MAJALAH PUISI (EDISI I, 20 OKTOBER 2016) Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Majalah Majalah Majalah Majalah
Puisi Puisi Puisi Puisi Puisi
Majalah Majalah Majalah Majalah Majalah
Puisi Puisi Puisi Puisi Puisi
Majalah Majalah Majalah Majalah Majalah
Puisi Puisi Puisi Puisi Puisi
Majalah Majalah Majalah Majalah Majalah
Puisi Puisi Puisi Puisi Puisi
Majalah Majalah Majalah Majalah Majalah
Puisi Puisi Puisi Puisi Puisi
Majalah Majalah Majalah Majalah Majalah
Puisi Puisi Puisi Puisi Puisi
Majalah Majalah Majalah Majalah
Puisi Puisi Puisi Puisi
Majalah Majalah Majalah Majalah
Puisi Puisi Puisi Puisi
Majalah Majalah Majalah Majalah
Puisi Puisi Puisi Puisi
Majalah Majalah Majalah Majalah
Puisi Puisi Puisi Puisi
Majalah Majalah Majalah Majalah
Puisi Puisi Puisi Puisi
Majalah Majalah Majalah Majalah
Puisi Puisi Puisi Puisi
Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi
Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi
Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Majalah Majalah Majalah
Puisi Puisi Puisi Puisi
Majalah Majalah Majalah Majalah
Puisi Puisi Puisi Puisi
Majalah Majalah Majalah Majalah
Puisi Puisi Puisi Puisi
Majalah Majalah Majalah Majalah
Puisi Puisi Puisi Puisi
Majalah Majalah Majalah Majalah
Puisi Puisi Puisi Puisi
Majalah Majalah Majalah Majalah
Puisi Puisi Puisi Puisi
Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi Majalah Puisi........ Majalah Puisi, Edisi 1, 20 Oktober 2016
Daftar Isi
Halaman Sampul Daftar Isi Puisi Ahmad Fauzi Puisi Ahmad Raditya Alam Puisi Bambang Widiatmoko Puisi Denni Meilizon Puisi IdaMoerid Darmanto Puisi M. Rain Puisi Marzuli Ridwan Al-bantany Puisi Maulidan Rahman Siregar Puisi Muhammad Husein Heikal Puisi Moh. Ghufron Cholid Puisi Muh. Muhisom Puisi Muhammad Daffa Puisi Roso Titi Sarkoro Puisi Sugianto Jhonson Puisi Syaiful Kasman Puisi Zul Adrian Azizam Profil Penyair Daftar Ilustrasi Penutup
Majalah Puisi, Edisi 1, 20 Oktober 2016
Puisi Ahmad Fauzi
PADA KESIUR WAKTU I jemari angin mengetuk jendela kaca # menjeda lamun yang tengah kubaca perihal engkau yang entah di mana # masih kueja di tanda tanya II jemari angin menggoyang nyala api # pada lilin yang terpaku di hati hati letih yang disesaki rindu # rindu yang gelap diperam waktu (pada 00:00 kucatat nyeri # dari penantian yang diasapi sepi) III kala cuaca memuram di dada # siluet bayangmu kian memaya disilet angin yang menyala-nyala # pada lanskap yang jelma jelaga tapi angin amat setia menderu # kian berkobar menikam kalbu meski kadang berhembus lirih # membelai-belai kenangan pedih IV mengapa baru kini kau beri tahu # bahwa kaulah angin itu yang setia menyusup ke relung hati # menderaskan rindu tanpa kusadari mengapa kau baru menyadarinya # akulah angin yang paling setia menghembuskan desir dan prahara rasa # lalu meleburkannya di cuaca cinta Banjarmasin, 1 - 2 April 2016
Majalah Puisi, Edisi 1, 20 Oktober 2016
Puisi Ahmad Raditya Alam
MUSAFIR DI UJUNG SENJA Menggulung senja Pada huluan langit jingga Deru-deru ombak samudera Mengiring rona matari berkelana Langit semakin menghitam Mengelabuhi puspa cahya pesona Langkah-langkah menapak tanah persada Remuk redam tubuh sayu menuju temaram Musafir di ujung senja Mengitari rotasi jagat raya Tapak kaki bergerak bersama Beratap cakrawala, memecah samudera Blitar, 15 Oktober 2016
Majalah Puisi, Edisi 1, 20 Oktober 2016
Puisi Bambang Widiatmoko
MENGGAPAI AWAN Aku telah lelah menggapai awan Berlari mengejarnya sampai tersesat di hutan Lantas awan berubah menjadi hujan Tanpa aku mampu berlindung dalam genangan.
