Ketika Allah Seakan Membisu

Page 1

Allah Layak DIPERCAYA! Jika Anda bergumul dengan perasaan ragu dan kecewa kepada Allah, Mazmur 77 bisa menjadi jawaban bagi Anda. Awalnya Asaf sang pemazmur merasa hampir putus asa, tetapi kemudian ia menerima konfirmasi tegas atas imannya ketika ia mengubah sudut pandangnya. Allah merancang doa sebagai sarana membangun keintiman antara Dia dan kita. Ketika kita mengalihkan pandangan dari diri dan keadaan kita, lalu memandang kepada Allah, segalanya pun berubah. Buklet ini membawa Anda menapaki mazmur Asaf sembari mengingat perbuatan Allah yang besar dan ajaib sehingga Anda kembali meyakini betapa Dia layak untuk dipercayai.

KETIKA ALLAH

seakan

MEMBISU Mazmur 77

Ray C. Stedman adalah salah seorang gembala, pengkhotbah, dan pemimpin rohani besar di abad ke-20. Setelah lulus dari Dallas Theological Seminary, beliau menggembalakan jemaat Peninsula Bible Church di Palo Alto, California, selama 40 tahun. Stedman telah mengabadikan berbagai pengalaman hidup pengikut Kristus ke dalam lebih dari 20 buku yang ditulisnya dan memberikan pengaruh yang luar biasa bagi gereja di abad ke-20.

Diterbitkan dan didistribusikan oleh PT. Duta Harapan Dunia www.dhdindonesia.com

QT355

Ray Stedman



pengantar

Ketika Allah Seakan Membisu (Mazmur 77)

M

ungkinkah kita telah disesatkan oleh pemikiran bahwa kita dapat menyelesaikan masalah yang kita hadapi dengan berdoa? Mungkinkah ada yang lebih penting daripada terus menggedor pintu surga ketika Allah seakan terus membisu terhadap beragam permohonan kita?

Dalam saduran dari buku Psalms: Folk Songs of Faith ini, Ray Stedman menunjukkan bahwa berdoa mungkin bukanlah hal pertama yang harus dilakukan 1


ketika kita berada dalam kesulitan. Hamba Tuhan yang sarat pengalaman ini bahkan mengakui bahwa bisa jadi berdoa justru lebih sering tidak akan memberi kita damai sejahtera ataupun jawaban yang kita cari. Jadi apa yang harus kita perbuat ketika kita tak tahu ke mana lagi harus berharap? Halaman demi halaman berikut ini akan menunjukkan kepada kita bagaimana caranya memperbarui kekuatan kita ketika apa yang kita rasakan hanyalah kelemahan dan ketakutan diri kita sendiri. Mart DeHaan

2

KETIKA ALLAH SEAKAN MEMBISU


daftar isi satu

Saat Keraguan Menerpa (Mazmur 77:1-14) . . . . . ������ 4 dua

Melewati Air yang Dalam (Mazmur 77:14-21) . . . . . . . . 24

EDITOR KEPALA: David Sper GAMBAR SAMPUL: iStockphoto PERANCANG SAMPUL: Mary Chang PERANCANG INTERIOR: Mary Chang PENERJEMAH: F. X. Kurniawan EDITOR TERJEMAHAN: Dwiyanto, Natalia Endah, Bungaran GAMBAR ISI: iStockphoto (hlm.1); Pixabay.com (hlm.4,24). Kutipan ayat diambil dari teks Alkitab Terjemahan Baru Indonesia, LAI © 1974 © 2012 Our Daily Bread Ministries, Grand Rapids, MI Hak Cipta dilindungi Undang-Undang. Cetakan kedua. Dicetak di Indonesia. Indonesian Discovery Series “When God Isn’t Answering Your Prayer (Psalm 77)”


satu

Saat Keraguan Menerpa

(Mazmur 77:1-14)

S

eseorang pernah berkata, “Tahukah Anda, Anda sedang bergumul dengan keraguan ketika berdoa seperti ini: ‘Ya Allah (jika Allah memang ada), selamatkanlah jiwaku (jika aku memang punya jiwa), agar aku bisa masuk surga ketika aku mati (jika surga memang ada).’” Kita mungkin menganggap doa seperti ini mainmain belaka, tetapi ketika waktu menunjukkan pukul 3 pagi dan kita sulit untuk memejamkan mata, keraguan bukanlah sesuatu yang main-main. Keraguan terasa menyakitkan dan mengusik jiwa. Keraguan merampas sukacita dan damai sejahtera kita. Keraguan menciptakan jarak dalam hubungan kita dengan Allah. 4


Terkadang keraguan timbul dari perasaan kita. Ketika dokter menyatakan kita mengidap kanker, ketika kita kehilangan seseorang yang kita cintai, atau ketika hati kita sedang remuk, terkadang kita bertanya kepada Allah, “Mengapa? Engkau bisa saja mencegah agar hal ini tak terjadi, tetapi Engkau tak melakukannya! Jika Engkau Mahakuasa dan Mahakasih, mengapa Engkau izinkan hal ini terjadi?� Pada saat-saat seperti itu, mungkin kita merasa kecewa terhadap Tuhan. Perasaan kita yang terluka akan memicu bangkitnya keraguan. Di lain waktu, keraguan bisa timbul dari pertanyaan intelektual. Pengajar Alkitab G. Campbell Morgan (1863– 1945) menyampaikan khotbah pertamanya ketika berusia 13 tahun. Walaupun tidak pernah menjalani pelatihan formal, ia punya komitmen besar dalam mempelajari Alkitab. Bahkan ketika usianya masih remaja, ia sudah banyak diminta untuk mengajar Alkitab. Namun pada usia 19 tahun, ia mengalami suatu keraguan besar yang hampir menyebabkannya mundur dari pelayanan. Morgan mulai membaca karya sejumlah ilmuwan dan penganut paham agnostik, seperti Thomas Huxley dan Herbert Spencer, dan beberapa argumen mereka yang menolak keberadaan Allah mulai terlihat masuk akal baginya. Ketika keraguannya semakin dalam, ia membatalkan semua jadwal khotbahnya dan mengurung diri di dalam kamar dengan Alkitabnya. Selama berhari-hari ia tidak melakukan apa pun selain membaca seluruh Alkitab dari awal sampai akhir. Ia berkata kepada dirinya sendiri, “Jika Alkitab sungguh

Saat Keraguan Menerpa

5


adalah firman Allah, dan jika aku membacanya dengan pikiran terbuka, cukuplah itu untuk memberi keyakinan bagi jiwaku.” Beberapa hari kemudian, Morgan meninggalkan kamarnya dan berseru, “Alkitab telah meyakinkanku!” Ia kembali aktif dalam pelayanan khotbahnya, dipenuhi dengan keyakinan akan realitas Allah dalam hidupnya dan keandalan dari firman Allah. Orang-orang yang mendengarnya berkhotbah berkata bahwa Morgan berbicara dengan suatu kuasa dan keyakinan yang baru. Mazmur 77 ditulis untuk menolong orang-orang yang sedang bergumul dengan keraguan. Mazmur ini berkisah tentang seseorang yang hampir putus asa karena Allah tampaknya menolak untuk menjawab doa-doanya. Mazmur ini menunjukkan bagaimana kita sebagai orang percaya— dan juga terkadang sebagai orang yang ragu-ragu—bisa beralih dari keputusasaan kepada suatu ketangguhan iman di dalam Allah.

Masalah yang Menyulitkan, Keraguan yang Membingungkan Mazmur 77 dibuka dengan suatu seruan penderitaan. Pemazmur Asaf menulis: Aku mau berseru-seru dengan nyaring kepada Allah, dengan nyaring kepada Allah, supaya Ia mendengarkan aku. Pada hari kesusahanku aku mencari Tuhan; malam-malam tanganku terulur dan tidak menjadi lesu, jiwaku enggan dihiburkan. Apabila aku mengingat Allah, maka aku 6

KETIKA ALLAH SEAKAN MEMBISU


mengerang, apabila aku merenung, makin lemah lesulah semangatku. Sela (AY.2-4) . A saf tidak memberi tahu kita apa yang dideritanya. Mungkin saja ia menderita karena suatu kehilangan yang menyedihkan dalam hidupnya, suatu penyakit yang parah, pemberontakan putra atau putrinya, atau pengkhianatan seorang teman. Kita tidak tahu sumber penderitaannya, tetapi kita tahu perasaannya yang sedang kacau. Ia telah berseru kepada Allah, dan semangat dirinya telah layu. Ia merasa remuk redam oleh perasaan sedih dan kecewa. Meski pemazmur mencoba untuk berfokus pada kebaikan Tuhan, jiwanya menolak untuk dihibur. Ia tidak bisa mengalihkan perhatiannya dari penderitaan itu. Penulis melanjutkan: “Engkau membuat mataku tetap terbuka; aku gelisah, sehingga tidak dapat berkata-kata� (AY.5). Ia mencoba untuk tidur, tetapi matanya tidak mau terpejam. Perasaannya begitu berkecamuk, hingga ia bahkan tidak bisa menjelaskan masalahnya kepada orang lain. Pemazmur Asaf membahas penderitaan manusia dengan sejujur-jujurnya. Ia mengungkapkan segala sesuatu yang dirasakannya dan tidak ada yang disembunyikannya. Terkadang kita sebagai umat Allah tidak suka mengakui bahwa penderitaan dan keraguan yang mendalam seperti ini adalah pengalaman iman yang wajar. Akan tetapi semua itu memang wajar! Keraguan adalah bagian yang wajar dari kehidupan Kristen. Sebagian dari proses pertumbuhan dan kematangan kita sebagai orang Kristen dijalani dengan belajar bertahan dalam

Saat Keraguan Menerpa

7


menghadapi berbagai keraguan kita agar kemudian Allah dapat membawa kita kepada suatu iman yang tak tergoyahkan. Banyak orang Kristen berpikir, “Karena aku sudah menjadi orang percaya, imanku akan dapat menjawab setiap masalah dan setiap keraguan.” Namun kitab Mazmur memberi bukti yang sebaliknya. Hidup ini penuh dengan masalah dan keraguan, dan tak seorang pun yang lebih memahami hal ini daripada Yesus sendiri. Pikirkanlah penderitaan-Nya di taman Getsemani. Di sana kita melihat Dia bimbang dan bersusah hati oleh apa yang akan dihadapi-Nya. Dia berseru kepada Bapa dengan kata-kata yang kurang lebih berarti demikian, “Aku tak mengerti apa yang sedang terjadi. Jikalau mungkin, biarlah kengerian ini, cawan yang mengerikan ini, berlalu dari-Ku. Namun demikian, biarlah bukan kehendak-Ku melainkan kehendak-Mulah yang terjadi” (LIH. LUK. 22:42). Kemudian, di atas kayu salib, Dia dibiarkan bertanya-tanya, “AllahKu, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (MAT. 27:46). Jika Yesus mengalami pergumulan batin yang begitu dalam mengenai kehendak Allah bagi hidup-Nya, tentulah Dia memahami betapa besarnya kebingungan yang sering kita alami. Dalam 2 Korintus 4:8, Rasul Paulus berbicara tentang kondisinya yang tertindas dan kebingungan, jadi kita tidak perlu merasa bahwa kita tidak beriman jika mengalami pergumulan yang serupa dalam hidup kita. Bahkan, membayangkan suatu kehidupan iman yang dapat dijalani tanpa perlu melalui pencobaan yang berupa penderitaan 8

KETIKA ALLAH SEAKAN MEMBISU


dan keraguan adalah suatu pemikiran yang dangkal dan tidak realistis. Sepanjang sejarah, kehidupan umat Allah dipenuhi dengan catatan panjang akan tragedi, bencana, masalah, penderitaan, bahkan keraguan. Namun puji Tuhan, kisahnya tidak berakhir di situ! Pemazmur menyebutkan dua hal yang dilakukannya untuk menanggapi pencobaan yang berupa penderitaan dan keraguan: Ia berdoa, dan merenungkan tentang Allah. Jelaslah bahwa pemazmur bukanlah seorang pemula dalam hal iman. Ia tahu bagaimana menghampiri Allah di tengah masa-masa penderitaan, dan ia melakukannya dengan berdoa dan merenung. Meski demikian, penderitaannya tidak berkurang juga. Bahkan, rasa sakit dari penderitaannya diperburuk oleh sikap Allah yang seakan-akan lalai dalam menjawab doanya. Untuk bertahan dalam penderitaan saja sudah sangat berat, tetapi kemungkinan bahwa iman kita akan gugur di bawah tekanan itulah yang sebenarnya membebani kita. Jika hal itu terjadi, kita tidak hanya kalah dalam pertempuran ini, tetapi kita mengalami kekalahan dalam seluruh peperangan kita, karena iman dalam Tuhanlah yang membuat kita sanggup menjalani hidup ini. Setiap kali kita berada dalam penderitaan, kita pun tergoda untuk meninggalkan iman kita. Inilah godaan yang dihadapi pemazmur. Ia telah mencoba untuk berdoa, tetapi tampaknya tidak berhasil. Ia telah mencoba merenungkan firman Allah, tetapi tetap juga merasa hampa. Mengapa demikian? Karena ia mengandalkan doa dan perenungan itu hanya sebagai

Saat Keraguan Menerpa

9


teknik—dan masalah-masalah yang dihadapinya tidak bisa diselesaikan dengan teknik.

Kesimpulan yang Mengenaskan Mazmur ini menyingkapkan dangkalnya nasihat yang dengan fasihnya sering kita berikan kepada saudara seiman kita di tengah masa pencobaan dan keputusasaan yang mereka alami. Kita melihat orang yang hatinya tercabik-cabik, dan apa tanggapan kita? “Doakan saja,” kata kita, “dan renungkan firman Tuhan.” Saya tidak mengatakan bahwa nasihat tersebut salah. Saya mengatakan bahwa nasihat tersebut tidak sepenuhnya bermanfaat. Doa (seperti yang akan kita lihat nanti dalam mazmur ini) bukanlah hal pertama yang harus dilakukan ketika Anda sedang berada dalam kesulitan. Apakah pernyataan ini mengejutkan Anda? Apakah ini terdengar seperti hujatan? Namun Mazmur 77 meyakinkan kita bahwa memang begitulah keadaannya. Ketika kita menderita, ada sesuatu yang harus kita lakukan sebelum kita berdoa. Apakah itu? Masalah yang diungkapkan oleh penulis mazmur ini merupakan masalah yang umum: Ia berpikir bahwa doa akan memecahkan masalah yang dihadapinya. Ia menggunakan doa sebagai suatu teknik pemecahan masalah. Padahal doa tidak pernah dirancang untuk tujuan tersebut. Allah merancang doa sebagai suatu sarana yang mendekatkan Dia dengan kita. Kita membuat kesalahan besar ketika kita merendahkan doa menjadi sekadar suatu teknik. 10

KETIKA ALLAH SEAKAN MEMBISU


Ketika kita menasihati seorang saudara seiman yang berada dalam kesusahan dengan berkata “doakan saja” dan kemudian orang tersebut telah berdoa tetapi tidak menerima Allah merancang jawaban dari Allah, sebetulnya kita doa sebagai tidak membantunya sama sekali. suatu Pada akhirnya orang tersebut akan sarana yang semakin berkecil hati, merasa mendekatkan gagal dan lebih tergoda untuk berpaling dari iman Kristen, sambil Dia dengan kita. berpikir, “Beriman ternyata tidak Kita membuat ada pengaruhnya. Allah tidak kesalahan besar menanggapi doaku.” Tidak cukup ketika kita bagi kita untuk sekadar “melewati merendahkan saja” masa-masa penuh keraguan doa menjadi itu. Justru inilah saat-saat yang sekadar suatu tepat bagi Allah untuk membantu teknik. kita bertumbuh semakin kuat di dalam Dia. Dia memperkenankan beragam pengalaman menyakitkan ini terjadi dalam hidup kita karena semua itu dimaksudkan untuk mengajarkan sesuatu kepada kita. Jika kita tidak menemukan solusi dari Allah bagi keraguan yang mencobai kita, iman kita mungkin tidak tahan uji. Pemazmur dalam Mazmur 77 sudah berada pada ambang kejatuhan iman. Dengan harapan yang tipis untuk menopang imannya yang melemah, pemazmur mencoba cara yang mungkin disarankan oleh teman atau penasihat

Saat Keraguan Menerpa

11


yang beritikad baik. Ia merenungkan tentang masa lalu: Aku memikir-mikir hari-hari zaman purbakala, tahun-tahun zaman dahulu aku ingat. Aku sebut-sebut pada waktu malam dalam hatiku, aku merenung (AY.6-7) . Dengan kata lain, “Aku sedang mencari jawaban, maka aku melihat kembali ke masa lalu. Aku teringat saat-saat ketika aku sedang gelisah di malam hari dan tak bisa tidur, tetapi kemudian Tuhan menaruh nyanyian dalam hatiku. Aku merenung, dan jiwaku bertanya-tanya dan memikirkan masa yang telah lalu.� Pemazmur teringat akan berkat dan kebaikan Tuhan di masa lalu. Ia teringat akan nyanyian dan mazmur yang telah diberikan Allah untuk dinyanyikannya pada malam-malam sebelumnya yang penuh dengan kesakitan dan penderitaan. Apakah mengingat masa lalu tersebut membantu Pemazmur? Tidak. Bahkan ketika ia mengingat hari demi hari yang telah lalu dan lagu demi lagu pada malam hari itu, jiwanya terus-menerus mendesak, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, dan diliputi keraguan. Bahkan, keraguan terus menyerangnya dari segala arah. Jika diperhatikan, berbagai keraguan ini berujung pada pertanyaan yang sama: “Mengapa Tuhan tak menjawab aku?� Serentetan pertanyaan ini menyeretnya pada keputusasaan yang dalam pada beberapa ayat berikutnya: Untuk selamanyakah Tuhan menolak dan tidak kembali bermurah hati lagi? Sudah lenyapkah untuk seterusnya kasih setia-Nya, telah berakhirkah janji itu berlaku turun-temurun? 12

KETIKA ALLAH SEAKAN MEMBISU


Sudah lupakah Allah menaruh kasihan, atau ditutup-Nyakah rahmat-Nya karena murka-Nya? Sela (AY.8-10) . Ini semua merupakan pertanyaan yang logis: “Jika Allah telah memberkatiku di masa lalu, mengapa sekarang Dia tak memberkatiku lagi? Mengapa sepertinya aku dilupakan dan diabaikan? Apakah belas kasihan-Nya telah berakhir? Apakah Dia marah kepadaku?” A khirnya pemazmur tiba pada kesimpulan mengerikan yang telah diambilnya. Inilah kesimpulan yang jujur tetapi menyakitkan. Alkitab mencatat ayat 11 demikian: “Maka kataku: ‘Inilah yang menikam hatiku, bahwa tangan kanan Yang Mahatinggi berubah.’” Dengan kata lain, “Aku telah menganalisa keadaanku. Aku sudah berdoa sepanjang malam. Dulu, Allah menjawab doaku, tetapi kali ini Dia tidak menolongku. Aku telah menyelidiki hatiku, dan aku tak bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ada. Kesimpulannya cuma satu: Aku mempunyai pemikiran masa lalu yang salah tentang Allah. Aku pikir Allah tidak akan berubah, dan Dia akan selalu menjawab setiap kali aku datang kepadaNya, tetapi ternyata Dia tidak seperti itu. Jadi akhirnya aku terpaksa menyimpulkan bahwa Allah telah berubah. Aku tak bisa mengandalkan-Nya, dan itu kesimpulan yang paling mengenaskan.” Orang ini sedang menghadapi kejatuhan iman. Ia melihat kemungkinan ini sebagai suatu tragedi yang sedang berlangsung. Semua yang dulu menopang dirinya, semua yang dulu menghiburnya, sekarang runtuh di

Saat Keraguan Menerpa

13


bawah telapak kakinya. Apa yang bisa dilakukannya? Bagaimana ia bisa dibebaskan dari krisis keraguannya?

