Hunian Vertikal Berbiaya Rendah - Proyek Akhir Sarjana Arsitektur

Page 1

PERANCANGAN RUMAH TINGGAL VERTIKAL BERBIAYA RENDAH DI NGAMPILAN YOGYAKARTA DENGAN PENDEKATAN FLEKSIBILITAS MUHAMMAD NAUFAL RAGA PRATAMA DYAH HENDRAWATI, ST. MSc.


PERANCANGAN RUMAH TINGGAL VERTIKAL BERBIAYA RENDAH DI NGAMPILAN YOGYAKARTA DENGAN PENDEKATAN FLEKSIBILITAS

BACHELOR FINAL PROJECT 2019/2020

Muhammad Naufal Raga Pratama Dyah Hendrawati, ST. MSc.



Pratama, Muhammad Naufal Raga Perancangan Rumah Tinggal Vertikal Berbiaya Rendah Muhammad Naufal Raga Pratama & Dyah Hendrawati - Yogyakarta : Universitas Islam Indonesia, 2019 - 88hlm

PERANCANGAN RUMAH TINGGAL VERTIKAL BERBIAYA RENDAH DI NGAMPILAN YOGYAKARTA DENGAN PENDEKATAN FLEKSIBILITAS

Penulis : 1. Muhammad Naufal Raga Pratama 2. Dyah Hendrawati

ISBN e-ISBN

©Muhammad Naufal Raga Pratama & Dyah Hendrawati Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang memperbanyak atau memindahkan seluruh atau sebagian isi buku dalam bentuk apapun, baik secara elektronik ataupun mekanik termasuk memfotokopi, tanpa izin tertulis dari penulis

Cetakan 1 Agustus 2019

Penerbit :

Kampus Terpadu UII, Jl. Kaliurang Km 14,5, Yogyakarta 55584, INDONESIA Tel. (0274) 896 447 Ext. 1301; Fax. (0274) 896 445 http://www.uii.ac.id; email: perpustakaan@uii.ac.id



Kata Pengantar Sulitnya untuk mendapatkan hunian atau tempat tinggal yang layak di Kota Yogyakarta, yang tidak lain disebabkan oleh tingginya harga tanah dan rumah tinggal di kota. Hal ini dipengaruhi oleh kepadatan penduduk dimana setiap tahunnya selalu meningkat dan akibatnya masyarakat berpenghasilan rendah lebih memilih untuk mendirikan hunian liar di pinggiran kota seperti pada bantaran sungai, yang tidak jelas hak miliknya. Meskipun di Kota Yogyakarta sudah terdapat beberapa rumah tinggal vertikal (Rusunawa), namun fungsinya masih belum optimal. Selain dari permasalahan pencahayaan dan penghawaan, Tipe yang tidak bervariasi dan berbentuk masif menyebabkan penghuni yang sudah berkeluarga terpaksa untuk bermukim di hunian dengan luasan yang terbatas dan tidak sesuai dengan kebutuhannya. Permasalahan tersebutlah yang menjadi dasar pemikiran dari Proyek Akhir Sarjana ini. Pada buku ini penulis berusaha untuk memberikan solusi dari permasalahan tersebut, dimana untuk lokasi yang dipilih sendiri berada di daerah Ngampilan yang merupakan kecamatan terpadat dengan persentase tingkat kekumuhan yang tertinggi di Kota Yogyakarta. Ngampilan merupakan kecamatan dengan tingkat pendapatan penduduk yang rendah. Sehingga sangat penting untuk memikirkan aspek ekonomi terhadap perancangan rumah tinggal vertikal ini, agar dapat terjangkau untuk masyarakat. Penulis sadar atas banyaknya kekurangan dalam produk tugas akhir pada buku ini. Namun penulis berharap buku ini dapat bermanfaat dan mampu menjadi alternatif solusi atau gagasan mengenai masalah permukiman di kota, dan keterjangkauan harga hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Serta semoga kedepannya semakin banyak bermunculan gagasan-gagasan hebat demi keberlangsungan kelayakan hidup masyarakat dalam kepemilikan hunian yang murah dan nyaman.

Muhammad Naufal Raga Pratama & Dyah Hendrawati


Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji dan syukur kepada Allah Subhanahuwata’ala atas limpahan Rahmat serta hidayahNya bagi kelancaran rangkaian pembuatan buku ini dengan judul “Perancangan Rumah Tinggal Vertikal Berbiaya Rendah di Ngampilan Yogyakarta Dengan Pendekatan Fleksibilitas”. Terima Kasih di tunjukan kepada Universitas Islam Indonesia atas penerbitan buku Proyek Akhir Sarjana ini, serta ucapan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah memberi bantuan dan mendukung penulis hingga proses pengerjaan buku ini selesai. Semoga buku ini dapat memberikan manfaat dan menginspirasi di dunia pendidikan serta masyarakat umum, khususnya daerah pemukiman padat dan kumuh di Indonesia.

Muhammad Naufal Raga Pratama & Dyah Hendrawati



Abstrak Kepadatan penduduk di kota-kota besar seperti Kota Yogyakarta setiap tahunnya selalu meningkat, dimana jika hal ini terus terjadi kebutuhan akan rumah tinggal akan semakin sulit untuk terpenuhi, dan berdampak pada tingginya harga tanah dan rumah tinggal di kota. Akibatnya masyarakat berpenghasilan rendah lebih memilih untuk mendirikan hunian liar di pinggiran kota seperti pada bantaran sungai, yang tidak jelas hak miliknya. Seperti pada Kecamatan Ngampilan yang merupakan kecamatan terpadat dengan persentase tingkat kekumuhan yang tertinggi di Kota Yogyakarta. Dimana jika ditinjau dari pertumbuhan ekonominya, kecamatan ini merupakan kecamatan yang relatif tertinggal dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi namun pendapatan perkapitanya rendah. Rumah tinggal vertikal sebagai solusi menjawab permasalahan kepadatan, dan kebutuhan akan rumah tinggal di kota yang sudah lama dikenalkan oleh para perancang perkotaan. Namun, pada rumah tinggal vertikal (rusunawa) yang sudah ada di Kota Yogyakarta masih belum optimal. Selain dari permasalahan pencahayaan dan penghawaan, Tipe yang tidak bervariasi dan berbentuk masif menyebabkan penghuni yang sudah berkeluarga terpaksa untuk bermukim di hunian dengan luasan yang terbatas dan tidak sesuai dengan kebutuhannya. Konsep fleksibilitas diterapkan sebagai solusi, karena memberikan kemudahan, kebebasan, penghematan biaya serta sebagai solusi dari perbedaan keinginan dan kebutuhan penghuni. Dimana penghuni dapat dengan bebas menata, merubah, memperluas layout ruang dan ukuran hunian sesuai dengan kebutuhannya. Selian itu penggunaan material dengan sistem modular terbukti mampu mengurangi biaya pembangunan pada perancangan hunian ini. Sedangkan untuk mencapai kenyamanan termal pada hunian, tata masa pada perancangan ini diarahkan untuk merespon kondisi iklim pada site perancangan, dimana dari hasil pengujian desain angin dapat mengalir ke unit-unit di tiap bangunan. Kata Kunci : Rumah Tinggal Vertikal, Low Cost Building, Fleksibilitas

9


CONTENTS

10


01 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Batasan Peta Persoalan

04 Konsep

02 Tentang Lokasi Batas dan Luas Site Demografi Penduduk Data Pekerjaan Peraturan Bangunan Pergerakan Angin & Matahari

05 Siteplan Denah Spesifikasi Bangunan Perhitungan RAB Skema Pembelian Detail Unit,Partisi,Komunal Penghawaan Infrastruktur Model 3D

03 Kajian Teori Preseden

06 Referensi


12


1 PENDAHULUAN

13


14


Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk Tinggi

Kepadatan penduduk di kota-kota besar seperti Kota Yogyakarta setiap tahunnya selalu meningkat, ini diakibatkan oleh pertumbuhan penduduk serta arus urbaniasasi yang tinggi, dikarenakan penduduk lebih memilih untuk pindah dan menetap di Kota Yogyakarta dengan faktor daya tarik kota sebagai pusat kegiatan yang menawarkan berbagai fasilitas, seperti pendidikan, ekonomi, wisata serta pemukiman.

15

Kecamatan Ngampilan berada di tengah Kota Yogyakarta, dimana tiap tahunnya menjadi wilayah dengan kepadatan penduduk tertinggi dibandingkan dengan kecamatan lainnya yang berada di Kota Yogyakarta, dan di proyeksikan akan terus meningkat setiap tahun. Belum lagi kedatangan penduduk yang pindah ke kecamatan Ngampilan juga turut mempengaruhi kepadatan penduduk.


Kebutuhan Rumah Tinggal Layak Akibat pertumbuhan penduduk yang tinggi, menyebabkan kebutuhan akan rumah tinggal semakin sulit untuk terpenuhi. Terlebih karena tanah dan hunian yang tersedia di kota jumlahnya terbatas dibandingkan dengan jumlah permintaan yang ada. Daya Mineral DIY menyatakan bahwa di Kota Yogyakarta permintaan akan rumah tinggal mencapai 101.562 unit, sedangkan rumah tinggal yang ada hanya berjumlah 92.965 unit, sehingga masih banyak masyarakat yang belum memiliki rumah. Hunian vertikal dalam bentuk rumah susun merupakan alternatif solusi untuk mengatasi lonjakan kebutuhan hunian untuk masyarakat. Namun di kecamatan Ngampilan saat ini belum ada unit rumah susun. Saat ini di Kota Yogyakarta memiliki 3 hunian vertikal atau rumah susun yang berada di bantaran Kali Code. Akan tetapi berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan sebelumnya, rumah susun yang sudah ada masih belum optimal karena tidak sesuai dengan kebiasaan dan latar belakang masyarakat sebelumnya. Belum lagi keadaan infrastruktur dan keadaan bangunan yang tidak nyaman. Perbedaan lingkungan dan pola hidup di rumah susun dan rumah sebelumnya, juga turut mempengaruhi tingkat kenyamanan penghuni. Terutama pada adaptasi terhadap lingkungan fisik yang berupa keterbatasan ruang, penggunaan ruang, tempat menjemur, tempat menanam, kebutuhan air minum, dan lingkungan bermain anak. Yang paling mendasar terletak pada perubahan lingkungan sosial berupa interaksi antar penghuni yang mulai berkurang (Purwaningsih, 2011).

