Yaya Sung - Jalan Kemenangan

Page 1

Yaya Sung. Lahir di Jakarta, Indonesia 1986. Mahasiswa FSRD Universitas Pelita Harapan ini mulai aktif menggunakan medium fotografi dan berpameran sejak 2005. Menginjak tahun 2008, Yaya Sung mulai menekuni fotografi kontemporer dengan terlibat dalam berbagai kegiatan, beberapa diantaranya: Everyday Life in an Asian Metropolis workshop di Goethe Institute (2007), Colonial Photography workshop di Langgeng Art Foundation (2012), dan Maps, Reimagined (Group Exhibition, 2012) Selain menekuni fotografi kontemporer, Yaya Sung juga bekerja sebagai freelance fotografer untuk majalah dan iklan.

The Past Legal Artist Series: Legal Artist Series #1 (2006), Beyond Coca-cola oleh Edwin Dolly Roseno, Kurator: Angki Purbandono Legal Artist Series#2 (2009), Pingpong Education System oleh Anang Saptoto, Kurator: Angki Purbandono Legal Artist Series#3 (2011), InBetween oleh Kurniadi Widodo, Kurator: Akiq AW

Ruang MES 56 Jl. Minggiran No.61-A, Mantrijeron, Yogyakarta, 55141, Indonesia Tlp. 0274-375416 | www.mes.com

JUWARA Photo lab

JALAN KEMENANGAN

Legal Artist Series adalah Program yang digagas oleh Ruang MES 56 sebagai bentuk tangkapan atas praktekpraktek seni berbasis fotografi terkini dan terbaik di Indonesia. Seniman dan karya yang dipilih haruslah memenuhi unsur-unsur inovasi, tradisi dan kemungkinan pengembangan ke depan.

BIO

YAYA SUNG Legal Artist Series #4 24 Februari - 17 Maret 2013 Ruang MES 56

TENTANG JALAN KEMENANGAN TENTANG LEGAL ARTIST SERIES

Unfamiliar Roots (Jalan Kemenangan) Printed on Canvas, Stitched with Gold-Colored Thread. 60x95cm, 2013

Jalan Kemenangan adalah sebuah nama jalan di daerah Glodok, daerah yang kerap disebut sebagai “Chinatown� di Jakarta. Gagasan awal dari pameran ini adalah untuk melacak kembali kenangan masyarakat yang tinggal di pusat kawasan Glodok. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mencaritahu apakah daerah tersebut (Glodok) mampu memberikan sedikit pemahaman sejarah sosial-politik, khususnya terkait posisi etnis budaya China di Jakarta. Melalui projek ini, saya mendapati bahwa kenangan tidak mampu menafsirkan sejarah. Projek ini adalah bagian dari perjalanan panjang tak terduga, yang ternyata memunculkan lebih banyak pertanyaan dibandingkan penemuan jawaban.


JALAN KEMENANGAN

Siapapun yang tidak mengenal masa lalunya, dikutuk untuk mengulanginya (Those who cannot remember the past are condemned to repeat it). Setelah meninggalnya Jenderal Franco pada tahun 1975, ingatan akan perang saudara membayangi transisi demokratis di Spanyol. Ahli sejarah kemudian mengklarifikasi bahwa militer bertanggung jawab atas perang sipil tersebut, sekaligus memberikan buktibukti atas represi yang dialami masyarakat Spanyol di masa kekuasaan diktator Franco. Di pihak lain, militer dan sayap kanan pendukungnya merespon dengan melancarkan kampanye utk memunculkan mitos-mitos seputar perang sipil sebagai perang suci melawan komunisme. ‘Memori’ menggantikan ‘histori’ dalam wacana publik saat itu, mewariskan sebuah generasi yang tidak memiliki kesadaran sejarah atas kediktatoran dan perang saudara yang pernah terjadi. Ironisnya, kalimat kutipan diatas adalah pernyataan dari George Santayana seorang filsuf Spanyol yang meninggal 2 dekade sebelum berakhirnya kediktatoran Franco. Soal memori dan histori inilah yang menjadi pokok dari ‘Jalan Kemenangan’ yang dikerjakan oleh Yaya Sung untuk Legal Artist Series #4 ini. Dalam proyek ini, ia secara khusus melihat sebuah komunitas Tionghoa di Glodok sebagai pintu masuk untuk mengenali sejarah sosial politik bangsa ini, khususnya etnis Tionghoa di Indonesia. Kerusuhan Mei 1998 dijadikan titik awal untuk berbicara tentang bagaimana masyarakat Tionghoa memahami masalalu mereka sendiri, melampaui tragedi dan menelusuri ingatan-ingatan yang sebagian terang sebagian kabur itu.

