ID DS Bagaimana Menemukan Kepuasan Dalam Pekerjaan

Page 1

AT427 I S B N 978-1-57293-668-3

Didistribusikan oleh PT. Duta Harapan Dunia www.dhdindonesia.com

9

781572 936683


Bagaimana Menemukan Kepuasan dalam Pekerjaan? DAFTAR ISI Apakah Saya Puas?. . . . . . 2 Susah Payah Bekerja. . . . 4 Bagaimana Menemukan Kepuasan dalam Pekerjaan?. . . . . . . 7 Tahu Kepada Siapa Anda Bekerja. . . . . . . . . . 8 Menjadi Tuan Atas Pekerjaan Anda . .. 15 Tempatkan Pekerjaan Pada Tempatnya. . . . . . 20 Mencari yang Paling Tepat. . . . . . . . . 27 Berhenti Bekerja?. . . . . 29 Istilah-Istilah Pekerjaan . . . . . . . . . . . 31

A

pakah ada cara bagi saya untuk menemukan arti dalam suatu pekerjaan yang seakan begitubegitu saja? Bagaimana jika saya merasa telah bekerja melampaui batas dan tidak dihargai? Apakah saya terlalu peduli atau kurang peduli terhadap pekerjaan saya? Apakah yang Allah pikirkan tentang pekerjaan saya? Apakah pekerjaan saya benar-benar berarti bagi Dia? Inilah beberapa permasalahan yang diangkat oleh penulis Kurt De Haan dalam buku ini. Ketika membaca tulisannya, Anda akan dikuatkan oleh apa yang telah Alkitab katakan tentang pekerjaan dan sikap Anda terhadap pekerjaan tersebut. —Martin R. De Haan II

Penerbit: RBC Ministries • Diterjemahkan dari: How Can I Find Satisfaction in My Work? Editor: David Sper • Editor Terjemahan: Dwiyanto, Natalia Endah Penerjemah: Sarah Hartono • Penata Letak/Rancang: Jane Selomulyo Foto Sampul: Alex Soh © 2004 RBC Ministries Asia Ltd. Bacaan Alkitab merupakan kutipan dari ALKITAB terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia Perjanjian Lama, © 1974; Perjanjian Baru © 1997; Cetakan ke-23 tahun 2003 Copyright © 2011 RBC Ministries, Grand Rapids, Michigan. Dicetak di Indonesia


Apakah Saya Puas?

B

agaimana perasaan Anda terhadap pekerjaan Anda? Sediakan waktu sejenak untuk menilai situasi Anda sekarang ini. Tinjau kembali 6 sampai 12 bulan terakhir (jangan hanya memperhatikan hari-hari terbaik atau terburuk yang baru lalu). Pikirkan dengan sungguh-sungguh, mengapa Anda puas atau tidak puas.

Periksalah kembali jawaban Anda. Secara umum, apakah Anda puas atau tidak? Adakah yang harus diubah agar Anda lebih puas? Apakah Anda menerima pekerjaan Anda apa adanya atau sebenarnya Anda mengharapkan nilai lebih dari apa yang Anda kerjakan itu? Keterangan: + sangat puas + – puas – + tidak puas – sangat tidak puas

DAFTAR KEPUASAN PEKERJAAN + • Jam Kerja . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . • Upah/Pendapatan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . • Teman sekerja . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . • Lokasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . • Kepemimpinan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . • Hubungan dengan atasan . . . . . . . . . . . . . . . . • Keahlian yang digunakan . . . . . . . . . . . . . . . . • Prestasi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . • Kesempatan promosi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . • Penghargaan/Respek . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . • Tingkat minat pekerjaan . . . . . . . . . . . . . . . . . . • Tingkat tekanan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . • Tantangan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . • Pengembangan keterampilan . . . . . . . . . . . . . . • Kondisi pekerjaan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . • Tanggung jawab . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . • Jaminan pekerjaan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . • Lainnya: _______________________ . . . . . . . . . . 2

+–

–+


Apakah Anda berpikir, saat ini Anda sedang bekerja pada tempat atau posisi yang tepat? Mungkin saja Anda mencintai segala aspek dari pekerjaan Anda—tetapi saya ragu. Tidak ada pekerjaan yang sempurna. Bahkan dalam situasi terbaik pun, Anda dan saya harus bekerja dengan orang yang tidak sempurna dalam suatu sistem yang tidak sempurna. Apalagi, yang terutama—dan ini bukan hal yang baru bagi kita—kita pun tidak sempurna! Jika Anda menandai banyak kotak pilihan “Tidak Puas� pada halaman sebelumnya, alasannya bisa jadi karena beberapa faktor berikut ini: kurangnya tantangan, atasan atau teman sekerja yang menjengkelkan, besarnya tekanan untuk menghasilkan sesuatu, upah yang rendah, kondisi pekerjaan yang buruk, peralatan yang tidak memadai, kurangnya penghargaan, konflik mengenai prosedur kerja, merasa kurang berprestasi, tidak ada jaminan pekerjaan, jam kerja berlebihan, kebijakan yang melanggar hati nurani, konflik dengan hidup pribadi atau keluarga, kelelahan fisik, terkurasnya emosi, kurangnya komunikasi, kesalahan manajemen pada

serikat pekerja, diskriminasi, pelecehan, atau sikap pilih kasih.

Haruskah pekerjaan menjadi beban yang kita tanggung?

Mungkin sambil membaca daftar tadi, Anda berpikir masih ada lebih banyak lagi masalahnya. Masalah-masalah yang begitu mudah terpikir ini jelas memperlihatkan bahwa tempat kerja bisa menjadi suatu sumber ketidakpuasan. Akan tetapi mengapa demikian? Dan apa yang bisa kita lakukan? Haruskah pekerjaan menjadi beban yang kita tanggung? (Pkh. 2:22-23). Apakah Allah peduli terhadap pekerjaan saya? Apakah iman kita di dalam Tuhan memberi pengaruh terhadap cara kita bekerja? Pertanyaan-pertanyaan ini akan menjadi fokus perhatian kita di halaman-halaman berikutnya.

3


SUSAH PAYAH BEKERJA

S

eorang direktur dari sebuah perusahaan internasional merekrut Zach, seorang anak muda yang berbakat, untuk mengisi suatu jabatan baru. Posisi tersebut membutuhkan seorang pekerja keras yang setia, yang bisa dipercaya untuk mengikuti kebijakan perusahaan dalam mengembangkan suatu produk yang dipasarkan baru-baru ini. Namun dengan segera terlihat jelas, semampumampunya pemuda ini mengerjakan bagiannya, ia tetap membutuhkan seseorang untuk membantunya dalam melakukan rencana-rencana perusahaannya. Atasannya pun mengutus Dawn, seorang wanita yang sama cakapnya untuk membantunya. Sebagaimana biasanya dalam usaha baru yang harus dibangun dari dasar, kedua karyawan baru tersebut harus mengerjakan beraneka ragam tugas, mulai dari melakukan tugas administrasi sampai dengan hal-hal yang paling kecil. Mereka menikmati adanya kebebasan yang cukup besar 4

dalam melakukan pekerjaan tersebut—hanya saja ada satu larangan. Mereka tidak diperbolehkan membuka suatu amplop bertanda khusus yang diletakkan atasan mereka di atas rak penyimpanan. Suatu hari ketika Dawn sedang bekerja seorang diri, seorang wakil dari perusahaan saingannya menemuinya. Ia melihat amplop khusus tersebut dan menanyakannya. Dawn memberitahukan apa yang diketahuinya. Tamu itu menyatakan kesangsiannya dan menunjukkan seolah-olah atasan tersebut takut Zach dan Dawn akan tahu lebih banyak daripada yang boleh mereka ketahui. Dengan segera, Dawn teryakinkan bahwa mungkin saja atasannya memang merahasiakan informasi yang penting darinya. Dawn mengambil amplop itu dan mengintip isinya. Apa yang dilihatnya sungguh mengejutkan. Ketika Zach datang, Dawn meyakinkannya untuk melihat juga isi amplop itu. Kemudian pada hari yang sama, sang direktur mengunjungi mereka secara tiba-tiba. Entah bagaimana, ia mengetahui apa yang telah mereka lakukan. Dengan berlinang air mata, ia


berkata bahwa posisi mereka akan diturunkan, gaji mereka akan dipotong, dan mereka akan dipindahkan ke kantor lain yang persaingannya tidak sehat dan suasana kerja yang sulit.

