil menunggu masakan matang. Mereka pun tertawa-tawa bahagia. Imam Ali berkali-kali membelai kepala anak-anak yatim itu, memeluk, dan

Bahkan, beliau pun mendekatkan wajahnya ke tungku api yang sedang menyala seraya berkata, “Wahai Ali, rasakan panasnya api ini! Ini balasan bagi orang yang telah menelantarkan anakanak yatim dan para janda.” Tiba-tiba, terdengar suara ketukan pintu. Ternyata seorang tetangga datang. Orang itu mengenali Imam Ali sehingga segera berkata kaget, “Memalukan sekali! Mengapa engkau tidak menghormati Khalifah Ali bin Abi Thalib?” Sang ibu terkejut sekali. Dia sama sekali tidak mengira bahwa orang yang membantunya mengangkat air, membawakan makanan, dan menyuapi anak-anaknya adalah Ali, pemimpin kaum muslimin. Apalagi, diingatnya pula bahwa dia telah mencela Imam Ali. Dengan penuh penyesalan, ibu itu meminta maaf kepada Imam Ali. Imam Ali menjawab lemah-lembut, “Akulah yang harus malu karena telah menelantarkan kalian.” Ibu itu pun menangis tersedu-sedu karena terharu menyaksikan kemuliaan akhlak Imam Ali a.s. Nah adik-adik, demikianlah salah satu kisah kemulian Imam Ali a.s. Mudahmudahan kita semua semakin mencintai beliau. Amiin.

2119 21


WOMEN’S CORNER

Diasuh oleh: Euis Daryati, M.A

Perempuan

& Sifat Sabar

B

erdasarkan surah Al-Baqarah ayat 183, tujuan yang hendak dicapai dari menjalankan ibadah puasa ialah ketakwaan. Takwa memiliki makna yang amat luas dan sabar adalah salah satu contoh konkritnya. Ibadah puasa adalah sarana bagi kita untuk bersikap sabar, bersabar untuk menahan makan dan minum, bersabar menahan nafsu amarah, bersabar menjaga mulut agar tidak mengumpat, meng-ghibah atau berdusta. Kini bulan suci Ramadhan telah berlalu, namun gairah untuk bersikap sabar hendaknya senantiasa kita jaga. Imam Ali as dalam sebuah riwayat telah menjelaskan tentang jenis-jenis sabar, yaitu sebagai berikut. 1. Sabar dalam meninggalkan maksiat. Seseorang yang sebelumnya biasa minum-minuman keras, maka dia memerlukan kesabaran yang besar untuk meninggalkan perbuatan buruk tersebut. Ia harus sabar menahan diri ketika terbesit godaan untuk kembali meneguk barang haram tersebut.

2022

2. Sabar dalam mentaati perintah Allah. Menjalankan shalat, berhijab, atau perintah Allah lainnya, sesungguhnya membutuhkan kesabaran. Tak jarang orang yang menjalankan perintah Allah justru menerima cemoohan, misalnya,

akhwat berjilbab diolok-olok dengan katakata jadul, kuper, terbelakang, teroris. Atau, orang yang menjauhi perilaku ‘korupsi berjamaah’ mungkin akan dicemooh koleganya dengan sok suci, egois. 3. Sabar dalam menghadapi musibah. Musibah yang menimpa manusia sesungguhnya merupakan ujian bagi keimanannya. Mampukah dia bersabar, atau malah ingkar dan menghujat Allah? 4. Sabar dari sesuatu yang kita inginkan dan sabar dari sesuatu yang tidak kita inginkan. Terkadang hati kita menginginkan sesuatu, harta, misalnya, namun ketika belum didapat, kita harus bersabar. Atau sebaliknya, kita tidak menginginkan sesuatu, kebangkrutan dalam bisnis misalnya, namun ketika hal itu terjadi kita pun harus bersabar menghadapinya.

Kesabaran Perempuan

Allah SWT telah menciptakan perempuan berbeda dari lelaki dari sisi psikologisnya. Tentunya, perbedaan ini dikarenakan peran yang dimiliki perempuan demi keberlangsungan kehidupan manusia. Perempuan lebih sabar dan telaten dibandingkan laki-


laki, karena salah satu peran pentingnya adalah menjadi pendidik anak-anak. Pendidikan anak-anak membutuhkan kesabaran dan ketelatenan yang ekstra. Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Imam Khomeini mengatakan, “Mendidik anak dan lantas menghaturkannya kepada masyarakat merupakan profesi termulia di dunia.” Beliau juga pernah mengatakan, “Pangkuan wanita merupakan tempat terbentuknya para manusia besar dan hebat.” Tentunya, keberhasilan pendidikan anak tidak dapat dicapai jika seorang ibu tidak melakukannya dengan penuh kesabaran dan ketelatenan. Begitu pula, posisi perempuan sebagai istri juga memberikan dampak besar terhadap kesuksesan atau sebaliknya, kegagalan suaminya. Orang-orang yang berhasil mencapai puncak kesuksesan umumnya tidak lepas dari peran istri mereka. Kesabaran dan ketelatenan seorang istri dalam mendampingi perjuangan suaminya akan menjadikan suaminya sebagai manusia besar. Teladan yang ditunjukkan oleh mendiang istri Imam Khomeini menjadi salah satu bukti dalam hal ini. Beliau sabar dalam menjaga anakanaknya dan bertanggungjawab terhadap urusan rumah tangga ketika harus ditinggal Imam Khomaeni selama 15 tahun karena diasingkan rezim Syah Pahlavi. Beliau tetap menunjukkan kekuatan jiwanya, sehingga Imam Khomaeni dapat tenang dalam menjalankan segala tugasnya demi kemenangan revolusi. Karena besarnya jasa istri beliau, sampaisampai Imam Khomeini berpesan kepada anak-anaknya agar selalu mencintai dan menjaga istri mereka dengan baik. Demikian diungkapkan Doktor Fathimah Tabataba’i, menantu Imam Khomeini. Allamah Tabataba’i akan menangis tersedu-sedu di kala mengingat mendiang istrinya. Ketika salah seorang muridnya bertanya kepadanya tentang hal itu, beliau mengatakan bahwa istrinya sangat baik dan sabar. Selama beliau menulis tafsir Quran di ruang khusus, istrinya selalu menyediakan segala keperluannya dan

hanya mengetuk pintu kamarnya sebagai tanda tiba waktu makan atau minum dan keperluan lainnya. Ia melakukan hal itu agar tidak mengganggu konsentrasi Allamah dalam menyusun kitab tafsir. Kesabarannyalah yang menjadi faktor pendukung sampai akhirnya Allamah berhasil menyelesaikan karyanya yang luar biasa, yaitu Tafsir Al Mizan. Karena potensi besar yang dimiliki seorang perempuan demi kesuksesan anak-anak dan suaminya, tentunya dia perlu melatih kesabarannya. Di antara kesabaran yang harus dilatih adalah kesabaran dalam menahan keinginankeinginan hati yang cenderung bersifat konsumtif. Seandainya istri Imam adalah perempuan yang konsumtif dan menuntut dibelikan ini-itu, sulit dibayangkan Imam mampu memimpin revolusi. Andaikan istri Allamah Tabataba’i menginginkan hidup mewah, sulit dibayangkan Allamah mampu menulis puluhan jilid kitab tafsir. Ujian kesabaran perempuan biasanya muncul di hari-hari menjelang Idul Fitri. Tuntutan dari masyarakat adalah berlebaran dengan makanan nikmat, baju, sepatu, dan mukena baru, dan segala jenis penampilan mentereng saat mudik. Tanpa kesabaran, kita mungkin akan memaksakan diri untuk belanja, kalau perlu dengan berhutang. Sering muncul pikiran, “Apa kata orang nanti?” Dalam kondisi seperti ini, seorang perempuan harus mampu menahan diri. Aturlah pengeluaran dengan bijaksana. Bila memang ada kelebihan rizki, bersabarlah agar tidak menjadi manusia pemboros. Utamakankah sedekah dibanding menumpuk baju dan perabotan baru. Bila sedang hidup berkekurangan, bersabarlah dan jauhi angan-angan yang sifatnya konsumtif. Ingatlah bahwa kesabaran perempuan sangat besar pengaruhnya bagi kebaikan dan kemajuan keluarganya. Ralat: Women’s Corner pada majalah ‘Itrah edisi 2, halaman 20, disebutkan bahwa jumlah pasukan Imam Mahdi adalah 310 orang, seharusnya 313 orang.

2321


JEJAK LANGKAH AHLUL BAIT

Meneladani Kehidupan Imam Ali a.s.:

Mari Mencari Rezeki Halal!

S

ungguh, Allah SWT benarbenar ingin agar manusia melangkah di jalan-Nya. Allah sangat menghendaki agar manusia melakukan pengabdian utuh kepada-Nya. Untuk itu, Allah SWT telah menyiapkan segala sarana, mulai dari menganugrahkan akal dan fitrah pada manusia, sampai mengutus para nabi dengan kitab sucinya. Selain itu, agar umat manusia tidak seperti sapi gembalaan yang terdampar begitu saja di tengah padang rumput, setelah Nabi Muhammad SAWW, Allah SWT menetapkan dua belas imam penerus beliau. Mereka adalah manusia-manusia

24 22

suci yang memiliki sifat-sifat mulia layaknya Sang Penghulu Nabi, hanya saja mereka tidak menduduki posisi kenabian. Allah SWT telah menjadikan Aimmah suci a.s. sebagai panutan bagi kita. Salah satu panutan itu adalah Ali bin Abi Thalib a.s., penghulu kaum mukminin. Banyak sudah kita mendengar keutamaan sosok Amirul Mukminin Ali as. Mulai dari kelahiran beliau di tempat paling suci (Ka’bah) sampai kesyahidan beliau ketika tengah menunaikan shalat. Dari keimanan pada kenabian Rasulullah SAWW di usia yang relatif muda sampai kecintaan kepada beliau yang merupakan


tolak ukur keimanan seorang mukmin. Dari kehidupan sangat sederhana sampai keberanian dan kegagahan beliau di medan perang. Dari tangisan beliau saat munajat dan tahajjud di tengah malam sampai keringat sucinya yang bercucuran saat menggali sumur di siang hari. Ya, Imam Ali a.s. tidak menghabiskan waktunya hanya untuk beribadah tapi juga menyisakan waktu untuk mencari rezeki halal demi menghidupi keluarga tercinta. Beliau berkata, “Siapa yang berusaha mencari rezeki halal untuk diri dan keluarganya, dia laksana pejuang yang berjihad di jalan Allah.” Diriwayatkan, pada suatu masa ketika cuaca sangat dingin, Imam Ali keluar rumah untuk mencari rezeki. Beliau pergi menuju pinggiran kota Madinah, hingga tiba di sebuah ladang pertanian yang dimiliki seorang Yahudi. Melihat kedatangan Imam Ali, orang Yahudi itu berkata, “Hai orang Arab, kemarilah dan bantulah aku menimba air. Aku akan mengupahmu sebiji kurma untuk setiap timba.” Timba yang dimaksud berukuran besar, lalu air yang ditimba itu harus dinaikkan ke punggung unta untuk dibawa ke tempat yang ditentukan. Ali bekerja kepada lelaki Yahudi itu selama berjamjam, sampai-sampai kedua tangan beliau bengkak. Usai bekerja, orang Yahudi tersebut memberi kurma sesuai yang dijanjikannya. Selanjutnya, Imam Ali pun kembali ke rumah. Dalam perjalanan pulang, beliau mampir dahulu ke rumah Rasulullah SAWW untuk berbagi kurma dengan beliau. Sisanya, beliau bawa pulang. Dengan kurma itulah Imam Ali dan Fathimah mengganjal perut mereka.

