Saat Segalanya Semakin Sulit
Saat
5 bahan PA kelompok atau PA pribadi Dalam hidup kita sehari-hari di masa kini, lebih daripada masa-masa sebelumnya, segalanya terasa semakin sulit. Dalam dunia ini, kita diperhadapkan dengan beragam dilema terkait soal-soal iman, lingkungan, moral, dan keuangan. Apakah yang harus dilakukan oleh orang percaya dalam menghadapi masa-masa sulit seperti ini?
SEGALANYA Semakin SULIT
Dalam kutipan dari bukunya The Upside Of Down ini, Joe Stowell menunjukkan bagaimana kita dapat menemukan harapan dan sukacita di tengah pencobaan hidup yang kita alami. Pertama, Joe membukakan arti dari Yakobus 1:2, yang mengatakan bahwa kita akan “jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan,” dengan menjelaskan tujuh jenis pencobaan yang akan kita hadapi. Kemudian ia membahas perintah Yakobus untuk “menganggapnya sebagai suatu kebahagiaan” ketika kita berjalan melalui berbagai pencobaan tersebut. Akhirnya, Joe menolong kita melihat bagaimana hal tersebut bisa kita alami.
Joe Stowell 5 bahan PA kelompok atau PA pribadi
Meraih Harapan dan Sukacita di Tengah Pencobaan
Bahan Pemahaman Alkitab (PA) ini memberi kita wawasan dan hikmat yang dimiliki oleh Joe Stowell sebagai hasil dari pengalamannya bertahuntahun menolong banyak orang untuk menemukan kekuatan dalam perjalanan hidup mereka. Pertanyaan-pertanyaan tajam bagi pembelajaran oleh kelompok maupun pribadi yang terdapat di dalam buku ini akan memandu Anda untuk memahami setiap kebenaran yang disampaikan sekaligus memberi saran bagi penerapannya dalam kehidupan Anda.
HM612 I S B N 978-1-57293-627-0
Diterbitkan dan didistribusikan oleh PT Duta Harapan Dunia www.dhdindonesia.com
Seri Hikmat Ilahi 9
781572 936270
Dari penerbit OUR DAILY BREAD
Panduan Bagi Pemimpin dan Pengguna Garis Besar Pelajaran Pelajaran Topik
Ayat Alkitab Bacaan
Pertanyaan
1 Ragam Pencobaan dalam Kehidupan (Bagian Pertama)
2 Kor. 12:7-10
hlm. 6-15
hlm. 16-17
2 Ragam Pencobaan dalam Kehidupan (Bagian Kedua)
1 Tim. 1:13-16
hlm. 19-25
hlm. 26-27
3 Ragam Pencobaan dalam Kehidupan (Bagian Ketiga)
Yoh. 9:1-3
hlm. 29-33
hlm. 34-35
4 Sikap Hati (Bagian Pertama)
Yoh. 13:21-30
hlm. 37-41
hlm. 42-43
5 Sikap Hati (Bagian Kedua)
Yak. 1:2-6
hlm. 45-49
hlm. 50-51
Seri Khotbah (untuk para pendeta dan pemimpin gereja) Walaupun Seri Hikmat Ilahi terutama dimaksudkan untuk penggalian Alkitab oleh pribadi dan kelompok, para pendeta mungkin hendak menggunakan materi ini sebagai dasar untuk satu seri khotbah mengenai masalah yang sangat penting ini. Topik-topik yang disarankan dan ayat Alkitab yang terkait di Garis Besar Pelajaran dapat digunakan sebagai sebagai garis besar khotbah.
Panduan Pengguna SHI (pribadi dan kelompok kecil) Individu—PA Pribadi • Bacalah artikel-artikel sesuai bagian yang ditentukan. • Renungkanlah baik-baik dan jawablah setiap pertanyaan.
Kelompok Kecil—Diskusi PA • Untuk memanfaatkan sebaik mungkin waktu pertemuan, disarankan untuk
setiap anggota agar melakukan PA pribadi sebelum pertemuan kelompok. • Lama pertemuan yang dianjurkan: 45-50 menit. • Libatkan kelompok dalam mendiskusikan setiap pertanyaan dan usahakan
adanya partisipasi penuh dari setiap anggota.
Saat
SEGALANYA Semakin SULIT SERI HIKMAT ILAHI Untuk pribadi atau kelompok Sepanjang masa pelayanannya menggembalakan jemaat, melakukan siaran radio, dan menjabat sebagai presiden dari Institut Alkitab Moody dan Universitas Cornerstone, Joe Stowell telah menolong banyak orang yang menderita untuk menemukan kekuatan dalam perjalanan hidup mereka. Dengan realisme yang meneduhkan hati dan berlandaskan pada hikmat firman Tuhan yang abadi, Joe Stowell mengumandangkan suatu pesan tentang iman dan pengharapan yang dapat kita andalkan sepanjang menyusuri jalan hidup yang indah tetapi penuh lika-liku ini. Dorongan seperti itulah yang akan Anda temukan dalam buku yang diterjemahkan dan diadaptasi dari buklet When The Going Gets Tough, yang merupakan kutipan dari buku karya Dr. Stowell, The Upside of Down, terbitan Discovery House. Mart DeHaan Our Daily Bread Ministries
1
Seri Hikmat Ilahi ini ditulis berdasarkan buklet When The Going Gets Tough (HP072), salah satu dari buklet populer Discovery Series terbitan Our Daily Bread Ministries. Bahan Pemahaman Alkitab (PA) ini dikutip dari The Upside of Down oleh Joe Stowell, yang diterbitkan oleh Discovery House, anggota dari keluarga Our Daily Bread Ministries. Untuk mengetahui judul-judul Seri Hikmat Ilahi yang telah diterbitkan, silakan mengunjungi situs Duta Harapan Dunia di www.dhdindonesia.com atau mengirim e-mail ke orders@dhdindonesia.com Pemimpin Editor Editor Koordinator Panduan PA Penerjemah Editor Terjemahan Proofreader Penata Letak Desainer Grafis Foto Sampul
: Dave Branon : Peggy Willison : Dave Branon, Sim Kay Tee : Helena Simatupang : Dwiyanto, Natalia Endah : Bungaran Gultom, Bing Selomulyo : Jane Selomulyo : Alex Soh, Mary Tham : Alex Soh © 2009 Our Daily Bread Ministries
Diterbitkan dan didistribusikan oleh PT. Duta Harapan Dunia www.dhdindonesia.com ISBN 978-1-57293-627-0 Kutipan ayat diambil dari teks Alkitab Terjemahan Baru Indonesia, LAI © 1974 © 2017 Our Daily Bread Ministries, Grand Rapids, Michigan Hak Cipta dilindungi Undang-Undang. Dicetak di Indonesia.
2
Daftar Isi Prakata: Saat Segalanya Semakin Sulit Bagaimana Menggunakan Buku Seri Hikmat Ilahi Pendahuluan: Memahami Ragam Pencobaan yang Menyulitkan Kita Artikel renungan Santapan Rohani tentang pencobaan: untuk dipakai sebagai panduan saat teduh dan doa
1 4 6 18, 28, 36, 44, 52
Ragam Pencobaan dalam Kehidupan (Bagian Pertama)
Pencobaan di Dunia dan Sebagai Manusia Pencobaan Berupa Godaan Pencobaan Karena Mengikut Kristus Panduan PA No. 1
Ragam Pencobaan dalam Kehidupan (Bagian Kedua)
Pencobaan untuk Pembuktian Pencobaan Karena Harapan yang Kandas Panduan PA No. 3
Sikap Hati (Bagian Pertama)
19
29 29 31 34
37
Bagaimana Kita Akan Menyikapinya? Hasil dari Sikap yang Benar Panduan PA No. 4
37 38 42
Sikap Hati (Bagian Kedua)
10 12 13 16
Pencobaan Berupa Hajaran 19 Pencobaan Sebagai Akibat Dosa 23 Panduan PA No. 2 26
Ragam Pencobaan dalam Kehidupan (Bagian Ketiga)
10
45
Kebahagiaan dari Sikap Kita Makna dari Sikap Kita Panduan PA No. 5
45 47 50
Panduan Pemimpin dan Pengguna
3
53
Bagaimana Menggunakan BUKU SERI HIKMAT ILAHI Tujuan Seri Hikmat Ilahi (SHI) dimaksudkan untuk membantu para gembala jemaat dan pemimpin awam dalam memuridkan dan mengajar orang Kristen dengan pelajaran-pelajaran yang disesuaikan dari buklet Discovery Series terbitan Our Daily Bread Ministries dan dilengkapi dengan sejumlah renungan dari Santapan Rohani. Buku SHI memakai metode PA induktif untuk menolong orang Kristen supaya dapat memahami Alkitab dengan lebih jelas.
Format BACA: Setiap buku SHI dibagi dalam beberapa bagian pelajaran. Untuk setiap pelajaran, Anda akan membaca sejumlah halaman yang akan memberi Anda wawasan tentang satu aspek dari keseluruhan pelajaran. Setiap pelajaran dilengkapi bagian INTI PERENUNGAN dan PEMAHAMAN TEOLOGI untuk menolong Anda memikirkan lebih jauh tentang materi ini. Kedua bagian ini dapat juga dipakai sebagai pemancing diskusi dalam diskusi kelompok. TANGGAPAN: Pada akhir bacaan, terdapat dua halaman BAHAN PA yang menolong Anda untuk menanggapi dan merenungkan topik yang dipelajari. Jika Anda adalah pemimpin suatu kelompok PA, mintalah kepada setiap anggota kelompok untuk membaca BAHAN PA sebelum memulai diskusi kelompok. Anda tidak perlu membahas satu persatu pertanyaan dalam BAHAN PA; biarlah alur diskusi dalam kelompok ditentukan oleh minat bersama. Sediakan waktu 45-55 menit untuk diskusi kelompok. Pertanyaanpertanyaan di dalamnya dirancang untuk digunakan baik oleh kelompok maupun individu. Bagian BAHAN PA terdiri dari: AYAT HAFALAN: Bagian Alkitab yang singkat untuk memusatkan perhatian Anda terhadap kebenaran alkitabiah yang dibahas serta juga dapat digunakan sebagai ayat hafalan. 4
PENDAHULUAN: Suatu pertanyaan bersifat umum yang dapat dipakai untuk memulai diskusi dalam kelompok atau perenungan pribadi. PERENUNGAN: Pertanyaan-pertanyaan yang menolong kelompok atau individu untuk berinteraksi dengan bacaan yang dibahas. Pertanyaanpertanyaan ini membantu untuk memperjelas konsep utama dari buku ini. PENGGALIAN: Pembahasan secara induktif terhadap bagian Kitab Suci yang terkait dan mengingatkan kelompok atau individu tentang pentingnya Kitab Suci sebagai otoritas utama. PENGGALIAN LEBIH LANJUT: Tanggapan yang terdiri dari dua bagian kesimpulan; REFERENSI mengusulkan cara-cara untuk membandingkan ide pelajaran yang dibahas dengan pengajaran dalam bagian-bagian lain dari Alkitab. REFLEKSI menantang kelompok atau individu untuk menerapkan apa yang telah dipelajari dalam kehidupan nyata. SANTAPAN ROHANI: Hampir di akhir setiap BAHAN PA, ada sebuah renungan Santapan Rohani yang terkait dengan topik yang dibahas. Anda dapat menggunakan renungan ini untuk perenungan lebih lanjut atau sebagai pembuka dari waktu doa Anda. Bacalah tentang Panduan Pemimpin dan Pengguna di halaman 53 untuk mendapatkan saran lebih lanjut tentang bagaimana menggunakan buku SHI.
5
Pendahuluan:
Memahami Ragam Pencobaan yang Menyulitkan Kita
M
engalami suatu masa yang sulit banyak miripnya dengan perasaan yang dialami saat kita menaiki wahana permainan roller-coaster—yang membedakan adalah kita tidak memilih untuk mengalami kesulitan itu, dan kesulitan tidak pernah membawa kesenangan bagi kita.
Kesulitan membuat perut kita melilit kencang tatkala kita dibawa menjalani naik-turun dan lika-likunya hidup ini. Dan ketika kita berpikir bahwa kita sudah dapat bernafas lega, kita pun diguncang lagi. Jika kita tidak mengerti betul masalahnya, kita mungkin berpikir bahwa perasaan seperti naik roller-coaster ini adalah suatu pengalaman yang terjadi secara acak—seakan-akan takdirlah yang menyeret kita naik-turun sesukanya. Syukurlah, kesulitan bukanlah peristiwa yang terjadi secara acak. Mereka yang mengerti bahwa INTI PERENUNGAN Allah bekerja di dalam dan melalui setiap kesulitan Apakah Anda pernah yang kita hadapi tahu betul bahwa Dia tidak mengalami ujian hidup yang rasanya datang pernah meninggalkan kita dalam masalah yang kita secara acak—suatu alami. Sebaliknya, dengan sifat-Nya yang penuh ujian yang membuat kuasa, Dia membangun dengan baik suatu struktur Anda berpikir bahwa itu yang menopang kita agar kita dapat menjalani hanyalah akibat takdir? proses tersebut di sepanjang jalur dan batasan yang telah dirancang-Nya dengan cermat. Bahkan ketika keadaan bertambah penat, tidak menentu dan berliku-liku sehingga kita sulit merasakan dukungan dan bimbingan-Nya, kita masih ditopang dengan kuatnya. Harapan satu-satunya tatkala kita harus melalui semua pengalaman sulit tersebut adalah dengan bertahan dan berpegang kuat-kuat.
6
Ketika kesulitan mengusik kenyamanan kita, ada dua hal yang kita butuhkan: kebutuhan untuk memahami apa yang kita alami (untuk mendapatkan jawaban atas berbagai pertanyaan sulit yang menyesaki pikiran dan hati kita) dan kebutuhan kita akan pemulihan (untuk merasa lebih baik sehingga dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi). Dari kedua kebutuhan itu, pemahaman adalah kunci agar kita dapat menangani masalah secara efektif hingga tiba pada penghujungnya. Tanpa pemahaman yang dapat memberikan jawaban yang tepat, kita akan kehilangan arah dan harapan yang membawa rasa aman.
Bagaimana Sebaiknya Kita Memandang Kesulitan? Rasul Yakobus memakai satu kata khusus guna memahami apa yang dimaksud dengan kesulitan. Inti dari kata tersebut menuntun J. B. Phillips untuk membahasakan ulang Yakobus 1:2 demikian: “Apabila Anda mengalami kesulitan, janganlah mengganggapnya sebagai pengganggu, sebaliknya sambutlah itu seperti Anda menyambut seorang teman!” Yakobus benar-benar memikirkan setiap kata secara mendalam ketika ia menulis, “Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan” (Yak. 1:2). Dalam bahasa Yunani, kata pencobaan berarti “menguji atau mencoba untuk membuktikan atau menyingkapkan sesuatu dari hal yang diujikan.” Dengan demikian, pencobaan merupakan “suatu ujian untuk INTI PERENUNGAN membuktikan sesuatu demi satu maksud tertentu.”
Dari semua hal yang dapat kita katakan tentang pencobaan—bahwa itu mengecewakan, mengecilkan hati, membawa malu, tidak nyaman, sakit dan mematahkan harapan—di balik itu semua, Allah melihat pencobaan sebagai ujian untuk menyingkapkan jati diri kita yang sebenarnya. Satu hal yang pasti, dalam kesulitan, sifat dan karakter saya yang sebenarnya segera tampak. Kesulitan dapat menyingkapkan apa yang tersembunyi.
7
Menurut penulis, “kesulitan menyingkapkan apa yang tersembunyi,” dengan kata lain, pencobaan menyingkapkan “jati diri kita sebenarnya.” Dapatkah Anda mengingat suatu peristiwa ketika kesulitan menyingkapkan sifat diri yang Anda tidak sukai?
Kesulitan merupakan salah satu cara Allah untuk menguji hidup kita. Pada saat segala sesuatu berjalan lancar—dan puji Tuhan bila Dia mengizinkan kita mengalami hal ini—rasanya sulit untuk mengetahui siapa diri kita sebenarnya. Kita dapat saja terus berpura-pura dan mengenakan topeng yang menipu diri sendiri maupun orang lain.
Namun, ketika kesulitan melanda hidup kita, jati diri kita yang sebenarnya segera tampak. Kesulitan akan menunjukkan kepada teman, pasangan, anak, dan kenalan tentang siapa diri kita yang sebenarnya. Yang lebih tidak menyenangkan lagi, kesulitan akan memaksa kita untuk mulai melihat diri sendiri apa adanya. Saya bertekad untuk menjalani proses pengudusan dalam diri saya, untuk bertumbuh semakin suci dalam perjalanan hidup saya bersama Allah. Namun proses pengudusan ini sangat tidak mudah, bahkan dalam keadaan yang sebenarnya tidak membahayakan nyawa saya.
Beberapa tahun yang lalu, ketika putra saya masih bermain basket di sekolahnya, berat bagi saya untuk melihatnya hanya duduk di bangku cadangan, dimana seharusnya ia dapat bermain. Ini pencobaan yang kecil tetapi begitu kuat menyingkapkan jati diri saya. Yang lebih buruk terjadi ketika putra saya akhirnya bermain tetapi wasit bertindak tidak adil kepada-nya. Baru saja saya berdiri dari bangku untuk meluapkan emosi, istri saya menarik jaket saya dan mengingatkan: “Joe, kau ini presiden dari Institut Alkitab Moody.” Masih ada banyak hal dalam diri saya yang perlu diperbaiki. Hal yang jauh lebih penting daripada perlakuan tidak adil oleh pelatih atau wasit adalah sikap saya yang tidak dewasa dan jauh dari pengendalian diri dan keserupaan dengan Kristus. Tekanan dari “pencobaan” yang dialami sepanjang pertandingan tersebut membuat saya menyadari keadaan saya dan menunjukkan bagian mana dalam diri saya yang masih harus saya perbaiki.
Jika tidak dapat melihat keadaan ini secara tepat, kita cenderung memperhatikan masalah yang kita hadapi dari kulit luarnya saja. Namun jika kita ingat bahwa kesulitan adalah bagian yang dimaksudkan untuk menyingkapkan “jati diri yang sebenarnya” supaya kita dapat bertumbuh, perhatian kita dalam penderitaan yang kita alami akan beralih dari sikap mengasihani diri sendiri kepada sikap memuliakan Allah di dalam dan melalui diri kita.
8
Apa Manfaat Kesulitan? Salah satu manfaat dari kesulitan adalah menyingkapkan sejauh mana saya telah bertumbuh dalam proses untuk menjadi serupa dengan Kristus dan memiliki sifat-sifat-Nya. Kesulitan membuyarkan asumsi yang selama ini saya miliki untuk kemudian melihat diri saya yang sesungguhnya. Apakah saya seorang yang pemaaf? Yang baik? Pengertian? Adil? Penuh kasih? Suka menolong? Sabar? Ataukah saya pemarah, pemfitnah, egois, tidak fleksibel, memanfaatkan sesama, lemah, dan tidak siap ketika pencobaan datang? Sangatlah penting untuk melihat siapa diri kita sebenarnya. Kesulitan membuat kita menilik diri sendiri dan bagian-bagian yang perlu diubah supaya kita dapat bertumbuh semakin serupa dengan Kristus—dan itu, tentu saja, merupakan maksud dari penebusan diri kita (Rm. 8:28-29) dan salah satu maksud Allah dalam pencobaan (Yak. 1:2-4). William Coltman adalah seorang gembala dari gereja Baptis Highland Park di Detroit, Michigan, selama lebih dari 40 tahun. Ia melayani dengan penuh wibawa di tengah banyaknya pergumulan yang melanda. Pada suatu waktu, ia terkena tuduhan palsu telah melakukan perbuatan tidak bermoral, sampai-sampai istrinya menolak untuk pergi ke gereja bersamanya. Setiap hari Minggu, istrinya beribadah ke gereja lain di seberang jalan. Sekretaris yang telah lama bersamanya memberitahu saya bahwa, selama itu, ia tidak pernah mendengar Pdt. William menjelek-jelekkan siapa pun. Sifat dirinya dibuktikan melalui ujian ini dan nama Kristus pun dimuliakan. Apakah sebenarnya pencobaan itu? Sering kali hal itu berupa ujian yang memberi tahu sejauh mana kita telah bertumbuh di dalam Kristus. Yakobus 1:2 lalu mengatakan bahwa dalam hidup ini, kita akan mengalami “berbagai-bagai� pencobaan. Mengetahui kesulitan apa saja yang mungkin kita alami sangatlah menolong kesiapan kita untuk menghadapinya.
INTI PERENUNGAN Hal-hal apa saja yang perlu Anda ubah dalam hidup Anda, yang Anda ketahui lewat pencobaan tertentu?
Alkitab berbicara setidaknya mengenai tujuh macam kesulitan yang akan kita bahas lebih jauh dalam pelajaran-pelajaran selanjutnya. 9
Ragam Pencobaan dalam Kehidupan (Bagian Pertama)
Pencobaan di Dunia dan Sebagai Manusia Yang pertama, dan mungkin yang paling umum, adalah pencobaan di dunia dan sebagai manusia. Alkitab menegaskan bahwa kita hidup dalam dunia yang telah dijajah dosa. Bumi menjadi kediaman Iblis, musuh kita, dan berada di bawah kuasanya. Dalam 2 Korintus, Paulus menyebut Iblis sebagai “ilah zaman ini� (4:4). Kita juga menjadi bagian dari umat manusia yang berdosa. Paulus menjelaskan, “Sama seperti dosa telah masuk ke dalam dunia oleh satu orang, dan oleh dosa itu juga maut, demikianlah maut itu telah menjalar kepada semua orang, karena semua orang telah berbuat dosa� (Rm. 5:12). Tanpa pertolongan Allah, kita semua cenderung bertindak dalam dosa dengan berbagai cara yang merusak. Tak pelak lagi, tinggal dalam dunia PEMAHAMAN TEOLOGI dan sebagai manusia Karena kita tinggal dalam dunia dan diantara umat yang berdosa akan memanusia yang jatuh dalam dosa, mengapa kita dituntut untuk bertanggung jawab atas kesalahan yang kita nyulitkan kita. Awalperbuat? Apakah sebenarnya kita punya pilihan lain? nya, dunia ini adalah tempat sempurna di mana ketekunan kerja, persekutuan dengan Allah dan tindakan moral yang bertanggung jawab memberikan kepuasan dan sukacita yang tidak terkatakan. Namun dalam Kejadian 3, dosa masuk dan merusak semua gambaran ini. 10
Setelah itu, Alkitab mengisahkan perjuangan orang-orang yang berusaha hidup di tengah dunia dan sebagai bagian dari umat manusia yang berdosa ini. Yang indah dari rentang sejarah dalam Alkitab adalah, walaupun sejarah dimulai dengan ciptaan yang sempurna dan berlanjut dengan terjadinya dosa, semuanya ditutup dengan akhir yang mulia dari segala sesuatu. Salah satu ayat kesukaan saya adalah: “Segala sesuatu yang lama itu telah berlalu. . . . Lihatlah, Aku menjadikan segala sesuatu baru” (Why. 21:4-5). Satu harapan yang luar biasa buat kita! Dalam dunia baru itu tiada lagi kematian, ratap tangis, dukacita, kesakitan, air mata. Namun sampai saat itu tiba, kita adalah bagian dari umat manusia yang berdosa dan hidup dalam dunia yang berdosa.
Waktu kanak-kanak, kita suka bermain “kalau aku besar nanti”. Kita ingin cepat besar. Lalu kita beranjak remaja dan ketika bercermin, kita berkata, “Aduh, tak mungkin tubuhku jadi begini!” Wajah kita berubah, kita tumbuh menjadi pria dan wanita dewasa tetapi kita tidak suka pada apa yang kita alami. Kemudian, ketika kita berusia tiga puluhan, kondisi tubuh kita mulai menurun. Kita menghabiskan banyak uang untuk merawat diri. Kulit kita jadi kendor dan keriput, dan kita mulai berpikir untuk menjalani operasi plastik.
Kita berharap dapat cepat pensiun, tetapi tubuh kita yang lebih dulu pensiun. Kita jadi sering sakit punggung. Pada saat kita membungkuk, butuh waktu lama untuk dapat bangkit lagi.
Tubuh kita dapat tiba-tiba sakit. Ada dari kita yang tubuhnya terjangkiti penyakit. Banyak yang mengidap arthritis, diabetes, atau Alzheimer. Kematian dapat kapan saja menjemput orang-orang yang kita kasihi dengan caranya yang memilukan. Ini dunia berdosa dan kita manusia yang berdosa. Kesulitan kita alami karena tempat kita hidup.
Orang berdosa memanfaatkan, menipu, dan menyiksa kita. Kecelakaan yang mengerikan, badai tornado mematikan, dan gempa bumi dahsyat memporak-porandakan hidup kita. Semua ini merupakan bagian dari kehidupan di tengah bumi yang telah dirusak oleh rencana Iblis dan dosa.
11
INTI PERENUNGAN Paulus mengerti maksud mengapa ia diberi “duri dalam daging” dan akhirnya menyadari bahwa dalam kelemahanlah ia menjadi kuat (2 Kor. 12:7). Bagaimana jika kita tidak mengerti maksud dibalik pencobaan yang kita alami? Apa yang masih dapat kita pelajari dari pencobaan yang kita alami?
Jika pencobaan melanda hidup kita, apa yang dapat kita pelajari? Dalam 2 Korintus 12, Paulus berjuang menghadapi duri dalam dagingnya. Ia berdoa tiga kali meminta Allah mengenyahkan itu darinya. Namun, jelas Allah tidak menghendaki demikian. Duri itu memiliki maksud. Paulus menerima kehadiran duri itu dan menyadari maksud Allah untuk menjaganya supaya tidak sombong dengan penglihatan luar biasa yang Allah berikan kepadanya (12:7). Paulus menerima pencobaan itu tanpa sikap pahit hati atau menyalahkan Allah. Ia mengakui, lewat kelemahan ini, Allah menjadikannya kuat (ay.9).
Pencobaan Berupa Godaan Pencobaan kedua yang kita temukan dalam Alkitab adalah pencobaan berupa godaan. Dalam Matius 4:1 kita membaca, “Maka Yesus dibawa oleh Roh ke padang gurun untuk dicobai Iblis.” Menariknya, kata dicobai memakai kata yang sama dalam bahasa Yunani untuk kata pencobaan. Iblis mencobai Kristus dalam hal keangkuhan hidup dan keinginan daging. Kristus digoda pada setiap titik lemah manusia. Tuhan berhasil mengatasi setiap kesulitan-Nya dengan menanggapi dari Kitab Suci yang meneguhkan kesetiaan-Nya kepada Allah. Godaan tidak terhindarkan—mengusik hidup seorang pengusaha dalam perjalanan bisnis, seorang ibu rumah tangga di rumahnya, seorang warga negara yang melaporkan pajak, dan seseorang yang telah dilukai oleh sesamanya. Kita tergoda untuk membalas dendam, bergosip, atau memfitnah. Semua ini merupakan godaan yang tidak kecil.
Ketika seorang rekan pelayanan menginap di hotel, ia berada dalam satu lift dengan dua wanita muda yang cantik. Salah satu dari mereka berkata, “Ayo, kita bersenang-senang malam ini.”
Rekan ini berpikir, Apa salahnya, ‘kan tidak ada yang tahu.
Lalu, ia bercerita kepada saya, “Tuhan seakan menaruh tirai di depan mata saya yang bertuliskan Galatia 6:8, ‘Barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan
12
INTI PERENUNGAN
Pikirkan perbedaan antara akibat dari menyerah pada pencobaan dengan akibat menolak pencobaan. Apa akibat negatif yang timbul dari sikap menyerah pada pencobaan? Apa akibat positif dari sikap menolak jatuh pada pencobaan?
dari dagingnya.’” Ia berkata tidak kepada wanita itu dan ya kepada Allah. Hubungannya dengan Allah jauh lebih penting daripada kenikmatan dosa. Ketika saya kanak-kanak, ada yang menulis ini pada Alkitab saya, “Kitab ini akan menjauhkanmu dari dosa, atau dosa yang menjauhkanmu dari Kitab ini.” Ketika menghadapi sulitnya pencobaan, kuasa firman Tuhan sangat menolong. Seperti pemazmur berkata, “Dalam hatiku aku menyimpan janjiMu, supaya aku jangan berdosa terhadap Engkau” (Mzm. 119:11).
Pencobaan Karena Mengikut Kristus Pencobaan ketiga yang dapat kita alami adalah pencobaan karena mengikut Kristus. Dalam Injil Yohanes pasal 15 dan 17, Yesus memberi tahu muridmurid-Nya bahwa dunia akan membenci mereka, sebagaimana dunia telah membenci diri-Nya. Para murid akan diusir dari rumah ibadah, ditolak oleh keluarga mereka dan bahkan ada juga yang akan dibunuh—semua karena mereka adalah pengikut Kristus dan menganut nilai-nilai yang diajarkan-Nya. Bertahan setia kepada Kristus dan nilai-nilai pengajaran-Nya di tengah dunia yang tidak ramah sudah pasti akan membawa kita pada percobaan.
Sejarah mencatat bahwa karena gereja mula-mula ketika memecahkan roti dalam Perjamuan Kudus berkata, “Inilah tubuh Kristus,” masyarakat menuduh mereka sebagai kanibal. Umat Kristen menyebut Perjamuan itu sebagai perjamuan kasih, tetapi orang-orang menuduh mereka melecehkan norma budaya dalam perayaan mereka yang tertutup. Di tengah-tengah tekanan ini, Petrus mendorong orang percaya untuk tetap bertekun. Ia menulis kepada jemaat yang dianiaya, “Milikilah cara hidup yang baik di tengah-tengah bangsa-bangsa bukan Yahudi, supaya apabila mereka memfitnah kamu sebagai orang durjana, mereka dapat melihatnya dari perbuatan-perbuatanmu yang baik dan memuliakan Allah pada hari Ia melawat mereka” (1 Ptr. 2:12). Petrus menambahkan:
13
Sebab dapatkah disebut pujian, jika kamu menderita pukulan karena kamu berbuat dosa? Tetapi jika kamu berbuat baik dan karena itu kamu harus menderita, maka itu adalah kasih karunia pada Allah. Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristuspun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya. Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya. Ketika Ia dicaci maki, Ia tidak membalas dengan mencaci maki; ketika Ia menderita, Ia tidak mengancam, tetapi Ia menyerahkannya kepada Dia, yang menghakimi dengan adil. Ia sendiri telah memikul dosa kita di dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati terhadap dosa, hidup untuk kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu telah sembuh (ay.20-24). Dunia masa kini menjadi semakin sekuler, tidak mengherankan jika kita menghadapi kesulitan dari keadaan yang semakin memusuhi nilai-nilai kebenaran yang kita yakini. Sebagai umat Allah, kita harus lebih siap untuk dapat menang atas pencobaan yang dihadapi karena mengikut Kristus.
INTI PERENUNGAN Dari yang Anda ketahui, apakah pandangan salah yang dimiliki orang non-Kristen terhadap orang Kristen? Apakah kesalahan itu akibat tindakan kita ataukah anggapan mereka sendiri yang salah?
Karir Dennis di penerbit surat kabar Cox sedang menanjak pesat. Ia pernah menerbitkan Springfield News-Sun di Springfield, Ohio, dan kini bekerja sebagai penerbit Dayton Daily News di Dayton, Ohio. Dennis berhasil memajukan kedua surat kabar itu dan namanya dihormati di lingkungan persuratkabaran.
Sebagai seorang Kristen, Dennis mengikuti prinsip kebenaran dari Alkitab untuk mengambil keputusan dalam pekerjaannya, termasuk yang berkaitan dengan iklan. Surat kabar memiliki hak memasang iklan tentang hal-hal yang mereka percaya baik untuk masyarakat dan menolak iklan yang tidak membantu baik usaha mereka maupun masyarakat luas. Dengan prinsip itu, Dennis menghilangkan iklan film-film porno dari surat kabarnya. Ia juga menolak memasang iklan bagi kaum homoseksual di masyarakat itu.
Sesuai dugaan, hal itu mendatangkan protes dari kelompok-kelompok yang iklannya ditolak Dennis. Namun ia tetap teguh pada komitmennya untuk bertindak benar dan jujur. Lalu masalah ini dibawa kepada atasannya. 14
Walaupun mereka pernah mendukung keputusan Dennis sebelumnya, kini mereka menuntutnya untuk menerima iklan tersebut atau ia akan dipecat. Bagi Dennis, pencobaan ini datang karena dirinya adalah pengikut Kristus. Ia memilih patuh kepada Kristus daripada mempertahankan kariernya.
Ibrani 11:24-27 bercerita tentang Musa demikian:
Karena iman maka Musa, setelah dewasa, menolak disebut anak puteri Firaun, karena ia lebih suka menderita sengsara dengan umat Allah dari pada untuk sementara menikmati kesenangan dari dosa. Ia menganggap penghinaan karena Kristus sebagai kekayaan yang lebih besar dari pada semua harta Mesir, sebab pandangannya ia arahkan kepada upah. Karena iman maka ia telah meninggalkan Mesir dengan tidak takut akan murka raja. Ia bertahan sama seperti ia melihat apa yang tidak kelihatan. Tetap setia kepada Kristus dan nilai-nilai pengajaran-Nya di tengah dunia yang tidak ramah sudah pasti akan membawa kita pada pencobaan. Sebagai umat Kristen, kita perlu mengingat bahwa di sepanjang sejarahnya, gereja biasanya teguh berdiri di tengah lingkungan yang membencinya. Justru gereja jarang tumbuh di lingkungan yang bersahabat. Akan semakin banyak pencobaan yang menantang jati diri kita sebagai pengikut Yesus Kristus.
Kita akan berhasil menghadapi pencobaan ini jika kita teguh berpegang pada kebenaran, berapa pun harga yang kita bayar. Petrus menulis:
Saudara-saudara yang kekasih, janganlah kamu heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, seolah-olah ada sesuatu yang luar biasa terjadi atas kamu. Sebaliknya, bersukacitalah, sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam penderitaan Kristus, supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita pada waktu Ia menyatakan kemuliaan-Nya. Berbahagialah kamu, jika kamu dinista karena nama Kristus, sebab Roh kemuliaan, yaitu Roh Allah ada padamu. Janganlah ada di antara kamu yang harus menderita sebagai pembunuh atau pencuri atau penjahat, atau pengacau. Tetapi, jika ia menderita sebagai orang Kristen, maka janganlah ia malu, melainkan hendaklah ia memuliakan Allah dalam nama Kristus itu (1 Ptr. 4:12-16). Umat Kristen harus tetap kuat, setia, dan tekun dalam menghadapi pencobaan karena mengikut Kristus. 15
Ragam Pencobaan dalam Kehidupan (Bagian Pertama) PA N D U A N PA
Baca halaman 6-15 AYAT HAFALAN 2 Korintus 12:7— “Maka aku diberi suatu duri di dalam dagingku, yaitu seorang utusan Iblis untuk menggocoh aku, supaya aku jangan meninggikan diri.”
Mengenali dan memahami tiga macam pencobaan yang dibahas dalam Kitab Suci.
Pendahuluan Pikirkan tentang pencobaan tersulit yang Anda hadapi baru-baru ini. Apakah Anda setuju “mengalami suatu masa yang sulit mirip seperti menaiki wahana permainan roller-coaster”? Jika ya, Anda berada di mana sekarang? Naik? Turun? Putar-putar? Takut jatuh?
Perenungan 1. Di bagian pendahuluan, penulis mengatakan ada dua hal yang dibutuhkan ketika menghadapi kesulitan (hlm. 7). Apa sajakah itu? Di halaman 7, ia berkata, “Kesulitan dapat menyingkapkan apa yang tersembunyi.” Apa maksudnya?
2. Apakah yang dimaksud penulis dengan “Pencobaan di dunia dan sebagai manusia”? (hlm. 10-11). “Pencobaan berupa godaan”? (hlm. 12). “Pencobaan karena mengikut Kristus”? (hlm. 13-15).
3. Apakah hal dalam diri Anda yang disingkapkan oleh masing-masing pencobaan ini?
Penggalian Lebih Lanjut Referensi Bagaimana sepatutnya kita menghadapi setiap pencobaan ini secara alkitabiah? a. Pencobaan di dunia dan sebagai manusia (1 Ptr. 2:11-12, 20-24) b. Pencobaan berupa godaan (Mzm. 119:9-11) c. Pencobaan karena mengikut Kristus (1 Ptr. 4:12-16)
16
Penggalian
Baca
––
1. Paulus meminta Allah untuk mengenyahkan “duri di dalam dagingnya” (2 Kor. 12:7) Apakah kira-kira yang dimaksud dengan duri tersebut?
2. Mengapa duri itu diberikan kepada Paulus? (ay.7). Mengapa Allah tidak mengenyahkannya? Apa pendapat Anda jika ada yang mengatakan bahwa Paulus kurang beriman?
3. Dengan mengetahui kisah Paulus dan reaksinya terhadap pencobaan, bagaimana kita dapat belajar menghadapi pencobaan hidup yang tidak kita inginkan?
2 Korintus 12:7-10 7 Dan supaya aku jangan meninggikan diri karena penyataan-penyataan yang luar biasa itu, maka aku diberi suatu duri di dalam dagingku, yaitu seorang utusan Iblis untuk menggocoh aku, supaya aku jangan meninggikan diri. 8 Tentang hal itu aku sudah tiga kali berseru kepada Tuhan, supaya utusan Iblis itu mundur dari padaku. 9 Tetapi jawab Tuhan kepadaku: “Cukuplah kasih karuniaKu bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasaKu menjadi sempurna.” Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku. 10 Karena itu aku senang dan rela di dalam kelemahan, di dalam siksaan, di dalam kesukaran, di dalam penganiayaan dan kesesakan oleh karena Kristus. Sebab jika aku lemah, maka aku kuat.
Waktu Berdoa > Gunakan artikel Santapan Rohani di halaman berikut sebagai panduan saat teduh dan doa berkaitan dengan topik pencobaan hidup.
Refleksi 1. Bagaimana Allah memakai pencobaan dalam hidup Anda untuk memuliakan-Nya? 2. Bagaimana pencobaan yang Allah izinkan telah mengubah Anda? 3. Bagaimana mungkin, seperti kata J. B. Phillips, jangan “mengganggap [pencobaan] sebagai pengganggu, sebaliknya sambutlah seperti menyambut seorang teman”?
17
Santapan Rohani: Perenungan dan doa tentang pencobaan
Ketika Tekanan Muncul
A
pa yang membuat apel kelihatan lezat? Tentu saja, kulitnya yang mengkilap. Namun apa sebenarnya yang membuatnya terasa lezat? Sari buah dan isinya. Itulah “karakter” sebuah apel yang sebenarnya.
Saya mengetahui hal ini ketika menyaksikan ibu saya membuat saus apel. Dengan alat tumbuk dari kayu, Ibu menggencet apel yang sudah lunak dikukus dengan saringan dan menampung sarinya dalam mangkok, sampai yang tertinggal pada saringan itu hanyalah kulitnya yang kusam. Meski demikian, rasa saus apelnya sangat enak! Allah memakai tekanan hidup untuk menunjukkan karakter serupa Kristus yang indah dari dalam diri kita. Penderitaan (yang dalam bahasa Yunani berarti “tekanan”) juga membuat kita sadar akan kecenderungan kita untuk berbuat dosa dan melihat sifat dosa sesungguhnya, yakni buruk dan kusam. Di bawah tekanan, dosa ketamakan, egoisme, nafsu, dan kesombongan, mulai kita sadari.
Roma 5:3 —Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan.
Tekanan dari luar maupun dari diri sendiri adalah kenyataan dari dunia yang sudah jatuh dalam dosa. Allah mengatur seberapa berat dan lamanya tekanan itu agar kita dapat mengenali, mengakui, dan melepaskan “kulit” luar yang meredupkan karakter Kristus dalam diri kita. Tidak ada orang yang mau menderita. Namun jika penderitaan dialami, Roh Kudus akan memakainya untuk menciptakan ketekunan, tahan uji, dan pengharapan di dalam diri kita (Rm. 5:3-4). —Dennis J. DeHaan 18
Baca renungan Santapan Rohani hari ini di santapanrohani.org
Ragam Pencobaan dalam Kehidupan (Bagian Kedua)
Pencobaan Berupa Hajaran Ada juga pencobaan berupa hajaran. Namun, kita perlu melihat hal ini dengan jelas karena tidak semua kesulitan dalam hidup merupakan hajaran Allah. Ketika kesulitan melanda hidup kita, kita cenderung berpikir bahwa Allah sedang menghukum diri kita. Hal ini belum tentu demikian. Bisa saja kita sedang mengalami salah satu pencobaan yang sudah kita bahas sebelumnya. Namun jika pencobaan itu merupakan hajaran Allah, pasti itu akan sulit. Dalam hajaran-Nya, Allah ingin mendorong kita supaya kembali ke jalan kebenaran.
Perbedaan Mendasar
Perhatikan perbedaan mendasar antara hukuman dan hajaran Allah:
• Hukuman adalah demi keadilan.
• Hajaran adalah untuk meluruskan jalan.
Allah tidak pernah menggunakan kesulitan dalam hidup umat percaya sebagai hukuman. Dosa sudah dihukum di kayu salib. Kita tidak akan mengalami hukuman dua kali. Setiap dosa yang pernah saya lakukan atau akan lakukan atau sedang lakukan sudah dihukum. Keadilan sudah ditegakkan di atas kayu salib. Namun tekanan hidup yang timbul dari hajaran Allah bersama dengan teguran-Nya diberikan untuk membuat saya menyadari tentang masalah yang ada dan meluruskan saya kembali ke jalan yang benar. 19
Amsal 3:11-12 berkata, “Apabila Tuhan menghajar engkau, anakku, terimalah itu sebagai suatu peringatan, dan jangan hatimu kesal terhadap didikan-Nya itu. Tuhan menghajar orang yang dicintai-Nya, sama seperti seorang ayah menghajar anak yang disayanginya” (BIS). Ibrani 12 berkata, jika Anda menerima hajaran Allah, berbahagialah, karena itu menandakan bahwa Anda adalah anak Allah. Jika Allah tidak menghajar Anda, artinya Anda bukan anak Allah. Saya sangat memahami hal ini.
Sering sekali saya berada dalam situasi dimana saya ingin menegur anak orang lain. Namun saya tidak punya hak untuk itu. Anak itu bukanlah putra atau putri saya. Namun dengan anak saya sendiri, tidak saja saya berhak untuk mendorong mereka supaya kembali ke jalan yang benar ketika mereka menyimpang, tetapi sudah merupakan bagian dan tanggung jawab saya sebagai orangtua untuk melakukannya.
INTI PERENUNGAN Dalam Ibrani 12:5, penulis memulai pengajarannya tentang hajaran dengan menyebutnya sebagai suatu peringatan. Mengapa hajaran merupakan peringatan?
Bagaimana sebaiknya kita menyikapi pencobaan yang berupa hajaran Allah? Yaitu dengan tidak menolaknya. Hajaran datang dari Bapa yang pengasih dan kita perlu membuka hati untuk menerima pencobaan itu sehingga Dia dapat meluruskan dan mengembalikan kita ke jalan yang benar.