Jika awan selalu mampu menutup cahaya matahari Lantas bagaimana aku merasa tinggi hati? Segumpal awan telah menjadikan aku titik kulminasi Kehilangan jatidiri seperti tertancap pisau belati.
2016
Majalah Puisi, Edisi 1, 20 Oktober 2016
Puisi Denni Meilizon PUISI ITU (BUKAN PUISI INI) Dulu puisi yang kutuliskan untukmu itu Apakah kau sudah membacanya? Puisi itu kutulis di bawah bulan dan malam Daun-daun kersen gemerisik rerumput kering Kecipak ikan di kolam dan bunyi kodok memanggil hujan Angin yang mengirim aroma taman tentang aneka bunga dan bau daun pandan juga humus tanah Kubariskan huruf yang menetes dari pendengaran Desir air dari bandar belakang rumah Embun di permukaan daun dan dekut Burung Kukuk di bubungan pondok tengah sawah Kubayangkan saat itu kau sedang duduk manis Di halaman rumah kediaman memandang bulan yang sama Menjahit rindu dan kenangan dan cinta dengan benang Yang terjulur dari dada dengan jarum jelmaan airmata Puisi itu (bukan puisi ini) sudahkah kau baca? Sudahkah? Sebab badai selalu menghapus malam akhir-akhir ini Dan aku semakin takut kehilanganmu dan tak bisa lagi Membedakan rasa bagaimana mencintaimu ketika dekat Bagaimana mencintaimu ketika jauh Rindu katamu rindu kataku akankah bisa dijahitkan ke dalam puisi Atau perlukah dada ini kubelah untuk mengeluarkan benang yang panjang dan perlukan airmata menjadi sungai untuk membuat jarum yang tajam itu menjahiti rindu dengan kenangan dan lalu cinta menjadi kita? Sebuah puisi pada suatu hari Telah dijemur di bawah terik matahari Huruf-huruf berhamburan menjadi awan Bunyi terpanggang terbenam dalam udara. Padang, 2016
Majalah Puisi, Edisi 1, 20 Oktober 2016
Puisi IdaMoerid Darmanto PADA SEGUMPAL BATU Pada segumpal batu yang tiba Menghimpit dada sekuat tenaga Aku hanya ingin bertanya Betapa kau tega menyimpul emosi berdentam rasa Mengoyak serpihan asa tanpa batas kelana Asal kau tahu hai segumpal batu Caramu tundukkan jadi beku Tak mampu ubah kepastian satu Bulir yang kau tabur akan kembali padamu melebur Tunggulah sejenak tak usah ragu Balasan sang bayu kan mengharu biru 18 Februari 2014
Majalah Puisi, Edisi 1, 20 Oktober 2016
Puisi M. Rain TAK KUKENAL selamat tinggal keasingan mata diri yang asli dalam mengenali wahai diri ditanya-tanya tempat mana mengalih bicara diri rantau mana hendak berdiam tangan diri lekuk mana mengenal kuping diri suara mana mesti disahuti dua kaki diri jejak mana gaung alamatnya arah sepi dermaga menggulung layar tanggal-tanggal tergoresi perjanjian tak pernah lunas air mata tertumpah terhapus kemalangan dengan doa pasrah jelaga udara memanggul daun jatuh dipisahi ranting dengan cabang yang celaka muka ke mana membuang pandang sediakah lagi untuk menerima berhambur tanya di halaman senja bukit-bukit hilang dari lambai bayangnya malam datang menaiki puncak kalimat ditulis gambar diucapkan gelombang dihalau tenggelam didapatkan hiasan untukmu wahai bunga rumput bias cakrawala buah mata dewa mengobati darah membuncah lemah juang ada saja di antara alam biasa. Banda Aceh, 23 September 2016
Majalah Puisi, Edisi 1, 20 Oktober 2016
Puisi Marzuli Ridwan Al-bantany LUKA DI TANAH PARA ANBIYA Tak terhitung lagi luka mencabik-cabik sukma sepanjang tanah para Anbiya Wajah-wajah tak berdosa satu persatu menatap syurga rebah menggenggam cinta tersenyum bahagia Di tanahmu para Anbiya airmata itu mengalir hiba terkepung langit yang kini renta mengapung menikam jiwa Darah syuhada bercucuran adalah bukti suci iman walau nyawa lepas dari badan Di tanah para Anbiya ada pilu lebar menganga lirih tak terdengar suara
