Bahan Ajar Psikologi

Page 1

BAB I PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP PSIKOLOGI PENDIDIKAN

A. Pengertian Psikologi Pendidikan Psikologi pendidikan adalah sebuah frase yang terdiri dari dua kata yaitu psikologi dan pendidikan. Psikologi berasal dari dua kata bahasa Yunani yaitu psyche yang berarti jiwa dan logos yang berarti ilmu. Jadi secara harfiah psikologi berarti ilmu tentang jiwa atau ilmu jiwa. Psikologi pada mulanya digunakan para ilmuan dan para filosof untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam memahami akal pikiran dan tingkah laku aneka ragam makhluk hidup mulai yang primitive sampai yang paling modern. Namun ternyata tidak cocok lantaran menurut para ilmuan dan filosof, psikologi memiliki batas-batas tertentu yang berada di luar kaidah keilmuan dan etika falsafah. Bruno (1987) membagi pengertian psikologi dalam tiga bagian yang pada prinsipnya saling berhubungan yaitu, pertama, psikologi adalah studi mengenai “roh”, kedua, psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai “kehidupan mental” dan ketiga, psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai “tingkah laku” organisme. Crow dan Crow memberikan batasan tentang psikologi sebagai ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia yakni interaksi manusia dengan dunia sekitarnya baik yang berupa manusia lain maupun yang bukan manusia seperti hewan, iklim, kebudayaan dan sebagainya. Adapun mengenai pendidikan berasal dari kata “didik” mendapat awalan “me” sehingga menjadi “mendidik” yang berarti memelihara dan memberi latihan. Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntunan, dan pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Selanjutnya pengertian “pendidikan” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Dalam pengertian yang agak luas pendidikan dapat diartikan sebagai sebuah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan

1


Sedangkan pengertian psikologi pendidikan adalah sebuah pengetahuan berdasarkan riset psikologi yang menyediakan serangkaian sumber-sumber untuk membantu anda melaksanakan tugas sebagai seorang guru dalam proses belajar mengajar secara lebih efektif. Tekanan definisi ini secara lahiriah hanya berkisar sekitar proses interaksi antar guru-siswa dalam kelas. Sementara itu Tardif (1987) mendefinisikan psikologi pendidikan adalah sebuah bidang studi yang berhubungan dengan penerapan pengetahuan tentang perilaku manusia untuk usaha-usaha kependidikan. Definisi lain psikologi pendidikan adalah studi sistematis tentang proses-proses dan factor-faktor yang berhubungan dengan pendidikan manusia.

B. Ruang lingkup Psikologi Pendidikan Sebagai sebuah disiplin ilmu yang merupakan cabang dari psikologi yang kajiannya khusus pada masalah belajar karena psikologi pendidikan juga membahas masalah belajar serta bagian-bagian yang melingkupinya. Adapun ruang lingkup pembahasannya adalah sebagai berikut: 1. Pokok bahasan mengenai belajar yang meliputi teori-teori belajar, prinsipprinsip belajar, hakikat belajar, jenis-jenis belajar, aktivitas-aktivitas belajar, teknik belajar efektif, karakteristik perubahan hasil belajar, manifrstasi perilaku belajar dan factor-faktor yang mempengaruhi belajar. 2. Pokok bahasan mengenai proses belajar yang meliputi tahapan perbuatan belajar, perubahan-perubahan jiwa yang terjadi selama belajar, masalah proses lupa dan kemampuan individu memproses perolehannya melalui transfer belajar dan lain sebagainya. 3. Pokok bahasan mengenai situasi belajar yang meliputi suasana dan keadaan lingkungan fisik, suasana dan keadaan lingkungan non-fisik, keadaan lingkungan social dan lain sebagainya.

2


C. Metode Psikologi Pendidikan Ada beberapa metode riset yang sudah lazim digunakan dalam psikologi yaitu sebagai berikut: 1. Metode eksperimen Maksud dilakukannya eksperimen dalam psikologi adalah untuk mengetes keyakinan atau pendapat tentang tingkahlaku manusia dalam situasi atau kondisi tertentu. Dengan kata lain eksperimen dilakukan dengan anggapan bahwa semua situasi atau kondisi dapat dikontrol dengan teliti yang keadaannya berbeda dari observasi yang terkontrol. Melalui usaha eksperimen demi eksperimen kemudian kebenaran-kebenaran psikologis yang semula di dasarkan atas terkaan, pemikiran dan perenungan kini didasarkan atas percobaan-percobaan atau eksperimen. Lewat penerapan metode eksperimen banyak aspek belajar dapat diteliti dengan baik yang hasilnya dapat disumbangkan bagi kelancaran proses interaksi edukatif di kelas. Aspek-aspek dimksud antara lain keefektifan komperatif dari metode-metode mengajar yang berbeda untuk mempelajari informasi yang factual, pengaruh praktek bagian versus praktek keseluruhan terhadap belajar keterampilan, kelas yang optimal sampai sejauhmana transfer belajar itu terjadi, penyusunan kurikulum untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu dan social, asas kesiapan dalam melakukan suatu tugas belajar, pengaruh overlearning terhadap ingatan dan lain sebagainya. 2. Metode observasi Metode observasi adalah metode untuk mempelajari gejala kejiwaan melalui pengamatan dengan sengaja, teliti dan sistematis. Observasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu metode introsfeksi dan metode ekstrosfeksi. Metode introsfeksi adalah metode untuk mempelajari gejala kejiwaan dengan jalan meninjau gejala-gejala jiwa sendiri secara sengaja, teliti dan sistematis. Sedangkan metode ekstrosfeksi adalah metode untuk mempelajari gejala-gejala kejiwaan dengan jalan mempelajari peristiwa jiwa orang lain dengan teliti dan sistematis. Atau metode yang dilakukan dengan sengaja dan sistematis oleh satu atau lebih dari seseorang. Dengan sengaja artinya pengamatan itu

3


dilakukan dengan sadar dan dengan tujuan yang jelas, sedangkan dengan sistematis artinya pengamatan itu dilakukan dengan terencana dan dengan caracara tertentu yang telah disiapkan sebelumnya. Melalui penerapan metode ini laporan-laporan yang ditulis akan dapat menghasilkan informal yang objektif lebih-lebih dilakukan oleh orang yang terlatih, yang terampil dan yang berpengalaman. Studi observasi telah banyak dilakukan terhadap hubungan social yang diperlihatkan oleh anak-anak pada taman kanak-kanak dan dalam situasi permainan bebas. Penggunaan metode ini antara lain dapat dimanfaatkan untuk membantu mendiagnosis kesulitan belajar anak di sekolah. 3. Metode genetik Metode ini juga disebut metode perkembangan, merupakan teknik observasi yang digunakan untuk meneliti masa pertumbuhan mental dan fisik anak dan juga hubungannya dengan anak-anak lain dan orang-orang dewasa yakni

perkembangan

sosialnya

kemudian

dicatat

dengan

cermat.

Pendekatannya bisa menempuh satu atau dua pendekatan sekaligus yaitu crosssectional (horizontal) dan longitudinal (vertical). Pendekatan cross-sectional digunakan

untuk

memperoleh

data

misalnya

mengenai

pertumbuhan

kecerdasan, gerak, dan perasaan anak sejak lahir sampai masa tertentu. Sedangkan pendekatan longitudinal digunakan untuk individu atau kelompok individu sejak lahir dan seterusnya. 4. Metode riwayat hidup atau klinis Metode riwayat hidup adalah metode untuk menyelidiki gejala-gejala kejiwaan dengan jalan mengumpulkan riwayat hidup sebanyak banyaknya baik yang ditulis sendiri maupun yang ditulis oleh orang lain. Dalam penyelidikan ini buku-buku harian dan kenang-kenangan besar sekali manfaatnya. Studi lewat metode riwayat hidup ini biasanya penerapannya terbatas untuk mencoba memecahkan masalah kesulitan belajar yang benar-benar dihadapi pelajar. Jadi pendekatan ini pada pokoknya tidak berhubungan dengan prinsip-prinsip psikologis atau pendidikan. Case history memasukkan riwayat hidup masa lalu, status, dan keadaannya yang sekarang dari seorang individu yang kemudian

4


dapat digunakan oleh konselor untuk memberikan treatment (perbaikan atau perawatan). 5. Metode tes Tes adalah suatu alat yang di dalamnya berisi sejumlah pertanyaan yang harus dijawab atau perintah-perintah yang harus dikerjakan untuk mendapatkan gambaran tentang kejiwaan seseorang atau sekelompok orang. Tes merupakan instrument riset yang penting dalam psikologi masa sekarang karena ia digunakan untuk mengukur semua jenis kemampuan, minat, bakat, prestasi, sikap dan cirri kepribadian. Tes memungkinkan ahli ilmu jiwa memperoleh data dalam jumlah besar dari orang-orang tanpa banyak gangguan atas kebiasaan-kebiasaan mereka sehari-hari tanpa memerlukan perlengkapan laboratorium yang rumit. Pada pokoknya suatu tes mengemukakan suatu situasi yang seragam pada sekelompok orang berbeda-beda pada aspek yang relevan dengan situasi tersebut. Misalnya intelegensi, kecakapan keterampilan tangan, kegelisahan, dan keterampilan konseptual kemudian hasilnya dianalisis dengan menghubungkan perbedaan dalam skor tes dengan perbedaan di antara orangorang tersebut.

D. Manfaat Mempelajari Psikologi Pendidikan Ada beberapa manfaat yang dapat dipetik setelah mempelajari psikologi pendidikan sebagai berikut: 1. Dapat diperoleh ilmu pengetahuan tentang hakikat siapa anak didik dan bagaimana cara belajarnya, hakikat umum belajar dan syarat-syaratnya yang diperlukan agar peristiwa belajar dapat berjalan dengan baik yang dapat dimanfaatkan dalam pengambilan kebijakan pembelajaran. 2. Dapat diperoleh ilmu pengatahuan tentang teori-teori, prinsip-prinsip, dan cirri-ciri khas perilaku belajar individu anak yang dapat dimanfaatkan dalam memahami masalah belajar anak. 3. Dapat diperoleh ilmu pengetahuan bahwa setiap anak berbeda sebagai individu dalam belajar yang mana dapat dimanfaatkan untuk melakukan

5


pendekatan yang tepat dalam kegiatan belajar mengajar suatu potensi individu anak masing-masing. 4. Dapat diperoleh ilmu pengetahuan tentang belajar dan factor-faktor yang mempengaruhinya yang dapat dimanfaatkan dengan menyediakan lingkungan belajar yang kondusif dan kreatif dalam rangka meningkatkan hasil belajar yang optimal. 5. Dapat diperoleh ilmu pengetahuan bahwa pembawaan merupakan potensi anak yang tersedia dan dapat diubah dengan menyediakan lingkungan belajar yang kreatif di dalam kelas. 6. Dapat diperoleh ilmu pengetahuan tentang berbagai masalah yang terkait dengan teori-teori, prinsip-prinsip dan fungsi serta teknik motivasi belajar yang dapat dimanfaatkan dalam rangka pemberian motivasi kepada anak didik yang tidak atau kurang bergairah dalam belajar sehingga diharapkan anak didik terlibat langsung dalam belajar. 7. Dapat diperoleh ilmu pengetahuan tentang hubungan antara tingkat kematangan dengan kesiapan belajar anak yang dapat dimanfaatkan oleh guru dengan tidak memaksakan kehendak sendiri kepada anak didik untuk dipaksa belajar padahal anak didik belum siap untuk belajar. 8. Dapat diperoleh ilmu pengetahuan tentang kesiapan belajar anak pada stadium umur tertentu yang dapat dimanfaatkan dalam rangka pengalokasian waktu belajar dan sebagai bahan pertimbangan samapai sejauhmana tingkat keluasaan dan kedalaman materi yang diprogramkan dalam kurikulum sehingga dapat memperkecil tingkat kesulitan belajar anak didik dalam menyeraf, mengeloh, dan menyimpan informasi dalam memori otak. 9. Dapat diperoleh ilmu pengetahuan tentang masalah lupa dan factor-faktor penyebabnya

yang

dapat

dimanfaatkan

dalam

rangka

managemen

pembelajaran yang kondusif dengan tujuan informasi baru dapat diserap, diolah, dan disimpan dengan baik dan tidak membuat anak didik melupakan informasi lama yang telah tersimpan dalam memori otak.

6


BAB II MEMAHAMI KONSEP DASAR BELAJAR

A. Pengertian Belajar Belajar adalah suatu kata yang sudah akrab dengan semua lapiasan masyarakat. Bagi para pelajar atau mahasiswa kata “belajar� merupakan kata yang tidak asing bahkan sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari semua kegiatan mereka dalam menuntut ilmu di lembaga pendidikan formal. Kegiatan belajar mereka lakukan setiap waktu sesuai dengan keinginan entah malam hari, siang hari, atau pagi. Namun dari semua itu tidak semua orang mengetahui apa itu belajar. Masalah pengertian belajar ini para ahli psikolog dan pendidikan mengemukakan rumusan yang berlainan sesuai dengan keahlian mereka masingmasing, tentu saja mereka memiliki alas an yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. James O. Whittaker misalnya merumuskan belajar sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Cronbach berpendapat bahwa learning is shown by change in behavior as a result of experience yaitu belajar sebagai aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Drs. Slametto juga merumuskan pengertian belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keselurahan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Dari beberapa pendapat para ahli tentang pengertian belajar yang dikemukakan di atas dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan dua unsure yaitu jiwa dan raga. Gerak raga yang ditunjukkan harus sejalan dengan proses jiwa untuk memperoleh perubahan, tentu saja perubahan yang didapatkan bukan perubahan fisik tetapi perubahan jiwa dengan sebab masuknya kesan-kesan yang baru. Dengan demikian maka perubahan fisik akibat sengatan serangga, patah tangan, patah kaki, buta mata, tuli telinga, penyakit bisul dan sebagainya bukanlah termasuk perubahan akibat belajar. Oleh karenanya perubahan sebagai hasil dari proses belajar adalah perubahan jiwa yang mempengaruhi tingkah laku seseorang. Dapat disimpulkan

7


bahwa belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotorik.

B. Hakikat Belajar Dari sejumlah pengertian belajar yang telah diuraikan ada kata yang sangat penting untuk dibahas pada bagian ini yakni kata “perubahan atau change�. Ketika kata ‘perubahan� dibicarakan dan dipermasalahkan maka pembicaraan sudah menyangkut permasalahan mendasar dari masalah belajar. Apapun formasi kata dan kalimat yang dirangkai oleh para ahli untuk memberikan pengertian belajar maka intinya tidak lain adalah masalah perubahan yang terjadi dalam diri individu yang belajar. Coba kita lihat kembali pembahasan di depan bagaimana para ahli mengemukakan pengertian belajar dengan persamaan dan perbedaan pada unsurunsur kata dan kalimat para ahli boleh jadi tidakm meletakkan kata perubahan atau change secara nyata dalam pengertian belajar, tapi sebenarnya secara tersirat mengandung makna “perubahan�. Perubahan yang dimaksudkan tentu saja perubahan yang sesuai dengan perubahan yang dikehendaki oleh pengertian belajar. Oleh karena itu seseorang yang melakukan aktivitas belajar dan diakhir dari aktivitasnya itu telah memperoleh perubahan dalam dirinya dengan pemilikan pengalaman baru, maka individu itu dikatakan telah belajar. Tapi perlu diingat bahwa perubahan yang terjadi akibat belajar adalah perubahan yang bersentuhan dengan aspek kejiwaan dan mempengaruhi tingkah laku. Sedangkan perubahan tingkah laku akibat mabuk karena minuman keras, akibat gila, akibat tabrakan dan sebagainya bukanlah kategori belajar yang dimaksud. Kesimpulanya adalah hakikat belajar yaitu perubahan dan tidak setiap perubahan adalah sebagai hasil dari belajar.

8


C. Ciri-Ciri Belajar Ada beberapa ciri ciri belajar sebagai berikut: 1. Perubahan yang terjadi secara sadar Ini berarti individu yang belajar akan menyadari terjadinya perubahan itu atau sekurang-kurangnya individu merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya. Misalnya ia menyadari bahwa pengetahuannya bertambah, kecakapanya bertambah, kebiasaanya bertambah dan lain sebagainya. Perubahan tingkah laku individu yang terjadi karena mabuk atau dalam keadaan tidak sadar tidak termasuk dalam kategori perubahan dalam pengertian belajar. 2. Pubahan dalam belajar bersifat fungsional Sebagai hasil belajar perubahan yang terjadi dalam diri individu berlangsung terus menerus dan tidak statis. Suatu perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar berikutnya. Contohnya jika anak belajar menulis, maka ia akan mengalami perubahan dari tidak bisa menulis menjadi dapat menulis. Perubahan ini berlangsung terus menerus hingga kecakapan menulisnya menjadi lebih baik dan sempurna. Ia dapat menulis dengan kapur dan sebagainya. Di samping itu dengan kecakapan menulis yang telah dimilikinya ia dapat memperoleh kecakapan lainnya misalnya dapat menulis surat, menyalin catatan-catan, mengerjakan soal-soal dan sebagainya. 3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif Dalam perbuatan belajar perubahan itu selalu bertambah dan tertuju untuk memperoleh suatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan demikian makin banyak usaha belajar yang dilakukan makin banyak dan makin baik pula perubahan yang diperoleh.

Perubahan yang bersifat aktif artinya bahwa

perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha individu sendiri. Misalnya perubahan tingkah laku karena proses kematangan yang terjadi dengan sendiri karena dorongan dari dalam tidak termasuk perubahan dalam pengertian belajar.

9


4. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara Perubahan yang bersifat sementara yang terjadi hanya untuk beberapa saat saja seperti berkeringat, keluar air mata, menangis, dan sebagainya tidak termasuk sebagai perubahan dalam pengertian belajar. Perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen, ini berate bahwa tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan menetap. Misalnya kecakapan seorang anak dalam memainkan piano setelah belajar tidak akan hilang melainkan akan terus dimiliki dan bahkan makin berkembang bila terus digunakan atau dilatih. 5. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang ingin dicapai. Perubahan belajar terarah pada pertubahan tingkah laku yang benarbenar disadari. Misalnya seseorang yang belajar mengetik sebelumnya sudah menetapkan apa yang mungkin dapat dicapai dari belajar mengetik atau tingkat kecakapan mana yang dicapainya. Dengan demikian perbuatan belajar yang dilakukan senantiasa terarah pada tingkah laku yang telah ditetapkan. 6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku Perubahan yang diperoleh individu setelah melalui proses belajar meliputi perubahan seluruh tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap kebiasaan, keterampilan, pengetahuan dan sebagainya. Misalnya jika seorang anak telah belajar naik sepeda, maka berubahan yang paling tampak adalah dalam keterampilan naik sepeda itu. Akan tetapi ia telah mengalami perubahanperubahan lainnya seperti pemahaman tentang cara kerja sepeda, pengetahuan tentang jenis-jenis sepeda, pengetahuan tentang alat-alat sepeda, cita-cita untuk memiliki sepeda yang lebih bagus, kebiasaan membersihkan sepeda dan sebagainya. Perubahan aspek yang satu berhubungan erat dengan aspek yang lainnya.

10


D. Jenis-Jenis Belajar Ada beberapa jenis belajar yang dapat diuraikan dalam pembahasan ini sebagai berikut: 1. Belajar arti kata-kata Belajar arti kata-kata maksudnya adalah orang mulai menangkap arti yang terkandung dalam kata-kata yang digunakan. Pada mulanya suatu katakata sudah dikenal tapi belum tahu artinya. Misalnya pada anak kecil dia sudah mengetahui kata “kucing� tetapi ia belum mengetahui bendanya yaitu binatang yang disebutkan dengan kata itu. Namun lama kelamaan dia mengetahui juga apa arti kata “kucing�. Dia sudah tahu bahwa binatang tersebut berkaki empat dan dapat berlari. Setiap belajar atau mahasiswa pasti belajar arti kata kata tertentu yang belum diketahuinya, tanpa hal itu sukar menggunakannya. Kalaupun dapat menggunakannya tak urung ditemukan kesalahan penggunaannya. Mengerti kata-kata merupakan dasar terpenting. Orang yang membaca akan mengalami kesukaran untuk memahami isi bacaan karena ide yang terpatri dalam suatu kata atau kalimat hanya dapat dipahami dengan mengerti arti setiap kata-kata. Dengan kata kata itulah para penulis atau pengarang melukiskan ide-idenya kepada siding pembaca, oleh karena itu penguasaan arti kata-kata adalah penting dalam belajar. 2. Belajar kognitif Belajar kognitif bersentuhan dengan masalah mental karena objekobjek yang dihadirkan dalam di seseorang melalui tanggapan, gagasan, atau lambing yang merupakan sesuatu yang bersifat mental. Misalnya seseorang menceritakan hasil perjalanannya berupa pengalaman kepada temuannya. Ketika dia menceritakan pengalamannya selama perjalannya dia tidak dapat menghadirkan objek-objek yang pernah dia lihat selama dalam perjalanan di hadapan temannya itu, dia hanya dapat menggambarkan semua objek itu dalam bentuk kata-kata atau kalimat. Gagasan atau tanggapan tentang objekobjek yang dilihat itu dituangkan dalam kata-kata atau kalimat yang disampaikan kepada orang yang mendengarkan ceritanya.

11


Dalam belajar kognitif, objek-objek yang ditanggapi tidak hanya yang bersifat materiil tetapi juga yang bersifat tidak materil. Objek-objek yang bersifat materiil misalnya antara lain orang, binatang, bangunan, kendaraan, perabot rumah tangga dan tumbuh-tumbuhan. Objek-objek yang bersifat tidak materiil misalnya seperti ide kamajuan, keadilan, perbaikan, pembangunan dan lain sebagainya. Bila tanggapan berupa objek-objek materiil dan tidak materiil telah dimiliki, maka seseorang telah memiliki alam pikiran kognitif, itu berarti semakin banyak pikiran dan gagasan yang dimiliki seseorang semakin kaya dan luaslah alam pikiran kognitif orang itu. 3. Belajar menghafal Menghafal adalah suatu aktivitas menanamkan suatu materi verbal di dalam ingatan, sehingga nantinya dapat diproduksikan (diingat) kembali secara harfiah sesuai dengan materi yang asli. Peristiwa menghafal merupakan proses mental untuk mencamkan dan menyimpan kesan-kesan yang nantinya suatu waktu bila diperlukan dapat diingat kembali kea lam sadar. Ciri khas dari hasil belajar yang diperoleh adalah refroduksi secara harfiah dan adanya skema kognitif. Adanya skema kognitif berarti dalam ingatan orang tersimpan secara baik semacam program informasi yang diputar kembali pada waktu dibutuhkan seperti yang terjadi pada computer. Dalam menghafal ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan yaitu mengenai tujuan, pengertian, perhatian, dan ingatan. Efektif tidaknya dalam menghafal dipengaruhi oleh syarat-syarat tersebut. Menghafal tanpa tujuan menjadi tidak terarah, menghafal tanpa pengertian menjadi kabur, menghafal tanpa perhatian adalah kacau dan menghafal tanpa ingatan adalah sia-sia. 4. Belajar teoritis Bentuk belajar ini bertujuan untuk menempatkan semua data dan fakta (pengetahuan) dalam suatu kerangka organisasi mental sehingga dapat dipahami dan digunakan untuk memecahkan masalah seperti terjadi dalam bidang-bidang studi ilmiah. Maka diciptakan konsep-konsep, relasi-relasi diantara konsep-konsep dan struktur-struktur hubungan misalnya “bujur sangkar� mencakup semua bentuk persegi empat, iklim dan cuaca

12


berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman, tumbuh-tumbuhan dibagi dalam genus

dan

species.

Sekaligus

dikembangkan

metode-metode

untuk

memecahkan problem secara efektif dan efesien misalnya dalam penelitian fisika. 5. Belajar konsep Konsep atau pengertian adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai cirri-ciri sama. Orang yang memiliki konsep mampu mengadakan abstraksi terhadap objek-objek yang dihadapi sehingga objek ditempatkan dalam golongan tertentu. Objek-objek dihadirkan dalam kesadaran orang dalam bentuk refresentasi mental tak berperaga. Konsep sendiri pun dapat dilambangkan dalam bentuk suatu kata atau lambing bahasa. Dalam bentuk belajar ini orang mengadakan abstraksi yaitu dalam objek-objek yang meliputi benda, kejadian dan orang hanya ditinjau pada aspek-aspek tertentu saja, objek tidak ditinjau semua detailnya tetapi aspek tertentu seolaholah diambil, diangkat dan disendirikan. Misalnya pada bunga flamboyant, kembang sepatu, bunga anggrek, bunga bangkai, bunga melati, bunga mawar, bunga kenanga dan sebagainya. Pada semua jenis tumbuhan itu ditemukan sejumlah cirri yang terdapat pada semua bunga konkrit itu yaitu “mekar, bertangkai, berwarna, sedap dopandang mata, berputik dan berbenang sari�. Sejumlah cirri-ciri itu bersama-sama ditangkap atau dikumpulkan dalam pengertian “bunga�. Jadi konsep bunga itu dalam pengertian mekar, bertangkai, berwarna, sedap dipandang mata, berputik dan berbenang sari. Dengan demikian benarlah bahwa konsep atau pengertian adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang memiliki ciri-ciri yang sama. Belajar konsep merupakan salah satu cara belajar dengan pemahaman. Ciri khas dari konsep yang diperoleh sebagai hasil belajar pengertian ini adalah adanya skema konseptual. Skema konseptual adalah suatu keseluruhan kognitif yang mencakup semua cirri khas yang terkandung dalam suatu pengertian. 6. Belajar kaidah Belajar kaidah (rule) termasuk dari jenis belajar kemahiran intelektual yang dikemukan oleh gagne. Belajar kaidah adalah bila dua konsep atau lebih

13


dihubungkan satu sama lain terbentuk suatu kesatuan yang mempresentasikan suatu keteraturan. Orang yang telah mempelajari suatu kaidah mampu menghubungkan beberapa konsep misalnya seseorang berkata “besi dipanaskan memuai”. Karena seseorang telah menguasai konsep dasar mengernai “besi”, “dipanaskan” dan “memuai” dapat menentukan adanya suatu relasi yang tepat antara ketiga konsep dasar itu (besi, dipanaskan, dan memuai) maka dia dengan yakin mengatakan bahwa “besi dipanaskan memuai”. Kaidah adalah suatu pegangan yang tidak dapat diubah-ubah karena kaidah merupakan suatu refresentasi atau gambaran mental dari kenyataan hidup dan sangat berguna dalam mengatur kehidupan sehari-hari, hal ini berarti kaidah merupakan suatu keteraturan yang berlaku sepanjang masa. Oleh karena itu belajar kaidah sangat penting bagi seseorang sebagai salah satu upaya penguasaan ilmu selama belajar di sekolah atau di perguruan tinggi. 7. Belajar berpikir Dalam belajar ini orang dihadapkan pada suatu masalah yang harus dipecahkan tetapi tanpa melalui pengamatan dan reorganisasi dalam pengamatan. Masalah harus dipecahkan melalui operasi mental khususnya menggunakan konsep dan kaidah serta metode-metode bekerja tertentu. Belajar berpikir sangat diperlukan selama belajar di sekolah atau di perguruan tinggi. Masalah dalam belajar terkadang ada yang dipecahkan seorang diri tanpa bantuan dari orang lain, memecahan masalah itulah yang memerlukan pemikiran. Berpikir itu sendiri adalah kemampuan jiwa untuk meletakkan hubungan antara bagian-bagian pengetahuan. Ketika berpikir dilakukan maka di sana terjadi suatu proses, dan dalam prose situ tekanannya terletak pada penyusunan

kembali

kecakapan

kognitif

ataub

yang

bersifat

ilmu

pengetahuan. Dalam konteks ini ada istilah berpikir konvergen dan berpikir divergen. Berpikir konvergen adalah berpikir menuju satu arah yang benar atau satu jawaban yang paling tepat atau satu pemecahan dari suatu masalah.

14


Berpikir divergen adalah berpikir dalam arah yang berbeda-beda akan diperoleh jawaban-jawaban unit yang berbeda-beda tetapi benar. Konsep Dewey tentang berpikir menjadi dasar untuk pemacahan masalah adalah sebagai berikut: a. Adanya kesulitan yang dirasakan dan kesadaran akan adanya masalah. b. Masalah itu diperjelas dan dibatasi. c. Mencari informasi atau data dan kemudian data itu diorganisasikan. d. Mencari hubungan-hubungan untuk merumuskan hipotesis-hipotesis, kemudian hipotesis itu dinilai, diuji agar dapat ditentukan untuk diterima atau ditolak. e. Penerapan pemecahan terhadap masalah yang dihadapi sekaligus berlaku sebagai pengujian kebenaran pemecahan masalah tersebut untuk dapat sampai kepada kesimpulan. 8. Belajar keterampilan motorik Orang yang memiliki suatu keterampilan motorik mampu melakukan suatu rangkaian gerak gerik jasmani dalam urutan tertentu dengan mengadakan koordinasi antara gerak gerik berbagai anggota badan secara terpadu. Keterampilan semacam ini disebut “motorik� karena otot, urat dan persendian terlibat secara langsung sehingga keterampilan sungguh-sungguh berakar dalam kejasmanian. Ciri khas dari keterampilan motorik adalah “otomatisme� yaitu rangkaian gerak gerik berlangsung secara teratur dan berjalan dengan lancar dan supel tanpa dibutuhkan banyak refleksi tentang apa yang harus dilakukan dan mengapa diikuti urutan gerak gerik tertentu. Misalnya seorang sopir sudah menguasai keterampilan mengendarai kendaraannya sedemikian rupa sehingga konsentrasinya tidak seluruhnya termakan oleh penanganan peralatan lalu lintas di jalan. Dalam kehidupan manusia keterampilan motorik memegang peranan sangat pokok. Seorang anak kecil sudah harus menguasai berbagai keterampilan

motorik

seperti

mengenakan

pakaiannya

sendiri,

mempergunakan alat-alat makan, mengucapkan bunyi-bunyi yang berarti sehingga dapat berkomunikasi dengan saudara saudara dan lain sebagainya.

15


Pada waktu masuk sekolah dasar anak memperoleh keterampilan-keterampilan baru seperti menulis dengan memegang alat tulis dan membuat gambargambar, keterampilan ini menjadi bekal dalam perkembangan kognitifnya. Sewaktu anak di sekolah menengah dia masih mendapat pelajaran mengembangkan keterampilan motorik seperti berolah raga, banyak pula tersedia kursus yang mengajarkan berbagai keterampilan motorik seperti mengendarai mobil, mengetik, menjahit dan lain sebagainya. 9. Belajar estetis Bentuk belajar ini bertujuan membentuk kemampuan menciptakan dan menghayati keindahan dalam berbagai bidang kesenian. Belajar ini mencakup fakta sperti nama Mozart sebagai penggubah music klasik; konsep-konsep, seperti ritme, tema dan komposisi; relasi-relasi seperti hubungan antara bentuk dan isi; sruktur-struktur seperti sistematika warna dan aliran-aliran dalam seni lukis, metode-metode seperti menilai mutu dan originilitas suatu karya seni.

E. Aktivitas-Aktivitas Belajar Dalam belajar seseorang tidak akan dapat menghindarkan diri dari suatu situasi. Situasi akan menentukan aktivitas apa yang akan dilakukan dalam rangka belajar. Bahkan situasi itulah yang mempengaruhi dan menentukan aktivitas belajar apa yang dilakukan kemudian. Setiap situasi di manapun dan kapanpun memberikan kesempatan belajar kepada seseorang. Oleh karena itulah berikut ini dibahas beberapa aktivitas belajar sebagai berikut: 1. Mendengarkan Mendengarkan adalah salah satu aktivitas belajar. Ketika seorang guru menggunakan metode ceramah maka setiap siswa atau mahasiswa diharuskan mendengarkan apa yang guru atau dosen sampaikan. Menjadi pendengar yang baik dituntut dari mereka, di sela-sela ceramah itu ada aktivitas mencatat halhal yang dianggap penting. Dalam mendengarkan apa yang diceramahkan itu tidak dibenarkan adanya hal-hal yang mengganggu jalannya ceramah karena hal itu bisa mengganggu konsentrasi belajar.

16


Diakui memang bahwa aktivitas mendengarkan bukan satu-satunya aktivitas belajar, hal ini disebabkan karena ada orang yang tuna rungu yang belajar tidak mempergunakan aktivitas mendengarkan tetapi hanya melalui visual (penglihatan). Mereka belajar hanya melalui gerakan-gerakan tangan dengan menggunakan simbol-simbol tertentu yang telah dibakukan seperti yang sering terlihat di TV pada acara dunia dalam berita seorang laki-laki atau wanita tampil dengan menggerak-gerakkan tangannya mengiringi berita yang disiarkan. Sungguhpun begitu tidak dapat disangkal bahwa aktivitas mendengarkan adalah aktivitas belajar yang diakui kebenarannya dalam dunia pendidikan dan pengajaran formal atau non formal. 2. Memandang Memandang adalah mengarahkan penglihatan ke suatu objek yang melibatkan mata sebagai alat utamanya karena dalam memandang matalah yang memegang peranan penting. Tanpa mata tidak mungkin terjadi aktivitas memandang dapat dilakukan. Dalam pendidikan aktivitas memandang termasuk dalam kategori aktivitas belajar. Di kelas seorang pelajar memandang papan tulis yang berisikan tulisan yang baru saja guru tulis dan tulisan yang pelajar pandang itu menimbulkan kesan dan selanjutnya tersimpan dalam otak. Tapi perlu diingat bahwa tidak semua aktivitas memandang berarti belajar, aktivitas memandang dalam arti belajar di sini adalah aktivitas memandang yang bertujuan seseuai dengan kebutuhan untuk mengadakan perubahan tingkah laku yang positif. Aktivitas memandang tanpa tujuan bukanlah termasuk perbuatan belajar, meski pandangan tertuju pada suatu objek tetapi tidak adanya tujuan yang ingin dicapai maka pandangan yang demikian tidak termasuk belajar. 3. Meraba, membau dan mencicipi atau mengecap Aktivitas meraba, membau, mengecap adalah indra manusia yang dapat dijadikan sebagai alat untuk kepentingan belajar, artinya aktivitas meraba, membau dan mengecap dapat memberikan kesemapatan bagi seseorang untuk belajar. Tentu saja aktivitasnya harus didasari oleh suatu tujuan. Dengan demikian aktivitas-aktivitas meraba, membau dan mengecap dapat dikatan

17


belajar apabila semua aktivitas itu didorong oleh kebutuhan, motivasi untuk mencapai tujuan dengan menggunakan situasi tertentu untuk memperoleh perubahan tingkah laku. 4. Menulis atau mencatat Menulis atau mencatat merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari aktivitas

belajar.

Walaupun

pada

waktu

tertentu

seseorang

harus

mendengarkan isi ceramah namun dia tidak bisa mengabaikan masalah mencatat hal-hal yang dianggap penting. Setiap orang mempunyai cara-cara tertentu dalam mencatat pelajaran, demikian juga dalam hal memilih pokokpokok pikiran yang dianggap penting , hal ini disebabkan ilmu pengetahuan yang seseorang miliki berbeda-beda sehingga berbeda pula dalam menilai bahan yang akan dicatat. Perlu diketahui bahwa tidak setiap mencatat adalah belajar, aktivitas mencatat yang bersifat menurut, menjiplak atau mengkopy tidak dapat dikatakan sebagai aktivitas belajar. Mencatat yang termasuk sebagai aktivitas belajar yaitu apabila dalam mencatat itu orang menyadari kebutuhan dan tujuannya serta menggunakan seperangkat tertentu agar catatan itu nantinya berguna bagi pencapaian tujuan belajar. Dalam mencatat tidak sekedar mencatat tetapi mencatat yang dapat menunjang pencapaian tujuan belajar, maka dari itu jangan membuat catatan sembarangan sebab bisa mendatangkan kerugian material dan pemikiran. Akibat lainnya adalah akan sia-siala catatan itu karena tidak bisa digunakan untuk kepentingan kemajuan dan kesuksesan studi. 5. Membaca Aktivitas membaca adalah aktivitas yang paling banyak dilakukan selama belajar di sekolah atau perguruan tinggi. Membaca di sini tidak mesti membaca buku belaka tetapi juga membaca majalah, Koran, tabloid, jurnaljurnal, hasil penelitian, catatan hasil belajar atau kuliah dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan kebutuhan studi. Kalau belajar adalah untuk mendapat ilmu pengetahun maka membaca adalah jalan menuju ke pintu ilmu pengetahuan, ini berarti untuk mendapatkan ilmu pengetahuan tidak ada cara

18


lain yang harus dilakukan kecuali memperbanyak membaca. Kalau begitu membaca identik dengan mencari ilmu pengetahuan agar menjadi cerdas dan mengabaikannya adalah sebuah kebodohan yang besar. Cara dan teknik seseorang dalam membaca selalu menunjukkan perbedaan pada hal-hal tertentu, oleh karena itu wajarlah bila belajar itu suatu seni dan sama halnya dengan mengajar adalah sebuah seni. Ada orang yang membaca buku sambil tidur-tiduran dapat belajar dengan baik, ada orang yang membaca buku sambil mendengarkan radio dapat belajar dengan baik, ada orang yang membaca buku tanpa suara dapat belajar dengan baik, ada orang yang membaca buku dengan suara dapat belajar dengan baik, ada orang yang membaca buku diantara keributan dapat belajar dengan baik dan lain sebagainya. Singkatnya orang membaca buku dengan berbagai cara agar dapat belajar dengan baik. 6. Membuat ikhtisar atau ringkasan dan menggarisbawahi Banyak orang yang merasa terbantu dalam belajarnya karena menggunakan ikhtisar-ikhtisar materi yang dibuatnya. Ikhtisar atau ringkasan ini memang dapat membantu dalam hal mengingat atau mencari kembali materi dalam buku untuk masa-masa yang akan datang. 7. Mengamati tabel-tabel, diagram-diagram dan bagan-bagan Dalam buku ataupun dilingkungan lain sering dijumpai tabel, diagram ataupun bagan bagan. Materi non verbal semacam ini sangat berguna bagi seseorang dalam mempelajari materi yang relevan, demikian pula gambargambar, peta-peta dan lainnya dapat menjadi bahan ilustratif yang membantu pemahaman seseorang tentang suatu hal. Semua tabel, diagram dan bagan dihadirkan di buku tidak lain adalah dalam rangka memperjelas penjelasan yang penulis uraikan. Penulis sadar bahwa penjelasan yang dibuat tidak dpat memberikan gambaran atau kesan yang baik bila tidak dibantu dengan menghadirkan tabel, diagram dan bagan. Dengan menghadirkan tabel, diagram dan bagan dapat menumbuhkan pengertian dalam waktu yang relatif singkat.

19


8. Menyusun paper atau kertas kerja Dalam menyusun paper tidak bisa sembarangan tetapi harus metodologis dan sistematis. Metodologis artinya menggunakan metodemetode tertentu dalam penggarapannya, sistematis artinya menggunakan kerangka berpikir yang logis dan kronologis. Ketika seseorang ingin membuat paper

bukan

harus

mempersoalkan

judulnya

tetapi

yang

harus

dipermasalahkan adalah masalahnya. Masalah itulah topic yang harus dianggap sebagai masalah. Dari masalah atau topic dapat dikembangkan menjadi judul, bukan dari judul baru timbul masalah. Masalah yang ditemukan itu harus dikuasai sehingga mudah menggarapnya. Penguasaan atas masalah sangat berguna ketika akan membuat kerangka paper karena banyak orang yang tidak dapat membuat paper hanya terbentur dengan masalah bagaimana menyusun kerangka paper, hal ini terjadi disebabkan karena kurangnya penguasaan atas masalah yang akan digarap. Untuk dapat menguasai masalah tersebut tentu saja harus digali dari sumbernya dan salah satu sumber masalah itu adalah buku. Carilah bukubuku yang berhubungan dengan masalah yang akan digarap, lihatlah daftar isi dan seleksilah mana yang berhubungan dengan masalah yang digarap. Sumber teoritis yang diambil dari buku tidak bisa diambil sembarangan tetapi harus menurut aturan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. 9. Mengingat Mengingat merupakan gejala psikologis dan untuk mengetahui bahwa seseorang sedang mengingat sesuatu dapat dilihat dari sikap dan perbuatannya. Ingatan itu sendiri adalah kemampuan jiwa untuk memasukkan (learning), menyimpan (retention) dan menimbulkan kembali (remembering) hal-hal yang telah lampau. Ingatan seseorang dipegaruhi oleh beberapa factor yaitu sifat seseorang, alam sekitar, keadaan jasmani, keadaan rohani dan umur seseorang. Perbuatan mengingat jelas sekali terlihat ketika seseorang sedang menghafal bahan pelajaran berupa dalil, kaidah, pengertian, rumus dan sebagainya.

20


10. Berpikir Berpikir adalah termasuk aktivitas dalam belajar dan dengan berpikir orang memperoleh penemuan baru setidak-tidaknya orang menjadi tahu tentang hubungan antara sesuatu. Berpikir bukanlah sembarang berpikir tetapi ada taraf tertentu dari taraf berpikir rendah sampai taraf berpikir yang tinggi. 11. Latihan atau praktek Learning by doing adalah konsep belajar yang menghendaki adanya penyatuan usaha mendapatkan kesan-kesan dengan cara berbuat. Belajar sambil berbuat dalam hal ini termasuk latihan dan latihan termasuk cara yang baik untuk memperkuat ingatan. Misalnya seseorang yang mempelajari rumus matematika atau rumus Bahasa Inggris dan kemungkinan besar rumus-rumus tersebut akan mudah terlupakan bila tidak didukung dengan latihan, disinilah diperlukan latihan sebanyak-banyaknya.

21


BAB III TEORI-TEORI PSIKOLOGI BELAJAR

A. Teori Belajar Psikologi Behavioristik Pandangan belajar menurut aliran tingkah laku tidak lain adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon, atau dengan kata lain belajar adalah perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. Para ahli yang banyak berkarya dalam aliran ini antara lain: Thorndike (1911), Watson (1963), Hull (1943) dan Skinner (1968). 1. Thorndike Menurut Thorndike (1911) salah satu pendiri aliran tingkah laku, belajar adalah proses interaksi antara stimulus (yang mungkin berupa pikiran, perasaan, atau gerakan) dan respons (yang juga bisa berupa pikiran, perasaan atau gerakan). Jelasnya menurut Thorndike perubahan tingkah laku boleh berwujud sesuatu yang konkrit atau yang nonkonkrit. Meskipun Thorndike tidak menjelaskan bagaimana cara mengukur berbagai tingkah laku yang nonkonkrit, tetapi teori Thorndike telah banyak memberikan inspirasi kepada pakar lain yang datang sesudahnya. 2. Watson Berbeda dengan Thorndike, menurut Watson stimulus dan respon tersebut harus berbentuk tingkah laku yang bisa diamati. Dengan kata lain Watson mengabaikan berbagai perubahan mental yang mungkin terjadi dalam belajar dan menganggapnya sebagai factor yang tidak perlu diketahui. Bukan berarti semua perubahan mental yang terjadi dalam benak siswa tidak penting, semua itu penting akan tetapi factor-faktor tersebut tidak bisa dijelaskan apakah proses belajar sudah terjadi atau belum. Hanya dengan asumsi demikianlah menurut Watson dapat diramalkan perubahan apa yang bakal terjadi pada siswa. Hanya dengan demikianlah psikologi dan ilmu tentang belajar dapat disejajarkan dengan ilmuilmu lain seperti fisika atau biologi yang sangat berorientasi pada pengalaman emperis. Berdasarkan uraian ini penganut aliran tingkah laku lebih suka memilih

22


untuk tidak memikirkan hal-hal yang tidak bisa diukur meskipun mereka tetap mengakui bahwa semua hal itu penting. 3. Chark Hull Chark Hull (1943) mengemukakan konsep pokok teorinya yang sangat dipengaruhi oleh teori evolusi Darwin. Bagi Hull tingkah laku seseorang berfungsi untuk menjaga kelangsungan hidup, oleh karena itu dalam teori Hull kebutuhan biologis dan pemuasan kebutuhan biologis menempati posisi sentral. Menurut Hull kebutuhan dikonsepkan sebagai dorongan seperti lapar, haus, tidur, hilangnya rasa nyeri dan sebagainya. Stimulus hanpir selalu dikaitkan dengan kebutuhan biologis ini meskipun respon mungkin bermacam-macam bentuknya. 4. Edwin Guthrie Edwin Guthrie mengemukakan teori kontiguiti yang memandang bahwa belajar merupakan kaitan asosiatif antara stimulus tertentu dan respon tertentu. Selanjutnya ia berpendirian bahwa hubungan antara stimulus dengan respon merupakan factor kritis dalam belajar. Oleh karena itu diperlukan pemberian stimulus yang sering agar hubungan menjadi lebih langgeng. Selain itu suatu respon akan lebih kuat apabila respon tersebut berhubungan dengan berbagai macam stimulus. Sebagai contoh seseorang yang memiliki kebiasaan merokok sulit ditinggalkan hal ini terjadi karena perbuatan merokok tidak hanya berhubungan dengan satu macam stimulus (misalnya kenikmatan merokok), tetapi juga dengan stimulus lain seperti minum kopi, berkumpul dengan teman-teman, ingin tanpak gagah dan lain-lain. Edwin juga mengatakan bahwa “hukuman� memegang peranan penting dalam proses belajar. Menurutnya suatu hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah kebiasaan seseorang. Sebagai contoh seorang anak perempuan yang setiap kali pulang dari sekolah selalu mencampakkan baju dan topinya di lantai kemudian ibunya menyuruh agar baju dan topi dipakai kembali oleh anaknya, lalu kembali keluar dan masuk rumah kembali sambil menggantungan topi dan bajunya di tempat gantungannya. Setelah beberapa kali melakukan itu respon menggantungkan topi dan baju menjadi terasosiasi dengan

23


stimulus memasuki rumah. Meskipun demikain nantinya factor hukuman tidak lagi dominan dalam teori-teori tingkah laku. 5. Skinner Skinner (1968) yang datang kemudian merupakan penganut paham neobehavioris yang mengalihkan dari laboratorium ke praktik kelas. Skinner mempunyai pendapat lain lagi yang ternyata mampu mengalahkan pamor teori Hull dan Guthrie. Hal ini mungkin karena kemampuan Skinner dalam “menyederhanakan” kerumitan teorinya serta menjelaskan konsep-konsep yang ada dalam teorinya tersebut. Menurut Skinner deskripsi hubungan antara stimulus dan respon untuk menjelaskan perubahan tingkah laku (dalam hubungan dengan lingkungan) menurut versi Watson tersebut adalah deskripsi yang tidak lengkap. Respon yang diberikan siswa tidaklah sesederhana itu sebab pada dasarnya setiap stimulus yang diberikan berinteraksi satu dengan lainnya, dan interaksi ini akhirnya memengaruhi respons yang dihasilkan. Sedangkan respon yang diberikan juga menghasilkan berbagai konsekuensi yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkah laku siswa. Oleh karena itu untuk memahami tingkah laku siswa secara tuntas diperlukan pemahaman terhadap respons itu sendiri dan berbagai konsekuensi yang diakibatkan oleh respon tersebut. Skinner juga menjelaskan bahwa menggunakan perubahan-perubahan mental sebagai alat untuk menjelaskan tingkah laku hanya akan membuat segala sesuatunya menjadi bertambah rumit, sebab “alat” itu akhirnya juga harus dijelaskan lagi. Misalnya apabila dikatakan bahwa ‘seseorang siswa berprestasi buruk sebab siswa ini mengalami frustasi” akan menuntut perlu dijelaskan “apa itu frustasi”. Penjelasan frustasi ini besar kemungkinan akan memerlukan penjelasan lain dan begitu seterusnya.