16

Kebutuhan : 101.562 Unit

Tersedia : 92.965 Unit


Perekonomian Karena tingginya harga tanah dan rumah tinggal di kota, membuat kebutuhan rumah sulit dijangkau terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah, dan menengah kebawah akibatnya masyarakat lebih memilih untuk mendirikan hunian liar di pinggiran kota seperti sungai Winongo, yang tidak jelas hak miliknya. Hal ini jika dibiarkan terus menerus akan menyebabkan semakin banyaknya pemukiman yang menetap disini dan menimbulkan permasalahan. Sedangkan jika ditinjau dalam aspek pertumbuhan ekonomi, Kecamatan Ngampilan merupakan kecamatan yang relatif tertinggal dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi namun

17

pendapatan perkapitanya lebih rendah dibanding dengan angka di Kota Yogyakarta. (Perda, 2017) Dimana dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 05/PRT/M/2007 menyatakan bahwa masyarakat berpenghasilan menengah kebawah adalah masyarakat yang berpenghasilan Rp. 2.500.000,- hingga Rp. 4.000.000,- per bulan, sedangkan masyarakat berpenghasilan rendah yaitu Rp. 1.000.000,- sampai Rp. 2.500.000,- perbulan.


Pemukiman Kumuh

Meningkatnya kebutuhan akan rumah tinggal serta sulitnya untuk mendapatkan rumah membuat masyarakat memilih untuk tinggal di pinggiran kota seperti bantaran sungai, dimana akan menjadi permasalahan permukiman dan perumahan yang kumuh, terutama pada daerah Ngampilan. Berdasarkan SK Walikota Nomor 393 Tahun 2014, menyebutkan bahwa sebagian besar permukiman kumuh tersebut umumnya memang terdapat di sepanjang bantaran sungai yang melintasi Kota Yogyakarta, seperti Kali Winongo, Kali Code dan Kali Gadjah Wong.

18

Selain itu pada desa Ngampilan sendiri, pinggiran sungai dipenuhi dengan pemukiman padat semi permanen, dimana terjadi pembuangan sampah langsung ke sungai, yang jika dibiarkan akan menyebabkan semakin kumuhnya area ini serta kerusakan lingkungan. Data disebutkan bahwa Ngampilan merupakan wilayah yang paling kumuh, yaitu 16,4% dari luas wilayahnya, paling tinggi dibandingkan dengan kecamatan-kecamatan lain.


19


Rumusan Masalah Permasalahan Umum Bagaimana merancang rumah tinggal vertikal berbiaya rendah di Ngampilan Yogyakarta, dengan menerapkan pendekatan Fleksibilitas? Permasalahan Khusus 1. Bagaimana merancang rumah tinggal vertikal yang fleksibel sehingga nyaman untuk dihuni? 2. Bagaimana pemilihan material dan metode pengaplikasian pada bangunan agar biaya pembangunannya rendah? 3. Bagaimana merancang unit hunian yang murah namun tetap nyaman terhadap termal bagi penghuninya?

Tujuan Merancang hunian vertikal dengan biaya rendah agar dapat memenuhi kebutuhan rumah tinggal khususnya masyarakat berpenghasilan rendah serta untuk mengatasi permasalahan kepadatan dan kekumuhan yang terus menerus meningkat.

Batasan Batasan permasalahan pada perancangan ini yaitu berupa konsep Bangunan Rumah Tinggal Vertikal berupa tata ruang dalam dan ruang luar, bentuk bangunan, dan tata bangunan di Ngampilan Yogyakarta yang Berbiaya Rendah serta Fleksibel sehingga nyaman untuk penghuninya.

20


Peta Permasalahan

21


22


2 KONTEKS SITE

23


24


Tentang Lokasi Kelurahan Ngampilan merupakan kawasan yang berada di Tengah Kota Yogyakarta dan di bantaran sungai Winongo, dengan luas 0,45 km2. Kelurahan ini terdiri dari 13 RW, namun yang berada di bantaran sungai Winongo yaitu RW 01 dan 02, yang menjadi kawasan padat dan kumuh di bantaran sungai. Perancangan rumah susun ini terletak di RW 02 khususnya pada RT 09, 10, 11 Ngampilan yang dihuni oleh 101 kepala keluarga. Dimana lokasi perancangan ini merupakan kawasan hunian dengan kepadatan tinggi yang akan terus bertambah setiap tahunnya, dan masuk dalam program pemprov DIY yaitu Kotaku (Kota Tanpa Kumuh), yang merupakan upaya dari pemerintah untuk melakukan peningkatan, pengelolaan, dan pencegahan mengenai pemukiman kumuh. Keadaan lingkungan di RW 02 kurang tertata, berbeda dengan RW 01 yang sudah cukup baik, pemukiman masyarakat RW 02 juga masih cukup banyak yang menyalahi sempadan sungai. Bantaran sungai Winongo khususnya di kelurahan Ngampilan sudah bertanggul, sehingga jarak sempadan minimal 3 meter, namun kenyataannya pada RW 02 jarak antara tanggul dan pemukiman hanya 1,5 meter. Belum lagi permasalahan sampah yang berasal dari masyarakat sekitar ataupun kiriman dari area hulu sungai.