2015
Majalah Puisi, Edisi 1, 20 Oktober 2016
Puisi Maulidan Rahman Siregar DOA PURBA aku cemburu pada puisi-puisi jelek yang lahir dan menetap dalam sebuah buku 20 Oktober 2016
Majalah Puisi, Edisi 1, 20 Oktober 2016
Puisi Muhammad Husein Heikal
RESTU SAKRAL ___ bella iranti tiap pertemuan kita adalah: ritus suci lihatlah! sekeliling bukit, cahaya-cahaya menerpa elegi menyambut pagi * dan tahukah? dari bayangan itulah kita lahir atas restu takdir * pada awalnya kita hanya mitos, yang terlalu sering dicemaskan selanjutnya kita adalah kenangan kenangan kenangan * kadang terlindas oleh kenyataan menggusarkan kadang lindap oleh kegelapan * sejatinya tiap pertemuan kita ritus suci atas restu ilahi Medan, 2016
Majalah Puisi, Edisi 1, 20 Oktober 2016
Puisi Moh. Ghufron Cholid
MENGEJA PENGABDIAN Ini hari begitu istimewa 64 tahun usia Pesantren yang penuh doa Tempat kita menempa jiwa Di sini Putra terbaik jauhari Lahir dan mewarnai Tahun 2007 yang lalu Kiai Tidjani yang penuh restu Menyambut surat kematian dengan senyuman Selepas menanam benih pengabdian di kedalaman batin tahun 2012 yang lalu kiai idris meninggal dunia meninggalkan tanda setia di kedalam sukma cinta pada agama telah jadi udara sampai akhir hayatnya rahun 2015 yang lalu kiai maktum wafat menyemat khidmat di hati yang mawar di debar yang penuh zikir Ini hari begitu istimewa 64 tahun usiamu almamater kami tak pernah usai mengeja setia yang menggetarkan sukma pengabdian yang mengakarkan penghambaan Ini hari begitu istimewa Untukmu almamater Kami datang dalam pelukmu
Majalah Puisi, Edisi 1, 20 Oktober 2016
Kembali mengurai restu Kembali mengeja pengabdian Guru-guru yang pernah kau lahirkan Torjunan, 14 Oktober 2016
Majalah Puisi, Edisi 1, 20 Oktober 2016
Puisi Muh. Muhisom
Senandung Sajadah Pasti kau sanggup menjadi saksi Ketika jidat kuletakkan lembut di haribaan-Mu Telpon genggam padam, mati Tiada dering suara meruang bisu WA tak berkedip twit tak bercicit Bulan tergelincir langit nyaris memerah Sajadah kugelar berdiri terpejam merangkul malam Kaki bebas memandangi kuasa Allah Bintang jatuh bayang pohon meremang Tapi dalam sajadah kulihat Duri duri menyeringai tak menembus Kulit telapak datar liat Poto pada dinding raut tirus Sajadah itu tak berbentuk lagi Senandungkan nokturnal menolak usia Sajadah atau celemek yang merintih ini Moratmarit saksi pasti dosa atau pahala Juli 2016
Majalah Puisi, Edisi 1, 20 Oktober 2016
Puisi Muhammad Daffa KORAN HARI INI Ada sebuah koran berikut beritanya yang datang hari ini. Si loper melemparnya begitu saja di beranda Berita yang menarik dari sana adalah, “seorang bocah menggantung kepala bersurban di atas pohon beringin tepi jalan, sedangkan seorang pendebat tafsir surah tertawa di sebelahnya. tak ayal lagi, orang-orang yang tadinya duduk bercengkrama di dalam sebuah kedai, berhamburan keluar tanpa sempat membayar. gerimis turun cukup lengkap bersama guruh, dan bocah itu pun berlari ke tepi jalan. karena mengira hujan lebat segera datang setelahnya. “aku memang datang, tapi hanya ingin mengambilmu dari persinggahan ini. sementara, berdiamlah dan menunggu di dalam sel tahanan. disana, akan kau temui centemg-centengku yang perkasa� Pendebat tafsir yang tahu hal ini langsung berlari ke arah jalan pulang menuju rumahnya. tawanya tak terdengar lagi, tapi nafasnya begitu tersengal saat ia mengetahui kabar hujan bahwa yang kuat tak selamanya mampu bertahan. orang-orang mengejarnya, si bocah ikut berlari dari kejaran itu. Tangisnya menjadi, hujan mengambilnya dari genggaman tukang sulap. Pendebat tafsir tersekap dalam gagu sesalnya sendiri 2016