Pemikiran yang Tak Terbayangkan Mazmur 77 tiba-tiba berbalik arah pada ayat 12. Asaf menulis: Aku hendak mengingat perbuatan-perbuatan Tuhan, ya, aku hendak mengingat keajaiban-keajaiban-Mu dari zaman purbakala. Aku hendak menyebut-nyebut segala pekerjaan-Mu, dan merenungkan perbuatan-perbuatan-Mu (AY.12-13) . Pemazmur telah menjalani pemikiran ulang besarbesaran terhadap krisis keraguannya. Ia menyuarakan rasa percaya diri dan damai sejahtera yang baru, dan ini dinyatakannya kepada Allah dalam doa. Apa yang berubah? Apa yang terjadi di antara ayat 11 dan 12 yang menggerakkan pemazmur berbalik dari keraguan kepada iman? Hanya ini: Tiba-tiba ia menyadari ke arah mana ia dibawa oleh pemikirannya itu! Pemazmur telah tiba pada ambang ketidakpercayaan. Ia telah menyimpulkan bahwa Allah bisa berubah, dan langkah berikutnya dalam pemikirannya adalah mempercayai sesuatu yang mengerikan, sesuatu yang tak terbayangkan, yakni: sesungguhnya Allah itu bukan Allah. Lagipula, jika Allah bisa berubah, Dia tak lebih dari suatu makhluk seperti manusia dengan kekuatan ilahi. Karakter Allah yang setia dan tidak berubah itu amat penting bagi pemahaman pemazmur mengenai siapa Allah itu. Jika Allah dapat berubah, jika Dia dapat bersikap tidak mengasihi 14

KETIKA ALLAH SEAKAN MEMBISU


dan tidak adil, sesungguhnya Allah itu bukanlah Allah. Itulah tepi jurang tempat pemazmur berdiri dalam ayat 11. Satu langkah lagi, dan ia akan melewati tepi jurang dan terjerumus masuk ke dalam jurang ketidakpercayaan. Ketika ia menyadari ke arah mana pemikiran itu membawanya, pemazmur menarik kembali dirinya dari tepi jurang. Di ayat 12 kita melihat ia bergerak ke arah yang sama sekali berbeda. Pemazmur mengerti bahwa salah satu kebenaran yang paling mendasar dari firman Allah adalah bahwa Allah tidak dapat berubah. Seperti yang dikatakan Yakobus dalam kitabnya di Perjanjian Baru, Dia sungguh Allah adalah “Bapa segala terang; andal dan dapat pada-Nya tidak ada perubahan atau diandalkan. bayangan karena pertukaran� (1:17). Kasih-Nya bagi Secara mutlak, Dia sungguh andal kita tidak pernah dan dapat diandalkan. Kasih-Nya berubah. Belas bagi kita tidak pernah berubah. kasihan-Nya Belas kasihan-Nya bagi kita tidak bagi kita tidak pernah berubah. Kebenaranpernah berubah. kebenaran ini mendasari konsep Kebenaranalkitabiah tentang Allah. kebenaran ini Sangatlah penting untuk mendasari memahami bahwa keraguan konsep pemazmur masih belum terjawab alkitabiah pada titik ini. Keputusan yang diambilnya untuk mempercayai tentang Allah. Allah bukanlah keputusan yang

Saat Keraguan Menerpa

15


berdasarkan perasaan ataupun akalnya. Ini merupakan suatu tekad yang sepenuhnya ia buat menurut kehendaknya sendiri. Ia menghendaki untuk mundur dari tepi jurang ketidakpercayaan, dan pilihan itu telah menyelamatkannya. Ini hal yang baik untuk dilakukan ketika Anda bergumul dengan keraguan. Lihatlah ke ujung jalan tempat Anda sedang berada. Lihatlah ke arah mana Anda sedang melangkah. Ketika melihat ujung dari jalan yang sedang Anda tempuh, Anda mungkin akan merasa ngeri. Namun ketika Anda melihat dengan jeli, itu akan memaksa Anda untuk melanjutkan langkah dengan hatihati. Yang dipertaruhkan di sini kurang-lebih adalah pemahaman dasar Anda tentang Allah dan makna hidup Anda. Kesimpulan yang Anda buat akan mempengaruhi setiap aspek dari kehidupan Anda. Jadi lihatlah dengan baik, seksama, dan jujur. Jangan takut menghadapi keraguan Anda apa adanya. Alkitab itu benar, Allah itu hidup, dan iman Kristen cukup kuat untuk bertahan terhadap setiap pertanyaan jujur yang Anda utarakan. Jika Anda mempelajari Alkitab, saya percaya Anda akan tiba pada kesimpulan yang sama dengan yang dimiliki Rasul Petrus. Dalam Yohanes 6, Yesus mengucapkan sejumlah pernyataan yang sarat persyaratan kepada para murid-Nya. Pada saat itu banyak dari mereka yang berbalik dan meninggalkan Dia. Ketika melihat orang banyak meninggalkan-Nya, Yesus berpaling kepada kedua belas rasul dan berkata, “Apakah kamu tidak mau pergi juga?� Dan Petrus menjawab: “Tuhan, kepada siapakah kami akan 16

KETIKA ALLAH SEAKAN MEMBISU


pergi? Perkataan-Mu adalah perkataan hidup yang kekal” (YOH. 6:67-68). Dengan kata lain ia berkata, “Tuhan, hal-hal yang telah Engkau katakan begitu mengusik kami, dan kami tidak mudah memahami itu semua. Kami mengira telah memahami Engkau, tetapi kemudian Engkau mengucapkan pernyataan yang mengguncang dan membingungkan kami. Namun kami sudah menyelidiki pilihan yang kami punya, dan kami bertanya pada diri kami sendiri, ‘Siapa lagi yang dapat mengucapkan kebenaran seperti yang Engkau lakukan? Ke mana lagi kami dapat pergi?’ Kami sudah memutuskan untuk mengikut-Mu, karena Engkau mengucapkan perkataan yang memimpin pada hidup kekal.” Demikian juga yang terjadi pada pemazmur. Keraguannya mendesaknya untuk memikirkan halhal yang tak terpikirkan sebelumnya. Ia berdiri di tepi jurang ketidakpercayaan dan menatap jauh ke dalam jurang, lalu ia mengambil tekad di dalam pikirannya dan kehendaknya untuk terus mempercayai bahwa Allah memang adalah Allah.

Tempat untuk Memulai Lalu bagaimana dengan keraguan pemazmur yang belum dituntaskan? Kita tidak dapat menjalani hidup dalam suasana ketegangan antara iman dan keraguan. Pada akhirnya kita harus memilih salah satu. Ketika ragu, kita perlu bertindak untuk mengatasi keraguan tersebut. Jika gagal menjawab pertanyaan iman kita dan kita berusaha

Saat Keraguan Menerpa

17


hidup dengan diliputi keraguan yang tidak tertuntaskan, segala keraguan itu akan menyeret kita sampai akhirnya kita jatuh ke dalam jurang ketidakpercayaan dan menjadi musuh iman. Bagaimana pemazmur menghindari akhir yang mengenaskan itu? Ia memulai dengan merenungkan Allah. Mari kita melihat kembali dua ayat ini: Aku hendak mengingat perbuatan-perbuatan Tuhan, ya, aku hendak mengingat keajaiban-keajaiban-Mu dari zaman purbakala. Aku hendak menyebut-nyebut segala pekerjaan-Mu, dan merenungkan perbuatan-perbuatan-Mu (AY.12-13) . Perhatikan bahwa pemazmur memulai dengan mengatakan, “Aku hendak.� Dua kata tersebut menunjukkan kepada kita bahwa ia telah mengambil keputusan untuk bertindak. Ia telah memilih untuk berhenti menjadi korban perasaannya. Sekarang ia melibatkan pikiran dan kehendaknya. Hidupnya tidak lagi dikendalikan oleh hatinya melainkan oleh pikirannya. Pada saat pemazmur membuat keputusan inilah, ia berhenti memusatkan perhatian pada diri dan keadaannya, dan mulai berfokus kepada Allah. A nda ingat bahwa sebelumnya (di hlm.10) saya berkata bahwa doa bukanlah hal pertama yang harus dilakukan ketika Anda berada dalam kesulitan. Apakah ini mengejutkan Anda? Saya yakin Anda ingin tahu apa yang harus kita lakukan sebelum kita berdoa. Inilah jawabannya: Sebelum Anda berdoa, renungkanlah tentang Allah. Sebelum Anda berdoa, pastikan Anda mengerti 18

KETIKA ALLAH SEAKAN MEMBISU


siapa itu Allah. Pusatkanlah perhatian Anda kepada Allah itu sendiri sebelum Anda berfokus pada permohonan, penderitaan, kebutuhan, dan perasaan Anda melalui doa. K ita cenderung untuk berdoa terlebih dahulu, baru kemudian merenung (belum tentu juga kita merenung). Jika kita berdoa sebelum merenung, kita mendoakan masalah, penderitaan, kecemasan, dan kekhawatiran kita. Jika kita berdoa sebelum merenung, kita menempatkan diri sendiri sebagai pusat dari doa-doa kita: “Aku sedang ada dalam masalah! Aku menderita! Aku tertekan! Aku perlu Engkau untuk menyelamatkanku dari masalahmasalahku, Tuhan!� K ita perlu belajar untuk menempatkan Allah sebagai pusat dari doa-doa kita. Kita perlu merenungkan firman Allah yang berbicara tentang Allah kepada kita. Kita perlu merenungkan sifat Allah, pribadi Allah, keajaiban Allah, karya Allah dalam sejarah umat manusia dan dalam kehidupan kita sendiri. Barulah ketika berdoa, kita dapat menempatkan Allah, dan bukan diri kita sendiri, sebagai pusat dari doa-doa kita. “Allah, Engkaulah Tuhan atas hidup dan masalahku. Engkau kudus dan pengasih. Engkau tak berubah dan dapat diandalkan. Engkau sajalah yang kuinginkan dan kubutuhkan dalam hidup.� Dapatkah Anda melihat bahwa merenungkan tentang Allah sepenuhnya mengubah cara kita berdoa? Dapatkah Anda melihat bagaimana ini mengalihkan fokus kita dari diri, masalah, dan perasaan kita sendiri? Dapatkah Anda melihat bagaimana ini mendorong kita untuk berfokus pada siapa itu Allah, seperti apa diri-Nya, dan apa yang

Saat Keraguan Menerpa

19


dapat diperbuat-Nya? Dapatkah Anda melihat bagaimana merenungkan tentang Allah itu mengubah cara berpikir kita yang manusiawi kepada suatu cara berpikir yang rohani? Sekarang Anda mungkin mulai melihat apa yang sesungguhnya dimaksudkan pemazmur dalam Mazmur 77. Pemazmur memulai dengan menjelaskan masalahnya dari sudut pandang manusiawi. Ia berdoa dengan mengacu pada pola pikir yang manusiawi dan berpusat pada dirinya sendiri. Ia memulai dengan pemikiran, “Lihatlah betapa menderitanya aku! Lihatlah, aku telah berseru-seru tetapi tidak ada yang berubah!� Ketika diri kita yang menjadi pusatnya, hati kita mengambil alih kendali dan pikiran kita pun diatur oleh perasaan kita. Namun ketika sudut pandang pemazmur berubah pada ayat 12, doanya juga berubah. Bukannya berfokus pada penderitaan yang dialaminya dan mengasihani diri sendiri, kini ia memusatkan perhatian sepenuhnya kepada Allah. Ada wawasan psikologis yang kuat terkandung di dalamnya. Mazmur 77 dimulai dengan seorang pria yang menjadi budak perasaannya. Kecemasan dan keputusasaannya mewarnai cara pandangnya terhadap segala masalahnya dan juga terhadap Allah. Perasaannya benar-benar telah membawanya ke ambang keruntuhan total dari imannya. Ketika pemazmur menarik dirinya sendiri keluar dari fokus doa-doanya dan menempatkan Allah sebagai fokus doanya, sudut pandang pemazmur pun berubah. Anda dan saya adalah makhluk yang terbatas. Jika memulai dengan berdoa tentang diri, masalah, dan perasaan yang kita alami, kita pun memulai dengan 20

KETIKA ALLAH SEAKAN MEMBISU


pemikiran yang terbatas. Ketika kita memulai dengan Allah, kita memulai dengan kenyataan bahwa Allah itu tidak terbatas. Dia adalah Pencipta alam semesta, Sang Pemberi hidup. MilikNyalah segenap pengetahuan dan kebenaran. Dengan berfokus kepada-Nya dan bukan kepada diri kita, kita mengenyahkan segala keterbatasan dari pemikiran dan doa kita. Ketika Anda memulai dengan Tuhan, segalanya menjadi mungkin.

Dengan berfokus kepada-Nya dan bukan kepada diri kita, kita mengenyahkan segala keterbatasan dari pemikiran dan doa kita.

Menjelaskan Kebisuan Allah Sebelum kita meninggalkan bagian dari Mazmur 77 ini, ada satu lagi pertanyaan yang menuntut jawaban: “Mengapa Allah begitu enggan menjawab seruan pemazmur? Mengapa Allah diam saja?� Inilah pertanyaan yang sering kita ajukan kepada diri sendiri. Di satu sisi, jawabannya sudah jelas dan mungkin mengejutkan: Allah diam karena Dia memilih untuk diam. Dia sengaja membisu. K ita tidak suka membayangkan bahwa Allah akan dengan sengaja mengabaikan permintaan tolong kita, khususnya pada saat kita sedang mengalami penderitaan fisik, emosional, atau spiritual. Kita tahu

Saat Keraguan Menerpa

21


bahwa Allah itu pengasih dan penyayang, sehingga kita merasa sikap-Nya yang mendiamkan kita pada saat kita sangat membutuhkan-Nya itu tidaklah sesuai dengan sifat-sifat-Nya. Lalu mengapa Allah sengaja membiarkan pemazmur menjalani suatu masa yang dipenuhi pencobaan, keraguan, dan keputusasaan itu? Hanya satu jawabannya: Allah ingin pemazmur bergerak ke suatu tingkatan iman yang lebih dalam. Masa penuh pencobaan dan keraguan ini merupakan bagian dari proses yang membuat kita bertumbuh menjadi kuat dan bijaksana secara rohani. Inilah sebuah prinsip rohani yang tidak dapat kita sangkal: Jika Allah selalu langsung menanggapi seruan kita minta tolong, kerohanian kita tidak akan pernah dewasa untuk selamanya. Kita akan selalu dikuasai oleh perasaan dan suasana hati. Doa-doa kita akan selalu berpusat pada diri sendiri dan bukan berpusat pada Allah. Kita akan selalu memandang dengan kacamata manusiawi, bukan dengan yang rohani. Salah satu tanda yang pasti dari kedewasaan dalam hidup seorang Kristen adalah bahwa ia tidak lagi dikendalikan oleh keadaan, perasaan, dan suasana hati. Memang, orang Kristen yang dewasa masih memiliki perasaan, tetapi perasaan itu tidak lagi menguasai kehidupan mereka dan mengendalikan hubungan mereka dengan Allah. Hidup mereka tidak lagi diliputi perasaan hati yang tidak menentu dan naik-turun sesukanya. Bagaimana pun keadaannya, iman mereka stabil dan kuat seperti iman Yesus Tuhan kita. 22

KETIKA ALLAH SEAKAN MEMBISU


K ita tidak akan pernah mencapai tingkat kedewasaan rohani itu jika Tuhan selalu menanggapi kita dengan segera pada saat kita berseru kepada-Nya. Kita tidak akan pernah mencapai tahapan iman dan karakter serupa Kristus selama keyakinan kita pada Allah masih dipengaruhi suasana hati, emosi, dan keadaan kita. Maka ada kalanya Allah dengan sengaja menyembunyikan diriNya agar kita dapat bertumbuh semakin menyerupai Kristus. Jika Anda sedang menjalani suatu ujian iman dan Allah kelihatannya membisu, saya ingin Anda tahu bahwa Dia menyertai Anda, merasakan luka Anda, dan menangis bersama Anda. Namun Dia juga menolong Anda untuk bertumbuh dalam karakter dan iman Anda. Melalui pengalaman yang menyakitkan ini, Anda menerima pelajaran yang tidak akan pernah bisa Anda terima dengan cara yang lain. Sekarang Allah mungkin tampak diam saja, tetapi Dia menyertai Anda lebih dekat daripada yang pernah Anda alami sebelumnya. Dia membawa Anda kepada sebuah pengalaman iman yang lebih melimpah, lebih berharga, lebih dahsyat daripada yang pernah Anda impikan. Ujian sesaat yang sedang Anda lalui ini dirancang untuk membangun suatu karakter serupa Kristus, jiwa yang teguh, dan kerelaan untuk percaya dalam diri Anda. Segera Anda akan dapat bersukacita bersama pemazmur dan bersorak, “Aku hendak mengingat perbuatanperbuatan Tuhan!� Itulah janji Allah kepada Anda.

Saat Keraguan Menerpa

23


dua

Melalui Air Yang Dalam

(Mazmur 77:14-21)

J

ika ada satu peristiwa yang menegaskan keberadaan Israel sebagai bangsa yang diberkati Allah, hal itu terjadi pada saat Allah memimpin bangsa Israel keluar dari perbudakan mereka di Mesir. Peristiwa dalam Perjanjian Lama ini menegakkan identitas kebangsaan bagi Israel untuk sepanjang masa. Kitab Mazmur terusmenerus mengacu pada peristiwa ini, yakni ketika Allah menimpakan tulah atas Mesir, lalu secara ajaib membelah Laut Merah dan memimpin bangsa Israel hingga mereka selamat dari kejaran tentara Mesir. Allah memberi mereka makan di padang gurun dan berjalan di depan mereka dalam tiang api pada waktu malam dan tiang awan pada siang hari. 24


Ribuan orang menyaksikan peristiwa-peristiwa ini, termasuk orang-orang dari bangsa lain. Seluk-beluk peristiwanya begitu dikenal di tengah peradaban zaman purbakala. Ketika bangsa Israel tiba di tepi Sungai Yordan dan akan memasuki Tanah Perjanjian, mereka mendapati bahwa kabar tentang peristiwa itu telah mendahului mereka. Musuh-musuh Israel sudah merasa gentar menghadapi mereka, dan ini membuka jalan bagi penaklukan bangsa Israel atas tanah itu. Bangsa-bangsa non-Yahudi telah mendengar cerita tentang tulah di Mesir dan terbelahnya Laut Merah, dan mereka tidak dapat menyangkal bahwa Israel memang melayani Allah yang agung. Inilah rangkaian peristiwa yang diingat Asaf sang pemazmur ketika ia menulis: Aku hendak mengingat perbuatan-perbuatan Tuhan, ya, aku hendak mengingat keajaiban-keajaiban-Mu dari zaman purbakala. Aku hendak menyebut-nyebut segala pekerjaan-Mu, dan merenungkan perbuatan-perbuatan-Mu (AY.12-13) . Sebagai orang Kristen, kita memiliki warisan yang serupa dari sejarah Perjanjian Baru untuk kita renungkan. Kita bisa merenungkan perbuatan Tuhan Yesus yang dahsyat dan mukjizat-Nya di masa lalu. Kita dapat merenungkan karya-karya-Nya dalam mengajar, menyembuhkan, dan membangkitkan orang mati, juga karya penderitaan-Nya di kayu salib dan kebangkitan-Nya dari kubur. Setiap peristiwa ini merupakan fakta sejarah. Paulus memberikan kesaksian tentang warisan sejarah yang sama di hadapan Raja Agripa ketika berbicara

Melewati Air yang Dalam

25


tentang kematian dan kebangkitan Yesus, “Raja juga tahu tentang segala perkara ini, sebab itu aku berani berbicara terus terang kepadanya. Aku yakin, bahwa tidak ada sesuatu pun dari semuanya ini yang belum didengarnya, karena perkara ini tidak terjadi di tempat yang terpencil” (KIS. 26:26) . Dengan kata lain, fakta sejarah dari kematian dan kebangkitan Yesus adalah peristiwa yang terjadi di hadapan banyak saksi dan telah terbukti benar. Tuhan yang telah bangkit itu tidak hanya menampakkan diri kepada satu atau dua orang tetapi kepada puluhan, bahkan kepada lebih dari 500 orang sekaligus pada satu kesempatan. Setiap orang itu menjadi saksi kebangkitan-Nya. Ketika membaca kata-kata pemazmur, “Aku hendak mengingat perbuatan-perbuatan Tuhan,” kita dapat mengatakan, “Ya! Amin! Allah telah melakukan hal-hal yang besar! Dia telah memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir melalui dalamnya Laut Merah, dan Dia telah membawa Yesus Tuhan kita melalui kegelapan dari kematian itu sendiri dan telah membangkitkan Dia untuk hidup kembali dan memerintah selama-lamanya!” Faktanya, Allah telah bertindak dalam sejarah. Kisah Yesus bukanlah sebuah mitos. Sang Firman itu telah menjadi daging dan tinggal di antara kita, disalibkan, dan bangkit kembali. Alkitab didasarkan pada sejarah. Jika tidak ada banyak orang yang menyaksikan kebangkitan Yesus, gereja tidak akan mampu bertahan dalam tahun26

KETIKA ALLAH SEAKAN MEMBISU


tahun awal penganiayaan. Jika hanya demi sebuah kebohongan, orang Kristen yang mula-mula tidak akan dapat bertahan menghadapi penganiayaan yang begitu kejam dan biadab. Kebangkitan adalah fakta terpenting dalam sejarah umat manusia. Itulah sebabnya kita dapat berkata bersama-sama dengan pemazmur, “Aku hendak mengingat perbuatan-perbuatan Tuhan.�

Keagungan Allah Pemazmur telah menunjukkan kepada kita manfaat untuk masa kini dari sikap mengingat perbuatanperbuatan Allah di masa lalu. Ia melanjutkannya dengan menyampaikan hasil apa yang akan kita terima dari perenungan akan diri dan perbuatan-perbuatan Allah: Ya Allah, jalan-Mu adalah kudus! Allah manakah yang begitu besar seperti Allah kami? Engkaulah Allah yang melakukan keajaiban; Engkau telah menyatakan kuasa-Mu di antara bangsa-bangsa. Dengan lengan-Mu Engkau telah menebus umat-Mu, bani Yakub dan bani Yusuf. Sela (AY.14-16) . Seperti yang telah kita lihat pada bagian pertama dari Mazmur 77, pemazmur pernah mengalami masamasa penuh keraguan yang mendesaknya ke tepi jurang ketidakpercayaan. Namun kemudian ia tiba pada kesimpulan tentang Allah yang dinyatakan dengan begitu indahnya dalam ayat-ayat tersebut. Kesimpulannya, Allah itu kudus dan agung. Iman kita akan tetap teguh selama kita meyakini dua kebenaran agung yang diungkapkan pemazmur di

Melewati Air yang Dalam

27


sini: Allah itu kudus, dan Allah itu agung. Pemazmur diliputi dengan rasa kagum atas kesempurnaan moral dan keagungan Allah yang mutlak. Sebagai manusia, kita mempunyai kecenderungan untuk meninggikan diri sendiri. Kita berpikir bahwa kita ini makhluk yang hebat karena mempunyai teknologi yang dahsyat seperti bom hidrogen. Perangkat yang melepaskan energi dengan cara menyatukan inti atom-atom hidrogen ini mampu menghancurkan sebuah kota dengan berjutajuta penduduknya dalam sekejap mata. Namun apalah artinya kekuatan seluruh persenjataan dari bom hidrogen dibandingkan dengan kekuatan Allah? Matahari dalam tata surya kita mempunyai prinsip kerja yang sama seperti bom hidrogen, yakni menghasilkan energinya dari penyatuan inti atom-atom hidrogen. Akan tetapi, tahukah Anda bahwa matahari melepaskan energi yang setara dengan 100 miliar bom hidrogen setiap detiknya? Terlebih lagi, matahari yang besarnya lebih dari 300.000 kali besar planet bumi itu hanyalah salah satu dari 100 milyar bintang di galaksi Bima Sakti, yang hanya merupakan salah satu dari trilyunan galaksi yang terdapat di seluruh alam semesta! Dengan kata lain, pada setiap detak waktu, alam semesta yang diciptakan Allah melepaskan energi yang triliunan kali lebih dahsyat daripada penemuan manusia yang paling besar! Lain kali ketika Anda mendengar seseorang menyombongkan kebesaran diri manusia, ingatkan orang itu akan kebesaran Allah yang dapat menciptakan alam semesta yang kita diami ini! Penting bagi kita untuk dapat 28

KETIKA ALLAH SEAKAN MEMBISU


melihat segala sesuatu dari sudut pandang yang benar.

Realitas Mukjizat Pemazmur menulis: “Engkaulah Allah yang melakukan keajaiban; Engkau telah menyatakan kuasa-Mu di antara bangsa-bangsa� (AY.15). Sungguh ini merupakan pernyataan luar biasa pada saat dituliskan seribu tahun sebelum kelahiran Yesus. Sampai kini, pernyataan tersebut masih bergaung dengan kuat. Mukjizat Allah menyingkapkan suatu kuasa di luar jangkauan pemahaman manusia. Saya tahu pada masa kini banyak orang menganggap kepercayaan pada mukjizat sebagai takhayul. Namun peristiwa demi peristiwa yang kita sebut mukjizat ini telah meyakinkan orang-orang percaya sepanjang abad bahwa Allah masih berkarya. Justru karena peristiwa tersebut merupakan kejadian yang supernatural, orang menerimanya sebagai bukti yang meyakinkan akan hadirnya Allah. A mbil contoh, misalnya, penyeberangan di Laut Merah. Ini merupakan peristiwa luar biasa yang mempengaruhi perjalanan sejarah. Bangsa-bangsa yang ada saat ini berasal dari kejadian supernatural tersebut. Air laut tergulung naik sehingga bangsa Israel bisa berjalan melintasi dasar laut di atas tanah kering, tetapi ketika orang Mesir menyusul, tembok air itu pun runtuh menimpa mereka dan mereka pun tenggelam. Manusia tidak pernah mampu melakukan hal seperti itu. Secara manusiawi itu mustahil. Orang-orang tidak

Melewati Air yang Dalam

29


dapat mengulang kehebatan itu, mereka hanya dapat meremehkannya. Seorang agnostik berkata seperti ini, “Mukjizat tidak mungkin terjadi, karena itu mukjizat tidak pernah terjadi.” Sejumlah orang yang skeptis berusaha menggunakan argumentasi melingkar seperti ini: “Allah itu tidak ada, sehingga tidak mungkin ada mukjizat. Karena tidak ada mukjizat, maka Allah tidak ada.” A rgumen seperti ini tidak membuktikan apa-apa. Ahli logika menyebut pemikiran ini sebagai “petitio principii”. Ini adalah kesalahan yang timbul karena mendasarkan sebuah kesimpulan pada suatu asumsi yang belum terbukti. Secara logis, Anda tidak dapat berkata, “Mukjizat tidak mungkin terjadi, karena itu mukjizat tidak pernah terjadi.” Anda harus membuktikan dahulu bahwa mukjizat tidak mungkin terjadi. Jika Anda tidak dapat membuktikan asumsi Anda, setiap kesimpulan yang Anda dasarkan pada asumsi tersebut juga belum terbukti. Sungguh menakjubkan melihat bagaimana orang-orang yang biasa dianggap cerdas dapat mengabaikan begitu saja bukti-bukti yang menunjukkan bahwa mukjizat memang terjadi. Jika kita memandang peristiwa-peristiwa dalam Alkitab sebagai suatu catatan dari para saksi mata yang jujur dan tulus, Alkitab menjadi suatu kompilasi dari buktibukti yang kuat dan meyakinkan akan realitas mukjizat. Kebodohan lain yang dilakukan orang-orang yang dianggap cerdas adalah bahwa mereka mengarahkan sikap mereka yang skeptis dan sinis hanya terhadap Alkitab. Mereka menerima tulisan karya Suetonius, Philo, Yustinus Martir, Tertullian, Tacitus, Eusebius, Herodotos, 30

KETIKA ALLAH SEAKAN MEMBISU


Xenophon, Polybius, Livy, dan Flavius Josephus sebagai hal yang layak dipercayai, tetapi sebaliknya menganggap catatan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru sebagai hal yang sangat meragukan, bahkan penuh kebohongan. Atas dasar apa mereka membuat perbedaan ini? Murni atas dasar karena Alkitab mencatat terjadinya mukjizat, dan asumsi yang menyatakan bahwa mukjizat tidak mungkin terjadi. Hanya atas dasar prasangka semata, banyak sejarawan dan kaum terpelajar menolak mentah-mentah berbagai mukjizat, baik yang terjadi pada peristiwa Keluaran, yang dilakukan oleh para nabi, maupun yang diperbuat oleh Yesus. Namun pada saat peristiwa-peristiwa tersebut terjadi, para saksi yang tidak bersahabat sekalipun harus mengakui bahwa semua mukjizat itu nyata. K ita melihat contohnya dalam Matius 28. Setelah kebangkitan Yesus, para penjaga makam berlari-lari menemui imam-imam kepala dan melaporkan bahwa batu makam telah terguling dari mulut kubur dan tubuh Yesus telah hilang. Imam-imam kepala menyuap para penjaga dan memerintahkan mereka untuk berkata, “Murid-muridNya datang malam-malam dan mencuri-Nya ketika kamu sedang tidur� (AY.13). Para penjaga itu pun keluar dari situ dan menyebarkan cerita palsu tersebut. Mengapa para imam dan para penjaga harus mengarang cerita seperti itu? Karena kubur yang kosong itu menuntut adanya penjelasan! Semua orang tahu lokasi makam itu. Siapa pun dapat pergi ke kubur itu, melongok ke dalamnya, dan menemukan bahwa Yesus tidak ada di

Melewati Air yang Dalam

31


sana. Ratusan, bahkan ribuan, orang dapat melakukannya. Tidak diragukan lagi bahwa kubur Yesus itu kosong. Satusatunya pertanyaan yang ada hanyalah mengapa kubur itu kosong—dan apa makna dari kubur kosong itu? Bagi orang yang tak berprasangka, penjelasan yang paling masuk akal adalah bahwa Yesus benar-benar hidup kembali. A llah sang pemazmur adalah Allah yang menciptakan alam semesta dari kehampaan, Allah yang memimpin sebuah bangsa keluar dari perbudakan dengan jalan membawa mereka melalui dalamnya laut yang terbelah. Allah ini juga yang membuka makam yang tersegel rapat dan menghembuskan kembali napas kehidupan ke dalam tubuh Tuhan kita yang mati disalibkan. Dialah Allah yang menunjukkan kuasa-Nya yang luar biasa di antara bangsa-bangsa.

Allah Penebus Pemazmur melanjutkan dengan sekali lagi memberikan suatu pengamatan yang mendalam akan karya Allah. Karya-Nya tidak hanya agung, tetapi juga menebus. Allah melakukan karya agung yang menyelamatkan umat-Nya dan mengembalikan mereka kepada suatu maksud penting dalam rencana kekal-Nya. Pemazmur menulis, “Dengan lengan-Mu Engkau telah menebus umat-Mu, bani Yakub dan bani Yusuf” (AY.16). Pemazmur selalu menempatkan kata Sela pada titik-titik penting dalam mazmurnya. Kata ini berarti, “Berhenti dan pikirkanlah. Berhentilah sejenak dan renungkan apa arti dari hal ini.” 32

KETIKA ALLAH SEAKAN MEMBISU


Jadi apa yang dimaksud pemazmur dengan “Engkau telah menebus umat-Mu�? Kata menebus berarti mengembalikan kegunaan dari sesuatu yang sebelumnya telah dianggap tidak berguna. Coba saya berikan contoh praktisnya. Ketika menjadi seorang mahasiswa seminari, saya menghabiskan 3 tahun untuk magang selama musim panas pada dua buah gereja di Pasadena. Setiap musim semi saya tiba di kota itu tanpa uang sama sekali dan saya tidak punya apa-apa yang dapat diandalkan sampai saya menerima gaji yang pertama. Bagaimana saya melewatinya? Saya mengambil milik saya yang paling berharga, yaitu mesin ketik saya, dan membawanya ke pegadaian untuk digadaikan. Uang yang dipinjamkan dari pegadaian hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan saya selama 2 minggu berikutnya. Ketika gaji saya tiba, saya bergegas ke pegadaian dan menebus mesin ketik itu. Sementara mesin ketik saya ditaruh di pegadaian, benda itu benar-benar menganggur. Saya tidak dapat menggunakannya. Pemilik gadai tidak dapat menggunakannya. Mesin ketik ini tidak berguna bagi siapa pun sampai saya kembali ke pegadaian itu dan membayar biaya penebusannya. Setelah mesin ketik itu saya tebus, saya dapat memakainya lagi. Itulah cara kerja penebusan. Penebusan adalah karya khusus yang hanya dapat dilakukan Allah. Saya tidak dapat menebus Anda dari dosa-dosa Anda. Saya bahkan tidak dapat menebus diri saya sendiri. Penebusan adalah karya khusus Allah, dan segala sesuatu yang diperbuat-Nya

Melewati Air yang Dalam

33


dalam hidup kita dimaksudkan bagi penebusan kita, yakni untuk mengembalikan kita agar berguna lagi untuk-Nya. Mukjizat di Alkitab pada dasarnya adalah penebusan. Mukjizat yang Allah perbuat di Mesir menebus orang Israel dari perbudakan dan membawa mereka ke suatu tempat yang bermanfaat bagi Allah di Tanah Perjanjian. Seluruh mukjizat yang Yesus perbuat dalam Injil—mengubah air menjadi anggur, menyembuhkan orang, dan memberi makan ribuan jiwa—dirancang untuk menanamkan dalam diri orang-orang tentang pokok kebenaran yang akan mengubah hati dan menebus hidup mereka. Tentu saja, mukjizat kebangkitan merupakan mukjizat penebusan yang paling agung daripada yang lainnya, karena inilah peristiwa supernatural yang memungkinkan kita untuk diselamatkan dari dosa dan kematian. Dalam penyaliban dan kebangkitan itulah Allah membayar harga penebusan kita. Dia membeli kita kembali dari pegadaian dosa dan maut, dan Dia mengembalikan kita agar berguna lagi bagi-Nya. Dari Perjanjian Baru, kita diberi tahu bahwa segala aspek dari hidup Yesus Tuhan kita dimaksudkan bagi penebusan kita. Rasul Paulus menulis, “Karena kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus, bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinanNya” (2 KOR. 8:9). Perhatikan frasa “oleh karena kamu”. Itulah ungkapan kasih penebusan Tuhan kita. Oleh karena kita, Dia meninggalkan surga dan menjadi miskin. Oleh karena kita, Dia dipukuli dan disalibkan. 34

KETIKA ALLAH SEAKAN MEMBISU


“Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuatNya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah” (2 KOR. 5:21). Allah Bapa membuat Yesus, Pribadi yang tidak berdosa, dibuat-Nya menjadi dosa dan menggantikan kita supaya kita dapat ditebus untuk hidup bagi Dia. Yesus disalibkan dan dibangkitkan supaya kita dibebaskan dari dosa. Kitab Suci memberi tahu kita bahwa pada saat ini juga Yesus sedang mendoakan kita di surga—sekali lagi, untuk kita! Sebagaimana halnya yang kita baca dalam kitab Ibrani, Yesus “sanggup juga menyelamatkan dengan sempurna semua orang yang oleh Dia datang kepada Allah. Sebab Ia hidup senantiasa untuk menjadi Pengantara mereka” (7:25). Perhatikan bahwa pemazmur menulis, “Dengan lengan-Mu Engkau telah menebus umat-Mu” (AY.16). Ia tidak mengatakan bahwa Allah menebus seluruh umat manusia. Mereka yang menjadi umat Allah itulah yang ditebus, mereka yang bukan umat Allah tidak ditebus. Penebusan tidak berlaku untuk setiap orang. Tidak ada orang yang pernah ditebus tanpa sepengetahuan mereka atau bertentangan dengan keinginan mereka. Penebusan adalah untuk umat Allah, bagi mereka yang merespos undangan-Nya dan menjawab panggilan firman-Nya. Pernyataan kasih penebusan Allah menuntut jawaban. Kitab Ibrani memberi tahu kita, “Tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia” (11:6). Anda mungkin

Melewati Air yang Dalam

35


berkata, “Tetapi aku tak tahu apakah Allah itu ada. Aku tak dapat menemukan-Nya. Bagaimana aku dapat percaya kepada-Nya jika aku tak tahu apakah Dia itu nyata atau tidak?” Jawabannya: Mendekatlah kepada Allah, dan Dia akan mendekat kepada Anda. Itu janji yang selalu ada dari Alkitab. Jika Anda dengan tulus dan sungguh-sungguh mencari-Nya, Anda akan menemukan-Nya. Orang yang sungguh-sungguh ingin mencari-Nya akan menemukan-Nya. Apakah Anda menjawab panggilan penebusan Allah atas kehidupan Anda? Ataukah Anda duduk cemberut sambil menunggu Allah melakukan sesuatu untuk Anda daripada Anda sendiri yang melakukannya? Dengan lengan-Nya yang perkasa, Dia telah menebus umat-Nya, dan Dia masih menebus umat-Nya di masa kini. Saya mendorong Anda untuk mencari-Nya, mendekat kepadaNya, dan merespons undangan-Nya supaya Anda dapat berkata bersama pemazmur, “Allah manakah yang begitu besar seperti Allah kami?” (AY.14).

Hal yang Anda Takuti Mazmur ini dibuka dengan seruan penuh ragu dan putus asa. Namun pemazmur telah menemukan jalannya menuju iman dan kemenangan. Sekarang pada bagian penutup Mazmur 77, ia menulis: Air telah melihat Engkau, ya Allah, air telah melihat Engkau, lalu menjadi gentar, bahkan samudera raya gemetar. Awanawan mencurahkan air, awan-gemawan bergemuruh, bahkan anak-anak panah-Mu beterbangan. Deru guntur-Mu 36

KETIKA ALLAH SEAKAN MEMBISU


menggelinding, kilat-kilat menerangi dunia, bumi gemetar dan bergoncang. Melalui laut jalan-Mu dan lorong-Mu melalui muka air yang luas, tetapi jejak-Mu tidak kelihatan. Engkau telah menuntun umat-Mu seperti kawanan domba dengan perantaraan Musa dan Harun� (AY.17-21) . Pemazmur kembali pada peristiwa penting dalam sejarah bangsa Israel ketika Allah memimpin umat-Nya keluar dari Mesir dengan jalan membelah Laut Merah. Kebenaran apa sajakah yang ditemukan pemazmur dalam peristiwa itu? Pertama, ia mengakui kendali Allah yang berdaulat atas seluruh sejarah umat manusia dan atas alam itu sendiri. Ia menyebutkan bahwa air Laut Merah melihat Allah dan gemetar dalam kegentaran terhadap kekuasaanNya. Ini merupakan penggambaran puitis yang dahsyat tentang bagaimana air menanggapi kekuatan kuasa Allah. A nda dapat membayangkan ketakutan bangsa Israel ketika mereka tiba di tepi laut itu. Orang Mesir berada di belakang mereka, dan laut yang tak terseberangi berada di hadapan mereka. Keadaan mereka tampaknya tidak tertolong lagi. Namun air laut yang sangat ditakuti bangsa Israel itu ternyata justru gentar kepada Allah! Dalam penggambaran puitis pemazmur, air itu melihat Allah, lalu menggeliat dan gemetar dalam ketakutan. A llah memerintahkan Musa untuk mengangkat tinggi tongkatnya. Musa taat dan laut pun terbelah. Air menumpuk di kedua sisi, ditahan oleh tangan Allah. Bangsa Israel berjalan melalui lorong yang kering di

Melewati Air yang Dalam

37


antara dinding-dinding air. Mereka takut pada air, tetapi air itu takut kepada Allah. Laut itu tidak berani menyentuh mereka yang dilindungi Allah dengan tangan-Nya. Ada kejadian yang serupa dalam Perjanjian Baru. Pada satu kesempatan, Yesus berada dalam sebuah perahu bersama para murid-Nya di Danau Galilea. Badai muncul dan ombak menghantam perahu itu sehingga mulai penuh dengan air. Namun Yesus begitu tenang di tengah badai sampai-sampai Dia tertidur di bagian belakang perahu. Para murid yang takut kalau-kalau mereka akan binasa dalam badai itu membangunkan-Nya dan berkata, “Engkau tidak perduli kalau kita binasa?� (MRK. 4:38). Yesus pun bangkit dan menghardik angin dan laut, “Diam! Tenanglah!� (AY.39). Lalu angin itu reda, dan laut seketika menjadi tenang. Meski para murid takut pada angin dan laut, tetapi angin dan laut terlebih takut kepada Yesus. Inilah pelajaran yang perlu Anda dan saya pelajari bagi masa-masa ketika hidup kita dilanda bahaya dan ketakutan: Sesungguhnya kuasa dan daya yang menakutkan kita itu berada di bawah kendali Allah. Apa yang Anda takuti itu sebenarnya takut kepada-Nya.

Melalui Laut yang Dalam Selanjutnya pemazmur menyampaikan kepada kita bahwa kekuatan alam tidak lain hanyalah alat dalam tangan Allah. Ia menulis: Awan-awan mencurahkan air, awan-gemawan bergemuruh, bahkan anak-anak panah-Mu beterbangan. Deru guntur-Mu 38

KETIKA ALLAH SEAKAN MEMBISU


menggelinding, kilat-kilat menerangi dunia, bumi gemetar dan bergoncang (AY.18-19) . Jika Anda pernah mengalami suatu badai petir, Anda tahu apa yang sedang digambarkan pemazmur: deru guruh yang menggetarkan jiwa, sambaran kilat petir yang melintasi langit seperti panah-panah berapi, alhasil bumi pun bergetar dan berguncang. Semua kekuatan alam ini berada di bawah kendali Allah. Tidak ada kekuatan, baik alam atau manusia, yang dapat bergerak tanpa seizin yang Mahakuasa. Itulah kebenaran agung yang dihayati pemazmur ketika ia merenungkan kembali peristiwa penyeberangan di Laut Merah. K ita melihat kebenaran ini diilustrasikan pada jam-jam terakhir sebelum Yesus disalibkan. Setelah ditinggalkan sahabat-sahabat-Nya, dikhianati Yudas, dan disangkal Petrus, Yesus berdiri sendirian dan tampak tak berdaya di hadapan Pontius Pilatus, sang gubernur Romawi. Ketika Pilatus berusaha menanyai Yesus, Tuhan kita tidak memberikan jawaban apa pun. Saking jengkelnya, Pilatus bertanya kepada-Nya, “‘Tidakkah Engkau mau bicara dengan aku? Tidakkah Engkau tahu, bahwa aku berkuasa untuk membebaskan Engkau, dan berkuasa juga untuk menyalibkan Engkau?’ Yesus menjawab: ‘Engkau tidak mempunyai kuasa apa pun terhadap Aku, jikalau kuasa itu tidak diberikan kepadamu dari atas’” (YOH. 19:10-11) . Betapa akan berubahnya hidup kita jika kita benar

Melewati Air yang Dalam

39


benar menghidupi kebenaran agung tersebut: Seluruh kekuatan, sistem, dan otoritas dalam dunia ini berada di bawah kendali Allah. Allah yang memegang segala kuasa. Tidak ada yang dapat menjamah kita tanpa izin langsung dari Allah sendiri. Selanjutnya pemazmur mengatakan: Melalui laut jalan-Mu dan lorong-Mu melalui muka air yang luas, tetapi jejak-Mu tidak kelihatan (AY.20) . A llah memimpin langkah bangsa Israel untuk melalui laut yang dalam. Bangsa Israel tidak tahu ke mana Allah memimpin mereka, tetapi Allah telah menyiapkan jalannya. Dia tahu apa yang dilakukan-Nya. Ketika pemazmur merenungkan peristiwa ajaib ini, ia menemukan kebenaran agung yang kedua: Kenyataan bahwa kita tidak dapat memahami bahwa apa yang sedang diperbuat Allah bukan berarti Dia tidak sedang bekerja di dalam hidup kita. Inilah konsep yang sulit untuk kita terima. Kita adalah makhluk yang tidak sabar, dan kita menginginkan Allah untuk menjelaskan semua rencana dan tujuan-Nya kepada kita sekarang juga. Jika Allah tidak terus-menerus dan berulang kali meyakinkan kita, kita menjadi resah dan panik, sama seperti yang dialami bangsa Israel ketika mereka tiba di tepi Laut Merah. Dalam Keluaran 14 kita membaca bahwa bangsa Israel sedang berkemah di padang pasir dekat laut Merah ketika mereka melihat awan debu dan mendengar gemuruh tapak kaki kuda dan roda kereta. Pasukan Firaun sedang 40

KETIKA ALLAH SEAKAN MEMBISU


mengejar mereka. Mereka berseru kepada Tuhan, lalu menjadi panik dan menyalahkan Musa atas bahaya yang menimpa mereka. “Apakah karena tidak ada kuburan di Mesir, maka engkau membawa kami untuk mati di padang gurun ini? Apakah yang kauperbuat ini terhadap kami dengan membawa kami keluar dari Mesir? Bukankah ini telah kami katakan kepadamu di Mesir: Janganlah mengganggu kami dan biarlah kami bekerja pada orang Mesir. Sebab lebih baik bagi kami untuk bekerja pada orang Mesir dari pada mati di padang gurun ini” (AY.11-12). Bangsa Israel kehilangan kepercayaan kepada Musa dan iman kepada Allah. Musa harus menyemangati mereka: “Janganlah takut, berdirilah tetap dan lihatlah keselamatan dari Tuhan, yang akan diberikan-Nya hari ini kepadamu” (KEL. 14:13). Sulit bagi saya untuk melontarkan kritik tajam terhadap orang Israel itu. Jika kita berada dalam posisi mereka, apakah kita akan menunjukkan reaksi yang berbeda? Bukankah setiap kali sesuatu yang tidak semestinya terjadi dan kita tidak dapat melihat solusi untuk masalah kita, kita juga cepat menjadi panik? Bukankah dalam situasi terdesak Anda sering berdoa, “Tuhan, sudah tak ada jalan keluar! Sekarang aku terjebak! Mengapa Engkau tak melakukan sesuatu?” Saya akui bahwa saya telah beberapa kali berdoa seperti itu, dan itu bukanlah doa tanda beriman. Itu doa tanda kepanikan. Apa yang tidak dimengerti dan tidak terbayangkan oleh bangsa Israel adalah bahwa sedari awal Allah memang berencana untuk memimpin mereka melewati

Melewati Air yang Dalam

41


Laut Merah. Jalan-Nya melalui laut dan lorong-Nya melalui permukaan air yang luas. Rencana pembebasan Allah seperti itu tak pernah sekalipun terlintas dalam pikiran mereka! Namun meski jejak kaki-Nya tidak terlihat dan umat-Nya tidak dapat memahami rencanaNya, Allah tahu persis apa yang dilakukan-Nya. Meski tidak terselami, rencana-Nya itu sempurna. Inilah satu prinsip yang perlu kita andalkan pada masamasa ketika kita sedang terdesak, ketika musuh mendekat atau pergumulan hidup terasa tak teratasi, ketika harapan semakin memudar dan tidak ada jalan keluar dari segala bencana ini. Kita harus menaruh keyakinan kita di dalam Dia, dengan mempercayai bahwa Dia memiliki suatu rencana yang meski tidak terselami tetapi sempurna. Kita tidak dapat membayangkan apa yang akan Allah lakukan, tetapi kita dapat yakin bahwa apa pun yang diperbuatNya, hal itu akan menjadi yang terbaik bagi kita, dan akan menjadi hal yang luar biasa!

Sebuah Pengalaman Laut Merah Mazmur 77 dimulai dengan suatu catatan pedih tentang krisis dan keputusasaan. Di awal mazmur ini, Asaf menulis: Apabila aku mengingat Allah, maka aku mengerang, apabila aku merenung, makin lemah lesulah semangatku. Sela. Engkau membuat mataku tetap terbuka; aku gelisah, sehingga tidak dapat berkata-kata (AY.4-5) . Ia mengerang dan semakin kehilangan semangat. Begitu tertekan dan gelisah dirinya sampai ia tak dapat tidur, 42

KETIKA ALLAH SEAKAN MEMBISU


bahkan tak dapat berkata-kata. Ia dihantui oleh pertanyaanpertanyaan tentang Allah yang tidak dapat dijawabnya: Untuk selamanyakah Tuhan menolak dan tidak kembali bermurah hati lagi? Sudah lenyapkah untuk seterusnya kasih setia-Nya, telah berakhirkah janji itu berlaku turun-temurun? Sudah lupakah Allah menaruh kasihan, atau ditutup-Nyakah rahmat-Nya karena murka-Nya? (AY.8-10) . Pemazmur memperhatikan keadaan dirinya yang tanpa harapan, lalu meninjau perasaannya yang cemas dan tertekan, dan menyimpulkan bahwa Allah tidak berbuat apa-apa. Ia berkata kepada dirinya sendiri, “Sekarang aku sedang dalam masalah besar, dan Allah hanya membisu dan menjauh. Dia takkan berbuat apa-apa untukku.� Namun dalam ayat-ayat penutup dari Mazmur 77, penulis tiba pada kesimpulan yang berbeda. Mengapa demikian? Karena ia teringat pada pengalaman yang serupa dalam sejarah bangsa Israel, yaitu suatu masa ketika Allah sepertinya untuk sementara waktu tidak berbuat apa-apa. Bangsa Israel mendapati diri mereka terjebak antara tentara Firaun dan perairan Laut Merah. Tidak ada jalan keluar dari keadaan yang mematikan ini, dan Allah sepertinya diam seribu bahasa. Jejak kakiNya tak terlihat. Namun Allah mempunyai suatu rencana untuk memimpin mereka melalui laut, suatu jalan yang tidak terlihat untuk membawa mereka melalui lautan luas. Dia memimpin mereka keluar dari kematian yang tadinya tak terelakkan dan membawa mereka tiba dengan selamat di sisi seberang laut.

Melewati Air yang Dalam

43


Dapatkah Anda menyamakan diri dengan pemazmur dan bangsa Israel pada zaman silam itu? Pernahkah Anda berada dalam keadaan yang begitu putus asa sehingga Anda tidak melihat adanya jalan keluar, dan Anda terus berdoa, tetapi sepertinya Allah diam saja—hingga kemudian Dia mendatangkan jawaban dari suatu sumber yang benar-benar tak terduga? Saya rasa kebanyakan orang Kristen pernah memiliki pengalaman seperti itu pada suatu masa dalam hidupnya. A nnie Johnson Flint lahir pada tahun 1866. Annie dan kakaknya menjadi yatim piatu pada usia dini dan dibesarkan oleh sepasang orangtua asuh Kristen yang memimpin mereka untuk mengenal Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Ketika Annie beranjak remaja, kedua orangtua angkatnya meninggal, sehingga Annie dan kakaknya kembali menjadi yatim piatu. Hanya 2 tahun setelah ia menyelesaikan sekolah menengah atas, Annie didiagnosa menderita penyakit arthritis yang melumpuhkannya. Ketika ia menginjak usia dua puluhan, arthritisnya bertambah parah dan ini membuatnya tak dapat berjalan lagi. A nnie mencukupi kebutuhan hidupnya dengan menulis puisi-puisi inspirasional. Penghasilannya yang tidak seberapa hampir-hampir tidak dapat menutupi kebutuhan hidupnya, apalagi biaya pengobatannya. Sejumlah sahabat memberitahunya bahwa penderitaannya itu disebabkan karena kurangnya iman atau ada dosa yang belum diakuinya. Annie bertanya-tanya apakah perkataan mereka benar. Setelah berminggu-minggu lamanya berdoa dan 44

KETIKA ALLAH SEAKAN MEMBISU


mempelajari Alkitab, ia menyimpulkan bahwa masalah dan penderitaan merupakan bagian yang normal dari kehidupan, bahkan bagi orang Kristen. Terkadang kita berdoa, lalu Allah mengangkat kita keluar dari penderitaan kita. Di lain waktu Allah memimpin kita melalui penderitaan kita. Salah satu cerita Alkitab yang menghibur Annie dalam penderitaannya adalah kisah bagaimana Allah memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir. Annie melihat cara Allah memimpin umat-Nya menyeberangi perairan Laut Merah yang dalam sebagai gambaran dari kehidupannya sendiri. A llah memimpin jalan kita untuk melalui laut dengan menggunakan kesulitan dan ujian. Dia tidak berencana untuk membawa kita mengitari masalah tetapi untuk melalui dalamnya masalah itu. Anda mungkin tidak dapat melihat jawaban-Nya sebelum jawaban itu tiba. Akan tetapi ketika jawaban itu tiba, Anda akan bersukacita dan memuji-Nya atas cara luar biasa yang dipakai-Nya dalam membebaskan Anda.

Gembala Umat-Nya Inilah kebenaran pamungkas yang ditemukan oleh pemazmur: Tuhan adalah Gembala umat-Nya. Ia menulis: “Engkau telah menuntun umat-Mu seperti kawanan domba dengan perantaraan Musa dan Harun� (AY.21). Menurut saya, tidak ada penggambaran yang lebih indah dalam melukiskan hubungan Allah dengan umatNya daripada gambaran Gembala dengan kawanan domba-Nya. Ayat penutup dari Mazmur 77 mengingatkan

Melewati Air yang Dalam

45


kita pada ayat pembuka dari Mazmur 23: “Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku.� Karena Tuhan adalah Gembala kita, kita tidak akan kekurangan apa pun. Dia memimpin kita yang adalah kawanan domba-Nya dan Dia memberikan segala sesuatu yang kurang dalam diri kita. Apa saja yang Tuhan berikan untuk domba-domba-Nya? Pertama, Dia memberikan makna dan tujuan tertentu bagi hidup kita. Seorang gembala selalu memiliki tujuan tertentu untuk kawanan dombanya. Jika ia membawa domba-dombanya ke padang rumput di bukit, itu karena ia memiliki tujuan yang ingin dicapainya di sana. Jika ia membawa mereka ke air yang tenang, ia memiliki maksud ketika melakukannya. Jika ia memimpin domba-domba keluar untuk berada di tengah-tengah kawanan serigala, itu karena ia ingin mereka ada di sana. Gembalalah yang memberikan tujuannya. Makna adalah unsur penting dari kehidupan. Mengapa saat ini begitu banyak orang yang tertekan dan ingin bunuh diri? Mereka telah kehilangan makna hidup dan menjalaninya tanpa tujuan. Mengapa tingkat penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan terlarang semakin meroket, bahkan di antara kalangan yang kaya dan sukses? Mereka tidak menemukan alasan untuk hidup. Mereka menggunakan bahan-bahan kimia untuk melumpuhkan rasa sakit yang datang dari kehampaan hidup mereka. Suatu ketika seorang pria datang kepada saya untuk konseling. Pria ini berkata, “Aku memiliki segalanya yang aku inginkan, tetapi aku tidak menginginkan apa pun 46

KETIKA ALLAH SEAKAN MEMBISU


yang kumiliki.� Ia menderita akibat dari perasaan yang timbul ketika ia telah berhasil mencapai seluruh tujuan hidupnya, ia merasa tidak satu pun dari keberhasilan itu yang dapat memberikan kedamaian dan kepuasan kepadanya. A llah, Gembala kita yang Baik, memberi kita arti, tujuan, dan maksud untuk hidup. Dia membuat hidup ini berharga untuk dijalani. Kedua, Gembala memberikan satu hal lain yang sangat kita butuhkan dalam hidup, yaitu kasih. Tuhan kita mengasihi domba-domba-Nya. Dia memberikan kepada kita segala hal yang terkandung dalam kasih, yakni kepedulian, perlindungan, dan pemeliharaan-Nya. Seperti yang ditulis Rasul Petrus, “Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu� (1 PTR. 5:7). Kita berarti bagi-Nya. Dia mempedulikan kebutuhan kita. Inilah hati seorang gembala. Yesus menyebut diri-Nya sebagai Gembala yang Baik, dan Dia mengatakan bahwa yang membuat-Nya layak menyandang peran itu adalah kasih-Nya yang rela berkorban untuk domba-domba-Nya: Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya; sedangkan seorang upahan yang bukan gembala, dan yang bukan pemilik domba-domba itu sendiri, ketika melihat serigala datang, meninggalkan domba-domba itu lalu lari, sehingga serigala itu menerkam dan mencerai-beraikan domba-domba itu. Ia lari karena ia seorang upahan dan tidak memperhatikan domba-domba itu.

Melewati Air yang Dalam

47


Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal domba-dombaKu dan domba-domba-Ku mengenal Aku—sama seperti Bapa mengenal Aku dan Aku mengenal Bapa—dan Aku memberikan nyawa-Ku bagi domba-domba-Ku (YOH. 10:11-15) . Tuhan kita menggambarkan diri-Nya sendiri sebagai Gembala pengasih yang mengumpulkan domba-dombaNya dalam pelukan-Nya dan yang membawa domba yang telah menyimpang dan goyah untuk kembali ke jalan yang benar—selalu dengan lemah lembut dan hati-hati—karena kasih-Nya bagi mereka. Inilah intisari dari hubungan Allah dengan umat-Nya. K apan saja kita merasa ditinggalkan atau diabaikan Allah, kita perlu mengingat bahwa Dialah Gembala kita. Kita selalu ada dalam perlindungan-Nya yang memelihara kita, bahkan ketika kita tidak menyadarinya. Allah selalu menggembalakan umat kepunyaan-Nya. Pemazmur akhirnya tiba pada kesimpulan tersebut. Sudahkah Anda tiba pada kesimpulan yang sama? Dapatkah Anda mempercayai Allah, bahkan pada masamasa penuh keraguan dan tekanan, ujian dan godaan? Berimanlah kepada Allah! Dia akan menuntun Anda melalui perairan yang dalam dan membawa Anda tiba dengan selamat di seberang. Setelah itu Anda akan dapat menyatakan bersama pemazmur, “Ya Allah, jalan-Mu adalah kudus! Allah manakah yang begitu besar seperti Allah kami?” (AY.14).

48

KETIKA ALLAH SEAKAN MEMBISU


ANDA DAPAT MEMBERI DAMPAK YANG BERARTI! Persembahan kasih seberapa pun dari para pembaca seperti Anda memampukan Our Daily Bread Ministries untuk menjangkau orang-orang di Indonesia dengan hikmat Alkitab yang mengubahkan hidup. Kami tidak didanai atau berada di bawah kelompok atau denominasi apa pun. Jika Anda ingin mendukung pelayanan kami, Anda dapat mengirimkan persembahan kasih melalui rekening “Yayasan ODB Indonesia” BCA Green Garden A/C 253-300-2510 BNI Daan Mogot A/C 0000-570-195 Mandiri Taman Semanan A/C 118-000-6070-162 QR Code Standar Pembayaran Nasional

Scan QR code ini untuk donasi dengan aplikasi e-wallet berikut:

Yayasan ODB Indonesia

Silakan konfirmasi persembahan kasih Anda melalui: WhatsApp: 0878.7878.9978 E-mail: indonesia@odb.org SMS: 081586111002

Kenalkan padanya Santapan Rohani. Keuntungan menjadi pembaca Santapan Rohani: • Buku renungan langsung dikirim ke alamatnya setiap triwulan • Mendapat penawaran materi-materi terbaru untuk pendalaman Alkitab lebih lanjut • Menerima informasi dan kabar terbaru tentang pelayanan Our Daily Bread Ministries.

DAFTAR VIA: 021-2902 8950 0815 8611 1002 0878 7878 9978 (WA) indonesia@odb.org

Santapan.Rohani Santapan.Rohani SantapanRohani santapanrohani.org/daftar

Kami sangat menghormati privasi pembaca dan tidak akan memberikan data pembaca kepada organisasi lain. Tidak dikenakan biaya untuk menjadi pembaca.


Allah Layak DIPERCAYA! Jika Anda bergumul dengan perasaan ragu dan kecewa kepada Allah, Mazmur 77 bisa menjadi jawaban bagi Anda. Awalnya Asaf sang pemazmur merasa hampir putus asa, tetapi kemudian ia menerima konfirmasi tegas atas imannya ketika ia mengubah sudut pandangnya. Allah merancang doa sebagai sarana membangun keintiman antara Dia dan kita. Ketika kita mengalihkan pandangan dari diri dan keadaan kita, lalu memandang kepada Allah, segalanya pun berubah. Buklet ini membawa Anda menapaki mazmur Asaf sembari mengingat perbuatan Allah yang besar dan ajaib sehingga Anda kembali meyakini betapa Dia layak untuk dipercayai.

KETIKA ALLAH

seakan

MEMBISU Mazmur 77

Ray C. Stedman adalah salah seorang gembala, pengkhotbah, dan pemimpin rohani besar di abad ke-20. Setelah lulus dari Dallas Theological Seminary, beliau menggembalakan jemaat Peninsula Bible Church di Palo Alto, California, selama 40 tahun. Stedman telah mengabadikan berbagai pengalaman hidup pengikut Kristus ke dalam lebih dari 20 buku yang ditulisnya dan memberikan pengaruh yang luar biasa bagi gereja di abad ke-20.

Diterbitkan dan didistribusikan oleh PT. Duta Harapan Dunia www.dhdindonesia.com

QT355

Ray Stedman


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.