Kajian Sistem Politik dan Pemerintahan di Indonesia

Page 1

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/288670683

Kajian Sistem Politik dan Pemerintahan di Indonesia Working Paper ¡ April 2012 DOI: 10.13140/RG.2.1.2087.1766

CITATIONS

READS

0

5,115

1 author: Manik Sukoco Universitas Negeri Yogyakarta 22 PUBLICATIONS 0 CITATIONS SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects: The Problems of Implementing Scientific Approach Faced by Civics and Citizenship Education Teacher at SMP Negeri 1 Grujugan View project International Perspective of Civics and Citizenship Education View project

All content following this page was uploaded by Manik Sukoco on 29 December 2015. The user has requested enhancement of the downloaded file. All in-text references underlined in blue are added to the original document and are linked to publications on ResearchGate, letting you access and read them immediately.


KAJIAN SISTEM PEMERINTAHAN DAN POLITIK DI INDONESIA

PAPER

OLEH MANIK SUKOCO NIM 106811400216

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU SOSIAL PRODI PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN 2012

1


BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Hakikat negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara kebangsaan modern. Negara kebangsaan modern adalah negara yang pembentukannya didasarkan pada semangat kebangsaan atau nasionalisme, yaitu pada tekad suatu masyarakat untuk membangun masa depan bersama di bawah satu negara yang sama walaupun warga masyarakat berbeda-beda agama, ras, etnik, atau golongannya. Komitmen yang kuat dan konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, perlu ditingkatkan secara terus menerus untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam rangka mendalami tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia salah satu hal yang penting adalah memahami sistem politik dan pemerintahan. Berangkat dari situlah kita sebagai warga negara yang memiliki hak dan kewajiban untuk tetap menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan diharuskan memahami sistem politik dan pemerintahan di Indonesia. Melalui pemahaman tersebut diharapkan memberikan kesadaran bagi kita agar Indonesia menghindari sistem pemerintahan otoriter yang memasung hak-hak warga negara untuk menjalankan prinsip-prinsip demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

2


BAB II SISTEM POLITIK DAN PEMERINTAHAN

A. Pengertian sistem politik dan Sistem pemerintahan 1. Pengertian Sistem Politik Istilah sistem politik berasal dari kata sistem dan politik. Sistem merupakan rangkaian dari beberapa komponen dimana tiap komponen antara yang satu dengan yang lain merupakan satu kesatuan. Tidak berfungsinya satu komponen dalam sistem tersebut akan mengganggu jalannya sistem tersebut. Untari (2006) mengemukakan sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks atau terorganisir, suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks atau utuh. Contoh pemerintahan berdasar sistem konstitusional. Sistem ini memberikan ketegasan bahwa cara pengendalian pemerintah dibatasi oleh ketentuan-ketentuan konstitusi, yang dengan sendirinya juga oleh ketentuan-ketentuan dan hukum lain yang merupakan produk konstitusional (Alhaj, 2000: 89). Apabila satu komponen pemerintahan tidak berfungsi, artinya melanggar konstitusi maka akan terjadi tidak berfungsinya fungsi pengendali pemerintahan itu sendiri Istilah ”politik” secara konseptual dapat diartikan sebagai (1) suatu usaha yang ditempuh warga negara dalam upaya untuk mampu mewujudkan kebaikan bersama, (2) segala sesuatu yang berkaitan dengan pemerintahan; (3) sesuatu aktivitas yang mengarah pada upaya mempertahankan kekuasaan, (4) konflik dalam usaha mempertahankan sesuatu yang dianggap penting (Ramlan dalam Laboratorium Pancasila, 2001). Jacobsen dan Lipman dalam Sukarna (1979) mengemukakan bahwa ”politics” diberi arti ”the art and science of goverment” artinya seni dan ilmu pemerintahan Selanjutnya dijelaskan “political science is the science of the state. It deals with: 1. the relations of individuals to one another in so far as the state regulates them by law; (hubungan antara individu dengan individu satu sama lain, yang diatur oleh negara dengan undang-undang) 2. the relations of individuals or groups of individuals to the state;(hubungan antara individu-individu atau kelompok orang-orang dengan negara) 3. the relations of state to state.(hubungan antara negara dengan negara)” Simpson dalam Sukarna (1979) mengemukakan ilmu politik bertalian dengan bentuk-bentuk kekuasaan, cara memperoleh kekuasaan, studi tentang lembaga-lembaga kekuasaan dan perbandingan sistem kekuasaan yang berbeda.. Oleh karena “sistem politik” bertalian dengan: (1).sistem pemerintahan (the sistem of goverment); (2). Sistem kekuasaan untuk mengatur hubungan individu atau kelompok

3


indidividu satu sama lain atau dengan negara dan antara negara dengan negara (the sistem of power to regulate the relations of individuals oro groups of individuals vis a vis and to the state and the relations state to state) Politik hal-hal berhubungan dengan kekuasaan dan kewenangan. Politik secara konseptual dapat diartikan sebagai (1) suatu usaha yang ditempuh warga negara dalam upaya untuk mampu mewujudkan kebaikan bersama, (2) segala sesuatu yang berkaitan dengan pemerintahan, (3) sesuatu aktivitas yang mengarah pada upaya mempertahankan kekuasaan, (4) konflik dalam usaha mempertahankan sesuatu yang dianggap penting (Ramlan dalam Laboratorium Pancasila, 2001:233) Dalam makalahnya Untari (2006) menyebutkan

banyak pengertian sistem politik yang

dikemukakan oleh para pakar antara lain, 1. Perlmutter, menyatakan bahwa sistem politik adalah lingkungan sosio-ekonomi penyelenggara kekuasaan dan organisasi yang beroperasi di dalamnya serta gejala-gejala yang memberi pengaruh terhadap kekuasaan 2. Gabriel Almond (1960) menjelaskan bahwa sistem politik merupakan organisasi melalui mana masyarakat merumuskan dan berusaha mencapai tujuan bersama. Selanjutnya Almond juga menjelaskan sistem politik sebagai sistem interaksi yang ditemui dalam masyarakat merdeka yang menjalankan fungsi integrasi dan adaptasi. 3

RA. Dahl (1978) mengartikan sistem politik sebagai pola yang langgeng dari hubungan sosial yang di dalamnya mencakup kontrol, pengaruh dan kekuasaan/otoritas. Sistem politik sebagai mekanisme seperangkat fungsi/peranan dalam struktur politik dalam hubungan dengan lainnya yang menunjukkan proses yang langgeng.

4

Wayo (1990) menyatakan sistem politik merupakan sistem sosial yang menjalankan alokasi nilai berupa keputusan atau kebijakan politik, alokasinya bersifat otoritatif artinya melibatkan kekuasaan yang sah dan mengikat seluruh rakyat.

5. Kantaprawira (2006) mengemukakan sistem politik sama seperti kehidupan lainnya, mempunyai kekhasan: integrasi, keteraturan, keutuhan, organisasi, koherensi, keterhubungan dan ketergantungan bagain-bagainnya. 6. David Easton (dalam Kantaprawira, 2006) mengemukakan, sistem politik merupakan seperangkat interaksi yang diabstraksi dari totalitas perilaku sosial, melalui mana nilai-nilai disebarkan untuk suatu masyarakat. Dari pendapat tersebut di atas, terlihatlah bahwa walaupun antara kehidupan politik dan sistem politik terdapat kemiripan rumusan, tetapi tetap tampak bahwa pengertian kehidupan politik lebih sempit,

4


dalam arti lebih bersifat riil daripada sistem politik yang diabstraksikan dari totalitas perilaku masyarakat. Dengan perkataan lain, sistem politik mencakup pula kehidupan politik. Dengan demikian secara konseptual bahwa sistem politik ialah, prinsip-prinsip dan mekanisme yang membentuk suatu kesatuan yang berkaitan, utuh dan saling berhubungan untuk mengatur pemerintahan dan mempertahankan kekuasaan dengan cara mengatur hubungan antara individu atau kelompok individu satu sama lain dengan negara dan hubungan negara dengan negara. 2. Sistem Pemerintahan Sistem pemerintahan terdiri dari kata, ”sistem” dan ”pemerintahan”. Suatu sistem adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks atau terorganisir; suatu himpunan atau perpaduan ha-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan atau keseluruhan yang kompleks atau utuh (Untari, 2006) Menurut Mas’ud (1989) sistem menunjukkan adanya suatu organisasi yang berinteraksi dengan suatu lingkungan, yang mempengaruhinya maupun dipengaruhinya. Sedangkan kata ”pemerintahan” berasal dari kata dasar ”pemerintah”, yang menunjukkan tindakan yang harus dilakukan.

Menurut C.F. Strong dalam Adisubrata (2002), yang dimaksud

pemerintah adalah lembaga atau organisasi yang melekat kewenangan untuk melaksanakan kekuasaan negara. Juga merupakan lembaga yang memiliki tanggung jawab guna melaksanakan keamanan dari ancaman baik yang datang dari dalam maupun dari luar. Pemerintahan adalah segala kegiatan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemerintahan dalam arti luas.Menurut Finer dalam Adisubrata (2002) istilah pemerintahan paling tidak memiliki empat hal, yaitu: a. Menunjukkan kegiatan atau proses memerintah, yang melaksanakan pengawasan atas pihak atau lembaga lain; b. Menunjukkan permasalahan-permasalahan negara atau proses memilih terhadap masalah-masalah yang dijumpai; c. menunjukkan pejabat-pejabat yang dibebani tugas-tugas memerintah; d. Menunjukkan cara-cara atau metode atau sistem yang digunakan untuk mengatur masyarakat Dengan demikian konsep pemerintahan memiliki dua arti, yakni dalam arti luas dan sempit. Pemerintah dalam arti luas adalah kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh badan eksekutif, legislatif dan yudikatif serta kepolisian dalam rangka mencapai tujuan pemerintahan. Sedangkan dalam arti sempit adalah kegiatan-kegiatan memerintah yang dilakukan oleh badan eksekutif guna mencapai tujuan pemerintahan (Adisubrata, 2002: 78).

5


. Secara umum pengertian sistem pemerintahan terkait dengan sistem politik, mengingat sistem politik berkaitan: (a) sistem pemerintahan (b) sistem kekuasaan yang mengatur hubungan antara individu-individu atau kelompok-kelompok individu satu dengan lainnya dan dengan negara serta hubungan negara dengan negara. Sejalan dengan itu Wahyu (2008) mengemukakan bahwa sistem pemerintahan adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang utuh dari pemerintahan, sedangkan komponen-komponen itu adalah legislatif, eksekutif, dan yudikatif, yang masing-masing komponen tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri. Ada beberapa pendapat terkait dengan pengertian sistem pemerintahan, antara lain dikemukakan oleh: a. Sri Sumantri, sistem pemerintahan adalah bagi negara yang menganut ajaran Tri Praja, suatu perbuatan pemerintahan yang dilakukan oleh organ-organ legislatif, eksekutif dan yudikatif yang dengan bekerjasama hendak mencapai maksud dan tujuan. b. Ismail Suny mengemukakan sistem pemerintahan adalah suatu sistem tertentu yang menjelaskan bagaimana hubungan antara alat-alat perlengkapan negara. c. Martadisastra memberikan pengertian sistem pemerintahan adalah hubungan antara organ-organ pemerintah (eksekutif) dengan alat perlengkapan negara-negara lainnya yang ada/menjalankan fungsinya di dalam suatu negara. Dengan demikian sistem pemerintahan dalam arti luas merupakan suatu kesatuan utuh dalam menjalankan pemerintahan sesuai dengan wewenang badan eksekutif, legislatif dan yudikatif untuk mencapai tujuan pemerintahan. Sedangkan sistem pemerintahan dalam arti sempit merupakan suatu kesatuan utuh dalam menjalankan pemerintahan oleh badan eksekutif untuk mencapai tujuan pemerintahan..

B. Tipe-tipe, fungsi sistem politik dan pemerintahan. 1. Tipe sistem politik Kajian tentang sistem politik lebih bermakna secara teoritis, sebab tidak satupun sistem politik suatu negara yang benar-benar sama dengan sistem politik negara lain. Secara teoritik ada beberapa tipe sistem politik yang dikemukakan oleh Harold Crouh dalam Untari (2006) sebagai berikut: a. Menurut Shils Shils membicarakan empat sistem politik yang sedang menjalankan modernisasi, yakni: 1) Political Democracy. Demokrasi bersifat pemerintahan sipil, adanya lembaga representative dan adanya kebebasan umum (public liberties). Menurut Shils, ciri-ciri demokrasi: (1) adanya dewan perwakilan

6


yang dipilih oleh rakyat, (2) terdapat lebih dari satu partai politik yang bersaing, (3) pers dan organisasi lain memiliki kekebebasan berbicara/mengeluarkan pendapat, (4) adanya kehakiman yang bebas, (5) rule of law ditegakkan. Selanjutnya Shils mengemukakan sistem politik demokrasi hanya mungkin dalam �political society�, yang coraknya (1) perasaan nasionalisme yang kuat, (2) perhatian politik masyarakat yang cukup besar, (3) pengakuan sistem yang legitimate, (4) pengakuan hak-hak individu, (5) konsensus tentang nilai-nilai. Menurut Shils belum ada negara satupun yang memenuhi syarat ini, walaupun negara maju sekalipun. Negar-negara barat baru mendekatai syarat ini. 2) Tutelary Democracy Dalam sistem ini ditandai antara lain: (1) adanya lembaga perwakilan, (2) kebebasan berbicara, (3) rule of law ada tetapi agak lemah, (4) Partai dan pers yang bebas diperkenankan, namun ada Undang-Undang yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk mengerem kritik-kritik yang tajam. Ciri khas tutelery democracy adalah (1) kestabilannya yang tidak dimiliki oleh political democracy., (2) hak-hak oposisi ada tetapi dibatasi; (3) tutelary democracy memerlukan suatu administrasi yang baik.; (4) organisasi penyaluran aspirasi belum berkembang; (5) civil order dibutuhkan yakni masyarakat yang menghormati hukum dan tidak menyukai kegiatan revolusioner. 3) Modernising Oligarcy Sistem politik ini terjadi manakala demokrasi gagal dilaksanakan, karena ada jurang antara elit politik yang menginginkan modernisasi dengan rakyat tradisional. Modernising oligarchy membutuhkan persyaratan: (1) pemerintah membutuhkan prestasi yang lebih besar daripada demokrasi untuk meyakinkan rakyat, bahwa sistem oligarki perlu; (2) oposisi harus ditekan, (3) dalam administrasi negara korupsi harus dihapuskan untuk membuktikan bahwa sistem ini lebih baik dari pada demokrasi, (4) lembaga penyalur pendapat umum belum berkembang, (5) ideologi negara harus diciptakan dan didalangi oleh pemerintah dan menjadi pegangan rakyat. Seiring sistem ini dijalankan oleh pemerintahan militer yang kurang sanggup dalam administrasi sipil dan urusan ekonomi, karena itu Shils tidak yakin apakah sistem ini dapat berhasil atau tidak. 4) Totalitarian Oligarcy Tipe keempat dari sistem politik adalah totaliterianism, dimana golongan elit memiliki kekuatan lebih jauh dari golongan lain. Tidak ada oposisi, tidak ada dewan perwakilan yang bebas, tidak ada pendapat umum, siapa yang melawan pemerintah dipenjarakan.

7


Menurut Shils negara Asia-Afrika mungkin akan banyak mempraktekkan sistem ini, karena pemerintahan totaliter dianggap efisien, seperti di Burma, Vietnam Utara, Cina, Afrika Selatan, Kongo, dsb. 5) Tradisional Oligarcy Tipe sistem politik ini merupakan sistem tradisional yang dipimpin oleh raja atau ningrat. Sistem ini tidak menghendaki modernisasi, sehingga saat ini jarang diketemukan. b. Menurut Organsky Organsky menerangkan bagaimana sistem politik berubah, sebab corak atau tipe pemerintahan tergantung dari masalah yang dihadapinya, sedangkan perkembangan politik terbagi dari beberapa tahap. Menurut Organsky ada tiga sistem politik, yaitu: 1) Sistem Borjuis Sistem ini mula-mula berkembang di Inggris abad 19 dan meluas ke Eropa Barat. Menurut Karl Marx pada abad 19 parlemen Inggris didominasi pemimpin Borjuis. Rakyat tidak diwakili dan sistem demokrasi tidak dijalankan. Makin banyak pabrik, industri makin banyak kaum Borjuis (kaum pengusaha), akibatnya kaum Borjuis menuntut kekuasaan dan secara otomatis berpengaruh terhadap pemerintahan, maka terjadilah pergeseran kekuasaan dari ningrat ke kaum Borjuis. Dalam sistem politik Borjuis kaum miskin dan buruh dijauhkan dari pemerintahan. Kaum buruh dan petani sangat sengsara, karena diperas tenaganya dan jaminan kesejahteraan kurang sekali, tidak ada serikat pekerja di pabrikpabrik, tidak ada wadah untuk memperjuangkan. Walaupun pada awalnya berkembang di Inggris, namun Belandapun terpengaruh sistem itu, karena Belada sebagai negara penjajah di Indonesia juga menerapkan sistem itu. Hal ini bisa dilihat ketika banyak kaum buruh dan petani dipekerjakan di perkebunan-perkebunan milik Belanda, termasuk pengiriman ke Suriname. 2) Sistem Stalinis Sistem politik ini dikembangkan di negara-negara Komunis. Sistem ini muncul kalau ada golongan modern kuat versus golongan elit tradisional yang umumnya tidak mau menerima modernisasi dan industrialisasi. Elit tradisional tidak mau memberi konsesi, sedangkan golongan elit modern menganggap industrialisasi sesuatu yang mendesak dan tidak dapat ditunda, namun golongan ini tidak cukup kuat untuk melakukan resolusi, jika dapat melakukan pemerontakan mereka akan menggulingkan pemerintahan ningrat. Pada awalnya pemerimtahan ini didukung oleh buruh dan petani, namun karena kepentingan industrialisasi pemerintah stalinis akhirnya juga menindas golongan miskin. Kalau perlu petani

8


dipindahkan ke kota untuk bekerja di pabrik-pabrik. Ini berbeda dengan sistem Borjuis, dimana petani dilindungi dan didorong masuk ke pabrik. Sedangkan sistem politik stalinis petani dipaksakan meninggalkan tanahnya dan masuk pabrik oleh karena proses modernisasi dan industrialisasi di sistem stalinis lebih ketat/keras, lebih tajam dari lebih kejam. 3) Sistem Sinkratik. Sistem sinkratik muncul sebagai pengganti sistem Borjuis. Ketika industrialisasi berkembang muncul golongan buruh yang lebih kuat dan terorganisir secara teratur. Sementara kaum Borjuis dan kaum ningrat yang bersaing sama-sama takut pada kekuatan buruh. Oleh karenanya mereka bekerjasama untuk mempertahankan kekuasaannya. Dalam perjanjiannya kaum Borjuis boleh memeras kaum buruh, tetapi Borjuis tidak boleh merongrong kekuasaan ningrat dengan menarik petani untuk masuk pabrik. Dengan demikian dalam sistem kedua kaum buruh dikorbankan demi industrialisasi dan kekuasaan kaum ningrat tetap bertahan, sedangkan kaum petani dilindungi oleh ningrat yang masih kuat dan kurang antosias pada industrialisasi. c. Menurut Kautsky 1) Sistem Tradisional Tipe sistem politik ini ada masyarakat pra-industrialisasi, dimana ada tiga kelas utama, yaitu ningrat, tani, dan menengah lama (tukang, sarjana dan pedagang). Ningrat berkuasa karena menguasai sumber produksi, yaitu tanah. Golongan ini berkedudukan pada pemerintahan, militer dan agama. Kedua tani dan menengah lama menerima kekuasaan dari ningrat. Dengan demikian jika ada pertentangan politik, lebih pada pertentangan fraksi-fraksi di kelas ningrat. Kalau terjadi perubahan sistem itu karena perubahan ekonomi. Karena itu pada masa dahulu orang-orang yang menduduki jabatan pada masa pemerintahan pra-industri, para tokoh agama, para pedagang memiliki tanah yang luas. 2) Sistem Totalitarianism Sistem ini berbeda dengan sistem authoritarianism, yakni sistem dimana yang berkuasa memakai cara-cara yang diperlukan untuk mempertahankan kekuasaannya. Sedangkan sistem politik totalitarianism mencoba mengendalikan masyarakat secara total. Rejim authoritarianism hanya memberantas lawan politik yang berbahaya, tetapi rejim totalitarianism mau mengendalikan segala hal bahkan agama, keluarga, olah raga dan lain-lain. Totalitarianism tak mungkin tanpa industrialisasi, karena untuk melakukan kontrol penuh dibutuhkan tingkat teknologi dan komunikasi yang modern, sejata modern dan organisasi modern. 3) Sistem Totalitarianism Ningrat

9


Sistem politik ini muncul manakala kelas ningrat memegang kekuasaan dan kelas lain tidak disertakan dalam pemerintahan. Dengan menggunakan metode totaliter untuk memerintah. Hal ini terjadi jika kelas lain seperti buruh, petani kelas menengah lama tidak memiliki cukup kekuatan dan tidak sanggup mendirikan pemerintahan sendiri, sementara kelas kapitalis pribumi terlalu lemah untuk membentuk pemerintahan. Jika kelas ningrat berkuasa, maka proses industrialisasi dan gerakan nasional merupakan ancaman. Kekuatan kelas ningrat dapat semakin berkurang, kemungkinan akan didukung oleh kaum kapitalis untuk membentuk rejim facis. 4) Sistem Totalitarianism Cendekiawan Sistem ini adalah suatu rejim yang dipimpin kaum ningrat dengan dukungan kaum kapitalis dan kaum menengah lama. Dalam sejarah di Eropa terjadi seperti Hitler di Jerman dan Musolini di Italia. Menurut Kautsky sistem totaliter yang dipimpin oleh kaum cendekiawan lebih mungkin terjadi di negara-negara baru, yaitu negara-negara yang baru merdeka setelah lama dijajah bangsa lain. 5) Sistem Demokrasi Menurut Kautsky, demokrasi adalah suatu sistem dimana semua golongan politik mempunyai kesempatan untuk diikutsertakan dalam proses politik dan pemeritahan. Demokrasi harus ada: pemilu, lembaga perwakilan yang representatif. Demokrasi timbul kalau ada keseimbangan kelas-kelas bersaing dimana tidak satu kelaspun yang dapat menguasai semua kelas. Karakteristik Negara yang menganut sistem demokrasi, menurut Alamudi dalam Untari (2006), sokoguru demokrasi adalah: (1) kedaulatan ada di tangan rakyat, (2) pemerintah berdasarkan persetujuan dari yang diperintah, (3) kekuasaan mayoritas, (4) jaminan hak-hak minoritas, (5) jaminan HAM, (6) pemilu yang bebas dan jujur, (7) persamaan di depan hukum, (8) proses hukum yang wajar, (9) pembatasan kekuasaan pemerintah secara konstitusional, (10) pluralisme sosial, ekonomi dan politik, (11) nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerjasama dan mufakat. 2. Fungsi sistem politik Fungsi sistem politik menurut Irish dan Protho dalam Sukarna (1979). tidak diartikan � social function �, tetapi lebih diarahkan ke pengertian � the function of goverment� ialah mengandung arti fungsi pemerintahan, sehingga ada unsur pencapaian tujuan. Sebelum membahas fungsi ssitem politik, terlebih dahulu perlu diketahui variabel sistem politik. Untari (2006:2) mengemukakan ada empat variabel sistem politik, yaitu:

10


a

Kekuasaan. Dalam sistem poltik kekuasaan bukanlah tujuan, kekuasaan merupakan cara untuk mencapai hal-hal yang diinginkan aktor politik.

b

Kepentingan. Kepentingan adalah tujuan yang dikejar oleh para pelaku politik.

c

Kebijaksanaan. Hasil dari interaksi antara kekuasaan dan kepentingan. Kebijaksanaan dalam sistem politik biasanya diwujudkan sebagai peraturan perundang-undangan.

d

Budaya politik. Budaya politik merupakan orientasi subyektif dari individu terhadap sistem politik. Laboratorium Pancasila mengemukakan budaya politik merupakan sikap politik yang khas terhadap sistem politik dengan berbagai ragam bagiannya dan bagaimana sikap terhadap peranan warga negara dalam sistem itu. Berdasarkan empat variabel sistem politik, maka fungsi sistem politik adalah sebagai

berikut: a. Kapabilitas. Kapabilitas suatu sistem politik adalah kemampuan sistem dalam menjalankan fungsinya dalam rangka keberadaannya dalam lingkungan yang lebih luas. Kantaprawira (2006) mengemukakan bahwa bentuk kapabilitas suatu sistem politik berupa: 1) Kapabilitas Regulatif, Kapabilitas regulatif suatu sistem politik merupakan penyelenggaraan pengawasan terhadap tingkah laku individu dan kelompok yang ada di dalamnya; bagaimana penempatan kekuatan yang sah (pemerintah) untuk mengawasi tingkah laku manusia dan badan-badan lainnya yang berada di dalamnya, semuanya merupakan ukuran kapabilitas untuk mengatur atau mengendalikan. 2) Kapabilitas Ekstraktif, SDA dan SDM sering merupakan pokok pertama bagi kemampuan suatu sistem politik. Berdasarkan sumber-sumber ini, sudah dapat diduga segala kemungkinan serta tujuan apa saja yang akan diwujudkan oleh sistem politik. Dari sudut ini, karena kapabilitas ekstraktif menyangkut soal sumber daya alam dan tenaga manusia, sistem politik demokrasi liberal, sistem politik demokrasi terpimpin, dan sistem politik demokrasi Pancasila tidak banyak berbeda. SDA dan SDM Indonesia boleh dikatakan belum diolah secara otpimal. Oleh karena masih bersifat potensial.

