SERI TERANG ILAHI
ORANG KRISTEN dan
PEMERINTAH Tanggung Jawab Kita sebagai Warga Negara
pengantar
Orang Kristen dan Pemerintah
Tanggung Jawab Kita sebagai Warga Negara
K
etika sekelompok pemimpin agama bertanya kepada Yesus apakah warga Yahudi harus membayar pajak kepada Kaisar, Dia memberikan tanggapan yang mengejutkan. Dia meminta mereka yang berada di sana untuk melihat kedua sisi dari sekeping mata uang logam Romawi dan berkata, “Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah.� Apakah arti pernyataan itu bagi kita 2.000 tahun kemudian? Entah kita hidup dalam tatanan sosial dari negara demokrasi, republik, monarki, kediktatoran militer, atau komunis, bagaimana kita menyeimbangkan 1
kewajiban kita sebagai warga negara dengan tanggung jawab kita kepada Kristus? Halaman-halaman berikut ini akan membantu kita menilai manakah yang sepatutnya kita berikan kepada Kaisar dan manakah yang kepada Allah tanpa salah mempertukarkan keduanya.
Mart DeHaan
2
ORANG KRISTEN DAN PEMERINTAH
daftar isi satu
Kristen “Ateis”? � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � 5 dua
Asas-Asas Kerajaan Allah � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � 9 tiga
Bagaimana dengan Pajak? � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � 17 empat
Mendoakan Para Pemimpin Kita � � � � � � � � � � � � � � � � � � 25 lima
Waktunya Memutuskan � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � � 31
PEMIMPIN EDITOR: Tim Gustafson PERANCANG SAMPUL: Stan Myers GAMBAR SAMPUL: Rob Hill via Hemera PENATA LETAK: Steve Gier, Mary Chang PENERBIT: Our Daily Bread Ministries PENERJEMAH: Didi Daryadi EDITOR TERJEMAHAN: Dwiyanto, Natalia Endah PENYELARAS BAHASA: Yudy Himawan, Bungaran Gultom, Indrawan GAMBAR ISI:
Rob Hill via Hemera (hlm.1): Hemera Photo Objects (hlm.5); lainnya via Stock. xchng: Neil Gould (hlm.9), Marcin Jochimczyk (hlm.17), Jesper Noer (hlm.25), dan Andrew Beierle (hlm.31).
Kutipan ayat diambil dari teks Alkitab Terjemahan Baru Indonesia, LAI © 1974. Hak Cipta dilindungi Undang-Undang. © 2016 Our Daily Bread Ministries, Grand Rapids, Michigan. Dicetak di Indonesia.
Indonesian Discovery Series “Citizens of the Kingdom”
satu
Kristen “Ateis�?
P
ada abad kedua Masehi, Celsus, cendekiawan Romawi yang terkemuka, menuduh para pengikut Yesus sebagai orang-orang ateis. Karena orang Kristen tidak menyembah dewa-dewa Romawi atau mendewakan Kaisar, mereka dituduh Celsus menganut kepercayaan yang ateistik dan berkhianat. Ketika penganiayaan terjadi, jemaat mula-mula tabah menanggung penderitaan mereka. Hampir tidak ada bukti yang menunjukkan adanya perlawanan dari para penganut Kristen mula-mula itu terhadap penganiayaan dari pihak penguasa. Namun semasa Perang Dunia II, umat Kristen termasuk pihak yang paling berani membela kelompok lain yang tertindas. Orang Kristen yang saleh memegang peranan penting dalam organisasiorganisasi seperti gerakan bawah tanah di Belanda dan Prancis serta kelompok-kelompok lain yang menentang agresi Nazi. Kebanyakan dari para penentang yang gagah berani tersebut menggunakan cara damai dalam menyatakan protes. Namun 5
beberapa di antara mereka terlibat dalam berbagai tindak kekerasan. Dietrich Bonhoeffer, seorang pendeta Lutheran, dihukum mati oleh Nazi karena keterlibatannya dalam rencana pembunuhan Adolf Hitler. Beberapa tahun kemudian, Dr. Martin Luther King, Jr. menempuh cara yang dinamakannya “tindakan langsung tanpa kekerasan”. Dalam buku “Surat dari Penjara Birmingham” (Letter from Birmingham Jail), King menulis: “Ada dua jenis hukum: adil dan tidak adil.” Ia menyatakan, “Kita mempunyai tanggung jawab moral untuk tidak menaati hukum yang tidak adil.” Dr. Martin Luther King, Jr. menulis buku “Surat dari Penjara Birmingham” pada bulan April 1963 setelah ditangkap karena mengadakan unjuk rasa tanpa izin. Ia mendekam selama 11 hari di dalam penjara karena “pelanggaran” tersebut.
Sejak awal pemerintahan manusiawi terbentuk, rakyat di berbagai negara telah menyatakan ketidaksetujuan mereka terhadap beragam kebijakan, keputusan, dan aktivitas pemerintahan mereka. Protes dan penolakan bisa memuncak menjadi krisis. Saat itulah para pemimpin negara harus mengambil keputusan penting. Haruskah pemerintah menggunakan senjata untuk memaksa warga patuh? Bila pemerintah menggunakan kekerasan, akankah itu membawa kebaikan yang dimaklumi bagi rakyat? Ataukah justru akan menguntungkan pemerintah itu sendiri? Di sisi lain, rakyat juga harus memutuskan: Haruskah mereka mengambil risiko untuk mengadakan protes demi membela keadilan? Ataukah mereka wajib menaati pemerintah dengan mengikuti proses hukum, bersabar, dan tetap hormat kepada pihak yang berwenang? Di mana batasnya? Kita harus menemukan keseimbangan. Kebutuhan kita untuk adanya pertanggungjawaban sosial dan penegakan hukum harus diimbangi dengan kesadaran bahwa pemerintah—sebagaimana 6
ORANG KRISTEN DAN PEMERINTAH
dengan semua lembaga buatan manusia—akan gagal mencapai tujuan dari pendiriannya. Para pengikut Kristus bisa mengambil manfaat dari perspektif sejarah dan hikmat Alkitab. Dua Para pengikut pernyataan yang telah umum dari Kristus bisa Perjanjian Baru menjadi ukuran dari sikap kita terhadap iman dan negara: mengambil • Kata Yesus kepada mereka: manfaat dari “Berikanlah kepada Kaisar apa perspektif sejarah yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang dan hikmat wajib kamu berikan kepada Allah” Alkitab. (markus 12:17). • “Tiap-tiap orang harus takluk kepada pemerintah yang di atasnya, sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintah-pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah” (roma 13:1). Perkataan Yesus Kristus dan Rasul Paulus tersebut adalah sokoguru yang menyokong seluruh kebenaran dari status kewarganegaraan ganda kita. 1. Kita harus mengetahui apa yang menjadi milik Allah. 2. Kita harus mengetahui apa yang telah Allah percayakan kepada negara. Kita adalah warga Kerajaan Allah sekaligus warga dari negara yang kita tempati. Inilah tantangan kita: Apakah kita memiliki tanggung jawab moral untuk mematuhi kewenangan dari pemerintahan manusiawi? Bagaimana caranya memastikan bahwa kita tidak memberikan kepada pemerintah apa yang wajib kita berikan hanya kepada Allah—dan sebaliknya, memberikan kepada Allah apa yang telah Dia percayakan kepada pemerintah? Kristen “Ateis”?
7
8
ORANG KRISTEN DAN PEMERINTAH
dua
Asas-Asas Kerajaan Allah
M
arilah sejenak kita mengikuti jejak langkah muridmurid Yesus. Mereka telah diundang untuk mengikuti calon Raja Israel dari dekat. Entah apa yang bergulir dalam pikiran mereka karena menghidupi apa yang hanya bisa diidam-idamkan oleh nenek moyang mereka! Sembari berjalan di tepi Danau Galilea, para murid berangsurangsur belajar menghayati asas-asas Kerajaan Allah. Mereka mulai merasakan bahwa Guru mereka yang sanggup melakukan mukjizat itu sedang menggenapi nubuat Nabi Yesaya, yang mengatakan: Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai. Besar kekuasaannya, dan damai sejahtera tidak akan berkesudahan di atas takhta Daud dan di dalam kerajaannya, karena ia mendasarkan dan mengokohkannya dengan keadilan dan kebenaran dari sekarang sampai selama-lamanya (yesaya 9:5-6). 9
Mungkinkah Yesus yang akan menggenapi nubuat sang nabi? Diakah Mesias yang telah lama ditunggu-tunggu? Dalam penantian akan perebutan kekuasaan yang bersifat ilahi, bayangkan betapa heran dan bingungnya para murid ketika mendengar Sang Raja berkata bahwa mereka harus memberikan uang dan sikap hormat mereka kepada seorang kaisar penyembah berhala! Namun di hari-hari menjelang penyaliban Yesus, justru itulah yang didengar para murid dari mulut-Nya. Para murid mengharapkan pembebasan politik. Secara mengejutkan, Yesus mengajar para pengikut-Nya untuk menghormati penguasa, bahkan yang tidak mengenal Tuhan. Ketika Paulus menulis kepada para pengikut Kristus di Roma, ia memulai dengan menyatakan bahwa Yesus adalah Tuhan (roma 1:1-4). Pemerintah Romawi bisa menafsirkan itu sebagai tantangan untuk memberontak terhadap kekuasaan Kaisar. Namun dalam surat yang sama ia menulis: Tiap-tiap orang harus takluk Para murid kepada pemerintah yang di atasnya, mengharapkan sebab tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah; dan pemerintahpembebasan pemerintah yang ada, ditetapkan oleh politik. Secara Allah (roma 13:1). mengejutkan, Paulus hidup di bawah bayangbayang kekuasaan Kaisar. Apakah ia Yesus mengajar sedang meminta para pengikut Kristus para pengikutuntuk menghormati Kaisar dengan Nya untuk sikap hormat yang sepatutnya hanya menghormati diberikan kepada Allah? Dalam menekankan kewajiban penguasa, bahkan kita pada pemerintah, Paulus memakai yang tidak kata “takluk� dan “menaklukkan diri� mengenal Tuhan. (roma 13:1,5). Di sini, Paulus mendesak pembacanya untuk mengakui 10
ORANG KRISTEN DAN PEMERINTAH
kewenangan yang diberikan Allah kepada kepala negara— seorang kaisar yang menuntut orang menyembahnya! Paulus bermaksud mendorong kita untuk menghormati para pemimpin, yang tidak mengenal Tuhan sekalipun, yang layak menerima ketaatan kita pada hukum karena kewenangan yang mereka terima dari Allah. Paulus tidak memerintahkan kita untuk menghormati para pemimpin karena kita berkenan pada karakter mereka atau kebijakan publik yang mereka buat. Ia menjelaskan bahwa Allah menetapkan adanya pemerintah guna mengekang kekacauan akibat ketiadaan hukum. Kitab Hakim-Hakim dalam Perjanjian Lama berisi catatan kelam dari tindak pembunuhan, genosida, perebutan kekuasaan, pelecehan seksual, dan perpecahan keluarga—akibat-akibat tragis dari ketiadaan atau terlalu longgarnya pemerintah. Sebagai akibat dari tiadanya pembatasan, kitab Hakim-Hakim dengan suram menyimpulkan, “Pada zaman itu tidak ada raja di antara orang Israel; setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri� (21:25). Sepanjang sejarah, bangsa Israel telah berulang kali dijajah oleh bangsa-bangsa lain. Pada masa hidup Yesus dan para murid, bangsa Israel telah dijajah Kekaisaran Romawi sejak tahun 68 sm. Ada sejumlah kelompok berniat memberontak, bahkan tidak ragu untuk menggunakan kekerasan (MARKUS 15:7; LUKAS 23:19).
Roma 13:4-5 menolak perilaku berbahaya itu dengan menekankan bahwa pemerintahan sipil bertindak sebagai wakil Allah untuk menjaga ketertiban, menegakkan keadilan, menghukum yang bersalah, dan mengekang kekerasan. Hukum yang menentang pembunuhan, pemerkosaan, perampokan, perusakan, penyuapan, dan penipuan mencerminkan pandangan Allah yang menjunjung kehidupan manusia dan hak milik pribadi. Seperti Paulus, Rasul Petrus pun menekankan bahwa para penguasa dunia adalah bagian dari ketetapan Allah untuk Asas-Asas Kerajaan Allah
11
melindungi kepentingan rakyat. Ia menyatakan bahwa dengan hidup taat pada hukum, para pengikut Kristus mencerminkan Allah dengan baik dan menunjukkan bahwa mereka tidak menggunakan agama sebagai kedok kejahatan (1 petrus 2:1317). Petrus mendorong para pembacanya untuk menjadi wakil Kristus yang baik dengan berkata, “Hormatilah semua orang, kasihilah saudara-saudaramu, takutlah akan Allah, hormatilah raja!� (1 petrus 2:17). Kita mungkin berpikir bahwa kita dapat menghormati jabatan dalam pemerintahan tanpa perlu menghormati pejabatnya. Namun itukah yang dimaksud oleh Tuhan Yesus dan para rasul? Apakah mereka mendorong kita untuk menghormati jabatan dan bukan pejabat yang mengisi kedudukan itu? Sekali lagi, kita harus ingat bahwa Paulus dan Petrus menujukan suratnya kepada orang yang hidup di bawah kekuasaan para kaisar. Hukum Romawi mungkin dipuji karena memberikan kebebasan dan kekuasaan semi otonom kepada masyarakat jajahannya yang majemuk. Namun di bawah kekuasaan Romawi juga, orang Kristen menderita karena menolak untuk memberikan kepada Kaisar penghormatan yang mereka yakini hanya layak diberikan kepada Allah. Nasihat Paulus kepada umat di Roma agar mereka tunduk kepada para pemimpin bukanlah hal remeh, apalagi kitab Roma kemungkinan ditulis pada tahun 57 Masehi. Kurang dari 10 tahun sebelumnya, pada tahun 49 Masehi, orang Kristen diusir dari Roma oleh pemerintah. Pada tahun 64 Masehi, di bawah kekuasaan Nero, orang Kristen mulai mengalami penganiayaan yang didukung oleh pihak penguasa.
Paulus tahu apa artinya berhadapan dengan penguasa yang sewenang-wenang menerapkan kekuasaan agama dan sipilnya (kisah para rasul 22:30–23:5). Bahkan ketika menulis surat kepada Titus, Paulus sedang dipenjarakan dengan sewenangwenang karena imannya. Namun meskipun mengalami sendiri 12
ORANG KRISTEN DAN PEMERINTAH
kezaliman tersebut, ia tetap tegas menjunjung prinsip bahwa para pemimpin wajib dihormati. Ia memerintahkan kepada Titus untuk mengingatkan para pengikut Kristus supaya “tunduk pada pemerintah dan orang-orang yang berkuasa, taat dan siap untuk melakukan setiap pekerjaan yang baik� (titus 3:1). Bagaimana jika pemerintah menyuruh kita menyangkal iman kita, atau menggugurkan janin kita, atau maju bertempur di dalam perang yang tidak dapat dibenarkan? Alkitab menegaskan bahwa menghormati para pemimpin tidak sama dengan kepatuhan tanpa syarat. Para rasul dalam Perjanjian Baru menunjukkan kepada kita bahwa ada saatnya kita harus lebih taat kepada penguasa yang lebih tinggi. Ketika para pemimpin Yahudi melarang Petrus dan Yohanes berbicara tentang kebangkitan Yesus, para rasul menanggapi, “Silakan kamu putuskan sendiri manakah yang benar di hadapan Allah: taat kepada kamu atau taat kepada Allah. Sebab tidak mungkin bagi kami untuk tidak berkata-kata tentang apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar� (kisah para rasul 4:19-20; lihat juga 5:29). Tantangan Petrus dan Yohanes terhadap penguasa harus dipahami dalam konteks peristiwa yang menyebabkan konfrontasi tersebut. Kebenaran yang mereka ketahui mendesak mereka untuk menentang perintah penguasa. Mereka telah melihat Yesus menyembuhkan orang sakit dan membangkitkan orang mati. Mereka telah melihat Dia rela menderita dan mati, lalu bangkit secara jasmani dari kematian tiga hari kemudian. Selanjutnya mereka telah melihat karya mukjizat Allah yang tak terbantahkan (kisah para rasul 3:1-12) yang membuat orang bisa mempercayai kesaksian mereka tentang kebangkitan Yesus. Para rasul itu bukanlah penjahat, tetapi mereka hidup meneladan Daniel, yang berabad-abad sebelumnya menolak tunduk pada penyembahan berhala yang dipaksakan oleh penguasa. Karena keberaniannya itu, Daniel dilempar ke gua singa. Tanggapannya yang sabar dan berani terhadap ketidakadilan tersebut jelas menunjukkan bahwa ia tidak Asas-Asas Kerajaan Allah
13
bermasalah dengan penguasa. Saat muncul tanpa luka apa pun dari gua singa, Daniel berkata kepada raja: Ya raja, kekallah hidupmu! Allahku telah mengutus malaikatNya untuk mengatupkan mulut Daniel dan Daud singa-singa itu, sehingga mereka memilih untuk tidak mengapa-apakan aku, karena menunjukkan ternyata aku tak bersalah di hadapan-Nya; tetapi juga terhadap sikap hormat tuanku, ya raja, aku tidak melakukan dalam kejahatan (daniel 6:22-23). menyampaikan Saat kita bermasalah dengan penentangan dan pemerintah, ada baiknya kita mempertimbangkan cara Daniel yang ketidaksetujuan menentang Raja Darius dengan hormat. mereka. Daud juga memberi kita contoh penentangan yang dilakukan dengan berani dan penuh hormat. Ketika melarikan diri dari Raja Saul yang murka dan iri kepadanya, Daud memilih untuk menghormati “orang yang diurapi Tuhan” (1 samuel 24:11) bahkan ketika itu membahayakan dirinya sendiri (1 samuel 19:9-10; 24–26). Ketika Saul mengejar Daud dengan pasukan bersenjatanya, Daud berkesempatan untuk membunuh sang raja, tetapi ia memilih untuk tidak melakukannya (1 samuel 24:4-5; 26:5-25). Dengan sikap hormat, Daud menahan diri, sehingga pada akhirnya Saul pun memberkatinya (26:25). Keberanian untuk taat pada firman Allah daripada taat kepada manusia tidaklah sama dengan sikap tidak menghormati para pemimpin kita. Daniel dan Daud memilih untuk menunjukkan sikap hormat dalam menyampaikan penentangan dan ketidaksetujuan mereka. Setidaknya, para pemimpin kita adalah hamba Allah tanpa mereka menyadarinya. Paulus menulis, “Barangsiapa melawan pemerintah, ia melawan ketetapan Allah” (roma 13:2). 14
ORANG KRISTEN DAN PEMERINTAH
Mengapa demikian? Mungkin karena pemerintahan yang tidak mengenal Tuhan dan bersifat majemuk sekalipun menyediakan infrastruktur dan ketertiban sosial yang penting. Kekuasaan yang tiran bisa lebih baik daripada ketiadaan hukum. Dengan pertimbangan yang bijak itulah, Paulus berkata kepada warga negara Romawi, “Sebab itu perlu kita menaklukkan diri, bukan saja oleh karena kemurkaan Allah, tetapi juga oleh karena suara hati kita� (13:5). Kata kemurkaan di ayat itu berbicara tentang potensi pemerintah untuk menerapkan kuasanya terhadap warganya. Maksud Paulus, saat menimbangnimbang dengan hati nurani apakah kita harus menentang pemerintah atau tidak, kita juga harus mempertimbangkan cara kita menanggapi suatu lembaga yang telah ditetapkan Allah. Di sini kita perlu berhikmat dengan cermat untuk menerapkan keseimbangan dan perspektif yang jelas. Menghormati para pemimpin berarti mempunyai rasa takut yang sehat terhadap kekuasaan mereka. Paulus mengingatkan kita bahwa pemerintah menyandang pedang untuk menjaga ketertiban dan menegakkan hukum (roma 13:3-4,7). Untuk menjelaskan kekuasaan dari mereka yang dipercaya dengan kewenangan memerintah, ia mengatakan, “Jika engkau berbuat jahat, takutlah akan dia, karena tidak percuma pemerintah menyandang pedang. Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat� (ay.4). Sebelum menentang pemerintah, kita harus sangat yakin bahwa perjuangan kita setimpal dengan risiko hukuman penjara atau kematian. Undang-undang mengenai hukuman mati paling awal ditemukan dalam Hukum Hammurabi, yang ditulis pada tahun 1700-an sm. Sepanjang sejarah, bentuk kejahatan yang diancam hukuman mati begitu beragam, mulai dari pembunuhan, perzinahan, hingga perbuatan yang mengganggu ketertiban umum.
Asas-Asas Kerajaan Allah
15
Bila kita harus menentang, kita perlu melakukannya dengan sikap hormat terhadap pejabat pemerintah. Dalam sejumlah kasus, sikap pengikut Kristus yang memandang pemerintahnya sebagai musuh Injil memang cukup beralasan. Dalam keadaan demikian, kita harus ingat bahwa para pejabat tersebut akan mempertanggungjawabkan kewenangan yang dipercayakan atas mereka kepada Allah. Dengan cara yang sama, kita juga harus bertanggung jawab kepada Allah— penguasa tertinggi—tentang cara kita menanggapi para pejabat pemerintah. Karenanya, kita wajib memikirkan bagaimana pandangan Kristus terhadap sikap kita yang acuh tak acuh atau menentang para pemimpin negara kita. Bila kita telah memutuskan bahwa demi Kristus kita perlu menentang pemerintah, ingatlah perkataan bijaksana dari Dr. Martin Luther King, Jr. yang mengutip Thomas Aquinas: “Hukum yang tidak adil adalah hukum manusia yang tidak berakar pada hukum yang abadi dan hukum alam.” Dr. King memang benar melihat bahwa sejumlah kebijakan rasial dari pemerintahannya tidaklah adil. Namun dalam surat yang sama, King juga berkata, “Saya sama sekali tidak menganjurkan orang untuk menghindari atau menentang hukum. . . . Itu hanya akan mengakibatkan anarki. Orang yang menentang hukum yang tidak adil harus melakukannya secara terbuka, penuh kasih, dan siap menerima hukuman sebagai akibat perbuatannya.” Jadi, jika kita terdorong untuk melawan pemerintah, kita harus menanyakan tiga pertanyaan penting kepada diri sendiri: 1. Akankah dunia melihat perlawanan kita sebagai upaya egois demi mementingkan dan melindungi hak-hak kita sendiri? 2. Apakah kita memprotes guna melindungi kepentingan orang lain dan berjuang untuk rasa keadilan yang lebih tinggi? 3. Siapkah kita menerima hukuman sebagai akibatnya?
16
ORANG KRISTEN DAN PEMERINTAH
tiga
Bagaimana dengan Pajak?
B
eberapa pihak mempertanyakan apakah pemerintah berhak memungut pajak. Pihak lain mempertanyakan apakah kita harus membayar pajak jika kita tak setuju dengan cara negara membelanjakan anggarannya. Yang lain merasa bahwa memberikan uang pada pemerintah yang mendukung perang, persenjataan nuklir, defisit anggaran, aborsi, keberagaman agama, ateisme, atau penelantaran terhadap pengelolaan lahan dan sumber daya itu sama saja dengan mendukung secara langsung praktik-praktik tersebut. Komunitas Kristen dan Yahudi abad pertama dari Roma hingga Yerusalem menghadapi masalah yang sama. Pajak adalah masalah yang sensitif di wilayah Yudea jajahan Romawi. Masalahnya tidak hanya menyangkut beban pajak tetapi juga pertanyaan: Patutkah menggunakan uang orang Yahudi untuk mendukung Kaisar Romawi yang tidak mengenal Tuhan? Dalam konteks itu para pemimpin agama bertanya pada Yesus, “Bolehkah membayar pajak kepada Kaisar?� (markus 12:14 bis). 17
Pertanyaan itu menjadi lebih menarik karena diajukan oleh perwakilan dari dua kelompok yang berseberangan paham yang telah bergabung untuk menguji Tuhan Yesus. Kaum Farisi sangat menjunjung tradisi agama Yahudi dan membenci kekuasaan Romawi yang kafir dan pengakuan Kaisar sebagai tuhan. Mereka juga sangat membenci gambar yang memberhalakan Kaisar pada uang logam Romawi. Maka saat kaum Farisi bertanya kepada Yesus apakah orang diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar, mereka bersekongkol hendak menjatuhkan Kristus. Apabila Yesus mengatakan bahwa orang Yahudi harus membayar pajak kepada Kaisar yang dikultuskan negara, Dia akan dituduh telah mendukung nilai-nilai Romawi dan melakukan penghujatan. Kaum Herodian mengajukan sudut pandang yang berbeda dari pertanyaan itu. Mereka lebih memusatkan perhatian pada aspek politik daripada spiritualnya. Mereka merasa bahwa orang Yahudi seharusnya mendukung dinasti Herodian yang ditunjuk langsung oleh penguasa Romawi, yang sebagian besar terdiri dari orang bukan Yahudi, dan yang memerintah atas wilayah tersebut sebagai boneka Romawi. Maka kaum Herodian hendak menuduh Yesus sebagai pengkhianat apabila Dia menjawab bahwa orang Yahudi tidak boleh membayar pajak. Yesus Kristus menunjukkan bagaimana umat Allah bisa hidup sesuai dengan status kewarganegaraan ganda mereka. Alih-alih memilih antara Allah dan Kaisar, Dia mengakui peran Kaisar yang sah sebagai pemerintah di bawah kekuasaan Allah yang lebih tinggi. Kita memang berutang pajak kepada penguasa, tetapi hanya Allah yang layak disembah dan menerima pengabdian kita yang tertinggi. Haruskah kita membayar pajak meskipun pemerintah menggunakan uang itu untuk tujuan yang tidak adil dan tidak bermoral? Rasul Paulus dengan tegas menyatakan tentang tanggung jawab kita untuk membayar pajak. Ia menulis: “Itulah juga sebabnya maka kamu membayar pajak. Karena mereka 18
ORANG KRISTEN DAN PEMERINTAH
yang mengurus hal itu adalah pelayanpelayan Allah. Bayarlah kepada semua orang apa yang harus kamu bayar; pajak kepada orang yang berhak menerima pajak, cukai kepada orang yang berhak menerima cukai; rasa takut kepada Para pengikut orang yang berhak menerima rasa takut Kristus dan hormat kepada orang yang berhak menerima hormat” (roma 13:6-7). mempunyai Sejumlah pihak yang menolak untuk alasan yang jauh membayar pajak sering mengajukan lebih kuat untuk alasan yang terdengar patriotik atau membayar pajak bahkan rohani. Namun para pengikut Kristus mempunyai alasan yang jauh yang diwajibkan lebih kuat untuk membayar pajak oleh pemerintah. yang diwajibkan oleh pemerintah. Penolakan untuk membayar pajak tidak mempunyai dasar dalam Alkitab, sama seperti Alkitab tidak bisa digunakan untuk mendukung perilaku anarki atau sikap merendahkan para pemimpin negara yang tidak mendukung keyakinan atau nilai-nilai yang kita pegang. ”Pemerintah Romawi pada zaman Paulus mendewakan Nero, menjalankan sistem kesejahteraan sosial, dan mendukung praktikpraktik penyembahan berhala. . . . Namun Yesus dan Paulus samasama menyatakan dengan sangat jelas bahwa orang Kristen wajib membayar pajaknya.” —JOHN EIDSMORE DALAM BUKU "ALLAH & KAISAR” (GOD & CAESAR) (HLM.37)
Dapatkah kita membuat negara kita menjadi bangsa yang berpusat kepada Allah? Seberapa pun banyaknya orang Kristen hidup di sebuah negara, negara itu tidak bisa disamakan dengan bangsa Israel kuno. Gereja pun tidak diberi amanat untuk menegakkan hukum dan ketertiban dalam Bagaimana dengan Pajak?
19
masyarakat. Panggilan kita sebagai umat Kristen adalah untuk menjadi satu tubuh yang menjadi garam dan terang di setiap negara (matius 5:13-16). Misi kita bukanlah untuk mengendalikan masyarakat, melainkan Kerohanian untuk mempengaruhinya. panggilan Ketika berkata, “Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini� (yohanes 18:36), Kristus kepada Yesus mengakui bahwa Dialah Raja kita tidak bisa (ay.37). Namun Dia juga mengajarkan dipaksa dengan bahwa sebelum kedatangan-Nya kembali, Kerajaan-Nya bukanlah suatu ujung pedang lembaga yang kasatmata. Kerajaanatau besarnya Nya berupa pemerintahan Allah gabungan suara. yang tak kasatmata dalam hati setiap manusia yang rela tunduk kepada-Nya (lukas 17:20-21). Saat Yesus datang kembali, Dia akan mendirikan kerajaan yang kasatmata (matius 24:30-35; 25:31-46; 26:29-64), tetapi untuk sementara waktu, Dia memanggil orang-orang dari segala bangsa untuk menjadikan-Nya Raja yang bertakhta dan berkuasa dalam hati mereka (matius 28:18-20). Kita tidak dipanggil untuk membuat hukum Allah menjadi hukum negara melalui pembentukan koalisi politik atau menyuarakan perbaikan moral lewat rekayasa penggabungan suara. Sebaliknya, kita dipanggil untuk mempengaruhi lingkungan kita dengan tindakan kasih yang radikal, teladan yang sejati, dan membela mereka yang membutuhkan bantuan. Kerohanian yang diminta Kristus dari kita tidak bisa dipaksakan dengan ancaman senjata atau suara mayoritas. Moralitas sosial yang dikehendaki Kristus hanya dapat tumbuh secara sukarela dalam hati setiap pribadi yang dengan bersyukur menyadari bahwa hati mereka adalah milik-Nya. Baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru telah memberikan sejumlah contoh tentang bagaimana umat Allah 20
ORANG KRISTEN DAN PEMERINTAH
mempengaruhi pemerintah yang tidak mengenal Tuhan di zaman mereka. • Yusuf naik menduduki jabatan yang sangat berpengaruh di Mesir (kejadian 39–50). Tanpa mengubah kebijakan agama atau penyembahan berhala di negeri itu, Yusuf dipakai Allah untuk menyelamatkan banyak jiwa ketika bencana kelaparan besar melanda (kejadian 50:20). • Sadrakh, Mesakh, dan Abedneg adalah kaum buangan dari Yudea yang menjadi terkemuka di kerajaan Babel. Namun mereka menolak untuk tunduk dan menyembah patung emas Nebukadnezar (daniel 3). • Daniel, seorang Yahudi yang diasingkan, dihormati sebagai pemimpin yang bijak dan berkarakter tanpa cela sepanjang pemerintahan sejumlah raja. Dia tidak takut berbicara atas nama Allah (daniel 4:27). • Nehemia, juru minuman Raja Artahsasta dari Persia (464– 424 sm), memperoleh bantuan raja untuk membangun kembali kota Yerusalem (nehemia 1–6). • Rasul Paulus menuntut haknya sebagai warga negara Romawi untuk menerima perlindungan ketika ia diperlakukan tidak adil, dicambuk dan dipenjara tanpa diadili (kisah para rasul 22:22-30). Dalam setiap contoh di atas, kita melihat orang yang melibatkan diri dalam pemerintahan yang berkuasa atas mereka, beberapa di antaranya dengan cara yang sangat nyata. Namun semua dari mereka menunjukkan bahwa mereka lebih setia kepada Allah daripada kepada pemerintahnya di dunia.
Tidak ada pemerintah di dunia yang sempurna. Orang Kristen merendahkan mandat yang diberikan Tuhan ketika mereka hanya mau menerima keuntungan sebagai warga negara tanpa mau memikul tanggung jawab dari kewarganegaraan itu.
Bagaimana dengan Pajak?
21
Haruskah pengikut Kristus mendukung negara mereka sendiri dengan mengorbankan negara lain? Sebagaimana telah kita lihat, Alkitab mengajarkan bahwa kita memiliki kewarganegaraan ganda. Kita mengabdikan diri kepada Raja segala raja sambil tetap melayani para pemimpin kita di dunia dengan sikap hormat dan penuh penghargaan. Dengan memberikan kepada Kaisar apa yang menjadi milik Kaisar dan kepada Allah apa yang menjadi milik Allah, kita menegaskan kewenangan dan kekuasaan yang sah dari pemerintah-pemerintah dunia dan juga Kerajaan Kristus. Namun, ada yang mungkin bertanya, bagaimana dengan perang? Haruskah seorang pengikut Kristus menolak perang? Kita perlu melihat sejumlah prinsip dasar untuk menentukan artinya mengikut Kristus di tengah adanya konflik bersenjata. Orang Kristen umumnya mengambil salah satu sikap berikut mengenai keterlibatan dalam konflik bersenjata oleh negara: Teori Perang yang Sah dan Pasifisme. Teori Perang yang Sah (atau Dapat Dibenarkan) berfokus pada aspek moral, yakni kapankah pengikut Kristus dibenarkan untuk terlibat dalam konflik bersenjata ketika pemerintah sipil yang sah mendesak mereka untuk terjun di dalamnya. Secara historis, Teori Perang yang Sah mewajibkan terpenuhinya syaratsyarat tertentu agar upaya perang itu dapat diterima sebagai tindakan yang tepat. 1. Tujuan yang benar. Apakah konflik tersebut digerakkan untuk tujuan yang benar? 2. Maksud baik. Apa yang hendak dicapai oleh pemerintah melalui tindakan-tindakannya? 3. Wewenang yang benar dan pernyataan kepada rakyat. Apakah pemerintah mempunyai wewenang untuk menyatakan perang di dalam keadaan tersebut. Lalu, apakah pemerintah telah menjelaskan segala tindakan dan alasannya kepada rakyat? 4. Cara terakhir. Masih adakah pilihan lain yang dapat memelihara dan menjunjung tinggi nyawa manusia? 22
ORANG KRISTEN DAN PEMERINTAH
5. Kemungkinan berhasil. Perjuangan yang sia-sia akan membuang nyawa manusia dan sumber daya yang berharga. 6. Kepatutan. Apakah membela atau melindungi hal yang dipertikaikan itu patut dilakukan dengan cara mengangkat senjata? Teori Perang yang Sah mempunyai sejarah panjang, yakni sejak zaman Yunani dan Romawi kuno. Melalui tokoh-tokoh seperti Agustinus dan Thomas Aquinas, agama Kristen sangat mempengaruhi perkembangan teori tersebut. Agustinus berkata, “Agama yang benar melihat perang-perang tertentu sebagai upaya perdamaian, yaitu perang yang dikobarkan bukan dengan motivasi untuk memperluas wilayah atau kekejaman, melainkan dengan maksud untuk meraih perdamaian, menghukum para pelaku kejahatan, dan memperluas kebaikan.�
Pasifisme berfokus pada ajaran damai yang diperintahkan Yesus Kristus untuk diterapkan dalam kehidupan setiap orang percaya. Pasifisme menegaskan bahwa, dengan mengingat pengajaran Yesus, orang Kristen harus selalu menolak untuk terlibat dalam segala tindak kekerasan sebagai cara untuk menciptakan atau memelihara perdamaian (matius 5:9; 5:38-42; lihat juga lukas 6:27-36; yohanes 13:34). Kedua pandangan itu sepakat bahwa perang tidak pernah merupakan suatu keadaan yang ideal. Dalam dunia yang sempurna, tidak pernah ada alasan untuk membenarkan perang. Namun kita hidup di dunia yang telah jatuh dalam dosa. Perang adalah gejala dan
Dalam dunia yang sempurna, tidak pernah ada alasan untuk membenarkan perang. Namun kita hidup di dunia yang telah jatuh dalam dosa.
Bagaimana dengan Pajak?
23
konsekuensi yang tak terelakkan dari kerakusan dan egoisme manusia. Kita pun tidak boleh berasumsi bahwa tidak adanya kekerasan sama dengan hadirnya perdamaian. Alkitab menunjukkan bahwa adakalanya negara-negara harus menempuh langkah militer sebagai bagian dari tanggung jawab mereka untuk “menyandang pedang.� Hal itu perlu dilakukan suatu negara untuk menangkal serangan dan melindungi rakyatnya (roma 13:4). Namun standar ideal dari Kitab Suci adalah sungguh-sungguh mengusahakan terciptanya perdamaian, baik antarpribadi maupun antarbangsa (matius 5:9; roma 12:17-21).
24
ORANG KRISTEN DAN PEMERINTAH
empat
Mendoakan Para Pemimpin Kita
D
unia tampaknya bergerak ke arah yang semakin gawat sebagaimana diprediksi oleh Alkitab akan terjadi di akhir zaman (2 timotius 3:1-5). Manusia menanggapi dengan cara yang beragam. Ada yang mengambil sikap fatalistik (menyerah pada nasib). Yang lain mengeluh, melarikan diri, atau mengancam untuk menggerakkan revolusi. Lalu, sikap seperti apa yang menghormati Allah kita? Paulus meyakini bahwa jawaban Allah terhadap doa-doa kita dapat menentukan kondisi negara dan kehidupan kita masing-masing. Maka ia menulis: Pertama-tama aku menasihatkan: Naikkanlah permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur untuk semua orang, untuk rajaraja dan untuk semua pembesar, agar kita dapat hidup tenang dan tenteram dalam segala kesalehan dan kehormatan. Itulah yang baik dan yang berkenan kepada Allah, Juruselamat kita, 25
yang menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran (1 timotius 2:1-4). Mengapa kita harus mendoakan para pemimpin kita? Paulus mengatakan bahwa tujuan dari doa kita haruslah “agar kita dapat hidup tenang dan tenteram.� Perkataannya serupa dengan nasihat yang diberikan Yeremia kepada orang Yahudi yang tinggal di pembuangan, di bawah penguasa asing dan kafir di Babel (yeremia 29:4-7). Dalam pemerintahan yang dipandang sangat jahat oleh orang Yahudi, Yeremia menyerukan: Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada Tuhan; sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu (ay.7). Meski terpisah berabad-abad jauhnya, Yeremia di Babel dan Paulus di Roma sama-sama mendorong umat Allah untuk berdoa bagi orang yang menjabat kedudukan tertinggi dalam pemerintahan setempat, agar mereka dapat hidup tenteram. Doa bisa berisi permohonan apa saja yang diajukan kepada Allah. Dalam Perjanjian Baru, pada umumnya doa berarti segala bentuk persekutuan dengan Allah. Namun, penafsir Alkitab bernama William Hendriksen menyatakan bahwa istilah doa dalam konteks 1 Timotius 2 mengacu pada apa yang selalu dibutuhkan oleh pemerintah pada umumnya, seperti perlunya bersikap bijaksana dan adil.
Doa seperti apa yang harus kita naikkan bagi mereka yang ada di pemerintahan? Dalam 1 Timotius 2:1, Paulus memakai empat istilah berbeda untuk menggambarkan doa yang harus kita naikkan untuk pemerintah kita: permohonan, doa, syafaat, dan ucapan syukur. Meskipun tiga yang pertama memiliki pengertian yang mirip, kemungkinan besar Paulus bermaksud untuk menekankan keragaman bentuk doa yang seharusnya menjadi bagian dari kehidupan doa kita. 26
ORANG KRISTEN DAN PEMERINTAH
Seruan Paulus untuk berdoa sedemikian rupa mengingatkan kita bahwa Allah ingin agar kita menggunakan doa-doa kita untuk mengungkapkan keyakinan kita pada wewenang dan kekuasaan yang lebih tinggi, yang dimiliki oleh Allah semata. Gerak-gerik segala pemerintah di dunia merupakan bagian dari peperangan rohani yang akan berakhir ketika Kristus datang kembali untuk mendirikan Kerajaan-Nya. Sementara itu, Allah mendengar doa-doa kita, dan kita memperoleh janji agung ini: “Ia mengabulkan doa kita, jikalau kita meminta sesuatu kepadaNya menurut kehendak-Nya� (1 yohanes 5:14). Permohonan adalah permintaan-permintaan yang timbul dari kebutuhan yang dialami dalam keadaan tertentu. Bila diterapkan dalam permohonan bagi pemerintah, itu berarti kita meminta kepada Allah agar mereka yang telah diberi tanggung jawab untuk membuat dan menegakkan hukum negara akan menerapkannya secara adil dalam tugas mereka.
Sejarah dari Harapan yang Besar Salah satu kisah utama dalam Alkitab adalah mengenai sebuah bangsa sekaligus keluarga yang dipilih Allah untuk hidup di bawah pemerintahan dan kepemimpinan-Nya secara langsung. Orang Israel dipilih Allah untuk menjadi warga Kerajaan-Nya. Allah seharusnya menjadi Tuhan dan Raja mereka. Namun dalam masa-masa yang sulit, bangsa pilihan tersebut memilih mengambil risiko menanggung keburukan seorang pemimpin yang kasatmata daripada dipimpin oleh belas kasihan Raja yang tak bisa mereka lihat. Meskipun Israel telah melihat Allah secara ajaib melepaskan mereka dari Mesir, dan meskipun mereka telah melihat Dia memelihara dan melindungi mereka sepanjang perjalanan mereka menuju Tanah Perjanjian, mereka menyimpulkan bahwa mereka membutuhkan pemimpin baru. Mendoakan Para Pemimpin Kita
27
Setelah lewat 400 tahun yang penuh dengan kekerasan, serbuan musuh, kekacauan sosial, Alkitab mengatakan, “Pada zaman itu tidak ada raja di antara orang Israel; setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri” (hakim-hakim 21:25). Alih-alih berpaling kepada Tuhan, Israel justru meminta seorang raja kepada Nabi Samuel. Namun mereka bersikukuh bahwa pemimpin itu haruslah “seperti pada segala bangsabangsa lain” di sekeliling mereka (1 samuel 8:5,20). Mereka menginginkan seseorang yang mau mendengarkan permohonan mereka, memimpin mereka dalam perang, dan memberikan mereka perlindungan dari musuh-musuh mereka. Melalui Samuel, Tuhan memperingatkan umat-Nya bahwa tindakan mereka yang mempercayai kedaulatan manusia akan berujung pada kekecewaan. Secara khusus Dia memperingatkan mereka tentang apa yang akan mereka alami, bahwa raja itu akan menarik pajak atas hasil pekerjaan mereka dan mewajibkan putra-putri mereka bekerja untuk melayani dirinya (ay.10-18). Namun Israel bersikukuh untuk mempunyai seorang raja. Maka Allah mengabulkan permohonan mereka—Raja Saul yang berpenampilan gagah tetapi yang akhirnya mengecewakan. Orang Israel mengalami sendiri pengalaman pahit yang sejak saat itu dialami juga oleh setiap generasi manusia. Itulah yang dikatakan Lord Acton, “Kekuasaan cenderung berlaku korup dan kekuasaan yang mutlak sudah pasti korup.” Sebaliknya, Alkitab menawarkan seorang Mesias dan Raja yang memiliki kekuasan dan wewenang yang tidak korup untuk melakukan apa yang tidak mungkin dilakukan dan diberikan oleh pemimpin dunia mana pun. Perlindungan dan pemeliharaan. Negara demi negara menghabiskan begitu banyak uang untuk membangun kekuatan militer dan sistem pertahanan untuk menjaga perbatasan dan kepentingan mereka. Namun tidak ada pertahanan manusia yang tidak dapat ditembus. Sejarah telah mencatat jatuh bangunnya 28
ORANG KRISTEN DAN PEMERINTAH
berbagai negara dan kerajaan yang pernah menganggap diri mereka abadi. Satu-satunya pertahanan yang dapat diandalkan kita temukan pada Raja yang telah dinubuatkan oleh Nabi Yesaya. Ingatlah kata-katanya: "Besar Besar kekuasaannya, dan damai kekuasaannya, sejahtera tidak akan berkesudahan di atas takhta Daud dan di dalam dan damai kerajaannya, karena ia mendasarkan sejahtera dan mengokohkannya dengan keadilan tidak akan dan kebenaran dari sekarang sampai selama-lamanya (yesaya 9:6). berkesudahan Ketika kisah demi kisah Alkitab . . . karena ia terungkap, Juruselamat sekaligus Mesias mendasarkan dan itu ternyata adalah pribadi yang berdiri mengokohkannya di hadapan pemimpin bernama Pilatus dan menyatakan bahwa Dia adalah raja. dengan keadilan Menurut Injil Matius, “Dan wali negeri dan kebenaran . . . bertanya kepada-Nya: ‘Engkaukah raja selama-lamanya." orang Yahudi?’ Jawab Yesus: ‘Engkau sendiri mengatakannya’” (matius 27:11). Pada jam-jam setelah mengeluarkan pernyataan yang luar biasa tersebut, Raja itu melakukan sesuatu yang tidak akan pernah dapat dilakukan oleh pemimpin manusia mana pun. Yesus dengan rela memberikan diri-Nya disiksa dan disalibkan untuk menggantikan kita demi dosa-dosa kita. Lalu, menurut para saksi di Perjanjian Baru, tiga hari kemudian Dia memutarbalikkan tragedi yang mengerikan itu menjadi dasar bagi keyakinan, kepuasan, dan kepastian yang selama ini kita dambakan. Dengan kebangkitanNya, Yesus menaklukkan kematian itu sendiri. Kehidupan, kemerdekaan, dan kebahagiaan. Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat menyatakan bahwa semua orang Mendoakan Para Pemimpin Kita
29
“dikaruniai Pencipta mereka dengan hak asasi yang tak dapat direnggut dari mereka, yang di antaranya adalah hak untuk hidup, untuk merdeka, dan untuk meraih kebahagiaan.� Para pendiri negara Amerika Serikat melihat bahwa pemerintah bertanggung jawab untuk menjunjung dan melindungi hak-hak tersebut. Sekalipun begitu agung dan mulia, tujuan tersebut tidak juga dapat memuaskan kerinduan hati kita. Yesus Kristus berkata kepada murid-murid-Nya: Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesarpembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang (matius 20:25-28). Bayangkan! Raja atas segala raja itu “datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.� Sejak zaman Yesus hidup di muka bumi, ada banyak raja, pemerintah, dan kerajaan yang datang dan pergi. Namun Sang Raja, yang membedakan diri-Nya sendiri dari semua penguasa yang pernah ada dengan mati menggantikan kita, tetap berkuasa dan bertakhta. Yesuslah satu-satunya yang berkuasa dan berwenang untuk memenuhi kebutuhan kita yang terdalam. Hanya Dia yang mampu memberikan perlindungan dan kemerdekaan yang memuaskan kita, sekarang dan selamalamanya. Hanya Yesus yang sanggup memenuhi harapan kita yang terbesar.
30
ORANG KRISTEN DAN PEMERINTAH
lima
Waktunya Memutuskan
Y
esus tidak hanya ingin menjadi Raja kita—Dia juga ingin menjadi Tuhan dan Juruselamat kita. Dia menawarkan kepada kita suatu hidup yang penuh makna dan tujuan, apabila kita mau menerima pengampunan dari-Nya. Sahabat dan murid Yesus, Rasul Yohanes, menulis, “Semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya” (yohanes 1:12). Namun apakah arti semua itu? Yesus sendiri yang menjelaskannya. Kepada pemuka agama bernama Nikodemus, Yesus Kristus memberikan kabar gembira ini: “Sebab Allah mengutus Anak-Nya ke dalam dunia bukan untuk menghakimi dunia, melainkan untuk menyelamatkannya oleh Dia” (yohanes 3:17). Indah sekali, bukan? Namun keselamatan tidaklah otomatis. Yesus melanjutkan, “Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah” (ay.18). Beberapa waktu kemudian di dalam 31
pelayanan-Nya, Yesus mengungkapkan kepada seorang perempuan yang putus asa bahwa Dia memang Mesias yang sudah lama dinanti-nantikan (yohanes 4:25-26). Apabila Anda belum pernah menaruh kepercayaan Anda kepada satu Pribadi yang sanggup mengampuni seluruh dosa Anda dan mengizinkan Anda masuk ke dalam Kerajaan-Nya sebagai anak-Nya, maukah Anda melakukannya sekarang? Alkitab memang benar dan Yesus bisa dipercaya, maka inilah kesempatan Anda untuk mengalami perjumpaan yang bisa memberi Anda pemahaman yang sama sekali baru tentang pemerintah, tentang pemegang kekuasaan tertinggi, dan tentang penguasa teragung yang pernah ada. Cara terbaik untuk mengubah masyarakat bukanlah dengan mengandalkan hukum atau pemimpin manusia, melainkan dengan mengizinkan Allah mengubah hati Anda. Undanglah Yesus Kristus, Raja atas segala raja itu, untuk bertakhta dalam hati dan hidup Anda.
32
ORANG KRISTEN DAN PEMERINTAH
Misi kami adalah menjadikan hikmat Alkitab yang mengubahkan hidup dapat dimengerti dan diterima oleh semua orang. Anda dapat mendukung kami dalam melaksanakan misi tersebut melalui persembahan kasih. Klik link di bawah ini untuk informasi dan petunjuk dalam memberikan persembahan kasih. Terima kasih atas dukungan Anda untuk pengembangan materi-materi terbitan Our Daily Bread Ministries. Persembahan kasih seberapa pun dari para sahabat memampukan Our Daily Bread Ministries untuk menjangkau orang-orang dengan hikmat Alkitab yang mengubahkan hidup. Kami tidak didanai atau berada di bawah kelompok atau denominasi apa pun.
DONASI