B. Teori Belajar Psikologi Kognitif Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar itu sendiri. Bagi penganut aliran ini belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respons, namun lebih dari itu belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks.

24


Menurut teori ini ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seseorang individu melalui proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan terpatah-patah, terpisah-pisah, tetapi melalui proses yang mengalir, bersambung-sambung, menyeluruh. 1. Piaget Menurut Jean Piaget (1975) salah seorang penganut aliran kognitif mengatakan bahwa belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan yakni (a) asimilasi, (b) akomodasi, (c) equilibrasi (penyeimbangan). Proses asimilasi adalah proses penyatuan atau pengintergrasian informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa. Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru dan equilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Bagi seseorang yang sudah mengetahui prinsip penjumlahan, jika gurunya mengernalkan prinsip perkalian maka proses pengintegrasian antara prinsip penjumlahan (yang sudah ada dalam benak siswa) dengan prinsip perkalian (sebagai informasi baru) inilah yang disebut asimilasi. Jika seseorang diberi sebuah soal perkalian, maka situasi ini disebut akomodasi yang dalam hal ini berarti pemakaian (aplikasi) prinsip perkalian tersebut dalam situasi yang baru dan spesifik. Agar seseorang tersebut dapat terus berkembang dan menambah ilmunya maka yang bersangkutan menjaga stabilitas mental dalam dirinya diperlukan proses penyeimbangan. Proses inilah yang disebut equilibrasi proses penyeimbangan antara “dunia luar� dan “dunia dalam�. Tanpa proses ini perkembangan kognitif seseorang akan tersendat sendat dan berjalan tak teratur. Menurut

Piaget

proses belajar harus disesuaikan

dengan

tahap

perkembangan kognitif yang dilalui siswa yang dalam hal ini Piaget membaginya menjadi empat tahapan yaitu tahap sensori motor (ketika anak umur 1,5 tahun sampai 2 tahun), tahap pra-operasional (2/3 sampai 7/8 tahun), tahap operasional konkrit (7/8 sampai 12/14 tahun), dan tahap operasional formal (14 tahun atau lebih). Guru yang mengajar tetapi tidak menghiraukan tahapan-tahapan ini akan cenderung menyulitkan para siswanya misalnya saja mengajarkan konsep abstrak tentang matematika kepada sekelompok siswa kelas dua SD tanpa adanya usaha

25


untuk mengkonkritkan konsep tersebut, tidak hanya akan percuma tetapi justru akan lebih membingungkan para siswa mereka. 2. Ausubel Menurut Ausubel (1968) siswa akan belajar dengan baik jika apa yang disebut “pengatur kemajuan belajar” didefenisikan dan dipresentasikan dengan baik dan tepat kepada siswa. Pengatur kemajuan belajar adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi atau mencakup semua isi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa. Ausubel percaya bahwa pengatur kemajuan belajar dapat memberikan tiga macam manfaat yakni: a. Dapat menyediakan suatu kerangka konsep untuk materi belajar yang akan dipelajari oleh siswa; b. Dapat berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan antara apa yang sedang dipelajari oleh siswa “saat ini” dengan apa yang “akan” dipelajari siswa; c. Mampu membantu siswa untuk memahami bahan belajar secara lebih mudah. Oleh karena itu pengetahuan guru terhadap isi mata pelajaran harus sangat baik, hanya dengan demikian sesorang guru akan mampu menemukan informasi yang menurut Ausubel sangat abstrak, umum dan inklusif, yang mewadahi apa yang akan diajarkan. Selain itu logika berpikir guru juga dituntut sebaik mungkin. Tanpa memiliki logika berpikir yang baik maka guru akan kesulitan memilahmilah materi pelajaran, merumuskannya dalam rumusan yang singkat dan padat serta mengurutkan materi demi materi ke dalam struktur urutan yang logis dan mudah dipahami. 3. Bruner Bruner (1960) mengusulkan teorinya yang disebut free discovery leraning. Menurut teori ini proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberi ksempatan kepada siswa untuk menemukan suatu aturan (termasuk konsep,

teori,

definisi,

dan

sebagainya)

melalui

contoh-contoh

yang

menggambarkan aturan yang menjadi sumbernya. Dengan kata lain siswa dibimbing secara induktif untuk memahami suatu kebenaran umum. Untuk memahami konsep kejujuran misalnya siswa pertama-tama siswa tidak menghafal

26


defenisi kata kejujuran tetapi mempelajari contoh-contoh konkrit tentang kejujuran. Dari contoh-contoh itulah siswa dibimbing untuk mendefenisikan kata “kejujuran”. Lawan dari pendekatan ini disebut “belajar ekspositori” (belajar dengan cara menjelaskan). Dalam hal ini siswa disodori sebuah informasi umum dan diminta untuk menjelaskan informasi ini melalui contoh-contoh khusus dan konkrit. Dalam contoh di atas maka siswa pertama kali diberi tentang defenisi kejujuran dan dari definisi itulah siswa diminta untuk mencari contoh-contoh konkrit yang dapat menggambarkan makna kata tersebut. Di samping itu Bruner mengemukakan perlunya ada teori pembelajaran yang akan menjelaskan asas-asas untuk merancang pembelajaran yang efektif di kelas. Menurut pandangan Bruner bahwa teori belajar itu bersifat deskriftif sedangkan teori pembelajaran itu bersifat preskriptif. Misalnya teori belajar memprediksikan berapa usia maksimum seorang anak untuk belajar penjumlahan, sedangkan teori pembelajaran menguraikan bagaimana cara-cara mengajarkan penjumlahan.

C. Teori Belajar Psikologi Humanistik Bagi penganut teori ini proses belajar harus berhulu dan bermuara pada manusia itu sendiri. Meskipun teori ini sangat menekankan pentingnya “isi” dari proses belajar, dalam kenyataannya teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain teori ini lebih tertarik pada ide belajar dalam bentuknya yang paling ideal daripada belajar seperti apa adanya, seperti apa yang biasa kita amati dalam dunia keseharian dan wajar jika teori ini sangat bersifat eklektik. Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk “memanusiakan manusia” dapat tercapai. 1. Bloom dan Krathwohl Dalam hal ini Bloom dan krathwohl menunjukkan apa yang mungkin dikuasai oleh siswa yang tercakup dalam tiga kawasan berikut: a. Kognitif Kognitif terdiri dari enam tingkatan yaitu: 1) Pengetahuan (mengingat dan menghafal)

27


2) Pemahaman (menginterpretasikan); 3) Aplikasi (menggunakan konsep untuk memecahkan suatu masalah); 4) Analisi (menjabarkan suatu konsep); 5) Sintesis (menggabungkan bagian-bagian konsep menjadi suatu konsep utuh); 6) Evaluasi (membandingkan nilai, ide, metode dan sebagainya). b. Psikomotorik Psikomotor terdiri dari lima tingkatan yaitu: 1) Peniruan (menirukan gerak); 2) Penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak); 3) Ketepatan (melakukan gerak dengan benar); 4) Perangkaian (melakukan beberapa gerakan sekaligus dengan benar) 5) Naturalisasi (melakukan gerak secara wajar); c. Afektif Afektif terdiri dari lima tingkatan yaitu, 1) Pengenalan (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu); 2) Merespon (aktif berpartisipasi); 3) Penghargaan (menerima nilai-nilai, setia kepada nilai-nilai tertentu); 4) Pengorganisasian (menghubungkan nilai-nilai yang dipercayai); 5) Pengamalan (menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidup). Taksonomi Bloom ini seperti telah kita ketahui berhasil memberi inspirasi kepada banyak pakar lain untuk mengembangkan teori-teori belajar dan pembelajaran. Pada tingkatan yang lebih praktis taksonomi ini telah banyak membantu praktisi pendidikan untuk memformulasikan tujuan-tujuan belajar dalam bahasa yang mudah dipahami, operasional, serta dapat diukur. Dari beberapa taksonomi belajar mungkin taksonomi Bloom inilah yang paling popular. 2. Kolb Sementara itu seorang ahli lain yang bernama Kolb membagi tahapan belajar menjadi empat tahapan yaitu: a. Pengalaman konkrit, b. Pengamatan aktif dan reflektif,

28


c. Konseptualisasi, d. Eksperimentasi aktif. Pada tahap paling dini dalam proses belajar seorang siswa hanya mampu sekedar ikut mengalami suatu kejadian, dia belum mempunyai kesadaran tentang hakikat kejadian tersebut. Dia pun belum mengerti bagaimana dan mengapa suatu kejadian harus terjadi seperti itu dan inilah yang terjadi pada tahap pertama dalam proses belajar. Pada tahap kedua siswa tersebut lambat laun mampu mengadakan observasi aktif terhadap kejadian tersebut serta mulai berusaha memikirkan dan memahaminya dan inilah yang kurang lebih terjadi pada tahap pengamatan aktif dan reflektif. Pada tahap ketiga siswa mulai belajar untuk membuat abstraksi atau teori tentang sesuatu hal yang pernah diamatinya. Pada tahap ini siswa diharapkan sudah mampu untuk membuat aturan-aturan umum (generalisasi) dari berbagai contoh kejadian yang meskipun tampak berbeda-beda tetapi mempunyai landasan aturan yang sama. Pada

tahap

akhir

(eksperimentasi

aktif)

siswa

sudah

mampu

mengaplikasikan suatu aturan umum ke situasi yang baru. Dalam dunia matematika misalnya siswa tidak hanya memahami “asal-usul� sebuah rumus tetapi ia juga mampu memakai rumus tersebut untuk memecahkan suatu masalah yang belum pernah ia temui sebelumnya. Menurut Kolb siklus belajar semacam itu terjadi secara berkesinambungan dan berlangsung di luar kesadaran siswa. Dengan kata lain meskipun dalam teorinya kita mampun membuat garis tergas antara tahap satu dengan tahap lainnya namun dalam praktik peralihan dari satu tahap ke tahap lainnya seringkali terjadi begitu saja dan sulit kita tentukan kapan beralihnya. 3. Honey Dan Mumford Berdasarkan teori Kolb ini Honey dan Mumford membuat penggolongan siswa, menurut mereka ada empat macam atau tipe siswa yakni (1) aktivis, (2) reflector, (3) teris dan (4) pragmatis. Ciri dari siswa yang berpikir aktivis adalah mereka yang suka melibatkan diri pada pengalaman-pengalaman baru, mereka cenderung berpikiran terbuka dan mudah diajak berdialog. Namun siswa semacam ini biasanya kurang skeptic terhadap sesuatu, ini kadangkala identik dengan sifat

29


mudah percaya. Dalam proses belajar mereka menyukai metode yang mampu mendorong seseorang menemukan hal-hal yang baru seperti brainstorming dan problem solving. Akan tetapi mereka cepat merasa bosan dengan hal-hal yang memerlukan waktu lama dalam implementasi. Untuk siswa yang bertipe reflector sebaliknya cenderung sangat berhatihati mengambil langkah. Dalam proses pengambilan keputusan siswa tipe ini cenderung konservatif dalam arti mereka suka menimbang-nimbang secara cermat baik-buruk suatu keputusan. Sedang siswa yang bertipe teoritis biasanya sangat kritis, senang menganalisis dan tidak menyukai pendapat atau penilaian yang sifatnya subjektif. Bagi mereka berpikir secara rasional adalah suatu yang sangat penting, mereka biasanya juga sangat skeptis dan tidak menyukai hal-hal yang bersifat spekulatif. Untuk siswa bertipe pragmatis biasanya menaruh perhatian besar pada aspek-aspek praktis dari segala hal. Teori memang penting kata mereka, namun apabila teori tidak bisa dipraktikkan untuk apa? Kebanyakan siswa dengan tipe ini tidak suka berlarut-larut dalam membahas aspek teoritis filosofis dari sesuatu. Bagi mereka sesuatu dikatakan ada gunanya dan baik hanya jika bisa dipraktikkan. 4. Habermas Ahli psikologi lain adalah Habermas yang dalam pandangannya bahwa belajar sangat dipengaruhi oleh interaksi baik dengan lingkungan maupun dengan sesama manusia. Dengan asumsi ini Habermas mengelompokkan tipe belajar menjadi tiga bagian yaitu, 1. Belajar teknis (technical learning) 2. Belajar praktis (practical learning) 3. Belajar emansipatoris (emancipatory leraning) Dalam belajar teknis siswa belajar bagaimana berinteraksi dengan alam sekelilingnya. Mereka berusaha menguasai dan mengelola alam dengan cara mempelajari keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk itu. Dalam belajar praktis siswa juga belajar berinteraksi tetapi pada tahap ini yang paling dipentingkan adalah interaksi antara dia dengan orang-orang di sekelilingnya. Pada tahap ini pemahaman siswa terhadap alam tidak berhenti sebagai suatu

30


pemahaman yang kering dan terlepas kaitannya dengan manusia. Akan tetapi pemahaman terhadap alam itu justru relevan jika dan hanya berkaitan dengan kepentingan manusia. Sedangkan dalam belajar emansipatoris siswa berusaha mencapai pemahaman dan kesadaran yang sebaik mungkin tentang perubahan atau transpormasi kultur dari suatu lingkungan.

D. Teori Belajar psikologi Sibernetik Menurut teori ini belajar adalah pengolahan informasi. Sekilas teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kognitif yang mementingkan proses dan proses memang penting dalam teori sibernetik, namun yang lebih penting lagi adalah system informasi yang diproses karena infoemasi inilah yang akan menentukan proses. Asumsi lain lain dari teori sibernetik adalah bahwa tidak ada satu proses belajar pun yang ideal untuk segala situasi, yang cocok untuk semua siswa. Oleh karena itu sebuah informasi mungkin akan dipelajari seseorang siswa dengan satu macan prtoses belajar dan informasi yang sama itu mungkin akan dipelajari siswa lain melalui proses belajar yang berbeda. 1. Landa Landa merupakan salah seorang ahli psikologi yang beraliran sibernetik. Menurut Landa ada dua macam proses berpikir, yang pertama disebut proses berpikir algoritmik yaitu proses berpikir linier, konvergen, lurus menuju ke satu target tertentu. Jenis kedua adalah cara berpikir heuristik yakni cara berpikir divergen, menuju ke beberapa target sekaligus Proses belajar akan berjalan dengan baik jika apa yang hendak dipelajari itu atau masalah yang hendak dipecahkan (atau informasi yang ingin dipelajari) diketahui cirri-cirinya. Satu hal lebih tepat disajikan dalam urutan teratur, linier, sekuensial, satu hal yang lain lebih tepat apa bila disajikan dalam bentuk “terbuka� dan memberi keleluasaan siswa untuk berimajinasi dan berpikir. Misalnya agar siswa mampu memahami sebuah rumus matematika mungkin akan lebih efektif jika presentasi informasi tentang rumus ini disajikan secara algoritmik. Alasannya adalah sebuah rumus matematika biasanya mengikuti urutan tahap demi tahap yang sudah teratur dan mengarah ke satu target tertentu.

31


2. Pask dan Scott Ahli lain yang pemikirannya beraliran sibernetik adalah Pask dan Scott. Pendekatan serialis yang diusulkan oleh Pask dan Scott sama dengan pendekatan algoritmik. Namun cara berpikir menyeluruh (wholist) tidak sama dengan herustik. Cara berpikir menyeluruh adalah berpikir yang cenderung melompat ke depan, langsung ke gambaran lengkap sebuah system inforamsi. Ibarat melihat lukisan bukan detail-detail yang kita amati lebih dahulu, tetapi seluruh lukisan itu sekaligus baru sesudah itu ke bagian-bagian yang lebih kecil. Pendekatan yang berorientasi pada pengelolaan informasi menekankan beberapa hal seperti ingatan jangka pendek, ingatan jangka panjang dan sebagainya yang berhubungan dengan apa yang terjadi dalam otak kita dalam proses pengelohan inforamsi.

32


BAB IV FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BELAJAR

A. Motivasi Motivasi menurut Sumadi Suryabrata adalah keadaan yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas tertentu guna pencapaian suatu tujuan. Sementara itu Gates dan kawan-kawan mengemukakan bahwa motivasi adalah suatu kondisi fisiologis dan psikologis yang terdapat dalam diri seseorang yang mengatur tindakannya dengan cara tertentu. Adapun Greenberg menyebutkan bahwa motivasi adalah proses membangkitkan, mengarahkan, dan memantapkan prilaku arah suatu tujuan. Dari tiga defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah kondisi fisiologis dan kondisi psikologis yang terdapat dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk melakukan aktivitas tertentu guna mencapai tujuan tertentu. Sehubungan dengan kebutuhan hidup manusia yang mendasari timbulnya motivasi, Maslow mengungkapkan bahwa kebutuahn dasar hidup manusia terbagi atas lima tingkatan yaitu kebutuhan fisiologis, kebutuhan keamanan, kebutuhan social, kebutuhan akan harga diri dan kebutuhan akan aktualisasi diri. Kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan pokok yang harus dipenuhinya dengan segera seperti keperluan untuk makan, minum, berpakaian dan bertempat tinggal. Kebutuhan keamanan adalah kebutuhan seseorang untuk mendapatkan keselamatan, keamanan, jaminan atau perlindungan dari ancaman yang membahayakan kelangsungan hidup dan kehidupan dengan segala aspeknya. Kebutuhan social adalah kebutuhan seseorang untuk disukai dan menyukai, dicintai dan mencintai, bergaul, berkelompok, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kebutuhan akan harga diri adalah kebutuhan seseorang untuk memperoleh, kehormatan, penghormatan, pujian, penghargaan dan pengakuan. Sedangkan kebutuhan akan aktualisasi diri adalah kebutuhan seseorang untuk memperoleh kebanggaan, kekaguman dan kemasyhuran sebagai pribadi yang mampu dan berhasil mewujudkan potensi bakatnya dengan hasil prestasi yang luar biasa.

33


Menurut Maslow manusia adalah makhluk yang tidak pernah puas seratus persen dan bagi manusia kepuasaan adalah sifatnya sementara. Jika suatu kebutuhan telah terpenuhi orang tidak lagi berkeinginan memenuhi kebutuhan tersebut, tetapi berusaha untuk memenuhi kebutuhan lain yang lebih tinggi tingkatannya. Kebutuhan yang mendapat prioritas pertama untuk dipuaskan adalah kebutuhan fisiologis, setelah kebutuhan tersebut terpenuhi orang akan termotivasi untuk memenuhi kebutuhan lain yang lebih tinggi tingkatannya seperti kebutuhan keamanan, kebutuhan social, kebutuhan berprestasi dan seterusnya. Untuk berprestasi dengan baik seseorang harus memenuhi terlebih dahulu kebutuhan dasar fisiologis dan keamanan atau dengan perkataan lain seseorang tidak mungkin bisa berprestasi dengan baik jika perutnya lapar serta keamanannya terganggu. McClelland mengungkapkan bahwa motivasi berprestasi merupakan motivasi yang berhubungan dengan pencapaian beberapa standar kepandaian atau standar keahlian. Sementara itu Heckhausen mengemukakan bahwa motivasi berprestasi adalah suatu dorongan yang terdapat dalam diri seseorang yang selalu berusaha atau berjuang untuk meningkatkan atau memelihara kemampuannya setinggi mungkin dalam semua aktivitas dengan menggunakan standar keunggulan. Standar keunggulan ini menurut Heckhausen terbagi atas tiga komponen yaitu standar keunggulan tugas, standar keunggulan diri dan standar keunggulan siswa lain. Standar keunggulan tugas adalah standar yang berhubungan

dengan

pencapaian

tugas

dengan

sebaik-baiknya.

Standar

keunggulan diri adalah standar yang berhubungan dengan pencapaian prestasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan prestasi yang pernah dicapai selama ini. Adapun standar keunggulan siswa lain adalah standar keunggulan yang berhubungan dengan pencapaian prestasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan prestasi yang dicapai oleh siswa lain (misalnya teman sekelas) standar ini lebih ditujukan kepada keinginan siswa untuk menjadi juara pertama dalam setiap kompetisi. Ausubel mengatakan bahwa motivasi berprestasi terdiri atas tiga komponen yaitu dorongan kognitif, An ego-enhancing one, dan komponen affiliasi.

34


Dorongan kognitif adalah keinginan siswa untuk mempunyai kompetensi dalam subjek yang ditekuninya serta keinginan untuk menyelesaikan tugas yang dihadapinya dengan hasil yang sebaik-baiknya. An ego-enhancing one maksudnya keinginan siswa untuk meningkatkan status dan harga dirinya misalnya dengan jalan berprestasi dalam segala bidang, sedangkan komponen afiliasi adalah keinginan siswa untuk selalu berafiliasi dengan siswa lain. Atkinson mengemukakan bahwa diantara kebutuhan hidup manusia terdapat kebutuhan untuk berprestasi yaitu dorongan untuk mengatasi hambatan, melatih kekuatan, dan berusaha untuk melakukan suatu pekerjaan yang sulit dengan cara yang baik dan secepat mungkin atau dengan perkataan lain usaha seseorang untuk menemukan atau melampau standar keunggulan. Menurut Atkinson motivasi seseorang ditentukan oleh dua factor yaitu harapan terhadap suatu objek dan nilainilai dari objek itu. Makin besar harapan seseorang terhadap suatu objek dan makin tinggi nilai objek itu bagi orang tersebut berati makin besar motivasinya. Lebih lanjut Atkinson mengemukakan bahwa di dalam diri individu selalu terdapat pertentangan antara harapan dan sukses yang menyebabkan seseorang termotivasi untuk mencari atau mendekati pencapaian tujuan, sedangkan rasa takut akan mengalami kegagalan menyebabkan orang termotivasi untuk menjauhi atau menghindari pencapain tujuan tersebut. Motivasi yang terjadi pada diri seseorang adalah hasil dari interaksi antara harapan akan sukses dan rasa takut akan mengalami kegagalan. Jika kedua keadaan ini terjadi pada diri pribadi seseorang dalam waktu yang bersamaan maka motivasi yang muncul dalam diri orang itu merupakan hasil dari kedua keadaan tersebut dimana keadaan yang dominan akan menang. Ini berarti jika harapan akan sukses lebih besar dibandingkan dengan rasa takut akan kegagalan, maka orang akan termotivasi untuk mencapai tujuannya. Sebaliknya jika rasa takut akan mengalami kegagalan lebih dominan dibandingkan dengan harapan akan sukses maka orang akan termotivasi untuk menjauhi atau menghindari mencapaian tujuan tersebut. Seseorang yang memiliki motivasi tinggi pada umumnya harapan akan suksesnya selalu mengalahkan rasa takut akan mengalami kegagalan. Ia selalu merasa

35


optimis dalam mengerjakan setiap apa yang dihadapinya sehingga setiap saat selalu termotivasi untuk mencapai tujuannya. 1. Motivasi Berprestasi Tiga istilah dalam motivasi berprestasi yaitu redintegration, cue dan affective situation. Redintegration secara etimologis berarti membulatkan kembali atau membuat suatu kesatuan baru dalam konteks ini redintegration berarti membulatkan kembali proses psikologis dalam kesadaran berbagai akibat adanya rangsangan suatu peristiwa di dalam lingkungannya. Cue (isyarat) merupakan penyebab tergugahnya afeksi dalam diri individu contoh bila seseorang siswa melihat gurunya yang sudah lama berpisah, maka persepsi tentang guru tersebut akan bekerja sebagai isyarat yang menggugah perasaannya dan keseluruhan proses psikologisnya dikembalikan lagi. Affective situation adalah setiap orang memiliki situasi afeksi yang meruapakan dasar semua situasi motif. Situasi ini berasal dari kesenjangan antara harapan dengan kenyataan. Situasi afeksi disebut positif bila penyimpangan itu kecil sedangkan afeksi negative bila penyimpangan tersebut lebih besar. Jadi apabila sebuah isyarat dalam lingkungan menyertai atau berpasangan dengan situasi dengan afeksi dalam diri individu, maka afeksi tersebut akan berubah dank arena perubahan situasi afeksi itulah motiv timbul. 2. Pengertian Achievement Suatu prestasi atau achievement berkaitan erat dengan harapan atau expectation. Inilah yang membedakan motivasi berprestasi dengan motivasi lainnya seperti lapar, haus, dan motif biologis lainnya. Harapan seseorang terbentuk melalui belajar dalam lingkungannya dan suatu harapan selalu mengandung standar keunggulan, standar ini mungkin berasal dari tuntutan orang tua atau lingkungan kultur tempat seseorang dibesarkan. Oleh karena itu standar keunggulan merupakan kerangka acuan bagi seseorang tatkala ia belajar mengerjakan tugas, memecahkan masalah dan mempelajari keterampilan lainnya. Semua penyimpangan dari kerangka acuan itu dapat membangkitkan afeksi baik yang positif maupun negative. Salah satu petunjuk yang paling menyakinkan tentang kerangka semacam itu ialah evaluasi terhadap suatu jenis pertbuatan misalnya siswa telah menyelesaikan tugas dengan baik. Dengan kata lain motivasi

36


berprestasi dapat diartikan dorongan untuk mengerjakan tugas dengan sebaikbaiknya yang mengacu kepada standar keunggulan. 3. Karakteristik Individu Yang Motivasi Berprestasinya Tinggi Ada beberapa karakteristik individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi sebagai berikut: a. Menyukai situasi atau tugas yang menuntut tanggung jawab pribadi atas hasilhasilnya dan bukan atas dasar untung-untungan, nasib, atau kebetulan. b. Memilih tujuan yang realistis tetapi menantang dari tujuan yang terlalu mudah dicapai atau terlalu besar resikonya. c. Mencari situasi atau pekerjaan di mana ia memperoleh umpan balik dengan segera dan nyata untuk menentukan baik atau tidaknya hasil pekerjaanya. d. Senang bekerja sendiri dan bersaing untuk mengungguli orang lain. e. Mampu menangguhkan pemuasan keinginannya demi masa depan Yang lebih baik. f. Tidak tergugah untuk sekedar mendapatkan uang, status atau keuntungan lainnya, ia akan mencarinya apa bila hal-hal tersebut merupakan lambing prestasi atau suatu ukuran keberhasilan. 4. Motivasi Berprestasi Dan Prestasi belajar Motivasi berprestasi merupakan salah satu factor yang ikut menentukan keberhasilan dalam belajar, besar kecilnya pengaruh tersebut tergantung pada intensitasnya. Klausmeier menyatakan bahwa perbedaan dalam intensitas motivasi berprestasi ditunjukkan dalam berbagai tingkatan prestasi yang dicapai oleh berbagai individu. Pengaruh motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar tergantung pada kondisi dalam lingkungan dan kondisi individu. Siswa yang motivasi berprestasinya tinggi hanya akan mencapai prestasi akademis yang tinggi apabila: a. Rasa takutnya akan kegagalan lebih rendah d di daripada keinginannya untuk berhasil; b. Tugas-tugas di dalam kelas cukup memberi tantangan, tidak terlalu mudah tetapi tidak terlalu sukar sehingga member kesempatan untuk berhasil.

37


5. Penerapan Di Bidang Administrasi Pendidikan Di sini akan diberikan tiga contoh yautu motivasi berkarir, motivasi melayani dan motivasi kerja. a.

Motivasi Berkarir Berkarir adalah bekerja untuk mengembangkan kemajuan diri dalam

pekerjaan. Menurut Thelma G. Alper motivasi adalah bagian yang sangat spesifik dari motivasi kerja sehingga dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Jadi berkarir berarti dapat juga dikaitkan dengan harapan yang di dalamnya ada standar keunggulan tertentu, implikasinya di sini dapat diartikan juga ke dalam motivasi berkarir. Dari teori tersebut dapat disimpulkan bahwa orang-orang yang motivasi berkarirnya baik ditandai dengan: 1. Menyukai situasi kerja yang menuntut tanggung jawab pribadi sebagai tantangan untuk maju; 2. Memilih tujuan yang realistis sebagai upaya untuk mengembangkan karir; 3. Cekatan dalam menyelesaikan pekerjaan dengan mengharapkan cepat memperoleh umpan balik; 4. Senang bekerja sendiri dan bersaing untuk menunjukkan kemajuan prestasinya; 5. Mampu menangguhkan pemuasan sesaat demi kemajuan karier yang lebih baik. b. Motivasi Pelayanan Implikasi motivasi untuk bidang administrasi pendidikan yang lain adalah dalam hal motivasi pelayanan. Pelayanan yang dimaksud adalah proses member bantuan dengan sepenuh hati kepada konsumen dengan menyisihkan waktu untuk memahami orang lain dan peduli terhadap perasaan mereka. Teori ini banyak dikembangkan oleh Patricia Patton yang mengatakan bahwa pelayanan sepenuh hati adalah kecerdasan emosional yang terfokus kepada memanusiakan manusia. Fred Luthan menyebutkan bahwa pelayanan adalah proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain secara langsung dan memerlukan intraksi harmonis di kedua belah pihak. Bob Woworuntu mengatakan bahwa pelayanan merupakan bentuk pencerminan pendekatan seutuhnya dari seseorang kepada masyarakat.

38


Dari pendapat di atas seseorang yang motivasi pelayanannya baik memiliki tandatanda sebagai berikut: 1. Menyukai kesungguhan dalam bentuk gairah untuk melayani konsumen; 2. Senang menciptakan cara-cara baru dan menarik untuk meningkatkan layanan; 3. Memiliki sikap proaktif yaitu mengambil inisiatif yang tepat; 4. Menyambut hangat para konsumen dengan keyakinan bahwa pelayanan mampu menemukan penyelesaian yang positif; 5. Tidak hanya menunaikan pekerjaan saja tetapi juga melibatkan rasa cinta dan bangga serta memberikan pengalaman positif kepada konsumen. c. Motivasi Kerja Bekerja mengandung arti melaksanakan suatu tugas yang diakhiri dengan buah karya. Wexley mengatakan seorang itu bekerja karena bekerja itu merupakan kondisi bawaan seperti bermain atau istirahat untuk aktif dan melakukan sesuatu. Jadi bekerja adalah suatu bentuk aktivitas yang bertujuan untuk mendapatkan kepuasaan. Jika konsep motivasi diterapkan ke dalam konteks bekerja maka seseorang yang motivasi kerjanya tinggi ditandai dengan: 1. Menyukai tugas kantor yang menuntut tanggung jawab pribadi; 2. Mencari situasi di mana pekerja memperoleh umpan balik dengan segera baik dari pimpinan maupun teman sejawat; 3. Senang bekerja sendiri sehingga kemampuan diri dapat dikedepankan; 4. Senang bersaing mengungguli prestasi bekerja orang lain; 5. Memiliki kemampuan menangguhkan pemuasaan keinginan demi pekerjaan; 6. Tidak tergugah sekedar mendapatkan uang, status atau keuntungan lainnya.

B. Sikap 1. Pengertian Sikap dan belajar Sikap dapat didefinisikan sebagai suatu kesiapan mental atau emosional dalam beberapa jenis tindakan pada situasi yang tepat. Allport mengemukakan bahwa sikap adalah sutau kesiapan mental dan saraf yang tersusun melalui pengalaman dan memberikan pengaruh langsung kepada respon individu terhadap semua objek atau situasi yang berhubungan dengan objek itu. Definisi

39


sikap menurut Allport ini menunjukkan bahwa sikap itu tidak muncul seketika atau di bawa lahir tetapi disusun dan dibentuk melalui pengalaman serta memberikan

pengaruh

langsung

kepada

respon

seseorang.

Harlen

mengemukakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kecenderungan seseorang untuk bertindak dalam menghadapi suatu objek atau situasi tertentu. Sikap adalah kecenderungan untuk berindak berkenaan dengan objek tertentu. Sikap bukan tindakan nyata melainkan masih bersifat tertutup. Dalam istilah kecenderungan terkandung terkandung pengertian arah tindakan yang akan dilakukan seseorang berkenaan dengan suatu objek. Arah tersebut dapat bersifat mendekati atau menjauhi. Tindakan mendekati atau menjauhi suatu objek (orang, benda, ide, lingkungan dan lain-lain) dilandasi oleh perasaan penilaian individu yang bersangkutan terhadap objek tersebut. Misalnya ia menyukai atau tidak menyukainya, menyenangi atu tidak menyenanginya, menyetujui atau tidak menyetujui dan lain sebagainya. Adapun belajar menunjuk kepada suatu cabang belajar yaitu belajar dalam arti sempit khusus untuk mendapatkan pengetahuan akademik. 2. Konsep Sikap Belajar Berdasarkan hal-hal yang dikemukan di atas sikap belajar dapat diartikan sebagai kecenderungan perilaku seseorang tatkala ia mempelajari hal-hal yang bersifat akademik. Brown dan Holtzman mengembangkan konsep sikap belajar melalui dua komponen yaitu Teacher Approval (TA) dan Education Acceptance (EA). TA berhubungan dengan pandangan siswa terhadap guru-guru, tingkah laku mereka di kelas dan cara mengajar, sedangkan EA terdiri atas penerimaan dan penolakan siswa terhadap tujuan yang akan dicapai, dan materi yang disajikan, praktik, tugas, dan persyaratan yang ditetapkan di sekolah. Sikap belajar penting karena didasarkan atas peranan guru sebagai leader dalam proses belajar mengajar. Gaya mengajar yang dierapkan guru dalam kelas berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar siswa. Dalam hubungan ini Nasution menyatakan bahwa hubungan tidak baik dengan guru dapat menghalangi prestasi belajar yang tinggi. Sikap belajar bukan saja sikap yang ditunjukkan kepada guru melainkan juga kepada tujuan yang akan dicapai, materi pelajaran,

40


tugas dan lain-lainnya. Sikap belajar siswa akan terwujud dalam bentuk perasaan senang atau tidak senang, setuju atau tidak setuju, suka atau tidak suka terhadap hal-hal tersebut. Sikap seperti akan berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar yang dicapainya. Sesuatu yang menimbulkan rasa senang cenderung untuk diulang, demikian menurut hokum belajar yang diekmukan oleh Thorndike. 3. Peranan Sikap Belajar Sikap belajar ikut menentukan intensitas kegiatan belajar. Sikap belajar yang positif akan menimbulkan intensitas kegiatan yang lebih tinggi disbanding dengan sikap belajar yang negative. Peranan sikap bukan saja ikut menentukan apa yang dilihat seseorang melainkan juga bagaimana ia melihatnya. Segi efektif dalam sikap merupakan sumber motif. Sikap belajar yang positif dapat dismakan dengan minat, sedangkan minat akan memperlancar jalannya pelajaran siswa yang malas, tidak mau belajar dan gagal dalam belajar disebabkan oleh tidak adanya minat. Berdasarkan hal-hal yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa sikap belajar ikut berperan dalam menentukan aktivitas belajar siswa. Sikap belajar yang positif berkaitan erat dengan minat dan motivasi. Oleh karena itu apabila factor lainnya sama siswa yang sikap belajarnya positif akan belajar lebih aktif dan dengan demikian akan memperoleh hasil yang lebih baik di bandingkan dengan siswa yang sikap belajarnya negative. Cara mengembangkan sikap belajar yang positif adalah: a. Bangkitkan kebutuhan untuk menghargai keindahan, untuk mendapat penghargaan dan sebagainya; b. Hubungkan dengan pengalaman yang lampau; c. Beri kesempatan untuk mendapatkan hasil yang baik; d. Gunakan berbagai metode mengajar seperti diskusi, kerja kelompok, membaca, demonstrasi, dan sebagainya. 4. Peranan di Bidang Administrasi Pendidikan Ada beberapa contoh variable di bidang administrasi pendidikan yang beerkaitan dengan konsep variable sikap yaitu:

41


a. Sikap social di Lingkungan Kerja Teori yang melandasi sikap social seperti yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat bahwa kecenderungan tindakan seseorang terhadap sesame di suatu

lingkungan

tertentu

disebut

sikap

social.

Sikap

tersebut

hasil

kecwnderungan reaksi terhadap lingkungannya termasuk di dalamnya lingkungan tempat kerja. Tennenbaum menyebutkan sikap social itu sebagai utilitas organisasi yang penting karena dapat memberi pertukaran kepada kemajuan ekonomi. Berdasarkan konsep yang dikembangkan dua ahli tersebut dapat diidentifikasi seorang pekerja atau administrator yang memiliki sikap social yang baik akan ditandai dengan: 1. Kesadaran manusia terhadap hakikat hidupnya di tengah-tengah teman sejawat, 2. Kesadaran akan kelemahannya sehingga segala aspek tergantung sesame, 3. Kecenderungan memiliki kerelaan untuk selalu dapat memelihara hubungan baik dengan sesame, 4. Kecenderungan memiliki kerelaan untuk menyenangkan orang lain. b. Sikap Guru Terhadap Kebijaksanaan Awal Kepala Sekolah Baru Sikap ini dapat diamati melalui respon guru yaitu berupa kecenderungan untuk bereaksi terhadap semua kebijaksanaan awal yang dikeluarkan oleh kepala sekolah yang baru dan kebijakan tersebut merupakan objek sikap. Menunjuk pendapat Wayne dan Faules yang mengatakan bahwa proses difusi inovasi dalam aorganisasi akan berhasil jika penyesuaian diri karyawan terhadap kebijaksanaan berhasil. Hubungan antara difusi inovasi usaha dengan kebijaksanaan terletak pada kebijaksanaan yang dikeluarkan oleh pejabat yang baru memangku jabatan tertentu.

Memerlukan

difusi

karena

dalam

menjalankan

system

ada

kecenderungan organisasi tersebut dalam hal-hal tertentu sifatnya rutin atau selalu dilakukan dengan cara-cara yang lama. Dengan pejabat organisasi yang baru maka kebijakan

cenderung

akan

mengalami

perubahan

baik

cara

maupun

pendekatannya. Jika pekerja mengalami hambatan beradaptasi dengan pimpinan yang baru maka kebijakan tersebut juga akan gagal dilaksanakan karena kurang mendapat dukungan dari pekerja. Hal itu berarti sikap terhadap kebijaksanaan

42


merupakan salah satu ruang lingkup riset khususnya untuk objek yang berstatus pejabat baru. Dengan memperhatikan makna konsep di atas sikap guru terhadap kepala sekolah yang baru ditandai dengan kecenderungan bereaksi tentang: 1. Keputusan menerapkan disiplin sekolah dengan ketat; 2. Keputusan larangan memberi les privat; 3. Seragam sekolah dan lain-lain. c. Sikap terhadap Tugas Harlen mengemukakan bahwa terdapat lima ciri khas kecenderungan tingkah laku seseorang yang bisa dijadikan indicator sikap terhadap tugas sebagai berikut: 1. Hasrat ingin tahu, 2. Respek kepada fakta, 3. Fleksibel dalam berpikir dan bertindak, 4. Mempunyai pikiran kritis, 5. Peka terhadap lingkungan atau kehidupan. Hasrat ingin tahu adalah sifat seseorang yang ingin mengetahui apa saja yang ada di sekitarnya. Di dalam pikiran orang tersebut selalu timbul berbagai pertanyaan di mana ia selalu berusaha untuk mencari jawabannya baik dengan bertanya kepada orang lain maupun dengan mencari sendiri jawabannya. Dalam proses penyelesaian tugas sifat ingin tahu ini sangat membantu pimpinan dalam mengelola perusahaan. Respek kepada fakta adalah suatu sifat di mana pekerja selalu merasa tidak puas dengan pertanyaan atau penjelasan pimpinan tanpa fakta yang mendasari pertanyaan itu. Untuk menentukan fakta di atas dituntut suatu ketekunan, pandangan yang terbuka dan keinginan untuk memikirkan atau mempermasalahkan ide-ide yang tidak sesuai dengan fakta. Seorang pekerja tidak menerima begitu saja apa yang diberikan oleh pimpinannya, tetapi ingin mengetahui lebih jauh lagi. Dengan demikian pekerja menjadi lebih akti dan kreatif dalam menyelesaikan tugas. Fleksibel dalam berpikir dan bertindak adalah suatu sifat seseorang yang tidak kaku, moderat, mau diajak kompromi dan cepat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Mempunyai pikiran kritis adalah suatu sifat pada diri seseorang

43


yang tidak mau menerima begitu saja apa yang dikatakan oleh orang lain tanpa pemikiran rasional dan kritis. Peka terhadap lingkungan dan kehidupan adalah suatu sifat seseorang di mana ia selalu sensitive terhadap apa saja yang ada di sekitarnya.

C. Minat Minat adalah rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut semakin besar minatnya. Crow dan Crow mengatakan bahwa minat berhubungan dengan gaya gerak yang mendorong seseorang untuk menghadapi atau berurusan dengan orang lain, benda, kegiatan, pengalaman yang dirangsang oleh kegiatan itu sendiri. Jadi minat dapat diekspresikan melalui pernyataan yang menunjukkan bahwa siswa lebih menyukai suatu hal daripada hal lainnya, dapat pula dimanifestasikan melalui partisipasi dalam suatu aktivitas. Minat tidak dibawa sejak lahir melainkan diperoleh kemudian. 1. Minat Dan Usaha Tugas atau pekerjaan tidak dapat diselesaikan tanpa pengerahan usaha, daya dan tenaga, semakin sulit tugas semakin banyak pula tenaga yang diperlukan untuk mengerjakan tugas dengan baik dan generasilisasi ini berlaku pula dalam belajar. Penguasaan yang sempurna terhadap suatu mata pelajaran memerlukan pencurahan perhatian yang rinci. Minat yang telah disadari terhadap bidang pelajaran mungkin sekali akan menjaga pikiran siswa sehingga ia bisa menguasai pelajarannya, pada gilirannya prestasi yang berhasil akan menambah minatnya yang bisa berlanjut sepanjang hayat. 2. Minat Dan Kelelahan Kondisi kelelahan bisa ditimbulkan oleh kerja fisik. Akan tetapi seringkali apa yang dianggap sebagai kelelahan sebenarnya karena tidak ada atau hilangnya minat terhadap kegiatan yang dilakukan oleh seseorang itu sendiri. Membaca buku pelajaran secara terus menerus dapat mengakibatkan anak mengalami kelelehan dan timbul keinginan untuk menghentikan belajarnya. Akan tetapi jika

44


ia mengalihkan dari buku tersebut kepada buku baru atau buku lainnya yang menarik minat dia bisa terus membacanya sampai berjam-jam. Minat adalah perasaan ingin tahu, mempelajari, mengagumi atau memiliki sesuatu. Di samping itu minat merupakan bagian dari ranah afeksi, mulai dari kesadaran sampai pilihan nilai. Gerungan menyatakan minat merupakan penggerak perasaan dan menafsirkan untuk suatu hal (ada unsur seleksi). Minat dapat dikelompokkan ke dalam enam jenis sebagai berikut: a. Realistis. Orang realistis umumnya mapan, kasar, praktis, berfisik kuat dan sering sangat atletis, memiliki koordinasi otot yang baik dan terampil, akan tetapi ia kurang mampu menggunakan medium komunikasi verbal dan kurang memiliki keterampilan berkomunikasi dengan orang lain. Oleh karena itu pada umunya mereka kurang menyenangi hubungan social, cenderung mengatakan bahwa mereka senang pekerjaan tukang, memiliki sifat langsung, stabil, normal, dan kukuh, menyukai masalah konkrit dibanding abstrak, menduga diri sendiri sebagai agresif, jarang melakukan kegiatan kreatif dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan, tatpi suka membuat sesuatu dengan bantuan alat. Orang realistis menyukai pekerjaan montir, insinyur, ahli listrik, ikan dan kehidupan satwa liar, operator alat berat dan perencana alat. b. Investigatif Orang investigative termasuk orang yang berorientasi keilmuan. Mereka pada umunya berorientasi pada tugas, introsfektif, social, lebih menyukai memikirkan sesuatu daripada melaksanakannya, memiliki dorongan kuat untuk memahami alam, meyukai tugas-tugas yang tidak pasti, suka bekerja sendirian, kurang pemahaman dalam kepemimpinan akademik dan intelektualnya, menyatakan diri sendiri sebagai analisis, selalu ingin tahu, bebas dan bersyarat, kurang menyukai pekerjaan yang berulang. Kecenderungan pekerjaan yang disukai termasuk ahli perbintangan, biologi, binatang, kimia, penulis dan ahli jiwa.

45


c. Artistik Orang artistic menyukai hal-hal yang tidak terstruktur, bebas, memiliki kesempatan bereaksi, sangat membutuhkan suasana yang dapat mengekspresikan sesuatu secara individual, sangat kreatif dalam bidang seni dan music. Kecenderungan pekerjaan yang disenangi adalah pengarang, musisi, penata pentas, konduktor konser dan lain-lain. d. Sosial Tipe ini dapat bergaul, bertanggung jawab, berkemanusiaan, sering alim, suka bekerja dalam kelompok, senang menjadi pusat perhatian kelompok, memiliki kemampuan verbal, terampil bergaul, menghindari pemecahan masalah secara intelektual, suka memecahkan masalah yang ada kaitannya dengan perasaan, menyukai kegiatan menginformasikan, melatih, mengajar. Pekerjaan yang disukai menjadi pekerja social, pendeta, ulama dan guru. e. Enterprising Tipe ini cenderung menguasai atau memimpin orang lain, memiliki kemampuan verbal untuk berdagang,

memiliki kemampuan untuk mencapai

tujuan organisasi, agresif, percaya diri, dan umumnya sangat aktif. Pekerjaan yang disukai termasuk pemimpin perusahaan, pedagang, dan lain-lainnya. f. Konvensional Orang

konvensional

menyukai

lingkungan

yang

sangat

tertib,

menyenangi komunikasi verbal, senang kegiatan yang berhubungan dengan angka, sangat efektif menyelesaikan tugas yang berstruktur tetapi menghindari sesuatu yang tidak menentu, menyatakan diri orang yang setia, patuh, praktis, tenang, tertib, efesien, mereka mengidentifikasikan diri dengan kekuasaan dan materi. Pekerjaan yang disukai antara lain sebagai akuntan, ahli tata buku, ahli pemeriksa barang dan pemimpin armada angkutan.

D. Kebiasaan Belajar 1. Pengertian Kebiasaan merupakan cara bertindak yang diperoleh melalui belajar secara berulang-ulang yang pada akhirnya menjadi menetap dan bersifat otomatis.

46


Perubahan kebiasaan tidak memerlukan konsentrasi perhatian dan pikiran dalam melakukannya. Kebiasaan dapat berjalan terus, sementara individu memikirkan atau memperhatikan hal-hal lain. Kebiasaan belajar dapat diartikan sebagai cara atau teknik yang menetap pada diri siswa pada waktu menerima pelajaran, membaca buku, mengerjakan tugas dan pengaturan waktu untuk menyelesaikan kegiatan. Kebiasaan belajar dibagi ke dalam dua bagian yaitu Delay Avoiden (DA) dan Work Methods (WM). DA menunjuk pada ketepatan waktu penyelesaian tugas-tugas akademik, menghindarkan diri dari hal-hal yang memungkinkan tertundanya penyelesaian tugas dan menghilangkan rangsangan yang akan mengganggu konsentrasi dalam belajar. Adapun WM menunjuk kepada penggunaan cara atau prosedur belajar yang efektif dan efesien dalam mengerjakan tugas akademis dan keterampilan belajar. 2. Peranan Kebiasaan Belajar Dalam Kegiatan Belajar Kebiasaan belajar cenderung menguasai perilaku siswa pada setiap kali mereka

melakukan

kegiatan

belajar,

sebabnya

ialah

karena

kebiasaan

mengandung motivasi yang kuat. Pada umumnya setiap orang bertindak berdasarkan force of habit sekalipun ia tahu bahwa ada cara lain yang mungkin lebih menguntungkan. Hal ini disbabkan oleh kebiasaan sebagai cara yang mudah dan tidak memerlukan konsentrasi dan perhatian yang besar. Sesuai dengan law of effect dalam belajar perbuatan yang menimbulkan kesenangan cenderung untuk diulang, oleh karena itu tindakan berdasarkan kebiasaan bersifat mengukuhkan. 3. Penerapan Dibidang Administrasi Pendidikan Kotter dan Heskett menyatakan bahwa kebiasaan kerja merupakan bagian dari nilai yang dianut bersama di lingkungan kerja. Hal ini dapat diartikan sebagai cara yang cenderung menetap dalam diri pekerja pada waktu tertentu selama menyelesaikan tugas. Kebiasaan kerja dapat pula dijadikan sebagai Pembina kerja sama di antara pekerja atau administrator. Melalui konsep kebiasaan kerja yang dikembangkan oleh ahli di atas, kebiasaan kerja seorang administrator dapat ditandai dengan kecenderungan perilaku yang: 1. Peduli kepada konsumen, pelanggan, teman, atau teman sejawat.

47


2. Selalu memberi perhatian yang cermat terhadap konstituen, konsumen, pelanggan atau teman sejawat. 3. Menunjukkan komitmen tinggi

E. Konsep Diri Pengertian Konsep diri adalah pandangan seseorang tentang dirinya sendiri yang menyangkut apa yang ia ketahui dan rasakan tentang prilakunya, isi pikiran dan perasaannya serta bagaimana prilakunya tersebut berpengaruh terhadap orang lain. Di sini konsep diri yang dimaksud adalah bayangan seseorang tentang keadaan dirinya sendiri pada saat ini dan bukan bayangan ideal dari dirinya sendiri sebagaimana yang diharapkan atau yang disukai oleh individu bersangkutan. Konsep diri berkembang dari pengalaman seseorang tentang berbagai hal mengenai dirinya sejak ia kecil terutama yang berkaitan dengan perlakuan orang lain terhadap dirinya. Konsep diri seseorang mula-mula terbetuk dari perasaan apakah ia diterima dan diinginkan kehadirannya oleh keluarganya. Melalui perlakuan yang berulang ulang dan setelah menghadapi sikap tertentu dari ayahibu-kakak dan adik ataupun orang lain di lingkup kehidupannya akan berkembanglah konsep diri seseorang. Konsep diri ini yang pada mulanya berasal dari perasaan dihargai atau tidak dihargai. Perasaan inilah yang menjadi landasan dari pandangan, penilaian, atau bayangan seseorang mengenai dirinya sendiri yang keseluruhannya disebut konsep diri. Dalam kaitan ini konsep diri menurut Erikson berkembang melalui lima tahap yaitu sebagai berikut: 1. Perkembangan dari sense of trust vs sense of mistrust, pada anak usia 1,5-2 tahun. Melalui hubungan dengan orang tuanya anak akan mendapat kesan dasar apakah orang tuanya merupakan pihak yang dapat dipercaya atau tidak. Apabila ia yakin dan merasa bahwa orang tuanya dapat memberi perlindungan dan rasa aman bagi dirinya pada diri anak akan timbul rasa percaya terhadap orang dewasa yang nantinya akan berkembang menjadi berbagai perasaan yang sifatnya positif.

48


2. Perkembangan dari sense of anatomy vs shame and doubt pada anak usia 2-4 tahun. Yang terutama berkembang pesat pada usia ini adalah kemampuan motorik dan bahasa yang keduanya memungkin anak menjadi lebih mandiri. Apabila anak diberi kesempatan untuk melakukan segala sesuatu menurut kemampuannya, sekalipun kemampuannya terbatas tanpa terlalu banyak ditolong apalagi dicela maka kemandiriannya pun akan terbentuk. Sebaliknya ia akan sering merasa malu dan ragu-ragu bila tidak memperoleh kesempatan membuktikan kemampuannya. 3. Perkembangan dari sense of initiative vs sense of guilt pada anak usia 4-7 tahun. Pada usia ini anak selalu menunjukkan perasaan ingin tahu, begitu juga sikap ingin menjelajah, mencoba-coba. Apabila anak terlalu sering mendapat hukuman karena perbuatan tertentu yang didorong oleh perasaan ingin tahu dan menjelajah tadi, keberaniannya untuk mengambil inisiatif akan berkurang dan yang berkembang justru adalah perasaan takut dan perasaan bersalah. 4. Perkembangan dari sense of industry vs inferiority ada usia 7-11 atau 12 tahun, inilah masa anak ingin membuktikan keberhasilan dari usahanya dan mereka berkompetisidan berusaha untuk menunjukkan prestasi. Kegagalan yang berulang-ulang dapat mematahkan semangat dan menimbulkan perasaan rendah diri. 5. Perkembangan dari sense of identity diffusion pada usia remaja. Remaja biasanya sangat besar minatnya terhadap diri sendiri, biasanya mereka ingin memperoleh jawaban tentang siapa dan bagaimana dia. Dalam menemukan jawabannya

mereka

akan

mengumpulkan

berbagai

informasi

yang

berhubungan dengan konsep dirinya pada masa lalu. Apabila informasi kenyataan, perasaan, dan pengalaman yang dimiliki mengenai diri sendiri tidak dapat diintegrasi hingga membentuk suatu konsep diri yang utuh remaja akan terus menerus bimbang dan tidak mengerti tentang dirinya sendiri.

49


BAB V MASALAH KESULITAN BELAJAR

A. Pengertian Kesulitan Belajar Anak didik datang kesekolah tidak lain kecuali untuk belajar di kelas agar menjadi orang yang berilmu pengetahuan di kemudian hari. Sebagian besar waktu yang tersedia harus digunakan oleh anak didik untuk belajar, tidak mesti harus di sekolah, di rumah pun harus ada waktu yang tersedia untuk kpentingan belajar. Tiada hari tanpa belajar adalah ungkapan yang tepat bagi anak-anak didik kita. Suatu prestasi belajar yang memuaskan akan dapat diraih oleh setiap anak didik jika mereja dapat belajar secara wajar, terhindar dari berbagai ancaman, hambatan, dan gangguan yang ada. Namun sayangnya ancaman yang ada, hambatan dan gangguan dialami oleh sebagaian anak didik kita., sehingga mereka mengalami kesulitan dalam belajar. Pada tingkat tertentu ada anak didik yang mampu mengatasi kesulitan be;lajar yang mereka hadapi, tanpa harus melibatkan bantuan orang lain. Tetapi tak jarang banyak anak didik belum bisa mengatasi kesulitan belajar mereka sendiri karena karena tidak memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah belajarnya sehingga harus melibatkan bantuan guru dan orang lain yang dianggap mampu membantu mereka dalam memecahkan masalah kesulitan belajar tersebut. Kesulitan anak didik yang satu dapat diatasi, tetapi pada waktu yang lain bermunculan lagi kasus kesulitan belajar anak didik yang lainnya. Dalam setiap bulan dan bahkan dalam setiap minggu ditemukan anak didik yang mengalami kesulitan belajar. Walauoun sebenarnya masalah yang menggangu keberhasilan belajar ini sangat tidak disenangi oleh guru bahkan oleh anak didik itu sendiri. Kesulitan belajar tersebut suka tidak suka datang menghampiri setiap anak didik dalam setiap jenjang usia maupun jenjang pendidikan yang ditekuninya. Namun demikian, usaha demi usaha harus dilakukan dan diupayakan dengan berbagai macam strategi untuk mengatasi kesulitan belajar yang dihadapi oleh anak didik. Kalau tidak dilakukan upaya mengatasi kesulitan dalam belajar, anak didik tidak

50


dapat meraih prestasi belajar sesuai dengan yang diharapkan bahkan kemungkinan yang paling buruk adalah anak akan mengalami kegagalan dalam belajar. Ada sebagian orang mengatakan bahwa kesulitan belajar yang dialami oleh anak didik disebabkan oleh factor rendahnya tingkat inteligensi seseorang. Pendapat ini tentu saja keliru karena dalam kenyataanya cukup banyak anak didik yang memiliki kemampuan yang tinggi, tetapi hasil belajar yang diraihnya rendah serta jauh dari yang diharapkan oleh guru dan orang tuanya.. Dan masih banyak anak didik dengan inteligensi yang rata-rata normal, tetapi mereka dapat meraih prestasi belajar yang tinggi melebihi kepandaian anak didik dengan inteligensi yang tinggi. Namun tak dapat dipungkiri bahwa inteligensi yang tinggi memberi peluang yang besar bagi anak didik untuk meraih prestasi belajar yang tinggi pula. Dengan demikian selain factor inteligensi, factor non inteligensi juga diakui dapat menjadi penyebab kesulitan belajar bagi anak didik. Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar adalah suatu kondisi dimana anak didik tidak dapat belajar secara wajar disebabkan adanya ancaman, hambatan, maupun gangguan-gangguan lain yang dihadapi dalam belajar tersebut.

B. Beberapa Penyebab Kesulitan Belajar Para ahli pendidikan dan psikologi banyak mengungkapkan factor-faktor penyebab kesulitan belajar dengan sudut pandang mereka masing-masing. Perbedaan sudut pandang tersebut dilator belakangi oleh perbedaan latar belakang pendidikan dan metode penelitian yang digunakan dalam mengungkap penyebab kesulitan belajar tersebut. Ada yang meninjaunya dari sudut pandang internal anak didik dan eksternal anak didik. Muhibbin syah melihatnya dari kedua aspek tersebut. Menurutnya factor-faktor anak didik meliputi gangguan atau kekurang mampuan psiko-fisik anak didik sebagai berikut: a. Yang bersifat kognitif (ranah cipta) antara lain seperti rendahnya kapasitas intelektualitas atau intelegensi anak didik. Dengan rendahnya kemampuan kognitif anak didik akan menjadi penghambat dalam meraih prestasi belajar yang diharapkan. Anak yang memiliki kemampuan kognitif rendah akan

51


mengalami kesulitan dalam memahami pengetahuan-pengetahuan yang ditransfer oleh pendidik atau guru. b. Yang bersifat efektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi dan sikap. c. Yang bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti terganggunya alatalat indra penglihatan dan pendangaran (mata dan telinga). Sedangkan faktor ekstrn anak didik meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung aktivitas belajar anak didik.Faktor lingkungan ini meliputi : 1. Lingkungan keluarga, contohnya; ketidakharmonisan hubungan antara ayah dengan ibu, dan rendahnya kehidupan ekonomi keluarga. 2. Lingkungan perkampungan/masyarakat,contonya; wilayah perkampungan kumuh (slum area) dan teman sepermainan (peergroup) yang nakal. 3. Lingkungan sekolah, contohnya; kondisi dan letak gedung sekolah yang buruk seperti dekat pasar, kondisi guru serta alat-alat belajar yang berkwalitas rendah. Selain faktor-faktor yang bersifat umum diatas, ada pula faktor-faktor lain Yang juga menimbulkan kesulitan belajar anak didik.Faktor-faktor ini dipandang sebagai faktor khusus.Misalnya sindrom psikologi berupa learning disability (ketidak mampuan belajar). Sindrom (syndrome) berarti satuan gejala yang muncul sebagai indikator adanya keabnormalan psikis yang menimbulkan kesulitan belajar anak didik. Sindrom itu misalnya disleksi (dyslexia), yaitu ketidakmampuan belajar membaca ,disgrafia (dysgraphia), yaitu ketidakmampuan belajar menulis, diskalkulia (dyscalculia), yaitu ketidakmampuan belajar matematika. Anak didik yang memilikin sindrom-sindrom diatas secara umum sebenarnya memiliki IQ yang normal dan bahkan diantaranya adanya yang memiliki kecerdasan diatas rata-rata. Oleh karenanya, kesulitan belajar anak didik yang menderita sindrom-sindrom tadi mungkin hanya disebabkan oleh adanya gangguan ringan pada otak (minimal) brain dysfuntion. (Muhibbin syah, 1999: 165)

52


Jika sudut pandang diarahkan pada aspek lainnya, maka faktor-faktor penyebab kesulitan belajar anak didik dapat dibagi menjadi faktor anak didik, sekolah, keluarga, dan masyarakat sekitar. 1. Faktor Anak Didik Anak didik adalah subjek yang belajar. Dialah yang merasakan langsung penderitaan akibat kesulitan belajar. Karena dia adalah orang yang belajar, bukan guru yang belajar. Guru hanya mengajar dan mendidik dengan membelajarkan anak didik agar giat belajar.Kesulitan belajar yang diderita anak didik tidak hanya yang bersifat menetap, tetapi juga yang bisa dihilangkan dengan usaha-usaha tertentu. Faktor intelegensi adalah kesulitan anak didik yang bersifat menetap. Sedangkan kesehatan yang kurang baik atau sakit, kebiasaan belajar yang tidak baik dan sebagainya adalah factor nan-intelektual yang bias dihilangkan. Untuk mendapatkan gambaran faktor-faktor apa saja yang dapat menjadi penyebab kesulitan belajar anak didik, maka akan dikemukakan seperti berikut ini. a. Intelegensi (IQ) yang kurang baik. b. Bakat yang kurang atau tidak sesuai dangan bahan pelajaran yang dipelajari atau yang berikan oleh guru. c. Faktor emosional yang kurang stabil. Misalnya, mudah tersinggung, pemurung, pemarah, selalu bingung dalam menghadapi masalah, selalu sedih tampa alasan yang jelas, dan sebagainya. d. Aktivitas belajar yang kurang. Lebih banyak malas daripada melakukan kegiatan belajar. Menjelang ulangan baru belajar. e. Kebiasaan belajar yang kurang baik. Belajar dengan penguasaan ilmu pengetahuan pada tingkat hafalan, tidak dengan pengertian (insight), sehingga sukar ditransfer ke situasi yang lain. f. Penyesuaian sosial yang sulit. Cepatnya penyerapan bahan pelajaran oleh anak didik tertentu menyebabkan anak didik susah menyesuaikan diri untuk mengimbanginya dalam belajar. g. Latar belakang pengalaman yang pahit. Misalnya, anak didik sekolah sambil bekerja. Kemiskinan ekonomi orang tua memaksa anak didik harus bekerja

53


demi membiayai sendiri uuang sekolah. Waktu yang seharusnya dipakai untuk belajar dengan sangat terpaksa digunakan untuk bekerja. h. Cita-cita yang tidak relevan (tidak sesuai dengan bahan pelajaran yang dipelajari). i. Latar belakang pendidikan yang dimasuki dengan sistem sosial dan kegiatan belajar mengajar dikelas yang kurang baik. j. Ketahanan belajar (Lama belajar) tidak sesuai dengan tuntutan waktu belajarnya.Ketidakmampuan

guru

mengakomodasikan

jadwal

kegiatan

pembelajaran dengan ketahanan belajar anak didik, sehingga kesulitan belajar dirasakan oleh anak didik. k. Keadaan fisik yang kurang menunjang. Misalnya, cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan, dan gangguan psikomotor. Cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta , tuli, bisu, hilang tangan dan kaki, dan sebagainya. l. Kesehatan yang kurang baik. Misalnya, sakit kepala, sakit perut, sakit mata, sakit gigi, sakit flu, atau mudah capek dan mengantuk karena kurang gizi. m. Seks atau pernikahan yang tak terkendali. Misalnya, terlalu intim dengan lawan jenis, berpacaran, dan sebagainya. n. Pengetahuan dan keterampilan dasar yang kurang memadai (kurang mendukung) atas bahan yang dipelajari. Kemiskinan penguasaan atas bahan dasar dari pengetahuan dan keterampilan yang pernah dipelajari akan menjadi kendala menerima dan mengerti sekaligus menyerap materi pelajaran yang baru. o. Tidak ada motivasi dalam belajar. Materi pelajaran sukar diterima dan diserap bila anak didik tidak memiliki motivasi untuk belajar. 2. Faktor Sekolah Sekolah adalah lembaga pendidikan formal tempat pengabdian guru dan rumah rehabilitasi anak didik. Di tempat inilah anak didik menimba ilmu pengetahuan dengan bantuan guru yang berhati mulia atau kurang mulia, karena memang pribadi seorang guru kurang baik.

54


Sebagai lembaga pendidikan yang setiap hari anak didik datangi tentu saja mempunyai dampak yang besar bagi anak didik. Kenyamanan dan ketenangan anak didik dalam belajar akan ditentukan sampai sejauh mana kondisi dan sistem sosial di sekolah dalam menyediakan lingkungan yang kondusif dan kreatif. Sarana dan prasarana sudahkah mampu dibangun dan memberikan layanan yang memuaskan bagi anak didik yang berinteraksi daan hidup di dalamnya. Bila tidak maka sekolah ikut terlibat menimbulkan kesulitan belajar bagi anak didik. Maka wajarlah bermunculan anak didik yang mengalami kesulitan dalam belajar. Kalau begitu factor apa saja dari lingkungan sekolah yang dianggap dapat menimbulkan kesulitan belajar bagi anak didik. Ada beberapa factor yang menyebabkan kesilitan belajar bagi anak didik dari factor lingkungan sekolah sebagai berikut: a. Pribadi guru yang kurang baik. b. Guru tidak berkualitas baik dalam pengambilan metode yang digunakan ataupun dalam penguasaan mata pelajaran yang dipegangnya. Hal ini bisa terjadi karena keahlian yang dipegangnya kurang sesuai sehingga kurang menguasai atau kurang persiapan, sehingga cara menerangkan kurang jelas atau sukar dimengerti oleh setiap anak didik. c. Hubungan guru dengan anak didik kurang harmonis. Hal ini bermula pada sifat dan sikap guru yang tidak disenangi oleh anak didik. Misalnya guru bersikap kasar, suka marah, suka mengejek, tak pernah senyum, suka membentak dan lain sebagainya. d. Guru menuntut standar pelajaran di ats kemampuan anak. Hal ini biasanya terjadi pada guru yang masih muda yang belum memiliki pengalaman yang cukup dalam mengajar, sehingga belum dapat mengukur kemampuan anak didik. e. Guru tidak memiliki kecakapan dalam usaha mendiagnosis kesulitan belajar anak didik. f. Cara guru mengajar yang kurang baik. g. Alat atau media pembelajaran yang tersedia kurang memadai sehingga membuat penyajian pelajaran yang tidak baik, terutama bagi mata pelajaran

55


yang bersifat praktikum. Kurangnya alat laboratorium akan banyak menimbulkan kesulitan dalam belajar. h. Perpustakaan

sekolah

kurang

memadai

dan

kurang

merangsang

penggunaannya oleh anak didik. Hal ini disebabkab oleh kurang lengkapnya bahan ajar yang disediakan diperpustakaan untuk keperluan anak didik, pelayanan oleh staf perpustakaan kurang memuaskan, ruang perpustakaan panas atau tidak memiliki AC, ruang bica tidak tersedia denngan lengkap dan lain sebagainya. i. Fasilitas fisik sekolah yang tidak memenuhi syarat kesehatan serta tidak terpelihara dengan baik. Misalnya dinding sekolah tanpak kotor, lapangan sekolah yang becek dan ditumbuhi penuh rumput, ruang kelas yang tidak memiliki jendela atau pentilasi sehingga udara yang masuk ditak cukup, pantulan sinar matahari tidak dapat menerangi ruang kelas secara merata dan lain sebagainya. j. Suasana sekolah yang kurang menyenangkan. Misalnya suasana bising yang mengakibatkan anak tidak dapat berkonstrasi dengan penuh dalam mendengarkan penjelas guru, letak sekolah berdekatan dengan jalan raya dan pasar serta rumah penduduk dan lain sebagainya. k. Bimbingan penyuluhan yang tidak berfungsi. Hal ini disebabkan tidak adanya tenaga ahli di bidang bimbingan dan penyuluhan tersebut. Sementara itu banyak anak didik yang mengalami kesulitan dalam belajar bahkan kegagalan dalam belajar memerlukan layanan bimbingan dan penyuluhan tersebut. l. Kepemimpin dan administrasi. Dalam hal ini berhubungan dengan sikap guru yang egois, kepala sekolah yang otoriter dalam memimpin, pembuatan jadwal pelajaran yang tidak mempertimbangkan kompetensi anak didik sehingga mengakibatkan kurang menunjang proses belajar anak didik di sekolah. m. Waktu sekolah dan disiplin yang kurang. Apabila sekolah masuk sore atau siang hari kondisi anak didik tidak lagi dalam keadaan yang optimal atau siap menerima pelajaran seperti pada saat mereka masuk pada pagi hari sebab energi mereka sudah berkurang. Udara yang panas disiang hari dapat mempercepat proses kelelahan bagi peserta didik. Oleh karena itu belajar pada

56


pagi hari akan lebih baik hasilnya dari pada belajar pada sore atau siang hari. Kedisiplinan dalam belajar juga sangat berpengaruh dalam belajar dan mengakibatkan anak mengalami kesulitan dalam belajar. Misalnya anak didik tidak mengerjakan tugas yang berikan oleh guru mereka, lonceng tanda masuk kelas sudah berbunyi tetapi anak didik masih berkeliaran di halaman sekolah dan lain sebagainya. 3. Faktor Keluarga Keluarga adalah lembaga pendidikan informal yang diakui keberadaannya dalam dunia pendidikan. Peran keluarga tak kalah penting dudah mendari lembaga formal dan non formal lainnya. Sebelum anak didik memasuki dunia sekolah mereka sudah mendapatkan pendidikan dalam keluarga yang bersifat kodrati. Hubungan darah antara kedua orang tua dengan anak menjadikan keluarga sebagai lemabaga pendidikan pertama yang alami. Ketika

anak

sudah

memasuki

lembaga

sekolah

harapan

masih

digantungkan kepada keluarga untuk memberikan pendidikan dan memberikan suasana sejuk serta menyenangkan bagi belajar anak di dalam rumah. Keharmonisan hubungan seluruh keluarga merupakan syarat penting yang mesti ada didalamnya. Sistem kekerabatan yang baik merupakan jaringan sosial yang menyenangkan bagi anak didik ketika mereka berada di dalam rumah. Demi keberhasilan belajar anak segala kebutuhan yang diperlukan oleh anak didik harus diperhatikan dan dipenuhi meskipun dalam bentuk dan jenis yang sangat sederhana. Ketika orang tua tidak memperhatikan pendidikan anak mereka, tidak memberikan suasana sejuk dan menyenangkan bagi belajar anak, keharmonisan keluarga tidak tercipta dengan baik, sistem kekerabatan semakin merenggang, kebutuhan belajar anak tidak terpenuhi maka ketika itulah suasana keluarga tidak menciptakan dan menyediakan suatu kondisi kerluarga yang harmonis dan kreatif untuk belajar anak. Ada beberapa faktor dalam keluarga yang menjadi penyebab kesulitan belajar anak didik sebagai berikut: a. Kurangnya kelengkapan alat belajar yang disediakan oleh orang tua di rumah sehingga kebutuhan belajar yang diperlukan anak tidak tersedia dengan

57


lengkap yang berakibat pada terhentinya kegiatan belajar anak untuk kurun waktu beberapa lama. b. Kurangnya biaya pendidikan yang disediakan oleh orang tua sehingga anak harus ikut memikirkan bahkan ikut bekerja membantu orang tuan mencari uang untuk membiayai sekolah mereka sampai tamat. Akibatnya anak yang belajar sambil bekerja terpaksa belajar apa adanya dengan kadar kesulitan belajar yang bervariasi. c. Anak tidak mempunyai ruang dan tempat belajar yang khusus di rumah. Karena tidak mempunyai ruang belajar, maka anak belajar kemana-mana; bisa di ruang dapur, di ruang tamu , atau belajar di tempat tidur. Anak yang tidak punya tempat belajar berupa memja dan kursi terpaksa memanfaatkan meja dan kursi tamu untuk belajar. Bila ada tamu yang datang dia menjauhkan diri entah kemana, mungkin ke ruang dapur karena tidak ada pilihan lain. d. Ekonomi keluarga yang terlalu lemah atau tinggi yang membuat anak berlebih-lebihan. e. Kesehatan keluarga yang kurang baik. Orang tua yang sakit-Sakitan, misalnya, membuat anak harus ikut memikirkannya dan merasa prihatin. Apalagi bila penyakit yang diderita orang tuanya adalah penyakit yang serius dan kronis. f. Perhatian orang tua yang tidak memadai. Anak merasa kecewa dan mungkin frustasi melihat orang tuanya yang tidak pernah memperhatikannya. Anak merasa seolah-olah tidak memiliki tempat bertanya bila ada pelajaran yang tidak dimengerti, dan sebagainya. Kerawanan hubungan orang tua dan anak ini menyebabkan masalah psikologis dalam anak belajar di sekolah. g. Kebiasaan dalam keluarga yang tidak menunjang. Karena kebiasaan dalam keluarga, dimana kebiasaan belajar yang dicontohkan tidak terjadwal dan sesuka hati atau dekat waktu ulangan baru belajar habis-habisan, maka kebiasaan itulah yang ditiru oleh anak, walaupun sebenarnya hal itu kebiasaan belajar yang salah. h. Kedudukan anak dalam keluarga yang menyedihkan. Orang tua pilih kasih dalam mengayomi anak. Seolah-olah ada anak kandung dan anak tiri. Anak yang berprestasi baik disanjung dan anak yang tidak berprestasi dicemooh

58


atau dimaki-maki. Sikap dan prilaku orang tua seperti ini membuat anak frustasi dan malas belajar. i. Anak yang terlalu membantu orang tua. Untuk keluarga tertentu sering ditemukan anak yang terlibat langsung dalam pekerjaan orang tuanya seperti mencuci pakaian, memasak nasi di dapur, ke pasar, ikut berjualan, ikut mengasuh adiknya, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan seperti di atas sangat menyita waktu belajar anak yang seharusnya di pakai untuk belajar. 4.

Faktor Masyarakat Jika keluarga adalah komunitas masyarakat terkecil, maka masyarakat

adalah komunitas masyarakat dalam kehidupan sosial yang tersebar. Dalam masyarakat, terpatri strata sosial yang merupakan penjelmaan dari ras, suku, agama, antar golongan, pendidikan, jabatan, status dan sebagainya. Pergaulan yang terkadang kurang bersahabat sering memicu konflik soial. Gosip bukanlah ucapan haram dalam pandangan masyarakat tertentu. Keributan, pertengkaran, perkelahian, perampokan, pembunuhan, perjudian perilaku jahilliyah lainnya sudah menjadi santapan sehari-hari dalam masyarakat. Bahkan yang terakhir muncul lagi intrik prilaku seksual seprti ”mandi kucing” dan “mandi susu”. Peilaku jahiliyah termodern yang melebihi populeritas “tawuran antar pelajar” di abad ini. Media cetak tertentu tak tanggung-tanggung mengekspos-nya dengan bahasa yang lugas. Media cetak itupun laku keras bagai “kacang goring” di pasaran. Sejalan dengan iyu, bahan-bahan bacaan dan majalah dicetak dengan oplah tertentu dan filem di produksi sebagai hasil dari akal b udi manusia yang berbudaya meskipun terkadang isinya kurang berbudaya kondusif. Prilaku negatif di atas sungguh naib dan siapapun tak sanggup melawannya apalagi menghilangkannya dari pentas kehidupan. Apalagi di kaitkan dengan masalah hak asasi manusia atau HAM yang di gembar-gemborkan sebagai wadah ”suaka insan”. Kata ”bendung” adalah kata kunci untuk mengendalikan nilai-nilai budaya bermantel barat agar tidak menjalar ke dalam urat nadi kehidupan dimanapun ada denyut nadinya.

59


Filter jiwa adalah saatnya dikemas sebagai jaring pengaman dari wabah epidemi barat. Sebab bila tidak, maka kejahiliyahan modern akan bergema dalam spekrum yang lebih luas. Jiwa-jiwa anak bangsa yang labil akan terkontaminasi dan terbuai dalam budaya barat. Jangan lupakan pelajaran berharga dari penggunaan narkoba yang di konsumsi oleh generasi muda bangsa ini, dimana sasaran empuknya adalah kaum terpelajar. Tidak hanya anak didik di tingkat SLTP, Dan SMU dan bahkan anak didik SD pun dalam skala tertentu sudah meminum dan ketagihan narkoba. Ketergantungan pada obat terlarang ini membuat anak didik pasrah pada nasib, jauh dari masa depan. Bangsa ini sudah sangat dirugikan. Anak didik tidak bisa lagi di didik, karena ketika pengaruh obat terlarang itu berproses, ketika itulah anak didik kehilangan akal sehat. Anak didik hidup dalam komunitas masyarakat yang heterogen adalah suatu kenyataan yang harus diakui. Kegadulan, kebisingan, keributan, pertengkaran, kemalingan, perkelahian, dan sebagainya sudah merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat yang heterogen. Kondisi dan suasana lingkungan masyarakat seperti di atas sering di lihat dan di dengar. Kondisi dan suasana lingkungan hidup masyarakat yang tenang, aman, dan tentram seharusnya sudah tercipta secara menyeluruh dan terpadu, sehingga jauh dari ancaman dan gangguan. Anak didik yang hidup di dalamnya terjamin keamanannya, sehingga dapat belajar dengan tenang. Namun, sayangnya harapan hanya tinggal harapan. Anak didik tidak dapat berharap banyak kepada lingkungan masyarakat. Hidup dalam masyarakat yang tidak terpelajar cenderung menimbulkan masalah bagi anak didik. Mungkin di dalamnya sering terjadi keributan, lingkungan sekelilingnya yang kotor dengan segala ketidak teraturannya dalam menata lingkungan hidup. Lingkungan masyarakat seperti ini adalah lingkungan yang kurang bersahabat pada anak didik, karena anak didik tidak mungkin dapat belajar dengan tenang. Bau yang tidak sedap dari lingkungan yang kotor atau jorok anak didik sukar berkonsentrasi. Keributan lingkungan di sekitar berpotensi memecahkankonsentrasi anak didik dalam belajar. Akhirnya, anak didik pun tidak betah belajar, karena suli membangkitkan daya konsentrasi .

60


Kesulitan belajar bagi anak didik tidak hanya bersumber dari obat- obat terlarang dan lingkungan masyarakat yang buruk tetapi juga dapat bersumber dari media cetak dan media elektronik. Di antara bahan bacaan dan majalah atau Koran bermutu, ternyata bahan bacaan dan majalah atau koran berbau seks hadir melengkapi pentas bacaan warga masyarakat. Tidak sedikit anak didik yang terangsang birahinya hanya karena pernah membaca bahan bacaan, majalah, atau Koran yang berbau seks. Prilaku seksual dikalangan anak didik yang tak terbendung, kini tak mustahil berasal dari hal-hal yang disebutkan di atas, prilaku seksual memang nikmat, tapi adalah racun bagi anak didik. Media elektronik sepeti televisi yang seharusnya berfungsi sebagai media pendidikan, sebagai media informasi, dan sebagai media hiburan, ternyata sangat mengecewakan. Kepentingan bisnis sampai hati menelantarkan aspek moral, etika, dan susila. Lagu yang didengarkan dengan latar dan fostur tubuh bukabukaan pada bagian sensitif di tubuh wanita, sengaja di tampilkan agar telihat lebih erotik. Bagaimana mungkun sebagian tubuh yang telanjang itu tak merangsang birahi anak didik seusia remaja. Siapa yang dapat menjamin bahwa di waktu yang lain anak didik tidak akan melakukan prilaku seksual ! terhadap lawan jenisnya. Gerakan remaja untuk kependudukan dan radio prambors remaja yang sudah melakukan perbuatan-perbuatan tertentu dalam berpacaran, yaitu mencium bibir (28,5 %), memegang buah dada (12,2 %), memegang alat kelamin dibalik baju (8,4 %), memegang alat kelamin di atas baju (7,0 %), dan melakukan senggama (4,1 %). (Sarwono, 1981: 28). Kebangkitan prilaku seksual di atas di sebabkan faktor-faktor di luar diri remaja seperti buku porno, majalah porno. Film cabul, dan gambar porno. Anak didik yang sudah pernah melakukan perbuatan jahiliyah itu sulit untuk menerima pelajaran di sekolah, karena mereka cenderung berkhayal tentang kenikmatan seks. Keinginan selalu bersama berdampingan dengan lawan jenis lebar besar daripada hasrat untuk belajar. Kerinduan seksual yang tak tersalurkan membuat mereka tak dapat memutuskan perhatian dalam belajar. Akhirnya, mereka termasuk kelompok anak didik yang berkesulitan belajar di sekolah.

61


Kelompok gangster yang menjadi teman anak didik di masyarakat juga sisi lain dari kelompok anak-anak yang dapat menyulitkan anak didik dalam belajar. Kelompok ini diidentikkan dengan keburukan prilaku dalam masyarakat. Begadang adalah kegemaran mereka, berkelahi adalah hobi mereka, membuat keributan adalah kebanggaan mereka. Kebut-kebutan tak karuan di jalan-jalan raya tidak lain kecuali dilakukan oleh kelompok nereka. Tidak sedikit wanita (tua, muda) yang menjadi korban kebiadaban perilaku sesual mereka. Gengster adalah manusia kanibalisme yang wajib di jauhi oleh anak didik kini dan hari esok.

C. Cara Mengenal Anak Didik yang Mengalami Kesulitan Belajar Seperti telah di jelaskan bahwa anak didik yang mengalami kesulitan belajar adalah anak didik yang tidak dapat belajar secara wajar, disebabkan adanya ancaman, hambatan, ataupun gangguan dalam belajar, sehingga menampakkan gejala-gejala yang bisa di amati oleh orang lain, guru ataupun orang tua. Beberapa gejala sebagian indikator adanya kesulitan belajar anak didik. Dapat dilihat dari petunjuk-petunjuk berikut. 1. Menunjukkan prestasi belajar yang rendah, dibawah rata-rata nilai yang dicapai oleh kelompok anak didik di kelas. 2. Hasil belajar yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang dilakukan. Padahal anak didik sudah berusaha belajar dengan keras,tetapi nilainya selalu rendah. 3. Anak didik lambat dalam mengerjakan tugas-tugas belajar. Ia selalu tertinggal dengan kawan-kawannya dalam segala hal. Misalny mengerjakan soal-soal dalam waktu lama baru selesai, dalam mengerjakan tugas-tugas selalu menunda waktu. 4. Anak didik menunjukkan sikap kurang wajar, seperti acuh gtak acuh, berpurapura, berdusta, mudah tersinggung, dan sebagainya. 5.

Anak didik menunjukkan tingkah laku yang tidak seperti biasanya di tunjukkan kepada orang lain. Dalam hal ini misalnya anak didik menjadi

62


pemurung, pemarah, selalu bingung, selalu sedih, kurang gembira, atau mengasingkan diri kawan-kawan sepermainan. 6. Anak didik yang tergolong memiliki IQ tinggi,yang secara potensial mereka seharusnya meraih prestasi belajar yang tinggi, tetapi kenyataan mereka mendapatkan prestasi belajar yang tinggi, tetapi kenyataan mereka mendapatkan prestasi belajar yang rendah. 7. Anak didik yang selalu menunjukkan prestasi belajar yang tinggi untuk sebagian besar mata pelajaran, tetapi dilain waktu prestasi belajarnya menurun drastis. Dari semua gejala yang tampak itu guru bisa menginter-pretasi atau memprediksi bahwa anak kemungkinan mengalami kesulitan belajar. Atau bisa juga dengan cara lain, yaitu melakukan penyelidikan dengan cara: a. Observasi Observasi

adalah suatu cara memperoleh data dengan langsung

mengamati terhadap objek. Sambil melakukan observasi, dilakukan pencatatan terhadap gejala-gejala yang tampak pada diri subjek, kemudian di sleksi untuk di pilih yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Data yang dapat diperoleh dengan observasi, misalnya: 1. Bagaimana sikap anak didik dalam mengikuti pelajaran? Ada

gejala-gejala

cepat lelah, mudah mengantuk, sukar memusatkan perhatian, catatannya tidak lengkap, malas memperhatikan materi pelajaran yang di berikan. 2. Bagaimana persiapan psiko-fisiknya dalam mennghadapi pelajaran yang akan di berikan? Biasanya anak didik yang malas menerima pelajaran kurang kreatif dan cekatan dalam mempersiapkan segala sesuatunya. b. Interviu Interviu adalah suatu cara mendapatkan data dengan wawancara langsung terhadap orang yang diselidiki atau terhadap orang lain – guru, orang tua atau teman intim anak-yang dapat memberikan informasi tentang orang yang diselidiki. Interviu sebagai pendukung yang akurat dari kegiatan observasi. Keakuratan data lebih terjamin bila kegiatan observasi di lanjutkan dengan kegiatan interviu.

63


c. Dokumentasi Dokumentasi adalah suatu cara untuk mengetahui sesuatu dengan melihat catatan-catatan, arsip-arsip, dokumen-dokumen yang berhubungan dengan orang yang diselidiki. Teknik dokumentasi adalah suatu cara yang sering dipakai dalam upaya mencari faktor-faktor penyebab yang menyebabkan anak didik mengalami kesulitan belajar melalui dokumen anak didik itu sendiri. Di antara dokumen anak didik yang perlu dicari adalah berhubungan dengan: o Riwayat hidup anak didik. o Prestasi anak didik. o Kumpulan ulangan. o Catatan kesehatan anak didik. o Buku raport anak didik. o Buku catatan untuk semua pelajaran, dan sebagainya. Kemudian bisa juga dengan melihat buku pribadi anak didik yang di sebut cumulative record. Di dalam buku ini banyak informasi berupa data tentang pribadi anak didik secara mendalam. Buku pribadi anak didik itu biasanya ada pada petugas bimbingan dan penyuluhan di sekolah. Oleh karenanya, dalam rangka menjaring anak didik yang berkesulitan belajar sebaiknya guru bekerja sama dengan petugas BP, meskipun guru sendiri bisa berperan sebagai petugas BP yang berusaha membantu anak didik keluar dari kesulitan belajar. d. Tes Diagnostik Tes diagnostic dimaksudkan untuk mengetahui kesulitan belajar yang di alami anak didik berdasarkan hasil tes formatif sebelumnya. Tes diagnostik memerlukan sejumlah soal untuk satu mata pelajaran yang di perkirakan merupakan kesulitan bagi anak didik. Soal-soal tersebut bervariasi dan difokuskan pada kesulitan. Tes ini biasanya dilaksanakan sebelum suatu pelajaran berjalan. Diadakan untuk menjajaki pengetahuan dan keterampilan yang telah di kuasai anak didik. Apakah para anak didik sudah mempunyai pengetahuan dan keterampilan tertentu yang di perlukan untuk dapat mengikuti suatu bahan pelajaran lain? Karena itu, tes diagnostik semacam itu di sebut juga test of entering

behavior, yaitu suatu cara untuk mengetahui tingkat dan jenis

64


karakteristik perilaku yang anak didik miliki ketika dia mau mengikuti kegiatan interaksi edukatif di kelas. Dengan kata lain, sejauh mana tingkat penguasaan anak didik terhadap bahan pelajaran yang akan di berikan guru, dapat diketanui dengan tes diagnostik.

D. Usaha Mengatasi Kesulitan Belajar Dalam rangka usaha mengatasi kesulitan belajar tidak bisa diabaikan dengan mencari faktor-faktor yang di duga sebagai penyebabnya. Karena itu, mencari sumber-sumber penyebab utama dan sumber-sumber penyebab penyerta lainnya mutlak dilakukan secara akurat, efektif dan efisien. Secara garis besar, langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam rangka usaha mengatasi kesulitan belajar anak didik, dapat dilakukan melalui enam tahap, yaitu pengumpulan data, pengolahan data, diagnosis, prognosis, treatment, dan evaluasi. Untuk jelasnya tahap-tahap dimaksud, ikutilah uraian berikut. 1. Pengumpulan Data Untuk menemukan sumber penyebab kesulitan belajar di perlukan banyak informasi. Untuk memperoleh informasi perlu diadakan pengamatan langsung terhadap objek yang bermasalah. Tehnik interviu (wawancara) ataupun tehnik dokumentasi dapat dipakai untuk mengumpulkan data. Baik tehnik observsi dan interviu maupun dokumentasi, kegiatannya saling melengkapi dalam rangka kekurangan data. Usaha lain dapat dilakukan dalam usaha pengumpulan datab bias melalui kegiatan sebagai berikut: a.

Kunjungan rumah.

b.

Case study.

c.

Case history.

d.

Daftar pribadi.

e.

Meneliti pekerjaan anak.

f.

Meneliti pekerjaan kelompok.

g.

Melaksanakan tes, baik tes IQ maupun tes prestasi. Dalam pelaksanaannya, semua metode itu tidak meski digunakan bersama-

sama, tetapi tergantung pada masalahnya, kompleks atau tidak. Semakin rumit

65


masalahnya, maka semakin banyak kemungkinan metode yang banyak digunakan. Jika masalahnya sederhana, mungkin dengan satu metode sudah cukup untuk menemukan faktor apa yang menyebabkan kesulitan belajar anak. Dalam pengumpulan data tidak perlu mencari informasi sebanyak-banyaknya. Sebab setiap informasi yang diterima belum tentu data. Informasi yang simpang siur justru membingungkan. Oleh karenanya, yang betul adalah carilah banyak informasi melalui sumber yang tepat untuk mendapatkan data selengkaplengkapnya. Sehingga data yang lengkap itu dapat diolah dengan cermat dan sebaik mungkin. 2. Pengolahan Data Data yang telah terkumpul tidak ada artinya jika tidak diolah dengan cermat. Factor-faktor penyebab kesulitan belajar anak didik jelas tidak dapat diketahui, karena data yang terkumpul itu masih mentah, belum dianalisis dengan saksama. Langkah-langkah yang dapat di tempuh dalam rangka pengolahan data adalah sebagai berikut. a. Identifikasi kasus. b. Membandingkan antar kasus. c. Membandingkan dengan hasil tes. d. Menarik kesimpulan. 3. Diagnosis Diagnosis adalah keputusan (penentuan) mengenai dari hasil pengolahan data. Tentu saja keputusan yang diambil itu setelah dilakukan analisis terhadap data yang diolah itu. Diagnosis dapat berupa hal-hal sebagai berikut. a. Keputusan mengenai jenis kesulitan belajar anak didik yaitu berat dan ringannya tingkat kesulitan yang dirasakan anak didik. b. Keputusan mengenai faktor-faktor yang ikut menjadi sumber penyebab kesulitan belajar anak didik. c. Keputusan mengenai faktor utama yang menjadi sumber penyebab kesulitan belajar anak didik. Karena diagnosis adalah penentuan jenis penyakit dengan meneliti (memeriksa) gejala-gejalanya atau proses pemeriksaan terhadap hal yang

66


dipandang tidak beres, maka agar akurasi keputusan yang diambil tidak keliru tentu saja diperlukan kecermatan dan ketelitian yang tinggi. Untuk mendapatkan hasil yang meyakinkan itu sebaiknya minta bantuan tenaga ahli dalam bidang keahlian mereka masing-masing. Di sini bisa disebutkan: 1. Dokter, untuk mengetahui kesehatan anak. 2. Psikolog, untuk mengetahui tingkat IQ anak. 3. Psikiater, untuk mengetahui kejiwaan anak. 4. Sosiolog, untuk mengetahui kelainan sosial yang mungkin dialami anak. 5. Guru kelas, untuk mengetahui perkembangan belajar anak selama di sekolah. 6. Orang tua anak, untuk mengetahui kebiasaan anak di rumah. Dalam prakteknya, tidak semua ahli di atas selalu harus digunakan secara bersama-sama dalam setiap proses diagnosis. Banttuan diperlukan tergantung pada kebutuhan dan tentu saja kemampuan yang tersedia di sekolah. 4. Prognosis Keputusan yang diambil berdasarkan hasil diagnosis menjadi dasar pijakan dalam kegiatan prognosis. Dalam prognosis dilakukan kegiatan penyusunan program dan penetapan ramalan mengenai bantuan yang harus diberikan kepada anak untuk membantunya keluar dari kesulitan belajar. Dalam penyusunan program bantuan terhadap anak didik yang mengalami kesulitan dalam belajar dapat diajukan pertanyaan-pertanyaan dengan menggunakan rumus 5W + 1H sebagai berikut: a. Who, Siapakah yang memberikan bantuan kepada anak didik? Dan

siapakah

yang harus mendapatkan bantuan? b. What, Materi apa yang diperlukan? Alat bantu apa yang harus dipersiapkan? Pendekatan dan metode apa yang digunakan dalam memberikan bantuan kepada anak? c. When, Kapan pemberian bantuan itu diberikan kepada anak? d. Where, Di mana pemberian bantuan itu dilakukan? e. Which, Anak didik yang mana diprioritaskan mendapatkan bantuan lebih dahulu.

67


f. How, Bagaimana pemberian bantuan itu dilaksanakan? Dengan cara pendekatan individual ataukah pendekatan kelompok? Bentuk treatment yang bagaimana yang mungkin diberikan kepada anak didik? 5. Treatment Treatment adalah pemberian bantuan kepada anak didik yang mengalami kesulitan belajar sesuai dengan program yang telah disusun pada tahap prognosis. Bentuk treatment yang mungkin dapat diberikan adalah: a. Melalui bimbingan belajar individual. b. Melalui bimbingan belajar kelompok. c. Melalui remedial teaching untuk mata pelajaran tertentu. d. Melalui bimbingan orang tua di rumah. e. Pemberian bimbingan pribadi untuk mengatasi masalah-masalah psikologis. f. Pemberian bimbingan mengenai cara belajar yang baik secara umum. g. Pemberian bimbingan mengenai cara belajar yang baik sesuai dengan karakteristik setiap mata pelajarn. Siapakah yang mendapat prioritas memberikan treatment? Hal ini tergantung pada bidang garapan apa yang telah diprogramkan. Bila dalam program ternyata yang harus diatasi terlebih dahulu adalah penyembuhan penyakit kanker yang diderita oleh anak , maka masalah tersebut harus menjadi prioritas dalam penanganannya. Bantuan dokter dalam penanganan masalah ini diperlukan karena yang memiliki kompetensi dalam penyembuhan penyakit kanker tersebut ada pada tiem doctor tersebut. Bila kesulitan belajar itu menyangkut mata pelajaraan tertentu, fiqih, kimia, atau bahasa arab maka yang memiliki kpentingan untuk menyelesaiakan masalah kesulitan belajar anak tersebut adalah guru mata pelajaran yang bersangkutan seseuai dengan keahlian mereka masing-masing. Ketepatan treatment yang diberikan kepada anak didik yang mengalami kesulitan belajar sangat tergantung kepada ketelitian dalam pengumpulan data, pengolahan data, dan diaqnosisi. Oleh karena itu ketelitian dan kecermatan yang tinggi sangat dibutuhkan pada saat pengumpulan data, pengolahan data dan pada saat diagnosis, sehingga pada akhirnya treatment yang diberikan tepat sasaran atau benar-benar mengenai objek dan subjek persoalan.

68


6.

Evaluasi Evaluasi perlu dilakukan untuk mengetahui apakah treatment yang

diberikan kepada anak didik telah berhasil dengan baik. Treatment yang diberikan apakah dapat membantu anak didik dalam mengatasi kesulitan belajar mereka. Kemungkinan gagal atau berhasil treatment yang telah diberikan kepada anak didik dapat diketahui sampai sejauhmana kebenaran jawaban anak terhadap itemitem soal yang diberikan dalam jumlah tertentu dan dalam materi tertentu melalui alat evaluasi berupa prestasi belajar. Bila jawaban anak sebagian besar banyak yang salah, itu sebagai pertanda bahwa treatment tersebut gagal. Karenanya perlu pengecekan kembali dengan cara mencari factor-faktor penyebab dari kegagalan itu. Ada kemungkinan data yang terkumpul kurang lengkap, program yang disusun tidak jelas dan tidak tepat, atau diagnosis yang diambil tidak akurat karena kesalahan membaca data sehingga berdampak langsung pada treatment yang bias.

69


BAB VI LUPA DAN TRANSFER BELAJAR

A. Lupa Lupa merupakan istilah yang popular di kalangan masyarakat baik masyarakat umum maupun masyarakat sekolah. Setiap hari pasti ada orang yang lupa akan sesuatu, entah hal itu tentang sesuatu peristiwa atau kejadian masa lampau atau sesuatu yang akan dilakukan, mungkin saja sesuatu yang baru saja dilakukannya. Fenomena lupa ini dapat terjadi pada siapa pun juga tak pandang bulu apakah orang itu anak-anak, remaja, prang dewasa, orang tua, guru, pejabat, profesor, petani dan lain sebagainya. Bagi guru lupa adalah sebagai suatu kejala yang sangat menyedihkan yang seharusnya tidak ada, namun mau tidak mau harus dihadapi oleh anak didik dan guru yang bersangkutan. Mungkin saja ada guru yang frustasi karena anak didik lupa akan bahan pelajaran yang sudah diajarkan. Anak didik pada dasarnya tidak menginginkan lupa tersebut datang mendera mereka, tetapi karena ketidak berdayaan yang dimiliki oleh mereka sehingga lupa tersebut tidak dapat dihindari oleh mereka. Lupa dipandang sebagai musuh besar

yang harus disingkirkan

sejauh mungkin karena lupa tersebut merupakan peristiwa yang memilukan dan menyeret anak didik kejurang kemalangan nasib. Dalam belajar lupa kerap kali dialami dalam bidang belajar kognitif dimana anak didik harus banyak belajar verbal, yaitu belajar yang menggunakan bahasa. Penjelasan guru secara verbal cenderung mudah terlupakan, kecuali bila dalam menjelaskan sesuatu hal itu lebih mendekati keyataan. Oleh karena itu berbagai upaya harus dilakukan untuk menekan sekecil mungkin lupa setelah melakukan aktivitas belajar.

1.

Lupa versus Hilang Sebagian orang menganggap bahwa pengertian �lupa� dan �hilang� secara

spontan dianggap sama, pada hal apa yang dilupakan belum tentu hilang dalam ingatan begitu saja. Hasil penelitian dan refleksi atas pengalaman belajar di sekolah memberikan petunjuk bahwa sesuatu yang pernah dicamkan dan

70


dimasukkan dalam ingatan tetap menjadi milik pribadi dan tidak menghilang tanpa bekas. Dengan kata lain kenyataan bahwa seseorang tidak dapat mengingat sesuatu belum berarti hal itu hilang dari ingatannya, seolah-olah apa yang pernah dipelajari sama sekali tidak mempunyai efek apa-apa. Sejumlah kesan yang telah didapat sebagai buah dari pengalaman belajar tidak akan pernah hilang tetapi kesan-kesan itu mengendap ke alam bawah sadar. Bila diperlukan kembali kesan-kesan terpilih akan terangkat sadar. Panggilan kesan-kesan terpilih tersebut bisa karena kekuatan asosiasi atau bisa juga karena kemauan yang keras melakukan reproduksi dengan pengandalan konsentrasi. Lupa bukan berarti hilang. Sesuatu yang terlupakan tentu saja masih dimiliki dan tersimpan di alam bawah sadar, sedangkan sesuatu yang hilang tentu saja tidak tersimpan di dalam alam bawah sadar. Lupa adalah fenomena psikologis sesuatu proses yang terjadi dalam kehidupan mental manusia. Persolannya sekarang adalah kenapa kita mesi mengalami yang namanya lupa? Padahal kemampuan kita menyimpan informasi luar biasa melalui komputer otak. Jutaan informasi telah direkam dan diserap oleh komputer otak kita. Hilangnya informasi dari ingatan jangka pendek kita disebabkan oleh dua hal yaitu karena gangguan dan waktu. Mengingat hal-hal yang baru dapat mengganggu hal-hal lama. Pada waktu tertentu kemampuan jangka pendek yang terbatas itu penuh dengan informasi-informasi baru, sehingga hilanglah ingatan jangka pendek karena usangnya waktu. Semakin lama informasi di dalam ingatan jangka pendek semakin lemah keadaannya dan akhirnya akan hilang lenyap tanpa tersisa dan tak berbekas. Informasi yang hilang dari ingatan jangka pendek itu benar-benar lenyap. Tetapi informasi yang tersimpan dalam ingatan jangka panjang tidak pernah hilang dan selalu dapat diingat kembali asalkan kondisinya tepat.

2.

Lupa-Lupa Ingat Lupa-lupa ingat berlainan dengan lupa-lupaan serta tidak sama dengan

melupakan. Lupa-lupaan berarti pura-pura lupa, sedangkan melupakan berarti melalaikan; tidak mengindahkan. Baik lupa-lupaan dan melupakan mengandung unsur kesengajaan, sedangkan lupa-lupa ingat berarti tidak lupa tetapi tidak ingat

71


benar (masa samar tetapi kurang pasti); agak lupa. Kadang-kadang kita coba mengingat sesuatu dari ingatan jangka panjang kita dan merasa seolah-olah kita hampir mengingatnya, tetapi tidak dapat mengingat betul apa yang ingin kita ingat itu entah itu nama seseorang, tempat berlangsungnya kejadian sesuatu, tanggal lahir seorang pahlawanan nasional dan lain sebagainya. Hampir ingat itu disebut �gejala ujung lidah�. Pengorganisasian struktur kognitif yang kurang baik dan sistematik berpotensi ke arah lupa-lupa ingat. Kerancuan struktur kognitif menyebabkan sejumlah kesan menjadi samar-samar dan kesan berbentuk bayang-bayang dalam ketidakpastian. Sesuatu hal yang dipresentasikan dalam bentuk kesan mengapung diantara alam ambang sadar dan alam bawah sadar, sehingga ingatan yang timbul karena kesadaran akibat adanya rangsangan dari luar atau usaha mengingat-ingat terjelma dalam bentuk gejala ujung lidah, hampir ingat atau lupa-lupa ingat yang berarti tidak lupa Cuma kurang pasti.

3. Faktor-Faktor Penyebab Lupa Ngalim Purwanto (1995: 112) mengatakan pada beberapa hal yang dapat menyebabkan seseorang lupa terhadap seseuatu yang pernah dialami sebagai berikut: a. Karena apa yang dialami itu tidak pernah lagi digunakan lagi atau tidak pernah dilatih atau diingat kembali. Sesuatu yang tidak pernah digunakan lagi lama kelamaan akan dilupakan oleh seseorang. b. Lupa juga disebabkan adanya hambatan-hambatan yang terjadi karena gejalagejala jiwa yang lain. Seorang profesor ahli dalam ilmu hewan dan mahir mempelajari nama-nama ikan dalam bahasa latin, ingin mengatahui dan menghafal nama-nama mahasiswanya. Akan tetapi setiap ia kali hafal nama mahasiswanya ia lupa nama ikan yang sudah ia kuasai. Dari contoh tersebut di atas bahwa pelajaran jiwa yang satu dapat mendesak atau menghambat pelajaran/isi jiwa yang lain. c. Lupa disebabkan oleh represi atau tekanan. Tanggapan-tanggapan atau isi jiwa yang lain ditekan ke dalam ketidaksadaran (alam bawah sadar) oleh super ego.

72


Karena selalu mengalami tekanan maka lama kelamaan menjadi lupa. Biasanya tanggapan-tanggapan yang selalu ditekan ke dalam ketidaksadaran itu adalah tanggapan-tanggapan yang tidak baik atau yang merugikan kita yang bersifat asusila, amoral dan asosial. Sedangkan menurut Muhibbin Syah menyatakan faktor-faktor penyebab lupa adalah sebagai berikut: (1) lupa karena perubahan situasi lingkungan. Lupa dapat terjadi pada anak didik karena perubahan situasi lingkungan antara waktu belajar di sekolah dengan waktu mengingat kembali di luar sekolah. Jika anak didik hanya mengenal atau mempelajari hewan jerapah atau kuda nil lewat gambar-gambar yang ada di sekolah, maka kemungkinan ia akan lupa menyebut nama-nama hewan tadi ketika melihatnya di kebun binatang, (2) lupa karena perubahan sikap dan minat. Meskipun anak didik telah mengikuti proses belajar mengajar dengan tekun dan serius, tetapi karena suatu hal sikap dan minat anak didik menjadi sebaliknya (misalnya ketidaksenangannya kepada guru yang memarahinya dengan kasar di depan teman-temanya) maka materi pelajaran tersebut akan mudah terlupakan olehnya, (3) lupa karena perubahan urap saraf otak. Lupa bisa juga terjadi karena perubahan urat saraf otak. Anak didik yang terserang penyakit tertentu seperti keracunan, kecanduan alkohol, atau gegar otak akan kehilangan ingatan atas informasi-informasi berupa kesan-kesan yang ada dalam memori otaknya. (4) lupa karena kerusakan informasi sebelum masuk kememori. Penemuan baru menyimpulkan bahwa lupa dapat di alami seorang anak didik bila informasi yang ia serap rusak sebelum masuk ke memori otak. informasi yang rusak itu tidak hilang dan tetap di proses oleh sistem memori otak anak didik, tetapi terlalu lemah untuk di panggil kembali (di reproduksi). Kerusakan informasi itu mungkin di sebabkan oleh tenggang waktu antara saat diserapnya informasi dengan saat proses pengkodean dan transformasi dalam memori jangka pendek anak didik. Menurut pandangan para ahli psikologi kognitif materi pelajaran yang terlupakan tidak akan hilang dari sistem ingatan anak didik. Materi pelajaran itu masih terdapat dalam subsistem akan permanen anak didik, namun terlalu lemah untuk dipanggil atau diingat kembali. Subsistem akan permanen di sini bisa

73


dikatakan”alam bawa sadar”. Banyak anak didik yang mengeluh karena merasa kehilangan ilmu,yang sebenarnya tidak hilang, tetapi setelah belajar lagi (relearning) atau mengikuti remedial teaching (pengajar perbaikan) ternyata dapat menunjukkan kinerja akademik yang lebih memuaskan daripada kinerja remedial teaching dan belajar lagi atau mengulang pelajaran, yaitu untuk memperbaiki dan atau menguatkan informasi-informasi yang lemah dalam memori anak didik, sehingga berhasil mencapai prestasi yang memuaskan.

4. Kiat Mengurangi Lupa Meskipun lupa itu manusiawi, tetapi kaum terpelajar tidak ingin bersahabat dengannya. Sebab sangat tidak menguntungkan dengan sedikit nilai kebaikannya. Siapapun tidak akan mampu membendung kehadiran lupa secara keseluruhan. Menghilangkannya juga suatu hal yang mustahil. Mengurangi proses terjadinya lupa adalah suatu upaya yang masuk akal dan dapat dipercaya kebenarannya. Pada perinsipnya, lupa dapat dicegah sekecil mungkin bila materi pelajaran yang guru sajikan kepada anak didik dapat ”diserap”,”diperoses”, dan ”di simpan” dengan baik oleh sistem memori anak didik. Lalu, kiat apa yang dapat dilakukan untuk mengurangi pristiwa lupa itu? Kiat terbaik untuk mengurangi lupa adalah dengan cara meningkatkan”daya ingat akal anak didik”. Banyak ragam kiat yang dapat di coba oleh anak didik dalam upaya meningkatkan daya ingat akal anak didik. Di antaranya menurut Barlow (1985), Reber (1988), dan Anderson (1990), seperti dikutip Muhibbin Syah (1999: 156) berikut ini: a. Overlearning Overlearning (belajar lebih) artinya belajar yang melibihi batas penguasaan dasar atas materi pelajaran tertentu. Overlearning terjadi apabila respons atau reaksi tertentu muncul setelah anak didik melakukan pembelajaran atas respons tersebut dengan cara di luar kebiasaan. Banyak contoh yang dapat di pakai untuk overlearning, antara lain pembacaan teks pancasila pada setiap hari senin pagi pada saat melaksanakan apel bendera, memungkinkan anak

74


didik mempunyai ingatan yang kuat terhadap teks pancasila yang pernah di bacanya itu. b. Extra study time Extra study time (tambahan waktu belajar) adalah upaya penambahan alokasi waktu belajar atau penambahan frekuensi (kekerapan) aktivitas belajar. Penambahan alokasi waktu belajar untuk materi tertentu, berarti anak didik menambah jam belajar, misalnya dari satu jam menjadi satu setengah jam. Penambahan frekuensi belajar berarti anak didik meningkatkan kekerapan belajar materi tertentu. Misalnya, dari sekali sehari menjadi dua kali sehari. Kiat ini dipandang cukup strategis karena dapat melindungi memori dari kelupaan. C. Mnemonik Device Mnemonik Device artinya muslihat yang dapat membantu ingatan. Sering juga hanya disebut mnemonik (baca: ni’manik). Ini adalah kiat khusus yang di jadikan “alat pengait� mental untuk memasukkan informasi-informasi ke dalam system ingatan anak didik. Muslihat mnomonik ini banyak ragamnya; tetapi yang paling menonjol adalah sebagaimana yang diuraikan berikut ini. 1. Rima Rima (rhyme), yakni sejak yang dibuat sedemikian rupa yang isinya terdiri atas kata dan istilah yang harus di ingat oleh anak didik. Sejak ini akan lebih baik pengaruhnya apabila not-not, sehingga dapat dinyanyikan. Nyanyian anak-anak TK yang berisi pesan-pesan moral dapat di ambil sebagai contoh penyusunan rima mnemonic. 2. Singkatan Singkatan adalah yang terdiri atas huruf-huruf awal nama atau istilah yang harus diingat anak didik. Contoh jika anak didik hendak mempermudah mengingat nama Nabi Adam, Nabi Nuh, Nabi Ibrohim, dan Nabi Musa dapat menyingkatnya dengan mengambil huruf awal dari masing-masing nama Nabi tersebut. Dengan demikian, Adam, Nuh, Ibrohim, Musa dapat disingkat menjadi ANIM. Pembuatan singkatan-singkatan sebaiknya yang mudah diingat, menarik dan memiliki kesan tersendiri.

75


3. Sistem Kata Pasak Peg word system, yakni sejenis tehnik mnomonik yang menggunakan komponen-komponen yang sebelumnya telah dikuasai sebagai pasak (paku) pengait memori baru. Kata komponen pasak ini dibentuk berpasangan seperti merah-saga, panas-api. Kata-kata ini berguna untuk mengingat kata istilah yang memiliki watak yang sama seperti darah, lipstik; pasangan langit dan bumi, neraka, dan kata/istilah lainnya yang memiliki kesamaan watak (warna, rasa, dan seterusnya). 4. Metode Losal Metode losal (method of loci) yaitu kiat mnemonik yang menggunakan tempat-tempat khusus dan terkenal sebagai sarana penempatan kata dan istilah tertentu yang harus diingat oleh anak didid. Contoh nama ibukota Amerika Serikat untuk mengingat nama Presiden pertama negara itu (George Washington), Jl. Ahmad Yani untuk mengingat salah seorang pahlawan revolusi yang gugur dalam pemberontakan G 30 S/PKI dan tempat-tempat lain yang relevan dengan istilah-istilah yang akan diajarkan d. Pengelompokan Maksud kiat pengelompokkan adalah mata ulang setiap materi menjadi kelompok-kelompok kecil yang dianggap lebih logis dalam arti bahwa materi tersebut memiliki signifikansi dan lafal yang sama atau sangat mirip. Penataan atau pengelompokkan ini direkayasa sedemikian rupa dalam bentuk daftardaftar materi dan lain sebagainya. e. Latihan terbagi. Dalam latihan terbagi anak didik melakukan latihan dengan alokasi waktu yang pendek dan terpisah-pisah diantara waktu istirahat. Dalam latihan terbagi anak didik dapat menggunakan berbagai pendekatan dan metode sebagai strategi belajar yang efesien dan efektif. Anak didik dapat mengulang semua mata pelajaran yang telah mereka terima dengan cara mencicilnya setiap hari. Semakin sering anak didik mengelang pelajaran mereka akan meningkatkan daya ingat terhadap pelajaran yang telah dipelajari pada waktu yang lalu.

76


W.S Winkel (1989: 299) mengemukakan usaha-usaha untuk mengurangi lupa yang dapat dilakukan oleh anak didik dan guru sebagai berikut: 1. Motivas belajar yang kuat di pihak anak didik, lebih-lebih motivasi instrinsik dan kesadaran akan tujuan yang harus dicapai akan mendorong anak didik untuk tetap melibatkan diri dalam belajar. Anak didik akan lebih mudah mengingat di hari-hari berikutnya jika selama belajar ia berniat untuk mengingatnya kelak, seolah-olah anak didik berkata kepada dirinya kalau saya tidak belajar dengan baik saya pasti akan lupa nanti. Cara berfikir positif anak didik ini harus dimanfaatkan oleh guru dengan cara membangkitkan motivasi dan minat anak didik untuk terus belajar dan belajar. 2. Memancing perhatian anak didik merupakan pintu gerbang yang menghantar anak didik pada konsentrasi terhadap pelajaran yang diberikan. Perhatian khusus yang terarah pada unsur-unsur yang relevan atau kata kunci harus anak didik lakukan dengan membiarkan unsur-unsur yang tidak penting dari perhatian. Bantuan guru disini diperlukan agar memberikan tekanan-tekanan tertentu pada kata kunci sebagai unsur pokok yang sesungguhnya dari bahan pelajaran yang diberikan. 3. Anak didik perlu mengolah materi dengan baik dan segera. Penundaan pengolahan akan mengakibatkan materi tersebut terdesak keluar dari ingatan jangka pendek, karena ada informasi baru yang masuk. Pengolahan yang tidak sempurna mengakibatkan informasi yang akan masuk ke dalam ingatan jangka panjang masih berada dalam keadaan “setengah matang� sehingga proses penggalian kelas juga menjadi lebih sukar. Makin baik pengolahan materi makin baik pula penyimpanannya dan makin baik pula proses penggalian dari ingatan kelak. Upaya penggalian materi baik dengan menggunakan kekuatan asosiasi ataupun dengan pengandalan daya reproduksi, dengan mudah dapat dilakukan dengan segera. 4. Informasi yang tersimpan terlalu lama dan tak pernah digali cenderung terlupakan dan sangat sulit untuk digali kembali. Oleh karena itu kerap dianjurkan agar bekas-bekas yang tersimpan dalam ingatan jangka panjang supaya diperbaharui dengan menggalinya dari ingatan, mengolahnya kembali

77


dan memasukkannya lagi ke dalam ingatan. Semakin dekat frekuensi penggalian semakin berkuranglah jumlah waktu yang dibutuhkan untuk menggalinya secara sempurna. 5. Penggunaan kunci yang tepat akan dapat membantu anak didik membuka ingatannya. Guru dapat membantu dengan memberikan pertayaan yang terarah atau apersepsi agar anak didik berhasil menggali informasi dari ingatannya.

B. Transfer Belajar Sejauhmana hasil belajar berupa ilmu pengetahuan yang diterima anak didik di sekolah dapat dirasakan manfaatnya di tangan masyarakat dapat dilihat dari kemampuan anak didik dalam menggunakannya dengan tepat guna dan berhasil guna. Penggunaan hasil belajar yang tepat akan menghasilkan sesuatu yang berguna dan baik. Kemampuan anak didik menggunakan hasil belajar tertentu ke dalam situasi belajar yang lain tidak dapat dipisahkan dari masalah ”transfer belajar”. Transfer belajar mempunyai nilai ”strategis” dalam pendidikan dan pengajaran karena diakui dapat mengukuhkan penguasaan keilmuan dalam ”struktur kognitif”. 1. Pengertian Stransfer Belajar Transfer belajar adalah sebuah fase yang terdiri dari kata transfer dan belajar. Ada beberapa rumussan tentang transfer belajar yang diungkapan oleh para pakar sebagai berikut: a. Alice Crow mengatakan bahwa transfer belajar adalah “the process of carrying over habits of thingking, know-ledge, or skill from one learning area to another” b. Slameto merumuskan bahwa transfer adalah pengaruh hasil belajar yang diperoleh pada waktu yang lalu terhadap proses dan hasil belajar yang dilakukan kemudian. c. Muhibbin Syah menyatakan bahwa transfer belajar terjadi bila pengetahuan dan keterampilan anak didik sebagai hasil belajar pada masa lalu seringkali mempengaruhi proses belajar yang sedang dialaminya sekarang.

78


d. Menurut WS. Winkel dalam bukunya Psikologi Pengajaran bahwa transfer belajar berasal dari bahasa Inggris “Transfer of Learning� atau “Transfer of Training� yang berarti pemindahan atau pengalihan hasil belajar yang diperoleh dari bidang studi yang satu ke bidang studi yang lain atau kekehidupan sehari-hari di luar lingkup pendidikan sekolah.

2. Beberapa Terori Transfer Belajar Ada beberapa teori tentang transfer belajar yang diungkapkan oleh para pakar pendidikan maupun oleh para pakar psikologi sebagai berikut: a. Teori Disiplin Formal Teori ini didasari oleh ilmu jiwa daya menyatakan bahwa jiwa tersusun dari beberapa macam daya (misalnya pikiran, ingatan, perasaa dan lain-lain). Masing-masing daya itu dapat diperbaiki melalui latihan-latihan. Suatu daya jika sudah baik karena latihan-latihan maka daya-daya itu akan baik dalam menghadapi situasi baru. Latihan-latihan yang dikehendaki untuk melatih daya itu diusahakan benar-benar disiplin.Teori transfer belajar menurut psikologi daya adalah bahwa baiknya setiap fungsi sebagai akibat mempelajari bahan tertentu akan tertransfer dalam mempelajari bahan apapun juga yang tidak ada hubungannya dengan bahan latihannya itu. Fungsi fikiran misalnya akan menjadi baik dalam melakukan fungsinya jika dilatih dengan bahan yang berupa pelajaran matematika (ilmu pasti). b. Teori Komponen-Komponen Identik Teori ini berpendapat bahwa transfer terjadi jika antara situasi yang lalu atau hasil belajar yang lalu dengan situasi yang dihadapi atau bahan pelajaran yang dihadapi terdapat aspek-aspek yang sama. Dengan kata lain transfer terjadi hanya bila kedua peristiwa belajar itu terdapat unsur-unsur yang identik atau sama. Komponen yang terlibat dalam proses belajar itu tak terbatas pada bahan pengajaran, tetapi termasuk juga hal-hal seperti metode belajar-mengajar, sikap dan berbagai macam kemampuan khusus yang dimiliki oleh anak didik.

79


c. Teori Generalisasi Meurut teori ini transfer belajar lebih berkaitan dengan kemampuan seorang untuk menangkap struktur pokok, pola dan prinsip-prinsip umum. Apabila anak didik mampu mengembangkan konsep, kaidah, prinsip, dan siasatsiasat untuk memecahkan persoalan, anak didik mempunyai bekal yang dapat ditransferkan kebidang-bidang lain di luar bidang studi dimana konsep, kaidah, prinsip, dan siasat mula-mula diperoleh. Anak didik mampu mengadakan generalisasi yaitu menangkap ciri-ciri atau sifat umum yang terdapat dalam sejumlah hal yang khusus. Generalisasi semacam itu sudah terjadi bila anak didik membentuk konsep, kaidah, prinsip dan siasat-siasat memecahkan problem atau masalah

3. Struktur Kognitif Dan Transfer Belajar Dalam pengertian yang umum dan jangka panjang variaber �strukstur kognitif� merupakan substansi dan sifat organisasi yang signifikan terhadap keseluruhan pengetahuan anak didik mengenai bidang studi tertentu yang mempengaruhi prestasi akademis dalam bidang pengetahuan yang sama di masa mendatang. Sedangkan dalam pengertian yang lebih khusus dan jangka pendek variabel struktur kognitif merupakan substansi dan sifat organisasi konsep-konsep dan hal-hal yang lebih relevan di dalam struktur kognitif yang mempengaruhi belajar dan pengingatan unit-unit kecil materi pelajaran baru yang berhubungan. Karenanya dalam penerimaan tugas-tugas belajar baru maka substansi dan sifat organisasi pengetahuan anak didik yang relevan mengenai mata pelajaran yang sama sangat menentukan. Sekali pengetahuan baru dikuasai ia menjadi variabel independen yang signifikan yang mempengaruhi kapasitas anak didik untuk memperoleh variabel struktur kognitif yang lebih banyak dalam bidang yang sama. Dalam proses belajar yang bermakna untuk mencapai pengertian baru dan penyimpanan yang baik, materi pelajaran selalu dan hanya dapat dipelajari bila dihubungkan dengan konsep-konsep, prinsip-prinsip serta informasi-informasi yang relevan yang telah dipelajari sebelumnya. Substansi dan sifat organisasi dan

80


latar belakang pengetahuan ini mempengaruhi ketepatan dan kejelasan pengertianpengertian baru yang ditimbulkan serta kemampuan memperoleh kembali pengertian-pengertian tersebut. Makin jelas, stabil dan terorganisasinya struktur kognitif anak didik maka proses belajar yang bermakna dan penyimpanan makin mudah terjadi. Sebaliknya struktur kognitif yang tidak stabil, kabur dan tidak terorganisir dengan tepat cenderung merintangi proses belajar yang bermakna dan retensi (penyimpanan).

4. Ragam Transfer Belajar Muhibbin Syah (1999: 144) mengemukakan ada empat macam transfer belajar sebagai berikut: 1. Transfer positif Transfer positif yaitu transfer yang berakibat baik terhadap kegiatan belajar selanjutnya. Transfer positif memungkinkan seseorang anak didik mernghadapi situasi yang baru memperoleh kebaikan-kebaikan dan bahkan dalam menghadapi itu dapat lebih efektif dan efesien. Transfer positif dapat terjadi pada diri seorang anak didik bila guru membantu untuk belajar dalam situasi tertentu yang mempermudah anak didik tersebut belajar dalam situasi lainnya. Seorang anak yang telah dapat mengendarai “sepeda� misalnya dapat lebih mudah dan efektif dan efesien jika ia belajar mengendarai kendaraan bermotor roda dua. Keterampilan mengendarai sepeda mempunyai pengaruh yang signifikan untuk menguasai keterampilan mengendarai kendaraan bermotor dalam situasi yang lain. 2. Transfer Negatif Transfer negative yaitu transfer yang berakibat buruk terhadap kegiatan belajar selanjutnya. Transfer negative dapat dialami anak didik bila ia belajar dalam situasi tertentu yang memiliki pengaruh merusak terhadap keterampilan atau pengetahuan yang dipelajari dalam situasi-situasi yang lain. Transfer dikatakan negative bila dalam penggunaan hasil belajar untuk menghadapi situasi baru mengalami hambatan, kesulitan, kerusakan dan lain sebagainya

81


3. Transfer Vertikal Transfer vertical adalah transfer yang berakibat baik terhadap kegiatan belajar dalam mempelajari pengetahuan atau keterampilan yang lebih tinggi atau rumit. Transfer vertical ini dapat terjadi pada anak didik bila pelajaran yang telah dipelajari dalam situasi tertentu membantu anak tersebut dalam menguasai pengetahuan atau keterampilan yang lebih tinggi atau rumit. Misalnya anak didik sekolah dasar yang telah menguasai prinsip penjumlahan dan penmgurangan pada waktu menduduki kelas II akan mudah mempelajari perkalian pada waktu dia duduk di kelas III dan seterusnya. 4. Transfer Lateral Transfer lateral yaitu transfer yang berakibat baik terhadap kegiatan belajar pengetahuan atau keterampilan sederajat. Transfer lateral ini dapat terjadi dalam diri anak didik bila ia mampu menggunakan materi yang telah dipelajarinya untuk materi yang sama kerumitannya dalam situasi-situasi yang lain. Dalam hal ini perubahan waktu dan tempat tidak mengurangi mutu

hasil belajar anak

tersebut.

5. Nilai Transfer Dalam Praktek Kependidikan Dan Pengajaran Sebagaimana telah dipahami bahwa transfer dapat terjadi bilamana situasi belajar di sekolah mirip benar dengan situasi dalam kehidupan sebenarnya di mana belajar itu akan digunakan. Maka dengan tanpa adanya persamaan antara belajar di sekolah dengan pola kehidupan di luar sekolah berarti tidak akan terjadi transfer belajar tersebut. Karenanya sekolah hendaknya mengadakan sejumlah daftar mata pelajaran penting yang isinya senada dengan situasi kehidupan dalam masyarakat yang sifatnya selalu berubah-ubah. Isi kurikulum harus dihubungkan dengan pekerjaan yang dicita citakan atau harus sejalan dengan kebutuhan kerja. Mata pelajaran yang harus dipelajari bukanlah masalah-masalah yang terpisah dan tidak bermanfaat, melainkan harus mengarah pada pemenuhan kebutuhan yang merupakan sesuatu yang fundamental bagi anak untuk kemudian dipergunakan secara progresif dalam berbagai macam pengalaman kehidupan.

82


Oleh karena itu perhatian guru harus ditujukan dengan sungguh-sungguh kea rah kesamaan yang ada antara pengalaman-pengalaman di dalam dan di luar sekolah. Pengertian, pemahaman dan generalisasi yang berguna harus menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pekerjaan mengajar. Anak didik harus dibantu untuk mengembangkan titik pandang kea rah kehidupan di luar sekolah, baik untuk masa sekarang maupun untuk masa-masa yang akan dating sehingga ia dapat menyesuaikan diri terhadap tuntutan hidup yang selalu mengalami perkembangan setiap saat.

6. Peranan Guru Dalam Meningkatan Transfer Kurikulum sekolah yang telah banyak menyajikan sejumlah mata pelajaran untuk dipelajari oleh anak didik adalah menuntut sejumlah guru yang masing-masing memegang mata pelajaran sesuai dengan bidang keahliannya agar dapat dengan mudah dan jelas menanamkan pengertian tentang kaidah, prinsip dan dalil dalam mata pelajaran tersebut ke dalam struktur kognitif anak didik sehingga hasil belajar

dalam mata pelajaran itu dapat ditransfer untuk

memperoleh pengetahuan atau keterampilan dalam mempelajari mata pelajaran yang lain. Adalah suatu sikap yang keliru bila guru hanya mengajarkan materi pelajaran untuk mata pelajaran yang dipegangnya tanpa menghubungkannya dengan mata pelajaran yang lain yang sebenarnya mempunyai kesamaan. Setiap mata pelajaran tertentu tentu mempunyai kesamaan selain perbedaan yang sudah diakui kebenarannya. Kesamaan unsur-unsur tertentu dalam mata pelajaran tertentu itu dapat ditransfer secara timbal balik. Agar transfer dalam belajar terjadi prinsip korelasi mutlak diperlukan sebagai jembatan penghubung antara materi pelajaran yang telah dikuasai sebelumnya dalam mata pelajarn yang berbeda. Pemberian mata pelajaran dengan penjelasan yang lebih mendekati realitas kehidupan sehari-hari membuat hasil belajar lebih bermakna. Mata pelajaran tidak dianggap lagi terpisah tetapi merupakan bagian dari kehidupan. Anak didik tidak lagi menganggap mata pelajaran sebagai teori tanpa guna tetapi ia anggap sebagai

83


mata pelajaran yang hasil dari mempelajarinya dapat digunakan untuk memecahkan berbagai masalah di luar sekolah.

7. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya Transfer Belajar Ada beberapa factor yang dapat mempengaruhi timbulnya transfer belajar sebagai berikut: a. Taraf Inteligensi Dan Sikap Faktor inteligensi berasal dari anak didik dan berkisar pada masalah kemampuan dasar, sikap, minat anak didik dan factor-faktor yang lainnya. Kapasitas dasar atau kemampuan dasar sangat membantu timbulnya transfer belajar. Anak yang pandai cenderung memiliki transfer yang tinggi sebaliknya anak yang kurang pandai cenderung memiliki transfer yang rendah atau minim. Transfer belajar tidak timbul secara otomatis melainkan timbul dengan sengaja, oleh karena itu sikap serta usaha yang disengaja kea rah ini akan membantu timbulnya transfer belajar tersebut. b. Metode Guru Dalam Mengajar Kemampuan guru dalam menggunakan metode dalam mengajar juga berpengaruh terhadap timbulnya transfer belajar pada anak didik. Penggunaan metode mengajar ini berkisar pada persiapan, penggunaan alat peraga, pemilihan bahan dan lain sebagainya. Hasil belajar yang dihasilkan dengan penggunaan metode diskusi tentu saja lebih tinggi daripada kadar kemampuan yang dihasilkan dengan menggunakan metode cermah atau pemberian tugas. Oleh karena itu guru dituntut untuk menggunakan metode pengajaran yang bervariasi dalam menyampaikan pesan atau informasi yang dikehendaki dalam pembelajaran kepada anak didik. Penggunaan metode yang variasi juga memungkinkan guru berkreasi dalam mendesain pembelajaran serta dapat menciptakan suasana belajar yang kondusip. Semakin pandai guru menggunakan metode mengajar yang bervariasi dalam setiap pembelajaran akan semakin antusias pula anak didik dalam mengikuti setiap mata pelajaran yang diajarkan oleh guru tersebut.

84


c. Isi Mata pelajaran Hubungan antara mata pelajaran yang satu dengan mata pelajaran yang lain menjadi penengah yang dapat menimbulkan transfer dalam belajar. Suatu mata pelajaran yang dapat dikuasai bias dijadikan landasan untuk menguasai mata pelajaran lain yang relevan baik kaidah maupun prinsip-prinsipnya. Penguasaan kaidah mata pelajaran Bahasa Indonesia misalnya dapat digunakan untuk mempelajar mata pelajaran Bahasa Inggris, begitu pula sebaliknya.

85


BAB VII PEMBAWAAN DAN LINGKUNGAN

A. Pembawaan Setiap individu yang lahir membawa hereditas atau pembawaan tertentu dan berbeda antara satu individu dengan individu yang lainnya. Karakteristik individu diperoleh melalui pewarisan atau pemindahan dari cairan-cairan “germinal� dari pihak kedua orang tuanya. Individu juga tumbuh dan berkembang tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik lingkungan fisik, psikologis maupun lingkungan social tempat tinggal mereka. Pertumbuhan dan perkembangan anak didik yang kompleks meerupakan hasil dari interaksi antara hereditas dan lingkungan sosial. Warisan atau keturunan memiliki peranan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak didik, mereka lahir ke dunia ini membawa berbagai ragam warisan yang berasal dari ibu dan bapaknya atau nenek dan kakeknya. Warisan tersebut yang terpenting antara lain adalah: bentuk tubuh, raut muka, warna kulit, inteligensi, bakat, sifat-sifat atau watak dan penyakit. 1. Bentuk Tubuh Dan Warna Kulit Salah satu warisan yang dibawa anak sejak lahir adalah mengenai bentuk tubuh dan warna kulit. Misalnya anak yang memiliki bentuk tubuh gemuk seperti ayahnya, wajah seperti ibunya rambut keriting dan warna kulit putih seperti ibunya dan lain sebagainya. Bila anak yang berperawakan gemuk seperti ini bagaimanapun susah hidupnya dia sukar menjadi kurus, tetapi sebaliknya sedikit saja ia makan akan mudah menjadi gemuk. Demikian juga dengan rambut keriting bagaimanapun berusaha untuk meluruskannya akhirnya akan kembali keriting lagi. 2. Sifat-Sifat Sifat-sifat yang dimiliki seseorang adalah salah satu aspek yang diwarisi dari ibu, ayah, atau nenek dan kakeknya seperti penyabar, pemarah, kikir, pemboros, hemat dan lain sebagainya. Sifat-sifat tersebut dibawa manusia sejak ia lahir yang dapat diketahui selagi masih kecil dan ada pula yang dapat dilihat ketika mereka sudah besar bahkan sampai mereka dewasa. Sifat atau tabiat

86


berbeda dengan kebiasaan. Sifat sangat sukar merubahnya sedangkan kebiasaan dapat diubah setiap saat bila dikehendaki dengan sungguh-sungguh. Kebiasaan minum-minuman keras, mabuk, judi, mencuri dan sebagainya dapat diubah dan dibuang dari dalam diri seseorang. Demikian pula dengan kebiasaan merokok, lambat bangun pagi, tidur siang, malas dan lain sebagainya semuanya dapat diubah dan ditukar dengan kebiasaan baik seperti rajin, lincah, cepat bangun, jujur, suka menolong dan lain sebagainya,. Para ahli psikolog telah telah membagi tipe-tipe manusia berdasarkan sifat-sifat yang dimilikinya sebagaimana yang diungkapkan Edward Sparanger sebagai berikut: Manusia ekonomi memiliki sifat hemat, rajin bekerja, dan sebagainya. Manusia Teori memiliki sifat suka berpikir, meneliti, dan sebagainya. Manusia politik memiliki sifat suka menguasai dan memerintah. Manusia seni memiliki sifat suka keindahan dan memiliki perasaan halus. Manusia agama memiliki sifat suka mengabdi dan taat melaksanakan ibadah. 3. Inteligensi Inteligensi adalah kemampuan yang bersifat umum untuk mengadakan penyesuaian terhadap suatu situasi atau masalah. Kemampuan yang bersifat umum tersebut meliputi berbagai jenis kemampuan psikis seperti abstrak, berpikir mekanis, matematis, memahami, mengingat, berbahasa dan lain sebagainya. Kemampuan umum atau inteligensi seseorang dapat diketahui secara tepat dengan menggunakan tes inteligensi. Di sekolah yang tidak memiliki tes inteligensi nilai rata-rata raport murid dapat sebagai penggantinya karena nilai raport sebagai gambaran tentang kecerdasan umum setiap anak didik. Melalui rapor dapat diketahui tingkat kecerdasan anak dibandingkan dengan teman-temannya yang lain. Untuk mengetahui tingkat inteligensi seseorang secara pasti harus menggunakan tes yang standar. 4. Bakat Bakat adalah kemampuan khusus yang menonjol di antara berbagai jenis yang dimiliki seseorang. Kemampuan khusus itu biasanya berbentuk keterampilan atau sesuatu bidang ilmu misalnya kemampuan khusus dalam bidang seni musik,

87


suara, olah raga, matematika, bahasa, ekonomi, teknik, keguruan, social, agama dan lain sebagainya. Seseorang umumnya memiliki bakat tertentu terdiri dari satu atau lebih kemampuan khusus yang menonjol dari bidang lainnya. Tetapi ada juga orang yang tidak meiliki bakat sama sekali, artinya dalam semua bidang ilmu dan keterampilan seseorang tersebut lemah. Ada pula sebagian orang memiliki baker serba ada atau hampir semua bidang ilmu dan keterampilan dia mampu dan menonjol. Orang tersebut tergolong istimewa dan sanggup hidup di mana saja. Bakat sebagaimana halnya inteligensi merupakan warisan dari orang tua, nenek dan kakek dari pihak bapak dan ibu. Warisan dapat dipupuk dan dikembangkan dengan bermacam cara terutama dengan latihan dan dukungan dana yang memadai. Seseorang yang memiliki bakat tertentu sejak kecil tetapi tidak memperoleh kesempatan untuk mengembangkannya disebabkan tidak ada dana untuk latihan maka bakatnya tidak dapat berkembang. Di sekolah para guru dapat mengetahui apakah muridnya memiliki bakat atau tidak dengan melihat nilai raportya. Bila anak memiliki nilai yang istimewa (9-10) dalam suatu mata pelajaran tertentu berarti anak memiliki bakat pada mata pelajaran tersebut. Untuk mengetahui bakat seseorang secara pasti dapat digunakan dengan tes bakat sebagai berikut: a. Tes Bakat DAT (Differential Aptitude Test). Tes ini mengukur berbagai aspek kemampuan seseorang yaitu: kemampuan verbal (bahasa), kemampuan berhitung (matematika), berpikir abstrak, hubungan ruang, kemampuan mekanis, kecepatan dan ketelitian. b. Tes Bakat GATB (General Apility Test Bateray). Tes ini mengukur kemampuan sebagai berikut: kemampuan verbal, penguasaan bilangan, penguasaan ruang, pengamatan bentuk, pengenalan tulisan dan koordinasi gerak. 5. Penyakit Atau Cacat Tubuh Beberapa jenis peyakit atau cacat tubuh ada yang berasal dari turunan seperti peyakit kebutaan, saraf dan luka tak mau kering. Peyakit yang dibawa sejak lahir akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani anak didik.

88


B. Lingkungan Lingkungan mencakup segala material dan stimulus di dalam dan di luar diri individu baik yang bersifat fisiologis, psikologis, maupun social-kultural. Dengan demikian lingkungan dapat diartikan secara fisiologis, secara psikologis, dan secara sosio-kultural. Secara fisiologis lingkungan meliputi segala kondisi dan material jasmaniah di dalam tubuh seperti gizi, vitamin, air, zat asam, suhu, sistem saraf, peredaran darah, pernapasan, pencernaan makanan, kelenjer-kelenjar indoktrin, sel-sel pertumbuhan dan kesehatan jasmani. Secara psikologis lingkungan mencakup segenap stimulasi yang diterima oleh individu mulai sejak dalam konsesi, kelahiran sampai matinya. Stimulasi itu misalnya berupa sifat-sifat “genes� interaksi genes, selera, keinginan, perasaan, tujuan-tujuan, minat, kebutuhan, kemauan, emosi, dan kapasitas intelektual. Secara sosio-kultural lingkungan

mencakup

segenap

stimulasi,

interaksi

dan

kondisi

dalam

hubungannya dengan perlakuan ataupun karya orang lain. Pola hidup keluarga, pergaulan kelompok, pola hidup masyarakat, latihan, belajar, pendidikan, bimbingan adalah termasuk sebagai lingkungan ini. Lingkungan sangat berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan anak didik. Lingkungan adalah keluarga yang mengasuh dan membesarkan anak, sekolah tempat mendidik, masyarakat tempat anak bergaul juga bermain sehari hari dan keadaan alam sekitar dengan iklim, flora dan faunanya. Besar kecilnya pengaruh lingkungan terhadap pertumbuhan dan perkembangannya tergantung kepada keadaan lingkungan anak itu serta jasmani dan rohaninya. 1. Keluarga Keluarga adalah lingkungan pertama tempat mengasuh dan membesarkan anak didik sangat berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut. Keadaan ekonomi rumah tangga serta tingkat kemampuan orang tua juga sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan jasmani anak. Sementara tingkat pendidikan orang tua juga berpengaruh terhadap perkembangan rohaniah anak terutama kepribadian dan kemajuan pendidikannya. Anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang berada umumnya akan menghasilkan anak yang sehat dan

89


cepat pertumbuhan badannya bila dibandingkan dengan anak dari keluarga berpendidikan akan menghasilkan anak yang berpendidikan pula. 2. Sekolah Sekolah merupakan salah satu factor yang turut berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak terutama untuk kecerdasannya. Anak yan g tidak pernah mengenyam pendidikan di sekolah akan ketinggalan dalam berbagai hal termasuk masalah pendidikan dan pengajaran. Sekolah sangat berperan dalam meningkatkan pola piker anak karena di sekolah mereka dapat belajar bermacammacam ilmu pengetahuan dan dapat berinteraksi dengan semua orang yang ada di dalam sekolah tersebut. Tinggi rendahnya pendidikan dan jenis sekolahnya turut menentukan pola piker serta kepribadian anak. Anak yang memasuki sekolah umum berbeda kepribadiannya dengan anak yang memasuki sekolah kejuruan, anak yang tamat dari sekolah tinggi akan berbeda pola pikirnya dengan orang yang tidak pernah bersekolah. 3. Masyarakat Masyarakat adalah lingkungan tempat tinggal anak tempat mereka bergaul dan mengekspresikan diri dengan berbagai macam keterampilan dan permainan. Masyarakat sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan anak didik baik jasmani maupun rohaniah mereka. Anak yang dibesarkan di tengah masyarakat kota berbeda pola pikirnya dengan anak yang dibesarkan di tengah masyarakat pedesaan. Anak kota biasanya lebih bersikap dinamis dan aktif bila dibandingkan dengan anak desa yang bersikap statis dan lamban. Anak kota lebih berani mengemukakan pendapatnya, ramah dan luwes sikapnya dalam pergaulan sehari hari. Sementara anak desa umumnya kurang berani mengeluarkan pendapat, agak penakut, pemalu, dan kaku dalam pergaulan. 4. Keadaan alam sekitar Keadaan alam sekitar tempat anak tinggal juga berpengaruh bagi pertumbuhan dan perkembangan anak didik. Keadaan alam sekitar adalah lokasi di mana anak bertempat tinggal di desa atau di kota, tepi pantai atau pegunungan, desa terpencil atau dekat kota. Anak desa senang dengan lagu irama yang sedih sementara anak kota menyukai lagu berirama lincah dan gembira. Perbedaan pola

90


kejiwaan di atas adalah akibat pengaruh keadaan alam yang berbeda antara desa dengan kota. Keadaan alam yang berbeda akan berpengaruh terhadap perkembangan pola piker atau kejiwaan anak.

C. Macam-Macam Lingkungan Menurut Sertain lingkungan itu dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu, (1) lingkungan alam atau luar, (2) lingkungan dalam, (3) lingkungan social atau masyarakat. Yang dimaksud dengan lingkungan alam atau luar ialah segala sesuatu yang ada dalam dunia ini yang bukan manusia, seperti rumah, tumbuhtumbuhan, air, iklim, hewan, dan sebagainya. Sedangkan lingkungan dalam adalah segala sesuatu yang termasuk lingkungan luar atau alam. Akan tetapi makanan yang sudah di dalam perut kita katakana berada antara eksternal dan internal environment kita. Karena makanan yang sudah ada dalam perut itu sudah atau sedang dalam pencernaan dan peresapan ke dalam pembuluh-pembuluh dalam. Makanan dan air yang telah berada dalam pembuluh-pembuluh darah atau di dalam cairan limpa, mereka mempengaruhi tiap-tiap sel di dalam tubuh dan benar-benar termasuk ke dalam internal environment atau lingkungan dalam. Yang dimaksudkan dengan lingkungan social ialah semua orang atau manusia lain yang mempengaruhi kita. Pengaruh lingkungan social itu ada yang kita terima secara langsung dan ada yang tidak langsung. Pengaruh secara langsung seperti dalam pergaulan sehari hari dengan orang lain, dengan keluarga kita, kawan sekolah, sepekerjaan dan sebagainya. Yang tidak langsung melalui radio dan televise, dengan membaca buku-buku, majalah-majalah, surat kabar dan sebagainya dengan berbagai cara yang lain. Masing-masing dari kita terutama dalam hal kepribadian adalah hasil dari interaksi dari gen-gen dan lingkungan social, karena interaksi ini maka manusia menjadi unik yang memiliki kepribadian sendiri-sendiri yang berbeda satu sama lainnya. Jika individu memiliki beberapa gen yang sama atau bersamaan lingkungan sosialnya, interaksi itu menghasilkan perbedaan yang luas dalam personality. Anak kembar (siblings) yang memeliki lingkungan social yang sama dan beberapa gen yang bersamaan, serta anak kembar satu telur (indentialtwins) yang memeliki heredity yang sama dan

91


lingkungan social yang berbeda-beda, kepribadiannya menunjukkan perbedaanperbedaan yang nyata. Bagaimana pengaruh hereditas atau warisan dan lingkungan terhadap pertumbuhan manusia? Ada beberapa penemuan sebagai berikut: 1. Penemuan dari Abbot Gregor Mendel (1857) Mendel mengadakan perkawinan silang antara kacang yang berbunga putih dengan kacang yang berbunga merah. Ketika Mendel mengawinkan antara kacang yang berbunga merah dengan kacang yang berbunga putih ia menemukan apa yang disebut sebagai “element� yang amat kecil sehungga tak dapat diraba. Elemen itulah yang dapat menghasilkan perubahan warna pada kacang silang (hasil perkawinan). Dalam eksperimennya itu Mendel mengadakan tiga tahap pengamatan. Tahap pertama terhadap ratusan tanaman kacangnya, ia mengadakan perkawinan antara kacang yang berbunga putih dengan kacang yang berbunga merah. Hasilnya adalah tumbuh serupa dengan bunga merah semua. Generasi kedua pada kacang tersebut tidak ada yang berbunga putih. Apakah pengarug elements pada kacang yang berbunga putih hilang? Jawabannya tidak ini terbukti dari hasil pengamatan Mendel tahap berikutnya. Tahap kedua Mendel mengawinkan sepasang tanaman kacang generasi kedua hasil perkawinan pertama tadi yang bunganya sama-sama berwarna merah. Hasil perkawinan ini adalah kacang generasi ketiga dengan bunga-bunga yang berseling warna yaitu tiga diantaranya empat bunga warna merah, sedangkan satu diantara empat bunga ternyata berwarna putih seperti warna bunga putih pada kacang kakek moyangnya. Ini berarti bahwa pengaruh element putih tersembunyi selama dalam generasi sebelumnya. Tahap ketiga Mendel melanjutkan eksperimen di atas, semula mengamati warna keempat bunga pada kacang generasi ketiga tersebut di atas. Meskipun pada tiga warna merah tersebut seolah sama, namun ternyata hanya satu diantaranya yang benar-benar berwarna merah seperti warna merah bunga nenek moyangnya. Dan apabila diantara bunga merah persis dengan merahnya warna bunga nenek moyang dikawinkan menghasilkan kacang yang semua bunganya berwarna merah saja. Apabila lebih lanjut diadakan perkawinan antara kacang

92


berbunga merah yaitu pada kacang generasi keempat ini, hasilnya muncul di antara bunga-bunga yang berwarna merah yaitu bunga berwarna putih, seputih warna bunga kakek moyangnya. 2. Penemuan dari Profesor Thomas Hunt Morgan (1907) Pada tahun 1907 ia mengadakan eksperimen terhadap berates-ratus ekor lalat “Drosophila” yang dipeliharnya. Pada umur 12 hari lalat-lalat siap bertelur. Dua belas hari kemudian masing-masing lalat betina menghasilkan tiga ratus anak keturunan. Dari permulaan seekor lalat dalam tempo 2 tahun telah menurunkan 60 generasi lalat. Dalam pengamatan Morgan terhadap pertumbuhan lalatnya diperoleh kesan bahwa hukum Mendel memang berlaku dalam kasus pertumbuhan lalat tersebut, akan tetapi mekanisme hereditas yang terjadi tidaklah sesederhana apa yang telah dikemukakan Mendel. Morgan mengamati adanya berbagai bentuk kegiatan “gene”. Banyak kegiatan gene yang sangat rumet, dan disamping itu terdapat banyak factor lingkungan yang mempengaruhi “genes” tersebut. 3. Proses hereditas dalam pertumbuhan Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari proses hereditas adalah sebagai berikut: a. Sifat-sifat pribadi manusia pada umunya tergantung pada pengaruh kombinasikombinasi “genes”. b. Sel-sel benih dari masing-masing orang tua (ayah dan ibu) berisikan bermacam-macam kombinasi “genes” sebagai akibat dari adanya pembiakan sel-sel. c. Sel-sel dari ayah dan sel-sel dari ibu bertemu dan berinteraksi menghasilkan organism baru yang membentuk berbagai macam kombinasi “genes” pada anak keturunannya. Dengan adanya kenyataan tersebut berarti tidak akan dapat kita jumpai kesamaan hereditas pada manusia kakak beradik padahal mereka adalah bersaudara kandung. Bahkan kita tidak dapat menemukan kesamaan hereditas pada manusia bersaudara kembar sekalipun. Ada dua macam anak kembar masing-masing yaitu (1) Fraternal twins yaitu saudara kembar yang tumbuh dari

93


sel-sel telur yang berbeda, (2) identical twins yaitu saudara kembar yang tumbuh dari satu sel telur saja. Jadi penentuan jenis saudara kembar tidak berdasarkan atas cara lahirnya, misalnya lahir bersamaan ataukah berselisih watu. Atas dasar perbedaan itu maka kemiripannya akan lebih dekat pada “{identical twins” (kembar fraternal). Pada individu yang kembar identik karena tumbuh dari satu sel telur maka di dalamnya tubuhnya terdapat set “genes” yang sama, dengan demikian si kembar ini lebih merupakan duplikat sempurna. Meskipun demikian pada si kembar identikpun masih dapat dijumpai adanya perbedaan hereditas akibat adanya perbedaan struktur seluler serta pertumbuhan. Gambaran yang paling sederhana mengenai mekanisme hereditas adalah adanya interaksi factor-faktor yang terkandung di dalam sepasang “genes”. 4. Pengaruh lingkungan terhadap pertumbuhan Tidak semua perubahan yang terjadi pada sel-sel tubuh kita adalah sematamata sebagai mekanisme hereditas. Kromoson-kromosan yang terdapat di dalam sel-sel “germ” tidak dipengaruhi oleh setiap perubahan yang terjadi pada sel-sel tubuh. Lingkungan sangat besar artinya bagi setiap pertumbuhan fisik. Sejak individu berada dalam konsepsi lingkungan telah ikut memberi andil bagi proses pertumbuhan atau pembuahan. Suhu, makanan, keadaan gizi, vitamin, mineral, kesehatan jasmani, aktivitas dan sebagainya sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan. Klasifikasi tingkah laku manusia dapat dibagi menjadi: a. Insting, aktivitas yang hanya menuruti kodrat dan tidak melalui belajar. b. Habits, kebiasaan yang dihasilkan dari latihan atau aktivitas yang berulangulang. c. Native behavior, tingkah laku pembawaan mengikuti mekanisme hereditas. d. Acquired behavior, tingkah laku yang didapat sebagai hasil belajar. Semua jenis tingkah laku di atas dipengaruhi oleh hereditas dan lingkungan. Antara hereditas dan lingkungan terjadi hubungan atau interaksi yang saling mempengaruhi satu sama lainnya. Setiap factor hereditas beroperasi dengan cara yang berbeda-beda pula. Selain dengan interaksi hubungan antara hereditas dan lingkungan dapat pula digambarkan sebagai “additive contribution”. Menurut

94


pandangan ini hereditas dan lingkungan sama-sama menyumbang bagi pertumbuhan dan perkembangan fisiologis dan bahkan juga tingkah laku individu.

D. Pengaruh Hereditas Dan Lingkungan Terhadap Perkembangan Individu. Setiap perkembangan pribadi seseorang merupakan hasil interaksi antara hereditas dan lingkungan. Pengaruh hereditas berasal dari kombinasi-kombinasi “genes”. Genes adalah molekul-molekul protein submikroskopis yang terdapat di dalam sel-sel “germ”. Dengan cara tertentu genes membentuk kromosomkromosom. Kombinasi dan perubahan genes sangat kompleks dan unik bagi masing-masing individu itulah yang menentukan hereditas masing-masing individu. Individu dan perkembangannya adalah produk dari hereditas dan lingkungan. Hereditas dan lingkungan sama-sama berperan penting bagi perkembangan individu. Dengan adanya saling ketergantungan antara hereditas dan lingkungan hal ini menimbulkan permasalahan yang pelik bagi para sarjana. Dengan meneliti seseorang secara langsung mereka tidak dapat mengamati dominasi pengaruh hereditas dan lingkungan terhadap warna rambut, warna kulit, bentuk tengkorak atau intelegensi seseorang itu. Penelitian baru berhasil apabila meneliti sekurang-kurangnya dua orang dengan latar belakang pengalaman dan pengalaman-pengalaman mereka.

Jadi jelaslah bahwa ada hubungan dan

pengaruh hereditas dan lingkungan terhadap pertumbuhan dan perkembangan individu. Hubungan dan pengaruh itu adalah: 1. Dalam bidang pertumbuhan dan perkembangan fisik: -

Sumbangan hereditas: tinggi, bentuk, kerangka, dan struktur badan disebabkan oleh pertumbuhan atau potensi-potensi atau sifat-sifat dalam “genes”, struktur dari system syaraf juga dibentuk oleh pertumbuhan genetis. Batas-batas perkembangan fungsi-fungsi sensoris dan motoris juga ditentukan oleh pertumbuhan genetis dan batas-batas perkembagan itu sangat bervariasi. Dengan demikian perbedaan skill motorik dan kemampuan-kemampuan stletik pada anak dan orang dewasa kebanyakan disebabkan oleh hereditas.

95


-

Sumbangan lingkungan: segenap pengaruh hereditas itu dapat diganggu oleh lingkungan yang abnormal. Terlebih-lebih kesehatan jasmaniah dan kehidupan itu sendiri tergantung pada baik tidaknya pemeliharaan. Karena itu pemeliharaan kesehatan, pemenuhan gizi dan vitamin adalah penting karena kelemahan dan kekurangan kondisi lingkungan sangat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tubuh.

2. Dalam bidang pertumbuhan dan perkembangan mental: -

Sumbangan hereditas: bukti-bukti menunjukkan bahwa anak yang lahir dengan berbagai kapasitas mental, dengan berbagai potensi music, melukis, menyanyi, menukang, berpidato,

dan sebagainya dalam batas tertentu

adalah tumbuh dan berkembangan secara genetis, ini berarti hereditas berperan penting. -

Sumbangan lingkungan: lingkungan-lingkungan yang baik dibutuhkan untuk mengembangkan kapasitas mental pada taraf yang diharapkan.

3. Dalam bidang kesehatan mental dan emosi serta kepribadian: -

Sumbangan hereditas: walaupun bidang lingkungan ini sangat berpengaruh namun manusia dilahirkan dengan struktur jasmani seperti system, saraf, kelenjar-kelenjar dan organ yang semua itu menentukan stabilitas emosi serta membedakan kapitas mental, maka kesehatan mental dan emosi lebih banyak dipengaruhi oleh hereditas.

-

Sumbangan lingkungan: apabila anak-anak yang berasal dari lingkungan rumah yang sehat dengan Susana keluarga yang penuh kasih saying dan penuh dorongan bagi mereka, maka besar kemungkinan anak itu akan memiliki sehatan mental dan emosi yang baik. Orang-orang yang hidup dilingkungan yang protektif dan membatasi tingkah laku mereka, maka lebih cenderung mengidap penyakit mental dan emosional dari mereka yang hidup dalam lingkungan yang wajar dan menekan.

4. Dalam hal sikap-sikap, keyakinan dan nilai-nilai: -

Sumbangan hereditas: posisi dan pandangan hidup sangat banyak terrgantung kepada kapasitas-kapasitas pribadi yang dalam batas tertentu adalah diwariskan. Sikap, keyakinan dan nilai-nilai dipengaruhi oleh posisi

96


atau pandangan hidup seseorang. Karena itu secara tidak langsung hereditas mempengaruhi sikap, keyakinan dan nilai-nilai yang dianut oleh seseorang. -

Sumbangan

lingkungan: sikap, keyakinan, nilai-nilai itu kebanyakan

berkembang dari kultur dimana seseorang dilahirkan yang kemudian sangat dipengaruhi oleh ego, pribadi, dan belajar. Karena itu lingkungan ikut membentuk sikap, keyakinan dan nilai-nilai yang dianut oleh individu.

97


BAB VIII PENGELOLAAN KELAS

A. PENTINGNYA PENGELOLAAN KELAS Pengelolaan kelas adalah inti dari suatu organisasi yang efektif. Seorang manajemer yang efektif adalah seseorang yang mengoordisasi dan menyusun kegiatan untuk menemukan tujuan dan sasaran khusus. Tanpa pengelolaan dan pengaturan yang efektif, maka proses belajar terganggu. Guru membutuhkan keterampilan yang sama seperti ahli teknik atau direktur sebuah stasiun televisi. 1. Definisi Pengelolaan kelas Berdasarkan penelitian Edmund, Emmer, dan Carolyn Evertson (1981), pengelolaan kelas didefinisikan seperti berikut: 1) Tingkah laku guru yang dapat menghasilkan prestasi siswa yang tinggi karena keterlibatan siswa dikelas. 2) Tingkah laku siswa yang tidak banyak mengganggu guru dan siswa lain. 3) Menggunakan waktu belajar yang efisien. Definisi ini mempunyai tiga komponen yang jelas yang mencakup pokokpokok penting yang sesuai isi dengan nomor 1, 2, dan 3. a. Keterlibatan Siswa secara aktif Definisi ini menekankan kebutuhan akan aktivitas guru untuk melibatkan siswa dalam proses belajar. Siswa yang yang aktif belajar hanya mempunyai kesempatan sedikit untuk tidak mengerjakan tugas atau tingkah laku menyimpang. b. Sedikit Gangguan Pengelolaan kelas memusatkan perhatian akan kebutuhan untuk menciptakan lingkungan yang teratur untuk belajar. Guru tidak berhenti mengajar dan siswa juga tidak berhenti belajar. Seorang guru membutuhkan rencana kerja untuk mengelola kelas, tetapi apapun rencana akan terputus jika guru tidak konsisten. Tingkah laku yang menggangu akan lebih baik

98


dihentikan atau diakhiri secepat mungkin. Masalah disiplin terjadi hanya ketika strategi pencegahan gagal atau jika guru tidak berada ditempat. c. Penggunaan Waktu belajar yang efisien Adalah dengan menekankan kebutuhan akan penggunaan waktu seefisien mungkin dalam pengajaran. Pendekatan yang efisien untuk memaksimalkan penggunaan waktu meliputi prosedur. 2. Prespektif Pengelolaan Kelas a. Perspektif Sejarah Perlu kita ketahui bahwa sifat-sifat seorang guru dapat mempengaruhi tingkah laku siswa secara positif maupun secara negative. Berikut adalah sifatsifat guru yang diharapkan siswa: a)

Sikap tenang,guru yang tenang membuat siswa tidak stress

b)

Teguh dan tegas,siswa menaruh hormat terhadap guru yang teguh pendirian dan tegas bertindak.

c)

Rajin dan kuat, guru yang rajin dan semangat untuk bekerja akan menjalar pada siswanya.

d)

Gembira, guru yang gembira dan semangat akan menghasilkan kerja yang memuaskan.

e)

Simpati,

f)

Hangat, guru yang lembut dan menghargai siswanya akan tampak ketika berhubungan dengan siswa.

g)

Waspada, hanya sedikit terpengaruh jika terjadi sesuatu yang hilang dari perhatiannya.

h)

Terbuka dan adil. Siswa akan lebih bersedia menerima hukuman jika mereka tahu dan percaya bahwa guru mereka memperlakukan siswa dengan adil.

i)

Sikap terhadap kesalahan. Guru sebaiknya toleran terhadap kesalahan yang dibuat siswa.

j)

Aturan, system, dan kerapian. Aturan, system, dan kerapian pada guru akan tercermin pula pada siswanya.

99


k)

Kompeten. Guru yang dalam mengajar berpengaruh besar pada tugas-tugas siswa. Sebaliknya ada beberapa sifat-sifat guru yang tidak diharapkan siswa.

Yaitu sebagai berikut: a)

Tidak cukup bekerja sama dengan siswa.

b)

Tidak tegas pada waktu memulai

c)

Tidak mempunyai system perencanaan untuk mengubah kegiatan mengajar.

d)

Memberikan pengarahan dan perintah yang tidak perlu.

e)

Ancaman

f)

Cacian, penggunaan sindiran tajam, dan julukan

g)

Memberikan pekerjaan rumah sebagai hukuman

h)

Menghukum satu kelompok karena membela seorang induvidu.

b. Perspektif Psikologi Dua teori psikologi yang paling umum berhubungan dengan pengaturan kelas berdasarkan teori Skinner dan Rogers. Reinforcement , menggambarkan tingkah laku manusia sebagai hasil dari lingkungan. Jika lingkungan dapat dikontrol melalui reinforcement, maka tingkah laku manusia dapat dibentuk dan diubah. c. Mengatur Aturan Seorang guru yang efektif menetapkan beberapa aturan-aturan pokok (paling sedikit lima) dan prosedur yang dibutuhkan untuk kelas supaya berfungsi efektif, aturan kelas dibutuhkan untuk memberikan kesempatan yang sama pada setiap siswa untuk belajar. Aturan yang ditetapkan guru harus dinyatakan secara positif, peraturan seharusnya ditempatkan pada papan yang dapat dilihat oleh semua siswa. Tanpa memandang prosedur yang digunakan dalam menetapkan aturan kelas, kunci untuk menentukan aturan adalah kemampuan guru untuk mengajar dan kemudian mempraktikkan aturan-aturan tersebut dengan siswa ketika dia mengajar.

100


d. Konsekuen Guru mempunyai keterbatasan-keterbatasan dalam memberikan beberapa konsekuen untuk tingkah laku siswa yang tidak tepat. Konsukuen yang paling umum untuk tingkah laku siswa yang tidak tepat meliputi penggunaan teguran secara verbal, menambah pekerjaan rumah, penahanan untuk beberapa waktu, atau hukuman badaniah. Peraturan dan konsekuen harus diterapkan sama pada semua siswa di kelas. Suatu rencana pengelolaan kelas harus dikirim kerumah untuk diketahui orang tua. Keterlibatan orang tua pada awal masuk sekolah pada pengalaman kami adalah unsur yang penting dalam pengelolaan kelas yang sukses. e. Penguatan Hadiah (reward). Sudah-sudah bertahun-tahun guru menggunakan beberapa metode untuk memperkuat atau memberikan hadiah terhadap tingkah laku siswa yang tepat.

3. Komunikasi Pengajaran adalah lebih dari sekedar memberikan informasi pada sekelompok siswa. Tugas guru adalah menciptakan suasana kelas yang kondusif untuk mengajar dan belajar. a. Harapan-Harapan Siswa juga mempunyai harapan terhadap lingkungan sekolah, dari hasil penelitian diketahui bahwa siswa mempunyai persepsi terhadap masalah lingkungan sekolah, organisasi kelas, dan terhadap disiplin sekolah. Berikut daftar dari suatu survey terhadap pengelola kelas yang diadaptasikan dari Rick Curvin dan Barbara Fuhrmann(1987). Item sebagian besar dikutib oleh guruguru SD dan SMP yang meliputi tujuan, respek, ketertiban, keterbukaan, keamanan dan perhatian. b. Komunikasi Nonverbal Komunikasi nonverbal artinya dengan kuat mengirimkan informasi kepada siswa. Interaksi nonverbal, Interaksi guru dan siswa ada pada tingkat verbal dan

101


nonverbal. Pengaturan nonverbal, guru dapat menggunakan 3 kunci strategi manapun pada tingkat apapun untuk menghentikan tingkah laku 1) Kedekatan fisik. 2) Kontak mata 3) Sikap diam Komunikasi verbal dan nonverbal adalah penting dalam proses belajarmengajar yang sukses. Kesan siswa dimulai dari komunikasi yang terjadi di tiaptiap kelas. Mengembangkan pola komunikasi mulai hari pertama dilanjutkan sampai akhir tahun.

B. MEMUSATKAN PERHATIAN PADA TINGKAH LAKU POSITIF Untuk memperkuat tingkah laku adalah dengan memperkuat seperti memberikan hadiah, memuji apakah tingkah laku mengeja kata dengan benar atau memukul bola. Suatu perbuatan seseorang diikuti oleh konsekuen-konsekuen yang menyenangkan (reinforced), akan diulang pada situasi yang hampir sama pada waktu yang akan datang. Teknik ini kelihatannya cukup mudah untuk dilakukan, tetapi kenyataannya memerlukan usaha keras. Tingkah laku yang menyimpang mudah diketahui, sedangkan tingkah laku yang positif sering diabaikan. Masalah tingkah laku adalah jelas masalah setiap orang, seperti siswa yang mengerjakan tugas dengan diam tidak selalu ingin menarik perhatian guru. Kita khawatir bahwa mengabaikan tingkah laku menyimpang mungkin mendorong siswa lain untuk melanggar aturan atau kita takut untuk mengabaikan pelanggaran walaupun pelanggaran itu kecil, sehingga waktunya habis bagi guru untuk menghentikan tingkah laku siswa. Tetapi jika kita mempertimbangkan kemungkinan dampak pujian guru, pujian itu mungkin berharga sebagai usaha tambahan yang dibutuhkan untuk mengurangi tingkah laku menyimpang. Bagaimanapun juga, ada beberapa peringatai. Secara sederhana membagibagi pujian tidak akan memperbaiki tingkah laku. Untuk menjadi efektif pujian harus tergantung pada tingkah laku yang diperkuat, secara khusus tingkah laku

102


yang diperkuat harus jelas, dan dipercaya. Dengan kata lain pujian harus jujur sehingga siswa mengerti apa yang mereka lakukan.

C. MASALAH WAKTU DALAM PENGAJARAN Waktu untuk mengerjakan tugas (Engaged Time or Time on-Task) adalah waktu ketika induvidu betul-betul menghabiskan waktu untuk mengerjakan tugas yang diberikan guru waktu mengerjakan tugas bagi setiap siswa berbeda tergantung pada minat, perhatian, dan kesediaan siswa melakukan tugas. Dalam satu kelas dimana terjadi momentum yang baik, yaitu ketika siswa selalu mempunyai sesuatu yang dilakukan, mulai saat kerja sampai tugas selesai tanpa ada satupun interupsi. Contoh, seorang siswa sedang menulis suatu karangan tiba-tiba terdengar ketukan pintu, akibatnya akan membuyarkan konsentrasi siswa tersebut. Beberapa hal yang perlu diketahui guru dalam hal waktu mengerjakan tugas antara lain sebagai berikut: 1. Smoothess adalah urutan pelajaran yang baik dan mencoba menghindari loncatan-loncatan dari satu topic ketopik yang lain atau dari pelajaran satu kepelajaran yang lain. Contoh: seorang guru sedang mengerjakan peredaran darah manusia tiba-tiba berhenti pada akuarium yang ditaruh pada meja belakang ini menggambarkan bagaimana smoothess dan momentum berhubungan, ini tidak mungkin membuat siswa-siswa lain menaruh perhatian lagi pada pelajaran semula. 2. Transitions adalah mengatur satu aktifitas lain seperti mata pelajaran satu kemata pelajaran lain atau satu pelajaran kejam istirahat. Ada 3 peraturan dalam mengatur transitions: a.

Ketika membuat transitions guru hendaknya memberikan tanda yang jelas sehingga siswa dapat merespon. Di SD guru menggunakan bel untuk menunjukkan bahwa siswa harus segera diam dan mendengarkan perintah.

b.

Sebelum transitions dibuat siswa harus betul-betul yakin apa yang akan mereka lakukan jika tanda diberikan. Contohnya seorang guru mengatakan,

103


jika saya mengatakan siap buka kamus bahasa inggris kalian sekarang kita lihat halaman 67, kita cari kata depose dan demonstrate kemudian guru mengecek apakah semua telah melakukan tugasnya dengan benar atau belum. c.

Membuat transitions seketika secara bersama-sama. Contoh : perhatikan anak-anak, saya ingin kamu semua membersihkan meja praktikmu untuk bersiap-siap pulang secepat dan setenang mungkin. saya lihat meja tiga sudah bersih dan tenang meja tiga silahkan keluar dan seterusnya.

d.

Withitness. Adalah cirri lain yang dikemukakan oleh Kounin Withitness menggambarkan perbuatan guru yang menunjukkan bahwa dia tahu apa yang dilakukan siswa. Dengan mempunyai mata dibelakang kepalanya, maka guru dapat melihat kebelakang tanpa menoleh.

e.

Overlapping. Adalah menunjukkan kemampuan guru dalam melakukan interupsi secara diam-diam tanpa menghentikan pelajaran dan siswa lain tidak tahu. Misalnya : seorang guru sedang mengajar pelajaran membaca dan tiba-tiba dia melihat seorang siswa membaca buku lain yang tidak ada hubungan dengan pelajarannya, guru berjalan menuju siswa tersebut dan mengambil buku tersebut kemudian diletakkan dimeja guru. Jadi siswa lain tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.

f.

Mempertahankan kelas atau kelompok untuk memusatkan perhatian selama pelajaran berlangsung.

g.

Mempertahankan kelompok atau kelas untuk tetap penuh perhatian pada tugas-tugas yang diberikan guru. Selama siswa melakukan tugas dikelas, guru harus terlibat dengan mereka. Ini penting untuk monitor kegiatan ini dan mengecek apakah setiap siswa melakukan tugasnya dengan baik.

D. PERATURAN DAN TINGKAH LAKU DI DALAM KELAS 1.

Mengembangkan Sistem Pengelolahan Kelas yang Efektif Evertson dan emmer (1982) menyampaikan tiga pokok penting dalam

mengembangkan system pengelolahan kelas yang efektif yaitu merencanakan pelajaran yang akan diberikan kepada siswa sebelum tahun ajaran baru, mengatur

104


mata pelajaran selama beberapa minggu pertama dan mengembangkan perilaku yang diperlukan untuk melaksanakan dan mengatur system dalam setahun. 2. Rencana Sebelum dimulai Ajaran Baru Fase membuat perencanaan mengatur kelas meliputi 3 langkah yaitu menentukan tingkah laku siswa yang diharapkan, menerapkan harapan-harapan kedalam prosedur dan aturan-aturan, dan mengindetifikasikan konsekuenkonsekuen. a. Menentukan tingkah laku siswa yang diharapkan aspek penting dari Langkah ini adalah menentukan bagaimana guru ingin mengatur kelasnya. Guru harus berpikir harapan-harapan apa yang dia inginkan sebelum masuk sekolah. Catat prosedur mengatur kelas yang efeltif ketika observasi dikelas dan pengalaman selama mengajar siswanya, sehingga dalam membuat keputusan yang lebih baik. Contoh: memberituhukan kelas supaya mendengarkan dengan tenang ketika informasi sedang disampaikan guru akan berbeda dengan memberi tahu supaya siswa bertingkah laku yang baik dalam diskusi kelompok. b. Menerapkan harapan-harapan kedalam prosedur dan aturan-aturan. Setelah guru mengindetifikasikan harapan-harapannya, guru harus menerapkan harapan-harapan itu kedalam prosedur dan aturan-aturan, beberapa aturan dasar dimana guru dapat memodifikasinya kedalam tingkat kelas yang berbeda. a) Acungkan tanganmu sebelum bertanya b) Dengarkan baik-baik petunjuk guru c) Bekerja samalah dengan temanmu sebelum bertanya c. Mengidentifikasikan konsekuen-konsekuen Tujuan dari langkah ini adalah mendiskusikan dengan siswa-siswa mengenai konsekuensi-konsekuensi terhadap prosedur dan aturan-aturan yang dibuat untuk kelas yang diabaikan dan dilalaikan. 3. Kegiatan Pada Tahun Ajaran Baru Tahun ajaran baru adalah penting karena guru dapat merumuskan system aturan-aturan dan satu prosedur-prosedur dan siswa dapat mengembangkan

105


harapan-harapan tentang tingkah laku mereka dikelas. Evertson dan emmer menyarankan prosedur berikut ini untuk minggu-minggu pertama masuk kelas. a) Sisipkan beberapa waktu pada hari-hari pertama dikelas untuk membicarakan aturan-aturan. b) Beritahukan pada siswa-siswa mengenai tata cara dalam kelas sesistematis mungkin. c) Beritahukan prosedur seperti yang dibutuhkan oleh siswa-siswa untuk menghadapi aspek-aspek khusus dalam kelas sehari-hari 4.

Mempertahankan system pengelolahan kelas yang efektif sepanjang tahun Setelah aturan-aturan dan prusedur diberikan kepada siswa, guru harus

memonitor. Tujuan memonitor adalah untuk mendeteksi tingkah laku yang tidak tepat, sebelum tingkah laku itu menjadi masalah utama dan untuk menjelaskan kemungkinan terjadi kesalahpahaman pada siswa terhadap apa yang sebetulnya guru harapkan. Evertson dan emmer dalam study mereka melaporkan menejer-menejer yang efektif menggunakan metode yang langsung dan sederhana dalam menghadapi kegagalan mengikuti aturan-aturan dan prosedur. Yaitu sebagai berikut: a) Sampaikan pada siswa untuk berhenti bertingkah laku yang tidak tepat atau tidak baik. b) Buatlah kontak mata dengan siswa sampai siswa kembali bertingkah laku yang baik. c) Ingatkan siswa dengan aturan-aturan yang benar. d) Tanyakan kepada siswa untuk mengidentifikasikan prosedur-prosedur yang benar. e) Jatuhkan konsekuensi atau hukuman terhadap suatu pelanggaran terhadap aturan. f) Mengubah aktivitas.

106


Akhirnya aspek pendekatan evertson dan emmer dalam merumuskan system pengelolaan yang efektif adalah mengembangkan tanggung jawab, fase ini meliputi beberapa tingkah laku penting: a)

Jelaskan tugas-tugas pekerjaan termasuk detail-detail selengkap mungkin, kapan hari terakhir dikumpulkan dan bagaimana prosedur menyusun tugas.

b)

Komunikasi tugas-tugas sehingga tiap siswa tahu secara tepat apa yang harus dilakukan dan bagaimana tugas itu akan dinilai.

c)

Periksa tugas siswa untuk memberikan umpan balik terhadap tugas yang diberikan dan untuk memperbaiki tugas yang akan datang.

d)

Memonitoris pekerjaan siswa selama dikelas dan mengecek secara sistematis.

e)

Berikan umpan balik kepada siswa dengan mengembalikan pekerjaan siswa secepat mungkin. Tanggung jawab yang utama adalah mengkomunikasikan kepada siswa

apa yang betul-betul guru maksudkan. Apa yang guru katakan dan prosedur apa yang telah guru buat untuk dikembangkan pada hari-hari pertama tahun ajaran baru.

E. KEDISIPLINAN Ada beberapa langkah untuk membantu mengembangkan disiplin yang baik didalam kelas, Pertama, Perencanaan Ini meliputi membuat aturan dan prosedur dan menentukan konsekuen untuk aturan yang dilanggar, jauh sebelum siswa datang guru harus mencoba meramalkan organisasi apa yang diperlukan dan menentukan bagaimana merespons masalah yang tak terelakkan. Kedua, mengajar siswa bagaimana mengikuti aturan Artinya mengembangkan pola-pola disiplin yang efektif dan komunikasi yang baik antara guru dan siswa. Ketiga, merespons secara tepat dan konstruktif ketika masalah timbul

107


Misalnya, apa yang akan kita lakukan ketika siswa menentang kita secara terbuka dimuka kelas, ketika seorang siswa menanyakan kita bagaimana menyelesaikan masalah sulit. Disamping pengaturan kelas untuk disiplin guru juga harus mempunyai strategi untukmenghadapi tingkah laku yang tidak diinginkan. Yaitu dengan beberapa cara sebagai berikut: 1. Kepemimpinan dalam kelas Bany dan johson (1985) memisahkan pekerjaan guru dalam tiga pola penting yaitu pengajaran, kepemimpinan, dan penilaian. Walaupun kepemimpinan adalah penting untuk pengajaran yang sukses, tapi pengajaran lebih terlibat dari pada

memimpin.

Dalam

hal

ini

peran

kepemimpinan

yang

mampu

mengembangkan dan memudahkan lingkungan belajaryang positif bagi siswa, dan membantu siswa mendorong dan mengembangkan suatu system hubungan kerja sama, dan guru mampu membantu siswa menghadapi konflik, perubahan dan stress. Disinilah peran penting kepemimpinan guru dalam kelas. 2.

Struktur dan kebebasan Suatu lingkungan kelas yang hangat mendukung dan menerima adalah

penting dalam mengembangkan sikap-sikap belajar siswa. Dalam hal ini antara guru dan siswa saling respek dan menghargai, dan sebaliknya sama-sama dalam melaksanakan aturan-aturan sekolah atau kelas. Tetapi guru adalah pemimpin dalam kelas dan bertanggung jawab untuk kesejahteraan kelas. Disamping itu, struktur yang lebih jelas dan prosedur yang teratur dikelas akan memberikan kebebasan pada guru untuk dapat membiarkan siswa bertindak sesuai aturan yang berlaku. 3. Mengatur tingkah laku yang tidak tepat Suatu rangkaian strategi menghadapi masalah tingkah laku dimulai dari yang paling kecil sampai yang paling besar; a) Pencegahan Masalah tingkah laku dapat dicegah dengan membuat aturan dan prosedur secara jelas, memberikan kesibukan kepada anak-anak dengan memberikan tugastugas dan menggunakan teknik-teknik lain yang efektif untuk mengatur kelas.

108


Misalnya: waktu siswa mengalami kelelahan belajar guru harus bisa memberikan jam istirahat sejenak untuk menenangkan pikiran. b) Isyarat nonverbal Yaitu dengan melakukan kontak langsung dengan siswa dengan cara misalnya, menepuk pundak mereka yang barang kali efektif karena dengan itu pasti siswa merasa kalau apa yang dia lakukan itu salah, isyarat nonverbal sebagai alternative selain dengan teguran atau cercaan verbal yang dapat menyebabkan sakit hati. c) Pujian yang tidak cocok Misalnya: jika siswa sering meninggalkan tempat duduk untuk keluar tanpa ijin, pujilah dia pada kesempatan lain ketika dia melakukan pekerjaan baik. Artinya dengan maksud begitu mampu memberikan kesadaran pada siswa. d) Membetulkan tingkah laku dan pujian pada siswa lain Contoh : jika seorang siswa tetap saja tidak segera melakukan tugasnya, guru dapat mengatakan, saya senang kalian bekerja dengan baik, ana bekerja baik, andi juga, eh kiki juga. Padahal disini kiki lagi main-main belum mulai melakukan tugasnya, pasti disini dia akan sadar tanpa menyinggung tingkah lakunya. e) Memperingatkan secara lisan Jika isyarat nonverbal tidak efektif, peringatan sederhana dengan kata-kata mungkin membantu siswa bertingkah laku tepat dan harus diberikan sesegera mungkin sesudah siswa bertingkah laku tidak tepat, karena apabila menundanya akan membuat tidak efektif lagi. f) Mengingatkan berulang-ulang Jika siswa menolak untuk tunduk atau menurut, guru dapat menggunakan strategi dengan peringatan sederhana atau dengan mencoba mengulang peringatan. Guru harus segera memutuskan apa yang mereka inginkan dari siswa untuk melakukan sesuatu. Sampaikan peringatan itu secar jelas dan kemudian ulangi sampai siswa tunduk.

109


g) Menerapkan konsekuen Langkah ini digunakan apabila langkah sebelumnya tidak efektif, misalnya seorang siswa ditanya maaf tingkah lakumu sudah berlebihan, saya beri pilihan dikeluarkan dari kelas, tetap tinggal dikelas setelah sekolah selesai atau saya panggil orang tuamu. Ini diberikan untuk menjadi pertimbangan dan kesadaran siswa bahwa apa yang ia lakukan itu salah. h) Reinforcement negative Prinsip dasar pendekatan ini adalah memberikan kepada siswa satu alternative, misalnya, andi jika kamu cepat berpakaian, kita segera kerumah nenek. Tingkah laku negative (membuang-buang waktu dikamar) hadapi dengan memusatkan pada tingkah laku positif (berpakaian cepat), untuk itu cukuplah diingat bahwa reinforcement negative maupun positif dapat berguna dalam mengubah tingkah laku yang tidak diinginkan. i) Berlatih positif Suatu strategi untuk membantu siswa dalam mengganti tingkah laku yang satu dengan tingkah laku yang lain. Shapiro (1990) menggunakan prosedur ini dan membinasakannya dengan reinforcement positif untuk memperbaiki ejaan. Misalnya siswa akan diberi hadiah jika kata-kata yang mereka eja benar dan mereka harus berlatih kata-kata yang salah eja dalam berbagai cara (menulis kalimat yang benar, mengeja dan sebagainya).

F.

PROGRAM KHUSUS UNTUK PENGELOLAAN KELAS Dalam beberapa situasi kita ingin menggunakan system reinformasi yang

lebih formal. Ada tiga kemungkinan disini yaitu: 1. Tanggung jawab kelompok Penguatan (reinforcement) dapat didasarkan pada tingkah laku seluruh kelas dengan cara menjumlahkan tingkah laku masing-masing siswa. Misalnya; satu kelas dipisahkan menjadi dua tim. Aturan khusus untuk tingkah laku baik ditetapkan, setiap kali seorang siswa melanggar satu aturan, tim dari siswa itu

110


diberi angka, tim dengan sedikit angka akan menerima hadiah khusus atau hakhak istimewa (istirahat lebih lama). 2. Program token reinforcement Sering sulit untuk mengenal dan memperkuat semua siswa yang pantas. System token reinforcement, penguat sekunder seperti mata uang yang dapat ditukarkan untuk membeli kepuasan primer, dapat membantu menyelesaikan masalah ini dengan membiarkan semua siswa mendapat token untuk pekerjaan akademik dan tingkah laku positif dikelas. Beberapa variasi dimungkinkan dalam membuat program token. Dalam program siswa dilatih untuk menjadi manajer, membagikan token dan membebaskan guru untuk memusatkan pada kegiatan lain. 3. Program kontrak Dalam program kontrak guru menyusun kontrak individu dengan setiap siswa untuk menjelaskan secara tepat apa yang harus siswa lakkukan untuk mendapatkan hak-hak khusus atau hadiah. Artinya dengan adanya program kontrak antara guru dan siswa dengan melalui negoisasi guru kepada siswa untuk mendapatkan kesepakatan antara keduanya. Dengan adanya kontrak ini juga diharapkan siswa termotivasi untuk berlaku positif. Dan siswa harus bisa menerima konsekuensi kontrak dan harus bisa mematuhinya.

111


BAB IX MOTIVASI BELAJAR A. Pengertian Motivasi Banyak pengertian tentang motivasi yang sudah diungkapkan oleh para ahli dengan sudut pandang yang berbeda satu sama lainnya namun intinya sama yakni sebagai suatu pendorong yang mengubah energy dalam diri seseorang ke dalam bentuk aktivitas nyata untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi adalah suatu perubahan energy di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif (perasaan) dan reaksi untuk mencapai tujuan (Oemar Hamalik, 1992: 173). Perubahan energy dalam diri seseorang itu berbentuk suatu aktivitas nyata berupa kegiatan fisik. Karena seseorang memiliki tujuan tertentu dari aktivitasnya maka seseorang mempunyai motivasi yang kuat untuk mencapainya dengan segala upaya yang dapat dia lakukan untuk mencapainya. Dalam proses belajar motivasi sangat diperlukan sebab seseorang yang tidak memiliki motivasi dalam belajar tak akan mungkin melakukan aktivitas belajar, hal ini merupakan pertanda bahwa sesuatu yang akan dikerjakan tidak menyentuh kebutuhannya. Segala sesuatu yang menarik minat orang lain belum tentu menarik minat orang tertentu selama sesuatu itu tidak bersentuhan dengan kebutuhannya. Maslow (1943, 1970) sangat percaya bahwa tingkah laku manusia dibangkitkan dan diarahkan oleh kebutuhan-kebutuhan tertentu seperti kebutuhan fisiologis, rasa aman, rasa cinta, penghargaan, aktualisasi diri, mengetahui dan mengerti dan kebutuhan estetik. Kebutuhan-kebutuhan inilah menurut Maslow yang mampu memotivasi tingkah laku individu, karena itu apa yang seseorang lihat sudah tentu akan membangkitkan minatnya sejauh apa yang dia lihat itu mempunyai hubungan dengan kepentingannya sendiri. Istilah motivasi (motivation) berasal dari perkataan Bahasa Latin, yakni movere yang berarti �menggerakkan� (to move). Mitchell dalam J. Winardi menyebutkan rumusan untuk istilah motivasi adalah: �...motivasi mewakili proses-proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya sikap, diarahkan dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan sukarela (volunter) yang diarahkan kearah tujuan tertentu�. Kapasitas tersebut antara lain meliputi: kemampuan, bakat,

112


keterampilan, latihan, peralatan dan teknologi yang dapat digunakan untuk bekerja. Istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri individu yang menyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat. Pengertian motif menurut Stanford dalam Mangkunegara adalah kecenderungan untuk beraktifitas, dimulai dari dorongan dalam diri dan diakhiri dengan penyesuaian diri. Sedangkan motivasi adalah suatu kondisi yang menggerakkan manusia ke arah satu tujuan tertentu. Motivasi kerja didefinisikan sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja. Berdasarkan pendapat tersebut bahwa motif merupakan suatu dorongan kebutuhan dalam diri guru yang perlu dipenuhi guru agar guru tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungannya, sedangkan motivasi adalah kondisi yang menggerakkan guru agar mampu mencapai tujuan dari motifnya. Pengertian motivasi menurut Siagian, adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang atau anggota organisasi mau dan rela untuk menggerakkan kemampuan dalam bentuk keterampilan atau keahlian, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan sebelumnya. Sedangkan menurut Bafadal mengatakan bahwa motivasi adalah merupakan kemauan untuk mengerjakan sesuatu. Kemudian dikatakan lebih lanjut kemauan tersebut tampak pada usaha seseorang untuk mengerjakan sesuatu. Seseorang yang memiliki motivasi tinggi akan lebih keras berusaha dari pada seseorang yang memiliki motivasi yang rendah. Tetapi motivasi bukanlah perilaku, ia merupakan proses internal yang kompleks yang tidak bisa diamati secara langsung, melainkan bisa dipahami melalui kerasnya usaha seseorang dalam mengerjakan sesuatu. Dari definisi yang diungkapkan Bafadal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah keinginan dan kemauan seseorang untuk mengambil

113


keputusan, bertindak, dan menggunakan seluruh kemampuan psikis, sosial, dan kekuatan fisiknya dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Sedangkan sejumlah teori motivasi, banyak menegaskan bahwa motivasi itu berawal dari kebutuhankebutuhan yang belum terpenuhi, sehingga menimbulkan ketegangan-ketegangan yang mendorong seseorang untuk bertindak. Dengan kata lain, seseorang misalnya guru yang bekerja atau melakukan aktivitas tertentu itu selalu terdorong oleh motif-motif tertentu, yaitu dalam upaya memenuhi kebutuhan dirinya. Motivasi menurut Nitisemito adalah usaha atau kegiatan manajer untuk dapat menimbulkan atau meningkatkan semangat dan kegairahan kerja dari para pekerja-pekerja atau karyawan-karyawannya. Dengan motivasi para pekerja diharapkan semangat dan kegairahan kerja dapat ditingkatkan untuk mendorong agar para pekerja bekerja lebih semangat dan lebih bergairah. Motivasi didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong seseorang untuk berperilaku. Selain itu motivasi juga didefinisikan sebagai keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatankegiatan tertentu guna mencapai tujuan. Motivasi yang ada pada seseorang merupakan kekuatan pendorong yang akan mewujudkan suatu perilaku guna mencapai tujuan kepuasan diri. Sedangkan Zainuddin mengatakan bahwa motivasi adalah suatu konsep yang biasanya diutarakan dengan istilah kebutuhan dan rangsangan. Keduanya seperti kedua sisi mata uang logam. Keduanya saling beriringan satu dengan yang lainnya, selalu ada keterkaitan dan ketergantungannya. Apabila tujuan seseorang yang diidam-idamkannya tidak bisa tercapai maka orang tersebut akan merasa resah, gundah dan runyam. Yang bersangkutan akan memperlihatkan dirinya sebagai seorang yang putus asa atau frustasi. The Liang Gie mengungkapkan pengertian motivasi adalah pekerjaan yang dilakukan seseorang manajer yang memberikan inspirasi, semangat, dan dorongan kepada orang lain (pegawai) untuk mengambil tindakan-tindakan. Pemberian dorongan ini dimaksudkan untuk menggiatkan orang-orang atau pegawai agar mereka bersemangat dan dapat mencapai hasil sebagaimana dikehendaki dari orang tersebut.

114


Motivasi adalah merupakan dorongan dari dalam diri sendiri, dan merupakan latar belakang yang mendasari perilaku individu, serta merupakan hal yang menyebabkan dan menyalurkan keinginan pegawai. Setiap pekerjaan selain membutuhkan keterampilan, intelektual juga membutuhkan motivasi yang cukup pada diri seseorang, sehingga pekerjaan yang dilaksanakan dapat berhasil dengan baik. Dengan demikian motivasi sangat penting dimiliki oleh seseorang guru karena mereka bekerja sama dengan atasan dan mitra kerjanya. Oleh karena itu seorang guru dituntut pengenalan atau pemahaman akan sifat dan karakteristik pekerjaannya, yang merupakan suatu kebutuhan yang dilandasi oleh motiv tertentu. Motivasi merupakan tenaga pendorong yang dilakukan dengan penuh kesadaran untuk bertindak dan biasanya tidak dipengaruhi oleh lingkungan. Sedangkan tindakan merupakan suatu aktivitas anggota tubuh yang dilandasi oleh kesadaran untuk melaksanakan tindakan atau kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya. Motivasi menurut Hasibuan adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang , agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upaya untuk mencapai kepuasan. Definisi lain tentang motivasi mengatakan bahwa:�...motivasi merupakan hasil sejumlah proses, yang bersifat internal atau eksternal bagi seseorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap antusiasme dan konsistensi dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu�. Menurut Sardiman motiv diartikan sebagai daya penggerak dan mendorong seseorang melakukan aktivitas-aktivitas tertentu untuk mencapai suatu tujuan. Motif yang sudah aktif disebut motivasi. Menurut Gibson motivasi merupakan konsep yang kita gunakan untuk menggambarkan dorongan-dorongan yang timbul pada atau di dalam diri seseorang individu yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku. Sedangkan Winardi mendefinisikan motivasi sebagai keinginan yang terdapat pada diri seseorang individu yang merangsangnya untuk melakukan tindakan.

115


B. Motivasi Intrinsik dan Motivasi Ekstrinsik Dalam membicarakan soal macam-macam motivasi dalam belajar penekanannya hanya pada motivasi intrinsic dan motivasi ekstrinsik yang penjabaran sebagai berikut: 1. Motivasi intrinsik Yang dimaksud dengan motivasi intrinsic adalah motiv-motiv yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu di rangsang dari luar karena dalam setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Motivasi intrinsic ini bila tujuannya inheren dengan situasi belajar dan bertemu dengan kebutuhan dan tujuan anak didik untuk menguasai nilai-nilai yang terkandung di dalam pelajaran itu. Anak didik termotivasi untuk belajar semata-mata untuk menguasai nilai-nilai yang terkandung dalam bahan pelajaran, bukan karena keinginan lain seperti ingin mendapat pujian, nilai yang tinggi atau hadiah dan lain sebagainya. Bila seseorang telah memiliki motivasi intrinsic dalam dirinya maka ia secara sadar akan melakukan suatu kegiatan yang tidak memerlukan motivasi dari luar dirinya. Dalam aktivitas belajar motivasi intrinsic sangat diperlukan terutama belajar mandiri. Seseorang yang tidak memiliki motivasi intrinsic sulit sekali melakukan aktivitas belajar terus menerus, sebaliknya seseorang yang memiliki motivasi intrinsik selalu ingin maju dalam belajar. Keinginan itu dilatar belakangi oleh pemikiran yang positif bahwa semua mata pelajaran yang dipelajari sekarang akan dibutuhkan dan sangat berguna kini dan di masa akan dating. Seseorang yang memiliki minat yang tinggi untuk mempelajari suatu mata pelajaran maka ia akan mempelajarinya dalam jangka waktu tertentu dan seseorang tersebut boleh dikatakan memiliki motivasi untuk belajar dan motivasi itu muncul karena ia membutuhkan seseuatu dari apa yang dipelajarinya. Motivasi memang berhubungan dengan kebutuhan seseorang yang memunculkan kesadaran untuk melakukan aktivitas belajar. Oleh karena itu minat adalah kesadaran seseorang bahwa suatu objek, seseorang, suatu soal atau suatu situasi ada sangkut paunt dengan dirinya. Perlu ditegaskan bahwa anak didik yang memiliki motivasi intrinsik cenderung akan menjadi orang yang terdidik, yang berpengetahuan dan

116


memiliki keahlian dalam bidang ilmu tertentu. Gemar belajar adalah aktivitas yang tidak pernah sepi dari kegiatan anak didik yang memiliki motivasi intrinsik. 2. Motivasi Ekstrinsik Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar. Motivasi belajar dikatakan ekstrinsik bila anak didik menempatkan tujuan belajarnya di luar factor-faktor situasi belajar. Anak didik belajar karena hendak mencapai tujuan yang terletak di luar hal yang dipelajarinya misalnya untuk mencapai angka tinggi, diploma, gelar, kehormatan, dan lain sebagainya. Motivasi ekstrinsik bukan berarti motivasi yang tidak diperlukan dan tidak baik dalam pendidikan melainkan juga diperlukan untuk mendorong anak didik belajar dengan maksimal. Guru yang berhasil mengajar adalah guru yang pandai membangkitkan minat anak

didik dalam

belajar dengan

cara

memanfaatkan motivasi ekstrinsik dalam berbagai bentuknya.

C. Prinsip-Prinsip Motivasi Belajar Aktivitas belajar bukanlah suatu kegiatan yang dilakukan yang terlepas dari factor lainnya melainkan aktivitas belajar merupakan kegiatan yang melibatkan unsure jiwa dan raga. Belajar tak pernah dilakukan tanpa suatu dorongan yang kuat baik dari dalam diri seseorang maupun dorongan yang berasal dari luar diri seseorang tersebut. Faktor lain yang mempengaruhi kativitas belajar seseorang dalam pembahasan ini adalah motivasi. Motivasi adalah gejala psikologis dalam bentuk dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk melakukan tindakan dengan suatu tujuan tertentu. Motivasi bisa juga dalam bentuk usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau kelompok orang tertentu tergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan dengan perbuatannya. Ada beberapa prinsip motivasi dalam belajar sebagai berikut: 1. Motivasi sebagai dasar penggerak yang mendorong aktivitas belajar Seseorang melakukan aktivitas belajar karena ada yang mendorongnya dann motivasilah sebagai dasar penggeraknya yang mendorong seseorang untuk belajar. Seseorang yang berminat untuk belajar belum sampai pada tataran

117


motivasi

bila

belum

menunjukkan

aktivitas

nyata..

kecenderungan psikologis yang menyenangi suatu

Minat

merupakan

objek, belum sampai

melakukan kegiatan namun minat adalah alat motivasi dalam belajar. Minat merupakan potensi psikologis yang dapat dimanfaatkan untuk menggali motivasi, bila seseorang sudah termotivasi untuk belajar maka ia akan melakukan aktivitas belajar dalam rentang waktu tertentu. Oleh karena itulah motivasi diakui sebagai dasar penggerak yang mendorong aktivitas belajar seseorang. 2. Motivasi intrinsik lebih utama dari pada motivasi ekstrinsik Dari seluruh kebijakan pengajaran guru lebih banyak memutuskan memberikan motivasi ekstrinsik kepada anak didik, tidak pernah ditemukan guru yang tidak memakai motivasi ekstrinsik dalam pengajaran. Anak didik yang malas dalam belajar sangat berpotensi untuk diberikan motivasi ekstrinsik supaya dia rajin belajar. Efek yang tidak diharapkan dari pemberian motivasi ekstrinsik adalah kecenderungan ketergantungan anak didik terhadap segala sesuatu di luar dirinya. Selain kurang percaya diri anak didik juga bermental pengharapan dan mudah terpengaruh, oleh karena itu motivasi intrinsic lebih utama dalam belajar. Anak didik yang belajar berdasarkan motivasi intrinsic sangat sedikit terpengaruh dari luar karena semangat belajarnya sangat kuat. Dia belajar bukan karena ingin mendapatkan nilai yang tinggi, mengharapkan pujian orang lain atau mengharapkan hadiah berupa benda tetapi karena ingin memperoleh ilmu sebanyak-banyak. Tanpa diberikan janji-janji yang muluk-muluk pun anak didik rajin belajar sendiri, perintah tak diperlukan karena tanpa diperintah anak sudah taat pada jadwal belajar yang dibuatnya sendiri. 3. Motivasi berupa pujian lebih baik daripada hukuman Meski hukuman tetap diberikan dalam memicu semangat belajar anak didik tetapi masih lebih baik penghargaan berupa pujian. Setiap orang senang dihargai dan tidak suka dihukum dalam bentuk apa pun juga, memuji orang lain berarti memberikan penghargaan atas prestasi kerja orang dan hal ini akan memberikan semangat kepada seseorang untuk lebih meningkatkan prestasi kerjanya. Tetapi pujian yang diucap itu tidak asal ucap harus pada tempat dan kondisi yang tepat karena kesalahan pujian bisa bermakna mengejek.

118


Berbeda dengan pujian hukuman diberikan kepada anak didik dengan tujuan untuk menghentikan prilaku negatif anak didik, frekuansi kesalahan diharapkan lebih diperkecil setelah anak didik diberikan sangsi berupa hukuman. Hukuman badan seperti yang sering diberlakuan dalam pendidikan tradisional tidak dipakai lagi dalam pendidikan modern karena hal itu tidak mendidik. Hukuman yang mendidik adalah hukuman sanksi dalam bentuk penugasan meringkas mata pelajaran tertentu, menghafal ayat-ayat al-Qur’an, membersihkan halam sekolah dan lain sebagainya. 4. Motivasi berhubungan erat dengan kebutuhan dalam belajar Kebutuhan yang tidak dapat dihindari oleh anak didik adalah keinginannya untuk menguasai sejumlah ilmu pengetahuan oleh karena itulah anak didik belajar. Bila tidak belajar anak didik tidak akan mendapatkan ilmu pengetahuan yang diharapkannya teresebut. Anak tidak akan dapat mengembangkan diri dengan memanfaatkan potensi-potensi yang dimilikinya bila potensi tersebut tidak ditumbuhkembangkan melalaui penguasaan ilmu pengetahuan melalui proses belajar. Dalam kehidupan anak didik membutuhkan sebuah penghargaan dari orang-orang yang ada di sekeliling mereka dan dia tidak ingin dikucilkan oleh masyarakat. Berbagai peran dalam kehidupan yang dipecayakan kepadanya sama halnya memberikan rasa percaya diri kepada anak didik. Anak didik merasa berguna, dikagumi atau dihormati oleh guru dan teman-temannya. Perhatian, ketenaran, status, martabat dan sebagainya merupakan kebituhan yang wajar bagi anak didik dan semuanya dapat memberikan motivasi bagi anak didik dalam belajar. 5. Motivasi dapat memupuk optimism dalam belajar Anak didik yang mempunyai motivasi dalam belajar selalun yakin dapat menyelesaikan setiap pekerjaan yang dilakukan, dia yakin bahwa belajar bukanlah kegiatan yang sia-sia karena hasilnya pasti akan berguna tidak hanya kini tetepi juga di hari-hari mendatang. Setiap ulangan yang diberikan guru bukan dihadapi dengan fesimisme hati yang resah gelisah tetapi dia hadapi dengan tenang dan percaya diri, biar pun ada anak didik yang lain membuka buku ketika ulangan dia

119


tak terpengaruh dan tetap tenang menjawab setiap item soal dari awal hingga akhir waktu yang ditentukan. 6. Motivasi melahirkan prestasi dalam belajar Dari berbagai hasil penelitian selalu menyimpulkan bahwa motivasi mempengaruhi prestasi belajar seseorang. Tinggi rendahnya motivasi selalu dijadikan indicator baik buruknya prestasi belajar seseorang anak didik. Anak didik menyenangi mata pelajaran tertentu dengan senang hati mempelajari mata pelajaran tersebut, selain memiliki bukunya ringkasan juga rapid an lengkap dan setiap ada kesempatan selalu mata pelajaran yang disenanginya itu dibaca, wajarlah bila isi mata pelajaran itu dikuasai dalam waktu yang relative singkat.

D. Fungsi Motivasi Dalam Belajar Baik motivasi intrinsic dan motivasi ekstrinsik sama-sama berfungsi sebagai pendorong, penggerak dan penyeleksi perbuatan. Ketiganya menyatu dalam sikap dan terimplikasi dalam perbuatan. Dorongan adalah fenomena psikologis dari dalam yang melahirkan hasrat untuk bergerak dalam menyeleksi perbuatan yang akan dilakukan. Karena itulah baik dorongan atau penggerak maupun penyeleksi merupakan kata kunci dari motivasi dalam setiap perbuatan dalam belajar. Untuk jelasnya ketiga fungsi motivasi dalam belajar tersebut di atas akan diuraikan dalam pemnahasan sebagai berikut: 1. Motivasi sebagai pendorong perbuatan Pada mulanya anak didik tidak ada hasrat untuk belajar tetapi karena ada sesuatu yang dicari muncullah minatnya untuk belajar. Sesuatu yang akan dicarinya itu dalam rangka untuk memuaskan rasa ingin tahunya dari seseuatu yang akan dipelajari, seseuatu yang belum dikertahuinya itu akan mendorong anak didik untuk belajar dalam rangka mencari tahu. Anak didik pun mengambil sikap seiring dengan minat terhadap suatu objek, di sini anak didik mempunyai keyakinan dan pendirian tentang apa yang seharusnya dilakukan untuk mencari tahu tentang sesuatu. Sikap itulah yang mendasari dan mendorong kearah sejumlah perbuatan dalam belajar. Jadi motivasi yang berfungsi sebagai

120


pendorong ini mempengaruhi sikap apa yang seharusnya anak didik ambil dalam rangka belajar. 2. Motivasi sebagai penggerak perbuatan Dorongan psikologis yang melahirkan sikap terhadap anak didik itu merupakan suatu kekuatan yang tak terbendung yang kemudian menjelma dalam bentuk gerakan psokofisk. Di sini anak didik sudah melakukan aktivitas belajar dengan segenap jiwa dan raga, akal pikiran berproses dengan sikap raga yang cenderung tunduk dengan kehendak perbuatan belajar. Sikap berada dalam kepastian perbuatan dan akan pikiran mencoba membedah nilai yang terpatri dalam wacana, prinsip, dalil dan hokum sehingga mengerti betul isi yang dikandungnya. 3. Motivasi sebagai pengarah perbuatan Anak didik yang mempunyai motivasi dapat menyeleksi mana perbuatan yang harus dilakukan dan mana perbuatan yang diabaikan. Seseorang anak didik yang ingin mendapatkan sesuatu dari suatu mata pelajaran tertentu tidak mungkin dipaksakan untuk mempelajari mata pelajaran yang lain. Pasti anak didik akan mempelajari mata pelajaran di mana tersimpan sesuatu yang akan di cari itu. Sesuatu yang akan dicari anak didik merupakan tujuan belajar yang akan dicapainya.

E. Bentuk-Bentuk Motivasi Dalam Belajar Ada beberapa bentuk motivasi yang dapat dimanfaatkan dalam rangka mengarahkan belajar anak didik di kelas sebagai berikut: 1. Memberi angka Angka dimaksud adalah sebagai symbol atau nilai dari hasil aktivitas anak didik dan angka yang diberikan kepada anak didik biasanya bervariasi seseuai dengan hasil ulangan yang telah mereka peroleh dari hasil penilaian guru, bukan karena belas kasihan guru. Angka merupakan alat motivasi yang cukup memberikan rangsangan kepada anak didik untuk untuk mempertahankan atau bahkan lebih meningkatkan prestasi belajar mereka di masa mendatang. Angka ini

121


biasanya terdapat dalam buku rapor sesuai jumlah mata pelajaran yang diprogramkan dalam kurikulum. Angka atau nilai yang baik mempunyai potensi yang besar untuk memberikan motivasi kepada anak didik lebih giat belajar, apalagi bila angka yang diperoleh oleh anak didik lebih tinggi dari anak didik lainnya. Namun guru harus menyadari bahwa angka atau nilai bukanlah hasil belajar yang sejati, hasil belajar yang bermakna kerena hasil belajar seperti itu lebih menyentuh aspek kognitif karena bisa saja nilai itu bertentangan dengan afektif anak didik. Untuk itu guru perlu memberikan angka atau nilai yang menyentuh aspek afektif dan keterampilan yang diperlihatkan anak didik dalam perghaulan sehari hari. Penilaian juga harus diarahkan pada aspek kepribadian anak didik dengan cara mengamati kepribadian anak didik di sekolah, tidak hanya semata-mata berpedoman pada hasil ulangan di kelas baik dalam bentuk formatif atau sumatif. Pemberian angka atau nilai yang baik juga penting diberikan kepada anak didik yang kurang bergairah belajar bila hal itu dianggap dapat memotivasi anak didik untuk belajar dengan bersemangat. Namun bila sebaliknya hal itu perlu dipertimbangankan sehingga tidak mendapatkan protes dari anakl didik lainnya. Kebijaksanaan ini diserahkan kepada guru sebagai orang yang berkompeten dan lebih banyak mengetahui tentang aktivitas belajar anak didik. 2. Hadiah Hadiah

adalah

memberikan

sesuatu

kepada

orang lain

sebagai

penghargaan atau kenang-kenangan atau cenderamata. Hadiah yang diberikan kepada orang lain bisa berupa apa saja tergantung dari keinginan pemberi atau bisa juga disesuaikan dengan prestasi yang dicapai oleh seseorang. Penerima hadiah tidak tergantung dari jabatan, profesi, dan usia seseorang, semua orang berhak menerima hadiah dari seseorang dengan motif-motif tertentu. Hadiah sering dipermasalahkan bila seseorang ingin memberikan sebuah cenderamata kepada kerabat, adik, kakak, sahabat, kekasih sebagai kenang-kenangan berupa materi dalam berbagai jenis dan bentuknya. Kegiatan itu biasanya berlangsung bila ada diantara orang tertentu yang ingin memberikan hadiah kepada orang yang

122


akan melaksanakan hari ulang tahun, orang yang akan melaksanakan perkawinan dan lain sebagainya. Dalam dunia pendidikan hadiah bisa dijadikan sebagai alat motivasi, hadiah dapat diberikan kepada anak didik yang berprestasi tinggi, rangking satu, dua atau tiga dari anak didik lainnya. Dalam pendidikan modern anak didik yang berprestasi tertinggi memperoleh predikat sebagai anak didik teladan dan untuk perguruan tinggi atau universitas di sebut sebagai mahasiswa teladan. Sebagai penghargaan atas prestasi mereka dalam belajar uang beasiswa supersemar pun mereka terima setiap bulannya dengan jumlah dan jangka waktu yang ditentukan. Hadiah berupa uang beasiswa supersemar diberikan untuk memotivasi anak didik atau mahasiswa agar senantiasa mempertahankan prestasi belajar semala studi. Kepentingan lainnya adalah untuk membantu anak anak atau mahasiswa yang berprestasi dalam segala hal, tetapi termasuk kelompok anak dengan latar belakang ekonomi orang tua mereka yang lemah sehingga bila tidak dibantu berupa uang beasiswa studi mereka akan kandas di tengah perjalanan atau bahkan gagal sama sekali. Pemberian hadiah bisa juga diberikan bukan berbentuk besiswa tetapi berbentuk lain seperti buku tulis, pensil, bolpoin, dan buku-buku bacaan lainnya yang dikumpulkan dalam sebuah kotak terbungkus dengan rapi. Pemberian hadiah seperti ini dapat dilakukan pada setiap kenaikan kelas, dengan cara itu anak didik akan termotivasi untuk belajar guna mempertahankan prestasi belajar yang telah mereka capai. 3. Kompetisi Kompetisi adalah persaingan, dapat digunakan sebagai alat motivasi untuk mendorong anak didik agar mereka bergairah dalam belajar. Persaingan baik dalam bentuk individu maupun kelompok diperlukan dalam dunia pendidikan karena kondisi ini dapat dimanfaatkan untuk menjadikan proses in teraksi belajar mengajar yang kondusif. Untuk menciptakan suasana yang demikian metode mengajar memegang peranan yang sangat penting, guru bisa membentuk anak didik ke dalam beberapa kelompok belajar di kelas ketika pelajaran sedang berlangsung, semua anak didik dilibatkan ke dalam suasana belajar. Guru

123


bertindak sebagai fasilitator, sementara semua anak didik aktif belajar sebagai subjek yang memiliki tujuan. Iklim kelas yang kreatif dan didukung dengan anak didik yang haus ilmu sangat potensial menciptakan masyarakat belajar di kelas, kompetisi yang sehat pun berlangsung di kalangan anak didik jauh dari sifat malas dan kemunafikan, tidak ada lagi isu beredar tugas selesai karena nyontek di kalangan para pelajar. Bila iklim belajar yang kondusif terbentuk maka setiap anak didik telah terlihat dalam kompetisi untuk menguasai bahan pelajaran yang diberikan. 4. Ego-involvement Menumbuhkan kesadaran kepada anak didik agar merasakan pentingnya tugas dan menerima sebagai suatu tantangan sehingga bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri adalah sebagai salah satu bentuk motivasi yang sangat penting. Seseorang akan berusaha dengan segenap tenaga untuk mencapai prestasi yang baik dengan menjaga harga dirinya. Penyelesaian tugas dengan baik adalah simbol kebanggaan dari harga diri, begitu juga dengan anak didik sebagai subjek belajar, anakl didik akan belajar dengan keras dan tekun bisa jadi karena harga dirinya. Sebagai makhluk yang berakal anak didik pasti menjaga harga dirinya, dia rela memperthankan harga dirinya bila dicemooh, diejek atau dihina meski hasil pekerjaan karena ketidakjujuran tetapi anak didik tidak mau dikatakan sebagai anak didik yang suka “nyontek� karena gelar ini menyudutkan anak didik, harga dirinya dipermalukan di depan kawan-kawannya. 5. Memberi ulangan Ulangan bisa dijadikan sebagai alat motivasi, anak didik biasanya mempersiapkan diri dengan belajar jauh-jauh hari untuk menghadapi ulangan. Berbagai usaha dan teknik bagaimana agar dapat menguasai semua bahan pelajaran anak didik lakukan sedini mungkin sehingga memudahkan mereka untuk menjawab setiap item soal yang diajukan ketika pelaksanaan ulangan berlangsung sesuai dengan interval yang waktu yang diberikan. Oleh karena itu ulangan merupakan strategi yang cukup baik untuk memotivasi anak didik agar lebih giat belajar, namun demikian ulangan tidak selamanya dapat digunakan

124


sebagai alat motivasi. Ulangan yang dilakukan guru setiap hari dengan tidak terprogram hanya krena selera guru belaka akan membuat bosan anak didik. Anak didik merasa jenuh dengan ulangan yang diberikan setiap hari, kondisi seperi ini menyebabkan perubahan sikap anak didik yang kurang baik, anak didik bukannya giat belajar tetapi malas belajar yang disebabkan dengan soal-soal yang diberikan oleh gurunya. 6. Mengetahui hasil Mengetahui hasil belajar bisa dijadikan sebagai alat motivasi belajar karena dengan mengetahui hasil anak didik terdorong untuk belajar lebih giat. Apalagi bila hasil belajar itu mengalami kemajuan anak didik berusaha untuk mempertahankannya atau bahkan meningkatkan intensitas belajarnya guna mendapatkan prestasi belajar yang lebih baik di kemudian hari atau pada semester atau caturwulan berikutnya. Bagi anak didik yang menyadari betapa besarnya nilai sebuah

prestasi

belajar

akan

meningkatkan

intensitas

belajarnya

guna

mendapatkan prestasi belajar yang melebihi prestasi belajar yang yang diketahui sebelumnya. Prestasi belajar yang rendah menjadikan anak didik giat belajar untuk memperbaikinya. Sikap seperti itu bisa terjadi bila anak didik merasa rugi mendapat prestasi belajar yang tidak sesuai dengan harapan dan boleh jadi anak didik frustasi dengan nilai yang rendah itu sehingga malas belajar. Tetapi dengan sikap anak didik yang siap menerima prestasi belajar yang rendah disebabkan kesalahan belajar, dia akan berjiwa besar dan berusaha memperbaikinya dengan belajar lebih optimal bukan asal-asalan. 7. Pujian Pujian yang diucapkan pada waktu yang tepat dapat dijadikan sebagai alat motivasi, pujian adalah bentuk reinforcement yang positif dan sekaligus merupakan motivasi yang baik. Guru bisa memanfaatkan pujian untuk memuji keberhasilan anak didik dalam mengerjakan pekerjaan di sekolah. Pujian diberikan seseuai dengan hasil pekerjaan bukan dibuat-buat atau bertentangan sama sekali dengan hasil kerja anak didik. Seseorang yang senang dipuji atas hasil pekerjaanya yang telah mereka selesaikan, dengan pujian yang diberikan akan membesarkan jiwa seseorang dia

125


akan lebih bergairah mengerjakannya. Demikian juga dengan anakn didik akan lebih bergairah belajar bila hasil pekerjaannya dipuji dan diperhatikan, banyak anak didik yang iri terhadap anak didik tertentu yang lebih banyak mendapat pujian dan perhatian ekstra dari guru mereka malas belajar karena menganggapn guru pilih kasih dalam melampiaskan kasih sayang. Sikap negative anak didik ini harus diredam dengan menempatkan anak didik secara proporsional, pujian harus diberikan secara merata kepada anak didik sebagai individu bukan kepada yang cantik atau yang pintar dengan begitu anak didik tidak antipatiterhadap guru tetapi merupakan figur yang disenangi dan dikagumi. 8. Hukuman Hukuman akan menjadi alat motivasi yang efektif bila dilakukan dengan pendekatan edukatif bukan karena dendam. Pendekatan edukatif dimaksud di sini sebagai hukuman yang mendidik dan bertujuan memperbaiki sikap dan perbuatan anak didik yang dianggap salah sehingga dengan hukuman yang diberikan itu anak didik tidak mengulangi keslahan atau perlanggaran, minimal mengurangi frekuensi pelanggaran dan akan lebih baik bila anak didik berhenti melakukannya di hari mendatang. Sanksi berupa hukuman yang diberikan kepada anak didik yang melanggar peraturan atau tata tertib sekolah dapat menjadi alat motivasi dalam rangka meningkatkan prestasi belajar asalkan hukuman yang diberikan mendidik dan sesuai dengan berat ringannya pelanggaran yang dilakukan oleh siswa tersebut. Hukuman yang tidak mendidik misalnya memukul anak didik yang terlambat masuk kelas hingga luka, menjewer telinga anak didik yang tidak mengerjakan tugas hingga menangis dan tindakan lainnya. Tindakan ini kurang bijaksana dalam pendidikan karena tindakan itu berpotensi mendatangkan permusuhan dan kebencian anak didik terhadap guru, guru akan dijauhi oleh setiap anak didik yang pernah disakiti. Kerawanan hubungan guru dengan anak didik tidak dapat dielakkan dan konsekuwensinya prestasi belajar untuk mata pelajaran yang dipegang oleh guru bersangkutan menjadi rendah, karena anak didik telah benci baik guru maupun mata pelajarn yang dipegangnya. Oleh karena itu hukuman hanya diberikan oleh guru dalam konteks mendidik seperti memberikan hukuman

126


berupa membersihkan kelas, menyiangi rumput di halaman sekolah, membuat resume atau ringkasan, menghafal ayat-ayat al-Qur’an, menghafal beberapa kosa kata Bahasa Arab atau Bahasa Inggris atau apa saja dengan tujuan mendidik. 9. Hasrat untuk belajar Hasrat untuk belajar berarti ada unsure kesengajaan, ada maksud untuk belajar dan hal ini akan lebih baik bila dibandingkan dengan segala kegiatan tanpa maksud. Hasrat untuk belajar berarti pada diri anak didik itu memang ada motivasi untuk belajar sehingga sudah barang tentu hasilnya akan lebih baik dari pada anak didik yang tidak berhasrat untuk belajar. Hasrat untuk belajar merupakan potensi yang tersedia dalam diri anak didik, potensi tersebut harus ditumbuhsuburkan dengan menyediakan lingkungan belajar yang kreatif sebagai pendukung utamanya. Diakui hasrat untuk belajar adalah gejala psikologis yang tidak berdiri sendiri tetapi berhubungan dengan keburuhan anak didik untuk mengetahui objek yang akan dipelajarinya dan kebutuhan itulah yang menjadi dasar aktivitas anak didik dalam belajar. 10. Minat Minat adalah kecenderungan yang menetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa aktivitas. Seseorang yang berminat terhadap suatu aktivitas akan memperhatikan aktivitas itu secara konsisten dengan rasa senang. Dengan kata lain minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan kepada suatu hal atau aktivitas tanpa ada yang menyuruh dan minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antar diri sendiri dengan sesuatu di luar diri, semakin kuat atau dekat hubungan tersebut semakin besar minatnya. Minat tidak hanya diekspresikan melalui pernyataan yang menunjukkan bahwa anak didik lebih

menyukai

sesuatu

daripada

yang

lainnya

tetapi

dapat

juga

diimplementasikan melalui partisipasi aktif dalam suatu kegiatan. Anak didik yang berminat terhadap sesuatu cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap sesuatu yang diminati itu dan sama sekali tak menghiraukan sesuatu yang lainnya. Minat besar pengaruhnya terhadap aktivitas belajar, anak didik yang berminat terhadap suatu mata pelajaran akan mempelajarinya dengan sungguh-

127


sungguh karena ada daya tarik baginya. Minat merupakan alat motivasi yang utama yang dapat membangkitkan kegairahan belajar anak didik dalam rentang waktu tertentu, oleh karena itu guru perlu membangkitkan minat anak didik agar pelajaran yang diberikan mudah dipahami oleh anak didik. 11. Tujuan yang diakui Rumusan tujuan yang diakui dan diterima baik oleh anak didik merupakan alat motivasi yang sangat penting sebab dengan memahami tujuan yang harus dicapai

dirasakan

anak

sangat

berguna

dan

menguntungkan

sehingga

menimbulkan gairah untuk terus belajar. Tujuan pengajaran yang ingin dicapai sebaiknya guru beritahukan kepada anak didik sehingga anak didik dapat memberikan alternative tentang pilihan tingkah laku yang mana yang harus diambil guna menunjang tercapainya rumusan tujuan pengajaran. Anak didik berusaha mendengarkan penjelasan guru atau tugas yang akan diselesaikan oleh anak didik untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

F. Upaya Meningkatkan Motivasi Belajar Menurut De Decce dan Grawford (1974) ada empat fungsi guru sebagai pengajar yang berhubungan dengan cara pemeliharaan dan peningkatan motivasi belajar anak didik yaitu guru harus dapat menggairahkan anak didik, memberikan harapan yang realistis, memberikan insentif dan mengarahkan prilaku anak didik kearah yang menunjang tercapinya tujuan pengajaran. 1. Menggairahkan anak didik Dalam kegiatan rutin di kelas sehari hari guru harus berusaha menghindari hal-hal yang monoton dan membosankan, ia harus selalu memberikan kepada anak didik cukup banyak hal-hal yang harus dipikirkan dan dilakukan. Guru harus memelihara minat anak didik dalam belajar yaitu dengan memberikan kebebasan tertentu untuk berpindah dari satu aspek ke aspek yang lainnya dalam situasi belajar. Discovery learning dan metode sumbang saran memberikan kebebasan semacam ini. Untuk dapat meningkatkan kegairahan anak didik guru harus mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai disposisi awal setiap anak didiknya.

128


2. Memberikan harapan realistis Guru harus memelihara harapan-harapan anak didik yang realistis dan memodifikasi harapan-harapan yang kurang atau yang tidak realistis. Untuk itu guru perlu memilikin pengetahuan yang cukup mengenai keberhasilan atau kegagalan akademis setiap anak didik di masa lalu, dengan demikian guru dapat membedakan antara harapan-harapan yang realistis, pesimistis, atau terlalu optimis. Bila anak didik telah banyak mengalami kegagalan maka guru harus memberikan sebanyak mungkin keberhasilan kepada anak didik, harapan yang diberikan itu tentu saja terjangkau dan dengan pertimbangan yang matang. Harapan yang tidak realistis adalah kebohongan dan itu yang tidak disenangi oleh anak didik dan jangan coba-coba menjual harapan munafik bila tidak ingin dirugikan oleh anak didik. 3. Memberikan insentif Bila anak didik mengalami keberhasilan guru diharapkan memberikan hadiah kepada anak didik (dapat berupa pujian, angka yang baik, dan lain sebagainya) atas keberhasilannya sehingga anak didik terdorong untuk melakukan usaha lebih lanjut guna mencapai tujuan-tujuan pembelajaran. Insentif demikian diakui keampuhannya untuk membangkitkan motivasi secara signifikan. 4. Megarahkan perilaku anak didik Mengarahkan prilaku anak didik adalah tugas guru dengan cara memberi respon anak didik yang tidak telibat langsung dalam pembelajaran di kelas. Anak didik yang diam, membuat keributan, yang bicara semaunya dan sebagainya harus diberikan teguran secara arif dan bijaksana. Usaha menghentikan prilaku anak didik yang negative dengan memberi gelar yang tidak baik adalah kurang manusiawi. Cara mengarahkan prilaku anak didik adalah dengan memberikan penugasan, bergerak mendekati, memberikan hukuman yang mendidik, menegur dengan sikap lemah lembut dan dengan perkataan yang ramah dan baik. Gage dan Berliner (1979) menyarankan sejumlah cara meningkatkan motivasi anak didik tanpa harus melakukan reorganisasi kelas secara besarbesaran sebagai berikut:

129


1.

Pergunakan pujian verbal

2.

Pergunakan tes dan nilai secara bijaksana

3.

Membangkitkan rasa ingin tahu dan hasrat eksplorasi

4.

Melakukan hal yang luar biasa

5.

Merangsang hasrat anak didik

6.

Memanfaatkan apersepsi anak didik

7.

Terapkan konsep-konsep atau prinsip-prinsip dalam konteks yang unik dan luar biasa agar anak didik lebih terlibat dalam belajar.

8.

Minta kepada anak didik untuk mempergunakan hal-hal yang sudah dipelajari sebelumnya karena hal ini menguatkan belajar yang lain dan sekaligus menanamkan suatu penghargaan pada diri anak didik bahwa apa yang sedang dipelajarinya sekarang juga berhubungan dengan pengajaran yang akan dating.

9.

Pergunakan simulasi dan permainan.

10. Perkecil daya tarik system motivasi yang bertentangan. 11. Perkecil konsekuensi-konsekuensi yang tidak menyenangkan terhadap anak didik dari keterlibatannya dalam belajar yaitu: a. Anak didik kehilangan harga diri karena gagal memahami suatu gagasan atau memecahkan suatu permasalahan dengan tepat. b. Dari aspek fisik anak didik merasa tidak nyaman seperti duduk terlalu lama, mendengarkan penjelasan guru dalam ruang yang akustiknya buruk dan melihat ke papan tulis yang terlalu jauh. c. Anak didik frustasi karena tidak mungkin mendapatkan penguatan. d. Teguran guru bahwa anak didik mungkin mengerti sesuatu dari bahan pelajaran yang disampaikan. e. Anak didik harus berhenti di tengah-tengah aktivitas yang menarik. f. Anak didik harus melakukan ujian yang materi dan gagasan-gagasanya belum pernah diajarkan. g. Anak didik harus mempelajari materi yang terlalu sulit bagi tingkat kemampuannya. h. Guru tidak melayani permintaan anak didik akan pertolongan.

130


i. Anak didik harus melakukan tes yang pertanyaan-pertanyaan tidak dapat dimengerti atau soal-soalnya terlalu remeh. j. Anak didik tidak mendapatkan umpan balik dari guru. k. Anak didik harus belajar dengan kecepatan yang sama dengan anak didik lainnya yang lebih pandai. l. Anak didik harus bersaing dalam situasi di mana hanya beberapa orang anak didik saja yang dapat sukses menyelesaikan tugas. m. Anak didik dikelompokkan bersama dengan anak didik yang kurang pandai dibandingkan dengan dirinya. n. Anak didik harus duduk mendengarkan presentasi atau penjelasan guru yang membosankan. o. Anak didik harus menghadapi guru yang tidak menaruh perhatian pada mata pelajaran yang diajarkannya. p. Anak didik dipaksa menyelesaikan tugas yang banyak dengan sedikit waktu yang disediakan.

131


BAB X KEMAMPUAN DAN INTELEGENSI A. Kemampuan 1. Pentingnya mengenal anak didik Mengapa kita harus mengenal anak didik? Karena ingin mengetahui sejauhmana kemampuan mereka di dalam menghadapi situasi belajar sehingga kita dapat menuntun mereka dengan tepat dan berhasil. Salah satu tujuan dari pendidikan adalah menolong anak mengembangkan potensinya semaksimal mungkin agar dapat bersaing dan berkompetisi di tengah masyarakat. Anak didik memandang sekolah sebagai tempat mencari bekal yang akan membuka dunia bagi mereka. Orang tua memandang sekolah sebagai tempat di mana anaknya akan mengembangkan potensi dan kemampuanya. Dan pemerintah berharap agar sekolah mempersiapkan anak-anak didik menjadi warga Negara yang cakap dan cerdas. Bimbingan merupakan sebagian dari pendidikan yang menolong anak didik untuk mengenal diri dan kemampuan yang dimiliki serta mengenal dunia di sekitarnya. Tujuan dari pemberian bimbingan adalah untuk menolong anak didik dalam perkembangan seluruh kepribadian dan kemampuannya. Hal ini dapat tercapai apabila potensi, pribadi dan segala hal yang perpengaruh diketahui sebelumnya. Tanpa pengenalan tidak mungkin kita membuat rencana yang efektif untuk mengadakan perubahan dalam diri anak tersebut. Kita harus mengenal halhal yang umum yang terdapat pada semua anak dan hal-hal yang unik dan khusus. Hal-hal yang umum merupakan dasar dan norma yang akan menolong pembimbing mengetahui ciri-ciri yang unik pada tiap-tiap anak didik. Faktorfaktor umum yang perlu diketahui adalah sebagai berikut: a. Hakikat anak, anak bukan manusia dalam bentuk kecil atau seorang dewasa minus beberapa hal yang belum dimiliki. Anak adalah seorang yang berada pada suatu masa perkembangan tertentu dan mempunyai potensi untuk dewasa. b. Kebutuhan pokok anak: tiap anak membutuhkan hal-hal tertentu dan apabila kebutuhan itu tidak dipenuhi anak tersebut akan mengalami masalah-masalah

132


tertentu. Kebutuhan pokok dapat dibagi kedalam dua aspek yaitu, kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohaninya (kejiwaan). c. Langkah-langkah perkembangan: perkembangan anak meliputi segi-segi jasmani dan rohani. Perkembangan ini sangat dipengaruhi oleh lingkungan yang mengambil peranan besar dalam membentuk watak anak. Dalam perkembangan

ada

periode-periode

tertentu

dan

pada

tiap

periode

perkembangan terlihat adanya sikap kecenderungan pola sikap, watak dan tingkah laku tertentu yang menunjukkan kesamaan jika dibandingkan dengan yang terlihat pada teman-teman sebaya. Masa perkembangan ini penting untuk dikenal untuk dapat merancang perencanaan yang matang dalam proses pemberian bimbingan belajar di sekolah. 2. Hukum perkembangan Secara harfiah hukum perkembangan dapat diartikan sebagai kaidah atau patokan yang menyatakan kesamaan sifat dan hakikat dalam perkemabangan. Dapat juga diartikan sebagai patokan generalisasi mengenai sebab dan akibat terjadi peristiwa perkembangan dalam diri manusia. Ada beberapa hokum perkembangan yang kita kenal sebagai berikut: a. Hukum konvergensi Perkembangan manusia pada dasarnya tidak hanya dipengaruhi oleh factor pembawaan sejak lahir tetapi juga oleh factor lingkungan pendidikan. Hal ini berarti masa depan kehidupan manusia tak terkecuali para siswa bergantung pada potensi pembawaan yang mereka warisi dari orang tua mereka masing-masing pada proses pematangan dan proses pendidikan yang mereka alamai. Seberapa jauh perbedaan pengaruh antara pembawaan dan lingkungan tergantung pada besar kecilnya efek lingkungan yang dialami para siswa. Apabila pengaruh lingkungan sama besar dan kuatnya dengan pembawaan siswa, maka hasil pendidikan yang didapat siswa akan seimbang dan baik dalam arti tidak ada satu factor pun yang dikorbankan secara sia-sia. Apabila pengaruh lingkungan lebih besar dan lebih kuat dari pembawaan, hasil pendidikan siswa hanya akan sesuai dengan kehendak lingkungan dan pembawaan siswa tersebut akan dikorbankan. Sebaliknya jika pembawaan siswa lebih besar dan lebih kuat pengaruhnya dari

133


lingkungan, hasil pendidikan siswa tersebut hanya sesuai dengan bakat dan kemampuannya tanpa bias berkembang lebih jauh karena ketidak mampuan lingkungan mempengaruhinya. Karena itu terlalu kecilnya pengaruh lingkungan pendidikan, misalnya mutu guru dan fasilitas yang trendah akan merugikan para siswa yang membawa potensi dan bakat yang baik. b. Hukum pertahanan dan pengembangan diri Para siswa memiliki dorongan dan hasrat untuk mempertahankan diri dari hal-hal yang negative, seperti rasa sakit, rasa tidak aman, kematian, dan juga kepunahan dan sebagainya. Untuk itulah mereka perlu sandang, pangan, papan dan pendidikan yang bermutu. Pada anak balita wujud pertahanan diri itu dapat berupa tangisan ketika lapar, atau teriakan yang disertai lemparan batu ketika mendapat

gangguan

hewan

atau

orang

di

sekelilingnya.

Dari

usaha

mempertahankan diri ini berlanjut menjadi usaha mengembangkan diri untuk menjadi yang lebih baik. Naluri pengembanga diri pada anak antara lain dimanifestasikan dalam bentuk bermain untuk mengetahui segala sesuatu yang ada di sekitarnya. Pada anak-anak biasanya keingin tahuannya akan hal-hal yang baru tersebut berulang berkali-kali. Manusia berkembang karena adanya insting atau naluri pembawaan sejak lahir yang menuntutnya untuk bertahan dan mengembangkan diri secara terus menerus. c. Hukum masa peka Peka artinya mudah terangsang atau mudah menerima stimulus. Masa peka adalah masa yang tepat yang terdapat pada diri anak untuk mengembangkan fungsi-fungsi tertentu seperti fungsi mulut untuk berbicara dan membaca, fungsi tangan untuk menulis dan lain sebagainya. Masa mudah dirangsang ini sangat menentukan cepat dan lambatnya siswa dalam menerima pelajaran. Artinya jika siswa belum sampai pada masa pekanya untuk mempelajari suatu materi pelajaran, materi pelajaran tersebut akan sangat sulit diserap dan diolah oleh system memorinya. Masa peka untuk belajar membaca dan menulis serta belajar berpikir pada umunya dating pada diri anaktepat pada waktunya. Kedatangan masa peka ini menurut sebagian ahli hanya sekali selama hidup, sehingga keterlambatan memanfaatkan masa yang sangat berharga tersebut akan

134


menyebabkan kesulitan belajar. Karema itu para orang tua dan guru hendaknya memperhatikan secara cermat perkembangan anak didik dalam hubungannya dengan kedatangan masa peka tersebut. Apabila para orang tua dan guru lalai dalam memanfaatkan masa peka anak didik untuk mempelajari pelajaranpelajaran tertentu kemungkinan besar mereka akan mengalami kesulitan dalam mempelajari pelajaran-pelajaran tersebut. d. Hukum keperluan belajar Keperluan belajar bagi proses perkembangan terutama perkembangan fungsi-fungsi psikis tak dapat kita ingkari meskipun kebanyakan ahli tidak menyebutnya secara eksplisit. Kemampuan berjalan secara lahiriah dapat diperkirakan akan muncul dengan sendirinya ternyata masih memerlukan belajar, meskipun sekedar memfungsikan organ kaki anak yang sebenarnya berpotensi untuk bias berjalan sendiri. Perkembangan ranah cipta seperti berpikir dan memecahkan masalah perkembangan ranah rasa seperti menyakini kebenaran ajaran agama dan bertenggang rasa terhadap orang lain tentu tidak timbul dengan sendirinya dalam diri seseorang siswa tanpa melalui proses belajar terlebih dahulu. e. Hukum kesatuan anggota badan Proses perkembangan fungsi-fungsi organ jasmaniah tidak terjadi tanpa diiringi oleh proses perkembangan fungsi-fungsi rohaniah. Dengan demikian suatu tahapan perkembangan tidak terlepas dari tahapan perkembangan lainnya. Perkembangan panca indra misalnya tidak terlepas dari perkembangan kemampuan mendengar, melihat, berbicara, dan merasa. Selanjutnya kemampuan ini juga tidak terlepas dari perkembangan berpikir, bersikap, dan berperasaan. Perkembangan kognitif dan afektif juga diiringi dengan perkembangan ranah psikomotorik yaitu berbagai keterampilan yang selaras dengan pengetahuan dan perasaan yang telah ia miliki. Cara dan intensitas pemanfaatan keterampilan psikomotorik itu pun disesuaikan dengan kebutuhan sebagaimana yang ditunjukkan oleh persepsi akalnya dan apresiasi ranah rasa.

135


f. Hukum tempo perkembangan Lambat atau cepatnya proses perkembangan seseorang tidak sama satu sama lainnya karena setiap orang memiliki tempo perkembangan masing-masing. Tempo perkembangan manusia pada umumnya terbagi dalam kategori cepat, sedang dan lambat. Tempo perkembangan yang terlalu cepat atau terlalu lambat biasanya menunjukkan kelainan yang relative sangat jarang terjadi. Pada dasarnya tempo cepat, sedang, lambat tidak menunjukan tidak menunjukkan kausalitas proses perkembangan anak yang normal. Si A misalnya mungkin berkembangan lebih cepat daripada si B, dan si B berkembang lebih cepat dari si C. Padahal mereka bertiga berasal dari keluarga yanhg sama. Dalam hal ini orang tua dan guru tak perlu merisaukannya sebab secara prinsipil setiap anak akan mencapai tingkat perkembangan yang sama hanya waktu pencapainnya saja yang berbeda. Akan tetapi bila jarak waktu pencapaian suatu tahap perkembangan yang dilalui seorang anak terlalu jauh, umpanya waktu antara penguasaan materi pelajaran ke satu dengan materi pelajaran kedua melebihi batas tempo lambat yang anak lainnya, maka orang tua dan guru perlu waspada dan segera mengambil langkahlangkah yang tepat. g. Hukum Irama perkembangan Di samping ada tempo di dalam perkembangan juga dikenal adanya irama atau naik turunnya proses perkembangan, artinya perkembangan manusia tidak tetap, terkadang naik terkadang turun. Pada satu saat seorang anak mengalami perkembangan yang tenang, sedangkan pada saat yang lain ia mengalami perkembangan yang menggoncangkan. h. Hukum rekapitulasi Rekapitulasi pada dasarnya pengulangan atau ringkasan kehidupan organism tertentu seperti manusia yang berlangsung secara evolusioner (sangat lambat) dalam waktu berabad-abad. Dalam hal ini proses perkembangan psikis anak dipandangan sebagai ulangan karena adanya kesamaan dengan prilaku cultural nenek moyangnya pada ratusan bahkan ribuan abad yang lalu. Hukum rekapitulasi pertkembangan yang tampak pada anak adalah sebagai berikut:

136


1. Masa berburu dan menyamun yakni pada umur sekitar 8 tahun ketika ia suka bermain kejar-kajaran, perang-perangan, dan menangkap hewan kecil seperti kupu-kupu dan capung. 2. Masa menggembala yakni pada umur 10 tahun ketika ia gemar memelihara hewan piaraan seperti ayam, burung, kucing dan sebagainya. 3. Masa bercocok tanam yakni pada umur 12 tahun ketika ia suka menurus tanaman di kebun atau menyiram bunga-bunga dalam pot. 4. Masa berdagang yakni pada 12 tahun keatas ketika ia suka bermain jual-jualan, tukar menukar poto dan prangko dan berkirim surat serta menjalain persahabatan.

B. Intelegensi 1. Pengertian Intelegensi adalah kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan atau belajar dari pengalaman. Manusia hidup dan dan berinteraksi di dalam lingkungan yang kompleks untuk itu ia memerlukan kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan demi kelestarian hidupnya. Hidupnya bukan hanya untuk kelestarian pertumbuhan tetapi juga untuk perkembangan pribadinya karena itu manusia harus belajar dari pengalaman. Pengerian lain intelegensi adalah kemampuan yang diperlukan untuk pemecahan masalah-masalah yang memerlukan pengertian serta menggunakan symbol-simbol. Manusia hidup dengan senantiasa menghadapi masalah dan setiap permasalahan harus dipecahkan agar manusia memperoleh keseimbangan dalam hidupnya. Untuk itu diperlukan kemampuan-kemampuan pemecahannya dengan menggunakan pengertian dan simbol-simbol. Intelegensi juga diartikan sebagai kemampuan untuk belajar dan menggunakan apa yang telah dipelajari dalam usaha penyesuaian terhadap situasisituasi yang kurang dikenal atau dalam pemecahan masalah. Manusia yang belajar sering menghadapi situasi-situasi baru serta permasalahan dan hal ini memerlukan kemampuan individu yang belajar itu untuk menyesuaikan diri serta memecahkan setiap permasalahan yang dihadapinya.

137


2. Teori-teori tentang intelegensi a. Teori Uni-Faktor Pada tahun 1911 Wilhelm Stern memperkenalkan suatu teori tentang intrelegensi yang disebut “uni factor theory”. Teori ini dikenal pula sebagai kapasitas umum. Menurut teori ini intelegensi meruapakan kapasitas atau kemampuan umum karena itu cara kerja intelegensi juga bersifat umum. Reaksi atau tindakan seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan atau memecahkan suatu masalah adalah bersifat umum pula. Kapasitas umum itu timbul akibat pertumbuhan fisiologis ataupun akibat belajar. Kapasitas umum yang ditimbulkan itu lazim dikemukakan dengan kode “G”. b. Teori Two-faktor Pada tahun 1904 yaitu sebelum Stern seorang ahli matematika bernama Charles Spearman mengajukan sebuah teori tentang intrlegensi. Teori Spearman itu terkenal dengan sebutan “Two Kinds of Factors Theory”. Spearman mengembangkan teori intelegensi berdasarkan suatu factor mental umum yang diberi kode “g” serta factor spesifik yang diberi tanda “s”. Faktor “g” mewakili kekuatan mental umum yang berfungsi dalam sertiap tingkahlaku individu sedangkan factor “s” menentukan tindakan-tindakan mental untuk mengatasi masalah. Orang yang intelegensinya memiliki factor “g” luas memiliki kapasitas untuk mempelajari berbagai ilmu pengetahuan, dia dapat mempelajari bermacammacam pelajaran seperti matematika, bahasa, sains, sejarah dan sebagainya dengan menggunakan symbol abstrak. Orang yang memiliki factor “g” sedang atau rata-rata ia mempunyai kemampuan sedang untuk mempelajari berbagai bidang-bidang studi. Faktor “s” didasarkan pada gagasan bahwa fungsi otak tergantung kepada ada dan tidaknya struktur atau koneksi yang tepat bagi situasi atau masalah tertentu yang khusus. Dengan demikian luasnya factor “s” mencerminkan kerja khusus dari otak bukan karena struktur khusus otak. c. Teori Multi Faktor Teori intelegensi multi factor dikembangkan oleh E.L Thorndike. Memurut teori ini intelegensi terdiri dari bentuk hubungan-hubungan naural antara

138


stimulus dan respon. Hubungan neural khusus inilah yang mengarahkan tingkah laku individu. Ketika seseorang dapat menyebutkan sebuah kata, menghafal sajak, menjumlahkan bilangan atau mengerjakan pekerjaan itu berarti bahwa ia dapat mengerjakan itu karena terbentuknya koneksi di dalam system saraf karena belajar atau latihan. Manusia diperkirakan memiliki 13 miliar urat saraf sehingga memungkinkan adanya hubungan naural yang banyak sekali. Intelegensi menurut teori ini adalah jumlah koneksi actual dan potensi di dalam system saraf. d. Teori Primary-Mental-Abilities L.L Thurstone telah menjelaskan tentang organisasi intelgensi yang abstrak dengan menggunakan tes mental dan teknik statistic khusus membagi intelegensi menjadi enam kemampuan primer sebagai berikut: 1. Kemampuan neumerical atau matematika 2. Kemampuan verbal atau bahasa 3. Kemampuan abstraksi berupa visualisasi atau berpikir 4. Kemampuan membuat keputusan baik induktif atau pun deduktif 5. Kemampuan mengenal atau mengamati 6. Kemampuan mengingat. Menurut teori primary mental abilities ini intelegensi merupakan penjelmaan dari keenam kemampuan di I atas. Masing-masing dari kemampuan tersebut adalah indefenden serta menjadikan fungsi pikiran yang berbeda atirau berdiri sendiri. e. Teori Sampling Untuk menjelaskan tentang intelegensi G.H Thomson pada tahun 1916 mengajukan sebuah teorinya yang yang disebutkan dengan teori sampling. Meurut teori ini intelgensi merupakan berbagai kemampuan sampel. Dunia berisikan berbagai pengalaman yang dikuasai oleh pikiran manusia tetapi tidak semuanya. Masing-masing bidang

hanya

dikuasai sebagain-sebagain

saja

dan

ini

mencerminkan kemampuan mental manusia. Intelgensi beroperasi dengan terbatas pada sampel dari berbagai kemampuan atau pengalaman dunia nyata.

139


3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Intelgensi seseorang Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi intelegensi adalah sebagai berikut: a. Pembawaan: pembawaan ditentukan oleh sifat-sifat dan cirri-ciri yang dibawa sejak lahir. Batas kesanggupan kita adalah dapat tidaknya memecahkan suatu soal pertama-tama ditentukan oleh pembawaan kita. b. Kematangan: tiap organ dalam tubuh kita mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Tiap organ fisik maupun psikis dapat dikatan telah matang apabila ia telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Anak tidak dapat memecahkan soal tertentu karena soal tersebut masih terlalu sukar baginya. Oragan-organ tubuhnya dan fungsi-fungsi jiwanya masih belum matang untuk melakukan mengenai soal tersebut dan kematangan berhubungan erat dengan umur manusia. c. Pembentukan: pembentukan ialah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi. Pembentukan dapat terjadi secara sengaja (seperti yang dilakukan di sekolah-sekolah) dan pembentukam yang tidak disengaja (pengaruh alam sekitar) d. Minat dan pembawaan yang khas: minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Di dalam diri manusia terdapat dorongan-dorongan (motif) yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan dunia luar. e. Kebebasan: kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memiliki metodemetode tertentu dalam memecahkan masalah. Manusia mempunyai kebebasan memilih metode juga bebas dalam memilih masalah sesuai dengan kebutuhannya. Dengan adanya kebebasan ini berarti bahwa minat itu tidak selamanya menjadi syarat dalam perbuatan intelegensi. Semua factor tersebut di atas bersangkut paut satu sama lainnya. Untuk menentukan intelegensi atau tidaknya seseorang anak kita tidak dapat hanya berpedoman pada salah satu factor tersebut di atas, karena intelegensi adalah factor total dan keseluruhan pribadi ikut serta menentukan dalam perbuatan intelgensi seseorang.

140


4. Peranan Pendidikan Dalam Meningkatkan Intelegensi Menurut para psikolog intelegensi pada anak-anak yang masih muda mengalami peningkatan secara material apabila mereka sebelumnya telah memeliki pengalaman belajar yang menstimulus aktivitas-aktivitas berlatih seperti pendidikan yang diberikan dalam pendidikan kanak-kanak. Terhadap penelitian ini ada beberapa psikolog yang mengkritik dan beranggapan bahwa penelitian ini mengandung kelemahan-kelemahan teknis karena pemberian tes intelegensi “befor and after” bagi anak-anak tingkat pendidikan kanak-kanak dirasa kurang reliable. Sehubungan dengan penelitian para psikolog tersebut di atas Dr Nancy Bayley dari Universitas California mengemukakan pendapat bahwa IQ anak yang masih terlalu muda mengalami perubahan “naik-turun” (tidak tetap). Ia berpendapat bahwa kapasitas mental anak yang masih terlalu muda tidak berkembangan dengan kecepatan yang sama dengan keceapatan perkembangan mental anak-anak sebaya lainnya, meskipun mereka mempunyai kekuatan-kekuatan intelektual yang sama. Ini berarti bahwa dalam tahap perkembangan tertentu seorang anak dapat memiliki IQ di bawah rata-rata, sedangkan dalam tahap yang lainnya ia memiliki IQ di atas rata-rata. 5. Intelegensi Pria Dan Wanita Banyak orang yang sudah meyakini bahwa antara pria dan wanita tidak terdap perbedaan dalam hal intelegensi. Banyak pula penelitian yang membuktikan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara intelgensi pria dan wanita. Dari tes-tes yang pernah diberikan wanita terutama berkelebihan dalam hal mengerjakan tes-tes yang menyangkut penggunaan bahasa, hafalan-hafalan, reaksi-reaksi estetika serta masalah-masalah social. Di lain pihak laki-laki memiliki kelebihan dalam penalaran abstrak, penguasaan matematika, mekanika atau structural skils. Kalau toh adan perbedaan mngenai hal-hal tersebut lebih disebabkan karena factor pengaruh lingkungan. Secara hereditas kita hanya dapat menduga barangkali perbedaan minat dan kelakuan antara pria dan wanita disebabkan karena perbedaan sifat “genes” atau kromoson. Secara tidak langsung perbedaan itu barangkali disebabkan oleh

141


adanya mekanisme interaksi kromoson-kromoson XX versus interaksi kromosonkromoson XY yang mengakibatkan perbedaan bentuk tubuh, bekerjanya kelenjar dan zat-zat biochemical. Selama antara pria dan wanita terdapat perbedaan fisis dan psikis, latihan, pengalaman, pola hidup, kebutuhan, dan minatnya maka kita hanya mendapati kenyataan bahwa tes-tes intelegensi tidak akan mengukur secara akurat tentang perbandingan antara kapasitas mental wanita dengan kapasitas mental laki-laki. Dengan demikian kita masih mengalami kesulitan untuk mengatakan bahwa wanita lebih rendah atau sama atau lebih superior dari pada pria dalam hal intelegensi. 6. Ilmu Pengetahuan Belum Dapat Menjelaskan Tentang Pewarisan Intelegensi Pewarisan intelegensi secara tegas belum dapat dijelaskan oleh karena: a. Dengan adanya berbagai defenisi dan teori tentang intelegensi hingga saat ini kita belum memperoleh pengertian yang standar atau baku tentang intelegensi tersebut. b. Hingga saat ini kita belum memiliki alat ukur yang cermat untuk mengetahui IQ seseorang. Tes untuk mengukur intelegensi akademik dan tes untuk mengukur intelegensi praktis seharusnya menggunakan alat ukur yang berbeda, tetapi hingga saat ini tes atau alat ukur yang digunakan untuk kedua macam intelegensi itu sama. Masih diragukan bahwa tinggi atau rendahnya IQ belum menentukan kapasitas mental seseorang.

C. CBSA Dalam Proses Belajar Mengajar 1. Pengertian Cara belajar siswa aktif (CBSA) merupakan istilah yang bermakna sama dengan Student Active Learning (SAL). CBSA bukan disiplin ilmu atau dalam bahasa popular bukan teori tetapi merupakan cara atau teknik belajar. Dalam dunia pendidikan dan pegajaran CBSA bukanlah hal yang baru. Bahkan dalam teori pengajaran CBSA merupakan konsekuensi logis dari pengajaran yang seharusnya. Artinya merupakan tuntutan logis dari hakikat belajar dan hakikat mengajar seperti telah dijelaskan dalam urian sebelumnya. Hampir tidak pernah

142


terjadi proses belajar tanpa adanya keaktifan individu atau siswa yang belajar dan ada pula keaktifan belajar kategori tinggi. Seandainya dibuat rentangan skala keaktifan dari 0-10, maka keaktifan belajar ada dalam skala 1 samapai 10 tidak adan skala nol betapun kecilnya keaktifan tersebut. Dengan demikian hakikat CBSA pada dasarnya adalah cara atau usaha mempertinggi atau mengoptimalkan kegiatan belajar siswa dalam proses pengajaran. Sebagai konsep CBSA adalah suatu proses kegiatan belajar-mengajar yang subjek didiknya terlibat secara intelektual dan emosional sehingga subjek didik betul-betul berperan dan berpartisipasi aktif dalam melakukan kegiatan belajar. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa CBSA menempatkan siswa sebagai inti dalam kegiatan belajar-mengajar, siswa dipandang sebagai subjek dan objek. Di lihat dari subjek didik maka CBSA merupakan proses kegiatan yang dilakukan siswa dalam rangka belajar. Dilihat dari segi guru maka CBSA merupakan bagian strategi mengajar yang menuntut keaktifan optimal subjek didik. Bertitik tolak dari uraian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan CBSA adalah salah satu cara strategi belajar mengajar yang menuntut keaktifan dan partisipasi subjek didik seoptimal mungkin sehingga siswa mampu mengubah tingkah lakunya secara lebih efektif dan efesien Untuk melihat terwujudnya cara belajar siswa aktif dalam proses belajar mengajar terdapat beberapa indicator cara belajar siswa aktif. Melalui indicator tersebut dapat dilihat tingkah laku yang mana yang muncul dalam suatu proses belajar mengajar berdasarkan apa yang dirancang oleh guru. Indikator tersebut dilihat daru lima segi sebagai berikut: a. Dari sudut siswa dapat dilihat dari: -

Keinginan,

keberanian

menampilkan

minat,

kebutuhan,

dan

permasalahannya, -

Keinginan dan keberanian serta kesempatan untuk berpartisipasi dalam kegiatan persiapan, proses, dan kelanjutan belajar,

-

Penampilan berbagai usaha atau kreatifitas belajar dalam menjalani dan menyelesaikan

kegiatan

belajar

mengajar

sampai

mencapai

keberhasilannya,

143


-

Kebebasan atau keleluasan melakukan hal tersebut di atas tanpa tekanan guru atau pihak lainnya (kemandirian belajar)

b. Dilihat dari sudut guru tampak adanya: -

Usaha mendorong, membina gairah belajar dan partisipasi siswa secara aktif,

-

Peranan guru tidak mendominasi kegiatan proses belajar siswa,

-

Member kesempatan kepada siswa untuk belajar menurut cara dan keadaan mereka masing-masing,

-

Menggunakan berbagai jenis metode mengajar serta pendekatan multi media.

c. Dilihat dari sudut program hendaknya: -

Tujuan interaksional serta konsep maupun isi pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan, minat, serta kemampuan subjek didik,

-

Program cukup jelas dapat dimengerti siswa dan menantang siswa untuk melakukan kegiatan belajar,

-

Bahan pelajar mengandung fakta atau informasi, konsep, prinsip, dan keterampilan.

d. Dilihat dari situasi belajar tanpak adanya: -

Iklim hubungan intim dan erat antara guru dengan siswa, antara siswa dengan siswa, guru dengan guru serta dengan unsur pimpinan di sekolah,

-

Gairah serta kegembiraan belajar siswa sehingga siswa memiliki motivasi yang kuat serta keleluasaan mengembangkan cara belajar masing-masing.

e. Dilihat dari sarana belajar tampak adanya: -

Sumber-sumber belajar bagi siswa,

-

Fleksibilitas waktu untuk melakukan kegiatan belajar,

-

Dukungan dari berbagai jenis media pengajaran,

-

Kegiatan belajar siswa tidak terbatas di dalam kelas tetapi juga di luar kelas. Dengan adanya tanda tanda di atas maka akan lebih mudah bagi guru

dalam merencanakan dan melaksanakan pengajaran. Setidak-tidaknya member rambu-rambu bagi guru dalam melaksanakan CBSA.

144


2. Dasar Pemikiran Perlunya CBSA Dalam Proses Pengajaran Mengapa proses perngajaran harus mengoptimalkan kadar keaktifan siswa belajar atau CBSA? Jawaban terhadap pertanyaan ini dapat kita kaji dari empat perangkat asumsi mengenai : (a) pendidikan, (b) anak didik, (c) guru dan (d) proses pengajaran. a.

Asumsi pendidikan: pendidikan adalah usaha sadar memanusiakan manusia atau membudayakan manusia. Pendidikan adalah proses sosialisasi menuju kedewasaan intektual, social, moral sesuai dengan kemampuan dan martabatnya sebagai manusia. Atas dasar itu maka hakikat pendidikan adalah (1) interaksi manusia, (2) membina dan mengembangkan potensi manusia, (3) berlangsung sepanjang hayat, (4) sesuai dengan kemampuan dan tingkat perkembangan individu, (5) ada dalam keseimbangan antara kebebasan subjek didik dengan kewibawaan guru dan (6) meningkatkan kualitas hidup manusia.

b.

Asumsi anak didik, asumsi anak didik berdasarkan kepada: (1) anak bukan manusia kecil tetapi manusia seutuhnya yang mempunyai potensi untuk berkembang, (2) setiap individu atau anak didik berbeda kemampuanya, (3) individu atau anak didik pada dasarnya insan yang aktif, kreatif, dan dinamis dalam menghadapi lingkungannya, (4) anak didik mempunyai motivasi untuk memenuhi kebutuhannya.

c.

Asumsi guru, asumsi guru bertolak dari: (1) bertanggung jawab atas tercapainya hasil belajar siswa, (2) memiliki kemampuan professional sebagai pengajar, (3) mempunyai kode etik keguruan, (4) berperan sebagai sumber belajar, pemimpin belajar, dan fasilitator belajar sehingga memungkinkan terciptanya kondisi yang baik bagi siswa untuk belajar.

d.

Asumsi proses pengajaran, beberapa asumsi proses pengajaran antara lain: (1) proses pengajaran direncanakan dan dilaksanakan sebagai suatu system, (2) peristiwa belajar terjadi apabila siswa bertinteraksi dengan lingkungan belajar yang diatur oleh guru, (3) proses pengajaran akan lebih efektif apabila menggunakan metode dan teknik yang tepat dan berdaya guna, (4)

145


pengajaran member tekanan kepada proses dan produk secara seimbang, (5) inti dari proses pengajaran adalah adanya kegiatan belajar secara optimal. Implikasi dari perangkat asumsi di atas harus tampak dalam dua hal hak yakni, (1) dalam program pendidikan yang diberikan kepada anak didik biasa disebut dengan instilah kurikulum dan, (2) dalam pelaksanaan program pendidikan atau pengajaran (proses belajar mengajar) sebagai wujud nyata atau operasionalisasi dari kurikulum. Mengingat program pendidikan (kurikulum) telah dibuat dan telah ada sehingga guru dan aparat pendidikan lainnya tinggal menggunakan, maka implikasi dari perangkat asumsi tersebut secara nyata dapat direalisasikan dalam proses belajar mengajar. Bila mengkaji dari setiap asumsi tadi, maka tidak ada pilihan lain bahwa untuk merealisasikan proses belajar mengajar harus beralih kepada strategi belajar mengajar dengan menitikberatkan kepada cara belajar siswa aktif (CBSA). 3. Penerapan CBSA Dalam Proses Belajar Mengajar Pernyataan selanjutnya yang harus dijawab adalah: dalam hal apa CBSA tampak dalam proses belajar mengajar? Kita mengetahui bahkan telah biasa melakukan bahwa proses belajar mengajar menempuh dua tahapan. Tahapan pertama adalah perencanaan dan tahapan kedua adalah pelaksanaan termasuk penilaian. Perencanaan proses belajar mengajar wujudnya dalam bentuk-bentuk satuan pelajaran yang berisi rumusan tujuan pengajaran (tujuan intruksional), bahan pengajran, kegiatan belajar siswa, metode dan alat bantu mengajar dan penilaian. Sedangkan tahap pelaksanaan dari proses belajar mengajar adalah pelaksanaan satuan pelajaran pada saat praktek pengajaran, yakni interaksi guru dengan siswa pada saat pengajaran itu berlangsung. Cara belajar siswa aktif (CBSA) harus tercermin dalam kedua hal tersebut di atas yakni dalam satuan pelajaran dan dalam praktek pengajaran. Dalam satuan pengajaran pemikiran CBSA tercermin dalam rumusan isi satuan pelajaran sebab satuan pelajaran hakikatnya adalah rencana atau proyeksi mengenai tindakan yang akan dilakukan guru pada waktu mengajar. Dengan demikian guru yang akan mengajar dengan penekanan kepada CBSA harus memikirkan hal-hal apa yang dilakukan serta menuangkannya secara tertulis dalam satuan pelajaran. Dimulai

146


dari merumuskan tujuan intruksional khusus (TIK) harus memberikan peluang bahwa pencapaian tujuan tersebut menuntuk kegiatan siswa secara optimal. Merumuskan bahan pelajaran harus diatur sedemikian rupa agar menantang siswa untuk aktif mempelajarinya. Kegiatan belajar siswa ditetapkan dan diurutkan secara sistematik sehingga member peluang adanya kegiatan belajar bersama, kegiatan belajar kelompok, dan kegiatan belajar aktif siswa bukan mengajar aktif dari guru. Tempatkan posisi guru sebagai fasilitator belajar siswa, demikian pula dalam hal penilaian guru hendaknya menuntut siswa mencurahkan pemikirannya secara optimal kalau perlu memberikan tugas-tugas yang harus dikerjakan di kelas ataupun di rumah. Karena itu peranan satuan pelajaran dalam proses belajar mengajar menekankan kepada CBSA bukan semata mata tuntutan administrasi guru tetapi merupakan bagian penting dari praktek pengajaran agar diperoleh hasil belajar siswa yang optimal. Sudah barang tentu pemikiran-pemikiran yang telah dituangkan dalam satuan pelajaran harus secara konsekuen dilaksanakan atau dipraktekkan pada waktu guru mengajar bukan sekedar rencana di atas kertas. Dengan berpedoman kepada satuan pelajaran yang telah diuat guru harus menciptakan lingungan belajar yang mendorong semua siswa aktif melakukan kegiatan belajar secara nyata. Ada beberapa ciri yang harus tampak dalam proses belajar tersebut yaitu: a. Situasi kelas menantang siswa melakukan kegiatan belajar secara bebas tetapi terkendali. b. Guru tidak mendominasi pembicaraan tetapi lebih banyak memberikan rangsangan berpikir kepada siswa untuk memecahkan masalah. c. Guru menyediakan dan mengusahakan sumber belajar bagi siswa bias sumber tertulis,

sumber

manusia,

misalnya

murid

itu

sendiri

menjelaskan

permasalahan kepada murid lainnya, berbagai media yang diperlukan, alat bantu pengajaran termasuk guru sendiri sebagai sumber belajar. d. Kegiatan belajar siswa bervariasi, ada kegiatan yang sifatnya bersama-sama dilakukan oleh semua siswa, ada kegiatan belajar yang dilakukan secara kelompok dalam bentuk diskusi dan ada pula kegiatan belajar yang harus

147


dilakukan oleh masing-masing siswa secara mandiri. Penetapan kegiatan belajar tersebut diatur oleh guru secara sistematik dan terencana. e. Hubungan guru dengan siswa sifatnya harus mencerminkan hubungan manusia bagaikan hubungan bapak-anak bukan hubungan pemimpin bawahan. Guru menempatkan diri sebagai pembimbing semua siswa yang memerlukan bantuan manakala mereka menghadapi persoalan belajar. f. Situasi dan kondisi kelas tidak kaku terikat dengan susunan yang mati tetapi sewaktu-waktu diubah sesuai dengan kebutuhan siswa. g. Belajar tidak hanya dilihat dan dikukur dari segi hasil yang dicapai siswa tetapi juga dilihat dan diukur dari segi proses belajar yang dilakukan siswa. h. Adanya keberanian siswa mengajukan pendapatnya melalui pertanyaan atau pernyataan gagasannya baik yang diajukan kepada guru maupun kepada siswa lainnya dalam pemecahan masalah belajar. i. Guru senantiasa menghargai pendapat siswa terlepas dari benar atau salah dan tidak diperkenankan membunuh atau menekan pendapat siswa di depan siswa lainnya. Guru harus mendorong siswa agar selalu mengajukan pertanyaan dan pendapat secara bebas. 4. Prinsip-Prinsip Belajar Siswa Aktif Proses belajar mengajar yang dapat memungkin cara belajar siswa aktif harus direncanakan dan dilaksnakan secara sistematik. Dalam pelaksanaan pengajaran hendakya diperhatikan beberapa prinsip belajar sehingga pada waktu proses belajar mengajar siswa melakukan kegiatan secara optimal. Ada beberapa prinsip belajar yang dapat menunjang tumbuhnya cara belajar siswa aktif yakni stimulus belajar, perhatian dan motivasi, respon yang dipelajari, penguatan, dan umpan balik serta pemakaian dan pemindahan. Berikut ini dijelaskan secara umum kelima prinsip tersebut. a. Stimulus belajar Pesan yang diterima siswa dari guru melalui informasi biasanya dalam bentuk stimulus. Stimulus tersebut dapat berbentuk verbal atau bahasa, visual, auditif, taktik, dan lain sebagainya. Stimulus hendaknya benar-benar mengkomunikasikan informasi atau pesan yang ingin disampaikan

guru

148


kepada para siswanya. Ada dua cara yang mungkin membantu para siswa agar pesan tersebut mudah diterima yaitu cara petama perlu adanya pengulangan sehingga membantu siswa dalam memperkuat pemahamannya dan cara kedua adalah siswa menyebutkan kembali pesan yang disampaikan guru kepadanya. b. Perhatian dan motivasi Tanpa adanya perhatian dan motivasi hasil belajar yang dicapai siswa tidak akan optimal sehingga stimulus yang diberikan guru tidak akan berarti tanpa adanya perhatian dan motivasi dari siswa. Perhatian dan motivasi belajar siswa tidak akan lama bertahan selama proses belajar mengajar berlangsung karena itu guru perlu mengusahankan agar perhatian dan motivasi belajar siswa dapat bertahan lama. Ada beberapa cara untuk menumbuhkan perhatian dan motivasi belajar antara lain melalui cara mengajar yang bervariasi, mengadakan pengulangan informasi, memberikan stimulus baru, misalnya melalui pertanyaan-pertanyaan kepada siswa untuk menyalurkan keinginan belajarnya, menggunakan media dan alat bantu yang menarik perhatian siswa seperti gambar, foto, diagram dan lain sebagainya. Secara umum siswa akan terangsang untuk belajar apabila ia melihat bahwa situasi belajar mengajar cenderung memuaskan dirinya sesuai dengan kebutuhannya. Motivasi belajar bias tumbuh dari dua hal yakni tumbuh dari dalam dirinya dan dari luar dirinya. Kebutuhan akan belajar pada siswa mendorong timbulnya motivasi dari dalam dirinya, sedangkan stimulus dari guru mendorong timbulnya motivasi prestasi dari luar. Memberikan pujian bagi siswa yang menunjukkan prestasi belajar merupakan upaya menumbuhkan motivasi dari luar diri siswa. c. Respon yang dipelajari Belajar adalah proses yng aktif sehingga apabila siswa tidak dilibatkan dalam berbagai kegiatan belajar sebagai respon siswa terhadap stimulus guru tidak mungkin siswa dapat mencapai hasil belajar yang dikehendaki. Keterlibatan siswa atau respon siswa terhadap stimulus guru bisa meliputi berbagai bentuk seperti perhatian, proses internal terhadap informasi, tindakan nyata dalam bentuk partsipasi kegiatan belajar seperti memecahkan masalah, mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru, menilai kemampuan dirinya

149


dalam menguasai informasi, melatih diri dalam menguasai informasi yang diberikan guru dan lain-lainnya. Semua respon yang dipelajari siswa harus menunjang tercapainya tujuan intruksional sehingga mampu mengubah prilakunya seperti tersirat dalam rumusan tujuan intruksional tersebut. d. Penguatan Setiap tingkah laku yang diikuti oleh kepuasan terhadap kebutuhan siswa akan mempunyai kecenderungan untuk diulang kembali manakala diperlukan. Ini berati apabila respon siswa terhadap stimulus guru memuaskan kebutuhannya maka siswa cenderung untuk mempelajari tingkah laku tersebut. Sumber penguat belajar untuk pemuasan kebutuhan berasal dari luar dan dari dalam dirinya. Penguat belajar yang berasal dari luar seperti nilai, pengakuan prestasi siswa, persetujuan pendapat siswa, ganjaran, hadiah, dan lain sebagainya. Sedangkan penguat dari dalam diri siswa bisa terjadi apabila respon yang dilakukan siswa betul-betul memuaskan dirinya dan sesuai dengan kebutuhannya. e. Pemakaian dan pemindahan Pikiran manusia mempunyai kesanggupan menyimpan informasi yang tidak terbatas jumlahnya. Dalam hal penyimpanan informasi yang tak terbatas ini penting sekali pengaturan dan penempatan informasi sehingga dapat digunakan kembali apabila diperlukan.

150


BAB XI GAYA BELAJAR DAN GAYA KOGNITIF DALAM PEMBELAJARAN

A. GAYA BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN Kemampuan seseorang untuk memahami dan menyerap pelajaran sudah pasti berbeda tingkatannya adan yang cepat, sedang, dan ada pula yang sangat lambat. Oleh karena itu mereka seringkali harus menempuh cara berbeda untuk bisa memahami sebuah informasi atau pelajaran yang sama. Sebagain siswa lebih suka guru mereka mengajar dengan cara menuliskan segalanya di papan tulis, dengan begitu mereka bisa membaca untuk kemudian mencoba memahaminya. Akan tetapi sebagian siswa lain lebih suka guru mereka mengajar dengan cara menyampaikannya

secara

lisan

dan

mereka

mendengarkannya

untuk

memahaminya. Sementara itu ada siswa yang lebih suka membentuk kelompok kecil untuk mendiskusikan pertanyaan yang menyangkut pelajaran tersebut. Cara lain yang juga kerap disukai banyak siswa adalah model belajar yang menempatkan guru tak ubahnya seorang penceramah. Guru diharapkan bercerita panjang lebar tentang beragam teori dengan segudang ilustrasinya, sementara para siswa mendengarkan sambil menggambarkan isi ceramah itu dalam bentuk yang mereka pahami sendiri. Apapun cara yang dipilih perbedaan gaya belajar ini menunjukkan cara tercepat dan terbaik bagi setiap individu untuk bisa menyerap sebuah informasi dari luar dirinya. Jika kita bisa memahami bagaimana perbedaan gaya belajar setiap individu, mungkin akan lebih mudah bagi kita jika suatu ketika kita harus memandu seseorang untuk mendapatkan gaya belajar yang tepat dan memberikan hasil yang maksimal bagi dirinya. Sebelum kita kita sendiri mengajarkanya pada orang lain langkah terbaik adalah mengenali gaya belajar kita sendiri. Dengan kata lain kita sendiri harus merasakan pengalaman mendapatkan gaya belajar yang tepat bagi diri kita sendiri sebelum menularkanya pada orang lain. Ada banyak alasan dan keuntungan yang bisa kita dapatkan apabila kita mampu memahami ragam gaya belajar termasuk gaya belajar kita sendiri. Kalangan tua biasanya banyak menyerap pengetahuan

151


tentang gaya belajar berdasarkan pengalaman yang mereka lalui misalnya mereka pernah bekerja, menjalani latihan militer, mendidik dan membimbing anak dan sebagainya. Rangkaian pengalaman yang mereka lewati itu sesungguhnya adalah bagian dari cara mereka mendapatkan pelajaran berarti yang mungkin bisa kita serap untuk melihat seperti apa sebetulnya gaya belajar yang tepat bagi kita. Ada beberapa tipe gaya belajar yang bisa kita cermati dan mungkin kita ikuti apabila memang kita merasa cocok dengan gaya belajar tersebut. 1. Gaya Belajar Visual Gaya belajar seperti ini menjelaskan bahwa kita harus melihat dulu buktinya untuk kemudian bisa mencapainya. Ada beberapa karakteristik yang khas bagi orang orang yang menyukai gaya belajar visual ini. Pertama, kebutuhan melihat sesuatu (informasi) secara visual untuk mengetahuinya atau untuk memahaminya; kedua, memiliki kepekaan yang kuat terhadap warna; ketiga, memiliki pemahaman yang cukup terhadap masalah artistic; keempat, memiliki kesulitan dalam berdialog secara langsung; kelima, terlalu reaktif terhadap suara; keenam,

sulit

mengikuti

anjuran

lisan;

ketujuh,

seringkali

salah

menginterpretasikan kata atau ucapan. Untuk mengatasi ragam masalah tersebut ada beberapa pendekatan yang bisa digunakan sehingga belajar tetap bisa dilakukan dengan memberikan hasil yang menggembirakan. Salah satunya adalah menggunakan beragam bentuk grafis untuk menyampaikan informasi atau materi pelajaran. Perangkat grafis itu bisa berupa film, slide, gambar ilustrasi, coretancoretan, kartu bergambar, catatan dan kartu gambar berseri yang bisa digunakan untuk menjelaskan suatu informasi secara berurutan. 2.

Gaya Belajar Auditory Learners Gaya belajar auditory learners adalah gaya belajar yang mengandalkan

pada pendengaran untuk bisa memahami dan mengingatnya. Karakteristik model belajar seperti ini benar-benar menempatkan pendengaran sebagai alat utama menyerap informasi atau pengetahuan. Artinya kita harus mendengarkan baru kemudian bisa mengingat dan memahami informasi itu. Karakter pertama orang yang memiliki gaya belajar ini adalah semua informasi hanya bisa diserap melalui pendengaran, kedua memiliki kesulitan untuk menyerap informasi dalam bentuk

152


tulisan secara langsung, ketiga, memiliki kesulitan menulis ataupun membaca. Ada beberapa pendekatan yang bisa dilakukan untuk belajar apabila kita termasuk orang yang memiliki kesulitan-kesulitan belajar seperti di atas. Pertama adalah menggunakan tape perekam sebagai alat bantu, alat ini digunakan untuk merekam bacaan atau catatan-catatan yang dibacakan atau ceramah pengajar di depan kelas untuk kemudian di dengar kembali. Pendekatan kedua yang bisa dilakukan adalah dengan wawancara atau terlibat dalam kelompok diskusi. Sedangkan pendekatan ketiga adalah dengan mencoba membaca informasi kemudian diringkas dalam bentuk lisan dan direkam untuk kemudian didengarkan dan dipahami. Pendekatan terakhir adalah dengan melakukan review secara verbal dengan teman atau pengajar. 3.

Gaya Belajar Tectual Learners Dalam gaya belajar ini kita harus menyentuh sesuatu yang memberikan

informasi tertentu agar kita bisa mengingatnya. Ada beberapa karakteristik model belajar seperti ini yang tak semua orang bisa melakukannya, pertama adalah menempatkan tangan sebagai alat penerima informasi utama agar kita terus bisa mengingatnya, kedua hanya dengan memegang kita bisa menyerap informasinya tanpa harus membaca penjelasannya, dan ketiga kita adalah termasuk orang yang tidaka bisa atau tahan duduk terlalu lama untuk mendengarkan pelajaran, keempat kita merasa bisa belajar lebih baik apabila disertai dengan kegiatan fisik. Karakter yang terakhir orang yang memiliki gaya belajar ini memiliki kemampuan mengendalikan gerak tubuh. Untuk orang orang yang memiliki karakteristik gaya belajar seperti di atas pendekatan belajar yang mungkin bisa dilakukan adalah belajar berdasarkan atau merlalui pengalaman dengan menggunakan berbagai model atau peraga, bekerja dilaboratorium atau bermain sambil belajar. Cara lain yang juga bisa digunakan adalah secara tepat membuat jeda di tengah waktu belajar. Tak jarang orang yang memiliki karakteristik tectual learners juga akan lebih mudah menyerap dan memahami informasi dengan cara menjiplak gambar atau kata untuk belajar mengucapkannya atau memahami fakta.

153


B. TUJUH GAYA BELAJAR EFEKTIF Banyak gaya yang bisa dipilih untuk belajar secara efektif dan berikut adalah tujuh gaya belajar yang mungkin bisa diikuti sebagai berikut: 1. Bermain Dengan Kata Gaya ini bisa kita mulai dengan mengajak seorang teman yang senang bermain dengan bahasa seperti bercerita, membaca, serta menulis. Gaya belajar ini sangat menyenangkan karena bisa membantu kita mengingat nama, tempat, tanggal dan hal-hal lainnya dengan cara mendengar kemudian menyebutkannya. 2. Bermain Dengan Pertanyaan Bagi sebagian orang belajar makin efektif dan bermanfaat apabila dilakukan dengan cara bermain dengan pertanyaan misalnya kita memancing keingintahuan dengan berbagai pertanyaan. Setiap kali muncul jawaban kejar dengan pertanyaan hingga didapat hasil yang paling akhir atau kesimpulan. 3. Bermain Dengan Gambar Ada sebagian orang lebih suka belajar dengan membuat gambar, merancang, melihat gambar, slide, video atau film. Orang yang memiliki kegemaran ini biasa memiliki kepekaan tertentu dalam menangkap gambar atau warna, peka dalam membuat perubahan, merangkai dan membaca kartu. 4. Bermain Dengan Musik Detak irama, nyanyian dan mungkin memainkan salah satu instrumen music atau selalu mendengarka music dapat membuat seseorang belajar dengan baik. Ada banyak orang yang suka mengingat beragam informasi dengan cara mengingat notasi atau melodi music. Mereka berusaha mendapatkan informasi terbaru mengenai beragam hal dengan cara mengingat music atau notasinya yang kemudian bisa membuatnya mencari informasi yang berkaitan dengan music yang didengarnya tersebut. 5. Bermain Dengan Bergerak Gerak manusia, menyentuh sambil berbicara dan menggunakan tubuh untuk

mengekspresikan gagasan

adalah

salah

satu

cara

belajar yang

menyenangkan. Mereka yang biasanya mudah memahami atau menyerap informasi dengan cara ini adalah kalangan penari, olah ragawan.

154


6. Bermain Dengan Bersosialisasi Bergabung dan membaur dengan orang lain adalah cara terbaik mendapat informasi dan belajar secara cepat. Dengan berkumpul kita dapat menyerap berbagai informasi terbaru secara cepat dan mudah memahaminya. Biasanya informasi yang didapat dengan cara ini akan lebih lama terekam dalam ingatan. 7. Bermain Dengan Kesendirian Ada sebagian orang yang gemar melakukan segala sesuatunya termasuk belajar dengan cara menyepi. Untuk mereka yang seperti ini biasanya suka tempat yang tenang dan ruang yang terjaga privasinya.

Lima Prinsip Belajar Mengenali betul apa yang menarik untuk kita Jika kita mengetahui betul apa yang sesungguhnya menarik bagi kita tentu akan lebih mudah mencari ragam informasi penting yang akan kita pelajari. Tak ada seorang pun yang mamapu memberikan informasi tentang apa yang menarik untuk kita pelajari kecuali kita sendiri. Ada baiknya sekali waktu kita berhenti dulu belajar lalu tanyakan pada diri kita, untuk apa kita belajar? Jika kita cukup punya alasannya tak salah apabila kita mencoba mengujinya dengan mengikuti beberapa tes untuk melihat tingkat pemahaman kita dan cara untuk meningkatkannya. Hal terpenting yang perlu diingat adalah seberapa cepat pun kita bisa memahami suatu informasi, maka informasi itu dengan mudah bisa hilang dari ingatan jika ternyata informasi tersebut tidak menarik bagi kita. Kenalilah kepribadian diri sendiri Jika kita tahu betul siapa diri kita dan apa yang kita inginkan maka mempelajari sesuatu yang sesuai dengan keinginan dan kepribadian kita menjadi lebih mudah dilakukan. Sebab apapun yang akan kita pelajari dan pahami seringkali menjadi sia-sia jika ternyata tak sesuai dengan kepribadian kita. Rekam semua informasi dalam kata `

Langkah yang paling mudah untuk memahami, mengingat, dan

mempelajari sesuatu adalah dengan kata. Langkah yang paling mudah dan bijaksana apabila kita terbiasa merekam semua informasi itu dengan cara

155


menuliskannya kembali dalam bentuk apa saja misalnya dalam bentuk gambar, coretan dan yang terbaik adalah catatan tertulis buatn tangan sendiri. Belajar bersama orang lain Cara termudah untuk belajar sesungguhnya adalah bila kita melakukannya dengan cara bersama-sama. Prinsip belajar ini hampir selalu efektif bagi setiap orang apapun karakter belajar yang dimilikinya. Selain itu belajar juga menjadi terasa lebih menyenangkan dan ringan apabila dilakukan secara bersama-sama. Hargai diri sendiri Belajar memahami dan menyerap informasi akan menjadi lebih terasa bermanfaat dan berarti apabila kita menghargainya. Rencanakan apa yang akan kita pelajari dan pahami setelah itu cobalah membuat jeda di antara waktu belajar yang kita lakukan, setelah itu lihat seberapa besar tingkat keberhasilan kita dalam mempelajari suatu informasi atau fakta tertentu. Apabila kita merasa berhasil, maka kita layak menghargai jerih payah belajar kita dengan cara apa saja misalnya merayakan dengan cara makan enak atau membeli sesuatu yang bisa mengingatkan kita akan keberhasilan yang telah dicapai.

C. GAYA KOGNITIF DALAM PEMBELAJARAN Gaya kognitif merupakan cara siswa yang khas dalam belajar baik yang berkaitan dengan cara penerimaan dan pengolahan informasi, sikap terhadap informasi maupun kebiasaan yang berhubungan dengan lingkungan belajar. Gaya kognitif merupakan salah satu variable kondisi belajar yang menjadi salah satu pertimbangan dalam merancang pembelajaran. Pengetahuan tentang gaya kognitif dibutuhkan untuk merancang atau memodifikasi materi pembelajaran, tujuan pembelajaran serta metode pembelajaran. Diharapkan dengan adanya interaksi dari factor gaya kognitif, tujuan, materi serta metode pembelajaran, hasil belajar siswa dapat dicapai semaksimal mungkin. Beberapa batasan para ahli tentang gaya kognitif tersebut di antaranya Witkin mengemukakan bahwa gaya kognitif sebagai ciri khas siswa dalam belajar. Sedangkan Messich mengemukakan bahwa gaya kognitif merupakan kebiasaan seseorang dalam memperoses informasi. Sementara Keefe mengemukakan bahwa gaya kognitif merupakan bagian dari

156


gaya belajar yang menggambarkan kebiasaan berprilaku yang relatif tetap dalam diri seseorang dalam menerima, memikirkan, memecahkan masalah maupun dalam menyimpan informasi. Shirley dan Rita menyatakan bahwa gaya kognitif merupakan karakteristik individu dalam berpikir, merasakan, mengingat, memecahkan masalah dan membuat keputusan. Informasi yang tersusun baik, rapid an sistematis lebih mudah diterima oleh individu tertentu, individu lain lebih mudah menerima informasi yang tersusun tidak terlalu rapi dan tidak terlalu sistematis. Sebagai karakteristik perilaku gaya kognitif berada pada lintas kemampuan dan kepribadian serta dimanifestasikan pada beberapa aktivitas dan media. Gaya kognitif menunjukkan adanya variasi antar individu dalam pendekatannya terhadap suatu tugas, tetapi variasi itu tidak menunjukkan tingkat intelegensi atau kemampuan tertentu. Sebagai karakteristik perilaku, karakteristik individu yang memiliki gaya kognitif yang sama belum tentu memiliki kemampuan yang sama, apalagi individu yang memiliki gaya kognitif yang berbeda, kecenderungan perbedaan kemampuan yang dimilikinya lebih besar. Setiap individu mempunyai gaya yang berbeda ketika memperoses informasi. Todd menyatakan bahwa gaya kognitif adalah langkah individu dalam memproses informasi melalui strategi responsive atas tugas yang diterima. Pada bagian lain Woolfolk menunjukkan bahwa di dalam gaya kognitif terdapat suatu cara yang berbeda untuk melihat, mengenal dan mengorganisasi informasi. Setiap individu akan memilih cara yang disukai dalam memproses dan mengorganisasi informasi sebagai respons terhadap stimuli lingkungannya. Ada individu yang cepat merespon dan ada pula yang lambat. Cara-cara merespon ini juga berkaitan dengan sikap dan kualitas personal. Keefe memilah gaya kognitif dalam dua kelompok yaitu gaya dalam menerima informasi (reception style) dan gaya dalam membentuk konsep dan retensi (concept formation and retention style). Gaya dalam menerima informasi lebih berkaitan dengan persepsi dan analisis data, sedangkan gaya dalam pembentukan konsep dan retensi mengacu pada perumusan hipotesis, pemecahan masalah dan proses ingatan. Keefe juga menambah bahwa gaya kognitif merupakan bagian dari gaya belajar dan gaya belajar berhubungan dengan

157


kemampuan intelektual. Terdapat perbedaan antara kemampuan (ability) dan gaya (style). Kemampuan mengacu pada isi kognisi yang menyatakan macam informasi apa yang telah diproses, dengan langkah bagaimana, dan dalam bentuk apa. Sedangkan gaya lebih mengacu pada proses kognisi yang menyatakan bagaimana ini informasi tersebut diproses. Kedudukan gaya kognitif dalam proses pembelajaran tidak dapat diabaikan, hal ini sesuai dengan pandangan Reigeluth bahwa dalam variable pengajaran gaya kognitif merupakan salah satu karakteristik siswa yang masuk dalam variabel kondisi pembelajaran, di samping karakteristik siswa lainnya seperti motivasi, sikap, bakat, minat, kemampuan berpikir dan lain-lain. Sebagai salah satu karakteristik siswa kedudukan gaya kognitif dalam proses pembelajaran penting diperhatikan guru atau perancang pembelajaran sebab rancangan pembelajaran yang disusun dengan mempertimbangkan gaya kognitif berarti menyajikan materi pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik dan potensi yang dimiliki siswa. Dengan rancangan seperti ini suasana belajar akan tercipta dengan baik karena pembelajaran tidak terkesan mengintervensi hak siswa. Selain itu pembelajaran disesuaikan dengan proses kognitif atau perkembangan kognitif siswa. Noel Entwistle menguraikan bahwa karakteristik siswa yang memiliki gaya kognitif spasial dicirikan oleh beberapa hal antara lain (a) dalam berpikir selalu imajinatif, (b) cepat berpikir jika dihadapkan pada masalah yang abstrak, (c) saat menerima informasi dipecahkan dengan menyertakan peran citra mental, (d) menganalisis objek yang visual, selalu melihat akibatnya, (e) tidak mudah terpengaruh oleh kritik, (f) selalu mempertimbangkan resiko, (g) memecahkan masalah dapat dilakukan dengan cepat jika disertai dengan gambar, tabel atau grafik, (h) dalam mengerjakan tugas tidak diperlukan bimbingan secara rinci dan (i) memiliki rotasi mental yang tinngi.

158


BAB XII MENDESAIN PEMBELAJARAN BERDASARKAN KOMPETENSI

A. KEMAMPUAN GURU DALAM MENDESAIN PEMBELAJARAN Spencer and Spencer mendefinisikan kemampuan sebagai karakteristik yang menonjol dari seseorang individu yang berhubungan dengan kinerja efektif dan atau superior dalam suatu pekerjaan atau situasi. R.M Guion mendefinisikan kemampuan atau kompetensi sebagai karakteristik yang menonjol bagi seseorang dan mengindikasikan cara-cara berprilaku atau berpikir dalam segala situasi dan berlangsung terus menerus dalam periode waktu yang lama. Dari pendapat tersebut dapat dipahami bahwa kemampuan adalah merujuk pada kinerja seseorang dalam suatu pekerjaan yang bisa dilihat dari pikiran, sikap dan prilakunya. Cooper dalam Sudjana mengemukakan empat kompetensi guru yakni (a) mempunyai pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku manusia, (b) mempunyai pengetahuan dan menguasai bidang studi yang dibinanya, (c) mempunyai sikap yang tepat tentang diri sendiri, sekolah, teman sejawat dan bidang studi yang dibinanya, (d) mempunyai keterampilan teknik mengajar. Pendapat yang hamper sama dikemukakan oleh Grasser ada empat kompetensi guru yakni (a) menguasai bahan pelajaran, (b) kemampuan mendiagnosis tingkah laku siswa, (c) kemampuan melaksanakan proses pengajaran dan (d) kemampuan mengukur hasil belajar istri. Sementara Nana Sudjana telah membagi kompetensi guru dalam tiga bagian yaitu sebagai berikut: 1. Kompetensi penguasaan

bidang mata

kognitif, pelajaran,

artinya

kemampuan

pengetahuan

intelektual

mengenai

cara

seperti

mengajar,

pengetahuan tentang belajar dan tingkah laku individu, pengetahuan tentang bimbingan dan penyuluhan, pengetahuan tentang administrasi kelas, pengetahuan tentang cara menilai hasil belajar siswa dan pengetahuan tentang kemasyarakatan serta pengetahuan umum lainnya. 2. Kompetensi bidang sikap, artinya kesiapan dan kesediaan guru terhadap berbagai hal berkenaan dengan tugas dan profesinya. Misalnya sikap

159


menghargai pekerjaannya, mencintai dan memiliki perasaan senang terhadap mata pelajaran yang dibinanya, sikap toleransi terhadap sesame teman profesinya dan memiliki kemauan yang keras untuk meningkatkan hasil pekerjaannya. 3. Kompetensi perilaku atau performance, artinya kemampuan guru dalam berbagai keterampilan atau berprilaku seperti keterampilan mengajar, membimbing, menilai, menggunakan alat bantu pengajaran, bergaul atau berkomunikasi dengan siswa, keterampilan menumbuhkan semangat belajar para siswa, keterampilan menyusun persiapan atau perencanaan mengajar, keterampilan melaksanakan administrasi kelas dan lain-lain. Menurut Crow dan Crow kemampuan guru dalam melaksanakan pembelajaran meliputi: (a) penguasaan subject-matter yang akan diajarkan; (b) keadaan fisik dan kesehatannya, (c) sifat-sifat pribadi dan kontrol emosinya, (d) memahami sifat-hakikat dan perkembangan manusia, (e) pengetahuan dan kemampuan untuk menerapkan prinsip-prinsip belajar, (f) kepekaan dan aspirasinya terhadap perbedaan kebudayaan, agama dan etnis, (g) minatnya terhadap perbaikan professional dan pengayaan cultural yang terus-menerus dilakukan. 1. Pentingnya Desain Pembelajaran Proses pembelajarana merupakan suatu proses yang sistematis yang tiap komponennya sangat menentukan keberhasilan belajar anak didik. Sebagai suatu sistem proses belajar itu saling berkaitan dan bekerjasama untuk mencapai tujuan yang ingin dicapainya. Menurut Mudhafir (1990) system dapat diartikan sebagai suatu kesatuan unsur-unsur yang saling berintegrasi dan berinteraksi secara fungsional yang memproses masukan menjadi keluaran. Sedangkan cirri-cirinya antara lain (a) ada tujuan yang ingin dicapai, (b) ada fungsi-fungsi untuk mencapai tujuan, (c) ada komponen yang melaksanakan fungsi-fungsi tersebut, (d) ada interaksi antar komponen, (e) ada penggabungan yang menimbulkan jalinan keterpaduan, (f) ada proses transformasi, (g) ada proses balikan untuk perbaikan dan, (h) ada daerah batasan dan lingkungan. Lebih jauh Atwi Suparman (1991) memberikan makna terhadap system yang berarti benda, peristiwa, kejadian atau

160


cara yang terorganisasi yang terdiri dari bagian-bagian yang lebih kecil dan seluruh bagian secara bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan tertentu. Demikian pula halnya sistem pengajaran pada mata pelajaran tertentu, di mana tujuan sistem di sini adalah untuk menimbulkan belajar atau learning yang komponen-komponen belajarnya yaitu anak didik, pendidik, instruktur, guru, materi pengajaran, dan lingkungan pengajaran. Agar proses pengajaran mata pelajaran tertentu ini dapat terlaksana dengan baik, maka salah satu yang perlu dibenahi adalah perbaikan kualitas tenaga pengajarnya. Dengan perbaikan tenaga ini maka guru paling tidak dapat mengorganisasi pengajaran tersebut dengan jalan menggunakan teori-teori belajar serta desain pengajaran yang dapat menimbulkan minat dan motivasi anak didik dalam belajar mata pelajaran tersebut. 2. Pengertian Desain Pembelajaran Ada beberapa definisi tentang perencanaan yang rumusannya berbeda satu dengan yang lain. Cunningham misalnya mengemukakan bahwa perencanaan itu ialah menyeleksi dan menghubungkan pengetahuan, fakta, imajinasi dan asumsi untuk masa yang akan dating dengan tujuan memvisualisasi dan memformulasi hasil yang diinginkan, urutan kegiatan yang diperlukan dalam batas-batas yang dapat diterima yang akan digunakan dalam penyelesaian. Perencanaan di sini menekankan pada usaha menyeleksi dan menghubungkan sesuatu dengan kepentingan masa yang akan dating serta usaha untuk mencapainya. Defenisi yang kedua mengemukakan bahwa perencanaan adalah hubungan antara apa yang ada sekarang dengan bagaimana seharusnya yang bertalian dengan kebutuhan, penentuan tujuan, prioritas, program dan alokasi sumber. Bagaimana seharusnya adalah mengacu pada masa yang akan datang. Perencanaan di sini menekankan kepada usaha mengisi kesenjangan antara keadaan sekarang dengan keadaan yang akan dating yang sesuai dengan apa yang dicita-citakan, ialah menghilangkan jarak antara keadaan sekarang dengan keadaan mendatang yang diinginkan. Sementara itu definisi lain tentang perencanaan yaitu suatu cara untuk mengantisifasi dan menyeimbangkan perubahan. Dalam definisi ini ada asumsi bahwa perubahan selalu terjadi, artinya

161


perubahan yang terjadi di luar organisasi pembelajaran tidak jauh berbeda dengan perubahan yang terjadi pada organisasi pembelajaran.

B. PERENCANAAN PEMBELAJARAN Pembelajaran yang akan direncanakan memerlukan berbagai teori untuk merancangnya agar rencana pembelajaran yang disusun benar-benar dapat memenuhi harapan dan tujuan pembelajaran. Untuk itu pembelajaran sebagai suatu disiplin ilmu menaruh perhatian pada perbaikan kualitas pembelajaran dengan menggunakan teori pembelajaran deskriptif, sedangkan rancangan pembelajaran mendekati tujuan yang sama dengan berpijak pada teori pembelajaran deskriptif. Dasar Perlunya Perencanaan Pembelajaran Perencanaan pembelajaran harus melibatkan semua variabel pembelajaran dan inti dari desain pembelajaran adalah penetapan metode pembelajaran yang optimal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. 1. Perbaikan Kualitas Pembelajaran Perbaikan kualitas pembelajaran haruslah diawali dengan perbaikan desain pembelajaran. Perencanaan pembelajaran dapat dijadikan titik awal dari upaya perbaikan kualitas pembelajaran. Hal ini dimungkinkan karena dalam desain pembelajaran tahapan yang akan dilakukan oleh guru atau dosen dalam mengajar telah terancang dengan baik, mulai dari mengadakan analisis tujuan pembelajaran sampai dengan pelaksanaan evaluasi sumatif yang tujuannya untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. 2. Pembelajaran Dirancang Dengan Pendekatan Sistem Untuk mencapai kualitas pembelajaran maka desain pembelajaran yang dilakukan haruslah didasarkan pada pendekatan system. Hal ini disadari bahwa dengan pendekatan system akan memberikan peluang yang lebih besar dalam mengintegrasikan semua variabel yang mempengaruhi belajar termasuk keterkaitan antarvariabel pengajaran, yakni variabel kondisi pembelajaran, variabel metode, dan variabel hasil belajar.

162


3. Desain pembelajaran Mengacu Pada Bagaimana Seseorang Berlajar Kualitas

pembelajaran

juga

banyak

tergantung

pada

bagaimana

pembelajaran itu dirancang dan rancangan pembelajaran biasanya dibuat berdasarkan pendekatan perancangnya, apakah bersifat intuitif atau bersifat ilmiah. Jika bersifat intuitif maka rancangan pembelajaran tersebut banyak diewarnai oleh kehendak perancangnya. Akan tetapi jika dibuat berdasarkan pendekatan ilmiah maka rancangan pembelajaran tersebut diwarnai oleh berbagai teori yang dikemukakan oleh para ilmuan pembelajaran. 4. Desain Pembelajaran Diacukan Pada Siswa Perorangan Seseorang dalam belajar memiliki potensi yang perlu dikembangkan. Tindakan atau perilaku belajar dapat ditata atau dipengaruhi, tetapi tindakan atau perilaku belajar itu akan tetap berjalan sesuai dengan karakteristik siswa. Siswa yang lambat dalam berfikir tidak mungkin dapat dipaksa bertindak secara cepat, sebaliknya siswa yang memiliki kemampuan berpikir tinggi tidak mungkin dipaksa untuk berpikir lambat. Dalam ini jika perencanaan pembelajaran tidak diacukan pada individu yang belajar seperti ini maka besar kemungkinan bahwa siswa yang lambat belajar akan semakin tertinggal dan yang cepat berpikir makin maju pembelajarannya. Akibatnya proses pembelajaran yang dilakukan dalam suatu kelompok tertentu akan banyak mengalami hambatan karena perbedaan karakteristik siswa yang tidak diperhatikan. 5. Desain Pembelajaran Harus Diacukan Pada Tujuan Hasil pembelajaran mencakup hasil langsung dan hasil tidak langsung. Perancangan pembelajaran perlu memilah hasil pembelajaran yang langsung dapat diukur setelah selesai pelaksanaan pembelajaran, dan hasil pembelajaran yang dapat terukur setelah melalui keseluruhan proses pembelajaran atau hasil pengiring. Perancangan pembelajaran seringkali merasa kecewa dengan hasil nyata yang diperolehnya karena ada hasil yang tidak segera diamati setelah pembelajaran berakhir, terutama hasil pembelajaran yang termasuk pada ranah sikap. Padahal ketercapaian ranah sikap biasanya terbentuk setelah secara komulatif dan dalam waktu yang relative lama terintegrasi keseluruhan hasil langsung pembelajaran.

163


6. Desain Pembelajaran Diarahkan Pada Kemudahan Belajar Sebagaimana

disebutkan

di

atas

pembelajaran

adalah

upaya

membelajarkan siswa dan perancangan merupakan penataan upaya agar muncul perilaku belajar. Dalam kondisi yang ditata dengan baik, strategi yang direncanakan akan memberikan peluang dicapainya hasil pembelajaran. Di samping itu peran guru sebagai sumber belajar telah diatur secara terencana, pelaksaan evaluasi baik formatif maupun sumatif memberikan kemudahan siswa untuk belajar. Dengan desain pembelajaran setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh guru akan mudah dilaksanakan. Jika hal ini dilakukan dengan baik maka sasaran akhir dari pembelajaran yaitu kemudahan siswa dalam belajar akan terealisasi dengan baik. 7. Desain Pembelajaran Melibatkan Variabel Pembelajaran Desain pembelajaran diupayakan mencakup semua variabel pengajaran yang dirasa turut mempengaruhi belajar. Ada tiga variabel pembelajaran yang perlu dipertimbangkan dalam pemcapaian rangcangan pembelajaran yaitu kondisi, metode dan hasil pembelajaran. Kondisi pembelajaran mencakup semua variabel yang tidak dapat dimanipulasi oleh perencana pembelajaran dan harus diterima apa adanya. Adapun yang termasuk dalam variabel ini adalah tujuan pembelajaran, karakteristik bidang studi dan karakteristik siswa. Sedangkan variabel metode pembelajaran mencakup semua cara yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan pembelajaran dalam kondisi tertentu. Adapun yang termasuk dalam variabel ini adalah strategi pengorganisasian pembelajaran, strategi penyampaian pembelajaran dan strategi pengelolaan pembelajaran. Sedangkan variabel hasil pembelajaran mencakup semua akibat yang muncul dari penggunaan

metode

tertentu

pada

kondisi

tertentu

seperti

keefektifan

pembelajaran, efesiensi pembelajaran dan daya tarik pembelajaran. 8. Desain Pembelajaran Penetapan Metode Untuk Mencapai Tujuan Fokus utama dalam perencangan pembelajaran adalah pada pilihan, penetapan dan pengembangan variabel metode pembelajaran. Pemilihan metode pembelajaran harus didasarkan pada analisis kondisi dan hasil pembelajaran. Analisis akan menunjukkan bagaimana kondisi pembelajarannya dan apa hasil

164


pembelajaran

yang

mengembangkan

diharapkan.

metode

Setelah

pembelajaran.

itu Ada

barulah tiga

menetapkan

prinsip

yang

dan perlu

dikembangkan dalam upaya menetapkan metode pembelajaran. Ketiga prinsip tersebut adalah (1) tidak ada satu metode yang unggul untuk semua tujuan dalam semua kondisi, (2) metode pembelajaran yang berbeda memiliki pengaruh yang berbeda dan konsisten pada hasil pembelajaran, dan (3) kondisi pembelajaran yang berbeda bisa memiliki pengaruh yang konsisten pada hasil pengajaran.

C. LANGKAH-LANGKAH MENDESAIN PEMBELAJARAN Berbagai

model

dapat

dikembangkan

dalam

mengorganisasikan

pengajaran salah satu di antaranya adalah model Dick and Carey (1985) dengan langkah-langkah sebagai berikut: (1) mengidentifikasi tujuan umum pengajaran, (2) melaksanakan analisis pengajaran, (3) mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakteristik siswa, (4) merumuskan tujuan performance, (5) mengembangkan butir-butir tes acuan patokan, (6) mengembangkan strategi pengajaran, (7) mengembangkan

dan

memilih

materi

pengajaran,

(8)

mendesain

dan

melaksanakan evaluasi formatif, (9) merivisi bahan pelajaran dan (10) mendesain dan melaksanakan evaluasi sumatif. 1. Mengidentifikasi Tujuan Umum pembelajaran Dick and Carey (1985) menjelaskan bahwa tujuan pengajaran adalah untuk menentukan apa yang dapat dilakukan oleh anak didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Di dalam buku akta mengajar V (Depdikbud, 1982) tujuan pembelajaran sangat penting dalam proses intruksional atau dalam setiap kegiatan belajar mengajar sebab tujuan pembelajaran yang dirumuskan secara spesifik dan jelas akan memberikan keuntungan kepada (a) siswa untuk dapat mengatur waktu dan pemusatan perhatian pada tujuan yang ingin dicapai, (b) guru untuk dapat mengatur kegiatan inntruksionalnya, metodenya, dan strategi untuk mencapai tujuan tersebut, (c) evaluator untuk dapat menyusun tes sesuai dengan apa yang harus dicapai oleh anak didik. Rumusan tujuan umum pembelajaran menurut Dick and Carrey (1985) harus jelas dan dapat diukur, berbentuk tingkah laku. Pandangan lain

165


dikemukakan oleh Hamzah Uno dan Miarso (1984) mengemukakan rumusan pembelajaran yang baik, (a) menggunakan istilah yang operasional, (b) berbentuk hasil belajar, (c) berbentuk tingkah laku, (d) jelas hanya mengukur satu tingkah laku. Pendapat lain dikemukan oleh Mudhafir (1990) rumusan pembelajaran yang baik meliputi, (a) formulasi dalam bentuk yang operasional, (b) bentuk produk belajar, (c) dalam tingkah laku siswa, (d) jelas tingkah laku yang ingin dicapai, (e) hanya mengandung satu tujuan belajar, (f) tingkat keluasan yang sesuai, (g) rumusan kondisi belajar yang jelas dan cantumkan standar tingkah laku yang dapat diterima. 2. Melakukan Analisis Pembelajaran Analisis

pembelajaran

dalam

keseluruahan

desain

pembelajaran

merupakan perilaku prasyarat, sebagai perilaku yang menurut urutan gerak fisik berlangsung lebih dahulu, perilaku yang menurut proses psikologis muncul lebih dahulu atau secara kronologis terjadi lebih awal sehingga analisis ini merupakan acuan dasar dalam melanjutkan langkah-langkah desain pembelajaran berikutnya. Gagne, Brigss dan Wager I1988) mengatakan bahwa tujuan analisis pengajaran adalah untuk menentukan keterampilan-keterampilan yang akan dijangkau oleh tujuan pembelajaran serta memungkinkan untuk membuat keputusan yang diperlukan dalam urutan mengajar. Sedangkan menurut Atwi Suparman (1991) analisis intruksional adalah proses menjabarkan perilaku umum menjadi perilaku khusus yang tersusun secara logis dan sistematis. Dengan melakukan analisis pembelajaran ini akan tergambar susunan perilaku khusus yang paling awal sampai yang paling khusus. Untuk menemukan keterampilan-keterampilan bawahan yang bersumber dari tujuan pembelajaran digunakan pendekatan hirarki. Mengapa harus menggunakan pendekatan hirarki karena anak didik dituntut harus mampu memecahkan masalah atau melakukan kegiatan informasi yang tidak dijumpai sebelumnya seperti mengklasifikasikan dengan cirri-cirinya, menerapkan dalil atau prinsip untuk memecahkan masalah.

166


3. Mengidentifikasi Tingkah Laku Masukan Dan Karakteristik Siswa Mengidentifikasikan tingkah laku masukan dan karakteristik siswa perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas perseorangan untuk dapat dijadikan sebagai petunjuk dalam mendeskripsikan strategi pengelolaan pembelajaran. Aspek-aspek yang diungkap dalam kegiatan ini bisa berupa bakat, motivasi belajar, gaya belajar, kemampuan berpikir, minat atau kemampuan awal. Untuk mengungkap kemampuan awal mereka dapat dilakukan dengan pemberian tes dari tingkat bawah atau tes yang berkaitan dengan materi ajar sesuai panduan kurikulum. Sedangkan minat, motivasi, kemampuan berpikir, gaya belajar dan lain-lainnya dapat dilakukan dengan bantuan tes baku yang telah dirancang para ahli. Misalnya tes gaya belajar bisa menggunakan tes yang dibuat oleh Keffe (1992), tes berpikir formal bisa menggunakan tes menurut Piaget (1978) dan lain-lainnya. 4. Merumuskan Tujuan Performansi Dick and Carey (1985) menyatakan bahwa tujuan performasi terdiri dari (1) tujuan harus menguraikan apa yang akan dikerjakan atau diperbuat oleh anak didik, (2) menyebutkan tujuan, memberikan kondisi atau keadaan yang menjadi syarat, yang hadir pada waktu anak didik berbuat, (3) menyebutkan criteria yang digunakan untuk menilai unjuk perbuatan anak didik yang dimaksudkan pada tujuan. Gagne, Briggs dan Mager menjelaskan bahwa fungsi performasi objektif antara lain: (a) menyediakan suatu sarana dalam kaitannya dengan pembelajaran untuk mencapai tujuan, (b) menyediakan suatu sarana berdasarkan suatu kondisi belajar yang sesuai, (c) memberikan arah dalam mengembangkan pengukuran atau penilaian dan membantu anak didik dalam usaha belajar. 5. Mengembangkan Butir-Butir Tes Acuan Patokan Tes acuan patokan terdiri atas soal-soal yang secara langsung mengukur istilah patokan yang dideskripsikan dalam suatu perangkat tujuan. Istilah patokan dipergunakan karena soal-soal tes merupakan rambu-rambu untuk menentukan kelayakan penampilan siswa dalam tujuan, maksudnya keberhasilan siswa dalam tes ini menentukan apakah siswa telah mencapai tujuan khusus yang telah ditentukan atau belum. Dalam mengembangkan butir-butir tes acuan patokan Dick and Carey (1985) mrekomendasikan dua macam tes acuan patokan yaitu: (1) Tes

167


entry behaviors merupakan tes acuan patokan untuk mengukur keterampilan sebagaimana adanya pada permulaan pembelajaran, (2) pretes, merupakan tes acuan patokan yang berguna bagi keperluan tujuan-tujuan yang telah dirancang sehingga diketahui seberapa jauh pengetahuan anak didik terhadap keterampilan yang berada di atas batas yaitu keterampilan prasyarat. Maksud dari pretes ini bukanlah untuk menentukan nilai akhir, tetapi lebih mengenal profil anak didik berkenaan analisis pembelajaran. 6. Mengembangkan Strategi Pembelajaran Dalam strategi pembelajaran menjelaskan komponen umum suatu perangkat material pembelajaran dan mengembangkan meteri secara prosedural haruslah berdasarkan karakteristik siswa. Karena material pembelajaran yang dikembangkan pada akhirnya dimaksudkan untuk membantu siswa agar memperoleh kemudahan dalam belajar. Untuk itu sebelum mengembangkan materi perlu dilihat kembali karakteristik siswa. Dick and Carey mengermukakan bahwa dalam merencanakan dalam satu unit pembelajaran ada tiga tahap yaitu (1) mengurutkan dan merumpunkan tujuan ke dalam pembelajaran; (2) merencanakan prapembelajaran, pengetesan dan kegiatan tindak lanjut; (3) menyusun alokasi waktu berdasarkan strategi pembelajaran. Dengan mengurutkan tujuan ke dalam pembelajaran dapat membuat pembelajaran lebih bermakna bagi siswa. Komponen strategi pembelajaran terdiri dari, (a) kegiatan prapembelajaran, (b) penyajian informasi, (c) peran serta mahasiswa, (d) pengetesan dan (e) kegiatan tindak lanjut. 7. Mengembangkan Dan memilih Material Pembelajaran Dick and Carey (1985) menyarankan ada tiga pola yang dapat diikuti oleh pengajar untuk merancang atau menyampaikan pembelajaran yaitu, (1) pengajar merancang bahan pelajaran individual, semua tahap pembelajaran dimasukkan ke dalam bahan kecuali prates dan pascates, (2) pengajar memilih dan mengubah bahan yang ada agar sesuai dengan strategi pembelajaran. Peran pengajar akan bertambah dalam menyampaikan pembelajaran. Beberapa bahan mungkin saja disampaikan tanpa bantuan pengajar, jika tidak ada maka pengajar harus memberi penjelasan, (3) pengajar tidak memakai bahan, tetapi meyampaikan semua

168


pembelajaran menurut strategi pembelajarannya yang telah disusunya. Pengajar menggunakan strategi pembelajarannya sebagai pedoman termasuk latihan dan kegiatan kelompok. Kebaikan dari strategi ini adalah pengajar dapat dengan segera memperbaiki atau memperbaharui pembelajaran apa bila terjadi perubahan isi. Sedangkan kerugiannya adalah sebagain besar waktu tersita untuk menyampaikan informasi sehigga sedikit sekali waktu untuk membantu anak didik. 8. Mendesain Dan Melaksanakan Evaluasi Formatif Menurut Dick and Carey ada tiga fase pokok penilaian formatif yaitu sebagai berikut: a. Fase perorangan atau fase klinis. Pada fase ini perancang bekerja dengan siswa secara perseorangan untuk memperoleh data guna menyempurnakan bahan pembelajaran. Data yang dimaksud di sini adalah kesalahan-kesalahan. b. Fase kelompok kecil yaitu sekelompok siswa yang terdiri dari delapan sampai sepuluh orang yang merupakan wakil cerminan populasi sasaran mempelajari bahan secara mandiri dan kemudian diuji untuk memperoleh data yang diperlukan. c. Fase uji lapangan boleh diikuti oleh siswa banyak. Penekaanannya dalam uji coba lapangan ini adalah pada pengujian procedural yang diperlukan untuk memberlakukan pembelajaran itu dalam suatu keadaan yang sangat nyata. 9. Merevisi Bahan pembelajaran Untuk dapat merevisi pembelajaran dilakukan sesuai data yang diperoleh dari evaluasi formatif yaitu penilaian perseorangan, penilaian kelompok kecil, dan hasil akhir uji coba lapangan. Ada dua revisi yang perlu dipertimbangkan yaitu (1) revisi terhadap isi atau subtansi bahan pembelajaran agar lebih cermat digunakan sebagai alat belajar, (2) revisi terhadap cara-cara yang dipakai dalam menggunakan bahan pembelajaran. Untuk keperluan bahan pembelajaran ada empat macam keterangan pokok yang menjadi sumber dalam melakukan revisi yaitu (1) cirri anak didik dan tingkah laku masukan; (2) tanggapan langsung terhadap pembelajaran termasuk tes sisipan; (3) hasil pembelajaran pascates, (4) jawaban terhadap kuesioner.

169


10. Mendesain Dan Melaksanakan Evaluasi Sumatif Evaluasi sumatif perlu dilakukan karena melalui evaluasi sumatif dapat ditetapkan atau diberikan nilai apakah suatu desain pembelajaran dapat tercapai dengan efektif. Oleh karena itu evaluasi sumatif diarahkan pada keberhasilan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan yang diperlihatkan oleh unjuk kerja siswa. Apabila semua tujuan telah dapat dicapai maka efektivitas pelaksanaan kegiatan pembelajaran dalam mata pelajaran tertentu dianggap berhasil dengan baik. Demikian pula jika keberhasilan siswa dicapai dalam rentang waktu yang relative pendek, maka dari segi efesiensi pembelajaran dapat dicapai.

170


DAFTAR PUSTAKA Abdul Rahman Shaleh, Islam, Jakarta: Kencana, 2008.

Psikologi, Suatu Pengantar Dalam Perspektif

Alex Nitisemito, Manajemen Suatu Dasar Pengantar, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1989. Baharuddin, Psikologi Pendidikan, Jogjakarta: Ar-Ruzzmedia, 2007. Derek Wood, Dkk, Kiat Mengatasi Gangguan Belajar, Jogjakarta: Kata Hati, 2007. Djaali, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara, 2008. Gallerman. PW, Motivasi dan Produktivitas, terjemahan Soepomo S. Wardoyo, Jakarta: LPPM, 1984. Gibson, Ivancevicp, Donnelly, Organisasi, Prilaku, Struktur, Proses, Jakarta: Erlangga, 1984. Hadari Nawawi, Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Bisnis Yang Kompetitif, Yogyakarta: Gajahmada University Press, 1997. Hamzah B. Uno, Orientasi Baru Dalam Psikologi pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2008 Ibrahim Bafadal, Supervisi Pengajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 1992. Indrawijaya, Perilaku Organisasi, Bandung: Sinar Baru, 1989. Kartini Kartono, Psikologi Sosial Untuk Manajen Perusahaan Dan Industri, Jakarta: Rajawali, 1985. M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Renika Cipta, 2007. Malayu Hasibuan, Organisasi dan Produktivitas, Jakarta: Bumi Aksara, 1996.

Motivasi Dasar Peningkatan

Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003. Oemar Hamalik, Psikologi Belajar dan Mengajar, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2007. Prabu Mangkunegara, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002. 171


Saifuddin Azwar, Pengantar Psikologi Intelegensi, Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2008. Sardiman, AM, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: Rajawali, 1986. Sondang Siagian, Teori Motivasi dan Aplikasinya, Jakarta: Bumi Aksara, 1984. Sri Esti Wuryani Djiwandono, Psikologi Pendidikan, Jakarta: grasindo, 2008. Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Raja grafindo Persada, 2008. Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, Jakarta: Renika Cipata, 2008. The Liang Gie, Efesiensi Kerja Bagi Pembangunan Negara, Yogyakarta: Gajah Mada University, 1981.

Winardi, J, Asas-Asas Manajemen, Bandung: Alumni, 1979. Winardi, J. Motivasi dan Pemotivasian Dalam Manajemen, Jakarta:Raja grafindo Persada, 2001. WS. Winkel, Psikologi Pengajaran, Jogjakarta: Media Abadi, 2007. Zainudin, Organisasi, Prilaku, Struktur, Proses, Jakarta: Erlangga, 1996.

172


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.