STUDI KOMPARASI RADIKALISASI PETANI DAN RADIKALISASI ISLAM OLEH; MURYANTI,S.Sos,M.A1 ABSTRAK Radikalisasi petani lebih dikenal dengan istilah pemberontakan petani disebabkan oleh Pertama, polarisasi masyarakat pedesaan yang susunan kelasnya terdiri atas tuan tanah dan petani penggarap, yang keduanya Pada situasi berkesenjangan. Kedua, ketegangan kultural antara mereka yang kuat agama (santri) dan tidak taat agama (abangan) berdasarkan politik aliran. Ketiga, anggapan masyarakat pedesaan Indonesia yang menderita dua konflik sosial-ekonomi dan kultural yang menimbulkan konflik kepentingan antara tuan tanah yang diwakili fanatisme agama melawan kepentingan petani yang diwakili oleh komunisme. Aksi kelompok islam radikal dilandasi pemikiran yang sama dengan pemberontakan petani. Tujuan dan spirit keduanya untuk melawan ketidakadilan dan penindasan oleh kekuatan lain. Ratu Adil, sebagai sebuah impian keadilan wong cilik (terutama kelas petani kecil) yang dicita-citakan petani dan jihad fisabilillah, perang suci di jalan Allah dalam arti menentang segala bentuk ketidakadilan dengan segala bentuknya, dimanapun dapat ditemui dan demi mereka yang tertindas siapa pun mereka demi keadilan dan kebenaran yang harus ditegakan oleh umat islam yang mempunyai impian untuk mendapatkan kedamaian di Sisi Allah sebagai tujuan akhir kehidupan. Radikalisasi petani mayoritas disebabkan oleh kondisi pertanian yang tidak bisa menjadi penopang perekonomian petani, dibandingkan dengan sektor pekerjaan lain. Kemudian permasalahan ekonomi tersebut bergeser menjadi permasalahan politik yang ditopang oleh ideologi marxisme menjadi kekuatan kolektif. Sementara sebaliknya, aksi teror yang dilakukan oleh kelompok Islam radikal lebih didasarkan pada permasalahan konflik politik dan ideologi yang tidak bisa menjadi kekuatan dominan. Konflik ideologi ini tentunya tidak bisa dipisahkan dari kepentingan ekonomi dan kesejahteraan yang ingin diwujudkan oleh kelompok tersebut. Melihat latar belakang dan motive aksi yang dilakukan oleh petani ataupun kelompok Islam radikal, maka bentuk strategi penanganannya juga berbeda. Jika pendekatan penyelesaikan permasalahan petani pada pendekatan ekonomi, sementara aksi kelompok Islam radikal lebih komplek. Permasalahan politik dan 1
Penulis adalah Staf Pengajar di Sosiologi UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta
ideologi, dalam hal ini kehidupan keberagamaan yang mesti ditata. Bagaimana mensosialisasikan kehidupan beragama dalam konteks keIndonesiaan serta mewujudkan law enforcement dalam arti substansil, bukan formil. Langkah ini harus dilakukan secara terus menerus. Keyword
: radikalisasi, petani, islam radikal dan jihad
Pendahuluan Esai-esai Sejarah Kuntowijoyo yang tertuang dalam bukunya Radikalisasi Petani, menyebutkan bahwa istilah radikalisasi sama dengan
pemberontakan.
Ada
banyak
kasus
yang
menunjukan
pemberontakan petani yang dipimpin oleh para Bangsawan dan lebih banyak
lagi
kasus
pemberontakan
yang
dipimpin
oleh
ulama
pedesaan atau guru. Mobilisasi petani pada masa lalu kebanyakan memakai ideologi Ratu Adil atau jihad fi-sabilillah sebagaimana tampak dalam gerakan messianisme dan millenarianisme pada abad ke-19. tidak
Bahkan jarang
gerakan-gerakan memakai
ideologi
modern, Ratu
seperti
Adil
di
Sarekat
tingkat
Islam
pengikut
bawahan.2 Radikalisasi dipisahkan
dari
yang
dilakukan
keterlibatan
oleh
petani
petani
dalam
ini
tidak
aksi-aksi
bisa
politik.
Kajian mengenai keterlibatan petani dalam politik di Indonesia biasanya
menggunakan
dua
tesis
utama.
Pertama,
tesis
yang
menekankan adanya polarisasi masyarakat pedesaan yang susunan kelasnya 2
terdiri
atas
tuan
tanah
dan
petani
penggarap,
yang
Sartono Kartodirjo, Protes Movement in Rural Java (Kuala Lumpur: Oxford University Press,1973), dalam Dr.Kuntowijoyo, 2002, Radikalisasi Petani, Yogyakarta, Bentang hlm. 6
keduanya berada di dalam kedudukan yang berkesenjangan. Kedua, tesis yang menekankan ketegangan kultural, yaitu antara mereka yang kuat agama (santri) dan yang tidak taat agama (abangan). Di sini dasar dari konflik dan kooperasi ialah aliran, sehingga politik
aliran
dikelilingi
“terdiri
sejumlah
dari
sebuah
organisasi
partai
sukarela
yang
politik secara
yang formal
maupun informal terkait dengannya�.3 Tesis
ketiga,
yang
berusaha
menggabungkan
kedua
tesis
tersebut, menganggap masyarakat pedesaan Indonesia menderita dua macam
konflik,
yaitu
sosial-ekonomi
dan
kultural.
Kelompok
inilah yang menganggap bahwa tahun 1965, yaitu penumpasan G-30SPKI sebagai masscre karena memuncaknya kedua macam konflik yang tak
terhindari,
ekonomi
dan
agama,
atau
tanah
dan
keyakinan
agama. Secara lebih jelas, pendapat ini menyatakan bahwa adanya konflik
kepentingan
antara
tuan
tanah
yang
diwakili
oleh
fanatisme agama melawan kepentingan petani yang diwakili oleh komunisme.4 Gerakan
Komunisme
vertikal
masyarakat
kalangan
petani.
faktor.
Pertama,
telah
desa
dan
Radikalisasi partai
itu
gagal
dalam
menanamkan petani
mematahkan kesadaran
terbentur
mendasarkan
aliansi
kelas
pada
strateginya
di
banyak pada
dogmatisme ajaran. Lebih daripada model yang luwes. Kecondongan 33
Clifford Geertz dalam George Wiliam Skinner, Local, Ethnic, and National Loyalty in Village Indonesia: A Symposium (New Haven, Yale University, 1959), hlm.37 4 Dr.Kuntowijoyo, 2002, Radikalisasi Petani, Yogyakarta, Bentang, hlm. 3
pada China pada tahun-tahun awal 1960-an dengan tekanan pada organisasi
masyarakat
petani
membawa
akibat
fatal.
Strategi
pedesaan dengan radikalisasi petani, sekalipun secara numerik tampak
sukses,
tetapi
melupakan
ajaran
yang
mendasar
tentang
pertentangan antara kapital dan tenaga kerja. Keengganan melawan kapitalisme itu rupanya didasarkan pada kapitalisme Timur Asing yang mendominasi kota-kota di Indonesia yang kebetulan serumpun dengan Partai Komunis China. Antagonisme antara desa-kota juga tidak
pernah
mendapat
perhatian
sungguh-sungguh
dalam
teori
partai, sekalipun dalam ajaran Maoisme doktrin “desa mengepung kota� merupakan ajaran yang pokok. Ketidaktaatan partai komunis pada asas itu rupanya telah mengasingkan partai dari kenyataan sosial sesungguhnya, dari sistem pengetahuan petani di pedesaan, dan dari petani secara keseluruhan. Pembelaan PKI pada China perantauan dengan alasan kemanusiaan, hanya mengasingkan mereka dari massa petani mereka sendiri. Kedua,
PKI
dan
sebenarnya
partai-partai
lainnya
yang
mendasarkan politiknya pada pola integrasi nasional mendapatkan reaksi dari parokalisme pedesaan, sebab ada kecenderungan petani yang
melihat
partai-partai
dengan
basis
nasional
itu
akan
merusak dan mengancam integrasi desa lebih daripada bermanfaat untuk
desa.
Bahwa
desa
mempunyai
aturan
sendiri
dan
negara
mempunyai tatanan sendiri, desa mawa cara, negara mawa tata, dapat diartikan bahwa desa janganlah dirusak oleh lembaga yang
datangnya dari lembaga supradesa. Aturan desa, mengenai tanah, mengenai
pergaulan,
kepemimpinan,
tidak
banyak
mendukung
5
radikalisasi pedesaan.
Perkembangan radikalisasi petani, dari tahun 1950 hingga 1965
yang
terjadi
di
Indonesia
adalah
sebagai
berikut;
pada
tahun 1950-1953 dengan taktik kerusuhan agraris dengan sasaran perkebunan asing dengan aksi menanam; tahun 1953-1955, sasaran aksi untuk merebut dan membagi tanah; tahun 1955-1957, taktiknya dengan
indoktrinasi
kontroversial;
ideologi
tahun
dengan
1957-1960,
sasaran
taktik
yang
partai-partai
dilakukan
dengan
perjuangan parlementer yang disasar tuan tanah; tahun 1960-1964 taktik
aksi
sepihak
dengan
sasaran
tuan
tanah
dan
puncak
radikalisasi petani ini pada tahun 1965 dengan adanya peristiwa G-30S-PKI.6 Pada
masa
radikalisasi terafiliasi
Orde
petani
dengan
taktik
Reformasi
sepihak
yang
tidak
dengan
mengakomodir
kebijakan
kepentingan
petani.
ideologis
mayoritas
justru pemerintah daerah atau pusat. Hal ini berkaitan paket
organisasi
aksi
ini,
sasaran
macam
suatu
dan
dengan
berbagai
pada
Baru
yang Salah
tidak satu
memihak
dan
peristiwa
aksi
petani tersebut adalah perlawanan petani pesisir pantai selatan Kulonprogo
5 6
terhadap
pemerintah
kabupaten
Dr.Kuntowijoyo, 2002, Radikalisasi Petani, Yogyakarta, Bentang, hlm. 38-39 Ibid, hlm. 17
dan
Kesultanan
Yogyakarta selaku pemilik lahan semenjak tahun 2005. Munculnya aksi karena keinginan pemerintah mengkonversi lahan pasir yang sudah
dikelola
oleh
masyarakat
petani
menjadi
sawah
untuk
menghasilkan berbagai macam produk pertanian; cabe, semangka, jagung,
kacang
dan
tambang
pasir
besi.
sayur
mayur
Berbagai
sejak
macam
nenek
alasan
moyang
menjadi
dikemukakan
oleh
pemerintah; kesejahteraan petani dengan bekerja di tambang pasir sesi
sekaligus
peningkatan
pendapatan
daerah
(APBD)
yang
alokasinya dikembalikan untuk kesejahteraan rakyat.
Pertanian di Indonesia Kondisi
pertanian
di
Indonesia
bersifat
subsisten
dan
mengalami involusi pertanian. Involusi merupakan sebuah istilah untuk melukiskan pola-pola kebudayaan yang mencapai bentuk pasti tidak berhasil untuk menstabilisasi atau mengubah menjadi suatu pola baru, tetapi terus berkembang ke dalam sehingga semakin rumit.7 Involusi pertanian dilihat dari fungsi persawahan untuk mempertahankan tingkat produktivitas dan menyerap tenaga kerja berlimpah.
Ciri-ciri
umum
involusi
merupakan
ciri
khas
dari
pertanian sawah sesudah kira-kira pertengahan abad kesembilan belas semakin
meresapi rumit,
pengaturan 7
seluruh hubungan
kerja
gotong
ekonomi sewa
pedesaan; menyewa
royong
sistem
tanah
semakin
hak
semakin
kompleks,
Pendapat Goldenweiser mendefinisikan kebudayaan dalam Geertz, Involusi Pertanian, 1976, hal 88
milik ruwet,
semuanya
merupakan usaha menyediakan satu relung bagi setiap orang dalam keseluruhan sistem.8 Usaha tani yang mengalami involusi itu digambarkan dengan produktivitas tidak menaik, diukur dari produktivitas per orang (tenaga kerja). Kenaikan hasil per hektar bisa dicapai tetapi tingginya
hasil
hanya
penyediaan
pangan
per
cukup
orang.
untuk
Bagi
mempertahankan
pemilik
lahan,
taraf
usaha
padi
sawah lebih sarat menanggung beban tenaga kerja dan lebih besar (47%) bagian pendapatan diberikan kepada tenaga kerja. Berkaitan pemilikan tanah, Geertz membagi pola kesempatan bekerja usaha tani
yang
sangat
sempit
semakin
menambah
pola
yang
disebut
“kemiskinan bersama�.9 Kondisi subsistensi diartikan sebagai cara hidup cenderung minimalis dengan melakukan usaha-usaha bertujuan untuk sekedar hidup.10 dengan
Upaya garis
mengalami panen
batas
kekurangan
tidak
kelaparan
bertahan
dan
hanya tidak
hidup
merupakan
kemiskinan,
ditandai
pangan.
Bagi
berarti
kurang
mampu
memenuhi
rumah
suatu
kehidupan
kekhawatiran tangga
makan, kebutuhan
petani
tetapi di
erat
karena gagal
penyebab
luar
makan.
Untuk dapat makan, rumah tangga petani mengorbankan harga diri dan menjadi beban orang lain atau menjual sebagian dari tanah atau ternak untuk memperkecil kemungkinan mencapai subsistensi. 8
Ibid, hlm. 89. Ibid, hlm. 106. 10 Rahardjo, Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian, 1999, hlm. 68 9
Subsistensi rumah tangga petani merupakan fenomena struktural dan kultural. Subsistensi sebagai fenomena struktural ditandai dengan
sempitnya
kepemilikan
dan
penguasaan
lahan
pertanian,
kemiskinan dan kebodohan yang menyertainya, struktur ekonomi dan politik
yang
(khususnya) pandangan
kurang dan
mendukung
masyarakat
subsistensi
perkembangan
desa
rumah
sektor
(umumnya).
tangga
petani
Di
pertanian
sisi
sebagai
lain,
fenomena
kultural bahwa kondisi subsistensi tersebut menjadi suatu way of life, eksistensinya terlekat pada sistem feodalisme, merupakan tahap
perkembangan
masyarakat
selepas
zaman
masyarakat
pra-
industri menuju zaman masyarakat industri.11 Masalah
utama
rumah
tangga
petani
adalah
bagaimana
menghasilkan beras cukup untuk makan, membeli barang kebutuhan pokok; garam, kain dan memenuhi kebutuhan sosial. Usaha yang dilakukan
petani
adalah
menghindari
kegagalan
penghancur
kehidupan dan bukan berusaha memperoleh keuntungan besar dengan mengambil
resiko.
Perilaku
Perilaku
menghindari
petani
resiko
ini
itu
disebut
tercermin
risk
dari
averse.12 penggunaan
berbagai macam jenis bibit, cara bertani tradisional di lahan terpencar-pencar Bagi
rumah
berakibat
tangga
petani
pada
berkurangnya
yang
hidup
hasil
dekat
rata-rata.
dengan
batas
subsistensi, akibat kegagalan panen adalah kelaparan sehingga
11 12
Ibid, hlm. 71 Scott, Moral Ekonomi Petani, 1981, hal 7
mereka
lebih
mengutamakan
keamanan
pangan
yang
diandalkan
daripada keuntungan jangka panjang. Prinsip ini dikenal safety first (dahulukan selamat)13. Ciri khusus perilaku ekonomis rumah tangga petani subsisten adalah bisa
memproduksi
bertahan,
pertanian
rumah
tangga
sekaligus petani
mengkonsumsinya.
harus
memenuhi
Agar
kebutuhan
sebagai konsumen kondisi subsistensi yang tidak dapat dikurangi dan tergantung jumlah anggota keluarga. Menurut Wharton (1963) subsisten
murni
petani
terjadi
ketika
petani
dapat
berdiri
sendiri dengan hasil produksi pertanian untuk dikonsumsi sendiri dan tidak dijual.14 Perilaku petani yang berkarakter subsisten dan mengalami involusi tersebut melahirkan dan disebabkan oleh rasionalitas petani
sendiri
Rasionalitas
untuk
mendapatkan
merupakan
keuntungan
konsep
dasar
yang Weber
maksimal. dalam
mengklasifikasikan tipe-tipe tindakan sosial, dengan pembedaan pokok
antara
tindakan
rasional
dan
tidak
rasional.
Tindakan
rasional berhubungan dengan perimbangan sadar dan pilihan bahwa tindakan itu dinyatakan. Kedua kategori utama mengenai tindakan rasionalitas dan tidak rasionalitas itu ada dua bagian berbeda yang
satu
sebagai
13 14
sama
lain.
berikut;
(1)
Weber
mengkategorikan
rasionalitas
Ibid, hal 7 Rahardjo, Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian, 1999, hal 68
dua
hal
instrumental,
tersebut merupakan
tingkat
rasionalitas
pilihan
berhubungan
paling
tinggi
dengan
tujuan
meliputi
perimbangan
tindakan
dan
alat
dan
untuk
mencapainya. Bentuk dasar rasionalitas instrumental ini adalah tindakan
ekonomi
rasionalitas merupakan
sistem
pasar
berorientasi
obyek
yang
nilai,
perimbangan
dan
bersifat
impersonal;
menyatakan
bahwa
perhitungan
(2)
alat-alat
sadar,
tujuan-
tujuannya ada dalam hubungannya dengan nilai-nilai individu yang bersifat
absolut
atau
merupakan
nilai
akhir
baginya.
Wujud
rasionalitas berorientasi nilai adalah tindakan religius; (3) tindakan
tradisional,
merupakan
dilakukan
berdasarkan
kebiasaan,
perencanaan; didominasi
(4)
emosi
tindakan tanpa
tipe tanpa
afektif,
refleksi
tindakan
sosial
yang
sadar
atau
tindakan
yang
refleksi
merupakan
intelektual
atau
perencanaan
sadar.15 Berkaitan
dengan
tindakan
rasionalitas
petani,
bersumber
pada kenyataan bahwa perjuangan memperoleh hasil minimum bagi kondisi subsistensi berlangsung pada kontek kekurangan tanah, modal dan lapangan kerja. Kontek terbatas itu memaksa petani untuk melakukan pilihan-pilihan tidak rasional jika dilihat dari ketentuan-ketentuan umum. Rumah tangga petani harus hidup dari hasil
lahan-lahan
bekerja tambahan 15
keras
dan
pendapatan
sempit,
di
daerah-daerah
lama
secara
maksimal,
kecil
dalam
Paul Johnson, Teori Sosiologi Klasik I, 1986, hal 221
produksi
padat untuk
mereka
penduduk memperoleh yang
jauh
melampaui titik dimana seorang rasional tidak mau melakukannya. Fenomena ini disebut self exploitation.16
Pengertian Fundamentalisme Fundamentalisme memiliki pengertian yang berbeda-beda. Hal ini dikarenakan istilah fundamentalisme akan beriringan dengan realitas
yang
ada
di
sekelilingnya.
Secara
etimologis
fundamentalisme berarti paham kepanutan teguh pada pokok ajaran kepercayaan. memiliki
Sementara
pengertian
secara
bahwa
terminologi
suatu
kegiatan
fundamentalisme
secara
perorangan
maupun kelompok yang memiliki semangat kembali pada sesuatu yang sifatnya
mendasar
daripadanya.
Baik
dalam
konteks
keagamaan,
sosial dan politik, hukum, pendidikan, budaya maupun ekonomi. Pada
mulanya
istilah
ini
muncul
adalah
Bahasa
Perancis
yang
berasal dari kata fonamental yang berarti dasar, yang menjadi pokok
dan
yang
fundamentalisme
terpenting. berasal
dari
Sedangkan kata
dalam
fundamentum
bahasa yang
Latin berarti
sesuatu hal yang berhubungan dengan musik.17 Dalam pengertian lain fundamentalisme adalah sebuah gerakan dalam
sebuah
aliran,
paham
atau
agama
yang
berupaya
untuk
kembali kepada apa yang diyakini sebagai dasar-dasar atau asasasas 16
(fondasi).
Karenanya,
kelompok-kelompok
yang
mengikuti
Scott, Moral Ekonomi Petani, 1981, hal 39 Pius A Partanto M.dahlan Al Bary, kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arkola, 1994) hlm.190 dalam Deni Permana, 2009, Fundamentalisme Islam dalam Pandangan Nur Kholis Madjid 17
paham ini seringkali berbenturan dengan kelompok-kelompok lain bahkan
yang
ada
di
lingkungan
agamanya
sendiri.
Mereka
menganggap diri sendiri lebih murni dan dengan demikian juga lebih benar daripada lawan-lawan mereka yang iman atau ajaran agamanya
telah
"tercemar".
Kelompok
fundamentalis
mengajak
seluruh masyarakat luas agar taat terhadap teks-teks Kitab Suci yang otentik dan tanpa kesalahan. Mereka juga mencoba meraih kekuasaan politik demi mendesakkan kejayaan kembali ke tradisi mereka.
Biasanya
hal
ini
didasarkan
pada
tafsir
atau
interpretasi secara harafiah semua ajaran yang terkandung dalam Kitab Suci atau buku pedoman lainnya.18 Seorang
teolog
Kristen
terkemuka,
Djaka
Soetapa
memberikan pengertian terhadap fundamentalisme merupakan suatu kegiatan tingkah laku manusia ketika mempunyai beberapa karakter antara lain; adanya penafsiran yang cenderung tekstual, adanya ketidakmampuan dalam menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tidak adanya ruang dialog antar sesama umat manusia.19 Fundamentalisme
lebih
dekat
berhubungan
dengan
praktek
keagamaan di dunia. Walaupun semua agama yang ada di muka bumi ini tentunya mengajarkan prinsip-prinsip kebaikan dan kedamaian hidup
18 19
manusia.
Misalnya
agama
Buddha
mengajarkan
www.wikipedia.org/fundamentalisme, diakses tanggal 18 Juni 2010 Djaka Soetapa, Asal Usul Gerakan Fundamentalisme, dalam Ulumul Qur’an No.13 Vol. IV, 1993, hlm.7
konsep
kesederhanaan, mengajarkan bagi
Kristen
mengajarkan
kebijaksanaan
seluruh
alam.
Setiap
dan
cinta
kasih,
Konfusianisme
Islam
mengajarkan
kasih
fenomena
kemanusiaan
yang
sayang terjadi
dalam agama-agama samawi misalnya Kristen boleh jadi memiliki latar
belakang
yang
berbeda-beda
termasuk
mulanya, istilah fundamentalisme lahir
alam
Islam.
Pada
di kalangan masyarakat
Kristen (Gereja) ketika Gereja memiliki pesan yang boleh jadi dianggap kolot dalam dialektika ilmu yang bersifat modern.20 Namun
demikian,
fundamentalisme merupakan
atau
pelabelan
kalau
kita
ekstrem
terhadap
melihat
versi
jauh,
Indonesia
kelompok-kelompok
istilah
sebenarnya
Islam
tertentu
yang berkeinginan menerapkan Syari’at Islam secara menyeluruh (kaffah). Itupun masih rancu, sebab dalam bahasa Arab dikenal sebagai golongan Tatharruf yang berarti penyimpangan dari garis kebenaran.Makanya tidak lah heran, jika ada sebagian masyarakat tidak setuju dengan penggunaan istilah tersebut. Lebih lanjut ekstrem dimana
“Indonesia� pertama
kali
merupakan digunakan
proyek
lama
sarjana
warisan
Kristen
orde
Barat
baru
Snouck
Hourgronje. Maka dapat dipastikan bahwa istilah tersebut sering dipakai oleh media massa Barat, saat menyebut nama-nama kelompok Islam seperti peristiwa 11 September 2002, Jihad Islam, atau
20
Wienata sairin, visi Gereja Memasuki Milenium Baru, (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 2002),hlm.8
tindakan-tindakan
yang
dilakukan
oleh
ormas
Islam
FPI
dalam
tragedi Monas 1 Juni 2008 yang lalu.21 Ketika Islam dihadapkan terhadap istilah fundamentalisme, maka
tidak
serta
merta
memiliki
penafsiran
tunggal.
Hal
ini
mungkin penggunaan terma-terma tersebut tidak akan menerima baik bagi dirinya sendiri, maupun pada rezimnya. Akan tetapi, istilah tersebut memiliki banyak varian bukan hanya berada pada wilayah agama
semata.22
Meminjam
konsep
dari
Jalaludin
Rahmat
(Kang
Jalal), bahwa ada beberapa karakter yang dapat dimasukan dalam gerakan sebagai
fundamentalisme. reaksi
terhadap
Pertama,adanya kaum
modernis.
gerakan Kedua,
pembaharuan
adanya
reaksi
terhadap kebudayaan maupun pengaruh Barat terhadap Islam. Ketiga menawarkan Islam sebagai ideologi alternatif. Asumsi dasar dari sebuah fundamentalisme tersebut adalah gerakan islam yang secara politik
menjadikan
Islam
sebagai
ideologi.
Secara
budaya,
fundamentalisme menjadikan Barat atau mereka yang terbaratkan sebagai
lawan.
Gerakan
ini
memiliki
pandangan,
bahwa
Islam
sebagai agama yang sempurna dan lengkap.23 Dalam
pandangan
Nurcholish
Madjid
(Cak
Nur),
fundamentalisme Islam menurutnya, merupakan dua terminologi yang dibangun dala wilayah agama. Bahwa fundamentalisme itu sendiri
21
Adian Husnaini, Nuim Hidayat, Islam Liberal: sejarah, Konsepsi, Penyimpangan dan Jawabannya, (Jakarta:gema Insani,2004), hlm.174 22 Haide Moghissi, feminisme dan fundamentalisme Islam, (Yogyakarta: LKIS,2005) hlm.89 dalam Deni Permana, 2009, Fundamentalisme Islam dalam Pandangan Nur Kholis Madjid 23 Mujiburahman,Mengindonesiakan Islam, Representasi dan ideologi, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2006),hlm.6
bukan brasal dari kalangan Islam.Menurutnya, salah kaprah ketika kemudian setiap fenomena yang muncul di masyarakat yang membawa simbol
agama
sering
dikatakan
dengan
gejala
fundamentalisme
Islam. Memang, fundamentalisme ada yang menerjemahkan sebagai semangat
untuk
kembali
kepada
ajaran
yang
paling
mendasar
(fundamen). Yakni semangat kembali pada kitab suci dalam hal ini semangat
pada
doktrin
yang
tersurat
dalam
Al
Qur’an
dan
Al
Hadits.24 Berdasarkan pandangan Azyumardi Azra, fundamentalisme Islam dibedakan
menjadi
fundamentalisme
dua
macam
kategori
rasionalis-spiritualis
penting.
adalah
Pertama,
kelompok
yang
menganggap pentingnya menemukan istilah-istilah Al Qur’an ketika turunnya
wahyu
fundamentalisme
dan
berpegang
kepada
pengertiannya.
Kedua,
dalam aktivis politik yang memiliki pemahaman
bahwa adanya cara-cara yang mempersempit istilah-istilah yang diambil tersebut atau memberlakukan pengertian yang sama sekali tidak terdapat dalam Al Qur’an.
Fundamentalisme agama di Indonesia Sejarah
umat
Islam
di
Indonesia
tidak
bisa
dipisahkan
dengan elan perjuangan untuk menunjukan eksistensi sebagai umat Islam. Pada periode pertama yang dihadapi oleh uamt Islam adalah periode 24
dimana
umat
Islam
berada
dalam
suatu
sistem
Budhi Munawar Rachman, Ensiklopedi Nurkholis Madjid, (Bandung: Mizan,2006), hlm.145
status
dengan
hierarkhi
sosial
masyarakat
dibagi
(priyagung)
dan
dalam
konteks
yang
menjadi
dua
orang-orang politiknya
sangat
keras.
golongan;
kecil
(wong
disebut
Pada
waktu
orang-orang
cilik)
sebagai
yang
kawulo
itu, besar
kemudian
dan
abdi.
Terutama jika kita berbicara tentang umat Islam menjadi bentuk masyarakat
yang
disebut
patrimonial.
Umat
Islam
tidak
berada
dalam golongan atas, melainkan ada di golongan bawah. Sampai akhir abad XIX, umat Islam masih sebagai kawulo. Dalam
masyarakat
dengan
hierarkhi
yang
sangat
keras
tersebut, kemudian umat Islam mempunyai cita-cita, suatu bentuk kesadaran
yang
bisa
digambarkan
sebagai
kesadaran
mistis-
religius. Bentuknya adalah apa yang dilakukan oleh umat Islam, dengan mengadakan perlawanan terhadap kekuatan kolonial, uamt Islam
waktu
merumuskan
itu
mempunyai
ideologi
pikiran-pikirannya
yang
berdasarkan
utopia
karena
aktualitas
tidak
sejarah,
melainkan berdasarkan pada berbagai mitos, pandangan-pandangan mistis mengenai masyarakat yang dapat dirumuskan dalam cita-cita Ratu Adil.25 Cita-cita
Ratu
Adil
itu,
kendatipun
adil
adalah
istilah
yang Islam, mempunyai konotasi yang bisa juga tidak Islami. Ratu Adil, meskipun bisa dikembalikan kepada cita-cita yang disebut sebagai
Imam
Mahdi,
tetapi
dalam
kerangka
sejarah
Indonesia
rupa-rupanya telah bergeser dalam pengertiannya yang Indonesia, 25
Kuntowijoyo,1994, Dinamika Sejarah Umat Islam Indonesia,Yogyakarta, Pustaka Pelajar hlm. 20.
lebih khususnya Jawa. Saat itu, ketika kita memiliki kesadaran utopian, kita mempunyai permasalahan yang sangat berat menimpa umat. Sebagian umat Islam masih berada dalam kungkungan negaranegara patrimonial-feodal seperti, terutama di daerah Kejawen; Yogyakarta dan Surakarta. Juga sangat penting kita berada dalam tindasan kolonial. Karena itu, maka kita menyaksikan beberapa pemberontakan terhadap kedua kekuatan tersebut. Ketika umat Islam belum mampu mengorganisir diri, mereka mengelompok seperti
di
Kyai
kemudian
belakang
dan
Haji.
Orang-orang
mengarahkan
pemberontakan.
Umat
sangat
di
kecil,
dimana-mana. aksi.
pribadi-pribadi
Tetapi
Mereka
umat
terpecah
lingkaran
yang
tidak
melakukan
berarti
sangat umat
itulah
melakukan
dalam
berbagai
berkharisma,
berkharisma
untuk
Islam
yang
berbagai
ikatan-ikatan lokal
Islam gerakan
dan
tidak
yang
yang
tersebar melakukan
protes
dan
pemberontakan. Dan seluruh pemberontakan umat Islam itu nampak dalam
sejarah
Indonesia
sebagai
ungkapan-ungkapan
nasional
terhadap kekuatan Kolonial. Satu hal yang penting disini adalah tentang dilema yang dihadapi oleh Umat. Waktu itu umat islam tidak
merupakan
satu
kesatuan,
tetapi
terpecah
di
dalam
lokalitas kecil-kecil. Islam merupakan tradisi besar, tradisi yang sanggup mengorganisir, akan tetapi di Indonesia yang berada di luar birokrasi hanya sanggup membentuk masyarakat-masyarakat
kecil, sehingga tidak bisa menyatukan diri dalam kesatuan yang kita sebut umat.26 Perjuangan umat Islam tidak berakhir, sampai dengan masa reformasi saat ini. Agenda reformasi yang menjanjikan perubahan dalam segala bidang menuju tatanan masyarakat yang lebih baik, nampaknya
baru
konkret.
Kondisi
sekedar ekonomi
slogan
dan
semakin
belum
hari
nampak
semakin
hasil
yang
kapitalistik,
pemerataan pembangunan yang tidak tepat sasaran menjadi alasan utama bagaimana masyarakat mempertaruhkan masa depannya terhadap arah
reformasi.
disuarakan
oleh
Tatanan para
sosial
politisi
maupun sebagai
politik pengembang
yang
semula
amanat
dan
cita-cita rakyat, ternyata tidak mencapai pada tahap totalitas. Bahkan yang lebih ironi, bangsa besar yang berpenduduk muslim terbesar di dunia ini acapkali mendapatkan pujian yang tidak menyenangkan baik ecara eksternal, (pelabelan masyarakat Barat) maupun internal (masyarakat Indonesia sendiri) terutama semenjak kasus-kasus
kemanusiaan
yang
banyak
terjadi
di
tanah
air.
Tragedi kemanusiaan atau fenomena kekerasan seperti Bom Bali, Hotel Mariot Jakarta dan peristiwa Monas 1 Juni 2008 dituding sebagai kesalahan terbesar Islam yang terlalu dibesar-besarkan sebagai
perilaku
Terorisme-Fundamentalisme.27Demikian
halnya
dengan peristiwa bom yang terjadi di hotel Ritz Carlton dan J.W 26
Ibid, hlm. 22-23 Eko Prasetyo, Islam Kiri melawan Kapitalisme Global, dari wacana muenuju Gerakan, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2002), hlm.63 27
Marriot yang terjadi pada tanggal pada tanggal 17 Juli 2009. Peledakan
bom
tersebut
terjadi
bersamaan
dengan
rencana
kedatangan Team Manchaster United ke Indonesia, sebagai salah satu kekuatan Kolonial baru. Tindakan
umat
Islam
tersebut
dinilai
banyak
kalangan
sebagai terorisme saat ini yang menggantikan kata pemberontakan pada masa pra orde baru. Istilah terorisme, radikalisme, militan dan fundamentalisme merupakan istilah yang memiliki makna hampir sama.
Hal
pembacaan
ini
muncul
terhadap
karena
tafsir
keterikatan
seseorang
kondisi
serta
yang
melakukan
situasi
sosial,
politik yang dinilai tidak menguntungkan bagi agama. Berbagai kasus
yang
telah
dijumpai
akhir
ini
seperti
pembunuhan,
penganiayaan kaum tidak berdosa terhadap anak-anak, orang tua dan wanita dilakukan tanpa sebab yang sesungguhnya sukar untuk dipahami
meskipun
seringkali
jargon
yang
diusungnya
membawa
kalimat ilahi semisal “allahuakbar� dan lain sebagainya. Jelas tindakan terorisme, maupun radikalisme merupakan perilaku yang merugikan bukan hanya bagi mereka yang dianggap kafir bahkan uamt Islam sendiri secara sosial,politik dan ekonomi.28 Ketidakmampuan
negara
dalam
memberikan
kesejahteraan
terhadap masyarakat seringkali dianggap sebagai penyebab utama tumbuhnya berbagai kekerasan dan kekisruhan, yang terwujud dalam
28
Mahmud Hamid Zaqzuq, Islam dan Tantangan dalam Menghadapi Pemikiran Barat, (Bandung: Pustaka Setia, 2003) Hlm.40
bentuk terorisme tersebut. Negara dinilai gagal sebagai perekat sosial dalam merespon perkembangan masyarakat yang semakin hari semakin sebuah
kompleks. kekuasaan
Perlakuan baik
di
yang
masa
dirasakan
orde
lama,
tidak maupun
adil
dari
orde
baru,
bahkan reformasi menuntut kelompok-kelompok islam untuk turun tangan menyelesaikan problematika kebangsaan yang tidak kunjung usai.29 Menurut
Zuly
Qadir,
ada
beberapa
hal
yang
menyebabkan
tumbuhnya gerakan Islam radikal. Pertama, problem internal islam bahwa
keutuhan
menjadi
beberapa
menyimpang serta
dari
dinilai
sehingga Islam
islam
sekte
umat
maupun
yang
aliran
ketentuan-ketentuan
melakukan
umat
sesuai
sebagai
Islam yang
penafsiran
satu yang
syari’ah agama
merasa
perlu
untuk
tertulis
dalam
Qur’an
telah dianggap (hukum
secara
telah Islam),
serampangan
mengembalikan dan
berubah
Sunnah.
ajaran Kedua,
problem eksternal Islam yang mengakui rezim yang berkuasa tidak bisa Barat
memenuhi terhadap
kehendak umat
dalam
Islam.
Islam, Begitu
disamping juga
campur
lemahnya
tangan
penegakan
supremasi hukum serta adanya tindakan represif Negara dalam hal ini penguasa yang dianggap merugikan Islam.30 Secara historis, Islam radikal di Indonesia nampak ketika permulaan abad XVII dan XVIII saat Islam menghadapi tantangan 29
Deni Permana, 2009, Fundamentalisme Islam dalam Pandangan Nur Kholis Madjid, hlm. 69 Zuly Qadir,Syariah Demokratik, Pemberlakuan Syariah Islam di Indonesia,(Yogyakarta: Pelajar,2004),hlm.81 30
Pustaka
besar
yakni
menghadapi
kekuasaan
Belanda.Kolonialisme
telah
menimbulkan bentuk pertentangan sekaligus perlawanan yang tidak hanya
an
sich,
tetapi
sosial
politik
tampak
dengan
ketika
pemerintahan
gerakan
melawan gerakan
Islam
pemerintahan Indonesia
Hindia
lebih
menjadi
pemerintahan
Islam
Hindia
yang
mencapai
sebenarnya
telah
yang
di
Belanda
berbagai
ini
berbagai
tampak
ini
wilayah dengan
wilayah
ketika
kekuasaannya,
hingga
Gerakan
oleh
protes
Belanda.Hal
di
Hal
mencapai
kemerdekaan.
ditentukan
Hindia
muncul
Belanda.
muncul
gerakan-gerakan
Islam
interplay
di
antara
Indonesia Islam
dan
Negara, artinya dapat disimpulkan bahwa gerakan Islam radikal di Indonesia lebih banyak dipengaruhi oleh model kebijakan Negara terhadap agama.31
Radikalisasi Petani dan Islam Radikal Pemberontakan yang dilakukan oleh petani ataupun istilah Islam radikal yang menjadi stereotype pada sebagian umat Islam secara filosofis tidak jauh berbeda. Tujuan dan spirit keduanya adalah untuk melawan ketidakadilan dan penindasan yang dialami oleh kelompok mereka atas perlakuan sebagian kelompok lain. Ratu Adil,
sebagai
keadilan
bagi
sebuah wong
impian
cilik
kesejahteraan,
(terutama
kelas
kedamaian
petani
kecil)
dan yang
dicita-citakan petani dan jihad fi-sabilillah, yakni perang suci 3131
Mukhsin Jamil, Agama-agama Baru di Indonesia, (Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2008), hlm.118
di jalan Allah dalam arti menentang segala bentuk penindasan, kezaliman dan ketidakadilan dalam segala bentuknya, dimanapun dapat ditemui dan demi mereka yang tertindas siapa pun mereka demi
keadilan
dan
kebenaran32
yang
harus
ditegakan
oleh
umat
islam yang mempunyai impian untuk mendapatkan kedamaian di Sisi Allah sebagai tujuan akhir kehidupan. Bagi
petani,
ketidakadilan
yang
dialaminya
berhubungan
dengan proses produksi dan distribusi hasil produksi yang tidak memberikan keuntungan yang maksimal. Hasil tidak sesuai dengan energi yang dikeluarkan, bahkan cenderung merugi. Harga benih yang
mahal,
pupuk
langka,harga
sewa
tanah
tinggi
serta
bagi
hasil yang tidak adil merupakan persoalan pokok yang dihadapi oleh petani. Belum lagi pasca produksi harga panen turun karena supplay yang bertambah banyak karena waktu panen yang bersamaan. Lalu siapakah penyebab semua itu bisa terjadi dan langgeng dalam hidup petani? Salah satu yang berperan penting adalah kebijakan pemerintah yang tidak pro terhadap kepentingan mereka. Apakah ada aturan tentang bagi hasil yang adil terhadap hasil produksi antara
penggarap
dan
penyewa
tanah.
Semua
aturan
diserahkan
kepada masyarakat sendiri, sehingga yang berlaku ketidakadilan, dalam arti penggarap mendapatkna bagian yyang kecil dibandingkan dengan pemilik lahan.
32
Enayat, 1982 hlm, 64 dalam Chaiwat,2002, Agama dan Buaya Perdamaian, Yogyakarta, PSKP, hlm. 8
Sementara itu tersebut
dirasakan
mayoritas
di
bagi
penganut islam radikal, ketidakadilan
dari
Indonesia
kenyataan
tetapi
bahwa
tidak
dapat
umat
Islam
menerapkan
yang ajaran
Islam dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara secara utuh. Bahkan
kecenderungannya
kebijakan
pemerintah
justru
tidak
berpihak kepada umat Islam itu sendiri, tetapi justru kepada pasar
yang
dianggap
sebagai
kafir.
Misalnya
alotnya
UU
pornografi berlaku di Indonesia ataupun penerapan perda syariah yang
justru
membuat
sebagian
masyarakat
menderita
serta
kebijakan pendidikan. Siyasah Islamiyah yang menjadi cita-cita penganut Islam radikal ini tidak pernah mendapatkan persetujuan dari pengambil kebijakan. Hal ini menyebabkan umat Islam tidak dapat
menyelenggarakan
islam
secara
kaffah
serta
tidak
dilakukan
oleh
mendapatkan posisi dalam pengambilan keputusan. Dilihat
dari
pelaku
pemberontakan
yang
petani di Indonesia, sangat jelas pelakunya adalah petani itu sendiri,
terutama
petani
pada
kelas
paling
bawah
(petani
gurem).Sementara itu petani kelas menengah ataupun pemilik tanah lebih
berada
pada
macam
kebijakan
menjadi
sasaran
radikal
tidak
posisi
aman
pemerintah
itu
pemberontakan mengenal
kelas
dan
diuntungkan
sendiri petani. sosial
oleh
berbagai
sehingga
mereka
Sementara
itu,
dalam
melakukan
juga islam aksi
radikalisme. Kelas atas maupun bawah semuanya bahu membahu untuk mewujudkan tujuan siyasah islamiyah itu sendiri. Misalnya Dr.
Azhari sebagai pucuk pimpinan dari salah satu islam radikal yang melakukan
teror
di
Indonesia
juga
melakukan
aksi
teror
itu
sendiri. Demikian halnya Nurdin M. Top yang notebenenya sebagai salah satu staf pengajar di salah satu Perguruan Tinggi ternama di Malaysia. Akan tetapi tentunya peran-perannya dapat dilihat dari kelasnya. Siapakah penyandang dana dari setiap aksi yang dilakukan, Sementara
tentunya kelas
kelas
atas
dibawahnya
dari
lebih
kelompok
berperan
Islam
radikal.
sebagai
operator
lapangan yang menjalankan instruksi dari pimpinan. Aksi
sepihak
yang
kejelasan
sasaran
dibandingkan
ini.
Pemerintah,
tuan
dilakukan
tanah
oleh
dengan dan
petani
lebih
kelompok
tengkulak
memiliki
Islam
radikal
sebagai
pemeras
kehidupan petani lebih menjadi fokus dalam setiap agenda aksi yang dilakukan, sehingga aksi tersebut tidak dilakukan dengan membabi buta. Pada maasa kolonialisme Belanda, mereka mengangkat senjata melawan kompeni-kompeni tersebut plus para mandor dan kuli kenceng yang bersikap semena-mena. Pada masa pemerintahan orde baru ataupun reformasi pun perlawanan petani pun dilakukan terhadap
pemerintah
Misalnya
aksi
yang
penolakan
membuat
kebijakan
pembangunan
merugikan
tambang
pasir
petani. besi
di
Kulonprogo, DIY pun dilakukan berhadapan dengan pemerintah. Sementara
itu
kelompok
Islam
radikal
lebih
eksklusif
terhadap kelompoknya. Artinya semua yang berada di luar diri mereka dianggap musuh dan harus dihancurkan dengan segala cara,
termasuk
dengan
berbagai
macam
aksi
pengeboman.
Terutama
masyarakat Barat yang dianggap melecehkan dan selalu menganiaya dan sering melakukan pembantaian terhadap umat Islam. Pemerintah Indonesia
yang
bekerjasama
dengan
Barat
atau
sebagai
agen
Kolonial pun dianggap sebagai musuh dan harus dihancurkan. Hal ini
mengakibatkan
aksi-aksi
yang
dilakukan
dengan
cara
lebih
membabi buta, melakukan pengrusakan terhadap asset-asset publik serta tidak fokus dalam membidik sasaran aksi. Artinya banyak pihak
dan
kelompok
yang
menjadi
korban
termasuk
umat
Islam
sendiri. Apabila mengkaji aksi yang dilakukan oleh petani dan Islam radikal ini berdasarkan motive, strategi ataupun sasaran aksi tidak bisa dipisahkan dari kepentingan ideology-politik, ekonomi dan sosial. Landasan pokok terjadinya radikalisasi petani adalah kesenjangan ekonomi yang sangat mencolok antara petani dengan sector lain di luar pertanian. Petani adalah pekerja keras akan tetapi
hasil
dilakukannya. solidaritas
yang
diperoleh
Ketidakadilan
mereka
terbangun
tidak
sesuai
ekonomi dan
dengan
tersebut
bergerak
pada
kerja
yang
menyebabkan aras
politik.
Ideologi Marxis yang memberikan kekuatan pada gerakan petani ini untuk terus bisa eksis untuk melakukan perjuangan kelas demi mewujudkan masyarakat sosialis, tanpa kelas dan keadilan bagi semua
lapisan
masyarakat.
Dengan
berbagai
macam
slogan
yang
banyak muncul di kalangan petani ini, misalnya yang terkenal di Indonesia adalah Ratu Adil. Aksi teror yang dilakukan oleh Islam Radikal ini dilandasi oleh ideologi Islam radikal yang berkeinginan menegakan Islam sebagaimana pada masa Nabi Muhammad SAW dahulu, tanpa melihat konteks
masa
kini
demi
tegaknya
Khilafah
Islamiyah.
Ideologi
Islam yang multitafsir tersebut memberikan kesempatan yang luas bagi
umat
Islam
kelompok
Islam
tersebut
dalam
untuk
menerjemahkan
radikal sebuah
tersebut. Negara
tentu
ajaran
Islam.
Penegakan bermuara
Termasuk
ideology pada
Islam
kehidupan
ekonomi, politik dan keamanan yang stabil dalam sebuah Negara. Apabila
digambarkan
perbedaan
radikalisasi
petani
radikal adalah sebagai berikut; Radikalisasi petani
EKONOMI
POLITIK
Islam Radikal
IDEOLOGI/POLITIK
Keterangan:
EKONOMI
dan
Islam
: menunjukan relasi yang saling mempengaruhi : menunjukan relasi yang menyebabkan Motif dan latar belakang lahirnya sebuah gerakan tentunya mempengaruhi terjadinya
juga
solusi
sebuah
yang
tindakan
dapat
dilakukan
tersebut
untuk
dilakukan.
mencegah
Radikalisasi
petani yang dilandasi tujuan pokok adalah faktor ekonomi, maka solusi
untuk
menyelesaikan
terjadinya
pemberontakan
petani
adalah dengan mewujudkan kesetaraan ekonomi petani dengan sektor pekerjaan
yang
lain.
