Keindahan yang Hilang

Page 1

SERI TERANG ILAHI

TAK BISA MENGULANG WAKTU, TETAPI BISA MELANGKAH MAJU Dalam Kejadian 1, Allah menciptakan dunia beserta segala isinya dan menyebutnya “sungguh amat baik�. Dua pasal kemudian, dosa masuk ke dalam dunia dan merusak keindahan rancangan Allah. Sejak saat itu, semuanya tidak pernah sama lagi, termasuk pernikahan dan seks. Ketika kita mengabaikan firman Allah dan merasa paling tahu apa yang terbaik untuk hidup kita sendiri, sebenarnya kita sedang menyusuri jalan yang sangat berbahaya, yang dapat membawa kita kepada kehancuran. Kita tak lagi dapat mengalami kedekatan dan rasa percaya dalam hubunganhubungan yang kita miliki.

keindahan YANG

HILANG

Memaknai Kembali Seksualitas Menurut Rancangan Allah

Meski kita tak bisa kembali ke masa sebelum manusia jatuh ke dalam dosa, Allah dalam kemurahan-Nya menyediakan jalan agar kita bisa melangkah maju melalui Yesus Kristus dan kembali hidup dalam rancangan-Nya yang indah. Gary Inrig adalah lulusan dari University of British Columbia dan Dallas Theological Seminary. Beliau melayani sebagai pendeta di Trinity Evangelical Free Church di Redlands, California.

Diterbitkan dan didistribusikan oleh PT. Duta Harapan Dunia www.dhdindonesia.com

Gary Inrig



pengantar

Keindahan yang Hilang

Memaknai Kembali Seksualitas Menurut Rancangan Allah

D

aya pikat seksualitas sangatlah luar biasa. Seks itu menjual. Perusahaan-perusahaan menggunakannya untuk mengundang orang membeli segala jenis kebutuhan, mulai dari baju dan kosmetik hingga mobil dan rencana liburan. Kita dibombardir dengan gambar-gambar sensual di majalah, film layar lebar dan televisi, musik, papan iklan, dan yang paling banyak, di Internet. Singkatnya, kita hidup dalam masyarakat yang pikirannya dipenuhi hasrat seksual dan mendapatkan kepuasannya dari sana.

1


Di halaman-halaman selanjutnya dari buklet ini, kita ingin membangun pemahaman yang kuat tentang karunia seks yang indah dari Allah menurut Alkitab. Dengan demikian, kita dapat mengerti mengapa Allah memberikannya kepada kita dan mengenali berbagai tantangan yang terus-menerus kita hadapi akibat dosa yang telah memutarbalikkan rancangan Allah. Ingatlah bahwa moralitas seksual bukanlah sekadar menghindari sesuatu yang keliru dan berdosa, melainkan menghormati sesuatu yang sangat berharga, demi kebaikan kita dan demi kemuliaan Allah.

Gary Inrig

2

KEINDAHAN YANG HILANG


daftar isi satu

Keindahan yang Hilang ����������������������������������������������������� 5 dua

Kembali ke Titik Awal ���������������������������������������������������������� 9 tiga

Saat Kesenangan Pribadi Menjadi Standar Kebaikan Tertinggi ��������������������������������������������15 empat

Seksualitas yang Mengalami Dampak Langsung Dosa �������������������������������������������������� 21 lima

Tak Bisa Mengulang Waktu, tetapi Bisa Melangkah Maju �������������������������������������������� 27 EDITOR: J. R. Hudberg GAMBAR SAMPUL: Ira Heuvelman-Dobrolyubova via Getty Images PERANCANG SAMPUL: Stan Myers PERANCANG INTERIOR: Steve Gier PENERJEMAH: Lidia Torsina EDITOR TERJEMAHAN: Elisabeth Chandra, Natalia Endah PENYELARAS BAHASA: Bungaran Gultom PENATA LETAK: Mary Chang Gambar Isi: Ira Heuvelman-Dobrolyubova via Getty Images (hlm.1); Stella Bogdanic via RGBStock.com (hlm.5); PixelAnarchy via Pixabay.com (hlm.9); LoggaWiggler via Pixabay.com (hlm.15); Dorota Kaszczyszyn via FreeImages.com and Pezibear via Pixabay.com (hlm.21); Bjorn de Leeuw via FreeImages.com (hlm.27). Dikutip dari Pure Desire karya Gary Inrig, © 2010 oleh Gary Inrig. Digunakan seizin Discovery House. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang. Kutipan ayat diambil dari teks Alkitab Terjemahan Baru Indonesia, LAI © 1974 © 2017 Our Daily Bread Ministries, Grand Rapids, MI Hak Cipta dilindungi Undang-Undang. Dicetak di Indonesia. Indonesian Discovery Series "Paradise Lost"



satu

Keindahan yang Hilang

B

erjalan menyusuri Siq, ngarai sempit menuju Petra, sebuah kota kuno di Yordania, adalah pengalaman yang tak terlupakan. Panjangnya mencapai 1,5 km lebih dan lebarnya kurang dari enam meter. Di sepanjang dindingnya berjajar ceruk-ceruk tempat benda atau simbol keagamaan pernah diletakkan. Terlihat juga bekas-bekas saluran air dan pos penjaga yang pernah berfungsi hampir 2.000 tahun yang lalu, saat kota di padang gurun ini dihuni oleh sekitar 30.000 penduduk. Di tengah perjalanan, tiba-tiba pemandu wisata meminta kami berhenti dan berbaris ke belakang, meletakkan tangan di pundak orang yang ada di depan kami, lalu menutup mata dan berjalan maju perlahan sampai ia memberi kami aba-aba 5


untuk membuka mata. Ketika aba-aba terdengar, kami pun membuka mata, dan dari celah sempit di ujung ngarai itu terpampanglah sebuah pemandangan yang menjadi tujuan perjalanan kami: kemegahan bangunan Treasury yang sangat terkenal. Bangunan istimewa yang dipahat pada batu cadas di sisi ngarai yang menjulang tinggi itu menjadi pemandangan pertama kami saat memasuki Petra, kota kuno yang dijuluki “a rose-red city� (kota semerah mawar). Julukan itu diberikan karena semua bangunannya dipahat pada batu cadas berwarna kemerahan. Meski sebelum pergi ke sana bangunan tersebut sudah berulang kali Anda lihat melalui film atau foto, Anda akan tetap terpesona saat melihat langsung bangunan aslinya. Menyusuri bagian-bagian lain dari kota Petra membuat hati bertanya-tanya bagaimana kehidupan suku Nabath, para penghuni gurun itu, ribuan tahun yang lalu. Terlepas dari lingkungan yang gersang, kehidupan masyarakat di sana berkembang pesat hingga terjadinya serangkaian gempa dahsyat pada tahun 6 Masehi yang menyebabkan mereka meninggalkan kota Petra. Selama bertahun-tahun saya mendapat kesempatan istimewa untuk mengunjungi sejumlah reruntuhan bersejarah yang sangat mengesankan, seperti kota Petra ini, juga Koloseum di Roma, kuil Parthenon di Athena, benteng Masada di Israel, dan kota Efesus di Turki modern. Meski sudah hancur di sana-sini, reruntuhan-reruntuhan tersebut masih mengagumkan sebagai saksi bisu dari kemegahan yang dahulu pernah ada. Kemegahan itu masih tersisa, tetapi hancur di sana-sini, bentuknya rusak, dan tak lagi sempurna. Keindahannya dahulu sungguh luar biasa, tetapi kini telah hancur di sana sini, rusak, dan tak lagi sempurna—tidak berbeda dengan kehidupan kita manusia. Secara khusus, 6

KEINDAHAN YANG HILANG


sebagaimana tema yang akan kita bahas dalam buklet ini, kita bergumul dengan hasrat seksual yang sudah rusak dan tidak lagi kudus. Bagaimana kerusakan itu bermula? Jika Allah menciptakan manusia menurut rupa-Nya dan pernikahan dikaruniakan oleh-Nya, apa yang membuat seks bermasalah? Jika Allah sendiri yang memberikan seks kepada manusia, seks itu seharusnya baik, indah, dan kudus. Namun, mengapa kemudian seks menjadi sumber dari banyak kehancuran hati, rasa bersalah, rasa malu, dan berbagai masalah lainnya? Bagaimana sesuatu yang baik bisa menjadi sedemikian rusak dan menjadi kebiasaan yang memperbudak kita? Mengapa pernikahan dan hubungan-hubungan dengan sesama lebih sering membuat kita frustrasi daripada membuat kita puas? Mengapa godaan yang sama berulang kali datang dan perjuangan kita melawannya seolah tidak pernah tuntas? Kitab Suci menyatakan dengan jelas bahwa keintiman seksual adalah pemberian Allah. Seks adalah berkat dalam konteks yang dikehendaki Allah (pernikahan) dan dirancang untuk tujuan spesifik, yaitu untuk menghasilkan keturunan, mempererat hubungan, memahami dan mengasihi, serta saling memberi kenikmatan.

Tanpa mendiagnosis masalah dengan benar, kita tidak mungkin mengatasinya dengan benar. Jika akar dari pergumulan seksual kita adalah kurangnya pengetahuan, kita dapat mencari jalan keluarnya lewat penelitian atau pendidikan. Jika akar masalah kita adalah tekanan sosial dan pengaruh kelompok mayoritas, kita dapat mencari orang yang dapat menolong kita keluar dari tekanan dan pengaruh tersebut. Namun, jika akar masalahnya ternyata adalah kondisi rohani yang rusak, kita harus memandang melampaui masalah yang tampak dari luar dan mencari pertolongan dari Allah sendiri.

Keindahan yang Hilang

7


Karena itu kita perlu kembali ke titik awal, tempat akar masalah ini pertama kali muncul. Kita perlu mencari tahu apa kata Alkitab, karena Alkitab memaparkan masalah seksualitas setelah kejatuhan manusia dengan jelas dan sesuai kenyataan yang ada. Pandangan Alkitab akan menjauhkan kita dari diagnosis yang naif dan cenderung menyederhanakan masalah, juga dari janji atau jalan keluar yang menyesatkan. Alkitab akan menolong kita untuk memiliki pandangan yang berimbang tentang kebutuhan jasmani dan hasrat alami manusia. Di satu sisi, kita tidak akan memuja dan terobsesi dengan seks atau menganggap seks sebagai jawaban untuk masalah-masalah kita. Di sisi lain, kita juga tidak akan memandang seks sebagai sesuatu yang kotor dan rendah. Kejatuhan manusia telah merusak rancangan Allah yang baik atas seks dan atas segala bidang kehidupan. Namun, di balik apa yang kita lihat sudah hancur, rusak, dan tak lagi sempurna, rancangan Allah yang baik dan mulia itu tetap ada. Kejatuhan manusia adalah istilah yang menunjukkan momen saat dosa pertama kali masuk ke dunia akibat ketidaktaatan Adam dan Hawa yang memakan buah dari pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat.

8

KEINDAHAN YANG HILANG


dua

Kembali ke Titik Awal

T

idak banyak peristiwa dalam Alkitab yang dampaknya sebesar peristiwa dalam Kejadian 3. Peristiwa-peristiwa itu telah dan terus membentuk kehidupan setiap manusia. Kita tidak mungkin dapat memahami Alkitab, sejarah manusia, atau hidup kita sendiri tanpa peristiwa yang dicatat dalam Kejadian 3. Kisah bagaimana pasangan manusia pertama, Adam dan Hawa, tergoda untuk berbuat dosa sebagaimana tercatat dalam pasal ini, adalah fakta sejarah. Catatan ini bukan sekadar kisah tentang mereka, tetapi juga kisah setiap kita. Tidak hanya kita ikut merasakan akibat dari pilihan mereka yang keliru, Iblis juga masih menggunakan strategi yang sama untuk menggoda setiap generasi manusia agar berbuat dosa. Membaca Kejadian 3 9


dapat menolong kita untuk memahami taktik sang Penggoda dan sifat pencobaan yang menyerang kita setiap hari. Namun, buklet ini tidak bertujuan untuk membahasnya. Buklet ini akan membicarakan sisi lainnya dari Kejadian 3. Secara Kita tidak khusus kita akan mencermati bagian mungkin dapat Alkitab tersebut untuk memahami memahami dampak dosa terhadap seksualitas Alkitab, sejarah kita. manusia, atau Kejadian 3 adalah pasal yang hidup kita sendiri sangat padat secara teologis. Di dalamnya kita dapat membaca tanpa peristiwa tentang bagaimana dosa masuk, yang dicatat tentang bagaimana maut mulai dalam Kejadian 3. menjadi bagian hidup manusia, tentang gambaran pertama janji penebusan Allah, tentang konsekuensi dosa yang harus dihadapi manusia, dan tentang kehidupan di dunia yang sudah jatuh ke dalam dosa. Namun, penting untuk diperhatikan, tidak ada pernyataan bahwa dosa pertama manusia adalah dosa seksual atau yang melibatkan perbuatan asusila. Hubungan seksual (persetubuhan) bukanlah dosa asal, sebagaimana yang keliru disampaikan oleh sejumlah orang. Akan tetapi, benar bahwa dosa Adam dan Hawa telah merusak rancangan Allah atas pernikahan dan seksualitas manusia. Akhir kisah penciptaan menyatakan kepada kita, “Mereka keduanya telanjang, manusia dan isterinya itu, tetapi mereka tidak merasa malu� (KEJADIAN 2:25). Seksualitas manusia dalam konteks pernikahan pertama itu justru diposisikan sebagai 10

KEINDAHAN YANG HILANG


mahkota dari semua yang diciptakan Allah. Terhadap kedua manusia telanjang itu, Allah menyatakan penilaian-Nya, “Sungguh amat baik� (KEJADIAN 1:31). Kejadian 1 dan 2 adalah catatan tentang penciptaan dengan dua sudut pandang. Kejadian 2 secara khusus menceritakan tentang bagaimana Allah menciptakan manusia. Catatan itu selaras dengan Kejadian 1 yang menceritakan tentang bagaimana Allah menciptakan alam semesta, khususnya bumi.

Penggambaran Alkitab tentang pasangan pertama yang mengemban citra Allah itu jelas berkonotasi seksual karena mereka mengalami kenikmatan murni dalam hubungan mereka, jiwa dan raga, dalam kerangka pernikahan yang dirancang Allah pada mulanya. Seksualitas mereka yang belum terkontaminasi adalah magnet yang menarik keduanya untuk menjalin hubungan yang lebih intim. Mereka menikmati kehadiran satu sama lain. Mereka hidup berdampingan di taman yang disediakan Allah bagi mereka. Mereka tidak malu atau takut kalau-kalau pasangan mereka akan menganggap mereka tidak layak atau tidak memenuhi syarat. Perempuan itu mendampingi suaminya dengan feminitas yang diberikan Allah kepadanya; laki-laki itu mendampingi istrinya dengan maskulinitas yang dirancang Allah dalam dirinya. Keduanya hidup bersama dalam kepercayaan diri yang sehat, dalam hubungan yang harmonis, dan dengan tubuh yang tidak tercemar. Mereka saling mengisi dan melengkapi dengan sangat baik. Sayangnya, keindahan itu tidak bertahan hingga akhir cerita, dan Kejadian 3 menjelaskan kepada kita bagaimana kejadian tragis itu kemudian memberikan dampak pada kehidupan kita sekarang.

Kembali ke Titik Awal

11


Adapun ular ialah yang paling cerdik dari segala binatang di darat yang dijadikan oleh Tuhan Allah. Ular itu berkata kepada perempuan itu: "Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?" Lalu sahut perempuan itu kepada ular itu: "Buah pohonpohonan dalam taman ini boleh kami makan, tetapi tentang buah pohon yang ada di tengah-tengah taman, Allah berfirman: ‘Jangan kamu makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati.’" Tetapi ular itu berkata kepada perempuan itu: "Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat." Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminya pun memakannya. Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat. Ketika mereka mendengar bunyi langkah Tuhan Allah, yang berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk, bersembunyilah manusia dan isterinya itu terhadap Tuhan Allah di antara pohon-pohonan dalam taman. Tetapi Tuhan Allah memanggil manusia itu dan berfirman kepadanya: "Di manakah engkau?" Ia menjawab: "Ketika aku mendengar, bahwa Engkau ada dalam taman ini, aku menjadi takut, karena aku telanjang; sebab itu aku bersembunyi." FirmanNya: "Siapakah yang memberitahukan kepadamu, bahwa engkau telanjang? Apakah engkau makan dari buah pohon, yang Kularang engkau makan itu?" Manusia itu menjawab: "Perempuan yang Kautempatkan di sisiku, dialah yang memberi 12

KEINDAHAN YANG HILANG


dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan." Kemudian berfirmanlah Tuhan Allah kepada perempuan itu: "Apakah yang telah kauperbuat ini?" Jawab perempuan itu: "Ular itu yang memperdayakan aku, maka kumakan." Lalu berfirmanlah Tuhan Allah kepada ular itu: "Karena engkau berbuat demikian, terkutuklah engkau di antara segala ternak dan di antara segala binatang hutan; dengan perutmulah engkau akan menjalar dan debu tanahlah akan kaumakan seumur hidupmu. Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya." Firman-Nya kepada perempuan itu: "Susah payahmu waktu mengandung akan Kubuat sangat banyak; dengan kesakitan engkau akan melahirkan anakmu; namun engkau akan berahi kepada suamimu dan ia akan berkuasa atasmu." Lalu firman-Nya kepada manusia itu: "Karena engkau mendengarkan perkataan isterimu dan memakan dari buah pohon, yang telah Kuperintahkan kepadamu: Jangan makan dari padanya, maka terkutuklah tanah karena engkau; dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu: semak duri dan rumput duri yang akan dihasilkannya bagimu, dan tumbuhtumbuhan di padang akan menjadi makananmu; dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu, sampai engkau kembali lagi menjadi tanah, karena dari situlah engkau diambil; sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu." Manusia itu memberi nama Hawa kepada isterinya, sebab dialah yang menjadi ibu semua yang hidup. Dan Tuhan Allah membuat pakaian dari kulit binatang untuk manusia dan untuk isterinya itu, lalu mengenakannya kepada mereka. Berfirmanlah Tuhan Allah: "Sesungguhnya manusia itu telah menjadi seperti salah satu dari Kita, tahu tentang

Kembali ke Titik Awal

13


yang baik dan yang jahat; maka sekarang jangan sampai ia mengulurkan tangannya dan mengambil pula dari buah pohon kehidupan itu dan memakannya, sehingga ia hidup untuk selama-lamanya." Lalu Tuhan Allah mengusir dia dari taman Eden supaya ia mengusahakan tanah dari mana ia diambil. Ia menghalau manusia itu dan di sebelah timur taman Eden ditempatkan-Nyalah beberapa kerub dengan pedang yang bernyala-nyala dan menyambar-nyambar, untuk menjaga jalan ke pohon kehidupan. (KEJADIAN 3)

14

KEINDAHAN YANG HILANG


tiga

Saat Kesenangan Pribadi Menjadi Standar Kebaikan Tertinggi

A

llah memiliki rencana yang indah bagi seksualitas dan pernikahan kita. Iblis memiliki rencana yang berbeda. Kita mungkin punya banyak pertanyaan tentang ular cerdik yang bisa bicara dan bagaimana hewan ini mewakili Si Jahat, tetapi teks Alkitab tidak banyak menjelaskannya. Asal-usulnya merupakan misteri. Namun, sangat jelas bahwa perkataan si ular saat menggoda Hawa adalah suara Iblis itu sendiri. Perhatikan sejenak metode yang dipakai Iblis di sini. Mungkin sekali ia akan menyerang kita dengan godaan yang sama. Langkah pertama Iblis adalah melemahkan firman Allah. Allah berkata, “Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang 15


yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya” (KEJADIAN 2:16-17 ). Lewat bibir Iblis, kemurahan hati Allah yang disampaikan dengan jelas dan tegas itu dipelintir menjadi larangan jahat yang diberikan secara sewenang-wenang oleh seorang yang pelit dan kejam: “Tentulah Allah berfirman: ‘Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?’” Sarkasmenya menyerang kebaikan dan hikmat Allah sekaligus membuat firman Allah menjadi bahan perdebatan. Hawa seharusnya dengan tegas menolak pertanyaan tersebut, tetapi sayangnya ia malah menanggapi firman Allah secara sembrono, membesar-besarkan larangan-Nya (“jangan kamu makan ataupun raba buah itu”), dan mengecilkan peringatanNya (“nanti kamu mati”). Langkah kedua Iblis adalah melemahkan karakter Allah. “Sekali-kali kamu tidak akan mati,” katanya. “Tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat.” Iblis langsung melancarkan serangan: “Allah itu tidak jujur dan Allah itu iri hati, ancamanNya omong kosong—kamu tidak akan mati! Allah itu tidak baik; Dia pencemburu dan suka membatasi. Dia hanya mempedulikan kepentingan-Nya, bukan kepentinganmu. Dia adalah tiran pendengki yang memakai kekuasaan-Nya untuk Sekilas, tuduhan Iblis tampaknya benar, sebab Adam dan Hawa tidak langsung mati. Namun, perkataan Iblis selalu memperdaya. Segera setelah manusia berdosa, semuanya berubah. Persekutuan mereka dengan Allah terputus, pandangan mereka terhadap diri mereka sendiri dan terhadap satu sama lain berubah total, penghakiman Allah menimpa mereka, dan sebelum hari itu berakhir mereka diusir dari taman Eden. Kematian fisik yang harus dialami manusia bertahun-tahun kemudian hanyalah puncak dari perpindahan mereka ke alam maut. 16

KEINDAHAN YANG HILANG


menekanmu demi mempertahankan hak-hak prerogatif-Nya. AturanNya keras, mengekang, dan hanya akan membuatmu tetap terbelenggu.” Sentimen-sentimen semacam ini masih bergema di dunia modern kita setiap kali prinsip-prinsip moral dibicarakan. “Pengetahuan Langkah terakhir Iblis adalah tentang yang menantang otoritas Allah. “Pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat” baik dan yang itu lebih dari sekadar pemahaman jahat” itu lebih intelektual tentang standar-standar dari sekadar moral dan etika. Iblis berusaha pemahaman membuat Hawa berpikir bahwa ia intelektual tentang akan bisa menilai yang baik dan yang standar-standar jahat sama seperti Allah, yang berarti ia mampu membuat definisinya sendiri moral dan etika. tentang “apa yang baik”, menjadi penentu yang benar dan yang salah, yang baik dan yang jahat. Ironisnya, Hawa memang akan tahu tentang yang baik dan yang jahat, tetapi dengan cara yang sangat berbeda dari Allah. Hawa akan tahu tentang yang jahat karena ia mengalaminya dan tahu tentang yang baik karena ia tidak memilikinya. Hawa tidak bisa menentukan yang baik dan yang jahat, sama seperti Iblis, karena definisi kebaikan dan kejahatan itu sendiri tidak berubah-ubah, sama seperti karakter Allah yang tidak pernah berubah. Adam dan Hawa sama-sama melawan Allah, dan dalam prosesnya, menghancurkan dan merusak rupa Allah dalam diri mereka. Hawa menilai keinginan pribadinya sangat baik: Ia “melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi

Ketika Kesenangan Pribadi Menjadi Standar Kebaikan Tertinggi

17


Penting untuk memahami ajaran Alkitab bahwa rupa Allah dalam diri manusia telah rusak, tetapi tidak hilang. Sebab itu, dalam Perjanjian Baru, Yakobus memperingatkan jemaat untuk tidak mengutuk “manusia yang diciptakan menurut rupa Allah” (YAK. 3:9).

pengertian.” Bagi Hawa, keputusannya bersifat pribadi, jadi firman Allah dianggapnya sebagai opsi, bukan lagi otoritas. Allah tidak pernah menyangkal bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan; yang Dia katakan adalah buah itu tidak boleh dimakan, untuk alasan yang memang tidak diberitahukanNya. Masalahnya, apakah Hawa akan memilih percaya kepada Allah, sekalipun larangan-Nya tidak sepenuhnya bisa ia pahami. Inilah masalah mendasar manusia yang telah rusak seksualitasnya—kita yakin dapat menentukan apa yang baik untuk kita lakukan. Kita merasa berhak menentukan karena merasa “Ini tubuh saya sendiri!” Esensi dosa adalah mempercayai diri sendiri lebih daripada Allah.

Merasa yakin bahwa ia melakukan yang terbaik bagi dirinya, Hawa memakan buah itu. Tindakan yang sangat sederhana, tetapi konsekuensinya sangat mengerikan! Penulis Alkitab meringkas tindakan Hawa dan sikap Adam dengan lugas: “[Perempuan itu] memakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminya pun memakannya.” Apakah Adam ada di sana sejak awal dan diam saja melihat Hawa digoda? Alkitab tidak memberitahukannya kepada kita. Namun, kita tahu bahwa Adam mendengar langsung perintah Allah tentang pohon tersebut. Ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Adam dan Hawa sama-sama bersalah karena tidak taat dan telah melanggar perintah Allah. 18

KEINDAHAN YANG HILANG


Menariknya, cara dosa memasuki kehidupan pasangan manusia pertama sama persis dengan cara dosa memasuki kehidupan kita sekarang. Allah dan firman-Nya digeser dari tempat yang seharusnya, digantikan dengan keyakinan pribadi kita tentang apa yang akan membawa kesenangan bagi kita. Dosa selalu meyakinkan kita untuk bertindak demi kebaikan kita, sekalipun itu berarti melawan firman Allah. Bagi Adam dan Hawa, keinginan mereka telah menjadi sedemikian menariknya dan buah itu begitu memikat sehingga mereka mengabaikan firman Allah begitu saja. Dalam masyarakat modern, ada orang-orang yang bahkan menganggap tindakan berdasar keyakinan pribadi itu adalah keberanian yang hebat. Misalnya saja Rabi Harold Kushner yang menulis demikian: Saya melihat Hawa sangat berani saat memakan buah itu . . . Ia berani menyeberang ke wilayah yang tidak dikenalnya . . . [Ia] menunjukkan kepada kita apa artinya menjadi manusia dengan segala kesulitan dan segala kekayaan maknanya . . . [Perbuatannya] adalah salah satu tindakan paling berani dan paling memerdekakan dalam sejarah Dosa selalu manusia . . . Ia bisa dipandang meyakinkan kita sebagai pahlawan dalam untuk bertindak sejarah, membawa suaminya ke demi kebaikan dalam dunia baru yang berani menyuarakan tuntutan-tuntutan kita, sekalipun itu moral dan mengambil keputusanberarti melawan keputusan moral.1 Penilaian Allah terhadap tindakan

firman Allah.

Ketika Kesenangan Pribadi Menjadi Standar Kebaikan Tertinggi

19


Hawa dan keterlibatan Adam jelas sangat berbeda. Pilihan Hawa bukanlah sebuah tindakan yang heroik dan mulia, tetapi sebuah malapetaka, baik bagi dirinya maupun seluruh keturunannya. Adam dan Hawa sendiri segera menyadari bagaimana tindakan mereka telah menghancurkan apa yang semula diciptakan Allah. Semuanya telah berubah. Tidak ada satu pun aspek dari dunia kita, kemanusiaan kita— termasuk seksualitas kita—yang tidak ternoda atau tidak terkena dampak dari tindakan yang dipilih manusia pertama: melanggar dan tidak menaati perintah Allah.

1 Harold Kushner, How Good Do We Have to Be? (New York: Little, Brown and Co., 1997), 24, 31

20

KEINDAHAN YANG HILANG


empat

Seksualitas yang Mengalami Dampak Langsung Dosa

D

osa terasa nikmat pada awalnya: Hawa sangat menyukai buah itu hingga ingin membagikannya kepada sang suami. Namun, setelah dosa dilakukan, pahitnya mulai terasa. Adam dan Hawa menemukan bahwa dosa mempengaruhi mereka secara personal, dengan hilangnya kemurnian dalam diri mereka. “. . . Terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang; lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat.� Tiba-tiba mereka melihat diri mereka dengan cara yang berbeda. Ketelanjangan mereka bukanlah hal yang baru, tetapi hal itu sekarang membuat mereka malu. Kini mereka mulai merasakan pergumulan batin, bukan hanya tentang apa yang telah mereka perbuat, melainkan juga tentang identitas diri mereka. 21


Salah satu akibat dosa adalah timbulnya rasa malu atas keberadaan diri sendiri, sehingga secara naluriah Adam dan Hawa berusaha menutupi diri mereka. Menariknya, yang ditutupi oleh Adam dan Hawa adalah bagian tubuh yang membedakan mereka, yaitu organ seksual mereka—”mereka . . . membuat cawat.” Tom Gledhill menunjukkan arti penting dari hal itu: Dosa membuat manusia menyadari keberadaan organ seksual mereka. Ketelanjangan membuat mereka merasa tidak sanggup menghadapi tatapan Sang Pencipta yang murka. Namun, mengapa alat kelamin yang menjadi fokus rasa malu mereka? Mengapa mereka tidak malu atas mata mereka yang memandang buah terlarang dengan penuh keinginan? Tidakkah mereka seharusnya malu atas hati mereka yang memutuskan untuk meremehkan perintah atau tangan mereka yang memegang buah terlarang? Kemungkinan karena yang paling membuat mereka malu adalah bagian tubuh yang pada dasarnya membedakan mereka. Mereka merasa tidak aman, karena bisa saja perbedaan itu dimanfaatkan pihak lainnya . . . baik oleh sikap agresif maupun oleh rayuan yang dahulu saling mereka butuhkan sebagai satu kesatuan.2 Masalah mereka jelas bukan soal ketelanjangan. Namun, rasa bersalah dan rasa malu, yang tidak bisa ditutupi oleh cawat dari daun pohon ara! Mereka sendiri sangat menyadarinya. Dengan mengenakan cawat dari daun pohon ara, Adam menjelaskan alasannya meringkuk di semak-semak: “Aku menjadi takut, karena aku telanjang; sebab itu aku bersembunyi.” Sekalipun ia sudah menutupi seluruh tubuhnya dengan daun pohon ara, ia akan tetap merasa telanjang di hadapan Allah yang kudus! 22

KEINDAHAN YANG HILANG


Jelas bahwa seksualitas manusia mengalami dampak dosa secara langsung. Pada awal penciptaan, Adam segera tertarik kepada perempuan yang Allah ciptakan, dan kepolosan tubuh mereka di taman itu menempatkan seksualitas dalam kategori ciptaan Allah yang “sungguh amat baik”. Sekarang, salah satu dampak langsung dari dosa terlihat dalam sikap mereka yang hendak melindungi organ seksual mereka. Organ itu telah menjadi bagian yang sifatnya “pribadi”. Pikirkan semua kerusakan yang disebabkan oleh dosa terhadap seksualitas kita—rasa bersalah, rasa malu, kesakitan, penyalahgunaan, kecanduan, kekerasan, dan seterusnya. Anugerah Allah yang baik telah disalahgunakan. Dosa merampas hal-hal yang baik. Tidak hanya sekadar mengubahnya, tetapi sering menjadikan apa yang tadinya baik itu menjadi senjata pemusnah. Neal Plantinga, dalam bukunya Not the Way It’s Supposed to Be, berkata: “Dosa merusak kapasitas hebat manusia—pikiran, emosi, ucapan, Dosa merampas dan tindakan—menjadikan kapasitas hal-hal yang itu sebagai elemen kunci untuk baik. Tidak menyerang, mengkhianati, atau hanya sekadar mengabaikan sesama.”3 mengubahnya, Pasangan yang awalnya diciptakan untuk saling mengingini tetapi sering kini bersembunyi dari satu sama menjadikan apa lain. Namun pada saat yang sama, yang baik itu mereka akan mulai dikuasai nafsu sebagai senjata terhadap satu sama lain. Hubungan pemusnah. yang awalnya tak pernah dihambat rasa malu, kini menjadi sumber rasa

Seksualitas yang Mengalami Dampak Langsung Dosa

23


malu sekaligus sumber gairah yang tidak tahu malu. Dennis Hollinger menuliskan pengamatannya dalam buku The Meaning of Sex, “Kendati telah rusak setelah kejatuhan manusia, seks tetaplah seks, dan merupakan anugerah Allah bagi manusia. Anugerah itu rusak dalam arti tidak lagi memiliki kerinduan, arah, tujuan, dan motivasi yang seharusnya.”4 Munculnya rasa malu itu berkaitan erat dengan munculnya rasa curiga. Dosa mempengaruhi hubungan antar manusia dengan menghilangkan kedekatan dan rasa percaya. Daun-daun pohon ara membuktikan adanya jarak dan perbedaan yang sekarang dirasakan Adam dan Hawa. Menutupi ketelanjangan fisik merupakan gejala tidak adanya lagi keterbukaan di antara mereka. Ada yang mengamati bahwa itu bukanlah soal bisa saling melihat bagian pribadi tubuh masing-masing. Masalah yang sebenarnya adalah masing-masing tidak bisa lagi menatap dalam-dalam mata pasangannya seperti sebelumnya. Mereka merasa rentan di hadapan satu sama lain. Dosa membuat kita menyembunyikan diri dari orang lain. Dosa juga membuat kita saling menyakiti. Ketika kesalahan mereka dikonfrontasi Allah, Adam menyalahkan Allah dan juga Hawa, ia menolak mempertanggungjawabkan tindakannya sendiri: “Perempuan yang Kautempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan.” Menyalahkan dan mencari alasan untuk membenarkan diri—perbedaan gender yang diberikan Allah sebagai berkat telah menjadi sumber konflik. Saat kita berusaha membenarkan diri, hampir selalu kita membohongi diri, dan itulah yang dialami manusia pertama. Seperti virus, dosa merusak hubungan antar manusia yang sangat berharga. Pernyataan “bunyi langkah Tuhan Allah, yang berjalanjalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk” agak sulit ditafsirkan. Kita tidak tahu seperti apa persisnya pengalaman 24

KEINDAHAN YANG HILANG


Adam dan Hawa. Meski demikian, teks Alkitab jelas menggambarkan kedatangan Tuhan di taman itu sebagai bagian normal dari hubungan-Nya dengan manusia pertama yang Dia ciptakan. Adam dan Hawa menikmati hak istimewa untuk memiliki hubungan yang luar biasa bersama Allah. Namun, kali ini bunyi langkah saat Allah mendekat tidak lagi membuat mereka senang. Langkah itu terdengar menakutkan. Secara naluriah, mereka pun menjauh dari Allah dan bukan mendekatiNya: “Bersembunyilah manusia dan isterinya itu terhadap Tuhan Allah di antara pohon-pohonan dalam taman.” Untuk pertama kalinya kehadiran Allah menimbulkan rasa takut dan rasa bersalah, bukan pengharapan dan kegembiraan. Hubungan Allah dan manusia rusak. Dosa membuat Adam dan Hawa merasa takut, menjauh, dan pada akhirnya melawan Allah. Mereka berusaha saling menyalahkan satu sama lain, menyalahkan si ular, bahkan menyalahkan Allah. Menanggapi semua itu, Allah dengan penuh wibawa menegaskan akibat permanen atas dosa mereka, termasuk mengusir mereka keluar dari taman-Nya (KEJADIAN 3:16-24). Mengapa dampaknya begitu serius? Adam dan Hawa telah memilih untuk melanggar perintah Allah, yang diberikan untuk memberkati dan melindungi mereka. Mereka memilih untuk mengabaikan dan tidak menaati firman Allah—itu sama artinya dengan memilih untuk mengabaikan dan tidak menaati Allah sendiri. Timothy Warden menulis, “Dari sudut pandang Allah, bila perintah-Nya diabaikan oleh mahkluk ciptaan-Nya demi apa yang mereka sendiri inginkan dan yang mereka anggap bijaksana, itu artinya Allah sendiri yang telah diabaikan.”5 Manusia pertama mengacaukan apa yang telah diatur Allah. Tadinya mereka diciptakan untuk bersatu dalam pernikahan, tetapi kini kebersamaan mereka menjadi sumber rasa frustrasi dan konflik atau sarana memuaskan diri sendiri. Halaman

Seksualitas yang Mengalami Dampak Langsung Dosa

25


halaman selanjutnya dari kitab Kejadian dengan segera membuktikannya. Buah cinta pertama dari Adam dan Hawa, Kain, membunuh adiknya, Habel, karena rasa iri (KEJADIAN 4). Para perempuan seperti Sara dan Rahel bergumul karena rahim mereka yang mandul dan tidak subur. Hubungan antara satu suami dan satu istri yang dirancang Allah diubah menjadi poligami, dan dampaknya terlihat dalam konflik tragis yang memecah-belah keluarga Abraham, Ishak, dan Yakub. Kerusakan moral terjadi di seluruh muka bumi hingga terjadilah bencana air bah (KEJADIAN 6), upaya pemerkosaan dan perilaku seksual yang tidak normal di Sodom dan Gomora (KEJADIAN 19), pemerkosaan Dina (KEJADIAN 34), serta pelecehan seksual seperti yang dialami Tamar dalam Kejadian 38, salah satu pasal paling kelam di Alkitab. Dunia baru di luar taman Allah telah menjauhkan manusia dari segala yang “sangat baik” dalam Kejadian 1! Tanpa kecuali. Kita tidak akan pernah bertemu satu manusia pun yang tidak rusak akibat kejatuhan manusia pertama dalam dosa.

2 Tom Gledhill, The Message of the Song of Songs, The Bible Speaks Today, edited by J. A. Motyer (Downers Grove, IL: InterVarsity Press, 1994), 172-73.

3 Cornelius Plantinga, Not the Way It’s Supposed to Be: A Breviary of Sin (Grand Rapids, MI: Eerdmans, 1996), 2. 4 Dennis Hollinger, The Meaning of Sex: Christian Ethics and the Moral Life (Grand Rapids, MI: Baker, 2009), 93 5 Timothy Ward, Words of Life: Scripture as the Living and Active Word of God (Downers Grove, IL: InterVarsity Press, 2009), 27. 26

KEINDAHAN YANG HILANG


lima

Tak Bisa Mengulang Waktu . . . tetapi Bisa Melangkah Maju

K

ejatuhan manusia berdampak tragis. Namun, masih ada secercah harapan. Allah tidak meninggalkan Adam dan Hawa atau melenyapkan mereka, meskipun mereka telah berdosa, gagal menaati-Nya. “Di manakah Engkau?� adalah pertanyaan dari Allah yang sedang mencari. Dia bertanya bukan karena tidak tahu dan butuh informasi; Dia Mahatahu. Dia mencari dan menantikan penyesalan tulus mereka. Dia tahu persis di mana mereka berada, bersembunyi di antara pepohonan, dengan sia-sia berusaha menutupi tubuh dengan daun-daun pohon ara. Dia tahu mengapa mereka bersembunyi. Mereka berusaha membenarkan diri dengan banyak alasan. Namun, dalam kasih dan kepedulian-Nya, Allah mendesak mereka untuk berkata jujur. 27


Pada saat yang sama, dalam kasih karunia-Nya, Allah menyatakan penghakiman atas ular. Pernyataan itu sekaligus mendeklarasikan bahwa Iblis akan dikalahkan oleh keturunan dari si perempuan yang tadinya menjadi instrumen Iblis untuk masuknya dosa. Drama penebusan yang terus berlanjut kemudian menyingkapkan bahwa keturunan yang dimaksud adalah Tuhan Yesus, yang meremukkan Iblis melalui kemenangan-Nya di kayu salib. Keturunan yang dijanjikan Allah itu akan menjadi manusia dan akan menghancurkan pekerjaan si Jahat (KEJADIAN 3:14-15). Bayangkan perasaan Adam saat mendengar Allah, Sang Hakim, menyatakan konsekuensi dosa-dosanya. Semuanya berubah. Tak ada lagi yang sama seperti sebelumnya. Adam harus bersusah payah mencari rezeki dari tanah seumur hidup, dan pada akhirnya ia sendiri akan kembali ke tanah: “Engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu.” Sangat bisa dimaklumi bila Adam memarahi istrinya karena telah bersalah dan membuatnya malu, lalu memberinya nama julukan yang mencerminkan hal itu. Namun, Adam melakukan yang sebaliknya. Dalam penghakiman Allah, Adam mendengar janji kemenangan-Nya atas dosa dan kejahatan yang pada akhirnya akan dinyatakan. Alkitab mencatat, “Manusia itu memberi nama Hawa kepada isterinya, sebab dialah yang menjadi ibu semua yang hidup.” Kata Ibrani yang diterjemahkan menjadi “Hawa” merupakan bentuk lain dari kata Ibrani yang berarti “hidup”. Sebuah pilihan nama yang aneh karena dosa membuat hari-hari yang mereka jalani pasti berakhir dengan kematian. Satu-satunya penjelasan mengapa Adam memilih nama Hawa adalah karena ia memilih untuk mempercayai janji Allah, dan ini berlawanan dengan sikap tidak percaya dan tidak taat yang sebelumnya membuat ia melawan perintah Allah. 28

KEINDAHAN YANG HILANG


Allah lebih lanjut memberikan dasar untuk berharap: “Dan Tuhan Allah membuat pakaian dari kulit binatang untuk manusia dan untuk isterinya itu, lalu mengenakannya kepada mereka.� Sekilas, kalimat itu mungkin terlihat sebagai tindakan sederhana yang menunjukkan kebaikan Allah, mengganti cawat daun pohon ara mereka yang tidak memadai dengan pakaian dari kulit binatang yang lebih kuat dan tahan lama. Namun, perenungan yang lebih dalam membawa kita pada kesimpulan yang lebih kuat. Daun pohon ara mewakili naluri dan ketidakmampuan Adam dan Hawa untuk mengatasi rasa bersalah dan rasa malu mereka. Mereka bisa menutupi organ seksual mereka, tetapi tidak bisa menyingkirkan rasa malu mereka. Mereka tetap merasa telanjang di hadapan Allah yang kudus. Sampai kemudian, Allah sendiri yang menyediakan pakaian bagi mereka dengan mengorbankan nyawa binatang. Yang pertama-tama mati setelah kejatuhan manusia adalah binatang yang dikorbankan sebagai ganti mereka, dan karena kematian binatang itulah mereka mendapatkan pakaian untuk menutupi tubuh mereka. Pakaian itu adalah pemberian Allah, bukan hasil usaha manusia, dan menutupi tubuh mereka seluruhnya, bukan sebagian saja. Gambaran itu merujuk kepada Tuhan Yesus, yang menjadi korban sempurna sehingga kita yang berdosa dapat ditutupi dengan kebenaran-Nya. Dalam 2 Korintus 5:21 kita membaca, “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.� Terlepas dari secercah harapan ini, Adam dan Hawa tidak diizinkan tetap tinggal di taman Allah. Mereka telah kehilangan hak untuk menjalani hidup seperti semula, yang kebutuhannya disediakan langsung oleh tangan Allah. Dosa, dosa mereka, menodai semuanya. Jadi Allah, “menghalau manusia itu dan di sebelah timur taman Eden ditempatkan-Nyalah beberapa

Tak Bisa Mengulang Waktu . . . tetapi Bisa Melangkah Maju

29


kerub dengan pedang yang bernyala-nyala dan menyambarnyambar, untuk menjaga jalan ke pohon kehidupan.� Tidak hanya hilang; tempat tinggal yang indah dan ideal itu tidak bisa diperoleh kembali dengan usaha apa pun dari manusia. Pernyataan dan harapan bahwa kita bisa menciptakan surga kembali hanyalah upaya bodoh yang siasia. Namun, akhir dari kehidupan di taman Eden bukanlah akhir dari kisah Allah atau kisah kita. Allah menyediakan jalan bagi Adam dan Hawa untuk melangkah maju, perjalanan yang akan mencapai klimaksnya pada salib Kristus, dan akan terus memuncak hingga waktu kedatangan-Nya kembali untuk membangun langit yang baru dan bumi yang baru. Melalui inkarnasi Tuhan Yesus, Sang Anak Allah, menjadi manusia, Allah menyatakan dengan jelas bahwa tubuh kita ini memang dirancang-Nya dengan tujuan. Kristus tidak datang sebagai makhluk berjenis kelamin netral. Dia datang sebagai laki-laki, mengambil identitas seksual yang mempengaruhi segala aktivitasNya. Melalui penyaliban-Nya sebagai Anak Domba Allah yang menanggung dosa kita, Dia tidak Melalui inkarnasi hanya meremukkan kepala si ular, tetapi juga memulihkan hubungan Tuhan Yesus . . . yang rusak antara manusia dengan Allah menyatakan Allah. Kebangkitan Yesus bukan dengan jelas sekadar bukti kemenangan-Nya atas bahwa tubuh maut; tetapi juga merupakan jaminan kita ini memang bahwa Dia hendak memperbarui kembali gambar Allah di dalam dirancang-Nya kita. Kekudusan yang dikehendakidengan tujuan. Nya bukan sekadar ketiadaan dosa 30

KEINDAHAN YANG HILANG


seksual, melainkan kehidupan yang makin menyerupai karakterNya. Kita menanti-nantikan saat Yesus akan datang kembali dalam kemuliaan, saat kita akan menerima tubuh kebangkitan, saat Allah memulihkan segala sesuatu di dalam Kristus. Dalam bukunya, Sex Is Not the Problem, Joshua Harris menulis: “Sebenarnya Yesus tidak datang untuk melepaskan kita dari kodrat kita sebagai manusia; Dia datang menjadi manusia untuk melepaskan kita dari dosa. Dia tidak datang untuk melepaskan kita dari kodrat kita sebagai makhluk seksual; Dia menjadi sama seperti kita untuk melepaskan kita dari kuasa dosa dan nafsu, yang merusak seksualitas kita.�6 Salah satu yang menyedihkan dalam hidup ini adalah menyadari bahwa kita tidak dapat memutar waktu kembali. Sekali keperawanan diberikan, itu tidak bisa kembali. Sekali perzinahan dilakukan, sekali imajinasi kita dicemarkan oleh pornografi atau eksperimen seksual, sekali . . . daftarnya bisa terus berlanjut. Kita tak bisa kembali untuk memperbaiki masa lalu. Namun, berita Injil yang mulia memberitahukan kepada kita bahwa ada jalan untuk melangkah maju. Kita harus menolak bersembunyi di balik daun pohon ara, berhenti berusaha menutupi rasa bersalah dan rasa malu yang ada. Kita harus berdiri apa adanya di hadapan Allah yang Kudus, mempercayai janji-Nya bahwa telah tersedia pakaian kebenaran untuk kita kenakan—kebenaran dari Tuhan kita Yesus Kristus, dianugerahkan melalui kematian-Nya di kayu salib. Kita tidak dapat mengulang masa lalu, tetapi oleh iman, kita dapat melangkah maju dengan kebenaran yang disediakan Tuhan Yesus dan dengan disertai oleh Roh-Nya yang pemurah. Ibarat reruntuhan dari sebuah bangunan megah, kita tidak lagi sama seperti saat kita diciptakan. Kehancuran dan kerusakan yang mewarnai sejarah manusia menjadi buktinya. Namun, rupa Allah di dalam manusia ciptaan-Nya tidak

Tak Bisa Mengulang Waktu . . . tetapi Bisa Melangkah Maju

31


hilang. Dalam seksualitas, kita dapat melihat akibat kejatuhan manusia sekaligus keindahan ciptaan Allah yang mulamula. Kita dapat melangkah maju dalam kuasa Kristus yang menyelamatkan dan kuasa Roh Kudus yang memurnikan dengan penuh keyakinan bahwa Allah bekerja di dalam diri kita, dan kita “sedang diperbarui terus-menerus oleh Pencipta . . . yaitu Allah, menurut rupa-Nya sendiri. Maksudnya ialah supaya [kita] mengenal Allah dengan sempurna� (KOLOSE 3:10 BIS). Kita memuliakan Allah tidak hanya dengan menghindari dosa seksual, meski jelas itu merupakan salah satu perintah Allah. Namun, kita baru dapat sungguh-sungguh memuliakan Allah ketika memahami tujuan kita diciptakan, ketika kita menggunakan dan menikmati anugerah-Nya yang baik sesuai dengan maksud Sang Pemberi. Kisah penciptaan memperjelas tiga hal: Seks adalah berkat yang diberikan Allah. Itu adalah rancangan-Nya, bukan rancangan kita. Seks hanya dapat dinikmati dalam konteks yang dikehendaki Allah, yaitu pernikahan. Seks memiliki tujuan yang dirancang Allah, yaitu keintiman. Ketika kita mempercayai Allah dengan menjalani hidup dalam batasan-batasan yang sudah diberikan-Nya, termasuk dalam hal yang sangat pribadi ini, Allah akan dimuliakan. Kita pun akan menampilkan dan menikmati hidup sebagaimana yang telah dirancang-Nya.

6 Joshua Harris, Sex Is Not the Problem (Lust Is): Sexual Purity in a Lust-Saturated World (Colorado Springs: Multnomah, 2003), 35.

32

KEINDAHAN YANG HILANG


Misi kami adalah menjadikan hikmat Alkitab yang mengubahkan hidup dapat dimengerti dan diterima oleh semua orang. Anda dapat mendukung kami dalam melaksanakan misi tersebut melalui persembahan kasih. Klik link di bawah ini untuk informasi dan petunjuk dalam memberikan persembahan kasih. Terima kasih atas dukungan Anda untuk pengembangan materi-materi terbitan Our Daily Bread Ministries. Persembahan kasih seberapa pun dari para sahabat memampukan Our Daily Bread Ministries untuk menjangkau orang-orang dengan hikmat Alkitab yang mengubahkan hidup. Kami tidak didanai atau berada di bawah kelompok atau denominasi apa pun.

DONASI


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.