FAKULTAS SENI RUPA INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA
i a g n u S i r e t r A
PAMERAN SENI RUPA MAHASISWA FAKULTAS SENI RUPA INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA
GREEN COLLABORATION
#3
i a g n u S i r e t r A
8-17
November 2016
Plataran Djoko Pekik Dsn. Sembungan, Kec. Kasihan Bantul, Yogyakarta
i a g n u S i r e t r A
PAMERAN SENI RUPA MAHASISWA FAKULTAS SENI RUPA INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA
GREEN COLLABORATION
#3
Green Collaboration #3 - Arteri Sungai
1
2
Green Collaboration #3 - Arteri Sungai
PANITIA PAMERAN SENI RUPA
Green Collaboration #3 “Arteri Sungai� Fakultas Seni Rupa, Institut Seni Indonesia Yogyakarta
Pelindung Dr. Suastiwi, M.Des.
Koordinator Jurusan Seni Murni Lutse Lambert Daniel Morin, S.Sn., M.Sn.
Penasehat Wiwik Sri Wulandari, S.Sn., M.Sn. M. Sholahuddin, S.Sn., M.T.
Koordinator Jurusan Kriya Budi Hartono, M.Sn.
Penanggungjawab Dr. Timbul Raharjo, M.Hum. Ketua Dra. Dwita Anja Asmara, M.Sn. Sekretaris Yulyta Kodrat Prasetyaningsih. S.T., M.T. Bendahara Surojo
Koordinator Program Studi Desain Interior Yayu Rubiyanti, M.Sn. Koordinator Program Studi Deskomvis Petrus Gogor Bangsa, M.Sn. Koordinator Program Studi Desain Produk Dra. RAMM. Pandansari Kusumo, M.Sn. Koordinator Jurusan Tata Kelola Seni Yohana Ari Ratnaningtyas, S.E., M.Si. Koordinator Program Studi D3 Baatik & Fashion Toyibah Kusumawati, S.Sn., M.Sn. Seksi Acara Trisna Pradipta Putra, S.Sos., M.M. Seksi Katalog Kadek Primayudi, S.Sn., M.Sn. Seksi Publikasi Daru Tunggul Aji, S.S., M.A. Seksi Display Yoga Budhi Wantoro, S.Sn., M.Sn. Seksi Sekretariat dan Perlengkapan Drs. Bambang SP., M.M. Sahari Suwarno, S.IP. Susila, A.Md.
Green Collaboration #3 - Arteri Sungai
3
SAMBUTAN KETUA PANITIA Green Collaboration #3
Seni untuk lingkungan bukan hal baru lagi untuk dijadikan lahan tempat mencurahkan ide gagasan dalam berkesenian. Pameran Green Collaboration #3 kali ini mengambil objek garapan untuk menuangan ide adalah sungai dengan tema “Ateri Sungai�. Sungai Bedog dekat pelataran Bapak Djoko Pekik telah di jadi pilihan tempat mecurahkan kosep dan gagasan mahasiswa Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta. Peranan kurator telah membuka wawasan dan padangan mahasiswa terhadap sungai, selama ini mereka anggap adalah air yang mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah. tetapi disungai banyak persoalan yang mereka temukan. Karya ini di kerjakan dalam bentuk kelompok, setiap kelompok berjumlah sepuluh mahasiswa dari tujuh prodi yang terdapat di Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta, selain itu juga didukung oleh kelompok Sasenitala dan kelompok alumni pencinta lingkungan. Terima kasih kami ucapkan kepada Dekan Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta yang mendukung sepenuhnya kegiatan ini. Kepada Pembantu Dekan III Bidang Kemahasiswaan FSR ISI Yogyakarta yang telah membuat pameran ini berjalan dengan lancar. Terimakasih kepada kurator, terima kasih juga kepada
4
Green Collaboration #3 - Arteri Sungai
seluruh panitia yang telah meluangkan waktu disela kesibukan rutinitas yang padat agar pameran ini dapat berlangsung dengan baik. Ucapan selamat dan bangga, bahagia yang tak terhingga kepada peserta pameran ini, yaitu mahasiswa Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta, kelompok Sasenitala dan Alumni yang tergabung dalam pencinta lingkungan, yang dengan penuh semangat walaupun hujan, dalam sungai atau di tebing, berjibaku untuk dapat menyelesaikan karya dalam waktu singkat. Akhir kata kami ucapkan selamat berpameran, Salam EcoArt....yees..! Ketua Pameran Green Collaboration #3 Dwita Anja Asmara
SAMBUTAN DEKAN Fakultas Seni Rupa, Institut Seni Indonesia Yogyakarta
Assalamu’alaikum Warahmatullahi wabarakatuh, Salam sejahtera untuk kita semua. Rasa syukur yang dalam kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, bahwa atas limpahan rahmatNya sehingga kita dapat hadir di pelataran rumah Pak Djoko Pekik, di tepian sungai Bedog yang “idung” dan sejuk. Pagi ini kita akan bersama-sama membuka dan menikmati pameran Green Collaboration #3, yang tahun ini mengangkat tema “Arteri Sungai”. Sungai atau air dirasa menjadi sesuatu yang semakin penting kehadirannya bagi kehidupan manusia di kota saat ini dan yang akan datang. Polusi dan eksploitasi alam, penebangan hutan, dan pertumbuhan penduduk yang sangat cepat telah memperburuk kualitas air dan kondisi fisik sungai-sungai tidak hanya di kota Yogyakarta, tetapi juga kota-kota lain di Indonesia. Pemerintah dan masyarakat telah melakukan beberapa upaya perbaikan namun belum bisa menghasilkan perbaikan lingkungan secara maksimal. Di Yogyakarta telah ada beberapa seniman yang menjadikan sungai sebagai bagian dari karyanya. Sungai dilihat sebagai tempat yang memiliki potensi estetis, bersama dengan sungai beberapa seniman tersebut melakukan kegiatan seni seperti pertunjukan tari, pantomim dan pameran karya seni rupa, serta festival. Seperti yang dikatakan oleh Kurator pameran kali ini sungai adalah penyalur air berisi daya yang menghidupi semua organisme dan lingkungan di sepanjang alirannya. Pada Green Collaboration #3 ini Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta mengajak Mahasiswa dari berbagai jurusan yang ada untuk bekerja secara berkelompok mencipta karya seni dan/atau desain dengan subjek sungai. Dengan format penyelenggaraan pameran yang sedikit berbeda dari biasanya, yaitu pada tahap persiapan
