Apa yang Dijanjikan Pernikahan?

Page 1

APA YANG DIJANJIKAN PERNIKAHAN? DAVID EGNER Diambil dari buku STI Kompilasi “Kerikil-kerikil Tajam Pernikahan”


ADN TAP D R EBM I ANDA DAPAT MEMBERI KAPM D GNAY R EB R A !IT DAMPAK YANG BERARTI! a eri kami kami tidak dak dikenakan dikenakan biaya. bia a Pelayanan ela anan kami didukung did k n Materi oleh persembahan persembahan kasih kasih dari dari para para pembaca pemba a kami. kami oleh ika Anda Anda ingin in in mendukung mend k n pelayanan pela anan kami, kami Anda Anda dapa Jika dapat men irimkan persembahan kasih melal i rekenin mengirimkan persembahan kasih melalui rekening a“Y ay san ODB Indonesia” “Yayasan ODB Indonesia” ACB rG eenGreen aG rdenGarden A/C A/C -352 -03 0152 253-300-2510 BCA INB aD anDaan o M got Mogot A/C A/C -0 -075 591 0000-570-195 BNI aM ndiri aT am Taman n eS am nan A/C -81 -0 -076 118-000-6070-162 261 Mandiri Semanan A/C QR Code Standar Pembayaran Nasional

Scan QR QR code codeini iniuntuk untukdonasi donasidengan denganaplikasi aplikasi Scan e-wallet berikut: e-wallet berikut: Yayasan ODB Indonesia

S]olvl}v.konfirmasi rmasi persembahan kasih Anda melalui: Silakan persembahan kasih Anda WhatsApp: 0878.7878.9978 melalui nomor kontak kami di halaman belakang buklet ini. E-mail: indonesia@odb.org SMS: 081586111002

Anda juga dapat mendukung kami dengan meng-klik tautan ini.


3

APA YANG DIJANJIKAN PERNIKAHAN? Komitmen untuk sehidup semati dapat bertahan lebih kuat daripada anggapan banyak pasangan yang telah bertunangan. Segala kencan, perhatian, dan kasih sayang yang dialami sebelum menikah tidak harus dibuyarkan selamanya oleh kekecewaan karena harapan-harapan yang kandas. Pernikahan masih layak diperjuangkan di dunia di mana satu dari dua pernikahan berujung pada perceraian. Namun, untuk meyakini kembali visi tentang suatu pernikahan yang sepatutnya, kita perlu meninjau harapanharapan kita, motivasi kita, dan iman kita kepada Allah sendiri. Dalam tulisannya ini, David Egner, staf penulis Our Daily Bread Ministries, menunjukkan kepada kita bagaimana hikmat Alkitab dapat memperbarui dan menghidupkan kembali janji yang ditawarkan pernikahan bagi sepasang insan yang jauh dari sempurna. —Martin R. DeHaan II

JANJI YANG MEMUDAR

B

ob menghambur ke dalam bengkelnya, mengambil sepotong kayu dari bangku kerjanya, dan mencampakkannya ke tumpukan serpihan kayu di pojok ruangan. Ia dan Peggy barusan bertengkar lagi. Ia sudah begitu muak dan tidak bahagia.


4

KERIKIL-KERIKIL TAJAM

Pernikahan

Ia sempat berpikir untuk masuk ke mobilnya dan pergi untuk selamanya. Namun kemudian ia teringat akan putri-putrinya, Amy, yang berusia 14 tahun, dan Marcie, yang berusia 16 tahun. Bob bekerja keras—kadang-kadang sampai 60 jam seminggu. Ia telah membangun rumah yang mereka tempati, juga kandang bagi kuda-kuda ras yang mereka pelihara. Ia telah mencoba untuk memberikan kehidupan yang nyaman dan bebas masalah bagi Peggy dan kedua putrinya. Namun Peggy justru bersikap menjauh dan tidak menghargai upaya yang dilakukan Bob. Ketika mereka mencoba untuk bercakap-cakap, seakan-akan mereka berbicara dalam dua bahasa yang berbeda. Kadang-kadang kedua putrinya juga mempersulit keadaan. Bob sudah lupa akan banyaknya hal yang sudah dilakukan ayahnya bagi dirinya—dan betapa sedikitnya ia sebagai remaja menghargai orangtuanya itu. Sekarang ia mengalami sendiri bagaimana Amy dan Marcie mulai sama menjengkelkannya seperti Peggy. Gadisgadis kecil itu telah menjadi remaja yang cuma tahu menuntut dan tidak tahu berterima kasih.

Bob bukanlah orang yang suka membahas tentang perasaannya. Namun sekarang ia tidak bisa mengabaikannya lagi. Bob bukan orang yang suka membahas tentang perasaannya. Ia selalu mengesampingkan perasaannya agar dapat berkonsentrasi pada pekerjaan yang harus dilakukannya. Namun sekarang ia tidak bisa mengabaikannya lagi. “Inikah yang didapat dari pernikahan,” ia bertanya-tanya, “perasaan sepi, marah, frustrasi, dan kecewa? Aku merasa begitu hampa.” Sandy dan Dave telah menikah hampir 10 tahun, dan Sandy merasa letih. Dave selalu berpindah-pindah kerja karena merasa tidak pernah menemukan “orang yang menghargai usaha yang saya berikan.” Dave ingin cepat-cepat memiliki anak, dan Sandy baru saja mengetahui bahwa ia sedang mengandung anak mereka yang ketiga. Kabar itu mengacaukan emosi Sandy. Ia senang memiliki anak lagi—tetapi bukan sekarang. Mereka tidak akan


APA YANG DIJANJIKAN PERNIKAHAN?

5

mampu menanggung biayanya. Selama ini Dave mudah sekali membeli barang-barang yang ia inginkan—setelah mereka membeli rumah dan mobil yang lumayan mewah. Sandy bekerja keras sekuat kemampuannya, tetapi semakin besar penghasilan Sandy, semakin besar pula pengeluaran Dave. Di sisi lain, Dave malas memangkas rumput, mesin pengering masih rusak, dan jendela di ruang bawah tanah sudah lama tidak diperbaiki.

Sandy merasa terperangkap dan sengsara. Ia tak pernah membayangkan pernikahannya akan jadi seperti ini! Orangtua Sandy berusaha membantu sekadarnya, tetapi Sandy enggan meminta tolong mereka lagi kecuali benar-benar perlu. Seandainya saja Dave menepati janjinya untuk mendapatkan pekerjaan tetap dan bertanggung jawab atas keuangan keluarganya. Ia telah berulang kali berbicara dengan Dave, dan Dave sudah pernah berjanji—janji-janji yang tidak pernah ia tepati. Sekarang anggota keluarga itu akan bertambah seorang lagi. Sandy merasa terperangkap dan sengsara. Sepuluh tahun yang lalu ketika ia berdiri di depan altar dan mengikat janji dengan Dave, ia tidak pernah membayangkan pernikahannya akan jadi seperti ini!

VISI YANG DIPERBARUI

B

aik Bob maupun Sandy merasa marah, terluka, dan dikhianati. Ini bukan hal yang mereka harapkan. Masa bulan madu tidak berlangsung selama yang mereka impikan. Janji untuk saling memberi kebahagiaan, rasa aman, keintiman, dan kepedulian semakin memudar seiring realitas pernikahan yang dihadapi sehari-hari. Mereka tidak sendiri. Perasaan mereka dirasakan di banyak biduk pernikahan. Dan tingkat perceraian tentu akan lebih tinggi lagi jika tidak karena banyak pasangan muda yang memilih untuk hidup bersama saja. Lebih dari itu, 50 persen dari seluruh orang dewasa muda


6

KERIKIL-KERIKIL TAJAM

Pernikahan

sekarang ini dibesarkan dalam keluarga yang mengalami kesedihan, kepahitan, bahkan pedihnya suatu proses pernikahan yang retak. Mereka melihat apa yang terjadi pada ayah dan ibu mereka, dan mereka tidak ingin hal itu terjadi pada mereka. Namun pernikahan tidaklah harus berakhir seperti itu. Terlepas dari tingginya angka perceraian, dan terlepas dari meningkatnya jumlah hubungan pernikahan yang tidak bahagia meskipun tanpa perceraian, pernikahan tetap menawarkan kesempatan yang indah untuk menemukan makna dan kelimpahan kasih sejati. Memang, pernikahan membutuhkan banyak usaha. Namun demikian juga dengan segala sesuatu yang berharga. Memang, kita harus melakukan pengorbanan. Namun manfaat yang kita terima secara pribadi dari sebuah hubungan yang sehat jauh melampaui kerugian kita. Memang, rintangan yang dihadapi saat ini mungkin menghalanginya. Namun jika kita mengikuti beberapa prinsip dasar, rintangan tersebut akan berubah secara dramatis menjadi keuntungan bagi kita. Memang, pernikahan adalah tanggung jawab yang besar, khususnya apabila kemudian hadir anak-anak. Namun bersama dengan tanggung jawab itu timbul otoritas dan pertolongan dari Allah untuk mengubah tanggung jawab tersebut menjadi hasil yang memuaskan. Memang, ada banyak jalan lain untuk menebus perihnya kesepian dan ketidakpuasan. Generasi kita tergila-gila dengan “cinta segitiga”, “perselingkuhan di kantor”, dan ilusi tentang “seks yang aman”. Namun adakah orang yang menjelang ajalnya mengatakan bahwa ia senang karena pernah berkesempatan menikmati keintiman seksual di luar pernikahan? Memang, mungkin tampaknya langkah yang terbaik adalah keluar saja dari pernikahan yang buruk sebelum kepahitan dan kemarahan menghancurkan Anda. Namun banyak orang yang terluka telah menyadari bahwa seburuk apa pun pernikahan tanpa cinta, perceraian yang dipenuhi kemarahan tidak bisa menuntaskan masalahnya. Kita perlu melihat kemungkinan adanya orang-orang yang akan mengusahakan pernikahan mereka dengan sungguh-sungguh


APA YANG DIJANJIKAN PERNIKAHAN?

7

sebagaimana yang mereka lakukan saat mereka masih berkencan. Kita perlu melihat ada banyak pasangan suami dan istri yang dipenuhi rasa syukur karena saling menghargai, terlepas dari segala kekurangan dan ketidaksempurnaan mereka. Kita perlu melihat kemungkinan dari dua manusia dewasa yang saling mencintai dengan begitu mendalam, bukan karena mereka tidak mengetahui apa pun, tetapi karena mereka berdua telah mempelajari makna kasih dan pengampunan yang bertahan lama. Kita perlu melihat adanya para suami yang, walaupun mempunyai anak-anak dan tidak banyak uang, dapat tetap berusaha untuk mengencani istri mereka—seperti yang pernah mereka lakukan sebelum menikah. Kita perlu melihat adanya pasangan yang masih saling bersentuhan, berbicara, dan menerima hingga ajal saja yang memisahkan mereka.

Kita perlu melihat pernikahan kita bukan menurut keadaannya sekarang, tetapi menurut tujuan yang hendak dicapai bersama. EMPAT TAHAPAN PERNIKAHAN SEHAT

J •

• • •

adi, apa untungnya bagiku?” Itu adalah pertanyaan yang patut ditanyakan tentang pernikahan, dan itu bukan tanpa alasan. Apa sebenarnya yang dijanjikan oleh pernikahan? Bagi gadis SMA, itu adalah hari pernikahannya, gaun putih, empat pengiring pengantin yang cantik-cantik, hiasan lilin dan bunga, serta pesta yang dipenuhi teman-teman. Bagi pasangan pengantin baru, itu adalah janji nikah bersama, keintiman, persahabatan, dan petualangan. Bagi pasangan yang telah menikah 15 tahun, itu adalah anakanak, saling mendampingi, dan saling membangun. Bagi pasangan yang telah menikah 35 tahun, itu adalah melihat cucu-cucu bertumbuh, tanda-tanda awal penuaan, dan pengurangan aktivitas.


8

KERIKIL-KERIKIL TAJAM

Pernikahan

• Bagi mereka yang menghargai Allah di atas segalanya, pernikahan menjadi ajang pengujian iman—sebuah laboratorium hati yang tidak hanya mengandung janji bagi kehidupan saat ini, tetapi juga kehidupan yang akan datang. Manusia berubah, situasi berganti, dan impian bisa hancur. Namun Allah yang merancang pernikahan juga merancangnya untuk dapat bertahan menghadapi beragam kekecewaan dan musim-musim kehidupan yang pasti terjadi dalam setiap hubungan yang sehat. Allah dapat membantu kita bertumbuh melalui siklus (1) harapan, (2) ikatan janji, (3) kekecewaan, (4) bertumbuhnya rasa terpenuhi, yang semuanya akan kita bahas selanjutnya. Namun, perlu diingat bahwa masalahnya bukan hanya apa yang Tuhan katakan kepada kita tentang pernikahan. Jawabannya ditemukan dalam apa yang Dia katakan mengenai hal-hal mendasar tentang iman dan karakter, lalu menerapkan perspektif tersebut pada musim-musim dalam pernikahan.

HARAPAN

“Apa yang bisa kuharapkan dari pernikahan? Apa imbalannya? Aku punya harapan yang tinggi dan mimpi yang besar. Akankah itu terwujud?” Mari kita lihat harapan orang pada umumnya terhadap pernikahan dewasa ini. Kemudian kita akan beralih ke Alkitab untuk melihat apa yang Allah harapkan dari hubungan tersebut. Harapan Kita. Masyarakat kita, baik yang religius maupun sekuler, telah menetapkan harapan-harapan bagi suatu hubungan pernikahan: 1. Pernikahan akan memenuhi kebutuhanku. • Kebutuhan akan kasih sayang dan keintiman seksual. • Kebutuhan untuk pendampingan. • Kebutuhan akan keluarga. • Kebutuhan untuk teman bercakap-cakap. • Kebutuhan akan jaminan keuangan. • Kebutuhan untuk diterima masyarakat. • Kebutuhan untuk meninggalkan rumah orangtua.


APA YANG DIJANJIKAN PERNIKAHAN?

9

Banyak dari harapan ini mencerminkan keinginan yang wajar dan bahkan yang diberikan Allah. Namun, masalah muncul saat kita mengejar keinginan-keinginan itu dengan strategi dan motivasi yang picik. Banyak orang masuk ke dalam pernikahan dengan harapan pernikahan itu bisa menyelesaikan masalah mereka. Seorang gadis yang sudah tidak tahan lagi terhadap kemarahan dan sikap dingin ayahnya atau kritikan pedas dari ibu tirinya mungkin akan menikah semata-mata untuk keluar dari rumahnya. Seorang putra yang merasa tidak dihargai oleh orangtuanya mungkin melihat pernikahan sebagai jalan untuk menemukan penerimaan diri yang ia rindukan. Namun sering kali mereka yang memasuki gerbang pernikahan untuk menyelesaikan masalah mereka akhirnya duduk di hadapan sidang perceraian yang memalukan dan berkata, “Pasangan saya tidak bisa memenuhi kebutuhan saya, Yang Mulia.” Mengapa para pasangan tidak melihat kemungkinan terjadinya hal itu? Sebagian jawabannya adalah karena banyak dari mereka yang berasumsi bahwa . . . 2. Pernikahan akan mengubah pasangan. Banyak orang memasuki gerbang pernikahan dengan gagasan dalam hati tentang sosok yang mereka dambakan dari pasangan mereka. Mereka mungkin akan mengungkapkannya sedikit-sedikit sebelum pernikahan, tetapi semua itu segera terungkap secara jelas. John, seorang mahasiswa teologi, sedang mencari konsep tentang sosok istri pendeta yang ideal. Ia ingin seorang wanita yang bisa menjadi nyonya rumah yang luar biasa, yang akan menunjangnya dalam segala hal, yang bisa berbicara di depan jemaat wanita, yang merasa cukup puas bertempat tinggal di pastori di sebelah gereja, yang bisa hidup sangat hemat dengan anggaran yang ketat, yang akan melahirkan dua anak pada saatnya (sebaiknya satu laki-laki dan satu perempuan), dan yang selalu bersikap optimis dan bahagia. Masalah mulai muncul tidak lama setelah pernikahannya. Kadang-kadang Becky bersikap murung dan sedih. Ia ingin dapat membelanjakan sedikit uangnya tanpa harus mempertanggungjawabkan setiap pengeluaran kepada suaminya. Ia tidak suka berbicara di depan kelompok mana pun. Bayi


10

KERIKIL-KERIKIL TAJAM

Pernikahan

pertama tidak lahir pada waktu yang diharapkan, dan sering sakit-sakitan. Semakin John mendorong Becky untuk memenuhi harapan-harapannya, semakin jauh Becky menarik diri. Ia tetap tidak bisa memenuhi kriteria ideal John, sebanyak apa pun tekanan yang diberikan John. Untuk menghindari kesalahan seperti itu, ada yang justru mencoba pendekatan lain yang bertolak belakang. 3. Pernikahan bisa sebebas mungkin. Ada orang yang memasuki mahligai pernikahan dengan harapan lain yang lebih terselubung. Mereka dengan murah hati memberikan banyak kebebasan dan keleluasaan bagi pasangan mereka—melebihi batas nyaman pasangan mereka. Namun semua itu menuntut imbalan yang tinggi. Mereka menuntut kebebasan yang lebih besar bagi diri mereka sendiri. Sebagai imbalannya, mereka mengharapkan pasangan mereka tidak terlalu banyak menuntut. Inilah cara yang disebut “sama-sama senang”. “Aku tak akan banyak bertanya dan aku harap kamu pun tak akan menanyakan apa pun.” Sikap-sikap seperti ini sangat berbeda dengan . . . Harapan Allah. Alkitab menunjukkan bahwa harapan Allah atas pernikahan sangat berbeda dari harapan kita. Ketika Allah berkata, “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja,” dan ketika Dia menciptakan Hawa sebagai jawaban atas kesendirian itu, yang Dia lakukan bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan manusia. Di sepanjang Alkitab kita melihat bahwa harapan Allah atas pernikahan adalah sebagai berikut: 1. Pernikahan akan memungkinkan kita untuk melayani kebutuhan orang lain. Saat menulis suratnya bagi jemaat di Korintus, Rasul Paulus menyatakan dengan gamblang bahwa mereka yang menikah dapat mengharapkan tidak saja kebahagiaan dari hubungan tersebut tetapi juga tanggung jawab yang menyertainya (1 Korintus 7:28-35). Paulus menyatakan bahwa ketika mereka saling mengikatkan diri, pasangan suami-istri justru harus memberikan lebih banyak waktu untuk berusaha keras menyenangkan satu sama lain (ay.33-34). Di satu sisi, Paulus mengatakan bahwa pernikahan, meskipun tidak salah (ay.28), sebenarnya membatasi jumlah waktu yang dapat digunakan seseorang untuk melayani Tuhan tanpa gangguan.


APA YANG DIJANJIKAN PERNIKAHAN?

11

Paulus rupanya sangat menyadari bahwa sebagian besar dari keberhasilannya sebagai duta keliling bagi Kristus tidak akan tercapai jika ia harus bertanggung jawab untuk memberi perhatian bagi seorang istri, rumah tangga, dan keluarganya. Di luar segala sukacita yang diberikannya, pernikahan memiliki tanggung jawab yang membatasi kebebasan kita melayani Allah dengan tanpa beban. Tuhan kita tahu bahwa saat kita menikah, kita memilih untuk melayani Dia dengan cara melayani kebutuhan pasangan kita. Seiring waktu, kita bahkan harus belajar untuk menjaga agar komitmen pernikahan kita tidak menyaingi komitmen kita terhadap Tuhan dan ketergantungan kita kepada-Nya. Hal tersebut membawa kita pada harapan kedua. Meskipun kita memasuki pernikahan dengan harapan untuk mengubah pasangan kita, tetapi harapan Allah adalah agar . . . 2. Pernikahan akan mengubah diri kita menjadi lebih baik. Kitab Suci tidak memberitahukan kepada kita untuk memastikan bahwa pasangan hidup kita akan mengasihi, menghormati, dan memberi kita seluruh curahan kasih sayang, kecukupan uang, dan kepuasan fisik yang kita rindukan. Alkitab tidak pernah menjanjikan bahwa Allah akan membuat pasangan kita menjadi orang yang sesuai dengan kemauan kita. Namun, Alkitab menyatakan tentang sikap hati yang dapat Allah berikan kepada kita pada saat kita melakukan bagian kita dalam membantu pasangan kita menonjolkan sisi terbaiknya.

Pernikahan akan mengungkapkan isi hati kita dan menuntut pertumbuhan kita melebihi hubungan-hubungan kita lainnya. Pernikahan pada dasarnya menuntut pertumbuhan rohani kita sendiri. Untuk hidup bersama dan mengasihi orang lain “dalam susah ataupun senang, kaya ataupun miskin, sakit ataupun sehat”, kita diharuskan untuk belajar mendahulukan kepentingan pasangan di atas kepentingan kita. Cinta kasih seperti itu adalah prinsip dasar dalam Alkitab (Filipi 2:1-4), tetapi keintiman dan tanggung


12

KERIKIL-KERIKIL TAJAM

Pernikahan

jawab dalam pernikahan memberi kita keadaan yang ideal untuk membantu kita mempelajari makna kasih yang sejati. Pada hakikatnya, pernikahan menuntut komitmen, risiko, dan investasi tanpa pamrih. Agar sebuah pasangan mencapai kesatuan, cinta kasih, kesetiaan, dan berkat yang Allah harapkan, mereka harus mengambil langkah raksasa dalam pertumbuhan pribadi mereka. Mereka harus mempelajari cara dan saat yang tepat untuk melepaskan hak-hak pribadi mereka agar dapat merasakan kelimpahan yang dialami ketika kebutuhan sejati (bukan tuntutan yang mementingkan diri) dari orang lain didahulukan di atas keinginan pribadi masing-masing. Ketika sepasang suami-istri belajar untuk mengasihi dengan cara seperti ini, mereka menjadi jendela bagi orang lain untuk melihat karya Kerajaan Allah. Saat mereka berserah kepada Roh Kudus dan kedaulatan Allah, mereka menjadi contoh dari spiritualitas yang dimaksudkan Allah sebagai hasil dari suatu pernikahan. Para sahabat, anak-anak, dan sanak keluarga diberi kesempatan untuk melihat kasih yang setia, kejujuran, keteguhan moral, kerendahan hati yang tulus, kesabaran yang luar biasa, dan pengertian yang lemah lembut yang dapat Allah anugerahkan dalam pernikahan. Orang-orang tidak akan melihat kepatuhan yang manipulatif atau yang didorong oleh rasa takut, sesuatu yang menandai banyak pernikahan. Mereka akan melihat kepedulian dan persahabatan yang tulus. Kasih seperti ini mengharuskan kita untuk tidak memusatkan perhatian hanya pada kesalahan pasangan kita melainkan pada motivasi dan tindakan kita sendiri. Namun, kasih itu tidak memperbolehkan kita untuk beranggapan demikian, “Jika aku tidak menuntut apa-apa darimu, maka kamu tidak akan menuntut apa pun dariku.” Harapan Allah adalah bahwa lewat cara yang paling intim dan ketergantungan pada satu sama lain . . . 3. Pernikahan akan membuat kita memiliki semangat untuk saling mengasihi. Alkitab menyatakan dengan jelas bahwa ketika seorang pria dan seorang wanita disatukan dalam pernikahan, mereka menjadi satu. Dan faktor yang mengendalikan kesatuan mereka adalah komitmen mereka bersama untuk saling mempedulikan kesejahteraan satu sama lain sampai ajal memisahkan mereka.


APA YANG DIJANJIKAN PERNIKAHAN?

13

Komitmen untuk mengasihi berarti kita harus selalu mencari cara-cara yang positif untuk menampilkan sisi terbaik pasangan kita. Hal itu juga berarti bahwa setelah mengakui kesalahan dan dosa kita (Matius 7:1-5), kita akan berusaha untuk menegur kesalahan signifikan yang dilakukan seorang kepada yang lain pada saat yang tepat dan dengan penuh kepekaan. Amsal 27:6 mengingatkan kita bahwa seorang sahabat yang setia terkadang harus mengatakan hal-hal yang menyakitkan untuk didengar. Alkitab tidak membenarkan kita untuk mengomel, mengungkitungkit kesalahan lama atau saling mengkritik dengan kasar. Amsal mengatakan bahwa lebih baik tinggal pada sudut atap rumah daripada diam serumah dengan perempuan yang suka bertengkar (21:9). Namun kasih juga memberikan tanggung jawab untuk melakukan segala yang dapat dilakukan demi menampilkan sisi terbaik dari pasangan kita, bukan sisi terburuknya. Kasih tidak akan membiarkan kita menikmati amoralitas atau mendukung kecanduan pasangan kita yang merusak. Sebagaimana ditunjukkan Allah kita melalui teladan-Nya sendiri, kasih itu tegas di saat keadaan menuntut demikian. Namun, harapan Allah yang paling signifikan bagi pernikahan tampaknya tecermin dalam maksud-Nya agar . . . 4. Pernikahan akan menjadi gambaran jalinan hubungan Kristus dengan jemaat-Nya. Harapan Allah adalah bahwa suami-istri akan membangun kasih abadi dengan memperhatikan “pernikahan” antara Kristus dan jemaat-Nya (2 Korintus 11:2; Efesus 5:22-33). Setelah mendorong suami maupun istri melihat peran mereka masing-masing sebagaimana tecermin dalam hubungan antara Kristus dan jemaat, Rasul Paulus menulis: Kita adalah anggota tubuh-Nya. Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dengan jemaat (Efesus 5:30-32). Harapan-harapan Allah itu memberikan janji yang agung bagi pernikahan yang baru atau yang dipulihkan. Harapan-harapan


14

KERIKIL-KERIKIL TAJAM

Pernikahan

itu mendorong kita memandang keluar dari diri kita sendiri, dan menuntut dari diri kita kasih yang bersumber dari Allah. Harapan-harapan itu membangun dasar bagi ikatan janji yang menjadi inti pernikahan.

IKATAN JANJI

Para kerabat dan sahabat telah duduk. Suara organ mengalun lembut sementara cahaya lilin berkerlip di latar belakang. Para petugas berdiri di tempat yang ditentukan. Sang ayah telah berkata, “Ibunya dan saya.” Si penyanyi baru saja menyelesaikan nyanyian solonya. Suasana senyap. Pendeta berkata, “Silakan berjabat tangan dan ulangi perkataan saya. Saya, James, mengambil engkau, Susan . . . .” Harapan bergerak menjadi kenyataan melalui pengucapan janji nikah. Sang pria dan wanita mengikrarkan janji yang kudus di hadapan Allah, keluarga, dan sahabat bahwa mereka akan “mengasihi, menghormati, dan menghargai” satu sama lain hingga “ajal memisahkan kita”. Dengan mengucapkan janji nikah dan menandatangani surat nikah, sepasang pria dan wanita memasuki suatu ikatan perjanjian yang menjadi perwujudan dari semua yang dimaksudkan Allah bagi pernikahan. Janji nikah yang terucap itu juga mengantisipasi masa-masa dalam kehidupan pernikahan yang sering kali terjadi di luar harapan kita. Janji tersebut mengantisipasi pengalaman-pengalaman dalam hidup ketika pernikahan, dengan segala lika-likunya yang tak terduga, menerjang begitu rupa, menyita lebih banyak perhatian, dan menuntut dari diri kita lebih dari yang kita perkirakan sebelumnya. “Susah”, “miskin”, dan “sakit”, bisa terjadi. Dan ketika semua itu terjadi, kita bisa berulang kali meninjau kembali janji yang telah kita ucapkan kepada satu sama lain. Memahami maksud Tuhan atas maksud janji tersebut—dengan kedalaman yang tidak pernah terduga oleh kita saat mengucapkannya—akan menolong kita terus-menerus sembari mengalami seluruh aspek dari pernikahan itu. Komitmen Seumur Hidup. Ketika sepasang pria dan wanita mengatakan, “Saya bersedia,” mereka sedang berjanji kepada satu sama lain di hadapan Tuhan bahwa mereka akan tetap bersama


APA YANG DIJANJIKAN PERNIKAHAN?

15

hingga salah satu dari mereka meninggal. Tuhan Yesus secara jelas mengajarkan apa yang Allah harapkan saat Dia berkata: Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia (Matius 19:4-6). “Lalu bagaimana dengan perceraian?” tanya seseorang kepada Tuhan. “Bukankah perceraian selalu merupakan pilihan? Tidak bolehkah saya menyediakan semacam ‘jalan keluar’ kalau-kalau pernikahan itu tidak berhasil?” Yesus menjawab: Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian. Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah (Matius 19:8-9). Janji pernikahan merupakan ungkapan verbal dari komitmen seumur hidup yang dibuat di dalam hati dan pikiran. Itulah rancangan Allah. Pemenuhan janji pernikahan yang paling puncak didasarkan pada konsep itu. Ketika kita mengucapkan janji nikah, “sejak hari ini,” yang kita maksudkan adalah sepanjang hidup kita. Janji ini tidak dibuat untuk dilanggar (Pengkhotbah 5:4).

Janji pernikahan merupakan ungkapan verbal dari komitmen seumur hidup yang dibuat di dalam hati dan pikiran. Beberapa orang mungkin berpendapat: “Membatasi banget!” Ya, komitmen itu memang membatasi. Namun komitmen itu juga yang membuat si pria maupun wanita bebas untuk berkonsentrasi penuh


16

KERIKIL-KERIKIL TAJAM

Pernikahan

pada tugas untuk menjalani, menyesuaikan, dan meningkatkan hubungan kasih mereka melalui kehidupan yang saling memberi dan menerima dengan tulus. Janji itu memungkinkan suami dan istri saling menganugerahkan kasih yang terikat janji—janji yang berlaku seumur hidup—yang akan membawa mereka mengatasi penyakit jasmani, dan kepentingan yang berbeda, dan tekanan pekerjaan, dan masalah dengan anak-anak remaja, hingga stres yang luar biasa dalam hubungan mereka. Begitu rumit—tetapi sangat sederhana. “Saya telah berjanji, dan lewat pertolongan Allah saya bertekad untuk memegangnya. Saya selalu memegang janji. Saya akan menjalankannya seumur hidup.” Identitas Bersama. Sebagai penggenapan janji pernikahan, keduanya menjadi satu. Si pria tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, demikian juga dengan si wanita. Sebuah kesatuan baru, suatu keragaman baru, sebuah keluarga baru telah dibentuk. Keduanya tetaplah pribadi yang berbeda. Namun dari sudut pandang Alkitab, keduanya kini berbagian dalam suatu kesatuan yang rahasia. Rasul Paulus menuliskan: Demikian juga suami harus mengasihi isterinya sama seperti tubuhnya sendiri: Siapa yang mengasihi isterinya mengasihi dirinya sendiri. Sebab tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya, sama seperti Kristus terhadap jemaat, karena kita adalah anggota tubuhNya. Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat (Efesus 5:28-32). Seperti jemaat dipersatukan dengan Kristus, demikianlah wanita dan pria menjadi satu. Mereka berjalan menuju altar dalam perbedaan—pria dan wanita yang terpisah. Mereka meninggalkan altar sebagai satu daging—berbagi identitas yang sama. Latar belakang yang berbeda, keluarga yang berbeda, pendidikan yang berbeda, luka hati yang berbeda, kebiasaan yang berbeda—akan tetapi sekarang, dalam ikatan perjanjian, mereka menjadi satu . . .


APA YANG DIJANJIKAN PERNIKAHAN?

17

• Ketika suami ditugaskan di Timur Tengah dan istri harus tetap tinggal di New Jersey. • Ketika istri berjuang melewati masa kehamilan trimester pertama yang berat. • Ketika kepada suami diberitahukan bahwa ia telah diberhentikan dari pekerjaan dan istri justru mendapat peningkatan karier. • Ketika istri didiagnosa sklerosis ganda atau suami mendengar kata-kata, “Maaf, kanker Anda tidak bisa dioperasi.” • Ketika suami harus mencurahkan banyak waktu dan tenaga untuk merawat orangtuanya yang lanjut usia. • Ketika putri bungsu mereka berjalan menuju altar untuk mengucapkan janji pernikahannya. Ya, sepasang pria dan wanita itu satu. Kedua manusia yang unik itu telah berjanji untuk menjalani kehidupan bersama-sama sebagai satu kesatuan dalam identitas bersama yang baru. Sebuah Hubungan yang Eksklusif. Hubungan dalam ikatan perjanjian yang dimasuki sepasang pria dan wanita ketika mereka mengucapkan janji pernikahan mereka menuntut kesetiaan yang total. Suami dan istri harus saling mengasihi, setia, dan menghargai—secara eksklusif! Suami harus setia terhadap istrinya, demikian pula istri kepada suaminya. Alkitab tidak berkompromi dalam hal ini. Dapatkah orang membawa api dalam gelumbung baju dengan tidak terbakar pakaiannya? Atau dapatkah orang berjalan di atas bara, dengan tidak hangus kakinya? Demikian juga orang yang menghampiri isteri sesamanya; tiada seorangpun, yang menjamahnya, luput dari hukuman (Amsal 6:27-29).

Suami harus setia terhadap istrinya, demikian pula istri kepada suaminya. Alkitab tidak berkompromi dalam hal ini. Terlepas dari praktek-praktek di masyarakat masa kini, suatu janji pernikahan diikatkan dengan satu orang saja. Paulus


18

KERIKIL-KERIKIL TAJAM

Pernikahan

memberitahukan kepada Titus agar meminta jemaat wanita yang lebih tua di Kreta supaya mendidik jemaat wanita yang lebih muda untuk “mengasihi suami dan anak-anaknya, hidup bijaksana dan suci” (Titus 2:4-5). Perintah ketujuh yang diberikan di Gunung Sinai adalah, “Jangan berzinah” (Keluaran 20:14). Yesus mengucapkan kembali perintah ini (Matius 19:18). Dan Paulus menyebut perzinaan di urutan pertama dari daftar dosa kedagingan (Galatia 5:19). “Aku berjanji setia padamu.” Mike Mason menulis sebagai berikut tentang kata-kata tersebut, “Inilah cara kita mengasihi satu sama lain, dengan suatu kasih yang terikat janji, yang tidak bergantung pada kebahagiaan atau apa pun tanda keberhasilan yang kasat mata. Di mana lagi kasih ini akan dimulai jika tidak bermula dengan orang yang terdekat dengan kita, pasangan hidup yang telah kita pilih dari antara seluruh orang di dunia untuk menjadi kekasih kita?” (The Mystery Of Marriage, hlm.106). Sejak dibuatnya komitmen ini, si pria dan wanita diharapkan untuk saling setia. Ini adalah harapan Allah bagi pernikahan. Dan jika mereka mengikutinya, mereka akan mengalami janji indah yang diberikan pernikahan. Oleh karena itu . . . • Kita akan memusatkan perhatian kasih kita pada pasangan kita. • Kita tidak akan bersikap tidak setia, bahkan dalam hal-hal kecil. • Kita tidak akan memulai ataupun membuka celah untuk “bermain mata”. • Kita akan menghindari godaan. Memang kita akan diuji. Dari dalam hati kita yang penuh tipu daya, dan dari luar diri kita, akan muncul dorongan untuk mengabaikan janji pernikahan itu. Janji yang diberikan pernikahan dibangun di atas suatu ikatan perjanjian, di atas integritas kata-kata kita yang tetap utuh saat salah satu dari kita dipanggil pulang ke rumah Bapa. Hanya dengan berlaku setia pada janji kita, dan hanya dengan keinginan yang mendalam untuk mempercayai rencana Allah, kita dapat mengatasi tahap penting berikutnya dalam pernikahan . . .

KEKECEWAAN

Hal itu mungkin sudah mulai terjadi di saat bulan madu. Rasa curiga mungkin sudah timbul bagai bayangan gelap di lubuk pemikiran


APA YANG DIJANJIKAN PERNIKAHAN?

19

atau emosinya. Sedikit noda telah timbul di lingkaran halo-nya; baju zirahnya sudah mulai memudar kilauannya. Ia mengabaikannya, tetapi hal itu terus mengganggu. Pasangannya bukan pria yang lembut seperti yang ia kira. Si suami mengabaikan perasaan istrinya. Si istri membuat rencana tanpa berunding dulu dengan suami. Suami menggunakan dana tanpa memberitahu istri. Istri mengakhiri percekcokan mereka tanpa penyelesaian. Sementara itu, istri merasa terusik dengan pikiran-pikirannya yang tersita oleh keburukan-keburukan si suami. Ia ingat betapa menyenangkan masa lajangnya saat ia bisa membuat keputusan sendiri dan membelanjakan uangnya sesuai keinginannya. Seiring berjalannya waktu, ia menjadi semakin tidak bahagia dan semakin kecewa. Norman Wright, seorang konselor Kristen, dalam buku bimbingan pranikahnya berjudul Before You Say I Do (Sebelum Anda Menyatakan Bersedia), menyatakan bahwa setiap pernikahan pasti akan melalui tahap-tahap kekecewaan. Pasangan suami-istri baru biasanya langsung menghadapi suatu kesenjangan antara apa yang mereka harapkan dari pernikahan mereka dengan kenyataan yang sesungguhnya terjadi di dalamnya. Hal itu bisa terjadi pada saat bulan madu atau saat mereka sedang mengatur perabotan di apartemen mereka. Mereka berusaha menjembataninya, tetapi ternyata kekecewaan terus-menerus terjadi. Kekecewaan muncul di masa-masa awal kehamilan, ketika anak-anak mereka masih kecil, saat terjadi perubahan karier, ketika anak-anak mereka beranjak remaja, di usia akhir 40-an dan pertengahan 50-an, dan jika Tuhan memberikan kesehatan yang baik kepada mereka, di usia 70-an dan 80-an. Demikianlah pria dan wanita. Tidak seorang pun dari mereka yang bisa menjadi Allah bagi yang lainnya. Keduanya selalu condong mementingkan diri mereka masing-masing. Keduanya tidak selalu merasa mendapati kepuasan di dalam Allah (Filipi 4:1113). Keduanya bergumul dengan, dan sering kali menyerah pada, hati yang penuh dengan dosa sebagaimana dikatakan oleh Alkitab (Roma 7:14-25). Dan tidak ada satu pun hubungan yang lebih membeberkan kekurangan sifat manusia daripada pernikahan.


20 KERIKIL-KERIKIL TAJAM

Pernikahan

Kedekatan dalam Pernikahan. Keintiman dan identitas bersama dari hubungan suami-istri dapat menyebabkan kekecewaan karena eratnya kedekatan itu justru akan membeberkan isi hati kita. Tidak seperti hubungan bisnis, di mana ditetapkan peranan masingmasing untuk menjaga “jarak” profesional, pernikahan dirancang sebagai satu kesatuan. Suami dan istri dengan segera mengenal satu sama lain dengan sangat baik. Mereka berbagi keintiman seksual, tahap-tahap kehamilan dan persalinan, kegembiraan membeli rumah baru, kabar baik tentang peningkatan karier suami atau kesempatan istri. Mereka menghadapi pergumulan kesehatan, membesarkan anak, krisis anak remaja, atau masalah keuangan bersama-sama. Mereka menjadi begitu dekat sehingga yang satu tahu betul bagaimana perasaan dan pemikiran yang lain. Namun kedekatan ini memiliki efek samping. Mereka jadi tahu sisi terbaik dan terburuk pasangannya. Kurangnya perhatian suami dan keasyikannya dalam pekerjaan membuat istri frustrasi. Penolakan istri untuk mendengarkan dan mempercayai penilaiannya menimbulkan kemarahan suami. Istri mengetahui kata-kata apa saja yang akan membuat suami marah atau malu. Suami sudah tahu istri akan terluka ketika ia menghabiskan uang secara kompulsif, tetapi ia tetap melakukannya.

Kedekatan dalam pernikahan menyingkapkan kepada kita apa isi hati kita yang sebenarnya. Dalam keintiman hubungan pernikahan, kita menunjukkan keegoisan, ketidaksabaran, ketidakpekaan, kemarahan. Kita cenderung ingin melecehkan, menghukum, melukai pasangan. Kedekatan dalam pernikahan menimbulkan semua itu. Diri kita tersingkap di hadapan pasangan kita dan, bahkan yang lebih menyakitkan, di hadapan diri kita sendiri. Kita mulai menyadari bahwa pasangan kita tidak lagi memenuhi hasrat kita akan rasa aman, pengakuan, dan kepuasan.


APA YANG DIJANJIKAN PERNIKAHAN?

21

Kita merasa dikhianati. Kita saling mempercayai. Namun dengan cara-cara yang tidak terduga, pernikahan telah menyingkapkan tidak saja kelemahan pasangan kita tetapi juga kelemahan kita sendiri. Motivasi Pernikahan yang Salah. Semua pria dan wanita, sering kali tanpa menyadarinya, memasuki gerbang pernikahan dengan alasan yang salah. Ya, mereka mempunyai banyak alasan yang benar—untuk mencari pasangan hidup, memiliki seseorang untuk dikasihi dan diperhatikan, untuk memasuki hubungan seumur hidup, untuk menghormati Tuhan. Namun seiring berjalannya waktu, meskipun memang ada ketertarikan di antara sifat yang berlawanan, jelaslah ini justru bisa berujung pada pertentangan yang membuat frustrasi. Misalkan si pria tahu bahwa ia cenderung bersikap impulsif. Ia tidak pernah sanggup mengatur keuangan. Ia sering sekali membelanjakan uangnya dengan membabi-buta dan ini membuatnya selalu berada di ujung tanduk dalam neraca keuangan. Jadi ia memilih pasangan yang tidak hanya menarik secara fisik di matanya tetapi juga seseorang yang stabil dan mampu mengendalikan diri. Sebelum menikah, tampaknya si wanita suka dengan gaya hidup si pria yang santai dan spontan. Sebaliknya, si pria merasa aman saat bersama si wanita. Setelah menikah, tidak seorang pun dari mereka yang mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Tiba-tiba mereka masuk dalam perselisihan soal uang. Si wanita selalu menjadi pihak yang melarang. Ia kecewa terhadap pasangannya. Ia merasa terkucil dan tertekan karena harus menanggung sendiri beban yang seharusnya ditanggung bersama. Ia menikahinya untuk menjadi istrinya, bukan menjadi ibunya. Pernikahan tersebut bermasalah karena si pria memasukinya dengan motivasi yang salah. Motivasi salah lainnya yang mungkin dibawa seseorang ke dalam pernikahan adalah: • Untuk memperoleh kekuatan dalam melawan kecanduan. • Untuk melarikan diri dari keadaan keluarga yang buruk. • Untuk terlindung dari sikap orangtua yang otoriter. • Untuk meningkatkan karier. • Untuk mendapatkan pengakuan yang sangat dirindukan. • Untuk mengatasi masalah-masalah seksual yang tidak sehat.


22 KERIKIL-KERIKIL TAJAM

Pernikahan

Cepat atau lambat, motivasi-motivasi tersembunyi ini akan terungkap. Dan ketika terungkap, hal itu akan menimbulkan kekecewaan yang juga berakar pada . . . Perilaku Destruktif Dalam Pernikahan. Pola-pola perilaku destruktif yang penuh dosa itu antara lain adalah: 1. Kritik Tak Henti. “Lebih baik tinggal di padang gurun dari pada tinggal dengan perempuan yang suka bertengkar dan pemarah” (Amsal 21:19). Hal ini juga berlaku untuk suami yang suka mengkritik. Masing-masing mungkin didorong oleh perasaan rendah diri atau niat untuk mengalihkan perhatian dari perilakunya sendiri. (Mereka yang kecanduan alkohol biasanya sangat kritis terhadap pasangannya yang tidak mau minum-minum. Mereka ingin “membuktikan diri” bahwa mereka bukan satu-satunya orang yang perilakunya destruktif). Kritikan semacam itu membantu kita untuk melihat mengapa Yesus mengajar kita untuk berurusan dengan dosa kita terlebih dahulu sebelum “membantu orang lain” dengan permasalahan mereka (Matius 7:1-5). Kritikan menjadi sumber kekecewaan yang berbahaya bila digunakan untuk mengalihkan perhatian dari kegagalan kita sendiri. 2. Kemarahan. Ledakan kemarahan, yang sifatnya tak terkendali dan sering kali karena masalah sepele, akan menyerang kesejahteraan pernikahan. Kemarahan yang tidak terkendali amatlah berbahaya dalam hubungan apa pun. Amsal 22:24 mengatakan, “Jangan berteman dengan orang yang lekas gusar, jangan bergaul dengan seorang pemarah.” Namun ketika kemarahan tiba-tiba muncul setelah pernikahan berjalan, salah satu pihak akan merasa kecewa dan terperangkap. 3. Mementingkan Diri Sendiri. Ketika pihak yang satu selalu ingin mementingkan kepentingan dirinya sendiri saja, maka hasilnya pasti bertentangan dengan jalan Allah (Filipi 2:1-4). Hal ini bisa membawa kekecewaan pada orang yang berpikir bahwa pernikahan seharusnya memberinya seseorang yang akan peduli pada dirinya. 4. Perilaku Menjengkelkan. Rasul Paulus menuliskan bahwa kasih itu “tidak melakukan yang tidak sopan” (1 Korintus 13:5). Jadi ketika sikap tidak peka yang egois muncul, baik di depan umum


APA YANG DIJANJIKAN PERNIKAHAN? 23

maupun secara pribadi, pasangan akan merasa tidak dicintai. Ia akan merasa rapuh, diremehkan, tidak dihormati, dan terancam. Jika “sahabat karib” kita memperlakukan kita seperti itu, ke mana lagi kita harus berlindung dari musuh kita? 5. Ketidakjujuran Emosional. Salah satu pasangan mungkin akan menyangkali perasaan frustrasi atau kekecewaannya. Ia mungkin mengemukakan alasannya, yaitu karena ia tidak ingin “menyakiti hati” pasangannya. Sebenarnya, motivasinya yang lebih dalam adalah untuk melindungi dirinya sendiri dari sakit hati atau konflik yang berkelanjutan. Sikap melindungi diri ini mengakibatkan tiadanya kebenaran, tiadanya kasih, dan semakin bertambahnya kesenjangan dan sikap dingin yang mengarah pada keputusasaan yang lebih dalam. Kekecewaan timbul dalam setiap pernikahan. Hal itu tidak terelakkan. Mengatakan bahwa hal itu tidak pernah atau tidak akan terjadi kepada kita sama saja dengan mengingkari kenyataan. Cara kita menghadapi kekecewaan yang timbul mungkin menjadi elemen terpenting dalam pernikahan kita.

PEMENUHAN

Pertanyaan kuncinya adalah, “Lalu bagaimana? Sekarang setelah kami mengalami sendiri beratnya pernikahan, apa yang seharusnya kami lakukan?” Komitmen suami-istri untuk mengatasi dan menyelesaikan masalah penyebab kekecewaan tersebut sangatlah penting. Hal itu dapat menghasilkan suatu rekonsiliasi dan penerimaan yang membuat pernikahan itu layak untuk terus dijalani seumur hidup. Ada dari kita telah mengalami sendiri perasaan frustrasi dan ketakutan. Pernikahan kita mandek. Tidak bertumbuh. Namun kita juga melihat bahwa sikap ngambek, lari ke dalam kamar, membanting pintu, dan mengurung diri berjam-jam di kamar tidak membantu sama sekali. Pada tahap ini, kita perlu menyadari bahwa segalanya belum berakhir. Masih ada harapan. Bahkan, kekecewaan kita sesungguhnya telah membawa kita menuju pada pemenuhan dari kasih dan rasa aman yang selama ini kita cari-cari. Namun, untuk mengalami pemenuhan tersebut, kita harus . . .


24 KERIKIL-KERIKIL TAJAM

Pernikahan

Membiarkan Kekecewaan dalam Pernikahan Kita Membantu Kita untuk Menghadapi Kekecewaan Kita Terhadap Allah. Langkah ini tidak mudah. Lagipula, di hadapan Allah-lah kita mengucapkan janji pernikahan kita. KepadaNyalah kita meminta berkat bagi pernikahan kita. Namun, kali ini, tampaknya Dialah yang telah mengecewakan kita. Kita mungkin bertanya, “Kenapa aku harus terkejut? Bukankah Dia yang membiarkanku mempunyai seorang ayah pecandu alkohol atau ibu yang mempunyai kecenderungan bunuh diri? Apakah sekarang aku harus terkejut kalau Dia tidak menggapai dan menghentikanku ketika aku hanyut ke dalam ikatan pernikahan yang sulit? Dialah yang tidak menjawab doa-doaku. Dia tidak pernah mengubah pasanganku atau menyingkirkan kekosongan yang menggerogoti jiwaku.” Dalam bukunya Bold Love (Cinta yang Berani), Dan Allender, seorang konselor Kristen, menulis, “Seorang korban pelecehan seksual pernah mengatakan kepada saya, ‘Ketika Allah tidak turun tangan untuk menghentikan orang yang melecehkan saya, maka Dia tidak lagi punya hak untuk meminta saya melakukan apa pun. Dia yang berutang kepada saya, dan saya tidak berutang apa pun kepada-Nya.’ Kata-katanya gamblang dan kasar, tetapi saya percaya bahwa ia mewakili sikap hati yang bergumul dengan Allah. Ia semata-mata memiliki keberanian yang dipicu kemarahan untuk menuangkan dalam kata-kata segala pergumulannya untuk dapat memahami kebaikan Allah, jawaban-Nya terhadap ketidakadilan, dan beban untuk memenuhi hukum kasih yang utama” (Bold Love, hlm.70). Kita mungkin marah kepada Allah karena pernikahan kita tidak berjalan sesuai dengan yang kita harapkan. Kita mungkin menuntut Dia bertanggung jawab atau menuduh Dia mengingkari janji-Nya tentang kebahagiaan yang hendak diberikan-Nya untuk kita. Akan tetapi saat kita bergumul, setidaknya itu berarti kita menanggapi-Nya dengan serius. Dan dalam pergumulan kita, kita bisa membandingkan pengalaman kita dengan pengalaman-pengalaman orang lain yang juga pernah merasa kecewa kepada Allah sebelum mereka sendiri menemukan pemenuhan di dalam diri-Nya.


APA YANG DIJANJIKAN PERNIKAHAN? 25

Alkitab menceritakan tentang seseorang bernama Ayub yang merasa bahwa Allah telah bersikap tidak adil kepadanya. Alkitab menceritakan tentang Yusuf yang dibenci oleh saudara-saudaranya, dijual sebagai budak, dan difitnah mencoba memperkosa istri majikannya. Alkitab menceritakan tentang sebuah bangsa yang seluruh penduduknya, setelah dibebaskan dari perbudakan di Mesir, menyimpulkan bahwa Allah telah membawa mereka ke padang gurun yang tandus untuk membinasakan mereka. Alkitab menceritakan tentang Yesus, Anak Allah, yang pada malam sebelum Dia dikhianati dan mati, memohon kepada Bapa untuk menjauhkan-Nya dari penderitaan yang akan segera Dia hadapi. Berulang kali, Alkitab memperkenalkan kita kepada orang-orang yang kekecewaannya terhadap Allah menorehkan luka dalam lembar-lembar kehidupan mereka. Namun berulang kali pula Alkitab menunjukkan bahwa kekecewaan bisa menuntun pada pemenuhan. Ayub bertahan hidup hingga menyaksikan keyakinannya kepada Allah dipulihkan dan semakin mendalam (Ayub 42:1-6). Pada akhirnya Yusuf dapat mengatakan kepada saudara-saudaranya yang telah mencelakai dirinya, “Kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan” (Kejadian 50:20). Waktu demi waktu bangsa Israel menyaksikan pengalamanpengalaman pahit dan menakutkan justru diubah menjadi kesempatan untuk menyaksikan kuasa dan kebaikan Allah. Yesus bertahan begitu rupa hingga berkata di Taman Getsemani, “Tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi” (Lukas 22:42). Tidak seorang pun pernah mengalami pengkhianatan, kesendirian, pengabaian, dan penyiksaan seperti yang dialami Kristus di sepanjang hidup dan kematian-Nya. Tidak seorang pun pernah mengalami ketidakadilan yang ditanggung-Nya ketika Dia menebus kita dari hukuman dosa. Namun Dia hidup dan mati dan bangkit dari antara orang mati, sehingga bersama Ayub, Yusuf, dan umat Israel lainnya yang saleh, Dia dapat menyatakan bahwa pada waktunya, Allah selalu membuktikan diri-Nya baik, berkuasa, dan setia kepada mereka yang mau mempercayai-Nya hingga akhir. Dia sanggup melakukan hal yang sama dalam pernikahan kita.


26 KERIKIL-KERIKIL TAJAM

Pernikahan

Kristus menunjukkan kepada kita melalui teladan-Nya sendiri bahwa kita tidak diciptakan untuk menemukan pemenuhan atau rasa aman yang sempurna dalam hubungan manusiawi dengan siapa pun. Dia menunjukkan bahwa kita diciptakan untuk menemukan perlindungan dan kepuasan kita di dalam Allah, dan hanya ketika menyadari hal inilah, kita bisa leluasa untuk mengasihi dan tunduk pada satu sama lain. Berdasarkan teladan-Nya sendiri, Kristus juga menolong kita . . . Menjadikan Hubungan Kita dengan Allah Sumber Kepuasan Pernikahan Kita. Para pengikut Kristus sangat mungkin menghadapi masalah-masalah yang membawa kekecewaan ke dalam pernikahan mereka. Larry Crabb, seorang konselor Kristen, menuliskan, “Perbedaan antara orang yang saleh dan yang tidak saleh bukanlah bahwa kelompok yang satu tidak pernah terluka dan kelompok lainnya terluka, atau kelompok yang satu lebih bahagia dari kelompok lainnya. Perbedaannya terletak pada apa yang mereka lakukan terhadap luka yang mereka alami. Apakah mereka menanggapi dengan cara yang biasa, yakni menggunakan luka mereka untuk membenarkan upaya-upaya egois untuk meringankan sakit hati mereka, dengan lebih mempedulikan kenyamanan mereka sendiri daripada dampak tindakan mereka terhadap orang lain; atau sebaliknya, mereka akan menanggapi dengan cara yang tidak biasa: menggunakan luka mereka untuk lebih memahami dan membesarkan hati orang lain, sembari tetap berpegang teguh kepada Allah untuk menerima kelepasan yang dijanjikan-Nya, dan bertekad untuk melakukan kehendak-Nya dengan penuh semangat” (Men And Women, hlm.93). Ketika kita tahu bahwa kesejahteraan utama kita bergantung kepada Allah dan bukan kepada pasangan kita, kita akan mulai mengalami kuasa Allah. Ketika seorang suami percaya bahwa hubungannya dengan Allah lebih penting daripada hubungannya dengan istrinya, ia akan mulai menemukan suatu keyakinan diri yang tidak bergantung pada tanggapan maupun pengakuan istrinya. Ia akan mulai mengasihi istrinya dengan kasih yang telah ia temukan dalam Kristus (Efesus 5:25). Ketika seorang istri percaya bahwa hubungannya dengan Kristus lebih penting daripada hubungan dengan suaminya, ia akan


APA YANG DIJANJIKAN PERNIKAHAN?

27

mulai menemukan sumber rasa aman dan penerimaan diri yang tidak bergantung pada kemampuan suaminya untuk memenuhi kebutuhannya. Ia mulai bisa menerima perannya sebagai seorang istri, didasari oleh keyakinan bahwa sikap tunduk yang didorong oleh motivasi yang benar sesungguhnya merupakan cara untuk menundukkan dirinya pada ketuhanan dan ketetapan Kristus (Efesus 5:22-24). Namun demikian, ini bukan berarti bahwa para suami dan istri yang beriman menjadi terbebas satu terhadap yang lain. Sangat penting bahwa kita juga . . . Menjadikan Ketergantungan Kita Kepada Allah

sebagai Dasar Bagi Sikap Saling Bergantung yang Dilandasi Kasih. Sepasang suami-istri yang bergantung kepada Allah—yang mendapatkan kekuatan dan kecukupan mereka di dalam Dia—tidak akan bergantung pada satu sama lain dengan berlebihan. Mereka juga tidak akan menuntut kebebasan atau dominasi yang tidak sehat. Allah menciptakan pria dan wanita menurut gambar-Nya sebagai makhluk unik yang diberi karunia khusus. Yang satu tidak boleh merampas keunikan yang diberikan Allah kepada yang lain. Namun saat mereka mengatakan, “Saya bersedia,” mereka memilih untuk menyerahkan diri mereka kepada satu sama lain dalam hubungan seumur hidup. Alkitab menolong kita untuk memahami bagaimana suami-istri dapat menjadi satu, sambil tetap mempunyai keunikan pribadi masing-masing yang diciptakan Allah. Allah menciptakan wanita sebagai pendamping dan penolong yang dapat diandalkan suaminya. Kitab Kejadian mengatakan kepada kita, “Tuhan Allah berfirman: ‘Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia’” (2:18). Amsal 31 menggambarkan tentang seorang wanita yang penuh inisiatif dan dikaruniai Allah untuk berbuat persis demikian. Ia melakukan pekerjaan yang didukung penuh oleh suaminya. Pasangan dalam Amsal 31 tersebut mempunyai hubungan yang saling bergantung. Allah memberi si istri berbagai talenta, termasuk naluri bisnis yang baik. Sang suami tampaknya tidak cemburu pada talenta istrinya, serta tidak melarang istrinya untuk


28 KERIKIL-KERIKIL TAJAM

Pernikahan

memanfaatkan talenta tersebut. Ia tidak berusaha membentuk istrinya menjadi pribadi yang di luar dirinya. Kita bisa berasumsi bahwa ia mencintai istrinya sebagaimana Allah menciptakannya sebagai wanita. Sebaliknya, si istri menggunakan talentanya sedemikian rupa sehingga dapat mencapai keselarasan dan keberhasilan baik dalam pernikahan maupun juga dalam bisnisnya. Kitab Suci mencatat bahwa wanita itu tidak pernah melakukan perbuatan yang tidak menghormati suaminya serta karunia yang diberikan Allah kepadanya sebagai seorang pria. Hubungan yang saling bergantung semacam ini tidak mudah diterapkan oleh suatu generasi yang telah melihat perceraian di mana-mana. Namun bagi mereka yang menemukan rasa aman di dalam Tuhan, dan bagi mereka yang didorong oleh motivasi yang benar, para istri dimampukan untuk menerima dan mempercayai Alkitab yang mengatakan, “Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan, karena suami adalah kepala isteri sama seperti Kristus adalah kepala jemaat” (Efesus 5:22-23). Saling kebergantungan di antara suami dan istri juga berdampak pada hubungan seksual mereka. Kitab Suci menyatakan dengan gamblang bahwa suami dan istri harus menjaga, menikmati, dan berbagi harapan bersama dalam hal keintiman pernikahan. Dimensi seksual dalam pernikahan dimaksudkan Tuhan untuk memberikan kenikmatan yang senantiasa terjaga dan pembaruan yang menggairahkan bagi hubungan suami-istri. Penulis Amsal yang bijak menuliskan kata-kata berikut bagi para suami: Minumlah air dari kulahmu sendiri, minumlah air dari sumurmu yang membual. Patutkah mata airmu meluap ke luar seperti batang-batang air ke lapangan-lapangan? Biarlah itu menjadi kepunyaanmu sendiri, jangan juga menjadi kepunyaan orang lain. Diberkatilah kiranya sendangmu, bersukacitalah dengan isteri masa mudamu: rusa yang manis, kijang yang jelita; biarlah buah dadanya selalu memuaskan engkau, dan engkau senantiasa berahi karena cintanya (Amsal 5:15-19). Ketika sepasang pria dan wanita menikah, mereka berhak untuk mengharapkan terpenuhinya kebutuhan seksual dari satu sama lain:


APA YANG DIJANJIKAN PERNIKAHAN? 29

Hendaklah suami memenuhi kewajibannya terhadap isterinya, demikian pula isteri terhadap suaminya. Isteri tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi suaminya, demikian pula suami tidak berkuasa atas tubuhnya sendiri, tetapi isterinya (1 Korintus 7:3-4). Jika salah satu dari pasangan memutuskan untuk menunda hubungan seks untuk beberapa waktu, mereka harus sama-sama menyetujuinya dan untuk rentang waktu yang singkat saja: Janganlah kamu saling menjauhi, kecuali dengan persetujuan bersama untuk sementara waktu, supaya kamu mendapat kesempatan untuk berdoa. Sesudah itu hendaklah kamu kembali hidup bersama-sama, supaya Iblis jangan menggodai kamu, karena kamu tidak tahan bertarak (1 Korintus 7:5). Untuk menikmati kesenangan bersama itu, suami dan istri harus saling bergantung satu sama lain. Ketika kita menyerahkan diri kita bagi satu sama lain dalam kasih, Allah sendirilah yang disenangkan. Namun ketika kita gagal, kesenangan menjadi milik si Iblis.

TINDAKAN KASIH

K

asih merupakan motivasi sekaligus tindakan. Kasih Yesus Kristus bagi jemaat menghasilkan tindakan: pengorbananNya untuk mati di atas kayu salib. Tindakan-Nya itu menghasilkan persekutuan yang indah di surga kelak (Wahyu 19). Paulus memberi tahu para suami untuk mengasihi istri mereka (Efesus 5:25). Ia mengamanatkan para wanita yang lebih tua supaya mendidik wanita yang lebih muda untuk mengasihi suami (Titus 2:4). Dalam pernikahan dengan janji yang telah memudar, kasih yang diwujudkan lewat tindakan nyata bisa memulihkan kembali janji pernikahan tersebut. Hal ini membawa kita ke 1 Korintus 13. Pasal mengenai kasih ini paling cocok diterapkan di dalam konteks pernikahan. Ayat 4-8 memberitahukan kepada kita apa yang dilakukan oleh kasih. Ketika Anda membaca ayat-ayat ini, pikirkan bagaimana penerapannya di dalam pernikahan Anda.