Imam Ali memberikan teladan kepada kita, bahwa meski kondisi ekonomi kaum muslimin di era awal Islam begitu sulit, namun tidak ada alasan untuk menghalalkan segala cara supaya asap dapur rumah tetap mengepul. Rezeki halal sangat ditekankan dalam Islam. Mencari rezeki halal bukan sekedar untuk mengenyangkan perut dan menghidupi anak istri, tapi juga sebentuk ibadah kepada Allah SWT. Selain itu, rezeki halal juga sangat berpengaruh dalam pendidikan anak. Jika kita menginginkan anak-anak kita menjadi anak-anak yang shaleh, kita harus membesarkan mereka dengan rezeki yang halal. Tentu kita masih ingat sabda Imam Husain a.s. di siang Asyura kepada tentara-tentara Yazid, “Kalian tidak bisa mendengar kalimat hak karena perut kalian sudah dipenuhi makanan haram.” Sungguh mengerikan dampak buruk rezeki yang haram. Pemakan rezeki haram tidak bisa menerima kebenaran dan cahaya Ilahi. Makanan haram bahkan membuat doa kita tidak diterima selama 40 hari. Perlu diingat bahwa ‘makanan haram’ bukan hanya berarti sesuatu yang masuk ke perut lewat mulut. Dalam Islam, ‘makanan haram’ adalah satu istilah untuk harta yang diperoleh lewat jalan yang tidak dibenarkan agama. Pemanfaatan harta seperti ini tentu saja haram, baik berupa makanan, pakaian, perabotan rumah, alat kosmetik dan sebagainya. Jadi cakupan makanan haram sangat luas. Mungkin di zaman sekarang, di tengah kondisi ekonomi yang cukup mencekik dan melilit kebanyakan rakyat, cukup sulit bagi kita untuk mencari rezeki halal. Tapi sebenarnya ini adalah satu tantangan. Inilah ujian keimanan bagi kita kaum

23 25


muslimin, sejauh mana kita mampu bertahan di jalan yang telah ditunjukkan Allah, Nabi, dan Ahlul Bait. Rezeki halal akan mendatangkan manfaat yang sangat besar bagi kita, antara lain: 1. Penyebab diampuninya dosa-dosa. Rasulullah SAWW bersabda,“Sebagian dosa tidak bisa diampuni lewat shalat dan shadaqah.” Lalu ada yang bertanya, “Lalu apa yang membuat dosa itu diampunkan? “Rasulullah menjawab, “Kesungguhan dalam mencari rezeki yang halal.” 2. Keluarga sejahtera. Imam Shadiq a.s. berkata,“Siapa yang tidak malu mencari rezeki halal maka bebannya akan ringan, kesulitannya akan ringan, dan keluarganya akan sejahtera.” Tentu saja, realisasi dari hadis ini amat bergantung pada kemampuan kita dalam mengatur pengeluaran. Jika dengan pendapatan yang pas-pasan kita bersikeras membeli hape, tivi baru, atau barang-barang konsumtif lainnya, alih-alih menyejahterakan keluarga, kita malah akan terjebak dalam belitan hutang. Prinsip jangan besar pasak daripada tiang perlu selalu dipegang oleh keluarga muslim. 3.Tidak tergantung pada orang lain. Diriwayatkan bahwa seorang pria mendatangi Imam Shadiq dan berkata, “Wahai putra Rasulullah. Saya tidak bisa bekerja dengan kedua tangan saya dan tidak punya modal untuk berniaga.” Saat Imam melihat kepala dan leher pria itu tidak cacat, Imam berkata, “Bekerjalah. Angkut barang dengan kepalamu, jangan tergantung pada orang lain.” Mendapatkan rezeki yang halal, meskipun sedikit, jauh lebih baik daripada

24 26

meraih rezeki yang berlimpah namun tidak halal. Bahkan, orang-orang yang memiliki rezeki yang sangat banyak, harus benarbenar waspada. Imam Ali mengatakan, “Ada empat hal yang mematikan hati, yaitu dosa yang bertumpuk-tumpuk, (mendengarkan) guyunon orang tolol, banyak bersikap kasar dengan kaum perempuan, dan duduk bersama orangorang mati.” Orang-orang pun bertanya, “Siapakah orang-orang mati itu, wahai Amirul Mu’minin?” Imam Ali menjawab, “Yaitu setiap hamba yang hidup bergelimang dalam kemewahan.” Dalam hadisnya yang lain, Imam Ali berkata, “Ketahuilah! Sesungguhnya di antara bencana ada kefakiran, yang lebih berat daripada kefakiran adalah penyakit badan, dan yang lebih berat daripada penyakit badan adalah penyakit hati. Ketahuilah! Sesungguhnya di antara kenikmatan adalah banyak harta, yang lebih utama daripada banyak harta adalah kesehatan badan, dan yang yang lebih utama daripada kesehatan badan, adalah ketaqwaan hati.” Dari hadis-hadis di atas ini kita bisa menyimpulkan pentingnya usaha untuk mencari rezeki halal. Banyaknya harta memang sebuah kenikmatan dari Allah, namun kita tetap harus waspada, jangan sampai ada rezeki haram yang menodainya. Dan yang paling utama, sebagaimana dikatakan Imam Ali a.s., kita perlu menjaga ketakwaan hati. Makna ketakwaan adalah merasa bahwa diri ini selalu dalam pengawasan Allah SWT. Karena itu, mari kita mencari rezeki halal, karena kecurangan, kebohongan, dan kejahatan sekecil apapun, pasti tak luput dari pengawasan-Nya. (Uma Faza)


Majalah ‘Itrah mengharapkan kontribusi tulisan dari pembaca untuk rubrik-rubrik berikut ini: UNDANGAN MENULIS 1. “Pendapat Saya” Kolom ini khusus untuk para ayah dan ibu. Tulisan yang diterima adalah yang sesuai dengan tema rubrik “Psikologi Keluarga”. Tema untuk bulan Juli: “bagaimana cara melatih anak agar tidak terlalu banyak nonton TV”. Isi tulisan yang diharapkan adalah cerita pengalaman pribadi terkait tema, 300400 kata.

2. “Fikrah” Fikrah adalah rubrik khusus untuk tulisan seputar kajian Islam (ditinjau dari filsafat atau ekonomi atau sains, dll). Isi tulisan harus karya sendiri, bukan terjemahan/copy-paste dari tulisan orang lain. Ditulis dengan bahasa yang ringan dan mudah dipahami, sesuai EYD, 700-800 kata.

3. “Opini” Opini adalah artikel ringan menyikapi fenomena sehari-hari. Isi tulisan harus karya sendiri, bukan terjemahan/copypaste karya orang lain. Ditulis dengan bahasa yang ringan dan mudah dipahami, sesuai EYD, 700-800 kata.

4. “Izzah” Izzah adalah artikel yang bertujuan membangkitkan kesadaran kaum muslimin agar bebas dari penjajahan fisik, ekonomi, pengetahuan, budaya, dll . Isi tulisan harus karya sendiri, bukan terjemahan/copy-paste dari tulisan orang lain. Ditulis dengan bahasa yang ringan dan mudah dipahami, sesuai EYD, 700-800 kata.

5. “Jejak Langkah Ahlul Bait” Artikel tentang sejarah-biografi tokohtokoh Ahlul Bait. Isi tulisan harus karya sendiri, bukan terjemahan/copypaste dari tulisan orang lain. Ditulis dengan bahasa yang ringan dan mudah dipahami, sesuai EYD, 900-1000 kata.

6. “Warta” Warta adalah laporan kegiatan yayasan/organisasi Ahlul Bait. Naskah yang diharapkan berupa teks 500 kata (laporan tentang tema acara, penyelenggara, siapa pembicara, kutipan-kutipan isi ceramah, berapa peserta, dll), serta foto-foto digital berkualitas bagus, minimalnya 5 foto.

Semua tulisan dikirim melalui e-mail (kami tidak menerima kiriman tulisan via pos) ke redaksi_itrah@yahoo.com. Harap sertakan no telpon yang bisa dihubungi beserta foto penulis. Redaksi berhak melakukan pengeditan yang dianggap perlu. Disediakan honorarium bagi tulisan yang dimuat.

27 25


KESEHATAN KELUARGA

Tetap Sehat Pasca Ramadhan Asuhan Dr Fauziah Ismail Namun sayang, segala manfaat dan kebaikan dari berpuasa selama satu bulan terkadang harus hilang begitu saja beberapa saat setelah Ramadhan usai. Banyak penyakit kronik yang biasanya dapat terkontrol dengan baik selama berpuasa Ramadhan, mulai kambuh kembali.

T

28 26

idak hanya kaum muslimin, bahkan orang-orang non muslim pun banyak yang memahami bahwa puasa sangat baik bagi kesehatan ruhani dan jasmani seseorang. Berbagai literatur dan penelitian para pakar kesehatan telah membuktikan bahwa puasa yang dilakukan secara benar dan rasional, selain dapat memperbaiki sisi mentalspiritual seseorang juga dapat memberi manfaat yang besar bagi kesehatan fisik, di antaranya mengistirahatkan organ pencernaan, mengurangi beban jantung, hati, ginjal dan organ-organ vital lainnya, mengurangi berat badan, dan sebagai detoksifikasi (mengeluarkan racun dari dalam tubuh). Selain itu, puasa juga dapat mengembalikan keremajaan dan vitalitas sel-sel dalam tubuh, menetralisir fungsi hormon, memperlambat penuaan, mengurangi alergi, meningkatkan imunitas tubuh, dan lain-lain.

Itulah sebabnya mengapa puasa banyak direkomendasikan oleh para pakar kesehatan dunia sebagai salah satu solusi dalam pengobatan penyakit. Sebagai muslim, harusnya kita bersyukur karena ada syariat yang mewajibkan kita untuk berpuasa selama satu bulan penuh, yaitu di bulan suci Ramadhan. Bulan Ramadhan baru saja kita lewati, tentunya banyak kesan dan manfaat yang kita rasakan setelah menjalankan ibadah puasa. Namun sayang, segala manfaat dan kebaikan dari berpuasa selama satu bulan terkadang harus hilang begitu saja beberapa saat setelah Ramadhan usai. Banyak penyakit kronik yang biasanya dapat terkontrol dengan baik selama berpuasa di bulan Ramadhan, mulai kambuh kembali, misalnya asam lambung yang meningkat, tekanan darah yang melonjak naik, kadar lemak gula


darah yang tidak terkontrol, dan lain dan bebas kolesterol. Perhatikan juga sebagainya. Keadaan ini pastinya tidak keseimbangan antara makanan dengan terlepas dari budaya berlebaran yang aktivitas. Orang dengan aktivitas sedikit, ada pada masyarakat kita. Kebiasaan tentu harus lebih sedikit makan supaya saling berkunjung dan mencicipi setiap tidak mengalami penumpukan lemak. makanan yang disuguhkan tuan rumah, Mengatur aktivitas fisik dengan sulit untuk dihindari. Di mana-mana selalu istirahat yang cukup dan olah raga yang tersedia beragam minuman dan makanan, teratur. Usahakan berolahraga rutin mulai dari syrup, manisan, gulai, serta minimalnya tiga kali sepekan. aneka kue yang umumnya manis dan Melaksanakan puasa-puasa sunnah mengandung lemak jenuh. (seperti yang dianjurkan Rosulullah saw) Seharusnya kebiasaan selama sebulan pada setiap bulannya. Selain bertujuan penuh dengan pola makan dan aktivitas untuk tetap mengasah ruhani dalam yang lebih terkontrol, bisa membentuk rangka mendekatkan diri kepada Allah, gaya hidup baru jasmani kita juga Selain bertujuan untuk tetap akan memperoleh bagi kita dan metabolisme tubuh mengasah ruhani dalam rangka kebaikan dari yang lebih baik manfaat puasa mendekatkan diri kepada dari sebelumnya. sunnah, antara Allah, jasmani kita juga akan Namun, lain perbaikan memperoleh kebaikan dari kenyataannya sering metabolisme dan manfaat puasa sunnah, antara tidak demikian. Pola fungsi organlain perbaikan metabolisme dan organ tubuh. hidup sehat yang telah kita bangun Insya Allah, fungsi organ-organ tubuh. selama Ramadhan dengan niat dan terkadang runtuh begitu saja, karena kita tekad yang kuat serta memohon bantuan tidak memeliharanya setelah Ramadhan dari Allah SWT kita mampu menjalankan berlalu. gaya hidup yang baru untuk memperoleh Tentu saja, hilangnya segala manfaat kualitas hidup yang lebih baik. Semoga dan kebaikan yang diperoleh pada saat kita dapat bertemu dengan Ramadhan Ramadhan bukan hanya disebabkan oleh berikutnya dalam kondisi yang jauh lebih kegiatan seputar lebaran saja, namun juga sehat dari sebelumnya. setelahnya. Kembalinya pola hidup seperti sebelum Ramadhan yang cenderung tidak sehat, justru merupakan penyebab yang paling penting. Oleh sebab itu, dibutuhkan Hadis niat serta kesungguhan agar tetap dapat mempertahankan semangat Ramadhan Rasulullah SAWW bersdan segala kebaikan yang diperoleh dari abda, “Janganlah perutmu berpuasa selama sebulan penuh. Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan, kaupenuhi dengan makanan diantaranya adalah: karena cahaya ma’rifat dalam Mengatur pola makan dan minum hatimu akan menjadi padam.� dengan mengkonsumsi makanan dan minuman yang sesuai kebutuhan dan (Makarimul Akhlak, juz 1, tidak berlebihan. Perbanyak buah-buahan, hadis no.1026) sayuran, biji-bijian, dan kacang-kacangan, makanan tinggi karbohidrat kompleks, serat, vitamin, dan mineral, rendah lemak,

27 29


KELUARGA HARMONIS

Saling Menyapa dengan Mesra dan Sopan

Imam Shadiq a.s. berkata, “Senyum dan bermuka ramah terhadap sesama muslim memiliki pahala satu kebaikan.” (Biharul Anwar, jilid 75, hal 145)

S

ayangnya, banyak dari kita yang terbiasa obral senyum dan bermuka ramah kepada orang lain, namun justru pelit senyum dan bermuka masam kepada belahan jiwa, suami atau istri. Di masa bulan madu, ungkapan, panggilan, dan katakata yang keluar dari pasangan suami istri biasanya penuh kasih sayang, kemesraan, dan kesopanan, yayangku, cintaku, jantung hatiku, belahan jiwaku, istriku tersayang, suamiku tersayang, istriku tercinta, suamiku tercinta… Pengantin baru biasanya sangat menjaga perasaan pasangannya sehingga menghindari katakata dan panggilan yang menyakitkan dan sinis. “Tolong ambilkan bajuku dong, Say..!” “Tolong antarkan aku ke pasar ya, Yang?”

30 28

“Yayang tidak sedang repot kan? Tolong buatkan teh hangat buatku ya?” “Darling, kalau sudah tidak capek lagi, tolong angkatin jemuran ya...” Seiring dengan berlalunya waktu, terjadi pula perubahan dalam gaya bicara. “Ma! Bajuku mana?! Cepetan! Udah hampir telat nih!” “Ayo dong Pa! Lama amat?! Anterin Mama ke pasar!” “Tehnya mana? Dari tadi ditungguin!” “Paaa..! Angkatin jemuraaan..! Keburu hujan tuh!” Ketika usia bertambah, anak-anak juga semakin besar, mungkin muncul perasaan sungkan, “Masa sih sudah tua harus panggil sayang-sayangan…malu dong sama anak-anak!” Padahal kita


Berbicara dengan baik dan sopan, serta bermuka ramah terhadap orang lain. Tentunya, pasangan kita adalah termasuk orang yang paling utama untuk diperlakukan sebagaimana tuntunan Nabi Saww dan para Imam. bisa menyiasatinya. Bila ketika belum punya anak, ungkapan yang digunakan, “Sayangku…!”, ketika sudah ada anak, kita bisa menggunakan ungkapan “Mama sayang…” atau “Papa sayang…”. Ungkapan-ungkapan mesra seperti ini kendati kelihatannya sepele, namun dampaknya sangat luar biasa dalam membina rumah tangga yang harmonis. Selain memberikan dampak positif terhadap pasangan suami-istri, yaitu menambah rasa cinta dan kasih sayang, juga akan memberi pengaruh terhadap anak-anak. Anak-anak akan merasa bahagia bila melihat kedua orang tuanya senantiasa rukun dan saling mencintai. Mereka juga belajar untuk saling menyayangi sesama anggota keluarga. Kelak ketika menikah, mereka pun terbiasa untuk berkata-kata yang baik kepada pasangan. Selain sapaan sayang, kata-kata yang sopan pun harus tetap dipertahankan. Sayangnya, ketika pengantin baru, suami bisa menahan diri untuk tidak mengkritik masakan istrinya. Namun, setelah jadi pengantin jadul, dengan entengnya berkata, “Yah..ini lagi..ini lagi! Gak kreatif amat sih Ma? Kalau masak jangan yang bikin bosen dong!” Padahal, dalam sebuah riwayat disebutkan, “Orang mukmin makan sesuai kesukaan keluarganya, sedangkan orang munafik makan sesuai kesukaan dirinya.”(Wasail Asy-Syi’ah jilid 15, hal

250). Bila suami tidak menyukai masakan istri, bersabarlah, atau sampaikan keluhan dengan baik-baik. Sebaliknya, sang istri pun, saat pengantin baru dengan sabar menerima penghasilan suami berapapun adanya. Namun, setelah jadi pengantin jadul, “Pa! Kerja yang bener dong! Hari gini duit segini bisa dapat apa? Mama pusing tau, harga-harga naik semua!” Padahal, Imam Ali as berkata, “Orang mukmin adalah orang menjauhi kata-kata kasar dan perkataannya lemah lembut.” (Nahjul Balaghah, Khutbah ke-192). Sampaikanlah keluhan dengan lemah lembut dan sopan kepada suami, sesuai pesan Imam Ali kepada kita semua. Rasulullah SAWW dan para Imam Ma’sum telah memberikan panduan agar para pengikutnya selalu melakukan kebiasaan terpuji, yaitu berbicara dengan baik dan sopan, serta bermuka ramah terhadap orang lain. Tentunya, pasangan kita adalah termasuk orang yang paling utama untuk diperlakukan sebagaimana tuntunan Nabi Saww dan para Imam. Tidak selayaknya, suami atau istri berkata kasar terhadap pasangannya, karena hal itu akan merusak keharmonisan rumah tangga dan menimbulkan kebencian di antara keduanya. Imam Ali a.s. berkata, “Berbicaralah dengan baik, tentu engkau akan mendengar jawaban yang baik pula.” (Ghurar wa Durar, jilid 2, hal 266) Imam Ali a.s. berkata, “Jauhilah katakata kasar, karena hal itu akan menjadikan hati penuh dengan rasa marah dan kebencian.” (Ghurar wa Durar, jilid 2, hal 298) Imam Shadiq a.s, berkata, “Bermuka ramah kepada orang adalah sebagian akal.” (Biharul Anwar, jilid 76, hal 60) Bila kita mengamalkan semua panduan Imam Ma’sum ini dalam kehidupan rumah tangga, insya Allah, rumah tangga kita akan menjelma jadi surga dunia. Inilah yang disebut bayty jannaty... (ED/Itrah)

31 29


JALAN-JALAN KE IRAN

Harmoni Alam Di Masouleh Teks/Foto: Afifah Ahmad

3032


“Halaman yang menjadi atap�, begitulah sebutan bagi Masouleh, desa kuno yang bertengger di lereng gunung Talash, rangkaian pegunungan Alborz. Masouleh sendiri terletak di propinsi Gilan, 60 km dari kota Rasht. Ketika kakiku menyusuri beranda sebuah rumah, pada saat yang sama, aku tengah menjejak atap rumah penduduk lainnya. Sangat unik dan menakjubkan. Pantas saja, Masouleh selalu menjadi wisata unggulan di kawasan Utara Iran, terutama pada musim panas. Balkon-balkon dihiasi aneka bunga cantik, gadis-gadis mengenakan pakaian adat menyambut kedatangan puluhan turis, seperti yang sering ditayangkan oleh televisi Iran. Sayangnya, kunjunganku kali ini tiga bulan lebih awal dari musim turis, yaitu permulaan musim semi. Pepohonan baru saja menampakkan pucuk hijaunya, bunga-bunga masih belum merekah sempurna, tapi potret keseharian desa justru bisa terekam apa adanya. Anakanak bermain bola di beranda. Ibu-ibu bercengkrama di balkon-balkon rumah sambil membersihkan sayuran. Para lelaki sedang mengais rezeki di pasar yang berada satu kompleks dengan pemukiman. Sebelum mengitari desa, kusempatkan untuk singgah di pasar itu. Kios-kios kerajinan berjajar, diselingi penjual roti tradisional, warung kelontongan, dan pandai besi. Sekilas kulihat wajah teduh dan bersahaja bapak tua pemilik kios pandai besi. Langkahku terhenti di sebuah toko kerajinan. Rupanya tidak semua barang yang dijual di sini buatan

tangan penduduk asli. Produk China pun merambah sampai ke pedalaman Iran ini. Kerajinan tangan yang dibuat oleh penduduk lokal antara lain lukisan karpet tradisional dan boneka rajutan. Suasana pasar yang tidak terlalu ramai, membuatku lebih leluasa memilih oleh-oleh, bahkan aku masih sempat memotret Mehdi bersama penjual kerajinan.

3331


Tidak jauh dari pasar, kedai-kedai teh siap menjamu wisatawan yang kelelahan selepas mendaki undakan demi undakan. Kami memilih tempat duduk yang berseberangan dengan bukit. Dari tempat ini, panorama di bawah tampak lebih memikat. Kelokan jalan, mobil-mobil parkir berjajar, dan rumah-rumah berundak, seakan menenggelamkan sketsa yang baru saja kulukis di bawah tadi, tentang indahnya bukit kecil dilapisi pepohonan rindang. “Ah..! Dalam keseharian, tak jarang kita membayangkan kenikmatan yang belum menjadi milik kita. Ketika ia menghampiri, mampukah kita mensyukurinya dengan segenap jiwa?!” Hati kecilku bersuara. Lamunanku terusik oleh kehadiran pelayan kedai yang menghantarkan teh hangat. Dia seorang anak muda yang bekerja sendiri, meracik teh sekaligus mengantarkannya ke meja pengunjung. Selain kami, ada keluarga kecil dan sepasang turis asing di kedai ini. Sebenarnya, kami bukanlah penikmat teh, seperti kebanyakan masyarakat Iran. Tapi, berada di titik terindah sambil dibuai semilir angin pegunungan, teh lokal Gilan jadi terasa lebih nikmat.

34 32

Iklim surga di tempat ini memang diuntungkan secara geografis. Di satu sisi, Masouleh terletak di dataran tinggi, sekitar 1050 m di atas permukaan laut, namun di sisi lain posisinya berada dekat dengan pantai laut Kaspia. Perpaduan ini melahirkan iklim pegunungan dan pesisir, sejuk sekaligus lembab. Rasanya ingin duduk berlama-lama, kalau saja tidak ingat matahari sudah mulai bergeser ke sebelah Barat. Sebelum maghrib kami harus kembali ke penginapan di kota Foman. Tak terbayangkan, kalau turun gunung saat gelap nanti. Tiba-tiba ingatanku melayang pada peristiwa di perjalanan tadi. Lanskap di sepanjang jalan menuju Masouleh memang indah, namun, kelokan pun bertambah tajam, diapit jurang curam dan bukit-bukit berkerikil. “Jalanan ke sini memang bagus, tapi terkadang batubatu kecil itu terlempar sampai ke jalan. Jalanan bisa menjadi sangat licin,” ujar sopir mobil yang kami tumpangi. Sopir itu berbicara kepada kami di sela deru mesin mobil Peykan yang meraung keras, seakan tengah menumpahkan segala keluh kesah saat tubuh ringkihnya harus mendaki tanjakan curam. Di jalanan Teheran, mobil seperti ini sudah sulit ditemukan, tergantikan oleh jenis Pride yang sedikit lebih baik. Tapi apa boleh buat, bagi masyarakat daerah, mengganti mobil bukanlah perkara mudah. Mungkin, mereka berpendapat lebih baik untuk memperlebar kebun teh atau ladang sawahnya. Jadi, Peykan tua ini masih tetap dipertahankan, meski bodi dan mesinnya sudah amat tak nyaman. “Ya.. gak papa lah, asal jangan mogok!” gumamku setengah berdoa. Sayang, doaku belum terkabul. Si Peykan memilih untuk protes. Di ketinggian tertentu, pak Sopir menepikan mobilnya ke sisi jalan. “Ada masalah Pak?” tanyaku cemas. “Sepertinya mesin mobil panas sekali,” jawabnya sambil keluar dari mobil, meninggalkan kami dalam keresahan.


“Kalau ada masalah, tolong carikan mobil lain saja. Bapak bisa kembali ke bawah,” kucoba memberikan saran. “Oh…tidak! Hanya perlu tambahan air kok,” sahut sopir sambil mengeluarkan botol air dari bagasi mobil. Suasana kembali senyap, perlahan rasa gelisah mulai menyusup. “Ah…kalau begini, kapan kita akan sampai nih?!” gerutuku pada suami. Saat sedang memperhatikan suasana di sekitar jalan, ingatanku melayang pada penggalan sebuah novel pencarian “Kiss the Lovely Face of God”. Dalam novel itu disebutkan, perjalanan hidup manusia ibarat sedang mengemudi di daerah perbukitan. Untuk mengenali kondisi jalanan, pengemudi harus ekstra hati-hati, sedikit saja lengah, mobil yang ia tumpangi akan terhujam ke jurang atau menabrak batu pegunungan. Begitu juga perjuangan menaklukan hawa nafsu. Tak jarang manusia tergesa-gesa ingin mencapai tujuan hidupnya, hingga kadang kurang berhati-hati dengan jebakan nafsu yang akan menggelincirkannya. Di tengah belantara seperti ini, kalimat-kalimat dalam novel tadi semakin mengepungku dalam gelisah. Bahkan, setelah pak sopir kembali berhasil menjalankan mesin mobilnya. Untunglah, waktu itu bukan malam hari hingga panorama di sekitar jalan, bisa sedikit menghiburku. *** Menjelang sore, kami kembali mengitari desa. Berjalan melewati rumah-rumah sederhana dengan jendela klasik dan balkon-balkon mungil adalah kenangan yang sulit kulupakan. Sebagian besar rumah-rumah di Masouleh mengambil inspirasi dari alam. Jendela, tiang-tiang, dan reng menggunakan kayu. Dinding-dindingnya dilapisi tanah liat dengan warna kuning terang. Pemilihan warna ini, agar rumah-rumah tetap terlihat saat kabut datang menyelimuti Masouleh. Aneka bunga di jambangan mungil, seakan menyiratkan bahwa Masouleh sendiri merupakan bagian dari alam.

Saat sedang memotret rumah-rumah Masouleh dari berbagai sudut, seorang perempuan penduduk desa melambaikan tangan ke arah kami. Kubalas lambaian itu sambil melangkah mendekatinya. Kami pun bertukar sapa. Mansureh, nama perempuan tadi, mengajak singgah di rumahnya yang ternyata digunakan juga sebagai penyewaan baju-baju tradisonal. Sambil memilah baju-baju, kusempatkan untuk berbincang dengannya. “Anda asli Masouleh?” Tanyaku. “Iya, nenek kakek saya berasal dari sini.” “Gimana asal mula masyarakat menempati Masouleh?” “Kalau menurut cerita orang-orang dulu, mereka mulai berdatangan ke desa ini sejak ditemukan makam Imam Zadeh,” tutur Mansureh sambil membantu Mehdi memakai baju tradisional.

