Natal yang sesungguhnya
Persembahan kasih seberapa pun dari para sahabat memampukan Our Daily Bread Ministries untuk menjangkau orang-orang dengan hikmat Alkitab yang mengubahkan hidup. Kami tidak didanai atau berada di bawah kelompok atau denominasi apa pun.
Diterbitkan dan didistribusikan oleh PT. Duta Harapan Dunia www.dhdindonesia.com
pengantar
Natal yang Sesungguhnya
M
ungkin kita merasa sudah sangat mengenal cerita Natal. Semua kemeriahan Natal pada dasarnya merayakan cerita ini. Namun, mungkinkah kita juga telah kehilangan sebagian rasa kagum dan hormat yang sepatutnya kita berikan terhadap kelahiran Kristus? Mungkinkah cerita tentang kelahiran-Nya sudah terlalu sering kita dengar hingga terasa sama saja dengan cerita-cerita lainnya? Kelahiran Kristus tidak pernah dimaksudkan untuk membuat kita merasa gembira setahun sekali. Kenyataan yang sesungguhnya dari peristiwa itu seharusnya membuat kita terpesona dan memuji Allah dengan penuh hormat.
1
Mungkin kita melihat cerita Natal sekadar sebagai sarana pemberitaan Injil, tetapi kedalaman cerita ini sebenarnya juga masih berbicara dengan sangat kuat kepada setiap pengikut Kristus di dalam gereja. Mari melihat bersama beberapa detail cerita Natal untuk mengingat kembali kebenaran, kasih, dan pengharapan yang dinyatakan oleh kelahiran Kristus.
2
NATAL YANG SESUNGGUHNYA
daftar isi satu
Sebuah Kenyataan Buruk � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � 4 dua
Kasih Allah yang Menyelamatkan � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � 8 tiga
Harapan akan Kedatangan-Nya Kembali � � � � � � � � � � � 12 empat
Bagaimana Kita Menanggapi Natal � � � � � � � � � � � � � � � � � 15
EDITOR PERANCANG SAMPUL GAMBAR SAMPUL PENATA LETAK
: Chris Wale : Mary Tham : www.pexels.com : Mary Tham, Mary Chang
PENERJEMAH : Helena Simatupang EDITOR TERJEMAHAN : Elisabeth Chandra, Dwiyanto PENYELARAS BAHASA : Bungaran Gultom, Natalia Endah GAMBAR ISI
:O ur Daily Bread Ministries (hlm.4,12); www.pexels.com (hlm.8,15);
Kutipan ayat diambil dari teks Alkitab Terjemahan Baru Indonesia, LAI © 1974. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang. © 2017 Our Daily Bread Ministries Dicetak di Indonesia
Indonesian Discovery Series “What Is The Reality of Christmas?”
satu
Sebuah Kenyataan Buruk
D
i berbagai belahan dunia, Natal dikenal sebagai waktu untuk bergembira, berpesta, dan berkumpul bersama keluarga. Banyak orang sibuk berbelanja, menghias rumah, dan mempersiapkan hadiah. Namun, semua kemeriahan itu tidak dapat menyembunyikan keadaan dunia kita yang sebenarnya. Peperangan di mana-mana, para pengungsi mencari suaka di negara-negara asing, dan angka kemiskinan meningkat. Bahkan di tengah kemeriahan Natal, banyak di antara kita yang sedang mengalami kepedihan, dukacita, sakit, penolakan, dan kesepian. Natal yang kita rayakan sekarang ini tidak dapat menyembunyikan kenyataan buruk tentang dunia kita yang sudah rusak. Dunia yang penuh dosa dan derita; dan sudah demikian adanya ketika Yesus dilahirkan. Gambar adegan di sekitar palungan Natal yang biasa ditampilkan sering melupakan egoisme, kengerian, dan kekejaman yang berlangsung di sekitar hari lahir dan masa kanak-kanak Yesus. 4
Sesudah Yesus dilahirkan di Betlehem di tanah Yudea pada zaman raja Herodes, datanglah orang-orang majus dari Timur ke Yerusalem dan bertanya-tanya: “Di manakah Dia, raja orang Yahudi yang baru dilahirkan itu? Kami telah melihat bintang-Nya di Timur dan kami datang untuk menyembah Dia.” Ketika raja Herodes mendengar hal itu terkejutlah ia beserta seluruh Yerusalem. Maka dikumpulkannya semua imam kepala dan ahli Taurat bangsa Yahudi, lalu dimintanya keterangan dari mereka, di mana Mesias akan dilahirkan. Mereka berkata kepadanya: “Di Betlehem di tanah Yudea, karena demikianlah ada tertulis dalam kitab nabi: Dan engkau Betlehem, tanah Yehuda, engkau sekali-kali bukanlah yang terkecil di antara mereka yang memerintah Yehuda, karena dari padamulah akan bangkit seorang pemimpin, yang akan menggembalakan umat-Ku Israel.” —Matius 2:1-6 Herodes, raja yang memerintah di Yerusalem pada saat itu, sering digambarkan dalam drama Natal sebagai “penguasa kejam” yang bertekad mempertahankan takhtanya dari sosok yang dipercaya sebagai “Raja orang Yahudi”. Akan tetapi, kita jarang memikirkan reaksi orang Yahudi di Yerusalem yang juga “terkejut” seperti Herodes (kata “terkejut” di sini juga dapat diterjemahkan menjadi “gelisah”, “tidak tenang”, atau “takut”, —red.). Ketika Herodes bertanya tentang Raja yang baru lahir itu, para pemimpin agama di Yerusalem memberitahukan kepadanya tentang nubuat yang tertulis dalam Perjanjian Lama tentang kedatangan Kristus atau Mesias. Mereka tahu tentang janji itu, tetapi Alkitab tidak menceritakan apakah mereka bersukacita saat mendengar berita kelahiran-Nya. Kemungkinan besar, sama seperti “seluruh Yerusalem”, para pemimpin agama itu juga gelisah mendengar berita tersebut! Sebagaimana halnya tidak ada tempat bagi Maria dan Yusuf di rumah penginapan (Lukas 2:7), demikian juga tidak ada tempat bagi Kristus yang datang ke dalam dunia Sebuah Kenyataan Buruk
5
ciptaan-Nya. Bahkan umat-Nya yang sudah diperlengkapi dengan Kitab Suci pun tidak menghendaki kehadiran-Nya (Yohanes 1:11). Ketika Herodes kemudian menyadari bahwa para orang majus tidak akan membantunya dalam menemukan Raja yang baru lahir itu, ia mengambil tindakan ekstrem dengan membinasakan segala sesuatu yang dapat menjadi ancaman bagi kekuasaannya.
Natal yang kita rayakan sekarang ini tidak dapat menyembunyikan kenyataan buruk tentang dunia kita yang sudah rusak.
Ketika Herodes tahu, bahwa ia telah diperdayakan oleh orang-orang majus itu, ia sangat marah. Lalu ia menyuruh membunuh semua anak di Betlehem dan sekitarnya, yaitu anak-anak yang berumur dua tahun ke bawah, sesuai dengan waktu yang dapat diketahuinya dari orang-orang majus itu. —Matius 2:16
Drama-drama Natal biasanya melibatkan orang-orang majus, tetapi peristiwa pembantaian tersebut hampir tidak pernah disinggung. Itu tidaklah mengherankan. Tindakan Raja Herodes adalah kejahatan yang sangat mengerikan dan bukan hal yang ingin kita ingat. Namun, pembantaian tersebut benar terjadi dan dicatat dalam Alkitab untuk kita renungkan, bukan untuk dilupakan. Meskipun kita tidak akan berlaku sekejam Herodes, tekadnya yang kuat untuk mempertahankan kekuasaan dan statusnya sangat dapat kita pahami. Kita pun memiliki kecenderungan yang sama sebelum kita menyerahkan hidup kita kepada Kristus. Kita ingin memegang kendali sepenuhnya atas hidup kita; kita menganggap apa yang kita kehendaki sebagai yang paling penting, sekalipun hal tersebut berarti menyakiti orang lain. Kita tidak mau Allah menjadi raja, dan melakukan apa 6
NATAL YANG SESUNGGUHNYA
Misi kami adalah menjadikan hikmat Alkitab yang mengubahkan hidup dapat dimengerti dan diterima oleh semua orang. Anda dapat mendukung kami dalam melaksanakan misi tersebut melalui persembahan kasih. Klik link di bawah ini untuk informasi dan petunjuk dalam memberikan persembahan kasih. Terima kasih atas dukungan Anda untuk pengembangan materi-materi terbitan Our Daily Bread Ministries. Persembahan kasih seberapa pun dari para sahabat memampukan Our Daily Bread Ministries untuk menjangkau orang-orang dengan hikmat Alkitab yang mengubahkan hidup. Kami tidak didanai atau berada di bawah kelompok atau denominasi apa pun.
DONASI
saja untuk menghentikan suara Allah atau menyingkirkan-Nya dari hidup kita. Dalam cerita Natal yang sesungguhnya, kenyataan buruk tentang dosa manusia diungkapkan dengan jelas, bersama dengan dampaknya yang mengerikan. Meski demikian, sang Pencipta tidaklah datang dalam murka atau penghakiman. Dia justru datang dalam rupa seorang bayi mungil yang tak berdaya. Rencana Allah bagi dunia yang telah memberontak ini dinyatakan dengan sangat gamblang. Dia datang bukan untuk menghancurkan; Dia datang sebagai anugerah pengharapan dan kasih bagi dunia yang tidak mengenal dan mencari Dia.
Sebuah Kenyataan Buruk
7
dua
Kasih Allah yang Menyelamatkan
W
alaupun mungkin kita menganggap Natal sebagai hiburan sejenak di tengah kenyataan hidup yang tidak menyenangkan, peristiwa itu dicatat di Alkitab dengan maksud yang sangat jauh berbeda. Kelahiran Yesus bukanlah cerita khayalan—Dia tidak lahir di istana mewah, dengan bidan yang siap membantu persalinan Maria. Seandainya demikian, mungkin orang akan memandang anugerah Allah itu hanya diberikan untuk orang-orang yang kaya dan berkuasa, atau hanya bagi mereka yang dianggap layak menerimanya. Apa yang sesungguhnya terjadi membawa pesan yang sangat berbeda. Lahir bagi semua orang: Kisah kelahiran Yesus membawa kita berhadapan dengan kenyataan hidup yang kita jumpai sehari-hari. Bayangkan kecemasan Maria dan Yusuf saat berusaha mencari tempat untuk melahirkan bayi Yesus. Masa depan mereka menjadi serba tidak pasti ketika mereka harus melarikan diri dari Herodes ke Mesir (Matius 2:14). Yesus lahir dalam keadaan sangat miskin, dalam kelemahan dan ketidakpastian. 8
Rasul Paulus memberitahukan kepada kita bagaimana Kristus “telah mengosongkan diri-Nya sendiri, . . . dan menjadi sama dengan manusia” (Filipi 2:7, penekanan ditambahkan). Yesus tidak lahir “menjadi sama dengan orang yang kaya, berkuasa, dan berkecukupan”. Dia memilih untuk dilahirkan di antara ternak dalam keadaan yang hina, dan diletakkan di dalam sebuah palungan, tempat makan hewan. Kitab Ibrani mengatakan bahwa Yesus sepenuhnya dapat “merasakan kelemahan-kelemahan kita” dan “sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa” (4:15). Yesus tidak hanya mengambil rupa seorang manusia, tetapi menjadi sama seperti kita. Dia harus menghadapi berbagai macam kesukaran dan pencobaan, bahkan sejak hari kelahiran-Nya. Dia sungguh-sungguh menjadi manusia seperti kita. Yesus sungguh-sungguh datang untuk semua orang. Dia tidak lahir di rumah mewah milik pribadi dengan pintu kamar yang terkunci untuk alasan privasi. Sebaliknya, mereka yang pertama kali melihat Sang Bayi di dalam palungan adalah orang-orang yang relatif kurang terpandang, yaitu para gembala (Lukas 2:1516). Orang-orang itu bukan kebetulan lewat di sana, tetapi diundang oleh “malaikat Tuhan” (ay.9). Yesus datang agar semua orang dapat menemukan Dia dan mengenal-Nya secara pribadi. Keselamatan bagi semua orang: Yesus diberi dua nama yang luar biasa pada saat Dia lahir: “Engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka.” —Matius 1:21 (penekanan ditambahkan) “Sesungguhnya, anak dara itu akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki, dan mereka akan menamakan Dia Imanuel”—yang berarti: Allah menyertai kita.” —Matius 1:23 (penekanan ditambahkan) Janji yang terkandung dalam kedua nama tersebut sepatutnya membuat kita terkagum-kagum. Yesus lahir ke dalam dunia yang tidak siap menerima atau mencari Dia, tetapi Dia tetap datang Kasih Allah yang Menyelamatkan
9
untuk “menyelamatkan umat-Nya” dan menjadi “Allah [yang] menyertai kita”. Allah sendiri memerintahkan agar kedua nama itu diberikan kepada Anak-Nya. Keselamatan dan penyertaan Allah tidak bergantung pada keadaan atau kemampuan kita; memang misi-Nya adalah menyelamatkan kita dan membawa kita kembali menjadi milik-Nya. Nama-nama itu menunjukkan bahwa keselamatan dari Yesus dapat diterima oleh semua orang karena keselamatan itu sepenuhnya bergantung kepada-Nya. Berkorban untuk semua orang: Saat mulai melayani masyarakat luas, Yesus disebut dengan nama lain yang juga memiliki arti yang penting dalam cerita Natal, yaitu “Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia” (Yohanes 1:29). Tak hanya lahir di kandang domba, Yesus lahir sebagai Sang “Anak Domba”. Anak domba sangat berperan penting dalam ibadah umat Israel kepada Allah. Hukum Taurat mengharuskan orang mempersembahkan anak domba sebagai korban penghapus dosa (Imamat 4:32), ganti rugi (14:12), dan berbagai macam persembahan lain. Namun, korban yang terpenting adalah anak domba Paskah yang disembelih pada saat Allah membebaskan umat Israel keluar dari perbudakan Mesir (Keluaran 12). Setiap keluarga Israel diperintahkan untuk menyembelih seekor anak domba dan membubuhkan darahnya pada kedua tiang pintu dan ambang pintu rumah mereka. Ketika Allah kemudian menghakimi tanah Mesir malam itu, Dia meluputkan setiap rumah yang tiang dan ambang pintunya dibubuhi darah. Hukuman maut hanya dijatuhkan-Nya kepada setiap anak sulung di rumah-rumah orang Mesir yang tidak dibubuhi darah anak domba. Korban anak domba Paskah dan semua korban anak domba lainnya sesungguhnya menubuatkan tentang korban sempurna yang disediakan Allah, dan digenapi dalam diri Yesus, Sang Anak Domba Allah. Yesus tidak lahir semata-mata untuk mengajar dan memimpin kita. Dia lahir untuk mati. Sama seperti anak domba Paskah (yang mati untuk menggantikan anak sulung bangsa Israel), Yesus menebus “dosa dunia” bagi kita dengan mati menggantikan 10
NATAL YANG SESUNGGUHNYA
kita. Tidak perlu lagi ada korban yang disembelih karena “dosa dunia� telah dihapus selamanya. Yesus tidak mati untuk orang-orang yang tidak berdosa, yang merasa tidak butuh diselamatkan. Yesus juga tidak mati untuk orang baik-baik. Yesus mati untuk musuh-musuh-Nya, yakni orang-orang yang hidupnya rusak oleh dosa dan jauh dari Allah, mereka yang tidak mungkin bisa hidup benar dengan usaha mereka sendiri. Sekarang setiap orang yang beriman kepada-Nya dapat menikmati kepenuhan hidup dan kekekalan kelak bersama Sang Imanuel, Allah yang menyertai kita.
Kasih Allah yang Menyelamatkan
11
tiga
Harapan akan Kedatangan-Nya Kembali
S
ang Anak Domba Allah dikorbankan ketika Dia dibunuh secara kejam di kayu salib. Tugas-Nya tuntas, “Berkatalah Ia: ‘Sudah selesai.’ Lalu Ia menundukkan kepalaNya dan menyerahkan nyawa-Nya” (Yohanes 19:30). Sebagaimana Yesus menggenapi nubuat tentang kelahiran-Nya, Dia juga menggenapi misi kedatangan-Nya. Alkitab berkata, “Setelah mempersembahkan hanya satu korban saja karena dosa, Ia duduk untuk selama-lamanya di sebelah kanan Allah” (Ibrani 10:12). Jalan kepada Allah telah dibuka bagi kita, tugas penyelamatan-Nya telah selesai, dan sekarang Yesus pun “duduk”. Tentu saja ceritanya tidak berakhir di sana. Kedatangan Yesus yang pertama kali ke dunia juga memberi kita gambaran sekilas tentang kedatangan-Nya kembali, sesuatu yang dijanjikan-Nya kepada kita. Allah telah datang untuk tinggal bersama manusia, dan sekarang kita menantikan hari saat kita akan tinggal bersama Dia selamanya. Sama seperti Allah menepati janji-Nya untuk datang ke dunia dan membebaskan kita dari dosa, Dia juga akan 12
menepati janji-Nya untuk kembali pada hari akhir nanti. Kita harus belajar dari kisah Natal dan menerapkan apa yang kita pelajari itu dalam hidup kita yang menantikan kedatangan Yesus kembali. Ketika Yesus lahir, tidak banyak orang yang Allah telah datang mencari-Nya, tidak banyak yang untuk tinggal menanti-nantikan-Nya, dan justru bersama manusia, banyak yang menjadi gelisah dengan kehadiran-Nya. Saat menantikan dan sekarang kita kedatangan-Nya kembali, termasuk menantikan hari kelompok orang yang bagaimanakah saat kita akan kita? Apakah kita seperti Herodes yang tidak ingin hidupnya terganggu? tinggal bersama Ataukah kita seperti para pemimpin Dia selamanya. agama yang “tahuâ€? tentang janji kedatangan Kristus, tetapi tidak mengharapkan kehadiran-Nya? Ataukah kita seperti Simeon (Lukas 2:28-32) dan Hana (ay.36-38), yang sekalipun tidak banyak dikenal orang tetapi terus menanti-nantikan kedatangan Yesus dengan penuh pengharapan dan menyambut-Nya dengan sukacita ketika melihat Dia? Hari Tuhan datang seperti pencuri pada malam. Apabila mereka mengatakan: Semuanya damai dan aman—maka tiba-tiba mereka ditimpa oleh kebinasaan ‌ . Tetapi kamu, saudara-saudara, kamu tidak hidup di dalam kegelapan, sehingga hari itu tiba-tiba mendatangi kamu seperti pencuri, karena kamu semua adalah anak-anak terang dan anak-anak siang. Kita bukanlah orang-orang malam atau orang-orang kegelapan. Sebab itu baiklah jangan kita tidur seperti orang-orang lain, tetapi berjaga-jaga dan sadar. —1 Tesalonika 5:2-6 (penekanan ditambahkan)
Harapan akan Kedatangan-Nya Kembali
13
Firman Allah memberitahukan kepada kita bahwa kedatangan Kristus kembali akan menjadi “kebinasaan” bagi banyak orang. Pengetahuan itu seharusnya mendorong kita memberitakan kabar baik tentang Yesus kepada orang-orang yang kita kenal. Bagi kita yang telah percaya kepada Yesus, kedatangan-Nya kembali berarti digenapinya janji tentang Imanuel, “Allah menyertai kita”. Tiba saatnya kita akan tinggal bersama Kristus di rumah-Nya, aman dan terjamin bersama Dia. Sebagaimana Kristus yang dijanjikan seharusnya menjadi pengharapan utama bangsa Israel, janji kedatangan-Nya kembali seharusnya menjadi hal yang paling kita nantikan dan harapkan. Setiap perayaan Natal mengingatkan kita bahwa cerita-Nya belum berakhir!
14
NATAL YANG SESUNGGUHNYA
Misi kami adalah menjadikan hikmat Alkitab yang mengubahkan hidup dapat dimengerti dan diterima oleh semua orang. Anda dapat mendukung kami dalam melaksanakan misi tersebut melalui persembahan kasih. Klik link di bawah ini untuk informasi dan petunjuk dalam memberikan persembahan kasih. Terima kasih atas dukungan Anda untuk pengembangan materi-materi terbitan Our Daily Bread Ministries. Persembahan kasih seberapa pun dari para sahabat memampukan Our Daily Bread Ministries untuk menjangkau orang-orang dengan hikmat Alkitab yang mengubahkan hidup. Kami tidak didanai atau berada di bawah kelompok atau denominasi apa pun.
DONASI
empat
Bagaimana Kita Menanggapi Natal
M
eskipun cerita Natal sudah dikenal luas, detail dan makna penting dari cerita itu dapat dengan mudah terlewatkan. Salah satunya adalah fakta bahwa Allah mempunyai pilihan. Allah memilih menjadi seorang bayi manusia yang lemah. Dia memilih datang ke dunia dan menjadi Anak Domba yang dikorbankan bagi kita. Cerita Natal ini bisa saja kita hiasi dengan berbagai ornamen cantik, bintang, dan hadiah, tetapi semua itu tidak boleh menutupi tujuan sebenarnya dari kedatangan Kristus ke dunia, yaitu untuk menderita dan mati bagi kita. Memang tidak ada salahnya kita ikut dalam kegembiraan dan kemeriahan perayaan Natal. Namun, sebagaimana yang telah kita renungkan bersama, perayaan Natal seharusnya jauh lebih dari sekadar waktu untuk berbelanja, berkumpul, dan bersenangsenang. Allah telah datang dengan sebuah misi penyelamatan. Bagaimana kita dapat menanggapi kedatangan-Nya?
15
Menghormati Yesus sebagai Raja yang berkorban: Yesus, “yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri . . . . Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (Filipi 2:6-8). Cerita Natal memberi tahu kita sebuah kebenaran yang mencengangkan: Allah, yang menciptakan dan menopang seisi dunia ini dengan tangan-Nya yang perkasa, datang menjadi korban untuk menebus dosa-dosa kita. Mungkin karena seringnya merayakan Natal, kita sudah menganggapnya sebagai hal yang “biasa”. Namun, cerita Natal seharusnya menggetarkan hati setiap kali kita mengingatnya. Pengorbanan Yesus semestinya mendorong reaksi yang kuat dari setiap orang yang mengenal-Nya, sebagaimana reaksi Petrus pada perjamuan malam terakhir sebelum Yesus disalibkan. Malam itu, Yesus mengambil sehelai kain lenan dan mengikatkannya pada pinggang-Nya, kemudian Dia membungkuk dan mulai membasuh kaki murid-murid-Nya (Yohanes 13:2-17). Petrus sangat kaget melihat Allahnya berlutut di hadapannya, lebih rendah dari hamba yang paling rendah, untuk membasuh kakinya. “Engkau tidak akan membasuh kakiku sampai selamaAllah, yang lamanya,” seru Petrus dengan spontan. menciptakan dan Bagaimana mungkin Tuhannya bisa menopang seisi merendahkan diri sedemikian rupa dan dunia ini dengan melakukan pekerjaan seorang hamba? Namun, jawaban Yesus jelas, “Jikalau tangan-Nya yang Aku tidak membasuh engkau, engkau perkasa, datang tidak mendapat bagian dalam Aku” menjadi korban (ay.8). Yesus “merendahkan diri-Nya” di kayu salib demi menyelamatkan untuk menebus kita. Apa yang menyentak Petrus pada dosa-dosa kita. 16
NATAL YANG SESUNGGUHNYA
perjamuan malam terakhir itu seharusnya juga menyentak kita setiap kali mengingat peristiwa Natal. Bagaimana mungkin Raja seluruh alam semesta mau menjadi sedemikian hina untuk kita? Bagaimana mungkin Dia datang untuk mati bagi kita? Menundukkan diri dan menghormati Yesus tidak hanya berarti menghormati-Nya sebagai Raja, tetapi juga sebagai korban yang telah dipersembahkan untuk menebus dosa kita secara pribadi. Meskipun sangat menakjubkan dan sulit dipercaya, tetapi kebenaran bahwa Yesus adalah korban penghapus dosa adalah bagian yang tak terpisahkan dalam karya penyelamatan Allah. Hati kita sungguh tersentuh ketika menyadari bahwa Natal—dan juga Paskah—memperlihatkan gambaran Allah yang berlutut di hadapan kita dengan sehelai kain lenan di pinggangNya untuk membasuh dan menyucikan kita agar kita dapat masuk ke dalam rumah-Nya. Kita disadarkan bahwa tidak ada yang dapat kita lakukan untuk menyucikan dan menyelamatkan diri kita sendiri. Yang dapat kita lakukan hanyalah datang kepada Allah dengan penuh rasa takjub, ucapan syukur, dan puji-pujian, sambil sepenuhnya mengandalkan karya keselamatan yang telah dituntaskan-Nya. Memberitakan kabar baik yang ditujukan bagi semua orang kepada siapa saja: Yesus datang untuk “menghapus dosa dunia� (Yohanes 1:29). Dia datang untuk menyelamatkan semua orang, termasuk orang-orang yang menurut kita tidak mungkin akan percaya atau tidak akan pernah menginjakkan kaki di gereja. Cerita Natal yang sesungguhnya memberi kita gambaran tentang betapa sia-sianya usaha manusia menolak dan melawan Allah. Kita tidak boleh memandang ringan dosa. Mereka yang terus-menerus menempatkan diri sebagai musuh Allah sebenarnya sedang berjalan menuju kebinasaan. Karena itu, kita pun tidak boleh memandang ringan kabar keselamatan. Orangorang di sekitar kita tidak hanya butuh mendengar tentang Yesus yang datang ke dunia sebagai seorang Bayi—mereka juga Bagaimana Kita Menanggapi Natal
17
perlu mendengar alasan kedatangan-Nya. Dia datang untuk menyelamatkan mereka masing-masing dengan jalan menyerahkan diri-Nya sebagai korban, menggantikan mereka yang seharusnya dihukum atas dosa-dosa mereka. Memang sangat baik apabila kita dapat mengundang sahabat dan keluarga kita untuk datang mengikuti kebaktian dan perayaan Natal. Namun jangan lupa, kita tetap harus berdoa bagi sahabat dan keluarga kita yang belum mengenal Yesus dan mencari kesempatan untuk membagikan iman dan pengharapan kita kepada mereka. Bila kebenaran cerita Natal telah lebih dahulu mengubahkan kehidupan kita secara pribadi, kita akan jauh lebih siap untuk menjelaskan kepada orang lain mengapa Natal adalah peristiwa yang sangat penting bagi diri kita. Natal bukanlah sekadar tradisi atau kesempatan untuk membagikan kabar baik, melainkan juga sebuah kisah nyata tentang Allah yang meninggalkan takhta-Nya di surga untuk menyelamatkan kita. Cerita Natal membawa kita mengenal Pribadi Allah yang sesungguhnya dan apa yang rela dilakukan Kristus karena kasih-Nya kepada kita. Merenungkan kisah Natal akan menolong kita untuk tetap “berakar serta berdasar” di dalam kasih-Nya, sehingga kita “bersama-sama dengan segala orang kudus dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus, dan dapat mengenal kasih itu, sekalipun ia melampaui segala pengetahuan” supaya kita “dipenuhi di dalam seluruh kepenuhan Allah” (Efesus 3:17-19). Bacalah bahan-bahan pendalaman Alkitab yang membahas berbagai topik menarik lainnya dalam Seri Terang Ilahi yang kami sediakan secara online di santapanrohani.org/seri-terang-ilahi.
18
NATAL YANG SESUNGGUHNYA