30 KERIKIL-KERIKIL TAJAM

Pernikahan

Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan. Anda mungkin perlu membaca bagian Alkitab itu sekali lagi. Di mana kata kasih muncul, ganti dengan nama Anda. Sekarang tanyakan kepada diri Anda apakah demikian perlakuan Anda terhadap suami atau istri Anda. Inilah artinya mengasihi. Pasangan yang telah merasakan sukacita pernikahan selama 20, 40, atau 50 tahun tanpa yang satu “menghabisi” yang lainnya telah belajar mengatasi perbedaan yang berpotensi membawa kekecewaan dan, barangkali, perceraian. Mereka bukan hanya “menikah demi pernikahan” tetapi mereka menikah karena hubungan itu memberikan pemenuhan, kepuasan, petualangan, dan kasih bagi keduanya. Mereka tetap tinggal bersama antara lain karena keinginan yang sama untuk membicarakan, mengkompromikan, dan mengatasi perbedaan-perbedaan mereka. Coba saya jelaskan. Andaikan ada sebuah pernikahan yang menemui jalan buntu. Katakanlah si istri adalah seorang yang “suka rapi-rapi” dan suaminya agak berantakan. Perbedaan ini mulai membuat mereka berjarak. Istri biasa mengomel tanpa henti; suami pun memilih untuk “masuk telinga kanan, keluar telinga kiri”. Keduanya saling menarik diri. Apa yang akan dilakukan kasih? Ia akan bertindak. Dengan menghadapi masalah itu dan menaklukkan rasa takut yang ada, kasih akan memprakarsai komunikasi yang akan membawa pada suatu penyelesaian, dengan terus berseru meminta pertolongan dari Allah kita yang Maha Pemurah. Namun bagaimana kita melakukan hal itu? Salah satunya adalah dengan berusaha keras melihat permasalahan yang ada melalui mata pasangan kita. Melihat dari sudut pandang orang tersebut. Dalam hal ini, suami harus mengingat kehidupan istrinya di dalam rumah dan memahami bagaimana gelisahnya si istri


APA YANG DIJANJIKAN PERNIKAHAN?

31

apabila barang-barang tidak berada pada tempatnya. Istri juga harus mengakui bahwa membiarkan sehelai kemeja tergantung pada sandaran kursi bukanlah kesalahan besar apalagi dosa. Lalu keduanya perlu mengubah perilaku mereka. Memang, itu akan sangat sulit. Dalam masalah-masalah pernikahan yang lebih mendalam, seperti soal amarah atau pelecehan emosional, penyelesaian seperti itu tampaknya mustahil. Namun prinsip-prinsip kasih itu didukung oleh Allah yang adalah kasih (1 Yohanes 4:7-8), dan oleh Juruselamat yang memenuhi kita dengan kuasa-Nya. Untuk beberapa kasus, mungkin diperlukan konseling yang berpusat pada Alkitab. Tidak apa-apa. Yang penting adalah kasih mau bertindak dan percaya bahwa Allah akan memberikan apa yang dijanjikan oleh pernikahan bagi pasangan-pasangan yang bersedia mempercayai-Nya.

REALITAS DI BALIK ANGAN-ANGAN

P

ernikahan adalah gambaran dari hubungan Kristus dengan jemaat. Yesus menyebut jemaat sebagai mempelai-Nya, dan Alkitab menyebut diri-Nya sebagai Mempelai laki-laki. Jemaat itu terdiri dari semua orang yang mempercayai Yesus Kristus sebagai Juruselamat mereka. Pengabdian, kasih yang rela berkorban, dan kesetiaan suami-istri adalah gambaran dari hubungan antara Kristus dengan jemaat. Janji “pernikahan” mereka akan digenapi saat Yesus datang kembali untuk menjemput mempelai-Nya. Bagaimana dengan Anda? Bagaimana hubungan Anda dengan Yesus Kristus? Apakah Anda merupakan bagian dari mempelai-Nya oleh iman Anda kepada-Nya? Ataukah Anda akan ditinggalkan pada saat kedatangan-Nya karena Anda tidak pernah mempercayai-Nya? Cara untuk mengalami surga yang dijanjikan adalah melalui iman. Apabila Anda mengakui bahwa Anda seorang berdosa dan tidak mampu menyelamatkan diri sendiri (Roma 3:23; Efesus 2:89), dan Anda mau mempercayai Yesus Kristus sebagai Juruselamat Anda, Anda akan menjadi bagian dari mempelai-Nya. Dia datang ke dunia untuk menjalani kehidupan tanpa dosa yang tidak mampu


32 KERIKIL-KERIKIL TAJAM

Pernikahan

Anda jalani. Dia mati di atas kayu salib untuk menebus hukuman bagi dosa Anda. Dan oleh kebangkitan-Nya dari kematian, Allah menunjukkan bahwa pengorbanan-Nya telah diterima, bahwa hukuman dosa telah dibayar lunas. Bagian Anda adalah percaya. “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yohanes 3:16). Percayalah kepada Yesus hari ini. Anda akan mengalami janji berupa suatu hubungan yang indah dengan Kristus dan menantinantikan surga yang dijanjikan oleh-Nya.


ADN TAP D R EBM I ANDA DAPAT MEMBERI KAPM D GNAY R EB R A !IT DAMPAK YANG BERARTI! a eri kami kami tidak dak dikenakan dikenakan biaya. bia a Pelayanan ela anan kami didukung did k n Materi oleh persembahan persembahan kasih kasih dari dari para para pembaca pemba a kami. kami oleh ika Anda Anda ingin in in mendukung mend k n pelayanan pela anan kami, kami Anda Anda dapa Jika dapat men irimkan persembahan kasih melal i rekenin mengirimkan persembahan kasih melalui rekening a“Y ay san ODB Indonesia” “Yayasan ODB Indonesia” ACB rG eenGreen aG rdenGarden A/C A/C -352 -03 0152 253-300-2510 BCA INB aD anDaan o M got Mogot A/C A/C -0 -075 591 0000-570-195 BNI aM ndiri aT am Taman n eS am nan A/C -81 -0 -076 118-000-6070-162 261 Mandiri Semanan A/C QR Code Standar Pembayaran Nasional

Scan QR QR code codeini iniuntuk untukdonasi donasidengan denganaplikasi aplikasi Scan e-wallet berikut: e-wallet berikut: Yayasan ODB Indonesia

S]olvl}v.konfirmasi rmasi persembahan kasih Anda melalui: Silakan persembahan kasih Anda WhatsApp: 0878.7878.9978 melalui nomor kontak kami di halaman belakang buklet ini. E-mail: indonesia@odb.org SMS: 081586111002

Anda juga dapat mendukung kami dengan meng-klik tautan ini.


KERIKIL-KERIKIL TAJAM PERNIKAHAN APA YANG DIJANJIKAN PERNIKAHAN?

Setiap orang memasuki mahligai pernikahan dengan serangkaian pengharapan— menikmati kebahagiaan, rasa aman, keintiman, dan perhatian yang diidamkan. David Egner membagikan hikmat Alkitab yang berharga untuk menolong Anda mengobarkan kembali janji pernikahan yang pernah Anda ikrarkan.

BILA KATA-KATA MELUKAI HATI

Kata-kata yang menusuk hati dapat menghasilkan daya yang menghancurkan suatu pernikahan atau relasi apa pun. Jeff Olson menolong Anda menemukan bagaimana mengatasi luka hati yang ditimbulkan oleh katakata yang menyakitkan dan meredam konflik yang terjadi dalam hubungan Anda sebagai suami-istri.

MENGATASI KEKERASAN DALAM KELUARGA

Perluaslah wawasan tentang penyebab dan dampak dari kekerasan dalam rumah tangga dan temukan bagaimana Anda dapat merespons dengan cara yang berkenan kepada Tuhan lewat penjabaran yang diberikan oleh Tim Jackson dan Jeff Olson untuk menolong baik korban maupun pelaku penganiayaan.

KETIKA PASANGAN TIDAK SETIA

Di masyarakat yang mengagungkan perselingkuhan, usaha untuk melindungi pernikahan dari pelanggaran kepercayaan atau pedihnya ketidaksetiaan dapat terasa begitu berat. Tim Jackson membahas beragam aspek dari relasi yang tidak sehat dan bagaimana menerapkan prinsip alkitabiah yang akan menolong Anda pulih kembali.

KERIKIL-KERIKIL TAJAM PERNIKAHAN: kompilasi dari 4 buklet Seri Terang Ilahi

yang membagikan hikmat Alkitab yang berharga untuk menolong Anda menyikapi perkataan yang menusuk hati, dampak dari kekerasan dalam rumah tangga, jerat perselingkuhan yang menghancurkan, sekaligus menjabarkan cara mengobarkan kembali janji pernikahan yang pernah diikrarkan. David Egner, Tim Jackson, dan Jeff Olson adalah konselor berlisensi yang tinggal di Michigan dan bekerja sebagai konselor senior di bagian korespondensi Alkitab dari Our Daily Bread Ministries.

C8929 I S B N 978-1-62707-260-1

dhdindonesia.com

9

781627 072601


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.