25



Batas & Ukuran Site Site perancangan merupakan kawasan hunian kepadatan tinggi di bantaran sungai, dengan luas 8.650 m2. Lokasi perencanaan in dipilih karena : 1. Kepadatan penduduk yang tinggi. 2. Belum adanya rusun di sekitar site. 3. Land use sesuai dengan perencanaan kota. 4. Beberapa hunian masih menyalahi sempadan sungai sehingga harus di tata. 5. Adanya lahan kosong di RT 09 yang dapat dikembangkan. 6. Rendahnya tingkat pendapatan masyarakat, karena pada RT 09, 10, 11 meruapakan area yang paling banyak pedagang dan buruhnya, namun sedikit untuk pegawai swasta dan PNS. Batas Utara : RT 08 Batas Selatan : RT 12 Batas Timur : Jalan Kampung Batas Barat : Sungai Winongo


Demografi Penduduk

28


Data Pekerjaan

Dari data penduduk disamping, dapat diambil kesimpulan bahwa masih cukup banyak hunian yang diisi oleh beberapa kepala keluarga menengah kebawah yang rata-rata berprofesi sebagai pedagang, buruh dan pegawai swasta. Data ini juga digunakan untuk menghitung kebutuhan unit hunian yang akan dibangun. Jumlah unit hunian dihitung dari jumlah kepala keluarga yang sudah ada kemudian ditambahkan untuk proyeksi pertambahan sebanyak 30%. Jumlah Unit

29

= Jumlah KK + (Jumlah KK x 30%) = 101 KK + ( 101 KK x 30%) = 101 KK + 31 KK = 132 Unit


Peraturan Bangunan KDB maksimal 80% KLB maksimal 4 KDH minimal 20% GSB minimal 4,5 meter GSS minimal 3 meter

30


Pergerakan Matahari Pada Site Dari grafik yang di dapat ditunjukan arah pergerakan matahari sepanjang tahun yang melintasi area site. Dimana diketahui bahwa posisi matahari krisis pada pukul 11.00-15.00 WIB, sehingga posisi matahari tersebut dapat dijadikan pertimbangan dalam perancangan bangunan ini.

Arah Angin Pada Site Angin pada site dominan berhembus dari arah selatan dengan kecepatan hingga 4m/s, kecepatan angin berdasarkan data dapat direduksi untuk mengetahui angin mikro. Kecepatan angin mikro didapati dengan memberi faktor reduksi 0,75, sehingga menjadi 3m/s. Kemudian karena data bersumber dari website meteoblue. com yang diambil pada ketinggian 10 meter diatas permukaan tanah, sehingga kecepatan angin tersebut harus di konversikan lagi agar sesuai dengan keadaan site perancangan Tabel menjelaskan bahwa semakin padat pemukiman yang dilewati angin maka kecepatan angin semakin berkurang. Lokasi perancangan merupakan kota dengan kepadatan yang tinggi. Sehingga kecepatan angin 3m/s harus dikalikan 0,4 menjadi 1,2m/s. Dari hasil yang di dapat, merupakan kecepatan angin yang masih nyaman, karena tidak lebih dari 1,5m/s. Hasil data arah dan kecepatan angin ini akan dijadikan sebagai pedoman dalam menentukan arah bukaan pada bangunan.

31


32


3 TEORI DAN PRESEDEN

33


Low Cost Building Low Cost Building atau bangunan biaya rendah merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan unit bangunan yang total biaya pembangunannya dianggap “Terjangkau� bagi sekelompok orang dalam kisaran pendapatan tertentu. (Taur, 2009). Tujuan dari pendekatan ini yaitu untuk menghasilkan bangunan dimana biaya dan harganya murah sehingga dapat mempermudah serta meringankan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan rumah tinggalnya. Prinsip :

Memperhatikan Keadaan Ekonomi

Ruang Optimal & Efisien

Konstruksi Yang Efektif

Efisiensi Energi

Berbasis Teknologi

-Material -Orientasi -Bentuk -Bukaan

Sistem Modular Modul merupakan unit terkecil dari sebuah ruang yang dihasilkan dari penggabungan beberapa modul atau dari unit itu sendiri. Sehingga akan membentuk ruang yang fleksibel serta untuk mereduksi keragaman ukuran dalam tiap komponen (Lo, 2015). Prinsip dari sistem modular ini yaitu menggunakan suatu ukuran standar yang mengkoordinir dimensi-dimensi lain dengan fungsi yang sama. Sistem modular memiliki beberapa keuntungan antara lain (Kamali, 2016): c. Mempercepat proses pembangunan, dimana waktu pengerjaan akan lebih efisien.

34

d. Lebih aman, karena mengurangi tingkat kecelakaan saat pembangunan hingga 80%. e. Kualitas terjamin, karena setiap komponen modul dikerjakan dengan kualitas yang sesuai dengan standar. f. Membutuhkan tenaga kerja yang sedikit dibandingkan dengan pengerjaan konvensional g. Lebih ramah lingkungan, karena akan mengurangi limbah konstruksi & material terbuang. h. Lebih murah, hal ini dipengaruhi oleh kecepatan pengerjaan, dan tenaga kerja. Selain itu penggunaan material yang efisien juga turut mempengaruhi, sehingga dapat menghemat biaya 10% - 25%.


Fleksibilitas Fleksibilitas adalah Kelenturan, keluwesan atau penyesuaian diri dengan mudah dan cepat. Fleksibilitas penggunaan ruang adalah suatu sifat kemungkinan yang di gunakan dalam sebuah ruang untuk berbagai macam kegiatan dan dapat dirubah sewaktu - waktu sesuai susunan yang di tentukan tanpa harus mengubah tatanan/ bentuk bangunan. (Ahsana, 2014) 3 konsep fleksibilitas ruang, sebagai berikut(Toekio, 2000) : a. Ekspansibilitas (Expansibility) Ekspansi memungkinkan terjadinya perubahan ruang, dengan cara memperluas atau memodifikasi ruang.

Dimana dalam waktu kedepan pertumbuhan dapat dilakukan sesuai kebutuhan. b. Konvertibilitas (Convertibility) Perubahan suasana dan orientasi bangunan dimungkinkan dalam jangka waktu kedepan sesuai keinginan pengguna, tanpa harus merombak secara keseluruhan. c. Versatilitas (Versatility) Memungkinkan penggunaan ruang multifungsi yang dapat mewadahi aktivitas beragam dalam satu ruang sama dengan jangka waktu yang berbeda.

Kenyamanan Termal Merupakan kondisi suhu ideal atau tidak panas dan tidak dingin yang dirasakan oleh seseorang terhadap kondisi lingkungan dan benda-benda di sekitarnya. Kenyamanan termal dipengaruhi oleh dua faktor: (1) Faktor fisik (physical environment) : suhu udara, kelembaban relatif, kecepatan angin; (2) Faktor non fisik (non physical environment) : jenis kelamin, umur atau usia, pakaian yang dipakai, jenis aktivitas yang sedang dikerjakan. Kondisi nyaman termal di Indonesia menurut SNI T-14-1993-03, yaitu :

35


Ragam Unit Rusun Jogja

Unit Rusun Jogoyudan

Unit Rusun Juminahan

Rumah susun di Kota Yogyakarta memiliki luas unit dari 21m2 hingga 24m2, padahal menurut Permen PU/05PRT-M-2007, luasan 21-24m2 merupakan tipe rumah susun dengan 1 kamar yang ditujukan untuk penghuni yang belum berkeluarga. Tipe yang tidak bervariasi dan berbentuk masif menyebabkan penghuni terpaksa untuk bermukim di hunian dengan luasan yang terbatas dan tidak sesuai dengan kebutuhannya.

Unit Rusun Cokrodirjan

Selain itu permasalahan mengenai pencahayaan, penghawaan dan air hujan pada bangunan yang disebabkan oleh shading matahari yang belum optimal, penempatan vegetasi, dan penggunaan material berupa atap metal, sehingga mengurangi kenyamanan penghuni.

36


Preseden : Apartemen Rakyat Cingised Bandung

Apartemen rakyat ini merupakan rancangan dari studio Akonoma untuk program aparteman rakyat kota Bandung dengan total 154 unit hunian. Lokasi yang dipilih yaitu terletak di kawasan padat penduduk. Ditujukan untuk masyarakat berpenghasilan rendah, sehingga memungkinkan untuk bekerja didalamnya.

37

Bangunan ini berkonsep interkoneksi antara manusia dengan lingkungannya, bangunan dengan alam, manusia dan sesamanya. Yang diharapkan bangunan tersebut dapat memberikan ruang yang cukup kepada alam untuk hidup bersama-sama. Bangunan ini memiliki 3 tipe unit hunian dengan ukuran yang beragam.


Preseden : Kampung Semampir Surabaya

Bangunan ini merupakan sebuah kampung vertikal hasil transformasi dari kampung eksisting Stren Kali Surabaya. Konsep dari bangunan ini yaitu mempertahankan karakter eksisting kampung stren kali, yang kaya akan karakter lokal, keberagaman bentuk geometri, warna, material, volume, potensi ekonomi, dan kreativitas. Sehingga kreatifitas warga beserta kearifan lokalnya sangat menentukan arsitektur unit hunian masing-masing. Menggunakan material bekas rumah warga untuk menekan biaya pembangunan, dan penggunaan modul 4 m x 4 m, sehingga tipe hunian disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat.

38


Preseden : Quinta Monroy, Chili Merupakan penataan ulang pemukiman 100 keluarga di Quinta Monroy, Chili. dimana selama 30 tahun terakhir telah ditempati secara ilegal. Terletak di pusat kota Iquique dengan luas lahan 5000m2, sehingga membuat biaya pembangunan di area ini terbilang cukup mahal. Sehingga, setiap unit hunian hanya dibangun sebesar 50% saja. Namun masih dapat di kembangkan sisanya, sehingga konstruksi diawal harus mendukung untuk pengembangan selanjutnya. Selain itu masyarakat diberikan kebebasan untuk menggunakan material berdasarkan kemampuan dan kemauan mereka.

39


40


4 KONSEP

41


Konsep Umum

Berbiaya Rendah Pemilihan Jenis Material dan Penggunaan Sistem Modular

Fleksibel Solusi Dari Perbedaan Kebutuhan dan Keinginan Pembeli

Nyaman Merespon Keadaan Iklim Terutama Kecepatan Angin dan Arah Matahari

42


Konsep Fleksibilitas Ruang konsep fleksibelitas, yang terkait dengan kenyamanan dan kebutuhan penghuni yang berbeda-beda. Pada perancangan hunian vertikal ini tiap unit yang dijual merupakan denah kosong, yang hanya disediakan kamar mandi dan dapur yang permanen, selebihnya penghuni diberikan kebebasan untuk menata layout ruangnya. Hal ini juga bertujuan untuk mengurangi biaya pembangunan.

43


Konsep Partisi

Pembentukan ruang pada unit hunian menggunakan partisi dengan lebar modul 60cm dengan beberapa alternatif pilihan partisi. Untuk pemasangannya, penghuni hanya perlu menyiapkan bahan partisi yang dapat berupa triplek, gypsum, ataupun anyaman bambu kemudian diletakan pada rangka kayu berdimensi 4/4 dengan lebar 60cm dan tinggi 288cm yang selanjutnya ditegakkan, dan dikunci dengan grendel pada lantai.