35 33


Di sekitar desa ini memang terdapat beberapa makam Imam Zadeh, selain masjid jami besar berkubah hijau. Masyarakat Iran memang memiliki ikatan emosional tersendiri dengan Imam Zadeh, sebutan untuk saudara para Imam. Rupanya, kemolekan Masouleh juga tidak lepas dari aura spiritualitas. Cerita ini jarang terungkap dalam bukubuku. Catatan yang sering kutemukan, sebenarnya Masouleh lama terletak 6 km dari tempat ini dan telah ditinggali sejak abad ke 10 M. Masouleh. Hari ini, dihuni sekitar 800 warga dari berbagai suku seperti Taleshi, Turki, dan Gilaki. “Mari duduk dulu ” ajak Mansureh selepas kami berfoto-foto. “Terima kasih, tapi hari sudah hampir gelap. Bolehkah saya hanya melihat-lihat bagian dalam rumah?” Pintaku halus Rumah Mansureh memang lebih kecil dan sederhana. Namun, kulihat ada tangga-tangga yang menghubungkan ke lantai dua. Aku melihat “soumeh”, ruangan khas rumah-rumah di Masouleh, yang biasanya digunakan saat musim dingin. Ruangan itu dilengkapi penghangat dengan bahan bakar gas. Karena di sini gas belum bisa dialirkan melalui pipa-pipa seperti di kawasan Iran yang lain, mereka masih menggunakan tabung gas. Sebelum kami berpamitan, Mansureh sempat menunjukkan foto kakak lelakinya yang ternyata bekerja di kedai teh. “Foto ini diambil oleh turis asal Perancis dan dia langsung mengirimkannya dari

36 34

sana,” ujarnya dengan senyum merekah. “Ah..semoga suatu saat, aku bisa kembali ke sini dan memberikan foto Mansureh langsung kepadanya,” bisikku dalam hati saat berpamitan. Masouleh, tempat yang selalu dirindukan setiap orang dengan beragam daya tariknya. Bagi para pecinta alam dan pendaki gunung, Masouleh menyediakan aliran sungai yang jernih, air terjun, dan puncak Qand Kalleh yang indah. Bagi para peneliti sosial, Masouleh menghadirkan pesona interaksi desa yang unik dan sejarah yang misterius. Bagi para fotografer, jendela, balkon, dan bangunan klasik Masouleh menjadi ruang inspirasi yang indah. Dan untuk musafir sepertiku, Masouleh telah menghadiahkan ketenangan, udara segar, juga keramahan. Yang terpenting, kepada kita semua, Masouleh seolah menitipkan pesan bagaimana menjalin harmonisasi antara manusia, alam, dan Tuhan.


PSIKOLOGI KELUARGA

Mewaspadai Kebiasaan Menonton

Pada Anak-anak

Asuhan: Rabiah Aydiah, S.Psi

televisi. Sayangnya, anak-anak belum memiliki kemampuan analisa yang baik, sehingga tidak melakukan seleksi ketika memutuskan untuk menyaksikan satu acara tertentu dan akan dengan mudah menerima pengaruh buruk yang mungkin ditimbulkan dari tayangan televisi.

O

rang tua sering secara naluriah berupaya mengontrol teman dan lingkungan anak-anaknya. Mereka berusaha mengenali siapa saja yang berhubungan dengan anak-anak mereka dan mengajari anak agar selalu memilih teman yang baik. Namun, sudahkah orangtua mengenali dan mengontrol orang asing pada kotak ajaib bernama televisi, yang dengan mudah hadir di ruang pribadi anak-anak? Ketika ibu sibuk di dapur, ayah sedang bekerja, apa yang dilakukan anak-anak? Kemungkinan besar, menonton tivi. Data menyebutkan bahwa anak-anak umumnya menghabiskan waktu lebih lama menonton televisi dibanding orang dewasa. Anakanaklah audiens utama dari acara

Sesuai dengan usia perkembangannya, anak akan dengan cepat meniru dan mengidentifikasikan dirinya pada apa yang mereka lihat (di televisi). Sering kita saksikan bagaimana anak-anak menirukan jingle iklan dan sinetron, nyanyian, sikap, atau perilaku lainnya yang ada di tivi. Sangat disayangkan karena justru banyak orang tua yang bangga dengan apa yang dilakukan anak-anak tersebut. Bukankah sering kita menyaksikan orang tua yang tertawa senang ketika anak kecilnya menirukan nyanyian atau kalimat-kalimat yang sedang ngetren di televisi? Padahal, kondisi pertelevisian di negeri kita ini masih sangat jauh dari ideal. Televisi di Indonesia masih menayangkan acara-acara yang jauh dari ajaran Islam. Film-film televisi banyak yang mengajarkan perilaku kekerasan dan gaya hidup bebas. Kekerasan di televisi memotivasi anak-anak untuk melakukan agresi atau penyerangan. Mereka belajar untuk menyelesaikan masalah dengan tindakan kekerasan seperti yang

37 35


ditunjukkan oleh aktor pemeran utama dalam film. Penelitian menemukan bahwa anak-anak yang lebih banyak mengisi waktunya dengan menonton televisi akan mengalami penurunan keterampilan sosial dan memiliki rasa tanggung jawab yang rendah. Mereka juga akan mengalami penurunan konsentrasi serta cenderung tidak memiliki keterampilan hidup di dunia nyata. Selain itu, jangan dilupakan data bahwa anak-anak sangat mudah terpapar pornografi melalui televisi, bahkan 57% sinetron Indonesia bermuatan pornografi.

Anak-anak adalah amanah Allah kepada para orang tua. Orang yang paling bertanggung jawab atas pendidikan anak adalah orang tua. Karena itu, orang tua harus berhati-hati pada lingkungan yang akan mempengaruhi akhlak anakanaknya. Amirul Mukminin as berkata, “Tidak ada warisan yang lebih utama yang diwariskan seorang ayah kepada anaknya dari akhlak yang baik.� (selain ada di dalam teks, kalimat ini juga dibuat dalam boks). Itulah sebabnya, orang tua harus benar-benar mewaspadai dampak buruk televisi terhadap anak-anaknya.

Cara Mengubah Perilaku Anak Dalam Menonton Televisi Berikut ini beberapa hal yang perlu diperhatikan orangtua dalam mengontrol perilaku anak dalam menonton televisi: Anak usia 1- 6 tahun sebaiknya menonton tivi sesedikit mungkin (maksimal 1 jam sehari). Sesuai dengan perkembangan kognitifnya, anak hanya mampu menerima konsep konkrit, sehingga akan sulit menjelaskan kepada anak bahwa apa yang mereka saksikan di televisi belum tentu sama dengan yang ada di dunia nyata. Untuk anak usia di atas 6 tahun, orang tua perlu memberi batasan menonton televisi. Sebaiknya, menonton tivi tidak lebih dari dua jam sehari. Buat aturan bersama di rumah, jam berapa dan tayangan apa saja yang boleh ditonton anak. Orang tua harus mengontrol dan menganalisa setiap acara yang akan disaksikan anak-anak mereka. Belum tentu acara yang dikhususkan untuk anak benar-benar aman bagi anak. Bila anak terlanjur keranjingan televisi, jangan secara drastis melarang mereka nonton tivi. Untuk anak di bawah lima tahun, alihkan perhatian mereka dengan mengajak bermain di luar rumah, mengikutsertakan dalam kegiatan ibu (memasak, mencuci, membereskan rumah), atau membaca buku. Dengan cara ini, sedikit-sedikit mereka akan lupa pada tivi. Untuk anak yang usianya lebih besar, ajaklah berdiskusi mengenai dampak buruk televisi bagi psikologi, otak, dan kesehatan tubuh. Lalu buat jadwal nonton bersama anak. Setelah aturan disepakati bersama, orang tua harus menjaga disiplin, melalui hadiah (bila anak menaati aturan) dan hukuman (bila aturan dilanggar). Tentu saja, hukuman tidak boleh bersikap kekerasan; mengurangi jajan atau memberi tugas tambahan adalah cara menghukum yang bijaksana. Terakhir, keteladanan adalah segalanya. Bila orang tua keranjingan televisi, bagaimana mungkin mendidik anak yang selektif terhadap televisi?

38 36


PENDAPAT SAYA Oleh: Erma Wahyuni

Cara

Melatih Anak

untuk

Mengurangi Menonton TV “Ciaaaat…!! Rasakan ini...! Akan kuhancurkan…!!” “Kesian deh loooo!” “Sialaaaan...!”

K

ata-kata seperti ini mungkin seringkali kita dengar terucap dari mulut anak kita. Kadang kita menganggapnya biasabiasa saja. Padahal menurut saya, bahasa akan membentuk watak anak. Jika mereka terbiasa berkata-kata 1 2 3 4 5

yang bernada kekerasan, atau mengejek, sangat mungkin watak kekerasan atau suka mengejek juga terbentuk dalam diri mereka. Menurut saya, kalimat-kalimat seperti itu merupakan bukti bahwa anak kita sudah terpengaruh oleh apa yang sering dilihatnya dan didengarnya dari TV. Maka dari itu saya ingin berbagi sedikit trik yang pernah saya coba dalam melatih anak saya (Izza, usia 3 tahun) untuk mengurangi kebiasaanya menonton TV.

Orang tua adalah kunci awal sebuah keberhasilan, maka bersepakatlah dengan suami / istri Anda untuk tidak banyak menonton TV, sehingga anak pun akan mencontoh apa yang biasa kita lakukan. Gantilah kebiasaan menonton TV dengan menonton VCD yang di dalamnya berisi pengetahuan yang dapat menambah ilmu anak. Namun, waktunya juga harus tetap dibatasi (30 menit x 2,pagi dan sore). Ajaklah anak untuk melakukan kegiatan permainan yang dapat membuat anak melupakan keinginannya menonton, atau bahkan lupa pada jadwal menontonnya sendiri. Berikan dan bantu anak untuk menemukan ide-ide segar sehingga mereka dapat melakukan kegiatan-kegiatan positif yang dapat membuat anak lebih kreatif sehingga dapat menghasilkan suatu karya. Membuat karya tidak perlu mahal. Kotak-kotak bekas makanan atau air mineral dapat dibuat mainan yang membuat anak sibuk. Reward and punishment . Reward tidak perlu mahal, misalnya buat ‘bintang’ di kertas warna. Setiap kali anak dapat menghindari TV, berikan satu bintang. Sebaliknya, kurangi koleksi bintang anak, apabila dia menonton TV di luar jadwal yang disepakati. Apabila sejumlah bintang sudah terkumpul, bintang itu bisa ditukar dengan hadiah (bila tidak ada dana, cukup sediakan hadiah sederhana, misalnya kue kesukaan anak).

Manfaat yang saya rasakan setelah mencoba beberapa trik di atas adalah anak saya bisa melupakan kebiasaannya untuk menyalakan TV. Dia tidak lagi suka berlama-lama menonton TV. Dia lebih memilih membuat suatu karya yang bisa ia pamerkan kepada ayahnya saat pulang kerja. Hal ini juga dapat memupuk kebanggaan dan rasa percaya diri anak.

39 37


KAJIAN SYARIAH

Shalat Berjamaah (Bagian Pertama)

Jarak antara makmum satu shaf, yaitu antara seorang makmum dengan makmum lain yang ada di kanan dan kirinya, tidak boleh lebih dari satu langkah. Syarat-Syarat Imam:

1. Baligh dan berakal. 2. Adil (tidak melakukan dosa besar dan sangat berupaya keras menghindari dosa kecil). 3. Untuk makmum laki-laki, imam juga harus laki-laki. 4. Mampu melakukan shalat secara benar. 5. Tidak punya penyakit beser (beser untuk buang air besar atau buang air kecil). 6. Tidak sedang terpaksa mengenakan pakaian yang najis. 7. Tidak sedang terpaksa melakukan shalat sambil duduk atau terbaring.

Syarat-Syarat Pelaksanaan Shalat Berjamaah 1. Posisi berdiri makmum harus lebih belakang daripada imam.

2. Posisi imam tidak lebih tinggi dari posisi

40 38

makmum. Akan tetapi, posisi makmum bisa lebih tinggi. Dengan demikian, bila masjid bertingkat, imam tidak boleh berada di tingkat atas, sementara makmum bisa berada di tingkat atas. 3. Jarak antara makmum dengan imam, begitu juga di antara makmum, tidak terlalu jauh. Ukuran terlalu jauh adalah satu langkah. Karena itu jarak antara tempat sujud makmum dengan tempat berdiri imam tidak boleh lebih dari satu langkah. Demikian juga jarak antara shaf makmum pertama dengan shaf kedua, tidak boleh lebih dari satu langkah. Jarak antara makmum satu shaf, yaitu antara seorang makmum dengan makmum lain yang ada di kanan dan kirinya, tidak boleh lebih dari satu langkah. 4. Antara imam dan makmum dan di antara makmum tidak ada penghalang.


• Jika sebagai makmum kita berdiri di shaf pertama, tidak boleh ada sesuatu pun yang menghalangi kita untuk bisa melihat imam. Misalnya, jika imam berada di mihrab (tempat khusus untuk imam) dan kita berada di sisi sangat jauh di shaf pertama hingga tidak bisa melihat imam, shalat kita tidak sah. Akan tetapi jika tidak terlihatnya imam itu bukan karena ada sesuatu (misalnya dinding) yang menghalangi, melainkan karena sangat panjangnya shaf, shalat kita tetap sah. • Begitu juga di antara makmum (di antara shaf), seseorang yang salat di shaf belakang harus bisa melihat makmum lain yang shalat di depannya (meskipun hanya satu orang), agar shalatnya sah. • Jika makmum berada di tingkat atas bangunan, shaf terdepan makmum harus bisa melihat imam atau shaf di depannya (yang berada di tingkat bawah).

