Majalah dedikasi edisi vii

Page 1

DẽDIKASI

Media Rekontruksi Pemikiran Kritis

Lika-Liku

Perkembangan Anak di Tengah Kepungan

Globalisasi


Jangan remehkan hal-hal sepele. Sebab, dari sinilah hal-hal besar biasanya terwujud.

02 | DẽDIKASI | Edisi VII 2013


Prelude dari Redaksi

Kehidupan layaknya roda yang berputar. Berangkat dari bawah, dan berjalan dengan melewati tiap fase kehidupan. Hingga mencapai puncak yang dicita-citakan. Namun pada akhirnya akan kembali pada tempat dimana kita berangkat. Seperti kehidupan manusia, manusia hidup diciptakan dari tanah dan kembali ke tanah. Tapi dalam menjalani tiap fase kehidupan, manusia melewati kehidupan-kehidupan yang berbeda-beda. Dari pembuahan Embrio ibu sampai lahirlah buah hati mungil, generasi penerus keluarga. Dan menjadi tua. Lahirnya anak tak ubahnya awal majalah ini, hanya lembaran kertas putih tanpa tinta yang mengotori. Kami bentuk sekian rupa jilidan kertas persis orangtua memberi kasih sayangnya. Kami rupa sekian warna seperti orangtua medidik buah hati mereka. Sampai jadilah tulisan-tulisan pada tiap lembar majalah ini yang memberi manfaat pada pembaca setia.

Diterbitkan oleh

Lembaga pers Mahasiswa DeDikasi Sekolah Tinggi Agaama Islam Negeri (STAIN) Kediri

Penanggung Jawab: Dr. H. Ahmad Subakir M.Ag. Pelindung: Dr. M. Dimyati Huda. Pimpinan Umum: Hayin Mabkhurin Nafida. Pemimpin Redaksi: Ade Liana Prasetya. Sekretaris: Novi Kholifatul Azizah. Bendahara: Endhi Rohmana Firdaus

Devisi Litbang

M. Ariful Anam, M. Ghozali Ma’ruf, Latifatul aini mustafifin, Tutut indah widyawati, Ahmad Hasby ash shiddiqy

Devisi Usaha

Eny Mufidatul Azizah, Bety Kurnia Wati, Ahmad Syaifulloh, Rosalia Wati, Moch. Hanif

Dewan Redaksi

Moh. Bahrul Amik, Ayu Sofyana Hadi, Findra, Heny, Kholisul Fathikin

Layout M. Khoiruddin Alamat Redaksi

Dok. K

Sekretariat LPM DeDIKASI Jalan Sunan Ampel no. 07 Ngronggo Kota Kediri 64127

din hoirud

kunjungi kami

dedikasipers.blogspot.com FB: dedikasi pers email: dedikasi_pers@yahoo.com redaksi.dedikasi@gmail.com Edisi VII 2013 | DẽDIKASI | 03


Content dartar isi

Laporan Utama 10 Beberapa pengguna internet diantaranya adalah anak-anak dan remaja. Dimana dunia internet yang langsung terhubung dengan dunia luar menyimpan berbagai situs bebas yang tak layak untuk golongan anak- anak. Kediri dengan jumlah penduduk 1.506.208 juta memiliki anak dan remaja setiap tahunnya. Anak-anak yang menjadi generasi penerus.

20 Laporan Khusus

Rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia begitu dirasakan bagi mereka dengan status ekonomi menengah kebawah. Mahalnya biaya hidup, naiknya biaya pendidikan juga kesehatan memaksa beberapa oknum mengambil jalan pintas guna memenuhi kebutuhan yang memang menekik pundi-pundi rupiah keluarga.

Artikel 34

Opera Van Java (OVJ) ditayangkan di jam prime time pukul 20.00 WIB oleh Trans7. Dalam setiap adegannya OVJ memunculkan adegan-adegan kekerasan seperti memukul dan tak jarang memakai beberapa perangkat di sekitarnya (meski berupa perangkat lunak). Di tambah ujaran-ujaran menggunakan bahasa yang kasar dan ungkapan yang berkesan sarkastik.

Reguler Salam Redaksi ..... Editorial .............. Laporan Utama .... Opini ................... Profil ................... Resensi ................ Sastra ..................

05 06 13 24 48 51 55

04 | DẽDIKASI | Edisi VII 2013

Budaya

Budaya Membaca (yang tidak) ada

61

Artikel

Budaya dalam Letupan Revolusi Digital

38


Salam Redaksi

Sebait celoteh, Salam pers mahasiswa, Salam sejahtera kami haturkan, kepada pembaca budiman . Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Pemurah, yang telah melimpahkan beribu2 detik waktu hingga sebait celoteh yang tertuang dalam tulisan ini dapat hadir ditangan pembaca, meskipun kehadirannya dirasa sangat terlambat oleh semua pihak. Kerja keras serta peluh dalam penggarapan majalah edisi kali ini menjadikan cerita tersendiri dalam hati, pikiran, serta cerita masing-masing anggota redaksi. Sekalipun dalam proses pembuatan kali ini gejolak emosi sebagai manusia terus saja memburu namun semangat sebagai insan pers tak lupa juga memberikan dukungan tersendiri untuk terus berkarya dan menyembahkan semua yang kami bisa untuk para pembaca yang tetap setia menanti karyakarya kami. Dalam majalah edisi VII kali ini, tim redaksi LPM DeDIKASI mengangkat tema “Lika-Liku Perkembangan Anak Ditengah Kepungan Globalisasi�. Tema ini sengaja diangkat karena mengaca pada dinamika anak dewasa ini sedang diserang oleh efek globalisasi yang mendunia. Kemajuan ilmu pengetahuan teknologi (IPTEK) sebagai faktor yang paling mendasar yang mempengaruhi anak-anak juga menjadi dasar pengangkatan tema kali ini. Sadar atau tidak, globalisasi yang mendunia dan lajunya yang tak dapat diperkirakan sedikit banyak telah mempengaruhi cara berfikir, berikap dan bertingkah laku pada usia anak-anak. Anak yang menjadi tonggak penerus bangsa hendaknya mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah tentu saja dengan melibatkan lembaga pendidikan dan lingkungan keluarga. Negara kita membutuhkan penerus yang tak hanya mampu membawa Indonesia maju dalam bidang-bidang tertentu. Karena i8tulah, pengaruh negatif yang menyerang langsung perkembangan anak anak ditekan sedemikian

rupa agar tidak berakibat fatal. Denagn paradigma yang diusung redaksi, kami masih kosisten sebagai Media rekontruksi pemikiran kritis. Yang berarti kami berusaha menyajikan apa yang telah kami wacanakan dalam pembuatan tema majalah kali ini. Membongkar kehidupana ank-anak dari berbagai pengaruh globaisasi disemua aspek kehidupan. Adapun sorotan utama yang kami sajikan merupakan gambaran eadaan anak disekeliling kita. Pengaruh lingkungan layaknya kopi dan rokok yang langsung bersentuhan dengan keseharian anak-anak. Juga keadaan psikologi anak yang tak jarang terlalu asyik menjelajah dunia maya dan menjadikan mereka apatis terhadap lingkungan sosialnya. Dari sini kemudian redaksi menagajak para pembaca untuk membedah da n menaganalisa lebih dalam terkait dengan generasi penerus bangsa yang semakin hari semakin tergerus oleh pengaruh negatif yang akan mempengaruhi pada dinamika kehidupan di negara kita. Kami tak menyebut pengerjaan majalah ini sebagai wujud pengorbanan pikiran dan waktu, namun lebih kearah sebagai media belajar dan wujud tanggung jawab sebagai insan pers. Meskipun begitu, kami sepenuhnya sadar bahwa sebagai manusia biasa seteliti apapun kami berusaha kekhilafan dan kesalahan tetap akan tertera dalammajalah kali ini, karena itulah segenap tim redaksi tak pernah bosan menunggu kritik dan saran untuk edisi yang selanjutnya agar lebih baik lagi.

Cover Majalah Edisi VI Cover : Memikul Design :Zikin, Udin Foto : Fathikin Apps : Phothoshop Tema : Dinamika Masyarakat dalam Balutan Sumber Daya Alam Edisi VII 2013 | DẽDIKASI | 05


Editorial Redaksi

ANAK, BAGIAN DARI OBJEK GLOBALISASI Hingga saat kata globalisasi sering didengung-dengungkan oleh masyarakat, definisi serta pengertiannya yang pas belum bisa ditentukan. Dalam beberapa definisi yang telah dipublikasikan leh beberapa tokoh, pada intinya globalisasi merupakan hal yang dapat menghapus batas-batas geografis, sosial, atau bahkan budaya. Aspek-aspek kehidupan telah disusupi globalisasi mulai dari aspek sosial, ekonomi, atau bahkan budaya. Banyak budaya baru jyang muncul berkat adanya globalisasi, begitu juga dengan banyaknya budaya lama yang luntur akibat adanya globalisasi yang secara terus menerus menyerang masyarakat umum. Lalu bukan hanya aspek kehidupan yang terkena serangan globalisasinya. Pada saatnya tiba bentuk perilaku dan pemikiran seseorang juga akan terkena dampak globalisasi. Pemikiran-pemikiran dunia barat yang disuntikkan secara langsung ke masyarakat kita, diterima mentah-mentah tanpa adanya filter dari masing-masing individu dan pemerintah. Selain aspek kehidupan diatas yang terkena arus globalisasi, kini mulai terasa bahwa anak sebagai pelaku penerus globalisasi juga terkena dampaknya. Anak sebagai penerus globalisasi menjadi sasaran utama doktrin globalisasi secara menyeluruh. Mulai dari perkembangan IPTEK yang digandrungi anak-anak, prestasi akdemik yang mulai terganggu dan menerun karenanya, sampai juga pada anak jalanan yang terkena imbas dari globalisasi ekonomi. Bangsa kita membutuhkan generasi penerus yang siap terjun dilapangan juga penerus yang siap berfikir secara cepat dan tanggap. Mengingat problematika dinegara kita terlalu banyak untuk diseesaikan dan dicarikan solusi daripadnya.

06 | DẽDIKASI | Edisi VII 2013

Dengan harapan sang anak mendapatkan prestasi yang gemilang, orang tua tidak tanggung-tanggung untuk menempatkan anaknya disekolah bertarif mahal, juga memberikan fasilitas yang luar biasa kepada anknya agar si anak dapat menjadi kebanggaan orang tua. Namun disisi lain, sikap demokrasi yang diterapkan orang tua dilingkungan keluarga tanpa kontrol yang tepat justru akan berbalik dari tujuan mulia orang tua. Memberikan segala hal yang diinginkan sang anak seperti halnya alat komunikasi yang terlalu canggih, atau juga peralatan elektronik yang tidak sesuai dengan usia si anak, tanpa adanya pertimbangan yang benar dari orang tua akan menimbulkan hal negatif dalam diri anak. Dengan memiliki alat elektronik yang canggih, anak akan cenderung keasyikan memainkan apa yang ada ditangannya dari pada harus bersosialisasi dengan teman sebayanya. Selain alat elektronik pemberian orang tua, fasilitas umum seperti internet yang menyediakan situs-situs game online juga dapat menjadikan sosialisasi seorang anak dengan teman sebayanya akan terhambat. Bagaimana tidak, saat bermain game online seorang anak hanya akan berhadapan dengan layar kaca dan hanya tangannya yang aktif menggerakkan mouse komputer. Keadaan ekonomi bangsa kita yang menjadikan jurang pemisah antara si kaya dan si miskin semakin lebar, kemudian menjadikan anak jalanan merasa tersisihkan sebagai peaku ekonomi. Bagaimana tidak, keinginan mereka untuk hidup layak dan mendapatkan pendidikan sebagaimana yang di dapatkan anak-anak pada umumnya tidak dapat mereka rasakan. Globalisasi ekonomi yang disuntikkan bangsa barat ke negara kita, seperti halnya minyak


goreng jika terbuat dari kelapa sawit akan menimbulkan dampak kolesterol yang tinggi, juga garam hasil olahan negara kita yang tidak beryodium kiranya benar-benar memberikan dampak yang signifikan terhadap perkembangaan ekonomi negara. Selain itu, banyaknya abrik-pabrik yang tak lagi membutuhkan tenaga manusia menambah daftar pengangguran bertambah. Tenaga-tenaga manusia yang tak lagi dibutuhkan oleh pabrik memaksa kaum buruh untuk mencari sumber penghasilan lain, disinilah kemudian yang memancing anak para buruh untuk memilih menjadi pengamen atau profesi lain yang bekerja di jalanan. Secara perlahan, bisa dikatakan doktrinasi barat yang disuntikkan di negara kita merusak mental generasi penerus dari dalam. Bagaimana tidak, barang-barang yang tidak layak dikonsumsi anak-anak dapat dengan mudah diperjual belikan di tempat-tempat umum. Adanya rokok dan narkoba menjadi bukti nyata, betapa rusaknya mental generasi penerus kita karna ulah oknum-oknum yang tak bertanggung jawab. Bagaimana bangsa kita bisa maju jika penerusnya rusak secar fikirannya. Sikap pragmatis dan hedonis mulai merambah paradigma anak-anak bangsa. Selain itu, budaya ngopi yang tengah digandrungi masyarakat juga menyerang anak-anak. Dengan pakaian yang masih berseagam, anak-anak pada jam sekolah tak jarang lebih memilih berada di warung kopi daripada duduk didalam kelas. Aspek kehidupan selanjutnya yang terkena dampak globalisasi adalah budaya membaca. Luasnya sistem jejaring sosial menimbulkan paradigma yang tidak baik untuk kedewasaan anak-anak bangsa. Keinginan mereka untuk menghabiskan waktu didepan buku telah bergeser untuk berada di depan kaca. Buku tak lagi menjadi hal yang menarik untuk menghabiskan waktu. Kalaupun ada yang ingin, maka bukubuku bernuansa fiktif dan romantis yang paling banyak diperjual belikan di toko-toko buku.

Sesuai faktanya, daya tarik buku mulai menurun seiring munculnya situs pencarian cepat di internet. Untuk menjawab pertanyaan dari guru, juga untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan rumah dirasa cepat selesai dengan mengetik keyword di kolom pencarian. Inilah mengapa para penulis buku harus panadai meningkatkan wawasan para pembaca dengan menyediakan buku semenarik mungkin. Meningkatkan prestasi dan keberanian mental anak-anak hendaknya harus menjadi fokus pemerintah pada saat ini. Hal yang harus dilakukan jika tidak ingin penerus bangsa kita semakin mengalami kebobrokan. Membatasi budaya yang masuk di negara kita dengan meningkatkan kajian dan riset agar tidak menerus berkiblat pada paradigma pemikiran bangsa barat perlu segera dilakukan, mengingat globalisasi merupakan hal tak nampak yang berkembang dengan pesat.

Cover : Celak-an Foto : Kholisul Fathikin Design : M. Khoiruddin Apps : Adobe Photoshop CS3 Edisi VII 2013 | DẽDIKASI | 07


Surat Mahasiswa

M. FADLY FALAH1 Keilmuan yang ramai membicarakan tentang anak-anak mulai muncul pada akhir abad XIX. Misalnya ungkapan bahwa 1. anak bukanlah orang dewasa yang ukurannya kecil, tetapi calon atau “bakal” manusia yang sedang tumbuh menjadi dewasa (Johan Amos Comenius), 2. anak–anak itu ibarat masih kosong seperti meja lilin (kertas putih) yang dapat ditulisi sekehendak pendidik atau kata lain teori ‘tabula rasa’ (John Locke), atau 3. anak-anak sejak lahir mempunyai pembawaan baik, anak-anak menjadi buruk atau rusak itu disebabkan karena pengaruh dari lingkungan yang kurang baik (Jean Jacques Rousseau). Semua teori-teori yang ada malah berkutat pada mata rantai yang hampir tak berujung pankal. Apalagi di zaman globalisasi ini, masalah yang terjadi di lapangan tentang kajian mengenai anak-anak sangatlah kompleks. Maka dari itu, ini menjadi ‘PR’ bagi para pendidik (guru, ayah ibu, para pemimpin, pemerintah, dll.) dan semua elemen yang bersinggungan langsung maupun tidak langsung dengan anak-anak. Mereka semua dituntut untuk bijaksana dalam memberi sumbangsih baik atas perkembangan anak-anak, dengan kata lain selalu berusaha sebaik mungkin dalam mendidiknya; adalah sangat perlu mengetahui sifat-sifat anak didiknya. Anak bukanlah materi (benda) mati. Tiap-tiap anak mempunyai sifat-sifat yang beragam, dan pada masa tertentu perkembangan sifat-sifat ini mengalami perubahan dan keguncangan. Maka dari itu ketika kita tidak memahami itu niscaya tindakan kita akan semakin jauh dari kata ‘bijaksana’. Anak bukan materi yang mati. Tukang kayu dengan kayu sebagai obyek materinya dapat membuat meja, kursi atau alat-alat lain

1

Mahasiswa semester akhir Prodi Perbandingan Agama, Jurusan Ushuludin, STAIN Kediri.

08 | DẽDIKASI | Edisi VII 2013

sesuka hati. Dapatkah kita membentuk seorang anak menjadi seorang dokter, master, insinyur dsb.?! Tak selalu mungkin. Seperti dalam masa puber, ibarat “terlalu besar jika disebut kain lap, atau terlalu kecil jika disebut kain taplak”. Jiwa anak bukan seperti ‘tempat’ yang kosong, kita tidak bisa serta-merta memasukkan segala ilmu pengetahuan sesuka hati. Kita harus pandai memilih bahan pengetahuan yang sesuai dengan dan tingkat kemajuan anak. Sebab kalau bahan pengetahuan yang kita sampaikan tidak sesuai, maka usaha kita membangun bisa jadi malah merusak. Sebab ilmu pengetahuan atau bimbingan yang tidak sesuai dengan anak tersebut bukan merupakan ‘vitamin’ bagi pembentukannya, melainkan dapat menjadi ‘racun’ yang merugikan perkembangan dan pembentukan anak tersebut. LPM DeDIKASI yang pada kali ini menerbitkan majalah dan mengankat tema tentang “Likaliku Perkembangan Anak di Tengah Kepungan Globalisali” layak mendapat apresiasi, karena sedikit banyak pembaca akan lebih jauh lagi berfikir betapa perlunya kita sebagai Mahasiswa mengetahui sifat-sifat dan perkembangan anak. Agar kita sebagai kader bangsa, calon pemimpin, pendidik dsb. suatu saat dapat membimbing anak agar anak itu dapat berkembang dengan serasi, wajar serta seimbang, apalagi di tengah kepungan era globalisasi ini.

Redaksi menerima surat dari Mahasiswa maupun Dosen. Kami juga menerima kritik dan saran maupun pertanyaan mengenai kampus yang bisa dikirim melalui email: redaksi.dedikasi@gmail.com


R O S

N SE

Di zaman Globalisasi ini, Internet dapat diakses dari manapun, kapanpun, oleh siapapun dan bagaimanapun. Kecuali dengan perangkat gadget yang kurang dan tidak Edisi VII 2013 | DẽDIKASI | 09 mendukung.


Laporan Utama DẽDIKASI

Hubungan

Integral Anak dan

Akses Internet Oleh: Hayin M. Nafida

M

uncunya internet, sebagai salah satu bentuk perkembangan teknologi di era globalisasi ini, menjadikan informasi dari belahan dunia manapun dapat di akses dengan mudah dan cepat. Tak hanya sebagai alat informasi namun juga komunikasi melalui situs jejaring sosial yang tak asing lagi bagi semua kalangan. Faktanya hari ini penggunaan internet di indonesia berhasil mendapat peringkat ke 4 dengan pengguna jejaring sosial peringkat ke dua di dunia. Menurut data yang di lansir dari survey yang di lakukan oleh tim Dedikasi dapat di tarik hipotesis, beberapa faktor yang sering menjadi alasan pengguanaan internet bagi beberapa orang yang pertama, sebagai akses tercepat dalam memperoleh informasi sebagai pelengkap tugas mereka. Kedua, alat komunikasi dan sharing termudah dalam menjangkau manusia di seluruh dunia lewat jejarng sosial seperti facebook dan twiter. Ketiga, menjadi tempat hiburan yang mengasikkan dimana banyak terdapat situs-situs game yang berag-

10 | DẽDIKASI | Edisi VII 2013

am, download lagu ataupun film yang tinggal klik semua sudah berada di tangan. Keempat, beberapa dari mereka yang sudah mahir dalam memanfaatkan internet menjadi sarana untuk pengembangan usaha. Dari beberapa fakta tersebut, beberapa pengguna diantaranya adalah anak-anak dan remaja. Dimana dunia internet yang langsung terhubung dengan dunia luar menyimpan berbagai situs bebas yang tak layak untuk golongan anak- anak. Kediri dengan jumlah penduduk 1.506.208 juta memiliki ribuan anak dan remaja yang lahir setiap tahunnya. Anak-anak yang menjadi generasi penerus di masa mendatang mesti di persiapkan secara matang untuk menghadapi terjangan globalisasi yang akan semakin hebat. Munculnya berbagai teknologi tanpa ada pendampingan akan memberi peluang pada anak untuk leluasa mempergunakan kebebasannya dalam menggerayam teknologi khususnya internet. “Dalam kurikulum Sekolah Dasar yang kami terapkan di sini memang sudah kami ajarkan


tentang komputer namun belum pada internet. Anak-anak sudah pandai sendiri dalam mengoperasikan internet. melalui handphone ataupun komputer, karena munkin dari keluarga ataupun teman bermainnya sudah ada yang mengajarinya�, tutur Ibu Wardiningsih kepala sekolah SDN Ngronggo 5. Pengaruh penggunaan internet muncul dari berbagai perkembangan sosial anak, seperti keluarga, sekolah dan lingkungan. Tak sedikit keluarga yang sudah mempercayakan anaknya sebuah modem untuknya mempermudah dalam menggali berbagai informasi. Pun juga ada sekolah yang memang sudah memasang wifi di wilayah tertentu. Terbukti dari hasil surey oleh tim dedikasi lebih dari 50% anak di dapati sering bertandang ke warnet. Sebagian besar dari anak-anak mengaku mmembuka internet untuk mengerjakan tugas (45%), selebihnya hanya untuk sebagai hiburan yakni membuka jejaring sosial (30%) dan bermain game online (25%). Data ini mnunjukkan bahwa beberapa sekoah di kota kediri memang sudah memberi bentuk pngajaran pada anak didik untuk mengasah informasi lewat internet. Tak bisa terpungkiri, akses termudah dalam memperoleh informasi saat ini berada dalam internet. Semakin mudahnya layanan yang di berikan oleh ilmu teknologi, menjadikan berbagai bentuk kecanduan seorang anak terhadap internet. Tinggal klik semua sudah tersedia. Kehidupan yang serba praktis di tawarnakan dan di tanamkan sejak dini, dan lagi-lagi melalui teknologi. Di daerah sekitar kampus STAIN Kediri sendiri misalnya dimana, beberapa sekolah berdasarkan jenjang pendidikan berada dalam satu kawasan, SD, MTs , MAN dan Kampus STAIN sendiri, tercatat ada 7 warnet yang di dalamnya sudah terlengkapi dengan aplikasi game online. Dan hampir setiap hari pengunjung yang datang di warnai dengan anak-anak. Sempat redaksi berkunjung ke salah satu warnet yang didalamnya menyediakan kompter khusus pengguna game online. Suasana ricuh mendominasi suara dalam ruangan, dan tak jarang tercetus kata-ka-

ta kotor saat mereka kalah dalam pertandingan. Sosial dan anak Anak-anak, dalam ilmu psikologi memiliki jenjang usia antara 6-12 tahun. Pada usia ini, perkembangan kepribadian anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan kognitifnya. Hal ini membentuk persepsi anak mengenai dirinya sendiri, salah satunya dalam perkembangan kompetensi sosialnya, sehingga perhatian utama anak tertuju pada keinginan diterima oleh teman-teman sebayanya. Sikap yang seperti ini menimbulkan persepsi untuk menyamakan diri dengan temannya yang sering kali tidak memperdulikan dampak positif maupun negatif. “Anak-anak itu rawan tehadap pengaruh dari luar dirinya. Teman sebaya menjadi faktor utama pembentukan pribadi anak pada usia sekolah. Salah seorang temannya saja yang sudah mengenal dunia maya , game online atau plyastation bisa jadi mempengaruhi temanteman yang lain untuk membukanya.â€? Tutur Sutyadi kepala sekolah SDN Burengan 2. Internet memang memiliki beragam alamat web mampu terhubung dari seluruh penjuru dunia manapun, merupakan hal yang tak asing lagi bagi anak-anak. Alamat yang sering di buka oleh anak-anak ketika berhadapan dengan interet selain untuk mengerjakan tugas sekolah adalah, Jejaring sosial dan game online. Kedua situs ini memiiki peran dalam pembentukan kepribadian seseorang, terlebih bagi anak-anak. Dimana, pengetahuan mereka yang masih Edisi VII 2013 | Dáş˝DIKASI | 11


Hubungan Intergal Anak dan Akses Internet

belum dapat dalam menyaring keburukan dan kebaikan yang bergerak padanya. Salah satu dampak negatif yang paling kentara dari penggunaan internet berlebhan adalah sikap ketergantungan padanya. Hal ini berdampak pada waktu untuk hidup bersosial anak yang menjadi berkurang. Padahal masa usia anak-anak adalah masa awal anak untuk belajar bagaimana berbicara dengan baik dalam berkomunikasi dengan orang lain. Bertambahnya kosakata yang berasal dari berbagai sumber menyebabkan semakin banyak pembendaharaan kata yang dimiliki. “Dampak internet pada anak jika di lihat dari segi positifnya, hal ini dapat mengembangkan daya kreativitas anak. Namun, dari segi negatifnya bila seorang anak sudah mengalami candu, pola belajar dan sosialisasi anak menjadi terganggu. Anak hanya akan memikrkan kesenangan tanpa mengerti dampak jangka lama dari penggunaan interet secara berlebihan� komentar Irfan Burhani dosen psikologi. Anak yang aktif di dunia maya cenderung mengabaikan dunia nyata dan sosialnya. Terbukti dari dari hasil survey tim DeDIKASI mayoritas mereka membuka internet lebih dari 2 jam (31%) dan sebagian yang lain lebih dari 3 jam (17%). Masa anak-anak merupakan waktu seseorang dalam membentuk pribadi yag mana akan dibawanya sampai dia dewasa. Pada hal ini orang tua menjadi faktor

pengontrol utama dalam membatasi ketergantungan seorang anak untuk bermain dengan teknologi di banding menghabiskannya dengan teman atau keluarga. Bagaimana Sebaiknya..... Kepribadian seseorang tidak terjadi begitu saja. Kepribadian terbentuk dari hasil interaksi antara faktor bawaan dan faktor lingkungan. Kedua faktor tersebut saling berinteraksi membentuk kepribadian seseorang. Irfan Burhani menambahkan, dalam ilmu psikologi ada 2 faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial anak yaitu mikro dan messo. Mikro meliputi lingkungan keluarga sedangkan messo lebh pada sekolah, teman sebaya dan masyarakat. Dalam hal ini Pemerintahpun ikut angkat bicara melalui UU perlindungan anak Nomor 23 Tahun 2002 pasal 20 sudah menyatakan bahwa Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orangtua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Sehingga dapat di simpulkan bahwa perkembangan sosial seorang anak mencakup 3 faktor yang saling berkaitan, Orang tua, sekolah dan masyarakat. Dalam mewujudkan tujuan bangsa yang tercantum dalam amandemen pembukaan 1945 yakni untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Maka, ketiga aspek itupun juga harus bekerjasama, membentuk sinergi yang saling menguatkan, saling mendukung satu sama lain. Sehingga cita-cita luhur dalam membentuk pribadi bangsa yang bermartabat segera tercapai. []

OPEN RECRUITMENT

Bagi kamu-kamu yang suka menulis maupun Design. kami membuka pendaftaran anggota baru. dengan syarat berdedikasi tinggi dan suka tantangan. Tempat pendaftaran di seketariat Lembaga Pers Mahasiswa DẽDIKASI lantai 2 Student center. Formulir pendaftaran bisa di download di

dedikasipers.blogspot.com 12 | DẽDIKASI | Edisi VII 2013


Laporan Utama DẽDIKASI

Prestasi

Kepungan Globalisasi dalam

Oleh: Eny dan Novi

“Achievement test a standardized tes for measuring the skill or knowneledge by person in one more lines of work a study” ( Webster’s New Internasional Dictionary)

Dok. Pribadi

E

ra globalisasi merupakan sebuah zaman yang memiliki dampak negatif dan positif. Terutama bagi anak-anak, era ini memiliki daya tarik tersendiri dalam perkembangan mereka. Apalagi dengan teknologi yang serba canggih ini, mereka pun tergiur untuk ikut memanfaatkannya. Namun, banyak potret menggambarkan bahwa kecanggihan yang ditawarkan era ini memberikan banyak aspek-aspek negatif. Hal ini terbukti, mudahnya mengakses berbagai situs dari jejaring sosial, dengan cepat bisa mempengaruhi pola pikir anak-anak. Bahkan, situs-situs ini bisa menjadi guru, yang bisa mempengaruhi mereka untuk melakukan hal-hal negatif. Banyak tercatat tindak kejahatan seperti mencuri, pemerkosaan, germo dan lainnya yang dilakukan anakanak dibawah umur. Salah satunya bulan Mei 2013 di Surabaya di salah satu tayangan TV, telah tertangkap seorang gadis berusia 14 tahun yang menjadi germo dirumah pelacuran. Bakan dalam wordpress.com ditemukan bahwa di Magelang kejahatan yang dilakukan anak pada tahun 2012 meningkat drastis menjadi 900 persen. Perkembangan modernisasi, telah banyak merubah kondisi negara Indonesia sekarang. Hal ini menuntut generasi yang mampu membawa Indonesia menuju persaingan dunia. Generasi yang juga diharapkan mampu menciptakan daya cipta yang mengharumkan nama Indonesia. Edisi VII 2013 | DẽDIKASI | 13


Diteropong dari kacamata lain, ternyata era yang kerap disapa globalisasi ini, memiliki dampak positif juga bagi perkembangan anak. Banyak ide-ide positif yang mereka sumbangkan untuk mewarnai perkembangan zaman menjadi lebih bermakna. Kemajuan teknologi yang ada, dijadikan sebagai penopang perkembangan mereka agar menjadi insan yang berarti. Hal ini dapat kita lihat banyaknya prestasi juga yang dihasilkan oleh anak-anak. Salah satunya seperti yang dipaparkan oleh Pemerintah dalam salah satu jejaring sosial bahwa beliau bangga terhadap the winner olimpiade fisika bulan mei kemarin yang mampu mengalahkan 28 negara di dunia sehingga mampu mengharumkan nama Indonesia. Di simak dari pengertiannya, Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, prestasi diartikan sebagai hasil usaha yang dicapai dari apa yang dikerjakan atau yang diusahakan. Seseorang dianggap berprestasi, jika dia telah meraih sesuatu hasil dari apa yang diusahakannya, baik karena hasil belajar, bekerja, atau berlatih keterampilan dalam bidang tertentu. Sedangkan menurut S.Bloom Benyamin yang terkenal dengan Taxonomy Bloomnya antara kemampuan kognitif, afektif, maupun psikomotor haruslah seimbang. Ketiga aspek ini tidak hanya memintarkan dari segi pengetahuan tetapi perilaku sehari-harinya pun positif sesuai norma yang berlaku. Kediri, dari ribuan kota di Indonesia juga masih memiliki salah satu aset penting. Prestasi yang ditorehkan oleh gadis 16 tahun yang bersekolah di SMAN 1 Kediri. Dia bersama ketiga teman dalam satu regunya, mampu mengorganisasikan kecanggihan teknologi untuk memproduksi karya yang bernuansa desain tradisional. Prosedur tentang pembuatannya tersebut disajikan dalam ajang Lomba Inovasi Teknologi Lingkungan (LITL), bulan April kemarin. Dia juga tersaring mewakili sekolahnya untuk mewakili Indonesian Science Project Olimpiade (ISPO) yang diadakan oleh lembaga Turki di Jakarta

14 | DẽDIKASI | Edisi VII 2013

bulan Februari kemarin. Bermula dari usaha sendiri (penelitian dan dana) tanpa ada uluran dari sekolah, tekad untuk berhasil sangat membahana. Kasus ini terbukti, meski harus melakukan penelitian bolak-balik Jombang Kediri bukanlah menjadi beban. Ini salah satu wujud bahwa dengan peningkatan teknologi mampu menopang anak menjadi berprestasi. Kemajuan teknologi yang merupakan salah satu ciri globalisasi, mampu menghantarkan gadis yang kerap disapa Lilik ini bersaing di kancah Nasional. Bahkan, dengan kecanggihan yang ada membuat ia bisa lebih enak untuk belajar maupun dalam proses pembuatan karyanya. Seperti yang ia ungkapkan, “kalau punya laptop lebih enak mbak kalo ngerjain tugas�. Hal ini membuktikan, teknologi mempunyai kiprah sendiri bagi perkembangan anak, yaitu kiprah dalam ranah positif. Dalam hal ini, kiprah orang tuanya sangat basar. Berawal dari keluarga sederhana, anak dari tukang becak ini ingin terus berpacu menorehkan prestasi baik akademik maupun non akademik. “Lilik pernah nangis pulang kerumah gara-gara minder dengan teman-temannya�, ungkap budhe anak beralamat desa Bobang ini. Kiprah orang tua ini memang sangat penting adanya. Selaras dengan teori psikologi perkembangan anak yang menyatakan bahwa orang tua merupakan salah satu elemen penting bagi terbentuknya perkembangan anak. Berkat dorongan moral orang tua, ia masih tetap bisa bersaing menyuguhkan prestasi yang membanggakan. Satu prestasi lagi yang juga tak kalah menariknya, yaitu dari peraih juara 1 lomba qiraat se- kabupaten Nganjuk, Binti Lathifatul Muazaroh. Siswi dari MTsN 1 Tanjung Anom yang satu ini juga sampai pada laga PORSENI Jatim. Dia sangat ingin qiraat di Indonesia dapat menembus dunia. Lagi-lagi Hal ini tak terlepas dari dukungan oleh sang orang tua dan gurunya. Dukungan inilah yang membuat tekadnya bulat untuk me-


Prestasi dalam Kepungan Globalisasi

nekuni bidang ini. Gurupun memiliki peran yang sangat penting bagi perkembangan anak, baik guru akademik (sekolah) maupun non akademik (guru qiroat). Menurut UU Sisdiknas guru yang berkualitas memiliki empat peran yaitu profesional, paedagogis, sosial dan personal. Keempat peran guru inilah yang mempengaruhi bagi perkembangan anak. Meskipun prestasi yang hanya bermodal suara dan kefasihan melafalkan ayat-ayat Al Qur’an, namun anak ini bisa membuktikan bahwa qira’at masih tetap digandrungi oleh orangorang meskipun berada di zaman teknologi. Inilah secuil asset Indonesia, masih banyak lagi asset-asset lain yang dimiliki oleh Negara tercinta kita ini. Hal yang utama adalah bagaimana kita mampu mengeksplorasi asset itu, dengan perkembangan modernisasi saat ini. Teknologi dan media yang tercipta saat ini adalah bentukan dari generasi emas yang menciptakan modernisasi, karena modernisasi bukan ukuran kemajuan, justru kemajuan itulah yang memicu modernisasi. Jadi disini generasi emaslah yang akan menciptakan modernisasi. Oleh karena itu, betapa pentingnya generasi emas bagi suatu Negara. Melalui ini maka akan tercipta modernisasi yang seimbang tanpa adanya penyimpangan. Disini terlihat betapa pentingnya peran dari orang tua dan pemerintah. Pola asuh yang baik dari orang dalam ilmu psikologi, memicu terciptanya anak yang berprestasi. Dukungan=Prestasi Prestasi selalu dikaitkan dengan mutu pendidikan. Jika mutu pendidikan baik maka prestasi juga akan tercipta. Menurut Sihombing (2001) ada beberapa peran yang diharapkan dapat dilaksanakan oleh aparat pemerintah dalam menata dan memantapkan pelaksanaan pendidikan yang berbasis masyarakat adalah Sebagai Pelayan Masyarakat, sebagai fasilitator, sebagai pendamping, sebagai mitra, dan sebagai penyandang dana. Jika pemerintah mampu melakukan perannya dengan baik, maka

prestasi anak bangsa juga akan terwujud, sesuai dengan apa yang dicita- citakan Negara. Pemerintah juga telah memberikan penghargaan bagi anak yang berprestasi baik prestasi akademik maupun prestasi non akademik. Semua prestasi yang diraih oleh anak-anak ini selalu didukung penuh oleh Pemerintah selaras dengan UUD 1945 pasal 12 ayat 1 bahwa setiap peserta didik mendapatkan layanan pendidikan sesuai dengan bakat dan minat. Pemerintah terus mengupayakan anak-anak tetap berprestasi sesuai yang ia sukai dan yang ia bisa. Setiap warga Negara pasti ingin jika bisa mengharumkan nama negaranya, begitu juga dengan Negara Indonesia. Keunggulan bangsa dapat tercipta apabila warga negaranya dapat meningkatkan prestasi diri. Akan tetapi dukungan dari masyarakat dan pemerintah tetap dibutuhkan. Pemerintah memberikan kemudahan dan dukungan dari berbagai kebijakan. Dari sinilah tampak betapa pentingnya prestasi yang ditorehkan pada generasi emas saat ini. Perkembangan globalisasi dan persaingan dunia akan membawa dampak tersendiri bagi yang mengikutinya, baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Hal ini tergantung pada yang mengikuti, apakah mereka memilih ke arah yang positif atau memilih ke arah negatif. Tetapi semua mengharapkan dapat berubah ke arah positif. inilah yang nantinya akan bertahan dalam perkembangan globalisasi, karena memilih perubahan ke arah positif pasti akan menggunakan akal sehat mereka. Dengan begitu, mereka bisa mewarnai globalisasi dengan deretan hal-hal positif tanpa merusak tatanan kehidupan yang telah ada. []

Edisi VII 2013 | DẽDIKASI | 15


Laporan Utama DẽDIKASI

Kopi, Rokok dan Anak Oleh: Enhdi

Kopi dan rokok adalah hal yang tidak bisa dipisahkan, biasanya mereka lebih akrab berada di warung kopi, biar lebih lama di warung kopi bisa dua sampai tiga jam.

Source.Photo: Google Dok. Pribadi

K

opi dan rokok merupakan kebiasaan yang sudah tidak dapat ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari, apalagi bagi kaum Adam. Kopi dan rokok sudah menjadi candu dalam kehidupan sehari-hari. Tidak peduli tua atau muda, dewasa atau anak-anak, semuanya mengenal akan kopi dan rokok. Tapi mereka tidak sadar akan bahaya kopi dan rokok. Kopi dengan kafeinnya yang membuat tekanan jantung meningkat serta sifatnya yang membuat mata melek sampai pagi. Rokok dengan nikotin dan tar nya yang juga dapat meningkatkan detak jantung. Meskipun begitu penikmat kopi dan rokok juga tidak berkurang, akan tetapi bertambah. Kopi dan rokok memang menjadi teman setia ketika pikiran suntuk atau ketika melupakan sesuatu. Karena zat dalam kopi dapat membantu untuk mengingat sesuatu. Setiap pagi memang akan lebih nikmat jika minum kopi dan rokok daripada sarapan. Karena secangkir kopi mampu memberikan semangat dan energi sampai siang hari. Kopi

16 | DẽDIKASI | Edisi VII 2013

juga dapat meningkatkan konsentrasi dan daya tahan tubuh. Akan tetapi sarapan harusnya menjadi ritual sebelum melakukan aktifitas agar tubuh mempunyai tenaga, meskipun kopi dapat mengganjal rasa lapar. Jika berlangsung terus menerus kebiasaan ini juga tidak baik untuk tubuh, akibat yang dirasakan bukanlah saat ini, melainkan di hari esok. Anak merupakan generasi penerus yang harus didik agar dapat memajukan bangsa. Namun, dalam realitanya sejak dini mereka sudah mulai kecanduan kopi dan rokok. Anak yang dalam jenjang Sekolah Menengah ke bawah harusnya menjauhi yang namanya rokok dan kopi, karena zat adiktif dalam rokok dapat menyebabkan kecanduan yang dapat mengarahkan pada narkoba. Penyuluhan-penyuluhan di sekolah ternyata tidak cukup membantu kesadaran mereka, karena di rumah pun mereka juga melakukan kebiasaan kopi dan rokok. Bahkan orang tua lah yang menjadi contoh awal dari kebiasaaan


mereka. Menurut penuturan M. Ayyub (13), salah satu murid Madrasah Tsanawiyah, dirinya mulai suka kopi karena melihat ayahnya yang selalu ngopi (ajakan yang digunakan untuk menikmati seduhan kopi; red) pada pagi hari, tidak hanya minum kopi akan tetapi juga merokok. Ayyub menjelaskan bahwa dirinya ikut-ikutan minum kopi dan merokok dari kebiasaan ayahnya. Bahkan tidak jarang mereka melakukannya bersama. “Aku sering mbak join kopi sama rokok dengan bapak, kalo malem gitu sering ngopi di warkop”, ungkap Ayyub. Tidak hanya orang tua akan tetapi teman sebaya juga menjadi pengaruh anak-anak mulai minum kopi dan merokok. Waktu seorang anak yang lebih banyak dihabiskan bersama temannya menyebabkan mereka akan lebih terpengaruh. Tidak hanya teman sekolah akan tetapi juga teman bermain. Menurut penuturan Kholiq Ardani (14), salah satu siswa Sekolah Menengah Pertama, dia mulai merokok dan minum kopi karena ikut-ikutan dengan temannya. Kholiq menambahkan bahwa dia suka pergi ngopi setelah pulang sekolah, bahkan tidak hanya satu atau dua jam tapi juga lebih. “Saya suka sekali mbak ngopi dan rokok. Awalnya ikut-ikutan teman trus keterusan sampe sekarang dan kalau sudah di warung kopi bisa berjam-jam”, tuturnya sambil merokok. Begitu banyak alasan yang menyebabkan anak-anak merokok dan minum kopi mulai dari kebiasaan orang tua yang ditularkan ke anaknya, pengaruh teman sebaya dan ada lagi yang menuturkan bahwa mulai merokok dan minum kopi karena coba-coba. Faisal (14), salah seorang siswa kelas IX Sekolah Menengah Pertama, menuturkan bahwa dia mengawali minum kopi dan merokok hanya karena coba-coba. Tidak ada alasan jelas dari penuturannya coba-coba karena melihat temannya atau kebiasaan dari orang tuanya. Faisal juga menambahkan bahwa dia mulai ngopi dan ngerokok sejak dia masuk SMP. Awalnya dia juga ditegur oleh keluarganya namun teguran tidak ditanggapi oleh Faisal.

“Pokok e pengen njajal ae. Yo gak krono konco, pengen njajal ae. Mbiyen awal e yo diseneni karo mbah ku, tapi suwi-suwi yo diumbar karo mbahku (Pokoknya ingin mencoba aja. Ya gak karena teman, ingin mencoba aja. Dulu awalnya juga dimarahin sama nenekku, tapi lama-kelamaan juga dibiarkan sama nenekku; red).” Kebiasaan-kebiasaan minum kopi dan merokok ini tidak hanya mereka lakukan di warung kopi, akan tetapi juga di sekolah. Bahkan waktuwaktu senggang, jam kosong atau jam istirahat mereka gunakan untuk menghisap rokok. Akan tetapi anak-anak ini tidak sembarang di sekolah yang mereka gunakan untuk merokok. Mereka memilih tempat yang sepi, seperti kamar mandi, kantin atau pojokan sekolah dimana tidak akan diketahui guru. Namun, tidak sedikit murid-murid ini tertangkap oleh guru sedang merokok atau ketahuan membawa rokok. “Biasane yo ning kantin mbak lak ku rokok an pas jam kosong atau istirahat. Pas kelas pitu kae tau sampe nang BP garagara keruan (Biasanya ya di kantin mbak kalau merokok saat jam kosong. Waktu kelas tujuh pernah sampai ke BP karena ketahuan; red)”. Meskipun mereka sering mencuri waktu saat jam-jam sekolah, tetapi anak-anak ini mengungkapkan bahwa mereka tidak pernah bolos sekolah hanya untuk pergi ke warung kopi dan merokok. Mereka lebih sering menggunakan waktu ketika pulang lebih awal dari sekolah atau setelah pulang sekolah. M. Burhanuddin mengungkapkan bahwa dia dan teman-temannya tidak pernah bolos sekolah hanya untuk pergi ke warung kopi dan merokok. “Saya gak pernah bolos mbak, cuma kalo ngrokok waktu istirahat atau jam kosong sering”, ungkap M. Burhanudin, salah satu siswa menengah kejuruan ini kepada crew DeDIKASI. Kebanyakan anak-anak ini menghabiskan 1012 batang rokok dalam sehari. Uang yang digunakan untuk membeli rokok pun juga dari uang saku yang mereka sisihkan atau juga dari seluruh uang saku mereka. Uang saku yang bisa digunakan untuk jajan atau membeli makan siang, mereka gunakan untuk membeli rokok. Mereka lebih memilih untuk membeli rokok daripada makan Edisi VII 2013 | DẽDIKASI | 17


Kopi, Rokok dan Anak

siang di sekolah. “Sangu-sangu ngunu kui tak lumpukne mbak tak gawe tuku rokok. Sedino aku iso entek sepuluh sampe sebelas (Uanguang saku itu saya kumpulkan mbak untuk memebeli rokok. Sehari aku bisa habis sepuluh sampai sebelas batang; red)”, tutur Faisal sambil menghisap rokoknya. Pro Kontra Rokok dan Kopi Banyak dari lembaga atau ormas-ormas yang sering berdemo anti narkoba, akan tetapi tidak ada yang mendemo untuk mengusir rokok. Padahal efek yang ditimbulkan sama yakni kecanduan. Efek rokok pun sudah jelas tertera di bungkusnya. “Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi dan gangguan kehamilan dan janin” seperti itulah bunyinya. Tidak hanya dalam bungkus rokok akan tetapi juga dalam iklan-iklan baik iklan di televisi atau iklan di jalan, seperti baliho atau poster tidak luput pula peringatan seperti kalimat di atas. Peringatan dalam iklan-iklan rokok nyatanya juga tidak mempengaruhi pengkonsumsi rokok. Akibat yang ditimbulkan memang tidak saat enak-enaknya mereka mengkonsumsi rokok, melainkan dalam jangka waktu yang lebih panjang akan berasa efeknya. Ketika crew DeDIKASI mengunjungi salah satu Sekolah Dasar untuk menanyakan seberapa banyak siswa yang merokok dan ngopi , Pak Hari, salah satu dari guru sekolah itu, mengira bahwa kami akan mengadakan penyuluhan mengenai kopi dan rokok. Pak Hari (40) mengungkapkan bahwa penyuluhan-penyuluhan seperti ini sangat penting untuk murid-murid, agar mereka mengetahui akan efek negatif dan positif dari merokok dan minum kopi. “Sangat penting mbak, justru sangat diperlukan untuk membantu para siswa mengetahui efek positif dan negatif dari minum kopi dan merokok”, tutur Pak Hari. Banyak dari masyarakat kita yang sudah sulit untuk menghentikan pengkonsumsian kopi dan rokok apalagi yang sudah kecanduan. Beberapa dari mereka mengungkapkan bahwa

18 | DẽDIKASI | Edisi VII 2013

merokok dan minum kopi dapat menghilangkan stres, rasanya akan pusing kalau tidak merokok dan ngopi sehari saja. Realitanya mereka sudah mengetahui akan bahaya dari minum kopi dan merokok, tapi kecanduan yang mereka dapat sudah susah untuk memisahkan mereka pada dua hal tersebut. “Kalo gak ngerokok sehari aja tu udah bikin kepala pusing”, ungkap Alvan, salah seorang mahasiswa PAI. Menurut Seto Mulyadi, selaku Ketua Komnas Perlindungan Anak (PA), atau yang lebih akrab dipanggil Kak Seto ini mengungkapkan bahwa rokok dan kopi merupakan awal penggunaan narkoba. Terutama anak yang masih sekolah SMP kebawah seharusnya dijauhkan dari rokok dan kopi. Pernyataan ini diungkapkannya saat mengunjungi Badan Narkotika Nasional (BNN), Rabu (30/1). “Bahaya narkoba dari tingkat SMP ke bawah. Untuk itu, jauhi anak yang berusia segitu dari rokok dan kopi, karena itu mengandung zat adiktif. Hal itu bisa berkembang ke arah narkoba,” ujarnya. Kecanduan yang dialami olek perokok dan peminum kopi juga dapat berefek buruk pada keadaan finansial. Dalam agama Islam masalah rokok adalah makruh, tapi tidak berdosa bagi perokok kecuali berlebihan, karena Allah SWT tidak menyukai sesuatu yang berlebihan. Merokok juga bisa menjurus dosa kalau rokoknya dari hasil curian atau uang yang harusnya buat makan, malah dipakai untuk membeli rokok, yang demikian lebih banyak mudarat dari pada manfaatnya. Kecanduan-kecanduan seperti inilah yang lebih berefek buruk bagi seseorang, terlebih untuk seorang anak yang belum bisa mencari uang sendiri. Banyak pendapat yang terlontar terkait kopi dan rokok. Bagi mereka yang sudah kecanduan akan mengungkapkan bahwa kopi dan rokok sudah tidak dapat dipisahkan dari diri sang pecandu, termasuk anak-anak yang sudah kecanduan. Dari pihak yang lain menuturkan bahwa kopi dan rokok tidak seharusnya menjadi konsumsi rutinitas dan harus dijauhkan dari anak-anak. []


Hanya Intermezo

Lebih baik kecanduan Merokok daripada kecanduan Media sosial Edisi VII 2013 | DẽDIKASI | 19


Laporan Khusus DẽDIKASI

Dinamika

Anak Jalanan Naiknya ditengah

Arus Perekonomian

Bangsa

Anak jalanan kumbang metropolitan, Selama ramai dalam kesepian, Anak jalanan korban kemunafikan, Selalu kesepian di keramaian (Shandy Sandoro – anak jalanan)

68 tahun, Indonesia merdeka ternyata tidak dapat menjanjikan kehidupan yang layak bagi masyarakatnya. Pembangunan disana-sini yang menunjukkan pesatnya peradaban bangsa tidak diimbangi dengan naiknya kesejahteraan bangsa. Kemiskinan masih terlihat diberbagai tempat, disudut atau bahkan di tengah kota yang seharusnya ketentraman dan kemakmuran lebih dominan. Perbedaan kasta ekonomi pun tak lagi menjadi sebuah rahasia. Rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia begitu dirasakan bagi mereka dengan status ekonomi menengah kebawah. Mahalnya biaya hidup, naiknya biaya pendidikan juga kesehatan memaksa beberapa oknum mengambil jalan pintas guna memenuhi kebutuhan yang memang menekik pundi-pundi rupiah keluarga. Pemerintah hendaknya segera memperbaiki sistem-sistem yang dirasa tidak tepat untuk diterapkan didalam kehidupan masyarakat kita. Betapa tidak, sitem kenaikan BBM yang barubaru ini diterapkan oleh pemerintah dirasa lebih

20 | DẽDIKASI | Edisi VII 2013

mencekik kehidupan masyarakat. Bagaimana tidak, naiknya harga bahan bakar minyak juga akan memicu naiknya bahan kebutuhan pokok lain. Hal ini akan memaksa sang bendahara keluarga meminimalisir pengeluaran, pendidikan anak dan kesejahterannya akan terancam. Seiring menurunnya kesejahteraan keluarga yang dirasakan masyarakat, maka semakin naik pula doktrin pemikiran dan paradigma asing yang menyerang pemikiran generasi bangsa. Apabila dibiarkan terus menerus tanpa adanya kontrol dan pengawasan dari pemerintah maka akan berimabas pada mengiblatnya pemikiran dan sistem bangsa kearah pemikiran bangsa barat. Globalisasi yang sekarang sedang gencar diteriakkan oleh bangsa barat, kiranya telah lama menyerang aspek perekonomian bangsa. Sejak bertahun-tahun yang lalu, produksi negara kita terhambat, atau bahkan banyak yang gulung tikar. Banyak doktrinasi barat yang kemudian diimplementasikan dan dijadikan rujukan oleh


Kediri (kedirijaya.com) – Wilayah Kota Kediri menjadi tempat buangan gelandangan dan pengemis (gepeng) serta anak jalanan (anjal).

para akademisi bangsa. Seperti doktrinasi barat yang menyatakan bahwa minyak sawit buatan bangsa kita banyak mengandung kolesterol dan dapat menyebabkan penyakit jantung. Dengan adanya doktrin ini, produksi minyak sawit negara mengalami penurunan konsumen. Banyak produksi rumahan yang gulung tikar dan beralih mencari pekerjaan lain karna hal ini. Doktrin bukan yang tanpa alasan ini merupakan intrik bangsa barat untuk mematikan tanaman dan produksi olahan sawit. Bangsa Amerika yang notabene tidak memiliki perkebunan kelapa sawit kemudian mendoktrin ilmuan untuk menyebarkan dampak negatif kelap awit. Karena Amerikayang hanya memiliki kedelai sebagai bahan utama pembuatan minyak. Tak sampai disitu saja, doktrin demi doktrin mulai banyak bermunculan. Termasuk juga soal tanaman temulawak yang baru-baru ini diklaim oleh bangsa Korea sebagai tanamn asli negara yang terkenal akan K-Pop nya. Sementara itu,

temulawak merupakan tanaman herbal asli Indonesia, hanya saja bangsa kita belum bisa mengadakan riset guna menemukan kasiat dari tanaman ini. Majunya teknologi di Korea yang berhasil menemukan kasiat yang terkandung dalam temulawak segera mengeklaim tanaman herbal ini. Banyaknya doktrin seperti tersebut diatas yang masuk dibangsa kita, kemudian secara langsung mematikan produksi bangsa yang memanfaatkan bahan-bahan mentah yang tumbuh di negara kita. Matinya produksi ini bukan tidak mungkin akan meningkatkan tingkat pengangguran dan kemiskinan. Bagaimana tidak, sementara banyak rakyat yang sibuk mencari pekerjaan namun justru pekerjaan untuk memanfaatkan sumber daya yang ada terhambat akan adanya globalisasi yang mendunia. Globalisasi yang mendunia ini, kiranya akan berimbas langsung kepada para pelaku ekonomi. Entah mereka yang menghabiskan waktuEdisi VII 2013 | DẽDIKASI | 21


nya di toko, di pasar, bahkan juga mereka yang menghabiskan waktunya di jalanan. Kemudian dari semua itu yang paling merasakan imbasnya adalah anak-anak dari kalangan keluarga menengah kebawah. Sebagai generasi penerus yang hendaknya mendapatkan pendidikan dan kesejahteraan pada masa pertumbuhan, anak-anak kemudian menjadi korban globalisasi yang terus menekan perekonomian bangsa, terlebih lagi mereka yang menghabiskan waktunya di jalanan. Anak jalanan, (jadi) korban globalisasi ekonomi Semenjak mencuatnya globalisasai di berbagai aspek kehidupan, terutama dibidang ekonomi. Para pelaku ekonomi kemudia berlomba-lomba mengais pundi-pundi rupiah untuk memenuhi kebutuhan hidup, termasuk juga anak-anak. Tidak mendukungnya ekonomi keluarga dan keinginan untuk disetarakan dengan anak berlatar belakang keluarga kelas elit, banyak anakanak yang kemudian memilih untuk mengisi kantongnya sendiri guna memenuhi kebutuhannya. Tak jarang dari mereka yang menghabiskan waktunya dijalanan untuk membantu mengisi kas keluarga. Seperti yang diungkap Dika disalah satu jalan di sudut kota, “untuk membantu ibu beli beras dan lauk�. Kemudian globalisasi dan modernitas yang mulai membudaya dinegara kita memicu munculnya anak jalanan. Children of the street atau anak jalanan, merupakan mereka yang menghabiskan sebagian waktunya untuk hidup dijalanan. Banyak faktor yang melatarbelakangi munculnya anak jalanan, seperti halnya konflik keluarga yang berkepanjangan, kebutuhan psikologis anak yang menginginkan kebebasan dan tak jarang yang dengan alasan karna ekonomi keluarga yang tak kunjung membaik. Berkerja sebagai pengamen, pemintaminta, atau bahkan menjadi penjual asongan adalah profesi yang dipilih anak jalanan untuk menghasilkan rupiah. Panas atau bahkan hujan

22 | DẽDIKASI | Edisi VII 2013

tak lagi jadi aral yang berarti untuk anak-anak bermental baja tersebut, hingga cacian dan hinaan berubah menjadi penyemangat mereka untuk terus maju. Anggapan miring masyarakat umum pun tak dapat menghentikan keinginan mereka untuk memeperbaiki ekonomi keluarga. Namun disisi lain, hal yang tak dapat dipisahkan dari anak jalanan ini adalah pembatasnya dengan anak-anak lain. Pada dasarnya, anak-anak seusia 6-18 tahun amat membutuhkan kebutuhan psikologis seperti bermain dan bersosialisasi dengan teman-teman sebayanya. Sebagai pekerja lepas yang menghabiskan waktunya di jalanan, mereka hanya bisa memendam keinginan untuk hidup layak, untuk merasakan kesejahteraan dan kenyamanan. Kebutuhan lain sebagai dari imbas globalisasi ekonomi adalah kebutuhan anak jalanan akan pendidikan. Melambungnya biaya pendidikan di lembaga sekolah formal tidak dapat dijangkau orang tua yang berakibat kebutuhan pendidikan tak dirasakan oleh anak-anak ini, memendam keinginannya untuk merasakan bangku kuliah adalah jalan satu-satuny agar tak mengiris hati orang tua mereka, “pengen juga sekolah kayak yang lain tapi bagaimana lagi�, kata Dika dengan wajah polosnya. Tak dapat dipungkiri, memburuknya perekonomian bangsa adalah faktor paling nyata atas munculnya anak jalanan ini. Lapangan pekerjaan yang tak banyak tersedia untuk para orang tua, harga bahan makanan pokok yang terus naik, serta bahan bakar minyak yang mencekik leher merupakan hal-hal yang telah mengakar di negara ini. Maka tak slah jika kemudian globalisasi dan modernisasi ikut andil untuk memperburuk perekonomiasn negara. []


Membuka situs ini dapat menyebabkan kaya wacana dari berbagai perspektif , informasi menarik, serta sebagai obat gagap pengetahuan Edisi VII 2013 | DẽDIKASI | 23


Opini Mahasiswa

ANAK

KU KITA ANAK SEKOLAHAN Sendi- sendi kehidupan bangsa akan lenyap tanpa anak – anak rakyat. Anak-anak rakyat yang dilahirkan dari perut bunda mereka yang juga merupakan anak-anak rakyat. Di besarkan di buminya para nenek moyang yang juga merupakan anak-anak rakyat. Dicerdaskan oleh guru-guru yang merupakan anak-anak rakyat. Kehidupan anak rakyat, hanya untuk rakyat yang menderita di tengah penderitaan rakyat. (ANAM INDE)

Teringat kata-kata Bung Karno bahwa hanya butuh 10 pemuda untuk mengguncang dunia. Ya, sepuluh pemuda, tapi dari manakah sepuluh pemuda itu?. Mereka berasal dari anak-anak yang dididik oleh orang tua yang berkualitas, di lingkungan yang berkualitas pula. Anak-anak adalah penerus kehidupan yang kelak akan menetukan kemana dunianya akan dibawa. Dunia anak-anak seolah adalah dunia yang dibentuk oleh para orang tua, para nenek moyang mereka. Mereka seolah dipaksa untuk merealisasi konsep-konsep kehidupan yang terbangun di lingkungan dimana mereka bernafas dan bergerak. Di tengah dinamika kehidupan yang semakin rumit, disana ada anak-anak. Mereka beraktifitas, berdialektika dengan apapun yang mereka indera dan yang paling penting mereka haruslah “belajar”. Belajar papun yang memberikan dia pengetahuan, yang kemudian mampu menjawab ketimpangan-ketimpangan, kebobrokan-kebobrokan yang dilakukan para orang –orang tua yang (mengaku) bijaksana. Lalu apa itu “belajar”? apa itu “pengetahuan”?. Belajar adalah perubahan perilaku yang relatif permanen karena pengaruh lingkungan dan latihan. Perubahan perilaku adalah titik pijaknya. Dimana tranformasi perilaku baik

24 | DẽDIKASI | Edisi VII 2013

secara akal budi maupun ruhani, karena disini akan terjadi perubahan atau kemunculan pola pikir (mainset) baru seiring dengan dinamisasi kehidupan masyarakat dan menyesuaikannya. Sedangkan “pengetahan” adalah kumpulan gagasan yang mampu menjawab pertanyaan bukan melontarkan pertanyaan atau dalam konteks lain, pengetahuan menjadi sangat tanggap dan reaksioner terhadap segala permasalahan. Inilah konsep dasar tentang belajar dan berpengatahuan. Sehingga untuk selajutnya kita mampu merumuskan pendidikan ke depan dan merombak pendidikan hari ini yang carut – marut, tidak terkonsep visi dan misinya. Bayangkan anak- anak bangsa, anak – anak yang belajar di bangku sekolah tidak mempunyai kejelasan visi, misi dan konsep ke depan kehidupan mereka. Maka dari itu konsep dasar tentang belajar atau pengatahuan harus sudah menjadi hal yang sangat prinspil dan fundamen. Bayangkan cerita ini, seorang presenter Talkshow bertanya kepada orang yang sangat intelek, katakanlah seolah pejabat. Ia bertanya, “bagaimana menurut bapak agar perekonomian bangsa ini menjadi kuat dan kokoh”, pejabat itu menjawab, “ya tentunya dengan bagaimana kita mampu menciptakan lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya, penguatan ekonomi mikro dan sebagainya”. Inilah yang penulis maksud


dengan salah mengartiklasikan pengetahuan, seperti seorang pejabat lakukan, ketika ia ditanya malah ia balas bertanya. Pengetahan yang pejabat miliki (dalam cerita) bukanlah pengetahuan, karena tidak mampu menjawab suatu persoalan malah memberikan pertanyaan baru atau pernyataan yang memunculkan pertanyaan – pertanyaan lagi. Soal Pendidikan adalah soal Sekolah ? Dimana tempat belajar anak? Dimana anak-anak dididik? Ya, tentunya moyoritas orang menjawab “di sekolah”. Hal ini menunjukkan bahwa pola pikir hari ini adalah pola pikir kerdil, karena menempatkan hal pendidikan di permasalahan sekolah saja. Padahal apabila berpikir kembali belajar tidak harus di sekolah dan bersekolah belum tentu belajar. Pendikotomian istilah “belajar” dan “bersekolah” menarik Ivan Illich untuk membuat sebuah karya yang berjudul Dishcooling sociaty (masyarakat tanpa sekolah). Menurutnya, belajar tidaklah sama dengan bersekolah, karena bersekolah hanya tuntutan sosial yang kemudian banyak kehilangan esensi dari belajar. Pendapatnya mungkin benar, jika menengok pendidikan kita hari ini. Pendidikan yang terpaku pada permasalahan sekolah/kampus, banyak terjebak pada sebuah formalitas dan pada akhirnya pendidikan atau bersekolah menjadi sebuah tuntutan sosial buakan tuntutan akan kebutuhan akan pengetahuan. Sedangkan belajar adalah sebuah proses kehidupan menjadi yang lebih baik, msyarakat yang mapan akal budi dan ekonomi. Tidak hanya itu, belajar adalah penyadaran. Pergeseran sosial dan terjadinay dinamisasi masyarakat harus diiringi kesadaran sosial, jangan sampai kesadaran sosial ini ditentukan oleh keadaan sosial. Memang dalam konteks lain kesadaran didorong oleh keadaan sosial, akan tetapi kesadaran ini menjadi kontrol sosial, sehingga beriringan dengan proses dinamika masyarakat. Apabila dikaitkan dengan permasalahan

sekolah, yang menjadi tempat penggemblengan intelektual kadang tidak memberikan penyadaran terhadap kondisi sosial dan menjadikan sekolah sebagai penentu klas sosial bukan penjawab kondisi sosial. Maka apabila itu terjadi, benar kata Soekarno “intelektual menjadi pusat pembodohon yang menjadikan ketidak mengertian menjadi suatu penindasan, emosional menjadi menjadi lahan kerja sama mengggapai harta dan kekuasaan yang akan menimbulkan jurang- jurang kehancuran, spiritual dijadikan alat manipulasi kebenaransehingga kebenaran menjadi suatu ijtihad kekasaan”. Merangkai Konsep Pendidikan Masa Depan Coba kita berpikir, antara anak yang memilih jalan masa depannya sendiri ataukah anak dikonstruk untuk menjadi apa yang diinginkan oleh penkonstruk. Dilematis apabila kita berpikir seksama, bayangkan seorang anak petani yang memiiki lahan cukup luas, akan tetapi anaknya bersekolah atau kuliah di jurusan kependidikan (seumpama), sesuai keinginannya sendiri dan memungkinkan orang tuanya menjual tanah garapannya untuk menjadikan anaknya cepat diangkat menjadi PNS ataukah menyuruh anaknya kuliah di bidang pertanian, diharapkan si anak mampu mengembangkan usaha di bidang pertanian sesuai dengan profesi ayahnya seorang petani. Nah, dari kedua analogi di atas mana yang kita pilih? Seorang anak yang dibiarkan memilih jalan hidupnya atau anak yang yang dikonstruk sesuai misi orang tuanya. Hal inilah yang kita titik pijak permasalahan pendidikan. Ketidakadanya konsep, visi, misi yang jelas dari si anak, orang tua ataupun lingkungannya. Yang kemudian menjadikan pendidkan (dalam hal ini sekolah) sebagai lumbung-

Pendidikan bukanlah soal apa yang kita dapat, tapi apa yang kita hasilkan (anam inde)

Edisi VII 2013 | DẽDIKASI | 25


lumbung pengangguran baru dan permasalahan baru di masyarakat. Seharusnya anak – anak bangsa, anak – anak sekolahan menjadi penerus dan penjawab permasalahan kemarin, bukan sebagai sampah – sampah baru yang menumpuk. Dalam merangkai konsep pendidikan masa depan dibutuhkan suatu langkah revolusioner dalam mendobrak paradigma yang salah. Ada beberapa konsep sederhana tentang pendidikan hari ini, seperti adanya sinkronisasi antara dunia pendidikan (sekolah) dan realitas, pendistribusian hasil didikan sesuai kebutuhan realita, adanya langkah difensif terhadap serangan budaya asing, adanya reorientasi dari kebutuhan

Rubrik Mahasiswa karya bisa dikirim ke kantor redaksi: Lantai II Student center STAIN Kediri, berupa printfile atau berupa softfile via email dengan alamat: dedikasi_pers@yahoo.com redaksi.dedikasi@gmail.com

26 | DẽDIKASI | Edisi VII 2013

pendidikan sebagai kebutuhan formil menjadi kebutuhan produktiitas, dengan memberikan makna apabila berproses di sekolahan hanya menambah kebutuhan konsumtif, maka tidaklah pantas untuk bersekolah. Banyak hal sebenarnya yang harus kita evaluasi terkait anak – anak kita, anak – anak sekolahan, anak – anak rakyat yang hari ini pikirannya terpenjarakan dalam bingkai intelektual. Karena mereka kita akan terus ada, karena mereka kita dikenang, karena mereka kita dapat hidup selamanya, selama udara O2 masih dihirup dan akal masih berpikir, budi masih diukir di raga anak – anak kita, anak – anak pendidikan.

Redaksi menerima tulisan berupa Opini dan Artikel yang berhubungan dengan Kemahasiswaan, Pendidikan, sosial, ekonomi, politik, sains, teknologi, dan budaya. Panjang tulisan min 5000 karakter. Redaksi berhak menyunting tulisan tanpa mengurangi subtansi.


Opini Mahasiswa

Moralitas Remaja Globalisasi

(Masa Transisi)

di Era

S

Agus Setiawan Mahasiswa Ekonomi Syari’ah Semester VI

aat kita mendengar istilah atau kata “ Remaja “, tentu saja ingatan kita tertuju pada suatu masa dimana manusia berusaha mencari jati dirinya, sebab pada masa ini manusia mengalami suatu proses peralihan ( transisi) dari masa anak – anak menuju masa dewasa awal. Dalam masa peralihan ini manusia mengalami perkembangan yang sangat pesat, baik dari segi fisiknya ( bentuk tubuh) , maupun dari segi psikisnya ( mental/rohani). Jika dalam masa ini, remaja kurang bisa menjaga diri dari pengaruh dunia luar ( lingkungan), maka dapat berakibat tidak baik bagi diri nya sendiri dan masyarakat. Apalagi kalau tanpa dibekali dengan pengetahuan agama yang cukup, maka dapat dipastikan akan terjerumus kedalam jurang kemaksiatan. Dewasa ini perkembangan Ilmu Pengetahuan dan teknologi mengalami kemajuan signifikan yang menguasai seluruh sektor kehidupan manusia. Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi membawa dampak positif disegala bidang, terutama perkembangan ilmu pengetahuan dan arus informasi. Hal ini dapat kita lihat dari banyaknya penemuan-penemuan baru ( invention ) misalnya dibidang kedokteran, pertanian, peternakan, pengairan, dan masih banyak lagi. Yang pada awalnya manusia bekerja dengan menggunakan alat ala kadarnya, sekarang manusia dimanjakan dengan peralatan yang canggih, serba mesin ( mekanik ), mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi, manusia di nina bobokan oleh mesin. Hingga jangan heran jika untuk tidur saja, manusia menggunakan mesin, agar dapat tidur dengan lelap. Peristiwa tindak kejahatan/kriminalitas dan perilaku yang menyimpang, banyak “dibintangi” oleh remaja. Bukan hal yang Edisi VII 2013 | DẽDIKASI | 27


Moralitas Remaja (masa Transisi) di Era Globalisasi

atau tokoh yang dijadikan panutan/contoh bagi anak-anaknya. Orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi perkembangan kepribadian anak. Sejak kecil hingga baligh ( remaja ), orang tua berkewajiban memberikan perhatian, bimbingan atau nasehat kepada anaknya dengan penuh kasih sayang. Sejak dini orang tua atau keluarga harus menanamkan pendidikan agama kepada diri anak , agar dalam perilakunya sehari-hari mereka dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, sebab didalam pendidikan agama mengatur tentang bagaimana cara berbuat baik kepada sesama manusia , mengatur hubungan manusia dengan tuhannya ( Hablumminallah ), dan hubungan manusia dengan manusia ( Hablumminannas ) dan dengan budi pekerti yang luhur ( akhlakul karimah ). Jika sejak kecil asulullah adalah figur sen orang tua kurang atau bahkan tidak memperhatral yang wajib dicermini dan dite tikan pendidikan agama bagi anak-anaknya, ladani oleh setiap muslim seperti maka yang terjadi sepdalam firman llah dalam su erti sekarang ini. Banyak anak-anak muda ( remaja rat l hzab ayat esunguhnya ) yang tidak mengetahui sopan santun atau dalam telah ada pada diri asulullah itu bahasa orang Orang Kediri “ Ora nduwe toto suri tauladan yang baik bagimu kromo “. Dalam pergaulan Kalau kita mau berpikir jernih dan jujur sehari – hari sering kita jumpai anak muda yang terhadap kondisi “ moralitas”pemuda/remaja tidak bisa membedakan dengan siapa mereka yang terus mengalami degradasi ( penurunan bicara, mereka tidak menghiraukan adab atau ) akhlaknya, sebenarnya itu tidak sepenuhnya tata cara bergaul dengan orang lain yang baik kesalahan dari pemuda itu sendiri. Orang tua, yang sesuai dengan anjuran agama. Oleh karena masyarakat dan negara ini punya andil dalam itu, dalam mendidik anak – anaknya, orang tua pembentukan perilaku mereka. Ada beberapa harus senantiasa mencontoh / meneladani faktor yang dapat menyebabkan pemuda pribadi Rasulullah SAW, mulai dari perkataanmelakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan nya, perilaku serta perangai dari beliau. Ranorma/nilai yang ada di masyarakat dan agama. sulullah SAW. adalah figur sentral yang wajib dicermini dan diteladani oleh setiap muslim, Kurangnya perhatian dan kasih sayang seperti dalam firman Allah SWT. dalam surat Al orang tua atau keluarga juga menjadi salah Ahzab ayat 21 yang berbunyi : “ Sesunguhnya satu faktor penyebab terjadinya itu semua, telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan karena Orang tua merupakan “ figur sentral”

R

mengagetkan bila pelaku dari tindak kejahatan yang ditayangkan oleh televisi (buser, patroli, Jejak Kasus dan lain sebagainya) serta berita dimedia cetak “ lakonnya” adalah pemuda/remaja. Dan perlu dicatat, penyimpangan perilaku remaja yang menjurus kepada kriminalitas setiap hari ada dan terus meningkat. Kondisi seperti inilah yang mengkhawatirkan bagi perjalanan bangsa ini kedepan. Apa gunanya generasi muda yang ada, kalau tidak dibekali dengan IPTEK dan IMTAK yang memadai.Padahal mereka adalah calon pemimpin dimasa yang akan datang,mungkin 5, 10 tahun kedepan mereka adalah pengganti generasi sekarang ini. Mau dikemanakan bangsa ini ? Inilah pertanyaan besar yang selalu menganggu pikiran kita semua.

SAW.

A A

A

28 | DẽDIKASI | Edisi VII 2013

, SWT. 21 “ S R

-

-

-


Moralitas Remaja (masa Transisi) di Era Globalisasi

yang baik bagimu “ Pengaruh lingkungan Masyarakat Tidak dapat dipungkiri, bahwasannya lingkungan sangat berpengaruh terhadap perubahan perilaku anak. Remaja yang pada awalnya tergolong pendiam atau alim dilingkungann keluarganya, lama kelamaan menjadi seorang anak yang urakan, susah diatur orang tua, nakal bahkan tidak sedikit terjerumus kepada tindak kejahatan ( kriminal ), akibat salah dalam pergaulannya. Kurangnya pengetahuan pada diri remaja ditambah tidak adanya kontol dari dirinya ( self control) , menyebabkan ia mudah terbawa arus, mudah terombang –ambing oleh hal-hal negatif yang menggerogoti jiwa generasi muda, dan ini sudah pada tingkat memprihatinkan kita semua. Pola hidup masyarakat sekarang ini cenderung bersifat individual, materialistis dan suka memandang remeh setiap perubahan yang menyebabkan terjadinya pergeseran nilai . Dalam berbuat dan berperilaku mereka beranggapan yang penting tidak mengganggu orang lain , tanpa berpikir apakah perbuatannya dapat memberikan manfaat bagi orang lain ( ‘anfauhum linnas ), apa konsekuensi dari perbuatannya, dan seterusnya. Dalam Islam telah ditegaskan bahwa kewajiban bagi setiap muslim untuk saling nasehat-menasehati atau saling mengingatkan apabila ada saudaranya yang lupa akan jalan kebenarannya. Akan tetapi yang perlu diperhatikan dalam menasehati orang lain, adalah metode atau cara yang ditempuh harus memanusiakan manusia, artinya dalam menasehati saudaranya harus dengan lemah lembut, penuh kasih sayang dan dengan “ Uswah” yang “hasanah”. Dalam

menasehati orang lain kita harus sabar dan menggunakan standar/ukuran kemampuan orang yang kita nasehati, bukan dengan ukuran diri kita. Hal inilah yang sering kita lupakan. Sedangkan untuk bisa menjawab segala permasalahan diatas, diperlukan adanya suatu usaha yang keras dan terus-menerus dari diri pribadi yang bersangkutan, orang tua, guru, teman, lingkungan masyarakat, dan negara. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menanggulangi kenakalan remaja adalah sebagai berikut : 1. Menanamkan serta mengajarkan kepada anak tentang nilai-nilai agama sejak dini. Nilai-nilai agama yang menyangkut banyak aspek, misalnya; aqidah, akhlak, ibadah dan muamalah/ adab bergaul dengan masyarakat harus dibiasakan sejak dini kepada anak, supaya mereka terbiasa dengan perilaku yang terpuji. 2. Menanamkan kepada jiwa anak tentang pendidikan moral/akhlak yang terpuji. Pendidikan moral sangat menentukan bagi pembentukan kepribadian anak. Dengan mengetahui dan memahami tentang mana akhlak yang baik dan mana yang buruk, maka anak dapat membedakannya sehingga ketika akan berbuat mereka akan berpikir dengan matang. Tayangan televisi yang dapat berdampak negatif bagi kepribadian anak harus diganti dengan tayangan yang sarat dengan muatan nilai-nilai pendidikan, moral/akhlak, dan agama. Semoga sedikit ulasan ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amiiiin...

zzzzzz

zzzzzzzzzz

t

es r a e ak

T

Edisi VII 2013 | DẽDIKASI | 29


Artikel Dosen

Anak,

Si Kecil Yang Terhimpit Dalam Oleh: Drs. Moh.Irfan Burhani, M.PSi. Lingkungan

O

rang tua pada umumnya memahami anak sebagai buah hati yang telah dilahirkannya. Mereka tidak begitu memperdulikan berapa usia “anak” yang telah dilahirkannya tersebut. Bagi pemerhati anak (pendidik, praktisi pendidikan, ahli psikologi) maupun badan-badan atau lembaga yang menangani anak. Mereka mendefinisinak anak dengan lebih spesifik, artinya mereka melihat juga dari aspek usia. Konvensi Hak Anak mendefinisikan “anak” secara umum sebagai manusia yang umurnya belum mencapai 18 tahun, namun diberikan juga pengakuan terhadap batasan umur yang berbeda yang mungkin diterapkan dalam perundangan nasional. Secara ilmiah anak dibedakan dalam beberapa tahapan perkembangan, yang mana antara tahapan yang satu dengan tahapan berikutnya memiliki karakteristik, tugas perkembangan dan kebutuhan yang berbeda antara satu dengan yang lain. Mengacu pada definisi anak tersebut diatas (konvensi hak anak), periodisasi perkembangan anak adalah: masa bayi (0 – 2 th), masa kanak-kanak awal (3 – 6 tahun), masa kanak-kanak akhir (7 – 12 tahun) dan masa remaja (13 – 18 tahun). Pada masing-masing tahapan tersebut, anak memiliki kebutuhan dasar (hak) yang harus dipenuhi dan juga potensi yang harus dikembangkan. Secara umum kebutuhan dasar anak yang telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia Indonesia dengan Keputusan Presiden

30 | DẽDIKASI | Edisi VII 2013

No.36/1990 tanggal 25 Agustus 1990. Cakupan Hak Anak yang terkandung dalam Konvensi Hak Anak, adalah: 1. Hak atas kelangsungan Hidup (Survival) 2. Hak untuk Tumbuhkembang (Development) 3. Hak atas Perlindungan (Protection) 4. Hak untuk Berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat (Participation) Sedangkan potensi anak yang harus dikembangkan meliputi: Motorik, gerak motorik adalah daya gerak kerjasama otot dalam tubuh anak; Kognisi atau daya pikir, kemampuan kognisi adalah keterampilan menggunakan pikiran untuk bernalar secara runut, berdasarkan sebab-akibat, secara logis; Afeksi, ciri khas dunia kanak-kanak adalah kekayaan anak-anak dapat berkhayal, bermimpi, berfantasi, berimajinasi. Dengan berkhayal anak-anak mempunyai cita-cita yang sangat tinggi yang kemudian menjadi daya dorong anak-anak menjadi giat semangat belajar dan sekolahnya agar nantinya dapat mewujudkan cita-citanya, khayalannya, mimpi-mimpinya.; dan daya sensorik panca indera, segala jenis kegiatan yang dilakukan anak-anak dalam kehidupan sehari-hari pasti menggunakan semua jenis panca indera yang dimilikinya yaitu: penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan dan pencecapan. Panca indera tersebut berfungsi penting sebagai perangsang daya mental yang menjadi dasar cara berpikir, cara bernalar anak.


Untuk mendapatkan hak (kebutuhan untuk perkembangan termasuk tinggi badan dasarnya) maupun pengembangan potensinya anak, jumlah aktivitas dan bagaimana tubuhnya secara optimal, anak membutuhkan lingkunmampu memanfaatkan kalori. 3. Trauma. Pengan yang kondusif, yang meliputi: lingkungan galaman traumatis seperti merasa ditelantarkan keluarga; lingkungan sekolah dan lingkungan oleh orangtua dapat meninggalkan dampak masyarakat. Uraian dalam tulisan ini akan mem- negatif terhadap perkembangan otak anak. bahas tentang ketiga aspek lingkungan tersebut Balita yang telah mengalami keterlambatan yang sangat krusial dan penting dalam tumbuh perkembangan harus berjuang lebih keras untuk kembang anak. menyesuaikan diri dengan lingkungannya ketika memasuki usia sekolah kelak. 4. Kegiatan fisik Lingkungan keluarga. Keluarga terdiri dari Aktivitas fisik yang konsisten dapat meminimalayah, ibu dan anak. Keluarga memiliki peran dominan dalam mempengaruhi perkembangan kan risiko obesitas dan meningkatkan pertumbuhan tulang. Selain itu, aktivitas fisik juga anak, ketika anak berusia 0 – 6 tahun, selepas meningkatkan kekuatan otot dan mendukung usia 6 tahun peran keluarga dalam mempenperkembangan fisik yang kuat. garuhi perkembangan anak, semakin menurun dan terus menurun. Pada kebanHak Anak, adalah: yakan keluarga di masyarakat kita (masyarakat awam pada umumnya) 1. Hak atas kelangsungan Hidup (Survival) memandang kebutuhan dasar anak 2. Hak untuk Tumbuhkembang (Development) hanya pada aspek material saja, artinya kebanyakan orang tua hanya 3. Hak atas Perlindungan (Protection) fokus pada bagaimana memenuhi 4. Hak untuk Berpartisipasi dalam kehidupan kebutuhan dasar anak, dalam hal ini masyarakat (Participation) makan, minum dan pakaian. Namun kurang memperhatikan kebutuhan psikologis anak. Padahal apabila lingkungan keLingkungan Sekolah. Sekolah mulai memiliki luarga baik, maka akan dapat mengoptimalnya peran dalam perkembangan anak yang sesungperkembangan anak yang pada akhirnya akan guhnya ketika si anak masuk pada sekolah dasar dapat berpengaruh pada kehidupannya anak (anak berusia 7 tahun). Pada saat ini sekolah kelak ketika dewasa. Bila lingkungan keluarga mulai mempengaruhi kehidupan anak melalu kurang bagus, maka akan berdampak pada proses pembelajaran, kegiatan-kegiatan ekperkembangan anak yang dapat menyebabkan stra maupun proses-proses pembiasaan yang lemahnya kondisi fisik, otak yang kurang cerdas, telah dipatenkannya. Namun demikian apabila mental yang buruk, serta tinggi dan berat badan kita mengamati kehidupan sekolah yang ada yang kurang optimal. Setidaknya ada empat saat ini, sekolah zaman sekarang lebih fokus (4) hal penting yang sangat mempengaruhi hanya mengembangkan aspek kognisi anak dan perkembangan anak-anak, antara lain: 1. Senmelupakan aspek lain. Proses pembelajaran tuhan ibu. Pelukan dan sentuhan menenangkan lebih fokus pada bagaimana anak mendapatkan dari ibu terhadap bayinya bukan hanya merupa- nilai yang baik dalam ujian, tanpa memperkan suatu ungkapan kasih sayang semata. Tetapi hatikan proses yang harus dilaluinya, dengan hal ini dapat mempromosikan perkembangan demikian tidak mengherankan lagi kalau proses otak selama masa pertumbuhan. 2. Makanan. pembelajaran hanya terfokus pada transfer of Anak membutuhkan nutrisi yang cukup agar knowledge dan melupakan transfer of value, dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. model-model pembelajaran drill menjadi menu Makan berbagai makanan sehat sangat penting utama pada pembelajaran yang dilakukan guru, Edisi VII 2013 | DẽDIKASI | 31


anak dianggap sebagai empty bottle yang tidak memiliki potensi dasar (awal) dalam proses pembelajaran. Pada hal ketika anak datang ke sekolah, dia telah memiliki kemampuan awal, proses pembelajaran seharusnya lebih terfokus pada pengembangan potensi dan daya nalar siswa, disamping juga mengembangkan nilainilai (karakter) yang telah dimiliki anak. Disamping aspek formalnya (proses pembelajaran, kegiatan ekstra maupun proses pembiasaan) sekolah juga mempengaruhi anak melalui aspek non formalnya, yaitu interaksi antar warga sekolah. Terkait dengan hal ini sekolah dapat dikelompokkan menjadi dua kutub, yaitu: sekolah baik dan sekolah yang kurang baik. Sekolah baik disini adalah, sekolah sekolah yang input peserta didiknya maupun gurunya terseleksi dengan baik (walaupun seleksi tersebut hanya pada aspek kognisi atau kemampuan akademis saja). Pada sekolah-sekolah ini biasanya akan berdampak pada kualitas interaksi warga sekolah dan keseriusan, ketertiban serta kedisiplinan kegiatan sekolah. Sebaliknya sekolah pada kelompok kedua (kurang baik) pada sisi ini adalah sekolah-sekolah yang input warga sekolahnya kurang terkontrol dengan baik, dilihat dari aspek kognisi, motivasi, kedisiplinan dan keseriusan orang-orang yang terlibat didalamnya. Lingkungan Masyarakat. Tidak dapat dihindari, selepas anak pulang sekolah dan ketika anak tidak berada rumahnya, Lingkungan masyarakat inilah yang akan mempengaruhi kehidupan anak. Namun apabila kita mengamati masyarakat kita secara umum, kita akan merasakan betapa masyarakat kita sekarang sudah jauh berubah, sendi-sendi kehidupan sosial telah rusak. Masyarakat kita telah berubah menjadi masyarakat yang permisif, norma kehidupan telah mulai terkikis dan etika serta aturan yang luhur dan baik telah banyak dilupakan. Pada kehidupan masyarakat kita saat ini, rasanya sangat sulit sekali kita menemukan figur panutan yang bisa diteladani, perilaku-perilaku menyimpang (pergaulan muda-mudi, penggu-

32 | DẽDIKASI | Edisi VII 2013

naan zat-zat adiktif) semakin hari semakin sulit dikendalikan. Disamping itu etika, tata krama dan sopan santun dalam pergaulan dan berperilakupun sudah sangat susah kita temukan di masyarakat. Padahal masyarakat merupakan salah satu lingkungan tempat belajar etika dan norma sosial bagi anak. Terlebih dengan semakin menjamurnya era digital (televisi, film dan video) yang memberi peluang pada anak untuk belajar tentang segala aspek kehidupan ini dengan bebas Ketiga lingkungan tersebut memberikan andil besar dalam membentuk dan mengarahkan kepribadian anak. Dalam teori social learning, Bandura menjelaskan bahwa anak akan belajar melalui proses imitasi (peniruan) akan apa yang pernah dilihat dan dialaminya. Sebagai salah satu ilustrasinya akan proses modeling ini adalah fakta akan, sebuah film yang pernah diputar di Amerika, yang berjudul “deer hunter�, setelah menonton film ini diberitakan beberapa orang berusaha bunuh diri (meniru) salah satu adegan dalam film tersebut. Dari kejadian tersebut kita dapat menarik benang merah, yaitu: kalau orang dewasa saja yang melihat film tersebut terpengaruh dengan film itu, bagaimana dengan anak-anak yang secara nalar masih belum berkembang dengan baik?. Penelitian lain juga melaporkan, bahwa sampai dengan anak berusia 14 tahun, dia telah melihat adegan kekerasan sebanyak sebelas ribu adegan kekerasan yang muncul baik di dunia nyata maupun dalam film atau televisi. Dampak dari hal ini sungguh sangat mengejutkan karena dengan semakin sering si anak melihat adegan kekerasan maka anak semakin terbiasa dengan kekerasan dan pada akhirnya dia akan menganggap biasa perilaku kekerasan yang dilakukannya. Akhir kata, dari ketiga lingkungan tersebut penulis memberikan penilaian yang kurang positif dengan, hal ini berdasarkan realitas masyarakat kita saat ini. Dalam lingkungan keluarga, anak sering terabaikan kebutuhan


Aku bangga

jadi

Anak Indonesia

| MESTAKUNG

kebutuhan dasarnya, karena kesibukan orang tua dan ketidak mengertian orang tua akan hak dan potensi anak. Di sekolah, anak juga kurang dapat mengembangangkan potensi yang dia miliki dan kurang mendapatkan dasar-dasar pembentukan karakter yang dibutuhkannya, hal ini karena sekolah hanya disibukkan pada pengembangan aspek kognisi semata. Dan di masyarakatpun, anak kurang mendapatkan bimbingan dan suri tauladan yang baik,

masyarakat kita sudah sangat permisif, materi oriented dan mememntingkan egonya sendirisendiri. Lalu masihkah kita terus berharap akan muncul generasi emas tanpa kita memperbaiki ketiga lingkungan tersebut?. Selama lingkungan belum kondusif selama itu pula kita anak-anak kita tidak dapat berkembang secara maksimal. Hal ini karena salah satu faktor perkembangan anak adalah faktor lingkungan. []

Edisi VII 2013 | DẽDIKASI | 33


Artikel Dosen

Penjelmaan tingkah laku agresif khususnya yang disertai tindak kekerasan (act of violance) atau ancaman penggunaan kekerasan (threat of the use of violance). Secara sederhana berdasarkan pendapat para psikolog, bisa dideskripsikan sebagai pelampiasan dorongan hasrat untuk bisa menyakiti atau mencederai pihak lain untuk dijadikan sasarannya. Bahkan sejumlah pakar menemukan hal tersebut sebagai tindakan “with the intention to hurt or harm others”. Ketika seseorang berhasil melakukan tindakan tersebut dengan sendirinya berakibat meredanya daya dorongan itu. Lalu pertanyaannya adalah apakah yang menyebabkan seseorang bertindak agresif? Diah Handayani, M.Si. Staf Pengajar Tetap di Prodi Komunikasi Tindakan agresivitas dengan ketentuan Islam STAIN Kediri Jawa Timur adanya “intent to hurt or harm others”, pada dasarnya memang belum cukup menggambarkan berbagai perwujudan tingkah laku agresif. Agresifitas dalam tulisan ini lebih banyak disangkutpautkan dengan daya latent, sebagaimana halnya dengan daya-daya naluri lainnya, yang bisa tampil sebagai daya yang Kekerasan berawal karena adanya “potensi” mencurah (sentrifugal). Pencurahan agresivitas bagi setiap orang memang berbeda-beda. yang dimiliki oleh setiap manusia. Di mana potensi ini secara lebih lanjut berubah menjadi Bila hal ini dihubungkan dengan uraian di atas “tendensi” yang kemudian terjelmakan melalui maka manifest dari agresifitas ini akan sangat ditentukan oleh bagaimana pola asuhan dan tingkah laku agresif. pendidikan pribadi yang diterima oleh individu yang bersangkutan. Artikel ini dipusatkan pada tindakan Potensi dan Tendensi Kekerasan agresifitas disertai dengan kekerasan, diotensi menurut Siahaan (2005)merupakan hubungkan dengan status dan peran media kemampuan yang terpendam pada diri massa (terutama media televisi) sebagai salah setiap orang. Potensi ini berupa daya naluri satu pembentuk pendidikan di masyarakat. yang bekerja secara alami. Kekerasan meruDari beberapa hasil studi menunjukkan bahwa pakan hasrat yang dimiliki oleh setiap orang. terpaan yang sering (over exposure) pada Ia dapat terjelmakan dalam bentuk tendensi berbagai adegan kekerasan yang ada di media berupa tingkah laku yang menunjang kebutumassa berpengaruh bagi seseorang yang menhannya untuk mencapai kepuasan. jadikan tindakan kekerasan sebagai alternative

MEDIA TELEVISI DAN KULTUS KEKERASAN

P

34 | DẽDIKASI | Edisi VII 2013


Media Televisi dan kultus Kekerasan

bagi penyelesaian persoalan yang dihadapinya. Pendugaan memang akan sangat terburu nafsu, bila hanya semata-mata menuduh media adalah pemicu dari semua tindakan tersebut. Tetapi jika dicermati, tidakkah over exposure yang dikenakan pada seseorang bisa meningkatkan ambang toleransi seseorang terhadap kekerasan yang melonggarkannya menjadi ‘pelaku’ tindakan kekerasan. Media Massa dan Tindak Kekerasan Kita memang tidak bisa mengatakan bahwa media massa merupakan penyebab tunggal berkembangnya tindakan kekerasan di masyarakat. Karena pemikiran demikian masih termasuk dalam kategori simplifikasi persoalan yang sedang dihadapi. Meski ada fakta yang menunjukkan bahwa ada seorang anak usia belasan tahun melakukan perampokan karena beberapa kali menonton tayangan kekerasan di televisi. Jika fakta ini menunjukkan demikian bukan berarti dengan enteng kita bisa menuduh semata-mata media adalah pemicu dari semua ini. Dalam kasus perampokan yang pernah dilakukan si anak itu misalnya, muncul pertanyaan kenapa ribuan anak lain yang menonton program televisi yang sama tidak melakukan perampokan. Penulis menegaskan bahwa media massa dalam hal ini memang bukan penyebab tunggal timbulnya tindak kekerasan yang semakin meningkat di masyarakat. Karena dalam relasi sosial ada factor-faktor yang memungkinkan dan potensial menjadi penyebab perilaku merampok. Kemiskinan, kesumpekan sosial, alienasi, misalnya, bisa menjadi faktor penyebab perilaku perampokan. Tengok saja deretan tayangan kekerasan yang bertebaran di layar televisi kita. Di mulai dari Anteve yang dulunya pernah menayangkan Cakrawala sebagai tontonan alternatif di saat orang bosan dengan berita-berita politik. Di Indosiar kita bisa melihat tayangan yang nyaris

sama yaitu Patroli. Di SCTV ada Buser, RCTI ditayangkan Sergap dan peristiwa-peristiwa Bedah Kasus, di SCTV beberapa waktu lalu memunculkan Derap Hukum ternyata dengan kemasan serupa diikuti Anteve dengan menayangkan Fakta, Trans 7 menyajikan Duduk Perkara, Global menayangkan Investigasi dan MNC yang dulunya TPI menayangkan Pro dan Kontra. Indosiar yang pertama punya Patroli pun tidak kalah ketinggalan dengan Jejak Kasus. Di mana dalam tayangan-tayangan itu ditayangkan berbagai konstruksi kejahatan yang memuat kekejaman pelaku terhadap korban. Tak kalah serunya saat ini juga bermunculan program-progran drama komedi yang memiliki rating tinggi di beberapa televisi swasta di tanah air kita. Sebut saja tayangan Opera Van Java (OVJ) yang setiap hari ditayangkan di jam prime time pukul 20.00 WIB oleh Trans7. Dalam setiap adegannya OVJ yang diperankan oleh tokoh Sule, Ande Taulani, Azis Gagap, Parto dan Nunung Srimulat ini memunculkan adegan-adegan kekerasan seperti memukul, menendang, mendorong dan tak jarang memakai beberapa perangkat di sekitarnya (meski berupa perangkat lunak). Di tambah ujaran-ujaran dari para tokoh ini dengan menggunakan bahasa-bahasa yang kasar dan ungkapan-ungkapan bahasa yang berkonotasi binatang yang berkesan sarkastik. Anehnya, hal ini dianggap hal yang biasa dan lucu. Kekerasan yang seperti sengaja dipertontonkan dalam adegan-adegan OVJ tersebut seperti dipakai sebagai strategi Trans7 untuk meningkatkan rating program tersebut. Maka, dalam hal ini boleh jadi kita bisa melihat adanya korelasi antara exposure tindak kekerasan oleh media dengan kepentingan pasar media pada penontonnya. Dengan maraknya tayangan-tayangan kekerasan ini banyak kalangan mengkhawatirkan bahwa hal ini akan membawa dampak Edisi VII 2013 | DẽDIKASI | 35


# Media Televisi dan kultus Kekerasan #

buruk bagi pemirsanya. Karena bagaimana pun beberapa penelitian jelas-jelas menyatakan bahwa terdapat korelasi antara kadar “pendedahan� (exposure) isi media tertentu terhadap penambahan atau variasi sikap, opini, atau informasi yang teramati. Belum lagi fenomena yang sekitar beberapa tahun yang lalu menghebohkan dan sangat mengkhawatirkan orang tua, guru dan bagian masyarakat lainnya akan hadirnya tayangan Smack Down di Lativi. Tayangan ini mengetengahkan adegan pertarungan antar dua atau lebih orang-orang berotot bergaya “Rambo� mampu membuat lawan-lawannya terkapar tak berdaya. Meskipun ini tayangan orang dewasa tetapi menjadi Idola bagi remaja dan anak-anak. Terutama anak-anak SD dan yang masih duduk di bangku TK, mereka meniru adegan-adegan yang terdapat pada program acara Smack Down. Hingga tak lama kemudian diberitakan bahwa enam orang anak luka-luka cukup serius pada bagian kaki dan tangannya sebagai akibat peniruan adegan Smack Down tersebut. Belum lagi kalau dicermati meningkatnya modus operandi di negeri ini juga mengalami peningkatan. Data kepolisian melaporkan bahwa pelaku kejahatan di negeri ini mengalami kenaikan jumlah dan kualitas kekejaman. Jika kita dapati bahwa dahulu orang melakukan kejahatan hanya dengan satu pola saja sekarang telah mengalami perkembangan menjadi dua hingga tiga pola sekaligus dalam satu peristiwa. Misalnya, kalau dulunya seseorang dikenai kejahatan pencopetan atau pemerkosaan saja. Maka sekarang seseorang bisa dikenai tindak kejahatan lebih mengerikan lagi,; selain dicopet, korban dirampok dan terakhir dimutilasi yang potongan-potongan tubuh si korban ditemukan di beberapa tempat terpencar. Kultus Kekerasan Perkembangan ini memang tidak sematamata kesalahan media. Tetapi terdapat studi yang mengatakan bahwa pada level tertentu

36 | DẽDIKASI | Edisi VII 2013

media memiliki kecenderungan untuk mengajari hal-hal tertentu yang tidak pernah diketahui khalayaknya. Lihat saja kasus-kasus perampokan dengan menggunakan senjata api yang makin berkembang. Semakin mudah dan murahnya

seseorang mendapatkan senjata api, hari ini telah menggeser modus perampokan yang ada. Secara tiba-tiba kita melihat bahwa kejahatan yang bertaburan itu seperti semakin membabi buta, penjahat pun berubah menjadi raja tega, kejam dan bengis dalam menghabisi korbankorbannya dengan menembaki korban layaknya adegan di film atau televisi. Dan tak jarang hal ini dilakukan oleh remaja berumur belasan


Media Televisi dan kultus Kekerasan

tahun. Kondisi ini diduga karena terpaan adeganadegan kekerasan, termasuk menggunakan peralatan, semakin meningkat visualisasinya, terutama melalui media massa elektronik.

bagian dari hidup kita, bahkan sebuah nilai yang diperbolehkan untuk hidup dalam masyarakat. Target audiens yang heterogen dan meluas sulit untuk dideteksi kemampuan mereka menyerap apa yang ditontonnya. Walaupun tayangan ini bersifat manipulatif, apakah hal ini bisa dipahami oleh anak kecil? Tayangan kekerasan tersebut tidak menayangkan apa yang “masuk akal�, tetapi memperagakan betapa kekerasan bisa digunakan untuk mencapai perasaan menang (sense of triumph). Kultusisasi kekerasan melalui tayangan ini berdampak amat serius bagi anak-anak dan remaja terutama dalam hal ketidakmampuan mereka mencerna sajian tindak kekerasan tersebut. Demikianlah kultus kekerasan cenderung berkembang melalui terpaan yang sering oleh adegan-adegan kekerasan oleh penyajian media massa. Tidak sedikit studi longitudinal menyebutkan ada kaitan erat antara perkenalan kekerasan di masa anak-anak dengan kecenderungan melakukan tindakan kekerasan pada masa akhir remaja. Studi ini dilakukan pada sejumlah anak usia 9 tahun dengan pengalaman menyaksikan atau mengalami tindakan kekerasan. Ternyata sepuluh tahun kemudian masih membekaskan kecenderungan atas anak-anak tersebut untuk melakukan tindakan kekerasan. [] *penulis tertarik pada studi media dan gender.

Dok. Istimewa

Melalui tingginya frekuensi tontonan dengan berbagai macam adegan kekerasan, termasuk disertai penggunaan peralatan, secara tidak sengaja akan melahirkan apa yang disebut dengan “kultus kekerasanâ€? (the cult of violence). Yakni pendambaan kekerasan sebagai jalan hidup yang disukai, dihargai, bahkan dielu-elukan sebagai salah satu cara pencapaian tujuan. Kekerasan seolah-olah lalu menjadi Edisi VII 2013 | Dáş˝DIKASI | 37


Artikel DẽDIKASI

Budaya dalam

Letupan

Revolusi

Digital

(Remaja dan Anak, Selera dan Identitas) Oleh : Kholisul Fatikhin*

“Pregnant women were cut with bayonets, and their babies thrown into the fire. This is done, so they will not have to fight the next generation of Afghans.” Kalimat tersebut merupakan penggalan dari dialog film Rambo III1, mengandung arti sangat dalam untuk eksistensi sebuah bangsa. Dalam dunia modern ini, sederhananya bila menginginkan bangsa tersebut carut marut, cukup serang anak-anaknya sehingga tak akan ada generasi penerus yang kompeten untuk melanjutkan perjuangan bangsa. Setiap masyarakat harus merasa memiliki dan memfilter mereka dengan cara tertentu. Setiap kebudayaan masyarakat mendefinisikan dan membagi masa kanak-kanak sebagai tahap perkembangan yang berbeda, sementara merancang cara unik untuk mengungkapkan pandangannya tentang anak-anak, dan praktek yang berkaitan dengan anak-anak melalui pemenuhan visi kebudayaan masa depan2. Masa kanak-kanak adalah masa emas, sebagai tonggak utama, seperti membuat kesimpulan sepihak dengan melihat bahwa masa depan. Sebuah bangsa di masa depan terpatri pada 1. Film Rambo III dirilis 25 mei 1988 2. Paula Fass, Children of a new world : society, culture,

and globalization, (cet.1; New York university press, 2007) hal 199-202

38 | DẽDIKASI | Edisi VII 2013

setiap kebudayaan yang dialami anak-anak. Ketika wacana tentang anak ditengadahkan, hal-hal yang meliputinya tak kalah kompleks. Wacana anak muncul dengan banyak korelasi, mulai dari musik, gaya, kekuasaan, harapan, dan “masa depan”. Globalisasi dengan bawaan aparatusnya yang sedemikian kompleks menjadi tanda kehadiran eksitensi dari globalisasi. Satu hal yang mungkin relevan, terbelitnya masyarakat dalam revolusi digital. Termasuk anak-anak yang dalam masanya dihinggapi kegilaan kemudahan dalam komunikasi maupun akses-akses lainnya dalam cyberspace, namun hal itu sudah berlanjut ke ranah cyberculture oleh anak-anak. Perlu diketahui cyberspace dimunculkan pertama kali oleh William Gibson tahun 1984 dalam novelnya neuromancer. Di dalamnya cyberspace dijelaskan sebagai sebuah tempat dengan kelompok cahaya dan merupakan konstalasi-konstalsi data seperti kotacahaya, yang kemudian esensi dari kota cahaya itu yang membuat dunia terasa sempit dengan tujuan besar utama “komunikasi”. Cyberspace erat didekatkan dengan kritik yang lebih mendalam, apalagi di era komputerisasi yang membuat jalanpeta ideology yang lebih konkrit. Sebab, revolusi digital dengan cyberspace nya orientasi


utama adalah tentang kekuasaan3. Dalam konteks sekarang ini cyberculture menjadi gaya hidup yang diamini bersama oleh kalangan, terutama remaja dan parahnya anak-anak. Ini merupakan gerakan sosial yang benar-benar otentik dari beberapa kalangan yang menjadi laten diikuti. Dengan menggunakan benda-benda sebagai medium utama, contoh nyatanya telepon genggam, laptop, dsb ditambah dengan ruang-ruang maya yang menawarkan solusi alternatif terbatasnya ruang dan waktu yang sedemikian lebar menjadi sangat sempit. Seperti yang telah dibahas diatas bahwa orientasi utama dalam terma cyberculture ini adalah komunikasi, dengan medium diatas remaja dan anak-anak menciptakan budaya mereka tersendiri. wacana “alay” memang sangat santer terdengar, dalam beberapa kasus yang menggelutinya terma “alay” yang identik dengan penggunaan bahasa (idiom baru) pernah dijadikan bahan penelitian oleh budapest univercity4 tahun 2010 silam. Hal tersebut barulah membincang efek ranah pola komunikasi, belum lagi menginjak pada hal yang lebih serius, tentang pola pikir. Sebenarnya pola komunikasi dari contoh diatas sudah barang tentu isyarat sebenarnya cyberculture telah merambah jauh ke pola pikir remaja dan anak-anak. hadirnya pola-pola komunikasi tersebut menjadi pertanda lugas efek cyberculture menemui titik eksistensi yang benar-benar akut pada anak bangsa di luar batas kesadaran sosialnya. Dalam dunia modern, semua orang adalah performer. Semua orang berhak menunjukan gaya rambut, gaya berpakaian, selera musik sesuai dengan pilihan masing-masing. barat dengan peradaban nya seakan-akan melempar bom budaya lewat cyberculture dengan tepat sasaran. Mengenai bahasan gaya kali ini, aspek

dasar utama yaitu tentang studi tubuh yang kebanyakan luput. tubuh merupakan ladang untuk memvisualkan gaya melalui proses bongkar membongkar, dikonstruksi, direkonstruksi, didandani sedemikian rupa bahkan disakiti sekalipun tak masalah untuk mencapai suatu gaya yang diinginkan. Studi stlye remaja ini pertama kali dikenalkan oleh talcot parson pada 1940-an5, remaja mempunyai ciri yang unik, kategori umumnya dibatasi oleh usia biologis. Namun menurut parson remaja adalah konstruksi sosial yang berubah sesuai waktu dan tempat. Penunujukan gaya berpakaian, dan selera musik bukan lagi sebuah demostrasi penampilan, dibaliknya pasti ada demonstrasi ideologi. Globalisasi mencapai puncak kemenangannya dengan perangkat penyebarannya, televisi, majalah, internet, dsb ke seluruh dunia. kemudian menyebabkan peniruan gaya yang sama tapi mismatch dengan konteks sejarah awal6. jadi misalnya gaya berpakaian serba punk oleh anak muda di indonesia peng-ilham-an nya berbeda dengan generasi punk di negara asalnya. Anak dan remaja dalam kajian teoritis berbasis pengalaman dan konteks saat ini merupakan subkultur7. Artinya subkultur bisa dinilai sebagai kebudayaan yang menyimpang. Kenapa dikatakan kebudayaan, sebab budaya juga merupakan cara hidup yang berkaitan dengan seni, nilai, norma-norma dan benda benda simbolik dalam kehidupan sehari-hari, hasil dari penterjemahan relasi-relasi sosial. Anak sudah menggunakan cyberculture sebagai kebutuhan sekaligus sebagai identitas. Anak dan gaya hidupnya saat ini (internet, gaya, selera dll) merupakan manifestasi konkrit dari budaya baru yang dikonstruksi. Subkultur dalam anak selalu berbanding lurus dengan kapitalisme (konsumerisme dan hedonisme). Telikung anak dalam revolusi digital ini menunjuk representasi identitas simbolik yang dikena-

5. Kunci cultural studies, “gaya dan selera”, 2 Juni 3. Kunci cultural studies, “cyberculture”, 3 September 1999 2000 6. ibid 4. Zoé Rimay, “Cybercultural Communication” BUDAPEST UNIVERSITY, 2010 7. ibid

Edisi VII 2013 | DẽDIKASI | 39


kan8, dan aktivitas populer yang dilakukan di masa-masa tertentu. Hanya demi satu hal, yaitu gengsi dan penunjangan status sosial. Miris! Tergesernya budaya setempat dari lingkungannya, disebabkan oleh kemunculannya sebuah kebudayaan baru yang konon katanya lebih atraktif, fleksibel dan mudah dipahami sebagian masyarakat. istilah ”Budaya Populer” atau disebut juga dengan ”Budaya Pop”, yang mana dalam prakteknya telah mendapat pembenaran moral dari penggunaan perangkat berteknologi tinggi, akhirnya dalam penyebarannya menggema dan mengena sehingga mendapat tempat strategis di kalangan remaja dan anak-anak. Budaya popular selanjutnya menimbulkan efek oposisi biner9 sehingga kalangan remaja dan anak-anak menganggap seseuatu yang janggal dan tak sesuai dengan tren global bersebrangan dengannya, mengagap sebagai budaya local berperadaban dangkal, tanpa nilai, makna kabur. Dalam kajian industri budaya, “bahwa budaya populer adalah budaya yang lahir atas kehendak media”. Hal ini dianggap bahwa Media telah membuat lorong untuk segala macam jenis produk budaya populer yang dibumbui oleh budaya impor dan hasilnya telah disebar8. derrida 9. muhaimin iskandar

40 | DẽDIKASI | Edisi VII 2013

luaskan melalui jaringan global media hingga masyarakat tanpa sadar telah menyerapnya. Hal itu disebut pula dengan hegemoni budaya. Oleh sebab itu, mau tak mau bangsa ini harus melakukan counter hegemony lewat penyidikan produksi kebudayaan sebagaimana yang telah diwacanakan oleh Raymond William, yaitu pertama institusi yang memproduksi kebudayaan, kedua formasi-formasi pendidikan dan gerakan, ketiga bentuk-bentuk produksi beserta manifestasinya, keempat identifikasi tujuan estetisnya, kelima reproduksinya dalam perjalanan ruang dan waktu, dan keenam cara pengorganisasiannya. Walau terkesan sangat rumit (dalam prosesnya), counter hegemony ini harus mulai dikaji secara substansial untuk mengembalikan arah bangsa ini sesuai ranahnya. Berbicara gerakan implementtif kesemua aspek yang ditawarkan William tersebut, sulit untuk mengatakan bahwa itu hal yang musykil, mengingat bangsa ini dari sisi sumber daya manusia nya dirasa kompeten untuk membincang hal tersebut. Semoga saja identifikasi dan pemaknaan kebudayaan dimaknai sebagai praktek rutin sehari-hari. *crew LPM DeDIKASI, yang saat ini sedang getol membahas cultural studies. Lebih baik kecanduan rokok dari pada kecanduan media sosial.

