Edisi Nomor 001/01
KARENA GRATIS?
Redaksi: (021) 6969691
KAMIS
22 JUNI 2016
Rp 2.500,-
jarang.terbit@jt.com
JOB FAIR
Penekan Angka Pengangguran Tangerang Selatan
hlm. 05
hlm. 04
INFOGRAFIS
Prosedural Pendaftaran BPJS Tangerang Raya
hlm. 06
TRAVEL
Museum Rumah Bekas Erupsi Merapi
KARENA GRATIS ? Foto: Daniel Steven
hlm. 07
01
JARANG TERBIT, RABU, 22 JUNI 2016
UNBK 2016
Masih Terkendala Gangguan Server
juga tinggi. Nizam menyebut di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, misalnya para orang tua meminjamkan genset untuk mendukung penyelenggaraan UNBK. Begitu juga Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang turut berperan dalam penyediaan listrik agar pelaksanaan UNBK berjalan lancar. “Di beberapa daerah, PLN malah meminjamkan gensetnya kepada sekolah, agar UNBK berjalan lancar,” ujarnya.
JARANG TERBIT - UNBK di sekolah-sekolah masih bermasalah
Pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) 2016 di beberapa daerah masih terkendala gangguan server, karena komputer gagal melakukan sinkronisasi dengan server. “Pada hari pertama
pelaksanaan UNBK, total ada 90-an server dari 13.000 server yang mengalami gangguan. Hari ini juga beberapaserver yang mengalami gangguan,” ujar Kepala Pusat Pendidikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nizam di Jakarta, Selasa (5/4).
Permasalahan utama dari gangguan server tersebut, lanjut dia, dikarenakan komputer gagal melakukan sinkronisasi dengan server. Sebenarnya, permasalahan tersebut sudah ada jawabannya di prosedur standarnya. “Kalau sudah disink-
ronisasi, seharusnya komputer tidak boleh diotak-atik lagi, kalau diotak-atik maka komputer dan server-nya gagal melakukan sinkronisasi,” katanya. Antusiasme masyarakat dalam membantu penyelenggaraan UNBK
Secara keseluruhan, lanjut dia, permasalahan yang terjadi pada UN 2016 lebih sedikit jika dibandingkan tahun lalu. UN berbasis kertas dan pensil juga tidak mengalami permasalahan berarti. Nizam menyebut di Papua, pelaksanaan UN berbasis kertas dan pensil juga
Komunitas “Ayo Sekolah, Ayo Kuliah” Berbagi SPP TANGERANG-- Selama dua jam acara berbagi SPP (Sumbangan Pembinaan Pendidikan) untuk sekolah diselenggarakan komunitas Ayo Sekolah, Ayo Kuliah (ASAK) pada Minggu (5/06/2016). Total sekitar 20 juta rupiah mereka bagikan kepada 40 hingga 50 anak dari beragam tingkat pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga pendidikan tinggi. “Biaya yang dikeluarkan untuk anak santunan berasal dari dua sumber, ada donatur yang sifatnya sementara, dan penyantun tetap,” ujar Herlina sebagai bendahara. “Tidak sedikit para orang tua yang melakukan kecurangan, mengaku kurang mampu tetapi sesungguhnya berkecukupan,” tambahnya. Selama proses pembagian SPP tersebut para donatur dan penyantun diberikan kesempatan
wajib sekolah 12 tahun tapi tidak mencakup seluruh sekolah kan Mas? Nah untuk itu kita hadir di sini,” kata Matius. Dijelaskannya, pemerintah memfasilitasi wajib belajar dengan memberikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), tetapi tidak semua murid mendapat dukungan finansial tersebut sehingga komunitas ASAK menyelenggarakan program berbagi SPP.
JARANG TERBIT- Komunitas ASAK membagikan SPP untuk anak santunan. (Daniel Steven)
untuk berdiskusi dengan anak santun yang secara tidak langsung menjadi anak angkatnya. Proses pencarian donatur pun terus dilakukan tim ASAK untuk memperlancar jalannya program ini. Sampai acara pembagian SPP itu selesai, terkumpul
tiga penyantun tetap baru untuk tiga orang anak, dan dua donatur dana yang sifatnya sementara.
hal, sehingga tidak heran angka 20 juta bahkan lebih dapat dikumpulkan melalui para donatur.
Menurut Matius Supangat, selaku ketua panitia, biaya untuk sekolah terlebih sekolah swasta pada saat ini sangat ma-
Melalui program ini, komunitas ASAK berharap anak-anak dapat bersekolah tanpa terhalang biaya. “Kita tau ada peraturan
Komunitas ASAK sendiri bermula dari kegiatan gereja, tetapi kini mereka telah menjadi lembaga independen, walau Matius menyatakan terkadang mereka masih mendapat dukungan dari gereja berupa lokasi kegiatan.
Penulis : Daniel Steven Editor: Annisa Meidiana, Jennifer Sidharta
2
berjalan lancar. Sebanyak 3.302.673 siswa Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah (MA) di Tanah Air mengikuti Ujian Nasional (UN), yang dimulai pada Senin (4/4).
likasi yang kemudian aplikasi tersebut terus di-update melalui enkripsi. Peserta UNBK juga akan kesulitan berbuat curang karena soal yang didapat para siswa bersifat acak sehingga siswa satu dan yang lain mengerjakan soal yang tidak sama.
UNBK diikuti sebanyak 4.402 sekolah atau sekitar 927.000 siswa. Sebelumnya pada 2015, UNBK diikuti 594 sekolah. UNBK disinyalir lebih efesien serta dapat meminimalisir bentuk kecurangan.
Mengenai pengawas, pada UN berbasis kertas ada dua pengawas di setiap kelas, sedangkan untuk UNBK terdapat satu teknisi dan satu proktor yang memastikan siswa melaksanakan UNBK sesuai dengan prosedur.
Sekolah juga tak perlu harus mengadakan peralatan komputer, namun hanya menggunakan peralatan yang tersedia. Jika tak mencukupi, sekolah bisa menggunakan peralatan di sekolah lain yang tidak melaksanakan UN. Komputer sekolah yang mengikuti UN tersebut dipasangi ap-
Kepala Balitbang Kemdikbud, Totok Supriyatno, mengatakan pihaknya bergembira karena pelaksanaan UN berjalan lancar. “Kami bergembira karena pelaksanaan UN dapat berjalan baik,” kata Totok.
Penulis : Daniel Steven Editor: Annisa Meidiana
Perspektif
Masih Nol Buku lah penduduk Indonesia, yaitu rata-rata satu buku dimiliki tujuh orang.