Majalah Puisi, Edisi 1, 20 Oktober 2016
Puisi Roso Titi Sarkoro
Belajar Pada Kebun Zaetun membaca embun belajar pada kebun zaetun terhampar bukit datar ketinggian tanah subur tak pernah mengeluh meski hujan tak mengguyur bunga-bunga rajin mengembangkan warna buah pun dipersembahkan kepada petani tekun
benih kesabaran terselip di bilik hati terkadang pudar terbakar cahaya mata bara kecurigaan membakar langit-langit dada terkoyak perih terluka keluh pun runtuh jatuh dari tepi bibir sumir
belajar dari hamparan bukit kebun zaetun kubaca bening embun kucecap sejuk daun-daun untuk mendinginkan jiwa memar terbakar kucoba kembali menakar rentang kesabaran menunggu bunga-bunga mekar belas kasih tuhan
Temanggung, 13102016
Majalah Puisi, Edisi 1, 20 Oktober 2016
Puisi Sugianto Jhonson
Penyair Kota Ini /i/ Penyair kota ini adalah semerbak kuncup-kuncup bunga Yang mencatatkan namanya dalam sebuah buku memoar dan ditembusi oleh tetesan tinta emas. Pelanggan puisi pun bertanya tentang aneka warna kelopak bunga, lalu malu malu penyair itu pun menjawab bahwa keadaan sudah merdeka, “Ini hari-hari tanpa ideologi dan ukiran prasati. Ini adalah masa di mana percakapan dan perjalanan diterjemahkan oleh mesin mesin digital. Ini adalah investasi yang tumbuh dan tenggelam oleh derasnya sistem data.� Penyair kota ini adalah sekelompok kurcaci yang bergerombol di istana kecil. Yang meruntuhkan istananya di bawah tekanan kerajaan kerajan baru. Wong cilik pun bertanya tentang sebuah keadilan yang meledak-ledak di antara hotel berbintang. Mereka terus bertanya tentang malam yang resah pada sebuah kata dituliskan dengan hati nan hampa. Penyair kota ini adalah simbol dari huruf huruf yang tak terlacak pada buku pelajaran. Padamu penyair kota ini Kau tak mencintai puisi dengan sepenuh hati Percaya atau tidak Di sana tak lagi mengenang telaga bening yang menghapus dahaga musafir tak pula rinai tanda hujan turun Di sana tak tumbuh benih Di sana, di matamu. /ii/ Penyair kota ini adalah tempias yang baru saja pecah dari langit Ia tak tahu, apakah akan kuat bersama badai atau lenyap ditelan bayang-bayang yang meradang di tengah terik matahari Ia pun tak tahu, apakah orang orang akan melihatnya sempurna sebagai gigir yang mencekam akibat derasnya hujan atau hanya bertahan dari gerusnya cahaya di antara warna warni pelangi
Penyair kota ini sempat singgah di candi candi yang menua Bebatuanya lapuk dimakan usia, sementara lumut menggerogoti tanpa ada yang peduli sejarah masa lalu. Ada yang duduk di berandanya, berdiri di antara undak undaknya, lalu membidik sebuah fokus. Mereka berfoto. Ramai ramai menertawakan nasib kehidupan di
Majalah Puisi, Edisi 1, 20 Oktober 2016
masa lalu yang tertinggal di belakang. Jauh sebelumnya ia semestinya ada di situ, menyaksikan siang malam silih berganti. Ingatkah ia ketika Ken Dedes memberi isyarat pada Ken arok agar seluruhnya sempurna. Nyatanya tak pernah ada Prasyarat itu sirna serupa nama-nama kerajaan yang perlahan runtuh ditelan prahara politik