Dok. source Google


Artikel DẽDIKASI

Teman Sebaya

Kehidupan Anak Remaja dalam

Oleh: Muhammad Ghazali Makruf

Dunia semakin instan, di mana dunia tidak lagi luas untuk dijangkau oleh semua kalangan. Begitu pun ketika berbicara anak yang baru menginjak usia remaja. Tidak sesederhana meng-klik tombol search di google lantas semua permasalahan anak mudah dibaca. Nah, di sini penulis hanya menawarkan satu sudut pandang mengenai perilaku menyimpang terhadap anak. Semisal perilaku merokok dan sebagainya. Sebut saja seorang teman yang bernama Satori M. Wahyu. Ia adalah anak yang taat ketika masih sekolah di desa, namun setelah mutasi ke sekolah di perkotaan ia pun akhirnya berubah. Hal tesebut disebabkan oleh pergaulan dengan teman-teman sebayanya yang cenderung kurang selektif. Akibatnya, ia sering bolos sekolah untuk main game, nge-rokok dsb. (gak jelas dan cenderung justfikasi) Masa anak-anak dalam hal ini diasumsikan oleh penulis sebagai masa remaja, yakni masa dimana hidup berkelompok dan bersama-sama sudah menjadi suatu kebutuhan yang memberikan kesenangan dan kepuasan tersendiri. Selain itu, masa ini adalah masa dimana pencarian identitas diri semakin menonjol, melakukan sesuatu semau-nya, tanpa terlalu banyak menimbang terhadap dampak dan akibatnya. (Gung nyambung)Teman sebaya (peer groups) yang berada dalam kelompok yang mereka ikuti memiliki pengaruh kuat terhadap kepribadian anak, khususnya mengenai identitas diri yang selalu ingin mencuri perhatian orang lain yang berada di sekitarnya. Promovendus Khamim menyatakan bahwa bermula dari pergaulan teman sebaya itulah terbentuklah genk-genk dalam kehidupan anak (Baca; pelajar). Genk-genk tersebut menurutnya muncul karena adanya hubungan pergaulan yang ‘intens’ antar teman sebaya. Maka, seperti perilaku Edisi VII 2013 | Dáş˝DIKASI | 41


tawuran pelajar, pencurian, pengkroyokan, pemalakan atau apa pun bentuknya baik positif maupun negatif adalah sebagai bentuk ekspresi diri untuk menunjukkan identitas diri. Dengan adanya ini menunjukkan bahwa usia anak remaja terjadi peningkatan emosional yang terjadi dengan begitu cepat. Perubahan yang terjadi saat menginjak usia ini adalah perubahan fisik, mental, kematangan seksual dan hal yang menarik bagi dirinya dalam hubungan dengan oranglain. Serta perubahan nilai di mana ketika masih anak-anak dianggap sebagai nilai-nilai yang kurang penting, dan dianggap penting saat memasuki usia anak remaja. Selain itu, dimasa seusia ini, anak remaja kurang bisa menghadapi apa yang terjadi pada dirinya, sehingga sikap ambivalen menjadi pilihannya. Di mana, di satu sisi menginginkan kebebasan, namun di sisi lain ia takut dengan tanggung jawab yang menyertai kebebasan mereka tersebut. Kemudian, jika sebelum-sebelumnya telah disinggung dari kacamata negatif terhadap teman sebaya, maka timbul pertanyaan, mengapa teman sebaya begitu berarti? Perlu diketahui, teman sebaya memiliki banyak macam, anak populer, anak biasa, anak terabaikan dan anak yang ditolak dst. Dengan memiliki teman sebaya, anak akan merasa hidupnya berarti. Secara emosional, anak yang memiliki teman banyak cenderung lebih bahagia (tidak sedih) dibanding dengan yang tidak memiliki teman. Konstribusi yang diberikan dari pertemanan pun banyak manfaatnya, di mana anak merasa mendapatkan teman yang akrab dan bersedia meluangkan waktu untuknya, memberikan bantuan yang mendatangkan kepuasan, mendapatkan bantuan dari teman ketika membutuhkan, dukungan sosial, hubungan yang hangat, memberikan kepercayaan diri, dan bergabung dalam aktifitas kolaboratif. Dari itu semua, anak akan merasa nyaman, dan bisa terbuka untuk berbagi informasi pribadi. Sekali lagi, kepercayaan teman ini memiliki dampak yang kurang membuat hati tenang jika

42 | DẽDIKASI | Edisi VII 2013

diarahkan ke arah yang salah. Mengingat, anak pada usia remaja lebih “bergantung� (percaya) kepada teman sebayanya dibanding pada orang tua. Di mana, di sinilah tempat memuaskan kebutuhan pertemanan dan rasa berharga dengan adanya sahabat-sahabat. Jika anak sudah mendapatkan kebutuhan, maka sebagaimana dikemukan maslow, kebutuhan selanjutnya adalah eksistensial diri. Dari itulah, mengemukan eksistensial diri inilah yang terkadang menjadi salah lumrah dalam kehidupan anak remaja. Untuk menetralisir dan meminimalisir perilaku tersebut, dibutuhkan upaya kerja sama antara pihak sekolah, peran keluarga dan lingkungan di mana anak berada. Misalnya dengan kedua orang tua yang masih kurang memberikan kepengertian dan menghayati perasaan anak remaja. Karena pada dasarnya, menurut Erich From orang dewasa cenderung memberikan penilaian berdasarkan sudut pandang dirinya sendiri, membandingkan kehidupan anak remaja dengan sudut dan pengetahuan diri seorang dewasa. Dari sinilah seorang dewasa kurang bisa memberikan rasa simpati dan empati kepada kehidupan mereka. Ditambah lagi dengan kepribadian anak remaja itu sendiri, yang memiliki perasaan kurang nyaman dengan hadirnya orang yang lebih dewasa. Karena menurut pandangannya, orang dewasa kurang memberikan perasaan nyaman kepada mereka. Dan mereka lebih percaya dan nyaman kepada teman sebaya. Karena teman sebaya lebih memiliki perasaan dan pengertian. Maka,bagi orang dewasa (orang tua) lebih baik untuk memperbaiki diri agar lebih memberikan pengertian dan empati kepada anaknya yang masih usia remaja. Setiap anak remaja memerlukan kebebasan, untuk itulah orang tua harus mampu bersikap dan berperilaku dan menjadi seolah-olah sebagai teman sebaya, teman untuk berbagi rasa. Dari adanya komunikasi yang intens dalam suatu keluarga, maka dari situlah awal suatu kehidupan anak remaja bisa diawali dan dibangun


dengan lebih baik. Perhatian yang tidak berlebihan dan tidak mengindahkannya merupakan faktor penting selanjutnya yang menentukan perilaku anak remaja. mereka yang hidup dalam keluarga broken-home, dapat dipastikan memiliki masalah pada kehidupan sosialnya dan pendidikannya. Hal ini dikuatkan oleh beberapa hasil wawancara teman penulis dengan beberapa teman yang bermasalah. Perhatian yang dimaksud ini berarti perhatian setulus hati. Yaitu, memberikan bantuan tanpa mengharapkan apa-apa. Kepercayaan anak remaja kepada teman sebaya melebihi kepada orang tua disebabkan karena ketika orang

tua membantu selalu mengharapkan sesuatu kepada anak remajanya. Misalnya, “okelah aku bantu kamu, tapi kamu harus ngerti juga dong”. Kalimat tersebut mengidentifikasikan kepada membantu namun ada sesuatu dibelakang itu, yaitu pamrih. Menurut Sarlito W. Sarwono anak remaja harus dibantu tanpa pamrih dengan kesepenuh hatian. Maka, usia remaja menjadi sangat penting bagi kehidupan mereka kelak setelah menjadi dewasa. Menjadi usia yang menentukan bagi mental dirinya. Membangun masa remaja, identik dengan membangun bangsa ini. Sebagai dikatakan dalam pepatah arab, subbanul yaum, rijaalul ghad “pemuda sekarang adalah pemuda esok hari”.[]

L I K E.com Klick

LPM DeDIKASI on facebook

Edisi VII 2013 | DẽDIKASI | 43


Artikel DẽDIKASI

Anak dalam Bayangan Kriminalitas

Oleh: FINDRA*

(Pencarian Identitas Diri Anak yang terhambat)

“Anak adalah karunia tuhan Yang Maha Kuasa. Yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Hak anak adalah bagian dari Hak Asasi Manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan Negara. Dalam UU RI No 23/2002 tentang perlindungan anak.” Dok. Jimmy

Modernisasi bukan zaman yang ramah, yang bisa disikapi dengan santai oleh seseorang. Apalagi bagi anak-anak, tentu kita harus memutar otak agar mampu mengambil yang positif bagi perkembangan mereka. Terlebih anak merupakan anugrah bagi orang tua terutama, dan bagi generasi penerus bangsa ini kedepannya. Anak merupakan salah satu komponen penting dalam perwujudan masa depan bangsa. Dengan kata lain, kemajuan suatu bangsa, bermartabat tidaknya suatu bangsa di masa depan sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusia khususnya anak. Namun apabila membahas fenomena anak kekinian di negeri ini tidak ada habisnya, apalagi mencari solusinya? Sudah barang tentu, seolaholah mencari jarum dalam setumpuk jerami saja. Bagaimana tidak, permasalahan menyangkut anak-anak silih berganti datang bertubi-tubi

44 | DẽDIKASI | Edisi VII 2013

melalui media Televisi, Koran, dunia maya dll. Anak menjadi korban kejahatan, perkosaan, pelecehan seksual, penculikan, pembunuhan. Membuat kita berkidik bulu kuduk mendapatkan informasi tersebut, ternyata ancaman bagi anak senantiasa mengintai perkembangan mereka terutama kriminalitas.

Anak korban dan pelaku kriminal Karena kriminalitas terhadap anak kian mengkhawatirkan, berdasarkan data Komisi Nasional Perlindungan Anak berdasarkan data kasus yang di pantau pusat dan informasi komnas anak dari bulan januari - juni 2013 ada 1032 kasus dan akan meningkat sampai penghujung tahun” Laporan public Komnas PA tengah tahun (Kantor Komnas PA, Kamis 18/7/2013). Dengan rincian kategori kekerasan fisik 294 kasus (28


%), psikis 303 kasus (20%), dan paling besar 535 kasus kekerasan sekssual (52%). Keberlansungan era modernisasi memang memudahkan kita disisi tertentu, baik itu teknologi maupun informasi. Tidak heran sekarang, berita-berita di berbagai media menyertai keseharian kita dan yang lebih sering tentang kriminalitas. Seolah kita tidak merasa aneh mendengar berita pembunuhan, berita mengenai orang dibunuh. Perampokan, pemerkosaan dll. Namun jika direnungkan dan berpikir sejenak tentang berita-berita tersebut ngeri dan membuat bergidik serta menghela nafas panjang. Ada juga yang menayangkan dengan bungkusan yang sadis, seperti pembunuhan mutilasi dan pembunuhan berantai. Dan yang lebih menyakitkan lagi ialah ketidak jelian masyarakat negeri ini. Bahwa yang menonton, melihat dan mendapatkan berita tersebut ialah anak-anak negeri ini yang tersebar dari sabang sampai marauke. Saya jadi ingat ketika masih berusia anak-anak, saya selalu ingin meniru apa yang saya dapatkan, walaupun tidak semuanya bisa. Dan saya pikir begitu juga dengan anak-anak lainnya. Lalu kita bisa menebak secara akal sehat, jika setiap waktu yang mereka tonton adalah masalah kriminal, kemungkinan besar anak-anak tersebut akan menirunya juga. Memang miris dan tragis, jika kita menganalisis perkembangan anak. Berikut (data KPAI tahun 2012) sebanyak 2008 anak melakukan tindakan kriminal. Tentu pembaca masih ingat dengan tanggal 24/04/2013 lalu, seorang anak berusia 8 tahun membunuh temannya yang berusia 6 tahun. Pelaku menenggelamkan temannya di kubangan air galian di kawasan summarecon, kampong rawa bugel, bekasi utara hingga tewas. Kejadian tersebut dipicu karna korban memiliki hutang seribu rupiah. (Republika Online.) dan klaim penjahat harus diterima pelaku. Banyaknya kasus kekerasan terhadap anakanak dalam berbagai bentuk dan modusnya,

menjadi ancaman yang menimbulkan keprihatinan yang mendalam. Seharusnya kita tidak membiarkan anak-anak terus menjadi korban dari tindakan kekerasan. Terlebih lagi kasus kekerasan terhadap anak selama ini, seharusnya mendorong dan mendesak bangsa ini untuk secara serius mengimplementasikan semua piranti hukum perlindungan anak seperti konvensi hak anak International (United Nations Convention on the Rights of the Child), Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002, serta yang lainnya. Pemerintah dan masyarakat tidak bisa lagi berlalai-lalai dan santai mengantisipasi kemungkinan semakin maraknya tindak kekerasan terhadap anak-anak di negeri ini. Karna anak tidak hanya korban kriminalitas saja, melainkan menjadi pelaku kriminalitas tersebut. Ironis sekali, mendapatkan fakta diatas. Anak harus beurusan dengan meja hijau bahkan sel tahanan dengan gelar penjahat. Bukan kah itu terlalu menakutkan bagi anak-anak. Semua menjadi kian tragis, kalau mengaitkan hal ini dengan masa akan datang. Apa jadinya bangsa ini dengan bobroknya perkembangan anak-anak sebagai penerus bagi bangsa ini. Kejahatan secara teoritik diartikan segala perilaku yang melanggar hak orang lain, dan melanggar peraturan. Kejahatan yang diungkap diatas adalah kejahatan anak yang berkaitan dengan kekerasan/pembunuhan. Beberapa bentuk kekerasan termasuk diantaranya adalah: pembunuhan, perkosaan, perampokan dll. Individu yang melakukan kejahatan sebelum hingga usia 17 tahun akan diperlukan sebagai anak di depan hukum dan perilaku kejahatannya disebut sebagai kejahatan anak. Menurut penelitian caspi dan moffit (2001 dalam davvis, hollin dan bull, 2004) prilaku kriminalitas anak (dari kriminalitas kecil seperti mencuri hingga kriminal berat seperti pembunuhan) telah muncul dari kanak namun akan meningkat pada usia masa remaja dan mencapa puncaknya di usia remaja akhir (16-18 tahun).

Edisi VII 2013 | DẽDIKASI | 45


Akar Masalah Anak Sering kali orang-orang mengkambing hitamkan zaman, tapi memang begitulah keadaannya. Walaupun semuanya saling berkaitan dan peroblematika anak yang lain masih saja kian jauh dari kata selesai diatasi. Karena semua ini minimnya ruang yang mampu menampung dan mengembangkan ekpresi bagi anak, serta mengarahkan ke ekspresi yang baik bukan sebaliknya. Yang jelas kebuntuan ruang ekspresi juga sebab penyimpangan prilaku anak di negeri ini, hingga sebagian anak di cap sebagai kriminal. Yang telah menjadi tontonan biasa yang menjadi masalah luar biasa. Dengan gambaran seorang “kriminal� dengan beragam kasus, mulai dari tawuran, pencurian, bahkan pembunuhan yang dilakukan oleh anak-anak. Ada banyak faktor dasar yang disinyalir menjadi penyebabnya, diantaranya: pertama kemiskinan, Masalah kemiskinan yang kadang mengakibatkan orientasi yang buruk meski tidak semuanya. Ketika kemiskinan mengkukung mereka, kadangkala menjadi problematika anak dan orang tua dalam memilih lingkungan, dan menerima keadaan dan kondisi lingkungan yang notabennya buruk. Ketidakmampuan membuat mereka harus apa adanya tinggal di lingkungan yang apa adanya juga. Dari banyak anak yang mengalami masalah disekolah setelah ditelusuri berasal dari lingkungan yang bermasalah. Mulai dari lingkungan keluarga sampai lingkungan pergaulan mereka itu sendiri. Hal ini berakibat pada tingkah dan polah anak menjadi liar dan tidak berdasarkan tuntunan karena kurangnya pemberian keteladanan dari apa yang mereka dapatkan dilingkungan mereka. Kedua Lingkungan, lingkungan kadang menjadi masalah besar ketika anak bermasalah. Meskipun disekolah dididik dengan aturan namun ketika pulang dari sekolah pergaulan mereka berbeda dengan apa yang diharapkan. Faktor orang tua yang kurang memperhatikan kondisi dan lingkungan anak juga menjadi faktor penentuanya.

46 | DẽDIKASI | Edisi VII 2013

Ketiga Orang tua, Orang tua yang baik tentunya tidak akan mengorbankan anaknya dengan sikap ketidak perduliaan mereka terhadap lingkungan pergaulan anaknya. Penelitian menunjukkan bahwa orang tua yang kurang memperhatikan anaknya secara maksimal alias kurangnya waktu berinteraksi kepada anaknya mengakibatkan masalah bagi anaknya karena kurangnya waktu untuk mengkomunikasikan apa yang mereka dapatkan dan masalah yang mereka hadapi sehingga anak lebih baik bersikap tertutup. Dan memendam masalah sendiri, dengan mencari solusi dengan ruang yang seadanya.

Identitas diri anak Saya ingin mengingatkan kembali bahwa sekarang kita pada era dimana modernisasi dalam segala bidang yang terjadi pada saat ini memberikan paradigma baru bagi anak, hal-hal positif dapat mereka ambil dari modernisasi ini, seperti kemudahan dalam bidang komunikasi dan transportasi. Namun sisi lain modernisasi memiliki dampak yang negatif bagi perkembangan pribadi dan sosial anak. Kemudahan yang ada di era modern ini membuat anak dapat meraih dengan mudah segala sesuatu yang mereka inginkan tanpa melihat hal positif yang dapat mereka peroleh, akibatnya kehidupan mereka lebih berorientasi kepada kebutuhan materi yang akhirnya membawa diri mereka kepada pemiskinan rohani. Kekosongan jiwa pada diri anak dalam hal pemiskinan nilai-nilai religius yang semakin luntur, membawa anak kepada kehidupan gelap akibat dari arus modernisasi tersebut. Imbas dari permasalahan dimuka tentu yang paling parah adalah hilangnya identitas diri bagi anak. Anak harus kita jaga dan kembangkan agar mereka bisa tumbuh dan berkembang sesuai potensi yang mereka miliki dan sesuai dengan prinsip-prinsip hak anak dan hak asasi manusia. Saya rasa semua sepakat dengan ga-


gasan tersebut, dan sudah saatnya memikirkan waktu komunikasi yang efektif karena masalah utama para anak masa kini bukan hanya dari faktor diatas semata. Tapi juga keroposnya identitas diri bagi anak, padahal tujuan utama bangsa ini tidak lain ialah kpribadiaan anak yang memiliki identitas diri yang baik. Apalagi anak yang baik bukan hanya dilihat dari segi fisik saja tetapi juga dilihat dari segi moral, emosi, sosial, intelektual, dan agamanya. Pribadi anak yang baik diharapkan dapat terwujud melalui pencapaian status identitas diri sehingga anak mengetahui gambaran mengenai dirinya, rasa dan sikap keberagamaan pada dirinya yang terorganisir dalam sistem mental anak. Masa anak berkaitan erat dengan perkembangan “sense of identity versus role confusion�,yaitu perasaan atau kesadaran akan jati dirinya melawan (Yusuf, 2004: 201). Perkembangan identitas diri menjadi isu sentral pada masa anak dan hal tersebut memberikan dasar bagi perkembangan anak pada masa selanjutnya. Anak yang memiliki identitas diri positif, nampak dalam kepribadiannya yang sehat melalui kesadaran diri, kemampuan bersosialisasi dengan orang lain dan mampu mempelajari tujuan-tujuan dalam hidupnya. Erikson (Santrock, 2003: 341) mengemukakan bahwa: Anak yang berhasil menghadapi identitas-identitas yang saling bertentangan akan mendapatkan pemikiran yang baru dan dapat diterima mengenai dirinya, sedangkan anak yang tidak berhasil menyelesaikan identitas dirinya akan mengalami identity confusion (kebimbangan akan identitasnya). Kebimbangan tersebut bisa menyebabkan dua hal: penarikan individu, mengisolasi dirinya dari teman sebaya dan keluarga, atau meleburkan diri dengan dunia teman sebayanya dan kehilangan identitas dirinya. Hal ini memberikan peluang munculnya berbagai problema yang kompleks, baik bersifat personal maupun sosial, keadaan ini akan ber-

dampak kepada suasana psikologisnya. Suasana psikologis tersebut, seperti: perasaan cemas, khawatir yang berlebihan, perasaan terasingkan dari lingkungan, penyimpangan moral dengan pola perilaku tertentu. Keyakinan agama yang terbentuk pada diri anak dapat dijadikan patokan sampai sejauh mana anak memiliki sense of responsibility dalam menghadapi tekanan psikologis yang dihadapinya, sehingga anak mampu menghindari pengaruh negatif yang datang dari luar. Darajat, Zakiyah (Yusuf, 2004 : 131) mengemukakan bahwa : Semakin dekat seseorang kepada Tuhan, dan semakin banyak ibadahnya, maka akan semakin tentramlah jiwanya, serta semakin mampu mengahadapi kekecewaan dan kesukaran dalam hidup. Demikian pula sebaliknya, semakin jauh seseorang dari agama akan semakin sulit baginya untuk mencari ketentraman batin. Hasil penelitian Richard dan Bergin (Yusuf, 2007: 23-24 pada tahun 2004 mengenai pengaruh agama terhadap kesehatan fisik dan mental menunjukkan individu yang memiliki komitmen yang kuat dalam melaksanakan ajaran agama lebih memiliki penyesuaian psikologis, memiliki perilaku sosial yang sehat, dan terhindar dari gangguan jiwa dibandingkan orang yang kurang taat beragama. Dan secara tidak langsung mempermudah meraih identitas diri yang baik seperti harapan kita semua. Masalah anak di negeri ini kian akut, semua elemen dituntut berperan dalam memperjuangkan hak anak. Mari kita bersama membangun kesadaran bahwa setiap anak wajib kita berikan perlindungan dan juga wajib kita berikan kebebasn berekspresi, agar mereka bisa tumbuh dan berkembang dengan baik sebagai penerus masa depan kita. Dalam menggapai identitas diri mereka. Sekian, wassalam.

Edisi VII 2013 | DẽDIKASI | 47


Profil Inggita

4

Paralimpian

Renang

Yang

Borong

Medali Sekaligus

Oleh: Fifin dan Rossa

Hidup dengan menyandang kata “tuna� tentunya dalam masyarakat cenderung mengartikan bahwa penyandang “tuna� mempunyai kekurangan dan tidak bisa bergaul seperti masyarakat pada umumnya. Keterbatasan yang dimiliki seseorang membuat orang tersebut terkadang dipandang sebelah mata. Salah satu contoh yang paling konkret adalah ketika seseorang mengalami tunarungu. Seorang penyandang tunarungu sulit berkomunikasi karena dia tidak bisa menangkap pemahaman mengenai apa yang dikatakan orang lain, padahal komunikasi merupakan aspek yang paling urgen dalam kehidupan bermasyarakat. Namun dengan keterbatasan tersebut seorang tunarungu mempunyai ruang untuk menjalin komunikasi dengan orang lain menggunakan bahasa nonverbal seperti gerak-gerik badan (gesture), menunjukkan sikap tertentu, misalnya tersenyum, menggelengkan kepala, mengangkat bahu. Keterbatasan bukan berarti mengungkung seseorang menjadi lemah apalagi menjadikan keterbatasan sebagai sebuah alasan untuk tidak melakukuan sesuatu. Prinsip itu lah yang menjadi pedoman sosok anak yang bernama

48 | DẽDIKASI | Edisi VII 2013

Inggita Prameswari Darmawan. Dibalik keberbedaannya dengan anak pada umumnya karena dia mengalami tunarungu, ia menyimpan mimpi yang sempurna diatas ketidaksempurnaannya. Ia memberikan pembuktian bahwa ia mampu menorehkan prestasi dibidang nonakademik tepatnya pada cabang olahraga renang. Banyak prestasi yang sangat membanggakan diraih oleh anak yang berumur 12 tahun tersebut. Gita panggilan sederhana setiap harinya, dilahirkan di kota Kediri tepatnya pada tanggal 21 Maret tahun 2001. Ia adalah anak dari pasangan bapak Adjar Darmawan dan Ibu Retna Indraswari. Ditengah keterbatasannya dalam berkomunikasi ia berusaha dengan sekuat tenaga agar tidak ada sekat antara dirinya dengan orang normal biasanya. Ia membuktikan bahwa ia mempunyai bakat dan potensi untuk mencetak prestasi. Bakat anak yang ramah dan selalu tersenyum itu diketahui secara tidak sengaja. Waktu gita kecil beusia lima tahun ia diajak orang tuanya untuk renang ke salah satu kolam renang dekat tempat tinggalnya. Gita bermain bersama teman sebayanya yang merupakan anak dari rekan kerja orang tuanya. Saat gita bermain


dipinggiran air ia mulai ketengah dan waktu itu ia belum tahu cara berenang karena usiannya masih balita. Lepas dari pantauan orang tua tiba-tiba gita bisa berenang dan potensi tersebut diketahui oleh rekan ayah Gita, karena terheran-heran rekan ayah Gita tersebut menberitahukan kepada orang-orang disekitarnya. Dari sinilah orang tua Gita mempunyai inisiatif memasukkan gita ke klub renang. Latihan selalu rutin dijalani gita setiap hari kecuali hari selasa dan sabtu yang dimulai pukul 15.00 wib sampai 17.30 wib. Selain renang dia juga mempunyai kesibukan lain, yaitu les akademik setiap senin sampai jumat. Anak manis yang berjilbab mulai menginjak dewasa ini mejuarai bermacam-macam lomba renang mulai dari tingkat kota, provinsi maupun nasional. Salah satu puncak kebanggaan prestasinya ketika dia mendapatkan empat medali pada ajang PEPARNAS XVIII (Pekan Paralimpik Nasional) yang diadakan di Riau pada oktober tahun 2012 lalu. Medali emas didapatkan Gita setelah ia berhasil menduduki urutan pertama di nomor 50 meter gaya dada putri dengan catatan waktu 46,171 detik dan waktu tersebut mematahkan rekor sebelumnya yaitu 49,18 detik, yang dipegang Shelly Chandra yang dicetak pada Peparnas XIII di Samarinda, Kalimantan Timur 2008. Paralimpian yang ramah dan suka berteman ini juga mengantongi medali perak di nomor 50 meter gaya kupu-kupu, serta dua medali perunggu untuk nomor 100 meter gaya dada dan 50 meter gaya punggung. Sehingga ia menjadi kontingen jawa timur yang menyumbangkan empat medali sekaligus. Walaupun Gita berkebutuhan khusus, ia tak sedikitpun mengalami kegagapan dalam teknologi. Kedua orang tuanya memberikan ruang belajar seluas-luasnya agar perkembangan gita sesuai dengan jalan yang gita inginkan tanpa mengurangi kontrol orang tua dalam

mendidik gita. Setiap ada waktu luang gita sering browsing bermacam-macam informasi, utamanya dia menggali informasi mengenai teknik dan gaya renang. Ia sering mengunduh berbagai macam informasi mengenai gaya dan teknik jawara dunia lalu mengamatinya berulang-ulang dan mempraktekannya dalam latihan. Sebelum berlatihpun ia selalu membuka data yang telah tersimpan pada gadget untuk mengingat kembali apa yang dipelajarinya dan kegiatan tersebut selalu ia praktekkan berulangulang. Diusianya yang masih sangat muda ia menyelipkan mimpi yang begitu besar dalam hidupnya, kini dia ingin mengibaskan sayapnya dan terbang lebih tinggi menjadi atlet renang dunia, lebih dari itu ia mengharapkan dirinya Edisi VII 2013 | DẽDIKASI | 49


menjadi pelatih renang yang membantu anakanak mempertebal potensinya. Sungguh citacita sosial dan mulia. Bapak Adjar Darmawan dan Ibu Retna Indraswari selaku orang tua Gita selalu mendukung mimpi anaknya. Mereka selalu memberikan sarana dan apapapun yang gita butuhkan untuk mewujudkan mimpinya. Diusia gita yang masih labil tentu dia masih mempunyai minat dan bakat lain yang masih bisa tumbuh dan siap untuk terus diasah. Ketika gita mulai jenuh dengan renang, ayahnya mulai mengarahkan kepada hal lain yang Gita suka. Bapak Adjar tak pernah membatasi minat sang anak meskipun berkebutuhan khusus. Justru, hal tersebut menjadi tantangan bagi beliau sebagai orang tua, beliaupun belajar banyak dari sang anak, gita. Dukungan lingkungan sekitar terutama orang tua sangatlah penting demi berkembangan anak. Dibalik prestasi yang dicapai seorang anak tunarungu yang luar biasa bernama Inggita tentunya tak lepas dari dukungan orang tuanya. Gita berani tampil dan menjadi paralimpian hebat karena doa dan dukungan orang tua, saudara, teman sekolah, guru-guru di sekolah luar biasa (SLB) Putera Asih, Kediri. Dibalik kesibukannya sebagai perawat, ibu Retna Indraswari rela mengantarkan buah hatinya ke Riau dan kemanapun ajang perlombaan yang diikuti anaknya, ia tanpa sedikitpun ragu meninggalkan pekerjaan demi anak semata wayangnya yang menjadi harapan satu-satunya dikeluarga kecil mereka. Diversitas tidak akan pernah menghalangi Gita untuk menyentuh prestasi dan mengikuti perkembangan global. Walaupun dia diremehkan teman dilingkungan sekitarnya dan sempat membuat dirinya terpuruk, ia mampu bangkit dan tetap mengetahui dunia luar dari rumahnya dengan internet. Ia juga mempunyai akun jejaring sosial yang banyak, mulai dari facebook, twitter, BBM, dan akun lainnya. Sahabat-sahabat disekolahnya yang memberikan arti dalam hidup gadis kecil ini. Semangat

50 | DẽDIKASI | Edisi VII 2013

dan kerja kerasnya selalu menhipnotis siapapun yang kenal dengannya. Ia berhasil membuktikan bahwa sekat antara orang normal dan dirinya telah roboh. Kini semakin berjalannya zaman ia terus meniti mimpi yang satu persatu harus siap diraih. Globalisasi memang terus menggelinding dalam tatanan masyarakat yang secara riil tidak bisa dicegah, entah dalam ranah ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan. Salah satu faktor pendukungnya adalah teknologi informasi dan komunikasi. Perkembangan teknologi begitu cepat sehingga segala informasi dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh dunia dalam hitungan detik. Terkait mengenai hal tersebut, Gita adalah anak yang berdiri tegak ditengah kerasnya gelombang globalisasi. Pada dasarnya orang Gita selalu mengajarkan mengenai cara menyikapi globalisasi. Walaupun ada berbagai tipe dalam menghadapi arus globalisasi, antara lain dengan mengikuti perkembangan dan tenggelam didalamnya atau mengikuti dan tetap mempertahankan kebudayaan sendiri. Dalam kehidupan sehari-hari Gita selalu mengambil nilai positif dari globalisasi. Ia bisa membedakan globalisasi, liberalisasi, westernisasi yang bisa menyusup kedalam dirinya. Ditengah pertumbuhan menuju pubertas, ia tidak mau menjadi anak yang selalu konsumtif – pragmatis terhadap teknologi yang terus berkembang di zaman yang semakin mempersempit batas Negara ini. Baginya globalisasi harus menjadi sarana mencetak prestasi, bukan mengubur prestasi. Fifin/Rossa


Resensi # Novel

KALAU MATAHARI BISA DI GENGGAM -Dikehendaki Tuhan bermimpi, cita-cita wajib menemui pembebasan ilusiJudul Penulis Editor Penerbit Isi Tahun Terbit Resensor

: Menggapai Matahari Perjalanan Panjang Menjemput Asa : Adnan Katino : Nita Anggraeni : Hikam Pustaka : 376 : Juni 2008 : Arinda

Karya sastra di Indonesia tidak jauh beda dari karya sastra di negara – negara lain yang banyak memiliki karya-karya hebat baik yang romantik, dramatik maupun motivatik. Namun demikian Indonesia memiliki corak dan ciri khasnya tersendiri di banding karya sastra luar negeri. Kali ini dunia sastra melahirkan karya lokal yang mengandung banyak makna kehidupan. Novel yang kental dengan nuansa motivasi dan budaya lokal ini adalah buah karya dari Adnan Katino, dan novel ini akan menjadi bahan resensi yang berjudul ‘Menggapai Matahari’. Karya ini di angkat dari kehidupan pribadi penulis dan di tambah unsur dramatik untuk menambah daya tarik pembaca. Kehidupan memang diwarnai oleh banyak masalah. Karena masalah itu sendiri merupakan bagian kehidupan yang tidak terpisahkan. Sebagai manusia kita tidak bisa menghindar, kehidupan yang sulit sering kali menyebabkan orang putus asa dan mengambil jalan pintas dengan bunuh diri. Sesuai dengan itu, novel ini memberikan contoh juang untuk mengobarkan semangat hidup anak-anak muda yang mengalami krisis daya juang.

Novel ini mengambil banyak sekali setting tempat, diantaranya ialah salah satu tempat di wilayah Pare kediri tepatnya di kecamatan Badas. Oleh karena itu karena setting tempat dari novel ‘ Menggapai Matahari’ ini mengambil tempat di wilayah kediri sendiri, maka pembaca dapat membayangkan bagaimana suasana dari kisah tersebut. Tokoh aktor utama dari novel ini adalah seorang bocah yang terlahir dari keluarga sederhana yang memiliki cita-cita dan kemauan keras untuk merealisasikan cita-citanya. Nama penulis sendiri di jadikan nama tokoh utama, Adnan. Dia terlahir dari sepuluh bersaudara dan dia merupakan anak ke lima. Sejak kecil kedua orang tua Adnan bekerja sebagai buruh tani yang mengurus tanah ladang di tempat yang jauh dari rumah mereka. Sehingga mereka sudah terbiasa hidup mandiri untuk mencukupi kebutuhan mereka. Ketika lulus SMP, Adnan tergiur untuk merantau ke Jawa timur. Di mulai dari Kisaran, Sumatera Utara lalu menuju Pare Kediri sampai kota gudeg Jogjakarta, Adnan melakukan petualangannya. Dengan berbekal uang seadanya, Adnan mencari pondok pesantren tempat Edisi VII 2013 | DẽDIKASI | 51


sahabatnya nyantri di Pare, Yunus dan Rojali. Hingga pada akhirnya Adnan bertemu dengan sahabat-sahabatnya tersebut. Selanjutnya Adnan menjadi santri di Pondok Pesantren Darul Falah Balong sari Krecek Pare Kediri. Selama menjadi santri, Adnan menjalani rutinitas seperti santri pada umumnya namun demikian terdapat cerita-cerita konyol dalam menjalani tirakat sebagai seorang santri. Salah satunya ialah diadakan perburuan untuk mendapatkan tikar bekas sebagai alas tidur, yang uniknya tikar itu adalah bekas orang mati. Kehidupan di pondok dilaluinya dengan suka cita. Sampai Adnan tamat Sekolah Menengah Atas, Adnan akhirnya pindah ke Jogja untuk melanjutkan studinya di IAIN Sunan Kalijaga mengambil jurusan dakwah. Dimana ada kemauan di situ pasti ada jalan, semboyan yang sudah akrab di telinga orang ini telah di buktikan oleh Adnan. Meskipun dia tidak memiliki uang untuk mendaftar di Perguruan Tinggi, namun ia berhasil melaluinya dengan optimis dan tegar. Berbagai cara ia lakukan demi mencukupi kehidupannya, diantaranya dia sempat bekerja menjadi pembuat batu bata, penjual kaligrafi, jasa pengetikan, penceramah hingga menjadi takmir masjid. Karena kegigihannya itu, adik Adnan yang bernama Sugeng tertarik untuk mengikuti jejaknya merantau ke pulau seberang. Namun karena kondisi perekonomian Adnan sendiri tidak sebagus dugaan Sugeng, maka Adnan mengizinkan Sugeng tinggal bersamanya di masjid namun dengan syarat bahwa Sugeng harus mencari nafkah untuk kebutuhannya sendiri setelah dia tinggal dua bulan bersama kakaknya. Adnan mengiming-imingi Sugeng untuk menjadi Taruna AAU, sehingga setiap harinya Sugeng harus berlari sejauh kurang lebih empat kilometer setiap harinya. Hal itu selain dimaksudkan agar Sugeng terlatih sebagai calon TNI AU, juga dimaksudkan untuk menghemat ongkos transportasi.

52 | DẽDIKASI | Edisi VII 2013

Dengan semangat dan pantang menyerah, Adnan berhasil menyelesaikan kuliahnya, begitupun Sugeng yang berhasil lulus ujian Bintara TNI. Dan setelah itu mereka kembali ke Kisaran kampung halaman mereka yang sudah lama dirindukan. Mendengar berita keberhasilan anaknya tersebut, orang tua dua anak itu yang berhasil menggapai cita-cita merasa begitu bahagia dan terharu. Bahkan ayah Adnan sampai memamerkan foto Adnan dan Sugeng kesetiap orang yang di temuinya di jalan-jalan. Novel ini masih terdapat kelanjutannya, oleh karena itu pembaca akan penasaran dengan kelanjutan ceritanya. Karena disajikan dengan gaya bahasa yang ringan dan mudah di mengerti pesan-pesan moral mudah tersampaikan kepada pembaca. Novel ini mengandung banyak pelajaran yang memberikan motivasi juang bagi anak-anak muda untuk menghadapi setiap tantangan kehidupan. Dan kita akan menantikan kelanjutan ceritanya tentang perjuangan dua anak rimba tersebut. Keep spirit dan selalu optimis !!! Entah mengapa novel karya Adnan Katino begitu membuat pembacanya begitu terkesan. Walaupun pada awal membaca bagian-bagian halaman awalnya terkesan membosankan. Di bagian-bagian awal itu terkesan terlalu dramatis, ketika Adnan dan kakaknya menjalani kehidupan sengsara seperti cinderella di dalam rumah Wak Yuti. Apalagi ketika mereka harus bekerja keras namun hanya mendapatkan makanan yang sangat sedikit. Namun karena ulasan ceritanya yang bercerita tentang kehidupan santri pembaca akan berubah pikiran. Adnan seperti juga kita memiliki cita-cita yang tinggi. Apapun citacita mulia kita, kita berhak merealisasikannya. Menghadapi setiap kenyataan yang ada. Merasakan rasa bangga dalam menghadapi tantangan kehidupan. Menikmati setiap perjuangan yang kita lakukan untuk menjemput kesuksesan. Kesuksesan hanya milik mereka yang mampu mewujudkan semua mimpinya, bukan orang yang melukiskan segalanya diatas awan.


Resensi Film

Sutradara:

John De Rantau

Produser:

Putut Widjanarko

Penulis:

Hendrawan Wahyudianto, John De Rantau

Pemeran:

Revalina S. Temat, Lukman Sardi, Ferry Salim, Febby Febiola, Helmalia Putri, Indro Warkop, Sujiwo Tejo, Dinda Hauw, Sayef Muhammad Billah, Angga Putra, Rendy Ahmad

Distributor:

Mizan Productions & Falcon Pictures

Tanggal rilis:

20 Oktober 2011

Mestakung,

Semesta Mendukung Mestakung, sebuah singkatan kata dari Semesta Mendukung. Kata Mestakung ini pertama kali digagas oleh Professor Yohannes Surya yang terinspirasi dari kehidupan masa kecilnya yang serba kekurangan dan karena alam mendukung jadilah beliau dapat berbagai dukungan sehingga dapat menyelesaikan gelar Professor dalam bidang Fisika. Hal itulah yang menjadi inspirasi besar dari sebuah film garapan John De Rantau yang rilis pada tahun 20 Oktober 2011 ini. Film ini bercerita tentang perjuangan seorang kacong Madura, Muhammad Arief, dalam perjuangannya mencari Ibunya yang menjadi TKW ke Singapura dengan mengikuti olimpiade Fisika Internasional. Bertahu berlalu Ibu Arief yang diperankan oleh Helmalia Putri tidak memberi kabar apapun dan juga tak kunjung kembali. Ia harus pergi menjadi TKW lantaran suaminya, Muslat (Lukman Sardi) pada awalnya bekerja sebagai petani garam, namun beralih profesi sebagai supir truk serabutan karena terjadi paceklik berkepanjangan. Hal itu diperparah dengan kegemarannya berjudi. Sebagai anak yang prihatin dengan ayahnya yang tidak juga sadar akan ekonomi keluarganya, Arief merasa sangat merindukan ibunya dan mulai menabung untuk menyusul dan mencari Ibunya ke Singapura. Keinginannya semakin membuncah ketika Cak Alul bersedia mencarikan alamat Ibunya di Singapura, hal itu membuat Arief semakin giat mencari uang dengan cara menjadi Joki Karapan Sapi. Di sekolah, Arief tergolong seorang murid yang cerdas. Hal itu diketahui oleh guru fisika Arief, Ibu Tari Hayat yang diperankan oleh Revalina S. Temat, ketika arief berhasil membuat sebuah roket air dari botol air mineral yang Edisi VII 2013 | DẽDIKASI | 53


dibantu dengan pompa sepeda dan air untuk mengambil sebuah bola yang tersangkut pada pohon. Kejadian itu berhasil direkam oleh Ibu Tari dalam bentuk video. Melihat potensi besar yang dimiliki arief dalam bidang fisika, Bu Tari mengirimkan video tersebut kepada temannya selaku tim seleksi olimpiade ke SIngapura. Mengetahui antusias Bu Tari, Arief malah sebenarnya kurang tertarik mengikutinya, namun ketika mengetahui olimpiade sainsnya diadakan di Singapura, mimpi untuk bertemu ibunya menjadi semakin dekat. Arief pun diterbangkan ke Jakarta untuk mengikuti karantina dan seleksi yang dilakukan oleh Pak Tio Yohannes yang diperankan oleh Ferry Salim yang dibantu oleh Deborah Sinaga, diperankan oleh Febby Febiola. Dalam masa seleksi, Arief merasa kemampuannya sangat jauh tertinggal dari teman-temannya yang sudah lebih dulu bergabung, namun dengan semangat segala sesuatu harus dikerjakan dengan hati, arief pun berhasil terbang ke Singapura untuk mengikuti olimpiade sains. Sesampainya di Singapura, Arief pun mendapat kesempatan untuk mencari ibunya, namun sayang ibunya sudah tidak lagi berada di tempat yang tertera pada alamat. Arief pun

54 | DẽDIKASI | Edisi VII 2013

patah semangat walau akhirnya berhasil mendapatkan medali emas untuk fisika praktis yaitu menyelesaikan persoalan gerak osilasi dari tari yang terinspirasi dari tali pecut karapan sapi. Sekembalinya dari Olimpiade arief pun akhirnya pulang ke Sumenep Madura dan menemukan Ibunya sudah berada di rumah. Ibunya pun berjanji tidak akan lagi meninggalkan arief. Sungguh banyak sekali pelajaran yang dapat dipetik dari film ini, tentang kerja keras, keluarga dan semangat belajar. Jika sudah bersungguhsungguh dalam memperjuangkan sesuatu maka semesta akan mendukung untuk meraihnya, begitulah sekiranya pesan yang terkandung dalam film ini. [t2t]


Sastra Cerpen

Mimpi Sang Kapten Cilik Oleh: Dheril Sofia

S

eorang pria berjenggot cokelat muncul tiba-tiba dengan wajah berlumpur merah, dia berlari menghindari sesuatu entah apa. Ia mengatakan sesuatu dalam bahasa Inggris, memperintahkan pasukannya menghindar dari serangan tak terduga musuh. Lalu seolah-olah layar datar LCD flat itu ikut terguncang karena hantaman rudal, dan seisi ruangan seolah-olah terberai hancur ditimpa reruntuhan. Karin menutup kupingnya, home theater di rumah ini pasti merek terhebat karena efek suaranya benar-benar dramatik. Selama sejam ia merasa berada di tengah pertempuran Kapten John Price padahal hanya ada satu bocah kecil yang memegang konsol PS3 dengan semangat bak prajurit perang. “Sial! Kalah! Damn! ” Yohanes, si bocah prajurit perang versi digital itu membanting konsol lalu menghempaskan punggungnya ke bantal berbentuk Lighting Mc. Queen yang sedang menyeringai lebar. Perempuan awal dua puluh tahun di sampingnya hanya bisa menghela napas sambil bertanya-tanya, darimanakah bocah sepuluh tahun itu bisa memproduksi kata-kata umpatan... meskipun ia berhasil mengumpat dalam bahasa Inggris, bukan berarti itu termasuk pembenaran, kan? “Yayang, ayo belajar dulu...” Karin menyo-

dorkan buku PR Matematika milik Yohanes yang sama sekali bersih seperti baru. “Hmmm...capek, Kak...” Yohanes mengerang setengah merajuk. Ia memanfaatkan mata anak kucingnya yang melas untuk mempengaruhi Karin agar mengerjakan PR-nya lagi, seperti yang sudah-sudah. Sudah satu tahun ia menjadi tutor privat bocah kelas 4 SD itu namun mayoritas PR dan tugas rumahnya ia yang mengambil bagian besar. Karin berusaha membuat anak itu mau menyentuh buku pelajarannya barang sedetik. Alih-alih mengerjakan PR, mengambil tas sekolahnya saja ia malasnya minta ampun. “Ayo dong, Yayang...” Kadang Karin geli sendiri memanggil bocah itu dengan nama rumahnya, Yayang... begitulah Bu Maria memanggil putra semata wayangnya itu. “Kan minggu depan Yayang usah mau izin absen lagi buat ikut balapan...” Yohanes menatap layar datar TV yang menampilkan tulisan GAME OVER yang berpendarpendar. Tetiba saja, ia termenung entah kenapa. Karin menggigit bibir bawahnya, ia pasti sudah mengingatkan Yohanes pada ayahnya. Tapi ternyata si Yohanes meraih konsol PS3-nya lagi dan membuka misi baru. “Dead! Dead!” seru Yohanes saat musuhmusuhnya mati berjatuhan karena bombardir Edisi VII 2013 | DẽDIKASI | 55


senjata laras panjangnya. Karin lagi-lagi berjenggit kaget lalu membuang napas panjang. Awal tahun lalu ia masih anak laki-laki yang manis, penurut dan hanya sesekali meninggalkan meja belajarnya untuk menonton Avatar Aang, tapi kehadiran kotak hitam sumber perang itu mengubah segalanya. #@# Di penghujung jam empat sore, Karin membawa laju matic hitamnya menuju salah satu petak elite di Surabaya timur mengingat dia masih bertanggung jawab atas perkembangan si bocah Kapten Panggilan Tugas. Tak lama ia berkendara sepuluh menit dari rumahnya, motor skuternya terparkir di halaman Dok. Google depan rumah mungil bernomor 27 A itu. Baru saja Karin hendak menekan bel, ketika kerompyang dan bedebum keras terpecah menjadi satu paket kejutan baginya. Karin memandangi pintu jati berpelitur di depannya. Ada apa ini? Gadis itu membuka pagar begitu saja karena mulai khawatir dengan hal apa yang terjadi di dalam rumah. Suara jeritan menyusul kemudian dan Karin mengenalinya sebagai suara Yohanes. Ia yakin anak itu pasti berulah, namun sepertinya kali ini sangat parah sampaisampai Karin bisa mendengar teriakan Bu Maria yang menyuruhnya masuk kamar. Di depan teras Karin termenung ragu untuk mengetuk pintu. Dalam hati ia berharap bahwa Bu Maria sadar kalau hari ini adalah jadwal Yohanes les dengannya. Lalu seperti menjawab harapan itu, perempuan berparas oriental dengan rambut hitam lurus membuka pintu dengan tergesa. “Oh, Mbak Karin? Hari ini Yayang les, ya?” ibu itu tampak sedikit pucat dan sisa airmatanya masih belum kering. Bagaimanapun juga Karin berusaha memahami situasi dan kondisi wanita berstatus

56 | DẽDIKASI | Edisi VII 2013

single parent itu sehingga kadang ia lupa dengan jadwal les privat anaknya

sendiri. “Maaf, Bu. Ada apa ya? Saya dengar tadi...” Karin terdiam karena perempuan itu tiba-tiba terduduk di sampingnya. “Yayang kenapa, Bu?” Perempuan itu baru saja ditinggalkan oleh suaminya dan berakhir dengan putranya yang memiliki kecenderungan hiperaktif yang membuat siapapun menyerah sebelum berani menjadi pengasuhnya sementara Bu Maria yang dokter anak itu bertugas di rumah sakit. Karin adalah tutornya yang kesekian kali yang mampu bertahan sampai sekarang. Meski tampak kesulitan berbicara, Bu Maria akhirnya mulai bercerita tentang pistol-pistolan Yohanes yang dipinjem Raka, anak pembantu rumah tangganya. Yohanes tiba-tiba sangat marah karena Raka memainkan mainannya, konflik saling berebut pistol itu berujung dengan dahi Raka yang robek dan harus segera dijahit. “Karena itu, Mbak Karin...saya harus segera ke klinik sebelum lukanya infeksi. Hari ini biarkan Yayang sendiri dulu. Saya terpaksa menguncinya di kamar selama saya pergi,” raut


Maria tampak memohon Karin untuk segera pergi juga dari rumahnya karena ia khawatir pendarahan Raka bertambah parah. Di dalam hati Karin memprotes tindakan mengurung anak seperti itu. Mengurungnya bersama satu set mainan berdarah dan akses bebas ke dunia maya lewat komputernya bukankah sama saja melepaskan anak ke hutan liar? Namun Maria tampak seperti dokter yang benar-benar harus menangani pasien di unit gawat darurat, karenanya Karin mengangguk paham dan membawa maticnya keluar pekarangan. Jeritan Yohanes terdengar lagi dan disertai tangis dan erangan. Beberapa saat lamanya Karin berdiri di sisi motornya sambil mendengarkan suara kepanikan sekaligus kesakitan anak itu, entah apa yang ibunya lakukan, Yohanes menjerit kencang-kencang. Barulah ketika mobil sedan putih Maria keluar garasi, rumah minimalis itu tinggal sunyi senyap. Yohanes berhenti menangis namun mulai terdengar bunyi bom-bom dan peluru berdesing. Kapten John Price beraksi lagi dalam Call of Duty. Karin menghela napas panjang sekali dan berharap besok bukan dirinya yang menjadi target misi Kapten Price Cilik itu. #@# Maria memandang ruang guru dengan perasaan campur aduk setelah menerima surat dari sekolah yang mengumumkan pengambilan rapor semester ganjil Yohanes. Firasat tidak enak sudah menimpa hatinya pagi ini saat Yohanes mengeluhkan sakit di ulu hati. Dia masuk menemui Tuti, wali kelas Yohanes yang ramah itu. Diawal, Tuti menjelaskan perkembangan Yohanes dan memperlihatkan nilai-nilai merah yang masih senantiasa menghiasi setiap kolom nilai buku rapornya. Lalu ia mulai bernada

serius sambil membetulkan posisi kacamata bundarnya. Tuti berkata, “Maaf Bu Maria, saya mendapatkan aduan dari siswi-siswi perempuan tentang tindakan tidak sopan Yohanes,” Maria mengernyitkan dahi, kekurangaktifan Yohanes di sekolah, nilai-nilai merah...lalu apa sekarang? “Yohanes sering mengintip anak-anak perempuan di toilet, Bu...” Saat itu juga, Maria merasakan pundaknya melorot tak bertenaga dan wajahnya tenggelam ditelan rasa malu. Segera setelah menandatangani rapor ia keluar mencari Yohanes di sekitar taman. Putranya sedang duduk diam di ayunan dengan wajah menghadap tanah, Maria sudah menyiapkan ceramah dan hukuman untuknya ketika mendapati bibir putranya yang membiru dan mata sipitnya yang cekung. Naluri dokter segera menuntunnya untuk membawa Yohanes ke rumah sakit. Ia melupakan niat memarahi putranya setelah menerima hasil lab yang menunjukkan Yohanes positif demam berdarah. Hatinya terasa tercabik-cabik melihat tubuh mungil putranya terbujur di bawah selimut dan matanya terpejam, seolah tidak akan pernah terbuka lagi. “Bu Maria...” Karin menepuk pundak Maria lembut, ia segera datang setelah mendapatkan sms kalau Yohanes dirawat inap. “Yayang gimana, Bu?” seharusnya Karin tahu pertanyaan itu sia-sia. Dan lagi-lagi, raut wajah Maria menyiratkan kesulitannya untuk mengutarakan apa yang sebenarnya terjadi. “Saya ini ibu macam apa...” Maria menutup wajahnya dengan telapak tangan, menyembunyikan segala rasa kecewa dan emosi yang ia tanggung sendiri selama tiga tahun menjadi single mother setelah suaminya meninggalkan rumah tanpa alasan dan kejelasan. Bingung, Karin benar-benar tidak tahu harus berbuat apa selain menepuk-nepuk pundak perempuan itu. “Suami saya sudah meninggalkan saya, kali ini saya tidak ingin kehilangan putra saya,” tangisnya pecah, tidak Edisi VII 2013 | DẽDIKASI | 57


keras namun mendengarnya seperti membiarkan sembilu menyayat jantung pelan-pelan. Karin teringat hari dimana Yohanes mau mengerjakan tugas karangan bahasa Indonesia tentang bertema Orang Tua. Ia menuliskan tentang betapa hebat dan sayang Ayah kepadanya meskipun Karin tahu, Yohanes murni mengerjakannya sendiri dengan imajinasi yang merindukan sosok bapak. Yohanes yang mewarisi ambisi ayahnya menjadi pembalap pun memiliki daftar kemenangan yang lebih cemerlang daripada nilai-nilai akademisnya, akan tetapi memang sejak kepergian sosok ayahnya itulah perubahan Yohanes terarah pada kenegatifan. Karin yakin Call of Duty bukanlah penyebab utama Yohanes menjadi lebih liar, ia hanya menginginkan lingkungan dimana ia mendapatkan perlindungan yang utuh, dari kedua orang tuanya, ayah dan ibu. “Yayang...eh, sudah bangun?” Karin beranjak ke sisi ranjang Yohanes, senyum Karin secara tidak terduga membuat Yohanes juga tersenyum. “Kapten John Price cepet sembuh, ya?” menjadi tutor bocah yang kadang-kadang bisa semanis permen tapi bisa berubah menjadi setan kecil itu membuat Karin merasa menjadi kakak perempuannya. “Ini pistol Webley Revolver-mu, Kapten Price harus segera menyelamatkan orang!” Yohanes terkikik di sela rasa sakit dan nyeri di tubuhnya. Ia menatap pintu lama dan di sana berdiri Raka dengan wajah takut-takut. Anak kecil yang mendapatkan satu jahitan di pelipis

itu berjalan ogah-ogahan didorong ibunya. Raka dan Yohanes saling berpandangan, seakan-akan itulah cara anak seumuran mereka berkomunikasi di luar dunia orang dewasa. Yohanes menarik Karin dan membisikkan sesuatu ke telinganya, gadis itu mengangguk lalu menarik Raka lebih dekat ke ranjang agar Yohanes bisa memberikan pistol-pistolan Kapten Price kesayangannya. “Maafin aku ya, Raka. Ini pistol Kapten John buat kamu,” replika Webley Revolver itu diserahkan pada Raka yang tampak termenung tidak percaya. Karin mengacungkan kedua jempolnya pada Yohanes. Entah darimana Kapten John Price yang galak dan suka menembaki orang itu masuk ke mimpinya dan membisikan sesuatu pada Yohanes sehingga dengan mengejutkan ia berubah seperti—merangkul Raka erat-erat misalnya. “Perbaiki nilai sekolahmu, jadilah anak pemberani. Kau tahu siapa anak pemberani itu? Anak yang berani meminta maaf atas kesalahannya dan ia akan menjadi sekuat aku,” Begitu kata suara berat dan keras khas si pimpinan pasukan dalam serial video game yang hanya berupa rekaman Michael Gough yang di dengar Yohanes dalam mimpinya. Sekali lagi...efek samping perputaran dunia yang tidak akan pernah terduga. “Kurasa anak ini mendapatkan sosok ayah dari Kapten John Price, entahlah...” -Selesai-

Gambar. Google

58 | DẽDIKASI | Edisi VII 2013


Sastra Cerpen

Segumpal darah

Gambar. Google

Malam ini, aku pulang terlalu larut, pukul 22.00 tepat. Lampu-lampu perumahan sudah mulai padam, kendaraan terlihat sepi. Aku masih dalam perjalanan menuju rumah. Memang mengerikan bila seorang perempuan pulang terlalu malam seperti ini. Tapi pekerjaan membuatku terpaksa melakukannya. Bukan kemalaman yang kutakutkan hari ini, melainkan hal-hal aneh yang kutemui sepanjang hari. Mulai dari orang buta dengan kedua bola matanya di tangannya. Kemudian ada juga orang dengan telinganya yang putus, sementara darahnya mengalir ke mana-mana. Aku merasa ini bukan hidup, ini adalah mimpi. Semua orang aneh hari ini. Mengapa organ-organ yang ada dalam tubuh seseorang tiba-tiba keluar dan putus tanpa kejelasan. Di luar nalar. Bahkan sebelum pulang, aku sempat melihat seseorang dengan suara meraung sambil membawa untaian usus di tangannya. Orang-orang sekitarku seakan biasa melihatnya. Itu bukan hal di luar nalar, aneh atau apa lah. Mereka tetap santai dalam langkahnya, mereka tetap sibuk dengan aktivitasnya. Semen-

tara aku, aku melotot terus. Entahlah, orangorang menganggap hal itu biasa, atau aku yang merasa aneh dengan hal-hal seperti itu. Aku mencoba menanyakan pada seorang penambal ban, saat aku melihat seorang perempuan yang mulutnya sobek. Sementara darah mengalir dari kedua sisi mulut perempuan tersebut. “Pak, apa yang dilakukan perempuan itu sehingga mulutnya sobek?” “Saya tidak tahu.” Jawab orang itu sambil meneruskan dirinya sibuk menambal ban. “Saya serius pak, kenapa dengan perempuan itu?” “Kamu pikir saya bercanda dik.” Jawabnya lebih berteriak. Dengan rasa terpaksa, aku meninggalkan bapak-bapak tadi. Tidak ada yang memperdulikan hal-hal aneh hari ini. Kemarin, aku tidak melihat hal aneh tersebut. Semua masih dalam koridornya. Aku bingung sendiri. Seperti halnya malam ini, aku khawatir akan menemukan halhal aneh yang bisa kusaksikan sendiri. Keanehan Edisi VII 2013 | DẽDIKASI | 59


yang dibiarkan orang-orang, keanehan yang tidak dipedulikan. Telah terduga. Apa yang baru saya khawatirkan terjadi lagi. Tepat di ujung gang sempit itu, aku melihatnya. Melihat seorang perempuan dengan genggaman hati penuh darah di tangannya. Apa-apaan ini? Mengapa perempuan ini sebegitu anehnya. Rasa penasaranku ternyata melebihi rasa takutku sendiri. Aku menghentikan motorku tepat di hadapan perempuan itu. Tidak ada yang aneh selain hati di genggamannya. Tatapan perempuan itu juga biasa saja. Bahkan sayu dan terlihat khawatir terhadap sesuatu. Setelah mendapatiku terhenti di hadapannya, ia tertunduk. “Nona... nona siapa? Dan apa yang nona lakukan pada hati di genggaman nona?” tanyaku lumayan berdebar. “Saya Faya.” Jawabnya masih tertunduk. “Ini?” ia mulai mendongak dengan menunjukkan hati di genggamannya. “Ini hati saya nona. Saya ingin menitipkan hati ini nona. Kepada siapa saya akan menitipkan. Saya terlalu khawatir, hati ini akan rusak dan busuk.” “Maksud Anda?” “Nona, zaman ini bukan zaman yang aman. Banyak orang yang mulai tidak sadar pada apa yang dilakukannya. Semua dianggap biasa. Moral dikesampingkan.” Aku semakin tak mengerti arah pembicaraannya. “Nona Faya, maaf, saya semakin tidak mengerti apa yang anda maksud. Bisakah Anda memperjelasnya?” Aku kemudian duduk menyampingnya. “Nona, apa Nona sudah melihat hal-hal yang rusak di zaman ini?” “Rusak?” “Ya rusak. Mulai dari kemanusiaan hingga persoalan agama. Lihat saja, mengapa dengan mudah orang berbohong. Membohongi orang banyak untuk uang. Kepintaran menjadi senjata meliciki orang banyak. Di mana hati mereka? Rasa perikemanusiaan perlahan sirna. Namun

60 | DẽDIKASI | Edisi VII 2013

itu sama sekali tak bisa dihindari. Karena hati mereka telah rusak. Hati mereka beku.” Aku mengerti, namun sama sekali tak bisa mengkaitkan antara penjelasan Faya dengan hal-hal aneh hari ini. Aku terdiam. “Nona, segala hal yang rusak di bumi ini tidak akan terjadi bila dikendalikan oleh kemuliaan hati. Tapi lihat sendiri Nona, apa yang Anda lihat? Semua rusak. Mata, telinga, kaki, tangan, paru-paru, jantung, dan semua organ manusia itu mulai rusak. Dan aku bermaksud menitipkan hati ini. Agar ia terpelihara. Tidak rusak.” Lanjutnya. Ia kemudian menyodorkan hatinya ke arahku. Aku terdiam bingung, antara ngeri dan kasihan. Belum berhenti dari rasa bingungku, tibatiba mata Faya keluar kedua-duanya, dilanjutkan dengan putusnya telinga dan mulutnya yang sobek. Perutnya pun membuncit parah. Seluruh organ tubuhnya keluar, penuh darah. *** Kediri, 9 Januari 2013 Di ruang bawah sadar

Nama: Aning Lisiana Semester: VI Prodi: Komunikasi Islam


Budaya DẽDIKASI

Membaca,

B.u.d.a.y.a yang (tak)ada Oleh: Hasby

Buku baginya [Lintang] adalah obat dan sumur kehidupan yang airnya selalu memberi kekuatan baru agar dia mampu mengayuh sepeda menantang angin setiap hari. [Andrea Hirata]

M

embaca dan mendengar adalah 2 cara paling umum untuk mendapatkan informasi. Membaca adalah suatu cara untuk mendapatkan informasi dari sesuatu yang ditulis. Membaca melibatkan pengenalan simbol yang menyusun sebuah bahasa.. Informasi yang didapat dari membaca dapat termasuk hiburan, khususnya saat membaca cerita fiksi atau humor. Membaca merupakan hal yang positif untuk kita. Tidak hanya menambah ilmu ataupun pengetahuan akan tetapi membaca membuat seseorang menggunakan otaknya. Ketika membaca, seseorang akan dipaksa untuk memikirkan banyak hal yang belum diketahuinya ( membayangkan, red ). Di dalam proses ini membaca akan menambah kreatifitas seseorang. Tidak hanya dari situ banyak remaja di jejaring sosial, baik Facebook maupun Twitter, mencantumkan membaca sebagai hobinya. Akan tetapi, sangatlah mengenaskan apabila kenyataan yang ada tidak seperti itu. Saat ini para remaja hanya menempatkan membaca sebagai hobi, bukan sebagai kebutuhan sehari-hari. Terlebih lagi, dengan perkembangan teknologi informasi, khususnya Televisi dan Internet,

kebudayaan literasi bangsa Indonesia semakin merosot dan digantikan oleh tontotan dan oral. Di karenakan sekarang para pelajar bisa mengakses semuanya lewat Internet dengan mudah dan cepat, jadi apa yang mereka bingungkan tinggal ditanyakan kepada mbah Google. Dampak rendahnya budaya membaca ini juga berkontribusi pada mengecilnya jumlah penulis dan produksi buku. Lalu, banyak perpustakaan di Indonesia, terutama di daerah, yang mulai sepi pengunjung. Sebaliknya, tempat nongkrong semakin kebanjiran pengunjung. Di toko-toko buku, nasib buku-buku serius (politik, ekonomi, sejarah, dan lain-lain) sangat memprihatinkan. Sebaliknya, buku-buku berisi gosip atau buku yang berisi kiat-kiat untuk sukses kebanjiran pembeli. Apakah ini pertanda bahwa pemikiran sudah mati? Sedangkan menurut penjelasan Winoto selaku pegawai Perpustakaan Kota Kediri, beliau mengatakan jika pengunjung remaja (SMA) jarang. � Banyak yang berkunjung kemari itu anak kuliahan yang mau skirpsi ataupun kerjakan makalah. Kalau anak SMA atau SMP itu dikit� ungkapnya. Edisi VII 2013 | DẽDIKASI | 61


Selain itu, serbuan komik-komik asing dari negara-negara tetangga seperti Jepang, Jerman serta Amerika Serikat membuat kalangan pencinta komik ini tergugah untuk membuat komik bahasa Indonesia yang dahulu sangat terkenal di tanah air. Dengan itu menambah kemalasan remaja Indonesia ini untuk membaca buku pengetahuan ( keilmuan ). Budaya yang (tak) ada Bacaan memiliki andil yang besar dalam mempengaruhi pembacanya, termasuk bahasa yang di gunakan. Dari hanya berbincang mengenal seseorang saja sudah dapat di pastikan pola pikir dan keilmuannya. Dari sini LPM Dedikasi mengadakan polling berupa angket dengan sampel salah satu sekolah menengah di kota kediri. Polling ini bertujuan untuk mengidentifikasi minat baca dari seorang remaja. Dan kabar megejutkan muncul dari jawaban yang di berikan remaja perihal kegemarannya membaca. Sangat mmprihatinkan, sebagian besar responden mengaku bahwa dia tidak membaca setiap hari (75%), dan yang membaca setiap hari (25%). Bila dilihat banyak remaja saat ini yang tidak membaca buku pada setiap harinya. Hal ini menunjukkan bahwa menurunnya minat membaca buku pada remaja saat ini. Akan tetapi, hal memerhatinkan tidak hanya dari hal tersebut saja, ketika mereka ditanya masalah buku apa yang mereka baca hasilnya menyedihkan pula.

62 | DẽDIKASI | Edisi VII 2013

“NOVEL” dan “KOMIK” bersaing ketat mencari perhatian tema membaca pada remaja (40%). Akan tetapi, padabidang “KEILMUAN” dan “BIOGRAFI TOKOH” sama-sama terprosok dibawah (10%). Hal ini menunjukkan bahwa para remaja saat ini telah kehilangan minat baca terhadap buku “KEILMUAN”. Menurut Wahyu salah satu siswa sekolah tersebut mengatakan, kalau buku “NOVEL” dan “ KOMIK” itu lebih menarik perhatian karena tidak monotone. “ Kalau komik itu kayaknya udah jadi hobi anak muda sekarang , jadi nggak bisa dipungkiri jika kita anak muda kepengen baca komik” tegas murid kelas XI ini. Jika kita saling menyalahkan pasti tidak akan ada jalan keluar dari masalah serius ini. Akan tetapi, saat ini yang terpenting adalah bagaimana kita bisa memupuk bersama rasa cinta terhadap jedela dunia (buku). []

Dok. Khoiruddin Anak kecil menulis


Selamat atas terwisudanya anggota kehormatan LPM DẽDIKASI 2013 Azhari, S.Pd.I

Pimpinan Umum 2009-2010

Ayu Sofiyana Hadi, S.Pd.I

Terima Kasih Crew DẽDIKASI

Bendahara 2011-2012



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.