“Bekerja adalah konsekuensi dari penciptaan, bukan dari kejatuhan; kejatuhan memang telah memperburuk masalah tetapi tidak menghancurkan sukacita dari bekerja.” John R. W. Stott

Apa yang baru saja Anda baca mempunyai banyak kesamaan dengan apa terjadi terhadap Adam dan Hawa sewaktu mereka bekerja untuk Allah di Taman Eden. (Lihat Kejadian 1–3 untuk mengetahui apa yang benar-benar terjadi.) Dalam banyak segi, Adam dan Hawa sama seperti kedua karyawan tadi. Namun pekerjaan Adam dan Hawa tidak

sama seperti pekerjaan kita sehari-hari; mereka mempunyai tugas, atasan, dan teman kerja yang sempurna. Apa yang salah? Kedua pekerja pertama ini melanggar satu-satunya larangan yang terdapat dalam buku pedoman kerja karyawan (2:17). Mereka memutuskan untuk melayani diri mereka sendiri daripada Tuhan. Perbuatan mereka membawa akibat yang tragis untuk diri mereka dan seluruh umat manusia sejak saat itu. Termasuk di antara akibatakibat tersebut adalah susah payah dalam melahirkan anak dan jerih lelah bekerja untuk bertahan hidup hari demi hari dalam dunia yang sudah terkutuk. Allah memberikan firman kepada Adam dan Hawa, “Terkutuklah tanah karena engkau; dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu. Semak duri dan rumput duri yang akan dihasilkannya bagimu, dan tumbuhtumbuhan di padang akan menjadi makananmu. Dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah” (Kej. 3:17b-19). 5


Kata-kata tersebut jelas tidak menyenangkan bagi kedua nenek moyang umat manusia itu. Apa yang seharusnya menjadi suatu sukacita berubah menjadi suatu proses yang penuh derita. “Semak duri dan rumput duri� di sini lebih daripada masalah yang biasa dihadapi para petani. Sejak saat itu, pekerjaan apa pun akan dijangkiti oleh rumput durinya sendiri—sesuatu yang menyulitkan pekerjaan dan membawa penderitaan.

Pekerjaan itu sendiri bukanlah kutukan. Bekerja adalah bagian dari rencana Tuhan bagi kehidupan sehari-hari di Firdaus. Terlepas dari apa yang kadang kita rasakan, pekerjaan itu sendiri bukanlah kutukan. Ketika belajar memandangnya dari sudut pandang yang benar, kita sadar bahwa dalam kebanyakan pekerjaan, ada jalan untuk bekerja bagi dan bersama Allah. Kita perlu memahami 6

bahwa hidup yang sempurna bukan kehidupan yang bebas dari kerja. Bekerja adalah bagian dari rencana-Nya bagi kehidupan sehari-hari di Firdaus. Ketika menerima sudut pandang Allah terhadap pekerjaan, kita akan memperoleh kepuasan. Termasuk dalam sudut pandang itu adalah “deskripsi kerja� baru yang dapat ditemukan di Alkitab. Kita diberi tahu, kepada siapa kita harus bertanggung jawab, apa saja kewajiban kita, dan bagaimana kita akan menerima upahnya. Kita diberi tahu arti penting dari apa yang kita kerjakan. Selain itu, kita juga diberi tahu caranya bekerja di tengah berbagai kesulitan yang ditemui dalam hubungan kita dengan para atasan, rekan kerja, bawahan, dan pelanggan. Tidaklah realistis, jika kita berharap dapat bekerja tanpa masalah. Namun, ini bukan berarti bahwa bekerja itu pasti suram dan membosankan. Yesus Kristus mati dan bangkit dari kubur tidak hanya untuk memberikan rumah di surga kepada kita, tetapi juga membantu kita untuk mengalami kepuasan sejati di bumi ini di sepanjang hidup kita bagi-Nya.


Bagaimana Menemukan Kepuasan dalam Pekerjaan?

A

da orang yang berkata, “Saya suka bekerja. Akan tetapi, saya suka ketika orang lainlah yang bekerja dan saya menyaksikannya saja.� Kebanyakan dari kita tidak mempunyai kesempatan seperti itu. Kita tidak bisa menghabiskan sepanjang hari hanya duduk-duduk di tepi kolam, minum-minum, dan mengawasi tukang kebun memotong semak di taman kita. Lagipula, saya ragu ada banyak orang yang akan merasa puas dengan tidak berbuat apa-apa seharian penuh. Sebuah peribahasa Tionghoa menyatakan, “Seseorang paling cepat merasa lelah ketika ia hanya diam dan berdiri saja.� Perasaan bahwa diri kita berharga berkaitan erat dengan perasaan bahwa kita sedang memenuhi sesuatu yang bermakna melalui kehidupan kita. Oleh karena itu, pekerjaan dan kepuasan hidup tidak dapat dipisahkan. Namun sayangnya, pekerjaan tidak selalu memberi

kita rasa puas. Pekerjaan yang seharusnya membawa kepuasan diri justru lebih sering menguras kita secara jasmani, mental, rohani, dan emosi. Baik Anda adalah seorang buruh pabrik, seorang pemimpin perusahaan, seorang karyawan, orangtua tunggal yang bertugas rangkap, atau pekerja apa pun, Anda mempunyai pergumulan masing-masing. Meski demikian, setiap pekerjaan itu memiliki kesamaan dalam banyak hal. Buklet ini akan berfokus pada aspek-aspek pekerjaan yang kita alami pada umumnya dan menyajikan empat prinsip yang akan membantu kita menemukan kepuasan di dalamnya: 1. Tahu kepada siapa Anda bekerja 2. Menjadi tuan atas pekerjaan Anda 3. Tempatkan pekerjaan pada tempatnya 4. Mencari yang paling tepat.

7


1. Tahu kepada siapa Anda bekerja 2. Menjadi tuan atas pekerjaan Anda 3. Tempatkan pekerjaan pada tempatnya 4. Mencari yang paling tepat

Tahu Kepada Siapa Anda Bekerja

Selama bersekolah di Sekolah Menengah Atas, saya bekerja untuk menjaga tiga motel kecil di Treasure Island, Florida. Terdengar asyik? Tidak sama sekali. Saya harus sering memotong rumput, memangkas semak-semak, dan mencabuti rumput liar. Pekerjaan paruh waktu dan bayarannya rendah. Suatu hari, saya pikir saya telah muak mencabuti rumput liar yang menyulitkan di tempat parkir di bawah sinar matahari Florida yang terik. Jadi, daripada kembali masuk kerja, saya menelepon atasan saya dan memberitahunya bahwa saya tidak akan masuk kerja lagi. Saya berhenti dari pekerjaan itu. Setelah menaruh gagang telepon, saya merasa telah 8

melakukan hal yang tak benar— lalu ayah saya mengetahui apa yang telah saya lakukan, dan ia menegaskan apa yang saya rasakan. Saya menelepon atasan saya kembali dan meminta maaf. Saya juga memberitahunya bahwa saya akan bekerja beberapa minggu lagi sampai ia menemukan pengganti saya. Mengapa saya bisa mempunyai keinginan untuk berhenti bekerja? Ketika saya berpikir ulang, ada sejumlah alasan yang teringat. Alasannya: saya melakukan pekerjaan yang sama berulang-ulang, bekerja di bawah teriknya matahari yang membuat tubuh berkeringat, atasan yang kelihatannya tidak terlalu menghargai hasil kerja saya, dan merasa tidak mendapat imbalan yang layak atas pekerjaan saya—baik dalam hal upah atau kepuasan pribadi. Lagi pula, saya tidak sedang bekerja untuk membiayai keluarga; pekerjaan itu hanyalah sampingan yang memberi saya tambahan uang untuk jajan. Kini, motivasi saya untuk bekerja telah jauh berubah dari saat itu. Namun sayang, saya tidak selalu mempunyai alasan yang baik untuk bekerja—dan bukan sesekali saja saya merasa ingin berhenti bekerja.


“Jika Anda tidak dapat mengaitkan apa yang Anda kerjakan sepanjang hari dengan apa yang Anda pikir Allah mau Anda lakukan, Anda takkan pernah menemukan arti utama dalam pekerjaan Anda atau dalam hubungan Anda dengan Allah.� Doug Sherman & William Hendricks

Bagaimana dengan Anda? Bagaimana sikap Anda ketika pekerjaan itu tidak menarik lagi; atasan Anda tampaknya terlalu banyak kritik, teman sekerja membuat Anda stres, keluarga Anda tidak menghargai betapa susahnya Anda bekerja untuk mereka, Anda tidak mendapat kenaikan gaji yang Anda inginkan, dan pekerjaan menjadi membosankan, berulang-ulang, dan kelihatannya tidak terlalu berarti? Ketika Anda merasa

tidak mendapat imbalan yang layak untuk pekerjaan Anda, sulit untuk tetap memberikan seluruh usaha Anda, bukan begitu? Namun, ada nilai dari pekerjaan kita yang jauh melebihi daripada yang ada di depan mata. Sesungguhnya, kita tidak bekerja untuk atasan kita di toko, di kantor, di pabrik, tempat konstruksi, atau tempat kerja lainnya.

Sesungguhnya untuk siapa kita bekerja? Yang

terutama, kita bekerja untuk Tuhan. Dia adalah Atasan dari segala atasan, Pengawas dari segala pengawas, Mandor dari segala mandor, Pemimpin dari segala pemimpin. Hal ini mungkin sukar untuk diingat ketika kita masuk kerja setiap harinya. Namun jika kita terus mengingat hal ini, sikap kita akan diubahkan. Allah adalah sang majikan yang memperhatikan kepentingan kita yang terbaik. Dia tidak berusaha mendapatkan hasil sebanyakbanyaknya dari kita dengan upah terendah. Dia memperhatikan Anda dan saya, dan Dia ingin membantu kita dalam segala aspek pekerjaan 9


kita. Alasan Dia peduli dengan pekerjaan kita—dan Dia sangat peduli—adalah karena sikap kita di dalam pekerjaan mencerminkan karakter kita yang sesungguhnya dan tingkat pengabdian kita kepada-Nya. Kita diciptakan untuk mencerminkan sifat Allah (Kej. 1:26-27) dan kita diberi kemampuan untuk digunakan bagi kemuliaan-Nya. Seperti Dia, kita adalah pekerja. Dia bekerja untuk menciptakan dunia, dan Yesus berkata, “Bapa-Ku bekerja sampai sekarang, maka Aku pun bekerja juga” (Yoh. 5:17). Laki-laki dan perempuan diciptakan Allah untuk menggunakan tangan dan akal pikirannya untuk menguasai dan memperoleh hasil bumi (Kej. 1:28; 2:15-20). Seperti kedua manusia pertama yang bekerja itu, kita harus berlaku sesuai cara Allah, yaitu dengan setia bekerja memelihara apa yang telah dipercayakan di bawah kendali kita.

Bagaimana hal ini mengubah sikap saya terhadap rekan kerja setiap harinya? Jika kita

berdoa untuk datangnya Kerajaan Allah dan kehendakNya terjadi di bumi seperti di 10

surga (Mat. 6:10), kita akan memperbolehkan Dia memakai kita sebagai alat-Nya dalam melakukan rencana-Nya. Daripada menganggap diri kita sebagai korban dari berbagai keadaan dan alat bagi atasan kita, Allah menginginkan kita menjadi umat yang bertindak secara positif untuk mempengaruhi lingkungan sekitar kita dan bukan dikendalikan olehnya. Ketika Yesus merangkum perintah-perintah Allah, Dia berkata: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi” (Mat. 22:37-40). Bagaimana perkataan Yesus tersebut diterapkan dalam hal pekerjaan? Kasih berarti memberi diri sendiri dalam usaha memenuhi kebaikan bagi orang lain. Mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa, dan akal budi kita, berarti memberikan segala


yang kita miliki kepada-Nya. Mengasihi orang lain seperti diri kita sendiri berarti kita memperhatikan kesejahteraan orang lain sama seperti terhadap kesejahteraan diri kita sendiri. Jika kita menerapkannya dalam pekerjaan, hal itu berarti pekerjaan kita seharusnya dilakukan terutama untuk kemuliaan Allah, dan kita bekerja dengan memperhatikan kepentingan orang lain juga.

“Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” Kolose 3:23

Siapa yang layak mendapat pelayanan “seperti untuk Tuhan”?

Alkitab menyebutkan sejumlah kalangan yang layak mendapat pelayanan kita yang terbaik karena keinginan kita untuk menyenangkan Tuhan. Orangorang ini termasuk atasan atau

majikan kita, keluarga kita, orang yang berkekurangan, dan masyarakat pada umumnya. 1. Atasan atau Majikan Kita. Seperti yang mungkin telah Anda alami sendiri, hal ini tidak mudah untuk dilakukan. Dalam majalah Executives’ Digest, dikisahkan demikian, “Seorang instruktur pada pelatihan P3K di suatu perusahaan menanyakan kepada salah seorang karyawan perusahaan itu, ‘Apakah yang pertama-tama Anda lakukan, jika Anda terjangkit penyakit Anjing Gila?’ Dengan segera karyawan tersebut menjawab, ‘Menggigit atasan saya.’” Tanggapan yang menggelikan itu mencerminkan suatu kenyataan yang menggelisahkan: Orang sering melihat atasan mereka sebagai musuh. Memang tidak mudah untuk mengembangkan perilaku yang baik. Di Efesus 6:5-8, Paulus berkata supaya para hamba menaati tuannya. Paulus bukan bermaksud menyetujui perbudakan, tetapi orang-orang yang berada dalam situasi demikian hendaklah melayani majikan mereka sebagaimana mereka melayani Kristus sendiri. Perhatikan bahwa Paulus sedang berbicara kepada para 11


hamba, bukan karyawan yang bekerja di suatu tempat atas pilihannya sendiri. Meski demikian, ia mengajar mereka untuk melayani dengan “takut dan gentar, dan dengan tulus hati, sama seperti [mereka] taat kepada Kristus” (ay.5). Lalu Paulus mendorong mereka untuk melakukan itu karena mereka tahu, “bahwa setiap orang, baik hamba, maupun orang merdeka, kalau ia telah berbuat sesuatu yang baik, ia akan menerima balasannya dari Tuhan” (ay.8). Upah yang terutama akan didapat dari Allah (lih. Kol. 3:22-24). 2. Keluarga Kita. Alkitab juga berbicara langsung kepada sebagian dari kita yang mempunyai keluarga yang menggantungkan kebutuhan sandang, pangan, papan, dan lainnya kepada kita. Kita baca di dalam 1 Timotius 5:8, “Jika ada seorang yang tidak memeliharakan sanak saudaranya, apalagi seisi rumahnya, orang itu murtad dan lebih buruk daripada orang yang tidak beriman.” Itu adalah perkataan yang keras. Kita mempunyai tanggung jawab atas kebutuhan keuangan keluarga kita. Keluarga di sini 12

termasuk pasangan kita, anakanak kita, tanggungan kita, dan orangtua yang membutuhkan perhatian khusus. Jika kita lalai atau dengan sengaja tidak memperhatikan mereka, kita hidup bertentangan dengan iman kita kepada Kristus. 3. Orang yang berkekurangan. Rasul Paulus menuliskan perintah ini: “Orang yang mencuri, janganlah ia mencuri lagi, tetapi baiklah ia bekerja keras dan melakukan pekerjaan yang baik dengan tangannya sendiri, supaya ia dapat membagikan sesuatu kepada orang yang berkekurangan” (Ef. 4:28). Amsal 19:17 bis menyatakan, “Menolong orang miskin sama seperti memberi pinjaman kepada Tuhan.” Sama seperti menganggap bahwa kita sedang melayani Tuhan ketika kita bekerja untuk atasan kita dan memenuhi kebutuhan keluarga, demikian juga kita menganggap sedang memberi kepada Tuhan ketika kita memperhatikan orang yang berkekurangan. Ayat lain dari kitab Amsal menyatakan, “Si pemalas dibunuh oleh keinginannya, karena tangannya enggan bekerja. Keinginan bernafsu


sepanjang hari, tetapi orang benar memberi tanpa batas” (21:25-26). Di sini kembali kita melihat adanya perbedaan yang tajam, antara orang malas yang menginginkan lebih dan lebih lagi untuk dirinya sendiri dengan orang saleh yang mencari jalan supaya ia dapat memberi kepada orang yang berkekurangan (lih. Mzm. 37:25-26, Kis. 20:35, Gal. 2:10, dan 1 Yoh. 3:17-18.)

“Tujuan bekerja bukanlah untuk memperoleh kekayaan dan harta benda, melainkan untuk melakukan kebaikan kepada orang banyak dan memberi kemuliaan bagi Allah.” Richard Foster

4. Masyarakat. Lebih dari apa yang kita bahas di atas tentang pemenuhan kebutuhan bagi keluarga kita dan mereka yang berkekurangan, kita juga perlu

bekerja bagi kesejahteraan rohani atasan dan rekan-rekan sekerja kita. Di 1 Tesalonika 4:11-12, penulis menyatakan, “Anggaplah sebagai suatu kehormatan untuk hidup tenang, untuk mengurus persoalan-persoalan sendiri dan bekerja dengan tangan, seperti yang telah kami pesankan kepadamu, sehingga kamu hidup sebagai orang-orang yang sopan di mata orang luar dan tidak bergantung pada mereka.” Tujuannya adalah untuk mendapatkan rasa hormat dari orang-orang yang belum percaya. Mereka perlu melihat bahwa iman Anda di dalam Kristus memberi pengaruh positif dalam sikap dan aspek hidup Anda sehari-hari. Ketika Paulus menulis kepada Titus, ia memberitahunya bahwa sebagian motivasi yang harus dimiliki para pekerja adalah “dalam segala hal memuliakan ajaran Allah, Juruselamat kita” (2:10). Bekerja dengan jujur mendukung pengakuan iman kita dan membuktikan kebenaran Injil. Dalam kitab Kejadian di Perjanjian Lama, kita membaca tentang seorang pekerja keras yang berintegritas bernama Yusuf (Kej. 39–50). Pada saat 13


masih muda, ia dijual sebagai budak oleh saudara-saudaranya, dan akhirnya melayani Firaun di Mesir. Sebenarnya wajar kalau ia tenggelam dalam kebencian kepada mereka yang mempekerjakannya. Namun sebaliknya, Yusuf melayani dengan setia dan tidak pernah mengkompromikan imannya kepada Allah. Firaun memperhatikan hal tersebut. Teladan lain yang bisa kita temui dalam Perjanjian Lama adalah Daniel. Melalui pekerjaannya, Daniel mencerminkan imannya dalam Tuhan dengan baik. Ketika Israel dikepung bangsa Babel dan dibawa ke pembuangan, Daniel dipaksa untuk melayani Raja Nebukadnezar. Melalui ketekunan dalam melakukan pekerjaannya, hidup Daniel membawa terang yang bersinar bagi Allah di tengah kerajaan yang menyembah berhala itu.

Apa lagi yang bisa kita lakukan? Kesadaran

bahwa sesungguhnya kita bekerja bagi Tuhan merupakan langkah awal yang terpenting untuk menemukan kepuasan dalam pekerjaan. Namun, lebih dari itu, ada hal lain yang Tuhan ingin kita lakukan. 14

Bagian-bagian berikutnya akan menguraikan apa yang bisa kita lakukan untuk membuat pekerjaan kita lebih selaras dengan gambaran pekerjaan yang telah Allah tentukan bagi hidup kita. Ketika kita melakukannya, hidup kita akan menjadi lebih bertujuan, lebih berarti, dan lebih memuaskan.

Pikirkanlah.

Mengapa Allah menginginkan kita bekerja? Apakah yang Anda berikan kepada Allah dan sesama ketika Anda bekerja? Mengapa memberi kepada sesama lebih memuaskan daripada hanya melayani diri sendiri? Bagaimana Anda menggunakan uang Anda untuk membantu orang yang berkekurangan? Apakah Anda menyediakan kebutuhan keluarga Anda? Apakah rekan kerja Anda mengetahui bahwa Anda adalah seorang Kristen— dan apakah mereka tertarik untuk mengenal Kristus karena melihat hidup dan teladan Anda?


1. Tahu kepada siapa Anda bekerja 2. Menjadi tuan atas pekerjaan Anda 3. Tempatkan pekerjaan pada tempatnya 4. Mencari yang paling tepat

Menjadi Tuan Atas Pekerjaan ANDA Apa yang Anda dapatkan dari pekerjaan Anda akhir-akhir ini? Anda menghabiskan banyak waktu dan tenaga dalam mengerjakannya, tetapi apa yang Anda dapatkan? Apakah rasa frustrasi, tanggung jawab, dan tekanan yang dialami dalam pekerjaan menghasilkan kepahitan dan keputusasaan di dalam diri Anda, atau sebaliknya, Anda menggunakan berbagai kesulitan itu untuk membantu Anda menjadi seorang pekerja yang lebih baik dan semakin menyerupai Kristus? Ketika melihat masa hidup Anda sepanjang menjadi pengikut Kristus, seharusnya Anda bisa melihat adanya bukti pertumbuhan dan pelbagai buah. Bagaimana pekerjaan

Anda membantu atau justru merintangi proses tersebut? Apakah Anda melihat adanya kemajuan dalam sikap dan tindakan Anda di tengah lingkungan pekerjaan? Kebanyakan dari kita telah mengkotak-kotakkan hidup kita begitu rupa sehingga kita tidak melihat bagaimana iman kepada Kristus mempunyai kaitan dengan pekerjaan kita. Kaitan itu memang ada. Allah tidak hanya peduli bagaimana kita melayani-Nya di gereja, di rumah, atau di lingkungan kita, tetapi Dia juga menginginkan kita terlibat dalam setiap aspek dari pekerjaan kita. Dia peduli pada cara kita melakukan penjualan, cara kita melayani pelanggan, cara kita menanggapi atasan, cara kita bekerja bersama, cara kita menangani milik perusahaan, dan cara kita mengatasi masalah-masalah kecil atau besar setiap harinya. Dia peduli pada pilihan karir kita dan bagaimana kita mewakili-Nya di tengah pekerjaan kita. Allah peduli dalam membantu kita supaya menjadi pekerja yang lebih baik dalam segala macam situasi. Dalam 2 Timotius 2:15, Rasul Paulus menulis kepada seorang pemuda yang mengikut Kristus, 15


“Usahakanlah supaya engkau layak di hadapan Allah sebagai seorang pekerja yang tidak usah malu.� Walaupun perkataan itu terutama ditujukan pada cara Timotius dalam mengajarkan kebenaran firman Tuhan kepada jemaat yang mudah goyah imannya, prinsip tersebut juga berlaku untuk semua jenis pekerjaan. Kita perlu berjuang untuk mencapai yang terbaik, apa pun pekerjaan kita.

Kita sering memandang pekerjaan sebagai keterpaksaan yang harus dijalani. Kita menantikan waktu pulang kantor agar kemudian kita bisa melakukan apa yang benar-benar ingin kita lakukan. Mengapa kita tidak menjadikan diri kita sebagai tuan atas pekerjaan kita? Salah satu

alasannya adalah karena yang 16

kita kerjakan tak selalu terlihat penting. Pekerjaan bisa membawa tekanan yang luar biasa. Kita menantikan waktuwaktu kita bisa beristirahat. Kita tidak terlalu bersemangat harus masuk kantor di awal minggu. Kita sering memandang pekerjaan sebagai keterpaksaan yang harus dijalani. Kita menantikan waktu pulang kantor agar kemudian kita bisa melakukan apa yang benarbenar ingin kita lakukan. Selama bertahun-tahun, saya bekerja membersihkan gedung kantor pada petang hari. Pekerjaan itu termasuk membuang sampah, membersihkan lantai, mengepel, menyapu, mencuci piring, dan membersihkan toilet. Saya harus akui bahwa saya sering gagal untuk melihat nilai kekal dari apa yang saya kerjakan. Bagi saya, itu hanyalah sebuah pekerjaan—dan bukan pekerjaan yang luar biasa. Namun, saya bisa mengingat waktu-waktu ketika saya merasakan adanya kepuasan yang nyata ketika membersihkan kantor atau kamar mandi. Bahkan sekarang, ada kalanya saya berharap bisa bekerja seperti itu lagi! Apa bedanya? Sikap saya sendiri.


Apakah tandatanda dari pandangan yang salah terhadap pekerjaan? Beberapa

tandanya antara lain: • Kemalasan (sedikit bekerja atau membuang waktu) • Bersikap pasif (enggan untuk menghidupi apa yang kita yakini dan membela prinsip yang benar) • Mencuri (meraih tujuan dengan menghalalkan segala cara) • Bersungut-sungut (tidak pernah merasa puas)

Bagaimana kita bisa menjadi lebih baik pada saat bekerja? Pertama, kita

perlu memandang tekanan dalam pekerjaan sebagai suatu kesempatan untuk menjadi lebih baik. Ujian-ujian yang dibahas Yakobus dalam surat ringkasnya di Perjanjian Baru meliputi segala macam ujian, bahkan yang berhubungan dengan pekerjaan. Yakobus berkata, “Ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun” (1:3-4). Dalam

menghadapi suatu situasi yang tidak sanggup kita atasi, kita perlu mengingat apa yang Yakobus katakan, “Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah, . . . maka hal itu akan diberikan kepadanya” (ay.5). Rasul Paulus mengatakan hal yang sama tentang nilai penting dari situasi-situasi yang menekan. Dalam suratnya kepada jemaat di Roma, ia menyebutkan bahwa kesengsara -an menimbulkan ketekunan, tahan uji, dan pengharapan (5:3-4). Jadi, suatu masalah dalam pekerjaan merupakan kesempatan bagi kita untuk melakukan apa yang benar dan melaluinya, kita menjadi orang yang lebih saleh. Kedua, kita perlu menyadari bahwa walaupun kita tidak mendapatkan penghargaan dan upah yang menurut kita layak kita dapatkan, Tuhan akan memberi upah bagi mereka yang setia bekerja buat Tuhan (Ef. 6:5-8; Kol. 3:23-24). Ketiga, kita harus tetap mengingat bahwa sungguh merupakan hal yang menyenangkan Allah, jika kita tunduk baik kepada atasan kita yang baik maupun yang 17


buruk. Dalam 1 Petrus 2, kita membaca, “Hai kamu, hambahamba, tunduklah dengan penuh ketakutan kepada tuanmu, bukan saja kepada yang baik dan peramah, tetapi juga kepada yang bengis. Sebab adalah kasih karunia, jika seorang karena sadar akan kehendak Allah menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung” (ay.18-19). Lalu Petrus mengingatkan kita tentang teladan teragung dari Yesus Kristus, yang menanggung derita yang tidak semestinya Dia tanggung, tetapi Dia bertahan dengan sabar (ay.21).

“Hai tuan-tuan, berlakulah adil dan jujur terhadap hambamu; ingatlah, kamu juga mempunyai tuan di sorga.” Kolose 4:1 Keempat, kita harus membalas kejahatan dengan kebaikan. Di Roma 12 berisi perintah berikut: “Janganlah membalas kejahatan dengan 18

kejahatan . . . Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang . . . Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan” (ay.17-18,21).

Namun, bagaimana jika saya tidak menyukai pekerjaan saya? Saya turut bersimpati

dengan orang-orang yang merasa seolah-olah sedang memasuki ruang penyiksaan setiap kali mereka mulai bekerja. Memang ada pekerjaan yang terasa seperti itu, dan kebanyakan disebabkan karena orang yang harus mereka hadapi daripada karena pekerjaan yang dilakukannya. Jika mendapati diri Anda dalam situasi kerja yang buruk, Anda mempunyai dua pilihan: (1) Jika Anda tidak mempunyai pilihan karena tidak ada lowongan pekerjaan lain, Anda harus mengambil hikmah yang terbaik dalam situasi kerja yang buruk, atau (2) jika Anda sanggup, carilah pekerjaan lain. Meski demikian, mari kita simak 1 Korintus 7. Paulus berbicara kepada para hamba dan tuan di abad pertama:


Adakah engkau hamba waktu engkau dipanggil? Itu tidak apa-apa! Tetapi jikalau engkau mendapat kesempatan untuk dibebaskan, pergunakanlah kesempatan itu. Sebab seorang hamba yang dipanggil oleh Tuhan dalam pelayanan-Nya, adalah orang bebas, milik Tuhan. Demikian pula orang bebas yang dipanggil Kristus, adalah hamba-Nya. Kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar. Karena itu janganlah kamu menjadi hamba manusia (ay.21-23). Paulus bukan hendak menyetujui perbudakan. Bahkan, ia memberi tahu para budak untuk melakukan apa yang legal untuk mendapatkan kebebasan mereka. Namun baginya, menjadi budak atau orang bebas bukanlah pokok masalahnya. Masalahnya adalah hubungan seseorang dengan Yesus Kristus. Seperti yang kita lihat sebelumnya, Alkitab membawa kita ke suatu tingkat yang lebih tinggi daripada atasan atau dewan direksi dalam perusahaan tempat kita bekerja. Utamanya, kita melayani Tuhan, dan bagaimana pun baik atau buruknya situasi pekerjaan kita,

kita perlu menyenangkan Dia melalui cara kita menanggapi berbagai ketidakadilan, tekanan, dan konflik antar pribadi.

Bagaimana pun baik atau buruknya situasi pekerjaan kita, kita perlu menyenangkan Tuhan melalui cara kita menanggapi berbagai ketidakadilan, tekanan, dan konflik. Memang ada pilihan lain, yaitu pindah kerja. Tentu saja, pindah kerja bisa jadi cuma solusi sementara. Mungkin saja kita sebenarnya lari dari masalah yang dapat kita selesaikan; atau mungkin kita lari dari satu masalah ke masalah lain. Lagipula, tidak ada perusahaan yang sempurna. Jadi sebelum Anda berhenti kerja, pertimbangkan semua alasan yang mendorong Anda ingin berhenti kerja. Pertimbangkan dampaknya bagi keluarga, gereja, komunitas, integritas diri, dan hubungan Anda dengan Tuhan. 19


Jika Anda sedang berusaha mencari pekerjaan, entah karena Anda diberhentikan (oleh alasan apa pun) atau karena Anda merasa berada pada situasi yang Anda anggap sebagai “perbudakan�, bab “Mencari yang Paling Tepat� (hlm. 27-29) dapat membantu Anda untuk memikirkan berbagai pilihan sulit yang Anda hadapi.

Sebelum Anda berhenti kerja, pertimbangkan dampaknya terhadap seluruh bidang kehidupan Anda lainnya. Pikirkanlah. Manakah sikap dan perilaku Anda yang perlu ditingkatkan? Masalah apa yang dapat disikapi jika Anda dengan penuh kasih membicarakannya langsung dengan rekan kerja atau atasan Anda? Masalah apa yang ada di luar kendali Anda? Mengapa doa menjadi begitu penting dalam usaha mengatasi masalah ini?

20

1. Tahu kepada siapa Anda bekerja 2. Menjadi tuan atas pekerjaan Anda 3. Tempatkan pekerjaan pada tempatnya 4. Mencari yang paling tepat

Tempatkan Pekerjaan pada Tempatnya

Berapa banyak waktu yang Anda habiskan untuk bekerja? Jika Anda hitung rata-rata 8 jam per hari, itu adalah sepertiga dari hari Anda. Jika Anda tidur 8 jam, kegiatan bekerja akan memakan setengah dari waktu ketika Anda tidak tidur. Jika Anda memperhitungkan waktu untuk pulang-pergi kerja, Anda membutuhkan satu jam atau lebih lagi setiap harinya. Lalu bagaimana dengan waktu persiapan kerja dan waktu untuk beristirahat setelah bekerja? Semua itu akan meliputi sebagian besar dari hidup Anda, bukan? Belum lagi jika ditambah waktu yang Anda pakai untuk memikirkan pekerjaan itu selagi Anda tidak di kantor. Jika Anda adalah seorang ibu rumah


tangga atau orangtua tunggal, bisa jadi kelihatannya seluruh hari Anda akan dihabiskan untuk bekerja. Jika semua itu digabungkan, kebanyakan kita akan menganggap pekerjaan sebagai hidup kita—paling tidak dari segi waktu dan perhatian kita yang tersita untuk itu. Apakah hal ini tidak baik? Jawabannya tergantung pada kebutuhan dan sikap kita. Sekalipun waktu kerja kita bisa mencerminkan baik atau buruknya sikap kita terhadap pekerjaan, pokok permasalahannya bukanlah pada waktu yang kita habiskan, tetapi pada alasan dari tindakan kita dan sikap diri kita dalam bekerja.

Kapan pekerjaan menjadi tidak terkendali? Ketika kita

memandang pekerjaan kita sebagai sumber utama bagi kepuasan diri dan mengesampingkan segala kepentingan lain dalam hidup— menempatkan kehidupan pribadi, keluarga, sahabat, gereja, dan kepentingan masyarakat di urutan belakang—pada saat itulah, pekerjaan telah menjadi berhala bagi kita.

Penulis kitab Pengkhotbah mengetahui betapa sia-sianya hidup ini. Ia berkata, “Ketika aku meneliti segala pekerjaan yang telah dilakukan tanganku dan segala usaha yang telah kulakukan untuk itu dengan jerih payah, lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin; memang tak ada keuntungan di bawah matahari� (2:11). Usaha menemukan kepuasan diri dalam suatu pekerjaan ibaratnya seperti mengejar khayalan. Pada saat Anda telah mencapai tujuan, Anda akan menemukan bahwa kepuasan yang Anda harap-harapkan hanyalah sebuah khayalan. Masih banyak hal yang lebih penting dalam hidup daripada mengejar gaji yang lebih besar, kenaikan pangkat, atau dana pensiun yang melimpah. Salomo menulis: Apakah untung pekerja dari yang dikerjakannya dengan berjerih payah? Aku telah melihat pekerjaan yang diberikan Allah kepada anak-anak manusia untuk melelahkan dirinya. Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam 21


hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir. Aku tahu bahwa untuk mereka tak ada yang lebih baik dari pada bersuka-suka dan menikmati kesenangan dalam hidup mereka. Dan bahwa setiap orang dapat makan, minum dan menikmati kesenangan dalam segala jerih payahnya, itu juga adalah pemberian Allah (Pkh. 3:9-13). Apakah gagasan utama dari ayat-ayat tersebut? Di satu pihak, walaupun Allah telah memberikan kekekalan dalam hati kita (ay.11), kita masih bisa terjerat pada kesibukan hidup hari lepas hari. Hal ini bisa mengakibatkan frustrasi. Di lain pihak, kepuasan akan dirasakan oleh orang yang meletakkan kepercayaannya pada kuasa Allah yang berdaulat dan kemudian hidup dengan bertanggung jawab. Penulis kitab Pengkhotbah tidak mendukung sikap “apa yang terjadi, terjadilah�, suatu kepasrahan dalam hidup yang pesimis dan pasif. Kita tidak sekadar menghabiskan waktu. Sebaliknya, kita perlu mengakui 22

bahwa kepuasan dari pekerjaan kita adalah “pemberian Allah.� Orang yang hidup untuk Tuhan mengetahui bahwa walaupun hidup ini jauh dari sempurna, Allah terus aktif berkarya dalam pekerjaan kita. Pada saat kita percaya kepada-Nya, Dia akan memberi kita kepuasan melalui hal-hal sederhana yang dialami dalam hidup.

Apakah kita sedang membodohi diri sendiri?

Jika Anda seperti saya, Anda mungkin tidak menyadari bahwa Anda berharap pekerjaan Anda akan membawa kebahagiaan. Suatu survei di Amerika barubaru ini menanyakan tentang hal apakah yang terpenting dalam hidup seseorang. 40% berkata bahwa mereka menempatkan hubungan mereka dengan Allah lebih utama dari segalanya. Dalam perbandingan yang sangat kontras, hanya 5% yang menjawab bahwa hal yang paling penting dalam hidup mereka adalah memiliki pekerjaan yang mereka sukai. Banyak analis membaca hasil survey tersebut sebagai indikasi bahwa orang Amerika lebih religius dan tidak terlalu materialistis daripada yang diperkirakan selama ini.


Namun, saya ragu apakah jajak pendapat tersebut sungguh memberikan gambaran yang akurat. Orang waras mana yang akan mengatakan bahwa pekerjaannya lebih penting daripada Allah? Saya sendiri tidak akan memberikan jawaban itu. Pertanyaannya, melalui sikap hidup Anda dan saya, hal apa yang kita anggap paling penting? Bukankah kita semua cenderung hanya melayani Allah di bibir saja, sementara kita hidup untuk ilah-ilah lain— menaruh harapan yang terlalu besar pada pekerjaan kita? Pikirkan sikap Anda sendiri. Kapan Anda merasa bahagia? Apa yang menguasai pikiran Anda? Apakah tujuan yang terpenting bagi Anda?

oleh kenikmatan yang diterimanya dari menghasilkan lebih banyak uang, mendapat kekuasaan yang lebih besar, serta mengejar pujian dari atasan dan rekan kerja, dan mengalahkan saingan di kantor. Meski demikian, kitab Amsal memberi tahu kita, “Jangan bersusah payah untuk menjadi kaya, tinggalkan niatmu ini� (Ams. 23:4). Jika kita gagal mengendalikan niat ini, kita akan bersusah payah—dan untuk apa semua itu? Penulis kitab Pengkhotbah mengingatkan kita bahwa hidup ini singkat dan kekayaan hanya sementara, tetapi hubungan dengan Allah dan sesama itu lebih penting daripada kesuksesan apa pun.

Apakah saya gila kerja? Seseorang yang gila

Adakah pilihan lain yang bijaksana? Kita perlu

kerja, mirip seperti pecandu alkohol, akan sulit mengenali pokok persoalan yang sebenarnya. Biasanya ia akan menyangkal adanya masalah. Seorang yang gila kerja berpikir bahwa ia mampu menempatkan pekerjaan di bawah kendalinya. Saya bisa berhenti kerja kapan pun saya mau, pikirnya. Namun kenyataannya, ia dikendalikan oleh pekerjaannya, dimotivasi

melihat nilai yang Allah berikan bagi pekerjaan kita, dan kita juga perlu menjaga keseimbangan hidup. Kita harus melihat pekerjaan sebagai salah satu saja dari banyak bagian penting lainnya dalam kehidupan kita. Jangan melakukannya dengan berlebihan ataupun mengabaikannya. Pekerjaan memang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup dan bernilai 23


penting bagi penggenapan rancangan Allah atas hidup kita. Pekerjaan memberikan kepada kita sebuah kesempatan untuk memenuhi tujuan hidup kita yakni mengasihi Allah dan mengasihi orang lain seperti diri kita sendiri (Mat. 22:37-40).

Kitab Pengkhotbah berkata bahwa hidup ini singkat dan kekayaan hanya sementara, tetapi hubungan dengan Allah dan sesama itu lebih penting daripada kesuksesan apa pun. Apakah kita bekerja untuk menyediakan kebutuhan kita? Jika kita

sedemikian terbelenggu oleh pekerjaan-pekerjaan kita, kita mungkin lupa bahwa pada akhirnya Tuhanlah yang menyediakan kebutuhan kita, bukan usaha kita sendiri. Kerja keras tidaklah selalu menghasilkan kesuksesan. Walaupun kerja keras itu baik, Tuhanlah satu-satunya Pribadi 24

yang memberkati usaha kita (Ul. 6:10-12; Ams. 10:4-5,26). Dalam Matius 6, Yesus memberi tahu para pengikutNya untuk tidak perlu khawatir tentang apa yang akan mereka makan atau minum, tetapi cari dahulu Kerajaan Allah; baru kemudian Allah akan menyediakan kebutuhan mereka. Kita terlalu sering memutarbalikkan hal ini. Kita mengejar hal-hal dalam kehidupan ini terlebih dahulu, karena berpikir bahwa kita sendirilah yang menentukan nasib diri kita dan yang menyediakan apa yang dibutuhkan untuk bertahan hidup. Dan walaupun kita mungkin mengucap syukur sebelum makan atas pemeliharaan Allah, sering kali yang terjadi kita justru menyanjung diri sendiri. Ini bukan berarti bahwa kita hanya duduk saja dan menunggu Allah menjatuhkan apa yang kita butuhkan ke atas pangkuan kita. Allah mengharapkan kita bekerja. Rasul Paulus mengingatkan jemaat di Tesalonika bahwa orang yang tidak memiliki keinginan untuk bekerja tidak berhak untuk makan. Paulus menjelaskan sikapnya terhadap


pekerjaan sebagai berikut: Sebab kamu sendiri tahu, bagaimana kamu harus mengikuti teladan kami, karena kami tidak lalai bekerja di antara kamu; dan tidak makan roti orang dengan percuma, tetapi kami berusaha dan berjerih payah siang malam, supaya jangan menjadi beban bagi siapa pun di antara kamu, . . . melainkan karena kami mau menjadikan diri kami teladan bagi kamu, supaya kamu ikuti. Sebab, juga waktu kami berada di antara kamu, kami memberi peringatan ini kepada kamu; jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan (2 Tes. 3:7-10).

Manakah bidang kehidupan yang membutuhkan perhatian kita? Jika kita mau menjauh-

kan diri dari sikap khawatir berlebihan atau kurang peduli pada pekerjaan kita, kita perlu mengenali unsur-unsur lain dari kehidupan kita yang layak mendapatkan waktu kita. Dalam buku Your Work Matters to God (Pekerjaan Anda Penting Bagi Allah), Doug Sherman dan William Hendricks menyebutkan lima bagian kehidupan yang

membutuhkan perhatian kita. Mereka menggunakan analogi dari cabang olahraga yang disebut panca lomba (pentatlon). Supaya seorang atlit melakukan tugasnya dengan baik, ia harus menguasai olahraga lari, renang, menunggang kuda, menembak, dan bermain anggar. Sang atlit panca lomba tidak akan dapat mencapai prestasi, jika ia hanya memusatkan perhatian pada satu jenis olahraga saja dengan mengorbankan yang lainnya, atau jika ia mengabaikan setiap kesempatan bertanding. Demikian pula, kita harus berusaha sebaik-baiknya dalam lima bidang dasar dari kehidupan kita, jika kita ingin berhasil menjalani hidup yang sesuai dengan keinginan Allah. Lima bidang tersebut adalah: 1. Kehidupan pribadi kita 2. Keluarga kita 3. Hidup bergereja 4. Pekerjaan kita 5. Hidup bermasyarakat

Bagaimana kita bisa menjaga setiap bidang kehidupan ini agar tetap seimbang? Sherman

dan Hendricks juga memberikan suatu strategi supaya kita tetap bekerja dengan sudut pandang yang benar: 25


1. “Aturlah kehidupan doa Anda di seputar perlombaan hidup” (hlm. 207). Ini akan membantu kita tetap memiliki kesadaran terhadap semua bidang, dan memohon pertolongan Allah untuk menjaga kesemuanya itu di dalam keseimbangan yang benar. 2. “Tentukan berapa banyak waktu yang Anda butuhkan untuk bekerja” (hlm. 207). Kita harus menetapkan batas waktu kerja untuk menghindari pengurasan energi yang berlebihan. 3. “Aturlah waktu untuk pulang” (hlm. 208). Pekerjaan cenderung mengambil waktu melebihi dari apa yang telah kita tetapkan. 4. “Susunlah jadwal untuk waktu luang Anda sama seperti Anda menjadwalkan waktu kerja . . . Dalam buku agenda, kita perlu menambahkan waktu bagi keluarga, gereja dan komitmen pelayanan, kehidupan sosial, dan rencana pribadi” (hlm. 209). 5. “Jagalah penggunaan energi emosional Anda . . . Allah tidak pernah bermaksud menjadikan pekerjaan 26

sebagai perbudakan atas jiwa” (hlm. 209-210). 6. “Tetapkan waktu istirahat” (hlm. 210-211). Kita perlu menyisihkan waktu khusus dalam seminggu (satu hari atau satu jam yang khusus setiap hari) dimana kita bisa beristirahat, merenung, dan menyelaraskan kembali hidup kita. 7. “Kembangkanlah minat dan komitmen di luar pekerjaan” (hlm. 211). 8. “Jagalah supaya jangan hanya memperhatikan dan tidak melakukan . . . Ada bahaya yang harus dihindari dalam penggunaan waktu luang kita: jangan sampai kita hanya menjadi penonton” (hlm. 212).

Pikirkanlah. Mengapa Anda bekerja? Apakah Anda telah memberikan perhatian terhadap kelima bidang dari kehidupan Anda itu? Apakah Anda menganggap diri Anda sebagai seorang yang gila kerja, yang hidup seimbang, atau yang perlu lebih berusaha dalam hidup ini?


1. Tahu kepada siapa Anda bekerja 2. Menjadi tuan atas pekerjaan Anda 3. Tempatkan pekerjaan pada tempatnya 4. Mencari yang paling tepat

Mencari yang Paling Tepat

“Max” menyadari bahwa perubahan besar sedang terjadi. Perusahaan tempatnya bekerja sedang mengalami penurunan produksi. Keuntungan menjadi berkurang sehingga dewan direksi sedang mencari jalan untuk memotong beberapa pengeluaran. Max mengetahui bahwa dalam restrukturisasi perusahaan, bidang kerjanya akan dihapus. Namun, karena ia sudah bertahun-tahun bekerja di sana, perusahaan akan memindahkannya ke posisi lain, yaitu sebuah pekerjaan yang tidak terlalu disukainya. Max mengambil kesempatan ini untuk mengevaluasi pilihan dan masa depannya. Ia mendengar ada lowongan kerja di perusahaan lain. Pekerjaan tersebut cocok dengan

minat dan pendidikannya, serta tidak menyita banyak waktunya bersama keluarga. Ia pun diwawancara, dan pada saat pekerjaan itu ditawarkan kepadanya, ia pun mengambilnya. Jika Anda, seperti Max, memiliki kesempatan untuk memilih karir atau pekerjaan tertentu, anggaplah itu sebagai keberuntungan Anda. Banyak orang tidak memiliki kesempatan seperti itu. Pada saat Anda mempertimbangkan pilihan kerja Anda, waspadalah terhadap konsep salah yang menyatakan bahwa bentuk pekerjaan termulia adalah apa yang disebut sebagai “pelayanan Kristen penuh waktu”. Menjadi seorang pendeta, penginjil, atau bekerja dalam suatu lembaga pelayanan Kristen tidaklah lebih kudus dibandingkan pekerjaan “sekuler” seperti menjual baju, merancang program komputer, atau menyupir truk. Semua jenis pekerjaan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan yang wajar adalah berharga di mata Allah. Kita paling menyukakan hati Allah ketika kita melakukan yang terbaik dengan menggunakan kemampuan yang Dia berikan kepada kita. 27


Mungkin Anda sedang berada dalam kebimbangan, apakah tetap akan menekuni pekerjaan sekarang, atau mungkin mengejar karir atau mengambil pekerjaan lain. Bagaimana Anda menetapkan pilihan? Memang tidak mudah, tetapi Anda bisa mengurangi kecemasan Anda. Buku Seri Hikmat Ilahi terbitan RBC berjudul “Bagaimana Mengetahui Kehendak Allah Bagiku� memberikan lima langkah untuk menemukan apa yang menjadi kehendak Allah bagi Anda. Langkah-langkah tersebut tersusun menjadi kata G-U-I-D-E:

Go to the Lord (Datang kepada Tuhan).

Jika Anda mengharapkan Allah menolong Anda, penting bagi Anda untuk mempunyai hubungan yang baik denganNya. Anda harus percaya, taat, dan berdoa kepada-Nya.

Understand His principles (Pahami prinsip-prinsip-Nya).

Apa prinsip Alkitab yang dapat diterapkan dalam keputusan Anda?

Investigate your options (Selidiki pilihan yang Anda miliki). Apa

sajakah pilihan yang ada di 28

hadapan Anda? Apa pro-kontra serta konsekuensi dari masingmasing pilihan tersebut? Apakah minat, talenta, dan kelemahan Anda sesuai dengan pilihan pekerjaan Anda? Di manakah diri Anda bisa menjadi paling efektif buat Tuhan?

Discuss it with others (Diskusikan dengan orang lain). Bicarakan

dengan orang-orang dari berbagai profesi, dan juga dengan sahabat yang bisa dipercaya.

Express your freedom (Melangkah dalam kebebasan). Jika Anda

bersandar kepada Tuhan dan Anda telah menganalisa secara mendalam, maju dan melangkahlah dengan iman. Tuhan akan menghargai Anda ketika Anda menghormati-Nya dengan mengikutsertakan-Nya dalam proses pergumulan Anda. Untuk membantu Anda menganalisa situasi yang sedang Anda hadapi dan berbagai pilihan yang ada di hadapan Anda, gunakanlah garis besar berikut ini sebagai langkah awal.


Latar belakang pribadi:

• Usia • Pendidikan • Pengalaman kerja sebelumnya (baik dan buruk) • Jabatan yang pernah dipegang • Keahlian • Minat • Kebutuhan Keuangan

Mengevaluasi pilihan pekerjaan:

• Prinsip Alkitab (seperti yang ditulis dalam buklet ini) • Pilihan yang ada • Nasihat orang lain (keluarga, sahabat, rekan kerja) • Pekerjaan apa yang akan menggunakan kemampuan terbaik yang Allah berikan kepada Anda? • Dalam pekerjaan seperti apa Anda bisa memenuhi kebutuhan sesama yang wajar dan pantas mereka miliki? • Upah/gaji dan pelbagai keuntungan tambahan • Kondisi pekerjaan

Berhenti Bekerja!

B

agaimana jika Anda dipekerjakan untuk sebuah pekerjaan yang tidak cocok untuk Anda kerjakan? Bayangkan betapa tertekannya Anda! Setiap kali diberi tugas, Anda berusaha memberikan yang terbaik, tetapi yang terbaik itu pun tidak cukup. Berulang kali Anda gagal. Anda menyadari bahwa cepat atau lambat Anda akan dipecat. Bayangkanlah hal yang lebih buruk. Anda telah diberi tugas untuk berusaha hidup dengan cara yang menyenangkan Allah. Namun, Anda tidak memenuhi syarat. Anda menyadari bahwa apa yang dihasilkan hidup Anda pada dasarnya sudah rusak. Anda telah membuat keputusan yang salah. Anda sering harus mengakui bahwa Anda tidak mengetahui apa yang Anda kerjakan. Anda takut bahwa di akhir hidup Anda, ketika Anda berdiri di hadapan Tuhan yang menuntut kesempurnaan, Anda tidak dapat melewati pemeriksaan terakhir.

29


“Sebab upah dosa ialah maut, tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” Roma 6:23 Hidup kita ada di jalan tersebut. Kita telah dirusak oleh apa yang disebut Allah sebagai dosa. Kita telah melanggar hukum-Nya, yaitu standar perilaku yang ditetapkan-Nya. Tidak peduli betapa kerasnya kita telah berusaha untuk menyenangkan-Nya, kita tidak dapat melakukannya. Roma 3:23 menyatakan kepada kita, “karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah.” Selanjutnya Alkitab memberi tahu kita bahwa “upah dosa ialah maut” (6:23). Satu-satunya upah yang layak bagi kita di akhir hidup adalah keputusan Allah bahwa kita tidak pantas masuk surga. Kita tidak layak pergi ke sana karena kita telah gagal melakukan apa yang Dia minta untuk kita lakukan. Namun, itu bukanlah akhir ceritanya. Allah telah melakukan 30

sesuatu yang luar biasa untuk kita. Dia menawarkan segala sesuatu yang sesungguhnya tidak layak kita terima. Karena Yesus Kristus mati di kayu salib untuk menerima ganjaran yang seharusnya kita terima, Allah menawarkan upah kepada kita atas dasar apa yang telah Yesus lakukan, dan bukan berdasarkan apa yang telah kita lakukan. Roma 4:4-5 mengatakan, “Kalau ada orang yang bekerja, upahnya tidak diperhitungkan sebagai hadiah, tetapi sebagai haknya. Tetapi kalau ada orang yang tidak bekerja, namun percaya kepada Dia yang membenarkan orang durhaka, imannya diperhitungkan menjadi kebenaran.” Sulit untuk dipercaya? Terlalu indah untuk menjadi kenyataan? Percayalah—karena jika tidak, Anda tidak akan mempunyai kesempatan. Allah menjamin kebenarannya.

Inilah saatnya berhenti mengandalkan kekuatan Anda sendiri untuk menjalani hidup yang cukup baik agar bisa diterima oleh Allah.


Jalan untuk menyenangkan Allah adalah dengan mengakui bahwa Anda sebenarnya layak menerima upah kematian rohani dan menerima kasih karunia yang Kristus berikan bagi Anda. Melalui hidup, kematian, dan kebangkitan-Nya, Yesus membuka pintu bagi Anda untuk diampuni dari segala kegagalan Anda, untuk disatukan dengan kemenangan Kristus, untuk menerima hidup kekal, dan untuk dimampukan bekerja bagi Allah dengan cara yang menyenangkan hati-Nya. Inilah saatnya berhenti mengandalkan kekuatan Anda sendiri untuk menjalani hidup yang cukup baik agar bisa diterima oleh Allah. Inilah waktunya untuk menerima hadiah keselamatan yang Tuhan Yesus sediakan secara cumacuma bagi kita. Inilah waktunya untuk percaya kepada Kristus dan mulai hidup bagi-Nya.

Istilah dalam dunia Pekerjaan Kejatuhan: Ketika Adam dan Hawa memberontak melawan Allah, seluruh ciptaan tercemari oleh dampak negatif dari dosa. Salah satu akibatnya adalah pekerjaan menjadi sulit dan penuh dengan rasa frustrasi. Pelayanan Kristen Penuh Waktu: Pada

umumnya diartikan sebagai pekerjaan penuh waktu untuk suatu gereja, lembaga penginjilan, atau organisasi pelayanan di luar gereja. Akan tetapi, semua pengikut Kristus sepatutnya bekerja bagi Tuhan di sepanjang waktu, apa pun pekerjaannya. Integritas: Konsistensi dari karakter seseorang. Menjadi orang yang berintegritas dalam pekerjaan berarti kita memenuhi komitmen kita, kita bersikap jujur dan tidak munafik. Hari Sabat: Menurut hukum Perjanjian Lama, Hari Sabat adalah satu hari istirahat di setiap minggu. Prinsipnya masih berlaku sampai sekarang. Kita butuh waktu istirahat, tidak hanya untuk “mengisi ulang baterai kita�, tetapi untuk membawa kita lebih dekat 31


kepada Allah dan hidup dengan fokus yang benar. Keselamatan: Karya Allah yang menyelamatkan setiap pribadi yang percaya kepada Kristus sebagai Pribadi yang telah mengambil alih hukuman mereka dan yang memberikan perdamaian dengan Allah. Seseorang diselamatkan bukan karena usahanya sendiri, tetapi dengan menerima pengampunan dari Allah sebagai pemberian yang cuma-cuma. Kepuasan: Rasa puas yang dialami ketika kita menyadari bahwa pekerjaan kita menyenangkan Tuhan. Pekerjaan: Usaha untuk menyelesaikan sesuatu; sebuah tugas atau tanggung jawab. Gila Kerja: Orang yang mencurahkan sebagian besar waktu dan perhatiannya kepada pekerjaan, dan yang hidupnya berpusat pada pekerjaan. Akibatnya keluarga, sahabat, gereja, dan masyarakat tersisihkan.

32

Buklet Seri Terang Ilahi (STI) berjudul “Bagaimana Menemukan Kepuasan Dalam Pekerjaan” diterbitkan oleh RBC Ministries, Indonesia. Mulai bulan Juni 2007, PT. Duta Harapan Dunia (mitra pelayanan RBC Ministries, Indonesia) menerbitkan dan mendistribusikan buku-buku terbitan Discovery House Publishers termasuk Discovery Series yang dalam bahasa Indonesia lebih dikenal dengan nama Seri Terang Ilahi. Adapun buku-buku yang dapat Anda peroleh melalui PT. Duta Harapan Dunia antara lain: • Santapan Rohani Tahunan (SR) Buku renungan tahunan yang dirancang untuk digunakan sebagai makanan rohani sehari-hari bagi setiap orang Kristen. • Seri Kehidupan Kristen— Pedoman Dasar Hidup Kristen Terjemahan dari buku Basics for Christian Living—Buku pedoman yang membuat Anda mengerti siapakah Allah itu dan memperluas pengetahuan Anda tentang kekristenan. • Seri Hikmat Ilahi (SHI) Terjemahan dari buku Discovery Series Bible Study—Bahan Pendalaman Alkitab untuk pribadi maupun kelompok. • Seri Terang Ilahi (STI) Terjemahan dari buklet Discovery Series—Buklet yang mengulas aneka topik yang bermanfaat untuk membuka wawasan rohani orang Kristen. Informasi lebih lanjut, hubungi: PT. Duta Harapan Dunia PO Box 3500 Jakarta Barat 11035 Telp.: (021) 71111-430; 2902-8955 Fax.: (021) 5435-1975 E-mail: dhd_id@dhdintl.org Situs: www.dhdindonesia.com Indonesian ‘Discovery Series’


Misi kami adalah menjadikan hikmat Alkitab yang mengubahkan hidup dapat dimengerti dan diterima oleh semua orang. Anda dapat mendukung kami dalam melaksanakan misi tersebut melalui persembahan kasih. Klik link di bawah ini untuk informasi dan petunjuk dalam memberikan persembahan kasih. Terima kasih atas dukungan Anda untuk pengembangan materi-materi terbitan Our Daily Bread Ministries. Persembahan kasih seberapa pun dari para sahabat memampukan Our Daily Bread Ministries untuk menjangkau orang-orang dengan hikmat Alkitab yang mengubahkan hidup. Kami tidak didanai atau berada di bawah kelompok atau denominasi apa pun.

DONASI


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.