awal Mahasiswa diundang mengikuti kuliah pendek bersama dengan narasumber, kemudian dilanjutkan dengan riset kecil dan observasi di lapangan. Dengan cara tersebut Mahasiswa diajak untuk memahami sungai secara ekologis dan holistik, yaitu sebagai satu jenis karunia alam yang mempunyai banyak permasalahan bagi manusia, tetapi sekaligus juga mengandung potensi sosial, ekonomi, estetik yang dapat bermanfaat bagi kehidupan manusia. Berbekal sensitivitas, pengetahuan, penghayatan langsung terhadap sungai dan sudut pandang khasnya, masing-masing kelompok diminta untuk menciptakan karya seni rupa, kriya dan desain yang bersubjek sungai. Dengan satu tujuan agar para pelaku itu sendiri, para pemirsa, pihak-pihak terlibat di dalam dan di luar dunia akademik, serta masyarakat luas semakin sadar akan arti pentingnya sungai sebagai arteri bagi kehidupan manusia dan lingkungan. Mudah-mudahan tujuan yang mulia ini dapat kita rasakan dan nikmati. Sebagai penutup sambutan ini atas nama Fakultas dan pribadi, saya mengucapkan terimakasih kepada para Kurator, Narasumber, Bapak Djoko Pekik, Mahasiswa peserta pameran, dan para hadirin serta kepada seluruh Panitia, yang sudah bekerja keras demi terselenggaranya pameran ini. Terima kasih atas perhatiannya dan bila ada kurang lebihnya saya mohon maaf. Billahi taufik wal hidayah. Wassalamu’alaikum wr., wb. Yogyakarta, 8 November 2016 Dekan Fakultas Seni Rupa Institut Seni Indonesia Yogyakarta Suastiwi Triatmodjo
Green Collaboration #3 - Arteri Sungai
5
6
Green Collaboration #3 - Arteri Sungai
ARTERI SUNGAI
Green Collaboration #3
Sains dan seni kini semakin mengakui bahwa segala sesuatu itu kelindan, kait-mengait, dan saling memengaruhi. Tak ada sesuatu pun yang terpisah dari lingkungannya. Seni yang tercerabut dari lingkungannya akan mati. Maka, sudah selayaknya lah seni tak lagi dipandang semata dari dan dalam peristilahan estetika semata, melainkan harus dikontekskan dengan dunia sekitar dimana ia berada. Agar buah kreasi yang dihasilkan lebih relevan dengan jiwa zaman, atau dengan kebutuhan masyarakatnya. Hanya melalui cara inilah keterpisahan antara seni seni dan masyarakat terminimalisir. Negeri ini, sebagaimana banyak negara secara global, tengah mengalami krisis ekologis; yang intensitas dan kuantitasnya terus mengalami peningkatan. Setelah guyuran di musim penghujan di awal musim penghujan bulan Oktober 2016, terberitakan satu fenomenanon problem lingkungan. “Ribuan Ton Sampah Plastik Memenuhi Sungai di Bantul�, terpampang sebagai salah satu headline Harian Tribun Jogja (Oktober 2016). Tak perlu dijelaskan, tragedi itu adalah akibat dari habit sembarangan membuang sampah apa saja ke sungai. Ini hanya salah satu dari banyak kasus ekologis lokal di Yogyakarta. Dalam skala nasional, Dr Gabriel Joko Sihono, peneliti dari Fakultas Teknik Universitas Indonesia, mengemukakan dalam disertasinya (paruh pertama tahun 2015) bahwa Indonesia (waktu itu) menempati peringkat kedua di dunia, sebagai negara pembuang limbang plastik ke laut, setelah Tiongkok. Ironinya, banyak orang masih tidak peduli, tak mau tahu, bahkan masih menganggap krisis ekologi global dewasa ini sebagai mitos belaka. Padahal sungai telah menjadi Tempat Pembuangan Akhir apa saja; bantarannya telah rusak, dipadati rumah-rumah hunian dan bisnis, penuh dinding dan cagak beton, serta dan berhalaman berplesteran semen. Semua itu mematikan kesinambungan ekosistem lingkungan.
Merespons cuplikan tentang fenomena ekologis tersebut diatas, Perhelatan Green Collaboration #3, yang diselenggarakan oleh Fakultas Seni Rupa, ISI Yogyakarta, akan menggelar satu pameran yang subjeknya adalah sungai; disini sungai bukan sebagai objek – benda mati – melainkan subjek penyalur air berisi daya hidup dari daerah pegunungan, yang menghidupi organisme-organisme dan lingkungan. Sungai adalah makhluk hidup yang perlu dikenali, diakrabi dan dijaga kemanfaatannya bagi manusia dan lingkungan. Arteri Sungai adalah judul pameran yang akan digelar di pelataran rumah dan studio pelukis Djoko Pekik, yang berlokasi di tepi Sungai Bedog, daerah Sembungan, Bantul, Yogyakarta. Dalam event ini akan hadir berbagai hasil amatan mendalam atau penelitian tentang sungai dan ekosistemnya, yang direpresentasi melalui dan/atau dengan seni. Tujuannya agar melalui pameran ini muncul ide-ide dan konsep-konsep baru tentang seni dalam kaitannya dengan lingkungan, atau sebaliknya. Sehingga para pemirsa, pihak-pihak terlibat di dalam dan di luar dunia akademik, serta masyarakat luas semakin sadar akan arti pentingnya sungai sebagai arteri bagi kehidupan manusia dan lingkungan. Sehingga sungai dipahami secara ekologis dan komprehensif, dipandang sebagai karunia alam, subjek keindahan, dan aliran potensi untuk dipetik sesuai kebutuhan dan ditransformasi menjadi karya seni apa saja. Dalam event, yang akan berlangsung di minggu pertama Desember 2016 perhatian dan kepedulian berbagai pihak dipertemukan melalui diskusi dan pameran karya seni / disan / kriya atau media alternatif yang berbasis kreativitas, dan berorientasi kepada kesadaran ekologis, khususnya pada hal-hal bagaimana menjaga kesinambungan ekologis sungai.
Sesungguhnya sungai itu seperti arteri tubuh manusia, yaitu pembuluh yang mengalirkan darah dari jantung ke keseluruhan tubuh. Ia perlu dikenali dan dirawat, agar sirkulasinya yang berisi darah beroksigen dan bernutrisi terjaga baik, sehingga kesinambungan ekosistemnya terjaga. Green Collaboration #3 - Arteri Sungai
7
ARTERI SUNGAI DAN KESADARAN KITA Oleh: Dr. Timbul Raharjo, M.Hum.
Pemahaman metafor aliran sungai yang dianalogikan sebagai “arteri� adalah jaringan otot dan pembuluh darah dalam tubuh manusia yang mengalir dan menjaga lalu lintas darah ke jantung, jika terjadi kekacauan, maka tubuh menjadi sakit dan dapat menyebabkan kematian. Demikian pula aliran sungai yang normal dan kualitas ekosistemnya secara alamiah terjaga, jika terjadi perubahan dan pencemaran membuat ekosistem tidak berjalan normal, limbah rumah tangga dan industry menjadi biang keroknya. Pada hal, sebagai persamaan sekaligus perbandingan dalam analogi ini adalah sebuah pikiran/cita-cita besar membangun sesuatu yang ideal yakni membuat semua berjalan normal. Pemikiran dan perbuatan untuk meraih sesuatu yang ideal adalah keseimbangan hidup manusia itu sendiri. Sementara manusia diciptidakan sebagai makluk yang kreatif dan berkembang dalam pemikirannya, tanpa disadari perkebangan dan perubahan yang dilakukan berdampak pada runtuhnya keseimbangan itu sendiri. Analogi arteri sebagai keidealan aliran sungai itu tidak hanya bagaimana air mengalir, namun juga bagaimana kualitas airnya, maka analogi itu dapat diturunkan pada keseimbangan dalam kehidupan keluarga, bekerja/ berbisnis, social kemasyarakatan, bahkan dalam melakukan ibadah. Namun ini dimungkinkan terjadi aktivitas anomali sebab masing-masing dapat saling berbenturan kepentingan. Di sini ingin menyelesaikan keseimbangan, sementara di tempat lain ternyata mengganggu kehidupan ini, sebagai contoh di hulu membuang sampah ke sungai -bagi pembuang selesai persoalan-, namun dihilir terjadi penyumbatan, di hulu membuat perumahan atau menebang hutan -membuat bisnis menjadi ideal-, maka di hilir terjadi banjir yang meruntuhkan idealisasi itu. A. Kesadaran Keseimbangan yang tidak imbang akan terjadi secara alamiah dan terus menerus. Bahkan tidak disadari alih-alih menjaga keseimbangan lingkungannya, ternyata kepentingan diri sendiri secara naluriah paling 8
Green Collaboration #3 - Arteri Sungai
diutamakan. Kenyaman dan kesejahteraan diri tiap umat Tuhan merupakan kebutuhan esensi dan supremasi, meskipun kadang tidak terucap namun tertindak. Maka yang perlu sampaikan adalah bagaimana kesadaran manusia itu sendiri berfikir jauh ke depan untuk segera mengerti pentingnya menjaga bumi. Penyadaran tidak lagi tanggung jawab masyarakat, namun pemerintah berkewajiban menseting penyelesaian persoalan ini. Biang keladi limbah rumah tangga dan pabrik tanpa amdal yang baik, yang memprihatinkan kaki tangan pemerintah yang notabene dibayar dari uang pajak rakyat justru kongkalikong dengan para oknum kapitalis yang mengutamakan kebesaran bisnis dan mendeskresikan membuang limbah ke lingkungan, tanpa melihat efek yang ditimbulkan. Ketersumbatan rantai pengolahan limbah dari para penyuka warwer (sebutan bagi pembuang sampah dan limbah sebarangan) menjadikan lingkungan terutama sungai sebagai salah satu penyelesaian masalah limbah, tanpa mereka sadari jeritan kehidupan ekosisten dalam sungai terjadi dan kualitas air rendah, masuk ke sumur-sumur mereka dan dipakai untuk kehidupan keseharian yang penuh penyakit dan kuman. Kesadaran rantai limbah dikampanyekan terus-menerus, sebab manusia adalah salah satu kuman bumi, dengan akal budinya dapat menciptidakan kreasi teknologi yang bermanfaat bagi manusia namun sekaligus menyiksa bumi dan manusia itu sendiri. Dunia pendidikan tidak pernah memasukkan pelajaran sampah dan pencemaran lingkungan dalam kurikulum pendidikan tingkat dasar dan lanjut. Anak-anak kita setelah dewasa tidak mengerti bagaimana mengelola sampah dan limbah, akibatnya tidak mengerti pula kerugian bagi diri dan lingkungannya. Anak-anak tidak pernah tahu jika sungai merupakan halaman utama untuk berinteraksi dan mandi,- paling tidak penulis belajar renang di sungai Bedog Kasongan Yogyakarta-, saat ini tidak terlihat anak-anak berenang dan mandi di sungai, mereka saat ini hanya menjadi penonton hanyutnya limbah pabrik Madukismo, matinya
ikan di sungai, dan bau Blothong yang menyengat. Pelajaran apa yang telah diberikan kita pada generasi mendatang? Apakah kita tak memiliki sensitivitas lingkungan dan abai karena dianggap bukan urusan yang penting? Atau memang pembiaran itu adalah rencana dan bertujuan ekonomis yang membabi buta? Sebagai contoh di seputar jembatan sungai di Yogyakarta tercinta, tiap sore menjelang malam dapat disaksikan keluarga muda war-wer membuang sampah ke sungai dengan cara melempar dari Jembatan. Hal ini menunjukan dalam sepuluh tahun belakangan persoalan sampah tidak pernah tersentuh dari dunia pendidikan. Pembatasan sampah plastic juga hanya diwacana saja, kenyataannya platik masih merupakan barang murah yang mengganggu lingkungan. Pembiaran mental demikian akan terus berlanjut jika pemerintah tidak pernah mengisi mentality mereka dengan cara menyadarkan betapa ngerinya akibat dari sampah atau limbah yang tidak pernah mereka sadari. Coba bayangkan 240 ton perhari Yogyakarta menghasikan sampah, dan menuju ke Bantul baik melalui tempat pembuangan sampah akhir dan melalui aliran sungai, Bantul adalah salah satu kabupaten sebagai jamban/ wc sampah dari Sleman dan kota Yogyakarta, namun kegiatan merti kali dan aktivitas penyelamat sungai dilakukan oleh para relawan minim dana dan binaan dari pemerintah, sementara kantong-kantong platik belanja yang dikenakan biaya sendiri dengan alasan menjaga lingkungan yang konon trilyunan tidak pernah nyata membantu bersih lingkungan, bahkan tetap menjadi masalah klasik di Negara Indonesia tercinta. Instiut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta dengan mahasiswa yang dididik mengutamakan kreativitas dalam bidang seni tentu dapat berfikir secara global dan peka terhadap lingkungan. Pameran Gogreen Collaboration ini adalah salah satu sarana penting untuk berkreasi seni dalam suasana yang ramah lingkungan. Mendekatkan diri pada alam, mengeksplorasi idea, dan mencoba menganalisis bentuk sani visual seperti apa yang cocok sebagai
bagian penyadaran atas aktivitas masyarakat sepanjang sungai agar mencintai linkungan. Sungai sebagai halaman rumah yang perlu dibersihkan dan dirawat, maka salah satunya diperlukan peran para mahasiswa ini untuk menciptitakan karya yang sekaligus sebagai salah satu pengingat agar masyarakat memiliki kesadaran untuk cinta lingkungan. Sebab membuat manusia sadar, tidaklah mudah diperlukan bertahuntahun, bahkan bergenerasi untuk mencapai hasilnya, generasi sebelumnya yang tidak mengerti arti penting cinta lingkungan harus disadarkan melalui kampanye yang terus-menerus. B. Perenungan Kreativitas manusia bagaikan perkembangan seni yang tidak pernah kering dari sesuatu yang baru, beda, dan jiwa jaman. Kreativitaspun tak ada batasnya, selagi masih bisa berfikir, maka kreativitas selalu ada, hanya tingkatan kreativitas setiap orang berbeda. Ada hubungan timbal balik antara bertindak positif dan berakibat negatif, kreativitas sebagai penyelesai persoalan belum tentu menyelesaikan persoalan yang lain, maka rantai tentang persoalan lingkungan ini perlu diselesaikan dengan rantai penyelesaian yang luas dan terpadu. Persoalan ekologi bagaikan nadi atau arteri, pemahaman yang menyeluruh adalah bagian dari penyelesaian itu. Kuncinya adalah huluhilir sebagai rantai persoalan, maka harus diselesaikan dengan hulu-hilir rantai penyelesaian. Pada hal rantai persoalan memiliki “peserta� sukarelawan yang banyak dibandingkan “penyelesai persoalan� lingkungan, sebab mereka adalah relawan yang telah paham apa dan akibatnya, sementara pemersoal adalah masyarakat sendiri karena tidak paham. Maka pameran ini adalah salah satu kegiatan kecil sebagai pengingatnnya. Yogyakarta, 08 November 2016 Timbul Raharjo
Green Collaboration #3 - Arteri Sungai
9
CACAK SANGKAR Bahan/media: Bambu, Besi, kawat, Tali Ijuk, Benang Kenur, Triplek Ukuran: 5 m x 2 m x 4 m 10
Green Collaboration #3 - Arteri Sungai
CACAK SANGKAR
Program Studi Seni Murni
1. 2. 3. 4.
Abdul J Nugroho Ahmad Setawan Bayu Adi Pujo Asmoro Dimas Tri Sakti
5. 6. 7. 8.
Fandi Angga Saputra Jacqueline Jesse Blues Tanos Landha Bellamora M. Izzar F
Karya berada dibantaran sungai sepanjang lingkungan rumah bapak Djoko Pekik. Karya dipancang diatas arus sungai dengan ketinggian 1 sampai dengan 6 meter. Jumlah karya yang terdiri dari sangkarsangkar berjumlah 30 buah. Karya menggunakan bambu karena bambu merupakan proses kehidupan yang mengandung arti filosofis buat manusia, yakni betapa fondasi yang kuat sangat diperlukan. Meskipun berlatar tanaman rumput, bambu menjadi beda lantaran karakternya. Dalam kehidupan sebagai kesederhanaan. Pohon bambu juga memberikan persoalan-persoalan yang fleksibilitas. Kita jarang menyaksikan bambu roboh. Di tengah tumbangnya pohon-pohon lain akibat serangan angin puting beliung, bambu tetap tegar
9. 10. 11. 12.
Miftahul Khoir Nurohman Stefanus Bangun Kalpiko Aji Syarfudin Al Majid
berdiri. Selain karena akar yang kuat, batangnya juga mampu bergoyang bersama angin dan mengeluarkan desis irama angin dalam cuaca buruk sekalipun. Bambu yang lebih muda, nantinya akan sama tingginya dengan bambu yang lebih tua, Itulah dasar kita menuntut ilmu yang tak mengenal lelah. Bambu mempunyai makna kekuatan, tegar, kokoh, tangguh, lentur dan ulet, dimana makna-makna tersebut dapat menjadi salah satu filosofi dasar hidup manusia agar tegak dalam menghadapi badai dan persoalan hidup. Pemilihan material dalam karya ini, bambu dijadikan sebagai bahan utama yang dapat mewakili konsep utama karya berjudul Cacak Sangkar.
Green Collaboration #3 - Arteri Sungai
11
PILIHAN Bahan: Ranting Kayu Ukuran: Dimention variabel 12
Green Collaboration #3 - Arteri Sungai
PILIHAN
Program Studi Kriya Seni
1. Achmad Gilang Romadhan 2. Deni Noviantoro 3. Firma Wahyu
4. Hadi 5. Leo Galih S 6. Muhammad Nurrudin
7. Takafuki Bagas Anggara 8. Waindra 9. Yuni Sarah
2. Sumber irigasi Bukan hanya manusia yang tak mampu hidup jika tanpa air. Tumbuhan juga seperti itu. Apalagi di daerah tinggi seperti pegunungan yang lahan pertanian di buat miring atau terasering. Adanya sungai dibuat untuk mengairi tempat tinggi. Sehingga penduduk menggali tanah dan membuat saluran air disana
Divisualisasikan kran air sebagai wadah Dari apa yang kita tampung selama ini, di sketsa yang kita bikin kran air di representasikan sebagai tampungan dari apa yang kita buang ke suangai, sampah, kotoran, limbah-limbah pabrik dan masih banyak lagi yang kita buang ke sungai dan ahirnya itu hanya mengotori sungai kita.tanpa sadar kita terus membuang limbah ke sungai dan ahirnya limbah itu ikut terhanyut oleh aliran sungai .dan mengotori area sungai yang dahulunya bersih menjadi kotor karena kiriman limbah dari atas dan itu terus berputar. Karya ini merupakan himbauan kepada kita semua. Ketika kita membuang kotoran ke sungai apa yang kita dapatkan hanyalah kotoran dari apa yang kita buang ke sungai dan ketika kita membuang sampah ke sungai apa yang kita dapatkan di sungai hanyalah sampah dari apa yang kita buang ke sungai. Sebaliknya ketika kita menjaga dan merawat sungai banyak manfaat dan keuntungan yang bisa kita dapatkan diantaranya, 1. Mata air bagi kehidupan Manfaat sungai bagi kehidupan manusia yang paling penting adalah sebagai salah satu mata air yang digunakan untuk kehidupan. Anda setiap hari membutuhkan air, baik untuk minum, mandi, mencuci, dan segala kebutuhan lainnya. Entah kebutuhan dasar apapun memang dibutuhkan air. Meski zaman nanti akan semodern apa, tak bisa dilekang bahwa mereka tetap membutuhkan air.
3. Pembangkit listrik Manfaat lain yang digunakan sungai adalah sumber pembangkit listrik. Kemampuanya untuk memutar turbin yang mengalirkan sumber listrik sudah banyak di gunakan. Hal ini sudah dibuktikan di sekitar bantaran Sungai Asahan, Sumatra Utara. Tenaga listrik yang menggunakan aliran air sungai disebut PLTA (Pusat Listrik Tenaga Air) 4. Sumber ikan Banyak masyarakat yang melestarikan ikan-ikan di sungai. Mereka sengaja membudidayakan beberapa ikan yang habitatnya di air tawar. Salah satu teknik yang digunakan dengan Karamba. Biasanya di isi oleh ikan jenis patin, nila, dan mas. Kebanyakan mereka yang merasa untung dengan cara ini. Sebab dari segi biaya lebih ekonomis dan pangan juga murah. 5. Lokasi pariwisata Siapa sangka sungai mampu dijadikan lokasi wisata? Salah satunya ada di Sungai Bantimurung di Maros, Kalimantan Selatan. Tempat ini memiliki panorama indah dengan point view air terjun dan pemandangan alam yang menyejukan mata. Anda bisa mengamati habitat kupu-kupu yang beterbangan indah disana. Adalagi di daerah Karanganyar, di bawah kaki Gunung Lawu. Udara yang dingin dengan pemandangan yang menyegarkan. Anda bisa memilih obyek wisata Njumog, Cemoro Sewu atau Air terjun Tawangmangu.
Green Collaboration #3 - Arteri Sungai
13
DUNIA BATIK Bahan: bambu, daun kering, biji-bijian , ijuk Ukuran: diameter 3 m, tinggi 1.5 m 14
Green Collaboration #3 - Arteri Sungai
DUNIA BATIK
Program Studi D3 Batik & Fashion
1. 2. 3. 4.
Devi Pegi Melati Fatmawati Intan Pertiwi Fitria Andono Warih Hairunnisha Ar Rifdah
5. Puji Lestari 6. Putri Rahmadhanty 7. Ryan Okta Govinda Saptro
Karya berjudul “Dunia Batik� ini terinspirasi dari bentuk bola dunia. Karya ini berbentuk bola dunia yang didalamnya terdapat tempat yang bisa digunakan untuk duduk seperti sebuah saung. Saung sendiri adalah tempat untuk beristirahat atau biasa digunakan oleh para orang orang dahulu untuk berkegiatan dipinggir sungai, misalkan seperti memancing, mencuci, dan lain sebagainya. Dalam konsep ini bentuk benuanya akan diisi oleh motif batik. Dalam konsep ini kita memilih berbentuk bola dunia karena disini kita juga menyisipkan agar batik tradisional indonesia bisa mendunia dan dikenal oleh seluruh masyarakat supaya tidak punah.
Green Collaboration #3 - Arteri Sungai
15
DAHAGA Media: bambu Ukuran: 10m x 4m x 2m
16
Green Collaboration #3 - Arteri Sungai
DAHAGA
Program Studi Tata Kelola Seni
1. 2. 3. 4.
Amelia Devi Ayu P Awaludin Annawawi Duanita Gilda Ayu Fajar Kurniawan
5. 6. 7. 8.
Grace Ayu Permono P Lono Mohammad Rasyid Ridho Muhammad Yusuf Ma’arif
Manusia sejak jaman purba hingga manusia yang hidup saat ini, membutuhkan sumber air untuk keberlangsungan hidupnya. Termasuk sungai sebagai sumber air utama dan paling mudah ditemukan diseluruh permukaan bumi ini. Seperti yang kita ketahui, dimana ada sungai disitu pula terdapat kumpulan mahluk hidup disekitarnya.
9. Sumintas 10. Tomy Firdaus
Dengan membuat karya dengan mengambil contoh manusia dari jaman purba hingga sekarang, kami berusaha memberi kesadaran kepada pengunjung dan penikmat seni, betapa pentingnya fungsi sungai bagi manusia. Penempatan karya di pinggiran sungai akan membangun kekuatan dari karya ini pula. Dan dengan menggunakan material yang organis tentu menambahkan kesan bahwa karya ini juga ramah lingkungan dan terutama aman bagi sungai itu sendiri.
Green Collaboration #3 - Arteri Sungai
17
FLOATING GARGEN Media: bamboo, charcoal, rope, media mixed Ukuran: 325 cm x 200 cm 18
Green Collaboration #3 - Arteri Sungai
FLOATING GARDEN
Program Studi Desain Interior
1. 2. 3. 4.
Agip Enka Kusuma Christian Sugiarto Dhamar Setya Dharana Herku Nanutama
5. 6. 7. 8.
Juwita Khoirunissa Rizqi Rahmawati Klodia Maela Ellsa Aksi Surya Alam Silmi Fathunnisa Watson
Tercemarnya air sungai oleh limbah mempengaruhi kualitas air menjadi lebih buruk. Padahal salah satu elemen terpenting dalam sungai adalah air, maka salah satu cara untuk memperbaiki sungai adalah memperbaiki kuailas air sungai itu sendiri. Dengan teknik filtrasi atau penyaringan maka akan mengurangi polutan yang ada dalam air sungai, sehingga secara berangsur-angsur kualitas air akan membaik. Tanaman merupakan salah satu media filter alami yang cukup efektif dalam menyaring polutan yang ada dalam air. Beberapa jenis tanaman memiliki kemampuan mengikat polutan dan mengolahnya menjadi sumber makanan bagi tumbuhan tersebut. Dimana ada tumbuhan ada rantai makanan baru akan muncul, yang berarti akan memperkaya ekosistem yang ada. Secara berlahan maka sungai dapat “memperbaiki diri“. Secara teknis usaha memperbaiki kualitas air sungai tidak lepas dari kemauan dan kesadaran masyarakat sendiri. Maka dari itu usaha-usaha pelestarian pun akan lebih tepat bila disesuaikan dengan perubahan habit dari masyarakat juga. Sehingga, secara tidak langsung akan menimbulkan kembali kesadaran terhadap lingkungan yang tetap sesuai dengan perkembangan jaman. Melihat permasalahan yang ada dan pemecahannya, maka ide yeng muncul adalah pembuatan instalasi yang dapat mengedukasi masyarakat, memicu kesadaran
9. Taufik Pamungkas 10. Theresia Santi
masyarakat terhadap lingkungan, dan tentunya memiliki dampak positif bagi keberlanjutan karya tersebut. Sehingga karya ini dapat dipertimbangkan untuk pengembangannya. Pada hulu sungai akan ditempatkan sistem filtrasi buatan dengan media tanaman yang berupa taman apung yang dikemas dalam bentuk instalasi seni. Instalasi yang ditampilkan merupakan prototype yang dapat dikembangkan lebih lanjut pada sungai-sungai lain (dengan adanya analisis dan penyesuaian terlebih dahulu). Diharapkan dengan instalasi ini, dapat menjadi acuan masyarakat untuk mengembangkan dan menyadari potensi tanaman apung yang dibalik nilai estetikanya juga memiliki dampak besar untuk ekosistem air dan sebagai media alternatif. Nantinya saat tanaman apung ini dikembangkan maka akan menjadi sistem filtrasi yang besar yang secara berlahan akan memperbaiki kualitas air, ekosistem sungai, habit serta kesadaran masyarakat. Diharapkan ada keberlanjutan dari solusi ini adalah prototype yang dapat dikembangkan dalam efektifitas sungai dan estetiknya. Mengingat masyarakat sedang digandrungi dengan hobi posting “kekinian“, tentunya bila dikembangkan, tanaman apung akan berpotensi menjadi tren baru dibidang pariwisata. Dengan demikian akan timbul kesadaran masyarakat untuk menjaga dan peduli. Green Collaboration #3 - Arteri Sungai
19
WATER PROVED Media: kayu albasia, bambu, rotan, selang, kawat, torong plastik, ember seng, tali serat, as besi, mur, multiplek. Ukuran: 3m x 3m x 4m 20
Green Collaboration #3 - Arteri Sungai
WATER PROVED
Program Studi Desain Produk
1. 2. 3. 4.
Acmad Miftah Agatha Vania Agung Cahyo Mukti Arga Akira
5. 6. 7. 8.
Astelia Novia Hafis Nurkamidah Ibnu Arifudin Leonardus Ganesha
9. Marenda Ayu Denata 10. Sarah Widyasyafitri 11. Satrio Abimayu
Sepeda Air Karya sepeda air merupakan karya yang ditujukan untuk mempermudah pengambilan air dari tepi sungai. Karya akan dibuat dengan rincian sebagai berikut. Pada bagian tepi sungai akan dibuat kerangka menyerupai bagian depan sepeda, dan pada bagian roda depan akan terhubung langsung dengan katrol dan ember pada bagian bawahnya. Cara pengoprasiannya adalah, ketika kerangka sepeda kayu tersebut dikayuh maka katrol akan memutar dan ember akan mengangkat air. Karya ini melibatan interaksi dengan para pengunjung.
