Serambi

Page 1


~ DeDIKASI DAFTAR ISI Diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa DeDIKASI STAIN Kediri TIM REDAKSI Pimpinan Umum: Kholisul Fatikin Pimpinan Redaksi: Findra Dewan Redaksi: Mifta, Amik Redaktur Pelaksana: Litbang : Endhi Desain Grafis : Khoiruddin Crew: Tutut, Anam, Deril, Aning KANTOR REDAKSI Lt. II student center STAIN Kediri Jl. Sunan Ampel no. 7 Ngronggo Kediri Website: www.dedikasi.co.cc Facebook: LPM DeDIKASI Email: dedikasi_pers@yahoo.com APA ITU SASTRA ? ingin mengetahui lebih tentang sastra. Inilah salah satunya. Media untuk mengasah kesastraan. Ayo ikut berpartisipati dalam mengembangkan sastra anak bangsa yang kian lama kian terkikis. Redaksi menerima kritik dan saran dari Anda.

3: CERPEN

Meniti Harapan dari Lembah Noda

6 : Puisi

Tuhan ijinka aku tersenyum Elegi

7 : ASTRA

Menganalisa Ketatabahasaan Puisi Sang Pujangga

9 : Cerpen

Ku Tagih Janji Mu Itulah cinta..

Menggapai Matahari

Ranah 3Warna

16 : RESENSI 19 : CERPEN

Bintang Harapan

21 : Puisi

DeDIKASI TAFAKUR

22 : ASTRA

Dimana Sastra Indonesia

Buletin Sastra SERAMBI

Edisi Juni 2012


SALAM Assalamu ‘alaikum Salam Persma Alhamdulillah, syukur rahmat Allah kami panjatkan, dengan ribuan tetesan keringat disertai kerjasama antar kru, buletin Serambi Sastra kami hadirkan ke hadapan pembaca. Ini merupakan edisi perdana kami, dan ini merupakan sebuah pencapaian. Buletin serambi sastra merupakan buletin bulanan yang memberikan content pembahasan utama tentang dunia sastra. Yang nantinya mampu menampung karya-karya mahasiswa yang tertarik atau minat di dunia sastra. Dengan terbitnya buletin ini, kami mengajak para pembaca untuk ikut andil bahkan menyumbangkan sedikit perkembangan sastra. Menjaga, kemudian mengembangkan sastra yang makin tergerus zaman, yang mulai terpandang sebelah mata. Kami yakin masih banyak kekurangan terkait buletin Serambi Sastra edisi perdana ini. Kritik dan saran sangat kami butuhkan demi perbaikan isi maupun rubriknya. Agar kami terus melakukan pembenahan, dan nantinya buletin sastra ini lebih berkualitas serta mampu memberikan sumbangsih pada perkembangan sastra. Wassalamualaikum

Edisi Juni 2012

Buletin Sastra SERAMBI

3


Cerpen Meniti Harapan dari Lembah Noda Dilihatnya cahaya temaram dari semburat lampu lentera taman kota. Suasana malam di alunalun nampak ramai pengunjung. Tapi Lia merasa sepi. Ia kibaskan jilbab birunya, menahan panas di balik pakaiannya. Malam dingin seperti ini justru membuatnya panas.

mendapat job dance di beberapa event. Dance yang awalnya hobi tersebut menjadi sebuah profesi baginya. Ketika sebuah produser acara menawarkan konsep acara padanya juga anggota dancenya, ia tak berani menolak. Modern dance yang menjadi konsep grupnya memaksanya untuk selalu menggunakan pakaian serba mini. Namun, selama jalan, model pakaian seperti itu sama sekali tak menjadi masalah kecuali kejadian di akhir minggu lalu.

Mulai hari ini, ia memutuskan untuk memakai jilbab. Gadis Aning Lasiana 16 tahun tersebut mulai menata Komunikasi Islam hati dan fikirannya. Bukan lantaran memasuki bulan RamadSaat itu, ia melaksanakan han, tapi niatnya memakai jilbab tugasnya sebagai dancer di sebenar-benar muncul setelah kejadian seminggu yang lalu. It’s the buah acara. Bersama teman-temannya, ia memulainya dengan worst of her life. sangat sempurna. Namun, karena Memakai jilbab memang semangat berlebihan, dan juga membuatnya tak nyaman, apa- gerakan dance yang cukup rulagi untuk pertama kali. Beberapa mit, ditambah pakaian mini yang klebat pikiran berseliweran di mengharuskannya meminimalis otaknya. Ia khawatir, jika suatu gerakan, ia pun terjatuh ke arah saat nanti teman-temannya penonton. Bukan ditolong, Lia mengejek bahkan menertawakan- bahkan dioper-operkan hingga nya. Namun niatnya melebihi rasa penonton di ujung belakang, dan khawatir itu, ia akan mengenakan selanjutnya berakhir di tanah. jilbab kemanapun dan dimanapun Sontak kejadian tersebut menjadi ia berada. pusat perhatian semua orang, termasuk teman-teman yang ngeKejadian seminggu yang dance di panggung. Mereka tak lalu membuat jiwanya kacau, mampu berbuat apa-apa selain bahkan malu untuk meneruskan meneruskan nge-dance. hidup. Sebagai dancer, ia sering

4

Buletin Sastra SERAMBI

Edisi Juni 2012


Lia bangkit, kemudian berjalan terseot. Selain malu, tak ada hal lain yang ingin ia sembunyikan, termasuk rasa sakitnya. Malunya luar biasa. Tidak hanya karena ia merasa dihina dengan proses pengoperan tersebut. Tentu saja ia juga merasa, tangan-tangan jahil penonton menyentuhnyentuh bagian tubuhnya, dan itu adalah bullying terbesar baginya. “Aaaaarrrggghhh” jeritnya di ruang ganti. Rasa malunya tak mampu ia tahan. Ia tak hanya membenci penonton dan teman-teman yang tak memperdulikannya, terlebih ia membenci dirinya sendiri. Peristiwa tersebut perlahan menyadarkannya, mengikis rasa ‘anti jilbab’ nya. Iya. Lia adalah seorang anti jilbab, begitu ia menyebutnya. Bahkan suatu hari ia pernah menegaskan pada teman-temannya bahwa ia tak akan memakai jilbab. Bila ia pikirkan sekarang, tentu saja itu penghinaan. Namun, Lia kemarin berbeda dengan Lia sekarang. Sikap anti jilbabnya musnah. Ia bertekad hengkang dari dunia dance-nya. Ia mulai menata hati dengan harapan mampu menjalani hidupnya dari rasa trauma yang mengerikan tersebut,dan

Edisi Juni 2012

mengubahnya dengan senyuman-senyuman semangatnya. *** Malam semakin larut, pengunjung taman kota berangsur berkurang. Tapi Lia masih belum ingin beranjak dari tempatnya. Mengusir penat di tengah keramaian orang-orang. Tak ia sadari, seseorang mendekat di sampingnya. Bahkan sangat dekat dengan Lia. Doni, salah seorang teman akrab Lia. Ia mendekat lagi, memastikan gadis yang dilihatnya tersebut benarbenar Lia. Namun, lampu temaram lentera taman kota rupanya tak cukup meyakinkan bahwa gadis tersebut adalah Lia. Doni kemudian beranjak pergi setelah ia tersugesti oleh pikirannya sendiri bahwa gadis itu bukan Lia. Menurutnya, Lia tidak mungkin memakai jilbab. Apalagi terlihat sangat cantik. Sekali lagi, Doni menoleh. Gadis yang dilihatnya itu sedang menundukkan kepalanya, dengan menekankan tangan di atasnya. Hal yang sering ia lakukan saat berimajinasi tentang membuat gerakan baru untuk koreonya. Doni hafal betul aktivitas Lia tersebut, karena ia teman sekelas yang cukup dekat dengannya. Ia pun kembali menghampiri Lia. “Lia?” sapanya, duduk tepat di hadapannya. Lia kaget, segera ia hentikan lelehan air matanya. Saat ini, ia bukan lagi memikir-

Buletin Sastra SERAMBI

5


Cerpen kan gerakan koreo-nya. Tetapi merenung, menikmati keindahan hidup yang sempat sempat ia benci. “Eh, Iya Don !” Ungkap Lia pelan, setelah tahu bahwa laki-laki di hadapannya adalah Doni. Pikiran-pikiran negatif menyerbunya. Bagaimana kalau tiba-tiba ia nyeletuk ? ngejek ? tertawa ? menghina ? atau mungkin mempermalukannya dengan jilbabnya ? “Kamu benar-benar Lia kan? Aku tidak salah lihat ?” “Tidak, kamu benar.” “Kau cantik sekali Lia, pakaian dan jilbabmu bagus, kamu terlihat berbeda” “Iya terima kasih, tapi aku tak butuh sindiranmu.” “Tidak, aku tidak bermaksud ….” Lia menyerobot, ia memotong pembicaraan. “Sudahlah, cukup, jangan menertawakanku, aku benar-benar ingin berjilbab. Kamu jangan berusaha mengecilkan niatku.” “Lia, kamu salah, aku tidak seperti itu. Aku justru sangat suka kau memakainya.” ?”

“Lalu, kenapa kau memujiku cantik “Karena memang demikian adanya.” “Aku tidak inginkan hal itu.”

“Baiklah, aku minta maaf jika perkataanku menyinggungmu, justru aku memberi motivasi untukmu.” “Motivasi ? maksudmu ?” Lia makin

6

penasaran, ia membuka matanya lebar-lebar. “Aku sudah tahu peristiwa yang terjadi padamu beberapa waktu lalu, dan aku tahu, kau sangat berat menjalaninya. Namun, sekarang aku tahu kamu melaluinya dengan sangat indah. Kau lebih malu mengulangi kejadian tersebut daripada malu karena berjilbab. Aku memujimu karena, satu, kau memang cantik, dan dua karena aku ingin kamu tetap memakainya.” “Kamu tidak salah ?” “Tidak” Perlahan, senyuman tersungging di wajah Lia. Air matanya tertahan di kelopak. Memancarkan cahaya bening yang indah, berbinar-binar semangat. “Mengapa kau melakukan itu, Don.” “Karena itu lebih baik untukmu.” Jawab Doni singkat. *** Harapan Lia kini tidak hanya segenggam di tangannya. Tapi sejauh dan seluas matanya memandang dunia di hadapannya. Semangat Lia kian menyala, disertai dengan kekuatan hati yang merajainya. Ia lebih ringan menjalani hidup selanjutnya. Tak lagi memperdulikan jika suatu saat teman-temannya mengejek, tak lagi memikirkan ‘anti jilbab’ yang pernah disandangnya. Bahkan berusaha mengenyahkan penyakit hati yang selama ini ‘nemplok’ di dadanya, meskipun masih dalam tahap berusaha. Ia menjalani hari-hari biasanya dengan luar biasa, tentunya sebagai seorang jilbaber.

Buletin Sastra SERAMBI

Edisi Juni 2012


Puisi Tuhan ijinkan aku tersenyum lagi

Elegi

By: Nida Sari

By: Dheril Sofia

Tuhan, izinkan aku tersenyum lagi

Kurindukan bulan di kala siang menjelang

Meski pagiku tak lagi berembun

Kudambakan matahari hangat di saat malam membeku

Meski siangku tak lgi benderang Meski malamku tak lagi berbintang

Meminta dunia berputar melawan rotasi Memulai mimpi

Tuhan biarlah aku tersenyum lagi Meski bahagiaku tak lagi menyapa

Sekecil kerikil dalam sungai

Meski harapku enggan terungkap

Di antara bebatuan besar

Meski anganku tetap menjadi impian

Sekecil debu dalam ngarai Serapuh kapas di ujung tangkai

Tuhan, aku benar-benar ingin tersenyum lagi

Terombang-ambing oleh angin yang gusar

Meski hanya satu kesempatan kau berikan

Serapuh yang tersesat dalam harapan

meski hanya satu detik waktu kau janjikan AKU TAK PEDLI!!!

Yang hanya akan berakhir menjadi mimpi

Karena aku hanya ingin aku tau Tuhan

Yang hanya tidak akan menjadi nyata

Bahwa apapun yang telah terjadi padaku

Yang tersimpan bersama peristiwa

Aku masih isa tersenyum untukMu

Menjadi sejarah dan selamanya tidak nyata Namun tetap hidup

diriMUlah awal cintaku berlabuhav

Karena kuhidup dalam harapan

dan aku akan menghampirimu seperti apa yang engkau janjikan sebelum aku

Edisi Juni 2012

16 Maret 2012

Buletin Sastra SERAMBI

7


Astra Menganalisa Ketatabahasaan Puisi Sang Pujangga By: Anam Siapa yang tak kenal Chairil Anwar,

Lalu apa sebenarnya apa faktor

penyair era zaman hindia belanda memang

ketatabahasaan itu, faktor ketatabahasaan

sangat tekenal dengan karya-karya puisin-

merupakan penerapan system basa atau

ya. Memang ia sudah wafat 63 tahun yang

penggtnaan bahasa penyair sekaligus

lalu, namun karya masih banyak terpam-

penerapan konvensi yang ada. Namun

pang di buku-buku sastra ataupun buku-

penerapan itu tidak selalu sesuai dengan

buku pelajaran. Ini membuktikan bahwa

ketatabahasaan yang ada. Hal ini untuk

karyanya masih abadi walaupun jasadnya

mendapatkan efek puitis dan ekspresifitas.

telah menjadi tanah.

Memang inilah yang menarik dari puisi.

vvNamun keterkenalan puisi sang

Begitu pula chairl anwar memiliki fak-

binatang jalang –julukan Chairil- tidak diim-

tor ketatabahasaan tersendiri yang ten-

bangi dengan pengetahuan tetang ciri khas

tunya banyak yang meyimpang dari tata

atau faktor ketatabahasaan puisi-puisinya

bahasa normatif yang ada. Ada tiga faktor

oleh kalangan umum atau pelajar. Pen-

ketatabahasaan Chairil Anwar, antara lain:

getahan itu masih terbatas diketahui oleh para akademisi di bidang tertentu atau pemerhati puisi lainnya.

8

Pemendekan kata, hal ini untuk pada umumnya untuk kelancaran ucapan, untuk mendapatkan irama yang menyebabkan

Buletin Sastra SERAMBI

Edisi Juni 2012


liris. Misalnya: Kalau sampai waktuku

Penyimpagan unsur sintaksis, ini untuk

‘Ku mau tak seorang ‘kan merayu (“Aku”)

Dari kata “menggonggong”

‘ku dari kata aku , ‘kan dari

mendapatkan irama yang liris, kepadatan dan ekspresifitas. Misalnya: Udara bertuba. Setan bertempik

kata akan

Ini sepi terus ada. Dan menanti

Sebelum ajal mendekat dan meng-

………(“hampa”)

khianat

Susunan yang biasa: ‘sepi ini’ bu-

Mencengkam dari belakang

kan ‘ini sepi’

‘tika kita tidak melihat (“kepada kawan”)

‘tika dari kata ketika

Dari ketiga faktor tersebut, kita bias menarik kesimpulan, bahwa puisi itu

Penghilangan tumbuhan, Chairil Anwar

adalah karya yang cederung bebas, ekspre-

menggunakan cara ini untuk kelancaran

sif. Hal ini adalah bentuk kreatifitas yang

ucapan dan membuat berirama, sperti kata

tiada terbatas, sehingga puisi memiliki ciri

‘ngomong’, nggonggong’ misalnya:

ketatabahasaan yang unik dan diakui oleh

Aku tak bias tidur

ahli bahasa sebagai disiplin ilmu tersediri.

Orang ngomong anjing nggonggong

hasaan penyair-penyair legendaris merupakan pembelajaran untuk menciptakan

………

Pengetahuan tentang ketataba-

chairil-chairil anwar yang baru, yang hidup (“kesabaran”)

Edisi Juni 2012

abadi karena karya-karya puisinya.

Buletin Sastra SERAMBI

9


Cerpen

Ku Tagih Janji Mu

Ku dengar titah dalam sabda dan ku tau janji dalam rangkaian sastra yang terpatri dalam mushaf, sore itu menghantarkan ku pada lamunan panjang perjalanan hamba Tuhan yang kotor dan penjilat. Bagaimana tidak, aku lahir dari keluarga priyayi yang menjunjung Miftakhul Jannah harga diri, namun malah membuatku kehilangan jati diri. Pendidikan Agama Segala doktrinasi agama ku makan Islam mentah, kemudian dalam sekejap ku muntahkan bak air kawah yang tak sanggup menahan panasnya. Mataku menerawang jauh di ujung senja, saat abi menyapa ku yang sedang duduk di kursi jati yang usang oleh zamannya “ndok sampean ki arek wadon, mbok zo di jogo wira’i ne”, aku tertunduk di atas ketidak berdayaanku untuk sekedar menjawab sepatah dua patah kata, abi terus melanjutkan khutbahnya hingga tak terasa air matapun mengalir tanpa mampu

10

di bendung, dengan suara pelan “abi, terlalu hinakah Embun ini di mata abi? Embun hanya ingin menjadi cahaya untuk orangorang yang membutuhkan caha itu, sekalipun mereka manusia yang hina dalam mata agama abi”. Dalam sekejab, wajah keriput yang selalu menyejukkan hati ku itupun berubah muram durja, dengan suara lantang “minggato songko omah ku, yen dadi anak gak kenek di ator!”. Seketika dunia ku gelap, tubuh ku melayang entah kemana mendengar ucapan sosok tua tercinta. Ku hanya terdiam bersama dunia yang hambar, abi masuk ke dalam balai rumah dengan langkah murkanya. Jiwa dan raga ku terasa terpisah saat ku tatap abi de depan ku sambil melemparkan tas kecil “ kono para nono bolo-bolo mu seng podo edan, podo gak ngerti agomo”. Ku bangunkan jiwa raga ku untuk menatap abi, “abi,,, jika kepergian ku adalah jalan dimana abi bahagia, keputusan dimana abi tidak akan menanggung malu

Buletin Sastra SERAMBI

Edisi Juni 2012


dengan keberadaan ku, Embun akan pergi bi. Embun sayang Abi�. Gerimis gemericik nuansa mahrib itu seraya menemani ku dalam luka dan kecewa ku, semayup suara adzan semakin membuat hati ku tersayat-sayat, terputar kembali masa-masa saat abi mengajak ku sembahyang di musola kecil yang menyatu di ujung rumah teras depan, dengan bangganya abi selalu membanggakan aku sebagai anak yang patuh. Hah, namun itu kenangan masa lalu, kenangan saat otakku belum terkontaminasi oleh perlawanan terhadap segala doktrin kejam agama, terhadap kaku dan arogannya para pensyiar risalah Tuhan. Memori yang terputar kembali itu tak cukup membuat ku sejenak menghentikan kaki sekedar bersujud pada Sang cipta. Aku terus pada gontai langkah kaki kecilku, menelusuri setapak demi setapak jalan terjal yang mulai rusak di makan ban-ban truk tronton serakah. Aku mulai menepis segala luka, kuhiraukan semua dunia rancu di sekitar, termasuk HP yang terus berdering dan aku yakin itu pasti dari umi. Kuputuskan untuk berhenti di halte, tempat biasanya para anak-anak jalanan mangkal. Kutemui tubuh-tubuh yang kurus dan lusuh.

Edisi Juni 2012

Tatapanku tertuju pada tubuhtubuh lusuh itu, hingga seorang anak yang sudah akrab sekali denganku menghampiri “Kak lama gak ketemu, gimana kabar mu?, ku coba tersenyum kecil untuknya “aku baik dit�. Percakapan panjang, saling bertuturkata dan sesekali tertawa kecil meski masih membekas semua luka di hati, raja malam pun tak kuasa membuat kami berhenti terjaga dalam kebersamaan. Malam itu, yang menentukan dimana kakiku berhenti. Kehidupan para pengemis, pengamen sampai pencopet sekalipun, menjadi bagian dari kehidupanku saat ini. Merekalah keluargaku, saudara bahkan mereka adalah bagian dari nadi kehidupanku. Sang surya berganti senja hingga datang kembali sang fajar pagi, membuatku semakin kebal dengan kerasnya kehidupan. Aku mulai mengikuti aktifitas mereka ngamen, dari satu bus ke bus yang lain. Dunia yang sesungguhnya ada di hadapanku, dunia dimana disanalah aku bisa menjadi orang yang bermanfaat untuk orang lain sekalipun ku hanya mampu mengajarkan kalimat takbir, dengan dunia ini aku akan menunjukkan kepada para pensyiar risalah ilahi dunia terpencil yang lebih penting dari pada sekedar haram dan halal.

Buletin Sastra SERAMBI

11


aku

lemah di atas ranjang milikku, hanya pelukan

meninggalkan rumah, cukup lama sampai

yang mampu kupersembahkan untuk abi,

anak-anak yang tak tau aa ba ta tsa hingga

satu katapun tak kuasa keluar dari bibir

sampai mereka kini mampu membaca

kotorku yang pernah durhaka padanya.

muskhaf Tuhan. Cukup lama pula menahan

“sampeyan sampon mantok ndook,,,! Kok

rindu dengan abi dan umi, kuputuskan

gak tau mantok opo gak kangen mbi abi mu

menyalakan HP yang sekian lama ku non

seng tuwo iki?” isak tangisku semakin pecah

aktifkan, puluhan sms masuk namun

“abi mung iso ngeloni golengmu wayah

ada satu sms yang masuk terakhir yang

kangen siromu, abi mung pesen jogonen

membuat dunia ku untuk kedua kalinya

umi, jogonen agomo lan keyakinanmu

berhenti, “ndooook wangsulo, abi saket

ndok”.

Tak

terasa

cukup

lama

ndok”.

Entah karena apa abi mengucapkan Ku

berlari

sekuat

tenagaku,

kalimat

yang

sakral

alla

dalam jiwaku “Tuhan bukankah janji-Mu

Muhammdarrasululloh” tak lama kemudian

selalu akan menjaga hamba-Mu yang saleh,

abi memejamkan mata, aku terdiam dalam

hamba-Mu yang selalu berjalan pada jalan-

ketidakmengertian namun tubuh abi yang

Mu, hari ini aku tagih janji-Mu”. Jalan terasa

dingin sontak membuat ku menjerit histeris

begitu jauh untuk sekedar menuju rumah,

“A B I I I I I I I I I I I I I…… jangan tinggalkan

udara di sekitar ku terasa kilatan petir yang

embun bi,,, embun masih ingin di pelukan

menyambar-nyambar tubuh ku.

mu bi,,,,,,,, Tuhan dimana engkau? Dimana

yang lama tak kusambangi, hingga sosok lakilaki yang samar menghampiri ku “ayo ndok mlebet, di rantos abi”, tak kuasa memberi kekuatan untuk diri sendiri, tak kuasa pula menatap tubuh yang tua renta itu terbaring

12

wa

“asyhadu

kupanggil nama Tuhan yang sempat tersirat

Tersungkur aku menatap rumah

IllahaillAlloh

itu

asyhaduanna

janji-Mu? inikah murka-Mu? Tangan lembut umi menghampiri ku “ndook iki iku dalane pengeran damel abi, ikhlasne abi ben padang dalan ne, akhirat iku panggon seng paleng mulyo kanggone wong-wong kang sholeh”.

Buletin Sastra SERAMBI

Edisi Juni 2012


Cerpen Itulah cinta.. Kulihat dia, pertama kali, dalam derap rintik hujan yang lama kelamaan semakin deras di suatu sudut keramaian kota yang sejenak berubah menjadi lengang. Namun saat itu juga ada beberapa tempat yang bila hari tidak hujan tak pernah terpikirkan untuk sekedar singgah sementara. Namun ketika hujan tiba berubah menjadi tempat yang ramai untuk orang berteduh. Emperan toko, emperan pasar, bawah pohon besar hingga kolong jembatan pun tak luput dari keramaian anak-anak jalanan yang berlindung dari hujan.

By: Tutut

Aku mengibas-ngibaskan rok ku yang basah terpercik air hujan ketika lari-lari kecil ke emperan toko tempatku sekarang berada. Angin pun berembus sedikit kencang membawa butir-butir partikel air menyejukkan yang dari padanya menciptakan gelembung-gelembung mikro di permukaan jilbab ku. Dingin nan sejuk, aku suka.

butiran air hujan. Dan aku pun memperhatikan sekitar ku, orang-orang yang bernasib sama dengan ku, berteduh menunggu hujan. Ku tengok ke kanan, sebuah keluarga kecil berteduh, yang ibunya harus berkalikali berteriak karena putrinya yang kira-kira masih 5 tahun yang penasaran dengan hujan dan ingin main-main dengan air hujan yang menggenang. Ayahnya yang melihat hanya tertawa lucu melihat ulah putri nya yang menggoda sang ibu. Seperti ku lihat diriku dulu dalam diri anak kecil itu, lucu sekali.

Tak banyak yang bisa ku lakukan dalam ku menunggu selesainya hujan. Angin yang berembus tak mengijinkan aku membaca atau menulis karena angin membawa

Ku tengok ke kiri, ada seorang bapak yang bila kulihat dari apa yang beliau pakai, beliau adalah seorang tukang pos antar yang kurang beberapa tahun lagi pensi-

Edisi Juni 2012

Buletin Sastra SERAMBI

13


un. Terlihat beliau merapikan surat-suratnya yang nyaris tulisan di dalam surat-suratnya luntur karena terkena air hujan. Sepeda yang beliau gunakan pun juga sepeda onta klasik yang sepertinya amat disayangi oleh beliau, terlihat dari tak beraninya satu debu pun mampir di permukaannya. Mengetahui ku perhatikan dengan seksama, bapak itu pun hanya mengangguk dan tersenyum kepada ku. Terdapat senyum tulus di wajahnya. Suatu senyum yang mewakili suatu pengabdian sejati dari seorang tukang pos. Guratan keriput yang telah bernaung di wajahnya mengisyaratkan kebijaksanaan hidup tiada tara. Entah kenapa, hati ku tersenyum melihat beliau. Ku alihkan pandangan ku jauh ke depan, menembus setiap butiran air hujan yang sesaat dalam sepermili detik masa masih berada satu meter mengambang di atas tanah, yang sesaat kemudian akan berkumpul dalam satuan liter dan bersiap untuk mengalir ke tempat-tempat yang lebih rendah untuk membawa berita gembira kepada tanah yang sebelumnya tandus, seperti yang Allah telah terangkan kepada ku dalam Kitab-Nya. Dalam ku memandang ke sebrang jalan, terlihat jejeran bangunan yang digunakan sebagai ruko-ruko dengan berbagai

14

macam barang yang dijual. Terdapat pemandangan yang sama seperti tempat ku sekarang berada. Tak ada yang istimewa. Hingga terdapat 1 hal yang menarik perhatianku. Bukan menarik, namun penasaran. Bukan penasaran, namun melihat dengan seksama. Entah lah apa itu. Di ujung sana, ku lihat seorang lelaki muda yang bila ku lihat dari cara dia berpakaian sepertinya dia juga mahasiswa sepertiku. Dia seorang yang biasa dengan kemeja warna krem bercelana hitam mirip dengan seorang diplomat dengan tas ransel di pundaknya dan payung di tangan kanan nya, namun yang membuatku tertarik untuk memperhatikannya adalah tingkah lakunya yang tidak biasa. Dia menengadahkan tangannya ke cucuran air hujan yang deras yang berasal dari hujan yang tertampung dengan talangtalang di atap rumah. Terlihat dia begitu tertarik dengan curahan air tersebut. Dia pun membuka payung di tangan kanan nya dan melangkah tiga langkah ke depan. Satu, dua dan tiga. Sontak setelahnya, tetes-tetes air hujan yang deras menciptakan suara gemeridik di atas kepalanya. Derasnya hujan membuat air menyelinap masuk dalam partikel-partikel kecil layaknya kabut yang lembut menimpa wajahnya.Lagi-lagi tangannya menengadah merasakan cucuran air

Buletin Sastra SERAMBI

Edisi Juni 2012


Cerpen dari setiap ujung lancip payungnya. Entah rasa apa yang dia rasakan saat itu, bahagia? Senang? Mungkin lebih dari itu. Bak seorang pemain film yang dituntut menikmati peran nya sebagai pecinta hujan. Yang menghayati tetes demi tetes curahan hujan yang menimpa seluruh permukaan atas payungnya. Yang dari pada itu setiap adegannya terekam kamera dengan cerita yang di-skenario-i dengan sangat sempurna dan seorang aktor yang professional membawakan perannya. Namun bukan, dia sama sekali bukan lah pemain film atau aktor. Namun apa yang dia lakukan berhasil membuatku merasa bahwa apa yang dia lakukan adalah salah satu adegan film tentang hujan dalam payung yang ternyata dalam hal ini aku lah yang menjadi perekam dari setiap adegan yang dia lakukan. Sederhana, aku lah kameranya. Namun mengapa kah aku begitu antusias dengan hal itu. Karena ada adegan lain setelah yang membuatku benar-benar berani berteriak dengan lantang bahwa, dia itu sangat kekanak-kanakan. Setelah ia memperagakan adegan hujan dalam payung dia pun melangkah tiga langkah mundur. Tiga, dua, satu. Tepat tiga langkah mundur seperti yang tadi dia langkah kan ke depan tadi. Sangat tepat. Lalu, seperti dia sedang memikirkan sesuatu. Sesuatu yang bila kulihat dari wajahnya adalah sebuah kontra-

Edisi Juni 2012

diksi dalam diri akan suatu hal yang akan dilakukannya. Terlihat jelas di wajahnya, dia sedang menimbang-nimbang sesuatu yang sepertinya merupakan suatu pilihan yang tidak sulit untuk dipilih. Senyum pun mengembang kecil dari kedua sudut bibirnya. Dengan cepat dia menangkup kan payung, mengibaskannya, dan memasukkan nya dalam tas ransel hitamnya. Lantas, seperti membuat suatu ancang-ancang ingin melakukan sesuatu, dan tak terduga. Dia pun melompat dengan satuan yang sama panjang dengan langkah yang dia langkahkan ke depan tadi. Hup! Titik-titik hujan yang masih deras meraibkan inchi demi inchi kemeja keringnya berubah menjadi basah disegala permukaan tubuhnya. Dia biarkan saja, air hujan menerpa kepala, wajah, pundak dan seluruh tubuhnya. Dalam hujan dia pun hanya diam, lagi-lagi seperti adegan dalam film yang menceritakan tentang hujan. Merasakan sensasi benturan air hujan ke permukaan wajahnya dengan menutup matanya. Entah mengapa dia lakukan itu yang jelas satu hal yang ku tangkap dari setiap adegan yang dia peragakan itu, bahwa, dia sedang jatuh cinta. Memang, cinta selalu membuat orang melakukan hal-hal yang tak masuk akal. Namun, itulah cinta.

Buletin Sastra SERAMBI

15


Resensi Judul

: Menggapai Matahari

Pengarang

: Adnan Katino

Penerbit

: Hikam Pustaka, Yogyakarta

Tahun terbit

: Juni 2008

Jumlah hal

: 379 hal Falah Balongsari Krecek Pare dan Madrasah Aliyah Badas Pare.

Bagi para pecinta novel, mungkin novel ini bisa menjadi pilihan yang tepat. Novel ini sangat pas terutama bagi para pemuda saat ini yang bisa dikatakan telah kehilangan darah juangnya, karena novel ini berisi motivasi-motivasi yang sarat makna dan hikmah. Novel berjudul “Menggapai Matahari� ini diilhaami dari kisah nyata, yakni kisah perjalanan sang penulis sendiri Adnan Katino. Perjalanan yang tidak mudah, karena Adnan terlahir dari keluarga yang miskin ilmu dan miskin harta. Tentunya sangat mengharukan pemuda dari belantar bumi Sumatra sampai ke kota Gudeg, Yogyakarta untk mewujudkan cita-citanya menjadi seorang sarjana. Memang diakui oleh penulis, novel ini sengaja didramatisir untuk memperdalam kesan sastranya. Alur ceritanya tidak dibuat flashback atau cerita alur maju, sehingga membuat novel ini mudah dipahami dan tidak membingungkan para pembaca. Setting tempat ceritanya dibuat mendetail dan yang lebih menarik lagi sebagiuan setting tempatnya diambil di Pare, Kediri yang memang sang penulis pernah menimba ilmu di sana, tepatnya di Pondok Pesantren Darul

16

Novel ini mampu mengisi kegersangan karya yang bermuatan lokal, karena hari ini karya-karya yang muncul, terutama novel sebagian besar mengambil setting ceruta luar negeri, seola- olah kita tidak mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Bukan hanya itu novel ini secara tidak langsung menyampaikan dan memberikan wawasan bagi kita tentang adat budaya masyarakat Sumatera yang suka merantau dan keragaman bahasa daerah yang ditampilkan dalam percakapan, yang mampu membuka mata kita, betapa bangsa ini kaya dengan aneka ragam tradisi, bahasa dan budaya. Seperti halnya karya-karya lain yang memiliki kelebihan dan kelemahan, novel inipun tidak luput dari kekurangan, seperti setting waktu tidak jelas, sehingga mengurangi kesan bahwa novel ini adalah kisah nyata. Isi ceritanya yang penuh hikmah, membuat para pembacanya terbius dalam suasana haru, bahkan dapat membuat air mata berlinang dan pantas bila novel ini direkomendasikan sebagai bacaan yang wajib, terutama bagi para pemuda Indonesia./ANAM/

Buletin Sastra SERAMBI

Edisi Juni 2012


Resensi Resensi Novel : Ranah 3 Warna Judul

: Ranah 3 Warna

Penulis

: Ahmad Fuadi

Penerbit

: Gramedia Pustaka Utama

Tebal

: xiv + 473 halaman

Terbit

: I, Januari 2012

M

asih dalam gemesnya diri menunggu mejengnya poster besar film yang paling ditunggu-tunggu sepanjang masa, Negeri 5 Menara, maka terciptalah keinginan untuk meresensi novel ini, novel kedua dari novel pertama yang berhasil diangkat ke layar lebar Negeri 5 Menara yang penuh dengan harapan atas cita-cita yang terwujud dengan mantra saktinya Man jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh akan ber-

impulan yang ternyata keberhasilan, kesuksesan, atau apapun yang bermakna pencapaian itu tidak hanya cukup dengan bersungguh-sungguh, tapi juga harus diiringi konsep sabar. Dan Sabar dalam hal ini adalah bukan dengan diam namun bersabar adalah harus aktif. Seperti kutipan kalimat Kyai Rais yang disampaikan kepada Alif dan santri lainnya,

hasil.

Yang namanya dunia itu ada masa senang dan masa kurang senang. Di saat kurang senanglah kalian perlu aktif. Aktif untuk bersabar. Bersabar tidak pasif, tapi aktif beratahan, aktif menahan cobaan, aktif mencari solusi. Aktif menjadi yang terbaik. Aktif untuk tidak menyerah pada keadaan. kalian punya pilihan untuk tidak menjadi pesakitan. Sabar adalah punggung bukit terakhir sebelum sampai di tujuan. Setelah ada di titik terbawah, ruang kosong hanyalah ke atas. Untuk lebih baik. Bersabar untuk menjadi lebih baik. Tuhan

Masih dengan kisah seorang Alif yang berusaha keras dan sungguh-sungguh menjalani kehidupannya, demi meraih citacitanya untuk menunjungi benua Eropa. Novel kedua dari Trilogi Negeri 5 Menara karya Ahmad Fuadi ini mengusung mantra lain yaitu Man Shabara Zhafira, dengan terjemahan, siapa yang bersabar akan beruntung. Alif dengan segala kisahnya yang berhasil membawanya kepada sebuah kes-

Edisi Juni 2012

Buletin Sastra SERAMBI

17


sudah berjanji bahwa sesungguhnya Dia berjalan dengan orang yang sabar. – Kyai Rais Di novel pertama, tak banyak bahkan tidak setetes air matapun meleleh di pipi, namun pada novel kedua ini berhasil membuat pembaca menitikkan air mata bahkan banjir air mata karenanya. Banyak adegan menyentuh seperti ketika ayah Alif yang meninggal, perjuangan keras Alif untuk berjuang hidup di bandung, hingga tetesan air mata bahagia sekaligus merinding ketika Alif dan teman-teman menyanyikan lagu Indonesia Raya di negeri orang. When do I feel that way? insyaAllah someday yaa..amiin.

Dengan judul Ranah 3 Warna, sudah pasti akan menceritakan 3 Ranah warna yang berbeda yang pada novel ini terceritakan bahwa Alif berhasil menginjakkan kakinya di 3 ranah berbeda warna. Indonesia dengan bandung sebagai tempatnya meneruskan kuliah di Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran, Amman dan Quebec, Canada. Ranah 3 Warna. “Bagaimanapun tingginya impian, dia tetap wajib dibela habis-habisan walau hidup sudah digelung oleh nestapa akut. Hanya dengan sungguh-sungguhlah jalan sukses terbuka. … Man shabara zhafira. Siapa yang sabar akan beruntung” – Ranah 3 Warna.

Serambi adalah buletin bulanan Lembaga Pers Mahasiswa DeDIKASI STAIN Kediri yang berisikan karya dalam bentuk tulisan

SASTRA.

Redaksi menerima tulisan berupa cerpen, puisi, kata mutiara, opini sastra, artikel sastra. Kirimkan tulisan anda ke kantor redaksi LPM DeDIKASI student center lantai 2 STAIN Kediri jln sunan ampel no. 7 ngronggo Kedri. email: dedikasi_pers@yahoo.com

18

Buletin Sastra SERAMBI

Edisi Juni 2012


Cerpen

Bintang Harapan By: Dheril Sofia Detak jantung ini semakin tak bisa kurasakan. Aliran udara terasa menghimpit paru-paruku hingga aku tak bisa bernapas. Semuanya berhenti detik itu juga. Aku harap ini semua hanya mimpi yang tidak akan pernah menjadi kenyataan. Aku keluar dengan wajah pasi dari ruang Dokter Emma setelah mendengar semua penjelasan panjang lebarnya tentang istilah-istilah asing yang bahkan tidak kumengerti itu. Dokter Emma berusaha tidak membuatku takut dengan kemungkinankemungkinan yang akan terjadi bila operasi dilakukan, atau persentase keberhasilan yang hanya tiga puluh persen. Aku menatap pantulan diriku di jendela kaca dengan beribu tanya. Menanyakan pada Tuhan mengapa aku ditakdirkan lahir dari seorang ibu yang mengidap HIV dan membawa penyakit keturunan. Usai aku meratapi nasibku aku kembali ke pelataran parkir untuk menemui Aria, dia pasti akan memarahiku karena aku melarangnya ikut ke ruang dokter. “Fanya...apa kata dokter?” sedikitpun saja dia tidak merasa jijik padaku...dia tidak pernah enggan untuk meraih tanganku meskipun aku selalu melarangnya. Seperti sekarang.

Edisi Juni 2012

“ ku baik-baik saja... Imunku masih kuat, ri... kamu nggak usah khawatir,” Gimana aku nggak khawatir? Kamu itu... Dan begitulah aku bisa membaca semua bahasa yang terlihat pada Aria, dari bahasa matanya, bahasa tubuh dan sentuhannya yang tidak meninggalkan aku. Aria, dia begitu baik bagaikan malaikat... malaikat penjaga. Malaikatku. *** “Kamu nggak apa -apa duduk di loteng malem-malem gini?” ria selalu berbicara dengan nada khawatir, dan aku tidak suka itu. Aku hanya tidak ingin dia selalu mengkhawatirkan aku, aku tahu itu membebaninya. “ ku ingin melihat bintang, ri... malam ini kan langitnya lagi bagus...” aku menguatkan peganganku pada teralis di pinggir balkon rumah saat aku mulai merasakan kakiku bergetar. “Duduklah, kalau berdiri terus kamu bisa kecapekan...” ria membawaku ke gazebo kecil yang sengaja dibuat di atap rumah, atap rumah bagiku seperti surga taman karena dipenuhi dengan tanaman dan bunga yang dirawat oleh ibuku. “Fanya, kau tahu, aku inginsekali mengajakmu ke suatu

Buletin Sastra SERAMBI

19


Cerpen tempat...”

Untuk Aria,

“Kemana?” aku hanya mengulum senyum sa at menyadari bahwa Aria mulai gelisah. Bahasanya selalu bisa kumengerti meskipun dia tidak secara langsung mengatakannya. Dia sedang gugup. “ ku ingin membawamu ke suatu tempat, di sini...” jari telunjuknya mengacung pada dadanya, jantungnya, hatinya...cinta Aria... Aku ingin sekali memeluknya, namun aku tidak ingin apa-apa terjadi padanya. “Terimakasih...” hanya itu yang bisa keluar dari pita suaraku, selebihnya aku tercekat... namun Aria meraih tanganku pasti dan menggenggamnya erat-erat. “Katakan harapanmu jika nanti ada bintang jatuh...” ucapnya lirih di telingaku. “ ku juga akan mengucapkan harapanku saat kita melihat bintang jatuh,” Tak lama setelah Aria mengatakannya, kerlingan bintang yang terang di atas langit hitam melintas manis hanya dalam satu detik. Satu detik yang segera kupakai untuk merapalkan harapanku.

Ketika surat ini sampai ke tanganmu mungkin kau sudah tidak bisa melihatku lagi. Ketika surat ini kau baca, aku sudah tidak ada di sisimu lagi. Terimakasih, kau sahabat yang takkan pernah tergantikan. Kau juga belahan jiwa yang tidak pernah lelah menemaniku selama sisa hidupku. Terimakasih karena kau telah memberikan harapan padaku. Harapan untuk hidup lebih lama lagi bersamamu. Harapanku hanya satu, aku ingin hidup lebih lama bersamamu dan itu sudah menjadi kenyataan. Here in my funeral, I’m sorry for lying since I met you. I’m sorry for my dishonesty, that I could find nothing to say that I am always in love for you. I’m sorry for saying it in my funeral, I should have said it to you before I go, but you need not to hold me again my angel. Aku selalu mengingatmu kapanpun dan dimanapun aku berada. With Love of Fanya.

Aku ingin hidup lebih lama lagi... aku ingin hidup lebih lama bersamanya... tinggal dalam kasih sayangnya... aku ingin hidup lebih lama lagi...

16 Maret 2012

***

20 20

Buletin Sastra SERAMBI

Edisi Juni 2012


Puisi DeDIKASI

TAFAKUR By: Anam

By: Sofyana Ay

Kehadiranmoe Laksana setetes Air Digurun pasir yang kering dan tandus

Terlintas di benakku untuk sesekali berfikir Merenungi, mengarungi samudra logika Unk menemukan hakekat hidup ini

Menyegarkan dan menyejukkan

Tapi jawabnya tetap sama

Jiwa-jiwa kering kerontang Meski dunia terselubung mendung kehitaman Meski manusia telah terhipnotis oleh budaya modernisasi Kau tetap konsisten dengan prinsip-prinsipmoe Meski langkahmoe terseret-seret Tertatih-tatih….. karena beban berat diatas pundakmoe Himmahmoe tak boleh pudar

Menatap langit, menunduk ke bumi, Menoleh ke sana kemari, bertanya ke logika,

Meraba hati

Tapi begitulah dunia hanya hampa

BERJUANG!!!!!! SEMANGAT!!!!! JANGAN MENYERAH!!!! Gemuruh menggelora mengumbarakan kata2 suci itu

Kau mesti tegarkan langkahmoe

Lalu apa yang harus ku lakukan menjawab pertanyaan

Tuk menggapai cita-cita…………

Hatiku pun aku tak mampu

Jabat erat tangankoe

Kau songsong mentari pagi

Apa yang harus aku perbuat hanya kebingungan

Tatap cakrawala yang menjanjikan

Hari esok nan ceria

Hidup hanya untuk mencari hakekat kehidupa,

Bersama cintamoe……………. Salam Persma…..!!!!!!

Edisi Juni 2012

Yang meracuni aliran darahku

Kebenaran, untuk apa, bagaimana, mengapa aku hidup di dunia ini.

Buletin Sastra SERAMBI

21 21


Astra Indonesia

Dimana Sastra yang bisa menyatukan nusantara. Pengkritik rezim yang berkuasa sewenang-wenang. Sastra mampu membawa kemerdekaan bangsa. Di akhir kekuasaan kolonial belanda, sastra buatan sastrawan belanda merupakan bacaan umum yang sangat popular. Buah karya yang di tulis dengan menggunakan bahasa belanda menjadi bahan bacaan bukan hanya penduduk belanda sendiri, melainkan menjerumus sampai kalangan masyarakat Indonesia. rakyat yang mengenal bahasa belanda tentunya, seperti kalangan priyai dan tuan-tuan tanah. Nama pengarang dan karangannya menjadi sangat diperbincangkan dalam kehidupan sehari-hari pada saat itu. Sejak permulaan menjajah pada abad 17 hingga pengakuan kedaulatan republic Indonesia telah berpuluh-puluh karangan sastra dalam bentuk roman, cerita pendek, sketsa, sajak dan lakon sandiwara, karangan yang bersifat khusus sastra. Karya sastra itu banyak diterjemahkan oleh sastrawan Indonesia. Mereka mempelajari sastra “indische belletrie” penamaan sastra dalam bahasa belanda. Tak heran jika sas-

22

tra Indonesia mendapat pengaruh bekas-bekas belanda. Lewat angkatan 45 yang telah menyulut hiruk pikuk suara kemerdekaan dan semangat nasionalisme dalam masyarakat Indonesia, para pengarang telah berperan dalam membangun vitalitas dan semangat rakyat yang baru saja mengecap udara segar kemerdekaan. Lewat tulisan surat kabar, selembaran dan coretaan-coretan mengobarkan gemuruh api kemerdekaan. Choiril Anwar, salah satu pengarang yang ikut andil dalam memeriahkan sastra kemerdekaan, dengan puisinya “Aku” dan karya-karyanya yang lain: Deru Campur Debu, Tiga Menguak Takdir dan masih banyak lagi. Pria kelahiran Medan dan dikennal sebagai pelopor puisi modern Indonesia ini dituduh memplagiat sejumlah karya asing untuk menginspirasi karyanya. Walaupun terkesan “ndableg”, dimata masyarakat beliau dihormati dalam usahanya sebagai penyambung lidah rakyat kedua (setelah Soekarno) dan juga pengobar semangat perjuangan. Di masa orde baru, sastrawan tidak pernah berhenti berkarya dalam menyambung lidah rakyat, pengkritik kesewenangan pemerintah dan juga pengobar

Buletin Sastra SERAMBI

Edisi Juni 2012


By: Dean semangat juang rakyat. Mungkin yang malang nasibnya dalam mengkritisi rezim pada saat itu adalah Pramoedya Ananta Toer. Sarjana dan peminat sastra yang tekun dalam meneliti sastra dan pemikiran President Soekarno diasingkan ke pulau Buru akibat alasan politik. Selain pengucilan kepulau buru pemerintah juga melarang publikasian karya sastra yang tulis dalam masa pengucilannya. Kumpulan sastra yang menguak sejarah terbentuknya bangsa Indonesia. Karya tersebut telah menimbulkan bergagai macam kontroversi bagi dalam dan luar negeri. Bagi pemerintah Orde Baru, karya tersebut dianggap telah mencaci-maki bangsa dan pemerintah, namun mendapat dukungan luar bisaa dari mata internasional. Berbeda dengan sekarang, sastra hari ini hanya mementingkan diri sendiri. Tahukah arti dari mementingkan diri sendiri? Akan ada banyak sekali pertanyaan mengenai sastra sekarang. Seperti sudah lupa akan perjuangan sastrawan masa terdahulu. Karya yang berani mengkritiki rezim orde baru sudah lama tak terdengar. Mereka seakan-akan hilang ditelan senandung lirih indahnya cinta. Bukan bermaksud tidak menyukai sastra yang tercipta dimasa abad 21. Cobalah berpikir, pemuda sekarang lebih cenderung berkarya tentang persoalan-persoalan pribadi. Banyak cerpen, novel, puisi, roman, sajak dan music melantunkan kegalauan pribadi. Mereka seolah-olah dapat berkarya jika hati dalam keadaan tertentu.

Edisi Juni 2012

Kesadaran akan setiap maha karya kreatifitas manusia di dunia, dari mulai lagu, cerpen, puisi, roman hingga lukisan, pahatan serta arsitektur. Bila kita amati nyaris setiap karya terinspirasi dari atau bertemekan romansa. Contoh yang paling mudah ditemukan dalam dunia music seperti tak pernah kehabisan stok lagu-lagu bertemekan cinta. Dimana sastra yang dulu bisa menggerakkan hati rakyat Indonesia melawan ketidak bijakansanaan pemerintah? Karya yang bisa dikenang hingga sekarang. Akankah muncul karya dari anak bangsa sang penerus perjuangan sastra terdahulu. Pendambaan karya pemuda hari ini. Dahulu sastra pada masa colonial belanda mempengaruhi sastra kita, sebut saja masa lahirnya sastra idonesia. Walaupun sebelum itu telah banyak sastra diciptakan oleh kerajaan-kerajaan yang pernah menguasai nusantara ini. Dan diawal kemerdekaan ada sastra angkatan 45, dimasa pramoediya angkatan 66 dan lengsernya masa orde baru angkatan reformasi. Yang perlu kita amati adalah sastra diawal abad 21 ini. Kira-kira angkatan apa yang kita punyai ? apakah angkatan cinta? karyanya bertemakan cinta dan angkatan galau yang terinspirasi dalam keadaan tertentu atau angkatan millennium? karena memasuki abad 21, yang lebih menarik kita namakan angkatan gonta-ganti presiden, setelah lengsernya orde baru sudah lebih 5 kali presiden kita ganti. Silahkan para pemuda hari ini berkarya itulah nama angkatan yang akan kalian sandang.

Buletin Sastra SERAMBI

23


Engkau bisa membungkam mulut kami Engkau bisa membutakan mata kami Tapi engkau takkan bisa menyembunyikan kebenaran dari kami By:Dean

.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.