Buku tidak terlalu kuat posisinya di hati masyarakat Indonesia. Asumsi ini didukung penemuan UNESCO (2014) bahwa anak Indonesia rata-rata membaca 27 halaman per tahun atau tidak sampai satu buku. Rendahnya minat baca di Indonesia bukanlah informasi baru. Menurut sastrawan Ahmadun Yosi Herfanda dalam wawancara pada 2015, minat baca bisa diukur dengan membandingkan jumlah buku yang terserap dengan jum-
Peran Orangtua Ada cara lain menanamkan kecintaan pada buku bagi anak. Orangtua yang gemar membaca dan menularkan kegemaran itu bisa menyelamatkan anaknya dari tragedi nol buku. Sama seperti tubuh perlu asupan makanan bergizi agar berfungsi dengan baik, pikiran kita pun perlu asupan informasi dari buku agar berfungsi dengan baik. Begitu banyak tokoh inspiratif yang sering membaca, sebaliknya adakah tokoh inspiratif yang tak suka membaca? Penulis : Jennifer Sidharta Editor: Daniel Steven
JARANG TERBIT, RABU, 22 JUNI 2016
3
Izin untuk Berkumpul
JARANG TERBIT - Salah satu syarat terkait izin berkumpul, dilansir dari situs resmi kepolisian. (Jennifer Sidharta)
KOTA TANGERANG -- Pemutaran film Pulau Buru pada perayaan Hari Kebebasan Pers Dunia di Yogyakarta, Belok Kiri Fest di Jakarta, dan Sekolah Marx di Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung adalah beberapa acara yang dibubarkan dengan alasan kecurigaan adanya ideologi komunisme. “Ada semacam ketakutan yang disebarluaskan kepada masyarakat sekarang ini, yang mengatakan bahwa komunisme bangkit dan lain-lain, ya saat ini sejumlah kelompok merasa bahwa kebangkitan itu ada, dan itu harus dibilang bahwa yang percaya itu adalah kelompok militer, kelompok yang, katakanlah, kelompok agama yang radikal,” kata pengamat media Ignatius Haryanto. Bagi mantan wartawan Tempo itu, ketakutan ini tak masuk akal sebab komunisme sebagai ideologi sudah “selesai,” gagal dan tidak lagi dipandang menarik.
Ketakutan ini menurut Ignatius terkait kasus 1965. “Itu bagian dari masa lalu yang kelam. Mari kita melihat itu sebagai sesuatu yang telah lewat. Kita tidak menafikan bahwa itu pernah terjadi dan lebih baik mari kita sama-sama bergerak untuk lebih maju,” tambah sang peneliti senior Lembaga Studi Pers dan Pembangunan itu. Dalam kasus pembubaran tersebut, salah satu alasan yang digunakan pihak kepolisian adalah tidak adanya izin. Menurut Perwira Unit 2 Intelijen dan Keamanan, Brigadir Omang Komarudin, kalaupun pihak kepolisian membubarkan acara, itu demi menghindarkan masyarakat dari gangguan ketertiban. “Aturannya ya kalau bikin acara nggak izin mungkin sama masyarakat dibubarkan. Kita sebetulnya melihatnya dari guantibmas (gangguan ketertiban masyarakat). Kalau suatu acara tidak memiliki izin
yang ada mungkin nanti complaint-an dari sekitar,” kata Omang. Menanggapi perspektif itu, Ignatius menyatakan, “Kalau kita minta izin lagi untuk acara-acara seperti itu, kita setback. Kita ga pernah punya kesempatan damai untuk menampilkan kebebasan kita untuk berekspresi. Apa yang kita takuti dari film? Apa yang kita takuti dari bacaan, dan lain-lain seperti itu? Orang-orang zaman sekarang, justru dengan tidak adanya pengekangan, bisa menilai apakah ini film yang baik atau buruk, apakah itu bacaan yang bermutu atau tidak bermutu. Dengan diberikan kesempatan secara terbuka, kita menjadi lebih dewasa untuk belajar menentukan sendiri mana yang kita pilih dan tidak.” Penulis : Jennifer Sidharta Editor: Annisa Meidiana
Infografis: Jennifer Sidharta Editor: Annisa Meidiana
Tanah Air (Mata) Beta
JARANG TERBIT - Cuplikan film Pulau Buru, Tanah Air Beta, dilansir dari trailer unggahan Whisnu Yonar. (Jennifer Sidharta) “Tidak usah kompensasi. Tidak usah uang atau apa-apa. Kami tidak butuh uang. Kami hanya ingin permintaan maaf. Pengakuan.” Sepenggal dialog dari film dokumenter Pulau Buru Tanah Air Beta tersebut mengisahkan keinginan para mantan tahanan politik (tapol) tatkala mengunjungi kembali daerah tempat
mereka dahulu diasingkan. Produser Whisnu Yonar, mengatakan, “Ini soal edukasi, soal generasi yang saat ini sedang tumbuh, me- reka harus benar-benar paham sejarah bangsa mereka.” Menurutnya, kasus 1965 terjadi sporadis, dari Aceh hingga Bali, dan ini merupakan suatu
fenomena yang tidak mungkin terjadi tanpa campur tangan negara. “Itu mengapa kami selalu menuntut maaf dan pengakuan, dan pengungkapan kebenaran,” kata Whisnu saat pemutaran film dan diskusi di Universitas Multimedia Nusantara (22/04/2016). “Bukan untuk mencari
dalang, tetapi lebih mengetahui kon- teksnya saat itu terjadi seperti apa, karena negara berkontribusi terhadap terjadinya peristiwa ini.” Dokumenter yang merekam reuni para eks-tapol ini kerap dilarang pemutaran nya, seperti pada perayaan Hari Kebebasan Pers Dunia di Yogyakarta. Penulis/ Foto: Jennifer Sidharta Editor: Annisa Meidiana
JARANG TERBIT, RABU, 22 JUNI 2016
4
JOB FAIR
Penekan Angka Pengangguran Tangerang Selatan TANGERANG SELATAN-- Dinas Tenaga Kerja Kota, Tangerang Selatan menggelar Job Fair tahun 2016, di lapangan BSD City, Kecamatan Serpong. Bursa kerja dibuka sejak Rabu (25/5) sampai Jumat (27/5). Kepala Dinas Sosial, Tenaga Kerja Tangsel dan Transmigrasi (Dinsosnakertrans) Purnama Wijaya menyatakan Job Fair ini diadakan untuk mengurangi jumlah pengangguran. Pasalnya, berdasarkan data Badan Pusat Statistik Provinsi Banten, ada 6.920 orang yang tergolong pengangguran terbuka di Tangerang Selatan pada 2014. Job Fair juga memfasilitasi perusahaan-perusahaan di Tangerang Selatan untuk membuka lowongan kerja secara bersamaan. Ada 50 perusahaan yang membuka lowongan kerja dalam Job Fair tahun ini. Tidak ada perubahan jumlah perusahan di Job Fair tahun ini dibanding
dengan Job Fair di tahun sebelumnya yang meliputi 39 perusahaan umum, 3 rumah sakit, 3 perusahaan retail, 2 perbankan, dan 3 jasa transportasi. “Dari 50 perusahaan yang terlibat, membuka formasi lowongan kerja sebanyak 7.172,” ungkap Purnama Wijaya. Purnama mengatakan kegiatan tahunan ini mampu menekan angka pengangguran. Tahun ini, Job Fair telah dua kali diadakan dan membuat 3.148 orang mendapat pekerjaan di perusahaan-perusahaan di Tangerang Selatan. Job Fair pada Mei ini diikuti 620.543 orang, yang bukan hanya berasal dari Tangerang Selatan. Meledaknya angka peminatan tersebut disebabkan oleh pengaruh urbanisasi. “Sebanyak 578.485 orang sudah bekerja dan yang belum bekerja atau masih mencari pekerjaan sebanyak 42.058,” tambahnya.
Purnama juga menguraikan, “Pelamar (kerja) setidaknya harus membawa kelengkapan data ijazah dan sebagainya. Bagi peserta diharapkan membuat kartu kuning yang telah disedikan panitia secara gratis untuk pelamar ber-KTP Tangsel. Sementara bagi pelamar dari luar tidak diwajibkan.” Anita (22) salah seorang pelamar asal Jelupang, Serpong, mengaku memanfaatkan bursa kerja tersebut untuk mencari pekerjaan yang sesuai dengan kompetensi yang ia miliki. “Saya lulusan SMA. Jadi saya ingin mencari pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan dan kemampuan di bidang komputer serta bahasa yang saya mampu,” ungkapnya. Hal senada juga dikatakan Yanto (26) warga Kademangan, Setu. Meski ia sudah bekerja, Yanto tetap ingin mencari pekerjaan
JARANG TERBIT - Hiruk pikuk Job Fair 2016. (Patrick) lain untuk mendapatkan penghasilan yang lebih baik. “Saya udah kerja, tapi saya mau melamar pekerjaan di perusahaan lain biar pendapatan lebih baik,” imbuhnya.
Abdul Aziz Hamdani, saat ditemui di lokasi, mengatakan pihaknya membuka lowongan kerja bagi hampir 300 orang yang akan ditempatkan di seluruh Indonesia.
Tidak hanya pencari kerja yang berbondong-bondong mencari pekerjaan, perusahaan-perusaan yang kebanyakan di luar daerah Tangerang juga mengikuti Job Fair untuk mencari karyawan-karyawannya. PT Pharos Indonesia yang dikenal sebagai produsen obat-obatan, terlihat paling banyak didatangi pelamar. Staf Rekrutmen,
“Karena Pharos bukan hanya fokus pada produsen obat-obatan, maka anak perusahaan yang tersebar di Indonesia pun saat ini sedang membutuhkan banyak salah satunya Apotik Century hampir di setiap daerah ada,” ujarnya. Selain PT Pharos Indonesia, stand Alfamart juga mengalami hal sama. Para pelamar mengantre
untuk meminta formulir agar secepatnya diisi. Tim Rekutmen Siti Anisa mengungkapkan, pihak Alfamart membutuhkan ribuan orang untuk menempati posisi staf/karyawan toko di outlet-outlet Alfamart. “Kami dari arena Parung memberikan kesempatan anak muda lulusan SMA sederajat untuk menjadi staf toko. Karena di sana sangat membutuhkan banyak personel,” katanya. Stand milik Hotel Santika BSD juga ramai didatangi oleh pelamar. Menurut Widiawati dari Tim Rekruitmen Hotel Santika BSD, pihaknya
tidak membatasi jumlah pelamar karena nanti para pelamar kerja akan diseleksi kembali setelah surat lamaran terkumpul. Jika sesuai dengan kriteria yang kami inginkan, maka mereka akan kami rekrut. “Pihak Hotel membuka kesempatan kepada generasi muda untuk bekerja di perhotelan. Untuk itu tidak ada batasan berapa jumlah pelamar nanti yang masuk. Bebas sebanyak-banyaknya,” tuturnya.
Penulis: Patrick Editor: Annisa Meidiana, Jennifer Sidharta
Teman Dekat dari Semarang KOTA TANGERANG --Sahabat atau teman dekat, merupakan seseorang yang bisa dijadikan sebagai tempat ngobrol, bercerita ataupun bertukar tentang apa yang dirasakan. Dalam ilmu sosial dikonsepkan “manusia merupakan makhluk sosial” yang berarti manusia tidak bisa hidup sendiri dan membutuhkan orang lain untuk bersosialisasi. Oleh Sheila Amanda dan Jovita, ide itu dijadikan konsep tempat makan yaitu Angkringan Konco Kenthel. Terletak di Gading Serpong, angkringan ini terinspirasi dari tempat makan yang
terkenal di daerah Jawa Tengah, Semarang, yakni Angkringan, yang megusung konsep tempat makan sekaligus tempat di mana penjual dan pembeli bisa saling berkomunikasi. “Konco Kenthel di Jawa itu artinya teman dekat atau sahabat dekat. Di sini tuh kita berharap, kita bisa menjadi teman dekat sang pembeli, bukannya hanya sebagai penjual dan pembeli doang,” ujar Sheila Amanda, salah satu pemilik dan pendiri Angkringan Konco Kenthel. Bersama dengan temannya Jovita,
JARANG TERBIT - Jovita (kiri) dan Sheila, pemilik Angkringan Konco Kenthel. (Patrick)
Sheila mendirikan kedai ini dengan sebagian besar modal dari tabungan mereka sendiri pada 25 Mei 2016. Sebagai pengusaha makanan, Sheila mengaku ikut resah
dengan meningkatnya harga bahan baku di pasar semenjak puasa dimulai. “Kemarin kita sih belanja kebutuhan kayak cabai gitu ya naik gitu, naiknya naik banget.
Naik 50% itu sih resah kita”, ucap Sheila saat diwawancarai di kedai makan miliknya. Kedua perintis kedai makan yang menyuguhkan menu mulai
dari nasi kucing, berbagai sata jeroan ayam, hati, ampela, dan usus hingga makanan cepat saji seperti sosis dan nugget ini bisa dijadikan contoh bagi anak muda dan masyarakat. Meskipun masih berstatus mahasiswi di salah satu universitas di Gading Serpong, mereka berkontribusi mengurangi tingkat pengangguran dengan merintis lapangan kerja lewat usaha rumah makan ini. “Untuk karyawan, ke depannya pasti ada. Sekarang masih berdua, beres lebaran pasti kita cari karyawannya dan tetap kita kontrol
(angkringan ini),” jelas Sheila. Angkringan Konco Kenthel ini dapat Anda temukan di Jl. Raya Kelapa Puan, Gading Serpong, Tangerang, setiap Senin hingga Kamis pukul enam sore hingga 11 malam. Pada Jumat dan Sabtu, kedai makan ini belum tentu buka, karena para pelanggan angkringan cenderung menghabiskan waktu bersama keluarga daripada teman.
Penulis: Patrick Editor: Annisa Meidiana, Jennifer Sidharta
JARANG TERBIT, RABU, 22 JUNI 2016
Tangerang Kurang Taman
Vox Populi
Tanya Warga : Perlukah Ada Lebih Banyak Taman?
“Perlu, karena RTH, Ruang Terbuka Hijau, sangat diperlukan di Tangerang (supaya) adem lah, yang kedua juga memang ada tempat bermain anaknya.” Sobirin, 36 Menemani anak bermain di taman, sering ke Taman Prestasi untuk temu pemuda, komunitas, hingga nonton bareng. KOTA TANGERANG -- Kota Tangerang perlu memperbanyak taman, menurut sejumlah warga yang mengunjungi Taman Potret, Tangerang (22/05/2016). Sobirin (36), misalnya, berharap ada lebih banyak taman kota agar udara lebih adem. “Juga memang ada tempat bermain anaknya,” tambah pria yang tengah menemani anaknya bermain di taman di dekat Mal Tangerang City tersebut. Senada dengan pendapat warga Tangerang, riset Kantor Penelitian, Pengembangan, dan Statistik Kota Tangerang yang dipublikasikan tiga
tahun silam mencatat wilayah yang berbatasan dengan Tangerang Selatan kekurangan tiga ribu hektar ruang terbuka hijau (RTH). RTH yang dimaksud mencakup taman, hutan kota, jalur jalan hijau, ruang pejalan kaki, lapangan olahraga, pemakaman, dan daerah apapun yang dimanfaatkan untuk menghijaukan kota. “Kita akan terus konsisten memenuhi penambahan RTH, mengingat ini sangat diperlukan masyarakat dan juga amanah undang-undang,” kata Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Tangerang, Ivan
Yudhianto dalam situs resmi pemerintah Kota Tangerang (15/03/2016). Undang-Undang yang dimaksud adalah UU 26/2007 tentang Penataan Ruang yang mengatur perlunya penyediaan RTH publik sebesar 20 persen dan RTH privat sebesar 10 persen dari luas keseluruhan kota. Namun, hingga 2013 Kota Tangerang baru memiliki 11,04 persen RTH publik dan 1,56 persen RTH privat. Taman Kota Guna memperluas RTH publik, pemerintah Kota Tangerang merencanakan pembangunan 20 taman sepanjang 2016.
Penulis/Infografis: Jennifer Sidharta Editor: Annisa Meidiana
“Perlu sih, biar ga terlalu jauh dari rumah.” Fita, 27 Menemani anak bermain di taman, sering ke berbagai taman saat akhir pekan bersama anaknya.
“Harus itu, taman kan tempat rekreasi, kalau anak-anak lagi pada berlibur, atau lagi sore, atau lagi jogging, karena terlalu banyak polusi jadi lebih enak ke taman.” Sant, 21 Hobi fotografi, ke taman untuk foto. Penulis: Jennifer Sidharta Foto: Daniel Steven
Kepala Bidang Pertamanan pada DKP Kota Tangerang, Tihar Sopian, mengharapkan taman-taman tersebut sekaligus menjadi fasilitas publik. Menurut Tihar, sebagaimana diberitakan Antara (22/03/2016), antusias masyarakat untuk datang ke taman begitu tinggi, seperti tampak dari Taman Potret yang setiap hari ramai dikunjungi warga. Penelitian Kholish, Hidayat, dan Febriani (2013) tentang RTH publik di Kota Tangerang juga menemukan bahwa 57 persen responden menginginkan RTH publik berbentuk taman kota.
Kota Tangerang kekurangan 3 ribu hektar* RTH, atau setara dengan 7500** pohon *(Kantor Penelitian, Pengembangan dan Statistik Kota Tangerang, 2013) **(Forestry Commission, England, 2016)
5
JARANG TERBIT - Danau jadi alternatif bermain air anak perkampungan
KARENA GRATIS?
KOTA TANGERANG -- “Ndre, sini bantuin lumutnya udah deket kita pinggirin lagi,” celetuk satu dari ketiga anak laki-laki yang tengah berenang di danau. “Ih lu mah suka gitu, bantuin gua dong pinggirin lumutnya nih,” sahut temannya. Danau tempat anakanak itu bermain terletak di balik gundukan tanah di kawasan Kuta Jaya,
Pasar Kemis. Permukaan danau ditutupi lumut sehingga mereka harus memercik air untuk menciptakan daerah bersih tempat mereka kemudian berenang. Setiap selang beberapa waktu proses itu berulang lantaran lama-kelamaan lumut kembali mendekati area yang telah mereka bersihkan. Sebenarnya, tak jauh dari danau itu ada wahana air Fun Park
Water Boom. Namun, biaya masuk tempat bermain itu jelas lebih mahal daripada danau tempat anak-anak itu bisa berenang dengan gratis. Berdasarkan pengamatan tim Jarang Terbit, di sekitar danau juga tak terlihat adanya taman publik yang memfasilitasi anak-anak bermain. Penulis/Foto: Daniel Steven Editor: Jennifer Sidharta
JARANG TERBIT, RABU, 22 JUNI 2016
PENYETARAAN PROGRAM KESEHATAN BPJS
6
Infografis
Prosedural Pendaftaran BPJS Tangerang Raya
JARANG TERBIT-Penampakan luar gedung Kantor Pusat Kesehatan BPJS Kota Tangerang, Senin (20/6). (Daniel Steven)
Pemerintah Tangerang Raya Gunakan APBD dan APBN untuk Setarakan Program Kesehatan BPJS KOTA TANGERANG-- Kantor pusat kesehatan BPJS berkoordinasi dengan pemerintah kota dan kabupaten melalui penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk menyetarakan penggunaan program kesehatan BPJS di Tangerang Raya. Hal itu didorong peningkatan jumlah pasien dari berbagai rumah sakit. “Presiden sudah memberikan iuran dari APBN. Ada juga iuran APBD yang diberikan oleh pemerintah kota atau kabupaten untuk warga yang tidak mampu,” ujar Halvis Tori Fatiwa, anggota bagian Hukum Komunikasi Publik Kantor Pusat BPJS Tangerang, pada Kamis (26/5). Penyetaraan program kesehatan BPJS ini diusahakan tuntas pada tahun 2018. Padahal awalnya, kantor pusat kesehatan BPJS menargetkan penuntasan paling lambat hingga 1 Januari 2019. “Rencananya sih 2018 semua orang sudah bisa menggunakan BPJS. Target sebenarnya 1 Januari 2019, tapi melihat progress yang cepat, kita optimis universal average,”
katanya. Sejauh ini, dari bulan Januari sampai Mei 2016, pendaftaran dan penggunaan program kesehatan BPJS sudah mencapai sekitar 70 persen. Halvis mengaku tidak tahu angka spesifiknya berapa, tetapi ia memperkirakan kurang lebih 100 juta orang sudah mendaftar. Pendaftaran terbanyak terjadi di bulan Maret-April 2016. Pendaftar paling banyak berada di tingkat kelas dua dan atas nama perusahaan-pe-
akan menggunakan BPJS. Hal ini dikarenakan tiap kantor memiliki kebijakan masing-masing. Ketidakseragaman kebijakan juga terjadi terkait lama pengerjaan program kesehatan BPJS mulai dari pendaftaran, pembayaran, hingga mendapatkan kartu. Masing-masing cabang mempunyai ketentuan sendiri dan tergantung dari berapa banyak peserta yang mendaftar per harinya. Namun, dipastikan pengerjaan
nanti di sms kapan bisa diambilnya. Biasanya 14 hari kerja. 14 hari itu dari pendaftaran sampai pembayaran (mendapatkan kartu),” jelas Halvis. Kartu kesehatan BPJS hanya bisa digunakan di rumah sakit yang berafiliasi dengan kantor BPJS saja. Rumah sakit yang ingin bekerjasama harus melakukan berkas pengajuan kerjasama dengan BPJS kesehatan. Setelah disetujui oleh pihak BPJS, baru bisa bekerjasama.
JARANG TERBIT-Sejumlah orang sedang mengantre pendaftaran kartu BPJS di Kantor Pusat Kesehatan BPJS, Kota Tangerang, Senin (20/6). Daniel Steven.
rusahaan dibandingkan peserta perorangan atau personal.
tidak lebih dari 14 hari kerja.
Masing-masing kantor BPJS telah melakukan perhitungan peserta yang mendaftar setiap bulannya. Meski begitu, kantor pusat BPJS menyatakan tak bisa memastikan peserta yang sudah mendaftar
“Masing-masing cabang punya ketentuan sendiri. Kayak di sini nanti dikirimi sms atau email. Tergantung berapa banyak yang mendaftar karena di sini antreannya banyak sekali kan. Peserta kasih berkas terus
Saat ini, di daerah Tangerang Raya sudah ada sekitar 75 persen rumah sakit yang menjadi provider BPJS kesehatan. Penulis: Annisa Meidiana Editor: Jennifer Sidharta
1. Calon peserta mendaftar secara perorangan di Kantor BPJS Kesehatan 2. Mendaftarkan seluruh anggota keluarga yang ada di Kartu Keluarga 3. Mengisi formulir Daftar Isian Peserta (DIP) dengan melampirkan : - Fotokopi Kartu Keluarga (KK) - Fotokopi KTP/Paspor, masing-masing 1 lembar - Fotokopi Buku Tabungan salah satu peserta yang ada didalam Kartu Keluarga - Pasfoto 3 x 4, masing-masing sebanyak 1 lembar. 4. Setelah mendaftar, calon peserta memperoleh Nomor Virtual Account (VA) 5. Melakukan pembayaran iuran ke Bank yang bekerja sama (BRI/Mandiri/BNI) 6. Bukti pembayaran iuran diserahkan ke kantor BPJS Kesehatan untuk dicetakkan kartu JKN. 7. Pendaftaran selain di Kantor BPJS Kesehatan, dapat melalui Website BPJS Kesehatan Penulis/ Infografis: Annisa Meidiana
JARANG TERBIT, RABU, 22 JUNI 2016
7
Tidak Bercita-cita Berjualan Sayuran agar Anak Bungsu Bisa Kuliah Dari keenam anaknya, anak pertama sekaligus putra sulung Nur, serta putri sulung sekaligus anak keempatnya merupakan sarjana. Dari kejauhan, gerobak
sayur itu tampak seakan berjalan sendiri. Sang pedagang yang tinggi tubuhnya tidak sampai satu setengah meter nyaris tidak terlihat lantaran tertutup tumpukan barang dagangannya. Kulitnya yang sawo matang berkeriput. Ujung matanya berkerut. Namun, kesan ringkih sama sekali tidak dipancarkannya. Bahkan, seulas senyum manis senantiasa menyambut siapa pun yang berpapasan dengannya. Nur namanya. Janda pedagang sayur keliling ini merantau dari Pekalongan, Jawa Tengah, ke Tangerang, Banten, demi mendukung anak bungsunya mewujudkan cita-cita. Sang anak ingin mengecap pendidikan hingga kuliah agar kelak bisa menjadi tenaga pengajar. Di sisi lain, sang Ibu menyatakan secara pribadi dirinya tidak bercita-cita. “Saya tidak bercita-cita. Karena saya hanya tamat SD. Terus menikahnya juga dari umur empat belas,” urai perempuan yang tahun ini berusia 53 tahun tersebut.
Padahal, cita-cita lahir dari harapan akan masa depan yang lebih baik, dan menurut Johnson dalam Dare, Dream, Do: Remarkable Things Happen When You Dare to Dream, imajinasi akan kemungkinan-kemungkinan atau potensi baru memberikan kekuatan untuk bermimpi. Berdasarkan konsep logika inversi, tidak bercita-cita berarti tidak ada kemungkinan-kemungkinan yang memberi kekuatan untuk bermimpi. Pertanyaannya adalah mengapa. Ijazah Sekolah Dasar (SD) Orangtua Nur adalah petani dan pendidikan terakhir mereka adalah Sekolah Dasar (SD). Begitu pula orang tua mereka. Turun-temurun anggota-anggota keluarga Nur menjadi petani dan berijazah SD. Seperti Nur, dan banyak anak lain di kampungya, banyak yang meninggalkan sekolah demi pernikahan atau alasan faktor ekonomi. Namun, tidak semua anak Nur berijazah SD. Anak
bungsunya yang tahun ini lulus SD, Muswatun, bercita-cita menjadi guru; seperti kakak perempuannya alias anak keempat Nur yang kini menetap di kampung mereka. Dari keenam anaknya, anak pertama sekaligus putra sulung Nur, serta putri sulung sekaligus anak keempatnya merupakan sarjana. “Kakaknya yang perempuan dulu, karena di kampung, kuliah terus kawin,” jelas Nur. Nada bicaranya yang menerawang kemudian berubah menjadi kurang ramah saat ia meneruskan ceritanya. “Kalau kakaknya yang kedua, SMA doang, karena ikut-ikutan teman-temannya menjadi penjahit. Karena Bapaknya sudah ngga ada jadi semaunya sendiri. Daripada rewel, mending dibiarkan,” sungutnya. Putra keduanya tersebut kini berprofesi sebagai penjahit dan menetap di Bumi Serpong Damai, Tangerang, bersama istri serta anaknya duduk di bangku Taman KanakKanak.
Museum Rumah Bekas Erupsi Merapi
Sementara, anaknya yang pertama, yang juga sarjana, kini bekerja di bidang pelayaran di Lampung. Putra-putranya yang lain, tepatnya anaknya yang ketiga dan kelima, bergelar lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) pula. Keduanya beserta keluarga mereka menetap di kampung. Bertani layaknya nenek moyang mereka. Di satu sisi, Nur dan anak-anaknya mungkin termasuk “beruntung” karena sempat bersekolah. Pada 2012, Kemendikbud mengeluarkan laporan bahwa dari hampir 89 juta penduduk Indonesia usia sekolah --tiga hingga 23 tahun--, hampir 31 juta orang tidak atau belum bersekolah. Di sisi lain, Undang-Undang (UU) nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 6 ayat 1 menyatakan,
serta debu bekas erupsi pada 2014 lalu. Tidak jauh dari drop point penumpang dipersilahkan masuk ke sebuah rumah yang bentuknya lebih mirip seperti rumah yang rusak dan hancur lebur.
Tujuan perjalanan
kali ini menuju salah satu daerah dataran tinggi di Yogyakarta, yaitu gunung Merapi. Meletusnya gunung Merapi Yogyakarta membuat daerah di sekitar ranah gunung rata dengan tanah dan semuanya menjadi abu. Mungkin destinasi gunung Merapi sudah mainstream di telinga para pecinta alam atau traveler, namun ada satu tempat yang tak boleh
JARANG TERBIT- Nur berkeliling menjajakan dagangannya di kompleks Sektor 1G, Gading Serpong Tangerang, Senin (15/6). (Jennifer Sidharta)
JARANG TERBIT- Tampak bagian luar museum rumah bekas erupsi merapi, Bantul, Yogyakarta, pada Senin (20/7/15). (Annisa Meidiana)
terlewatkan selain menikmati indahnya pemandangan di sana. Museum rumah bekas erupsi. Melewati jauhnya perjalanan menggunakan Geep, dengan kondisi jalan bebatuan dan
tidak rata sama sekali, bukanlah menjadi sebuah permasalahan lagi. Setelah itu, traveler akan segera menemukan area pertama destinasi wisata di gunung Merapi. Jalanan sekitarnya masih tertutup banyak abu
Kejadian erupsi itu menghancurkan lebih dari satu desa di sana. Salah satunya rumah yang pada akhirnya dijadikan museum oleh pemerintah daerah Yogyakarta demi menggambarkan suasana hasil bekas erupsi (letusan) dan
setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Pendidikan formal mungkin tidak selalu menjamin kualitas hidup seseorang. Namun, rata-rata jumlah pendapatan per kapita menurut golongan rumah tangga pada 2008 memperlihatkan nilai terkecil didapat rumah tangga buruh tani, yaitu satu per delapan nilai terbesar, yang diperoleh rumah tangga bukan pertanian golongan atas di kota. Uang memang tidak harus menjadi prioritas dan tolok ukur segala sesuatu, tetapi untuk bertahan hidup manusia perlu uang. Untuk makan, tempat tinggal, menyekolahkan anak, dan lainnya kita butuh uang. Namun, tanpa pendidikan yang memadai seberapa besar kemungkinan mendapat
dedikasi atas peristiwa tersebut. Meski ukuran rumah ini tidak luas dan terlihat sama persis seperti rumah pedesaan pada umumnya, rumah ini berhasil mencuri banyak perhatian traveler Merapi. Barang-barang dan sudut-sudut rumah yang merupakan bagian dari hasil erupsi menjadi pokok menarik pada destinasi ini. Seperti bekas kamar mandi, kamar tidur, radio, komputer, dan gitar. Bukan hanya itu, bahkan bangkai yang berupa tulang belulang hewan sep-
pekerjaan yang layak, yang memberi gaji yang manusiawi? Tanpa cukup uang seberapa besar kemungkinan membekali anak dengan pendidikan yang berkualitas? Seberapa besar kemungkinan keluar dari lingkaran setan bernama kemiskinan?
rus rumah tangga dan keluarga.
Sang Pedagang Sayur
Selama 41 tahun menikah, Nur mengaku tidak pernah bertengkar dengan suaminya, Sugeng, yang lebih tua lima tahun darinya. Hingga, empat tahun silam, Bapak dari anak-anaknya meninggal karena serangan jantung. “Bangun tidur meninggal,” tambahnya sarat emosi. Terlepas dari cerita hidupnya, sang perempuan pedagang sayur keliling menegaskan dirinya tidak menyesali apapun. Bahkan, harapannya bagi masa depannya adalah, “Seperti sekarang saja. Jualan terus.”
Berdagang memang telah disukainya sejak kecil, saat Nur masih membantu orangtuanya bertani padi di sawah. Setelah menikah dengan seorang pedagang padi dan kayu, Nur pun berdagang bensin untuk membantu keluarganya, selain juga menjadi ibu rumah tangga. Namun, tak pernah terlintas olehnya sebelumnya untuk merantau. Kampungnya di Pekalongan, Jawa Tengah, adalah dunianya. Apalagi sejak menikah pada usia 14 tahun, ia hanya mengu-
erti sapi dan kerbau terpampang menghiasi bagian depan museum. Coretan-coretan unik pun ikut menghiasi tiap dinding rumah yang sudah hangus dan hancur. Coretan seperti, “Merapi tak pernah ingkar janji” menjadi spot bagus untuk traveler mengabadikan perjalanan di gunung Merapi. Rumah ini memang telah hancur karena hujan berbagai macam material dari dalam gunung. Namun, menyisakan museum sejarah yang akan
“Aku dijodohkan. Tapi memang di kampung itu biasanya menikah sama tetangga dekat. Sudah saling kenal juga,” cerita wanita tamatan SD tersebut.
Penulis: Jennifer Sidharta Editor: Annisa Meidiana
terus mengingatkan bangsa Indonesia dengan peristiwa erupsi gunung Merapi. Traveler tidak hanya menikmati perjalanan ke museum rumah bekas erupsi saja, dengan mengeluarkan Rp 300,000/Geep, wisata gunung Merapi juga akan mengajak traveler berkeliling ke tempat menarik lainnya. Pergi ke gunung Merapi, tapi belum mampir ke museum rumah bekas erupsi atau ke tempat menarik lainnya? Jangan lewatkan perjalanan traveler ke sana, ya! Penulis/ Foto: Annisa Meidiana
JARANG TERBIT, RABU, 22 JUNI 2016
HOMOSEKSUALITAS BUKAN KODRAT
EDITORIAL
Gen Z Penerus Perekonomian Bangsa Generasi Z adalah sebutan untuk orangorang yang lahir pada tahun 1990 hingga awal 2000. Ciri-ciri dari generasi ini yang paling signifikan dan membedakan dengan generasi-generasi sebelumnya adalah, mereka dapat menggunakan internet di umur mereka yang muda. Tidak hanya itu, generasi Z juga mahir dalam menggunakan teknologi serta mengaplikasikan media sosial dalam kehidupan sosial mereka. Dengan ciri khas yang unik tersebut, generasi Z dapat menjadi seorang pekerja yang menguntungkan perusahaan yang mempekerjakan mereka. Pada tahun 2015-2016 dapat kita jumpai beberapa lapangan pekerjaan yang didirikan dan dimiliki oleh generasi Z. Tangerang Selatan salah satunya, beberapa mahasiswa gen Z merintis karir mereka dengan membuka kedai makan untuk menambah uang mereka dan membantu pengeluaran uang dari orang tua mereka. Martabak Ganteng, Bropang, dan Angkringan Konthel (Konco Kenthel) adalah beberapa lapangan pekerjaan
yang didirikan oleh mahasiswa di Gading Serpong. Kemampuan yang mahir dalam menggunakan teknologi, internet, dan media sosial membuat usaha mereka cepat dikenal publik dibandingkan usaha-usaha kedai makan yang lain. Meskipun umur mereka masih terbilang muda, tapi pengetahuan dalam membuka bisnis dapat ditandingkan dengan pengetahuan bisnis gen X dan Y. Sekaligus dapat menjadi contoh dan motivator bagi masyarakat untuk menciptakan lapangan pekerjaan untung menekan angka pengangguran di negara kita, Indonesia. Menyinggung kalimat pertama pada paragraf kedua, banyak perusahaan-perusahaan yang memberikan jabatan tinggi pada generasi Z. Hal tersebut dilakukan karena pemimpin perusahaan percaya dengan kemampuan mereka dalam menggunakan teknologi. Selain kemampuan mereka yang mahir menggunakan teknologi, beberapa HRD ataupun pemimpin perusahaan mempekerjakan mereka karena gen Z
menjujung tinggi kejujuran dalam melakukan pekerjaan di perusahaan; gen Z juga lebih menyukai komunikasi tatap langsung dibandingkan komunikasi jarak jauh. Meskipun demikian, Tak Jalan Yang Tak Berlubang peribahasa yang mempunyai makna bahwa tidak ada pekerjaan yang tidak sempurna, begitu pula gen Z. Beberapa sifat gen Z juga tidak sesuai dalam beberapa persuhaan seperti mereka tidak suka diberi seragam dan lebih menyukai pakaian mereka sendiri karena ditekan oleh globalisasi gaya semakin berkembang tiap waktunya; terkadang pula bila perusahaan menyelenggarakan sebuah seminar kebiasaan yang sering dilakukan adalah gen Z selalu duduk di belakang bukan duduk di depan. Oleh karenanya, para pemimpin perusahaan harus bisa mengerti perkembangan zaman dan sifat sikap dari seorang gen Z. Karena, gen Z dapat menjadi kunci utama dalam pembangunan perusahaan yang lebih baik dan penerus perekonomian negara.
SUSUNAN REDAKSI JARANG TERBIT Pemimpin Redaksi Redaktur Pelaksana Editor Reporter
: Annisa Meidiana : Jennifer Sidharta : Daniel S. N. : Patrick J. A. L
Alamat Redaksi : Jl. Scientia Boulevard, Gading Serpong, Tangerang, Banten. Hubungi Kami : (021)6969691 085169728654
8
Seorang teman saya, sebut saja namanya Bintang, mengatakan bahwa ia menjadi seorang penyuka sesama jenis atau gay bukan sejak ia dilahirkan. Ia memilih sebagai seorang gay ketika merasa kenyamanan yang ia dapatkan ketika bersama teman lelakinya.
terjun ke dalam air, saya nggak bisa berenang. Ya, pilihan saya hanya melanjutkan perjalanan mencari ikan di atas perahu ini.” Ia menambahkan, baginya pilihan tersebut bukanlah pilihan terakhir, tapi pada saat itu ia memang sadar memilih menjadi seorang gay.
Awalnya ia takut untuk mengakui dirinya sebagai seorang gay. Sampai pada akhirnya, ketika ia berusia 16 tahun, Bintang sadar bahwa ia tak memiliki rasa apapun terhadap perempuan dibandingkan ketika ia bersama laki-laki. Semenjak saat itu, Bintang memutuskan untuk mengakui dirinya sebagai gay. Ia mengalami perubahan diri yang begitu pesat. Pilihannya tersebut menggiring dirinya bertemu dengan orangorang yang ternyata bisa lebih menerimanya sebagai seorang gay. Baginya, pilihan ini bukan pilihan terakhir untuknya. Ia sempat menganalogikan, “Jalani saja perahu yang sudah kita tumpangi. Mau
Dalam sejarah, homoseksualitas sempat dipandang sebagai penyakit kejiwaat. Saat itu, orang-orang yang orientasi seksualnya homoseksual dikurung di sebuah ruangan atau dipaksa masuk ke dalam rumah sakit jiwa. Kemudian mereka akan diberikan obat-obatan medis dari dosis yang kecil hingga mengakibatkan kematian. Dalam perkembangannya, homoseksualitas ditetapkan bukan akibat kelainan jiwa atau kodrat. Ahli psikologi dan komunikasi, seperti Kelly dan Kalat, menyatakan banyak faktor yang memengaruhi seseorang hingga berorientasi homoseksual, yang dikonsepkan dalam teori
Biologis (hormon dan genetik), teori Psikoanalisa, dan teori Belajar. Teori-teori tersebut menyatakan homoseksualitas bukanlah sesuatu yang sudah ada pada diri seseorang sejak lahir. Menurut teori Biologis, misalnya, pertumbuhan dan perkembangan hormon terjadi ketika seseorang juga merasakan pengalaman empirik di kehidupannya. Bersinggungan langsung dengan orang lain, pengalaman sedih atau sakit, berkomunikasi, bersosialisasi, dan lain sebagainya menjadi faktor pendukung pertumbuhan dan perkembangan hormon tersebut. Jadi seorang yang homoseksual bukan sedang menjalani ujian atau kutukan dari Tuhan, melainkan sesuatu yang ia pilih. Jika ada yang bertanya, seandainya teman saya LGBT, apa yang akan saya lakukan? Mungkin saya akan bereaksi seperti orang pada umumnya. Siapa yang tidak terkejut mendengar kabar besar tersebut? Namun di samping
itu, saya tak memiliki masalah ataupun sikap ekstrim dalam mengahadapi teman saya itu. Dalam pemahaman saya, homoseksualitas bukan sesuatu yang ada di dalam seseorang sejak lahir, tapi itu adalah bagian dari pilihan terbesar dalam hidupnya. Homoseksualitas juga seharusnya bukan hal tabu di masyarakat Indonesia. Mengapa begitu berpikiran sempit ketika kita ingin hidup dalam kesetaraan? Jangan menganggap homoseksual golongan atau kelompok dari masyarakat yang berbeda. Selain itu, mengingat pengalaman empirik adalah pengalaman yang paling tepat untuk mengukur seberapa lapangnya Anda menerima orang-orang berorientasi seksual berbeda, cobalah bersikap seperti Anda menerima sesuatu hal unik yang tak semua orang berani memikirkannya. Think out of the box, but not out of control. Annisa Meidiana Mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara.
Tersangka YY adalah Kita “Nyala untuk YY” dan “YY adalah Kita” dipicu dibunuh dan diperkosanya YY, siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) usia 14 tahun oleh 14 pria. Namun, belum ada gerakan “Tersangka YY adalah Kita.” Tulisan seorang jurnalis warga, Arako, menyatakan ia tidak heran dengan kasus YY. Pasalnya, Tempat Kejadian Perkara (TKP) adalah area yang terkenal “ganas.” Daerah yang disebut Texas itu mencakup jalan lintas Curup di Bengkulu hingga Lubuk Linggau di Sumatera Selatan. Perampokan, penemuan ladang ganja seluas 5,5 ha, hingga pembakaran Markas Kepolisian Sektor (Mapolsek) pernah terjadi. Dalam tulisannya Arako menyatakan masyarakat Bengkulu pasti pernah mendengar bahayanya kawasan Texas. Texas di Bengkulu bukan satu-satunya “daerah rawan” di Indonesia. Pesan-pesan seperti “Jangan jalan sendiri kalau sudah
malam” hingga “Jangan berpakaian minim” sebenarnya menandakan peringatan adanya pelaku “sebenarnya” di balik kasus-kasus sejenis kasus YY. Anjuran seperti itu sebenarnya tergolong “budaya pemerkosaan” alias pandangan bahwa pelecehan seksual terjadi karena “kesalahan korban” dan kekerasan seksual dianggap normal. Pembela hak perempuan, Emilie Buchwald, menulis dalam bukunya bahwa dalam budaya pemerkosaan baik pria maupun wanita menganggap kekerasan seksual adalah fakta dalam hidup yang tidak terelakkan. Padahal, hal-hal itu sebenarnya adalah ekspresi dari nilai dan perilaku yang bisa berubah. Budaya ini secara tidak langsung mengajarkan pria bahwa tubuh wanita adalah obyek seks dan pria berkuasa atas tubuh wanita. Siulan pria saat melihat wanita yang melintas di jalan adalah salah satu ben-
tuk budaya pemerkosaan ini. Pasalnya, tindakan yang menyebabkan perempuan merasa tidak aman apalagi terancam tetapi dianggap sebagai “bagian dari kehidupan sehari-hari” adalah “budaya pemerkosaan.” Tindakan “kecil” ini menanamkan kesadaran bahwa walau perempuan tidak menyetujui suatu tindakan atas tubuh wanita itu sendiri, pria berkuasa dan dibela masyarakat untuk melakukan hal tersebut.
Kesadaran Hukum Salah satu faktor yang sering dikaitkan dengan para pelaku adalah konsumsi minuman keras dan produk pornografi. Padahal, di negara yang melegalkan konsumsi pornografi dan alkohol seperti Amerika Serikat, angka kasus pemerkosaan secara konsisten turun sejak 1990. Perlu diingat bahwa “legal” dalam konteks ini berarti ada aturan yang menentukan apa yang boleh dan tidak, sejak umur berapa
boleh mengonsumsi, dan kesadaran hukum akan konsekuensi jika memerkosa maupun melakukan tindakan kriminal lainnya. Wartawan yang meneliti korelasi konsumsi pornografi dengan pemerkosaan, Martin Daubney, menulis bahwa kita tidak bisa memblokir sebagaimana dilakukan “Internet Sehat” tetapi kita bisa mendorong konsumsi yang bertanggung jawab.
YY Lainnya Catatan tahunan Komisi Nasional Perempuan menyatakan setiap dua jam ada tiga perempuan di Indonesia yang mengalami kekerasan seksual. Namun, sebelum menuntut hukuman atas keempat belas tersangka kasus YY, mungkin kita perlu bertanya sekali lagi, siapa pelaku sebenarnya?
Jennifer Sidharta Mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara.