2 minute read

Gambar 5. 8 Ilustrasi Green Buffer Zone dan Jalur Hijau

Teman Hijau Labota merupakan usulan branding program pemberdayaan masyarakat dalam berbagai kegiatan penghijauan dan pelesarian lingkungan. Teman Hijau Labota diharapkan menjadi inisiasi awal dari generasi muda penggiat lingkungan di Desa Labota yang terdiri atas pelajar, karang taruna, dan komunitas lingkungan lainnya. Kegiatan dilakukan secara rutin dan berkala dengan perencanaan program setiap tahunnya. Berikut merupakan arahan fokus program dari Teman Hijau Labota. 1) Penghijauan untuk green buffer kawasan industri dan Jalur Hijau sepanjang Jalan Dalam menyerap polutan udara dari kawasan industri dan kendaraan diperlukan jenis pohon sebagai penyerap polutan yang baik. Jenis pohon tersebut yaitu Trembesi, Damar, Mahoni, Bintaro, Mahkota Dewa Jamuju, Pala, Saga, Asam Landi, Johar, dan Puring. Jenis pohon tersebut memiliki daya serap tangkapan polutan yang baik, mudah menyesuaikan dengan lingkungan, nilai ekonomis, dan estetika. (Hindratmo, 2019).

Gambar 5. 9 Ilustrasi Green Buffer Zone dan Jalur Hijau Sumber : https://cumbernauldlivinglandscape.org.uk

Advertisement

2) Kegiatan normalisasi sungai Kegiatan normalisasi sungai bertujuan untuk menjaga ekosistem sungai dan badan air di Desa Labota. Kondisi saat ini di beberapa titik badan sungai ditemukan bangunan rumah semi permanen. Hal ini dikhawatirkan dapat memperburuk ekosistem sungai dan meningkatkan ancaman kebencanaan. Maka dari itu, diperlukan kegiatan berkala pengawasan bangunan dan normalisasi sungai dalam menjaga fungsional sungai. Selain itu, dapat dilakukan dengan bentuk pembangunan tanggul pada daerah-daerah yang 3) Kegiatan restorasi mangrove dan penangkal abrasi Kegiatan restorasi mangrove dan penangkal abrasi diperlukan karena dalam beberapa tahun terakhir terdapat perubahan signifikan garis pantai di Desa Labota.

Ekosistem mangrove ini dapat ditemukan di Dusun 1, 4, dan 5 Desa Labota. Kegiatan restorasi ini jangka panjang 10 hingga 15 tahun. Kegiatan restorasi meliputi: (1)

Mengetahui Autcologi (ekologi setiap jenis mangrove), pola reproduksi, distribusi benih, dan keberhasilan pembentukan bibit; (2) Memahami pola hidrologi normal yang mengatur distribusi dan keberhasilan pembentukan dan pertumbuhan spesies mangrove yang menjadi target; (3) Memperkirakan perubahan lingkungan mangrove asli yang menghalangi pertumbuhan alami mangrove; (4) Desain program restorasi untuk memperbaiki hidrologi yang layak dan jika memungkinkan digunakan benih alami mangrove untuk melakukan penanaman; (5) Hanya melakukan penanaman bibit, memungut, atau mengolah biji setelah langkah alami diatas (Poin 1-4) tidak memberikan

jumlah bibit dan hasil, tingkat stabilitas atau tingkat pertumbuhan sebagaimana yang diharapkan (Rignolda, 2018). Namun, tidak semua wilayah pesisir dapat dikembangkan menjadi lahan mangrove.

Maka dari itu, usaha lain yang dapat dilakukan dengan pembangunan pemecah ombak.

Pemecah ombak dipilih karena konstruksinya yang tahan lama namun memerlukan biaya yang tinggi. Peletakan pemecah ombak akan disarankan pada beberapa faktor diantaranya kedekatan dengan rumah penduduk, pasang surut air laut, dan besarnya gelombang. 4) Holtikultura, tanaman obat, dan tanaman hias rumah tangga Pengembangan budidaya tanaman rumah tangga dapat menjadi opsi ketahanan pangan, lingkungan bermukim yang asri, serta pemberdayaan masyarakat. Kegiatan ini dapat diseleraskan dengan program pemberdayaan masyarakat dan UMKM. 5) Perlindungan terhadap hutan lindung (atau hutan konservasi) dalam rangka pelestarian satwa lindung Fungsi sebagai kawasan lindung dan konservasi pelestarian satwa lindung diperlukan mengingat perubahan alih fungsi lahan di Labota yang sangat signifikan dan berbagai aktivitas yang dapat mengganggu ekosistem yang ada. Pemerintah desa perlu koordinasi dengan dinas terkait sehingga fungsi kawasan lindung dapat lestari dengan berbagai program di dalamnya.

This article is from: