Fourier Magazine #9

Page 1

MAGAZINE Vol.9

Lets explore the beauty of math with us!

The Women in Math: Hannah Fry and Sofia Kovalevskaya

Effectivity of Vaccines: A Statistical Point of View

by @fourier.media


9

Table of Content


Hone y c omb TheMa t he ma t i c sofLov e Ef e kt i v i t a sVa ks i nda r iSudutPa nda ngSt a t i s t i ka Va c c i neEf f e c t “ Bi gFi s hi naSma l lPond”Ef f e c t Woma ni nMa t h


9

check out our podcast! →



9

Pernahkah kamu melihat sarang lebah madu? Apabila iya, apakah kamu pernah bertanya-tanya mengapa sarang tersebut tersusun dari sel-sel heksagonal/segi enam?


02 Muhammad Pudja Gemilang editor

Untuk membangun sel-sel dalam sarang tersebut, lebah menggunakan wax yang mereka hasilkan. Namun, memproduksi wax merupakan pekerjaan yang berat, sebab mereka perlu mengonsumsi 8 ons madu hanya untuk menghasilkan 1 ons wax, sehingga diperlukan bentuk sel yang dapat meminimumkan jumlah wax terpakai tetapi memaksimumkan jumlah penyimpanan madu.

Margareth Clarissa

Solusi yang bagus adalah untuk membangun sarang yang terdiri dari sel-sel cukup besar yang dapat memuat 1 lebah yang juga sekaligus berfungsi sebagai tempat pematangan nektar.

writer

Lebah, sama seperti makhluk hidup lainnya, membutuhkan makanan dan tempat tinggal untuk bertahan hidup. Sarang lebah bukan hanya merupakan tempat tinggal, melainkan juga tempat para lebah menyimpan madunya. Maka dari itu, karena sarangnya yang sangat krusial bagi keberlangsungan hidup suatu lebah, menjadi sebuah kebutuhan untuk sarangnya dibangun dengan desain yang seefisien mungkin.


Ketika dipikirkan, lingkaran bukan merupakan bentuk sel yang cukup efektif sebab akan tetap meninggalkan gap. Akibatnya, hanya ada tiga kemungkinan bentuk geometri dengan panjang sisi yang sama, yang apabila digabung tidak akan menghasilkan gap yang besar, yaitu segitiga sama sisi, persegi, dan heksagon/segi enam. Lalu, mengapa yang kemudian terpilihi adalah bentuk heksagon?

Pada tahun 36 SM, seorang cendekiawan romawi kuno bernama Marcus Terentius Varro mengajukan bahwa sebuah struktur yang dibangun dari heksagon akan sedikit lebih compact daripada struktur yang dibangun dari segitiga atau persegi. Sebab heksagon, ia pikir, akan mempunyai total perimeter yang paling kecil meskipun saat itu, ia belum dapat membuktikannya secara matematis. Dibandingkan dengan segitiga sama sisi dan persegi dengan luas daerah yang sama, heksagon memiliki panjang total ‘dinding’ terkecil. Sebuah heksagon terdiri dari 6 segitiga sama sisi. Misalkan panjang sisi dari segitiga sama dengan x, maka luas daerah dari setiap segitiga = (x² sin 60)/2 = (x² √3)/4. Akibatnya, luas daerah segi enam = 6*(x² √3) / 4 = 2.598x² dengan keliling = 6x. Persegi dengan keliling sebesar 6x, akan mempunyai panjang sisi 1.5x. Akibatnya, luas daerah persegi = 2.25x² < luas daerah segi enam = 2.598x² Segitiga sama sisi dengan keliling sebesar 6x memiliki panjang sisi 2x dan luas daerah = √3x² = 1.732x² < luas daerah heksagon = 2.598x².

9

Sehingga, segi enam mempunyai keliling lebih kecil daripada persegi dan segitiga sama sisi dengan luas daerah yang sama.


04 Selain itu, kelebihan struktur berbentuk segi enam bagi lebah adalah untuk menghemat energi (dan wax) dibanding bentuk lainnya. Hal ini menyebabkan pada abad ke-18, Charles Darwin menyatakan bahwa honeycomb berbentuk heksagon “sempurna dalam meminimalkan labor (pekerjaan lebah) dan wax secara ekonomis.”