11


3) Kapabilitas Distributive; dan Kapabilitas ini berkaitan dengan sumber daya yang ada diolah, hasilnya kemudian didistribusikan kembali kepada masyarakat. Distribusi barang, jasa, kesempatan, status, dan bahkan juga kehormatan dapat diberi predikat sebagai prestasi riil sistem politik. Distribusi ini ditujukan kepada individu maupun semua kelompok masyarakat, seolah-olah sistem poltik itu pengelola dan merupakan pembagi segala kesempatan, keuntungan dan manfaat bagi masyarakat. 4) Kapabilitas Responsif Sifat kemampuan responsif atau daya tanggap suatu sistem politik ditentukan oleh hubungan antara input dan output. Bagi para sarjana politik, telaahan tentang daya tanggap ini akan menghasilkan bahan-bahan untuk analisis deskriptif, analisa yang bersifat menerangkan, dan bahkan analisa yang bersifat meramalkan. Sistem politik harus selalu tanggap terhadap setiap tekanan yang timbul dari lingkungan intra-masyarakat dan ekstra-masyarakat berupa berbagai tuntuan. 5) Kapabilitas Simbolik. Efektivias mengalirnya simbol dari sistem politik terhadap lingkungan intra dan ekstra masyarakat menentukan tingkat kapabilitas simbolik. Faktor kharisma atau latar belakang sosial elit politik yang bersangkutan dapat menguntungkan bagi peningkatan kapabilitas simbolik. Misalnya Ir Soekarno-Megawati, dengan keidentikan seorang pemimpin dengan tipe “panutan� dalam mitos rakyat, misalnya terbukti dapat menstransfer kepercayaan rakyat itu menjadi kapabilitas benar-benar riil. 6) Kapabilitas Dalam Negeri dan Internasional Suatu sistem politik berinteraksi dengan lingkungan domestik dan lingkungan internasional. Kapabilitas domestik suatu sistem politik sedikit banyak juga ada pengaruhnya terhadap kapabilitas internasional. Yang dimaksud dengan kapabilitas internasional ialah kemampuan yang memancar dari dalam ke luar. Misalnya kebijakan sistem politik luar negeri Amerika Serikat terhadap Israel, juga akan mempengaruhi sikap politik negara-negara di timur tengah. Oleh karena itulah, pengaruh tuntutan dan dukungan dari luar negeri terhadap masyarakat dan mesin politik resmi, maka diolahlah serangkaian respons untuk menghadapinya Politik luar negeri suatu negara banyak bergantung pada berprosesnya dua variabel, yaitu kapabilitas dalam negeri dan kapabilitas internasional.

12


b. Konversi Fungsi sistem politik konversi menggambarkan kegiatan pengolahan input menjadi output yang formulasinya meliputi: 1). penyampaian tuntutan (interest artivculation) 2). perangkuman tuntutan menjadi alternatif tindakan pembuatan aturan (interest aggregation) 3). pelaksanaan peraturan (regulative implementation) 4). menghakimi (jugdment) 5). komunikasi (communication) c. Pemeliharaan dan penyesuaian (adaptation) Fungsi sistem politik pemeliharaan dan penyesuaian (adaptation) adalah menyangkut sosialiasasi dan rekruitmen yang bertujuan untuk memantapkan bangunan struktur politik dari sistem politik (Untari, 2006: 18). Di dalam sejarah perjalanan pemerintahan Indonesia sejak merdeka hingga sekarang, terdapat sistem politik berbeda-beda dari satu periode ke periode lainnya, seperti sistem politik dan struktur politik di masa demokrasi liberal, demokrasi terpimpin, maupun demokrasi Pancasila. Sukarna (1979) mengemukakan ada dua fungsi utama yang merupakan ciri esensial (yang perlu ada) dalam sistem politik, ialah: 1) Perumusan kepentingan rakyat (identification of interest in the population); dan 2) Pemilihan pemimpin atau pejabat pembuat keputusan (selection of leaders or official decision maker). Wahyu (2008) mengemukakan ada beberapa fungsi sistem politik meliputi: 1) fungsi pembuatan aturan-aturan umum dan kebijaksanaan untuk mempertahankan ketertiban dan memenuhi tuntutan; 2) fungsi output dari kegiatan pembuatan keputusan adalah pembuatan peraturan (rule making), pelaksanaan peraturan (rule aplication) dan penyelesaian konflik (rule ajudication function). 3) fungsi perumusan kepentingan rakyat (identification interest in the population), dan 4) fungsi pemilihan pemimpin atau pejabat pembuat keputusan (selection of leaders of official decision maker) Di negara demokrasi yang penduduknya sudah maju pemilihan pemimpin atau pejabat pembuatan keputusan di negara itu melalui proses kompetisi atau persaingan yang berat, sehingga lebih berat

bila dibandingkan pada negara atau masyarakat feodal dan negara kediktatoran.

Pemilihan pemimpin pada masyarakar feodal atau kediktatoran dilakukan dengan cara menjilat ke

13


atasan. Siapa yang loyal, dekat dengan pemimpin yang lebih tinggi dengan mudah menjadi pemimpin atau pejabat.. Di Indonesia, proses pemilihan pemimpin berbeda dari masa ke masa kepemimpinan. Saat ini, seorang calon pemimpin disamping harus melalui tes and property, juga sarat lain, misal loyalitas dan tidak pernah berbuat kriminal. Dengan demikian sistem politik di Indonesia adalah suatu sistem politik yang berlaku atau sebagaimana adanya di Indonesia, baik seluruh proses yang utuh maupun hanya sebagian saja; Sistem politik Indonesia dikatagorikan dan berfungsi sebagai mekanisme yang sesuai dengan dasar negara, ketentuan konstitusional maupun juga memperhitungkan lingkungan masyarakat secara riil (Kantaprawira, 2006: 86). Wahyu (2008) mengemukakan ada 4 komponen dalam sistem politik, yaitu: 1) Kekuasaan. Kekuasaan sebagai suatu cara untuk mencapai hal yang diinginkan/tujuan bersama. 2) Kepentingan Kepentingan merupakan tujuan yang dikejar-kejar oleh pelaku atau kelompok politik 3) Kebijaksanaan Kebijaksanaan merupakan hasil interaksi antara kekuasaan dan kepentingan, biasanya dalam bentuk perundang-undangan. 4) Budaya politik. Budaya politik merupakan orientasi subyektif dari individu terhadap sistem politik. C. Sifat Sistem Politik. Pada umumnya sistim politik mempunyai sifat yang universal, yaitu: a. Proses. Proses adalah pola-pola yang dibuat oleh manusia dalam mengatur hubungan antara satu dengan yang lain misalnya dalam suatu negara ada lembaga-lembaga negara seperti parlemen, partai politik, birokrasi, badan peradilan, badan eksekutif dan lain-lain. b. Struktur Struktur mencakup lembaga-lembaga formal dan informal. c. Fungsi. Fungsi dalam sistem politik ada dua, yaitu fungsi input dan fungsi output. Fungsi input terdiri atas: sosialisasi politik, rekruitmen politik, artikulasi (menyatakan) kepentingan, agregasi (memadukan) kepentingan, dan komunikasi politik. Sedangkan fungsi output terdiri atas pembuatan peraturan, penerapan peraturan, dan ajudikasi (pengawasan) peraturan.

14


D. Tipe-Tipe Sistem Pemerintahan Di negara-negara demokrasi modern terdapat dua model utama sistem pemerintahan dengan berbagai variasinya. Model tersebut adalah sistem pemerintahan presidensial dan sistem pemerintahan parlamenter. Masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahannya, dan masing-masing tumbuh dan berkembang atas dasar pemikiran, asumsi, dan sejarahnya. Sistem presidensial (khususnya di Amerika Serikat), beranggapan bahwa pemisahan kekuasaan badan-badan pemerintahan menjadi unsur pokok yang dapat mencegah peluang untuk terjadinya tirani dan kediktatoran. Teori tentang pemisahan kekuasaan dari Montesquieu ini kemudian menjadi doktrin yang mengilhami sistem pemerintahan presidensial dalam konstitusi Amerika Serikat. Sementara itu, sistem parlementer umumnya lebih mengutamakan hubungan kelembagaan yang erat (partnership atau kemitraan dalam konteks Inggris) antara cabang-cabang kekuasaan eksekutif dan cabang legislatif pemerintahan. Sistem semi-presidensial merupakan kombinasi antara dua model klasik itu, tetapi dengan variasi dan praktek yang berbeda-beda antara satu negara dengan yang lain. a. Sistem pemerintahan parlementer Sistem pemerintahan parlementer adalah sistem pemerintahan di mana tugas-tugas pemerintahan dipertanggungjawabkan oleh kepala pemerintahan (perdana menteri) kepada parlemen. Sistem pemerintahan parlementer di mana antara ekskutif dan legeslatif terdapat hubungan erat dan saling mempengaruhi. Kabinet bertanggung-jawab dan dibubarkan oleh legislatif. Sistem Pemerintahan Parlementer umumnya negara berlatar belakang kerajaan menganut sistem pemerintahan parlementer. Misalnya Inggris (dengan sebagian negara-negara yang tergabung dalam Commonwealth-nya), Jepang, Thailand, dan sebagainya. Karenanya ada yang mengaitkan kedekatan sistem parlementer dengan negara-

negara

dengan negara-negara kerajaan. Tetapi tidak semua negara dengan pemerintahan parlementer kepala negaranya raja atau ratu. Ada negaranegara republik yang sistem pemerintahannya parlementer seperti Singapura, Italia, dan India. Presiden dalam sistem parlementer kekuasaannya hanyalah simbolik. Tentunya banyak variasi dan jenis sistem parlementer. Sistem pemerintahan parlementer cenderung labil (tidak mantap), terutama bila dalam Negara itu diterapkan sistem multipartai. Namun bila menganut dwipartai, di mana satu partai pendukung pemerintah (mayoritas) yang berkuasa (posisi) diimbangi dengan partai oposisi (minoritas), maka kecenderungan kelabilan dapat dikurangi.

