e-catalogue-hypertext-discrepancy

Page 1


HYPERTEXT

DISCREPANCY

--------

-------------

----

Dedy Sufriadi Solo Exhibition May 31 - June 14, 2010


--------- ---------------“lukisan-lukisannya justru hendak membalikkan persepsi kita yakni soal makna bukanlah sematamata hadir di dalam objek-objek lukisan-lukisan itu sendiri namun dapat dibangun pula di dalam dan oleh imaji-maji kita yang melihatnya�

--------- ----------------

2


--------

-------------

----

Persepsi tanpa Melihat Tommy F Awuy Kurator

Dedy Sufriadi salah satu dari langkanya pelukis kontemporer Indonesia yang memilih jalan yang berisiko. Katakanlah jalan yang bagi anggapan pasar seni rupa tidaklah begitu mulus, yakni genre abstrak. Namun bergelut dengan genre lukisan abstrak baginya sudah merupakan sebuah keputusan eksistensil, paling tidak hingga yang terlihat sampai sekarang, dia tidak (belum) tergoda oleh serbuan pasar atas karya-karya realis, surealis dan ekspresionis-kontemporer. Nama Dedy Sufriadi mulai diperhitungkan dalam kancah seni lukis kontemporer Indonesia boleh dibilang relatif baru, ketika ia memenangkan kompetisi memperingati hari Kebangkitan Nasional 20 Mei yang diselenggarakan oleh Jogja Galeri tahun 2008. Karyanya yang diperlombakan itu merupakan penemuan terakhir dari eksplorasinya tentang garis dan ruang abstrak, yang diberinya nama Broken Text Series. Garis-huruf membangun kata-kata dan kalimat namun tampilannya serba kontingen karena makna hanya muncul sebagai jejak. Kita diajak membaca dan kita bisa paham bahwa lukisan-lukisan tersebut terbuat dari ekspresi huruf-huruf namun ternyata kita tidak dapat menyimpul-

kan sesuatu dari teks tersebut karena pada dasarnya kata-kata telah dilepaskan dari unsur denotatifnya, tidak ada benda-benda yang diwakili oleh kata-kata. Dedy Sufriadi menyodorkan pilihan karya-karya lukisnya pada kita sebagai upaya radikalisasi atas lukisan abstrak modern yang sekalipun telah berusaha menanggalkan representansi figuratif namun masih menyediakan bagi kita untuk memasukkan makna ke dalam ruang-ruang yang melulu formal atau simbolisme. Pengertian Broken Text bagi Dedy benar-benar menunjukkan bahwa realitas telah dilucuti dari representasi atau referensi yang bermakna tunggal, menunjuk pada sesuatu yang tak tertunjuk. Maka pengertian kita selama ini akan sesuatu keberadaan perlu dimaknai secara baru sama sekali. Dengan ini kita terbebaskan dari determinasi benda-benda dalam keseharian pemahaman kita akan kehidupan. Lukis-an atau seni rupa dari pengertian Broken Text ini baru memungkinkan menempati suatu kedirian yang non-hegemonik dari unsur kehidupan lainnya, politik, agama, maupun filsafat misalnya. 3


----------------------

Dedy Sufriadi tergolong pelukis yang senantiasa berupaya kosisten terhadap pemahamannya tentang realitas, yakni terus bereksplorasi dan bereksperimen. Tak ada jalan lain dalam kehidupan ini kecuali mengikuti alur kehidupan itu sendiri, mengalir! Sebagaimana dapat kita telusuri  atau baca pada setiap lukisannya, senantiasa tertulis di sana bahwa hidup ialah “ada yang terus menjadi”. Mengalir tak lain adalah perubahan. Hidup itu sendiri merupakan “ada” yang terberi maka kita menerimanya dengan apa adanya, namun di sisi lain  hidup yang dihidupi itulah yang memungkinkannya “menjadi” dan tergantung bagaimana kita sendiri memperlakukannya. Dedi menyadari pemahaman akan kehidupan seperti ini yang diterjemahkannya sendiri pada proses kreativitasnya. Garis merupakan ada yang terberi dan bagaimana “garis yang menghuruf” adalah proses eksplorasinya yang kemungkinan akan terus berubah dan berubah. Pameran Dedy kali ini di Philo Art Space adalah langkah berikut dari penemuan Broken Text yang sekalipun tidak demikian mencolok namun memperlihatkan kita akan adanya perubahan yang signifikan. Perubahan tersebut lebih meradikalisasi lagi upaya radikalisasi sebelumnya. Memang garis yang menghuruf sudah merupakan karak4

ter atau ikon Dedy Sufriadi namun kali ini huruf-huruf yang biasanya membentuk teks itu sekarang sebagian dari  jumlah yang dipamerkan  ini “dihajar” lagi menjadi potongan-potongan halus yang ditebarkan lepas di sanasini. Kita lihat saja pada lukisan World Under Series, Comic Series, dan After Text, bagaimana potongan-potongan huruf itu dikonstruksi secara ekspresif menampakkan panorama landscape yang membutuhkan cara pandang khusus untuk memahaminya.  Cara pandang seperti apa? Memandang lukisan-lukisan Dedy Sufriadi sudah jelas tidak bisa dengan mata refrensial, dengan maksud mencari suatu pedoman makna di dalamnya. Memahami lukisan-lukisannya tidak perlu menyerahkan segenap perhatian kita pada objek-objeknya secara langsung. Alasannya, lukisan-lukisannya justru hendak membalikkan persepsi kita yakni soal makna bukanlah semata-mata hadir di dalam objek-objek lukisanlukisan itu sendiri namun dapat dibangun pula di dalam dan oleh imaji-maji kita yang melihatnya. Jadi, masalah jarak antara siapa yang melihat dengan apa yang dilihat dari konteks pameran lukisan Dedy Sufriadi ini hendak diatasi dengan relasi teks tanpa referensial yang disebutnya sebagai HyperText.


nisikan apakah arti sebuah objek menjadi “begini” atau “begitu” tapi sekaligus menyadarkan kita bahwa apa yang kita persepsikan tidak lain ada di dalam persepsi itu sendiri justru ketika kita menutup mata.

--------------

Tommy F Awuy Melihat lukisan-lukisan Dedy Sufriadi justru akan lebih je- kurator  las ketika pada saat itu juga kita tidak melihat, pejamkan mata. Hyperteks tak lain adalah suasana di mana antara melihat dan memejamkan mata tidak ada lagi perbedaan yang prinsipil. Potongan, guntingan, pecahan-pecahan huruf dalam lukisan-lukisannya merupakan usaha untuk mengatasi kesenjangan visual antara persepsi dengan pemaknaan, menebas relasi identitas yang biasanya menghasilkan definisi otoriter tentang subjek yang mendefi-

----

Maka menurut hematnya, Pameran Tunggal Dedy Sufriadi ini mau mengatakan pada kita bahwa dengan mengambil media huruf juga sebagai simbol, realitas keseharian yang kita hidupi  ini merupakan panorama yang pada dasarnya kabur antara melihat dan tak melihat. Dengan pemahaman ini realitas hidup menjadi dinamis sebagaimana teks-teks yang mengalir dan terus mengalir.

---------

Kita yang melihat lukisan-lukisannya merupakan subjeksubjek teks yang sebenarnya hadir dalam objek teks yang dilihat sebagaimana objek-teks itu hadir pula di dalam diri kita. Jadi, manusia dan realitas sesungguhnya sebuah hyperteks, menyatu tanpa batas subjek-objek namun dalam aktualisasi keseharian keduanya suka menampilkan kesenjangan yang kompleks dan subtil.  Bayangkanlah sebuah panorama yang hadir ketika kita memejamkan mata.  Objek-objek yang kita lihat sebelumnya seperti memancar di retina kita, meliuk-liuk, naïf, terbang bebas ke sana kemari berpadu dengan berbagai unsur yang entah dari mana dan mengapa mereka hadir dan membaur namun yang kita tahu bahwa kita sedang memandang sebuah panorama justru ketika kita memejamkan mata.

5


“imaji-imaji seni adalah operasi-operasi yang memproduksikan sebuah kesenjangan (discrepancy), sebuah ketidakserupaan (dissemblance)�

--------- ----------------

--------- ----------------

6


--------

-------------

---Dissemblances Richard Oh

Seni, menurut Jacques Ranciere, terdiri dari imaji-imaji. Dan imaji-imaji seni adalah operasi-operasi yang memproduksikan sebuah kesenjangan (discrepancy), sebuah ketidakserupaan (dissemblance). Dalam pengertian ini, maka imaji tidak eksklusif pada apa yang terlihat (visible). ‘Ada visibilitas yang sama sekali tidak menghasilkan sebuah imaji; ada pula imaji-imaji yang keseluruhannya terdiri dari kata-kata.” Maka di permukaan sebuah karya seni terjadi sebuah pertalian antara apa yang bisa disebut dan apa yang terlihat. Benang pertalian ini bisa saja berupa sebuah analogi maupun sebuah ketidakserupaan (dissemblance). ‘Interaksi ini sama sekali tidak membutuhkan kedua terma mesti tampil secara material. Yang terlihat bisa disusun dalam formasi (tropes) bermakna; katakata bisa digelar dengan sebuah visibilitas yang gemilang.’ Dengan kata lain, yang diperlukan dalam sebuah interaksi antara yang tersirat dan yang terlihat adalah sebuah penghubung, parataksis, tak bersubjek.

Di dalam tubuh karya-karya Dedy Sufriadi tersirat kiatkiat untuk menyentil apa yang tak terungkap ataupun tersirat sehingga ia keluar ke permukaan melalui sebuah persilangan aksara.  Karya-karya seperti Landscape dan Puzzle, mungkin paling mudah disimak, menampilkan sisi analogi rupa dan objek yang dipertautkan oleh sebuah goresan aksara: lihat goresan aksara secara diagonal dari kiri atas ke kanan bawah dalam karya Puzzle yang menjadi sebuah jembatan digambarkan oleh Ranciere sebagai sebuah kesenjangan (discrepancy) dan lihat pula guratan-guratan yang berubah-rubah dalam tiap keping bingkai Landscape, berupa tiga tulang iga seekor hewan, sebatang ranting, dan kupu-kupu dalam karya Landscape, yang merupakan sebuah pertalian yang memberi makna ketidakserupaan (dissemblance) dalam karya Landscape.    Penelusuran/penguraian menurut metode seperti ini semakin sulit atau menjadi sangat subtil ketika Dedy Sufriadi menanggalkan semua penanda-penanda penghubung 7


----------------------

8

----

Di dalam ruang kebuntuan ini, setiap subtraksi menampilkan sebuah lokus, dan seruan sebuah topologi. ‘Penanda-penanda ganjil’ dalam tubuh jouissance pada

--------------

Dari pergelutan Dedy Sufriadi ini, kita bisa lantas memositkan bahwa permukaan bukanlah sebuah medium yang memberi sebuah kesenjangan (discrepancy) ataupun ketidakserupaan (dissemblance) tetapi kebuntuan itu sendiri, atau faille itu, yang menurut Lacan, ‘kata penunjuk dalam tubuh Liyan dari mana tuntutan-tuntutan jouissance berawal.’

akhirnya adalah jejak-jejak aksara yang dibutuhkan untuk mewujudkan hasrat dalam realita konkret. Berbekal pengertian seperti ini, saya meneropongi karyakarya Dedy Sufriadi. Boleh jadi karyanya sengaja tidak sesaksama seperti karya Joan Miro yang bilamana kita bubuhkan setetes cat minyak di ujung kanvas Obra de Joan Miro, keseluruhan topologi karya itu akan berubah seketika. Kanvas Dedy Sufriadi, seperti ruang kebuntuan yang disebut Lacan itu, memungkinkan sebuah perhitungan satu per satu bisa dilakukan dalam satu persimpangan (intersection) kebuntuan yang tak terhingga. Ia menuntut keberulangan subtraksi dan pengungkapan agar yang terhasrat bisa terkonstitusi dan terinskripsi.   Jakarta May 17, 2010

---------

dalam karya-karya seperti Kamuflase, Ikon, Village, Gold dan Comic Series. Di mana belang dalam Kamuflase itu? Di mana bentuk dalam Ikon? Di mana geometri gubuk dalam Kampung (Village) itu? Di mana riak gelaktawa dalam Comic series? Di mana keemasan dalam kemilau Emas (Gold)? Kita hanya bisa meraba-meraba melalui gradasi warna, demarkasi linea, dan penzonaan ruang agar bisa mengumpulkan kembali pencitraan imaji yang bertaburan supaya ia tidak hambur kembali ke dalam skizofrenia antahbrantah.


artworks

---------

----

-----

--------

9

-----------

--------------


After Text, 200 x 150 cm, Mixed Media on Canvas, 2010 10


After Text Series #2 150 x 200 cm Mixed Media on Canvas 2010 11


Animal 50 x 50 cm Mixed Media on Canvas 2010 12


Burning Series #2 200 x 140 cm Mixed Media on Canvas 2010 13


Burning Series, 200 x 150 cm, Mixed Media on Canvas, 2010 14


Childish Series, gold, 200 x 150 cm, Mixed Media on Canvas, 2010 15


Comics Series 300 x 180 cm Mixed Media on Canvas 2010 16


Gold Letter 150 x 150 cm Mixed Media on Canvas 2010 17


Kamuflase 150 x 150 cm Mixed Media on Canvas 2010 18


Landscape 150 x 50 cm (Triptych) Mixed Media on Canvas 2010 19


Puzzle 150 x 150 cm (9 panel @50 x 50 cm) Mixed Media on Canvas 2010 20


Red and White 100 x 50 cm Mixed Media on Canvas 2010 21


Text and World Under Series, 200 x 140 cm, Mixed Media on Canvas, 2010 22


World Under Series, Ikon, 200 x 140 cm, Mixed Media on Canvas, 2010 23


World Under Series, Old spirit, 200 x 150 cm, Mixed Media on Canvas, 2010 24


World Under Series, Red 150 x 150 cm Mixed Media on Canvas 2010 25


World Under Series, Village 150 x 150 cm Mixed Media on Canvas 2010 26


------

------- - -

--------

-- - -

List of Works After Text, 200 x 150 cm, Mixed Media on Canvas, 2010 After Text Series #2, 150 x 200 cm, Mixed Media on Canvas, 2010 Animal, 50 x 50 cm, Mixed Media on Canvas, 2010 Burning Series #2, 200 x 140 cm, Mixed Media on Canvas, 2010 Burning Series, 200 x 150 cm, Mixed Media on Canvas, 2010 Childish Series, gold, 200 x 150 cm, Mixed Media on Canvas, 2010 Comics Series, 300 x 180 cm, Mixed Media on Canvas, 2010 Gold Letter, 150 x 150 cm, Mixed Media on Canvas, 2010 Kamuflase, 150 x 150 cm, Mixed Media on Canvas, 2010 Landscape, 150 x 50 cm(3panel) , Mixed Media on Canvas, 2010 Puzzle, 150 x 150 cm, (9 panel @50x50cm), Mixed Media on Canvas, 2010 Red and White, 100 x 50 cm, Mixed Media on Canvas, 2010 Text and World Under Series, 200 x 140 cm, Mixed Media on Canvas, 2010 World Under Series, Ikon, 200 x 140 cm, Mixed Media on Canvas, 2010 World Under Series, Old spirit, 200 x 150 cm, Mixed Media on Canvas, 2010 World Under Series, Red, 150 x 150 cm, Mixed Media on Canvas, 2010 World Under Series, Village, 150 x 150 cm, Mixed Media on Canvas, 2010

27


28


---------

-----

Selected Solo Exhibition 2010 “HYPERTEXT DISCREPANCY” Philo Art Space, Jakarta 2009 “Hypertext” tembi contemporary Yogyakarta 2007 “Re-READING”, Melia Purosani Hotel Yogyakarta 2007 “UN-Logical”, Jamaican Bar Yogyakarta 2003 “EKSISTENSIALISME”, FSR ISI Yogyakarta