Konjektur dari Varro kemudian dibuktikan oleh seorang matematikawan Thomas C. Hales pada tahun 1999. Berikut adalah teoremanya,

editor

Persamaan akan didapatkan untuk bentuk heksagonal biasa.

Muhammad Pudja Gemilang

Misal Γ sebuah grafik lokal terbatas di R2, yang terdiri dari smooth curves, dan R2\Γ memiliki komponen-komponen terhubung terbatas tak hingga, semua unit area. Misal C adalah gabungan dari kedua komponen terbatas ini.

Siapa yang menyangka alam sangat memperhatikan efisiensi dan kekuatan dalam struktur-struktur di dalamnya?

writer

Margareth Clarissa

Bagaimana? Menarik, bukan? Selain pada bentuk honeycomb, struktur heksagon juga banyak ditemukan di alam, misalnya di struktur mata pada serangga, kumpulan bubble yang ditiup “bubble raft”, salju, dan turtle’s shell.


WEEITTSS!!! Sebelum lanjut lebih jauh, Minion main bulu tangkis Jangan lupa mampir website Fourier siss!! (atau gan :D) fouriermedia. _ _ _ _ _ _ . _ _

9

Tapi ada beberapa huruf yang hilang :/ Yuk cari tau dengan isi tts di bawah ini. Semua jawaban dari TTS nya bisa kamu dapatkan dengan mengeksplorasi konten Fourier loohh!!


06 Gimana?? Apakah kamu berhasil menyelesaikan TTS-nya? Kalau kamu sudah berhasil, sekarang ga perlu repot lagi deh bolak-balik Instagram, Spotify, Medium untuk lihat-lihat konten Fourier, soalnya semua sudah ada di website itu!


THE MATHEMATICS OF LOVE


08 Matematika pada dasarnya merupakan ilmu yang mempelajari pola. Pola yang muncul di fenomena alam, dimulai dari prakiraan cuaca hingga pertumbuhan populasi suatu kota. Bahkan matematika dapat digunakan untuk mempelajari sifat susunan partikel subatomik terkecil. Cinta, sama seperti segala aspek lain dalam hidup, penuh dengan pola: mulai dari berapa jumlah pasangan yang kita miliki seumur hidup hingga bagaimana kita memilih siapa yang akan kita chat di website online dating.

writer

Hannah Fry, seorang matematikawan lulusan University College London, dalam bukunya yang berjudul “The Mathematics of Love: Patterns, Proofs, and the Search for the Ultimate Equation” mencoba menjelaskan konsep matematika yang ada di dalam dunia percintaan, seperti prinsip golden ratio, analisis regresi, algoritma Gale-Shapley, teori pilihan diskrit, dan konsep lainnya.

Gabrelle Christy

editor

Muhammad Pudja Gemilang

-Hannah Fry


Misalkan kamu sedang berjuang mencari jodoh masa depanmu. Fry menjelaskan, melalui optimal stopping theory, untuk mendapatkan pasangan yang akan menjadi teman seumur hidupmu, kamu perlu menolak atau memutuskan sekitar 37% hubunganmu (dihitung dari waktu pertama kali pacaran hingga waktu kamu berencana menikah), yang bisa dihitung melalui rumus:

dengan r menyatakan banyak orang yang perlu kamu tolak, P(r) peluang untuk bertemu dan meneruskan hidup dengan pasangan terbaik, dan n banyaknya orang yang pernah berpotensi menjadi pasangan seumur hidupmu.

Tapi, jangan terlalu senang dulu ya, Kawan! Perhitungan ini akan menjadi lebih tepat jika didasarkan pada asumsi bahwa banyak pasangan yang kita miliki seumur hidup (n) mendekati tak hingga, sehingga dianggap kurang realistis. Meskipun begitu, untungnya di dalam bukunya, Fry juga memberikan perspektif pendekatan lain yang dianggapnya lebih masuk akal, yaitu menghitung penolakan bukan dengan banyak orang, tetapi dalam waktu (rejection phase).

9

Jadi, misalkan kamu ditakdirkan untuk dekat dan menjalin hubungan kasih dengan 10 orang sepanjang hidupmu. Artinya, agar mendapatkan kemungkinan yang lebih tinggi untuk menemukan pasangan terbaik dalam hidupmu, kamu perlu memutuskan sekitar 4 hubungan pertamamu (dengan P(r) =39.87%)!