Green Collaboration #3 - Arteri Sungai
21
LAMPOR Bahan: mix media (pralon, kayu, besi, bambu dll ) Ukuran: 2,5 m x 3 m
22
Green Collaboration #3 - Arteri Sungai
LAMPOR
Program Studi Desain Komunikasi Visual
1. 2. 3. 4.
Anastasia Ananda A. P Bagas Rahmanto Dean Hermansa Hanifati Husna
5. 6. 7. 8.
Intan Nurjanah Kartiko Bagaskara Luh Pande Sandat Wangi Muhamad Nasrullah
Gagasan yang kami angkat adalah Proyek Alam Banjir, yang berawal dari kegelisahan warga setempat tentang cuaca yang kerap kali membuat sungai menjadi meluap secara tiba-tiba. Terutama ketika musim hujan datang, volume air sungai yang begitu besarnya akan menerjang, dan kehadirannya yang tiba-tiba inilah menjadi kegelisahan warga. Proyek Alam Banjir adalah sebuah teknologi tepat guna berupa alarm banjir, yang akan dipasang di beberapa titik sungai sebelum wilayah pemukiman dan akan menjadi peringatan oleh warga setempat sebelum banjir besar datang. Dalam perancangan Proyek Alam Banjir, kami tidak menggunakan teknologi modern, alat yang satu ini kami buat sepenuhnya dengan teknik manual yang dirasa cukup sederhana dengan fungsi alarm dan tetap bisa melawan arus kuat dari air sungai ketika musim hujan. Ketika intensitas air sungai sedang tinggi, maka alarm akan segera berbunyi hingga masyarakat sekitar akan menghindari tepi sungai dan mempersiapkan diri dari terjangan banjir. Adapun nada yang muncul akan berbunyi secara kontinyu sehingga nantinya akan terus familiar didengar dan menjadi hiburan tersendiri bagi masyarakat setempat. Hadirnya gagasan Proyek Alam Banjir sebagai alarm juga muncul sebagai salah satu pengaplikasian desain dalam kehidupan sehari-hari. Kemajuan desain yang berawal dari revolusi industri di Inggris telah memberikan dampak yang begitu besar bagi roda
9. 10. 11. 12.
Mutiara Ale Rantique Talenta Estetika Ratu Aulia Shofi ya K Sarah Hanifah
kehidupan. Tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran desain begitu krusial sehingga dapat dikatakan telah menopang kebutuhan sehari-hari dari tahun ke tahun, abad ke abad. Sebab desain tidak hanya menyentuh aspek estetika saja, tapi juga merangkul estetika dengan aspek fungsionalnya. Seperti Proyek Alam Banjir yang satu ini adalah buah dari teknologi dan desain yang meresepon keseharian masyarakat dengan sungai yang mengalir di dalamnya. Adapun nama yang diambil yaitu “Lampor “ didasari pada cerita masyarakat sekitar tentang pasukan kuda Nyi Roro Kidul yang datang dengan suara gemuruh melewati sungai, mereka mempercayai ketika suara banjir datang merupakan suara “Lampor”. Berdasarkan rancangan tersebut air akan menggerakan kincir dan katrol dan akan mengeluarkan bunyi yang berbeda jika ketinggian air sudah mencapai tahap selanjutnya atau diatasnya. Warga dapat mengidentifi kasi banjir dengan membedakan suara, dimana pada kondisi normal alarm akan menghasilkan suara normal (“tuk.... tuk...’ tuk....”) lalu ketika air semakin deras dan mencapai level 2 alarm akan menghasilkan bunyi yang lebih cepat (“ tuk..tuk..tuk..tuk “) dan alarm akan menghasilkan suara paling keras dan cepat pada level 3 (“ tuktuktuktuk“).
Green Collaboration #3 - Arteri Sungai
23
BRONJONG JEDOG Media: bambu Variatif Instalasi 24
Green Collaboration #3 - Arteri Sungai
BRONJONG JEDOG Aliansi Alumni
1. 2. 3. 4.
Agus Budi Setiawan Insanul Qisti Barriyah Iwan Dharmawan Muksin
5. Paku kusuma 6. Syamsul Barry 7. Yuliarni
Green Collaboration #3 - Arteri Sungai
25
MEWUJUDKAN KARYA YANG PEDULI PADA LINGKUNGAN Oleh: Dony Arsetyasmoro, S.Sn., M.Ds.
Lingkungan kita saat ini rentan akan bencana khususnya bencana alam akibat perbuatan kita, kekeringan, kebakaran hutan, tanah longsor, banjir sudah menjadi berita keseharian. Sebuah fakta yang harus kita sadari akibat ulah manusia yang salah dalam mengurus lingkungannya. Dalam sekala lebih luas bumi yang kita cintai ini semakin tua dengan penghuni yang terus bertambah memberikan beban yang semakin berat. Fakta-fakta baru yang mencemaskan terus diungkap para ahli. Tahun 2006 dalam film dokumenter “An Inconvenient Truth”, Al Gore seorang aktifis lingkungan dan kandidat presiden Amerika secara gamblang menunjukkan betapa dahsyatnya ulah manusia yang menyebabkan pemanasan bumi (global warming), film tersebut ingin meningkatkan kesadaran kita akan dampak yang ditimbulkan serta mengajak kita secepatnya bergerak untuk mengatasi dan melawannya efek yang merusak lingkungan disekitar kita. 10 tahun telah berlalu dan kerusakan lingkungan masih berlanjut, berita terakhir mengabarkan sekelompok peneliti dalam Kongres Geologi Internasional di Cape Town, Afrika Selatan, secara resmi mendeklarasikan bahwa dampak perilaku manusia telah mendorong planet ini meninggalkan era Holosen dan memasuki era Antroposen, yaitu zaman dimana aktifitas manusia mulai memiliki pengaruh global terhadap ekosistem Bumi. Hal itu bisa kita pahami bagaimana aktifitasaktifitas terus dilakukan secara masif dan berulangulang dalam skala global, buah dari mata rantai kehidupan yang menempatkan manusia sebagai penguasadi posisi paling atas dengan ke-egoannya telah mengabaikan keberlanjutan dari ekosistem. Kiranya menjadi tugas yang berat untuk bisa menghapus “jejak buruk” akibat dari aktifitas kita di bumi yang kita cintai ini bahkan bisa dibilang terlambat, akan tetapi kita harus optimis masih ada waktu dan kesempatan untuk memerangi dampak buruk dari aktifitas kita. Masing-masing individu dituntut memiliki tanggung jawab pada lingkungan terdekat karena imbas dari aktifitas kita bisa terlacak hingga lingkungan terjauh. Sungai menjadi salah satu tempat dimana aktifitas kita di hilir akan bisa dirasakan dampaknya di hulu. Semakin buruk kualitas lingkungan 26
Green Collaboration #3 - Arteri Sungai