--------

----

DEDY SUFRIADI Palembang, 20 Mei 1976

Selected Group Exhibition 2010 Pameran “ke-Bersamaan” Galery Biasa Yogyakarta. Pameran “Soulscape”, Taman Budaya Yogyakarta. Pameran “Gerakan Seni Abstrak Indonesia” Taman Budaya Yogyakarta 2009 Pameran “Diorama kedamaian”hotel melia purosani yogyakarta. Pameran “Hiperlink” Tujuh Bintang Art Space Yogyakarta. Pameran The Dream, Tujuh Bintang Art Award, Jogja National Museum. Yogyakarta. Pameran Subject Ekpose(s). Pure Art Space, Jakarta. Pameran “Cogito” Philo art space Jakarta. Pameran Selayang Pandang Bumi Sriwijaya II. Yogyakarta. Pameran Guruh Umar Bakri, Jogja Gallery Jogjakarta. Pameran Halo-Halo 1, Manila Contemporary, Manila Philippina. Pameran Fresh 4 U. Jogja Galery Jogjakarta. Pameran Realitas #3, Ketik Reg Manjoer. Sangkring art space yogyakarta. Pameran HEADLIGHTS 2009. VWFA Kuala Lumpur Malaysia 2008 Pameran Golden Box #2, jogja gallery Jogjakarta. Pameran All I Want For Xmas, Manila Contemporary Manila Philippina. Pameran Versus,di galeri 678 Jakarta. Pameran Grand Opening Red Sea Gallery, Australia. Pameran Red Sea Galery Singapura. Pameran “Too Much Painting Will Kill You” di Tujuh Bintang Art Space Yogyakarta. Pameran “Perjalanan Seni Lukis Abstrak # 8”, Taman Budaya Yogyakarta. Pameran di Rumah Damawangsa Jakarta. Pameran “Setelah 20 Mei”, Jogja Gallery Jogjakarta. Pameran “Fragmentasi”, Philo Art Space Jakarta 2007 Pameran “Perjalanan Seni Lukis Abstrak Indonesia # 5”, Semar Galery Malang. Pameran “Optimis #2”, Galeri Biasa Yogyakarta. Pameran Bersama, Melia Purosani Hotel Yogyakarta. Pameran “Seni lukis Abstrak #4”, Galery Nasional jakarta 29


---

------------

30

--------

2006 Pameran Lukisan “Abstrak” di Melia Purosani Yogyakarta. Pameran “Through The Limit”, Koa’s Café and Dining Yogyakarta. Pameran Bersama, Hotel Melia Purosani Yogyakarta. Pameran Seni Rupa “Vice Versa”, Taman Budaya Yogyakarta 2005 Pameran di Four Season Hotel Jakarta. Pameran di Melia Purosani Hotel Yogyakarta. Pameran di Museun Ulam Sentalu Yogyakarta 2004 Pameran lukis dan patung di Jogja Ekspo Center Yogyakarta. Pameran di Jogja Village Inn Yogyakarta 2003 Pameran Grand Opening Rumah Seni Muara. Pameran Kelompok 8 di Benteng Vredeburg Sanggar Bidar Sriwijaya Yogyakarta. Pameran #2 Issue di Rumah Seni Muara Yogyakarta. Pameran Membaca Ruang-Ruang di Rumah Seni Muara. Pameran Pratisara Afandi Adi Karya 2003. Pameran Launching Jurnal Seni Rupa SIDI 2002 Pameran lima pelukis Yogyakarta, Gallery Proklamasi Jakarta. Pameran “Fathomless 7”, Mien Gallery Yogyakarta. Pameran di Etnik Kafe Yogyakarta. 2001 Pameran Seni Lukis “Kelompok 8 Sanggar Bidar Sriwijaya”, Benteng Vredeburg Yogyakarta. Pameran Seni Lukis “Imajinasi dan Warna“, Bizete Gallery Jakarta. Pameran Seni Lukis Bertiga di Dirix Art Gallery. Pameran Dialog Multi Rupa Sanggar Bidar Sriwijaya di Palembang. Pameran “Realitas II” Kelompok Greget, Purna Budaya Yogyakarta. Pameran Art Festival Bizette Gallery Jakarta. Pameran Total Indonesia Art Award di Jakarta 2000 Pameran Seni Rupa Perupa Muda Yogyakarta. Pameran Bersama, Dirix Art Gallery Yogyakarta. Pameran “Kelompok Solusi 4”, Melia Purosani Hotel Yogyakarta Pameran Seni Rupa Gelar Seni Pertunjukan Rakyat, ISI Yogyakarta. Pameran FKY Yogyakarta. Pameran Seni Rupa Islami KMI ISI Yogyakarta, Masjid Istiqlal Jakarta. Pameran Seni Lukis Philip Moris Indonesian Art Award di Gallery Nasional Jakarta. Pameran Seni Lukis “Art Festival”, Bizete Gallery Jakarta Pameran Seni Rupa “Campur Sari”, Gallery ISI Yogyakarta 1999 Pameran Seni Lukis Winsor And Newton Art Competition Bandung. Pameran Pekan Kesenian Indonesia, Yogyakarta. Pameran Dies Natalis di ISI Yogyakarta. Pameran “Dialog Multi Rupa” Sanggar Bidar Sriwijaya, Purnabudaya Yogyakarta. Pameran Kelompok Solusi 4, Dirix Art Gallery Yogyakarta Pameran Seni Lukis Bizette Gallery Bali. Pameran Seni Lukis,


---------

-------

----

--

-----

LIPPO BANK Jakarta. Pameran Seni Lukis Nokia Art Award 1999, Jakarta 1998 “Introspeksi”, Sanggar Driya Manunggal Yogyakarta. Pameran Tujuh Pelukis Muda, Hotel Radison Yogyakarta. Pameran “Bercermin”, Sanggar Suwung Yogyakarta. Pameran Seni Lukis Mall Pondok Indah Jakarta. Pameran “Refleksi Zaman”, Benteng Vredeburg Yogyakarta 1997 Pameran Peksiminas IV, ITB Bandung. Pameran “Realitas” Kelompok Greget`95, Purna Budaya Yogyakarta. Pameran Seni Lukis, Pandean Gallery Yogyakarta. Pameran Seni Lukis, Gallery Kencana Yogyakarta. Pameran Seni Lukis, Gallery Djuruk Yogyakarta 1996 Pameran Sketsa di Sasana Ajiyasa FSR ISI Yogyakarta. Pameran Kelompok Greget, Sasana Ajiyasa FSR ISI Yogyakarta. Pameran “Dialog Dua Kota II ISI-IKJ”, Purna Budaya Yogyakarta. Proyek Seni Publik 2005 Lukis Dinding Di Taman Parkir Serangan Yogyakarta. Lukis Relief Di AMPTA Yogyakarta. Lukis Dinding Di IKIP Yogyakarta. Lukis Dinding “ Kareda” Yogyakarta 2004 Lukis Dinding Di AMPTA Yogyakarta Award 2009 Finalis Tujuh Bintang Art Award 2009, Yogyakarta 2008 Lima karya terbaik Kompetisi Seni Visual “Setelah 20 Mei”, Jogja Galery 2006 Juara III Lomba Graffiti di Yogyakarta 2004 Juara III Lomba Graffiti di AMPTA Yogyakarta 2000 Finalis Philip Morris-Indonesia Art Award 1999 Finalis Nokia Art Award 1998 Finalis Winsor And Newton Art Competition 1997 Karya Seni Lukis Terbaik Feksiminas IV Yogyakarta 1996 Karya Sketsa Terbaik Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta Karya Seni Lukis Cat Air & Akrilik Terbaik Minat Utama Seni Lukis, Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta

31


---------

--------

----

Colophon HYPERTEXT

DISCREPANCY

This catalogue is published in conjunction with a Solo Painting Exhibition of Dedy Sufriadi

------

May 31, 2010 – June 14, 2010 @ Philo Art Space Jl Kemang Timur 90 C South Jakarta 12730 Indonesia t/f: (62 21) 719 84 48 m: +62 811 10 60 47 e: philoartspace99@gmail.com Curator: Tommy F Awuy Writer : Richard Oh Special thanks : - Omar Rahmanadi - Ibu & Bapak Jumadi - Teman-teman seniman

------

Photography of Artworks: Artist Graphic Design: Trizno

Copy Rights Š Philo Art Space

---

-------

--------

32

Published by Philo Art Space 026/2010 All rights reserved. No part of this publication may be reproduced, stored in a retrieval system or transmitted in any form or by any means, electronic, mechanical, photography, recording or otherwise, without the written permission from Philo Art Space


Jl. Kemang Timur 90 C South Jakarta 12730 Indonesia t/f: (62 21) 719 84 48 m: +62 811 10 60 47 e: philoartspace99@gmail.com


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.