44


Konsep Pengembangan

Dengan menggunakan sistem modular, membuat bangunan ini dapat tumbuh, pada tiap unit hunian memiliki space kosong berukuran 3 x 3 meter, yang dapat digunakan untuk pengembangan luas unit hunian apabila terjadi pertambahan anggota keluarga. Atau jika tidak, space kosong ini dapat digunakan sebagai teras atau halaman yang dapat mereka gunakan sesuai dengan kebutuhannya.

45


Konsep Bentuk dan Struktur penetapan bentuk terutama pada unit hunian tidak boleh bersudut banyak atau melengkung, karena hal ini akan menyebabkan kerumitan saat pengerjaan dan tidak efektifnya material yang digunakan. Dengan modul 60cm x 60cm, didapati hunian berbentuk persegi yang berukuran 3m x 6m, dan 6m x 6m. Pemilihan bentuk persegi juga memberikan kemudahan dalam fleksibilitas ruang, terutama dalam penataan layout ruang dan pengembangan unit.

46

Sedangkan sistem struktur yang digunakan yaitu sistem struktur rangka dengan material beton bertulang dengan jarak kolom 6 x 6 meter, yang disesuaikan dengan modul ruang dan efektifitas material yang digunakan, hal ini mengingat karena ukuran tulangan baja untuk beton 12 meter, sehingga untuk menghindarai pemborosan karena ada material yang terbuang digunakan grid 6 meter. Pemilihan material beton karena relatif lebih murah dan lebih kokoh di bandingkan dengan material baja.


Konsep Material material yang digunakan pada selubung bangunan yaitu dinding precast merek Wallplus, pemilihan material ini karena lebih murah, lebih ringan sehingga dapat mengurangi biaya struktur, fleksibel, dan cepat pengerjaannya.

47


Konsep Penataan Ruang Pada tiap blok bangunan menggunakan tipe koridor single yang dihubungkan oleh ruang komunal di area tengahnya. Di tiap lantai terdapat 10 unit hunian, dengan perbandingan 6 unit tipe 36, dan 4 unit tipe 18. Yang ditata secara acak, sehingga terdapat area pengembangan di antara tiap unit hunian tersebut.

48

Selain itu penataan unit hunian yang acak tersebut mengasilkan bentuk fasad yang variatif, dengan lobang-lobang (area pengembangan) sebagai jalur masuknya angin. Meskipun penataan unit huniannya acak, akan tetapi shaft air tetap menerus dan tidak mengganggu ruang-ruang unit lain.


Konsep Penghawaan Bangunan harus memiliki pori-pori atau bukaan yang dapat memasukan angin, sehingga terjadi cross ventilation. Pada tiap blok massa hunian, area pengembangan tiap unit dimanfaatkan sebagai lorong angin atau media untuk memasukan angin.

Penataan unit hunian yang sedemikian membuat angin yang masuk dari arah selatan tidak langsung menerus dan lewat begitu saja, tetapi juga dibelokan dan masuk ke dalam bukaan pada tiap unit, sehingga dapat memaksimalkan penghawaan alami. Selain itu tatanan unit dibuat berbentuk zig-zag di tiap lantainya, sehingga menghasilkan celah atau bukaan yang beragam, yang turut mempengaruhi laju masuknya angin.

49


Konsep Massa

Step 1 Bangunan memanjang mengikuti bentuk site untuk memaksimalkan penggunaan lahan. Akan tetapi terpapar sinar matahari berlebih dari arah barat.

Step 2 Untuk menghindari matahari dari arah barat, massa bangunan dipecah, sehingga orientasi bukaan pada unit menghadap ke arah utara dan selatan.

50


Step 3 Bangunan memiliki banyak bukaan dan lubang sebagai media memasukan angin yang berhembus dari arah selatan, sehingga angin dapat mengalir ke tiap unit.

Step 4 Penambahan area publik pada bagian depan sebagai penghubung antar blok, merespon peraturan M3K, rencana wisata winongo 2030, serta untuk memanfaatkan kontur yang miring.

51


52


5 HASIL RANCANGAN

53


54


Fleksibel Solusi dari perbedaan kebutuhan & keinginan penghuni

Berbiaya Rendah Pemilihan jenis material dan penggunaan sistem modular

Nyaman Merespon keadaan iklim terutama kecepatan angin dan matahari

55


Sungai

Parkir Umum

Enteranc e Utama

56

Winon

go


Enterance

57


Denah

Lantai Dasar

Lantai 1

Lantai LG

58

Lantai 2


Spesifikasi Proyek ini terdiri dari 5 Blok massa bangunan, yang dihubungkan pada lantai lower ground, yang juga difungsikan sebagai area publik bagi penghuni dan pengunjung. Untuk merespon peraturan pemerintah M3K dan Rencana Wisata Winongo 2030. Sedangkan fungsi hunian terletak dari lantai dasar hingga lantai 3, dengan fasilitas parkir di lantai dasar tiap blok bangunan, area komunal di tiap lantai, dan area jemur di lantai atap. Luas Terbangun 9829,6 m2 Lantai 3

Lantai Atap

190 Unit Hunian : 107 Unit Tipe 36 75 Unit Tipe 18 8 Unit Tipe Difabel Fasilitas : Ruang Komunal Ruang Jemur Parkir Mushola Balai Warga Perpustakaan Klinik Kios Gudang