Misalnya,
ketika
PNS
diberikan
berbagai
macam insentif dengan gaji ke 13 dan berbagai macam tunjangan, seharusnya proses
petani
juga
produksinya.
mengakses artinya
pupuk harga
diberikan
Misalnya
atau jual
memberikan
meningkatnya produksi
kemudahan
dalam
melakukan
kemudahan
untuk
nilai
tukar
petani
(NTP),
pertanian
yang
tidak
selalu
mengalami penurunan dibandingkan dengan biaya produksi. Tentunya untuk melahirkan sebuah kebijakan yang memberikan akses kepada petani ini harus ditopang oleh kekuatan politik yang memiliki kepedulian terhadap nasib kaum tani. Berbeda bagaimana
dengan
kemudian
penyelesaian menyelesaikan
permasalahan aksi
yang
kaum
dilakukan
tani, oleh
kelompok Islam radikal yang lebih banyak dilandasi oleh faktor politik tentunya agama
dan
ideologi
dengan
sesuai
ini
pendidikan
dengan
?
Sebagai agama
konteks
langkah
untuk
masyarakat
awal
memulainya
menjalankan
kehidupan
Indonesia.
Bagaimana
pratek beragama yang benar sesuai dengan konteks keIndonesiaan perlu
selalu
ditekankan
di
lembaga-lembaga
keagamaan
dan
institusi keagamaan, mulai dari sekolah sampai dengan pesantren. Bagaimana umat Islam menghargai pluralitas bangsa Indonesia dan menjalankan perintah agama dengan konteks keIndonesiaan pula. Termasuk
di
dalam
masyarakat
yang
menjadi
tempat
tumbuhnya
kelompok Islam Radikal. Dengan berbagai macam bentuk kegiatan yang bisa dilakukan, ceramah sebagaimana layaknya pengajian yang sering dilakukan dengan konten yang lebih luas, dalam arti agama yang terintegrasi kehidupan sosial masyarakat ataupun kegiatan peningkatan ekonomi. Mengingat perubahan yang diinginkan adalah perubahan ideologi maka kegiatan tersebut harus dilakukan secara terus
menerus
untuk
mewujudkan
menjadi
sebuah
budaya
dalam
keberagamaan bagi umat Islam. Perubahan pola pikir ideologi dalam masyarakat, khususnya umat islam ini bisa lebih cepat tentunya perlu didukung oleh stimulan
kebijakan
pemerintah
yang
lebih
progresif
dalam
stabilitas politik dalam negeri. Misalnya, bagaimana negara bisa mewujudkan penegakan hukum dalam arti yang substansinya bukan pada
ranah
keadilan
formil.
bagi
semua
Bahwa
penegakan
masyarakat
hukum
Indonesia,
adalah tanpa
mewujudkan mempedulikan
kelas sosial apa bukan hanya untuk stabilitas negara semata, yang pada akhirnya hanya menguntungkan kelompok tertentu saja. Apabila kekuatan struktural dikuatkan dengan law enforcement dan
kultural dengan pendekatan kebudayaan dilakukan secara serius secara berkelanjutan dan tidak sporadis, kelompok Islam radikal tersebut menjadi semakin berkurang dan melahirkan Islam rahmatan lil
‘alamin.
Bagi
seorang
petani,
maka
Ratu
Adil
itu
telah
datang (*).
DAFTAR PUSTAKA Adian
Husnaini.2004.
Islam
Liberal:
sejarah,
Konsepsi,
Penyimpangan dan Jawabannya. Jakarta.Gema Insani Press Budhi
Munawar
Rachman.2006.
Ensiklopedi
Nurkholis
Madjid.Bandung. Mizan Chaiwat
Satha-Anand.
2002.
Agama
dan
Budaya
Perdamaian.
Yogyakarta. PSKP Clifford Geertz National
dalam George Wiliam Skinner; Local, Ethnic, and
Loyalty
in
Village
Indonesia:A
Symposium
(New
Haven, Yale University, 1959) Clifford Geertz.1976. Involusi Pertanian.Jakarta.Bharata K.A Deni Permana. 2009. Fundamentalisme Islam dalam Pandangan Nur Kholis Madjid.Yogyakarta.UIN Sunan Kalijaga Djaka
Soetapa.1993.
Asal
Usul
Gerakan
Fundamentalisme,
dalam
Ulumul Qur’an No.13 Vol. IV Eko Prasetyo.2002. Islam Kiri melawan Kapitalisme Global, dari wacana muenuju Gerakan. Yogyakarta.Pustaka Pelajar James Scott.1981. Moral Ekonomi Petani.Jakarta.LP3ES Kuntowijoyo.2002. Radikalisasi Petani. Yogyakarta. Bentang Kuntowijoyo.1994.
Dinamika
Sejarah
Umat
Islam
Indonesia.Yogyakarta. Pustaka Pelajar Mahmud Hamid Zaqzuq.2003. Islam dan Tantangan dalam Menghadapi Pemikiran Barat. Bandung. Pustaka Setia
Mukhsin
Jamil.2008.
Agama-agama
Baru
di
Indonesia.
Yogyakarta.Pustaka Pelajar Mujiburahman.
2006.
Mengindonesiakan
Islam,
Representasi
dan
Ideologi. Yogyakarta. Pustaka Pelajar Paul Johnson.1986. Teori Sosiologi Klasik I.Jakarta.Gramedia Pius
A
Partanto
M.
Dahlan
Al
Bary,
Kamus
Ilmiah
Populer,
(Surabaya: Arkola, 1994) hlm.190 dalam Deni Permana, 2009, Fundamentalisme
Islam
dalam
Pandangan
Nur
Kholis
Madjid.Yogyakarta.UIN Sunan Kalijaga Rahardjo.1999.Pengantar
Sosiologi
Pedesaan
dan
Pertanian.Yogyakarta.UGM Press Sartono
Kartodirjo.1973.Protes
Movement
in
Rural
Java.
Kuala
Lumpur: Oxford University Press. Wienata
Sairin.2002.
Visi
Gereja
Memasuki
Milenium
Baru.
Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia. Haide
Moghissi.2005.Feminisme (Yogyakarta:
LKIS,2005)
dan dalam
fundamentalisme Deni
Permana,
Islam, 2009,
Fundamentalisme Islam dalam Pandangan Nur Kholis Madjid, Yogyakarta.UIN Sunan Kalijaga Zuly Qadir.2004.Syariah Demokratik, Pemberlakuan Syariah Islam di Indonesia.Yogyakarta. Pustaka Pelajar Sumber Lain; www.wikipedia.org/fundamentalisme, diakses tanggal 18 Juni 2010