Menurut Fry, strategi ini lebih baik dibandingkan dengan hanya mengandalkan peluang 1/n untuk mencari pasangan hidup. Dengan jumlah n yang sama, misalkan 10, melalui rumusan 1/n, peluangmu menemukan pasangan hidupmu hanya sekitar 0.1 atau 10%, dan persentase ini jelas lebih kecil dibandingkan dengan rumusan yang disarankan oleh Fry (39.87%).

Jadi, bagaimana menurut kawan? Apakah strategi ini layak dicoba? Atau kawan punya strategi matematis sendiri? Beda strategi boleh, yang jelas jangan dijadikan alasan untuk bermain hati, ya Kawan!



9

Efektivitas Vaksin dari Sudut Pandang Statistika Sudah satu setengah tahun pandemi COVID-19 melanda Indonesia. Per tanggal 21 September 2021, tercatat lebih dari 4.19 juta kasus positif terkonfirmasi di Indonesia, dengan 141 ribu kasus kematian. Salah satu upaya pemerintah dalam mengatasi pandemi ini adalah dengan terus menggencarkan program vaksinasi.


12 editor Tria Rahmat Mauludin

Selain memberikan proteksi kepada tubuh orang yang divaksin, vaksinasi juga dapat melindungi orang-orang yang ada di sekitarnya. Hal ini disebut sebagai herd immunity, yaitu bentuk perlindungan tidak langsung dari suatu penyakit menular yang terjadi ketika sebagian besar populasi telah kebal terhadap infeksi penyakit tersebut, baik melalui vaksin ataupun yang sudah terinfeksi sebelumnya. Semakin banyak orang yang sudah divaksin, maka penyebaran infeksi akan semakin terhambat sehingga dapat melindungi orang-orang yang tidak dapat divaksin, seperti mereka yang memiliki penyakit bawaan.

writer

Vaksin merupakan suatu zat/senyawa yang diberikan ke dalam tubuh untuk membentuk kekebalan terhadap penyakit tertentu. Vaksin dapat dibuat dari kuman penyakit (patogen) yang sudah dilemahkan, sehingga cukup untuk membentuk antibodi terhadap penyakit tersebut, tetapi relatif aman untuk tubuh orang yang sehat. Selain itu, ada pula vaksin yang dibuat dari hasil rekayasa genetik virus sehingga memiliki struktur yang serupa. Tujuan dari vaksin sendiri adalah agar suatu saat ketika patogen masuk ke dalam tubuh, tubuh kita sudah mengenali patogen tersebut dan antibodi dapat segera bekerja sebelum patogen menyebar ke seluruh tubuh.

Feby Yolanda

Apa itu vaksin? Bagaimana cara kerjanya?


Tentang Vaksin COVID-19 Sejak virus COVID-19 ini mulai menyebar di Cina pada akhir tahun 2019, para peneliti dan perusahaan farmasi mulai meneliti virus ini dan mencoba mengembangkan vaksin untuk menangkalnya. Hanya dalam waktu satu tahun, WHO sudah memberikan izin penggunaan darurat untuk vaksin Pfizer/ BioNTech. Pengembangan vaksin ini tergolong cepat karena secara historis diperlukan waktu 2-5 tahun untuk mengembangkan vaksin. Salah satu penyebab vaksin COVID-19 dapat dibuat secara cepat adalah karena SARS-Cov-2, virus yang menyebabkan COVID-19, masih tergolong dalam keluarga Coronavirus yang sudah sejak lama diteliti oleh banyak peneliti.

Di Indonesia sendiri, sudah ada beberapa vaksin yang beredar, di antaranya Sinovac, Sinopharm, AstraZeneca, Pfizer, dan Moderna. Sebelum didistribusikan kepada masyarakat, setiap vaksin tentunya harus memiliki izin penggunaan darurat dari BPOM. Salah satu syarat agar vaksin memperoleh izin tersebut adalah tingkat efikasi vaksin harus memenuhi standar WHO, yaitu minimal 50%. Tingkat efikasi diperoleh pada fase uji klinis dengan membandingkan tingkat kasus positif pada kelompok yang diberi vaksin dengan kelompok yang diberi plasebo (obat ‘kosong’).

