2 minute read

Intermezo Thetek Melek

Next Article
Intermezo Yeni

Intermezo Yeni

Thethek Melek, Topeng Pengusir Wabah Tradisi Tulungagung

Hampir setiap rumah yang ada di selatan Tulungagung, tepatnya Wajak Campurdarat dan Kalidawir, memasang Thethek Melek tepat di depan rumah atau gerbang masuknya.

Advertisement

Thehek Melek lahir sebagai salah satu simbol dalam tradisi masyarakat Jawa, yang sejak dulu dikenal kerap berkomunikasi di balik makna terselubung. Simbol seperti Thehek Melek merupakan alat komunikasi moral, sosial dan alat menghegemoni budaya bagi masyarakat Jawa, tak berbeda dengan syi'iran, kidung, benda pusaka, kuliner tradisional, hingga tradisi doa bersama.

Topeng Thethek Melek yaitu sebuah topeng lukis yang terbuat dari pangkal pelepah daun kelapa atau yang disebut bongkok. Sekilas sosoknya mirip Topeng Barong di Bali.

Saat ini topeng Thethek Melek hanya sebagai simbol, karena urusan perlindungan tetap diserahkan kepada Allah SWT.

Asal usul

Dikutip dari Alif.id, secara filosofi Thehek Melek berasal dari dua suku kata yaitu, 'thethek' atau 'teteg' yang berarti tangguh, sedangkan 'melek' artinya waspada. Perihal gambar buta kala yang seram itu merupakan simbol nafsu atau amarah yang bersemayam dalam jiwa manusia. Sebenarnya tidak hanya wabah atau bala yang perlu diwaspadai, namun juga nafsu dalam diri manusia, karena selama ini manusia justru terjerembab dalam jurang nafsu yang tak bisa dikendalikan. Lalu bahan dasar pelepah kelapa atau bongkok berasal dari kata 'bongkokan' yang berarti pasrah kepada sang pencipta. Entah sejak kapan tradisi Thehek Melek berkembang di Tulungagung, yang jelas topeng tersebut seperti arca Dwarapala yang ada di setiap sudut masuk kota. Arca tersebut berada di samping kanan kiri bahu jalan arah mata angin ketika memasuki kota Tulungagung. Seperti halnya Thehek Melek, arca tersebut juga merupakan simbol yang berarti penjagaan.

Ritual pembuatan

Thehek Melek tidak lahir dari ruang hampa, justru tradisi sejalan dengan ajaran Islam. Seperti halnya saat akan membuat sketsa gambar pada pelepah kelapa, sang perajin diwajibkan untuk berwudhu terlebih dahulu. Setelah itu saat akan menggambar dianjurkan untuk membaca surah Al Fatihah 1x dan ayat Qursi 3x. Jika wudhunya batal, maka sang pembuat harus wudhu lagi. Setelah jadi dan sebelum dipasang, topeng ini biasanya akan didoakan bersama oleh kepala keluarga atau sesepuh.

Pandemi korona membuat perekonomian seperti lumpuh, sebab segala macam kegiatan yang menghimpun kegiatan banyak harus ditiadakan. Hal itu juga dirasakan para seniman yang tidak bisa melakukan pameran. Sehingga untuk mengisi waktu luang mereka membuat lukisan di papah kelapa yang disebut Tetek Molek.

Untuk mengisi waktu luang, para perupa juga ingin melestarikan tradisi nenek moyang yang sempat hilang. Sebab, pada zaman dahulu jika terjadi wabah, atau semacam penyakit yang langsung menyebar dan berdampak signifikan, seperti banyak masyarakat yang sakit hingga kematian orang, atau hewan ternak, kebanyakan memasang tetek molek di area tempat tinggalnya. Baik itu dirumah, maupun di jalan-jalan pintu gerbang menuju area perkampungan.Sebab, tetek molek mengandung banyak filosofi jika diterjemahkan. Seperti terbuat dari papah pisang yang disebut bongkokan, dan cara pemasangnya hanya ditaruh pada tembok juga tiang yang disebut di sendekne. Hal itu mengandung masud dalam menghadapi wabah yang ada selain melakukan kegiatan untuk mencegah kedatangannya, juga pasrah kepada sang pencipta. Sedangkan sosok raksasa yang digambarkan mengandung arti sebagai penjaga yang menyeramkan, sehingga yang menyebabkan wabah takut untuk masuk. Sayangnya, saat ini banyak yang mengira simbol ini sebagai bentuk animisme atau dinamisme, padahal Thehek Melek merupakan warisan budaya yang penting untuk dilestarikan agar tak tergerus zaman.

This article is from: