Indonesia Speleo Gathering, Catatan Pascakegiatan

Page 1

catatan seorang utusan

speleo INDONESIA

GATHERING 2014


take nothing but picture kill nothing but time leave nothing but footprint


Indonesia Speleo Gathering: Dari Speleologi Untuk Karst Indonesia

INDONESIA masih di tengah kemarau panjang. Memasuki Oktober hujan sesekali mulai datang, sebentar-sebentar. Udara di Jakarta terasa lebih panas dibanding bulan-bulan yang lewat dan di beberapa daerah yang memiliki hutan mulai disibukkan dengan kebakaran lahan dan kabut asap. Kompleksitas persoalan lingkungan kian hari terus bertambah pelik. Konflik agraria dan utamanya perampasan lahan oleh koorporasi marak di manamana, tidak hanya di Jawa tetapi juga terjadi di Sumatra, Sulawesi, Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara, dan Papua. Di berbagai tempat saudara kita yang lemah selalu menjadi korban. Pemerintah bukan tidak tahu menahu ihwal yang demikian itu, namun pemerintah sesungguhnya sudah tersandera, mau apa? Sejak Jumat sampai dengan Minggu, 17 – 19 Oktober 2014, Bumi Perkemahan Cibubur menjadi lokasi pertemuan para penggiat olahraga petualangan penelusuran gua (caving), ilmuwan dan akademisi, para pemerhati dan aktivis gerakan antitambang di kawasan karst. Mereka semua bertemu dalam sebuah forum yang dijuduli Indonesia Speleology Gathering 2014. Acara ini merupakan perhelatan nasional yang bertujuan untuk merespon berbagai keadaan terkini, baik dalam kaitannya dengan pembaruan berbagai teknik penelusuran dan penyelamatan


musibah di dalam gua maupun isu pertambangan batu gamping yang belakangan semakin memuncak dan dalam jumlah yang masif. Forum ISG 2014 dihadiri oleh sekitar 160 peserta dan undangan dengan berbagai latar belakang keilmuan. Acara dimulai sejak sore hari Jumat diisi oleh beragam termin yang menyoal perihal speleologi sebagai sebuah ilmu interdisipliner. Dialog dan diskusi mengenai sejarah, dinamika, problematika, dan tantangan speleologi di Indonesia menjadi bahasan forum pertama dan sekaligus wacana pembuka. Mata acara tersebut difasilitasi oleh Fredy Chandra, Imron Fauzi, Abe Rodhial Fallah, dan Petrasa Wacana. Bagi awam, topik-topik pembicaraan yang diangkat akan terdengar aneh di telinga, misalnya gua. Apa sesungguhnya yang bisa dibicarakan tentang sebuah gua? Selama tiga hari di bulan Oktober ini, bentang alam karst dan lubang gelap di bawah tanah yang biasa disebut gua menjadi topik yang dibicarakan dengan seksama oleh para narasumber dan peserta yang terlibat dalam acara. Para penelusur gua dan ahli speleologi (ilmu tentang gua) senusantara berkumpul dan bertemu di sana. Ini merupakan ajang pertemuan-istimewa para penggiat speleologi, pengamat dan masyarakat karst, ilmuwan dan penelusur gua. Segala harapan dan kekhawatiran peserta disampaikan agar dapat dipetakan dan dilihat kecenderungannya. Speleologi bukan lagi istilah baru. Di Indonesia ilmu tersebut mulai diintroduksi pada akhir dekade 70-an dan seiring waktu terus mengalami perkembangannya. Beberapa organisasi yang turut membidani tersebarluasnya kegiatan speleologi pada dekade awal kelahirannya antara lain Specavina, Garbabhumi, Hikespi, Bogor Speleological Club (BSC), dan Acintyacunyata


Speleological Club (ASC) –untuk menyebut beberapa klub saja. Ilmu ini bermula muncul dari Eropa, mengikuti perkembangan olahraga menelusuri gua (caving) yang telah dikenal di sana sejak lebih dari 200 tahun yang lalu. Diselenggarakannya ISG 2014 ini punya arti tersendiri bagi para olahragawan, pengamat, masyarakat kasrt, serta ilmuwan gua. Inilah pertemuan pertama dalam skala nasional yang diadakan di luar program Hikespi yang notabene adalah organisasi representatif Indonesia dalam bidang Speleologi. Pertemuan diadakan di Jakarta dengan pertimbangan bahwa lokasi mudah diakses dari segala penjuru daerah. Indonesian Caver Society (ICS) yang menggagas kegiatan ini umumnya terdiri dari para mahasiswa, ilmuwan, pengamat, masyarakat karst, aktivis penelusuran, dan konservasi gua. Lebih dari 11 narasumber menyampaikan hasil penelitiannya tentang kondisi kawasan karst di Indonesia, mulai dari pembicaraan soal arkeologi dan biologi sampai dengan pembahasan tentang geomorfologi dan geohidrologi karst—yang semuanya berhubungan dengan gua, perkembangan ilmu pengetahuan, serta kelangsungan hidup masyarakat yang tinggal di dalam kawasan karst.

Banyak Mata Acara PADA Sabtu (18/10) pagi, Prof Dr. Yayuk R. Suhardjono dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyampaikan makalah ihwal “Kontribusi Penelusur Gua Untuk Ilmu Pengetahuan dan Pengelolaan Karst”.


Ahli speleologi sebetulnya adalah para ahli dari berbagai bidang ilmu yang telah tertarik untuk menerap-baktikan ilmunya di bawah tanah. Mereka bersedia bekerja dalam kegelapan dan kubangan lumpur. Mereka ini sering menjumpai hal-hal yang menakjubkan dari alam bawah tanah itu. Banyak sekali penemuan dan buah penelitian dari para ahli speleologi seluruh Indonesia dalam kesempatan pertemuan ini disampaikan dan didiskusikan. Penelitian panjang yang dilakukan oleh Dr. Pindi Setiawan dari ITB terhadap berbagai “Gambar Cadas di Kalimantan� dipresentasikan pula pada siang hari kedua dengan dimoderatori oleh Petrasa Wacana, praktisi speleologi dan penelusur gua dari ASC Yogyakarta. Tidak hanya rock art di Kalimantan yang menjadi bahasan, tetapi juga ihwal rock art di Sulawesi Selatan pun ikut dibicarakan. Baru-baru ini publik dibuat terkejut dengan hasil penelitian mengenai lukisan di dinding gua kawasan karst Maros. Disebut dalam banyak media massa bahwa lukisan purba di dalam gua-gua yang ada di Maros memiliki umur yang jauh lebih tua dibandingkan lukisan sejenis di berbagai tempat yang ada di dunia. Pertemuan tingkat nasional ini direncanakan berlangsung setahun sekali. Penelusur dan ahli gua dari berbagai daerah di nusantara diharapkan dapat saling berbagi pengalaman, persoalan, dan jalan keluar terhadap apa yang terjadi di lingkungan karst tempat mereka hidup dan bermain. Beruntung kita memiliki bahasa nasional yang pertama kali diikrarkan sebagai salah satu alat pemersatu bangsa pada suatu hari di tanggal 28 Oktober 1928.


Banyak peserta yang berharap agar panitia menyediakan waktu untuk kunjungan lapangan (fieldtrip), namun sayang pada ISG 2014 usulan tersebut belum dapat dipenuhi dan mungkin pada pertemuan berikutnya apa yang diusulkan dapat diakomodir, agar setiap peserta yang bosan bicara serius pada forum di ruang pertemuan bisa mengadakan perjalanan-perjalanan singkat ke dalam gua. Sebetulnya tidak jauh dari Jakarta, tepatnya di Kabupaten Bogor, terdapat sebuah kawasan karst yang menarik untuk dikunjungi. Di kawasan karst Citeureup – Kelapanunggal terdapat banyak gua yang menarik untuk ditelusuri. Di sana gua-gua dan kawasan karstnya sedang terus mengalami penghancuran oleh sepak terjang dua pabrik semen kenamaan. Masih di hari Sabtu (18/10), lebih siang, forum diajak untuk mengikuti paparan dari salah seorang tokoh kenamaan “Sesepuh Dunia Speleologi di Indonesia”, yaitu Pak Dokter RKT. Ko (Lembaga Karst Indonesia) yang mulanya dijadwalkan akan tampil pada Sabtu ternyata berhalangan, sebagai gantinya, pelopor caving dan speleologi di Indonesia tersebut membagikan secuplik dongeng yang menjadikan sejarah lahir, tumbuh, dan berkembangnya Speleologi di Indonesia. Masih di hari Sabtu, siangnya, forum diajak untuk mengikuti paparan dari salah seorang akademisi kenamaan dari UGM, Dr. Eko Haryono, yang memaparkan ihwal “Geomorfologi dan Hidrologi Karst”. Pak Eko memperoleh pertanyaan kritis dari peserta, misalnya mengenai sikapnya yang “mengaku netral” terhadap keberadaan dan rencana beroperasinya pabrik semen di Pati dan Rembang, serta beberapa daerah lainnya. Sayang sekali pertanyaan kritis yang dikemukakan hanya mendapat jawaban yang normatif saja. Entah mengapa, saat itulah wajah Chomsky


terbayang di pandangan. Sesi berikutnya dilanjutkan dengan “Potensi serta Pengembangan Wisata Gua” oleh Alex Atmadikara S.pd (Sukabumi Speleology Society). Menjelang sore, forum diskusi “Biospeleologi” digelar dengan dipandu oleh Dr. Cahyo Rahmadi (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) dan dimoderatori oleh Mas Imron Fauzi, kuncen sekaligus koordinator pengelola laman situs www.cave.or.id. Pengelolaan Kawasan Berbasis Masyarakat disampaikan oleh Mas Gun Retno. Namanya belakangan semakin terkenal. Mas Gun adalah koordinator masyarakat Sedulur Sikep, Ketua Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK). Bersama beberapa kawan-kawan seperjuangan ia ke Jakarta dengan membawa cerita-cerita lapangan. Penuh keharuan saat Mas Gun mulai bercerita tentang kondisi di pegunungan Kendeng. Mas Gun mengajak serta seorang temannya. Ia bernama Mas Bowo. Setelah narasi Mas Gun tersampaikan dalam bahasa campuran Jawa dan Indonesia, giliran Mas Bowo memberikan secuplik kuliah ihwal ekologi-politik dan bagaimana seharusnya seorang akademisi bersikap. Baginya bersikap pada yang tertindas adalah suatu keniscayaan. Tentu akan lebih menarik jika saja Mas Bowo berada dalam satu sesi dengan Pak Eko yang dengannya mungkin audiens akan lebih mudah mengambil pelajaran dan suriteladan. Valuasi Nilai Ekonomi Kawasan Karst Gombong Selatan disampaikan oleh Mas Rasyid Gumoong. Di akhir paparannya ia menyimpulkan bahwa jika gamping di sana ditambang maka nilai kawasan menurun drastis. Manajemen Risiko Penelusuran Gua yang disampaikan Fredy Chandra mengambil bentuk diskusi kelompok. Empat