Leoni Kurnia 11:15 Dalam interaksinya dengan warga di Jl. Kemenangan, Glodok, Yaya menemukan kenyataan bahwa sebagian besar korban kerusuhan memiliki kenangan yang hampir sama tentang bagaimana kehidupan mereka di era kekuasaan rezim orde baru. Sukarsih dan Abdul Hani Preferensi terhadap rezim 10:15 orde baru sebagian besar positif; bahwa mereka dulu merasa lebih aman, kehidupan lebih mudah karena mencari uang lebih gampang. Kenyataankenyataan tentang diberangusnya hak politik, hak atas ekspresi kebudayaan dan dikerdilkannya identitas Tionghoa tidak menjadi dominan ketika mereka diminta untuk menggambarkan tentang rezim Suharto itu. Di saat yang bersamaan, mereka juga menyadari sebuah kondisi bahwa, by design, mereka merupakan sasaran empuk yang setiap saat bisa dipakai oleh pihak-pihak yang berebut kuasa untuk menyalurkan hasrat kekerasan masyarakat. Telikungan ingatan dan kenyataan hidup ini menurut Yaya merupakan sebuah rajutan benang tak beraturan atas bagaimana Masyarakat Tionghoa memahami identitas diri dan masa lalunya, terlebih bagi generasi Yaya (yang lahir pasca 80an), yg tidak memiliki pengalaman dewasa hidup di jaman orde baru.

Untuk mempresentasikan pengalaman ini, ia membuat 5 buah karya potret dari warga yang tinggal di daerah tersebut. Subyek dalam potretnya adalah pihak-pihak yang menjadi korban kerusuhan tersebut. Dalam potret-potret itu, Yaya menghilangkan wajah, tangan dan kaki subyek dan menggantinya dengan jahitan benang-benang berwarna emas. Jahitan itu ia pakai untuk menggambarkan bagaimana identitas dibangun dari rangkaian antara ingatan, sejarah dan kenyataan hidup masa kini. Sebagai seorang seniman muda yang terbiasa bekerja di studio, pengalaman mengerjakan proyek ‘Jalan Kemenangan’ ini tentu saja sangat menyegarkan dan merubah. Dalam proyek ini ia melakukan riset kecil Yanto Susilo 17:04 dari level keluarga hingga komunita, kemudian memetakan temuan-temuan tersebut dan memahami hubungan-hubungan yang mungkin dijalin untuk diangkat sebagai subyek matter karyanya. Dari materi yang didapat inilah ia mulai merancang bentuk ungkap yang mampu menggambarkan dengan artistik pengalaman-pengalamannya. Karya-karya ini adalah bentuk presentasi dari pengalaman Yaya berhadap-hadapan langsung dengan masyarakat dan isu-isu yang yang menjadi perhatiannya, bukan presentasi tentang kehidupan para subyeknya. Pilihan untuk menambahkan jahitan benang diatas cetak gambar foto bukanlah hal baru, sebagaimana dipergunakannya elemen-elemen lain di atas cetak foto yang pernah dilakukan seniman-seniman lain sebelumnya. PendekaRina Kumala 11:11 tan ini membuka peluang inovasi-inovasi artistik, eksperimentasi material sekaligus membuka sekat-sekat yang selama ini membatasi eksplorasi medium fotografi yang dianggap tidak lagi mampu menjawab tantangan jaman. Atas dasar inilah proyek ini mendapatkan perhatian dan kita pilih sebagai Legal Artis Seri #4 ini. Program Legal Artist Series ini tidak melulu soal seniman muda berbakat atau karya yang bagus, namun lebih jauh menuntut bahwa artist dan karya yang di pamerkannya harus memiliki kekuatan di inovasi, tradisi dan masa depan. Yang di pertimbangkan adalah bahwa praktek kesenian yang dijalankan memiliki akar yang kuat serta memiYulianti Lukman 16:43 liki kemungkinan pengembangan, baik dari sisi wacana hingga teknik-artistiknya. Akiq AW


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.