di hilir dan sepanjang aliran sungai maka semakin jelas kerusakan di hulu sungai yaitu muaran di lautan. Fakta baru menujukkan limbah plastik semakin tak terkendali. Berdasarkan laporan survey dari World Economic Forum, pada tahun 2050, jumlah sampah plastik di lautan akan melebihi jumlah ikan. Sebuah fakta yang sangat menakutkan sekaligus menunjukkan kebodohan kita sebagai individu yang paham kondisi tersebut tetapi acuh dalam sikap. Etika konservasi lingkungan kita semakin menipis, khususnya di sepanjang aliran sungai. Sungai sebagai sumber kehidupan layaknya arteri pada tubuh kita sudah ditinggalkan karena sebagian besar kehidupan kita orientasinya cenderung menjauh dari sungai. Masyarakat lokal di pedalaman sebenarnya memilki sistem kearifan lokal dalam mengelola sungai yang dapat kita tiru. Salah satunnya dengan konsep menghormati keberadaan sungai sehingga ada rasa memiliki dan bertanggung jawab pada kondisi sungai didekatnya. Pada masyrakat modern seringkali sungai menjadi halaman belakang (backyard), dengan paradigma ini, kepedulian masyarakat terhadap sungai menjadi berkurang. Konsep menghormati kali dengan Madhep Kali menjadikan sungai sebagai halaman depan diharapkan mampu mengubah paradigma tersebut sehingga dapat meningkatkan kepedulian dan rasa tanggung jawab kita pada atas sungai Keberadaan sungai sebagai urat nadi kehidupan disekitarnya harus terus dijaga maka area tersebut harus diberi “nyawa” dalam bentuk kegiatan yang bertanggung jawab, baik secara invidu maupun komunal. Menghadirkan karya seni di bantaran sungai merupakan tantangan bagi mahasiswa. Mahasiswa tidak hanya berkarya terhadap obyek tetapi juga memikirkan bagaimana dampak yang dihasilkan untuk kebaikan sungai dan sekitarnya.Tahun ini pameran Green Collaboration #3, sebuah pameran karya seni tahunan yang peduli pada lingkungan, berusaha menempatkan sungai pada halaman depan karena memaksa kita para penikmatnya untuk menghadap (Madhep) ke sungai. Melalui seni dan desain diharapkan bisa menjadi media untuk
menggerakkan masyarakat menjadi lebih peduli kepada lingkungannya. Khusus karya desain, ketika berjarak pada lingkungannya maka hasilnya hanya akan menjadi barang yang cepat usang (obsollent) dan pada akhirnya menjadi sampah-sampah tidak berguna. Pada seniman dan desainer harus bisa menyampaikan pesan bahwa karya yang dihasilkan merupakan bentuk kepedulian mereka kepada lingkungan. Untuk mewujudkan hal di atas ada beberapa prinsip yang bisa dijadikan pegangan agar karya yang dihasilkan dapat memberikan imbas yang baik kepada lingkungan, pertama adalah karya harus peduli “respek pada alam dan sistem alam semesta”; alam harus menjadi panduan dan model bagi proses desain seperti yang disebut oleh Janine Benyus sebagai biomimikri (mencontoh dari alam). Alam bisa menjadi guru terbaik dalam menuntun kita membuat karya-karya, karena alam dapat beradaptasi menyesuaikan kebutuhan mereka sendiri tanpa menyebabkan dampak yang merugikan. Dalam konteks berkarya di lingkungan sekitar sungai maka desainer harus bisa mengambil pelajaran dari lingkungan yang ada untuk ditiru. Konsep dari karya mahasiswa Desain interior menjadi contoh penerapan prinsip ini dimana menyajikan Floating Garden dengan sistem penyaring (fitrasi alami) air sungai yang berasal dari akar-akar tanaman. Prinsip selanjutnya adalah“respek pada energi dan sumber daya alam”, karya yang peduli terhadap lingkunganmemandang semua sumber daya alam mempunyai fungsi bagi lingkungannya. Konservasi dan memperbaharui sumber daya alam sebagai sesuatu yang terbatas. Oleh sebab itu dalam berkarya harus memperhatikan potensi-potensi material dan energi yang ada pada lingkungan sekitar. Mendatangkan sumber daya alam dari luar hanya akan menambah berat beban lingkungan. Karya-karya mahasiswa yang terlibat dalam pameran ini hampir semuanya menggunakan material bambu yang mudah kita temui di sepanjang aliran sungai. Kejelian dalam berkarya yang dampaknya tidak merugikan lingkungan sekitar
dalam berkarya harus “respek pada proses”, karya seni dan desain bukan sekedar hasil akhir sebuah produk. Untuk menilai hasil akhir, sebuah proses harus menjadi pertimbangan utama melalui pemikiran yang holistik hasil dari kerjasama antar beberapa disiplin ilmu. Saat proses berkarya mahasiswa membentuk kelompok yang bekerja bersama-sama, mereka melalui proses pertimbangan yang melibatkan ide-ide dari masing-masing anggota untuk memunculkan konsep karya. Untuk mempertajam kemampuan ekplorasi mahasiswa pada lingkungan sungai mereka melibatkan para ahli dan praktisi lingkungan untuk memberikan masukan yang konstruktif pada karya mereka dan dalam pelaksanaannya mereka melibatkan masyarakat setempat yang lebih mengenal lingkungan disekitar sungai. Tak lepas peran serta pemilih lahan yaitu seniman Joko Pekik yang terus mengawal proses terwujudnya karya menjadikan kegiatan berkarya para mahasiswa semakin bermakna. Dalam skala mikro mereka telah berproses di masing-masing kelompok, dan dalam skala makro mereka sudah berusaha melibatkan kalangan yang lebih luas. Kesadaran akan pentingnya sungai dan lingkungan sekitarnya selayaknya dimiliki oleh manusia sebagai mitra yang sejajar kedudukannya, sehingga tercipta kondisi hubungan rantai makanan yang ekosentris bukan egosentris lagi.Sudah menjadi kewajiban kita para seniman dan desainer sebagai salah satu agen perubahan untuk bisa mendorong masyarakat pengguna (user) sungai untuk merubah gaya hidupnya berpihak pada lingkungan. Sungai menjadi teman di depan, bukan lagi sekedar pelengkap dibelakang. Kolaborasi yang sudah dilakukan para mahasiswasebagai perwujudan prinsip-prinsip karya yang peduli pada lingkungankita harapkan menjadi pemicu dalam merebut perubahan lingkungan yang lebih baik secara bersama-sama. Kita harus ingat “Your city, your responsibility”, kota tempat tinggalmu adalah tanggung jawabmu juga. Salam Dony Arsetyasmoro
Terakhir, prinsip teratas yang bisa dicapai adalah Green Collaboration #3 - Arteri Sungai
27
SUNGAI MENGALIR
Oleh: F.X. Widyatmoko, S.Sn., M.Sn.