59


60


Perhitungan RAB & Penetapan Harga Dari hasil yang didapat jika dibagi dengan total luas hunian terbangun maka harga per-m2, yaitu 4,3 Juta. Sehingga didapati harga tiap unitnya yaitu tipe 18/27 dengan harga 77 Juta, dan tipe 36/45 dengan harga 154 Juta. Harga ini terbilang murah, jika dibandingankan dengan harga rumah tapak dengan luasan 36m2 di Kota Yogyakarta berkisar dari harga 330 Juta hingga 495 Juta atau 9,1 Juta/m2 – 13,7 Juta/m2. Sedangkan rumah susun di DIY memiliki harga 130 juta namun dengan luasan hanya 22m2 atau 6,5 juta/m2, dengan lokasi di Sleman atau tidak di Kota Yogyakarta. Dimana harga unit tersebut telah disesuaikan dengan pendapatan masyarakat Ngampilan yang berpenghasilan menengah kebawah. Dengan patokan penghasilan UMR Yogyakarta sebesar Rp. 1.850.000,- yang diasumsikan 30 persennya untuk membayar angsuran rumah mulai dari Rp.550.000,-/bulan. Sehingga untuk unit tipe 18 dapat diangsur maksimal 11 tahun, dan tipe 36 dapat diangsur maksimal 22 tahun.

61


Skema Pembelian

1. Penghuni membeli unit hunian sesuai tipe yang diinginkan. Tiap unit yang dijual merupakan denah kosong, yang disediakan hanyalah kamar mandi dan dapur yang bersifat permanen. Hal ini bertujuan untuk mengurangi biaya pembangunan

3. Penghuni dapat menggunakan partisi dengan modul 60cm berbahan bebas, seperti triplek, gypsum, atau anyaman bambu, untuk membentuk ruangnya. Penghuni dapat membuat partisinya sendiri, ataupun dengan jasa tukang.

2. Penghuni diberikan kebebasan untuk menata dan membentuk ruangan - ruangannya sendiri pada unit hunian miliknya. Mengingat akan perbedaan kebutuhan dan keinginan dari tiap penghuni, selain itu karena bersifat modular, tiap ruang menjadi fleksibel dan dapat dirubah sewaktu-waktu.

4. Tiap unit hunian memiliki space kosong berukuran 3 x 3 meter, yang dapat digunakan untuk pengembangan luas unit hunian apabila terjadi pertambahan anggota keluarga. Atau jika tidak, space kosong tersebut dapat digunakan sebagai teras atau halaman.

62


Tanpa Layout

Layout Fleksibel

Sekat Partisi

Penambahan Ruang

63


Detail Unit Tiap unit pada bangunan ini menerapkan konsep fleksibilitas dan pendekatan low cost building, yang dijawab dengan penggunaan sistem modular. Material modular yang digunakan pada bangunan ini yaitu dinding prefab merk Wallplus, selain itu untuk pembentukan ruang pada bangunan menggunakan partisi berdimensi 60cm x 280cm, berbahan pengisi seperti triplek, grc, gypsum, dan anyaman bambu. Untuk lantai menggunakan keramik berukuran 30cm x 30cm yang disesuaikan dengan modul ruang, serta tanpa plafon, untuk mengurangi biaya pembangunan.

64



Detail Partisi Dari hasil analisis dan skematik perancangan, untuk pembentukan ruang baru, penghuni dapat menggunakan partisi dengan ukuran modul 60cm berbahan bebas, sebagai contoh dapat menggunakan triplek, gypsum, atau anyaman bambu. Untuk pemasangannya, penghuni hanya perlu menyiapkan bahan pengisi partisi dan rangka kayu berdimensi 4/4 dengan lebar 60cm dan tinggi 288cm. Bahan pengisi partisi disambungkan pada kayu yang selanjutnya ditegakkan, dan dikunci dengan grendel pada lantai.

66



Alternatif Layout Unit Tipe 18

68


69


Alternatif Layout Unit Tipe 36

70


71


Penghawaan Bangunan tidak menghadap ke arah barat, sehingga sinar matahari langsung tidak masuk ke dalam unit hunian, dan mengganggu kenyamanan termal. Bentuk blok bangunan yang memanjang tidak menghadap matahari, dimanfaatkan sebagai arah bukaan pada tiap unit hunian.

Penataan unit hunian yang sedemikian membuat angin yang masuk dari arah selatan tidak langsung menerus dan lewat begitu saja, tetapi juga dibelokan dan masuk ke dalam bukaan pada tiap unit. Angin masuk melalui bukaan dan area pengembangan.

72


Uji Angin Pengujian dilakukan dengan menggunakan aplikasi Flow Design, dengan kecepatan angin rata-rata 1,2m/s dari arah selatan. Dari pengujian yang telah dilakukan didapati bahwa angin dapat masuk melalui celah-celah pada bangunan seperti area pengembangan, void, dan bukaan lainnya. Selain itu massa bangunan yang berbentuk zigzag dan jarak antar massa 12 meter juga turut mempengaruhi pergerakan arah angin. Dari hasil yang didapat, aliran udara yang mengenai permukaan dan masuk ke dalam bangunan berada pada kecepatan yang nyaman ditandai dengan warna biru muda.

73


74


Ruang Komunal

Skylight, untuk memasukan cahaya matahari sebagai penerangan alami, namun tetap terhindar dari hujan.

Ruang Komunal Dengan perletakan zigzag agar dihasilkan ketinggian antar lantai yang besar, untuk memberikan kesan lega, sirkulasi yang baik & memungkinkan penghuni untuk dapat berinteraksi dengan lantai diatas dan dibawahnya.


