Antologi Puisi Religi ZIARAH SUNYI

Page 1


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

ZIARAH SUNYI

1


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Sanksi Pelanggaran Pasal 113 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta, sebagaimana yang telah diatur dan diubah dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, bahwa: Kutipan Pasal 113 (1) Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah). (2) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah). (3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah). (4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp. 4.000.000.000,- (empat miliar rupiah)

2


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Ziarah Sunyi

Antologi Puisi Religi

3


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Ziarah Sunyi Antologi Puisi Religi Penulis: Ahmadun Yosi Herfanda, dkk Editor: Mustafa Ismail, Iwan Kurniawan & Juli Hantoro Cover: Mustafa Ismail Layout: Tim Teras Budaya Cetakan I: Juni 2017 ISBN: 978-602-1545-16-4 Diterbitkan Oleh: Teras Budaya Bekerjasama dengan Imaji Indonesia, Indonesiana, #ngopidikantor, Ruang Sastra dan Wartawan Berpuisi Dicetak Oleh: cetakbukumu.com Jakarta Hak cipta dilindungi undang-undang.

4


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Kepada Yang Maha Esa

5


ANTOLOGI PUISI RELIGI

K

ZIARAH SUNYI

Sekadar Pengantar

etuhanan, keagamaan dan spiritualitas adalah tema yang lazim diangkat para penyair. Namun, para penyair menemukan aspek-aspek spiritualitas itu dalam berbagai hal, dari sandal jepit, permainan kanakkanak, nisan, sampai masjid. Cobalah simak “Nujuh Likur” karya Willy Ana ini: Anak-anak itu memukul bulan pada sayak-sayak itu, dan menjelma tarian-tarian pada bara yang memancar di setiap kepingnya Tungku-tungku menghidangkan ayat-ayat yang menembus seribu purnama Ada pula penyair yang menangkap suasana sipritual dalam pengalam pribadinya. Mari kita simak “Ziarah Senja” karya Ahmadun Yosi Herfanda ini: masih kudengar salawat bunga-bunga bersahutan di atas gundukan pusara suara talkin pelayat yang tersisa mengantarkan jiwa Bunda untuk tidur sementara 6


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Tampak bahwa sang penyair berkisah tentang ziarahnya ke makam bunda. Ziarah itu juga diwarnai pengalaman rohaniah: salawat bunga-bunga, suara talkin pelayat. Pembacalah yang akan bergulat dengan puisi itu untuk menemukan maknanya. Dan, itu adalah pergulayan yang penuh tantangan. Seperti kata Jalaluddin Rumi dalam Divan-i Shams-i Tabrizi: Puisi itu seperti awan hitam; Aku seperti bulan yang tersembunyi di balik hijabnya/Jangan sebut awan hitam bulan bercahaya di langit. Puisi harus disingkap untuk menemukan “terang bulan” di baliknya. Buku ini kami beri judul Ziarah Sunyi: Antologi Puisi Religi. Kami menyebut puisi-puisi di sini sebagai “puisi religi” dalam pengertian luas. Ia menyangkut ketuhanan, keagamaan, spiritualitas, pengalaman rohani dan semacamnya. Hal-hal itulah yang kemudian ditafsirkan oleh para penyair yang mengirimkan karyanya. Tema yang paling banyak diangkat dalam puisi-puisi dalam kumpulan ini adalah Ramadan. Ini bisa dipahami karena dalam pengumuman yang kami siarkan secara terbatas bahwa acara ini memang dalam rangka Ramadan. Meskipun sudah kami permaklumkan bahwa puisi-puisi yang dikirimkan tidak harus bernuansa Ramadan, alias bebas menggali gagasan dengan sangat terbuka, tapi nyatanya banyak yang mengangkat tema ini, seperi “Sahur” oleh Ace Sumanta, “Gelombang Ramadhan” Akhmad Sekhu dan “Ziarah Ramadan” Bambang Widiatmoko. Ada pula yang mengangkat tema ziarah, seperti “Ziarah 1, 2, dan 3” karya Dedy Tri Riyadi dan “Ziarah Senja” karya Ahmadun Yosi Herfanda. Kami sangat berterima kasih kepada para penyair yang telah berpartisipasi mengirimkan puisinya untuk kumpulan ini. Namun, tidak semua naskah yang masuk bisa kami muat 7


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

dengan pertimbangan utama kelayakan sebagai puisi secara minimal, yakni, antara lain, narasi, metafora, dan bunyi. Namun, yang kami kedepankan dalam pemilihan puisipuisi di buku adalah adalah bahwa kegiatan ini lebih sebagai perayaan. Kita merayakan puisi dalam suasana Ramadan sambil minum kopi yang disuguhkan oleh kawan-kawan #ngopidikantor. Itulah pangkal ide acara ini. Kami menyusun puisi-puisi ini berdasarkan urutan abjad nama penyair. Untuk memudahkan penelusuran, kami juga menyertakan judul puisi mereka di dalam daftar isi. Acara ini adalah hasil kerja sama berbagai komunitas kawan-kawan Tempo, yakni Teras Budaya, Indonesiana dan #ngopidikantor dengan Ruang Sastra dan Wartawan Berpuisi. Acara pertama sudah terlaksana pada 2 Mei lalu dengan menghadirkan belasan penyair untuk membaca puisi dalam acara #ngopidikantor. Terima kasih kepada semua pihak yang memungkinkan acara ini terselenggara. Terima kasih juga kepada para penyair yang telah mengirim puisi dan berpartisipasi dalam kegiatan sederhana ini. Jakarta, 7 Juni 2017 Tim Kerja Mustafa Ismail Iwan Kurniawan Juli Hantoro

8


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Daftar Isi Sekadar Pengantar 6 Ziarah Sunyi 13 Ace Sumanta 14 SAHUR 14 Ahmadun Yosi Herfanda 16 SAJAK KERANDA 16 ZIARAH SENJA 17 KERETA ADZAN 18 Akhmad Sekhu 19 CAKRAWALA 19 GELOMBANG RAMADAN 20 Ayu Cipta 22 TITIK SUNYI 22 NYANYIAN LANGIT 23 Bambang Kariyawan 25 PEMAHAT NISAN 25 ZIARAH RAMADAN 26 GUNTING RUMPUT 27 MASJID WAPAUWE 28 Budhi Kurniawan 29 SEPERTI NUN DI MATAMU 29 TIGA DOA 30 KUKUBUR ALINA 31 Dedy Tri Riyadi 32 ZIARAH 1 32 9


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

ZIARAH 2 33 ZIARAH 3 34 Deny Pasla 35 TENTANG KUPU-KUPU 35 DENGAN APA KUCERITAKAN KEMBALI 37 D Kemalawati 38 MALAM KESUNYIAN 38 Fikar W.Eda 39 RAMAI SAMPAI UJUNG JALAN 39 BAHTERA 44 Hikmat Gumelar 45 BUTIRAN BENING 45 SEMBURAN TOA TUA 46 DI MANA ENGKAU, TUHANKU? 47 Idrus F Shahab 49 PERJALANAN 3 49 PULANG 2 50 Iwan Kurniawan 51 TARIKH SUNYI 51 SAYAP 52 THALES 53 J Kamal Farza 54 BULAN FESTIVAL 54 BULAN KASIH SAYANG 56 Kurnia Effendi 58 ISRA DAN MI’RAJ 58 TERHAMPAR 60 10


ZIARAH SUNYI

ANTOLOGI PUISI RELIGI

L K Ara 61 TERBAKAR 61 SYAIRKU KECIL 62 GEMETAR 63 Mustafa Ismail 64 RIWAYAT KAMPUNG 64 HAMINSATU 66 TEROMPET 67 Nezar Patria 68 DI BENTANGAN GURUN 68 MENGHADIRI PENGAJIAN RUMI 69 MENYAMBUT UMAR 71 Nissa Rengganis 72 MALAM PELAL 72 LELAKI HUJAN 73 DARFUR 75 Rama Aditya Putra 76 HIKAYAT RUANG TAMU 76 HIKAYAT MITOS 77 Ramdan Malik 78 ANGGUR 78 PENYIAR NUHA 79 BEJIJONG 80 Rida Nurdiani 81 GEMA RAMADHAN 81 Salman Yoga S 82 MAKRIFAT RAMAHAN 82 Samsudin Adlawi 83 PERJALANAN 83 11


ANTOLOGI PUISI RELIGI

SAPI, 259

ZIARAH SUNYI

84

Tora Kundera 86 KITA BUKA PUASA SEADANYA NAK 86 Tulus Widjanarko 87 SABDA HAFEZ 87 PASA MANUK PODANG 88 Uki Bayu Sedjati 89 PROKLAMASI RAMADAN 89 Willy Ana 91 NUJUH LIKUR 91 LORONG 92 Yosi Mahalawan 93 SANDAL JEPIT PARDI 93 TENTANG PENYAIR 95

12


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Ziarah Sunyi

13


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Ace Sumanta

SAHUR Sepanjang Jalan Raden Saleh Empang Bogor Anak-anak malam Belajar sahur Si Tua menjemput pagi mengais kesedihan Terbaring di trotoar dengan badan menggigil Si Putri lusuh Menghimpit sarung bergaris Memeluk akar beringin Di alun-alun tanpa zikir Di depan daun pintu pusaka Anak-anak malam bertakbir Ketika disorot cahaya Sesak rongga di dada Di ujung gang Melepaskan anak panah Terhempas di depan rumah tua

14


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Sahur Sahur Melintas di kepulauan asap Anak-anak menuju pasar tradisional Menembus kegelapan Menaiki tangga masjid tua Bogor , Mei 2017

15


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Ahmadun Yosi Herfanda

SAJAK KERANDA Tiap kali memasuki pintu masjid, mataku selalu tertumbuk pada keranda tua itu. Keranda yang diam di sudut halaman dengan nafas tertahan. Kubayangkan diriku suatu hari nanti berbaring sendiri di atasnya menunggu disalatkan lalu dikubur dalam rintik hujan. Ah, berapakah usiaku hari ini? Sudahkah dekat dengan hari pemakaman? Sebuah keranda di masjid tua itu selalu memanggilku dengan suara pelan, “Kemarilah, Sayang. Kenalilah lekuk-lekuk indah tubuhku. Bayangkan, bagaimana nanti kau akan berbaring bersamaku. Wajahmu yang pasi dan terbungkus kain kafan, akankah berkerut ketakutan atau menyungging bahagia?” Tiap kali memasuki pintu masjid tua itu selalu kudengar suara panggilan malaikat maut yang mengintaiku dari balik kaca jendela. Wajahnya seperti tak sabar menunggu. “Sabarlah, tawarku. Ini janji belum terpenuhi dan hutang bank belum terlunasi! Lihatlah itu keranda, masih sabar menanti!” Mendengar kilahku yang enggan mati Maut hanya menyeringai dalam puisi! Pamulang, 2017

16


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Ahmadun Yosi Herfanda

ZIARAH SENJA masih kudengar salawat bunga-bunga yang tertabur pada gundukan makam ibu salawat mawar, salawat melati, salawat kenanga salawat kantil dan kemangi. Semboja di rantingnya pun menyahut dengan guguran kelopak bunga : semoga Ibu pulas tertidur dalam safaat Baginda Rasul sampai hari kebangkitan membangunkan Ibu untuk menemui Kekasih yang paling engkau Rindu burung-burung di pohon akasia turut berdoa bagi penghapusan dosa dan rumputan di seputaran pusara mengaminkan pelipatan pahala : tunggakan tiga kartu kredit Bunda telah terhapus oleh jaminan bank negara sedang hutang Bunda pada tetangga telah diikhlaskan oleh kebaikan hatinya masih kudengar salawat bunga-bunga bersahutan di atas gundukan pusara suara talkin pelayat yang tersisa mengantarkan jiwa Bunda untuk tidur sementara Kaliwungu, 2017 17


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Ahmadun Yosi Herfanda

KERETA ADZAN Menuju kota impian Aku menumpang kereta adzan Berzikir sepanjang jalan dan bersembahyang Pada tiap stasiun perhentiannya Pernahkah kau pedulikan peluit kereta adzan Saat kereta tiba dan berangkat ke stasiun berikutnya Ketika pagi tiba, mungkin kau masih lena bermimpi Di balik selimut tebal yang menyenyakkan Dan kau sia-siakan kereta adzan Yang menjemputmu ke kota harapan Pada stasiun subuh adzan menebar hikmah fajar Pada stasiun duhur adzan menebar hikmah keberadaan Pada stasiun ashar adzan menebar hikmah cahaya Pada stasiun magrib adzan menebar hikmah kemuliaan Pada stasiun isya adzan menebar hikmah kepasrahan Burung-burung mengepak mengikuti kereta adzan Kupu-kupu menari dalam irama kumandangnya Angin musim bertiup mengusap kereta adzan Pohon-pohon menari dalam irama nafasnya Siapa yang tertinggal kereta adzan Akan tertangkup hidupnya dalam kegelapan Tersuruk dalam habitat terendah kehidupan Siapa tak mengenal peluit kereta adzan 18


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Akhmad Sekhu

CAKRAWALA Cakrawala terbuka, dunia beraneka warna mekar rasa di dada hingga mengembara aku dalam semesta jiwa meniti tasbih demi tasbih perjalanan mencari masjid di hati nurani Dari jari-jemari kedua tanganku ini, kuhimpun lagi ayat-ayat Tuhan yang terucap, merenda alif-ba-ta iman kuterjaga, keyakinan pun semakin dalam masuki batin bening, betapa cakrawala makin terbuka luas terbentang menjadikan pelangi kehidupan Percaya kehidupan sesudah kehidupan, terbaca gamblang dari jendela hati, cakrawala menjelang hadirkan panorama nyata, ayat-ayat Tuhan yang tercipta

19


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Akhmad Sekhu

GELOMBANG RAMADAN Aku ingin membelah gelisah, bagaikan Musa membelah lautan yang gelombangnya ketakmenentuan dunia meraja di hati, hingga telah terpelanting dan Fir’aun pun tenggelam, betapa terlambat kembali pada kebenaran hakiki, hingga kini menjadi pelajaran dalam arus zaman ini hempasannya lebih deras melindas kehidupan kita Terhadap tanda-tanda zaman yang tertangkap yang belum terlambat, betapa segalanya mesti disadari lebih dini untuk dimengerti karena hanya memperturutkan nafsu diri menyeret kita dalam arus yang menenggelamkan Ada kecipak makna yang tersirat meniti aku pada buih-buih tasbih terangkum dalam gelombang ramadhan yang mengangkat harkat kehidupan kita

20


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Akan mendengarnya seperti auman menakutkan Padahal ia panggilan paling sempurna Yang mengajak pada kebahagiaan Para pelanggan kereta azan Selalu merindu kedatangannya Untuk menumpang Sampai Kota Tujuan Dengan penuh kegairahan Untuk meraih kemenangan Jakarta, 2016

21


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Ayu Cipta

TITIK SUNYI Tuhan Kita begitu dekat Lekat di jantung tak kasat mata Sunyi Zikirku Menggapai-Mu Tigaraksa, 01062017

22


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Ayu Cipta

NYANYIAN LANGIT Hidup adalah waktu Bergerak serupa arloji Setiap tik-tak jarum jam adalah rasa Perjumpaan sunyi manusia dengan Tuhannya Nyanyian langit bagai pendar cahaya Menyeruak jantung tak kasat mata Aku dan engkau adalah debu Diterbangkan angin Lalu waktu akankah tetap menjadi hari kita? Sementara musim tak lagi mengenal Daun digugurkan sudah layu atau pupus Manusia hanya menjalankan titah kehidupan Sebab hidup dan mati bertautan Seperti tangan pengantin yang enggan berlepasan Nyanyian langit Nyanyian jiwa Dalam hening, sepi sempurna Di tengah hiruk-pikuk dunia Paradoksal enigma kehidupan Siapa bisa menebak sampai kapan seseorang hidup Tak siapapun, sebab kematian adalah rahasia Nyanyian langit Nyanyian jiwa Nyanyian angin Nyanyi sunyi kita 23


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Memeluk malam Memeluk bintang jatuh Hancur jadi debu Beterbangan dibawa angin Menembus langit MenujuNya Tigaraksa,01102016

24


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Bambang Kariyawan

PEMAHAT NISAN Pemahat nisan menggenggam sabar Sebongkah batu disentuh dengan hati Dipahat bersama mega Sebuah nama tertera di sana Nama-nama kesunyian Detik perguliran saatnya tiba Pemahat nisan akan terus memahat Mengukir nama-nama sepi tanpa irama Namuku dan namamu Saatnya akan tertinggal di ujung kubur

25


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Bambang Widiatmoko

ZIARAH RAMADAN Telah lama alpa ziarah kuburku Di makam makam para wali Juga makam leluhur sendiri Dan di awal ramadan ini Sejenak kusinggah di makam Dalam ziarah yang terasa sunyi. Adakah doa serupa catatan panjang Dalam kehidupan seseorang Sejak kelahiran hingga kematian Lantas dalam deretan batu nisan Selalu mengingatkan – takdir seseorang. Di makam ini para peziarah datang Untuk menyuncikan jiwa yang tampak gersang Lalu lahir batin siap menyambut ramadan Betapa ikatan naluri tak bisa dilepaskan Dalam kematian yang menunggu di pintu gerbang. 2017

26


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Bambang Widiatmoko

GUNTING RUMPUT Di pintu gerbang pemakaman lima perempuan datang merubung dan menghambat langkahku untuk berjalan. “Aku yang merawat makam ibumu dengan memangkas rumput yang selalu tumbuh,� kata seorang perempuan itu sambil memainkan tajam gunting rumput di wajahku. Segera nyaliku mengkerut karena tajam gunting itu menahan langkahku untuk terus berjalan memasuki makam Bahkan sebelum kutunjukkan di mana letak batu nisan makam ibuku. Jangan-jangan perempuan yang menghadangku adalah malaikat yang menyamar jadi pembersih makam Gunting rumput itu berkilatan menyilaukan mata dan lebih mengerikan dibanding pedang yang diasah tajam. 2017

27


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Bambang Widiatmoko

MASJID WAPAUWE Masjid ini terasa semakin bertambah tua Di balik kerimbunan pohon mangga Seperti rapuhnya manuskrip kotbah hari raya Yang disimpan dalam batang bambu Di kediaman rumah Raja. Telah berabad-abad masjid ini berdiri mungkin ingin bersaksi atas kejayaan negeri atau jejak kedatangan Nabi dalam mimpi lantas aku tenggelam dalam ibadah yang sunyi seperti terikat di tiang penyangga bumi. Leihitu, 2017

28


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Budhi Kurniawan

SEPERTI NUN DI MATAMU apa yang kaubaca dari tubuhku: tak ada tanda baca menggantung serupa alif yang kau eja di dinding mihrab. sepi yang kau harap muncul di jendela kamarmu memberi kabar selamat tinggal pada pesta agenda minum kopi, dan bincang-bincang para nabi tapi kau tetap menunggunya sambil bergegas masuk ke tubuhku sembahyang bersama kapal layar yang bisa kau kayuh agar bisa ikut mengalir bersama darahku. tapi ada yang selalu ingin kucatat dari tubuhmu, ketika kau tidur dan membayangkan bulan bergerak mengikutimu. yakni hurup-hurup yang tanggal seperti daun di matamu. kata-kata yang lepas seperti air di matamu. kalimat-kalimat yang luruh seperti gerimis di matamu. bait-bait yang lepas seperti balon raksasa di matamu. cerita-cerita yang mengelupas seperti luka di matamu. perahu-perahu yang berlabuh seperti nun di matamu. 2017

29


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Budhi Kurniawan

TIGA DOA 1. kusebut ia saja dalam kalah yang payah lalu kau menjadi angin. aku adalah rambutmu yang berkibar saban subuh. kusebut ia saja dalam cemburu yang nafsu dan kau menjadi peluru 2. sebelum kau menjadi ombak dan riak menabrak batu sebelum kau menjadi mesiu dan darah memancar dari balik baju sebelum kau tak peduli lagi waktu dan hidup meminta hidupmu kutinggal kamu dan aku berlalu 3. kau yang memintaku tidur dalam dadamu yang subur di malam buta gerimis menutup semua bilur : lubang sumur, alur mazmur, tuhan yang tak berumur 2017

30


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Budhi Kurniawan

KUKUBUR ALINA kukubur alina dalam dagingku dan kau enyahlah naik perahu nuh bentangkan bendera kalah di tiangnya yang nyaris patah telah kukubur ia di langit terbuka awan penuh laras kamboja, kumparan magma, anthuriun gelombang cinta buta. di sana rindu ibuku bergema. menyiratkan tanda-tanda menyimpan pohon raya yang bingkas ke surga di sana mata airnya darah, air matanya cahaya tiga puluh tiga kota sembilan puluh sembilan nama kukubur alina dan kau enyahlah dari dzikirku yang fana 2017

31


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Dedy Tri Riyadi

ZIARAH 1 Waktu, ruang beku itu, mencair kembali. Membuat kesepian dan kesedihan mengalir sampai ke kolam di matamu. Kau, yang membiarkan segala peristiwa tumbuh bagai lumut merambat di batu nisan, diam-diam merasa -- betapa segar dan harum perasaan kehilangan seperti gugur lembar-lembar mawar yang ia taburkan. 2017

32


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Dedy Tri Riyadi

ZIARAH 2 Justru ia lagi tengadah memandang langit sejarah sedang kau merunduk mencari segala bentuk agar tertaut yang didedah dalam doa takziyah. 2017

33


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Dedy Tri Riyadi

ZIARAH 3 Selalu tersisa kesepian setelah ia menjumpaimu; bunga kemboja di rumputan, nyanyi kutilang di ranting bambu. Di antara mereka, kenyataan adalah yang sering disebut rindu. 2017

34


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Deny Pasla

TENTANG KUPU-KUPU kata pungawa kehadiran kupu-kupu d rumah bakal ada tamu. Aku membayangkan seperti apa rupa mereka. Dalam benakku tentu tamu dengan cahaya di keningnya berbinar tembaga dan wajah merah jambu. Mata yang indah dan senyum pesona. Lalu dia mengiringku ke surau di antara tebing danau dan sawah di sebelah kanannya. Aku jadi ingat ustad Ngadimin, di tangannya terdapat pintalan sapu lidi 12 helai. “ Kamu akan ingat selamanya. Mataku masuk ke dalam matanya sebagai murid bengal. Lantas dia menyuruhku membaca nama-nama Allah yang paling dekat dengan manusia. Dua belas saja agar kamu tahu betapa kecilnya manusia. Tidak perlu 99 itu membuatmu semakin rendah. “ Aku menyebutnya sampai 6 saja. Ustad kataku, jika 6 saja manusia dapat mengamalkannya maka surau di tepi danau itu tidak miring ke sebelah kiri. Pasti ada usaha memperbaikinya. Ustad Ngadimin diam sejenak, kini giliran matanya masuk kemataku. Apa saja yang kamu tahu tentang 6 itu, sambil mengelus janggutnya. Yang maha pengasih, dengan itu tak ada permusuhan di mana-mana, surau kita pastinya berkembang, semua penduduk mau menyumbangkan apa saja, kataku. 35


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Dia tertegun. Lalu, penyayang. Kasih sayang membuat anak-anak senantisa hormat. Cukup, cukup, katanya. Malah kamu mengajari saya, hardiknya. Aku diam. Membiarkan menahan marah. Dan surau di kampungku itu tak lama dipugar. Aku masih menunggu tamuyang ketiga. Wajah merah dengan kaca mata di keningnya. Tanpa salam dia berkata, datanglah besok selepas isya, aku mengundangmu untuk berdoa. Minggu depan aku mau umroh, berikan kami sedikit ceramah, ucapnya. Mataku masuk kedalam matanya. Aku tidak bisa memberikan ceramah jika saudara mau tamasya, tetapi cukup dua kata saja: setelah Anda membalikkan badan. Berilah kasih sayang para pekerja yang telah membawa Anda jalan-jalan. Kasih dan sayang mereka telah menyelamatkan Anda. Tamu kedua diam. Matanya masuk ke dalam mataku. Aku menunggu tamu ketiga. Suara yang begitu lembut mengingatkanku tentang hidup, “ nikmat yg mana lagi akan kau dustakan...� Tubuhku masuk kedalam gemanya, begitu bergemuruh hingga kasih sayang itu luruh dimana- mana. Kualasimpang 2016-2017.