Hukum-Hukum Lainnya:

1. Untuk semua jenis shalat wajib yaumiah, shalat berjamaah bisa dilakukan meskipun shalat yang dilakukan imam

berbeda dengan yang dilakukan makmum. Jadi, bisa saja demikian: imam shalat ada (shalat asli), makmum shalat qadha. Atau imam shalat qadha, makmum shalat ada. Demikian juga dengan shalat-shalat yang waktunya bersamaan. Bisa saja imam shalat Ashar, dan makmum shalat Zhuhur. Atau makmum imam shalat Zhuhur dan makmum shalat Ashar. Tapi, jika kita sudah shalat Zhuhur dan shalat berjamaah Zhuhur baru mau dilaksanakan (agak lambat), sebaiknya kita mengulang shalat Zhuhur kita (shalat Zhuhur berjamaah). Tapi ini ini hukumnya tidak wajib. 2. Imam dan makmum juga bisa saja berbeda dalam jenis shalat dari segi jumlahnya. Misalnya imam shalat qashar sedangkan makmum shalat sempurna. 3. Shalat ayat juga bisa dilakukan berjamaah, bahkan jika jenis shalat ayat antara imam dan makmum berbeda. Misalnya, imam shalat karena gerhana sedangan makmum shalat karena gempa. (bersambung)

39 41


USTADZ MENJAWAB

Diasuh Oleh Ustadz Abdullah Beik, M.A

Tanya Ada seorang gadis ingin menikah dengan seorang pria. Tapi, walinya (ayahnya) tidak merestui pernikahan itu atas pertimbangan hal-hal duniawiah, misalnya karena pria tersebut belum punya pekerjaan. 1. Apakah keputusan ayahnya tersebut bisa dibenarkan? 2. Apakah dalam Islam ada kondisikondisi tertentu yang memungkinkan seorang gadis menikah tanpa izin walinya (kawin lari)?

Jawab Semua ulama sepakat bahwa seorang gadis yang belum pernah menikah berkewajiban untuk meminta izin dari orang tua/wali di saat akan melangsungkan perkawinan. Memang ada perbedaan pandangan di kalangan ulama tentang kewajiban tersebut, yang saya ringkas dalam beberapa pandangan berikut.

42 40

1.Sebagian meyakininya secara mutlak, dalam pengertian bahwa kewajiban itu meliputi semua kondisi. Bila anak gadis itu tidak mendapakan izin/restu, maka perkawinannya dihukumi batal. 2. Sebagian lagi hanya menganggap itu sebagai sebuah kewajiban yang bila dilanggar. Artinya, jika seorang gadis menikah tanpa izin wali, maka ia berdosa, namun pernikahannya tetap sah. 3. Sekelompok yang lain meyakini bahwa itu merupakan syarat sahnya nikah jika sang ayah berada di kotanya atau di kota lain yang kurang dari masafah qashr (kurang dari 21 kilometer). 4. Para ulama Ahlul Bait, di antaranya Imam Khomeini dan Imam Ali Khamenei, meyakini bahwa syarat wali,yakni ayah atau kakek (ayahnya ayah) sebagai syarat sah nikah. Artinya, tanpa izin dari wali, pernikahan memang betul-betul tidak sah. Akan tetapi, dalam hal ini, baik


Imam Khomeini ataupun Imam Khamenei, memfatwakan adanya perkecualian kondisi di mana seorang gadis bisa saja menikah dengan laki-laki pilihannya tanpa izin/restu dari walinya. Syarat-syarat kondisional itu adalah: a. Si gadis sudah berusaha meminta izin, tapi ditolak oleh walinya. b. Pria yang dipilihnya telah memenuhi syarat dari sisi agama, yakni seorang Muslim dan status sosialnya sepadan atau tidak terlalu jauh (dalam istilah agama disebut kufu ‘urfi). c. Keduanya saling mencintai. d. Keduanya sudah saatnya menikah dan dikhawatirkan akan jatuh pada perbuatan haram (berzina) bila tidak menikah. Terkait dengan ini, ada beberapa hal yang patut untuk diperhatikan sebagai berikut: Pertama, persyaratan yg disebutkan itu adalah sangat ketat dan hanya si pelaku saja yang bisa mengidentifikasi apakah dirinya memenuhi persyaratan tersebut atau tidak. Tentunya, Allah SWT Mahatahu sehingga tidak mungkin seseorang akan membohongi dirinya dan Allah SWT. Kedua, perempuan yang akan menikah harus melakukan perenungan mendalam bila akan menikah tanpa izin/restu orang tua; pernikahan bukanlah sekedar pembacaan akad semata, namun dia akan hidup dengan orang yang dipilihnya itu selama hidupnya dalam suka dan duka. Karenanya, pandangan orang tua sangat patut untuk dipertimbangkan.

Ketiga, bagi para orang tua juga hendaknya tidak egois hanya dengan pandangannya sendiri. Di dalam pernikahan, selain adanya syarat izin wali, kerelaan sang anak calon pengantin juga merupakan syarat sahnya nikah. Memang tidak ada orang tua yang akan mencelakakan anaknya, namun harus disadari bahwa seringkali penilaian kita subyektif dan tidak luput dari kesalahan. Karenanya, segala hal terkait masalah pernikahan harus dirundingkan dan didiskusikan dengan kepala dingin. Jika perlu, libatkan orang yang lebih berpengalaman dan mengenali sang calon lebih dalam, seperti teman-temannya, sanak familinya, gurunya, rekan bisnisnya, dan orang-orang yang sering berinteraksi dengannya. Keempat, yang harus menjadi parameter penilaian layak atau tidaknya seorang pria sebagai suami adalah ketaatan agama dan kejujuran. Adapun yang lainnya adalah masalah yang kedua dan ketiga yang bisa didapatkan setelah perkawinan. Dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad SAW bersabda yang ditujukan kepada para orang tua, “Jika telah datang kepadamu (melamar anakmu) seorang yang engkau relai agama dan kejujurannya, maka kawinkanlah (anakmu) dengannya. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah dan kerusakan besar di atas muka bumi ( Al Bihar Juz 103 hal 372 Hadis ke-3).

Pembaca yang ingin mengajukan pertanyaan silahkan mengirim email ke redaksi_itrah@yahoo.com

41 43


MANTIQ

Logika Asap Otong Sulaeman

I

ni tentang peribahasa: tak ada asap jika tak ada api. Secara umum, peribahasa ini dipakai untuk menggambarkan salah satu hukum logika yang paling elementer yaitu sistem kausalitas (‘illiyyah), bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam raya membentuk sistem kausalitas. Tak mungkin sesuatu itu terjadi tanpa ada sebabnya. Jika Anda melihat ada asap mengepul, ketahuilah bahwa pasti ada api yang dinyalakan. Asap hanya akan muncul jika ada ada api yang menjadi pemicunya. Tak mungkin ada akibat (asap) jika tak ada sebab (api). Lalu, lihatlah di sekeliling Anda. Fenomena apapun yang Anda lihat, pastilah membentuk rangkaian sebabakibat. Api atau matahari menyebabkan panas. Panas menyebabkan udara memuai. Udara memuai menyebabkan udara bergerak dari tempat yang suhunya lebih rendah ke yang lebih tinggi. Maka timbullah angin. Angin memutar kincir. Kincir menggerakkan roda, dan seterusnya. Logika yang sedemikian jelas ini, sayangnya, dalam beberapa kesempatan

44 42

seringkali digunakan secara salah. Cukup sering terjadi pembenaran atas sebuah tindakan dengan menggunakan logika dan peribahasa ini. Saya pernah mendengar seseorang mengatakan kepada saya, “Kalau dia tidak bersalah, tentu orangorang tidak akan membicarakannya. Tak ada asap jika tak ada api.” Ucapannya ini disampaikan ketika orang itu membenarkan gunjingan masyarakat tentang seseorang yang dicurigai melakukan kesalahan. Atau, Anda mungkin masih ingat tindakan Israel yang memblokade dan menyerang penduduk Gaza, Palestina, Desember 2008-Januari 2009 yang lalu. Sebagaimana yang diketahui, saat itu Israel membombardir Gaza, dengan alasan bahwa dari arah Gaza, ada rudal-rudal yang ditembakkan ke arah permukiman Yahudi Israel. Sebagai balasannya, Israel membombardir kawasan Gaza hingga menewaskan sekitar lebih dari 1.300 warga Muslim Palestina. Sayangnya, ada beberapa komentar pembelaan atas tindakan biadab Zionis Israel itu sambil mengutip peribahasa ini: tak ada asap jika tak ada api. Tak akan ada pembantaian jika tak ada rudal yang ditembakkan HAMAS. Sekilas, pembelaan di atas seperti yang benar. Tapi, kalau mau kita runut, ada sejumlah kesalahan mendasar yang bisa dikritisi. Mari kita lihat kasus blokade Gaza di atas. Salah satu kesalahan logikanya adalah pengabaian atas “realitas rangkaian”. Api memang menjadi sebab


atas timbulnya asap. Tapi, pada saat yang sama, api juga merupakan akibat dari sebab yang lain, misalnya akibat dari gesekan kayu-kayu kering (kasus kebakaran hutan di Indonesia diakibatkan oleh hal ini). Lalu adakah yang menjadi sebab mengeringnya kayu-kayu di hutan? Tentu ada. Misalnya karena pohonpohon di hutan Indonesia sudah lama tak mendapat suplai air hujan. Begitulah dan seterusnya. Jadi, semua fenomena alam ini membentuk rangkaian. Adalah kesalahan besar jika kita hanya mencukupkan diri terhadap “satu” proses sebab-akibat ketika memberikan penilaian atas sesuatu itu. Seandainya pun memang benar ada rudal yang ditembakkan HAMAS ke arah permukiman Zionis Israel, ini tentu tidak bisa begitu saja dijadikan justifikasi atas perilaku biadab tentara Zionis dalam membombardir warga sipil Gaza. Tembakan rudal HAMAS-bombardir Gaza, bukanlah satu-satunya proses sebab akibat, karena tembakan rudal HAMAS sendiri, sebagaimana diakui banyak pihak, adalah reaksi atau akibat atas tindakan Israel sebelum-sebelumnya. Kesalahan logika berkutnya terkait dengan pengabaian “kumpulan sebab”. Sebuah akibat seringkali terbentuk bukan oleh “hanya satu sebab”, melainkan oleh “kumpulan sejumlah sebab”. Perhatikanlah padi yang tumbuh di sawah. Apakah yang menjadi sebab bagi tumbuhnya padi? Kita bisa menyampaikan sederet jawaban, seperti adanya benih, media tanah, air, pupuk, udara yang cocok --di kutub, tidak mungkin tumbuh padi--, serta adanya petani yang mencangkul, mengairi, memupuki, dan merawatnya dari

‘illah haqiqiah (sebab sejati),

‘illah mu’iddah (sebab pemersiap), ‘illah badilah (sebab pengganti), dan lain-lain.

gangguan hama. Semua itu kita namakan sebagai “kumpulan sebab”. Tanpa keberadaan salah satu saja dari faktorfaktor itu, padi tidak akan tumbuh. Di dalam filsafat, kita mengenal ada yang disebut ‘illah haqiqiah (sebab sejati), ‘illah mu’iddah (sebab pemersiap), ‘illah badilah (sebab pengganti), dan lain-lain. Di sini, cukuplah kita pahami saja bahwa ternyata “sebab” itu berjenis-jenis. Jadi, jangan serta-merta menggeneralisir bahwa semua “sebab” itu satu jenis. Dalam konteks contoh blokade Zionis Israel atas Gaza itu, orang-orang yang rasional mestinya bisa mengurai permasalahan secara lebih jernih. Adalah sebuah kesalahan besar jika merasa berpuas diri dengan menunjuk tembakan rudal HAMAS sebagai satu-satunya sebab serangan Israel, sambil mengabaikan sebab-sebab lainnya. Sebab-sebab itu antara lain adalah: isu politik menjelang pilpres AS, adanya kebijakan AS untuk mendukung sepenuhnya tindakan Zionis Israel dalam bentuk suplai dana dan senjata, serta adanya grand design terkait dengan pembentukan Israel Raya yang membentang dari Sungai Nil di Mesir sampai Sungai Eufrat di Iraq. Faktor terakhir ini bahkan merupakan sebab utama atas setiap kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Israel terhadap warga Muslim Palestina.

45 43


IZZAH

NEOLIB, Apa Sih?

P

emilu masih dua tahun lagi. Tapi sudah muncul namanama yang konon akan mencalonkan diri. Bangsa yang cerdas tidak akan mau terjerumus dalam lubang yang sama dua kali. Sayangnya, bangsa Indonesia sudah terperosok dalam lubang kehancuran berkali-kali, namun masih juga belum bisa waspada. Ada istilah yang ramai dikumandangkan saat pemilu 2009: neolib. Ada tokoh yang disebut-sebut berhaluan neolib. Meskipun banyak pihak yang berusaha menjelaskan apa itu neolib, ternyata tidak banyak pengaruhnya. Tokoh tersebut, berserta beberapa rekan sehaluannya akhirnya berhasil meraih kedudukan tinggi di negeri ini. Dan bangsa Indonesia semakin dalam masuk dalam cengkeraman neolib.