Berdasarkan informasi dari situs BPOM, efikasi untuk setiap jenis vaksin di Indonesia cukup bervariasi.

9

Hal yang perlu diperhatikan adalah tingkat efikasi tersebut dapat berbeda walaupun jenis vaksinnya masih sama. Seperti untuk jenis Sinovac, tingkat efikasinya 65.3% ketika diuji di Indonesia, tetapi di Turki mencapai 83% dan di Brazil hanya 50%. Hal ini bisa disebabkan karena kondisi subjek yang diteliti berbeda-beda.


14

Sudah divaksin tapi Kasus COVID-19 Masih Banyak?

Seperti yang disebutkan di awal, vaksinasi akan semakin efektif ketika proporsi populasi yang sudah divaksin cukup tinggi, sehingga transmisi infeksi akan terhambat dan kasus terinfeksi akan berkurang. Untuk melihat bagaimana pentingnya proporsi populasi yang sudah divaksin dalam mengurangi kasus infeksi, kita dapat melihat simulasi sederhana berikut.

editor

Tingkat Vaksinasi yang Masih Rendah

Feby Yolanda

Salah satu tujuan program vaksinasi adalah menekan kasus positif COVID-19, atau bahkan sampai memusnahkan penyakit tersebut. Akan tetapi, hingga saat ini belum ada penurunan yang cukup signifikan pada kasus COVID-19 di Indonesia. Bahkan proporsi orang yang sudah divaksin dan terkonfirmasi positif COVID-19 cukup tinggi. Mengapa hal ini bisa terjadi? Apakah vaksin masih belum efektif dalam menangani pandemi ini?

writer

Tria Rahmat Mauludin

Misalkan terdapat kota A dan kota B dengan masing-masing jumlah penduduk sebesar 1 juta populasi. Sebanyak 80% penduduk kota A sudah divaksin, sedangkan untuk kota B hanya 40% penduduknya yang sudah divaksin. Misalkan tingkat efikasi vaksin 70%, artinya sebanyak 70% penduduk yang sudah divaksin akan lebih kebal terhadap infeksi. Misalkan pula tingkat infeksi COVID-19 adalah 5%, artinya sebanyak 5% penduduk yang rentan terinfeksi, yaitu penduduk yang tidak divaksin dan penduduk yang sudah divaksin (namun masih tidak kebal), akan terinfeksi. Terdapat pula hospitalization rate, atau persentase orang terinfeksi yang harus dilarikan ke rumah sakit karena gejala yang cukup berat, sebesar 10%. Berdasarkan laporan dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat, tingkat efikasi vaksin untuk mengurangi kasus infeksi berat ini adalah 85%.


Untuk melihat hasil simulasi, perhatikan skema pada infografis berikut.

Perhatikan bahwa untuk kota A, walaupun mayoritas kasus infeksi berasal dari mereka yang sudah divaksin (sebanyak 55% kasus), jumlah kasus terinfeksi pada kota A ‘hanya’ sebanyak 22.000 orang. Jika dibandingkan dengan kota B yang memiliki jumlah penduduk yang sama tetapi tingkat vaksinasi yang lebih rendah, terdapat 36.000 kasus terinfeksi, terjadi perbedaan hingga 14.000 kasus (menurun hingga 39% dibandingkan dengan kota B).

9

Begitu pula dengan kasus yang perlu dilarikan ke rumah sakit. Pada kota A terdapat 1.180 kasus rumah sakit, sedangkan pada kota B terdapat 3.090 kasus rumah sakit, hampir tiga kali lebih banyak dibanding kota A. Dari hasil tersebut, kita dapat melihat bahwa pada populasi dengan mayoritas penduduk sudah divaksin, walaupun proporsi kasus terinfeksi banyak berasal dari mereka yang sudah divaksin, kasus infeksinya berkurang cukup signifikan. Dengan simulasi sederhana seperti ini, kita dapat melihat bagaimana pentingnya proporsi penduduk yang sudah divaksin dalam mengurangi kasus infeksi. Di Indonesia sendiri hingga tanggal 21 September 2021, jumlah penduduk yang sudah menerima vaksin dosis pertama sebanyak 79.6 juta penduduk (29.4% penduduk Indonesia) dan sebanyak 45.2 juta penduduk yang sudah menerima vaksin dosis kedua (16.7% penduduk Indonesia). Angka tersebut tentu masih belum cukup untuk membentuk herd immunity. Pemerintah Indonesia menargetkan 208 juta orang atau sebesar 75% semua penduduk untuk menerima vaksin COVID-19.