36


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Deny Pasla

DENGAN APA KUCERITAKAN KEMBALI Dengan apa kuceritakan kembali pertemuan kita kekasihku. Cinta yang lama begitu menyusup jauh hingga aku tak mampu menyentuhmu. Sampai datang suatu hari di mana Kau menyapaku lewat angin sepoi-sepoi merambat di celah celah dinding. Tubuhku menggigil. Lalu kau mendekapku, katamu, aku ini sungguh kekasihmu meski tak pernah kau datangi. Meski tak pernah kau cium keningnya di antara pagi siang dan malam. Padahal aku merindukanmu selalu. Dengan apa kuceritakan kembali pertemuan kita kekasihku. Embun yang menetes diubun-ubunmu itu tak mau menjelaskan betapa lama sudah rinduku mengembara karena kau senantiasa menghindarinya. Padahal kau begitu mengenalku. Jangan kau biarkan aku terpenjara dengan rindu yang memunca ini. Hingga aku remuk hilang ujud membiarkanmu tersesat di belantara jiwanyang meranggas. Membuatmu seperti rumah ditinggal penghuninya. Aku ini ruh cintamu nelanga mencari sandaran di mana akan menetap selamanya membawamu dalam abadi rindu dan kau bisa berlari sesuka lalu berkali kali mencium keningku. Dalam rinduku ini tahajudmu menjadi satu satunya tempat di mana cinta selalu menjadikan kita tak terpisahkan dalam satu wujud. Kemudian kau bisa leluasa berkata, aku telah menemukan cinta sejatiku di antara angin yang berhembus, di antara angin yang mengalir, di antara hidup dan mati. 37


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

D Kemalawati

MALAM KESUNYIAN Malam kesunyian memuncak Pucat bulan dalam tarekat pukat Pekat menggulung diri Pintu-pintu sebelum kerikil badai Dermaga sebelum laut tunai Malam ketat mengikat sunyi Tadah wangi kuntum-kuntum melati Untaian remang mengembang Seribu kunang-kunang menuju bulan Malam kesunyian menuai tasbih Mabuk aku dalam nasapmu Hilang diri dalam pusaran Dalam kunang-kunang Seribu bulan Banda Aceh, Ramadhan 1438

38


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Fikar W.Eda

RAMAI SAMPAI UJUNG JALAN 1. Marhaban ya Ramadhan Suci hati teguh iman insan jangan berpaling 2. Ramadhan 1436 Hijriah rahmat berlimpah-curah Ibadah sampai ke tebing 3 Malam mulai rebah Masjid bagai kerubung lebah Sajadah lekat di kening 4. Sahur sepotong rendang Semangkuk sawi kacang Terhidang sambal kering 5. Terik siang matahari Debu bertebar menari Hati berzikir hening

39


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

6. Hari jelang petang Takjil berjejer- pajang Lemang santan kuning 7. Al Muhajirin dekat rumah Bukit Hijau Citra Indah Kubah lancip surangsaring 8. Panggilan adzan lima waktu Al Muhajirin penuh selalu Bangunan baru arah samping 9. Tadarus gelap malam Gema Quran cahya alam Salam kepada yang baring 10. Tadarus di masjid tua Ayat lancar dibaca Suara syahdu di kuping 11. Bulan suci turunnya qalam Dibaca siang dan malam Gumam doa bagai gasing

40


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

12. Baiturrahman Kota Banda Rakaat dua puluh tiga Ada 11 geser samping 13. Masjid Tetunyung Kota Rakaat empat empat tiga 23 tak ada yang asing 14. Senja Jelang berbuka Bersama ibu bapa Ngitar kota simpang uning 15. Lima belas hari puasa Tapi Juz belum seberapa Lupa pada yang penting 16. Hujan sebentar curah Tanah selapis basah Resah kemarau kering 20. Gempa skala rendah Takengon juga Banda- Keudah Ditambah angin memusing

41


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

21. Di masjid aku tafakur Di masjid aku tersungkur Bertabur doa daun kering 22. Juz 22 menuju khatam Tasbih samudra ramadhan Harapan doa tak baling 23. Hari Raya Idul Fitri Hari indah nan suci Rumah ini kuning gading 24. Rayakan hari lebaran Ragam kue penganan Thimpan kolang kaling 25. Dimana puasaku Dimana tarawihku Aku asyik bergunjing 26. Kemana tadarusku Kemana iktikafku Debu ditiup angin

42


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

27. Bersua teman lama Sulwan Amri, Dahlan Maulata Simpang Wariji dan Pegasing 28. Idul Fitri saling memafkan Keluarga handaitolan Rekan dari negeri asing 29. Lebaran 1436 Hijriah Rumah dekat “mersah” Meriah “masam jing” 1 Syawal Gema takbir bersahutan Ramai sampai ujung jalan Petasan riuh bising Ramadan 2015

43


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Fikar W. Eda

BAHTERA - Diilhami Surat Al-Mukminun ayat 27,28,29 Segala puji bagi Allah, Yang menuangkan rahmat, Pada tiap susunan kayu dan tali pengikat. Apabila tannur telah memancarkan air, Bergegas mereka memasuki bahtera yang khabir, Mereka, mahluk berpasangan, dari jenisnya sendiri. Tak henti berseru dan memuji, Ya Rabbi, Engkaulah pembimbing kami. Lalu bahtera Nuh melaju, mengarungi samudra tenang, Layar iman terkembang, Tiupan zikir angin tanpa bimbang, Alunan ratib gelombang, Dipandu kemudi tauhid, Bahtera tiba di dermaga taqwa, Menyelamatkannya, dari kaum zalim dan durhaka. Allah memberi kemuliaan, Bagi mahluk yang tunduk, Menurunkannya pada tempat, sebaik-baik tempat. Jakarta, 2016

44


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Hikmat Gumelar

BUTIRAN BENING hening mesjid tercabik-cabik lidah tajam khatib menebar benci aku tertundukmengatur napas butiran bening jatuh basahi sajadah viba-2017

45


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Hikmat Gumelar

SEMBURAN TOA TUA ini kali hari minggu,hari keluarga berkumpul sekalian silih berganti bertutur. sendar gurau terselip di sana sini. rumah pun kemilau senyum meruak,gelaktawa merebak, dan seluruh wajah lalu runduk seputar meja mekan beberapa saat jelang semua tangan bergerak mengambil hidangan hangat. namun semua itu tersapu sudah. tersapu semburan tiada putus toa tua bangunan menjulang berkubah itu viba-2017

46


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Hikmat Gumelar

DI MANA ENGKAU, TUHANKU? ketika dicuri namaMu dicuri untuk membuat orang-orang mabuk dicuri untuk membuat para pemabuk menyerbu siapa yang dengan mudah dituduh menista agamaMu di manakah Engkau, Tuhan di mana Engkau, Tuhanku ketika para pemabuk itu kalap membuat macet jalanan membuat batu-batu beterbangan membuat cemas lekas menyebar membuat takut lekas menjalar membuat curiga lekas merajalela di manakah Engkau,Tuhan di mana Engkau Tuhanku hakim mengetukkan palu menghukum yang begitu mudah dituduh memusuhiMu lebih karena gedung pengadilan terus dikepung para pemabuk 47


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

di manakah Engkau, Tuhanku di mana Engkau ketika begitu viba-2017

48


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Idrus F Shahab

PERJALANAN 3 Ayah, Di malam sehitam jelaga ini Biar kudirikan tangga siapa tahu di sana ada kehidupan tak terhingga Manis tak berujung pahit Muda tak beranjak tua Hidup tak berujung mati Nak, Kau mencari cinta dengan kunang-kunang di kedua mata Malam pengantin, tetes cuka di atas luka Air asin bukan pemuas dahaga Di bawah gerimis malam yang lirih, dua sejoli berjalan beriringan, Mencari arti, masing-masing punya cerita sendiri tentang laron yang selalu mati mengejar api. Jakarta, 23 September 2016

49


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Idrus F. Shahab

PULANG 2 Musim semi di Konya Dua tulip merah darah Satu untuk maulana * Satu lagi untuk Tuhanku Konya, Mei 2007 *) Maulana Jalaludin Rumi, sufi abad 13 yang hidup dan dimakamkan di Konya, Turki

50


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Iwan Kurniawan

TARIKH SUNYI begini kabar dari tarikh sunyi: lima lelaki menanti takbir berabad-abad di kuil pasir bertanya mereka pada musafir begini jawab mereka: kata-kata belum lahir, amir nama-nama belum pandir jaga sajalah cawan syair begini kabar terakhir tarikh sunyi: lima lelaki menanti syair memintal helai-helai hampir jadi ambal tarikh yang kaubaca ini

51


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Iwan Kurniawan

SAYAP

: wim wenders

aku kenang jubahku pun tlah tergadai rompi baja rombeng dan sesak kasutku tak lagi lekat pada jangat

52


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Iwan Kurniawan

THALES kukaji langit dengan rumput maka dapat kujengkal delta gairah darah terus kausemai bala tentaramu lantakkan waktu jadi, kukutuk kau saja dengan nujum orakel: esok tiada lagi mentari karena rumput menolak beringsut

53


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

J Kamal Farza

BULAN FESTIVAL telah tiba lagi engkau ramadan sebuah bulan festival buat kita bersaing dan bertanding untuk menemukan siapa terbaik mencapai derajat kefitrian telah tiba lagi engkau ramadan sebuah bulan penuh keramaian buat kita mengisi malam-malam bising riuh menyebut nama-Mu, mencapai derajat kemuliaan telah tiba lagi engkau ramadan sebuah bulan terindah dari seribu bulan ketika malaekat tak pernah tidur untuk mencatat dan memastikan siapa terindah mengeja baris demi baris al Qur’an. telah tiba lagi engkau ramadan menghampiriku ajukan sebuah pertanyaan, bahagiakah, atau susah buat menyambut festival untuk menemukan pemenang seribu tanya sudah terjawabkan seribu jawab sudah terlafazkan seribu gelisah, seribu gundah, seribu luka, seribu tawa, 54