kelompok yang terbentuk mendiskusikan dan mencatatkan hasil diskusi yang terjadi dan kemudian menyampaikannya kepada forum. Cara ini ditempuh dengan harapan agar peserta dapat lebih aktif dan terlibat dalam aktivitas berpikir kritis. Meskipun tidak disediakan waktu untuk fieldtrip namun para peserta masih dapat berlatih bersama dan berbagi pengalaman mengenai teknik SRT maupun Cave Rescue. Sempat masuk usul dari peserta agar panitia mengadakan lomba prusiking untuk memeriahkan acara. Hal tersebut sebetulnya telah menjadi kewajaran dan senantiasa diselenggarakan di dalam acara-acara para penelusur gua (caver), namun sayang pada ISG 2014 panitia belum dapat mengakomodasinya. Memanjat tali dengan menggunakan alat-alat mekanis atau non-mekanis adalah bagian penting dalam penelusuran gua vertikal. Konon kompetisi semacam itu sangat disukai oleh caver Amerika Serikat dan sebaliknya tidak pernah disetujui oleh penelusur-penelusur gua dari Eropa. Norman Edwin pernah menulis hal ini dalam sebuah publikasi yang diterbitkan Kompas(?). Menurut Norman, bahkan caver kawakan sekelas Mike Meredith, penelusur gua dari Inggris yang ikut dalam ekspedisi ke Gunung Mulu, menyampaikan ketidak-setujuannya, “Bagi kami tidak penting cepat atau lambat, tapi keselamatanlah yang utama.� Lebih lanjut, sebagaimana yang ditulis Norman, Mike mengatakan, “Barangkali kita perlu menciptakan dua sistem dalam memanjat tali ini. Sistem pertama untuk berlomba, sedang sistem yang lain untuk caving,� Pada hari Minggu (19/10), sejak pagi para peserta berkegiatan dalam tiga kelompok peminatan, yaitu Cave Rescue, pengo-


lahan data pemetaan menggunakan piranti-lunak Compass dan SIG, serta fotografi gua. Dan di penghujung acara, peserta kembali memutar otak untuk merumuskan hal-hal yang telah dicapai forum selama tiga hari berkegiatan dan disebut sebagai rekomendasi. Saya setuju dengan pernyataan pemandu acara yang menyebutkan, “Tanpa aksi nyata sesungguhnya apa yang telah kita lakukan tidak lebih dari omong kosong belaka.�

Kita dalam ISG 2014 PALAWA ikut hadir di dalam acara, bahkan salah seorang anggota Palawa turut berlibat dalam kepanitiaan. Tidak seorang pun hadirin yang mewakili Papua. Meski memiliki bentang karst yang luas namun aktivitas penelusuran gua di sana belum sepopuler di Jawa. Hal ini patut disayangkan mengingat ancaman terhadap karst yang semakin hari terlihat semakin berat. Jogjakarta yang terbilang maju dalam hal speleologi mengirimkan 10 caver-nya, sedangkan Jawa Tengah dan Jawa Timur masing-masing hanya enam orang. Sulawesi juga terlibat. Ada beberapa peserta dari Makassar yang datang mengikuti kegiatan. Selain dari Jambi, peserta lain yang berasal dari Sumatra berhalangan hadir, adapun peserta yang datang dari Sangata, Kutai Timur, sejumlah lima orang. Palawa Unpad yang sudah sejak 1983 mengenal aktivitas ini mengirimkan enam anggotanya. Selain melihat kemajuan organisasi dari daerah lain yang telah lebih duluan mengembangkan caving dan speleologi, Palawa punya misi lain dalam pertemuan ini. Dalam forum pleno yang diikuti oleh semua peserta, Palawa menyampaikan persoalan kawasan karst di Jawa Barat yang terancam oleh bermacam


usaha pertambangan, di antaranya Citatah, Pangkalan, Citeureup, dan Kelapanunggal yang kebetulan baru saja didatangi oleh tim pengembaraan caving 2014. Kongres Speleologi Indonesia tahun depan akan berlangsung di Kutai Timur atau di Maros-Pangkep. Apakah Palawa akan hadir di sana? Mari siapkan bahan-bahan yang diperlukan dan dapat diangkat menjadi cerita yang akan disampaikan kelak di sana.

Cag! PLW118TB


PALAWA UNPAD


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.