46 44

Tapi, apa sih sebenarnya neolib itu? Neolib berasal dari kata neo dan liberalisme. Neo artinya baru. Sedangkan liberalisme berarti paham kebebasan. Jadi, ekonomi neolib artinya paham ekonomi yang menitikberatkan pada kebebasan. Menurut orang-orang neolib, para pebisnis haruslah dibiarkan bebas berbisnis. Pemerintah tidak boleh ikut campur (kalaupun ikut campur, dalam rangka melindungi kenyamanan para pebisnis). Konon, menurut penganut paham neolib, jika pebisnis dibiarkan bebas, roda perekonomian akan berjalan semarak dan semua orang akan meraih kemakmuran. Sayangnya, dalam kebebasan berbisnis itu, ada ketimpangan. Ada pebisnis yang modalnya besar, ada pebisnis yang mulai dari nol. Bila keduanya dibiarkan bersaing, siapa yang akan menang? Hampir pasti, pebisnis yang bermodal besar yang akan jadi pemenang. Contoh sederhananya begini. Petani di Indonesia menanam padi dengan jumlah lahan yang terbatas, tenaga terbatas, dan teknologi terbatas. Karena biaya produksi tinggi, beras yang dihasilkan pun harus dijual mahal, misalnya Rp7000 per kilo. Sementara itu, di Thailand, petani-petani kaya menanam padi di lahan yang sangat luas dengan teknologi canggih dan efisien. Mereka bisa menjual beras dengan kualitas tinggi dan dengan jumlah produksi yang sangat banyak seharga Rp6000 per kilo. Karena petani Thailand bermodal besar, mereka juga mampu memasarkan beras itu hingga ke pasar-pasar di berbagai pelosok Indonesia. Beras mana yang akan laku? Sudah tentu, beras dari Thailand. Lalu, mengapa pemerintah Indonesia tidak membantu petani Indonesia, misalnya dengan memberikan subsidi pupuk, subsidi benih, atau membatasi jumlah impor? Sebabnya, karena para pemimpin Indonesia yang berhaluan


neolib itu mau saja mengikatkan diri pada perjanjian perdagangan bebas internasional. Menurut perjanjian itu, Indonesia dilarang mensubsidi petani dan harus membiarkan produk asing masuk. Benar, Indonesia juga berhak untuk mengekspor barangnya. Masalahnya, dengan situasi yang sangat terbatas itu, sungguh sulit bagi petani Indonesia untuk bisa ekspor beras ke Thailand. Kasus-kasus serupa banyak sekali kita jumpai sehari-hari. Kita sulit mencari apel dan jeruk lokal. Kebanyakan buah-buahan yang ada di pasar berasal dari negeri China, atau negara-negara lain. Kita sulit mencari baju lokal, di pasar lebih banyak baju-baju murah buatan China. Kita harus membeli garam impor, padahal negeri sendiri juga memproduksi garam. Bahkan singkong pun kita impor dari luar. Pemerintah sering mengatakan impor dilakukan karena stok dalam negeri tidak cukup. Namun, data-data menunjukkan bahwa sesungguhnya stok dalam negeri cukup. Atau, kalaupun tidak cukup, justru itulah tugas pemerintah untuk mendorong produksi nasional dan mencapai swasembada dalam berbagai bidang. Di sinilah orang-orang berpaham neolib mengambil peran. Mereka, umumnya ahli-ahli ekonomi lulusan AS, selalu saja berkata, “Ekonomi harus dibiarkan bebas karena inilah yang akan mendorong pertumbuhan.” Mereka, orang-orang neolib itu, mengambil keputusan-keputusan yang lebih berpihak kepada negara asing. Misalnya, tahun 2010, perjanjian perdagangan bebas China-ASEAN dilaksanakan. Orang awam pun tahu, sungguh sulit bersaing dengan produksi

China. Industri Cina sangat didukung oleh pemerintah mereka, beda dengan iklim industri di Indonesia. Karena itulah China mampu menjual barang dengan harga yang jauh lebih murah. Serbuan produk China jelas akan “menyerang” produk industri dalam negeri. Akibatnya, banyak industri yang akan merugi dan akhirnya gulung tikar. Imbasnya, ribuan buruh sudah di-PHK dan puluhan ribu lainnya terancam PHK. Para pemimpin yang berhaluan neolib, tidak akan peduli pada dampak buruk perdagangan bebas ini. Mereka sedemikian yakin, kelak lama-kelamaan industri Indonesia akan maju bila dibiarkan bersaing bebas. Sungguh sebuah keyakinan yang salah karena ‘persaingan bebas’ itu pun tidak benar-benar bebas. Orang-orang neolib merasuk ke berbagai sektor untuk mengamankan jalan bagi pebisnis. Mereka mendanai berbagai pembuatan undang-undang yang lebih menguntungkan pebisnis asing. Kalau perlu, mereka menyuap para pejabat negeri ini supaya mengambil keputusan yang membela pebisnis asing. Para pemimpin yang berhaluan neolib sangat yakin bahwa untuk meningkatkan kualitas perusahaan, perusahaan itu harus dijual kepada swasta. Maka, kita saksikan, perusahaan-perusahaan pemerintah, seperti Indosat, Telkom, BNI, PT. Tambang Timah, Aneka Tambang, atau Krakatau Steel dijual murah kepada pengusaha asing. Karyawan perusahaanperusahaan itu adalah orang Indonesia, tetapi keuntungannya diambil bangsa lain. Untuk menutupi kebutuhan negara, para pemimpin neolib lebih senang berhutang kepada lembaga-lembaga asing, seperti IMF atau Bank Dunia. Akibatnya, pendapatan negara setiap tahunnya harus dipotong untuk membayar hutang. Akibat dari kebijakan neolib, hari ini, 70% perekonomian kita, 70% perbankan kita, 70% sumber daya alam kita, dan 70% kebijakan ekonomi dan politik kita dikuasai para pebisnis asing. Kitapun menjadi budak di negeri sendiri. Nah, masihkah kita mau percaya pada para pemimpin neolib itu? (DY/Itrah)

47 45


FIKRAH

Menaklukkan

D

Quito R. Motinggo

i dalam kitab Mizan al-Hikmah diriwayatkan sebuah hadits bahwa seseorang bernama Majasyi’ datang kepada Rasulullah saww dan bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana jalan menuju pengenalan kepada Allah (al-Haq)?” Rasul saww menjawab, “Pengenalan diri (nafs).” Orang itu bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, bagaimana cara menyesuaikan diri dengan Allah?” Rasulullah saww menjawab, “Menyelisihi ego (nafs).” Orang itu bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, bagaimana jalan menuju keridhaan Allah?” Jawab Nabi Saw, “Membenci ego (nafs)” Dia bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, bagaimana cara untuk sampai kepada Allah?” Jawab Nabi Saw, “Hijrah dari ego (nafs)” Orang itu masih bertanya lagi, “Wahai Rasulullah bagaimana jalan untuk taat kepada Allah” Jawab Nabi Saw, “Menentang ego (nafs)” Orang itu bertanya lagi, “Wahai

48 46

Ego

Rasulullah, bagaimana cara berzikir kepada Allah?” Jawab Nabi Saw, “Melupakan ego (nafs)” Dia terus bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, bagaimana cara mendekat kepada Allah?” Jawab Nabi Saw, “Menjauhi ego (nafs)” Dia bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, bagaimana cara berakraban (uns) dengan Allah?” Nabi menjawab, “Melepaskan diri dari ego (nafs)”. Sampai pada akhirnya orang itu bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, bagaimana jalan untuk mencapai-Nya” Rasulullah Saw menjawab, “Memohon pertolongan kepada Allah di dalam mengatasi ego (nafs).” [1] Hadits ini menunjukkan kepada kita bahwa menaklukkan ego adalah jalan untuk mencapai Allah SWT. Karena itu, sesungguhnya kalimat Laa ilaha illallah adalah kalimat pembebasan dari belenggu ketundukkan kepada siapapun, termasuk kepada hawa nafsu dan ego kita sendiri. Imam Ali as mengatakan, “Iblis telah menyembah Allah selama enam ribu tahun, yang kita tidak tahu apakah itu merupakan tahun dunia ini atau tahun akhirat.” [2] Iblis telah menyembah Allah selama enam ribu tahun, tetapi hakikat sujud dan penyembahannya tidaklah kepada Allah. Pada lahirnya Iblis bersujud kepada Allah, tetapi batinnya bersujud dan menyembah dirinya sendiri. Hal ini terbukti ketika ia diuji untuk bersujud kepada Adam as, Iblis menolak dan enggan untuk bersujud kepada Adam as, karena sombong dan congkak. Perintah Allah yang merupakan


ujian ini membuktikan bahwa sujud dan penyembahan Iblis selama ini adalah palsu. Seandainya benar Iblis menyembah Allah, maka dia akan tunduk patuh pada perintah Allah untuk bersujud kepada Adam. Kisah ini menjadi pelajaran yang besar buat diri kita, bahwa hakikat ibadah itu adalah ketaatan dan ketundukkan. Siapapun dengan mudah meletakkan keningnya untuk bersujud di atas tanah, tetapi apakah hati, ego dan hawa nafsu kita juga bersujud dan tunduk kepada Allah, Tuhan Alam Semesta? Itulah sebabnya dikatakan bahwa berhala yang paling besar yang ada di dunia ini adalah ego dan hawa nafsu kita sendiri. Ego dan hawa nafsu inilah yang kerap membuat kita enggan untuk tunduk sepenuhnya kepada Allah ‘Azza wa Jalla, Tuhan Yang Maha Perkasa dan Maha Agung. Egoisme juga identik dengan kebodohan. Orang yang bodoh berusaha melindungi egonya, ia tak ingin dan tak mampu melihat keadaan sebagaimana adanya. Orang yang tidak tahu dan tahu bahwa ia tidak tahu, jauh lebih baik daripada orang yang sok tahu. Orang yang tahu bahwa dia tidak tahu akan lebih terbuka terhadap pengetahuan. Sebaliknya, orang yang sok tau adalah orang yang egois. Dia lebih mementingkan diri sendiri, lebih suka menyembunyikan ketidaktahuannya daripada mengakui bahwa dirinya tidak tahu. [4] Pertanyaannya, bagaimana cara menaklukkan ego? Sebagaimana diungkapkan dalam hadits di atas, Rasulullah Saww menyuruh kita untuk memohon pertolongan kepada Allah di dalam mengatasi ego. Selain berdoa memohon pertolongan Allah, tentu saja kita perlu berjuang. Manusia harus berjihad dan berperang terhadap ego

(nafs)-nya untuk menjadi manusia yang utuh. Ia mesti menaklukan nafs hewani-nya, karena kecenderungankecenderungan hewaninya ini merupakan musuhnya yang terbesar. Jika ia tidak berjuang menaklukkan musuhnya ini, ia tiada berbeda dengan hewan.[5] Dalam rangka menaklukkan atau menjinakkan ego agar terkendali, manusia mesti membuat program untuk melatih dirinya. Imam Ali as adalah contoh Sang Insan Ilahiyah yang telah berhasil menaklukkan diri (nafs)-nya, yaitu ketika beliau berperang tanding melawan musuhnya. Pada saat musuhnya terjatuh, Imam segera mengayunkan pedangnya, namun sebelum Imam menggerakkan pedangnya, musuhnya meludahi wajah beliau. Wajah Imam Ali memerah. Namun yang mengejutkan musuhnya, Imam justru berbalik mengurungkan niat membunuhnya. Hal ini menyebabkan sebahagian sahabat beliau bertanya kepada Imam, “Mengapa Anda tidak jadi membunuhnya?” Imam menjawab, “Ketika lelaki itu meludahi wajahku, aku menjadi marah, namun aku ragu: apakah aku marah karena Allah atau karena wajahku diludahi? Karena itulah kuurungkan niatku untuk membunuhnya, aku khawatir jika aku membunuhnya bukan karena Allah.” Sosok pribadi mulia ini telah memberikan teladan yang begitu indah. “Dan orang-orang yang berjihad di (jalan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.” (QS al-Ankabut [29] ayat 69) Catatan Kaki : 1. Mizan al-Hikmah 6:142-143 2. Imam Ali, Nahjul Balaghah, al-Fayd, h. 779 4. Syaikh Fadhlullah Haeri, Tafsir Surah Ali Imran, ayat 12 5. Murtadha Muthahhari; Insan Kamil

49 47


TA’LIM

Pelajaran Kasih Sayang

dari Sang Nabi

orang-orang mukmin. Kasih sayang dan cinta Rasulullah saw meliputi semua manusia dan seluruh makhluk. Rasulullah saw menginginkan kebaikan semua makhluk. Kelembutan, kasih sayang, dan kecintaannya kepada makhluk lebih besar dari siapa pun. Jika ada orang yang memiliki kelembutan dan kecintaan seperti Rasulullah saw, pastilah dia seorang nabi. Allah Swt menganugerahi Rasulullah saw dengan sifat mengasihi dan mencintai makhluk.