16 Penyajian Data yang Kurang Tepat

editor

Pada headline berita pertama tertulis bahwa 75% kasus COVID-19 di Singapura berasal dari mereka yang sudah divaksin. Serupa dengan berita pertama, pada headline berita kedua tertulis bahwa 74% kasus COVID-19 di Massachusetts, Amerika Serikat berasal dari mereka yang sudah divaksin. Apa yang terlintas di pikiran Anda ketika membaca headline berita tersebut?

Feby Yolanda

Sekarang perhatikan dua buah headline berita berikut.

“Tingkat vaksinasi kedua negara tersebut cukup tinggi tapi orang yang sudah divaksin masih banyak yang terinfeksi. Apakah kita dapat berkesimpulan bahwa vaksin memang tidak efektif?”

Peluang bersyarat adalah peluang terjadinya suatu kejadian ketika diketahui bahwa suatu kejadian lain terjadi. Secara matematis, peluang bersyarat kejadian B jika diketahui A terjadi, dinotasikan P(B|A), dapat didefinisikan sebagai berikut

Tria Rahmat Mauludin

dengan P(A ∩ B) adalah peluang terjadinya kejadian A dan B, dan P(A) adalah peluang terjadinya kejadian A.

writer

Jawabannya adalah tidak. Kita tidak dapat mengambil kesimpulan bahwa vaksin tidak efektif hanya dari headline berita tersebut. Salah satu jawaban mengapa informasi tersebut masih belum cukup untuk menyimpulkan bahwa vaksin tidak efektif adalah dengan menggunakan konsep peluang bersyarat.


Hal yang perlu diperhatikan adalah nilai P(B|A) tidak selalu sama dengan P(A|B). Contohnya pada headline berita di atas, kita misalkan terdapat dua buah kejadian, yaitu kejadian seseorang terinfeksi dan kejadian seseorang telah divaksin. Peluang bahwa seseorang terinfeksi COVID-19 jika diketahui bahwa orang tersebut sudah divaksin, P(infeksi | vaksin), berbeda dengan peluang seseorang sudah divaksin dari mereka terinfeksi COVID-19, P(vaksin | infeksi). Untuk lebih jelasnya, kita gunakan data kota A pada hasil simulasi sebelumnya.

Pada gambar di atas, terdapat 1 juta populasi dengan 80% di antaranya sudah divaksin. Pada populasi yang sudah divaksin terdapat 12 ribu orang yang terinfeksi dan pada populasi yang tidak divaksin terdapat 10 ribu orang yang terinfeksi, sehingga banyak populasi yang terinfeksi adalah 22 ribu orang.

9

Untuk menghitung P(vaksin | infeksi), kita dapat membandingkan banyak orang yang terinfeksi dan sudah divaksin, yaitu sebanyak 12.000, dengan banyak orang yang terinfeksi, yaitu sebanyak 22.000. Sehingga diperoleh nilai 6/11 atau sekitar 55%. Angka ini cukup besar karena semakin banyaknya orang yang sudah divaksin, nilai peluang tersebut juga akan semakin tinggi. Nilai peluang inilah yang digunakan pada headline kedua berita tadi dan dapat membuat pembaca berkesimpulan bahwa vaksin tidak efektif. Lantas, bagaimana cara kita menentukan efektivitas suatu vaksin dari data di atas? Untuk mengetahui efektivitas vaksin sebaiknya kita membandingkan nilai peluang terjadinya infeksi jika diketahui bahwa orang tersebut sudah divaksin, yaitu P(infeksi | vaksin), dengan peluang terjadinya infeksi jika diketahui bahwa orang tersebut tidak divaksin, P(infeksi | tidak vaksin). Nilai P(infeksi | vaksin) dapat diperoleh dengan membagi banyak kejadian terinfeksi dan sudah divaksin, yaitu 12.000, dengan banyak orang yang sudah divaksin, yaitu 800.000. Sehingga nilai P(infeksi | vaksin) adalah 3/200 atau 1.5%. Sedangkan nilai P(infeksi | tidak vaksin) dapat diperoleh dengan membagi banyak kejadian terinfeksi dan tidak divaksin, yaitu 10.000, dengan banyak orang yang tidak divaksin, yaitu 200.000. Sehingga nilai P(infeksi | tidak vaksin) adalah 1/20 atau 5%. Dengan membandingkan dua nilai peluang di atas, kita dapat simpulkan bahwa vaksin masih cukup efektif untuk mengurangi infeksi.