“...Solastalgia, di sisi lain, terkait dengan melankolia atau rasa sakit yang dialami kala menyaksikan tempat yang dihuni mengalami perubahan atau rusak. Fenomena ini muncul layaknya sesuatu yang menyerang rasa keberanggotaan dirinya terhadap tempat tertentu (mengingat hal itu merupakan bagian dari identitasnya). Ia berwujud perasaan tertekan/sedih (secara psikologis) atas transformasi tersebut. Solastalgia bukan berarti melihat ke masa lalu yang indah, atau mencari tempat lain untuk dianggap “rumah”; rasa itu merupakan “pengalaman yang hidup” atas perubahan intens, terwujud dalam kehilangan arah dirongrong kekuatan menghancurkan potensi yang ada demi menghibur diri saat ini. Singkatnya, solastalgia merupakan jenis dari “rindu atas huniannya”, saat ia masih berada di “rumah...” (Saras Dewi, “Ekofenomenologi - Mengurai Disekuilibrium Relasi Manusia dengan Alam”, Marjin Kiri, Jakarta, 2015)
Green Collaboration #3 diselenggarakan pada 8 - 17 November 2016, bertempat di pelataran rumah dan studio pelukis Djoko Pekik, yang berlokasi di tepi Sungai Bedog, Sembungan, Bantul, Yogyakarta. Baru pada penyelenggaraannya yang ketiga inilah karya-karya yang dirancang menempati langsung di ruang terbuka (alam), mengingat Green Collaboration sebelum-sebelumnya diselenggarakan di dalam gedung (galeri). Sekelompok mahasiswa angkatan 2015 Program Studi Desain Komunikasi Visual (dkv) Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta merancang sebuah media yang menjalankan diri sebagai pemberi informasi. Informasi tersebut tentang ketinggian air sungai. Dalam rancangannya terdapat dua baling-baling dengan ketinggian yang diatur berbeda dan masing-masing dihubungkan dengan tuas yang di bagian ujungnya menghasilkan suara (alarm) dengan cara memukul susunan potongan bambu (nada). Media ini bukan sesuatu baru, hanya saja untuk mahasiswa dkv (dan terutama Green Collaboration) ia merupakan hal baru. Dalam konteks inilah arteri sungai mau dipahami. Kita coba sejenak mengingat aliran ruang huni hidup manusia sejak jaman dahulu. Setelah mendapatkan air dan makanan, manusia pun membangun hunian. Kebudayaan awal manusia berada di sekitar sungai, lama-kelamaan bergeser menjauhi sungai. Salah satu penyebab bergesernya cara hidup dari di sekitar sungai yaitu peran teknologi. Maka air jadi lebih 28
Green Collaboration #3 - Arteri Sungai
penting dibanding sungai, karena air dapat diperoleh dari dan lewat berbagai cara (air tanah, air PDAM, air minum kemasan termasuk kemasan isi ulang). Pula jika aliran sungai menjadi sumber energi (gerak), sains menyibak bahwa air juga dapat menghasilkan energi yaitu dengan cara dipanaskan (uap air). Dan pada karya mahasiswa dkv kali ini energi sungai juga terdapat dalam gerak dan ketinggian, hanya saja ia menyampaikan sesuatu yaitu kemungkinan terjadi hujan lebat, panjang, dan peluang banjir. Sungai, dengan begitu, dipandang sebagai sebuah sumber (peluang kejadian) dan aliran (arus air). Karya berupa media peringatan di atas memerlihatkan sisi komunikasi antara dkv dengan sungai sebagai sumber dan aliran. Sungai menjadi ruang berkomunikasi sekaligus media. Rasanya hal tersebut tidak mudah mengingat arus praksis dkv yang umum mengalir di media-media cetak dan digital audio visual. Hal lain yaitu hadir dalam proses perancangan karya di atas yaitu kecenderungan untuk memelajari sain-teknologi. Kecenderungan ini penting karena dari situ praksis dkv diperluas, dan ‘kanvas’ eksistensinya menyentuh alam secara langsung, dan cara mendekatinya tidak dapat sebatas mengandalkan estetik namun juga teknik. Inilah hal penting dan mendasar dalam karya-karya dalam pameran Green Collaboration #3, yang semoga dalam gelaran selanjutnya senantiasa hadir dan menghuni alam terbuka, meski tidak selalu di sungai, namun bisa di pegunungan, sawah, laut, atau di kebisingan kota, kampung, hingga pelataran gedung yang kini marak memancangi kota Yogyakarta. Jika peradaban modern memerlihatkan sifat destruktifnya terhadap alam-lingkungan, seni dan pendidikan perlu kembali memerlihatkan sisi membangun alam, dan itu dikerjakan lewat-bersama-melalui seni yang juga merefleksikan dirinya. Dengan begitu, seperti halnya sungai, seni pun mampu mengalirkan rasa, pemikiran, imaji(nasi) bentuk, dan pertanyaan sebagai satu ungkapan bersolastalgia. Widyatmoko ‘Koskow’ Desain Komunikasi Visual
SCREENING VIDEO
Wayang Sampah Laut di Bangkok oleh Sito Fossy Biosa (Osa)
BEDOG (20 menit) oleh Sri Wastiwi Setiawati, M.Sn. (Prodi TV dan Film, FSRD ISI Surakarta)
Pemutaran video oleh Wisnu Ajitama
Green Collaboration #3 - Arteri Sungai
29
FOTO DOKUMENTASI Rapat dan Survei Lokasi Pameran Green Collaboration #3
30
Green Collaboration #3 - Arteri Sungai
Persiapan Pameran Green Collaboration #3
Green Collaboration #3 - Arteri Sungai
31
PENULIS Dr. Timbul Raharjo, M.Hum. Dony Arsetyasmoro, S.Sn., M.Ds. F.X. Widyatmoko, S.Sn., M.Sn. DESAIN GRAFIS & LAYOUT Kadek Primayudi, S.Sn., M.Sn. Muhammad Rojihan Alfi Choir DOKUMENTASI FOTO & VIDEO Daru Tunggul Aji, S.S., M.A. Aditya Utama, S.Sos., M.Sn. Andri Tridadi Pandu Budi P Dokumentasi Peserta 32 Halaman 21 cm x 30 cm Dicetak di Yogyakarta Copyright © 2016
UCAPAN TERIMAKASIH Dekan Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta. Pembantu Dekan II Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta Pembantu Dekan III Fakultas Seni Rupa ISI Yogyakarta Bapak Djoko Pekik Para Kurator Kelompok Pemerhati Lingkungan Kelompok Pemerhati Sungai Kelompok Aliansi Alumni ISI Sasenitala Mahasiswa Peserta Pameran Seluruh Panitia
FAKULTAS SENI RUPA INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA
32
Green Collaboration #3 - Arteri Sungai
FAKULTAS SENI RUPA INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA
i a g n u S i r e t r A
PAMERAN SENI RUPA MAHASISWA FAKULTAS SENI RUPA INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA
GREEN COLLABORATION
#3
i a g n u S i r e t r A
8-17
November 2016
Plataran Djoko Pekik Dsn. Sembungan, Kec. Kasihan Bantul, Yogyakarta