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

seribu bahagia, semua bergemuruh dalam bulan festival, bulan terindah dari seribu bulan. seribu dengki, seribu keji, seribu janji, seribu bukti, seribu sakit hati, seribu latta, seribu berhala, seribu seribu petaka, seribu angkara-murka, melebur hancur dalam bulan festival, bukan memilih yang benar atau salah, tapi untuk memlih yang baik dan terbaik, menggapai derajat kefitrian. Jakarta, Juni 2017

55


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

J Kamal Farza

BULAN KASIH SAYANG Inilah sebenarnya ramadan, bulan kasih sayang, ketika semua benci dimusnahkan, ketika semua dengki disingkirkan, semua keburukan dijauhkan, semua kebaikan dimuliakan. Inilah sebenarnya ramadan, bulan kasih sayang, kereta kencana datang, membawa seribu bidadari, mendatangi para pembenci, membujuk mereka membakar semua kemarahan Inilah sebenarnya ramadan, bulan kasih sayang, seribu perahu penuh bidadari tiba di pelabuhan, mendatangi para pencinta agar mereka selalu terjaga, menebarkan cinta dan kebahagiaan Inilah sebenarnya ramadan, bulan kasih sayang, seribu bidadari dengan sayap yang indah, turun ke setiap pelataran, mengetuk semua pintu, menyapa semua orang, menyampaikan berita-berita indah, tentang taman yang airnya tak berhenti mengalir, tentang kota yang setiap sudutnya penuh cinta Inilah sebenarnya ramadan, 56


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

bulan kasih sayang, seribu ucapan adalah doa baik, doa yang indah, bagi para pemuja keindahan. Jakarta, Juni 2017

57


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Kurnia Effendi

ISRA DAN MI’RAJ Jangan sedih, Kekasih Dua kesayanganmu hanya kupindahkan letaknya Dari Bumi alit ke luas Langit Dari padang pasir ke pantai tak berpesisir Namun tetap kekal di hatimu Paman yang berani membelamu Istri yang tulus ikhlas mencintaimu Hapus air matamu, ayo berwudu Singkap wajah murungmu, kubersihkan isi dadamu Naiklah ke punggung buraq yang bersayap cahaya Kuajak berjalan malam ke tempat sujud di Aqsa Lihatlah hamparan bumi di kanan dan kiri Setelah itu kuizinkan dirimu bertamu ke rumahku Sidratul Muntaha yang tak tersentuh debu Lihatlah angkasa luas dari kasat matamu Galaksi yang berjarak tahun cahaya Satu dan lainnya menjaga kabar Atas cinta yang tertebar Darimu untuk umat manusia Semoga terhibur hatimu dari duka dan nestapa Tiada lagi hoax bagi apa yang kujanjikan Kepada mereka yang bertaqwa Cahaya tak pernah memancar dari mana-mana Selain dari jiwa yang ihsan dan bersahaja Untukmu dan para pengikutmu Kuwasiatkan ibadah yang menjaga setiap amanah Dari sebuah marwah menuju akhir khazanah 58


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Jangan sedih, wahai Kekasih Atas perbedaan mereka terhadap Bumi: rumah kalian bersama Jakarta, 9 Januari 2017

59


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Kurnia Effendi

TERHAMPAR Kami hamparkan sajadah seluas Bumi Seluruh waktu sembahyang tumbuh sebagai menara Runcing dan bercahaya Subuh membuat seluruh tubuh rubuh Mimpi yang semalam suntuk gemuruh Kini dilahirkan kembali seperti kemurnian bayi Zuhur tegak seperti tonggak, mengalahkan yang congkak Matahari tiba pada puncak pendakian Dan kami sedang mabuk pengetahuan Ashar adalah bayang-bayang tubuh yang memanjang Ke timur menurut kalian? Ke belakang menurut mereka? Karena kiblat hanyalah hati yang memandang Magrib dipercaya sebagai titik lelah Matahari Horizon yang terentang lurus itu batas lazuardi Kami nyaris tak menemukan lengkung serupa alismu Isya datang dalam gelap, mengendap-endap Ke mana surya yang tadi tampak megap-megap? Kami akan kembali ke peraduan: jatuh lindap Kami lipat kembali sajadah Pada bumi yang terhampar ini, seluruhnya istirah Biarkan sang bagaskara menggali dasar tanah Jakarta, 9 Januari 2017

60


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

L K Ara

TERBAKAR Telah turun api membakar langit Gunung dan pepohonan terbakar Lembah dan ladang terbakar Kau dan aku terbakar Tapi langit tak runtuh Gunung dan pepohonan tak hangus Lembah dan ladang tak hancur Kau dan aku tak jadi debu Api yang garang Datang membersihkan langit Merapikan gunung dan pepohonan MenghijaukĂ n lembah dan ladang Melebur dosa kau dan Ă ku Yang datang api cinta Turun atas kemurahan Nya Banda Aceh, 08.05.16

61


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

L K Ara

SYAIRKU KECIL Syairku kecil akan dapatkah bereñañg di langit luas Ditengah cuaca beragam rupa Di tengah badai tak terduga Di tengah ketenangan yang sempurna Syairku kecil akan menggigil Di langit luas Mencoba walau cemas Ingin tàhu gelombang cahaya Bimbinglah syairku kecil Mengenal cahaya Maha Cahaya Banda Aceh, 03.O4.16

62


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

L K Ara

GEMETAR Gemetar ujung jari tangan Ketika akan menulis nama pujaan Gemetar bibir Ketika akan menyebut nama pujaan Gemetar seluruh tubuh Ketika akan memasuki rumah pujaan Teguhkan hati Ketika berada dalam pelukan kasih sayang pujaan Pujaan semua hamba MĂ ha Pujaan Banda Aceh, 03.05.16

63


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Mustafa Ismail

RIWAYAT KAMPUNG ayat-ayat yang bergelombang memecah-mecah kaca jendela di tengah hiruk dan siulanmu di angkutan kota mengirim jalan setapak, rumah tua, juga sebuah meunasah yang kalah oleh suara azan dari telepon pintar dan denting gelas di warung kopi kau terlalu tua untuk mengerti, katamu, tentang lorong-lorong yang makin panjang -- bukan di kota tempat kau terjebak menjadi kelelawar, tapi di sebuah bentangan bukit yang berundak-undak dengan palawija yang sedang tumbuh dan membiak setiap pagi, kita memandikan jempol kaki dan rambut beruban, membedaki bibir, menglipstikkan payudara – dengan warnah merah saga – juga membuat sebuah lubang di tengahnya tempat kita berpetak umpet di waktu malam, setelah kota-kota kembali ke sarang. kau tidak pernah bisa menjawab satu pertanyaan: mengapa matamu selalu basah setiap mendengar ayat-ayat yang melengking di gang-gang ramai, seolah membunuh ritus-ritus dan riwayat kampung yang tak kunjung terang kampung dan kota tak ada bedanya, katamu, dan kami selalu berdoa di sudut-sudut halaman karena lampu di kamar sering padam 64


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

jurong-jurong lebih gelap dari pada yang kau duga tapi kami, ujarmu lagi, tetap terus berzikir kepada Yang Maha. Depok, 27 Mei 2017

65


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Mustafa Ismail

HAMINSATU dalam setiap desir, suara-suara itu serupa butiran-butiran embun yang jatuh ke lembar daun, menggelinding ke kiri dan kanan lalu menetaskan seribu kupu-kupu, memancarkan seribu cahaya ke langit senja, ke dalam suaramu yang mendayu melafalkan doa-doa pohon tebu, doa-doa putik-putik kelapa, doamu, doaku! Depok, 27 Mei 2017

66


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Mustafa Ismail

TEROMPET aku telah membuang bunyi-bunyian itu jauh sebelum kau menulis daftar menu untuk tahun baru: tusuk sate, pentas dangdut, suite room, sepatu, dasi kupu-kupu juga kekasih baru. namamu ada di balik dompet terlipat bersama uang lecek kembalian dari tukang ikan: saling berbalas senyum dengan para pahlawan yang kau kenal tadi siang dari jauh sepasukan berkuda menyerbu ke utara seperti mengejar musuh yang celaka: darah menetes dari puisi-puisi yang kesepian sepanjang jalan. Depok, 1-2 Januari 2017