Teladan dari Yunus Ada banyak contoh dari jenis pencobaan ini dalam Alkitab, tetapi bagi saya yang paling jelas adalah kisah Nabi Yunus dalam Perjanjian Lama. Allah berkata kepadanya: “Yunus, Aku mau engkau pergi ke Niniwe.” Namun dengan segera, Yunus berkata tidak. Berikut catatan perjalanan Yunus.
Datanglah firman Tuhan kepada Yunus bin Amitai, demikian: “Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu, berserulah terhadap mereka, karena kejahatannya telah sampai kepada-Ku.” Tetapi Yunus bersiap untuk melarikan diri ke Tarsis, jauh dari hadapan Tuhan; ia pergi ke Yafo dan mendapat di sana sebuah kapal, yang akan berangkat ke Tarsis. Ia membayar biaya perjalanannya, lalu naik kapal itu untuk berlayar bersama-sama dengan mereka ke Tarsis, jauh dari hadapan Tuhan.
20
Tetapi Tuhan menurunkan angin ribut ke laut, lalu terjadilah badai besar, sehingga kapal itu hampir-hampir terpukul hancur. Awak kapal menjadi takut, masing-masing berteriak-teriak kepada allahnya, dan mereka membuang ke dalam laut segala muatan kapal itu untuk meringankannya.
Tetapi Yunus telah turun ke dalam ruang kapal yang paling bawah dan berbaring di situ, lalu tertidur dengan nyenyak. Datanglah nakhoda mendapatkannya sambil berkata: “Bagaimana mungkin engkau tidur begitu nyenyak? Bangunlah, berserulah kepada Allahmu, barangkali Allah itu akan mengindahkan kita, sehingga kita tidak binasa.” Lalu berkatalah mereka satu sama lain: “Marilah kita buang undi, supaya kita mengetahui, karena siapa kita ditimpa oleh malapetaka ini.” Mereka membuang undi dan Yunuslah yang kena undi. Berkatalah mereka kepadanya: “Beritahukan kepada kami, karena siapa kita ditimpa oleh malapetaka ini. Apa pekerjaanmu dan dari mana engkau datang, apa negerimu dan dari bangsa manakah engkau?” Sahutnya kepada mereka: “Aku seorang Ibrani; aku takut akan Tuhan, Allah yang empunya langit, yang telah menjadikan lautan dan daratan.” Orang-orang itu menjadi sangat takut, lalu berkata kepadanya: “Apa yang telah kauperbuat?”—sebab orang-orang itu mengetahui, bahwa ia melarikan diri, jauh dari hadapan Tuhan. Hal itu telah diberitahukannya kepada mereka. Bertanyalah mereka: “Akan kami apakan engkau, supaya laut menjadi reda dan tidak menyerang kami lagi, sebab laut semakin bergelora.” Sahutnya kepada mereka: “Angkatlah aku, campakkanlah aku ke dalam laut, maka laut akan menjadi reda dan tidak menyerang kamu lagi. Sebab aku tahu, bahwa karena akulah badai besar ini menyerang kamu. . . .” Kemudian mereka mengangkat Yunus, lalu mencampakkannya ke dalam laut, dan laut berhenti mengamuk. . . . Maka atas penentuan Tuhan datanglah seekor ikan besar yang menelan Yunus; dan Yunus tinggal di dalam perut ikan itu tiga hari tiga malam lamanya (Yun. 1:1-17). Apa yang Allah lakukan? Dia ingin Yunus pergi ke Niniwe tetapi ia menolak tugas ini dan justru hendak pergi ke tempat lain. Yunus bahkan turun ke ruang kapal yang paling bawah dan tidur dengan nyenyak. Hajaran
21
merupakan cara Allah untuk menegur Yunus supaya kembali taat kepada-Nya dan kembali menuju ke Niniwe. Mungkin kita pernah berkata, jika saya berbuat dosa pasti tidak ada damai dalam hati. Dan jika saya merasa damai, pasti segala sesuatunya baikbaik saja. Namun, sering kali kita mencari pembenaran terhadap dosa sehingga akhirnya hati kita tetap merasa damai. Tertidurnya Yunus menunjukkan bahwa rasa damai tidak dapat dijadikan sebagai patokan kebenaran.
Yunus merasa begitu damai sampai dapat tidur dengan nyenyak di tengah badai. Allah telah mengirim badai untuk membangunkan serta menyadarkannya, tetapi tetap saja ia tidur. Lalu Allah mengirim nakhoda kapal untuk mencarinya. Inilah teguran Allah yang kedua. Nakhoda kapal yang menyembah berhala itu membangunkan Yunus dan berkata, “Bangunlah, berserulah kepada Allahmu!” Yunus pun bangun dan pergi ke geladak kapal. Di sana para pelaut sedang berkumpul untuk mencari tahu siapa yang bertanggung jawab terhadap masalah yang mereka hadapi.
Mereka membuang undi dan semua orang termasuk Yunus diberi nomor. Dalam kapal yang berguncang hebat di bawah kendali tangan Allah yang berdaulat, undian dilempar dan ternyata Yunus kena undi. “Beritahukan kepada kami,” seru para pelaut itu kepada Yunus, “karena siapa kita ditimpa oleh malapetaka ini. Apa pekerjaanmu dan dari mana engkau datang?” (ay.8).
Yunus harus memberi jawaban. Kata Yunus, “Aku seorang Ibrani; aku takut akan Tuhan, Allah yang empunya langit, yang telah menjadikan lautan dan daratan” (ay.9).
Anda pasti mengira pada saat itu Yunus akan berlutut untuk berdoa, bukan? Tidak. Masalah bahkan bertambah pelik. Jadi mereka bertanya kepadanya, “Akan kami apakan engkau, supaya laut menjadi reda?” (ay.11).
Yunus dapat saja berkata, “Aku akan berdoa 22
INTI PERENUNGAN Apakah Anda dapat melihat sisi ironis dari kisah Yunus ini? Hajaran Allah membawanya dari atas kapal sampai ke dalam perut ikan yang bau. Suatu cara yang berbahaya, tetapi begitulah cara Allah menggiring Yunus ke jalan yang aman dan berhasil. Coba ingat-ingat suatu saat dimana Anda tahu bahwa Allah sedang menghajar Anda. Meski terasa berat, bagaimana cara Allah membuktikan kepada Anda bahwa itu merupakan jalan yang terbaik?
dan bertobat, dan masalahmu pasti akan selesai.” Namun ia justru berkata, “Angkatlah aku, campakkanlah aku ke dalam laut, maka laut akan menjadi reda dan tidak menyerang kamu lagi. Sebab aku tahu, bahwa karena akulah badai besar ini menyerang kamu” (ay.12). Yunus sebenarnya berkata, “Lebih baik aku mati daripada taat kepada Allah.” Akhirnya, karena putus asa, para pelaut melempar Yunus ke laut. Ia sekarang menang. Allah sudah memberinya teguran demi teguran, tetapi Yunus bersikukuh mempertahankan pilihannya yang berdosa. Namun jika Allah menghajar, Dia dapat memakai cara yang tidak terbayangkan oleh kita sebelumnya. Ketika Yunus menyangka bahwa ia telah menang melawan Allah, Allah berkata pada seekor ikan besar, “Kau lihat kapal itu? Aku mau kau berenang ke arahnya dan ketika kau lihat ada yang terlempar dari kapal itu, itulah makan siangmu.” Yunus tinggal selama tiga hari tiga malam dalam hotel bawah laut itu. Ia bergumul dengan Allah, sampai akhirnya setelah tiga hari dalam hajaran yang berat, ia berkata, “Baiklah Allah, Engkau yang menang.”
Ketika kita berdosa, kita dapat yakin bahwa dengan kasih-Nya, Allah akan terus berusaha membawa kita kembali pada jalan kebenaran. “Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya” (Ibr. 12:6). Meski hajaran ini terkadang berat, Tuhan tetap melakukannya karena Dia begitu mengasihi kita dan ingin supaya kita berjalan dalam jalan yang aman dan berhasil.
Supaya dapat lulus dari ujian hajaran ini, kita perlu bekerja sama dengan Allah. Ketika masih kecil, saya dan teman-teman biasa bermain gulat sebagai pembuktian diri. Jika melihat seorang pria dewasa, kami akan menjatuhkannya, berdiri di atas tubuhnya, menjepit tangannya sampai ia berkata: “Cukup sudah!”
Begitulah cara kita menjawab Allah. Pencobaan berupa hajaran dimaksudkan supaya kemauan kita yang keras berkata, “Cukup sudah! Aku menyerah dan bertobat. Dengan bahagia, aku mau berjalan dalam kebenaran.”
Pencobaan Sebagai Akibat Dosa Ada juga pencobaan yang datang sebagai akibat dosa. Chuck Swindoll berkata, 23
“Kita mengajarkan kepada anak-anak kita 1 Yohanes 1:9, ‘Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan,’ tetapi ini mungkin dapat membuat mereka menyalahgunakan anugerah Allah.” Selanjutnya, Swindoll berkata, “Jika kita mengajarkan 1 Yohanes 1:9, kita juga harus mengajarkan Galatia 6:8, ‘Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu.’” Sejumlah masalah yang kita hadapi merupakan akibat langsung dari perbuatan dosa INTI PERENUNGAN yang disengaja dalam hidup kita. Dosa selalu Penulis berkata: “Tidak ada membawa akibat bagi pelakunya, tidak terkecuali. seorangpun yang cukup pintar, cerdik, dan cerdas Tidak ada seorang pun yang cukup pintar, cerdik, melakukan dosa dan tidak dan cerdas melakukan dosa dan tidak menanggung menanggung akibatnya.” akibatnya. “Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawan- Apa pendapat Anda mu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa mengenai pernyataan ini? Dalam kehidupan nyata, yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat tindakan seperti apa yang ditelannya” (1 Ptr. 5:8). Di Perjanjian Lama kita menunjukkan keraguan membaca, “Ada jalan yang disangka orang lurus, kita mengenai hal ini? tetapi ujungnya menuju maut” (Ams. 14:12). Dosa selalu membawa derita dan masalah. Bahkan setelah dosa itu telah lama diampuni, akibatnya masih tetap berlangsung. Bahkan beberapa diantaranya akan terus ditanggung sampai kelak hari mulia ketika penebusan akhir itu tiba. Paulus tidak dapat menghapus ingatannya bahwa ia sudah membunuh orang Kristen. Dalam 1 Timotius 1, Paulus menyebut dirinya sebagai orang yang paling berdosa. Jangan berkecil hati. Akibat dosa yang kita alami akan segera berlalu. Ketika Kristus datang kembali dan kita berhadapan muka dengan-Nya, segala sesuatunya akan menjadi baru.
Aku yang tadinya seorang penghujat dan seorang penganiaya dan seorang ganas, tetapi aku telah dikasihani-Nya, karena semuanya itu telah kulakukan tanpa 24
pengetahuan yaitu di luar iman. Malah kasih karunia Tuhan kita itu telah dikaruniakan dengan limpahnya kepadaku dengan iman dan kasih dalam Kristus Yesus. Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya: ‘Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa,’ dan di antara mereka akulah yang paling berdosa. Tetapi justru karena itu aku dikasihani, agar dalam diriku ini, sebagai orang yang paling berdosa, Yesus Kristus menunjukkan seluruh kesabaranNya. Dengan demikian aku menjadi contoh bagi mereka yang kemudian percaya kepada-Nya dan mendapat hidup yang kekal (1 Tim. 1:13-16). Akibat dosa yang menyulitkan dan terkadang harus ditanggung seumur hidup haruslah memotivasi dan mengingatkan kita akan keburukannya sehingga kita dapat berkata, “Tuhan, akibat dosa yang kuhadapi setiap hari mengingatkanku pada anugerah-Mu yang luar biasa untuk mengasihi, mengampuni, melupakannya, dan menerima diriku.” Hal itu juga harus kita terima sebagai perisai pelindung yang menolong kita untuk tidak terjerumus lagi dalam jalan dosa. Dan yang paling penting, hal itu harus membuat kita mengalihkan perhatian kita dari dunia yang sementara dan berdosa ini kepada hidup yang menantikan suatu hari penebusan yang agung nan mulia kelak ketika segala sesuatunya akan menjadi baru PEMAHAMAN TEOLOGI Apa yang dimaksud dengan melihat Allah dalam (Why. 21:1-4).
keadaan-Nya yang sebenarnya? Dalam hal apa kita akan menjadi sama seperti Allah ketika kita tiba di surga nanti? Bagaimana hal itu mempengaruhi pemikiran kita sekarang?
1 Yohanes 3:2 mengatakan: “Saudarasaudaraku yang kekasih, sekarang kita adalah anak-anak Allah, tetapi belum nyata apa keadaan kita kelak; akan tetapi kita tahu, bahwa apabila Kristus menyatakan diri-Nya, kita akan menjadi sama seperti Dia, sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya.” Saya suka sekali dengan ayat ini. Jangan berkecil hati. Akibat dosa yang kita alami akan segera berlalu. Ketika Kristus datang kembali dan kita berhadapan muka dengan-Nya, segala sesuatu akan menjadi baru. Segala akibat dosa yang kita jalani dengan linangan air mata dan hati yang hancur akan membawa kita memuji, memuliakan dan mengasihi Allah dan kehadiran-Nya dengan lebih mendalam dan bukannya membuat kita kecut hati dan marah kepada-Nya. 25
Ragam Pencobaan dalam Kehidupan (Bagian Kedua) PA N D U A N PA
Baca halaman 19-25 AYAT HAFALAN Amsal 3:11-12 BIS— “Apabila Tuhan menghajar engkau, anakku, terimalah itu sebagai suatu peringatan, dan jangan hatimu kesal terhadap didikan-Nya itu. Tuhan menghajar orang yang dicintai-Nya.“
Memahami bagaimana pengikut Kristus dihajar dan bagaimana dosa mempengaruhi hidup kita.
Pendahuluan Pada bagian awal dijelaskan perbedaan antara hukuman dan hajaran. Bayangkan jika seorang orangtua mendidik anaknya dengan menghukum dan juga menghajar. Apa perbedaannya? Apakah Anda setuju bahwa “hukuman itu demi keadilan dan hajaran itu untuk meluruskan jalan”?
Perenungan 1. Menurut penulis, jika orang Kristen melakukan dosa, mereka tidak dihukum Allah (lihat hlm. 19). Mengapa orang Kristen tidak dihukum Allah?
2. Penulis berkata bahwa “untuk dapat lulus dari ujian hajaran, kita perlu bekerja sama dengan Allah” (hlm.23). Langkah apa saja (disebutnya “teguran Allah”) yang diambil Allah untuk menegur Yunus agar kembali menjalankan perintah-Nya? (hlm. 21-22). 3. Bagaimana kisah Yunus menggambarkan bahwa perasaan damai tidak dapat menjadi patokan bahwa kita melangkah di jalan yang benar? (hlm. 21-22).
Penggalian Lebih Lanjut Referensi Chuck Swindoll dengan tepat menyatakan bahwa 1 Yohanes 1:9 membuat kita berpikir bahwa kita dapat “menyalahgunakan anugerah Allah”. Apakah maksudnya? Roma 6:1-2 menjelaskan betapa besar kesalahan kita jika melakukan hal tersebut. Paulus berkata, “Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Bolehkah kita bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih karunia itu? Sekali-kali tidak!” Dalam hal apa saja kita dapat tergoda untuk menyalahgunakan anugerah Allah sebagai alasan untuk berbuat dosa? 26
Penggalian
Baca
––
1. Paulus sudah ditebus dari dosanya, tetapi ia tetap menyebutkan akibat dari dosa yang dilakukannya sebelum ia menjadi pengikut Kristus (1 Tim. 1:13-16). Apa yang dapat kita pelajari dari hal tersebut tentang akibat dosa yang berkelanjutan?
2. Paulus membahas tentang seluruh kesabaran Allah (ay.16). Bagaimana kesabaran Allah dapat menolong kita menerima diri kita sendiri dan sikap Allah terhadap kita yang tidak memandang dosa-dosa kita?
3. Bagi Paulus, apa artinya “aku dikasihani” (ay.13,16)? Apa yang Paulus katakan tentang kasih karunia Allah (ay.14) dan karya Kristus (ay.15)?
1 Timotius 1:13-16 13 Aku yang tadinya seorang penghujat dan seorang penganiaya dan seorang ganas, tetapi aku telah dikasihaniNya, karena semuanya itu telah kulakukan tanpa pengetahuan yaitu di luar iman. 14 Malah kasih karunia Allah kita itu telah dikaruniakan dengan limpahnya kepadaku dengan iman dan kasih dalam Kristus Yesus. 15 Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya: “Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa,” dan di antara mereka akulah yang paling berdosa. 16 Tetapi justru karena itu aku dikasihani, agar dalam diriku ini, sebagai orang yang paling berdosa, Yesus Kristus menunjukkan seluruh kesabaran-Nya. Dengan demikian aku menjadi contoh bagi mereka yang kemudian percaya kepada-Nya dan mendapat hidup yang kekal.
Waktu Berdoa > Gunakan artikel Santapan Rohani di halaman berikut sebagai panduan saat teduh dan doa berkaitan dengan topik pencobaan hidup.
Refleksi 1. Walaupun Iblis tidak dapat mencuri keselamatan kita, tetapi Iblis masih berjalan berkeliling seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya. Apakah alasan yang membuat pengikut Kristus menyerah terhadap serangan Iblis? 2. Menurut penulis, “untuk dapat lulus dari ujian hajaran kita perlu bekerja sama dengan Allah”. Apa yang harus Anda lakukan untuk bekerja sama dengan Allah?
27
Santapan Rohani: Perenungan dan doa tentang pencobaan
Suatu Ujian Iman
K
etika masih kecil, saya tidak menyukai kisah Abraham yang pergi ke Gunung Moria untuk mengorbankan putranya, Ishak. Mengapa Allah menyuruh Abraham melakukannya? Saya seorang anak tunggal, dan saya tidak ingin hal itu terjadi pada saya! Orangtua saya menegaskan bahwa Allah sedang menguji iman Abraham. Dan, ia berhasil melewati ujian itu. Bahkan, dengan pisau sudah digenggamnya, Abraham tetap mempercayai Allah (Kej. 22:8-10). Ia telah belajar bahwa Allah dapat dipercaya.
Kejadian 22:8 —Allah yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagiNya.
Mengaku beriman memang mudah. Namun ujian sesungguhnya dialami ketika Allah meminta kita untuk mempertaruhkan milik kita yang paling berharga. Seperti Abraham, ini soal ketaatan. Seorang wanita karier dipecat karena menolak mengkompromikan imannya. Seorang pendeta diusir dari gerejanya karena menaati firman Tuhan untuk membasmi kebencian rasial di antara jemaatnya.
Bukankah orang-orang tersebut sepatutnya dihargai karena telah melakukan hal yang benar? Ujian iman yang terberat sesungguhnya dialami ketika kita merasa Allah tidak menghargai kesetiaan kita.
Mungkin Anda diminta untuk mengembalikan kepada Allah sesuatu yang menurut Anda telah diberikanNya bagi Anda. Belajarlah melihat bahwa ujian ini adalah peluang untuk menyatakan iman Anda kepada Pribadi yang selalu menepati janji-Nya—bahkan ketika Anda tidak dapat memahaminya. —Haddon W. Robinson 28
Baca renungan Santapan Rohani hari ini di santapanrohani.org
Ragam Pencobaan dalam Kehidupan (Bagian Ketiga)
Pencobaan untuk Pembuktian Kesulitan keenam yang dapat kita hadapi adalah pencobaan untuk pembuktian. Allah mengizinkan pencobaan ini terjadi dalam hidup kita untuk memampukan kita membuktikan sesuatu bagi-Nya melalui trauma kita. Allah menemui Abraham dan berkata, “Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu” (Kej. 22:2). Sejujurnya, tidak nyaman mendengar Allah meminta pengorbanan seorang anak. Saya tidak suka Allah yang saya sembah melakukan hal itu. Namun kita harus melihat konteksnya. Pada saat itu, Abraham tinggal di tanah Kanaan, dimana bentuk ketaatan tertinggi masyarakat setempat kepada dewa kayu dan batu yang mereka sembah adalah dengan mengorbankan anak mereka kepada dewa-dewa itu. Mempersembahkan darah anak mereka merupakan puncak dari ketaatan kepada dewa yang mereka sembah. Saya percaya Allah sedang berkata kepada Abraham, “Apakah engkau bersedia membuktikan kasihmu kepada-Ku, Allah yang sejati dan hidup, sama seperti kesetiaan penyembah berhala ini kepada dewa mereka?” Saya pikir ada hal lain yang jauh lebih penting dalam pencobaan yang dialami Abraham. Ishak merupakan pemberian Allah bagi Abraham—seorang anak mukjizat. Ishaklah alasan utama Abraham meninggalkan Ur-Kasdim untuk mengembara di tanah Kanaan. Kejadian 12:1-2, dimana Allah memerintahkan Abraham
29
untuk pergi dari Ur, merupakan nubuat awal tentang kedatangan Kristus: “Berfirmanlah Tuhan kepada Abram: ‘Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu; Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat.’” Tahun demi tahun berlalu, Abraham dan Sara pun menua dan tidak mungkin lagi mempunyai anak. Tiba-tiba, dengan ajaib Allah memberi mereka anak ini. Abraham sangat mengasihi Ishak. Saya percaya Allah sedang bertanya kepada Abraham, “Apakah engkau lebih mengasihi pemberian yang Kuberikan daripada Pemberinya?”
Sering Allah menerobos hidup kita dan meminta milik kita yang paling berharga. Sesuatu yang sudah Dia berikan—anak, rumah, pasangan hidup, karir kita. Bagaimana sikap kita? Apakah sikap kita membuktikan bahwa kita lebih mengasihi Allah lebih dari pemberiannya?
Saya menggemari klub bisbol Detroit Tigers dan selalu mendukung mereka baik atau buruk prestasi mereka. Setiap pagi selama musim bisbol, saya akan membaca koran untuk mencari tahu peringkat Tiger dalam liga yang berlangsung. Allah membuka lembaran hidup kita untuk melihat apakah Dia ada di peringkat pertama dalam hidup kita atau sudah digantikan hal lain. Hanya Anda yang tahu. Anda mungkin diminta untuk menjawab melalui suatu pencobaan untuk pembuktian ini.
Abraham membangunkan anaknya pagi itu dan mereka berjalan selama tiga hari. Abraham punya waktu yang panjang untuk mengubah niatnya dan gagal dalam ujian ini. Abraham memiliki waktu tiga hari untuk berkata, “Allah, Ishaklah yang terpenting dalam hidupku, bukan Engkau.” Setelah ia berjalan selama tiga hari,
30
INTI PERENUNGAN Apa yang akan terjadi seandainya Allah melakukan jauh melebihi apa yang disebutkan di atas? Jika Allah benarbenar mengizinkan milik kita yang berharga direnggut? Apakah ini tetap merupakan pencobaan untuk pembuktian? Abraham tidak sampai kehilangan anaknya tetapi terkadang itulah yang kita alami. Ketika tragedi melanda, bagaimana kita dapat membuktikan bahwa kita lebih mengasihi sang Pemberi daripada pemberiannya?
mendirikan mezbah, meletakkan anaknya di atasnya—kini saatnya Allah menyatakan siapa diri-Nya dengan luar biasa. Allah berseru, “Tunggu! Cukup sampai di situ!” Kejadian 22:12 mencatatnya demikian: “Jangan bunuh anak itu dan jangan kauapa-apakan dia, sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku.” Pencobaan untuk pembuktian ditujukan sebagai sarana untuk memperlihatkan kuasa Allah, seperti kisah seorang yang buta sejak lahir (Yoh. 9:1-3).
Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya. Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya: “Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?” Jawab Yesus: “Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.
Orang ini buta bukan karena ia berdosa, melainkan kebutaannya menjadi sarana untuk membuktikan kemuliaan dan kuasa Allah. Saya sering merenung, apakah karya Allah yang ingin dibuktikan-Nya melalui masalah yang saya alami? Apakah pengampunan, kebaikan, kesabaran atau kasih karunia? Ataukah masalah saya akan dipakai Iblis untuk menjalankan rencananya?
Pencobaan karena Harapan yang Kandas Pencobaan terakhir adalah pencobaan karena harapan yang kandas. Anda dan saya perlu ingat bahwa salah satu masalah terbesar dalam hidup ini dialami ketika ada harapan kita yang tidak tercapai. Bahkan kebanyakan konselor mengatakan bahwa sebagian besar depresi disebabkan oleh rasa kecewa atas harapan yang kandas. Ketika menikah, kita membawa harapan. Para suami yang baru menikah memiliki banyak harapan terhadap istri mereka. Demikian juga para istri terhadap suami mereka. Suami berharap istrinya akan membersihkan rumah, menyiapkan makanan yang lezat, mengurus anak-anak, ramah kepada tetangga, bekerja keras di rumah, menyiapkan meja makan lengkap dengan lilin yang indah, menyajikan masakan kesukaannya ketika ia pulang dan
31
setelah selesai makan—sementara ia baca surat kabar—istrinya beres-beres di dapur, menidurkan anak-anak, dan kemudian melayaninya di tempat tidur. Istri juga memiliki sejumlah harapan, bahwa suaminya peka, pengertian, dan percaya pada setiap perkataannya. Suaminya akan menjamin keuangan dan batinnya dan dapat selalu menjadi tumpuan hidupnya. Sang suami akan membantunya mengurus rumah dan tidak akan menuntut jika ia kelelahan.
Salah satu masalah terbesar dalam pernikahan muncul setelah mingguminggu pertama pernikahan, ketika kita menyadari ada yang tidak beres dengan daftar harapan tersebut. Di situlah masalah berawal. Tidak seorang pun suka jika harapan-harapannya kandas.
Suatu saat ketika anak-anak kami masih kecil, mereka meminta, “Ayah, ayo kita pergi nonton sirkus Selasa malam.” Karena tidak ingin terlihat jahat dan tidak peka, saya berkata, “Kita lihat nanti ya.” Bagi mereka itu artinya ya. Jika Anda adalah orangtua atau akan menjadi orangtua, ketahuilah bahwa untuk anak-anak, sesuatu yang tidak kita tolak mentah-mentah berarti masih mungkin terjadi. Saya mengatakan “kita lihat nanti” dan melupakannya.
Saya masih ingat waktu saya pulang hari Selasa malam itu, anak-anak menyambut saya dengan gembira. “Ayah pulang! Hari ini kita pergi!”
“Kita pergi ke mana?” tanya saya.
“Nonton sirkus! Ayah ingat kan?”
“Oh,” kata saya, “kita tak akan pergi nonton sirkus.”
Mungkinkah mereka menjawab, “Tak apa-apa, Ayah,” lalu dengan riang gembira melakukan hal lain? Mustahil! Mereka pasti sangat kecewa.
Harapan-harapan yang kandas merupakan sumber utama kekecewaan dan kesedihan.
Harapan-harapan yang kandas merupakan sumber utama kekecewaan dan kesedihan. Bagian Alkitab yang paling mengajar saya tentang harapan ada dalam Filipi 1. Surat ini berisi laporan Paulus kepada jemaat di Filipi tentang apa yang dialaminya di Roma. Dalam laporannya, Paulus menyebut bahwa dirinya dipenjara (ay.13), bahwa ada orang percaya di Roma yang iri dan 32
dengki kepadanya (ay.15), dan bahwa kaisar Nero mungkin akan mengeluarkan putusan untuk menghukum mati dirinya (ay.19-24). Semua ini berpotensi membuat Paulus patah semangat. Yang membuat saya kagum adalah di tengah pencobaan karena harapan yang kandas ini, ia berhasil mengalahkan keadaannya dan tetap bersemangat. Bagaimana ini dapat terjadi? Jawabannya ada pada ayat 20: Sebab yang sangat kurindukan dan kuharapkan ialah bahwa aku dalam segala hal tidak akan beroleh malu, melainkan seperti sediakala, demikianpun sekarang, Kristus dengan nyata di-muliakan di dalam tubuhku, baik oleh hidupku, maupun oleh matiku.
Paulus punya satu harapan dalam PEMAHAMAN TEOLOGI Apakah tujuan hidup kita? Apakah yang diharapkan dari hidupnya. Harapan kita? Tidak lain adalah memuliakan Allah dalam keadaan itu bukanlah agar apa pun. Sekarang, bandingkan tujuan itu dengan tujuan ia menjadi rasul hidup yang sedang kita kejar. Jika ada kesenjangan di yang paling utama. antara kedua tujuan tersebut, bagaimana kita dapat mulai melakukan penyesuaian yang diperlukan? Bukan pula supaya ia disukai semua saudara seimannya. Bahkan bukan keinginan berumur panjang supaya dapat melayani Kristus lebih lama. Semua itu bukan harapan Paulus. Satu-satunya harapan Paulus adalah supaya nama Kristus dimuliakan melalui dirinya. Oleh karena itu, ia berusaha menunjukkan kualitas, karakter, dan nilai-nilai Kristus, dalam segala keadaan apa pun yang ia alami dalam hidupnya. Dengan menolak menjadikan kenyamanan, kenikmatan, kesehatan, kekayaan, dan kedamaian sebagai harapan utama hidup kita dan menempatkan usaha mencerminkan Kristus sebagai prioritas utama, kita tidak saja akan didorong untuk memuliakan-Nya, tetapi juga akan ditolong untuk mengatasi berbagai kesulitan hidup.
Jadi, apa yang dapat kita pelajari dari kesulitan yang kita alami? Setidaknya ada tujuh macam kesulitan yang mungkin kita alami dan yang akan menyingkapkan siapa diri kita sebenarnya. Kesulitan juga menuntut sikap kita. Yang penting di sini adalah sikap seperti apa yang akan kita berikan.
33
Ragam Pencobaan dalam Kehidupan (Bagian Ketiga) PA N D U A N PA
Baca halaman 29-33 AYAT HAFALAN Filipi 1:20— “Yang sangat kurindukan dan kuharapkan ialah bahwa aku dalam segala hal tidak akan beroleh malu, . . . Kristus dengan nyata dimuliakan di dalam tubuhku, baik oleh hidupku, maupun oleh matiku.”
Memahami bagaimana Allah memakai pencobaan untuk pembuktian dan harapan yang kandas bagi kemuliaan-Nya.
Pendahuluan Pikirkan saat-saat ketika sikap Anda terhadap suatu situasi hidup yang negatif telah membawa akibat yang baik atau justru buruk terhadap orang lain.
Perenungan 1. Bayangkan Anda adalah Abraham. Anda telah diminta mengorbankan anak tunggal Anda di bukit Moria. Apa yang berkecamuk dalam pikiran Anda dalam perjalanan Anda ke bukit itu? 2. Kita biasa berpikir bahwa kisah ini menggambarkan bukti kesetiaan Abraham, tetapi penulis berkata, dalam kisah ini “Allah menyatakan siapa diri-Nya dengan luar biasa.” (hlm. 30). Apakah yang dinyatakan peristiwa ini tentang Allah? 3. Mengapa harapan yang kandas dapat menjadi sumber utama kekecewaan dan kesedihan? Bagaimana harapan yang kandas dapat membawa kebaikan bagi kita?
Penggalian Lebih Lanjut Referensi Kadang kita mendengar bahwa dengan iman kita sebagai orang Kristen, kita dapat berharap akan menjalani hidup yang tanpa kesulitan dan penuh sukacita serta kebahagiaan. Bagaimana Filipi 1:13-24 memberikan pemahaman yang berbeda tentang apa yang dapat harapkan sebagai orang beriman?
34
Penggalian
Baca
––
1. Waktu melihat orang buta itu, mengapa para murid bertanya demikian kepada Yesus, “Siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?” (ay.2)
Yohanes 9:1-3 1 Waktu Yesus sedang lewat, Ia melihat seorang yang buta sejak lahirnya. 2 Murid-murid-Nya bertanya kepada-Nya: “Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?” 3 Jawab Yesus: “Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.
2. Apakah maksud yang ingin Yesus sampaikan kepada para pendengar-Nya ketika Dia berkata, “Bukan dia dan bukan juga orang tuanya [yang berbuat dosa]”?
3. Yesus hendak melakukan mukjizat dalam hidup orang buta ini. Menurut Anda, apakah “pekerjaan-pekerjaan Allah” (ay.3) masih dinyatakan pada masa kini dalam bentuk mukjizat? Mengapa ya, mengapa tidak? Waktu Berdoa > Gunakan artikel Santapan Rohani di halaman berikut sebagai panduan saat teduh dan doa berkaitan dengan topik pencobaan hidup.
Refleksi 1. Apakah Anda sedang mengalami pencobaan untuk pembuktian? Menurut Anda, apakah maksud yang ingin dicapai Allah melalui pencobaan itu? 2. Pencobaan karena harapan yang kandas apakah yang telah dipakai Allah untuk menunjukkan kuasa atau kemuliaan-Nya? Bagaimana Allah telah memakai pencobaan ini untuk menyatakan diri dan kemuliaan-Nya kepada Anda? 35
A w a r Rohani: m S l Perenungan i c e o f dan O udoa r tentang D a i l ypencobaan Br e a d Santapan
Pengharapan
K
ita semua memiliki pengharapan. Kita berharap orang bersikap baik kepada kita, tubuh sehat, pernikahan indah, sahabat setia, karir sukses. Namun apa yang kita lakukan ketika hidup tidak berjalan sesuai dengan harapan kita? Paulus memberikan jawabannya dalam Filipi 1. Di tengah pengharapan akan tempat, sesama, dan masa depan yang kandas, ajaibnya, ia tetap bersukacita. Paulus meringkuk dalam penjara, tentu bukan suatu tempat yang menyenangkan! Ketika kita merasa terjebak dalam pernikahan, pekerjaan, atau lingkungan yang tidak menyenangkan, kita mudah patah semangat. Namun, Paulus punya sikap yang luar biasa positif. Ia berkata, penderitaannya membantu penyebaran Injil (Flp. 1:12).
Filipi 1:20 —Sebab yang sangat kurindukan dan kuharapkan ialah bahwa . . . Kristus dengan nyata dimuliakan di dalam tubuhku, baik oleh hidupku, maupun oleh matiku.
Mungkin sesama kita tidak sesuai dengan harapan. Paulus mungkin berharap ada saudara seiman yang menyemangatinya. Alih-alih, ada yang justru senang ia dipenjara dan mereka berkhotbah karena rasa “dengki dan perselisihan” (ay.15). Reaksi Paulus? “Kristus diberitakan . . . tentang hal itu aku bersukacita” (ay.18).
Atau masalahnya adalah masa depan yang tak pasti—ditinggal pasangan, pindah kerja, atau masalah kesehatan. Paulus tahu kapan saja Nero dapat menghukum mati dirinya, tetapi ia berkata, “Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan” (ay.21).
Milikilah satu-satunya pengharapan Paulus, yakni —Joe Stowell apa pun yang terjadi, Kristus dimuliakan!
36
Baca renungan Santapan Rohani hari ini di santapanrohani.org
Sikap Hati (Bagian Pertama)
Bagaimana Kita Akan Menyikapinya? Jika kesulitan hidup tidak dapat dihindari—dan memang tidak dapat—mau tidak mau kita harus menyikapinya. Namun bagaimana kita menyikapinya? Kita dapat menyikapinya dengan sikap pasif, gentar, memendamnya, penuh keyakinan, tenang, atau justru mengingkarinya. Ada banyak pilihan yang dapat kita ambil ketika kesulitan hadir dalam hidup kita.
Dari semua pilihan sikap yang ada, ada satu yang menonjol. Sikap yang tepat ini penting jika kita ingin menang atas kesulitan hidup. Bahkan, ini merupakan satu-satunya pilihan yang harus kita ambil jika kita ingin bertumbuh dalam karakter, kecakapan, dan sekaligus memuliakan nama Allah.
Kuncinya adalah dengan menetapkan hati untuk menyikapi setiap kesulitan dengan “[menganggapnya] sebagai suatu kebahagiaan� (Yak. 1:2). Derita dan air mata yang kita alami membuat hati kita berkata hal ini mustahil! Namun menganggap kesulitan sebagai suatu kebahagiaan bukan hanya mungkin, tetapi jika kita menerapkannya, juga akan membuahkan hasil. Bahkan, jika kita menolak untuk mengambil sikap ini, kita akan menghalangi proses diri untuk bertumbuh dan justru memperdalam rasa putus asa.
37
Pentingnya Mengendalikan Sikap Kita Ketika menulis, “Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan” (Yak. 1:2), Yakobus merujuk pada satu hal yang dapat kita kendalikan. Kapan pencobaan datang, seberapa berat dan rumitnya pencobaan, dan seberapa lama pencobaan itu merupakan hal-hal yang pada umumnya tidak dapat kita kendalikan. Namun, kita dapat mengendalikan sikap kita dalam menyikapinya. Satu maksud penting dari pengalaman yang sulit adalah bagaimana kita dapat menyikapinya INTI PERENUNGAN dengan begitu rupa supaya rasa sesal yang dialami Bagi sejumlah orang, ada tidak berkepanjangan. Saya ingat ketika berdiri di hubungan yang berakhir dengan penyesalan. sebelah peti mati bersama orangtua dari seorang Ketika ini terjadi— pemuda yang meninggal pada usia dua puluhan. ketika hidup tidak Mereka berkata, “Kami memang bukan orangtua berjalan seperti yang yang sempurna, tetapi kami tidak menyesal sama diharapkan—bagaimana cara kita menyikapinya? sekali. Kami menikmati setiap saat yang kami lalui bersama putra kami, demikian juga putra kami menikmatinya.” Betapa indahnya dapat menutup suatu hubungan yang telah berlalu dengan sikap seperti itu dan menyadari bahwa tidak ada yang perlu disesali sekalipun hubungan itu tidak sempurna.
Hasil dari Sikap yang Benar Menyikapi kesulitan dengan sikap yang benar selalu mengurangi rasa sesal di kemudian hari. Salah satu maksud utama dari keberhasilan menangani kesulitan adalah menjalaninya sedemikian rupa sehingga Anda dapat melihat ke belakang dan menyadari bahwa Anda sudah berbuat yang terbaik untuk menyikapi dengan tepat dan tidak menyesali cara Anda menyikapi aspekaspek yang ada dalam kendali Anda. Kisah Alkitab tentang Yudas merupakan suatu gambaran yang sangat menarik dan mendidik tentang bagaimana sikap yang salah dalam menyikapi kesulitan dapat menjerumuskan seseorang pada penyesalan yang mendalam.
38
Karena Yudas diberi tugas sebagai bendahara para murid, jelaslah ia merupakan orang yang mereka percayai. Jadi, ketika pada Perjamuan Terakhir, Yesus berkata bahwa salah satu dari para murid akan mengkhianati-Nya, tidak pernah terlintas dalam pikiran mereka bahwa yang dimaksud Yesus adalah Yudas. Bahkan setelah Yesus jelas-jelas menyebut jati diri pengkhianat-Nya dan mendesak orang itu untuk segera bertindak, tidak seorang murid pun mengerti siapa yang Yesus maksudkan. Mereka pikir ketika Yudas keluar meninggalkan ruangan, ia pergi membeli sesuatu untuk perayaan Paskah atau memberikan uang kepada orang miskin (Yoh. 13:21-30).
Namun ketika Yohanes melihat ke belakang dan juga oleh inspirasi Roh Kudus, ia memberitahu kita bahwa jauh di lubuk hatinya, Yudas adalah orang yang serakah dan ingin mengambil keuntungan pribadi—bahkan ia sesungguhnya adalah seorang pencuri. Yudas bahkan mencuri uang kas yang menjadi tanggung jawabnya (Yoh. 12:6). Tidaklah mengherankan jika Yudas berharap dapat menjadi bendahara pada waktu Kristus mendirikan kerajaanNya di bumi dan akhirnya menjadi seorang yang kaya.
Bunyi gemerincing dari tiga puluh keping perak itu sangat menusuk hati Yudas. Uang itu telah menjadi lambang kepedihan hatinya dan mengingatkannya pada rasa penyesalannya. Yang menarik di sini, begitu Yesus memberitahukan bahwa Dia akan disalib dan kerajaan yang dimaksudkan-Nya bukanlah kerajaan di bumi, Yudas pergi meninggalkan murid-murid lainnya dan menjual Kristus dengan upah sejumlah tiga puluh keping perak. Yudas seolah-olah berkata kepada dirinya sendiri, “Sekarang kesempatanku untuk menjadi kaya sudah lenyap, tetapi setidaknya aku bisa memperoleh tiga puluh keping perak.�
Yang jelas, jauh lebih penting bagi Yudas adalah menikmati kenyamanan dan kesejahteraan daripada menjalani kesulitan sebagai murid Kristus, suatu pencobaan yang sudah dinubuatkan Kristus akan dialami murid-murid-Nya.
Pilihan yang menurut Yudas akan memberinya kenyamanan ternyata adalah suatu sikap yang membuatnya begitu menyesal sampai-sampai ia tidak dapat mengampuni dirinya sendiri. Matius menulis, bahwa setelah Yudas 39
mengkhianati Yesus dan melihat bahwa “Yesus telah dijatuhi hukuman mati” maka hatinya dipenuhi rasa sesal (Mat. 27:3). Bunyi gemerincing dari tiga puluh keping perak itu sangat menusuk hati Yudas. Uang itu telah menjadi lambang kepedihan hatinya dan mengingatkan dirinya terhadap rasa penyesalannya. Penyesalan yang begitu dalam mendorongnya untuk kembali kepada imam-imam kepala dan melemparkan uang itu di hadapan kaki mereka. Setelah itu ia pergi dan menggantung diri. Pilihan yang kelihatannya paling mudah, wajar, menguntungkan, yang terasa benar dan tepat, ternyata pada akhirnya merupakan sikap yang membawa Yudas pada jurang keputusasaan yang dalam.
Sebagai seorang gembala gereja, saya pernah diikutsertakan dalam sejumlah panitia pembangunan gedung gereja. Berdasarkan pengalaman, saya belajar terutama untuk membiarkan panitia dekorasi melakukan apa saja yang mereka inginkan. Ini jalan yang lebih mudah. Di salah satu gereja yang saya gembalakan, saya memiliki seorang sekretaris yang lebih blak-blakan dari saya. Panitia dekorasi memutuskan untuk memakai karpet warna biru bagi seluruh ruangan kantor. Sekretaris saya tidak suka dan tidak setuju dengan hal ini. Ia bersikukuh untuk pergi menemui ketua panitia dekorasi dan menyampaikan ketidaksetujuannya. Ia pun berhasil mendapatkan keinginannya. Ruangan kantornya akan memiliki karpet warna coklat kekuning-kuningan.
Namun ketika pemasangan karpet akan dimulai, sekretaris saya mengatakan kepada saya, “Pak Pendeta, saya memutuskan untuk memakai karpet biru di ruang kerja saya.” Saya kaget sekali mendengarnya. Ia kemudian melanjutkan, “Semalam saya sadar bahwa saya terlalu memaksakan kehendak tentang karpet ini, dan setiap kali saya masuk ke ruangan, karpet itu akan mengingatkan tentang sikap keras kepala saya.”
Sikap kita terhadap suatu masalah akan membuat kita menuai penyesalan yang terekam seumur hidup dalam ingatan sebagai pengingat dari pilihan-pilihan kita yang salah atau, sebaliknya,
40
INTI PERENUNGAN Mengapa terkadang di gereja, kita mempermasalahkan hal-hal sepele? Mungkinkah kita telah menjadi begitu mementingkan diri sendiri sehingga kita bahkan tidak menyadari ancaman timbulnya penyesalan? Bagaimana kita dapat menghindari hal tersebut di antara jemaat gereja kita?
akan membuahkan kebahagiaan yang dialami karena menyadari bahwa kita telah menyikapinya dengan sikap yang sesuai dengan firman Tuhan. Walaupun masa-masa sulit itu mungkin menyakitkan, tetapi kita mendapat kesempatan berharga untuk menyadari bahwa di sepanjang kesulitan itu kita telah melakukan yang terbaik semampu kita dengan hati nurani yang murni. Apa pun hasilnya nanti, kita tidak melakukan hal-hal yang memperdalam penderitaan kita melalui pilihan-pilihan kita yang berdosa dan memilukan hati. Sikap yang membuahkan hasil adalah sikap yang telah digariskan di dalam firman Tuhan. Dalam masa-masa sulit, kita perlu berjuang melampaui berbagai perasaan dan naluri kita, nasihat dari para sahabat yang berniat baik, dan pengalaman di masa lalu untuk bertanya kepada Allah dan memahami sikap apa yang pantas menurut firman-Nya. Bayangkan ketika Anda diperhadapkan pada suatu masalah dan ditanya oleh seseorang, “Apa yang akan Anda lakukan?� Anda pun menjawab, “Saya sedang mencari tahu dari firman Tuhan untuk mengetahui sikap apa yang harus saya ambil.�
Dari situlah kita mulai menemukan jalan keluarnya.
41
Sikap Hati (Bagian Pertama) PA N D U A N PA
Baca halaman 37-41 AYAT HAFALAN Yakobus 1:2-3— “Anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, . . . ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan.”
Memahami bagaimana kita dapat belajar untuk menyikapi pencobaan hidup dengan benar.
Pendahuluan Pikirkan tentang pencobaan yang Anda hadapi barubaru ini. Apakah keadaan yang Anda hadapi dengan cara yang memuliakan Allah? Apakah keadaan yang Anda pikir seharusnya dapat ditangani dengan lebih baik? Apa perbedaannya?
Perenungan 1. Penulis menyebut sejumlah sikap yang dapat kita pilih untuk menyikapi pencobaan: sikap pasif, gentar, memendamnya, penuh keyakinan, tenang atau mengingkarinya (hlm. 37). Manakah yang cenderung menjadi sikap Anda terhadap pencobaan? 2. Apakah Anda setuju ketika dikatakan, “Menyikapi kesulitan dengan sikap yang benar selalu mengurangi rasa sesal di kemudian hari” (hlm. 38). Apa saja sikap yang dianggap benar? Apakah penyesalan yang mungkin dialami seseorang dari sikapnya yang salah? 3. Penulis berkata, “sikap yang membuahkan hasil adalah sikap yang telah digariskan di dalam firman Tuhan.” Apa tanggung jawab kita dalam hal ini? Bagaimana kita dapat meningkatkan kecakapan kita untuk menyikapi pencobaan dengan benar?
Penggalian Lebih Lanjut Referensi Yudas dan Petrus sama-sama menyangkal Yesus dalam pencobaan yang mereka hadapi. Namun, masing-masing memberikan sikap yang berbeda terhadap pencobaan itu. Yudas mengakhiri hidupnya dengan penyesalan (Mat. 27:3-5) sedangkan Petrus melanjutkan hidupnya hingga menjadi seorang penginjil besar. Apa saja yang membedakan kedua kegagalan ini? Apa yang membuat Petrus bangkit dari kegagalannya?
42
Penggalian
Baca
––
1. Apakah keputusan penting yang harus diambil Yudas? (ay.26-27). Apakah hal yang harus diperbuatnya “dengan segera”? (ay.27). Mengapa murid lain tidak mencurigai bahwa pengkhianatnya adalah Yudas? (ay.28-29).
2. Apa pentingnya pernyataan “ia kerasukan Iblis”? Apakah hal ini dapat menimpa orang Kristen?
3. Apa yang terjadi pada Yudas, setelah ia pergi, melaksanakan rencananya dan menerima upahnya? (lih. Mat. 27:1-10)? Dari kematian tragis Yudas, apa yang dapat dipelajari tentang menghadapi pencobaan dengan cara yang menyebabkan kita berpaling dari Allah dan mengalami penyesalan?
Yohanes 13:21, 25-30 21 Setelah Yesus berkata demikian Ia sangat terharu, lalu bersaksi: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya seorang di antara kamu akan menyerahkan Aku.” 25 Murid yang duduk dekat Yesus itu berpaling dan berkata kepadaNya: “Allah, siapakah itu?” 26 Jawab Yesus: “Dialah itu, yang kepadanya Aku akan memberikan roti, sesudah Aku mencelupkannya.” Sesudah berkata demikian Ia mengambil roti, mencelupkan-nya dan memberikannya kepada Yudas, anak Simon Iskariot. 27 Dan sesudah Yudas menerima roti itu, ia kerasukan Iblis. Maka Yesus berkata kepadanya: “Apa yang hendak kauperbuat, perbuat-lah dengan segera.” 28 Tetapi tidak ada seorangpun dari antara mereka yang duduk makan itu mengerti, apa maksud Yesus mengatakan itu kepada Yudas. 29 Karena Yudas memegang kas ada yang menyangka, bahwa Yesus menyuruh dia membeli apa-apa yang perlu untuk perayaan itu, atau memberi apa-apa kepada orang miskin. 30 Yudas menerima roti itu lalu segera pergi. Pada waktu itu hari sudah malam.
Waktu Berdoa > Gunakan artikel Santapan Rohani di halaman berikut sebagai panduan saat teduh dan doa berkaitan dengan topik pencobaan hidup.
Refleksi 1. Apakah Anda pernah (seperti Petrus) berada dalam keadaan yang sangat menakutkan sehingga Anda merasa sulit berkata jujur? Apa yang dapat membantu Anda untuk menghadapi pencobaan seperti itu tanpa penyesalan? 2. Pikirkan masa-masa sulit yang pernah dialami oleh orang-orang yang Anda kenal. Apa sajakah bagian firman Tuhan yang Anda ketahui (hlm. 41) yang dapat menolong mereka dalam situasi tersebut? 43
Santapan Rohani: Perenungan dan doa tentang pencobaan
Memilih untuk Bahagia
K
ebanyakan kita tidak memilih hidup penuh kesulitan, tetapi kita tidak punya pilihan lain. Namun kita dapat memilih bagaimana menyikapinya. Ada perkataan, “Kesakitan memang tak terhindarkan, tetapi kesengsaraan dapat dihindari.” Hanya saja, ketika kesulitan muncul, kesengsaraan sering kali seakan tak terhindarkan. Lloyd Ogilvie bercerita tentang seorang sahabat yang terkuras fisik dan emosinya karena tekanan yang amat berat. Ketika Ogilvie menanyakan keadaannya, ia berkata, “Bahagia bukan lagi pilihan!” Ogilvie menimpali, “Benar! Bahagia bukanlah pilihan. Kau harus mengusahakannya.”
Roma 5:1 —Sebab itu, kita yang dibenarkan karena iman, kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah oleh karena Allah kita, Yesus Kristus.
Temannya kaget dan menukas, “Koq bahagia seolaholah jadi satu tanggung jawab?” Ogilvie menjawab, “Betul!” Ia menjelaskan bahwa kita bertanggung jawab terhadap Allah, diri sendiri, dan orang lain untuk menguasai suasana hati kita dan berjuang demi mendapatkan kebahagiaan. Dalam Roma 5, Paulus memberi alasan untuk berbahagia: Kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah karena Kristus, beroleh jalan kepada kasih karunia, dan punya harapan untuk masa depan (ay.1-2). Kita punya jaminan bahwa kesengsaraan menimbulkan ketekunan, yang membuat tahan uji, dan membawa pada pengharapan (ay.3-4). Kita punya pengharapan yang tak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di hati kita (ay.5).
Pikirkanlah kebenaran ini, sehingga apa pun keadaannya, Anda dapat memilih untuk bahagia. —Joanie Yoder
44
Baca renungan Santapan Rohani hari ini di santapanrohani.org
Sikap Hati (Bagian Kedua)
Kebahagiaan dari Sikap Kita Jadi bagaimana sebaiknya kita menyikapi kesulitan? Walaupun ada sejumlah sikap tertentu yang berkaitan dengan pengampunan, belas kasihan, kemurahan hati, pengertian, keadilan dan kesabaran, ada satu perintah umum yang berlaku untuk setiap pencobaan. Menganggap setiap pencobaan yang dihadapi sebagai satu hal yang memberikan kebahagiaan adalah perintah Allah. Pada awalnya hal ini tampak tidak masuk akal, karena kesulitan tentu tidak membuat orang merasa bahagia. Bahkan, kesulitan dan perasaan bahagia adalah dua hal yang bertentangan.
Jika kita ingin menyikapi dengan benar, kita harus mengerti bahwa Yakobus 1:2 tidak memerintahkan kita untuk merasa bahagia. Kita patut bersyukur, karena tidak mungkin kita menipu perasaan kita sendiri. Perasaan merupakan suatu hasil dari keadaan, reaksi kimia tubuh, berapa lama kita tidur, apakah kita bermimpi, atau bahkan apa yang kita makan pada malam sebelumnya. Ketika saya merasa tidak enak tentang sesuatu, saya tidak punya tombol yang dapat saya tekan untuk membuat saya tiba-tiba merasa bahagia. Perasaan datang dan pergi dan sering kali dikendalikan oleh keadaan. Dan meski biasanya kita dapat mengendalikan perasaan kita, tetapi memang mustahil untuk dapat mengubah perasaan kita secara tiba-tiba.
Perasaan adalah beban yang datang bersama dengan kesulitan. Perasaan tidak dimaksudkan untuk mengatur sikap kita, karena perasaan tergantung pada keadaan. Perasaan yang kita miliki itu memang wajar dan normal.
45
Kesedihan seharusnya tidak perlu dan tidak boleh membuat kita merasa bersalah. Bahkan Yesus pun pernah menangis. Namun yang benar adalah kita tidak boleh mengizinkan perasaan kita menentukan sikap kita. Jika Anda pernah bepergian menyusuri daerah pegunungan, Anda mungkin pernah melihat ada jalur khusus bagi truk yang keluar jalur. Jalur itu ditujukan bagi para pengemudi yang rem truknya blong dan berada dalam bahaya keluar dari jalan tanpa dapat dikendalikan. Pada saat itu, truk tersebut dikendalikan oleh berat beban muatannya. Hal ini sangat berbahaya. Membiarkan perasaan mengendalikan tindakan kita itu sama seperti membiarkan beban muatan mengendalikan truk yang membawanya.
Kita dapat memilih supaya hidup kita diarahkan untuk mencapai suatu maksud yang berguna. Jika kita memahami arti kata anggaplah dalam Yakobus 1:2, jelas bahwa dalam ayat ini Yakobus berbicara tentang pilihan yang tidak berdasarkan perasaan. Kata anggaplah juga merupakan istilah akuntansi yang berarti “memperhitungkan satu hal dengan hal yang lain.� Beberapa versi Alkitab bahkan menggunakan kata perhitungkanlah. Jelas sekali kata anggaplah berkaitan dengan kegiatan yang melibatkan pemikiran, mental dan kemauan yang berlawanan dengan perasaan emosional. Jadi ayat ini menuntut bahwa jika penderitaan mengusik hidup saya, saya perlu dengan segera memperhitungkan penderitaan itu sebagai kebahagiaan yang luar biasa.
Karena dalam bahasa aslinya kata anggaplah digunakan dalam konteks akuntansi, kita dapat membayangkan bahwa pikiran kita sebagai neraca dengan kolom-kolom yang kita pakai untuk mencatat sikap kita ketika menghadapi masa sulit. Mungkin kita akan mengisi kolom mengasihani diri sendiri pada saat kita mengalami kesulitan, karena kita berpikir mengapa kesulitan ini selalu dan berulang kali terjadi. Akibatnya kita mengasihani diri sendiri dan berkubang dalam keputusasaan. Mengasihani diri sendiri adalah salah satu sikap dari pemikiran kita.
Kolom lain yang sering diisi adalah kolom menyalahkan. Kita mungkin berusaha mencari tahu siapa yang dapat disalahkan atas masalah kita (tentu saja kita tidak pernah menunjuk diri kita sendiri) dan mengisi kolom menyalahkan ini karena kita tidak ingin bertanggung jawab atas masalah yang kita hadapi.
46
Atau mungkin kita mengisi kolom balas dendam. Saya takjub membayangkan bagaimana kita dapat begitu kreatif mencari cara untuk membalas dendam terhadap orang yang telah melukai kita. Ada kolom menarik diri. Ada kolom tidak adil bagi yang menganggap hidup demikian.
Ada juga kolom kepahitan dan rasa bersalah. Namun ada juga kolom kebahagiaan. Firman Tuhan mendorong kita untuk melewati semua kolom tadi sampai kita tiba pada kolom kebahagiaan. Lalu dalam pikiran kita, kita mengisi kolom ini untuk menyatakan keyakinan kita bahwa, dalam tangan Allah, apa yang kita alami pada akhirnya akan membawa kita pada kebahagiaan.
Makna dari Sikap Kita Yakobus 1:2-5 menegaskan bahwa ini bukan tentang cara berpikir atau berpikir positif untuk lepas dari masalah. Sikap “berbahagia� ini memiliki makna sejati. Pada bagian akhir dengan jelas dikatakan bahwa jika kita menangani penderitaan dengan tepat, pada akhirnya karakter kita akan disempurnakan dan kita diperlengkapi untuk siap sepenuhnya melakukan pekerjaan baik dalam keseharian kita selanjutnya. Allah akan memakai kesulitan kita untuk membentuk karakter dan kecakapan dalam hidup kita. Inilah kebahagiaan itu.
Kita harus memperhatikan apa yang dikatakan kitab Ibrani tentang Yesus dan penderitaan-Nya: �Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada INTI PERENUNGAN Yesus . . . yang dengan mengabaikan kehinaan tekun Wajar jika Anda sulit memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi menerima penjelasan ini. Jadi pikirkanlah sungguhDia� (Ibr. 12:2). Menganggap pencobaan sebagai kebahagiaan tidak berarti kita merasa senang dengan kesulitan kita alami, melainkan kita mengerti bahwa pada akhirnya tangan Allah yang baik akan menjadikan pengalaman itu sebagai suatu hal yang patut untuk dipuji dan disyukuri. Sikap mental inilah yang akan membantu kita untuk tidak memusatkan perhatian pada penderitaan yang kita alami, tetapi pada hasil akhir yang nanti kita peroleh.
47
sungguh pelajaran ini. Rasanya berbahagia dalam pencobaan memang mustahil. Bagaimana penjelasan ini membantu Anda untuk melihat adanya kemungkinan untuk menyikapi kesulitan dengan berbahagia?
Apa yang memampukan kita untuk menyikapi dengan positif? Sikap berbahagia yang kita miliki diperkuat oleh apa yang kita tahu sebagai kebenaran di tengah kesulitan yang kita hadapi.
Yakobus 1:3 berbicara tentang dasar dari sikap berbahagia ini dengan berkata “sebab kamu tahu�. Kemampuan kita untuk menganggap pencobaan sebagai suatu kebahagiaan tergantung pada apa yang kita ketahui sebagai kebenaran yang sejati. Di tengah kesulitan, orang percaya memiliki satu keuntungan luar biasa ketika mereka bergantung pada kebenaran yang terpatri dalam pikiran mereka sebelum kesulitan itu datang.
Ada kalanya kesulitan menjerumuskan kita ke jurang keputusasaan sehingga kemampuan kita untuk belajar dari kesulitan ini hilang sama sekali. Di sinilah usaha menyimpan pengetahuan yang benar itu menjadi sangat berguna untuk menghadapi masa sulit yang tak terhindarkan dalam hidup ini.
Kita dapat meyakini bahwa rasa sakit adalah suatu proses yang mempunyai maksud.
Dapat dikatakan bahwa Perang Teluk dimenangkan karena para pilot pesawat tempur sangat terlatih sebelum mereka terjun ke medan perang. Seorang komandan menyebutkan bahwa generasi yang bertumbuh dengan bermain video games dapat mengendalikan alat canggih yang memerlukan koordinasi yang baik antara mata dan tangan serta perhitungan waktu yang tepat. Ketika konflik terjadi, mereka sudah siap dengan keahlian yang diperlukan.
Pengetahuan, baik yang dipelajari melalui kesulitan ataupun sesuatu yang dipersiapkan sebelumnya, merupakan hal berharga yang bernilai tetap di tengah perasaan dan keadaan yang selalu berubah. Ini sama seperti jangkar yang tertancap kuat di dasar laut sehingga ia dapat menahan kapal yang terpukul badai supaya tidak terombang-ambing menabrak karang.
Saya teringat tentang pertandingan final hoki es pada Olimpiade Musim Dingin tahun 1980 di Lake Placid, New York. Sebagian besar anggota tim Amerika adalah pemain amatir yang berasal dari perguruan tinggi, sementara lawannya adalah tim asal Skandinavia dan Blok Timur yang mengandalkan para pemain veteran yang telah memberikan hidup mereka kepada negara 48
untuk bertanding pada kejuaraan ini. Tim Amerika tampak tidak sebanding dengan lawan-lawannya. Dan karena kejuaraan berlangsung pada saat semangat bangsa Amerika sedang sangat goyah, tampaknya tidak ada hal yang dapat dirayakan. Meski demikian, tim Amerika tampil gigih dan memenangkan satu demi satu pertandingan. Pada hari tim itu bertanding melawan tim Rusia, saya pulang ke rumah, menyalakan televisi dan merasa takjub karena tim kami dapat mengimbangi mereka walaupun pertandingan sudah setengah jalan. Saya duduk hampir tidak bergerak dan menonton dengan cemas. Saya menahan napas setiap kali pemain Rusia memukul bola ke arah gawang dan menarik napas lega setiap kali mereka gagal membuat skor. Sungguh suatu tontonan yang sangat menegangkan bagi saya dan banyak penonton lainnya di seluruh penjuru negara kami.
Lalu, pada detik-detik terakhir, jelas bahwa tim kami akan mengalahkan tim Rusia. Kelihatannya mustahil tetapi sungguh mengagumkan. Akhirnya kami dapat merayakan sesuatu. Kami telah berhasil melakukannya.
Beberapa hari kemudian, pertandingan hoki tersebut ditayangkan ulang. Kami mengundang beberapa teman untuk menonton bersama. Saya duduk dengan segelas Pepsi di tangan dan semangkok popcorn di pangkuan. Saya menikmati setiap detik pertandingan itu dengan santai dan tenang—tidak lagi dengan perasaan tegang. Mengapa kali ini berbeda? Karena apa yang saya ketahui. Saya sudah mengetahui hasil akhirnya.
Apa yang kita tahu sebagai kebenaran, terlepas dari kesulitan yang sedang kita alami, akan menjadi dasar bagi kita untuk dapat secara tepat, sadar, yakin dan pasti mengisi kolom kebahagiaan dalam neraca pemikiran kita. Apakah hal yang dapat diketahui dan memampukan kita untuk menyikapi kesulitan dengan positif? Dalam Yakobus 1:3-4, kita dapat mengetahui “bahwa ujian terhadap iman [kita] itu menghasilkan ketekunan� dan bahwa “ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun�. Dengan kata lain, kita dapat meyakini bahwa rasa sakit adalah proses yang mempunyai maksud. Dan pengetahuan kita tentang hal ini dapat memampukan kita untuk menyikapi beragam pencobaan dengan penuh kebahagiaan. 49
Sikap Hati (Bagian Kedua) PA N D U A N PA
Baca halaman 45-49 AYAT HAFALAN Ibrani 12:2— “Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, . . . yang dengan mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia.”
Menemukan kebahagiaan sebagai hasil akhir dari pencobaan yang kita alami.
Pendahuluan Daftarkan 10 hal yang Anda alami di tahun lalu. Kelompokkan dalam kolom “Gembira,” “Sedih,” dan “Bahagia.” Apa yang Anda anggap sebagai peristiwa yang menggembirakan? Yang membahagiakan? Apa bedanya?
Perenungan
1. Yakobus 1:2 mengajar kita untuk menerima pencobaan “sebagai suatu kebahagiaan”. Apa perbedaan antara sikap tersebut dengan “perasaan bahagia”? (hlm. 45). 2. Penulis menyebutkan kata anggaplah pada ayat 2 sebagai istilah akuntansi (hlm. 46). Ia menyebut beberapa kolom neraca yang kita gunakan untuk mengelompokkan sikap kita terhadap pencobaan. Apa saja kolomnya dan apa kolom yang Anda maupun orang lain miliki? Dalam hal apa kolom kebahagiaan lebih unggul dari kolom yang lain? 3. Di halaman 47 kita membaca: “Sikap berbahagia yang kita miliki diperkuat oleh apa yang kita tahu sebagai kebenaran di tengah kesulitan yang kita hadapi.” Apa saja hal yang Anda ketahui dengan pasti—hal-hal yang membantu Anda untuk tetap memiliki sudut pandang yang benar ketika beragam kesulitan hadir dalam hidup Anda?
Penggalian Lebih Lanjut Referensi Ibrani 12 menjelaskan bahwa Yesus menjalani satu pencobaan yang luar biasa—namun Dia melakukannya “ganti sukacita” (ay.2). Renungkan perbedaan mendasar antara kesengsaraan Yesus di taman Getsemani dalam pergumulannya menuju kayu salib (Mat. 26:36-46) dengan sukacita yang dialami-Nya karena mengetahui apa yang disediakan bagi Dia melalui penderitaan-Nya (Ibr. 12:2). Ayat ini menyebut tentang “takhta Allah”. Bayangkan sukacita Yesus ketika Dia melihat dari takhta-Nya semua jiwa yang akan menjumpai-Nya karena pengorbanan-Nya itu. Diskusikanlah konsep ini. 50
Penggalian
Baca
––
1. Apakah Yakobus meminta kita untuk memperhitungkan kebahagiaan atau memperhitungkan pencobaan (ay.2)? Apa yang dimaksud dengan menganggap “sebagai suatu kebahagiaan, jika kamu jatuh ke dalam berbagaibagai pencobaan?”
2. Bagaimana pencobaan dapat menjadi “ujian terhadap imanmu”? (ay.3). Apa hasil yang Allah rindukan dari pencobaan kita? (ay.4). Bagaimana mengetahui maksud Allah dalam pencobaan dapat membantu kita menyikapinya dengan benar?
3. Jika kita mengalami kesulitan untuk mengerti bagaimana hal ini bekerja, kita dapat meminta pertolongan. Dari manakah pertolongan itu berasal? (ay.5-6). Apa yang dapat kita pelajari tentang Allah dari seluruh proses menyikapi pencobaan ini?
Yakobus 1:2-6 2 Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan 3 sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. 4 Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun. 5 Tetapi apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat, hendaklah ia memintakannya kepada Allah,—yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkitbangkit—,maka hal itu akan diberikan kepadanya. 6 Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang, sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin.
Waktu Berdoa > Gunakan artikel Santapan Rohani di halaman berikut sebagai panduan saat teduh dan doa berkaitan dengan topik pencobaan hidup.
Refleksi 1. Ketika kita mulai letih dan patah semangat karena pencobaan yang kita alami, Ibrani 12:3 mengajar kita untuk mengingat tentang Yesus. Bagaimana sukacita Yesus dapat membantu kita untuk mengisi kolom kebahagiaan? (hlm. 47). 2. Tulislah semua pencobaan yang sedang Anda hadapi sekarang. Bersyukurlah kepada Allah untuk setiap pencobaan. Kemudian serahkanlah semuanya itu kepada Allah.
51
Santapan Rohani: Perenungan dan doa tentang pencobaan
Terapi Alkitabiah
S
aya tidak pernah lupa suatu waktu semasa kuliah, setelah menyelesaikan karya tulis yang harus diserahkan keesokan harinya, saya mendengar kegaduhan di kamar lain. Seorang rekan sedang panik dan mengacak-acak barang di kamarnya untuk mencari karya tulisnya. Karena frustrasi, ia pun meninju lemari dan berteriak, “Terima kasih, Tuhan. Kau buat hidupku jadi olok-olokan orang!”
Teologinya tidak salah—setidaknya ia tahu Allah yang memegang kendali—tetapi sikapnya itu salah besar. Ketika marah kepada Allah karena hidup tidak berjalan sesuai harapan, kita butuh terapi alkitabiah. Ini program 2 langkah yang menciptakan sikap positif terhadap penderitaan dengan cara yang memuliakan Allah.
Yakobus 1:2 —Saudarasaudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagaibagai pencobaan.
Langkah Pertama: Pikirkan bahwa kesulitan bukan saja tidak terhindarkan, tetapi juga tidak pandang bulu. Kesulitan bisa jadi besar atau kecil, ringan atau berat. “Berbagai-bagai pencobaan” (Yak. 1:2) mempengaruhi kesehatan, karir, dan hubungan kita. Ketika kita memahami kenyataan ini, kita dapat mulai menghargai nilai penting dari kesulitan tersebut dalam hidup kita. Langkah Kedua: Ubahlah sikap perlawanan dan kebencian menjadi kesediaan untuk menerima dan bersukacita. “Anggaplah sebagai suatu kebahagiaan” (ay.2). Kita berbahagia bukan karena kita menderita, tetapi karena kita tahu Allah memakai penderitaan untuk —Joe Stowell memurnikan dan memulihkan kita. 52
Baca renungan Santapan Rohani hari ini di santapanrohani.org
Refleksi
53
ANDA DAPAT MEMBERI DAMPAK YANG BERARTI! Materi kami tidak dikenakan biaya. Pelayanan kami didukung oleh persembahan kasih dari para pembaca kami. Jika Anda ingin mendukung pelayanan kami, Anda dapat mengirimkan persembahan kasih melalui rekening “Yayasan ODB Indonesia� BCA Green Garden A/C 253-300-2510 BNI Daan Mogot A/C 0000-570-195 Mandiri Taman Semanan A/C 118-000-6070-162 QR Code Standar Pembayaran Nasional
Scan QR code ini untuk donasi dengan aplikasi e-wallet berikut:
Yayasan ODB Indonesia Silakan konfirmasi persembahan kasih Anda melalui nomor kontak kami di halaman belakang buku ini.
Ingin lebih mengenal Tuhan? Bacalah firman-Nya dengan bantuan renungan Santapan Rohani Pilihlah media yang sesuai untuk Anda.
CETAK
APLIKASI
Menerima edisi cetak secara triwulan.
Menerima e-mail secara harian.
Our Daily Bread/ Santapan Rohani di Android & iOS.
HUBUNGI KAMI:
+62 21 2902 8950 +62 815 8611 1002 +62 878 7878 9978 Santapan.Rohani indonesia@odb.org santapanrohani.org ourdailybread.org/locations/ Materi kami tidak dikenakan biaya. Pelayanan kami didukung oleh persembahan kasih dari para pembaca kami.
Saat Segalanya Semakin Sulit
Saat
5 bahan PA kelompok atau PA pribadi Dalam hidup kita sehari-hari di masa kini, lebih daripada masa-masa sebelumnya, segalanya terasa semakin sulit. Dalam dunia ini, kita diperhadapkan dengan beragam dilema terkait soal-soal iman, lingkungan, moral, dan keuangan. Apakah yang harus dilakukan oleh orang percaya dalam menghadapi masa-masa sulit seperti ini?
SEGALANYA Semakin SULIT
Dalam kutipan dari bukunya The Upside Of Down ini, Joe Stowell menunjukkan bagaimana kita dapat menemukan harapan dan sukacita di tengah pencobaan hidup yang kita alami. Pertama, Joe membukakan arti dari Yakobus 1:2, yang mengatakan bahwa kita akan “jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan,” dengan menjelaskan tujuh jenis pencobaan yang akan kita hadapi. Kemudian ia membahas perintah Yakobus untuk “menganggapnya sebagai suatu kebahagiaan” ketika kita berjalan melalui berbagai pencobaan tersebut. Akhirnya, Joe menolong kita melihat bagaimana hal tersebut bisa kita alami.
Joe Stowell 5 bahan PA kelompok atau PA pribadi
Meraih Harapan dan Sukacita di Tengah Pencobaan
Bahan Pemahaman Alkitab (PA) ini memberi kita wawasan dan hikmat yang dimiliki oleh Joe Stowell sebagai hasil dari pengalamannya bertahuntahun menolong banyak orang untuk menemukan kekuatan dalam perjalanan hidup mereka. Pertanyaan-pertanyaan tajam bagi pembelajaran oleh kelompok maupun pribadi yang terdapat di dalam buku ini akan memandu Anda untuk memahami setiap kebenaran yang disampaikan sekaligus memberi saran bagi penerapannya dalam kehidupan Anda.
HM612 I S B N 978-1-57293-627-0
Diterbitkan dan didistribusikan oleh PT Duta Harapan Dunia www.dhdindonesia.com
Seri Hikmat Ilahi 9
781572 936270
Dari penerbit OUR DAILY BREAD