Manajemen Pendidikan iv

Page 1

BAB I DASAR DASAR MANAJEMEN

Bab ini membahas berbagai hal mengenai manajemen yang diawali dengan konsep tentang administrasi dan diakhiri dengan pembahasan

tentang langkah­langkah manajemen sebagaimana

dikedepankan oleh para pakar "manajemen. Secara rinci bab ini membahas tentag pengertian administrasi, pengertian manajemen dan langkah­langkah manajemen. Langkah­langkah manajemen yang dibahas di dalam bab ini dilengkapi dengan beberapa ilustrasi gambar Dengan membaca bab ini diharapka pembaca dapat: 1.

Mendefinisikan makna administrasi;

2.

Menyebutkan dan menjelaskan ciri­ciri utama administrasi;

3.

mendeftnisikan makna manajemen;

4.

menjelaskan kedudukan manajemen dan administrasi

5.

mendeskripsikan langkah­langkah manajemen sebagai sebuah siklus.

A. APA YANG DIMAKSUD DENGAN ADMINISTRASI? Sebelum diuraikan tentang hakikat manajemen, sebaiknya terlebih dahulu dikemukakan tentang pengertian administrasi, sebab konsep manajemen sangat terkait dengan konsep administrasi. Di sisi lain, beberapa kenyataan menunjukkan bahwa banyak sekali orang yang menganggap administrasi itu sama dengan tata usaha. Sementara ini masih banyak orang yang mempersepsikan pekerjaan administrasi sama dengan pekerjaan ketatausahaan. Oleh karena itu, berikut ini terlebih dahulu diuraikan apa yang dimaksud dengan administrasi, kemudian

1


dibahas tentang hakikat manajemen. Secara etimologis istilah administrasi berasal dari Bahasa Latin, yaitu administrare yang berarti membantu atau melayani. Kata sifatnya adalah adminisfrativus, kemudian menjadi administratio, sebagai kata bendanya. Kemudian istilah itu masuk ke dalam bahasa Inggris, sehingga menjadi administration. Istilah tersebut akhirnya diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi adminisirasi. Secara definitif, administrasi dapat diartikan secara sempit dan luas. Dalam arti sempit, administrasi dapat diartikan sebagai keseluruhan pencatatan secara tertulis dan penyusunan secara sistematis dari keterangan­keterangan yang ada dengan tujuan agar mudah memperoleh ikhtisarnya secara menyeluruh. Dengan kata lain, dalam arti sempit, administrasi itu tidak lebih daripada sekadar serangkaian

aktivitas menghimpun, mencatat, mengolah,

menggandakan, mengirim, dan menyimpan keterangan­keterangan yang diperIukan dalam setiap kerja sama. Dari pengertian secara sempit sebagaimana diuraikan di atas, tidak salah bilamana banyak orang yang beranggapan bahwa konsep administrasi sama dengan pekerjaan ketatausahaan. Namun dalam arti luas, administrasi itu bukan sekadar sebagai ketatausahaan. Ketatausahaan itu sebenamya hanya sebagian kecil dari administrasi. Administrasi itu jauh lebih luas dan kompleks daripada ketatausahaan. Berikut dikemukakan tiga definisi administrasi dalam arti luas sebagaimana dikedepank­an ojelh para pakar manajemen dan administrasi.

2


Administration is conceived as the necessan , activities of these individuals (executives) in an organization who charged iviih ordering, fvrivarding, alld jasilitafing the associate efforts of group of individuals brought together to realize certaint defined purposes. (Ordway Tead, 1951: 3­4). Administrasi merupakan keseluruhan proses kerja sama antara dua orang manusia atau lebih yang didasarkan pada rasionalitas tertentu untuk mencapai tuiuan Yang telah ditetapkan sebelumnya. (Siagian, 1981: 3). Administrasi adalah segenap proses penyelenggaraan dalam setiap usaha kerja sama sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu. (The Liang Gie, 1983:9) Apabila merujuk kepada ketiga definisi di atas maka dalam arti luas, administrasi merupakan keseluruhan proses kerja sama antara dua orang atau lebih dalam rangka mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Jadi, di mana ada dua orang atau lebih melakukan kerja sama untuk mencapai tujuan, di situlah sedang terjadi administrasi. Dengan demikian, ada tiga ciri pokok administrasi, seperti berikut. 1.

Administrasi merupakan sebuah proses, dalam arti, terdiri atas serangkaian kegiatan. Proses tersebut dimulai sejak adanya dua orang atau lebih bersepakat melakukan kerja sama dalam bidang tertentu. Apabila yang disepakati mengenai kerja sama dalam menyelesaikan pekerjaan kantor maka yang terwujud berupa administrasi kantor.

2.

Dalam setiap administrasi, baik administrasi perkantoran, administrasi sekolah, administrasi bisnis, maupun administrasi bidang lainnya terdapat dua orang atau lebih yang bekerja sama.

3


3.

Setiap kerja sama dalam administrasi, terlepas dari bentuk proses maupun bidang kerjasamanya, dilakukan dalam rangka mencapai lujuan dan eftsiensi. Tujuan tersebut ditetapkan sebelumnya berdasarkan kesepakatan bersama antara pihak­pihak yang bekerja sama.

B. APA YANG DIMAKSUD DENGAN MANAJEMEN? Di atas telah ditegaskan bahwa ada tiga ciri administrasi. Satu di antaranya adalah bahwa administrasi merupakan suatu proses kerja sama. Dalam proses kerja sama tcrsebut tentunya menyertakan banyak orang dan menggunakan berbagai fasilitas. tidak saja berupa sarana dan prasarana melainkan juga dana. Semakin luas kerja samanya, semakin banyak pula orang yang dilibatkan dan atau fasilitas yang digunakan. Agar dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien, tentunya semua orang yang dilibatkan dan fasilitas yang digunakan perlu di dayagunakan sedemikian rupa. Proses pendayagunaan semua orang dan fasilitas itulah yang disebut dengan manajemen. Sesuai dengan uraian di atas, para pakar administrasi pendidikan, seperti Sergiovanni, Burfinaame. Coombs, dan Thurston (1987) mendefinisikan manajemen sebagai process of working with and through others to accomplish organizational goals efficienctly, yaitu proses kerja dengan dan melalui (mendayagunakan) orang lain untuk mencapai tujuan organisasi secara efisien. Oleh karena definisinya itu, banyak pakar administrasi pendidikan yang berpendapat bahwa manajemen itu merupakan kajian administrasi ditinjau dari sudut prosesnya. Dengan kata lain­

4


manajernen itu merupakan proses, terdiri atas kegiatan­kegiatan dalam upaya mencapai tujuan kerja sama (administrasi) secara efisien. Pengertian tersebut sesuai dengan pendapat Gorton (1976) yang menegaskan bahwa manajemen merupakan metode yang digunakan administrator untuk melakukan tugas­tugas tertentu atau mencapai tujuan tertentu. Atas dasar uraian di atas, kajian tentang hakikat manajemen, selain ditinjau dari definisinya sebagaimana dikemukakan di atas, juga perlu dikaji lebih lanjut dari: 1.

proses atau langkah­langkah manajemen, dan

2.

tujuan manajemen.

C. APA SAJA LANGKAH­LANGKAH MANAJEMEN? Akhir­akhir ini banyak pakar manajemen dan administrasi pendidikan yang mengidentifikasitangkah­langkah manajemen. Tiga pakar manajemen dan administrasi pendidikan di antaranya adalah Flippo (1966), Gorton (1976), dan Sergiovanni (1987). Menurut Gorton, manajemen itu pada hakikatnya merupakan proses pemecahan masalah, sehingga langkah­langkah manajemen tidak ubahnya sebagaimana langkah­langkah pemecahan masalah. Gorton mengidentifikasi langkah­langkah manajemen sebagai berikut. 1.

Identifikasi masalah

2.

Diagnosis masalah

3.

Penetapan tujuan

4.

Pernbuatan keputusan

5.

Perencanaan

5


6.

Pengorganisasian

7.

Pengkoordinasian

8.

Pendelegasian

9.

Penginisiasian

10.

Pengkomunikasian

11.

Kerja dengan kelompok­kelompok.

12.

Penilaian Sedangkan menurut Sergiovanni dan kawan­kawannya

(1987), langkahlangkah manajemen meliputi perencanaan (planning), pengorganisasian

(organizing), pengerahan

(leading), dan pengawasan (controlling). Sekilas, secara kuantitatif, apa yang dikemukakan oleh Sergiovanni dan kawan­ kawannya tentang langkah­langkah manajemen berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Gorton. Namun apabila dikaji secara saksama, terutama apabila dikaji hakikat konsepnya, ternyata keduanya sama. Jadi, walaupun Sergiovanni dan kawan­ kawannya mengedepankan hanya empat langkah manajemen, namun secara konseptual keempat langkah manajemen– perencanaan, pengorganisasian, pengerahan, dan pengawasan tersebut sama dengan kedua belas langkah manajemen yang dikemukakan oleh Gorton. Perbandingan antara konsep Gorton dan konsep Sergiovanni tentang langkah­langkah manajemen terlihat sebagaimana Gambar 4.1. Dengan demikian, kedua belas langkah manajemen yang dikedepankan Gorton di atas dapat disederhanakan menjadi empat langkah manajemen, yaitu perencanaan,

6

pengorganisasian,


kepemimpinan, dan pengawasan. Kegiatan tersebut merupakan fungsi­fungsi organik manajemen. Artinya, kegiatan tersebut, seperti perencanaan, pengorganisasian, pengerahan atau kepemimpinan, dan pengawasan, tidak boleh tidak harus dilakukan dalam setiap administrasi. Ketidakmampuan atau kelalaian mciakukan kegiatan tersebut sangat mempengaruhi keberhasilan administrasi. Keempat kegiatan tersebut oleh Flippo (1966) disebut sebagai siklus manajemen. Dengan ilustrasi, pertama­tama dibuatlah perencanaan yang baik, rinci, dan jelas. Berdasarkan perencanaan yang telah dibuat, dilakukanlah pengorganisasian agar semua anggota mengerjakan tugas­tugas sesuai dengan perencanaan dan pengorganisasian sebelumnya, mereka perlu diarahkan, didorong, digerakkan yang disebut dengan proses kepemimpinan. Lebih lanjut, agar semua anggota mengerjakan tugas­tugasnya sesuai dengan perencanaan dan pengorganisasian sebelumnya, pekerjaan mereka perlu di pantau atau di control secara kontinu. Hasil pemantauan atau kontrol tersebut dapat di jadikan dasar pertimbangan dalam penyusunan rencana berikutnya. Konsep Gorton

Konsep Georvani

Perencanaan

Identifikasi

masalah,Dianogsis

masalah, Penetapan Tujuan, Pembuatan Keputusan Pengorganisasian

Perencanaan, Pengorganisasian

Kepemimpinan

Pengorganisasian Pengorganisasian,pendelegasian,

7


Pengawasan

pengerahan, Komunikasi, kerja kelompok. Penilaian

Konsep proses Manajemen Sergiovanni­Gorton 1. Perencanaan Salah satu fungsi manajemen adalah perencanaan. Program kegiatan apapun perlu direncanakan dengan baik, sehingga semua kegiatan terarah bagi tercapainya tujuan. Perencanaan harus dibuat dengan sebaik­baiknya. Rencana merupakan pedoman kerja bagi para pelaksana terkait, baik manajer maupun staf dalam melaksanakan fungsi dan tugas masing­masing. Selain itu rencana merupakan acuan dalam upaya mengendalikan kegiatan lembaga, sehingga tidak menyimpang dari pencapian tujuan yang t e l a h d i t e t a p k a n . O l e h k a r e n a b e g i t u p e n t i n g n y a perencanaan tersebut maka seorang manajer harus memiliki kemampuan merencanakan pros­ram. Terkait dengan perencanaan, berikut dikemukakan: 1.

definisi perencanaan,

2.

ciri­ciri perencanaan yang baik. dan

3.

proses perencanaan yang baik.

a. Definisi Perencanaan Perencanaan dapat didefinisikan sebagai keseluruhan proses pemikiran dan penentuan semua aktivitas ' yang akan ditakukan pada masa yang akan datang dalamrangka mencapai tujuan. Perencanaan merupakan langkah pertama dalam proses manajemen

8


yang harus dilakukan oleh orang­orang yang mengetahui semua unsur organisasi. Keberhasilan perencanaan sangat menunjang keberhasilan kegiatan manajemen secara Keseluruhan. Oleh karena itu, perencanaan harus dilakukan dengan sebaik­baiknya. b. Perencanaan yang baik Menurut banyak pakar manajemen, perencanaan yang baik adalah 1. Dibuat oleh orang­orang yang memahami organisasi; 2. Dibuat oleh orang­orang yang memahami perencanaan; 3. Disertai dengan rincian yang teliti; 4. Tidak terlepas dari pemikiran pelaksanaan, 5. Terdapat tempat pengambilan risiko; 6. Sederhana, luwes dan praktis; 7. Didasarkan pada keadaan nyata masa kini dan masa depan; 8. Dibuat bersama; 9. Direkomendasi oleh penguasa tertinggi. c. Proses Perencanaan Telah ditegaskan bahwa perencanaan merupakan sebuah proses memikirkan dan menetapkan kegiatan untuk masa yang akan datang. Oleh karena perencanaan merupakan sebuah proses, ada beberapa langkah yang harus ditempuh dalam membuat perencanaan, yaitu 1. memperkirakan masa depan; 2. menganalisis kondisi lembaga; 3. merumuskan tujuan secara operasional; 4. mengumpulkan data atau informasi; 5. menganalisis data atau informasi;

9


6. merumuskan dan menetapkan alternatif program; 7. menetapkan perkiraan pelaksanaan program; 8. menyusun jadwal pelaksanaan program. 2. Pengorganisasian Pengorganisasian merupakan keseluruhan proses pengelompokan semua tugas, tanggung jawab. wewenang, dan komponen dalam proses kerja sama sehingga tercipta suatu sistem kerja yang baik dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pengorganisasian dilakukan berdasarkan tujuan dan program kerja sebagaimana dihasilkan dalam perencanaan. Menurut Siagian (1981), pengorganisasian suatu program dapat dilakukan melalui prosedur sebagai berikut.

1.

Mengidentifikasi pekerjaan atau tugas yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan.

2. Mengelompokkan tugas serta fungsi yang sama. 3.

Memberikan nama tertentu bagi setiap kelompok pekerjaan atau tugas dengan nama yang kurang lebih menggambarkan fungsinya masing­masing.

4.

Menentukan orang­orang yang akan ditunjuk menyelesaikan setiap kelompok kerja atau tugas. Apabila ada kelompok kerja atau tugas tertentu harus dikedakan oleh lebih dari satu orang, salah satu di antara mereka perlu ditunjuk sebagai penanggung jawabnya (pendistribusian tugas dan tanggung jawab).

5.

Mendistribusikan fasilitas atau perakitan yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan.

10


6.

Menetapkan aturan kerja.

7.

Menetapkan hubungan kerja.

3. Kepemimpinan Keberhasilan suatu institusi dalam menjalankan program yang telah direncanakan atau diorganisasikan perIu didukung dengan sebuah kepemimpinan yang efektif. Segenap sumber daya yang ada harus dikerahkan sedemikian rupa. Semua sumber daya manusia perlu dikerahkan secara efektif. Kehadiran kepemimpinan sangat esensial. manajement kepemimpinan merupakan motor pengerak bagi sumberdaya yang dimiliki lembaga. Oleh karena itu, kepemimpinan disebut sebagai fungsi organik dalam proses manajemen. Terkait dengan kepemimpinan tersebut berikut dikemukakan: definisi kepernimpinan, jenis kepemimpinan, dan syarat­syarat untuk menjadi pemimpin yang efektif. a. Definisi Kepemimpinan Secara sederhana, kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai keseluruhan proses mempengaruhi, mendorong, mengajak, menggerakkan, dan menuntun orang lain dalam proses kerja agar berpikir, bersikap, dan bertindak sesuai dengan aturan yang berlaku dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hakikat kepemimpinan adalah kegiatan

seseorang

menggerakkan orang lain, agar orang lain itu berkenan melaksanakan tugas­tugasnya. Dalam rangka memperoleh gambaran yang sederhana tentang kepemimpinan, perlu didistribusikan dengan pengalaman praktis

11


yang pernah dirasakan di dalam proses kehidupan kelompok. Proses kepemimpinan seseorang dapat muncul dalam bentuk usaha mempengaruhi orang lain agar bertindak sesuai denan apa yang, diinginkanya. Marilah kita amati di lingkungan sekolah dasar. Kepala sekolah berusaha mempengaruhi para guru kelas. guru mata pelajaran Pendidikan Aeama atau guru mata pelajaran Pendidikan Jasmani dan Kesehatan. pesuruh sekolah, agar mereka mau melakukan tugasnya masing­masing demi tercapainya tujuan Yang telah ditetapkan. Berdasarkan definisi dan ilustrasi kepemimpinan tersebut, proses kepemimpinan pada hakikatnya dapat muncul kapan dan dimana pun, apabila ada unsur­unsur berikut. 1. Orang yang memimpin. 2. Orang,­orang yang dipimpin. 3. Kegiatan atau tindakan penggerakan untuk mencapai tujuan. 4. Tujuan yang ingin dicapai bersama. b. Jenis Kepemimpinan Sepanjang sejarah perkembangan teori kepemimpinan, ditemukan banyak jenis kepemimpinan, tergantung dari sudut mana memandangnya. Pertama, bilamana ditinjau dari status hukum, ada dua jenis kepemimpinan, yaitu kepemimpinan formal dan kepemimpinan informal. Sescorang yang secara resmi diberi tugas dan tanggung jawab sebagai pemimpin disebut pemimpin formal atau pemimpin resmi (formal leader atau structural leader). Seseorang yang secara tidak resmi ditunjuk sebagai pemimpin. namun dalam kesehariannya ia selalu mampu mendorong, memotivasi, atau menggerakkan orang lain, orang tersebut dinamakan pemimpin tidak resmi atau pemimpin informal (informal leader ataufinictiolial

12


leader). Orang­orang yang digerakkan atau didorong berarti orang­ orang yang dipimpin. Ditinjau dari karakteristik pemimpin lahir tiga jenis kepemimpinan yaitu kepemimpinan simbolik, kepemimpinan formal, dan kepemimpinan fungsional. Pemimpin simbolik adalah pemimpin yang ramah, jujur, bersemangat, kreatif, tabah, bijaksana, cerdas, humoris, dan lemah­lembut. Pemimpin formal adalah pemimpin yang memiliki posisi, gelar, jabatan, puncak hierarki, dan kekuasaan. Sedangkan pemimpin fungsional adalah pemimpin yang lahir dari peranan, fungsi, dan kemanfaatannya bagi kelompok. Sedangkan ditinjau dari tipenya, kepemimpinan dapat dibagi menjadi empat tipe, yaitu kepemimpinan otoriter, kepemimpinan laizess­faire, kepemimpinan demokratis, dan kepemimpinan pseudo­ demokratis. Kepemimpinan otoriter diwarnai dengan serba ketergantungan kepada pemimpin. Kepemimpinan laizess­faire adalah kepemimpinan yang semuanya bergantung kepada bawahan; kepemimpinan demokratis diwarnai dengan tindakan kerja sama antara pernimpin dan bawahan. Sedangkan kepemimpinan pseudo­demokratis merupakan kepemimpinan yang secara supervisial tampak, namun sebenarnya otoriteratau demi kepentingan kelompok kecil. c. Syarat­Syarat Pemimpin Telah ditegaskan di muka bahwa kepemimpinan merupakan fungsi organik dalam proses manajemen. Konsekuensinya, siapa pun yang menjadi pemimpin

harus memenuhi syarat­syarat

kepemimpinan, baik kepribadian, pengetahuan, dan keterampilan,

13


sebagaimana diuraikan berikut ini. 1. Seorang pemimpin harus dapat memiliki sifat­sifat pribadi yang terpuji, antara lain ramah, periang, antusias, berani, murah hati. spontan, percaya diri, memiliki kepekaan sosial yang tinggi, dan mau menerima pendapat orang lain. 2. Seorang pemimpin harus dapat memikirkan, merumuskan tujuan, visi, misi, kondisi, dan aksi yang ingin dicapai, dan menginformasikannya kepada staf agar mereka sepenuhnya memahami yang ingin dicapai bersama. 3. Seorang pemimpin harus memiliki keterampilan dalam bidang yang dipimpinnya. Pemimpin pendidikan harus terampil dalam bidang pendidikan. Dengan keterarnpilan tersebut diharapkan pemimpin dapat membantu stafnya dalam mengatasi masalah­masalah yang sedang dihadapi.

4. Pengawasan Pengawasan merupakan istilah yang cukup populer. Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen. Fungsi tersebut mutlak harus dilakukan dalam setiap organisasi atau lembaga. Ketidakmampuan atau kelalaian melakukan fungsi tersebut sangat mempengaruhi pencapaian tujuan lembaga. Dalam hubungannya dengan pengawasan dalam manajemen, berikut dikemukakan: 1. definisi pengawasan, 2. perspektif pengavvasan, 3. pentingnya pengawasan,

14


4. prinsip­prinsip pengawasan yang baik. dan 5. proses pengawasan yang baik. a. Definisi Pengawasan Kimbrough dan Nunnery (1983) mengartikan pengawasan sebagai proses memonitor kegiatan­kegiatan. Tujuannya untuk menentukan harapan­harapan yang secara nyata dicapai dan melakukan perbaikan­perbaikan

terhadap penyimpangan­

penyimpangan yang terjadi. Harapan­harapan yang dimaksud adalah tujuan­tujuan yang telah ditetapkan untuk dicapai dan program­ program yang telah direncanakan untuk dilakukan dalam periode tertentu. Dengan demikian, pengawasan dalam konteks pendidikan itu merupakan proses memonitor kegiatan­kegiatan untuk mengetahui program­program lembaga pendidikan yang, telah diselesaikan dan tujuan­tujuan yang telah dicapai. Pengertian di atas men­gisyaratkan, bahwa sebelum dilakukan pengawasan pada sebuah lembaga tertentu, perlu terlebih dahulu ditetapkan tujuan­tujuan lembaga yang ingin dicapai dan program­program lembaga yang akan dilakukan. Tidak seorang pun dari pimpinan lembaga tertentu dapat mengadakan pengawasan dengan sebaik­baiknya tanpa adanya tujuan­tujuan lembaga yang ditetapkan dan program­program lembaga yang direncanakan dengan sebaik­baiknya. Dengan kata lain, tidak ada seorang pun di antara kepala sekolah dasar yang bisa melakukan pengawasan terhadap sekolahnya tanpa terlebih dahulu memahami tujuan­tujuan dan program­program kerja sekolahnya. Kimbrough dan Nunnery (1983) menegaskan, bahwa perencanaan program dan

15


pengawasan organisasi merupakan dua kegiatan manajemen yang saling berkaitan dan mempengaruhi satu sarna lainnya. Adanya perencanaan yang baik memungkinkan ditetapkannya standar keberhasilan yang baik. Semakin baik perencanaan yang dibuat kemungkinannya semakin baik pula standar keberhasilan yang dapat ditetapkan. Adanya standar yang baik memungkinkan dilakukannya pengawasan yang baik. Pengawasan yang baik mampu memonitor pelaksanaan program­program organisasi sehingga apabila terjadi beberapa penyimpangan yang berarti, dapat segera dilakukan perbaikan seperlunya sekaligus masukan bagi perencanaan berikutnya (Robbins, 1984). Pengertian pengawasan sebagaimana diajukan oleh Kimbrough dan Nunnery tersebut sesuai dengan pengertian pengawasan vang dikemukakan oleh Mockler (1972). Hanya saja pengertian yang dikemukakan olehnya ini lebih operASional dan menunjukkan langkah­langkah pengawasan sebagai suatu proses yang sistematis. Menurut Mockler, pengawasan merupakan usaha sistematis dalam menetapkan standar berdasarkan tujuan dan perencanaan, merancang sistem umpan balik, membandingkan performa nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menetapkan ada atau tidaknya perbedaan antara performansi nyata dengan standar, dan melakukan perbaikan perbaikan tertentu untuk menjamin bahwa semua sumber daya digunakan secara efisien dalam mencapai tujuan bersama. Dengan demikian, berdasarkan konsepsi yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas, dapat dikemukakan bahwa pengawasan pada dasarnya merupakan pengendalian performa sebuah lembaga.

16


Tujuannya agar performa lembaga tersebut tidak menyimpang dari tujuan, program, prosedur­prosedur, aturan­aturan, dan prinsip­prinsip kelembagaan. Namun tidak berarti bahwa dalam pengawasan itu pimpinan dan atau stafnya tidak memperhatikan kepentingan­ kepentingan perorangan anggota lembaganya. Sebab perlu disadari bahwa sebuah lembaga sebagai suatu sistem sosial tidak hanya menyangkut aturan­aturan dan harapan lembaga sebagai unsur institusional, melainkan juga terdiri atas personalitas dan kepentingan perorangan staf lembaga sebagai unsur individu untuk dikembangkan dan dicapai melalui kerjanya. Pengawasan yang baik adalah pengawasan yang mampu

mengendalikan performa organisasi

menuju pencapaian tujuan organisasi, dengan tidak mengesampingkan kepentingan­kepentingan individual anggota organisasi (Pidarta, 1988). b. Perspektif Tentang Pengawasan Sementara ini ada dua perspektif teoretik mengenai pengawasan sebagai upaya pemodifikasian performa seseorang (Wren dan Voich, 1984), tetapi dari teori­teori tersebut banyak memberikan dukungan yang tidak ajek mengenai pengawasan. pertama adalah perspektif "teori X". Menurut "teori X". kebanyakan manusia itu kurang memiliki motivasi dan pasif. Mereka kurang memiliki tanggung jawab. Tanpa intervensi dari pimpinan, mereka akan pasif, sehingga mereka harus dipimpin, diarahkan, dan diawasi. Kedua adalah perspektif "teori Y". Menurut "teori Y", pada umumnya manusia itu memiliki motivasi dan tidak pasif. Mereka menyukai tanggung jawab, produktif, dan kurang suka diawasi. Tanpa melalui intervensi dari atasannya, mereka tetap masih bisa melakukan dan

17


menghasilkan sesuatu yang produktif. Dalam perkataan lain, "teori X" lebih mendukung dan mempercayai pengawasan eksternal sebagai upaya memodifikasi performa seseorang, sedangkan "teorl Y" Iebih mendukung pengawasan internal dalam memodifikasi performa seseorang (Carver & Sergiovanni. 1969). C. Pentingnya Pengawasan Paling tidak ada tiga faktor yang menyebabkan pengawasan dalam sebuah lembaga itu penting karena merupakan fungsi esensial dalam pengelolaan pada lembaga yang bersangkutan. Faktor pertama, terletak pada accountability. Agar semua tenaga atau karyawan pada sebuah lembaga mampu mengemban tugas dan tanggung jawabnya masing­masing, mereka perlu mengetahui secara pasti apa tugas dan tanggung jawabnya, bagaimana performa mereka akan diukur, dan standar keberhasilan performa yang

digunakan sebagai kriteria di dalam

pengukurannya. Pertanggungjawaban tersebut tidak mungkin terlaksana dengan sungguh­sungguh tanpa adanya suatu sistem pengawasan yang baik. Faktor kedua, terletak pada rapidity of change. Setiap lembaga merupakan institusi sosial yang tidak bisa terlepas dari lingkungannya. Sering kali lingkungan tersebut mengalami perubahan­perubahan dengan cepat sekali. Perubahan perubahan tersebut menghendaki penyesuaian taktik dan strategi dari lembaga. Agar perubahan­perubahan lingkungan bisa dipantau dan penyesuaian taktik dan strategi terhadap perubahan­perubahan itu bisa dilakukan, perlu adanya sistem pengawasan.

18


Sebagai fakfor ketiga, terletak pada complexity today's organization. Setiap lembaga yang besar dan maju mempunyai program­program yang bermacam macam untuk mencapai tujuan yang juga besar dan kompleks. Bahkan banyak lembaga yang membuka cabang­cabangnya di beberapa tempat yang secara geografis terpencar dari pusatnya. Lembaga yang demikian itu menghendaki adanya sebuah sistem pengawasan yang tepat dan mantap. d. Prinsip­Prinsip Pengawasan Pengawasan harus dilakukan dengan sebaik­baiknya, sehingga pengawasan yang pada dasarnya dilakukan untuk memantau, mengarahkan, dan membina kinerja, tidak dipandang sebagai satu kegiatan yang menakutkan. Karena itu, ada prinsip­ prinsip yang sebaiknya dipegang teguh, yaitu sebagai berikut. 1. Prinsip manajerial 2. Prinsip organisasional 3. Prinsip objektif dan keterbukaan 4. Prinsip pencegahan dan perbaikan 5. Prinsip efisiensi dan fleksibilitas Proses Pengawasan Walaupun antara ahli­ahli di atas berbeda­beda dalam mendeskripsikan langkah langkah pengawasan, namun kesemuanya memiliki kesamaan makna, bahwa ada empat langkah di dalam melakukan pengawasan, yaitu: 1. menetapkan standar performa, 2. mengukur performa aktual,

19


3. membandingkan performa aktual dengan standar performa yang telah di tetapkan, dan 4. melakukan perbaikan performa apabila ternyata performa aktual tidak sesuai dengan standar.

D. TUJUAN MANAJEMEN Di atas telah banyak dibahas tentang kegiatan manajemen. Melalui bahasan tersebut diisyaratkan bahwa ada empat tugas seseorang yang menjabat sebagai manajer dalam bidang apa pun, yaitu membuat perencanaan, mengorganisasi, mengerahkan, dan mengontrol. Pertanyaan, adalah untuk apa semua itu dilakukannya? Pertanyaan tersebut mengarahkan pikiran kita untuk bertanya, apa tujuan manajemen. Tujuan manajemen adalah terselenggaranya keseluruhan program kerja secara efektif dan efisien. Efektif berarti mencapai tujuan, sedangkan efisien, dalam artian umum bermakna hemat. Jadi, ada dua tujuan pokok dengan diterapkannya manajemen dalam suatu penyelesaian pekerjaan, organisasi, instansi, atau lembaga. 1.

Efektivitas Pertama, tujuan manajemen itu diupayakan dalam rangka mencapai efektivitas. Suatu program kerja dikatakan efektif apabila program kerja tersebut dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan kata lain, tujuan diterapkannya manajemen pada sebuah program adalah agar program tersebut dapat mencapai tujuan.

2.

Efisiensi

20


Kedua, manajemen itu dilakukan dalam rangka mencapai efisiensi dalam pelaksanaan setiap program. Efisiensi merupakan suatu konsepsi perbandingan antara pelaksanaan satu program dengan hasil akhir yang diraih atau dicapai. Menurut The Liang Gie (1983), perbandingan tersebut dapat di Iihat dari dua segi. yaitu segi pelaksanaan program dan segi hasil. a.Efisiensi Dilinjau dari Usaha / Pelaksanaan Program Apabila ditinjau dari segi pelaksanaannya, sebuah program dapat dikatakan efisien apabila hasilnya dapat dicapai melalui upaya yang sekecil­kecilnya dan sehemat­ hematnya. Upaya yang dimaksudkan di sini adalah penggunaan komponen, seperti tenaga, waktu pelaksanaan, sarana dan prasarana, serta keuangan. b.Efisiensi Ditinjau Dari Hasil Program Ditinjau dari segi hasil, penyelenggaraan sebuah program dapat dikatakan efisien apabila dengan usaha tertentu memperoleh hasil yang sebanyakbanyaknya. Sekali lagi dijelaskan bahwa yang dimaksudkan upaya di sini adalah penggunaan komponen, seperti: tenaga, waktu pelaksanaan, sarana dan prasarana, serta keuangan. Jadi, apabila dengan tenaga. waktu, sarana, dan uang yang cukup dapat menghasilkan suatu produk yang banyak. itulah yang disebut dengan efisien. Jika sebaliknya, dengan tenaga, waktu, sarana, dan uang yang cukup menghasilkan produk yang sedikit, itulah yang disebut dengan tidak efisien atau inefisiensi. E. RANGKUMAN

21


Bab ini membahas berbagai hal mengenai manajemen yang diawali dengan konsep tentang administrasi dan diakhiri dengan pembahasan tentang langkah langkah manajemen sebagaimana dikedepankan oleh para pakar manajemen. Secara definitif, administrasi dapat diartikan secara sempit dan luas. Dalam arti sernpit, administrasi dapat diartikan sebagai keseluruhah pencatatan secara tertulis dan penyusunan secara sistematis keterangan­ keterangan dengan tujuan agar mudah memperoleh ikhtisarnya secara menyeluruh, Dengan kata lain, dalam arti sempit, administrasi itu tidak lebih dari sekadar serangkaian aktivitas menghimpun, mencatat, mengolah, menggandakan, mengirim, dan menyimpan keterangan keterangan yang diperlukan dalam setiap kerja sama. Dari pengertian secara sempit sebagaimana di uraikan di atas, tidak salah bilamana banyak orang yang beranggapan bahwa konsep administrasi sama dengan pekerjaan ketatausahaan. Dalam arti luas, administrasi merupakan keseluruhan proses kerja sama antara dua orang atau lebih dalam rangka mencapai tujuan secara efektif dan efisien. Jadi. di mana ada dua orang atau lebih melakukan kerja sama untuk mencapai tujuan, di situlah sedang terjadi administrasi. Dengan demikian, ada tiga ciri pokok administrasi, seperti berikut: administrasi merupakan sebuah proses, dalam arti, terdiri atas serangkaian kegiatan. Proses tersebut dimulai sejak adanya dua orang atau lebih yang bersepakat melakukan kerja sama dalam bidang tertentu. Apabila yang disepakati mengenai kerja sama dalam menyelesaikan pekerjaan kantor maka Yang terwujud berupa administrasi kantor. Dalam setiap administrasi, baik

22


administrasi perkantoran, administrasi sekolah, administrasi bisnis, maupun administrasi bidang lainnya terdapat dua orang atau lebih yang bekerjasama. Setiap kerja sama dalam administrasi, terlepas dari bentuk proses maupun bidang kerja samanya, dilakukan dalam rangka mencapai tujuan dan efisien. Tujuan tersebut ditetapkan sebelumnya berdasarkan kesepakatan bersama antara pihak­pihak yang bekerja sarm. Di atas telah disimpulkan tiga ciri administrasi. Salah satu di antaranya adalah bahwa administrasi merupakan suatit proses kerja sama. Dalam proses kerja sama tersebut tentunya menyertakan banyak orang dan menggunakan berbagai fasilitas, tidak saja berupa sarana dan prasarana, melainkan juga dana. Semakin luas kerja samanya semakin banyak pula orang yang dilibatkan dan atau fasilitas yang digunakan. Agar dapat mencapai tujuan secara efektif dan efisien, tentunya semua orang yang dilibatkan dan fasilitas yang digunakan perlu didayagunakan sedemikian rupa. Proses pendayagunaan semua orang dan fasilitas itulah yang disebut dengan manaJemen. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa manajemen itu merupakan proses, terdiri atas kcgiatan­kegiatan dalam upaya mencapai tujuan kerja sama (administrasi) secara efisien. Akhir­akhir ini banyak pakar manajemen dan administrasi pendidikan yang mengidentifikasi langkah­langkah manajemen. Ada pakar yang mengidentifikasi langkah­langkah manajemen menjadi: identifikasi masalah; diagnosis masalah; penetapan tujuan; pernbuatan

keputusan;

perencanaan;

23

pengorganisasian;


pengkoordinasian; pendelegasian­, penginisiasian; pengomunikasian; kerja dengan kelompok­kelompok; dan penilaian. Scmentara pakar lainnya menyebutkan menjadi

perencanaan

(planning).,

pengorganisasian (organizing), pengerahan (actuating), dan pengawasan (controlling). Sekilas, secara kuantitatif, apa yang dikemukakan seorang pakar dengan pakar lainnya berbeda. Namun apabila dikaji secara saksama, terutama apabila dikaji hakikat konsepnya, ternyata keduanya sama. Sedangkan tujuan manajemen adalah terselenggaranya keseluruhan prograrn kerja secara efektif dan efisien. Efektif berarti mencapai tujuan, sedangkan efisien dalam artian umum bermakna.

24


BAB II MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

Pendidikan Islam merupakan upaya untuk mencetak dan melahirkan generasi muda Islam yang sanggup menjadi pemimpin hari esok, pemimpin teladan, untuk kehidupan yang lebih baik yang sesuai dengan yang telah disyariatkan oleh syariat dan aqidah Islam. Oleh karena itu pendidikan Islam secara paradigmatic perlu dikembangkan sesuai dengan perkembangan masa. Untuk merealisasikan upaya tersebut maka diperlukan sebuah manajemen yang proporsional dan sesuai dengan nilai­ nilai ajaran Islam. Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang; pengertian MPI, dasar, tujuan, bidang sasaran, berbagai teori manajemen serta aplikasi dan pengembangannya untuk peningkatan kualitas pendidikan Islam.

A.

Pengertian, Dasar, dan Tujuan Manajemen Pendidikan Islam Pengertian Untuk mengetahui pengertian Manajemen Pendidikan Islam, maka perlu mengetahui lebih dahulu pengertian manajemen dan pendidikan Islam. Manajemen merupakan suatu proses/ ilmu untuk merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, dan mengendalikan upaya organisasi dengan segala aspeknya agar tujuan organisasi tercapai

25


secara efektif dan efisien.1 Sedangkan Pendidikan Islam diartikan sebagai proses pembinaan dan pengembangan pribadi muslim untuk menjadi generasi yang bertakwa.2 Dari dua pengertian di atas dapat ditarik pengertian bahwa yang dimaksud dengan manajemen pendidikan Islam adalah seluruh proses/ilmu merencana, mengorganisasi, memimpin dan mengendalikan proses pembinaan dan pengembangan pribadi muslim dalam sebuah organisasi secara efektif dan efisien.

Dasar Dasar­dasar Manajemen pendidikan Islam adalah Al­Qur’an, sunnah serta hasil penemuan/teori­teori ilmiah. Dalam Al­Qur’an kita bisa menarik isyarat perlunya sebuah manajemen, di antaranya dalam Q.S.Al­Hasyr 18: .....‫لغد‬ ‫قدمت‬ ‫ما‬ ‫نفس‬ ‫ولتنظر‬ ‫الله‬ ‫اتقوا‬ ‫أمنوا‬ ‫الذين‬ ‫يأيها‬ “Hai orang­orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuat untuk hari esok” Dari ayat di atas, dapat diambil sebuah isyarat sebuah proses manajemen (planning) yang dalam Islam disebut dengan ‫"التخطييط‬ " yaitu bahwa orang yang beriman harus memperhatikan apa yang akan diperbuatnya terhadap hari esok. Dalam Q.S. Ali Imron, kita dapat menemukan proses manajemen yang lain yaitu organizing yang dalam Islam disebut “‫التنظيم‬ ”: .....‫تفرقوا‬ ‫ل‬ ‫و‬ ‫جميعا‬ ‫الله‬ ‫بحبل‬ ‫واعتصموا‬ 1

Fattah, Nanang, 2004, Landasan Manajemen Pendidikan, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hal. 1 Muhaimin, 2001, Paradigma Pendidikan Islam. Bandung; PT Remaja Rosdakarya, hal. 30.

2

26


“Dan berpeganglah kalian semua pada tali Allah (agama Allah), dan janganlah kamu bercerai­berai…” Ayat tersebut menunjukkan perlunya penyatuan dalam setiap tindakan yang terpadu, utuh, dan kuat, karenanya Allah melarang tindakan adu domba dan bercerai­berai antara umat manusia. Proses actuating yang berisi leading, commanding, coordinating (‫التسيق‬ ,‫الوامر‬ ‫اصدار‬ ,‫التوجيه‬ ,‫الفراد‬ ‫)تهي ْة‬ dapat dilihat dalam Q.S. Al­Baqoroh 213: .....‫منذرين‬ ‫و‬ ‫مبشرين‬ ‫النبيين‬ ‫الله‬ ‫فبعث‬ ‫واحدة‬ ‫أمة‬ ‫الناس‬ ‫كان‬ “Manusia itu adalah umat yang satu (setelah timbul perselisihan), para nabi sebagai pemberi kabar dan pemberi peringatan” Proses actuating adalah memberikan perintah, petunjuk, dan nasehat serta keterampilan dalam berkomunikasi. Dan proses manajemen yang terakhir(controlling/ ‫ )الرقابية‬ terdapat dalam Q.S. Shof 3: .‫تفعلون‬ ‫ل‬ ‫ما‬ ‫تقولوا‬ ‫أن‬ ‫الله‬ ‫عند‬ ‫مقتا‬ ‫كبر‬ “Amatlah besar kebencian di sisi Allah, bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan” Ayat tersebut memberikan ancaman dan peringatan terhadap orang yang mengabaikan control terhadap perbuatannya. Selain dari ayat ayat yang telah disebutkan di atas, masih banyak lagi isyarat yang disebutkan Al­Qur’an tentang manajemen. Dalam sunnah bisa dicontohkan hadits nabi yang berbunyi: .‫توزن‬ ‫أن‬ ‫قبل‬ ‫أعمالكم‬ ‫زنوا‬ .‫تحاسبوا‬ ‫أن‬ ‫قبل‬ ‫أنفسكم‬ ‫حاسبوا‬ “ Periksalah dirimu sebelum memeriksa orang lain. Lihatlah terlebih dahulu atas kerjamu sebelum melihat atas kerja orang lain.” Orang yang melupakan dirinya, akan mengakibatkan sulitnya

27


diterimanya segala perintahnya oleh orang lain.3 Sedangkan dasar­dasar teori manajemen yang berasal dari penemuan/teori­teori ilmiah, akan disebutkan pada bahasan berikutnya. Tujuan Tujuan manajemen adalah produktifitas dan kepuasan4. Sedangkan tujuan dari pendidikan Islam adalah menyiapkan manusia yang bertakwa. Sesuai dengan tujuan Tuhan menciptakan manusia ; “agar manusia menyembah kepada­Nya”5. Maka tujuan dari manajemen pendidikan Islam adalah menciptakan produktifitas (efektifitas dan efisiensi) dalam proses menyiapkan manusia untuk menjadi insan yang bertakwa. B. Bidang­Bidang Sasaran Pendidikan Islam Bidang­bidang sasaran manajemen pendidikan Islam sama dengan bidang sasaran manajemen pendidikan secara umum. Akan tetapi dalam manajemen pendidikan Islam terdapat tujuan, dasar, dan nilai­nilai yang Islami . Menurut Sutisna (1995:30­31) bidang garapan manajemen pendidikan di sekolah antara lain: 1. Pengajaran dari kurikulum a. mempersiapkan perumusan tujuan kurikulum b. mempersiapkan penentuan isi dan organisasi kurikulum c. menyesuaikan kurikulum dengan waktu, fasilitas, fisik dan personel yang ada 3

Tanthowi, Jawahir, 1983, Unsur­Unsur Manajemen Menurut Ajaran Al­Qur’an, Jakarta; Pustaka Al­ Husna, hal.67­77. 4 Fattah, Nanang, Opcit, hal.15 5 Muhaimin, Opcit, hal, 48.

28


d. Mempersiapkan bahan atau sumber perlengkapan bagi program pengajaran e. Mempersiapkan program supervisi pengajaran 2. murid a. mempersiapkan program orientasi bagi murid b. mempersiapkan program bimbingan dan penyuluhan c. mempersiapkan pelayanan administrasi murid d. mempersiapkan pelayanan penempatan kerja dan pelayanan lanjutan bagi murid e. mengatur prosedur penilaian dan interpretasi pertumbuhan murid f. mengatur tata disiplin murid g. mengembangkan dan mengoordinasi program kegiatan murid. 3. kepemimpinan masyarakat sekolah a. membantu menciptakan kesempatan bagi masyarakat dan melakukan perbaikan melalui penggunaan sumber manusia b. menentukan pelayanan pendidikan dan membantu pelaksanaan rencana perbaikan kehidupan masyarakat c. menentukan dan membantu persiapan sekolah dalam perbaikan masyarakt 4. personil sekolah mempersiapkan rumusan kebijaksanaan, pengambilan keputusan, memilih dan menugasi, serta meningkatkan kesejahteraan personil. 5. gedung sekolah menentukan kebutuhan akan fasilitas fisik sekolah dan sumber­ sumber yang dapat dikerahkan untuk memenuhi kebutuhan 6. organisasi dan struktur membangun hubungan kerja dengan lembaga setempat untuk

29


menyediakan pelayanan yang diperlukan oleh system sekolah 7. keuangan sekolah dan tata usaha mengatur personil tata usaha dan menentukan sumber keuangan sekolah.6 C. Berbagai Teori Manajemen, Aplikasi serta Pengembangannya, untuk Meningkatan Kualitas Pendidikan Islam Teori­Teori Manajemen Teori manajemen terbagi menjadi tiga yaitu teori manajemen klasik, neo­klasik, dan modern. Teori klasik lebih menekankan untuk mendapatkan kemakmuran anggota sehingga memperhatikan studi waktu dan hasil yang harus dicapai. Sedangkan teori neo­klasik lebih menekankan proses, yakni kerjasama antar anggota dalam organisasi, menaruh perhatian pada kebutuhan social dan aktualisasi diri. Teori modern menggabungkan antara dua teori tersebut, sehingga sifatnya situasional, menyesuaikan dengan situasi yang dihadapi. Seluruh teori di atas memiliki proses aplikasi yang sama yang pada intinya terangkum dalam tiga proses, yaitu planning, organizing,dan controlling. Aplikasi Teori Manajemen dalam Pendidikan Islam Proses Manajemen yang terdapat dalam administrasi pendidikan mencakup

planning

(perencanaan: bahkan

“forcasting”

atau

penjangkauan ke depan), actuating (pelaksanaan), dan controlling (pengontrolan; terkait di dalamnya aktivitas evaluasi). Manajemen secara umum maupun manajemen pendidikan secara khusus memiliki dua fungsi umum. Pertama menyangkut fungsi 6

Sufyarma, 2003, Kapita Selekta Manajemen Pendidikan, Bandung: CV Alfabeta, hal. 91­93.

30


perencanaan dan kedua berkaitan dengan fungsi kontrol. Fungsi perencanaan meliputi proses yang berkaitan dengan bidang pendidikan secara umum. Hal ini menyangkut proses mempolakan tugas­tugas personel secara keseluruhan. Perencanaan dalam fungsi manajemen pendidikan meliputi: a. Penentuan prioritas agar pelaksanaan pendidikan berjalan secara efektif, prioritas kebutuhan harus ditentukan dengan melibatkan keseluruhan personal secara meksimal, termasuk para ahli pendidikan, mesyarakat dan bahkan murid. b. Penetapan tujuan pendidikan sebagai garis pengarahan dan sebagai evaluasi terhadap pelaksanaan dan hasil pendidikan. c. Formulasi prosedur sebagai tahap­tahap rencana pendidikan. d. Penyerahan tanggung jawab kepada individu dan kelompok­ kelompok kerja. Fungsi kontrol merupakan proses yang memerlukan penerapan berbagai metode dan teknik untuk mendorong para pelaksana dalam rangka mencapai tujuan. Apabila proses manajemen dilaksanakan dengan baik, sekaligus kita dapat melihat dan memberikan supervisi yang kontinyu atas pelaksanaan kerja pendidikan. Faktor­faktor yang harus dimasukkan dalam fungsi control adalah: a. Mengusahakan suatu struktur yang terorganisir dengan baik dan sederhana untuk menghilangkan salah pengertian. b. Mengusahakan supervisi yang kuat untuk menghilangkan “gap” (jurang pemisah) yang terjadi dalam keseluruhan program sekolah. c.

Mengusahakan informasi yang akurat dalam rangka pembuatan keputusan dan penilaian terhadap pelaksanaan kerja.7

7

Soetopo, hendyat, Soemanto, Wasty, 1982, Pengantar Operasional Administrasi Pendidikan, Surabaya: Usaha nasional, 265­266.

31


Penerapan teknik manajemen dalam pelaksanaan administrasi pendidikan ada yang bersifat konvensional dan ada yang bersifat modern. 1. Teknik manajemen konvensional Tehnik manajemen konvensional banyak menekankan pada aspek mekanisasi dan dekat sekali pada rasa dan hubungan kemanusiaan. Unsur pengakuan rasional kurang banyak diperhatikan. Teknik manajemen konvensional meliputi: a.

Management by personality, teknik ini dilaksanakan dengan banyak diwarnai oleh pengakuan akan kewibawaan seseorang yang mengendalikan organisasi.

b.

Management by custom, taeknik ini banyak memperhatikan kebiasaan yang pernah berjalan, yang sekarang dipakai lagi dalam pengadministrasian organisasi.

c.

Management by reward, teknik ini memunculkan dorongan kerja dengan motivasi ekstrinsik. Orang dianggap mau bekerja apabila diberi hadiah atau pujian untukmemotivasi kemauan dari dalam.

d.

Management by legitimaion, teknik ini dijalankan dengan memberikan pembatasan­pembatasan berupa aturan­aturan. Peraturan­peraturan tersebut biasanya dipaksakan kepada para anggota. Suasana kejiwaaan para anggota menjadi ketakutan.

2. Teknik manajemen modern Teknik manajemen modern yang digunakan dewasa ini adalah: a.

Management by delegation, teknik ini dilaksanakan dengan memberikan kepercayaan dan pengakuan atas prestasi dan kemampuan anggota.

32


b.

Management by system, teknik ini dilaksanakan dengan melihat komponen­komponen yang ada dalam organisasi pendidikan sebagai kesatuan yang utuh. Sehingga satu komponen hilang akan berpengaruh terhadap keseluruhan proses manajemen. Misalnya dalam system pendidikan, tidak adanya kurikulum akan memacetkan proses pendidikan.

c.

Management by result dijalankan dengan mengorientasikan diri dengan hasil yang akan dicapai. Setiap aktivitas dilihat dari nilai guna aktivitas yang bersangkutan.

d.

Management by objective juga berorientasi pada tujuan. Kerja dan proses manajemen yang berhasil adalah yang dapat mencapai tujuan.8 Dalam aplikasi manajemen di lembaga pendidikan Islam, kedua

tehnik tersebut saling melengkapi, bagaimananapun penerapan tekhnik modern masih sangat memerlukan tekhnik manajemen konvensional, terutama dalam kenyataan praktis. Dari kedua tekhnik tersebut di atas, kemudian muncul pengembangan tekhnik manajemen baru yang disebut tekhnik manajemen mutu terpadu (Total Quality Manajemen) yaitu manajemen yang memfokuskan pada mutu/kualitas dengan cara menciptakan budaya kualitas yang mengutamakan kepuasan pelanggan, perbaikan proses secara terus menerus serta keterlibatan semua anggota organisasi (team work) dalam rangka mengarungi persaingan global dan eksistensi pendidikan.9 Yang dimaksud pelanggan dalam dunia pendidikan yaitu 8

9

Soetopo, hendyat, Soemanto, Wasty, 1982, Pengantar Operasional Administrasi Pendidikan, Surabaya: Usaha nasional, hal 267­269. Prawirosentono, Suyadi. 2004, Manajemen Mutu Terpadu Abad 21, Jakarta: PT Bumi Aksara, hal. 2

33


“stakeholder” yaitu orang yang memiliki kepentingan dalam pendidikan, dalam hal ini dibedakan dalam dua macam, yaitu pelanggan eksternal yang terdiri dari siswa, orang tua, masyarakat, pemerintah dan orang yang memiliki andil dan memegang peranan penting dalam pendidikan. Pelanggan internal yaitu berbagai komponen yang terdapat dalam lembaga pendidikan misalnya dosen, tenaga administrasi dan kepala sekolah. Sehingga kalau diidentifikasi maka manajemen ini memiliki ciri­ ciri: a. Berorientasi pada kepuasan pelanggan internal dan eksternal b. Memeliki obsesi terhadap kualitas tinggi c. Pengembangan dilakukan secara terus­menerus d. Memperhatikan produk dan proses e. Tanggung jawab pada semua pegawai/karyawan f.

10

Pengerjaan dilakukan melalui tim kerja.10

Suriyanto, 1999, Total Qulity Manajemen (TQM) di Bidang Pendidikan. Malang: fip Universitas Negeri Malang, hal16.

34


BAB III IMPLEMENTASI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH DI INDONESIA

Pendahuluan Manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan salah satu model pengelolaan pendidikan yang menjadikan sekolah sebagai poros pengambilan keputusan. Model ini sudah diterapkan di banyak negara maju mulai tahun 1970­an dan 1980­an (Brady, 1992), namun baru diadaptasi di Indonesia sekitar tahun 1999 oleh Depdiknas dengan proyek perintisan MPMBS. Di satu sisi, kehadiran MBS di Indonesia merupakan suatu

35


pembaruan dalam rangka peningkatan kualitas dan demokratisasi pendidikan serta disambut dengan gegap gempita oleh pelaku dan penyelenggara, pendidikan, namun di sisi lain masih mengundang kritik (misalnya Nurkolis, 2003) dan bahkan menjadi suatu lahan yang disinyalir mendatangkan ketidakjujuran baru di kalangan pengelola pendidikan dikan di jajaran pernerintahan, sekolah maupun. masyarakat. sebagai salah satu contoh, Tempo Interaktif (24 Oktober 2003) mentiliskan'Korupsi di Sekolah Makin Merebak Inti dari tulisan itu menyebutkan bahwa Indonesian Corruption Watch (ICW) mencium pelaksanaan. MBS menjadi ladang korupsi di lingkungan sekolah dan jajaran pengelola pendidikan. Praktisi dan profesional di bidang pendidikan, Jam'an Satori, membenarkan, bahwa penyimpangan itu terjadi karena niat sejak awal orang masuk dalam dewan (pendidikan) adalah untuk mencari uang. Hal yang senada juga ditulis oleh Sinar Harapan (21 Oktober 2003), Media Indonesia (11 November 2003), Suara. Pembaruan (1 Desember 2003). Dari beberapa tulisan itu temyata inefisiensi dana proyek pembaharuan manajemen pendidikan untuk perbaikan kualitas rakyat itu berkisar 10 ­ 20%. Beberapa hal di atas mernang masih merupakan'gelagaf baru model 'inefisiensi' penyelenggaraan pendidikan. Namun demikian apabila hal itu tidak dicegah sejak awal, maka akan menjadi virus ganas baru yang berkembang lebih subur di lingkungan pemerintah kabupaten/ kota, sekolah dan bahkan masyarakat yang sedang rame­rame meneriakkan reformasi pendidikan. Bagian berikut lebih banyak merupakan sandaran dan idealisms teoritis bahwa desentralisasi pengelolaan pendidikan dan manajemen

36


berbasis sekolah adalah untuk membela warga negara yang lemah dalam membuat pendidikan menjadi lebih 'elegant' mengangkat sumber daya manusia, bukan untuk menghidupi kaum tertentu yang berlindung di bawah panji­panji pembela rakyat. Desentralisasi dan Manajemen Berbasis Sekolah Desentralisasi pengelolaan pendidikan dan manajemen­berbasis sekolah sebenarnya merupakan trend internasional (Brady, 1992), dan. untuk Indonesia merupakan salah sato upaya untuk memperbaiki kualitas pendidikan dan sumber daya manusia yang belakangan ini dirisaukan karena dari hasil survei yang dilakukan UNDP (Tilaar, 1999), Indonesia menjadi peringkat ke­77, cukup jauh di bawah Philipina (ke­66), dan lebih jauh lagi di bawah Malaysia (ke­56). Untuk mencapai tujuan itu, masih banyak yang dilakukan bangsa Indonesia agar desentralisasi pengelolaan pendidikan tidak diartikan sebagai otonomi pendidikan di daerah yang belakangan ini juga disinyalir mulai muncul dan menjadi gelagatbaru'sentrahsasi di daerah. Bersamaan dengan desentralisasi pengelolaan pendidikan, pernerintah Indonesia juga rnelakukan perintisan implementasi manajemen berbasis sekolah dengan penekanan pada peningkatan mutu, yang kemudian dikenal dengan istilah Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS). Meskipun implementasi manajemen berbasis sekolah ini memerlukan perjuangan berat bangsa Indonesia dan membutuhkan waktu yang cukup panjang (time consuming), dalam pandangan Noble (1996), manajemen berbasis sekolah itu diharapkan dapat: (1) meningkatkan prestasi akademik peserta didik (academic achievement), (2) meningkatkan pertanggung jawaban (accountability)

37


diantara pars pengambil kebijakan, (3) meningkatkan pemberdayaan (empowerment) ke arab perbaikan budaya sekolah (school culture), dan untuk kegunaan politis (political utility) karena para pengambil kebijakan di masyarakat (local players) benar­benar mengetahui apa yang diperlukan untuk meningkatkan sekolah. Pernyataan yang lebih tegas dikemukakan oleh Chong (2001), manajemen berbasis sekolah merupakan salah satu kecenderungan internasional yang paling menonjol dalam reformasi pendidikan (the most salient international trends of school reform). Lebih jauh dia menambahkan bahwa manajemen berbasis sekolah memberikan banyak kesempatan kepada para guru, orang tua, pendidik, pengelola pendidikan, dan pemimpin pendidikan untuk memikirkan kembali praksis pendidikan, mengembangkan mereka sendiri, mengubah peranan dan membuat inovasi serta meningkatkan kualitas lulusan. Apabila dilihat lebih jauh, desentralisasi pengelolaan pendidikan sebenarnya bukan merupakan satu­satunya alternatif terbaik yang dilakukan oleh suatu bangsa dalam memperbaiki kualitasnya. MBS tidak senantiasa berkait dengan peningkatan mutu lulusannya (Banicky, Rodney dan Foss, 2000). Senada dengan itu, dari hasil kajian Supriadi (2003), tidak semua negara yang mengimplementasikan desentralisasi pendidikan berhasil seperti yang diteorikan. Oleh karena itu tidak mengherankan kalau Supriadi kemudian sampai pada kesimpulan bahwa: 1) tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa desentralisasi meningkatkan akumulasi sumberdaya pendidikan yang digah dari masyarakat dan pemerintah daerah; 2)desentralisasi bukan merupakan faktor penting dalam meningkatkan

38


jumlah siswa dan efisiensi internal pendidikan; 3)desentralisasi belum mampu meningkatkan mutu pendidikan,

bahkan di Chile malah menurunkan 14% untuk bahasa Spanyol dan 6% untuk Matematika. Melihat kasus di atas, maka dalam pelaksanaan desentralisasi pengelolaan pendidikan bangsa Indonesia harus dapat belajar dari pengalaman bangsa­bangsa lain agar tidak terperosok lebih dalam. Supriadi (2003) mengelompokkan sistem desentralisasi pengelolaan pendidikan menjadi empat kemungkinan, yaitu: 1) Suatu negara menganut sistem pengelolaan pendidikan sentralistik

tanpa disertai dengan manajemen­berbasis sekolah; 2) Suatu negara menganut sistem pengelolaan pendidikan desentralistik

(ke tingkat provinsi atau kabupaten/ kota), tetapi tidak diikuti dengan manajemen berbasis sekolah; 3) Suatu negara menganut sistem pengelolaan pendidikan sentralistik

tetapi pada saat yang sama mengembangkan manajemen berbasis sekolah; 4) Suatu negara menganut sistem pengelolaan pendidikan desentralistik

dan sekaligus melaksanakan manajemen berbasis sekolah; Dari empat kemungkinan itu, Indonesia mengimplementasikan alternatif keempat, desentralisasi sistem pengelolaan pendidikan dan manajemen berbasis sekolah. Namun demikian, dalam beberapa hal, terutama pembiayaan pendidikan dan kurikulum, masih cenderung tergantung pada keputusan­keputusan dari pemerintah pusat. Akankah fenomena ini dapat berubah, atau karena keterbatasan­keterbatasan kemampuan daerah

39


dan kesiapan sumber daya manusia pada semua level, sebaiknya menggunakan alternatif ketiga? Suatu pertanyaan yang tidak harus dijawab dalam sate dua tahun, tetapi akan teruji melalui perjalanan sejarah. Manajemen Berbasis Sekolah Sekolah pada dasarnya merupakan suatu lembaga pendidikan, yang berdiri sendiri maupun terkait dengan instansi di atasnya, yang harus dikelola dengan profesional sehingga mampu menghasilkan lulusan yang berkualitas. Di sinilah letak pentingnya kepala sekolah harus benar­benar memahami dan mempunyai kemampuan manajerial dalam mengelola sekolah. Apabila ditelusuri lebih jauh, kemampuan yang harus dimiliki kepala sekolah itu mencakup fungsi­fungsi manajemen pe nd i d i k an s ep er t i p er en ca n a an ,

p en g o r g an i s as i a n,

pengkoordinasian,

pengkomunikasian, kepemimpinan, pengawasan, supervise dan evaluasi, serta mencakup substansi dari manajemen itu sendiri seperti kurikulum, peserta didik, biaya pendidikan, sarana dan prasarana, tenaga kependidikan, hubungan sekolah dengan masyarakat serta layanan khusus seperti perpustakaan/pusat sumber belajar, laboratorium, dan asrama. Apabila antara fungsi manajemen dan substansi manajemen tersebut dibuat dalam suatu matriks, maka dapat dilihat pada matriks berikut. Matriks

5.1

Fungsi dan substansi manajemen sekolah Fungsi

substansi Manajemen Sekolah

Manajemen

K

Perencanaan rkl

Sar

P st

ana

40

Bi

G

aya uru

Ly"


Pengorganisas ian Pengkoordinas ian Pengkomunika sianKepemimpina n Pengawasan Supervise Evaluasi

S e i r i n g d e n g a n t u n t u t a n p e r k e m b a n g a n j a m a n , kernampuan sumber daya manusia serta teknologi, manajemen sekolah yang saat sekarang ini sedang diperkenalkan dan diuji­cobakan di Indonesia adalah Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS). MPMBS diadopsi dari manajemen berbasis sekolah yang telah lebih dulu dikembangkan di negaranegara lain. Dalam berbagai literatur, istilah Manajemen Berbasis Sekolah (school­based management) sangat beragam, seperti

Self­managing School, Collaborative School

Management, School Based Management, atau Community Based School Management. Sebagaimana keberagaman istilahnya, konsep MBS juga didefinisikan beragam oleh para ahli pendidikan. Misalnya Mallen, Ogawa, dan Kranz (dalam Abu­Duhou, 2002) memandang MBS sebagai suatu bentuk desentralisasi yang memandang sekolah sebagai suatu unit dasar pengembangan dan bergantung pada redistribusi otoritas pengambilan keputusan. Candoli (dalam Abu­ Duhou, 2002), memandang MBS sebagai alat untuk 'menekan' sekolah mengambil tanggungjawab apa yang terjadi terhadap anak didiknya. Dengan kata lain, sekolah mempunyai kewenangan untuk mengem­ bangkan program pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak didik di sekolah tersebut.

41


Dalam pandangan Myers dan Stonehill (dalam. Nurkholis, 2003) manajemen berbasis sekolah merupakan suatu strategi untuk memperbaiki mutu pendidikan melalui pengalihan otoritas pengambilan keputusan dari pemerintah pusat ke daerah dan ke masing­ masing sekolah, sehingga kepala sekolah, guru, peserta didik, dan orang tua peserta didik mempunyai kontrol yang lebih besar terhadap proses, pendidikan, dan juga mempunyai tanggung jawab untuk mengambil keputusan yang menyangkut pembiayaan, personal, dan kurikulum sekolah. Dari berbagai macam istilah dan definisi itu menunjukkan peranan sekolah dan orang tua yang lebih besar dalam manajemen sekolah. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pendelegasian kewenangan dari birokrasi sentral ke individu sekolah. Perlu diingat bahwa kewenangan yang delegasikan ini bukan sekedar kewenangan dalam melaksanakan suatu tugas, tetapi merupakan kewenangan untuk pengambilan keputusan. Pendelegasian kewenangan yang seperti ini merupakan esensi dari pemberdayaan. Dengan kewenangan yang demikian, ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari pelaksanaan MBS, antara lain: 1) Memungkinkan personil yang kompeten di sekolah dalam mengambil

keputusan untuk meningkatkan kualitas belajar peserta didik; 2) Memberikan hak kepada masyarakat sekolah untuk berperan

dalam pengambilan keputusan yang penting; 3) Menggunakan akuntabilitas dalam setiap pengambilan keputusan dan

pertanggung jawabannya; 4) Mengarahkan dengan tepat sumber daya untuk mencapai tujuan

42


sekolah; 5) Mendorong kreatifitas untuk mendesain program

pengembangan sekolah; 6) Menyadarkan guru dan orang tua akar perlunya anggaran yang realistik

dalam keterbatasan biaya program yang bersumber dari pemerintah; 7) Meningkatkan semangat guru serta mematangkan kader pemimpin

pendidikan pada semua tingkatan (Sutjipto, 2000). Manajemen berbasis sekolah yang sedang dikembangkan di Indonesia merupakan pendelegasian kewenangan, kepercayaan dan kemandirian kepada sekolah untuk mengelola dan mengembangkan segala sumber daya pendidikan untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah serta memper­tanggungjawabkan hasilnya kepada orang tua peserta didik, masyarakat dan pemerintah (stakeholder). Jadi target utama MBS di Indonesia adalah pemberdayaan sekolah untuk secara mandiri meningkatkan mutu pendidikan. masing­masing. Oleh karena itu, kemampuan leadership dan manajemen dari kepala sekolah dan kesediaan sumber yang memadai merupakan persyaratan bagi keberhasilan MBS di masa depan. Manajemen berbasis sekolah sangat berkait dengan sekolah efektif. Gerakan sekolah efektif (effective schools) pada prinsipnya mensyaratkan adanya keleluasaan sekolah untuk mengelola dan mengambil keputusan pendidikan secara mandiri. Karena itu, MBS sangat tepat sebab MBS merupakan struktur dasar bagi terlaksananya model sekolah efektif yang lebih menfokuskan diri pada perbaikan proses pendidikan untuk mencapai hasil pendidikan yang lebih berkualitas. Setelah melakukan pengkajian terhadap pendapat para ahli tentang

43


sekolah efektif (seperti Weber, Austin, Brookover & Lezotte, Edmonds) Beare, Caldwell, & Millikan, (1989), akhimya berkesimpulan bahwa sekolah yang efektif adalah sekolah yang memiliki karakteristik sebagai berikut. 1.

Memiliki kepemimpinan administratif yang kuat, hal itu ditunjukkan dengan perhatian pada kualitas pembelajaran.

2.

Mempunyai iklim harapan di mana tidak ada satu pun siswa yang gagal pada prestasi minimum.

3.

Suasana sekolah (school's atmosphere) teratur tetapi tidak kaku, tenang tanpa adanya tekanan (oppressive), dan pada umumnya kondusif untuk urusan pembelajaran (secara umum dikatakan orderly safe climate).

4.

Sekolah memiliki fokus pembelajaran yang dipahami secara lugs dan mendalam, artinya pembelajaran menjadi perhatian utama dibandingkan dengan aktivitas­aktivitas lainnya.

5.

Sekolah yang efektif merupakan sekolah yang sexing memonitor kemajuan peserta didiknya (pupil progress). Dalam rangka implementasi manajemen berbasis sekolah di

Indonesia, Direktorat SUP, Diqen Dikdasmen Depdiknas (2002) memberikan rambu­rambu tentang karakteristik sekolah yang efektif yang diharapkan dapat dicapai oleh sekolah­sekolah yang menjadi rintisan proyek Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS), yaitu:

1) Proses belaiar mengajar yang efektivitasnya tinggi,

44


2) Kepemimpinan sekolah yang kuat 3) Lingkungan sekolah yang aman dan tertib 4) Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif 5) Memiliki budaya mutu 6) Memiliki team work yang kompak, cerdas dan dinamis 7) Memiliki kewenangan (kemandirian) 8) Partisipasi yang tinggi dari warga sekolah dan masyarakat 9) Memiliki keterbukaan (transparansi) manajemen 10) Memiliki kemauan untuk berubah (baik secara psikologis maupun

fisik) 11) Melakukan evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan 12) Responsif dan antisipatif terhadap kebutuhan 13) Memiliki komunikasi yang baik 14) Memiliki akuntabilitas 15) Memiliki kemampuan menjaga sustainabilitas.

Karena muara dari sekolah yang efektif adalah prestasi sekolah, maka meskipun masih terasa berat dalam memenuhi belasan karakteristik di atas untuk mencapai tujuan efektivitas sekolah, sekolah­sekolah di Indonesia harus didorong dan dimotivasi oleh seluruh pihak yang berkait dan berkepentingan dengan sekolah (stakeholders) agar kualitas pendidikan di Indonesia itu dapat dicapai. Tujuan dan Alasan Diterapkannya MBS di Indonesia Dalam konteks Indonesia, manajemen berbasis sekolah bertujuan untuk membuat agar sekolah lebih mandiri atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan. (otonomi), fleksibilitas yang lebih besar

45


kepada sekolah dalam mengelola sumberdaya, dan mendorong partisipasi warga sekolah dan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan. Secara khusus, tujuart implementasi MBS adalah: 1.

Meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan kemandirian, fleksibilitas, partisipasi, keterbukaan, kerjasama, akuntabilitas, sustainabilitas, clan inisiatif sekolah dalam mengelola, memanfaatkan, clan memberdayakan sumberdaya yang tersedia;

2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam

penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama, 3. Meningkatkan tanggungjawab sekolah kepada orang tua, masyarakat, clan pemerintah*untuk meningkatkan mutu sekolah; 4. Meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah dalam meningkatkan

kualitas pendidikan (Direktorat SUP, Ditjen Dikdasmen, Depdiknas, 2002). Di samping karena keinginan untuk mencapai tujuan di atas, alasan implementasi MBS di Indonesia adalah: 1. Dengan pemberian otonomi yang lebih besar kepada sekolah,

sekolah akan lebih mempunyai inisiatif clan kreativitas dalam meningkatkan mutu sekolah. 2.

Dengan pemberian fleksibihtas/keluwesan­keluwesan yang lebih besar kepada sekolah untuk mengelola sumberdayanya, maka sekolah diharapkan lebih luwes clan hncah dalam mengadakan dan memanfaatkan sumberdayanya secara optimal untuk meningkatkan mutu sekolah.

3. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan

ancaman bagi dirinya sehingga personil sekolah dapat mengoptimalkan

46


pemanfaatan sumberdaya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya; 4. Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya

input pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik; 1) Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok

untuk memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolahlah yang paling tabu apa yang terbaik bagi sekolahnya; 2) Penggunaan sumberdaya pendidikan lebih efisien clan efektif

bilamana dikontrol oleh masyarakat setempat; 3) Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam

pengambilan keputusan sekolah menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat. 4) Sekolah clapat bertanggungjawab tentang mutu pendidikan masing­

masing kepada pemerintah, orangtua peserta didik, dan masyarakat pada umumnya, sehingga diharapkan sekolah berupaya semaksimal mungkin melaksanakan dan m e n c a p a i s a s a r a n m u t u p e n d i d i k a n y a n g t e l a h direncanakan; 5) Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah­

sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya­ upaya inovatif dengan clukungan orangtua peserta didik, masyarakat, dan pemerintah daerah setempat; 6) Sekolah clapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan

lingkungan yang berubah dengan cepat (Direktorat SUP, Ditjen Dikdasmen Depdiknas, 2002). Standard Pelayanan Minimal

47


Desentralisasi manajemen pendidikan maupun manajemen berbasis sekolah memberikan kesempatan kepada pemerintah daerah maupun sekolah untuk mengambil keputusan terbaik tentang penyelenggaraan pendidikan di daerah atau sekolah yang bersangkutan berdasarkan potensi daerah dan stakehold­ers sekolah. Hal ini di samping memberikan kesempatan kepada daerah atau sekolah untuk memacu penyelenggaraan pendidikan, juga bisa berakibat sebaliknya, yaitu memberikan peluang bagi daerah atau sekolah untuk menjadi semakin ketinggalan karena potensi daerah atau stakeholders sekolahnya tidak memungkinkan. Apabila hal terakhir ini yang terjadi, maka kualitas pendidikan atau standar mutu di daerah itu menjadi lebih terancam. Oleh karena itu, kehadiran Keputusan. Menteri Pendidikan Nasional Nomor 053/U/2001 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal Penyelenggaraan Persekolahan Bidang Pendidkan Dasar dan Menengah dirasakan sangat tepat. Dengan keputusan ini diharapkan penyelenggaraan pendidikan pendidikan dasar dan menengah tidak kebablasan cepat ataupun keterlalua ketinggalan berada di bawah persyaratan minimal sehingga kualitas pendidikan malah menjadi lebih terpuruk. Standard Pelayanan Minimal itu diharapkan menjadi ukuran tingkat pelayanan normatif kepada masyarakat dan dilaksanakan oleh setiap pemerintah daerah kabupaten/kota. Standard Pelayanan Minimal itu secara garis besarnya mencakup jenjang dan bidang­bidang garapan manajemen pendidikan, yaitu: (1) Taman Kanak­kanak, (2) Sekolah Dasar, (3) Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, (4) Sekolah Menengah Umum, (5) Sekolah Menengah Kejuruan, (6) dan Pendidikan Luar Biasa. Pada setiap jenjang dan jenis pendidikan itu setidaknya menggambarkan aspek­aspek: (a) Tujuan penyelenggaraan (b) Standar kompetensi, (c) Kurikulum, (d) Peserta

48


didik, (e) Jumlah dan kualifikasi kepala sekolah, guru dan tenaga administratif, (f) sarana dan prasarana, (g) Organisasi sekolah, (h) Pembiayaan pendidikan, (i) Peran serta masyarakat, serta 0) Manajemen sekolah, (k) indikator keberhasilan. sekolah.

Pengkajian Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah Sebagai masukan atau feedback

para akademisi

pengembang manajemen pendidikan, pemerhati dan pengambil kebijakan bidang pendidikan dalam rangka implementasi manajemen berbasis sekolah di Indonesia, temuan Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan Balitbang Depdiknas (2003) merupakan suatu hal yang sangat berharga. Penelitian itu dilakukan di 149 SLIP negeri maupun swasta yang menerima dan yang tidak menerima block­grant MBS di 34 kabupaten yang berada di 10 propinsi di Indonesia.

Keterlibatan Stakeholder dalam Rencana Pengembangan Sekolah Keterlibatan wakil kepala sekolah, guru, komite sekolah, orang tua, OSIS, tatausaha dan tokoh masyarakat dari sekolah penerima block­grant MBS relatif lebih tinggi dibandingkan dengan keterlibatan mereka pada sekolah­sekolah bukan penerima block­grant MBS. Peningkatan keterlibatan itu hampir terjadi pada semua peran dan stakeholder, seperti 1) Merumus­kan visi dan misi sekolah, 2) Menganalisa tantangan nyata, Menetapkan sasaran dan target yang akan dicapai, Melakukan identifikasi fungsi yang diperlukan setup sasaran, 3) Melakukan analisis SWOT, 6) Mengidentifikasi alternatif/ langkah

pemecahan masalah, 7) Menyusun rencana pengem­bangan sekolah.

49


Apabila diambil persentase rata­ratanya, maka perbandingan peran stakeholder dalam penyusunan rencana pengembangan sekolah seperti tergambar pada Grafik 5.1 berikut.

Kecenderungan rata­rata peran stekeholder dalam perumusan rencana pengembangan sekolah Dari grafik di atas, dapat diketahui bahwa semakin lama suatu sekolah menerima

block­grant

MPMBS, semakin tinggi

keterlibatan

stakeholders dalam perumusan rencana pengembangan sekolah. Program Peningkatan Mutu di Sekolah Di samping program rutin yang ada, sekolah­sekolah juga membuat program tambahan seperti 1) peningkatan mutu hasil belajar/PBM, 2) peningkatan Iman dan Taqwa/ keagamaan, 3) peningkatan prestasi olah raga dan 4) peningkatan prestasi kesenian. Dalam pelaksanaan keempat program tersebut, sekolah­sekolah penerima block­grant MBS cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan sekolah bukan penerima block­grant MPMBS seperti tertuang pada grafik berikut.

50


Program peningkatan mutu sekolah

Dari tampilan grafik di atas dapat diketahui bahwa meskipun kebanyakan sekolah telah mempunyai program tambahan dalam rangka peningkatan prestasi sekolah, program­program itu masih banyak dilakukan oleh sekolah­sekolah

penerima

block­grant

MBS

dibandingkan dengan sekolah yang tidak menerima block­grant MBS. Peran Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota Peran Dinas Pendidikan Kabupaten Kota dalam pembinaan terhadap implementasi manajemen berbasis sekolah terlukis pada grafik berikut.

Dari gambaran menurut kepala sekolah itu dapat diketahui bahwa peranan Dinas Pendidikan tingkat Kabupaten /kota, pada sekolah­sekolah

51


yang memperoleh block­grant MBS lebih kedl dibandingkan dengan peran mereka pada sekolah yang tidak menerima block­grant MBS. Semakin lama menerima block­grant MBS pars kepala sekolah merasakan bahwa peran Dinas Pendidikan Kabupaten /Kota semakin kecil. Hal ini dapat diartikan sebagai suatu hal yang positif, bahwa sekolah­sekolah penerima block­grant MBS mulai menampakkan kemandirian m er ek a d al am m en g u r us sekol ahnya, dan m engur angi ketergantungan pada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Pencapaian Target Prestasi Sekolah (NEM) Meskipun Nilai Ebtanas Murni bukan merupakan satusatunya indikator prestasi sekolah, kebanyakan sekolah masih menganggap bahwa indikator utama prestasi sekolah adalah NEM. Adapun target NEM yang dicapai sekolah­sekolah responder penelitian seperti tertuang pada grafik berikut.

Dari grafik tersebut dapat dipahami bahwa terget NEM dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Namun demikian, baik sekolah penerima maupun bukan penerima. block­grant MBS pada tahun 1999/2000, 2000/2001, 2001/2002 umumnya tidak mencapai target NEM yang telah ditetapkan. Baru pada tahun ajaran 2002/2003 NEM sekolah

52


penerima block­grant 1­2 tahun dan 34 tahun dapat melampaui target, sedangkan sekolah bukan penerima block­grant PMBS masih tetap tidak dapat melampaui target NEM yang telah ditetapkan sebelumnya. Makna dari temuan di atas adalah, meskipun dengan waktu yang cukup lama, sekolah­sekolah penerima block­grant MBS lebih dapat mencapai target NEM yang ditetapkan sebelumnya dibandingkan dengan sekolah yang tidak menerima block­grant MBS. Kendala dalam Pengembangan Sekolah Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan Balitbang Depdiknas juga mengidentifikasi masalah­masalah yang ditemui oleh sekolah baik yang berkait dengan kegiatan ekstra kurikuler maupun kegiatan belajar mengajar.

Temuan penelitian itu menunjukkan bahwa persentase masalah kegiatan ekstra kurikuler pada umumnya lebih banyak dibandingkan dengan masalah pada kegiatan belajar mengajar. Masalah pada kegiatan ekstra kurikuler maupun kegiatan belajar mengajar di sekolah­sekolah bukan penerima block­grant pada umumnya lebih banyak dibandingkan dengan masalahmasalah pada sekolah penerima block­grant NIBS. Dari temuan 53


itu dapat diinterpretasikan bahwa terdapat kecenderungan positif sekolah­sekolah penerima block­grant lebih mampu meredam atau menyelesaikan masalah dibandingkan dengan sekolah­sekolah bukan penerima block­grant MBS. Persepsi Komite Sekolah tentang Karaktcristik MBS Dari belasan karakteristik MBS, penelitian yang dilakukan oleh Pusat p

enelitian Kebijakan Pendidikan Balitbang Depdiknas menjaring persepsi

komite sekolah tentang 5 karakteristik penting MBS yang dianggap dapat mencerminkan MBS, yaitu keterbukaan, kemandirian, keoasama, akuntabilitas dan sustainabilitas. Hasil penelitian itu tercermin pada Grafik 5.6.

Grafik di atas menunjukkan bahwa dari persepsi komite sekolah, keterbukaan dan kemandirian sekolah­sekolah penerima block­gran t MBS belum lebih baik dibandingkan dengan sekolah­sekolah yang tidak menerima block­grant MBS. Namun demikian, dalam hal ker asama, akuntabilitas dan sustainabilitas sekolah­sekolah penerima block­grant MBS, terutama untuk yang menerima 1­ 2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak menerima block­grant. Persepsi komite sekolah tentang keterbukaan dan kemandirian ini cukup penting untuk dapat dijadikan cross­check dari temuan­

54


temuan di atas yang pada umumnya menunjukkan bahwa implementasi MBS memberikan dampak yang positif terhadap penyelenggaraan sekolah. Artinya, meskipun MBS dirasakan memberikan dampak yang positif, ket er bukaan dan kem andi r i an sek o l ah m asi h p er l u ditingkatkan. Dari seluruh paparan hasil penelitian di atas secara umum menunjukkan bahwa block­grant MBS dapat memberikan dampak kinerja kepada sekolah untuk menyelenggarakan pendidikan dan mampu memotivasi

stakeholder

sekolah untuk

berpartisipasi dalam

penyelenggaraan sekolah. Dengan demikian, implikasi lebih lanjut dari penelitian itu adalah bahwa keinginan pemerintah untuk mengimple­ mentasikan MBS perlu disambut positif. Meskipun demikian, upaya sosialisasi kepada sekolah­sekolah lain bukan penerima block­grant MBS dan seluruh masyarakat untuk sustainabilitas penyelenggaraan sekolah masih diperlukan.

55


BAB IV MENYUSUN RENCANA PENGEMBANGAN SEKOLAH

Pengembangan sekolah direncanakan secara terpadu dan bedenjang, melalui beberapa tahapan. Setiap kepala sekolah, guru, siswa, dan orang tua, bahkan masyarakat tentu berharap sekolahnya berkembang. Untuk itu perlu disusun rencana pengembangannya. Rencana pengembangan sangat penting, karma akan dijadikan landasan kerja seluruh staf, sehingga harus disusun dengan baik. 1. Apakah kepala sekolah harus menyusun sendiri rencana pengembangan sekolahnya? Tidak dan tidak mungkin. Dia harus melibatkan berbagai orang atau bagian yang terkait dengan sekolah. Sebaiknyadi sekolah dibentuk tim penyusun program sekolah yang secara teknis bertugas menyusun program sekolah. 2. Siapa saja yang menjadi anggota Tim Perencana Pengembangan Sekolah? Idealnya setiap unsur harus terwakili dalam tim tersebut. Tetapi, jika tidak mungkin paling tidak ada unsur guru, staf administrasi,

56


wakil orang tua (BP3), dan bahkan jika mungkin wakil siswa (OSIS). Anggota tim sebaiknya dipilih yang memiliki: (a) wawasan kependidikan secara memadai,dan (b) memiliki minat dalam kegiatan perencanaan.

Jumlah tim tidak perlu tcrialu banyak agar lebih efisien, misalnya 5­8 orang. Jika perlu informasi atau data, tim dapat meminta/mencari dari sumber­sumber yang relevan. 3.

Jenis perencanaan apa yang harus dimiliki sekolah? Idealnya sekolah harus memiliki: (a) rencana jangka panjang, untuk 8 tahun, (b) rencana jangka menengah, untuk 4 tahun, dan (c) rencana jangka pendek, untuk I tahun. Rencana jangka panjang bersifat umum dan hanya menyebutkan arch pengembangan atau visi, misalnya dalam waktu 8 tahun pengembangan sekolah diarahkan untuk peningkatan mutu dcngan ditandai naiknya NEM dan diperolehnya prestasi, misalnya dalam karya ilmiah remaja. Rencana jangka menengah sudah harus lebih operasional dengan menyebut target. Misalnya NEM harus naik dari 6.0 menjadi 7.0. Disertai penjabaran garis besar programnya, misalnya kualitas pembelajaran dengan pemenuhan sarana belajar siswa.Rencana jangka pendek, sudah harus rinci dengan tahapan dengan dan dapat dipedomani dalam kegiatan sekolah seharihari.

4.

Apa saja prinsip­prinsip dalam perencanaan pengembangar

57


sekolah? Ada lima prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam perencanaan pengembangan sekolah, yaitu: a. Mengacu pada tujuan. Artinya rencana pengembangan hare: disusun berdasarkan tujuan yang ingin dicapai. Misalnya untul meningkatkan rata­rata NEM dari 5,5 menjadi 6,0. Tujuan yang ingin dicapai sebaiknyadirumuskan,­,ecaraspesifik, sehingga dapat dijadikan pedoman penyusunan program dan mengukur keter­ capaiannya. b. Dapat dilaksanakan. Artinya dapat dilaksanakan dengan kondisi tenaga, sarana, dan dana yang ada atau dapat digali. Jadi, rencana pengembangan sekolah harus realistik, sesuai dengan kondisi dan potensi setempat. c. Komprehensif dan integrated. Komprehensif artinya menNieluruh. Sebagai suatu sistem, sekolah memiliki berbagai komponen yang saling terkait. Jika salah satu komponen diubah, komponen lain akan terpengaruh. Misalnya, jika untuk meningkatkan NEM, jam pelajaran ditambah, maka komponen guru, ruing kelas, anggaran, dan daya tahan siswa akan terpengaruh. Integrated artinya terpadu. Setiap komponen atau bagian atau orang yang terkait harus dirancang dapat saling mendukung (terpadu). Dalam contoh di atas, komponen guru, anggaran, dan orang tua harus dirancang untuk saling mendukung peningkatan NEM siswa. d . E f e k t i f d a n e f i s i e n . Efektif artinya mencapai tujuan. Efisien

58


artinya menggunakan tenaga, sarana, atau dana minimal. Agar efektif, rencana pengembangan ha­ rus benar­benar diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Agar efisien, maka dalam perencanaan penggunaan tenaga, waktu, dana, sarana harus diperhitungkan secara hemat. Sebagai contoh tidak perlu menggunakan dua orang jika tugas dapat dikerjakan oleh satu orang.

5 . B a g a i m a n a l a n g k a h ­ l a n g k a h m e n y u s u n r e n c a n a pengembangan sekolah? Ada 7 tahap dalam penyusunan rencana pengembangan sekolah, yaitu: a. Mengkaji kebijakan yang relevan. Pengembangan sekolah tidak boleh bertentangan dengan kebijakan umum yang berlaku, balk dari pemerintah pusat maupun daerah. 01ch karena itu sebelum mulai menyusun rencana perlu dikaji kebijakan­kebijakan yang terkait. Sebagai contoh dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan tidak mungkin kita menggunakan kurikulum selain kurikulum yang berlaku, karena kebijakan Depdikbud menyatakan kurikulum berlaku secara nasional. b. Menganallsis kondisi sekolah. Langkah ini dilakukan untuk mengetahui keadaan, kekuatan, kelemahan atau kekurangar sekolah. Lebih balk jlkadilakukan dengan teknik SWOT (strength­ weakness­opportunity­threat), sehingga dapat diketahui betul apa kekuatan, kelemahan, peluang/kesempatan, dan acaman yanj dihadapi sekolah. Langkah ini memerlukan data dan kcahliar khusus. 01eh

59


karena itu, jika diperlukan sekolah dapat memint, bantuan ahli. c. Merumuskan tujuan. Berdasarkan kebijakan yang berlaku dan hasil analisis kondisi sekolah, berikutnya dirumuskan tujuan yanl ingin dicapai oleh sekolah. Rumusan tujuan yang balk haru menggambarkan kondisi atau perilaku, setelah program selesa cWaksanakan. Jika tujuan jangka menengah sudah ada, maka tujua jangka pendek dijabarkan dari tujuan jangka menengah terscbu­ a.

Mengumpulkan data dan informasi. Data yang dikumpulka adalah yang berkaitan dengan tujuan yang ingin dicapai, yait komponen­ komponen atau faktor­faktor yang diduga berkait dengan tujuan tersebut. Misalnya untuk menaikkan NEM diperlukan data tentang guru, siswa, kurikulum, perpustakaan, diperlukan jadwal pelajaran, poly EBTANAS, dan sebagainya. Data harus mencakup aspek kuantitatif dan kualitatif, misalnya jumlah siswa perkelas (kuawitatif), kualitas siswa (kualitatif, yang dapat dilihat dan' NEM SLIP dan motivasi belajar sehari­hari).

b.

Menganalisis data dan Mjbnnasi. Data yang sudah terkumpul perlu dianalisis secaracermat dan komprehensif. Dalam analisis dicoba ditafsirkan, baik masing­masing, komponen secara terpisah maupun hubungan antarkomponen. Misalnya komponen siswa, guru, perpustakaan dianalisis secara terpisah, clan selanjutnya dicari hubungan satu dengan lainnya.

c.

Merumuskan dan memilih alternatif fprogram. Berdasarkan hasil analisis tersebut, kemudian dikembangkan beberapa altematif program kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

60


Sebaiknya dikembangkan lebih clan' satu program. Altematif program tersebut kemudian dievaluasi untuk dipilih salah satu, paling bestir untuk mencapai tujuan, tetapi yang paling hemat dalam menggunakan tenaga, waktu, dan dana. d.

Menetapkan langkah­laiigk­ah kegiatan pelaksanaan. Sebelum dilaksanakan altematif program yang dipilih perlu dijabarkan secara rinci, sampai dengan tahap­tahap pelaksanaannya. Dalam setiap, tahap harusjclas: (1) sasaran yang ingin dicapai, (2) kegiatan untuk mencapai sasaran tersebut, (3) siapa pelaksana dan penanggung jawabnya, (4) kapan waktu pelaksanaannya, clan (5) sarana/prasarana (6) serta dana yang diperlukan.Keenam tahap inilah yang secara nyata menjadi wujud rencana pengembangan sekolah. Sebaiknya d1wujudkan dalam bentuk matriks, sehingga mudah dibaca.

61


BAB V MANAJEMEN KOMUNIKASI

Kemampuan berkomunikasi sangat berpengaruh kepada keberhasilan seorang pemimpin, termasul­ kepala sekolah. Mengapa? Karena salah satu tugas utama kepala sekolah adalah mengelola staf dan pihak­pihak lain yang terkait, agar bekerj a secara optimal atau berperan serta secara aktif dalam program pengembangan sekolah. Salah satu unsur pokokdalam pengelolaan staf adalah berkomunikasi, menyampaikan gagasan atau program, meyakinkan berbagai pihak akan pentingnya program tersebut, sehingga orang lain terdorong ikut menclukungnya. Orang lain akan tmx1ormg untak membantu,jika

62


pimpinan/kepala sekolah dapat mengkomunikasikan gagasan/program tersebut secara efektif. 1. Unsur apa saja yang terlibat proses komunikasi? Komunikasi pads dasarnya adalah proses penyampaian pesan/ pikiran/perasaan. Oleh karena itu selalu ada lima uncut pokok dalam komunikasi, yaitu sebagai berikut. a.

Komunikator, yaitu orang yang menyampaikan pesan/perasaan/ pikiran kepada pihak lain.

b.

Komunikan, yaitu orang atau sekelompok orang yang "dikirimi" pesan/pikiran/perasaan.

c.

Pesan, yaitu sesuatu yang disampikan oleh komunikator. Pesan dapat berupa informasi, instruksi, perasaan, dan sebagainya.

d.

Media, yaitu cara pesan itu disampaikan. Media komunikasi dapat berupa lisan, tulisan, gambar, film, dan lainnya.

e.

Efek, yaitu perubahan yang diharapkan terjadi pada komunikan, setelah mendapatkan pesan dari komunikator.

2. Bagaimana proses komunikasi itu terjadi? Ada tiga tahap penting dalam proses komunikasi, yaitu: (a) encoding, (b) penyampaian, dan (c) decoding. a. Encoding. Pada tahap ini gagasan/program yang akan dikomunikasikan diwujudkan dalam kalimat atau gambar. Pada tahap ini harus dipilih kata/istilah, kalimat, gambar yang mudah dipahami oleh komunikan. Perlu dihindari istilah yang tidak dikenal atau dapat membuat bingung komunikan. b. Penyampaian. Pada tahap ini istilah gagasan yang sudah 63


diwujudkan dalam bentuk kalimat dan gambar disampaikan. Penyampaian dapat secara lisan, tulisan, maupun gabungan antara keduanya. c. Decoding. Pada tahap ini komunikan mencerna dan memahami kalimat dan gambar yang diterima menurut pengalaman yang dimililki. Agar tidak terjadi salah tafsir atau salah pengertian, maka sangat penting dipilih istilah, kalimat, dan gambar yang dipahami oleh komu­ nikan. 3. Apakah tanda dari komunikasi yang efektif? Komunikasi disebut efektif (mencapai tujuan) jika terjadi perubahan perilaku pada komunikan, seperti yang diharapkan oleh si komunikator. Nfisainya, kepala sekolah menjelaskan pentingnya disiplin kepada siswa dan setelah itu siswa berpeTilaku disiplin, seperti yang diharapkan oleh kepala sekolah, maka penjelasan (komunikasi) tersebut disebut efektif. Apakah hal­hal yang perlu diperhatikan kepala sekolah dalam berkomunikasi? Ada lima hal yang perlu diperhatikan dalam berkomunikasi, yaitu (a) pribadi komunikan (orang yang diajak berkomunikasi), (b) arti atau makna pesan, (c) konsep diri, (d) empati, dan (e) umpan balik. Pribadi komunikan. Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan pada aspek pribadi adalah sebagal berikut. 1. Pribadi harus dipandang secara kesatuan yang utuh. Saat berkomunikasi,

64


seseorang akan dipp­ngaruhi oleh berbagal aspek secara simultan, antara lain kecerdasan, kondisi fisik dan perasaan. Aspek­aspek tersebut harus diperhatikan agar komunikasi efektif. Orang yang lelah akan sulit menerima informasl yang, berat. Orang akan lebih mudah diajak ber­ komunikasi, ketika hatinya sedang gembira. 1. Pribadi itu dinamis. Artinya, orang selalu ingin maju atau ingin lebih baik. Jangan menganggap seseorang seperti tahun lalu atau bulan lalu. Mungkin dia sudah lebih pandai dan minta lebih dihargai. 2. Setiap pribadi mempunyai nilai sendiri. Artinya, setiap orang mernifiki kriteria tentang baik atau buruk dan hal itu sangat berpengaruh terhadap penerimaan pesan. Jadi jangan memaksa orang lain (komunikan) menerima khteria Saudara. 3. Setiap pribadi itu unik. Artinya, ticlak ada dua orang yang tepat sama. Oleh karena itu tidak tepat menyamaratakan orang. Jjka ingin dapat berkomunikasi secara efektif, Saudara perlu mengetahui karakteristik masing­masing komunikan. 4. Pribadi sukar dinilai. Ada orang yang tampaknya mcnakutkan, ternyata ramah dan mudah diajak berkomunikasi. Sebaliknya, ada orang yang tampaknya balk ternyata sulit menerima gagasan baru. Jadi Saudara tidak dapat menyimpulkan karakteristik seseorang hanya dengan melihat sekilas tampak luar saja. 1. Arti kata atau kalimat. Arti suatu kata atau kalimat lebih terletak pada diri orang daripada kata atau kalimat itu sendiri. Setiap orang mengartikan kata sesuai dengan pengalaman hidupnya­ Oleh karma itu, dalam berkomunikasi, kata­kata kunci hares dijelaskan secaravinci,

65


dengan contoh nyata. 2. Konsep diri. Komunikasi selalu terkait dengan konsep diri. Ketepatan memahami konsep diri, balk diri sendiri maupun komunikan, akan sangat membantu efektivitas komunikasi Saudara. 3. Empati. hka. Saudara berhasil mendapatkan empati dari orang lain, maka komunikasi akan efektif. Mengapa? Karena Saudara dan di a memiliki kesamaan sudut pandang. 4. Umpan balik sangat penting dalam komunikasi. Dengan umpan bank akan diketahui kemungkinan terjadinya kesalahan/perbedaan tafsir. Oleh karma itu dalam berkomunikasi, Saudara perlu selalu mendapatkan umpan balik dari komunikan. 5. Bagaimana agar seseorang dapat berkomunikasi secara efektif? Selain hal­hal yang disebutkan pada nomor 4, ada delapan plinsil yang perlu dilakukan agar komunikasi dapat berjal an dengan efektif yaitu: 1. Berpikir dan berbicaralah dengan jelas. Kejelasan jalan pikiran dan bicara Saudara akan memudahkan orang lain menangkap apa yang Saudara sampaikan. Sebagai kepala sekolah Saudara perlu membiasakan diri untuk berpikir secara, sistematik dan berbicara dengan jelas. Ada sesuatu yang penting. Dalam berkomunikasi harus ditekankan pentingnya substansi yang dikomunikasikan, sehingga komunikan merasa memperoleh pesan/informasi yang berharga.

66


2. Ada tujuan yang jelas. Tujuan yang jelas akan membantu Saudara memfokuskan proses komunikasi pada aspek tertentu. Tanga tujuan yang nyata, komunikasi akan berjalan tanpa makna dan bahkan membingungkan orang. 3. Penguasaan terhadap masalah. Saudara akan lebih mudah menjelaskan sesuatu, jika menguasai masalahnya. Oleh sebab itu, sebelum mengkomunikasikan suatu gagasan/ program sebaiknya dipelajari secara mendalam hal­hal yang berkaitan dengan gagasan/ program tersebut. Pemahaman proses komunikasi dan menerapkannya dengan konsisten. Hal ini penting untuk menclukung efek­fivitas komunikasi. Mendapatkan empati dari komunikan. Untuk itu Saudara perlu berusaha menempatkan diri sebagai bagian mereka. Selalu menjaga kontak mata, suara yang tidak terlalu keras atau lemah, dan menghindari ucapan pengganggu (misalnya eeee, dsb). Komunikasi harus direncanakan. Sebagai kepala sekolah, Saudara perlu merencanakan komunikasi yang akan Saudara lakukan. Dalam merencanakan perlu dipelajari:

1.

Apa pesan yang akan dikomunikasikan. Apa inti pesan dan apa tujuan yang ingin dicapai. 1.

Siapa komunikan yang dituju, sehingga dapat dipelajan' karakteristiknya.

2.

Buatlah skenario yang sesuai dengan inti pesan dar karakteristik komunikan. Dalam skenario perlu dibuat ur­utan, mulai clan pengantar awal, inti, dan penutup, termasuk carp

67


mendapatkan umpan balik. 3.

Saudara perlu mempersiapkan din agar menguasai masalah sehingga dapat menjelaskan dengan baik.

6. Apakah dalam berkomunikasi hanya menyampaikan pesan saja? Tidak. Berkomunikasi berarti menyampaikan dan rnenefirna pesan. Dan seringkali mendengarkan/memahami pesan lebih sulit. Agar dapai memahami suatu pesan dan orang lain dengan mudah, perlu diperhatikar hal­hal sebagai benikut. a.

Perhatikan hal­hal yang pokok saja Ada kecenderungan untuk menginga semua hal, padahal kemampuan oranj terbatas. Oleh karena itu, perhatikar hal­hal yang pokok saja dan hindari hal hal yang tidak prinsip.

b.

Persiapkan diri untuk mendengarkan. Artinya kita perk memusatkan perhatian pada pembicaraan yang berjalan dar menghindari mengingat atau memikirkan hal­hal lain.

c.

Perhatikan pada isi pembicaraan dan bukan pada orangnya Seningkall kita harus mendengarkan orang yang kurang kita senangi. Dalam hal semacam itu, kita harus berusaha melupakai "orangnya" dan memperhatikan isi pesannya.

d. Ketuinlikan emosi. Seringkali ada ucapan pembicara yang kurang berkenan. Saudara harus mengendalikan emosi, dengan cars menganggap ucapan itu keliru. Dengan demikian Saudara tetap dapat memperhatian isi pembicaraan. . 7. Apakah ada hal lain yang mendapat perhatian dalam

68


melaksanakan komunikasi? Ada dan itu penting. Sebagai kepala sekolah, Saudara tentu sexing mengkomunikasikan suatu inovasi kepada guru, staf adminsitrasi, siswa, dan orang, tua siswa. Biasanya orang tidak segera memahami dan mau menerima suatu inovasi. Hal itu wajar, karena secara teori hanya sebagian kecil orang yang dapat segera memahami dan menerima suatu inovasi. Yang lain memerlukan waktu cukup lama. Oleh karena itu Saudara harus sabar dan terns menerus menyampaikan inovasi itu, sampai mereka memahami dan menerimanya

BAB VI

69


SISTEM INFORMASI MANAJEMEN (SIM) 1. Apa yang dimaksud dengan sistem informasi manajemen itu? SIM (Sistem Informasi Manajemen) merupakan sistem yang secara terpadu mengaitkan manusia dengan mesin (peralatan) untuk menyajikan informasi guna mendukung pimpinan organisasi, dalam pengambilan keputusan. 2. Apa saja unsur­unsur SIM ? Unsur pokok SIM antara lain sebagai beri kut. a.Data dan informasi b.Pendekatan sistem c.Proses pengolahan data d.Peralatan/mesin 3. Bagaimana ciri­ciri SIM? Ciri­ciri utama. SIM antara lain sebagai berikut. a. Berorientasi pada kepentingan manajemen organisasi. b. Perancangan dan operasionalisasinya berdasarkan arahan manajemen. c. Program SIM terpadu dengan program lain. d. Menggunakanjaringan dan alur data yang standar. e. SIM mencakup perencanaan menyeluruh dari organisasi. f. SIM menggunakan kerangka konsep subsistem untuk persoalan manajemen. g. Menggunakan data base terpusat dan terpadu. h. Untuk mcningkatkan kualitas SIM, seharusnya didukung oleh

70


sistcm komputer. 4. Pendekatan apa saja yang umum digunakan dalam peran­ cangan SIM ? Pendekatan yang umum digunakan adalah: a.Pendekatan bagan organisasi b.Pendekatan pengumpulan data c.Pendekatan survey manajemen d.Pendekatan bank data e.Pendekatan terpadu 5. Apa sajakah prinsip yang mendasari SIM ? prinsip yang mendasari SIM adalah: a.Relevansi b.Heksibelitas c.Efektivitas d.Efisiensi e.Kontinuitas f.Komprehensif g.Keterpaduan 6. Bagaimana perencanaan SIM di sekolah ? Seperti pada umumnya, SIM terdiri atas unsur input, proses, da output. Apabila unsur­unsur tersebut diterapkan pada sekolah, mak akan terlihat sebagai berikut. Input terdiri atas kurikulum, kesiswaaan, kepegawaian, sarana dan prasarana, hubungan sekolah dengan masyarakat, dan keuangan.

71


Proses dapat dilakukan dengan manual dan bantuan komputer. Proses manual dengan cara konvensional., sedangkan proses dengan bantuan komputer mempersyaratkan kondisi tertentu, yakni: a.Adanya struktur organisasi dan prosedur yang pasti b.Tersedia data. c.Tersedia peralatan yang memadai. d.Adanya pengelolaan dan pemellharaan sistem. Output: merupakan informasi yang disajikan untuk pimpinan (kepala sekolah) atau pihak lain yang membutuhkan sebagai bahan dalam membuat atau mengambil keputusan. 7. Bagaimana proses dan alur penanganan informasi di sekolah? Proses penanganan informasi adalah sebagai berikut: a.Perencanaan data: menetapkan tujuan, jenis, dan waktu pengumpulan data. b.Pengorganisasian data: menetapkan tugas dan ruang lingkup data yang ditangani oleh sekolah. c.Penguinpulan dan penyiapan data: menentukan metode, menentukan sumber, clan menyusun pengumpulan data, serta pelaksanaan pengumpulan data. d.Pengolahan data: menentukan format sajian, menyesuaikan permintaan informasi, dan mengamankan informasi. e. Penyajiaan laporan: menganalisis dan menginterpretasikan hasil olahan data serta mengamankan hasilnya. 8. Siapa saja orang yang terlibat dalam menangani sistem informasi

72


dengan bantuan komputer? Yang terlibat dalam menangani SIM antara lain: 1)

Sistem analisis atau desainer yaitu orang yang menganalisis masalah dalam institusi atau organisasi dan merancang pemecahannya.

2)

Pemrograman yaitu orang yang menyusun program komputer sesuai dengan keinginan desainer.

3)

Pustakawan yaitu orang yang menangani penyimpanan dan mengkategotikan data.

4)

Teknisi yaitu orang yang merawat perangkat keras dan jaringan komputer.

5)

Operator yaitu orang yang bertugas memasukkan dan merawat berkas (file).

9. Apa saja kriteria keberhasilan kepala sekolah dalam melaksanakan SIM? a.

Kriteria keberhasilan kepala sekolah dalam melaksanakan SIM antara lain: dapat menentukan pendekatan yang tepat dalam merencanakan SIM di sekolahnya.

b.

Penerapan SIM secara efektif dan efisien oleh kepala sekolah ditunjukkan dengan kemampuan: 1.mengumpulkan data secara komprehensif sesuai kebutuhan. 2.mampu mengolah data menjadi informasi yang tepat. 3.mampu menggunakaninformasihasilolahan dalam mengambiI keputusan. Untuk menentukan tingkat keberhasilan pelaksanaan SIM di

sekolah, kepala sekolah perlu mengadakan evaluasi terhadap pelaksanaan SIM. Teknik evaluasi yang dapat di lakukan:

73


1.Evaluasi diri 2.Observasi, dan 3.Angket

74


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.