15


Dengan sistem pemerintahan parlementer dapat diterapkan teori trias politika, baik melalui separation of powers (pemisahan kekuasaan) maupun distribution of powers (pembagian kekuasaan). Contoh Inggris, Malaysia, India. b. Sistem pemerintahan presidensial Sistem pemerintahan presidensial yaitu sistem pemerintahan dimana tugas-tugas pemerintahan dipertanggungjawabkan oleh presiden (kepala pemerintahan) Dalam sistem pemerintahan pesidensial, pelaksanaan pemerintahan diserahkan kepada presiden, sedangkan kekuasaan kehakiman atau pengadilan menjadi tanggung jawab supreme court (Mahkamah Agung). Kekuasaan untuk membuat undang-undang berada pada parlemen (DPR) atau kongres (senat dan parlemen Amerika). Dalam praktek sistem pemerintahan presidensial ada yang mengembangkan ajaran trias politica Montesquieu secara murni dengan separation of powers, seperti Amerika yang dikenal praktek-prektek check and balance. Praktek-praktek demikian bertujuan agar di antara ketiga kekuasaan tersebut selalu terdapat keseimbangan dalam keadaan teretentu. Sistem presidensial pun bisa ditemukan dalam bentuk yang bervariasi di sejumlah negara. Misalnya saja antara sistem pemerintahan presidensial gaya Amerika Serikat berbeda dengan sistem presidensial gaya Indonesia atau negara- negara lain. Sistem pemerintahan model Amerika secara teoritis merupakan model pemerintahan presidensial yang murni. Konstitusi RI jelas telah menetapkan sistem pemerintahan presidensial. Pemerintahan presidensial mengandalkan pada individualitas yang mengarah pada citizenship. Sistem pemerintahan presidensial bertahan pada citizenship yang bisa menghadapi kesewenang-wenangan kekuasaan dan juga kemampuan DPR untuk memerankan diri memformulasikan aturan main dan memastikan janji presiden berjalan. Pemerintahan presidensial memang membutuhkan dukungan riil dari rakyat yang akan menyerahkan mandatnya kepada capres. Namun, rakyat tak bisa menyerahkan begitu saja mandatnya tanpa tahu apa yang akan dilakukan capres. Artinya, rakyat menuntut adanya ide pembangunan, bukan semata-mata identitas dari capres. Rakyat tak cukup disuguhi jargon abstrak soal NKRI, ideologi Pancasila, ekonomi kerakyatan, ekonomi kebangsaan, atau perlunya penghapusan dikotomi Islam santri dan Islam abangan yang hanya menunjukkan politik identitas. Perlu ada transformasi dari perjuangan identitas menjadi perjuangan ide. Pemerintahan presidensial Indonesia Pasca-Pemilu 2004 juga menghadapi tantangan lain. Tantangan yang dimaksud adalah memastikan adanya pemerintahan yang efektif, yang tidak selalu

16


dirongrong oleh parlemen. Dalam parlemen yang terfragmentasi dan majemuknya representasi identitas, maka pemerintahan presidensial akan menghadapi tantangan. Secara konstitusional, DPR mempunyai peranan untuk menyusun APBN, mengontrol jalannya pemerintahan, membuat undang-undang dan peranan lain seperti penetapan pejabat dan duta. Presiden tak lagi bertanggung jawab pada DPR karena ia dipilih langsung oleh rakyat. DPR tak akan mudah melakukan impeachment lagi karena ada lembaga pengadil yakni Mahkamah Konstitusi. Meskipun peranannya telah mengecil, DPR dengan kekuatan politik yang menyebar berpotensi untuk terus mengganggu dan mengganggu eksekutif. Dengan perilaku politik yang tak banyak berubah, DPR masih punya peluang untuk mengganjal kebijakan presiden dalam menentukan alokasi budget, DPR masih bisa bermanuver untuk membentuk pansus atau panja, DPR bisa mengajukan undang-undang yang mungkin tak sejalan dengan kebijakan presiden. Di sinilah deadlock bisa terjadi. Melihat real politik yang ada, koalisi memang diperlukan. Namun, agar tak mengganggu sistem presidensial yang dianut dan adanya pemerintahan yang efektif, koalisi dibangun dengan tetap mengacu pada prinsip sistem presidensial. Presiden berhak menunjuk anggota kabinetnya untuk merealisasikan ide dan program pembangunan yang dimilikinya, jika memang ada. Kehendak mitra koalisi untuk meminta portofolio menteri dan memaksakan ide atau program sebenarnya menyimpang dari prinsip sistem presidensial. Melihat realitas politik yang ada, baik dari sisi konstitusional maupun munculnya caprescapres yang tak mempunyai dukungan mayoritas, banyak orang meragukan akan hadirnya pemerintah yang efektif. Pemerintah yang mampu memberikan arah dan merealisasikan program yang mampu membawa Indonesia keluar dari krisis. Banyak orang yang khawatir, yang muncul justru adalah pemerintahan yang tidak efektif, namun juga sulit untuk dijatuhkan. Ke depan, sistem pemerintahan presidensial mempunyai pekerjaan rumahnya sendiri, yakni bagaimana mendorong parlemen yang akan didominasi muka-muka baru untuk lebih memikirkan substansi kebijakan. Perpolitikan ke depan harus didorong ke arah adanya kontestasi ide, lebih dari sekadar kontestasi identitas. Perlu ada perjuangan untuk mentransformasikan dari perjuangan identitas menjadi perjuangan ide. Dengan itu, kelembagaan politik lebih mudah dikelola dan lembaga-lembaga di luar mesin politik resmi ikut memegang peranan signifikan. c. Sistem Pemerintahan Campuran Sistem ini telah menyita perhatian para ahli untuk melakukan kajian. Beberapa ahli menyebut sistem ini sebagai campuran antara dua sistem (presidensial dan parlementer) di atas.

17


Pendapat lain menyebutnya sistem yang berada di antara presidensial dan parlementer sebagai sistem presidensial. Negara-negara yang menjalankan sistem semi-presidensial misalnya adalah Prancis, Finlandia, Austria, Argentina, Irlandia, Islandia dan Portugal, Srilanka melalui konstitusi 1978 dan sistem yang berlaku dulu di Jerman tahun 1919 di bawah Republik Weimar. Para pendukungnya menyebut sebagai sistem yang mengambil keuntungan dari sistem presidensial. Konstitusi dengan ciri-ciri seperti itu oleh Wheare disebut “Konstitusi sistem pemerintahan parlementer�. Menurut Sri Soemantri, UUD 1945 tidak termasuk ke dalam kedua konstitusi di atas. Hal ini karena di dalam UUD 1945 terdapat ciri konstitusi pemerintahan presidensial, juga terdapat ciri konstitusi pemerintahan parlementer. Pemerintahan Indonesia adalah sistem campuran. Sistem pemerintahan presidensial yang diterapkan di Indonesia tidaklah murni menganut teori trias politika karena selain adanya ekskutif, legeslatif dan yudikatif, masih ditambah kekuasaan konstitutif (MPR), eksaminatif atau inpektif (BPK), dan konsultatif konsultatif dengan sistem distribution of powers atau pembagian kekuasaan. e. Ciri-ciri Sistem Pemerintahan Parlementer dan Presidensial adalah sebagai berikut: a). Ciri secara Umum Presidensial -

-

Kedudukan presiden selain sebagai kepala negara juga sebagai kepala pemerintahan; Presiden dipilih langsung oleh rakyat atau sebuah badan pemilih; Presiden tidak termasuk pemegang kekuasaan legislatif; Presiden tidak dapat membubarkan pemegang kekuasaan legislatif dan tidak dapat memerintahkan diadakannya pemilu.

Parlementer - Kabinet yang dipilih oleh perdana menteri dibentuk atau berdasarkan atas kekuatan-kekuatan politik yang menguasai parlemen; - Anggota kabinet seluruhnya atau sebagian adalah anggota parlemen; l Perdana menteri bersama cabinet bertanggungjawab kepada parlemen; - Kepala negara (raja/ratu atau presiden) dengan saran perdana menteri dapat membubarkan parlemen dan memerintahkan diadakannya pemilihan umum.

b). Ciri menurut Strong Presidensial -

-

Presiden memiliki kekuasaan nominal sebagai kepala negara, tetapi juga memiliki kedudukan sebagai Kepala Pemerintahan Presiden dipilih langsung oleh rakyat atau dewan pemilih Presiden tidak termasuk pemegang kekuasaan legislatif dan tidak dapat memerintahkan pemilihan umum

Parlementer - Kabinet dipimpin oleh seorang Perdana Menteri yang dibentuk berdasarkan kekuatan yang menguasai parlemen - Anggota kabinet sebagian atau seluruhnya dari anggota parlemen - Presiden dengan saran atau nasihat Perdana menteri dapat membubarkan parlemen dan memerintahkan diadakan pemilihan umum.

18


c). Ciri secara rinci Presidensial -

-

Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan Presiden tidak dapat membubarkan cabinet Presiden bertanggungjawab jalannya pemerintahan Menteri bertanggungjawab kepada presiden Menteri diangkat dan diberhentikan presiden Masa jabatan menteri dapat ditentukan, yaitu bersamaan presiden Seluruh menteri merupakan pilihan presiden (hak prerogative) Kekuasaan parlemen sejajar dengan pemerintah

Parlementer - Raja (presiden) sebagai kepala negara - Raja (presiden) sebagai symbol kedaulatan dan keutuhan negara. - Kepala negara tidak mempunyai kekuasaan pemerintahan. - Raja (presiden) dapat membubarka parlemen. - Menteri bertanggung jawab jalannya pemerintahan. - Menteri bertanggung jawab kepada parlemen.Menteri diangkat dan diberhentikan oleh Parlemen. - Masa jabatan cabinet tidak dapat ditentukan , karena tergantung dukungan parlemen. Seluruh atau sebagian menteri merupakan anggota parpol yang ada di parlemen. - Kekuasaan parlemen lebih kuat daripada pemerintah (PM /Dewan Menteri)

d). Ciri menurut Budiyanto Presidensial -

-

-

-

-

Dikepalai oleh seorang presiden selaku pemegang kekuasaan ekskutif (kepala pemerintahan sekaligus kepala Negara) Kekuasaan ekskutif presiden dijalankan berdasarkan kedaulatan rakyat yang dipilih dari dan oleh rakyat melalui badan perwakilan Presiden mempunyai hak prerogative untuk mengangkat dan memberhentikan para pembantunya (menteri), baik yang memimpin departemen maupun tidak. Menteri-menteri hanya bertanggung jawab kepada presiden dan bukan kepada DPR. Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, maka presiden tidak dapat saling menjatuhkan dengan DPR.

Parlementer - Kekuasaan legeslatif (DPR) lebih kuat daripada kekuasaan ekskutif (pemerintah= perdana menteri) - Menteri-menteri (cabinet) harus mempertanggungjawabkan semua tindakannya kepada DPR. Artinya, cabinet harus mendapat kepercayaan (mosi) dari parlemen. - Program-program cabinet harus disesuaikan dengan sebagian besar anggota parlemen. Bila cabinet melakukan penyimpangan terhadap programprogram kebijaksanaan yang dibuat maka anggota parlemen dapat menjatuhkan cabinet dengan memberi mosi tidak percaya kepada pemerintah. - Kedudukan kepala Negara (raja, ratu, pangeran, kaisar) hanya sebagai lambing,symbol yang tidak dapat diganggu gugat.

19


f.

Kelebihan dan Kekurangan masing-masing sistem pemerintahan Arend Lijphart dalam buku Sistem Pemerintahan Parlementer dan Presidensial menyebutkan sistem

parlementer dan presidensial mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan presidensial akan menjadi kelemahan parlementer dan sebaliknya. a). Arend Lijphart Kelebihan/ kekuarangan Kelebihan

kekurangan

Presidensial Dalam stabilitas pemerintahan demokrasi yang lebih besar pemerintahan yang lebih terbatas Kemandekan (deadlock) eksekutif-legislatif kekakuan temporal pemerintahan yang lebih eksklusif

Parlementer Hubungan baik ekskutif dengan legeslatif dlm waktu tertentu Pemrintah lebih meluas

Cenderung tidak stabil Dominasi partai Pemerintah tidak terbatas

b). Menurut R.Winanto Kelebihan/kekuarangan Presidensial Kelebihan - Ekskutif lebih stabil kedudukannya - Penyususnan program cabinet lebih mudah disesuaikan dengan masa jabatan - Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan ekskutif, karena dapat diisi oleh orang luar

Parlementer - Pembuatan kebijakan dapat ditangani secara cepat, karena mudah terjadi penyesuaian pendapat antara ekkutif dengan legeslatif - Kekuasaan ekskutif dan legeslatif berada dalam satu partai (koalisi) - Garis tanggungjawab dalam pelaksanaan publik jelas - Pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap cabinet - Kedudukan ekskutif (cabinet) sangat tergantung pada mayoritas dukungan parlemen, sehingga sewaktu-waktu cabinet dapat dijatuhkan parlemen

Kekurangan

- Kedudukan ekskutif (cabinet) sangat tergantung pada mayoritas dukungan parlemen, sehingga sewaktu-waktu cabinet dapat dijatuhkan parlemen - Kelangsungan kedudukan ekskutif tidak dapat ditentukan,karena sewaktu-waktu dapat dibubarkan - Kebinet dapat mengendalikan parlemen, apabila para anggota cabinet merupakan anggota parlemen dari partai mayoritas