D

i tengah hidup yang kian dihimpit berbagai kesibukan dan persaingan, pola interaksi sehat masyarakat menjadi ancaman tersendiri. Tidak sedikit kehidupan bertetangga, pertemanan, bahkan persaudaraan yang hanya karena persoalan sepele berujung pada pertikaian dan kebencian. Padahal, Rasulullah sebagai panutan kita, kerap kali memesankan tentang pentingnya menebar kasih sayang. Bahkan, kehadiran Rasul sendiri merupakan perwujudan rahmat Allah. Allah Swt telah menciptakan alam berdasarkan rahmat. Rasulullah saw juga merupakan perwujudan rahmat Allah. Dia tidak akan mengurangi hak siapa pun, bahkan terhadap manusia yang paling keji dan orang-orang zalim di sampingnya. Kelembutan Rasulullah saw bukan hanya untuk Salman, Abu Dzar, dan

50 48

Dalam sebuah riwayat diceritakan, beberapa orang kafir menjadi tawanan dengan diikat rantai. Rasulullah saw melihat ke arah mereka lalu tersenyum. Orang-orang kafir itu berkata, “Engkau Nabi yang penuh kasih sayang, lantas kenapa engkau merantai kami?” Rasulullah saw menjawab, “Dengan rantai itu kami ingin membawa kalian ke surga. Senyumku disebabkan kalian ingin lari.” 1 Dalam hadis lain yang diriwayatkan dari Amirul Mukminin as disebutkan: Rasulullah saw tengah berwudhu, lalu seekor kucing berlindung kepada beliau. Rasulullah saw tahu kucing itu kehausan. Melihat itu Rasulullah saw menghentikan wudhunya lalu memberikan wadah air wudhu itu kepada kucing supaya diminum sampai puas. Kemudian Rasulullah saw melanjutkan wudhu dengan air sisanya.2 Semua ini merupakan perwujudan rahmat dan cinta. Rasulullah saw bersabda, “Cinta adalah dasar perbuatanku.” 3 Ungkapan berikut ini sangat indah: Cinta adalah dasar dan slogan pekerjaanku. Ketika


seseorang hendak merencanakan pekerjaannya maka dia harus memiliki dasar. Adapun dasar perbuatan Rasulullah saw dan dasar ajaran beliau adalah cinta. Perilaku penuh kasih sayang dan cinta adalah salah satu perilaku dasar Rasulullah saw. Semestinya kita tak perlu ragu menyebutkan bahwa Rasulullah saw adalah perwujudan kasih sayang dan cinta. Wujud diri Muhammad saw hanya dipenuhi kasih sayang, tidak yang lain. Sebagaimana telah dijelaskan Allah Swt di dalam al-Quran, Dan tidaklah Kami mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam (QS al-Anbiya: 107). Dengan kata lain tujuan diutusnya Rasulullah saw hanya satu, yakni (hanya) sebagai rahmat. Artinya, bahwa yang menjadikan risalah Rasulullah saw mengalami kemajuan, dan masyarakat mau menerima ialah karena di dalam risalah itu terkandung rahmat dan kasih sayang yang nyata. Allah Swt berfirman, Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berperilaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu (QS Ali Imran: 159). Rahmat dan Penyatuan Hati Seorang ulama mengatakan, “Jika dua hati sudah menyatu, maka yang ketiga adalah Allah, Imam Zaman as, dan seluruh kebaikan alam. Tidak ada bedanya apakah itu di antara suami istri, teman, atau tetangga.” Alhasil, jika dua hati sudah menyatu, maka rahmat Allah Swt akan turun kepada mereka. Jika dua hati menyatu, maka semua kebaikan alam akan datang kepadanya. Sebaliknya, jika dua hati terpisah, maka yang ketiga adalah setan dan keburukankeburukan alam. Jika dua hati benarbenar sudah menjadi satu, yakni sudah tidak ada aku dan kamu, maka kantong

kita menjadi satu, harga diri kita menjadi satu, keinginan kita menjadi satu. Ibaratnya, “Jika seseorang melukaimu, berarti dia melukai aku, begitu pula kerugian yang menimpa aku berarti itu kerugian yang menimpamu juga. Jika engkau mendapat kebaikan, aku merasa senang, begitu pula jika aku mendapat kebaikan maka engkau pun merasa senang. Jika kerugian menimpamu maka aku bersedih, begitu juga jika kerugian menimpaku maka engkau merasa sedih.” Ini adalah sesuatu yang sangat penting dalam pribadi seseorang dan perkembangan masyarakat. Allah Swt berfirman, Mereka senantiasa berselisih pendapat kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu (QS Hud: 118-119). Memang demikian keadaannya. Hanya dengan rahmat Allah Swt perselisihan akan lenyap dan dua hati atau banyak hati menjadi satu. Kemudian Allah Swt melanjutkan firman-Nya, … dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Dalam tafsir dikatakan, bahwa Allah Swt telah menciptakan mereka untuk rahmat (saling mengasihi) bukan untuk berselisih. Maka, usai Ramadhan, usai perayaan Idul Fitri, tibalah kesempatan berharga bagi kita untuk saling memperbaharui kembali kasih sayang di antara keluarga, teman, dan sesama muslim. Bukan lantaran sekedar tuntutan adat dan ritual, namun karena meneladani dasar ajaran Rasul Saww sebagai penebar ajaran kasih sayang. (Dikutip dari buku Avatar Cinta, karya Habibullah Farakhzad, terbitan ICC-Al Huda) 1 Usud al-Ghabah, juz 3, hal. 774. 2

Bihar al-Anwar, jil. 16, hal. 293, hal. 160.

3 Mustadrak al-Wasa’il, jil. 11, hal. 173, dengan menukil

dari kitab ’Awali al-Li’ali, hadis 12672.

51 49


OPINI

Bukan Merdeka Tapi Merdekalah!

S

Dr. Muhsin Labib

uatu saat, saya menghadiri diskusi lesehan tentang nasionalisme dan kemerdekaan di Taman Ismail Marzuki (TIM). Dalam diskusi yang tidak menghadirkan narasumber beken (karena biaya ‘amplop’ tidak dianggarkan panitia) itu, hampir semua peserta yang sebagian besar aktivis kampus dan LSM itu lebih banyak mengutarakan unek-unek dan ‘curhat politik’. Seseorang angkat bicara, “Biasanya, menjelang peringatan HUT RI, kita hanya disibukkan dengan membangun gapura, mengibarkan bendera, memasang umbul-umbul, latihan baris-berbaris serta upacara, dan bahkan berdangdut ria hingga kadang berpesta minuman keras. Padahal bangsa kita belum benar-benar merdeka. Bukankah ini pembodohan?” Peserta lainnya manggut-manggut, termasuk saya juga tentunya. “Kita mengaku sudah merdeka, namun kenyataannya kita sangat bergantung

50 52

pada negara lain. Banyak negara dengan gampangnya mendikte kita. Nilai tawar kita sebagai negara dan bangsa yang merdeka pun sangat rendah,” katanya dengan berapi-api. ‘Merdeka’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, memiliki arti: bebas dari penghambaan dan penjajahan, serta tidak bergantung kepada orang atau pihak tertentu. Benarkah Indonesia sudah merdeka? Sudahkah bangsa kita menjadi bangsa yang tidak tunduk pada hegemoni ekonomi, politik, dan budaya asing? Apakah kita sudah benar-benar merdeka jika tuntutan konstitusi untuk menjaga perdamaian dunia tergadaikan karena kita lebih sering menari mengikuti genderang perang negara adidaya? Di manakah kemerdekaan kita ketika sumber daya alam nan berlimpah itu tak mampu dikelola sendiri demi kepentingan rakyat banyak? Sungguhkah kita telah merdeka jika mayoritas warga bangsa ini termajinalisasi dalam pembangunan yang pro-korporasi global? Menurut saya, ada empat jenis negara dan bangsa di dunia ini. Pertama, negara makmur namun tidak terhormat. Kedua, negara tidak makmur dan terhormat. Ketiga, negara tidak makmur dan tidak terhormat. Keempat, negara makmur dan terhormat. Negara makmur tapi tidak terhormat adalah negara yang dihuni oleh masyarakat konsumeris, glamour, mendapatkan pelayanan kesehatan dan pendidikian gratis, jaminan sosial dan sebagainya. Namun tidak punya kedaulatan. Haluan politiknya tidak mandiri.


Negara terhormat tapi tidak makmur adalah negara yang dihuni oleh bangsa yang rela hidup sederhana, rela tidak punya mall, dan kotanya tidak gemerlap dengan gedung-gedung menjulang, mobilmobilnya tidak banyak berbeda merek. Tapi bangsanya tidak rela sedetik pun menjadi kaki tangan bangsa lain. Pendirian politiknya kokoh. Pemerintahnya berani mengambil keputusan besar demi kemandirian dalam segala bidang dalam jangka lama. Embargo, sanksi, dan ancaman perang tidak menggoyahkannya. Negara tidak terhormat dan tidak makmur adalah negara yang dipimpin oleh koruptor atau orang-orang yang tidak mampu mengambil sikap tegas demi kehormatan bangsa dan rakyatnya. Politiknya membeo. Konsep ekonominya amburadul. Penegakan hukumnya payah. Sebagian rakyatnya kejangkitan individualisme sehingga menciptakan kesenjangan sosial yang berujung pada anarkisme dan meningkatnya kriminalitas. Sebagian lain kejangkitan hedonisme, terbuai dengan SMS kuis demi menjadi kaya dadakan, menghibur diri dengan gaya hidup artis dan selebirits. Sebagian lain mencari klenik demi mengatasi persoalan hidup. Sebagian lain menjadi korban ketidakadilan dan keserakahan para pengusaha dan perusahaan asing yang diuntungkan oleh perjanjian investasi yang tidak masuk akal. Apa yang dilakukan oleh negaranegara seperti Iran atau Venezuela, semestinya dapat dijadikan cermin yang bisa menyadarkan kita bahwa meskipun belum makmur, namun bukan berarti kehormatan dan harga diri bangsa harus digadaikan. Sebagai bangsa yang memiliki sejarah budaya ketimuran yang menjunjung tinggi toleransi dan anti kezaliman, kita berpeluang untuk bergabung dengan bangsa-bangsa dan negara-negara terhormat di dunia. Kita mungkin akan sulit untuk mengatasi krisis ekonomi dalam jangka pendek, namun dengan mencontoh kemandirian dan nasionalisme yang yang diperlihatkan oleh Ahmadinejad, Huga

Chavez dan pejuang-pejuang kerakyatan lainnya, bangsa Indonesia bisa menjadi makmur sekaligus terhormat. Nasionalisme berarti ‘paham kebangsaan’. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994:89), salah satu arti bangsa adalah kumpulan manusia yang biasanya terikat karena kesatuan bahasa dan kebudayaan dalam arti umum, dan yang biasanya menempati wilayah tertentu di muka bumi. Nasionalisme sejati bukanlah semata jargon dan sarana klaim, namun keberanian untuk melakukan otokritik terhadap bangsa sendiri. Korupsi adalah salah satu contoh nyata sikap antinasionalisme yang sampai sekarang menjadi musuh terbesar bangsa Indonesia. Virus korupsi tidak hanya menjangkiti pejabat, namun nyaris menjadi fenomena lumrah di tengah masyarakat, mulai dari pembobolan bank, mark up proyek, tender palsu, pungutan liar, penyuapan oknum petugas, penggelapan pajak, dan pencurian listrik. Tentunya cita-cita kita semua adalah menjadi bangsa yang makmur dan terhormat. Kehendak untuk menjadi terhormat di hadapan bangsa lain memang sudah terpatri dalam dada bangsa Indonesia, namun kita harus menunjukkannya secara lebih atraktif dengan membangun sistem ekonomi yang mandiri, politik yang kuat, dan kerelaan untuk menunda kemewahan artifisial, individual, dan temporal demi kemakmuran jangka panjang yang lebih merata. Bangsa yang makmur dan terhormat, sudah tentu bangsa yang merdeka. Namun merdeka dan kemerdekaan bukan sekadar proklamasi dan pernyataan yang disemburkan dari mulut dan kerongkongan, tapi ia adalah sebuah kata aktif yang berarti seruan, perintah dan ajakan yang harus terus digelegarkan sepanjang masa mengiringi detak jantung insan-insan pecinta kemerdekaan. Karena itu, dalam kondisi Indonesia hari ini, sepantasnyalah kita tidak berteriak, “Merdeka!”, tetapi, “Merdekalah!!!”

51 53


S

WARTA ejak awal kemenangan revolusi Islam di Iran, Imam Khomeini mencanangkan hari Jumat terakhir di bulan Ramadhan sebagai hari pembelaan kaum muslimin sedunia terhadap bangsa Palestina atau Yaumul Quds. Rakyat Iran setiap tahun dengan setia turun ke jalan, baik di musim panas yang terik maupun musim dingin yang menggigit dan menyerukan kemerdekaan bagi Palestina. Demo selalu diadakan beberapa jam menjelang sholat Jumat dengan rute yang telah ditentukan, lalu massa akan berhenti di seputar Tehran University untuk menunaikan sholat Jumat bersama. Yaumul Quds adalah upaya untuk membangunkan kesadaran kaum muslimin sedunia yang kebanyakan masih tertidur. Yaumul Quds adalah upaya untuk menggalang persatuan muslim agar mau bangkit melawan kezaliman. Seruan Yaumul Quds dari Imam Khomeini hingga hari ini terus disambut penduduk dari berbagai penjuru dunia yang menolak kezaliman Zionis Israel. Di Jakarta dan kota-kota lain di Indonesia, aksi Yaumul Quds juga digelar dengan penuh semangat. Berikut ini foto-foto aksi demo Yaumul Quds di Teheran (dikirim oleh Afifah Ahmad) dan Jakarta (dikirim oleh Ibnu Surya Mardhani) pada tanggal 26 Agustus 2011.

