TerUntuk kawan2 yang hadir pada Peringatan 20 tahun berdirinya Himpunan Polimer Indonesia. 20 tahun adalah satu masa yang cukup lama, dikatakan bahwa itu adalah umur satu generasi..... Lambat laun seakan-akan didepan mata saya terbayang fragmen2 dari masa lalu.... Ya, berawal dari waktu saya masih aktip menggeluti masalah2 perplastikan, khususnya Polipropilen (PP) di Pusat Pramuteknik Petrokimia Pertamina. Waktu itu saya mendapat undangan dari UNIDO (UN Industrial Development Organization) yang bermarkas di Vienna untuk hadir di Shanghay pada satu konperensi yang membahas masalah2 berkaitan dengan daur ulang limbah plastik (Plastics Waste recycling conference) untuk negara2 berkembang. Mereka harapkan agar saya dapat menyampaikan satu laporan mengenai hal itu di Indonesia. Memang sekitar tahun2 itu kami di Laboratorium perplastikan sedang mengikuti pertumbuhan pasaran untuk plastik khususnya jenis polyolefin. Kami mengamati satu lonjakan yang cukup berarti dalam daya serap jenis2 ini di masyarakat negeri kita ini. Kami yakin hal ini disebabkan oleh pertumbuhan industri dalam arti yang seluas2nya di negeri ini beserta juga terbentuknya jalur2 distribusi melalui swalayan2 yang mulai tumbuh di berbagai kota besar. Disamping itu pasaran2 umum yang menyediakan beraneka kebutuhan barang untuk keperluan sehari2 khususnya bahan pangan. Sebab perhatian masyarakat mulai terarah kepada faktor efisiensi, dimensi "waktu" dalam kehidupan sehari2 mulai nyata. Terutama fakta bahwa banyak kaum perempuan mulai aktip bekerja diluar rumah, baik di industri2 maupun di kantor2 ataupun sarana2 pendidikan. Bagi mereka ini faktor "waktu" berperan penting agar fungsi ganda yang dipikulnya dapat berlangsung dengan mulus. Masyarakat mulai ingin "melihat" barang yang diperlukannya dengan jelas dan cepat, untuk mana jenis2 plastik poliolefin sangat berguna. Saya teringat pada satu saat kami diundang di Bogor untuk berpresentasi tentang plastik sebagai pengemas pangan dimana kami (Ibu Theresia dan saya) pertama2 dihadapkan pada pertanyaam "Mengapa tempe tidak dapat langsung dibungkus dengan plastik saja?" Wah.... masalah2 mikrobiologi memang bukan kekuatan saya dan saya telah lupa bagaimana kami saat itu menjawab pertanyaan itu..... Memang bahan pembungkus setelah digunakan pasti akan di buang ke tempat sampah dan.... Kemanakah sampah2 itu setelah dikumpulkan untuk akhirnya menemukan nasib akhirnya? Jawabannya: waktu itu, di gunung2 tumpukan yang, untuk Jakarta, berada di sekitar daerah Bantar Gebang, Jakarta Timur. Maka, demi bisa jalan2 ke Shanghay, saya menuju ke Bantar Gebang untuk membuat foto2. Saya teringat juga bahwa kami mencari data pedukung mengenai komposisi sampah di berbagai daerah di Jakarta berdasarkan tingkat ekonomi penghuni dan juga di pemukiman2 baru. Disamping itu kami mempelajari juga hal2 yang berkenaan dengan infrastruktur atau jalur pengumpulan limbah. Dan sampailah kami kepada peran "pemulung". Ternyata kami temukan bahwa ada organisasi (pada waktu itu diketuai oleh seorang wanita muda bernama Ketsia Gerungan) yang mengayomi para pekerja diprofesi ini. Waktu itu kantornya di bilangan pasar Senen dan kantor ini "netjes�. Ada meja tulis besar ada juga sofa untuk tempat duduk tamu.