- Kekuasaan ekskutif di luar pengawasan langsung legislatif, sehingga dapat menciptakan kekuasaan mutlak - Sistem pertanggungjawaban kurang jelas - Pembuatan keputusan/kebijakan publikumumnya hasil tawar menawar ekskutif dan

20


legislatif sehingga dapat terjadi keputusan tidak tegas dan memakan waktu lama 4

Fungsi Sistem Pemerintahan Agar pemerintah berjalan efekiif, maka ada 3 (tiga) persyaraan yang harus dipenuhi yaitu:: a. kemampuan untuk mengawasi angkatan bersenjata; b. kewenangan untuk membuat undang-undang; c

kekuasaan finansial, yaitu kewenangan untuk memungut pajak dan cukai atau bentuk pengutan lain dari rakyat guna biaya mempertahankan negra serta menjalankan hukum. Atau singkat kewenangan eksekutif, legislatif dan yudikatif serta kepolisian Tujuan pemerintahan adalah untuk mencapai kesejahteraan dalam negara. Untuk itulah

diperlukan usaha dan kegiatan untuk mencapai kesejahteraan tersebut. Usaha dan kegiatan itu meliputi bagaimana alat perlengkapan negara mencapai dan dengan apa dicapai. Pelaksana yang diberi tugas untuk mencapai kesejahteraan tersebut adalah pemerintah, sedangkan bagaimana dan dengan cara apa mencapai kesejahteraan tersebut cara mengatur/memerintah. Cara mengatur/memerintah terkait dengan suatu sistem. Sistem pemerintah menjelaskan bagaimana hubungan antara alat perlengkapan negara mencapai dan bekerja untuk mencapai kesejahteraan seluruh rakyat. Secara umum alat-alat perlengkapan negara yang terdapat dalam suatu negara meliputi: a. Lembaga legislatif, merupakan lembaga atau badan pembuat undang-undang. b. Lembaga eksekutif, merupakan lembaga atau aparat pelaksana undang-undang; c. Lembaga yudikatif, yaitu lembaga yang bertugas di bidang kehakiman atau kekuasaan untuk memeriksa, mengadili dan memutuskan perkara terhadap pelanggaran undang-undang. d. Lembaga lainnya yang merupakan alat perlengkapan negara seperti di Indonesia terdapat BPK, Mahkamah Konstitusi, KPU, Komisi Yudisial dsb Berdasarkan penjelasan di atas maka yang dimaksud sistem pemerintahan merupakan hubungan antara organ pemerintah dengan organ-organ lain yang ada dalam suatu negara. Sistem pemerintahan secara umum ada dua yaitu (1) sistem pemerintahan Presidensiil dan (2) sistem pemerintahan parlementer. Untuk memahaminya dapat dibaca pada perbandingan sistem pemerintah pada sub berikutnya. D Kedudukan sistem politik dan pemerintahan di Indonesia. Seperti juga di negara-negara demokrasi lainnya, sistem politik dan pemerintahan di Indonesia di dasarkan pada Trias Politika, dengan sistem distribution of power yaitu kekuasaan legislatif,

21


eksekutif

dan

yudikatif. Kekuasaan

legislatif

dipegang

oleh

lembaga

bernama

Majelis

Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang terdiri dari dua badan yaitu DPR yang anggota-anggotanya terdiri dari wakil-wakil Partai Politik dan DPD yang anggotanya mewakili propinsi yang ada di Indonesia. Setiap daerah diwakili oleh 4 orang yang dipilih langsung oleh rakyat di daerahnya masingmasing. Berdasarkan pasal 3 ayat (1) MPR berwenang mengubah dan menetapkan UUD. DPR berdasarkan pasal 20 ayat (1) memegang kekuasaan membentuk UU, sedangkan DPD berdasarkan pasal 22 ayat (1) dapat mengajukan kepada DPR rancangan UU yang berkaitan dengan otonomi daerah dengan pusat, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah. Selanjutnya DPD ikut membahas rancangan tersebut di atas, dan dapat memberi pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang, APBN, pajak, pendidikan dan agama, serta mengawasi pelaksanaan UU tersebut (ayat 2 dan 3) Majelis Permusyawaratan Rakyat (DPR/DPD) semula adalah lembaga tertinggi negara. Sekarang setelah UUD 1945 diamandemen kedudukan MPR sebagai lembaga negara. Seluruh anggota DPR adalah anggota MPR ditambah anggota DPD. Sebelumya konstitusi UUD 1945, anggota MPR adalah seluruh anggota DPR ditambah utusan golongan. Sejak 2004, MPR adalah sebuah parlemen bikameral, setelah terciptanya DPD sebagai kamar kedua Lembaga eksekutif berpusat pada Presiden, wakil Presiden dan Kabinet. Kabinet di Indonesia adalah Kabinet Presidensiil sehingga para menteri bertanggung jawab kepada Presiden dan tidak mewakili partai politik yang ada di parlemen. Meskipun demikian, Presiden juga menunjuk sejumlah pemimpin Partai Politik untuk duduk di kabinetnya. Tujuannya untuk menjaga stabilitas pemerintahan mengingat kuatnya posisi lembaga legislatif di Indonesia. Namun pos-pos penting dan strategi umumnya diisi oleh Menteri tanpa portofolio partai (berasal dari seseorang yang dianggap Ahli dalam bidangnya). Lembaga Yudikatif sejak masa reformasi dan adanya amandemen UUD 1945 dijalankan oleh Mahkamah Agung, dan Mahkamah Konstitusi termasuk pengaturan administradi para Hakim. Meskipun demikian keberadaan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tetap dipertahankan dalam pelaksanaan administradi putusan peradilan. Di negara manapun, kedudukan sistem politik dan pemerintahan sangat menentukan implementasi para penguasa dalam menjalankan roda pemerintahannya. Sistem politik demokrasi, selalu akan melibatkan rakyat dalam menentukan public policy, adanya perwakilan rakyat yang represen-tatif, perlindungan hak asasi manusia, penegakan hukum yang bebas, kepentingan rakyat

22


diutamakan. Sebaliknya bagi negara totaliter, keterlibatan rakyat kurang diperhatikan, semua sektor dikendalikan oleh pemerintah, rakyat kurang bebas berbicara.. Berawal dari sistem politik itulah akan menentukan corak atau sistem pemerintahan. Dengan demikian kedudukan sistem politik juga akan menentukan sistem pemerintahan. Keduanya merupakan mata uang yang tak dapat dipisahkan satu sama lain. Sistem pemerintahan Indonesia berdasarkan UUD 1945 setelah diamandemen adalah sebagai berikut: LEMBAGA-LEMBAGA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN menurut UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945

UUD 1945

Presiden/ Wakil Presiden

BPK kpu

DPR

MPR

DPD

Kementerian Negara

bank sentral

dewan pertimbangan TNI/POLRI

PERWAKILAN BPK PROVINSI

PEMDA PROVINSI KPD

DPRD

MA

MK KY

badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman

PUSAT

Lingkungan Peradilan

PEMDA KAB/KOTA KPD

DAERAH

Umum Agama

DPRD

Militer TUN

(Sumber: Sosialiasi UUD 1945 setelah diamandemen). E. Perbedaan sistem politik dan Sistem Pemerintahan. 1. Perbedaan Sistem Politik Berbicara tentang perbandingan sistem politik di Indonesia, tidak terlepas dari interpretasi terhadap sistem politik itu sendiri. Sistem politik di Indonesia sebagai seluruh proses sejarah dari saat berdirinya negara Indonesia sampai dewasa ini, atau hanya dalam periode-periode tertentu dari proses perjalana sejarah. Dalam kenyataan kita dapat menjumpai perbedaan-perbedaan esensial sistem politik di Indonesia dari satu periode ke periode yang lain, misalnya: sistem poiltik demkorasi liberal, sistem demokrasi terpimpin, sistem demokrasi Pancasila, sedangkan falsafah negara tetap tidak berubah. Apa sebabnya ini terjadi? Apa penyebab adanya perbedaan bahkan gejala bertolak belakang antara cita-cita dan implementasinya? Jawabanya mengandung dua kemungkinan yang harus dipertimbangkan dan diselidiki lebih lanjut, yaitu: (1) falsafah tidak banyak berpengaruh terhadap sistem poltik, artinya juga tidak berpengaruh terhadap aktor (perilaku) politik; atau (2) belum ditemukan standar dan model sistem politik Indonesia yang sesuai dan menyangga (mendukung) cita-cita tadi. 1. Demokrasi Liberal.

23


Di Indonesia demokrasi liberal berlangsung sejak 3 Nopember 1945, yaitu sejak sistem multipartai berlaku melalui Maklumat Pemerintah. Sistem multi-partai ini lebih menampakkan sifat instabilitas politik setelah berlaku sistem parlementer dalam naungan UUD 1945 periode pertama. Demokrasi liberal dikenal pula demokrasi-parlementer, oleh karena berlangsung dalam sistem pemerintahan parlementer ketika berlakunya UUD 1945 periode pertama, Konstitusi RIS dan UUDS 1950. Dengan demikian demokrasi liberal di Indonesia secara formal berakhir pada tanggal 5 Juli 1959, sedangkan secara material berakhir pada saat gagasan Demokrasi Terpimpin dilaksanakan, antara lain melalui pidato Presiden di depan Konstituante tanggal 10 Nopember 1956.atau pada saat Konsepsi Presiden tanggal 21 Pebruari 1957 dengan dibentuknya Dewan Nasional. Pada periode demokrasi liberal ini ada beberapa hal yang secara pasti dapat dikatakan telah melekat dan mewarnai prosesnya. (lihat pada tabel 1 di bawah ini): 2. Demokrasi Terpimpin Dalam periode demokrasi terpimpin ini pemikiran a la demokrasi barat banyak ditinggalkan. Tokoh politik (Soekarno) yang memegang pimpinan nasional ketika itu menyatakan bahwa demokrasi liberal (demokrasi-parlementer) tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Prosedur pemungutan suara dalam lembaga perwakilan rakyat dinyatakannya pula sebagai tidak efektif dan ia kemudian memperkenalkan apa yang disebut musyawarah untuk mufakat. Sistem multi-partai oleh tokoh politik tersebut dinyatakan sebagai salah satu penyebab inefektivitas pengambilan keputusan, karena masyarakat lebih didorong ke arah bentuk yang fragmentaris. Demokrasi ini berlaku sejak 5 Juli 1959 sampai dengan 11 maret 1966. Untuk merealisasikan demokrasi terpimpin ini, kemudian dibentuk badan yang disebut front nasional. Periode ini disebut pula periode pelaksanaan UUD 1945 dalam keadaan ekstra-ordiner, disebut demikian karena terjadi penyimpangan terhadap UUD 1945. Penyimpangan itu misalnya Presiden membubarkan DPR, Badan Konstituante, dan sebagainya.

3. Demokrasi Pancasila Penelaahan terhadap Demokrasi Pancasila tentu tidak dapat bersifat final di sini, karena masih terus berjalan dan berproses. Dalam demokrasi Pancasila sampai dewasa ini penyaluran berbagai tuntutan yang hidup dalam masyarakat menunjukkan keseimbangan. Pada awal pelaksanaan sistem politik ini dilakukan penyederhanaan sistem kepartaian, muncullah satu kekuatan politik yang dominan, yaitu Golkar dan ABRI. Dalam perjalanan PEMILU berikut sejak, setelah orde reformasi, bermuncullah partai politik, yang ketika masa Orde Baru melebur ke tiga partai besar yaitu Golkar, PPP dan PDI. Hingga

24


munculnya Amandemen terhadap UUD 1945, falsafah Negara yaitu Pancasila masih tetap tidak berubah, bahkan dipertahankan sebagai hukum dasar nasional (TAP No. III/MPR/2000). Kegagalan tiga partai besar dalam perannya sebagai lembaga kontrol terhadap jalannya pemerintahan dan tidak berfungsinya chek and balance, akibat terpolanya sistem politik kompromistis dari elit politik, justru tidak mencerminkan wakil rakyat yang sesungguhnya. Karena itulah muncul ketidakpuasan rakyat, dan muncullah gerakan reformasi, salah satu dampaknya adalah lahir kembali partai-partai kecil. Partai-partai kecil ini ada yang murni berdiri tanpa melalui induk semangnya, tetapi ada yang memisahkan dari induknya. Nilai-nilai demokrasi Pancasila yang harus tetap dijunjung tinggi adalah kehidupan politik adalah: a) Sebagai warga negara punya hak dan kewajiban yg sama b) Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain c) Tidak boleh memaksakan kehendak pada orang lain d) Mengutamakan musyawarah dalam pengambilan keputusan e) Musyawarah untuk mencapai mufakat, diliputi semangat kekeluargaan f) Musywarah dilakukan dengan akal sehat dan nurani yg luhur g) Menjunjung tinggi setiap keputusan h) Menerima dan melaksanakan hasil keputusan i)

Keputusan diambil harus dipertanggung jawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.

j)

Memberi kepercayaan kepada wakil yang dipercayai untuk melaksanakan permusyawaratan . (lebih lanjut lihat pada tabel 1 di bawah ini) Lebih lanjut perbandingan sistem politik di Indonesia yang dianalisis berdasarkan demensi

masalah dan dimensi waku dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 1 Perbandingan Sistem-sistem Politik di Indonesia No

Demensi Demokrasi Waktu Liberal Demensi masalah 1 Penyaluran ≈ tuntutan lebih tuntuan besar dari pada kapabilitas sistemnya

Demokrasi Terpimpin ≈ tuntutan lebih besar dari pada kapabilitas sistemnya

Demokrasi Pancasila ≈ tuntutan sudah mulai seimbang dengan kapabilitas

25


≈ selektor dan filter sangat lemah, semua input diterima sedangkan output tidak seimbang dengan tuntutan. ≈ Melalui sistem multipartai 2 Pemeliharaan dan ≈ keyakinan akan kontinuitas nilai HAM sangat tinggi ≈ berdasarkan keyakinan ideologi, gaya pragmatik kurang menonjol. ≈ pertarungan antara gaya ideologi versus garapragmatik 3 Kapabilitas ≈ pengolahan potensi ekstratif dan distributif menurut ekonomi bebas dilakukan oleh kabinet yang pragmatik, sedangkan kapabilitas simbolik lebih diutamakan oleh kebinet ideologik ≈ keadilan mendapat perhatian kabinet ideologik, sedangkan kemakmuran oleh kabinet pragmatik. 4

Integrasi vertikal ≈ antara elit politik dengan massa atas

≈ gaya nilai mutlak melalui front nasional dan sistem satu partai yang tak kentara. ≈ stabilitas semu (pseudo stability)

sistemnya ≈ melalui sistem partai dominan atau sistem satu setengah partai

≈ HAM banyak dihiraukan ≈ pemikirn ideologik berperanan menonjol. ≈ konflik meningkat atau bahaya laten.

≈ HAM diimbangi oleh kewajiban asasi. ≈ gaya pragmatik menonjol. ≈ kontinuitas nilai bernegara dikukuhkan berdasarkan UUD 1945 dan konflik menurun.

≈ pemerintah berperanan besar dalam pengelolaan ekstraktif dan distributif ≈ ekonomi bebas ditinggalkan, mulai ekonomi etatisme. ≈ kapabilitas simbolik melalui pembangunan bangsa dan pembangunan karakter ≈ kapabilitas responsif melemah karena saluran satu-satunya hanyalah front nasional (FN) ≈ ikatan primordial melemah dalam

≈ ekonomi bebas sampai batasbatas tertentu menjadi kebijaksanaan pemerintah ≈ kapabilitas dalam negeri menjadi mantap dan karenanya menunjang kapabilitas internasionalny a (penanaman modal asing, bantuan asing, dan pinjaman mengalir).

≈ Komunikasi dua arah mendekatkan

26


dasar pola aliran (hubungan atas – bawah) ≈ Hubungan bawah – atas berdasar-kan pola paternalistik ≈ Kepemim pinan secara bergantian antara solidarity makers dan dan administrators. ≈ Solidarity makers lebih mendapat angin

rangka nationbuilding ≈ Pola paternalistik tetap hidup subur

≈ Pertentangan antar elit (solidarity makers versus administrators) di menangkan oleh penghimpunan solidarity.

≈ Antar elit ditemukan, consensus tentang pembangunan ≈ kerjasama antar teknokrat (khususnya antara intelegensia militer dan intelegesia sispil) ≈ administrators mendapat ang ≈ gaya ideologik sudah tidak manggung/ menonjol. ≈ gaya pragmatik yang berorientasi pada program serta pemecahan masalah lebih menonjol.. ≈ bersifat legal atas dasar ketentuan konstitusionil. ≈ ABRI sebagai titik pusat dibantu oleh teknokrat sipil..

5

Integrasi Horisontal

6

Gaya politik

≈ ideologik, karenanya bersifat desinegratif. ≈ desintegratif elit tercermin dalm masyarakat sebagai schisme.

≈ masih bersifat ideologik , walau sudah ada penyederhanaan kapartaian. ≈ tokoh politik sebagai titik pusat politik bertindak sengat coercive.

7

Kepemimpinan

≈ berasal dari angkatan 1928. ≈ masih bersifat primordial aliran, agama, suku, dan daerah ≈ partai-partai politik yang manggung..

≈ berasal dari angkatan 1928 dan 1945 dengan tokoh politik; Soekarno sebagai titik pusatnya. ≈ Kharismatik dan paternalistik.

hubungan elit dan massa dalam soal-soal yang pragmatic.

27


8

Perimbangan partisipasi politik dengan kelembagaan a) Massa

b) Veteran Militer

9

≈ partisipasi massa sangat tinggi. ≈ deviasi terhadap anggapan rakyat telah mempunyai kebudayaan politik partisipasi (sebenarnya: masih berbudaya politik kaula dan parokhial).

≈ partisipasi massa hanya melalui Front Nasional. ≈ output simbolik meningkat dengan adanya rapat-rapat raksasa untuk mendukung regim

≈ partisipasi massa dikembalikan dan terbatas dalam peristiwa tertentu saja (a.l. pemilihan umum), karena konsep ” the floating mass”

dan ≈ karena pengaruh demokrasi barat, maka supremasi sipil lebih menonjol ≈ peristiwa 17 oktober 1952 merupakan titik balik menuju perkembangan selanjutnya

≈ Sejak dwan nasional dan front nasional partisipasi mantan pejuang meningkat dan termasuk dalam golongan fungsional. ≈ partisipasi tentara seha dewan nasional dan front nasional, dengan indikator pospos penting kenegaraan dipegang oleh militer. ≈ loyalitas kembar dari pegawai negeri golongan tertentu menjadi tidak dibenarkan.

≈ partisipasi veteran meningkat melalui angkatan 1945, Pepabri, dll. ≈ partisipasi tentara makin meningkat dengan doktrin, kekayaan dan dwi-fungsi ABRI ≈ partisipasi dalam lembaga perwakilan melalui pengangkatan.

Pola ≈ berlangsung pembangunan pola bebas. Aparatur Negara ≈ afiliasi dengan partai sering menyebabkan loyalitas kembar yang inefektif ditinjau dari

≈ pemingkatan pelayanan kepada masyarakat dilakukan dengan depolitisasi pegawai negeri dan diarahkan

28


sudut pelayanannya.

10

Tingkat stabilitas

≈ terjadi stabilitas politik yang berakibat negatif bagi usaha-usaha pembangunan

≈ Stabilitas bersifat semu, yang dipertahankan dengan caracara tangan besi ≈ stabilitas ini tidak dipergunakan untuk memperhatikan pembangunan ekonomi

pada usaha pembentukan golongan profesi.. ≈ meningkat melalui a.l scurity approach di samping persuasive approach ≈ yang hendak dicapai adalah stabilitas dinamis.

E. Perbedaan sistem pemerintahan di Indonesia. Secara umum sistem pemerintahan yang pernah berlaku di Indonesia hanya ada dua, yaitu (1) sistem pemerintahan presidensiil dan (2) sistem pemerintahan parlementer. 1. Sistem Pemerintahan Presidensial Dalam sistem pemerintahan Presidensial kedudukan kepada negara sekaligus juga sebagai kepala pemerintahan. Dengan demikian kekuasaan yang dimiliki Presiden merupakan kekuasaan riil dan dengan kedudukan demikian Presiden.berwewenang untuk mengangkat dan memberhentikan menterimenteri. Sistem pemerintahan Presidensial (Non-Parlementary Executive) kelangsungan hidup ekskutif tidak tergantung pada lembaga legislatif, mengingat kedudukan eksekutif relatif kuat, karena itu ciri sistem pemerintahan Presidensial: (a) kekuasaan di dasarkan prinsip pembagian kekuasaan (distribustion of power), (b) eksekutif tidak mempunyai kekuasaan untuk membubarkan parlemen, demikian juga sebaliknya parlemen tidak bisa menjatuhkan eksekutif, (c) tidak ada pertanggung jawaban bersama (mutual responsibility) antara presiden dan kabinet, karena tanggung jawab pemerintahan terletak di tangan Presiden selaku kepala Pemerintahan. Menurut Witman Wuest dalam Untari (2006) dikemukakan bahwa sistem pemerintahan Presidensiil dapat digambarkan pada bagan berikut ini.

29


ELECTORATE Presiden, Actual and Titular Executive

Legislatif

Cabinet Heads Administrative Departement, responsible to President only

Civil Service Dari bagan tersebut dapat dijelaskan bahwa: (1) terdapat prinsip pembagian kekuasaan; (2) ada keseimbangan kekuasaan antara eksekutif dengan legislatif dan keduanya tidak bisa saling menjatuhkan atau membubarkan, (3) pertanggung jawaban bersama (mutual responsibility) antara Presiden dan Kabinetnya tidak ada, tanggung jawab hanya terletak di tangan Presiden selaku kepala Pemerintahan. Namun demikian Presiden mempunyai hak untuk mengangkat dan memberhentikan Menteri negara. 2. Sistem Pemerintahan Parlementer Sistem pemerintahan parlementer, kekuasaan parlemen lebih menonjol dibandingkan kekuasaan presiden atau raja. Dalam hal ini kedudukan presiden atau raja hanya sebagai kepala negara, sedangkan kepala pemerintahan atau kekuasaan riil dipegang oleh Perdana Menteri. Perdana Menteri beserta kabinetnya tunduk dan bertanggung jawab pada parlemen. Dalam sistem ini hubungan lembaga eksekutif dan legislatif sangat erat. Namun terkesan kedudukan legislatif lebih kuat dari pada eksekutif. Seberapa lama eksekutif memegang kepercayaan dalam mengendalikan pemerintahan sangat tergantung pada kepercayaan dalam mengandalikan pemerintahan sangat tergantung pada kepercayaan dan dukungan parlementer. Dalam sistem pemerintahan parlementer terdapat: (a) didasarkan atas prinsip penyebaran kekuasaan, (b) terdapat adanya pertanggungjawaban bersama antara eksekutif dan kabinet, (c) Perdana Menteri, diangkat oleh kepala negara berdasarkan dukungan mayoritas legislatif,

30


(d) Kedudukan dan pertanggungjawaban bersama antara eksekutif dan kabinet dalam arti eksekutif dapat membubarkan parlemen sebaliknya eksekutif/ kabinet dapat meletakkan jabatan manakala parlemen menyatakan mosi tidak percaya. Menurut Allan R. Ball dalam Untari (2006) disebutkan bahwa ciri-ciri sistem pemeritahan parlementer adalah: (a) Kepala negara berperan sebagai pemimpin formal dan seremonial serta mempunyai pengaruh politik yang kecil. Kepala negara bisa seorang raja/ratu (Inggris, Belanda) atau Presiden. (b) Pemimpin politik (Perdana Menteri atau konselir) diangkap berdasarkan dukungan parlemen. (c) Anggota parlemen dipilih untuk suatu periode tertentu berdasarkan pemilihan umum. Tanggal pemilihan umum ditentukan oleh Kepala negara formal atas persetujuan perdana menteri atau konselir. Dengan demikian sistem pemerintahan menggambarkan bagaimana cara mengatur, menata hubungan antara alat perlengkapan negara dalam rangka mencapai keinginan bangsa Indonesia yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat disimpukan bahwa fungsi sistem pemerintahan antara lain: 1) Sistem pencapaian cita-cita seluruh rakyat 2) pedoman dalam penyelenggaraan pemerintahan 3) bentuk interaksi kehidupan politik riil dalam negara 4) penerapan sistem politik Selanjutnya sistem pemerintahan parlementer dapat dilihat pada bagan berikut ini.

ELECTORATE Monarchie or President PM, Premier of Chancelor, Actual Executive Legislature Cabinet, Heads of Administrative Depart, Responsible to Prime Minister/Premier/Chancellor and or Lesgislature

Responsibility

Civil Service

31


Dari bagan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut bahwa: (1) terdapat prinsip penyebaran kekuasaan; (2) ada keseimbangan antara eksekutif dengan legislatif. Eksekutif dapat membubarkan legislatif dan sebaliknya, legislatif harus meletakkan jabatannya manakala kebijakan-kebijakan tidak didukung oleh mayority parlemen atau legislatif; (3) terdapat pertanggungan jawab bersama (mutual responsibility) antara Presiden dan Kabinet. Demikian sistem politik dan pemerintahan, dimana penggolongan hanya bersifat teoritis, sebab dalam prakteknya seringkali karakteristik sistem yang satu dipadukan dengan sistem lainnya. Namun demikian untuk membuat kajian dan perbandingan hal perlu dilakukan.

G. Supra Struktur dan Infra Struktur Politik di Indonesia 1. Supra Struktur Politik. Supra struktur politik adalah kelembagaan negara yang terdapat dalam UUD yang berlaku di Indonesia. Lembaga kekuasaan negara itu mengalami perubahan dan perkembangan mengikuti perkembangan ketatanegaraan Indonesia. Lembaga infra struktur politik adalah lembaga politik yang dibentuk oleh masyarakat atas dasar kebebasan warga negara dalam berorganisasi dan berserikat. Infra struktur politi itu dapat dibedakan kepada: a. Partai politik, yaitu organisasi sosial politik yang anggotanya memiliki suatu haluan dan cita-cita yang sama dengan tujuan untuk berkuasaan melalui sistem pemilihan umum yang berlaku dalam negara. b. Organisasi masyarakat (Ormas), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau forum komunikasi politik yang dibentuk oleh masyarakat. Organisasi ini dibentuk oleh masyarakat dengan berbagai tujuan melakukan kegiatan dalam bidang sosial, budaya dan agama, serta tidak bergerak dalam politik praktis, seperti Muhammadyah dan Nahdathul Ulama (NU). Supra struktur politik di Indonesia terjadi perubahan sesuai perkembangan konstitusi yang berlaku. Berdasarkan UUD 1945 sebelum diamandemen, supra struktur politik Indonesia terdiri dari lembaga tertinggi negara dan lembaga tinggi negara, yaitu: 1) Majelis Permusyawaratan Rakyat (Lembaga Tertinggi Negara) yang memegang kedaulatan rakyat. 2) Lembaga Tinggi Negara, yaitu: a) Presiden sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara.

32


b) Dewan Perwakilan Rakyat sebagai lembaga legislatif yang bertugas membuat undangundang bersama Presiden dan sekaligus mengawasi jalannya pemerintahan. c) Mahkamah Agung sebagai lembaga yudikatif yang memiliki kewenangan dalam bidang kehakiman yang tertinggi. d) Badan pemeriksa Keuangan yang bertugas memeriksa keuangan yang dijalankan oleh pemerintah yang hasilnya dilaporkan kepada Dewan perwakilan Rakyat. e) Dewan Pertimbang Agung yang bertugas memberikan nasehat dan pertimbangan serta mengajukan usul dan saran kepada Presiden. Sedangkan Supra Struktur politik berdasarkan Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS), 1949 adalah alat-alat perlengkapan negara federal, yaitu: 1) Presiden, sebagai kepala negara. 2) Menteri (Perdana Menteri) sebagai kepala pemerintahan. 3) Senat, sebagai perwakilan negara bagian. 4) Dewan perwakilan Rakyat sebagai wakil rakyat seluruh wilayah Indonesia. 5) Mahkamah Agung sebagai lembaga Yudikatif yang memegang kekuasaan kehakiman. 6) Dewan Pengawas Keuangan sebagai badan pemerinksa keuangan yang dijalan oleh pemerintah sesuai dengan APBN. Kelembagaan negara tersebut belum berjalan dengan sepenuhnya karena masa berlakunya Konstitusi RIS sangat singkat (1949-1950). Setelah kembali kepada bentuk negara kesatuan, maka Konstitusi RIS dirubah menjadi UUD Semntara 1950. dengan lembaga supra struktur politik adalah: 1) Presiden dan Wakil Presiden yang berfungsi sebagai kepala negara. 2) Menteri-Menteri yang diketuai oleh Perdana Menteri sebagai kepala pemerintahan. 3) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang berfungsi sebagai lembaga legislatif yang bertugas membuat undang-undang serta mengawasi jalannya pemerintahan. Pemerintah bertanggung jawab kepada DPR. 4) Mahkamah Agung yaitu lembaga kekuasaan kehakiman yang tertinggi dalam negara. 5) Dewan Pengawas Keuangan, yaitu lembaga yang berwenang memeriksa keuangan negara yang dijalankan oleh pemerintah. Pada masa pemerintahan Orde lama supra struktur politik sesuai dengan UUD 1945, namun tidak dibentuk melalui pemilihan umum. Di samping itu, keenam lembaga negara dikendalikan 33


sepenuhnya oleh kelembagaan Presiden. Lembaga lain sepeperti MPR, DPR dan MA di bawah kepemimpinan Presiden. Pada Masa Orde Baru lembaga tertinggi dan tinggi negara telah terbentuk melalui pemilihan umum yang berlangsung secara berkala (5 tahun sekali) Setelah UUD 1945 dilakukan perubahan sebanyak empat kali, pelaksanaan demokrasi berlandasan kepada pokok-pokok pemerintahan negara sebagai berikut: 1) Negara Indonesia adalah negara hukum (pasal 1 ayat 3) 2) Kedaulatan ditangan rakyat dan dilasanakan menurut undang-undang dasar (pasal 1 ayat 2) 3) Majlelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) terdiri dari anggota DPR dan DPD mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar, melantik dan memperhentikan Presiden menurut undangundang dasar. (pasal 3) 4) Presiden memegang kekuasaan pemerintahan menurut undang-undang dasar. Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR. Presiden dipilih langsung oleh rakyat, dan memegang jabatan selama 5 tahun dan dapat dipilih satu kali lagi (lihat pasal 4 –7). 5) Presiden dapat diberhentikan MPR setelah diputuskan bersalah melanggar undang-undang dasar oleh Mahkamah Konstitusi. Presiden tidak dapat membekukan DPR (pasal 7B dan C). 6) Presiden memegang kekuasaan sebagai kepada negara, membentuk Dewan Pertimbangan, mengangkat para menteri, membentuk dan membubarkan kementerian menurut undang-undang (lihat pasal 10-17). 7) Pemerintah Daerah bersifat otonom yang diatur dengan undang-undang (lihat pasal 18 dan 18A dan B). 8) DPR memegang kuasa membuat undang-undang, memiliki fungsi legislasi, anggran dan pengawasan (pasal 20 dan 20A). 9) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mempunyai kekuasan membuat undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah (pasal 22D). 10) Pemilihan Umum dilaksanakan dengan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (LUBER-JURDIL), yang dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum yang bersifat mandiri. (pasal 22E). 11) Badan Pemeriksa Keuangan adalah badan yang bebas dan mandiri yang anggotanya dipilih oleh DPR dan dilantik oleh Presiden, serta mempunyai wakil di daerah-daerah.

34


12) Kekuasaan Kehakiman bersifat merdeka yang dilaksanakan oleh Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial. Lihat dan amatilah struktur kelembagaan negara kita setelah Perubahan UUD 1945 sebagai pelaksaan demokrasi di masa reformasi dan coba bandingkan dengan masa sebelumnya! Kelembagaan Negara Setelah Perubahan UUD 1945 Struktur Ketatanegaraan UUD 1945

MPR

BPK DPR

Presiden

DPD

Wa. Presiden

Legislatif

Kekuasan Kehakiman MK

Eksekutif

MA

KY

Yudikatif

2. Infra Struktur Politik di Indonesia Menurut UU No. 10 tahun 2008 tentang Partai Politik, yang dimaksuk Partai Politik adalah setiap organisasi yang dibentuk oleh warga negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak untuk memperjuangkan baik kepentingan anggotanya maupun bangsa dan negara melalui pemilihan umum. Jadi tujuan partai politik adalah mengembangkan kehidupan demokrasi dan memperjuangkan citacita para anggotanya dalam kehidupan bernegara. Fungsi Partai Politik adalah: a. Fungsi sosialisasi politik, yaitu melaksanakan pendidikan politik. b.

Fungsi partisipasi politik, yaitu menyerap, menyalurkan dan memperjuangkan kepentingan masyarakat.

c.

Fungsi rekrutmen politik yaitu kegiatan mencari dan mempersiapkan anggota masyarakat untuk mengisi jabatan-jabatan politik (Presiden, Gubernur, Bupati, Wali Kota dll.) sesuai dengan mekanisme demokrasi.

d. Fungsi pemandu kepentingan,

yaitu lembaga demokrasi merupakan wahana kegiatan

menyatakan dukungan dan tuntutan proses politik 35


e. Fungsi komunikasi politik, menyalurkan informasi dan keinginan timbal balik antara rakyat dengan pemerintah. f. Fungsi pengendali konflik, yaitu turut memecahakan dan menyelesaikan perselisihan antara berbagai kelompok dan golongan dalam masyarakat. g. Fungsi kontrol politik, yaitu kegiatan mengontrol kekuatan yang dijalankan oleh pemerintah sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Setiap negara mempunyai infra struktur politik yang berbeda-beda, di Indonesia secara umum terdiri atas: 1. Partai Politik. Munculnya organisasi modern di awal abad kedua puluh yang ditandai dengan lahirnya pergerakan Budi Utomo, Serikat Islam dapat disebut sebagai pertanda lahirnya partai pertama di Indonesia, selanjutnya berdirilah partai-partai politik lain, Setelah kemerdekaan tradisi partai politik di Indonesia dimulai dengan munculnya usul yang diajukan oleh BPKNIP untuk berfungsi sebagai parlemen yang disampaikan kepada pemerintah. Usul itu menuntuk kepada pemerintah untuk memberikan kesempatan seluasluaskannya kepada masuyarakat mendirikan partai politik demi mempertahankan kemerdekaan. Pada tanggal 3 Nopember 1945 keluarlah Maklumat Pemerintah yang ditandatangai oleh Wakil Presiden Moh. Hatta. Maka tumbulah partai politik seperti cendawan tumbuh, menurut Alfian partai politik tersebut dalam digolongan kepada: a. Aliran nasionalis, yaitu PNI, PRN, PIR Hazairin, Parindra, Partai Buruh, SKI, PIRWongsonegoro dll. b. Partai Islam, seperti Masjumi, NU, PSII dan Perti c. Aliran Komunis, seperti PKI, SOBSI dan BTI d. Aliran Sosialis, sperti PSI, GTI dll. e. Aliran Kristen/Nasrani, sperti Partai Katolik dan Parkindo. Pegelompokan itu juga tak lepas dari kekuatan Jepang yang membagi aliran dalam politik Indonesia kepada golongan Nasional opportunis, Nasional Islam dan Komunis/Sosialis. Partai Politik di masa demokrasi Liberal pada tahun 1950an mendapat kesempatan secara bebas untuk masuk kepada pemerintahan, namun belum adanya partai yang memiliki dukungan nrakyat secara mayoritas, maka konflik-konflik dan pertentangan ideologi mulai memuncak. Setelah Pemilu 1955 ditemukan peta kekuatan politik, yaitu Partai beraliran nasionalis (27,6%), 36