Area Bantaran Sungai Berdasarkan gagasan dari Gubernur DIY Sri Sultan HB X, yang menyatakan konsep penataan pemukiman M3K yaitu Munggah, Mundur, Madhep Kali. Dimana Madhep kali diartikan sebagai arah orientasi muka bangunan. Sehingga area penerima dan enterance utama berada di lantai low ground dan berorientasi ke arah sungai. Selain itu dalam perancangan hunian vertikal ini, pada area depan yang merupakan bantaran sungai akan diolah menjadi open space, serta terdapat area komersial berupa kios-kios yang disewakan. Mengingat untuk merespon rencana Wisata Winongo 2030.


77


Sistem Struktur Sistem struktur yang digunakan pada bangunan ini yaitu struktur rangka bermaterial beton bertulang, penggunaan sistem struktur ini beralasan lebih konvensional sehingga lebih mudah untuk dibangun, selain itu harganya yang relatif lebih murah dibandingkan dengan material lain. Menggunakan dimensi kolom 40/40, balok induk 30/45 dan balok anak 20/35. Sedangkan untuk pondasi menggunakan pondasi footplat dan pondasi menerus. Untuk atap menggunakan kuda-kuda baja ringan. Pada bagian patahan atau tanah yang berkontur curam, ditahan dengan menggunakan retaining wall. Struktur dibuat rata dalam atau terekspos, agar unit hunian di dalamnya tidak terganggu dengan kolom atau balok yang menonjol, yang terkait dengan fleksibilitas ruang. Selain itu juga memberikan aksen pada fasad bangunan, sehingga tidak diperlukannya lagi fasad tambahan yang berdampak pada biaya pembangunan.

78


Distribusi Air Bersih Sistem distribusi pada bangunan ini menggunakan sistem down feed, dimana air dari ground water tank dipompa menuju rooftank yang berada di lantai atap, yang kemudian akan di distribusikan ke tiap unit menggunkan shaft-shaft unit di tiap lantai.

79


80


81


Model 3D

82


83


84


6 REFERENSI

85


Buku : Ariestadi, D. (2008). Teknik Struktur Bangunan Jilid 2. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Ashworth, A. (1994). Perencanaan Biaya Bangunan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Frick, H. (2007). Sistem Bentuk Struktur Bangunan. Yogyakarta: Kasinus. Lechner, R. (2015). Heating, Cooling, Lighting Sustainable Methods for Architect 4th Edition. New Jersey: John Wiley & Sons,Inc. Lippsmeier, G. (1997). Bangunan Tropis. Jakarta: Erlangga. Mascai, J. (1976). Housing. New York: John Wiley and Sons. Satwiko. (2009). Pengertian Kenyamanan Dalam Suatu Bangunan. Yogyakarta: Wignjosoebroto. Satwiko, P. (2005). Fisika Bangunan 2 Edisi 1. Yogyakarta: Andi. Toekio. (2000). Dimensi Ruang dan Waktu. Bandung: Intermatra. Jurnal : Ahsana. (2014). Fleksibilitas Interior Unit Hunian pada Rumah Susun di Kota Malang. Teknik Arsitektur Universitas Brawijaya. Ashadi. (2017). Konsep Desain Rumah Sederhana Tipe Kecil Dengan Mempertimbangkan Kenyamanan Ruang. Jurnal Arsitektur Nalars Volume 16 Nomor 1, 1-14. Kamali, M. (2016). Life Cycle Performance of Modular Building. Elsevier, 12. Kolcaba, K. (2005). Comfort Theory and Its Application to Pediatric Nursing. Pediatric Nursing, 187-194. Lo, T. T. (2015). ModRule: A User-Centric Mass Housing Design Platform. ResearchGate. Mulyandari, H. (2012). Tipologi Rumah Susun di Yogyakarta. Jurnal Teknik Sipil dan Perencanaan No.2 Volume 14, 107. Moore, F. (1993). Environmental Control System. Singapore: McGraw-Hill Inc. Purwaningsih, E. (2011). Penyesuain Diri Penghuni Rumah Terhadap Lingkungan Tempat Tinggal. Majalah Geografi Indonesia, 159. Robertson, G. (2009). Passive Design Toolkit. Amerika Utara. Suaheni, H. (2012). Parameter Untuk Menyusun Stratifikasi Penghasilan Studi Kasus : Kecamatan Ngampilan Kota Yogyakarta. Jurnal Permukiman, Vol 7, 56. Sushanti, A. B. (2015). Pengaruh Fasade Bangunan Terhadap Pencahayaan Alami Pada Laboratorium Politeknik Negeri Malang. Jurnal Mahasiswa Jurusan Arsitektur 3, 14. Taur, R. (2009). Low Cost Housing. ACSGE, 1. UNY, K. (2015). Laporan Kelompok Kuliah Kerja Nyata RW 02 Ngampilan. Yogyakarta: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat.

86


Peraturan Daerah : Perda. (2017). Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 11 Tahun 2017., (hal. 17). Yogyakarta. Internet : Aravena, A. (2008, 12 31). Quinta Monroy. Diambil kembali dari Archdaily: https://www.archdaily. com/10775/quinta-monroy-elemental Lim, Y. S. (2011, 01 10). Keberagaman Kampung Vertikal. Diambil kembali dari Yu Sing: http://rumahyusing.blogspot.com/2011/01/keberagaman-kampung-vertikal.html Lim, Y. S. (2016, 3 17). Apartemen Rakyat Cingised Bandung. Diambil kembali dari Yu Sing: http://rumahyusing.blogspot.com/2016/03/apartemen-rakyat-cingised-bandung.html

87


Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Jurusan Arsitektur 2019



FACULTY OF CIVIL ENGINEERING AND PLANNING


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.