18 Feby Yolanda editor Tria Rahmat Mauludin

Terdapat beberapa faktor pula yang menyebabkan kasus infeksi COVID-19 masih tinggi walaupun program vaksinasi sudah berjalan, seperti munculnya virus varian baru, penyebaran vaksin belum merata, dan tingkat mobilitas serta interaksi masyarakat yang tinggi. Selain itu, banyak studi mengungkapkan bahwa vaksin COVID-19 tidak membuat seseorang kebal sepenuhnya terhadap infeksi, tetapi vaksin dapat mengurangi gejala yang dialami serta mengurangi tingkat kematian.

writer

Melalui tulisan ini, kita dapat melihat bagaimana pentingnya partisipasi penduduk dalam program vaksinasi. Semakin tinggi jumlah penduduk yang mengikuti program vaksinasi, semakin berkurang jumlah kasus infeksi dan kasus dengan gejala berat (yang perlu dilarikan ke rumah sakit). Selain itu, perlu kita cermati pula informasi yang beredar pada media-media. Penyajian data yang kurang tepat dapat menyebabkan informasi yang disampaikan menjadi misleading, seperti pada kedua contoh berita di atas mengenai banyaknya kasus COVID-19 yang berasal dari orang-orang yang sudah divaksin.


Vaccine Effect Sejumlah matematikawan dari Universitas RUDN Rusia membuat sebuah model penyebaran virus COVID-19 berdasarkan dua model regresi. Forecast dalam model tersebut tepat untuk negara-negara yang tidak melakukan vaksinasi massal. Sementara negara-negara yang telah melakukan vaksinasi massal tidak mengalami kenaikan kasus COVID-19 seperti yang diprediksi.

9

*Hasil forecast dipublikasikan di jurnal Mathematics


20 Hasil dari forecasting adalah prediksi jumlah puncak kasus COVID-19 pada gelombang kedua dan ketiga di negara-negara yang diteliti. Model ini cukup akurat bagi negara yang tidak atau belum melakukan vaksinasi massal.

editor

Para ilmuwan menggunakan data WHO (World Health Organization) untuk jumlah kasus baru COVID-19 dari 1 Maret-15 November 2020. Mereka menggunakan model deret Fourier dan the sum of the sine-waves yang merupakan model terakurat untuk pemodelan kasus baru COVID-19. Ini artinya kurva dari kasus baru direpresentasikan sebagai jumlah fungsi Fourier atau sum of ordinary sinewaves.

Muhammad Pudja Gemilang Feby Yolanda

Mereka membagi negara-negara ke dalam tiga kelompok berdasarkan tingkat penyebaran virus dan kondisi iklim.

writer

Muhammad Naufal Daffa Andarwan

Berikut gambaran bagaimana vaksinasi memengaruhi prediksi kasus baru berdasarkan model.


9

Kamu juga bisa akses website fourier dengan scan barcode di bawah ini loh!


“Big Fish in a Small Pond” Effect


Apakah kalian pernah mendengar istilah “Big Fish in a Small Pond”? Istilah ini digunakan untuk merepresentasikan seseorang yang memiliki kemampuan menonjol dibandingkan anggota sesama kelompoknya. Idiom ini biasanya identik dengan pertanyaan,

dan menghasilkan jawaban dari berbagai perspektif. Bagaimana cara matematika menjawab dan memberikan solusi terhadap efek yang diberikan oleh “ukuran kolam” ini? Penelitian ini dilakukan oleh Abo Akademi University, University of Helsinki, dan University of Turku. Mereka meneliti hubungan antara “Big-Fish-Little-Pond Effect” (BFLPE) dengan kemampuan matematika, perasaan, dan jenis kelamin siswa.