Beraliran Islam (45,2%), beraliran komunis (15,2%) dan sisanya dari aliran Kristen dan Sosialis. Ekses negatif dari peranan partai politik masa demokrasi liberal adalah kedudukan pemerintah labil, kesempatan yang kurang bagi pemerintah untuk melaksanakan programnya, keputusan politik dilakukan melalui perhitungan voting, oposisi yang menampakan citra negatif dan iklim kebabasan membuka peluang terbentuknya partai-partai baru. Partai politik di masa demokrasi terpimpin (Orde lama) memberikan kesempatan kepada Presiden Sukarno dan Militer serta Partai Komunis untuk lebih berkuasa, hal ini disebabkan oleh kestabilan nasional yang terganggu sehingga Presiden mengeluarkan pengumunan negara dalam keadaan perang (SOB). Pada pemerintahan Sukarno ada kecenderungan untuk menguburkan partai politik termasuk PNI yang didirikannya karena selalu menimbulkan konflik. Besarnya pengaruh Sukarno sehingga partai politik tidak berdaya, akan tetapi demokrasi terpimpin yang dilaksanakan ternyata yang ada hanya terpinpinnya saja, sedangkan demokrasinya hilang.. Partai politik di masa Orde Baru, kegagalan G30S/PKI telah mengakhiri demokrasi terpimpin. Orde Baru melakukan pembaharuan politik. Pemilu 1971 terbentuk peta politik 9 partai politik dan satu Golkar, yaitu Golkar (62,8%, NU (18,67%), Parmusi (7,36%), PNI (6,94%), PSII (2,39%), Parkindo (1,34%), Katholik (1,11%) dan Perti (0,7%).. Orde Baru cenderung memisahkan politik dengan ekonomi, keterlibatan ABRI dalam politik erat kaitannya dengan Dwi Fungsi dimana peranan kaum sipil kurang mampu mengatasi krisis, Golkar merupakan kepanjangan tangan militer di lembaga sipil sehingga kedudukan partai politik semakin terdesak. Di samping itu Golkar dengan dukungan militer memobilisasi organisasi fungsional masyarakat untuk mendukungnya sehingga semakin melemahnya posisi partai politik. Semenjak Pemilu 1977 partai politik disederhanakan menjadi dua (PPP dan PDI) dan Golkar, kemudian pada pemilu 1987 semua partai harus berasaskan Pancasila sehingga PPP yang beraliran Islam ditinggalkan banyak pendukung tradisonalnya, sedangkan kelompok kritis yang menghendaki pembaharuan politik mulai mendukung PDI. Partai politik di masa Reformasi 1998, telah membuka peluang masyarakat mendirikan partai, sehingga menghadapi Pemilu 1999 hadir partai politik sebanyak 48 Partai, namun tidak satu mencapai kursi mayoritas, diantara lima besar adalah PDI Perjuangan, Golkar, PPP, PKB dan PAN. Suatu hal masih belum berubah dalam budaya politik Indonesia adalah masih kuatnya budaya politik primordial, masyarakat masih menggantungkan aspirasi politiknya kepada tokoh karsimatik sehingga alam kebebasan belum dapat membuka jalan kearah demokratisasi. 37


Dalam menghadapai pemilihan umum tahun 2004 jumlah partai politik yang menjadi peserta pemilihan umum sudah berkurang, yaitu 24 partai politik. Namun tidak ada partai yang menguasai mayoritas di DPR, terdapat beberapa partai yang mempunyai dukungan yang cukup untuk lolos ke pemilihan umum 2009, yaitu Partai Golkar, PDIP, PPP, PAN, PKB, Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera.

2. Lembaga Swadaya Masyarakat Dalam suatu sistem politik negara modern yang bersifat demokratis usaha untuk mewujudkan asas kedaulatan rakyat secara efektif dan efesian adalah melalui pengorganisasian aspirasi masyrakat yang dapat dibedakan atas: a. Organisasi yang memngkhususkan

diri berperan dalam menentukan keputusan-keputusan

kenegaraan di lembaga perwakilan (DPR) yang kemudian disebut partai politik. b. Organisasi yang memperlancar pelaksanaan aspirasi masyarakat dalam salah satu aspek kehidupan yang kemudian disebut organisasi non-politik atau disebut juga sebagai lembaga Swadaya Masyarakat. (LSM). LSM secara luas meliputi seluruh Organisasi kemasyarakatan yang dibentuk oleh anggota masyarakat warga negara indonesia untuk berperan serta di dalam sistem politik negara. Pada hakikatnya LSM tidak memiliki aktifitas politik secara langsung di lembaga perwakilan rakyat. Namun secara tidak langsung LSM dapat mempunyai hubungan (komunikasi ) politik dengan DPR sesuai dengan bidang kegiatanya. Dalam suatu istilah yang umum LSM disebut sebagai kelompok penekan (Pressure group), yaitu kelompok yang secara formal tidak berperan dalam kegiatan politik praktis, namun tetap melaksanakan kegiatan politik itu secara tidak alngsung. Dalam suatu masyarakat demokrasi liberal kelompok penekan itu adalah golongan kepentingan (interst group) yang keinginan agar kepentingannya tetap diperhatikan dalam pengambilan keputusan kenegaraan. Dalam negara semenjak reformasi LSM secara bebas mempengaruhi DPR dalam pengabilan keputusan, seperti banyak LSM atau organisasi masyasrakat melakukan pendekatan ke DPR dan bahkan melakukan unjuk rasa agar kepentingannya diakomodir dalam penbuatan undang-undang. Maraknya demonstrasi pro dan kontar pada tahun 2005 terhadap rancangan undang-undang Anti Porno grafi dan Porno aksi yang akan diputuskan di DPR adalah karena dukungan atau tekanan dari kepentingan LSM dalam masyarakat. 38


Dalam suatu negara demokrasi LSM dapat menjadi ujung tombak perubahan sistem politik suatu negara, karena dia berhubungan secara langsung dengan aspirasi masyarakat. Beberapa faktor yang menyebabkan LSM lebih dekat dengan aspirasi masyarakat adalah: a. Pembentukan LSM tidak membutukan persyaratan yang lebih ketat seperti pembentukan Parti Politik, khususnya dari segi jumlah keanggotaan. b. Kegiatan LSM sangat bersentuhan dengan kegiatan sehari-hari dalam masyarakat, seperti LSM yang bergerak dalam amal sosial. c. LSM memiliki akar budaya yang lebih kuat di dalam struktur masyarakat. d. LSM dalam masyarakat Indonesia lebih otonom, dapat hidup dalam rejim pemerintahan yang berbeda.

Cobalah amati organisasi masyarakat Muhammadiyah yang dirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada zaman Belanda, masih tetap kuat samapi saat ini karena suatu LSM yang besar dan otonom yang tidak tergantung kepada irama kekuasaan pemerintahan. Begitu juga Nahdatul Ulama dengan jumlah anggotanya puluhan juta yang juga dirikan semenjak zaman Belanda , tetap kuat sampai saat ini karena sifat otonom dan berakar dalam sistem budaya dan kepercayaan masyarakat. Kedua organisasi masyarakat ini secara tidak langsung tidak terlibat dalam kegiatan politik, namun anggotanya adalah elit politik di dalam partai dan DPR, sehingga kepentingannya secara tidak langsung dapat mewarnai keputusan-keputusan politik yang dibuat dalam lembaga legislatif (DPR). Dalam masyarakat demokratis menjamurnya jumlah LSM sebagai perwujudan dari kebebasan seseorang warga negara dalam berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lissan dan tulisan, sesuai dengan Pasal 28 UUD 1945. dalam masyarakat Indonesia LSM tumbuh dan berkembang suatu dengan bidang kegiatannya, seperti bidang kegiatan keagamaan dan sosial, bidang perburuhan, bidang lingkungan, pendidikan dan sebagainya. Berikut ini jenis-jenis kegiatan LSM, yaitu: a. Organisasi profesi, seperti Persatuan Guru Republik Indonesia, (PGRI) , Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Persatuan Insinyur Indonesia PII), Persatuan Dokter Indonesia (PDI) dll. b. Organisasi Para Pekerja, sperti Serikat Pekerja Seluruh Indonesia. (SPSI). c. Asosiasi Veteran, seperti Legium Veteran Republik Indonesia.

39


d. Gerakan Pemuda, seperti Komite Nasional Indonesia Pusat (KNPI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dll. e. Gerakan Wanita, seperti Komite Wanita Indonesia (Kowani). f. Kelompok Ideologi dan agama, seperti Nahdatul Ulama dan Muhammadyah. H. Peran serta dan orientasi politik rakyat terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pengaruh sikap dan orientasi politik rakyat terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dalam realitasnya tidak bisa terlepas dari budaya politik yang berkembang di masyarakat sesuai dengan masanya. Walaupun dewasa ini sudah banyak negara yang menanggalkan sistem politik yang dianggap tidak cocok, namun dalam prakteknya perilaku dan sikap para elit politik dan pejabat negara masih ada yang menerapkan budaya-budaya politik yang ada dan pernah ada. Ketika Suharto berkuasa, budaya politik “ sendiko dawuh”, “ atas petunjuk bapak.....” seakan sudah melekat pada sikap dan perilaku elit politik dan pejabat negara saat itu. Hal ini disebabkan oleh kekuatan tertentu yang dimiliki penguasa

saat itu, seperti kharismatik, kekuatan penguasa yang

didukung oleh militer, kaum cendekiawan, kaum pengusaha/kapitalis dan mungkin rakyat karena tekanan secara formal maupun non formal. Sehingga sikap dan orientasi politik rakyat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara mengikuti kemauan para penguasa dan elit politik pengambil keputusan negara. Hal ini bisa didukung sepenuhnya oleh rakyat, karena ekonomi rakyat saat itu mampu memberikan kesejahteraan, keamanan dan rasa tentram. . Selanjutnya seperti kita dengar sebelum pidato kenegaraan menjelang tanggal 17 Agustus 2006 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, elit politik yaitu Megawati menegaskan kepada elit politik dan kader-kadernya untuk tidak menggunakan interupsi ketika pidato kenegaraan walaupun itu dijamin oleh peraturan perundang-undangan. Hal ini sangat dipatuhi penuh oleh para elit politik dan kaderkadernya, siapa melanggar seakan melawan terhadap elit politik di atasnya. Ini menunjukkan bahwa pengaruh dan sikap politik rakyat para kader-kader masih mengikuti pola politik kaula. Namun juga perlu disadari bahwa pola semacam itu sifatnya komtemporer, tidak tetap dan selalu berubah-ubah karena situasi dan kondisi. Dengan demikian pengaruh sikap dan orientasi rakyat Indonesia terhadap kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara masih tunduk pada instruksi elit politik. Hal ini bisa tejadi karena dipengaruhi oleh budaya politik keningratan ”ewuh pakewuh ” atau ” sungkanism”, yaitu suatu sikap politik yang apabila berbeda pendapat, hanya disimpan, tidak berani berbicara/mengemukakan pendapat dan apabila berani dianggap perlawanan/pembangkangan. Tentu saja dalam kehidupan

40


bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di era demokrasi justru bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi itu sendiri. Hal ini sejalan dengan pendapat Bahmueller dalam Untari (2006), bahwa tegaknya demokrasi dipengaruhi oleh (1) faktor ekonomi, (2) sosial dan politik, serta (3) budaya dan sejarah.

41


BAB III KESIMPULAN

Sistem politik ialah kumpulan pendapat-pendapat, prinsip-prinsip dan lain-lain yang membentuk suatu kesatuan yang berhubung-hubungan satu sama lain untuk mengatur pemerintahan secara melaksanakan dan mempertahankan kekuasaan dengan cara mengatur hubungan antara individu atau kelompok individu satu sama lain dengan negara dan hubungan negara dengan negara. Sistem pemerintahan ialah suatu sistem yang membicarakan bagaimana hubungan lembaga negara dari suatu pemerintahan. Secara umum alat perlengkapan lembaga negara meliputi: (1) lembaga legislatif, (2) eksekutif, (3) yudikatif dan (4) lembaga lain yang merupakan alat perlengkapan negara seperti BPK, KPU, Komisi Yudisial, dsb. Dengan demikian disimpulkan bahwa sistem pemerintahan terkait dengan sistem politik, mengingat sistem politik terkait dengan (1) sistem pemerintahan dan (2) sistem kekuasaan. yang mengatur hubungan antara individu-individu atau kelompok individu yang satu dengan lainnya dan dengan negara serta hubungan negara dengan negara.

42


DAFTAR PUSTAKA.

Adisubrata, Winarna Surya, 2002. Etika Pemerintahan. Yogjakarta: UPP AMP YKPN. Alhaj, dkk. 2001. Pendidikan Pancasila. Jakarta: Univeritas Terbuka. Easton, David, 1965. A Sistem Analysis of Political Life. Ohn Wiley & Sons Inc., New York – London – Sidney. Kantaprawira, Rusadi, 2006. Sistem Politik Indonesia. Jakarta: Sinar Baru Algesindo. Lab IPS & PMP, 1991. Tata Negara, Jilid 2. Malang: PPPG IPS dan PMP Malang. Laboratorium Pancasila, 2001, Bangsa Indonesia Dalam Dinamika Reofrmasi. Harapan dan Tantangan. Malang: Universitas Negeri Malang. Mas’oed, Mohtar, 1986. Perbandingan Sistem Politik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Sukarna, 1979. Sistem Poltik. Bandung: Alumni. Syafiie, Inu Kencana, 2002. Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.

43 View publication stats


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.