Penyair kota ini semestinya paham pada kata benda, kata kerja atau kata kata yang kian bersesakakan minta disusun dalam kamus. Disejajarkan pada makna yang sulit dijangkau oleh lidah orang orang tak berbudi. Tahukah ketika kami diajari mengeja huruf dari papan tulis yang berkapur Atau ketika dihukum di tengah panasnya matahari, berlari lari keliling lapangan, lalu tegak hormat bendera. Ya, kami juga diberi cubitan kecil sesekali digetok dengan mistar. “Mana PR mu?” tanya guru kami waktu itu. “Lupa Bu, kami keasikkan bermain layang-layang.” Kami menjawab lantang tanpa perlu mengadukan kepada orang tua yang gigih mencai sesuap nasi
/iii/ Penyair kota ini dibacakan sebuah puisi tentang percakapan buruh dan derita rakyat kecil. “Orasi yang basi, ya pucat pasi,”dengusnya. Mereka sibuk pada gadget yang bisa ditulisi tanpa perlu deklamasi.
Jambi, 02 Oktober 2016
Majalah Puisi, Edisi 1, 20 Oktober 2016
Puisi Syaiful Kasman SENJA YANG BASAH Memancar senja yang basah, suatu sore setelah hujan Cahayanya mencuat disela-sela dedaunan Sepoi angin menggoyang dedaunan, membuat varian bias senja Bulir air di ujung daun berkilau di tempa cahaya senja keemasan Burung-burung kembali berkicau, mengira pagi kembali Embun sisa hujan menguap ke langit, melewati sela-sela lebat pepohonan Tanah basa, pacet berpesta pora Kodok-kodok kawin, riuh suaranya melaporkan pada rimba raya Harimau terbangun, dan berkata “jangan kau bersuara hai gergaji mesin!� Panti, 10 Oktober 2016
Majalah Puisi, Edisi 1, 20 Oktober 2016
Puisi Zul Adrian Azizam
INI HIDUP, ADIKKU Kau bermain-main dengan polusi -tidak bisa pula dikata main-main Kau sebar tulisan demi hidup Mengorbankan masa atau mungkin dikorbankan rasa
Berlari di pinggir jalan Naiki satu persatu angkutan Sebar selebaran bertuliskan biodata dan harapan
Belum mampu mengeja aksara Demi mengeja hidup esok yang masih bergelayut di telapak tangan
Kau sandarkan tubuh pada trotoar jalan Menanti saat itu datang Tetap senyum Getir tetap kau rawat meski enggan
Padang, 6 Oktober 2016
Majalah Puisi, Edisi 1, 20 Oktober 2016
PROFIL PENYAIR
Ahmad Fauzi, Nur Ahmad Fauzi FM (nama pena dari Ahmad Fauzi), lahir di Banjarmasin, 28 Juni 1999. Saat ini tengah bersekolah di SMA Negeri 1 Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Dapat dihubungi via facebook: Ahmad Fauzy Mwam Falilv.
Ahmad Radhitya Alam, --tidak mengirimkan biodata diri.
Bambang Widiatmoko lahir di Yogyakarta dan kini menetap di Bekasi, Jawa Barat. Ia menulis puisi dan esai. Buku kumpulan puisinya adalah Paradoks (2016).
Majalah Puisi, Edisi 1, 20 Oktober 2016
Denni Meilizon lahir 6 Mei 1983 di Silaping Pasaman Barat. Menulis Lagu, Puisi, Cerita pendek dan Essai. Kumpulan puisinya Kidung Pengelana Hujan (2012), Siluet Tarian Indang (2012),Rembang Dendang (2013), Daun-Daun Surga (2014) dan Libur Orang Laut (2015). Kumpulan cerpennya Sungai dalam Kepala (2016). Naskah Novel: “Dalam Doa Ibu”, “Bunga dan Nektar” dan “Musim Gugur di Desa Kami”. Redaktur Pelaksana Majalah Glosaria. Koordinator FAM Wilayah Sumatera Barat. Voolunter Kelas Kreatif Indonesia dengan konsentrasi kepenulisan kreatif, mendongeng dan membaca untuk anak usia sekolah. CEO & Founder Diatunes Artist Management. Aparatur Sipil Negara. Berdomisili di Lubuk Minturun kota Padang. FB: Denni Meilizon. Pin BB: 213004FC. Email: denninasution@gmail.com HP. 0813 78 6059 43
IdaMoerid Darmanto, --tidak mengirimkan data diri.
M. Rain, Muhammad Rain (Muhrain) bernama lahir Muhammad, kelahiran Aceh adalah penulis sastra dan pengajar bahasa dan sastra Indonesia, guru/dosen sekaligus pegiat seni budaya. Peneliti sastra, penggerak baca puisi "Kota Puisi Aceh: Langsa, Lhokseumawe, Banda Aceh dan Meulaboh" sejak 2015 bersama Thayeb Loh Angen, Simpatisan kesenian yang juga kerap menjadi pembicara sastra di kalangan guru Bahasa dan Sastra Indonesia propinsi Aceh, pembedah dan kritikus puisi, juri sastra dan promotor berbagai aktivitas kesenian dan kesastraan Indonesia di wilayahnya. Tulisannya banyak termuat dalam laman internet juga diikutkan dalam antologi bersama
Majalah Puisi, Edisi 1, 20 Oktober 2016
penyair di daerahnya, nasional maupun internasional. Puisi-puisinya turut termuat dalam Antologi Puisi Mbeling Indonesia "Suara-Suara Yang Terpinggirkan", Semarang, 2012, terbitan Kelompok Studi Sastra Bianglala editor alm. Heru Emka. Antologi Puisi Empat Negara "Lentera Sastra", 2013, terbitan Lentera Internasional. Antologi Puisi "Pasie Karam" Temu Penyair Nusantara turut merangkum karya penyair 4 Negara, MeulabohAceh Barat, 2016, editor Teuku A. Dadek.
Marzuli Ridwan Al-bantany, --tidak mengirimkan data diri.
Maulidan Rahman Siregar,
lahir di Padang, 03 Februari 1991.
Memiliki kegemaran mengunduh koran-koran Minggu. Menulis puisi akan sulit dilakukannya ketika tidur dan salat. Di antara Julia Perez dan Dewi Persik, tidak memilih keduanya lebih baik baginya. Puisinya tersebar di media cetak lokal.
Muhammad Husein Heikal, lahir di Medan, 11 Januari 1997. Menempuh studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sumatera Utara. Berbagai karyanya termuat Horison, The Jakarta Post, Pikiran Rakyat, Lampung Post, Analisa, Waspada, Mimbar Umum, Minggu Pagi, Riau Pos, Haluan, Sumut Pos, Suara Karya, Rakyat Sultra, Koran Madura, Koran Pantura, Tanjungpinang Post, Pontianak Post, Medan Bisnis,
Majalah Puisi, Edisi 1, 20 Oktober 2016
Tribun Bali, Malang Pos, Sulteng Post, Aksara, Jejak, berbagai media online, serta termuat pula dalam buku Merindu Tunjuk Ajar Melayu (Riau Pos 2015), Merenda Hari Esok (Aksara 2016), Perayaan Cinta (Puisi Dwi-bahasa 2016), Ketika Tubuhmu Menjadi Mawar (Sabana Pustaka 2016), Perempuan yang Dipinang Malam (Negeri Kertas 2016), Pasie Karam (Temu Penyair Nusantara 2016) dan Matahari Cinta Samudra Kata (Hari Puisi Indonesia 2016).
Moh. Ghufron Cholid adalah nama pena Moh. Gufron, S.Sos.I, lahir di Bangkalan, 7 Januari 1986 M. Alumni TMI AL-AMIEN PRENDUAN (2006), menulis puisi, cerpen, pantun dan esai, karya-karyanya tersiar di Mingguan Malaysia, Mingguan Wanita Malaysia, Mingguan WartaPerdana, Utusan Borneo, Utusan Malaysia, New Sabah Time, Daily Exspress, Bali Post, Radar Surabaya, dll. Penerima Anugerah Kedua Hescome2015 (5 Desember 2015) di Malaysia, juara 2 esastera kritikan cereka sumpahan karya Prof Irwan Abu Bakar (Malaysia, 2016), juara 2 esastera kritikan deklamasi puisi ( Malaysia, 2016). Alamat Rumah Pondok Pesantren Al-Ittihad Junglorong Komis Kedungdung Sampang Madura. Hp 087705743403
Muh. Muhisom, Muhisom Setiaki lahir di Parakan, Temanggung tanggal 26 Juni. Menulis puisi mulai tahun 1979-an saat masih di SMP tetapi tidak dipublikasikan. Mulai tahun 1990-an aktif menulis cerpen dan cerita anak. Karya-karyanya dimuat di Suara Merdeka, Yunior, Wawasan, Kedaulatan Rakyat, Republika, Wanita Indonesia. Majalah Rindang, MOP, HumOr, Kids Fantasi, Jaka Lodang dan Damar jati. Buku-buku yang telah diterbitkan. Kena Batunya, berupa antologi cerita anak ( Adicita, 2005, Jogya), Misteri Gudang Tua, novel remaja ( Dar Mizan, 2015,Bandung ), Empat Detektif Sekolah, novel anak (Dar Mizan,2015 Bandung), Puisi Relegi dan Bung Karno dalam Puisi, antologi bersama (KSS3G,2016, Temanggung), antologi puisi bersama; Klungkung dalam
Majalah Puisi, Edisi 1, 20 Oktober 2016
Puisi, Puisi Peduli Hutan, Makta. Antologi puisi tunggal, Hutan Cemara di Bukit Jumprit (dalam proses penerbitan) Untuk lebih intens berkomunikasi bisa gunakan nomor ini, 0856 4335 5589. Juga e-mail isostanplat@yahoo.com. Hingga detik ini masih setia menetap di Karangtengah no. 635 Parakan, Temanggung, Jawa Tengah.
Muhammad Daffa, Lahir di Banjarbaru, 25 Februari 1999. Kini tinggal di Banjarbaru
Roso Titi Sarkoro, lahir di Kendal, tinggal di Temanggung Jawa Tengah. Buku puisinya “Jagat Gugat� (2014) juga terkumpul dalam sejumlah antologi bersama. Antara lain, Progo3 (2015),Menolak Korupsi 4 (2015, Jejak Tak Berpasar (2015), Tancep Kayon (2016), dll. Menapaki usianya yang makin senja, Roso masih setia mendampingi penyair-penyair muda aktif dalam komunitas Keluarga Studi Sastra Tiga Gunung (KSS3G) Temanggung, dan mengasuh apresiasi sastra radio dan tabloid lokal.
Majalah Puisi, Edisi 1, 20 Oktober 2016
Sugianto Jhonson, Sugianto adalah penggiat literasi yang suka menjajakan buku di FB dengan akun Gie. Minat yang besar pada sastra menjadikannya kadang suka ngobrol berlama-lama tentang puisi. Saat ini berdomisili di Jambi dan terus berjuang demi bangkitnya literasi di kotanya.
Syaiful Kasman, --tidak mengirimkan biodata diri.
Zul Adrian Azizam, Zul Adrian Azizam lahir dan besar di Padang, Sumatera Barat pada 31 Mei 1993. Beralamatkan di jalan Air Camar no. 50 RT 4 RW 8 Kel. Parak Gadang Timur Kec. Padang Timur, Padang, Sumatera Barat. Pernah diundang
Majalah Puisi, Edisi 1, 20 Oktober 2016
menghadiri acara Temu Penyair Nusantara (TPN) 2016 di Meulaboh dan juga diundang untuk memperingati Hari Puisi Nasional 2016 di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta. Ada beberapa karyanya yang pernah dimuat di media cetak berupa puisi dan cerpen. Karya cerpennya juga pernah dimuat pada beberapa buku antologi cerpen bersama; Antologi Cerpen Bersama “Cahaya Hidayah di Langit Senja” 2015 FAM Publishing, Antologi Cerpen Bersama “Hari Pertama di Sekolah 2” 2014 Oksana Publishing. Beberapa puisinya juga tergabung dalam antologi Puisi Penyair Nusantara “Pasie Karam” dan dalam antologi lainnya. Tidak puas karyanya hanya tergabung dalam antologi bersama, penulis juga menerbitkan buku solo kumpulan puisi “Setandan Titik” penerbit Sinar Gamedia pada 2016. Penulis dapat dihubungi melalui email: zuladrianazizam1@gmail.com atau facebook: zul adrian azizam dan nomor telepon: 087895202848/081374535615. Nomor rekening penulis: 0270240665 a.n Zul Adrian Azizam, Bank Mandiri Syariah.
Majalah Puisi, Edisi 1, 20 Oktober 2016
DAFTAR ILUSTRASI
Ilustrasi untuk puisi Ahmad Fauzi disalin dari: https://hozzo.files.wordpress.com/2013/10/41.jpg Ilustrasi untuk puisi Ahmad Raditya Alam disalin dari: https://hozzo.files.wordpress.com/2013/10/11.jpg Ilustrasi untuk puisi Bambang Widiatmoko disalin dari: https://hozzo.files.wordpress.com/2013/10/21.jpg Ilustrasi untuk puisi Denni Meilizon disalin dari: https://hozzo.files.wordpress.com/2013/10/31.jpg Ilustrasi untuk puisi Ida Moerid Darmanto disalin dari: https://hozzo.files.wordpress.com/2012/01/304-oris.jpg Ilustrasi untuk puisi M. Rain disalin dari: http://riaukepri.com/foto_berita/56Puisi.jpg Ilustrasi untuk puisi Marzuli Ridwan Al-bantany disalin dari: https://www.posbali.id/wp-content/uploads/2016/09/cerpen-ilustrasi-800x445.jpg Ilustrasi untuk puisi Maulidan Rahman Siregar disalin dari: https://3.bp.blogspot.com/-3yg7luK4HA/UOTF7vKRNkI/AAAAAAAABfU/7MaSCgd8K8k/s1600/vignette.jpg Ilustrasi untuk puisi Muhammad Husein Heikal disalin dari: https://surgabukuku.files.wordpress.com/2012/07/cameljss.jpg Ilustrasi untuk puisi Moh. Ghufron Cholid disalin dari: http://pindai.org/wp-content/uploads/2015/09/penerbitan-buku-1021x580.jpg Ilustrasi untuk puisi Muh. Muhisom disalin dari: https://lakonhidup.files.wordpress.com/2012/12/janji-laut-ilustrasi-achmadbasuki.jpg?w=426 Ilustrasi untuk puisi Muhammad Daffa disalin dari: https://pixabay.com/static/uploads/photo/2015/02/27/22/11/human652827_960_720.png Ilustrasi untuk puisi Roso Titi Sarkoro disalin dari: https://lakonhidup.files.wordpress.com/2012/12/sepanjang-jalan-cinta-ilustrasirendra-purnama.jpg
Majalah Puisi, Edisi 1, 20 Oktober 2016
Ilustrasi untuk puisi Sugianto Jhonson disalin dari: http://3.bp.blogspot.com/-QpT-gLD50Bs/VRE33smyXI/AAAAAAAAB2g/IV0LLrUsDd8/s1600/Ilustrasi%2BCerpen%2BKoran%2BSu ara%2BMerdeka%2BMinggu%2B-%2BFandrik%2BAhmad.jpg Ilustrasi untuk puisi Syaiful Kasman disalin dari: https://lakonhidup.files.wordpress.com/2012/12/pelajaran-hujan-ilustrasi-rendrapurnama.jpg?w=426 Ilustrasi untuk puisi Zul Adrian Azizam disalin dari: http://analisadaily.com/assets/image/news/big/2016/06/kepada-kau-dan-hujanbulan-juni-1-242296-1.jpg
MAKLUMAT TIDAK PENTING Bagi kawan-kawan penikmat puisi yang ingin karyanya (berupa puisi) dapat dimuat di Majalah Puisi, sila kirim puisi kawan-kawan ke alamat surel: titikrinai@yahoo.com
Majalah Puisi, Edisi 1, 20 Oktober 2016
penutup Salam Puisi.
Majalah Puisi, Edisi 1, 20 Oktober 2016