9

Ada 1322 siswa Finlandia yang terlibat dalam penelitian ini dengan rentang usia 14-15 tahun. Mereka dibagi ke dalam 77 kelompok yang divariasikan berdasarkan tingkat pengetahuan matematika. Penelitian ini menggunakan pemodelan multilevel untuk mengontrol efek dari jenis kelamin dan ukuran kelas.


24 editor

Muhammad Pudja Gemilang Feby Yolanda

Dalam kelompok siswa yang memiliki pengetahuan matematika yang kuat, perasaan bangga siswa terhadap pengetahuan yang dia miliki cenderung negatif. Hal sebaliknya berlaku saat siswa dengan kemampuan ini dimasukkan dalam kelompok dengan pengetahuan matematika yang lebih rendah. Selain itu, siswa dengan kemampuan yang lebih rendah dari kelompoknya cenderung merasa lebih malu dibandingkan bangga. Jenis kelamin turut mempengaruhi kadar rasa bangga ini. Siswa laki-laki lebih sering merasa malu di kelompok dengan performa yang tinggi dibandingkan dengan siswa perempuan.

writer

Terdapat beberapa rekomendasi yang diberikan oleh jurnal ini. Pertama, para pendidik sebaiknya lebih peka dengan perasaan siswa mengenai performa mereka di kelas. Siswa dengan kemampuan yang rendah perlu mendapatkan support yang lebih, terutama saat mereka berada di kelas dengan kemampuan yang lebih tinggi. Selain itu, perlu adanya pelurusan terhadap stereotype bahwa matematika adalah mata pelajaran untuk laki-laki. Pemberian feedback secara individu juga dapat membantu mengurangi dampak BFLPE ini.

Maria Kirana Prima Satyasanti

Dalam mengatasi efek BFLPE, terdapat tiga hal penting yang perlu dipertimbangkan, 1. Rasa bangga dan malu yang dihadapi oleh individu dengan kemampuan kurang 2. Rasa senang dan bosan yang dihadapi oleh individu dengan kemampuan tinggi 3. Rasa malu yang dialami siswa laki-laki


9

Woman in Math


26 editor Gabrielle Christy

Pada tahun 1868, Anyuta, adik Sofia, mendapatkan tawaran dari sebuah kelompok radikal dengan pandangan nihilisme untuk melakukan pernikahan fiktif. Anyuta pun meyakinkan Sofia bahwa satu-satunya cara agar mereka dapat pergi dari rumah ialah dengan menikah!

writer

Ketertarikan Sofia akan matematika pertama kali muncul akibat pamannya yang sering membahas beberapa topik matematika secara filosofis. Ketika ia berumur 11 tahun, Sofia bahkan menempelkan lembaran catatan kuliah milik ayahnya mengenai analisis diferensial dan integral pada dinding kamarnya. Ketika beranjak dewasa, keinginan Sofia untuk melanjutkan studinya di luar negeri pun semakin kuat. Namun, sayangnya pada zaman tersebut, wanita di Rusia tidak diperbolehkan untuk meninggalkan rumah tanpa seizin ayah atau suaminya sendiri.

Feby Yolanda

Sofia Kovalevskaya adalah seorang matematikawan asal Rusia yang banyak berkecimpung di bidang persamaan diferensial parsial. Ia dikenal sebagai wanita pertama yang mendapatkan gelar doktor di bidang matematika, sekaligus dosen Matematika wanita pertama di dunia. Sofia lahir pada 15 Januari 1850 di Moskow dan merupakan anak kedua dari pasangan Vasily Vasilyevich KorvinKrukovsky dan Yelizaveta Fedorovna Schubert.


9

Tak lama kemudian, Sofia dan Anyuta bertemu dengan seorang pemuda bernama Vladimir Onufrievich Kovalevsky. Vladimir, yang awalnya hendak menikahi Anyuta atau teman Anyuta secara fiktif, justru jatuh hati kepada Sofia dan mengungkapkan keinginan untuk menikahinya melalui sebuah surat.