Demo

Yaumul Quds Teheran

54 52


Demo

Yaumul Quds Jakarta

53 55


56


57


BEDAH BUKU

Mereguk Hikmah dari Para Nabi

B

5658

Judul

: The Prophetic Wisdom: Kisah-kisah Kearifan Para Nabi

Penulis

: Miftah Fauzi Rakhmat

Penerbit

: Mizania (Bandung)

Terbit

: Juni 2011/Rajab 1432

Tebal

: 211+xvi (halaman)

UKANKAH ada hikmah di balik setiap kisah? Begitulah ujung kalimat yang selalu muncul pada akhir kisah Nabi-Nabi Allah yang dikupas dalam buku The Prophetic Wisdom: Kisah-kisah Kearifan Para Nabi. Kalau dilihat dari judul, buku ini bukan sesuatu yang baru. Namun sajian hikmah yang diungkap oleh Miftah Fauzi Rakhmat dalam buku ini terbilang baru dan menyegarkan. Sejarah manusia dari sejak Nabi Adam a.s. hingga sekarang ini bergerak menuju kesempurnaan. Daya cipta karya manusia semakin hari semakin tumbuh berkembang, penyempurnaan demi penyempurnaan terjadi, dan proses perbaikan selalu berlangsung. Setiap zaman yang dilalui manusia pasti memiliki kekhasan masing-masing, tetapi hikmah dan nilai-nilai yang menaunginya terdapat kesamaan. Hikmah dari setiap zaman inilah yang kadang sulit untuk direguk karena keterbatasan kemampuan kita dalam memahami teks dan konteks kisah-kisah umat terdahulu. Akhirnya, banyak yang berani mengabaikan amanat Ilahi karena nurani dan kesadaran yang terdapat dalam diri (fitrah) tidak muncul. Berbagai fragmen kehidupan para Nabi Allah dikupas oleh penulis dengan bernas dan dihubungkan dengan kondisi

kehidupan manusia modern. Tengoklah kisah Nabi Ayub a.s., Nabi Ibrahim a.s., dan Nabi Nuh a.s. Dalam fragmen kehidupan mereka, Allah memberikan pelajaran bahwa yang menjadi halangan menuju Allah terkadang bukanlah masyarakat dan penguasa, tetapi justru dari keluarga sendiri. Manusia yang memegang teguh keimanan jelas akan memilih Allah ketimbang anak dan istrinya. Melalui kisah-kisah para Nabi Allah, penulis buku ini menyadarkan kita betapa berharganya hidup di bawah naungan Ilahi; betapa tersesatnya manusia jika tidak mengambil jalan agama dan mengarahkan hidupnya bukan kepada Allah. Agar tidak tersesat dan tidak salah memilih jalan hidup, atau terulangnya peristiwa kelam masyarakat terdahulu, penulis buku ini mengajak pembaca untuk teguh pada tauhid, nubuwwah, dan ‘amalusshaleh. Seorang manusia yang meyakini Allah, pastilah beriman dan menerima sepenuh hati kehadiran Sang Nabi beserta risalahnya. Orangorang yang menerima Sang Nabi pastilah mematuhi tuntunan dan risalahnya. Merekalah yang pantas berada dalam bahtera keselamatan (safinatun najah) bersama nahkoda Ilahi hingga tiba di sebuah pelabuhan akhir (akhirat) dengan selamat. Apakah bahtera tersebut? Siapakah nahkoda yang dimaksud? Telusuri lembar demi lembar dalam The Prophetic Wisdom dan temukan jawabannya. (Ahmad Sahidin, Guru di Sekolah Cerdas Muthahhari Bandung)


Nafas Sang Pengasih Judul

: Napas Sang Pengasih

Penulis

: Abu Muhammad Zainal Abidin

Penerjemah

: Etty Triana & Ali Yahya

Penyunting

: Arif Mulyadi & Rudy Mulyono

Penerbit

: Al-Huda

Ukuran

: 14 x 21 cm

Tebal

: 240 halaman

Harga

: Rp 49.500,-

D

oa-doa yang diajarkan Ahlul Bait sangat indah dari segala aspeknya, baik sastrawi maupun irfani. Kandungan doa yang mereka ajarkan pun menggambarkan kebutuhan seluruh lapisan manusia. Mulai dari kelas umum— yang biasanya meminta rezeki, pelunasan utang, minta jodoh—hingga kelas khusus, yang meminta “penyatuan” dalam Diri Tuhan, menyaksikan wajah Allah ataupun hal-hal yang sejenis. Buku ini mengupas makna yang dalam dan luas dari doa khusus di bulan Ramadan, yang disunnahkan dibaca setiap usai salat fardu. Doa tersebut terjemahannya berbunyi seperti ini: Ya Allah, masukkanlah kebahagiaan kepada penghuni kubur. Ya Allah, kayakanlah setiap orang yang fakir. Ya Allah, kenyangkanlah setiap orang yang lapar. Ya Allah, kenakanlah pakaian kepada setiap yang telanjang. Ya Allah, lunasilah utang setiap orang yang berutang. Ya Allah, bebaskanlah setiap orang yang menderita. Ya Allah, kembalikanlah setiap orang yang terasing. Ya Allah, bebaskanlah setiap tawanan. Ya Allah, perbaikilah setiap kerusakan di tengah-tengah persoalan Muslimin. Ya Allah, sembuhkanlah setiap orang yang sakit. Ya Allah, tutupilah kemiskinan

kami dengan kekayaan-Mu. Ya Allah, ubahlah keadaan kami yang buruk dengan keadaan-Mu yang indah. Ya Allah, permudahlah kami membayar utang-utang kami, dan cukupkanlah kefakiran kami. Sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu. Meskipun Ramadhan sudah berlalu, namun bukan berarti buku ini patut dilewatkan. Kandungan isi doa ini, yang ditulis oleh Allamah Abu Muhammad Zainul Abidin, sangat penting untuk direnungkan sepanjang masa, tidak terbatas pada bulan Ramadhan. Buku ini mengajak pembaca untuk menghayati lebih dalam lima belas bait doa yang tersaji. Bait doa Ya Allah, kayakanlah setiap orang yang fakir misalnya, dijelaskan panjang lebar, mulai dari penjelasan sederhana tentang apa saja penyebab terhambatnya rizki seseorang, bagaimana cara agar rizki kita dijamin oleh Allah, hingga penjelasan sufistik mengenai makanan dan rasa lapar. Dengan menggunakan pendekatan tafsir, riwayat, falsafi, maupun irfani, pembaca akan mendapati bahwa setiap bait doa yang dilantunkan Nabi saww ini memiliki makna yang dalam, mengundang kita ke dalam sebuah komitmen dan tanggung jawab sosial, dan menerbangkan pembaca ke wilayah yang selama ini kurang tersentuh: Kehadiran Ilahi.(Arif Mulyadi)

5957


BEDAH FILM

LEGENDA CINTA YUSUF DAN ZULAIKHA

“Ya Allah, pertautkan kedua pengantin ini dalam jalinan cinta sebagaimana Engkau pertautkan Yusuf dan Zulaikha.� Itu adalah sepenggal kalimat doa yang hingga kini masih sering dilantunkan oleh juru nikah dalam acara-acara resepsi pernikahan.

58 60

K

eagungan dan kesucian cinta Yusuf dan Zulaikha memang sangat melegenda, dituturkan dari satu generasi ke generasi berikutnya sejak ribuan tahun yang lampau hingga sekarang. Sayangnya, banyak di antara kita di zaman ini yang tidak lagi memahami, di mana letak keagungan dan kesucian cinta mereka. Di film Nabi Yusuf, kita bisa menyaksikan dengan sangat jelas keagungan cinta mereka dan inilah yang menjadikan film ini memiliki sisi yang sangat menarik. Zulaikha tadinya adalah istri Putifar, Bendahara, Panglima Perang, dan Perdana Menteri Mesir. Dari sisi kedudukan, ia adalah wanita kedua di Mesir, setelah Sang Ratu. Dari sisi kecantikan, ia disebut-sebut sebagai wanita tercantik di negeri itu. Ketika Yusuf tiba di Mesir dan dijual sebagai budak, Putifar membelinya dengan harga sangat tinggi. Oleh Putifar, Yusuf dihadiahkan kepada Zulaikha yang sudah lama sangat merindukan kehadiran anak. Maka, Yusuf pun diperlakukan dengan penuh kasih


sayang oleh Zulaikha, layaknya seorang anak. Yusuf tumbuh dewasa dan semakin tampan. Ia juga menunjukkan sifat mulia, akhlak tinggi, dan kepandaian yang mengagumkan. Zulaikha yang masih tetap jelita ternyata jatuh cinta dan mengajak Yusuf berzina. Yusuf menolak, lalu terjadilah peristiwa robeknya baju Yusuf. Menyusul setelah itu adalah kejadian lukanya tangan para wanita bangsawan Mesir yang terpesona oleh ketampanan Yusuf. Peristiwa-peristiwa itu mengawali turunnya ujian lain yang harus dihadapi Yusuf: pemenjaraan dan penyiksaan selama 11 tahun. Dipenjarakannya Yusuf malah membuat cinta Zulaikha semakin membara. Rindu-dendam itu dengan cepat menggerus kecantikan Zulaikha Yusuf akhirnya dibebaskan dari penjara setelah mampu menakwilkan mimpi raja secara brilyan. Ketika Putifar meninggal, Yusuf bahkan ditunjuk sebagai bendahara merangkap perdana menteri. Yusuf bertugas mengelola “musim aneh” yang melanda Mesir: tujuh tahun hujan, dan tujuh tahun paceklik. Kebijakankebijakannya mampu menyelamatkan bangsa Mesir sekaligus meruntuhkan kekuasaan Kuil Amun yang sudah bercokol di Mesir selama 3.000 tahun.

Karena kehebatannya itulah Yusuf semakin dicintai rakyat Mesir. Sementara itu, Zulaikha semakin terpuruk. Ia jatuh miskin, sendirian, sakit-sakitan, renta, dan buta. Tapi cintanya kepada Yusuf tak pernah padam. Ia sangat merindukan bertemu Yusuf. Anehnya, justru di saat penantian cinta itulah, Zulaikha berhasil “menemukan” Tuhannya. Takdir Allah menghendaki Zulaikha akhirnya bisa bertemu dengan Yusuf. Dengan izin-Nya, Zulaikha kembali bisa melihat dan dimudakan lagi. Yusuf pun diperintahkan untuk menikahi Zulaikha. Tapi apa yang terjadi? Zulaikha awalnya malah menolak. Apa sebabnya? Yusuf tahu. Ia bertutur, “30 tahun lamanya Zulaikha terlunta-lunta mencari cintaku. Ketika ia berhasil menemukan rumahku, ia mengetuk pintu dan berharap bisa bertemu denganku. Tapi yang membukakan pintu kepadanya justru adalah Zat yang jauh lebih Indah dan lebih Penyayang daripada aku. Mana bisa Yusuf dibandingkan dengan Allah yang Mahaindah.” Akhirnya keduanya memang menikah. Inilah pernikahan antara dua insan yang sudah samasama mengenal Tuhannya secara benar. (OS/’Itrah)

59 61


MAU BERLANGGANAN ITRAH?

M

ajalah ‘Itrah terbit sebulan sekali, diterbitkan oleh ICC Jakarta untuk kalangan terbatas. Setiap bulannya ‘Itrah dicetak terbatas dan diedarkan ke yayasan-yayasan yang bekerjasama dengan ICC.

Mulai edisi 4, Majalah ‘Itrah tidak lagi dibagikan secara gratis, melainkan dijual untuk kalangan terbatas. Kami mengundang yayasan-yayasan yang berkenan untuk menjadi distributor penjualan majalah ‘Itrah dengan sistem pembagian laba. Yayasan yang berminat menjadi distributor, dapat menghubungi redaksi ‘Itrah melalui email: redaksi_itrah@yahoo.com, atau facebook Majalah ‘Itrah. Untuk individu/perorangan yang ingin berlangganan, minimalnya langsung memesan dan mentransfer uang untuk 6 bulan (6x 12.000). Majalah akan dikirim via pos, biaya ditanggung pelanggan. Silahkan kontak kami melalui FB/ email untuk detil pemesanan dan pembiayaan. ‘Itrah juga menyediakan ruang untuk pemasangan iklan. Hubungi email: redaksi_itrah@yahoo.com

62


DAPATKAN BUKU-BUKU TERBARU DAN BERMUTU TERBITAN ICC-ALHUDA

63


Film-Film Iran Subtitle Bahasa Indonesia Produksi ICC

Film Kerajaan Sulaiman Berbahasa Persia, subtitle bahasa Indonesia “Saat Adam turun ke bumi, semua dunia terpisah satu sama lain. Tak lama lagi, sebagian dari dunia-dunia ini akan bergabung kembali. Jin dan setan yang berada di dunia mereka masing-masing telah menjadi bengis dan kian mendekati dunia manusia, lebih dekat dari sebelumnya. Pada akhirnya, mereka akan memasuki dunia kita ....� Dahsyat dan kolosal! Satu keping DVD berdurasi 2 jam

Dapatkan di ICC

DVD Film Seri Nabi Yusuf a.s. Berbahasa Persia, subtitle bahasa Indonesia Dahsyat, kolosal, dramatis, dan penuh ajaran hikmah. Saksikan perjuangan Nabi Yusuf dalam menghadapi beragam cobaan hidup yang sangat berat serta menanggung perpisahan dengan ayahandanya tercinta. Saksikan juga kisah legendaris Yusuf-Zulaikha yang berbarengan dengan perjuangan Zulaikha meraih ma’rifat Ilahi. 12 keping DVD, memuat 34 episode. Tiap episode rata-rata berdurasi 60 menit.

Dapatkan di ICC

64

Majalah Itrah diterbitkan sebulan sekali oleh ICC Jakarta untuk kalangan terbatas


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.