![](https://assets.isu.pub/document-structure/221117134323-90e74ba1e6cb368e41571fe3d978df1e/v1/e6bcfdcabcb2244e396ad5328f6edff2.jpeg?width=720&quality=85%2C50)
3 minute read
Hot Issue: Kasus Gagal Ginjal Akut Misterius
KASUSKASUSKASUS GAGALGAGALGAGAL GINJALGINJALGINJAL HotHotIssueIssue AKUT MISTERIUSAKUT MISTERIUSAKUT MISTERIUS Kasus Gagal Ginjal Akut (GGA) pada anak mengalami peningkatan sejak akhir agustus 2022. Jumlah kasus kian menambah hingga 18 oktober 2022 sebanyak 206 dari 20 provinsi dengan angka kematian 99 anak. Kemenkes bersama BPOM, Ahli Epidemiologi, IDAI, Farmakolog dan Puslabfor Polri melakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan penyebab pasti dan faktor risiko yang menyebabkan gangguan ginjal akut. Dalam pemeriksaan yang dilakukan terhadap sisa sampel obat yang dikonsumsi oleh pasien, sementara ditemukan jejak senyawa yang berpotensi mengakibatkan GGA.
TIMELINETIMELINETIMELINE
Advertisement
10 SEPTEMBER
23 SEPTEMBER
28 SEPTEMBER
5 OKTOBER
15 OKTOBER
18 OKTOBER
20 OKTOBER
24 OKTOBER
27 OKTOBER
1 NOVEMBER
Kemenkes menerima laporan adanya lonjakan kasus GGA di beberapa rumah sakit dan juga dari IDAI sejak Agustus 2022
75 kasus GGA ditemukan di Gambia, Afrika. 50 diantaranya meninggal dunia
Kemenkes mengeluarkan Keputusan Dirjen Yankes tentang Tata Laksana dan Manajemen Klinis GGA
WHO merilis daftar obat terkontaminasi di Gambia penyebab GGA
BPOM mengeluarkan penjelasan sirup obat yang terkontaminasi EG dan DEG di Gambia, Afrika tidak terdaftar di Indonesia
Kemenkes mengeluarkan Surat Edaran untuk menghentikan penggunaan obat sirup kepada seluruh Dinas Kesehatan, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Organisasi Profesi Kesehatan
BPOM mengeluarkan edaran perihal sirup obat yang mengandung cemaran EG dan DEG
Kemenkes merilis surat edaran Nomor HK.02.02/III/3515/2022 tentang Petunjuk Penggunaan Obat Sediaan Cair/Sirup pada Anak dalam Rangka Pencegahan Peningkatan Kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA)
BPOM mengeluarkan daftar obat yang aman digunakan sepanjang sesuai aturan pakai saat ini berjumlah 198 produk
BPOM menemukan sejumlah sirup obat dan bahan baku Propilen Glikol yang tercemar EG dan DEG melebihi ambang batas yang ditetapkan oleh PT Yarindo Farmatama (PT Yarindo) dan PT Universal Pharmaceutical Industries (PT Universal)
Berbagai kebijakan dalam penanganan kasus GGA ini dapat dinilai menjadi hal yang positif dan juga negatif. Saat pertama kasus ini dilaporkan oleh IDAI, langkah penanganan yang diambil sudah cukup tepat. Kemenkes bersama BPOM, Ahli Epidemiologi, IDAI, Farmakolog dan Puslabfor Polri melakukan pemeriksaan laboratorium untuk memastikan penyebab pasti dan faktor risiko yang menyebabkan gangguan ginjal akut. Kemenkes juga memberikan pedoman tata laksana dan manajemen klinis GGA pada anak untuk menindaklanjuti kasus tersebut. BPOM juga bersinergi untuk melakukan pengujian terhadap sediaan sirup yang telah beredar dipasaran.
Namun, sayangnya....
Langkah yang diambil masih terkesan terlambat, dimana langkah penanganan baru terdengar setelah sudah terjadi puluhan kasus meninggal. Bahkan bisa dibilang negara ini kalah cepat dengan penanganan kasus serupa yang ada di Gambia. Untuk mengejar keterlambatan tersebut, kebijakan yang dikeluarkan oleh Kemenkes dan BPOM menjaditerkesan tergesa-gesa dan tidak memberikan informasi yang lengkap kepada masyarakat. Sehingga, hal tersebut justru membuat kepanikan dan turunnya kepercayaan masyarakat khususnya ke BPOM. Kemenkes telah merilis edaran untuk menghentikan seluruh sediaan sirup, sementara informasi terakhir dari BPOM saat itu adalah bahwa sirup tercemar yang ada di Gambia tidak beredar di Indonesia.
Selain itu,
BPOM dirasa tidak melakukan tugas-tugasnya dengan baik. Obat-obatan dengan cemaran sudah seharusnya tidak beredar di pasaran. terdapat berbagai pengawasan mutu yang harus dilakukan oleh industri farmasi dan BPOM yang harus menginspeksi apakah produk-produk telah memenuji ijin edar. BPOM dianggap telah 'kecolongan dalam memberikan ijin pada produkproduk yang terbukti mengandung cemaran. Tentunya, pada kasus ini yang paling dirugikan adalah masyarakat. Masyarakat berhak mendapatkan informasi yang pasti dan jelas terutama menyangkut dengan nyawa. Masyarakat berhak mendapatkan perlindungan kesehatan atas produk-produk yang telah memiliki ijin edar di pasaran. Apoteker yang bekerja di Industri Farmasi untuk terus berupaya meningkatkan kepatuhan pada standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) terutama dalam menjaga obat-obatan yang diproduksi. Apoteker yang bekerja di Sarana Pelayanan Kefarmasian dan di Sarana Pelayanan Kesehatan untuk berkolaborasi bersama dokter dan nakes lainnya untuk memberikan informasi dan edukasi kepada pasien/masyarakat tentang penggunaan obat yang rasional dan aman, rekomendasi penggunaan obat dalam bentuk sediaan lain, dan rekomendasi terapi non farmakologi Memonitoring penggunaan obat oleh pasien/masyarakat. Memerhatikan kemungkinan terjadinya interaksi obat ataupun juga interaksi antara obat dengan makanan yg berisiko menimbulkan kejadian fatal spt kegagalan organ tmsk kondisi gagal ginjal akut. Memantau perkembangan informasi terkini, dan memberikan informasi kpd masyarakat dgn benar.
APA YANG DAPAT DIPERBAIKI SAAT INI?
Berbicara mengenai obat-obatan tentu tidak terlepas dari peran seorang apoteker. Apoteker memiliki peran penting mulai dari produksi obat-obatan di industri farmasi hingga melakukan pelayanan farmasi kepada masyarakat. Seorang apoteker di industri farmasi hendaknya selalu berprinsip pada CPOB yang telah diatur oleh BPOM untuk menghindari segala kemungkinan yang membuat obat membahayakan bagi pasien. Dalam kasus ini, peran seorang apoteker di pelayanan farmasi juga dipertaruhkan. Apoteker dituntut untuk dapat mengikuti tata laksana yang telah diatur oleh Kemenkes dan memberikan KIE dan PIO kepada masyarakat dalam menyikapi kasus ini. Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh apoteker telah dilampirkan oleh PP IAI, meliputi:
1.
2.
3.
4.
5.