Dengan begitu, Sofia pun sadar bahwa dengan kesempatan ini, ia dapat memenuhi keinginannya sendiri untuk belajar matematika di luar negeri tanpa perlu diawasi oleh ayahnya. Pada umurnya yang ke-18, Sofia memutuskan untuk menikahi Vladimir. Ayah Sofia pada awalnya menentang ide pernikahan ini. Namun, Sofia tidak kehabisan ide dan melakukan beberapa trik, sehingga pada akhirnya ayahnya dengan terpaksa menyetujui pernikahan ini demi menjaga nama baik keluarganya.


28 Beberapa tahun berlalu. Kerinduan Sofia pada matematika semakin menjadi-jadi, sehingga ia pun memutuskan untuk kembali bergelut di dunia matematika dan menulis beberapa paper pada tahun 1880. Bak berjodoh dengan matematika, pada 1883 Sofia akhirnya mendapatkan tawaran kerja dari Gosta Mittag-Leffler untuk menjadi seorang dosen sementara di University of Stockholm. Lima tahun berlalu, Sofia berhasil membuktikan dedikasinya di bidang matematika dan pada akhirnya dinobatkan sebagai dosen tetap Matematika wanita pertama dalam sejarah.

editor Gabrielle Christy

Selepas mendapatkan gelarnya, walaupun Sofia mampu menunjukkan pemikirannya yang cemerlang di bidang matematika, ia sempat mengalami kesulitan mencari pekerjaan, karena statusnya sebagai seorang wanita. Oleh karena itu, Sofia memutuskan untuk rehat sementara dari dunia matematika dan beralih ke dunia sastra. Pada masa inilah dirinya baru benar-benar jatuh cinta dengan suaminya!

writer

Pada 1874, Sofia telah menyelesaikan tiga paper mengenai persamaan diferensial parsial, integral Abelian, dan Saturn’s Rings. Salah satu karyanya ini bahkan diterbitkan di Crelle’s Journal pada 1875, dan Weierstrass menilai bahwa ketiga paper tersebut merupakan bukti yang kuat bahwa Sofia sangat layak untuk memperoleh gelar doktor. Pada akhirnya Sofia berhasil mendapatkan gelar doktornya dari Göttingen University dengan predikat summa cum laude.

Feby Yolanda

Setelah menikah, Sofia berhasil untuk bepergian bersama suaminya dan mulai melanjutkan studinya di bidang matematika. Akan tetapi, perjuangannya untuk belajar matematika masih belum selesai. Sofia harus berhadapan dengan fakta bahwa wanita tidak diperbolehkan untuk belajar di universitas. Meskipun begitu, Sofia tidak menyerah. Singkat cerita, Sofia berhasil pindah ke Berlin dan belajar di bawah bimbingan Karl Weierstrass secara privat.


9


30 President

Tito Satria Joel Manurung

Editorial

Azzahra Widodo

Editorial Bahasa Indonesia

Muhammad Pudja Gemilang Feby Yolanda Editorial Bahasa Inggris

Abdillah Ahmad

Medium

Farell Theodore Adriano Writer

Ian Sebastian Tria Rahmat Mauludin Abdul Aziz Alghifari Translator

Adam Maulana Surya Putra

Podcast

Azahra Dwi Pangesti Content

Yohan Muffira Sukarna Azmi Nurfauziah Naufal Abiyu Pradana Sephia Yustika Wardhani Rizky Amalia Khofifah Translator

Ibrahim Naufal Mangaraja Audri Utami Gunadi

Instagram

Anastasia Angelina Education

Maria Kirana Prima Satyasanti Muhammad Naufal Daffa Andarwan Entertainment

Gabrielle Christy Margareth Clarissa

Finance

Debora Arihta Bangun Deborah Marsaulina Alrissa Fathi Hidayah Tamba Kirana Pramudita Wirawan Theophanie Regina Aurora

Design & Magazine Content Talitha Aurellia Priscila Delfina Tsamarah Ahsanul Hafizhah Daniel Rivaldo Gunawan Juan Farrell Pradharma Vincensius Ferer Christian W. Erico Nathaniel Basuki Hendra Bagus Purwanto

Community Development

Dara Dewata Vinsensia Ferren Rashiekavanya Maharani Benardi Farah Alifia Zahra Keith Huang

Website Development Sarah Batrisya Chalid Stefani Angelika Monique Madelin M. Nabil Fadhlurrahman Sulaiman


warna kosong


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.