4 minute read
Bab 1. Menggagas Inklusi Sosial
1
Menggagas Inklusi Sosial
Advertisement
Pemberdayaan Masyarakat Menuju Gerakan Inklusi Sosial
Penanggulangan kemiskinan merupakan salah satu upaya yang terus dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berbagai program dengan pendekatan yang berbeda telah dilakukan dalam upaya untuk menurunkan jumlah penduduk miskin. Walaupun dalam satu dekade, jumlah penduduk miskin terus menunjukkan penurunan, namun masih terdapat beberapa kelompok miskin dan marjinal yang belum tersentuh dengan program pembangunan atau mendapatkan layanan dasar. Misalnya kelompok masyarakat adat dan kelompok difabel.
3
Belum meratanya akses layanan dasar dan keterlibatan kelompok marjinal untuk berpartisipasi dalam pembangunan disebabkan oleh berbagai aspek sebagai berikut :
a.
b.
c. Dinamika politik dan pergantian rezim pemerintahan di Indonesia yang mempengaruhi keberlanjutan dari program pembangunan. Paradigma program penanggulangan kemiskinan yang belum menempatkan kelompok miskin sebagai subjek pembangunan. Sehingga menyebabkan masyarakat miskin kurang memiliki kemandirian untuk keluar dari perangkap kemiskinan. Pendekatan pembangunan yang seragam dan belum memperhatikan kebutuhan kelompok miskin dan marjinal yang cukup beragam.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam penanggulangan kemiskinan secara intensif dalam satu dekade terakhir adalah menggunakan pendekatan pemberdayaan. Pendekatan pemberdayaan memiliki keunggulan dibandingkan dengan pendekatan lainnya, terutama pada aspek memberdayakan kelompok miskin sesuai dengan potensi dan kemampuan yang dimiliki. Selain itu, pemerintah lebih banyak berperan untuk memfasilitasi dan mengawal proses perubahan yang diinginkan oleh masyarakat. Kegiatan pemberdayaan pada kelompok miskin yang pertama kali dilakukan oleh pemerintah adalah melalui Program Inpres Desa Tertinggal (IDT). Program IDT sebenarnya merupakan
4
koreksi terhadap karakter pendekatan program penanggulangan kemiskinan yang dijalankan sebelumnya oleh pemerintah yang bersifat karitatif. Setidaknya ada dua pertimbangan yang mendasari pelaksanaan Program IDT yaitu :
a.
b. Memberikan kepercayaan kepada rakyat untuk dapat mengelola dana yang dititipkan kepada mereka untuk digunakan sesuai dengan keinginannya. Jumlah dana yang diberikan oleh pemerintah untuk dikelola masyarakat miskin secara berkelompok sebesar Rp. 20.000.000 pada 18.321 desa tertinggal di Indonesia. Mengurangi campur tangan pemerintah dalam pelaksanaan program yang ditujukan untuk masyarakat miskin. Pengalaman menunjukkan semakin banyak campur tangan pemeritah akan memperpanjang rantai birokrasi yang berujung pada peningkatan biaya pembangunan. Selain itu, meningkatnya campur tangan pemerintah dalam suatu program, terkadang kurang memberikan ruang untuk menumbuhkan kreatifitas masyarakat, serta kurangnya rasa kepemilikan terhadap program penanggulangan kemiskinan.
Inpres Desa Tertinggal tersebut merupakan tonggak sejarah dimana untuk pertama kali Pemerintah/negara memberikan kepercayaan kepada rakyatnya untuk merencanakan, melaksanakan dan mengawasi program
5
yang disusun oleh masyarakat sendiri. Pemberdayaan masyarakat memiliki prinsip-prinsip sebagai berikut 1 :
a)
b)
c) Meningkatkan potensi atau daya yang ada di masyarakat untuk bisa bersaing dengan kelompok yang lebih maju dalam aturan dan lingkungan yang lebih adil. Masyarakat pasti memiliki daya atau kemampuan karena apabila masyarakat sudah tidak memiliki daya, maka masyarakat itu sudah lama musnah karena kalah dalam seleksi alam dan persaingan dalam memperebutkan sumber daya dengan kelompok lainnya; Pemerintah harus berpihak kepada kelompok yang paling lemah, agar kelompok ini mampu bertahan di dalam persaingan memperebutkan sumber daya dengan kelompok-kelompok yang lebih mampu atau lebih kuat; Pemerintah harus menciptakan suasana dan lingkungan yang kondusif agar persaingan dalam memperebutkan sumber daya berlaku dengan adil dan menumbuhkembangkan kemitraan dan sinergi di antara kelompok, sehingga yang lemah dapat terangkat oleh kelompok yang lebih mampu.
Pada era 1990-2000, pendekatan Program IDT kemudian diperluas pada program lain yang dimiliki pemerintah seperti Program Pembangunan Sarana & Prasarana Dasar Pedesaan, Program Pengembangan Kecamatan, serta Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan. Pada
1 Ginandjar Kartasasmita et.al, Bappenas, 1992
6
kontek ini, Intervensi program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah sudah mulai memperhatikan karakteristik kewilayahan (desa dan kota), mengoptimalkan peran kelompok masyarakat sebagai salah satu ciri khas budaya indonesia yaitu gotong royong, serta mengoptimalkan pemanfaatan tenaga pendamping/ fasilitator ditingkat masyarakat.
Walaupun program penanggulangan kemiskinan ditingkat pedesaan dan perkotaan cukup berhasil dalam meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana dasar dan menurunkan jumlah penduduk miskin, namun belum dapat menjawab beberapa karakteristik persoalan yang dihadapi oleh masyarakat miskin dalam berbagai aspek kehidupan. Misalnya dalam peningkatan layanan kesehatan maupun dalam pengembangan penghidupan masyarakat. Pada kontek itu, pada tahun 2007 kemudian diinisasi program nasional pemberdayaan masyarakat yang tidak hanya berorientasi pada pembangunan infrastruktur semata, akan tetapi juga mulai memperhatikan pembangunan manusia, pengembangan sektor, serta secara khusus mulai memberdayakan kelompok perempuan. Bahkan 25% dari dana bantuan digunakan untuk mendorong kegiatan usaha ekonomi produktif dikelola oleh perempuan.
Walaupun implementasi program nasional pemberdayaan masyarakat menuai kesuksesan dalam perbaikan infrastruktur dasar dan penurunan jumlah penduduk miskin, namun masih menyisakan sejumlah persoalan yang terkait dengan kelompok rentan dan marjinal yang
7
belum dapat mengakses layanan dasar, karena berbagai sebab. Misalnya karena mengalami penolakan dari kelompok masyarakat, mendapatkan stigma, atau berada pada daerah yang terisolir. Pada kontek itu, kebutuhan untuk mendoronginklusi sosial menjadi suatu kebutuhan untuk menjangkau kelompok rentan dan marjinal yang sulit dalam mengakses layanan dasar dan program pembangunan. Pada tahun 2011, pemerintah mulai menginisiasi program inklusi sosial yang saat ini dikenal sebagai Program Peduli yang menyasar pada sejumlah kelompok target seperti kelompok difabel, masyarakat adat, perempuan dan anak, maupun sejumlah kelompok minoritas lainnya. Program Peduli memiliki tujuan untuk mengembalikan harkat dan martabat dari kelompok marjinal serta untuk mencegah mereka dari perlakuan yang tidak adil ditingkat masyarakat ataupun pemerintah untuk berpartisipasi dalam pembangunan ataupun dalam mengakses layanan dasar.
Upaya ini sejalan dengan visi nawacita yang dimiliki oleh pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla yaitu menghadirkan kembali negara untuk melindungi senegap bangsa Indonesia dan memberikan rasa aman bagi seluruh warga negara, serta gerakan revolusi mental yaitu gerakan Indonesia Melayani dan Indonesia Bersatu yang mengedepankan peran pemerintah dalam pelayanan tanpa membeda-bedakan seseorang berdasarkan suku, agama, maupun ras, serta memperteguh kebhinekaan sebagai kekayaan sebuah bangsa. Di masa yang akan datang, pemerintah dapat mendorong paradigma
8