67


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Nezar Patria

DI BENTANGAN GURUN Yang rebah di bentangan gurun sebutir debu pongah Yang tersuruk di selokan keraguan tubuh yang menyerah Kucari Kau di ratap kaum hina di gelak tawa para pendusta Apakah yang masih berharga dari tubuh berbedak hitam? Kusebut namaMu dalam ancaman hujan asam dan angkara MemanggilMu dalam sujud sedih wahai nama-nama menggetarkan Doa-doaku mungkin kesiangan catatlah ia dalam rindu mendidih Kuhadang Kau separuh bimbang bukan perkara neraka penuh arang bukan soal surga berlimpah susu Ya Rabb, jangan tinggalkan aku sendiri di gurun sunyi terbenam di laut berkalang lumut terapung abadi di tepi galaksi 2017

68


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Nezar Patria

MENGHADIRI PENGAJIAN RUMI Alif. Pada Alif aku belajar segala awal menuju Ya. Dia muncul suka-suka dari balik kitab, lalu mengabarkan sebelum ada cahaya, semesta adalah setangkup gelap. Ia tak takjub melihat bumi hanya sebutir debu, karena di kerjap mata kakinya terayun bima sakti. Begitulah kau ada dan tiada seperti Alif berjalan menuju Ya. Aku tak paham. Ia mungkin dongeng dari mereka yang kurang tidur siang. Rumi selalu mengantuk sewaktu aku bertanya soal rahasia-rahasia. Ba. Ada lelaki tambun berbaring di pematang. Ia Ba, perut bulatnya tak berhenti berguncang karena tertawa. Wajahnya selebar teratai di kolam air mata. Dia mengatakan aku tak sampai ke nirwana jika tergoda sebundel arsip bagaimana cara bergembira. Ia mengambil segulung kertas, lalu menulis: “Samsara adalah sumur daya cipta bagi segala termasuk menimba kata bahagia�. Ta. Aku duduk bermuka-muka bersama Ta, dan segera ia membuatku jadi skizofrenia. Segala yang melintas pada Ta akan terbelah dua: langit-bumi, air-tanah, bahagia-derita. Aku tak bisa membaca mana lebih baik, ke kanan atau kiri. Di kanan bersarang para pesolek pemuja diri. Aku lebih suka ke kiri karena begitulah Rumi mengajariku mengaji. 69


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Ia tak menghujah jika aku hilang arah. Ia hanya berbisik di antara benar dan salah ada sebuah savana, dan dia akan menemuiku di sana. 2015-2016

70


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Nezar Patria

MENYAMBUT UMAR Aku mendengar kau tiba di kota ini, bagai seekor macan menyendiri. Ada rindu diiris lolongan anjing dini hari, terbenam alunan serunai ditiup seseorang Penjaga kota setengah mengantuk mengeja katamu “Besok pagi, yakinlah kita masih minum kopi” setelah perang, suara itu berdiam di lorong waktu Orang-orang berderap saat wangi arabika meruap bumi muntah gas dan minyak mendidih lalu semua menguap dalam tipuan yang sedih Kau berbisik, “Aku Umar, seorang teuku. Adakah kau tahu?” tak seorang warga bangkit menyiapkan kenduri tak ada kabar seorang johan telah kembali Tak ada kanak-kanak menggambar wajahmu pada poster sisa pemilu di tembok kota pada sebuah survei siapa pemimpin kita Orang-orang melukis kusut rambutmu saat rebah diterjang peluru dan selalu percaya di kota ini tak ada lagi pahlawan bangun pagi 2017 71


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Nissa Rengganis

MALAM PELAL Aku berjalan menuju rumahMu Menjelma para pendosa terperangkap doa-doa Ingin aku bermukim di sana Bersabda semacam nabi dan mengantarkan para pendosa Mengetuk pintu surga Penuh dongeng tentang sungai, madu, anggur dan bidadari Bulan emas menggantung di langit Cahaya memasuki tembok-tembok kusam keraton Para abdi menyucikan benda pusaka di malam panjang jimat Hilanglah segala dosa Padamlah segala prasangka Malam Pelal. 12 rabiulawal Aku tersesat di jalanan berdebu Mencari cara menangkap cahayaMu Di antara sesak pengunjung, pedagang kaki lima Dan bias lampu komidi putar Aku mencariMu Di antara orang-orang berjejal menembus sembilan pintu Di sembian puluh sembilan bayangan putri Ong Tien menjelma asap hio Itukah peta menuju istirahMu? Ataukah semua hanya igauan di kepala?

72


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Nissa Rengganis

LELAKI HUJAN :Ahmad Syubbanudin Alwy Ia terus mengutuki nasibnya Meminta kembali segala yang telah lama mati Menunggu hujan yang melulu datang terlambat Menanam kesedihan di punggungnya Menyimpan rindu dendam pada apa dan siapa Yang tak sempat menjadi kata-kata Hujan, Tuhan, basahilah kemarau di tubuhku ini,’ ia berteriak Dadanya bergemuruh pada langitnya waktu Lalu hujan datang dari matanya Perselisihan waktu merekam jejak-jejak silam Tubuhnya kuyup mereguk sisa hujan Menghisap luka. Menenggak duka Ia terus mengutuki nasibnya Meminta kembali segala yang telah lama pergi Sesekali menanti di ambang pintu Sesekali memaku diri di gang buntu Tubuhnya sunyi melewati beragam musim Lalu hujan datang di halaman rumahmu yang gersang Aku yang mungil menggigil melihatmu menari girang 73


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

‘ Hanya dalam hujan Tuhan menari’ katamu Pada waktu hujan: aku menari dengan tuhan Kusebut-sebut ia Ar-Rahman dan Ar-Rahiim Dan tuhan, Seperti hujan yang datang sore itu Merangkulmu pergi Meninggalkan kenangan samar-samar Yang tak pernah aku tangkap Menjadi kata-kata

74


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Nissa Rengganis

DARFUR Ketika hujan menjadi satu-satunya kabar baik Pada wajah-wajah pucat berlarian menuju tembok kusam Ada yang terbunuh lagi Di antara bekas lahan-lahan hangus terbakar Kabar baik apa lagi? Ketika kita hanya sepi pada tanah retak ini Kedatangan burung gagak tak menyisakan satu bangkai pun Di sisa reruntuhan Aku gemetar Apakah doa sampai ke tujuannya? Hujan, hujan, segala yang Esa menyebut namamu. Memanggilmu Hujan, basahilah tanah-tanah retak ini Ketika setiap hari adalah ketidakpastian Ketika orang-orang terus memperebutkan rasa cemas Basahilah tanah kering ini Sebelum segalanya menutup cerita

75


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Rama Aditya Putra

HIKAYAT RUANG TAMU ruang-ruang di rumah kita diciptakan untuk pelbagai mau: dapur untuk memasak, kamar untuk tidur, toilet untuk mandi, gudang untuk menyimpan barang-barang bekas sebelum nanti dijual dan ruang tamu untuk ayah-ibu kita main tembak-tembakan (Pasar Rebo, 2017)

76


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Rama Aditya Putra

HIKAYAT MITOS sejak kecil aku sering sekali mendengar mitos sebuah gambar dalam bingkai bisa melirik, melotot, senyum dan menangis leluhurku juga pernah bilang bahwa orang yang ada di dalam foto mampu keluar secara ajaib dari tubuh bingkai. berjalan-jalan mencari sesuatu entah apa aku ingat-ingat kembali mitos itu tentang apa yang pernah diceritakan oleh leluhur. dan entah kenapa aku jadi ingin duduk berlama-lama di depan mendiang foto mereka (Pasar Rebo, 2017)

77


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Ramdan Malik

ANGGUR - Leo Kristi Delapan anggur tanggal satu dari tangkainya Tujuh sisanya kau cecap begitu nikmatnya Semanis hidup sebelum nafas penghabisan tiba Bekasi, 21 Mei 2017

78


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Ramdan Malik

PENYIAR NUHA Lima kristal sajak kau dedahkan, Nak Sembilu di hatiku menghunjam ke benakku Kau titipkan tanya “mengapa kita sangat berbeda?’ Barangkali Tuhan telah menceritakan rahasia kepada sepupumu yang dipanggil-Nya dalam cahaya Kau menghitung jejak-jejak kesunyian sampai batas bergelut dan bertahan sebelum terampas Buku usia bening bersahaja aku jatuh cinta Grand Indonesia, 16 April 2017

79


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Ramdan Malik

BEJIJONG Kawanan burung melayang terbang di atas ladang tebu Kuberjalan kaki menjelang petang menziarahi Gentong dan Brahu Dalam diri mencari Buddha berserak bagai batu-batu bata Trowulan, 26 November 2016

80


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Rida Nurdiani

GEMA RAMADHAN Selamat datang Ramadhan dengan sejuta cahaya dengan sejuta peluruh noda Ketika menyambut seribu bulan . Gema takbir menggema Menanti dengan sejuta kalungan bunga Engkau di ujung lidah bagi Perindu keberkahan Iiiahi Mendengungkan Qalam-Nya. 2017

81


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Salman Yoga S

MAKRIFAT RAMAHAN Bertumakninah dari sebelas bulan Adalah halte yang terindu dari dendam usia Geramnya seperti laparnya Indahnya seperti tak ada dua Sehatnya seperti sakitnya Amarah seperti sabarnya Pun nerakanNya seperti surgaNya Larut dalam sujud sejajar tanah Takengon, 2017

82


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Samsudin Adlawi

PERJALANAN Aku niat puasa seharian besok, ucapmu mengantarkan sesendok terakhir makan sahur ke dalam perut. Matahari mulai mendaki, tubuhmu mengambang di tengah samudera. Matahari mulai memuncak, tubuhmu terombang-ambing dibanting gelombang. Menjelang matahari pulang, tubuhnya melayang digamit angin lalu dilempar ke tengah meja makan. Semangkuk besar sop, irisan tempe, secangkir teh, dan sebuji kurma rebah siap menyambut belaian mulutmu yang bau. 2017

83


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Samsudin Adlawi

SAPI, 259 Aku hidup aku bernafas Aku hidup aku bergerak Aku hidup aku merasai Aku hidup aku memirsai Aku hidup aku berkehendak Aku hidup aku memilih Aku sadar Hirup-hela nafas kita sama tapi tidak dengan langkah kaki kita rasa kita pirsa kita kehendak kita pilihan kita Aku hanya butiran pasir Sedang kalian bata, semen, kapur, air, kusen, jendela, pintu, usuk, reng, blandar, paku, genteng, dan cat 84


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Aku butuh kalian Kalian butuh aku Tanpa kalian mana bisa kupahat puisi pada waktu yang membelulang 2017

85


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Tora Kundera

KITA BUKA PUASA SEADANYA NAK Kita buka puasa seadanya Nak Dengan gorengan dan semangkuk kolak Emak sekarang tak punya uang banyak Kerja hanya sebagai buruh kontrak Seandainya bapak tak dipenjara Karena mencuri sekaleng roti di tempat kerja Mungkin kita bisa menikmati sepotong ayam bakar Walau pun kontrakan bulan ini emak belum bayar Jangan iri pada cerita teman sekolahmu Nak Yang berbuka puasa dengan pizza dan ayam amerika Mereka anak-anak dari orang kaya Bapak ibunya pejabat dan pengusaha Kita cukup buka puasa seadanya Nak Dengan gorengan dan semangkuk kolak Bersyukurlah kita masih bisa berbuka Nikmat Tuhan tak ditentukan oleh harga Cimanggis - Depok, 20 Juni 2015

86


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Tulus Widjanarko

SABDA HAFEZ bagaimana mungkin terlambat sedang persamuanku sepanjang abad tak kau perlukan cawan karena hingga hilir anggurku mengalir cecap wahai cecaplah pejamkan mata ya pejamkan bersama waktu yang dimabuk pelan arenamu menari sepanjang jalan. 2014 

87


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Tulus Widjanarko

PASA MANUK PODANG ledakkan pelan-pelan di hatimu, selonjor long bumbung yang kita pasang sore-sore, kenangan mengusap wajahmu, di setiap asap yang menirai dari lubang setengah daun serai. lalu muazin membawa kabar riang gembira, kita menyantap jeda dari semangkok kolak pisang, sebelum malam dan jaburan menjadi kendaraan doa tak berjelang, cece-bence membawa kita meneliti masa kecil di setiap inci tanah kelahiran. malam seribu bulan. Malam-malam yang tak pernah kita lupakan sepanjang jalan. waktu itu harapan bagai terayunkan di tetabuhan klothekan, dalam selimut sarung dini hari, dan buaian ayat yang mendaki langit desa, aku dan engkau dan mereka merasakan kerikil dingin di telapak kaki, mencobai langkah kecil kita. kita menjalani siang-siang, sering dengan kesangsian. Mampukah setiap bidak halma menggenapi ruang yang tersedia, atau kita terombang-ambing dalam pusaran gangsingan di pendapa. Tangan mungil bersedeku, tetapi bola mata kita serupa kitiran dilamun udara. Siang seribu tanggalan. Siang-siang yang masih saja kita jalani dengan janggal. 2011 88


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Uki Bayu Sedjati

PROKLAMASI RAMADAN ingatan selalu mendengungkan suaranya setiap kali ramadhan datang menyapa, bulan ke sembilan rasanya tiba begitu cepat waktu berlalu yang lalu belum banyak tercatat ini raga boleh jadi belum siap yaa, karena asal kata ramda adalah membakar ia menelikung nafsu sedemikian rupa, tak ada yang bisa menghindar tak minum di cuaca panas: bakar tak makan hadirkan lapar : bakar : semangat joang api revolusi Merdeka atau Mati ! Soekarno Hatta tabalkan proklamasi “syahr-i Ramadhan” asmaNya indah “syahr-i Ramadhan” bulan mulia ingatan senantiasa pada desir air mengalir ramadhan tiba mengetuk hati bulan ke sembilan waktu terus berjalan selaksa pengalaman masih tersimpan sumur ruhani yang kering butuh diisi yaa, asal kata ramadiyu berarti hujan sucikan diri dari nafsu duniawi bangun malam lafazkan do’a tangan tengadah mengharap : hujan 89


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

jiwa raga aqalqalbu memohon : hujan : tanah air butuhkan bakti jaga Ibu Pertiwi ! “sedhumuk batuk senyari bumi tohpati” “syahr-i Ramadhan syahr-i Ramadhan” “syahr-i Ramadhan” rahmat dan ampunan tangis kita hari ini bukan tersebab ini hari tapi ingatan masa lalu hadirkan tanya waktu itu kenapa menangis? Tak apa, kiwari air mata bahagia basahi nusantara bersatunya otak hati anak negeri di sini Pamulang, Ramadhan 1438 Hijriah

90


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Willy Ana

NUJUH LIKUR Anak-anak itu memukul bulan pada sayak-sayak itu, dan menjelma tarian-tarian pada bara yang memancar di setiap kepingnya Tungku-tungku menghidangkan ayat-ayat yang menembus seribu purnama Dan orang-orang mengunyah mantra-mantra pada lemang dan tapai pada malamnya Suara tetabuhan menghantar ke sepertiga malam, hingga serak dendang bertalu dalam kelam Depok,5 Juni 2017 CACATAN: Sayak (bahasa Bengkulu): batok kelapa/tempurung. Tradisi Nujuh Likur ini masih kental di Bengkulu pada malam tujuh belas Ramadan.

91


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Willy Ana

LORONG Kau masuk pada lorong-lorong, seperti berlari ke masa kecil, bermain-main dengan senuk sambil mendaki takbir Bentangan sajadah, mengikis gundukan lumpur di jalan kecil itu yang menjebak kita pada telaga kering Kau benamkan diri, pada ayat itu, seakan menjelajahi syirat dan menyongsong diri pada Arsy-Nya Daun pun tersenyum, dan lampu-lampu tak henti menyala Sebelum malam lindap, kau telusuri kuncup mawar pada khusuk sujud, dan tengadah pada yang Esa. Depok, 29 Mei 2017 Senuk= kolak (bahasa sumatera selatan/bengkulu)

92


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Yosi Mahalawan

SANDAL JEPIT PARDI Sandal jepit Pardi tak nyaring bunyinya ! Tapi sandal jepit itulah yang selalu dipakai Pardi Pergi ke masjid tiap hari. Jari jempol dan jari kaki lainnya Pardi Selalu menjepit tali plastik pengkait bagian bawah sandal Seperti juga ia menjepit segala keinginan-keinginannya Kecuali keinginan menegakkan Alif Sandal Jepit Pardi tak nyaring bunyinya ! “Mengapaharusnyaring ? “ Tanya Pardi Pertanyaan politis bagai ia sudah tahu jawabannya atau Pardi ingin menekankan pesan retorisnya Ibadah adalah ruang rahasia pergumulan Pardi dengan Tuhannya Sandal Jepit Pardi tak nyaring bunyinya ! Para Jemaah di masjid mulai dari orang dewasa Sampai juga kanan-kanak tahu kalau itu sandal jepit Kepunyaan Pardi. Padahal Pardi pernahbilang, “Kalau sandal jepitku hilang saat tarawih, bukan persoalan besarbuatku. Aku akan membelinya lagi. “ Sandal jepit Pardi boleh hilang tapi ibadahnya sudah tenang Sandal jepit Pardi tak nyaring bunyinya ! Sebab sandal japit Pardi bukan microphone 93


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Sandal jepit Pardi bukan layar media sosial Sandal jepit Pardi bukan kerumunan di mana orang berkumur-kumur Sandal jepit Pardi jauh dari kepongahan beribadah Sandal jepit Pardi tak mampir di hati orang banyak sebagai bentuk ketersinggungan Pardi tak perlu organisasi massa Ia cuma butuh sandal jepit menelusuri jalan lengang menuju masjid Begitu sunyinya jalan Pardi Aaamiin‌. Jakarta, 2 Juni 2017

94


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

TENTANG PENYAIR

95


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Ace Sumanta Pegiat literasi yang aktif melakukan pemberdayaan masyarakat di Kota Bogor. Ketua Dewan Kesenian Kebudayaan Kota Bogor (D3KB) 2016-2020. Ahmadun Yosi Herfanda Llahir di Kaliwungu, 17 Januari 1958. Mantan redaktur sastra Republika ini mengajar penulisan kreatif di Universitas Multimedia Nusantara Akhmad Sekhu Lahir 27 Mei 1971 di Desa Jatibogor, Suradadi, Tegal, Jawa Tengah. Buku puisi wartawan moviegoersmagazine.com ini adalah Penyeberangan ke Masa Depan (1997), Cakrawala Menjelang (2000). Novelnya: Jejak Gelisah (2005). Ayu Cipta Menulis puisi dan tersebar di berbagai media massa dan antologi bersama. Ia Ketua II Bidang Sastra Dewan Kesenian Kabupaten Tangerang. Bambang Kariyawan Ys Guru Sosiologi SMA Cendana Pekanbaru. Penerima Anugerah Sagang dan aktivis Forum Lingkar Pena Riau ini telah menerbitkan buku puisi Lelaki Pemanggul Gurindam” dan buku puisi anak Simfoni Bernada Satu serta puluhan antologi puisi bersama. Bambang Widiatmoko Penyair kelahiran Yogyakarta ini menulis puisi, cerpen, dan esai. Kumpulan puisinya Silsilah yang Gelisah (2017). Sajaksajaknya ada dalam antologi bersama antara lain Matahari 96


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Cinta Samudra Kata (HPI., 2016), Negeri Awan (DNP, 2017), Kota Terbayang (TBY., 2017). Budhi Kurniawan Kini bekerja sebagai jurnalis di Kompas TV. Menulis puisi dan cerpen dengan nama pena Awan Budhi Kurnia, yang antara lain pernah dimuat di majalah Horison, Republika, Media Indonesia, dan lain-lain. Dedy Tri Riyadi Tinggal di Jakarta, menulis puisi sebagai penyeimbang kehidupannya sebagai pekerja iklan. Buku puisinya antara lain Gelembung, Liburan Penyair, dan Pengungsian Suara. D Kemalawati Lahir di Meulaboh, 2 April 1965. Menulis puisi, esei, opini, cerpen dan novel. Buku puisi terbarunya adalah Bayang Ibu (2016). Ia aktif menggerakan sastra dan literasi lewat lembaa yang didirikan bersama teman-temannya di Aceh bernama Lapena. Fikar W. Eda Lahir di Takengon 1966. Alumni pascasarjana IKJ ini menggeluti sastra dan teater. Kumpulan puisinya Renong ditulis dalam dua bahasa, Inggris dan Indonesia. Hikmat Gumelar Tinggal di Cileunyi, Bandung. Selain menulis puisi, Hikmat Gumelar juga menulis cerpen, esai, dan drama. Tahun ini Hikmat, yang bergiat di Institut Nalar Jatinangor, berencana menerbitkan satu kumpulan puisi dan satu kumpulan cerpen. 97


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Idrus F Shahab Lahir di Jakarta dan sehari-hari bergiat sebagai jurnalis di Tempo. Selain menulis puisi, Idrus juga seorang gitaris. Sebelum menjadi wartawan, ia pernah belajar filsafat dan kedokteran. Iwan Kurniawan Sehari-hari bekerja sebagai wartawan Tempo dan pengasuh blog Indonesiana. Dia mendirikan Yayasan Mutimedia Sastra dan menulis sejumlah puisi yang tersebar antara lain di Graffiti Gratitude, Antologi Puisi Cyber dan Fasisme. Dia juga menulis buku Semiologi Roland Barthes. Kurnia Effendi Lahir di Tegal, 20 Oktober 1960. Menulis sejak 1978. Kini telah menerbitkan 16 buku (puisi, cerpen, esai, novel, dan memoar). LK. Ara Lahir di Takengon, Aceh Tengah, 12 November 1937. Telah menerbitkan puluhan buku puisi, esai, cerpen, ensiklopedi, pantun, teks sastra, dan lain-lain. Mustafa Ismail Lahir di Aceh pada 1971, hijrah ke Jakarta pada 1996 ketika mengikuti Mimbar Penyair Abad 21. Buku puisinya Tarian Cermin (2007 & 2012), Menggambar Pengantin (2013 & 2014) dan Tuhan, Kunang-kunang & 45 Kesunyian (Agustus 2016). Buku cerpen tunggalnya Cermin (2009). Nezar Patria Lahir di Sigli, Aceh, 5 Oktober 1970. Bekerja sebagai wartawan, dan menetap di Jakarta. 98


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

Nissa Rengganis Lahir di kota Cirebon, 08 September 1988. Puisi-puisinya tergabung dalam banyak antologi bersama. Buku antologi puisi tunggalnya Manuskrip Sepi terpilih dalam sayembara Hari Puisi Indonesia 2015 sebagai buku pilihan. Rama Aditya Putra Lahir di Tangerang 5 Februari 1997 kini sedang menyelesaikan sekolahnya di Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka, Jakarta Timur. Dapat disapa di: Instagram @ramadityapu atau ramadotaditya@gmail.com Ramdan Malik Ramdan Malik lahir di Jakarta pada 11 Desember 1969. Alumni jurusan Sosiologi FISIP UI ini tinggal di Kampung Sugutamu, Depok, Jawa Barat. Sejak 1993 ia bekerja sebagai wartawan. Di sela-sela pekerjaanya ia juga menulis puisi. Rida Nurdiani Lahir di Riau 12 Nopember 1967. Sarjana Pendikan Universitas Pakuan Bogor jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia ini bekerja sebagai Guru PNS di SMP Negeri 20 Bogor. Ia tinggal di Perumahan Onix Town House, Bogor. Salman Yoga S Lahir Aceh Tengah. Menulis semua jenis karya sastra. Karyanya terangkum lebih dari 89 judul buku antologi, bunga rampai, ensiklopedi dan jurnal. Samsuin Adlawi Lahir di Banyuwangi, 7 April 1970. Direktur Jawa Pos Radar Banyuwangi ini aktif menulis puisi dan esai, termasuk 99


ANTOLOGI PUISI RELIGI

ZIARAH SUNYI

kolom bahasa yang dimuat di rubrik Bahasa! majalah Tempo. Buku puisi tunggalnya Jaran Goyang (2009) dan Haiku Sunrise of Java (2011). Ia juga Ketua Dewan Kesenian Blambangan (DKB) Banyuwangi (2014-sekarang). Tulus Wijanarko Sehari-hari bekerja sebagai jurnalis di Tempo. Menulis puisi dan dipublikasikan di berbagai media cetak, online, dan antologi puisi bersama. Buku puisi tunggalnya antara lain Malam dengan Sebuah Tanda (2008) dan Surat Tantangan (2016). Tora Kundera Lelaki bernama asli Torben Rando Oroh ini lahir di Jakarta pada 4 Oktober 1979. Kini ia Ketua Jaringan Kerja Kebudayaan Rakyat (JAKER) Cabang Kota Depok dan Anggota Komite Sastra Dewan Kesenian Depok.. Uki Bayu Sedjati. Berkecimpung di sastra dan teater, juga sempat jadi dosen dan wartawan. Sampai sekarang penulis lepas-waktu, antara lain biografi, skenario semi-dokumenter, editor ragam tulisan, hingga mengisi pelatihan motivasi. Willy Ana Kelahiran Bengkulu, 29 September 1981, kini tinggal di Depok, Jawa Barat. Buku puisi tunggalnya Aku Berhak Bahagia (2016) dan Tabot: Aku Bengkulu (2017). Puisinya tersebar di beberapa antologi puisi bersama. Pemiliki blog: willyana.com ini orang di balik penerbitan buku puisi gempa Aceh 6,5 SR Luka Pidie Jaya (2017).

100



Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.