295 warna puailiggoubat

Page 1

Mengejar Asa di Belantara Hulu Silakoinan

MENTAWAINEWS

PENDIDIKAN

4

18

HET BBM di Sikakap Ditetapkan EKOKER

Tabloid Alternatif Dwimingguan

22

Puailiggoubat Untuk Kebangkitan Masyarakat Mentawai

1

-1

No . 4 Tah 29 Ag u 5 u n st XII us 20 1

4

HARGA ECERAN RP 3000

Marsiti Akhirnya Pulang


Puailiggoubat NO. 295, 1 - 14 September 2014

Uggla Ka tanggal 1 September 2014 arauddetakeat sia 20 sai DPRD Mentawai Sibau, maigi karoniet katubudda masipasikeli pulaggajat3 Marsiti sibara ka Madobag tutui kakudduat pugalajenan nia ka Brunei kalulut mabesik rapusigi ia-4 Rakua geti kalulut pasilului puenungan ragalai pasurat-surat ibailiu ratiddou bulagat Rp700 ngaribu ka tubbudda siorak tsunami Sipora-Selata-5

Dari Redaksi BBM yang tiba-tiba langka dan menghilang karena pasokannya dibatasi Pertamina membuat masyarakat panik terutama masyarakat perkotaan. Mereka yang terbiasa mengkonsumsi BBM subsidi termasuk pemilik

Maigi kudduat lalep sigalaira sibau palalemanda siorak tsunami ka Bosua tak maeruk kalulut polaknia mamemek ibailiu pondaso lalep tupeleu-6 Kalulut reugaknia kudduat pulaggajat ibailiu sirimanua sipulalaggai ka kaulu Silakoinan tak rasilok pulaggengan samba sikolah sibara ka pemerintah-18 Reugak nia pulaggajat ibailiu tak raagai piga sakinia buat mone ibailiu tak makopek rapasikeli ia , sarat bebeget lek mariu-riu rasaki akek-21

COVER DEPAN: 1 FOTO: BAMBANG 1 DESAIN: ADIL WANDI TABLOID ALTERNATIF DWIMINGGUAN

Puailiggoubat Terbit setiap tanggal 1 dan 15

ISSN: 1412-9140 PENERBIT: Yayasan Citra Mandiri PEMIMPIN UMUM: Roberta Sarogdok PEMIMPIN USAHA: Pinda Tangkas Simanjuntak PEMIMPIN REDAKSI: Yuafriza DEWAN REDAKSI: Roberta Sarogdog Rus Akbar Saleleubaja Yuafriza REDAKTUR: Rus Akbar Syafril Adriansyah Gerson Merari Saleleubaja WARTAWAN DAERAH: Bambang Sagurung (Sikabaluan) Rapot Pardomuan (Sipora) Rinto Robertus (Saibi) Leo Marsen (Sikakap) Supri Lindra (Sikakap) Patrisius Sanene’ (Padang) Legend Satoinong (Siberut Selatan) Siprianus Sababalat (Siberut Selatan) DISTRIBUTOR DAERAH: Arsenius Samaloisa (Sioban) Vincensius Ndraha (Siberut Selatan) Bambang (Siberut Utara) Juanda (Siberut Barat) ALAMAT REDAKSI DAN USAHA: Jl. Kampung Nias 1 No. 21, Padang. Telp (0751) 7877373 - Fax. (0751) 35528 REKENING: Bank Nagari Cabang Pembantu Niaga, Padang No.2105.0210.0207-1 PENCETAK: Padang Graindo, Padang (Isi di luar Tanggung Jawab Percetakan) Wartawan Puailiggoubat selalu dilengkapi Kartu Pers dan (sesuai Kode Etik Jurnalistik) tidak dibenarkan menerima suap (‘amplop’) dari narasumber.

www.puailiggoubat.com

Surat Pembaca KLARIFIKASI JABATAN Yth, Redaktur Puailigoubat,mohon klarifikasi berita puailigoubat no.292 tahun XII 15-31 juli 2014, dalam rubrik Mentawai News judul Siberut Tengah dan Selatan dapat kucuran dana P2D Rp 5,5 miliar, ditulis “ hal serupa dikemukakan Ananias Sakukut, Kasi perencanaan pembangunan kecamatan siberut tengah”, sebenarnya “Kasubbag perencanaan dan pelaporan kecamatan siberut tengah”. Terimakasih atas kerja samanya. +6285274392292 KEMANA KAPAL ANTAR PULAU Ini baru namanya “Mentawai Hebat”. Dulu orang Sikakap kalau pergi ke Tuapeijat harus melalui Pasapuat dan Sioban. Dan juga kalau orang Tuapeijat pergi ke Sikakap harus melalui Sioban dan Pasapuat. Tetapi sekarang duaduanya harus melalui Padang. Mentawai Hebat!!! Basarduey Syam Mabulaubuggei. +6281277786789 HARGA MAHAL Yth, Bapak bupati dan wakil bupati Mentawai dan Dinas Perindakop Mentawai, kenapa harga kebutuhan pokok di Mentawai sangat mahal dan tidak wajar sekali. BBM apalagi, sudah mencapai Rp25ribu perliternya dan itupun minyak terkontaminasi dengn minyak lain. Bensin campur minyak tanah. Tolong ditinjau jika ini merasa tugas prioritas untk mentawai sejahtra. Rinaldi. Sikakap +6285271138611

kendaraan mewah mau tak mau membeli pertamax. Jika saja mereka tahu, masyarakat di Mentawai sudah terbiasa dengan kelangkaan BBM sehingga tidak panik lagi saat premium menghilang. Palingpaling motor diparkir saja di

2

Subsidi BBM rumah selanjutnya berjalan kaki saja. Atau membeli pertamax yang harganya selangit, Rp15 ribu per liter. Sudah dua tahun ini, masyarakat di kepulauan selalu kesulitan BBM. Nelayan-nelayan kadang harus cuti melaut, itu

berarti mereka harus mencari kerja lain sementara BBM datang agar dapur tetap mengepul. Jika subsidi sejatinya untuk rakyat miskin, sudah sejak lama masyarakat Mentawai tidak merasakan manfaat dari subsidi itu.


3

Puailiggoubat NO. 295, 1 - 14 September 2014

HARAPAN KEPADA DPRD BARU 20 Anggota DPRD Mentawai dilantik

Bambang Sagurung

nggota DPRD Mentawai periode 2014-2019 langsung bekerja setelah dilantik 1 September di Ruang Sidang DPRD Mentawai, Desa Tuapeijat, Kabupaten Kepulauan Mentawai oleh Kepala Pengadilan Negeri Padang, Renolistowo, S.H., M.H. Dari 20 anggota DPRD Mentawai tersebut, 9 diantaranya merupakan anggota DPRD periode 2009-2014 yang kembali terpilih, sementara dua lainnya merupakan anggota DPRD periode sebelumnya yakni Kortanius dan Ibrani. Dari hasil Pemilu Legislatif April lalu, komposisi partai yang dominan di parlemen Mentawai periode ini dari PDI Perjuangan (4 kursi), Golkar (4 kursi) dan Nasdem (3 kursi). Sisanya PAN (2 kursi), Hanura (2 kursi), Gerindra (2 kursi), Demokrat (2 kursi) dan PBB (1 kursi). Usai pelantikan, 20 orang anggota DPRD tersebut menyepakati ketua sementara adalah Yosep Sarogdok dari PDI Perjuangan dan wakil ketua sementara, Kortanius dari Partai Golkar. Kedua partai tersebut merupakan partai peraih suara terbanyak pertama dan kedua saat Pileg lalu. Menurut Yosep, penentuan pimpinan definitif DPRD menunggu keputusan dari DPP PDI Perjuangan dan DPP Partai Nasdem. Dari PDI Perjuangan ada empat orang anggota DPRD yang salah satunya akan dipilih menjadi ketua oleh DPP. Begitu juga Partai Nasdem, akan dipilih satu dari tiga anggotanya untuk menjadi wakil ketua. Sementara Partai Golkar sudah menunjuk Ketua DPD II Partai Golkar Mentawai, Kortanius sebagai salah satu wakil ketua.

A

Komitmen DPRD Sebelum dan sesudah pelantikan DPRD, Puailiggoubat mewawancarai sejumlah anggota DPRD Mentawai terkait prioritas dan komitmen mereka selama lima tahun ke depan. Ketua Sementara DPRD Mentawai Yosep Sarogdok, mengatakan tugas penting DPRD adalah memperjuangkan aspirasi masyarakat sehingga programprogram dan anggaran yang akan ditetapkan atau ditentukan itu benarbenar bermanfaat. Yosep menilai, program dan

FOTO: BAMBANG

anggaran yang ditetapkan selama ini banyak yang belum bermanfaat langsung bagi masyarakat. Untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, percepatan pembangunan infrastruktur mutlak dilakukan terutama akses jalan. Selain itu peningkatan pelayanan pendidikan dan kesehatan juga termasuk prasyarat menuju masyarakat yang sejahtera. “Ini semua perlu kita dorong,” jelas Yosep. Sedang Wakil Ketua Sementara DPRD Kortanius Sabeleake mengatakan, prioritas kerja lima tahun ke depan memaksimalkan fungsi lembaga legislatif itu sendiri. “Fungsi kita sebagai pembuat peraturan, sebagai perekomendasi anggaran dan sebagai pengawas atau evaluator. Karena kalau kita lihat selama ini yang paling stagnan adalah soal evaluasi. Bagaimana mengawasi semua peraturan terutama APBD , apakah yang dilaksanakan sesuai dengan yang telah direncanakan atau ditetapkan. Evaluasi tidak hanya sebatas mengevaluasi atau mengawasi uangnya saja tapi evaluasi terhadap dampak dan manfaat riil bagi masyarakat, karena kita di DPRD harus melihat dampak dan manfaat pembangunan itu bagi masyarakat. itu yang paling utama,” kata Korta kepada Puailiggoubat, sebelum dilantik menjadi anggota DPRD, akhir Agustus lalu. Korta yang pernah menjadi ketua DPRD Mentawai periode 2004-2009 ini berharap, anggota DPRD yang baru sepakat melakukan pengawasan terhadap aparatur pemerintahan, termasuk soal apakah yang menduduki jabatan tersebut sesuai dengan kapasitasnya. Menurut Korta, DPRD ke depan juga perlu melihat produk peraturan daerah yang paling dibutuhkan di tengah masyarakat dalam rangka meningkatkan pelayanan seperti rumah sakit, izinizin, retribusi supaya pemerintah pusat melihat bahwa masyarakat Mentawai punya kontribusi terhadap negara. “Sekarang ini hal itu yang tidak ada. Kontribusi yang ada itu bukan untuk memperkaya pemerintah tapi untuk negara,” kata Korta. Untuk meningkatkan kinerja DPRD, Korta berharap fungsi-fungsi kelembagaan berjalan baik termasuk pendelegasian tugas dari pimpinan ke alat kelengkapan seperti komisi, badan legislasi, atau badan anggaran yang ada. “Kelembagaan yang ada di DPRD itu tidak dapat diubah-ubah, hanya bagaimana kelembagaan yang ada itu dapat berfungsi dengan baik kalau unsur pimpinan mendelegasikan fungsi dan tugas yang ada di DPRD seperti komisi,

Suasana pelantikan anggota DPRD Mentawai badan legislasi, badan anggaran, badan kehormatan. DPRD itu lembaga rakyat dan keputusan yang diambil itu keputusan kolektif, tidak hanya keputusan ketua, kecuali untuk internal di DPRD Mentawai,” jelas Korta. Sementara Juni Arman, anggota DPRD dari Partai Demokrat mengatakan prioritas kerja ke depan memperbaiki tata kelola pemerintahan yang berfokus pada elektabilitas tata birokrasi dan mendorong perda-perda yang dapat memihak dan mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat Mentawai. Selanjutnya menurut Juni Arman, perlu penajaman dan evaluasi kembali pengelolaan anggaran desa yang sudah mulai berjalan 2013 lalu dimana perda yang ada belum terperinci. “Hal yang penting juga menyelesaikan soal Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dimana saya termasuk panitia khususnya di DPRD Mentawai. Dari pembahasan kita yang diserahkan eksekutif kepada kita dimana pembahasan RTRW tersebut sudah dibahas dan disetujui di tingkat Kementerian Kehutanan soal wilayah dan Kementerian PU soal tata wilayah tapi di DPRD belum dibahas namun realita tidak sesuai dengan riil yang ada makanya draf RTRW yang diberikan belum kita rampungkan karena masih menjadi pembahasan alot di internal DPRD,” kata Juni yang juga anggota DPRD Mentawai periode lalu. Ia mencontohkan, draf yang diserahkan itu, 82 persen wilayah Mentawai terdiri dari kawasan hutan sedang 18 persen Areal Penggunaan Lainnya (APL). “Sementara masyarakat Mentawai

hidup dan beraktifitas dalam hutan, bila ingin disahkan ruang gerak masyarakat dalam hutan akan terbatasi dan untuk memanfaatkan kawasan hutan harus mendapat persetujuan Kementerian Kehutanan. Kita berharap draf RTRW dapat rampung di masa DPRD 20142019 ini,” kata Juni. Gerson, anggota DPRD Mentawai dari Partai Gerindra mengatakan, ia akan memprioritaskan program yang betulbetul dibutuhkan masyarakat serta membangun kerjasama dengan eksekutif dalam menjalankan program yang diperlukan masyarakat. Sementara itu, Bupati Mentawai Yudas Sabaggalet usai pelantikan menyatakan harapan agar DPRD yang baru menciptakan semangat dalam melaksanakan pembangunan Mentawai demi kesejahteraan masyarakat. “Karena masih banyak hal-hal yang diperlukan peran serta DPRD Mentawai mempercepat pembangunan namun kita yakin dengan DPRD baru ini komunikasi akan lebih baik lagi,” ujarnya. Selester Saguruwjuw , tokoh masyarakat Mentawai dan pengurus AMAN Mentawai mengharapkan anggota DPRD yang baru dilantik benarbenar menjalankan fungsinya sebagai wakil rakyat. “Kita berharap peran yang mereka pegang seperti pengawasan, pembuat anggaran dan pembuat peraturan daerah berjalan dengan baik. Bila ketiga fungsi yang ada ini berjalan dengan baik maka DPRD Mentawai itu memang tempat wakilnya masyarakat Mentawai dalam memperjuangkan aspirasi mereka,” kata Selester kepada Puailiggoubat di Tuapeijat, Minggu 31 Agustus. (o)

Anggota DPRD Mentawai Periode 2014-2019 Partai PDI Perjuangan 1. Edi Kuswoko Paulus 2. Ibrani Sababalat 3. Nelsen Sakerebau 4. Yosep Sarogdok Partai Golkar 1. Jakob saguruk 2. Kortanius Sabeleake 3. Kristinus 4. Maralus Sagari Partai Nasdem 1. Bruno Guimek Sagalak 2. Isar Taileleu 3. Nikanor Saguruk Partai Demokrat 1. Juni Arman 2. Semseri Partai Hanura 1. Pdt. Parlindungan 2. Parulian Samalinggai PAN 1. Hendri Nasrani 2. Salimi Partai Gerindra 1. Gerson 2. Alisandre Zalukhu PBB Rasyidin Syaiful (PBB)


MENTAWAINEWS

Rus Akbar

iat ingin mengubah nasib tapi apa daya siksaan yang didapat, itulah nasib Marsiti Sapoji (37) warga Madobak, Kecamatan Siberut Selatan Kabupaten Kepulauan Mentawai yang begitu lusuh setelah kepulanganya dari Brunei Darussalam, Minggu, 3 Agutus lalu. Dia adalah satu-satunya dari empat Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang dipulangkan ke Indonesia setelah kabur dari rumah majikannya menuju Kedutaan Besar (Kedubes) Indonesia untuk Brunei. Sementara tiga temannya yang lain, Lidia Samaranggure, Silvia dan Susak Kerei belum diketahui keberadaan. Kedatangan Marsiti ke tanah air dijemput langsung Kepala Kesbangpol Mentawai, Halomoan Pardede di Bandara Internasional Minangkabau (BIM) Padangpariaman lalu diantar ke rumah pribadi Bupati Mentawai Yudas Sabaggalet. “Bapak langsung menyuruh saya ke rumahnya,” tutur Marsiti dengan bahasa Mentawai berlogat sarereiket kepada Puailiggoubat Senin, 4 Agustus lalu. Memakai blus biru muda bergaris dipadu dengan celana kain warna merah tua dengan motif garis putih, Marsiti bercerita pada Puailiggoubat di Padang tentang kondisinya sebelum dan sesudah kembali ke Indonesia. Menurut Marsiti, berawal 1 November 2013, Datuk yang menjadi makelar penyalur tenaga kerja membawa mereka berempat ke Jakarta dari Siberut. Selama dua bulan di Jakarta mereka dilatih keahlian untuk menjadi pembantu. “Merekalah yang mengurus paspor kami,” katanya. Mereka menginap di rumah istri datuk bernama Yanti. Disana menurut Marsiti, tidur hanya di lantai beralaskan karpet, makan hanya sekali sehari dengan menu sayur kangkung, tempe dan tahu. “Padahal saat dibawa ke Jakarta, Datuk berjanji, semua biaya ditanggungnya baik makanan kami, tempat tidur kami serta dikasih uang, tapi tahutahunya sampai di Jakarta tidak seperti itu. Tiga kali kami bertengkar dengan si Datuk, kami minta keluar, kalau tidak kamu antarkan kami dan jika tidak ada tanggungjawab, harus kamu kembalikan kami di kampung,” katanya. Tak hanya itu saja derita yang mereka alami, paspor yang dijanjikan akan diberikan ke tangan keempat calon TKW tersebut, ternyata hanya omongan belaka. “Ternyata paspor kami mereka simpan, bahkan mereka menyembunyikan kami agar tidak diketahui orang lain. Kalau ada orang dari Padang datang ke rumahnya kami disembunyikan,” ujarnya.

NO. 295, 1 - 14 September 2014

4

Kisah Pembantu Asal Mentawai

Marsiti Akhirnya Pulang FOTO:RUS/PUAILIGGOUBAT

Marsiti kabur dari rumah majikannya di Brunei karena mendapat perlakuan kasar

Puailiggoubat

N

Marsiti warga Madobak kembali dari Brunei Setelah bekerja di Brunei menjadi pembantu rumah tangga, menurut Marsiti, gajinya langsung dipotong Datuk 200 Brunei Dolar (BND) sehingga dia hanya menerima 50 BND. “Tapi ternyata gaji kami itu mereka potong sebanyak 200 Dolar Brunei, kami hanya menerima bersih sebanyak 50 Dolar Brunei, selama delapan bulan,” katanya. Marsiti mulai bekerja di rumah majikan yang pertama 3 Januari 2014. Saat itu ia diantar agen ke rumah majikannya di Lambak Kiri, Brunei. Majikan pertama Marsiti bernama Erna, disana ia hanya bisa bertahan selama empat hari. Derita awal itu dimulai, majikan tidak pernah memberikan makan untuknya. “Majikan hanya makan di luar. Kalau tempat majikan yang baru kan kita tidak berani makan dan memasak kecuali memang disuruhnya,” katanya. Dia juga sempat menanyakan itu sama majikannya Erna, kalau dia makan apakah nanti gajinya dipotong, jawaban Erna pada saat itu kalau mereka makan dia juga makan. “Tapi masalahnya bagaimana saya makan kalau mereka makan di luar, sementara saya ada di rumah,” katanya. Karena itu Marsiti keluar dari rumah Erna. Dia menghadap agen dan menceritakan masalah yang dihadapi. Lalu agen menyerahkannya ke majikan barunya selama dua minggu. “Tapi saya tidak tahu nama mereka,” ujarnya. Setelah dua minggu bekerja, Erna, majikan pertamanya datang dan hendak menarik Marsiti dari tempat kerjanya. Lalu Erna meminta gaji hasil pekerjaan Marsiti senilai 150 BND dari majikan

Saya tahu itu ketika saya telepon majikan saya kedua, jawaban mereka gajinya itu sudah diambil Erna. Itulah permainan mereka samaku, padahal saya yang bekerja Erna yang terima gaji keduanya. Namun gaji tersebut tidak diserahkan ke tangan Marsiti. “Saya tahu itu ketika saya telepon majikan saya kedua, jawaban mereka gajinya itu sudah diambil Erna. Itulah permainan mereka samaku, padahal saya yang bekerja Erna yang terima gaji,” katanya. Ketika Marsiti menghubungi Erna lewat telepon, Erna langsung menjawab gajinya itu tidak usah dipikirkan lagi. Marsiti hanya bisa bersabar dan mengelus dada saja. Penderitaan juga dirasakan Marsiti ketika bekerja di tempat Elias, disana dia tidak diberi makan, mendapat kekerasan dan makian. Menurut Marsiti, pelaku itu bukan Elias melainkan istrinya bernama Yanti bersama empat orang anaknya yang berusia kisaran 17-20 tahun. Dari rumah Elias, Marsiti kabur ke Kedubes Indonesia untuk Brunei. “Saya bekerja di situ selama empat bulan dua minggu. Di tempat itu saya ditampar, mereka juga melempar saya dengan piring, bahkan botol air minum mineral. Padahal tidak tahu penyebabnya,” katanya.

Ia juga pernah dikurung di dapur oleh istri Elias mulai pukul 20.00 WIB sampai pukul 24.00 WIB tanpa diberi makan, padahal dalam aturan kerja dari agen penyalur, batas kerja pembantu itu hanya pukul 21.00 WIB. Setelah itu barulah dia dilepas dan Marsiti masuk kamar. “Elias itu hanya sekali seminggu di rumah, dia ke tempat kerjanya, sering nelpon saya hanya menanyakan kabar, kadang juga sering dia mengisikan pulsa untukku, kalau ketahuan istrinya dia langsung marah padaku, padahal saya tidak minta diisikan pulsa, Elias sendiri yang mengisi,” ucapnya. Bahkan Marsiti juga pernah berbohong pada Elias, mengenai ulah istri dan anaknya. Tak ada maksud lain Marsiti berbohong, ini dilakukan agar kelakuan mereka tidak diketahui Elias yang berdampak pada pertengkaran. “Saya terpaksa bohong pada Elias, sebab kalau dia tahu ulah mereka bapak itu pasti akan memarahi mereka,” ujarnya. Puncak penyiksaan yang dilakukan itu, Marsiti tidak dikasih makan nasi, namun dia tetap bersabar, namun kesabaran akhirnya berakhir juga setelah setelah penyiksaan ini dilakukan secara berulang kali. Dia mengurung diri di kamarnya dari jam 20.00 WIB sampai pagi. Empat kali mereka ketok pintu kamarnya, namun Marsiti bertahan untuk tidak membuka pintu kamarnya. “Dari dalam saya mengintip ulah mereka, saat mengetuk pintu itu mereka sudah sediakan ember, saya tidak tahu isinya dan maksud mereka. Tapi saya tidak membuka pintu,” ulasnya. Setelah kondisi tenang, Marsiti keluar dari kamarnya dan bekerja di dapur

seperti sedia kalanya, namun istri Elias itu langsung mengancamnya. “Kalau istri Elias masih mendengar suaminya menelpon saya dan mengisikan pulsanya jangan harap akan selamat,” katanya. Dengan kondisi itu, mungkin sudah ada laporan dari keluarga Marsiti, orang kedutaan menelponnya dan menyuruh Marsiti segera menghadap di kedutaan. Pada pukul 17.00 WIB waktu setempat, Selasa, 6 Mei 2014 saat majikan tidur dan anak-anaknya pergi sekolah, diamdiam Marsiti melarikan diri dari rumah menuju ke Kedutaan Besar Indonesia. “Saya tidak bawa apa-apa, pakaian saya tinggal di rumah Elias, tak ada gaji saya dibayarkan. Menuju Kedutaan itu memakan waktu tiga jam, dua kali saya naik bus, mulai dari jam lima sampai di kedutaan jam delapan malam,” terangnya. Setibanya di Kedutaan, pegawai di sana langsung menanyakan, apa yang terjadi dan penyebab kabur, akhirnya pihak Kedutaan menerimanya. Kemudian kata Marsiti, Kepala Kesbangpol langsung menelpon Elias untuk menyerahkan paspor dan lainnya. “Saat penyerahan paspor kepada saya tidak langsung, dia hanya menitipkan, padahal kebiasaannya majikan langsung memberikan kepada pekerjanya secara langsung, saya tidak terima gaji selama saya bekerja disana,” tuturnya. Selama tiga bulan Marsiti berada di Kedutaan. Sesuai dengan aturan mereka dilarang memegang handphone, merokok dan dilarang keluar dari keduataan. “Saat saya di Kedutaan ada sebanyak 160 pekerja yang diinapkan, terakhir saat keberangkatan saya disana tinggal 59 perempuan dan laki-laki 20 orang, ada tujuh laki-laki yang dikeluarkan karena mereka melawan dan merokok,” katanya. Marsiti dipulangkan pada Sabtu, 2 Agustus dari Brunei melalui ke Kuala Lumpur Malaysia, barulah keesokan harinya atau pada Minggu sampai di Padang. “Tiga teman saya yang dulu sama-sama berangkat tidak diketahui keberadaanya,” katanya. Menanggapi kepulangan Marsiti, Bupati Mentawai Yudas Sabaggalet mengatakan pemulangan Marsiti ini atas kerja sama dan usaha keras yang dilakukan Pemda Mentawai melalui Kesbangpol Mentawai, Inspektorat Jenderal Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan HAM, dan Kedubes Indonesia untuk Brunei serta penyedia tenaga kerja. “Untuk kelanjutannya nanti kita serahkan sama aparat kepolisian, yang jelas kita sudah punya data dan orangnya melakukan menyalurkan mereka,” katanya. (o)


Puailiggoubat NO. 295, 1 - 14 September 2014

Pungutan bolak balik dikembalikan fasilitator karena ketahuan media. Tim Redaksi

S

ejumlah korban tsunami yang menerima dana bantuan rumah (hunian tetap/huntap) di Desa

Bosua dan Beriulou, Kecamatan Sipora Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai mengaku dipungut sejumlah uang oleh fasilitator setelah pencairan dana tahap pertama. Mereka pun mengaku tidak rela atas pungutan itu. Kepada Puailiggoubat yang mendatangi sejumlah warga di Bosua, 23 Agustus lalu, Faomasi Zai, bendahara Kelompok Masyarakat (pokmas) Ngena Sangereh mengatakan, pihak fasilitator meminta pembayaran masingmasing anggota pokmas di Dusun Bosua Rp700 ribu atau sekitar Rp8-9 juta per pokmas, dalam satu pokmas ada sekitar 12-13 orang anggota. Padahal pada pencairan tahap pertama, 19 Mei 2013, dana anggota pokmas sudah dipotong Rp450 ribu per orang untuk biaya operasional. Jika dihitung dari jumlah penerima huntap Desa Bosua (berdasarkan data BPBD Sumbar) terdapat 27 pokmas atau 363 kepala keluarga. Sedang di Desa Beriulou terdapat 22 Pokmas atau 250 kepala keluarga. Itu berarti ada pemotongan sekitar Rp275.850.000. “Namun kami masyarakat tidak mempersoalkan itu dan mengumpulkan uang masing-masing Rp700 ribu untuk diserahkan ke fasilitator,” kata Zai sembari menambahkan tidak mengingat nama fasilitator tersebut karena yang bersangkutan jarang ke lapangan. Informasi pemotongan dana tersebut akhirnya bocor ke publik dan diketahui media dan disiarkan beritanya oleh Radio Sura’ Mentawai, akhirnya uang tersebut dikembalikan lagi oleh fasilitator teknik kepada masyarakat, beber Zai. Setelah beberapa waktu, fasilitator kembali meminta uang Rp700 ribu yang sempat dipungut dulu dengan alasan untuk pengurusan administrasi pencairan dana huntap tahap kedua. “Kami kembali mengumpulkan uang tersebut melalui pengurus pokmas masingmasing,” kata Zai. Informasi adanya pungutan tersebut kembali tersiar keluar. Fasilitator lagi-lagi mengembalikan uang yang mereka pungut. Setelah beberapa minggu fasilitator teknik kembali datang untuk meminta pungutan masingmasing anggota pokmas. Karena permintaan uang sudah bolak-balik sebanyak tiga kali itu masyarakat mulai protes dan curiga kalau pemotongan tersebut hanya akalakalan fasilitator teknik saja. “Saya

5

Dalih Biaya Operasional

Korban Tsunami Sipora Selatan Dipungut Uang Rp700 Ribu FOTO:BAMBANG/PUAILIGGOUBAT

TAK JADI DIBANGUN - -Huntap milik Faomai Zai yang tak jadi dibangun di Desa Bosua Kecamatan Sipora Selatan sendiri tidak mau bayar lagi karena sudah nampak permainan mereka, sehingga saya tidak berani meminta uang ke masing-masing anggota pokmas saya,” katanya. Berdasar informasi yang didapat Puailiggoubat di lapangan terdapat tiga hingga empat pokmas di Dusun Bosua yang telah membayarkan uang Rp700 ribu per KK kepada fasilitator teknik, namun pembayaran tersebut tanpa disertai tanda bukti. “Kami sodorkan kuitansi pembayaran untuk mereka tanda tangani sebagai bukti laporan nanti tapi mereka tidak mau,” kata salah seorang warga penerima pokmas yang tidak ingin dituliskan namanya. Karena masih banyaknya masyarakat yang tidak mau membayar, pada Sabtu, 16 Agustus lalu di kantor Desa Bosua, fasilitator teknik dan Penanggung Jawab Operasional Kegiatan (PJOK) melakukan pertemuan dengan pokmas yang ada di Bosua. Dalam pertemuan tersebut, fasilitator teknik dan PJOK memaksa masyarakat untuk melengkapi semua buktibukti pembelian dari dana pencairan dana tahap pertama, dan bila tidak selesai maka dana tahap kedua tidak akan dicairkan. “Masyarakat jadi takut sehingga ada yang berinisiatif untuk menyele-

saikan itu diserahkan pada fasilitator teknik dan PJOK saja dengan membayar uang Rp700 ribu sesuai dengan yang mereka minta sebelumnya, masyarakat cemas kalau dana tahap kedua tidak cair,” kata Zai. Antinus, warga lainnya mengatakan bahwa pokmasnya sudah membayarkan uang sebanyak Rp9.100.000 kepada fasilitator teknik dan PJOK

dimana masing-masing dikenakan Rp700 ribu dengan jumlah anggota pokmas 13 orang. “Kalau mereka datang saya mau tuntut uang saya lagi untuk mereka kembalikan, kalau yang lain tidak mau tuntut, saya menuntut secara pribadi karena saya sudah tahu kalau itu hanya akal-akalan mereka saja,” kata anggota Pokmas Simatoro ini

PPK Huntap Mentawai, Zulfiatno:

“Fasilitator Tidak Boleh Meminta Uang”

S

ementara Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Huntap Mentawai dari BPBD Sumbar, Zulfiatno telah mendengar adanya dugaan pemo-tongan uang yang dilakukan oleh fasilitor. Ia menegaskan dari pihak BPBD tidak ada instruksi untuk melakukan pemotongan kepada anggotaPokmas, “Tidak dibenarkan fasilitor meminta uang apa pun dari masyarakat, dan ada pun fasilitor yang melakukan itu bukan ins-truksi dari BPBD, dan kalau ada instruksi BPBD itu artinya bunuh diri, karena fasilitator sudah pu-nya gaji, kalau dia melanggar itu urusan dia sendiri, kalau dia kedapatan itu tergantung mau dilaporkan ke polisi, silahkan,” kata Zulfiatno.(trs)

Hal yang sama dikatakan Jobtar Samaloisa dimana uang yang dipungut fasilitator dan PJOK dikembalikan kepada masyarakat. ”Kalau tidak mereka wajibkan kami membayar, pasti kami kasih ucapan terima kasih juga, kami ini manusia, punya hati,” katanya. Pemotongan anggaran pokmas tak hanya terjadi di wilayah Desa Bosua, namun di Desa Beriulou juga terjadi pemotongan. ”Masing-masing kepala keluarga dipotong Rp700 ribu dengan alasan biaya administrasi,” kata warga Dusun Masokut yang tak mau dituliskan namanya. Selain pemotongan, transparansi soal pengadaan bahan material yang didatangkan dari Padang dinilai warga juga ditutupi-tutupi baik dari sisi anggaran maupun volume bahan material. Untuk di Dusun Masokut, masyarakat masing-masing menerima 35 zak semen, besi 12 sebanyak 14 batang, besi 10 sebanyak 16 batang dan besi 8 sebanyak 30 batang. ”Kita tidak tahu apakah memang ini banyak bahannya dan jumlahnya, karena RAB kita tidak tahu,” jelas Zai. Sementara, salah seorang fasilitator lapangan yang ditemui Puailiggoubat mengatakan, potongan yang dilakukan di masing-masing pokmas berdasar informasi yang dia dengar akan digunakan untuk pembelian sepeda motor PJOK dan biaya selama di lapangan. “Apalagi pembayaran gaji tidak jelas dari bendahara setiap bulannya, kadang tepat waktu dan kadang juga molor sama sekali dengan alasan pergantian rekening bank. Ada juga pungutan yang alasannya untuk membeli sepeda motor PJOK,” kata sumber Puailiggoubat yang meminta dirahasiakan identitasnya. Menanggapi informasi pemotongan itu, PJOK Huntap Sipora Selatan Zuliasmi Zesra yang dikonfirmasi Puailiggoubat, Rabu, 20 Agustus lalu tidak mau berkomentar banyak. ”Tanya saja fasilitator, mereka ada di lapangan,” katanya singkat. Sementara Riko, salah seorang fasilitator teknik di Dusun Bosua yang dikonfirmasi Kamis, 28 Agustus lalu mengatakan pemotongan uang dari pokmas yang dilakukan oleh fasilitor tidak benar. “Saya tidak pernah melakukan pemotongan, dan yang melakukan itu fasilitator pemberdayaan,” jelas Riko. (bs/trs/leo/r)


MENTAWAINEWS Sejumlah tapak rumah amblas dan ada yang patah.

Puailiggoubat

FOTO:PATRIS/PUAILIGGOUBAT

rata. “Bisa dilihat di lapangan bagaimana kondisinya, bahkan ada tapak rumah yang patah kemudian dibangun ulang lagi,” katanya. Berdasarkan pantauan langsung Puailiggoubat di lapangan untuk lokasi pembangunan huntap warga Dusun Bosua Utara dan Selatan, beberapa lokasi pembangunan tapak ada yang longsor dan amblas seperti tapak rumah milik Abel. Sedangkan tapak rumah milik Kartana patah karena kontur tanahnya amblas dan dibangun ulang.Pada pembangunan ulang ini lokasinya mulai amblas juga. Lain lagi dengan lokasi rumah milik Marihot, pada bagian belakang tapak rumah berdekatan dengan jurang, untuk menggeser tapak rumah kebagian depan tidak bisa lagi karena sudah dekat dengan rencana pembangunan badan jalan.

aomasi Zai (50) warga Dusun Bosua, Desa Bosua,m Kecamatan Sipora Selatan tengah

duduk di teras rumahnya di perkampungan lama sambil menikmati secangkir kopi saat ditemui Puailiggoubat, Sabtu, 23 Agustus lalu. Ia termasuk salah seorang warga desa itu yang menerima dana bantuan pembangunan hunian tetap (huntap) sebesar Rp68 juta. Siang itu ia tidak melakukan aktifitas apa-apa, sementara warga penerima dana huntap lainnya tengah sibuk membuat tapak rumah, bekerja di lokasi pemukiman yang sudah ditentukan pemerintah. “Lagi bingung ini, makanya tidak melakukan kegiatan apa-apa, menunggu apa yang terjadi saja,” katanya kepada Puailiggoubat. Dikatakan Zai, kebingungan yang dialaminya ketika lokasi pembangunan tapak rumahnya di lokasi pembangunan huntap dipersoalkan fasilitator teknik karena berada diluar lokasi yang telah ditentukan sebelumnya. “Katanya lokasi saya yang baru ini tidak masuk dalam lokasi pembangunan huntap, sementara lokasi itu masih di dalam wilayah yang di land clearing,” jelasnya. Zai memindahkan lokasi tapak rumahnya bukan tanpa alasan, lokasinya yang pertama berada dekat tebing tinggi hasil pengerukan saat land clearing yang sewaktu-waktu dapat longsor. Jarak tebing dengan lokasi rumahnya hanya 5 meter dan ketinggian tebing mencapai 10 meter. “Saya memikirkan keselamatan keluarga saya, jangan mereka kena bencana di lokasi yang mereka katakan

6

Sejumlah Lokasi Huntap di Bosua Dinilai Warga Tidak Layak

Patrisius Sanene Bambang Sagurung

F

NO. 295, 1 - 14 September 2014

Selain itu, pihak fasilitator mengatakan bahwa Zai terancam tidak menerima dana pembangunan huntap tahap berikutnya karena pembangunannya berada di luar lokasi yang ditetapkan. “Makanya saya tidak bekerja, saya mau lihat apakah mereka memang ingin membuat keluarga saya menderita dengan mereka membongkar tapak bangunan yang sudah saya buat beberapa meter,” katanya. Antinus warga dusun lainnya mengatakan lokasi pembangunan huntap banyak yang rawan longsor karena konstruksi tanah saat dilakukan land clearing tidak dipertimbangkan dengan baik, ada kesan asal timbun dan asal

Pembangunan tapak menurut fasilitator teknik juga banyak yang lari dari bestek. Menurut pengakuan masyarakat itu terjadi karena saat pembuatan tapak fasilitator teknik tak pernah mendampingi di lapangan. “Mereka datang langsung bilang ini tidak sesuai, itu tidak pas sementara sudah kami kerjakan. masih beruntung kami kerjakan tanpa dampingan mereka dari pada menunggu tak pasti. Mereka saja datang langsung pergi hari itu juga,” kata Jobtar Samaloisa. Fasilitator Teknik di Dusun Bosua, Riko yang dikonfirmasi mengatakan dirinya sudah mempercayakan kepada masyarakat untuk membuat huntap. “Karena masyarakat di sana sudah dilatih, dan saya tidak mungkin terus-terusan di sana, dan fasilitor lain juga ada di lapangan,” kata Riko yang ketika dihubungi berada di Padang, Kamis, 28 Agustus lalu. (bs/trs)

ngelola kayu huntapnya sendiri- sendiri, mungkin hal ini lebih cepat,” katanya Sementara itu di Dusun Muntei Baru-baru, Desa Betumonga, Kecamatan Pagai Utara, pekerjaan huntapnya sudah mencapai 80 persen, ini disebabkan karena kayu rumah huntap untuk 65 unit sudah disediakan sawmill di Kilometer 6. Parmenas Salelubaja, Ketua Pokmas Bawakek Patuat mengatakan, sekarang ini sebagian besar masyarakat Dusun Bulak Monga dan Dusun Rua Monga sudah mendapatkan ka-

yu, satu unit rumah huntap dibutuhkan kayu sebanyak 5,5 meter kubik dengan harga Rp 1.400.000 per meter kubik. Kalau kayu sudah ada uang tersebut langsung disetor ke IPK, sementara untuk dana angkut dan transportasi sampai ke lokasi, setiap penerima huntap dikenai Rp300 ribu. “Kayu untuk 65 kepala keluarga pada umumnya telah terpenuhi, bahkan sekarang masyarakat menunggu pencairan dana tahap tiga, sebagian rumah masyarakat sudah selesai 80 persen, dinding dan atapnya sudah selesai,” katanya. (spr/r)

HUNTAP BOSUA - Kondisi pembangunan huntap di Desa Bosua, Kecamatan Sipora Selatan aman dari bencana,” katanya. Lanjut Zai, perpindahan tapak rumahnya berdasarkan pesetujuan Kepala Desa Bosua, Jusar Samaloisa dan Kepala Dusun Bosua Utara, Sanjur Samaloisa yang dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani 15 April lalu setelah dilakukan pengecekan ke lapangan kondisi lokasi tapak yang lama dan lokasi yang baru. “Soal penyelesaian ganti rugi tanaman sudah selesai dengan pemiliknya, dan itu sudah ada dalam berita acara juga,” katanya. Setelah ada persetujuan dan penyelesaian, pembersihan dan pemindahan bahan material dilakukan Zai dengan meminta bantuan pada saudara-sauda-

ranya yang ada di Padang serta bantuan pada masyarakat yang dekat dengannya, termasuk pembangunan tapak. Namun sayang, baru beberapa hari kerja dan pembangunan tapak belum rampung, fasilitator mengatakan bahwa pembangunan tidak dapat dilanjutkan karena lokasinya tidak berada ditempat yang telah ditetapkan, selain itu lokasi pembangunanya berdekatan dengan lokasi rencana pembangunan asrama pelajar SMPN Bosua. “Padahal pada waktu pengukuran lokasi sekolah, asrama, rumah dinas, saya ada dan tahu dimana lokasinya. Tahu-tahunya sekarang mereka bilang lokasi rumah saya yang lokasi sekarang, saya heran dibuatnya,” lanjut-

nya.

Huntap Dusun Baru-Baru

Papan Ada, Tonggak Rumah Tak Ada SIKAKAP–Pembangunan hunian tetap di Dusun Baru-baru, Desa Betu Monga, Kecamatan Pagai Utara belum bisa dirampungkan karena tidak adanya kayu. IPK milik Primer Koperasi Angkatan Darat Korem 032 Wirabraja belum bisa memenuhi semua kebutuhan kayu warga. Sawmill Primkopad di KM 11 baru bisa menyediakan papan untuk dinding rumah sementara tonggak untuk 23 unit huntap belum ada. Menurut Kepala Dusun Barubaru, Serim Saleleubaja, terhentinya pekerjaan huntap tahap kedua ini

akibat keterlambatan kayu dari IPK, sampai Agustus belum ada kepastian kapan akan dilanjutkan pembangunan huntap tersebut, padahal dana tahap kedua sebesar 30 persen sudah cair. “Saya sudah sarankan kepada masyarakat agar uangnya disimpan pengurus Kelompok Masyarakat (pokmas) agar dana tersebut tidak disalahgunakan nanti oleh anggota pokmas ,” katanya, Rabu, 20 Agustus lalu. Selain itu di lokasi sawmill KM 11 tidak ada kegiatan operasional

sama sekali disebabkan lokasi tersebut sekarang sudah di palang oleh orang yang mengaku pemilik lahan. Mengantisipasi pekerjaan huntap bisa dilanjutkan kembali, dia dan warga Dusun Baru-baru penerima dana sebanyak 23 kepala keluarga yang tergabung dalam 2 pokmas akan mengundang Penanggung Jawab Operasional Kegiatan (PJOK) Huntap Kecamatan Sikakap supaya masalah ini dapat diatasi secepatnya. “Kalau IPK tidak sanggup memenuhi pengadaan kayu dalam waktu dekat, terpaksa anggota pokmas me-


7 Puailiggoubat

MENTAWAINEWS

NO. 295, 1 - 14 September 2014

Warga Mara Butuh Mesin Penggiling Padi MARA - Warga Desa Mara Kecamatan Sipora Selatan membutuhkan mesin penggiling padi sebab sejak bersawah pada 2012 lalu, hasil panen mereka ditumbuk dengan lesung. Menurut mantan Kepala Desa Mara, Titer JN Sababalat, jumlah petani sawah di Mara mencapai 85 persen dari total jumlah penduduk keseluruhan. Tahun 2012 mereka membuka sawah seluas 8 hektar kemudian dilanjutkan dengan membuka areal 12 hektar. Juni 2014, mereka menambah areal persawahan menjadi 20 hektar, target luas sawah yang mau dicapai seluas 30 hektar. “Hasil panen tiap keluarga mencapai 200 kilogram, hasil sebanyak itu membuat mereka kewalahan menumbuk padi yang masih manual,” katanya, 28 Agustus. Titer menyebutkan, sebagian warga terpaksa menumpang di Desa Pogari Kecamatan Sipora Utara hanya untuk menggiling padi karena desa ini telah memilikihuller (baca-heler) yang menempuh perjalanan sejauh 25 kilometer. Lanjut Titer, pada tahun 2013 pemerintah desa setempat telah mengusulkan pengadaan mesin penggiling dan telah direspon oleh Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai. Namun mesin tersebut tidak bisa beroperasi karena tali volinya tidak berputar. “Kami telah sampaikan ke dinas persoalan mesin tersebut pada 6 Agustus lalu, dinas telah berjanji akan menindaklanjuti hal itu,” ujarnya. (leo/g)

Magosi Bangun 25 Unit Rumah Sosial MAGOSI-Sebanyak 25 unit rumah dari Dinas Sosial dibangun di Dusun Magosi Desa Muntei Kecamatan Siberut Selatan tahun ini. Pembangunan rumah tersebut melibatkan rekanan dan pengerjaannya dilakukan warga setempat. Kepala Dusun Magosi, Boas Sabojiat mengatakan, rumah yang dibangun berbentuk panggung terbuat dari kayu dengan ukuran 5x6 meter. “Namun tidak seluruh warga yang mendapatkan rumah karena jumlahnya terbatas,” katanya kepada Puailiggoubat, Rabu, 20 Agustus. Menurutnya, pekerjaan mengalami keterlambatan karena kayu pembuat rumah belum lengkap yang disebabkan kelangkaan bensin sehingga sinso (chainshaw) tak dapat digunakan. Sementara terkait gaji tukang, Aleksius (38), salah seorang pekerja membenarkan, meski pekerjaan pembuatan candi bangunan telah dimulai namun belum ditetapkan upah borongan rumah. Dari pantauan Puailiggoubat, belum terlihat satu bangunan pun yang berdiri, baru beberapa candi bangunan dan rangka yang terpasang. Pembangunan rumah tersebut juga sejalan dengan pembangunan 25 unit lainnya di Dusun Bekkeiluk.(gsn)

Minyak Tanah Langka, Warga Gunakan Kayu Bakar FOTO:SUPRI/PUAILIGGOUBAT

Untuk menyalakan kayu bakar mereka menggunakan ban bekas atau plastik untuk memantik api.

Supri Lindra

elangkaan Bahan Bakar Minyak (BBM) khususnya minyak tanah di Desa Sikakap, Kecamatan Sikakap Kabupaten Kepulauan Mentawai memaksa sebagian ibu rumah tangga beralih ke kayu bakar untuk memasak. Untuk menyalakan kayu api mereka menggunakan ban bekas atau plastik untuk memantik api. Hal inilah yang biasa dilakukan Nelly (48), salah seorang ibu rumah tangga di Dusun Sikakap Barat. “Saat jumlah minyak tanah masih banyak saya memasak di kompor namun saat ini minyak tanah susah didapat, kalau pun ada harganya sangat mahal,” katanya, Senin, 18 Agustus. Saat ini, kata Nelly, harga minyak tanah bermacam-macam, di tingkat kios pengecer harga berkisar Rp6 ribu hingga Rp8 ribu per liter, sementara jika dibeli ke pangkalan (APMS) harganya Rp5 ribu per liter. Tiap pembelian warga dijatah 5 liter per kepala keluarga. Meski mendapat jatah 5 liter, ia

K

GUNAKAN PLASTIK - Nelly ibu rumah tangga terpaksa harus menggunakan kantong plastik bekas untuk menyalakan api menyebutkan, BBM tersebut tidak bisa ia gunakan untuk memasak karena minyak tersebut digunakan suaminya untuk melaut. Minyak tanah sebanyak itu hanya bertahan satu malam, “Untuk mencari ikan besoknya kami terpaksa meminjam kepada tetangga atau beli dengan harga mahal agar dapur bisa mengepul,” ujarnya.

Ia menuturkan, sudah beberapa minggu suaminya tidak melaut karena minyak tanah dan premium sangat langka, kalaupun ada harganya sangat mahal. “Tidak sebanding dengan harga penjualan ikan, jika harga dinaikkan ikan tidak laku,” katanya. Ia berharap persoalan kelangkaan BBM segera teratasi sehingga warga

tidak menderita seperti sekarang ini. Dampak kelangkaan BBM juga diderita warga dari Kecamatan Pagai Utara, Justinus (41), salah seorang warga Dusun Pinairuk, Desa Saumanganya mengaku, terpaksa menginap di Sikakap selam 2 hari menunggu BBM dari Padang masuk ke pangkalan. (g)

Proyek Irigasi di Sibaibai Dikhawatirkan Masyarakat Tak Bertahan Lama SIKAKAP –Sudah dua kali pembangunan saluran irigasi di Dusun Sibaibai, Desa Sikakap, Kecamatan Sikakap namun hasilnya selalu gagal. Tahun ini Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Kepulauan Mentawai mengucurkan dana dari APBD senilai Rp 1,19 miliar lebih untuk membangun saluran irigasi melalui CV. Ibit Sejati. Kontraktor tersebut membangun irigasi sepanjang 434 meter dengan ketinggian 2 meter, namun pembangunan irigasi tersebut dikhawatirkan tidak bertahan lama, hal itu dikatakan Aris Zai, warga Dusun Sibaibai pada Puailiggoubat, Rabu 20 Agustus lalu.

“Sebenarnya irigasi ini sangat bermanfaat sekali bagi warga Dusun Sibaibai, dan Dusun Hvea karena pada umumnya mereka hidup dengan bertani sawah, bahkan irigasi di Dusun Sibaibai ini sudah 3 kali dibuat dengan sekarang, tapi selalu tidak tahan lama,” ujarnya. Irigasi sekarang ini adalah irigasi ketiga yang dibuat oleh Dinas PU, ia kawatir kalau model lama juga dibuatkan irigasi tanpa memakai besi bisa jebol dindingnya, apalagi saat musim hujan air menjadi deras. “Kalau bobot air kecil bisalah tahan dinding tersebut, tapi seandainya terjadi hujan lebat dan

banjir di sungai, apakah dinding irigasi bisa menahan volume air yang besar, kalau terjadi kerusakan yang rugi itu masyarakat,” katanya. Sementara Kontraktor CV. Ibit Sejati, Budi Zalukhu, mengatakan dalam pembuatan irigasi memang tidak ada menggunakan besi baik itu lantai maupun dinding, itu sesuai dengan gambar yang diberikan oleh PU, “Walaupun tidak ada anggaran untuk membeli besi, untuk lantai tempat penampung air tetap diberikan besi, kalau dinding tidak,” ujarnya. Kalau bahan seperti pasir bercampur dengan kerikil dibeli pada masyarakat Dusun Sibaibai dengan

harga Rp 175 ribu per kubik. “Kalau masalah ketahanan tentu sebelum pekerjaan dilaksanakan pihak Dinas PU telah mengitung-hitung, kalau kita bekerja sesuai dengan gambar dan peraturan yang dibuat oleh Dinas PU,” katanya. Kendala awal pekerjaan menurut Budi hanyalah saat pemilik lahan meminta ganti rugi sebesar Rp15 juta, sebenarnya di dalam anggaran tidak ada ganti rugi, tapi demi kelancaran pekerjaan, permintaan si pemilik lahan terpaksa dipenuhi. “Masalah ganti rugi itu adalah tanggung jawab pemerintah, kontraktor hanya tinggal mengerjakan pekerjaan saja lagi,” katanya. (spr/r)


MENTAWAINEWS Pembangunan Penanggulangan Abrasi Maileppet Terkendala Pasang MAILEPPET - Pembangunan penanggulanganabrasi pantai Desa Maileppet, Kecamatan Siberut Selatan yang dibangun CV. Anggi Pratama terhambat akibat kondisi air laut, saat surut baru bisa dibangun, sedangkan pasang naik mereka terpaksa berhenti bekerja. Proyek pembangunan abrasi ini bernilaiRp2.021.330.000 dengan panjang 250 meter, ketebalan 60 cm dan tinggi 1,60 meter. ”Pekerjaan ini sudah berjalan sejak Mei lalu dan akan berakhir November 2014, kita menargetkan selama 4 bulan selesai. Material bangunan didatangkan dari Padang,” kata kepala tukang, Ujang, Rabu 20 Agustus lalu. Menurut Ujang, hambatan saat ini adalah pasang naik karena pembuatan tapak harus menunggu pasang surut. “Ini membuat banyak waktu kita yang sia-sia, karena kondisinya yang seperti ini kami sampai kerjanya lembur sampai malam,” katanya. Sementara Ferdinando, SAP, Kepala UPTD PU wilayah Muara Siberut berharap pekerjaan ini selesai sesuai tanggal dan waktu yang ditentukan, bila perlu secepatnya selesai. “Kalau tidak selesai pekerjaan ini secepatnya, pantai Maileppet ini akan habis terkikis oleh ombak, karena tidak ada lagi kayu-kayu yang menahan,” katanya. (ss/r)

Puskemas Saibi Jadwalkan Pelayanan Kesehatan di Tinambu PADANG-Puskesmas Saibi Samukop Kecamatan Siberut Tengah Kabupaten Kepulauan Mentawai tahun ini menjadwalkan pelayanan kesehatan ke Dusun Tinambu, Desa Saliguma untuk warga Dusun tersebut. Kepala Puskemas Saibi Samukop, Mariani Fransiska Samangilailai mengatakan, jadwal pelayanan kesehatan ke Tinambu sebulan sekali dan sudah dijalankan. “Kita mulai turun sejak bulan enam lalu dan sudah memasuki tiga kali, pelayanan yang diberikan seperti pengobatan pada warga di sana,” katanya, Kamis, 28 Agustus lalu. Tinambu merupakan Dusun pedalaman yang sangat jauh dibanding 11 dusun yang ada di Desa Saliguma di wilayah Kecamatan Siberut Tengah. Berdasarkan laporan staf puskesmas yang melakukan kegiatan, jalan menuju Tinambu belum ada. “Kalau ke Tinambu itu hanya jalan darat, melalui jalan setapak masuk hutan yang berbukit, bayangkan saja jika pelayanan keliling tiga hari baru balik dari sana, meski jauh kita tetap akan terus ke Tinambu karena sudah jadi tanggung jawab. Polindes belum dapat dipakai karena baru siap dibangun, penyakit yang dialami warga banyak penyakit Ispa dan rematik,”ujarnya. (rr/r)

Puailiggoubat

NO. 295, 1 - 14 September 2014

8

Kapal Baru untuk Simatalu Kembali Dianggarkan FOTO:LEO/PUAILIGGOUBAT

KM Simatalu yang direncanakan untuk melayani rute SimataluSikabaluan dianggap tidak memenuhi syarat.

hanya P2D Mandiri yang dilaksanakan langsung oleh masyarakat. “Untuk itu harus ada layanan kapal reguler disana untuk mempermudah akses masyarakat dan membawa hasil bumi masyarakat,” katanya. Terkait dengan KM. Simatalu yang dianggarkan tahun

Bambang Sagurung

B

upati Mentawai Yudas Sabaggalet akan kembali memprogramkan pembelian satu

unit kapal untuk melayani wilayah pantai barat seperti Desa Simalegi dan Simatalu Kecamatan Siberut Barat. Hal itu dikatakan Yudas saat melakukan pertemuan dengan tim investigasi transaksi perdagangan barter di Desa Simatalu, di rumah dinas bupati KM 9 Tuapeijat, Sabtu, 16 Agustus lalu.

Pedagang di Masabuk menjual Aggau “Dari kecamatan yang ada di wilayah Mentawai, Kecamatan Siberut Barat yang belum terlayani kapal

Pasar Masabuk Dibanjiri Aggau SIKAKAP-Pagi sekitar pukul 06.00 WIB barisan perahu tradisional para petani dari berbagai tempat berjejeran di wilayah Masabuk, Desa Sikakap, Kecamatan Sikakap Kabupaten Kepulauan Mentawai. Lokasi itu merupakan daerah transaksi jual beli petani pribumi yang menjual hasil kebunnya, baik itu sayur-sayuran, buah-buahan maupun lauk pauk. Sepanjang Agustus ini, ternyata para petani sedang memanen kepiting yang biasa disebut aggau. Satu keranjang penuh ibu-ibu mengangkat kepiting dalam sampan dan mereka bawa ke lokasi jual beli. “Awas!, jangan diambil pakai tangan, pakai penjepit, nanti digigitnya,” kata seorang ibu pada seorang pembeli. Aggau atau kepiting Mentawai memiliki punggung yang biru tua atau hitam, lalu jari dan capitnya berwarnaa kemerahan. Untuk mengeluarkan kepiting dari keranjang pedagang biasanya memakai penjepit, dalam bahasa Mentawai lalaplap, terbuat dari bambu yang telah dilipat sepanjang setengah meter. Maria Sakoikoi (43) warga Berkat Baru, Desa Sikakap, salah satu dari puluhan ibu-ibu yang ikut menjual kepiting mengatakan kepiting tersebut dicari di Pulau Siruso. Butuh sekitar 3-4 jam menuju pulau itu menggunakan

sampan. Tak hanya Maria yang berasal dari Berkat Baru, warga dari Dusun Bulak Monga, Taikako, Kautek juga ikut berburu aggau di sana. Mereka biasanya mencari dengan senter dan obor. Waktu yang dibutuhkan dalam berburu tersebut sekitar 1 sampai 2 hari. “Biasanya kita bisa mengumpulkan kepiting sampai 3 keranjang bahkan kalau banyak bisa mencapai 5 keranjang. Masabuk inilah tempat penjualan kepiting itu, satu keranjang mencapai 100150 ekor, kadang ada yang mati sekitar 5-15 ekor. Untuk penjualan satu ekor itu harganya Rp1.000,” katanya pada Puailiggoubat, Rabu, 14 Agustus lalu. Agar bisa bertahan hidup selama di keranjang, kepiting itu disirami air laut, kemudian diberikan daun-daun sebagai makanannya. “Kepiting akan banyak keluar saat bulan purnama, karena mereka ke darat untuk bertelur,” ujarnya. Setiap tahun, musim kepiting biasanya dimulai Mei, Juni, Juli hingga Agustus. Jumlahnya akan banyak tiap purnama muncul. Sementara di bulan-bulan lain, biasanya jumlah kepiting tidak banyak. “Pada bulan Agustus ini kepiting ini sangat laris terjual lantaran nelayan tidak melaut akibat badai,” tutupnya. (leo/r)

milik pemerintah Mentawai. Untuk 2015 kita akan programkan satu kapal lagi yang sesuai dan cocok untuk medan di sana,” katanya. Lebih lanjut dikatakan Yudas, pembangunan jalan di wilayah Kecamatan Siberut Barat sulit dilakukan pemerintah melalui program Dinas Pekerjaan Umum karena kecamatan tersebut masuk kawasan Taman Nasional Siberut. Program pembangunan jalan yang dapat dilaksanakan

2012 lalu dalam APBD Mentawai yang meng-habis-kan Rp1,5 miliar berdasarkan LPj bupati, dikatakan Yudas memang tidak layak pakai dan tidak cocok untuk wilayah Kecamatan Siberut Barat. “Kapal KM.Simatalu tidak cocok dan tidak layak untuk wilayah Simatalu dan Simalegi. Untuk itu kita akan anggarkan pembelian satu kapal lagi untuk masyarakat disana,” katanya. (bs/r)

Batang Pinang HUT RI ke-69 Terpaksa Direbahkan SIKAKAP–Dalam rangka memeriahkan Hut RI ke-69 pada 17 Agustus lalu, panitia perayaan HUT RI ke-69 Kecamatan Sikakap mengadakan panjat pinang, dalam panjat pinang panitia menyediakan 2 batang pinang yang telah dioles oli bercampur sabun, acara diadakan di lapangan mesjid Raya Alfurqan Sikakap. Batang pinang untuk anak- anak tingginya 6 meter, peserta yang ikut 8 kelompok dimana setiap kelompok berjumlah 5 orang. Masing-masing kelompok diberikan waktu memanjat selama 30 menit, setelah menunggu selama 2 jam maka kelompok dari Dusun Sikakap Timur Desa Sikakap berhasil mencapai puncak. Total hadiah disediakan panitia sebesar Rp700 ribu. Sementara itu batang pinang untuk tingkat dewasa tingginya 9 meter, diikuti satu kelompok dengan jumlah pesarta 9 orang, namun mereka tidak berhasil sampai ke puncak mengambil hadiah yang totalnya mencapai Rp 1 juta. Karena tidak ada peserta yang berhasil sampai ke puncak maka diambil keputusan untuk merebahkan kembali batang pinang agar hadiah diberikan kepada kelompok yang telah bersusah payah memanjat. Mitsu, peserta panjat pinang dewasa mengatakan, sudah bermacam cara dilakukan untuk mencapai puncak batang pinang tapi tidak juga berhasil, hal ini mungkin karena terlalu tinggi. “Awalnya peserta kelompok kami hanya berjumlah 7 orang, karena tidak berhasil juga sehingga ditambah 2 orang lagi menjadi 9 orang tapi tidak juga berhasil,” katanya. (spr/r)


9 Puailiggoubat

MENTAWAINEWS

NO. 295, 1 - 14 September 2014

Konsumen PDAM Desa Sikakap Sesalkan Bobot Air Kecil SIKAKAP– Sudah satu bulan bobot air Perusahaan Daerah Air Minum ( PDAM ) di Desa Sikakap, Kecamatan Sikakap sangat kecil sekali, hal ini sangat dikeluhkan konsumen pemakai jasa PDAM, Selasa 19 Agustus. Misnawati, pedagang restoran yang merupakan salah konsumen PDAM Desa Sikakap mengatakan, sudah ampir satu bulan ini air tidak mengalir ke rumahnya, bahkan terpaksa harus menutup kedai selama 2 hari disebabkan tidak ada air. “Saya kan pedagang restoran, yang dibutuhkan sekali itu adalah air terutama untuk mencuci piring dan mencuci peralatan lainnya,” katanya, Selasa, 19 Agustus lalu. Lanjutnya, sudah tiga tahun menjadi pelanggan PDAM. Pertama dipasang air lancar sampai ke rumah tapi sudah satu minggu ini untuk mendapatkan air satu ember harus bergadang setiap malam itupun sudah mengunakan mesin dap air. “Kalau air PDAM lancar Rp 60 ribu pun dibayar sebulan saya sanggup, asalkan airnya lancar,” katanya. Bakri, pelanggan PDAM Desa Sikakap menambahkan, sekarang itu kalau ada pipa air yang rusak, petugas PDAM meminta sumbangan ke konsumen PDAM untuk memperbaiki kerusakan tersebut. “Bagi saya hal ini tak jadi masalah asalkan air mengalir ke rumah, tapi sampai sekarang air PDAM yang ditunggutunggu tersebut belum juga mengalir ke rumah saya, hal ini sangat saya sesalkan sekali, untuk mandi dan mencuci pakaian tentu tidak bisa, kalaupun dipaksakan berapa galon yang harus digunakan setiap hari,” keluhnya. Sementara petugas PDAM Desa Sikakap Afrizal mengatakan, sebenarnya bobot air untuk 100 orang konsumen itu cukup, tapi sekarang itu kebanyakan konsumen tidak sadar bahwa air yang digunakannya itu adalah air PDAM. “Kami memang sudah tiga tahun tidak melakukan pungutan sehingga para konsumen sesuka hatinya mempergunakan air tersebut, bahkan enggan mematikan bila bak mandinya sudah penuh, sehingga konsumen lain tidak dapat air lagi,”. Kalau di daerah lain misalnya di Padang, konsumen PDAM kalau baknya sudah penuh mereka langsung mematikan airnya sehingga air tersebut dapat mengalir ke konsumen lain. “Masalah pungutan rekening sudah saya bicarakan kepada pengelola PDAM di Tuapeijat tapi sampai sekarang belum ada tanggapan,” katanya. Begitu juga pengukur rekening air sudah dipasang ke setiap konsumen tapi sekarang sudah banyak yang dirusak karena mereka menggunakan dap sebagai penarik air supaya air dapat mengalir ke rumahnya,” ujarnya. Pungutan sekarang dilakukan hanya bila ada pipa air yang rusak barulah diminta uang kepada konsumen untuk memperbaiki pipa yang rusak tersebut. ”Harapan kita kepada konsumen agar bisa membagikan air kepada konsumen lain dengan cara mematikan kran supaya air mengalir ke konsumen lain, sekali lagi sebenarnya air PDAM selalu hidup,” jelasnya. (spr/r)

Anggaran PNPM Siberut Utara Dipotong Rp80 Juta Pemotongan ini sesuai dengan surat edaran Kemendagri untuk gubernur dan bupati se-Indonesia

FOTO:PATRIS/PUAILIGGOUBAT

RUSAK Bambang Sagurung

rogram Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan - (PNPM-MP) Kecamatan Siberut Utara akan mengalami perubahan Rancangan Anggaran Belanja (RAB) di setiap kegiatan. Hal itu dilakukan karena adanya pemotongan anggaran sebesar 11,8 persen atau sekitar Rp80 juta dari Rp800 juta anggaran PNPM-MP Kecamatan Siberut Utara tahun 2014. Ketua UPK (Unit Pengelola Kegiatan) PNPM-MP Kecamatan Siberut Utara, Kandidus Sikaraja, mengatakan pemotongan anggaran ini berdasarkan surat edaran Kemendagri RI kepada Gubernur dan Bupati terkait dengan Dana Urusan Bersama (DUB). “Dengan adanya pemotongan anggaran maka di masing-masing

Kondisi badan jalan yang ada di daerah hunian tetap di dusun Bosua Kecamatan Sipora Selatan

P

kegiatan yang telah diprogramkan akan mengalami perubahan. Kita akan melakukan musyawarah antar desa khusus terkait perubahan ini,”jelasnya pada Puailiggoubat, Sabtu, 16 Agustus lalu. Lanjut Kandidus, ada kemungkinan yang lebih banyak dikurangi adalah anggaran program penerangan di Desa Malancan dengan anggaran maksimal untuk fisik Rp332.500.000.

Sementara dua desa lainnya yang ikut terdanai tahun 2014 yaitu pemba-ngunan jalur evakuasi Dusun Puran, Desa Sikabaluan Rp286.900.000 dan pembangunan jembatan beton Desa Monganpoula Rp120 juta. “Ada kemungkinan yang banyak dikurangi anggarannya yaitu di Desa Malancan, misalnya pengurangan anggaran pembangunan gudang,

merek mesin diesel. Kalau untuk desa lain akan berkurang namun tidak terlalu signifikan,” katanya. Diharapkan Kandidus, dengan adanya pengurangan ini nantinya tidak mengurangi kualitas kerja dan hasil di lapangan. ”Kita akan melakukan kordinasi dengan kecamatan terkait dengan RAB dan SPC (Surat Penetapan Camat),” katanya. (bs/r)

Dua Perwakilan YCMM Dilantik Jadi Anggota DPRD Mentawai TUAPEIJAT-Untuk anggota DPRD Mentawai periode 20142019 yang dilantik pada Senin, 1 September ikut menjadi hal terpenting bagi keluarga besar YCMM (Yayasan Citra Mandiri Mentawai) karena dua orang dari keluarga besar YCMM dipercaya masyarakat untuk membawa aspirasi ke DPRD Mentawai. Mereka adalah Kortanius Sabeleake’ yang merupakan Dewan Pengurus YCMM dan Yosep Sarogdok yang merupakan koordinator Divisi Organisasi Penguatan Masyarakat Adat dan Ekonomi. Kortanius Sabeleake’ dalam acara evaluasi dan pertengahan tahun program YCMM di Uma Mapaddegat Desa Tuapeijat Kecamatan Sipora Utara mengatakan bahwa untuk mempengaruhi kebijakan agar berpihak pada masyarakat tidak hanya cukup untuk dua orang saja, namun membutuhkan banyak suara

dalam berjuang. “Untuk itu kita membutuhkan suara-suara desakan dari masyarakat untuk menyuarakan hal tersebut di DPRD Mentawai,” kata Kortanius, Senin, 25 Agustus lalu. Komunikasi politik yang baik dengan anggota DPRD Mentawai dari partai dan fraksi lain menurut Korta harus terjalin dengan baik sehingga timbul satu suara dan kesepahaman dalam memperjuangkan aspirasi masyarakat ke arah yang lebih baik. “Dengan kebersamaan, kesepahaman dan kekuatan bersama kebijakan yang lebih menguntungkan masyarakat akan terwujud sehingga programprogram yang dibuat oleh eksekutif lebih memihak dan bermanfaat bagi masyarakat. Untuk mengawasi ini butuh kerjasama masayarakat dengan DPRD Mentawai,” harapnya. (bs/r)

Staf Yayasan Citra Mandiri Mentawai sedang rapat di Uma Mapaddegat, Sipora Utara


Sosok

Puailiggoubat NO. 295, 1 - 14 September 2014

10

Koor dinat or Jaringan P endidik an K omunitas A dat (JaPKA), R ober onang oordinat dinator Pendidik endidikan Komunitas Adat Rober obertt Arit Aritonang

Pemerintah Jangan Abaikan Pendidikan Komunitas Adat

P

endampingan yang dilakukan lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Jaringan Pendidikan Komunitas Adat (JaPKA) yang terdiri dari Yayasan Citra Mandiri Mentawai (YCMM) di Mentawai, KKI-Warsi pada Suku Anak Dalam, Jambi dan Yayasan Merah Putih (YMP) yang mendampingi komunitas adat Tau Taa Wana, Palu untuk memperjuangkan pendidikan komunitas adat yang tinggal jauh dalam hutan yang tak terlayani pemerintah telah berjalan lebih dari 10 tahun. Namun perjuangan tersebut kerap mengalami rintangan, pendidikan layak yang menjadi harapan bersama yang mestinya diberikan negara dalam hal ini pemerintah hanya direspon sebatas pernyataan, setelah itu tidak ada tindakan nyata. Untuk menagih pendidikan itu, ketiga LSM yang tergabung dalam JaPKA mendesak pemerintah agar memperhatikan pendidikan komunitas adat sesuai dengan kultur yang dianut masyarakat. Apa yang melatarbelakangi kemunculan JaPKA? Ini diawali dari satu kesamaan advokasi, KKI-Warsi, Yayasan Citra Mandiri Mentawai (YCMM) dan Yayasan Merah Putih (YMP), jika dilihat kerja-kerja ketiga lembaga ini di komunitas atau basis hampir sama yakni melakukan pendampingan terhadap komunitas adat yang tinggal di dalam hutan , Warsi mendampingi Orang Rimba , YCMM mendampingi orang Mentawai dan YMP mendampingi komunitas suku Tau Taa Wana di Palu. Jadi karena kesamaan apa yang dicita-citakan dan apa yang diperjuangkan terutama nasib pendidikan dari komunitas yang didampingi anggota JaPKA yakni mewujudkan kemerdekaan pendidikan. Sebenarnya itu maknanya menagih janji pemerintah seperti yang diamanatkan dalam UUD 1945 yakni mencerdaskan kehidupan bangsa kehidupan warga negaranya. Kalau kita lihat selama ini, walau pemerintah telah mengalokasikan biaya pendidikan sebesar 20 persen

pada APBN atau APBD dan pengadaan berbagai macam fasilitas dan rilis berbagai capaian target progam, misalnya seperti yang disebutkan Wamendikbud, Musliar Kasim dalam seminar tentang rasio anak SD dengan guru di Indonseia yakni 1 guru berbanding 20 orang dan capaian di Indonesia ternyata malah lebih besar dari negara lain di ASEAN tetapi kita bisa melihat rasio yang diberikan ke komunitas adat seperti orang rimba tak ada guru yang mereka tempatkan disana. Berarti begitu besarnya perbedaan jarak antara masyarakat umum dengan komunitas adat. Kita sangat prihatin akan hal itu, disitulah JaPKA lahir yang bertujuan agar ke depan apa yang dilalaikan negara secepatnya diperbaiki negara. Titik advokasi kita untuk mempengaruhi atau mendorong negara dalam hal ini pemerintah baik pusat maupun daerah agar bertanggungjawab melakukan tugasnya terhadap warga negaranya dengan memenuhi hak-hak layanan pendidikan kepada orang Rimba, Mentawai dan Suku Tau Taa Wana. Tentunya yang kita harapkan bukan asal layanan sebagaimana selama ini pemerintah sering klaim, oh kami telah sediakan fasilitas di desa-desa berupa beberapa bangunan SD hampir merata. Guru-guru juga sudah merata di sana tetapi masalahnya komunitas adat ini tak bisa disamakan dengan desa-desa yang umum karena komunitas adat ini memiliki karakteristik tersendiri. Budaya dan kulturnya yang membentuk mereka menjadi komunitas adat, mereka punya sistim kehidupan tersendiri seperti orang rimba, mereka hidup di dalam hutan yang dekat dengan wilayah desa meski namun bukan berati mereka bisa menjadi bagian dari desa, dan itulah masalahnya tentunya. Pemerintah harus memberikan penyesuaian-penyesuaian, harus ada cara yang harus dikembangkan pemerintah agar sesuai dengan budaya setempat dan itu membutuhkan dialog antara pemerintah dengan komunitas adat. Dan ini menjadi tugas LSM seperti JaPKA memfasilitasi dialog ini.

BIODATA Nama

Robert Aritonang

Kelahiran

Sibolga/11 November 1969

Pendidikan S1 Antropologi Universitas Sumatera Terakhir

Utara

Koordinator Jaringan Pendidikan Komunitas Adat (JaPKA) Pekerjaan Manajer Program KKIWarsi Alamat

Jambi

Apakah JaPKA telah memiliki konsep pendidikan yang mesti diberikan kepada komunitas adat? Sebenarnya konsep tidak sulit amat, konsep JaPKA itu sederhana sebenarnya tidak dibutuhkan satu konsep yang rumit atau besar, konsep sebenarnya membuat satu model pendidikan yang sesuai dengan nilainilai cara hidup komunitas yang akan mendapatkan pendidikan, itu saja. Misalnya, kalau orang Mentawai tinggal di uma yang relatif berjauhan dengan uma lain berarti pendidikan harus menyesuaikan dengan sistem itu, jangan dikumpulkan di satu tempat kemudian baru dibangun di sana, itukan pola-pola umum . Kita jangan seperti itu karena itu menyangkut sistem sosial, kepemimpinan, organisasi sosial antar kelompok di komunitas itu. Jadi hal itu yang harus yang harus mendapatkan penyesuaian dari pemerintah. Begitu juga orang rimba, mereka misalnya bermobilitas atau berpindah tempat, dari satu tempat ke tempat satunya. Bagaimanapun pemerintah harus berdialog dan menemukan bagaimana cara agar kegiatan pelaksanaan pendidikan di tengah-tengah mereka diterima dan tanpa harus memaksa mereka berdiam di satu tempat. Jadi konsepnya tidaklah kompleks, hanya pelaksanaan

dituntut suatu keberpihakan. Kenapa? Rasionalnya guru-guru tidak mau melayani yang seperti itu.Tetapi negara tidak boleh kalah dengan masalah-masalah seperti itu, tentu selalu ada jalan keluar seperti masalah seperti itu. Misalnya ada saja orang yang mau mendedikasikan dirinya melayani hal seperti itu pemerintah harusnya bekerja sama dengan pihakpihak itu. Misalnya seperti JaPKA ini, sudah terbukti 10 tahun lebih konsisten dengan komunitas dampingannya. Itulah yang mesti dilakukan pemerintah, tetapi disayangkan sampai saat ini kerja sama terkesan hanya pada tindakan yang praktis. Misalnya kalau pejabat dari pusat (Jakarta) akan berkunjung maka pemerintah daerah baru melakukan

kegiatan pragmatis tetapi setelah itu hilang. Padahal pendidikan adalah kegiatan yang mesti dilakukan secara berkelanjutan di komunitas ini. Pemerintah menawarkan konsep Pendidikan Khusus-Pendidikan Layanan Khusus (PK-PLK), apakah hal itu bisa diadopsi? Pemerintah belum punya pengalaman yang konkrit melaksanakan pendidikan layanan khusus di komunitas adat. Yang biasa mereka lakukan selama ini berupa pendidikan layanan khusus di SLB (Sekolah Luar Biasa) buat anak-anak penyandang disabilitas atau anak-anak yang terkena bencana. Tetapi khusus pada komunitas adat saya pikir mereka belum punya pengalaman, jadi sangat perlu menurut saya pemerintah mengubah diri dan


Sosok bersedia berdiskusi dan mendapatkan masukan dari kita atau LSM yang sudah punya pengalaman seperti JaPKA untuk mendampingi komunitas dan dari situ pemerintah dapat menyusun satu rencana jangka pendek dan panjangyang diimplementasikan. Sebenarnya contohnya sudah ada hanya tinggal mereflekasikan kemudian dilakukan bagian dari program pemerintah saya pikir itu yang mesti dilakukan. Seberapa sulit mewujudkan citacita pendidikan komunitas adat? Kalau JaPKA baru tahun lalu (2013) kita baru berjalan, menurut saya sulit atau tidak bukanlah dalam artian tingkat kualitasnya yang menunjukkan hal itu. Tapi sulit lebih kepada artian kemauan politik dari pemerintah, kalau pemerintah memiliki rasa tanggung jawab dan tidak melalaikan tugasnya sebagai pelaksana yang diamanatkan dalam undang-undang, saya rasa tidak sulit. Negara kan tidak boleh menyatakan sulit, masa’ LSM bisa melakukan lalu negara menyatakan sulit. Ini menyangkut kemauan politik dari penguasa entah itu presiden, mendikbud, gubernur atau dinas. Dalam artian teknis ini tidak sulit.

Puailiggoubat NO. 295, 1 - 14 September 2014

Akan menjadi sulit karena komunitas ini terabaikan karena secara politik bargaining nya lemah, itulah yang membuat mereka dimarjinalkan. Jumlah mereka minoritas sehingga nilai politik bagi para penguasa untuk memperhatikan mereka lebih cenderung marginal dan lemah. Penguasa akan lebih memikirkan komunitas masyarakat yang dominan secara jumlah, dominan secara politik dan ekonomi dengan cara seperti itu dukungan terhadap mereka (pemerintah) jauh lebih signifikan. Tetapi harap diingat ini adalah soal kemanusiaan, ini soal hak negara yang mestinya tidak bisa dibedakan antara mayoritas dengan minoritas karena UUD’45 juga menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Setiap manusia yang tinggal di negara ini wajib dilayani pemerintah, untuk pendidikannya tidak boleh dibuat argumentasi politik, itu tidak boleh karena ini soal hak sebagai warga negara. Jangan jadikan hal ini dagangan politik, tetapi melihat faktanya memang begitu, nah itulah tugas kita (JaPKA) untuk selalu mengingatkan supaya negara jangan lalai dengan hal itu, Jangan lupa karena komunitas

adat akan menagih hal itu dan bahkan selalu mempersoalkan hal itu karena mereka bagian bangsa ini yang juga dari segi hak dan kewajibannya sama dengan warga pada umumnya. Tidak boleh ada diskriminasi, kalau terjadi itu akan terjadi marjinalisasi perlahanlahan disengaja atau tidak, tetapi saya menyebut dengan tegas disengaja oleh negara terhadap komunitas seperti itu.

yang berjarak 2 hari perjalanan. Saat itu ia menjual damar sebanyak 15 kilogram dengan harga Rp5 ribu per kilogram namun saat menerima bayaran, tengkulak tersebut hanya memberikan 1 pak garam yang dari seharga hanya Rp8 ribu. “Saya mendebat pedagang tersebut karena bayarannya tidak sesuai, setelah itu ia baru membayarkan uang seharga damar yang dibelinya,� katanya, Selasa, 13 Agustus. Selain dirinya, pedagang tersebut juga mencoba menipu warga lain, namun hal tersebut berhasil digagalkan karena ikut protes saat itu, warga yang tidak baca tulis dan menghitung sebenarnya sudah pasrah saja ketika dibayar seenaknya oleh pedagang. Berangkat dari semangat memajukan kampung, ia kemudian memilih mengajar anak-anak di kampungnya setelah mendapat ijazah paket A pada tahun 2010. Mendidik anak-anak kampungnya menjadi panggilan baginya karena prihatin kondisi anak-anak di sana

yang tidak tersentuh pendidikan. Ia bercita-cita agar anak-anak di kampungnya menjadi pintar sehingga mereka tidak mudah ditipu oleh orang lain. Selain itu, dorongan menerima tanggungjawab sebagai pendidikan dilatarbelakangi pemikiran mungkin tak akan ada guru dari sekolah formal yang mengajar di kampungnya yang sangat jauh. Karena dari pengamatannya sendiri, SMP satu atap yang terletak sekitar 2 jam perjalanan dari kampungnya sekitar tahun 2009, gurunya jarang mengajar. Guru-guru SMPnya yang berjumlah 5 orang, kata Piro, banyak menghabiskan main prahu-prahu (judi) semalam suntuk sehingga mereka jarang mengajar. “Kalau berharap guru dari luar rasanya sulit, belum lagi mereka tak mengenal karakteristik daerah kami,� tuturnya. Menurut Piro yang kini memiliki tanggungjawab kelas sebanyak 30 murid, mengajar tidaklah susah jika dilakukan dengan sepenuh hati. Anakanak di kampungnya sangat semangat

Bukankah pemerintah sering menyatakan dukungan layanan pendidikan bagi komunitas adat? Inilah penyakit dari birokrasi kita yang disebut good government, dalam negara modern aparatur negara disebut pelayan publik. Mengapa pemerintah disebut pelayan publik karena masyarakat yang membuat mereka berprofesi begitu, mereka digaji dari pajak masyarakat, kita yang membayar mereka. Konsekuensi karena kita yang bayar mereka melalui negara lalu negara mengelola itu dan membayar gaji aparatur, mereka (pemerintah) mesti melayani. Masalahnya di negara kita sikap feodalismenya sangat tinggi, pejabat menganggap dirinya sebagai raja, pejabat menganggap dirinya orang yang mesti dilayani di situlah salahnya. Tapi kultur itu di era

reformasi ini mesti diberikan tekanan yang kuat dari kita semua agar pemerintah itu semakin merubah atau mereformasi diri dan kemudian perlahan mengubah sikapnya. Salah satu masalahnya adalah menyebutkan normatifnya gampang namun dalam pelaksanannanya sangat lemah. Tugas kita masyarakat dan LSM memang memberikan tekanan terus menerus agar pemerintah mengubah perilakunya. Kalau tidak sikap mereka semakin feodal, pemerintah sangat menyenangi situsi itu karena mereka diuntungkan, inilah salah satu munculnya korupsi. Tapi kalau organisasi masyarakat sipil kuat, pers kuat itu akan memaksa mereka lebih bersih dan bertanggung jawab yang disebut good government dan peranan itu tidak boleh kendor dari LSM, sekali masyarakat sipil kendor ya mereka makin feodal dan menikmati seenaknya termasuk termasuk uang negara. Jadi ini bukanlah perjuangan sederhana atau singkat, demokrasi itu berjalan melalui proses waktu pematangan sampai akhirnya berubah seperti yang kita lihat pada negara modern yang akhirnya mereka menjadi pelayan bagi masyrakat.

Sisi Lain

Tak pernah terbayang oleh Piro Bunt, dirinya akan menjadi guru di Skola (sekolah) Lippu di pedalaman Palu. Pada awal sekolah ini dibuka pada 2008 oleh Yayasan Merah Putih (YMP), Palu, ia menjadi murid pertama bersama dengan 19 orang rekannya. Skola Lippu ini merupakan sekolah komunitas adat Tau Taa Wana yang didirikan YMP yang prihatin melihat banyaknya anakanak yang tidak mendapat layanan pendidikan dari pemerintah karena mereka hidup di tengah hutan dengan jarak tempuh sekitar 2 hari berjalan kaki karena belum ada jalan pemerintah kala itu. Awal belajar, kata Piro, mereka diajar berhitung dan membaca dalam sebuah pondok sederhana di kampungnya di Va Vananya Bulang yang berjarak 9 hari perjalanan dari Palu. Menurut Piro, pendidikan sangat penting karena ia punya pengalaman nyata pernah dicoba ditipu oleh pedagang setempat saat menjual damar ke desa terdekat

mengikuti pelajaran. Keterbatasan fasilitas seperti sekolah formal bukan penghalang baginya dan anak-anak untuk terus belajar. Selama mengajar, yang dirasa sulit baginya ketika anak-anak tengah berkumpul kemudian terjadi perkelahian antarmurid. “Sangat repot melerai mereka namun, itu menjadi tantangan menarik bagi saya,� ujarnya. (g)

11

Strategi apa yang akan dilakukan? Sebenarnya kita selama ini tidak hanya berkoar-koar mendesak pemerintah, namun justru telah melakukan kegiatan ini secara bertahun-tahun malah lebih dari 10 tahun melakukan pendidikan di komunitas adat, jadi ini tidak hanya sekedar asal ngomong atau berteriak menyuarakan hal itu. Justru ini telah dibuktikan dulu dan dilakukan di lapangan sehingga kita berani menyampaikan hal itu ke pemerintah, bahkan berani menyebutkan dengan lantang pemerintah lalai dengan hal itu. JaPKA tentunya akan melakukan strategi berupa kampanye, bisa juga dengan cara loby artinya kita menemui elit di bidang pendidikan untuk semakin meyakinkan dengan memberikan gambaran nyata apa yang terjadi di komunitas itu. Kita harus proaktif seperti itu, kita juga berharap adanya dukungan dari media, ke depan media lokal terutama nasional itu bisa ikut menyuarakan hal ini, mengangkat permasalahan ini ke publik agar publik semakin sadar dan tahu bahwa masih ada saudara-saudara mereka yang terlupakan.


Iklan

Puailiggoubat NO. 295, 1 - 14 September 2014

12


Puailiggoubat NO. 295, 1 - 14 September 2014


Puailiggoubat NO. 295, 1 - 14 September 2014

Di Sumatra Barat, SPBU diserbu masyarakat yang mengantre BBM karena adanya pengurangan pasokan BBM Subsidi oleh Pertamina.

14

Pemerintahan SBY Tidak Akan Naikkan Harga BBM

Syafril Adriansyah

M

enteri Koordinator Bidang Perekonomian Chairul Tanjung menegaskan bahwa

peme-rintahan Soesilo Bambang Yudhoyono tidak akan mengambil keputusan untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). “Beban rakyat sudah cukup berat, oleh karenanya pemerintah juga mengambil sikap untuk tidak menambah lagi beban rakyat yang sudah begitu besar,” ujar Chairul Tanjung kepada wartawan di Padang, Kamis, 28 Agustus 2014 Hal itu ditegaskannya mengingat pemerintah sudah menaikkan harga BBM pada 2013. Tahun ini, pemerintah juga telah menaikkan tarif dasar listrik, dan sebentar lagi Pertamina dengan persetujuan pemerintah juga akan menaikkan harga elpiji 12 kilogram. Kebijakan tersebut, lanjut Menko, tidak akan memberikan beban kepada pemerintahan baru yang akan diemban presiden terpilih Joko Widodo - Jusuf Kalla. “Tidak ada yang melimpahkan beban kepada pemerintahan baru karena memang APBN-P yang telah disepakati oleh DPR untuk 2014 itu tidak ada asumsi kenaikan BBM,” ujarnya. Ia menilai, semua beban harus ditanggung pemerintah pada zamannya masing-masing. “Pemerintahan yang akan datang tidak boleh memberikan beban kepada pemerintahan sekarang, pemerintah sekarang juga tidak boleh memberikan beban kepada pemerintahan yang akan datang,” katanya lagi. Selain itu, pembatasan penjualan BBM bersubsidi yang telah dilakukan pemerintah akan tetap dilakukan agar sedapat mungkin sehingga kuota 46 juta kiloliter yang sudah ditetapkan dalam APBN perubahan 2014 tetap bisa terjaga. “Di Jakarta pusat, BBM bersubsidi tidak dijual, kalau mau beli BBM bersubsidi, dia bisa cari di luar Jakarta pusat. Begitu juga di jalan tol, sebelum masuk jalan tol harus mengisi (BBM bersubsidi di luar tol). Jadi tidak ada dampak ekonominya sama sekali,” katanya. Harga Eceran Melambung Adanya pengurangan pasokan BBM ke Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di kota Padang mengakibatkan panjangnya antrean kendaraan yang hendak mengisi bensin dan solar

Kunjungan tim USAID ke Ulakan melihat hasil kegiatan Field Bumi Ceria pada masyarakat sejak Selasa (27/8). Bahkan, antrean kendaraan mencapai jalan raya yang mengakibatkan kemacetan lalu lintas di sekitarnya. Di SPBU jalan Sutomo misalnya. Ratusan sepeda motor, mobil dan truk harus antre berjam-jam untuk mendapatkan bahan bakar. “Saya antre dua jam, untung saja tidak habis,’ kata Yoga, salah seorang pengendara roda dua, Kamis (28/8) siang. Antrean kendaraan juga terjadi di SPBU Jati Sehati, Jalan Perintis Kemerdekaan, SPBU Ranah - Jalan Thamrin, SPBU Muaro - Jalan Batang Harau, SPBU Veteran, SPBU Sawahan, Jalan Sawahan. Beberapa di antaranya bahkan sempat tutup karena kehabisan stok BBM. Meski BBM sudah habis, pengendara tetap bertahan mengantre demi mendapatkan BBM. Kondisi ini terjadi di SPBU Sutomo Pada Rabu (27/8) malam. Puluhan jeriken berbagai kapasitas juga turut berjejer mengantre untuk mendapatkan bensin. “Pembelian dengan jeriken kenapa diperbolehkan, padahal sudah ada larangan,” ketus Alma Putra. Sulitnya mendapatkan BBM ini

dimanfaatkan pedagang eceran dengan menaikkan harga hingga Rp 15.000 per liter. Padahal harga eceran tertinggi di kota Padang hanya Rp 7.000 per Liter. Meski, harganya melampaui harga pertamax, namun pengendara tetap memilih untuk membelinya karena kebutuhan. “Mengisi pertamax juga harus antre, belum tentu bisa dapat karena yang antre cukup panjang,” ujar Hadi Wijaya, salah seorang pengguna kendaraan roda empat. Ia menilai, kondisi seperti ini harus mendapat perhatian serius dari pemerintah agar tidak memberatkan masyarakat dan tidak disalahgunakan untuk mencari keuntungan. “Kalau ada yang membeli dalam jumlah banyak apalagi dengan jerigen, seharusnya itu dapat ditindak, apalagi saya lihat di SPBU ada petugas kepolisian yang mengawasi, tetapi mereka diam saja,” ujarnya. Hingga jumat (29/8) antrean kendaraan untuk mengisi BBM di SPBU masih tetap terjadi. Akan tetapi panjang antrean sudah berkurang dan tidak lagi memakan badan jalan. Kondisi ini terjadi setelah Pertamina kembali menormalisasi pasokan BBM seperti semula.

Tambah Jam Pelayanan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Chairul Tanjung menjamin tidak akan terjadi lagi kelangkaan BBM karena Pertamina akan memperlancar pasokan ke SPBU. “Sudah dilakukan rapat koordinasi termasuk dengan Pertamina dan BBM sudah digelontorkan kembali dan diharapkan untuk tidak ada kelangkaan lagi,” katanya kepada wartawan di Padang, Kamis. Ia menyebutkan kelangkaan BBM tidak akan terjadi asalkan pembelian yang dilakukan masih dalam kewajaran, tidak untuk spekulatif, juga tidak untuk diperdagangkan kembali. “Oleh karenanya. pembelian-pembelian memakai jerigen itu secara hukum dilarang, BBM harus betul-betul hanya untuk digunakan kepada pemakaian yang wajar saja,” katanya. Selain itu, pembatasan penjualan BBM bersubsidi yang telah dilakukan pemerintah akan tetap diteruskan sehingga kuota 46 juta kiloliter yang sudah ditetapkan dalam APBN Perubahan 2014 tetap bisa terjaga. Sementara, Senior Supervisor External

Relation Pertamina Marketing Operation Region I, Fitri Erika menye-butkan, Pertamina menambah jam pelayanan untuk memasok BBM jenis premium dan solar guna menormali-sasikan 105 SPBU di Sumatera Barat. Penambahan ini dilakukan sejak Selasa (26/08) malam di mana Terminal BBM di Teluk Kabung sudah menam-bah jam layanan untuk menyuplai SPBU melalui mobil tangki. Menurutnya, terjadinya kelangkaan BBM merupakan dampak dari pengaturan penyaluran premium dan solar subsidi agar stok cukup hingga akhir tahun. “Mencermati perkembangan situasi yang terjadi di masyarakat, Pertamina sejak Selasa (26/8) malam memutuskan melakukan normalisasi pasokan BBM bersubsidi kepada masyarakat sehingga tidak ada lagi pemotongan pasokan baik untuk premium maupun solar,”ujarnya. Kuota premium untuk Sumbar pada tahun 2014 sebanyak 718.000 kiloliter. Hingga Agustus 2014 jumlah yang telah tersalurkan sebanyak 439.000 Kiloliter. Untuk kuota BBM jenis solar sebanyak 386.000 kiloliter dan yang sudah tersalurkan sekitar 250.000 kiloliter. (prl)


15

Puailiggoubat

SEPUTARSUMBAR

NO. 295, 1 - 14 September 2014

Pertama kalinya, putra asli Mentawai dilantik menjadi anggota DPRD Sumatra Barat.

65 Anggota DPRD Sumbar Periode 2014-2019 Dilantik

Syafril Adriansyah

ebanyak 65 anggota DPRD Sumatera Barat periode 20142019 resmi dilantik dalam Rapat Paripurna Pelantikan dan pengucapan Sumpah dan Janji yang digelar di gedung DPRD Sumbar, Kamis 29/8. Pengambilan sumpah dilakukan oleh Ketua Pengadilan Tinggi Sumbar Anasroel Haroen. Satu dari 65 anggota DPRD Sumatra Barat merupakan putra Mentawai yakni Sudarmi Saogo dari Partai Gerindra. Sudarmi merupakan putra Mentawai pertama yang berhasil duduk menjadi anggota legislatif Sumbar. Anggota DPRD Sumbar terpilih tersebut merupakan hasil Pemilihan Umum Legislatif 9 April 2014. Berdasarkan perolehan suara, Partai Golkar mendapatkan 9 kursi, Partai Gerindra (8 Kursi), Demokrat (8 Kursi), PAN (8 Kursi), PPP (8 Kursi), PKS (7 kursi), Partai Nasdem (6 kursi), Hanura (5 kursi), PDI-Perjuangan (4 kursi), PKB (1 kursi) dan PBB (1 kursi). Dalam sidang tersebut, Ketua DPRD Sumbar Periode 2009-2014, Yulteknil menyerahkan posisi pimpinan kepada H. Hendra Irwan dari Partai Golkar Rahim sebagai ketua sementara dan Suwirpen Suib dari Partai Demokrat sebagai wakil ketua sementara. Ketua sementara DPRD Sumbar Hendra Irwan Rahim mengatakan, seluruh anggota DPRD sumbar periode 2014-2019 akan menyatukan tekad untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat Sumbar untuk kelangsungan pembangunan ke arah yang lebih baik. “Kami akan menjadikan programprogram yang sudah dirancang dan disusun oleh anggota DPRD sebelumnya sebagai acuan dan kami berjanji akan

S

Dapil I Trianda Farhan S (PKS) Rahmat Saleh (PKS) Afrizal (Golkar) Suwirpen Suib (Demokrat) Indra Dt. Rajo Lelo (PAN) Hidayat (Gerindra) Yuliarman (PPP) Taufik Hidayat (Hanura) Apris (Nasdem) Albert Indra Lukman (PDI P) Dapil II Siti Izzati(Golkar) Endarmy(Nasdem) Eri Zulfian(Demokrat) Jasma Juni Dt. Gadang(Gerindra) Komi Chaniago(PBB) Zalman Zaufit(PPP) Darmon(PAN) Dapil III Aristo Munandar (Golkar) Nofrizon (Demokrat) Martias Tanjung (PPP) Asmiati (Hanura) Rafdinal (PKS) Ismunandi (Gerindra) Murdani (Nasdem) Guspardi Gaus (PAN)

Pembongkaran lapak pedagang kaki lima di Pasar Raya Padang yang melewati garis kuning lebih meningkatkannya,” kata Hendra. Sementara itu, Gubernur Sumbar Irwan Prayitno berharap sinergisitas antara DPRD Sumbar yang baru dengan Pemprov Sumbar bisa terus terjalin dengan baik, karena tanpa itu, program pembangunan bisa terkendala. Mantan Ketua DPRD Sumbar, Yulteknil dalam kesempatan itu berharap anggota DPRD Sumbar yang baru dilantik bisa bekerja maksimal untuk kepentingan masyarakat. “Program-program prioritas yang belum terlaksana hendaknya dapat dilanjutkan di samping berinovasi untuk melahirkan gagasan-gagasan baru dalam rangka percepatan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah,” ujarnya. Acara pengambilan sumpah anggota DPRD Sumbar tersebut mendapat

pengawalan ketat dari petugsa kepolisian. Setiap tamu dan undangan yang masuk diharuskan melewati pendeteksi logam serta diperiksa. Pelantikan anggota dewan ini juga diwarnai aksi demonstrasi oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Andalas Padang. Mereka menuntut agar pemerintah melakukan normalisasi distribusi BBM dan mencabut pemangkasan BBM bersubsidi. Selain itu mahasiswa mendesak agar para wakil rakyat memperketat tata niaga seingga tidak terjadi penimbunan, mengelola kebijakan, mengolah dan mengutamakan kepentingan BBM dan energi pro rakyat. Selain itu, mantan ketua DPRD Padangpariaman dari Partai Demokrat Eri Zulfian yang juga ikut dilantik juga menjadi perhatian, karena Eri berstatus

sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi uang makan dan minum fiktif DPRD Kabupaten Padangpariaman 2010/2011. Zul merupakan satu dari empat tersangka kasus korupsi bon makan dan minum fiktif di Sekretariat DPRD Padangpariaman tahun anggaran 2011 2012 senilai Rp493 juta rupiah. Saat ini, pihak Kejaksaan Negeri Pariaman masih melakukan penyidikan dan menargetkan pelimpahan kasus akan dilakukan pada akhir September. “Kami targetkan pada akhir September kasus tersebut telah tuntas, dan segera di sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri Kelas I A Padang,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Pariaman Yulitaria. (o)

Enam Negara Ikuti Pertunjukan Internasional “Padang Bagalanggang” PADANG - Grup kesenian dari enam negara asing akan menampilkan seni pertunjukan mereka dalam Festival Seni Pertunjukan Internasional Padang Bagalanggang II yang diselenggarakan Kantor Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) kota Padang pada 25 Oktober hingga 1 November 2014. “Acara ini akan diikuti 13 grup kesenian dari Jepang, Amerika, Swedia, India, Australia, Spanyol termasuk dari Sumatera Barat dan Sumatera Selatan mewakili Indonesia,” ujar Kepala BPNB, Nurmatias, di Padang, Sabtu, 23 Agustus. Menurutnya, kegiatan tersebut merupakan suatu bentuk untuk menguatkan serta dapat membentuk

Anggota DPRD Sumbar 2014-2019

suatu forum berskala internasional yang dapat merefleksikan dan mendorong perkembangan seni pertunjukan Indonesia sebagai bagian dari pertumbuhan seni pertunjukan di dunia. Di samping itu, juga perlunya sebuah iven seni pertunjukan internasional yan menciptakan ruang bersama bagi pelaku, pengamat dan masyarakat luas untuk melihat akar tradisi tetap menjadi sumber penting proses penciptaan seni pertunjukan modern. “Banyak seniman Sumatera Barat yang terkenal di Jakarta dan luar negeri, tetapi mereka tidak memiliki wadah di Sumbar, maka itu BPNB memberikan wadah ini untuk seniman,

sekaligus melakukan tranformasi dengan seniman luar,” katanya. Ia menambahkan, dengan adanya festival ini diharapkan muncul talentatelanta muda yang akan melanjutkan seni di Sumatera Barat. “Festival ini nantinya akan menjadi agenda dua tahunan yang dikelola oleh para seniman dan bukan dari pemerintah, sebab kalau pemerintah yang terlibat ini akan membatas ruang kreativitasi para seniman untuk berekspresi,” ujarnya. Festival seni pertunjukan ini nantinya akan digelar di Ladang Jombang di Rimbo Tarok dan Gedung BPNB Padang. Peserta yang akan akan tampil adalah Kana Ote (Jepang),

Rianto (Jepang-Solo), Natya Dancer Theater Company (Chicago-Amerika), SU-EN Butoh Company (Swedia). Kemudian Ileana Citiristi (India), Paul Adolphus (Australia), Anna Estelles (Spanyol), Teater Intro (Sumbar), Teater Ranah (Sumbar), Sa’andiko (Sumbar), Impessa Dance Company (Sumbar), Sanggar Seni Sending Kenayan (Sumatera Selatan). Acara ini juga akan menampilkan pameran foto di galeri Taman Budaya Sumbar, lokakarya seni pertunjukan, dan seminar Seni Pertunjukan Daerah dan Internasional yang menghadirkan narasumber dari kalangan akademisi, Anggota DPD, dan pegiat seni. (prl)

Dapil IV Zulkenedi Said(Golkar) Muzli M Nur(PAN) Syahiran(Gerindra) Riva Mela(PDI P) Sabar (Demokrat) Zusmawati (Hanura) Suharto (PKB) Muslim M Yatim (PKS) Amora Lubis (PPP). Dapil V Darman Syahladi (Demokrat) Supardi (Gerindra) Yulfitni Djasiran (Golkar) Irsyad Syafar (PKS) Novi Yuliasni (PPP) Herman Mawardi (PAN). Dapil VI Hendra Irwan Rahim (Golkar) Marlina Suswanti (Golkar) Arkadius (Demokrat) Liswandi(Demokrat) Rizanto Algamar (PDI P) Irradatillah (PPP) Sultani (PKS) Darmawi (Gerindra) Bukhari Dt. Rajo Tuo (PAN) Evel Murfi Saifoel (Nasdem) dan Marlis (Hanura). Dapil VII Zigo Rolanda (Golkar) Sabrana (Gerindra), Asrul (Demokrat) Zulfadri Nurdin (PPP) Irwan Afriadi (Nasdem) Nazar Bakri (PKS) Ahmad Rius (PAN) Dapil VIII Sudarmi Saogo (Gerindra) Syaiful Ardi (Hanura) Saidal Masfiyuddin (Golkar) Iswandi Latief (PAN) Ridnaldi (Nasdem) Syafril Ilyas (PPP) Achiar (PDI P)


Puailiggoubat NO. 295, 1 - 14 September 2014

16

FOTO:BAMBANG/PUAILIGGOUBAT

8

Suara Puailiggoubat Menunggu Kiprah DPRD Baru

M

ulai 1 September ini, masyara-kat Mentawai akan memiliki wakil rakyat baru di legislatif. harapan tentu tetap tertumpang pada mereka selama lima tahun ke depan. Besarnya harapan masyarakat terlebih karena lima tahun belakangan ini, suara DPRD kurang terdengar lantang, terkesan lamban dan kurang responsif. Sebut saja soal kelangkaan BBM, sudah dua tahun lebih masyarakat kesusahan karena harga mahal dan pasokan kurang. Sehari setelah BBM subsidi datang, premium di agen habis, lalu masyarakat harus membe-li di eceran dengan harga tinggi atau jika tidak ada membeli pertamax. Kelangkaan BBM ini menyebabkan transportasi antar pulau tidak lancar. Masyarakat antar pulau harus ke Padang dulu jika harus pergi ke pulau lainnya. Untuk itu tentu mereka harus mengeluarkan ongkos ekstra disamping waktu yang dibutuhkan menjadi lebih lama. Hal ini luput dari sorotan DPRD. Lalu soal percepatan hunian tetap korban tsunami dan penyelesaian rehabilitasi dan rekonstruksi bencana, juga kurang mendapat perhatian. DPRD yang mestinya serius mendorong dan mengawasi percepatan ini, terlebih setelah dibentuknya Sekretariat Bersama yang diketuai Bupati Mentawai Yudas Sabaggalet, yang terkesan setengah hati. Di luar dua hal mendesak itu, masih banyak persoalan-persoalan lain yang perlu diawasi dan didorong penyelesaiannya oleh DPRD. Misal, soal kinerja dan penggunaan anggaran kegiatan SKPD, apakah sudah efektif? Peraturan-peraturan daerah yang dikeluarkan, apakah sudah sesuai target ? Karena itu, kepada 20 anggota DPRD periode 2014-2019 ini, tertumpang harapan masyarakat agar suara-suara mereka benar-benar didengar dan diperjuangkan. Apalagi Indonesia juga menghadapi suksesi kepemimpinan dari Susilo Bambang Yudhoyono ke Joko Widodo, dimana ada harapan akan adanya perubahan. Harapan itu ditumpangkan masyarakat di pundak mereka, para wakil rakyat. Selamat bekerja.

Geliat Tinambu, Kampung di Hulu Sungai Silakoinan Minim Layanan Tinambu merupakan perkampungan lama, jauh sebelum orang Mentawai yang tinggal di hulu sungai Silakoinan disatukan melalui program pemerintah yang dikenal dengan Pemukiman Kembali Masyarakat Terasing (PKMT) pada zaman pemerintahan Soeharto sekitar tahun 1980-an. Rumah-rumah warga di Tinambu menyebar pada beberapa titik yang membentuk komunitas adat sendiri secara berkelompok berdasarkan uma (suku) dan menempati tanah ulayatnya masing-masing yang meliputi wilayah hulu sungai, sepanjang sungai Bat Koddobat dan Tinambu. Tata ruang pemukiman komunitas dipengaruhi lokasi sumber kehidupannya dan hewan piaraannya, seperti lokasi ternak babi, ayam, kebun durian, sagu dan kesuburan tanah serta kenyamanan lingkungan alam yang berkaitan dengan keyakinan tradisional yang erat kaitannya dengan arat sabulungan (kepercayaan asli Mentawai). Ini semua didasarkan kearifan lokal warga setempat yang diwariskan secara turun temurun. Faktor ini juga mempengaruhi model rumah warga yang berbentuk panggung karena mereka menganggap

rumah model tersebut lebih efektif dengan tradisi memelihara babi yang dibiarkan lepas di kolong rumah. Jarak kampung ini dari Muara Siberut sekitar 20 kilometer dengan menempuh perjalanan dengan pompong menyusuri sungai Silakoinan selama 5-6 jam. Sementara ke Saliguma perjalanan hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki di jalan setapak melewati rawa dan bukit sekitar 2 jam perjalanan sejauh sekitar 10 kilometer. Terkait ketahanan pangan, warga lokal tidak mengalami kelaparan karena alam di sekitarnya telah menyediakan. Di sekitar pemukiman ditanami sagu sebagai bahan makanan pokok penduduk setempat. Namun kehidupan sosial itu berubah drastis, ketika pemerintah memindahkan warga Tinambu dan sekitarnya ke Saliguma pada tahun 1988 melalui program PKMT. Program tersebut mengharuskan mereka pindah meninggalkan ladang dan sumber kehidupannya yang turun temurun. Di tempat baru mereka tak bertahan lama karena pulang balik Tinambu-Saliguma untuk mencari kehidupan dan bahan makanan, sebab di pemukiman baru mereka

tak memiliki lahan untuk menanam dan beternak. Keletihan menempuh jarak membuat warga memutuskan kembali ke perkampungan lama di Tinambu setelah 6 tahun menetap di sana. Mereka memutuskan memboyong semua anggota keluarganya termasuk anak-anak yang berakibat anak mereka tidak mendapat layanan pendidikan. Sebab di kampung lama tak ada fasilitas sekolah. Sebagian kecil anak yang sempat melanjutkan sekolah namun umur yang masih kecil dan kemampuan bertahan yang minim karena jauh dari orang tua memaksa mereka berhenti sekolah. Sejak pindah ke Tinambu, otomatis semua warga tak tersentuh layanan pemerintah seperti kesehatan, pendidikan, infrastruktur. Layanan tersebut mereka dapat jika ke Muara Siberut dan Saliguma. Bantuan pemerintah seperti bantuan tunai langsung, puskemas keliling tidak menyentuh mereka karena dianggap ‘status’ tidak jelas. Jika ada yang sakit, sebagian besar warga mengandalkan jasa Sikerei karena lebih gampang diakses dari pada Puskesmas. Komoditi yang diandalkan warga Tinambu untuk mendapatkan uang dengan menanam nilam, menjual babi, kelapa, manau dan pisang. Namun

pemasaran komoditi ini bukanlah persoalan yang gampang karena akses pasar dan sumber informasi harga sangat sulit mereka dapatkan dan jarak pengangkutan yang jauh. Layanan pendidikan baru mereka terima pada tahun 2009 melalui sekolah hutan yang dibuka Yayasan Citra Mandiri Mentawai (YCMM). Meski pendidikannya nonformal, keberadaan sekolah tersebut mampu mengajar anak membaca, menulis, menghitung dan mengenal lingkungan sekolahnya. Seiring perjalanan perubahan kebijakan pemerintahan di Kabupaten Kepulauan Mentawai, Tinambu yang dulunya hanya diakui sebagai bagian wilayah Desa Saliguma, disahkan menjadi dusun definitif pada 2013. Saat ini penduduk Tinambu sebanyak 44 kepala keluarga dengan sekitar 300 jiwa, sejak itu layanan pendidikan dan kunjungan kesehatan secara rutin mulai dilakukan oleh pemerintah setempat. Menurut Kepala Dusun Tinambu Desa Saliguma, Siberut Tengah, Agustinus Bagong Sakoddobat, sejak dusun mereka definitif pembangunan fisik yang diterima baru polindes namun belum disertai pelayanan rutin karena belum ada tenaga medis yang menetap di sana. (g)


17 Puailiggoubat

B

LAGGAI

NO. 295, 1 - 14 September 2014

ila dibandingkan dengan desa lainnya yang ada di Mentawai, Desa Tuapeijat Kecamatan Sipora Utara memiliki keistimewaan tersendiri karena desa ini merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Mentawai. Sebagai ibu kabupaten, Tuapeijat selalu ramai terutama oleh pegawai pemerintahan sebab umumnya kantor pemerintahan terletak di desa ini diantaranya Kantor Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika, Kantor Dinas Kelautan dan Perikanan, Kantor Satuan Polisi Pamong Praja, Kantor Dinas Sosial, Ketenagakerjaan dan Transmigrasi, Kantor Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kantor Dinas Pekerjaan Umum, Kantor Inspektorat, Kantor Dinas Pendapatan dan Aset Daerah, Kantor Bappeda, Kantor Dinas Kesehatan, Kantor Dinas Pendidikan, Kantor Dinas Perindagkop dan UMKM, Kantor Dinas Pertanian, Peternakan dan Perkebunan, Kantor Badan Kepegawaian Daerah, Kantor Dinas Kehutanan. Selain itu juga ada kantor Bupati, Kantor KPU (Komisi Pemilihan Umum) Mentawai dan kantor DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah) sebagai kantornya wakil-wakil rakyat yang akan memperjuangkan aspirasi masyarakat. Selain pusat pemerintahan Mentawai, Desa Tuapeijat yang terdiri dari 9 dusun mempunyai keunggulan dari wisata bahari. salah satu titik ombak terbaik di dunia dan banyak digemari penggila surfing lokal dan dunia ada di Dusun Mapaddegat Desa Tuapeijat. Tak mengherankan bila setiap jadwal kapal reguler masuk di Tuapeijat, seperti KMP. Gambolo, KMP. Ambu-ambu,

Tuapeijat, Desa Wisata Incaran Peselancar KM. Sumber Rezeki Baru, MV. Mentawai Fast terlihat wisatawan asing dari berbagai negara datang dengan membawa peralatan surfing. Selain menggunakan kapal reguler wisatawan asing juga datang menggunakan kapal pribadi atau kapalkapal yang khusus menyediakan jasa layanan pengantar wisatawan surfing ke lokasi-lokasi titik surfing. Biasanya kapal pribadi dan kapal penyedia jasa ini jarang melakukan pendaratan penumpang di dermaga Tuapeijat, namun mereka hanya berada di laut hingga pulang, atau langsung menginap di resort atau penginapan-penginapan dekat titik ombak. Desa Tuapeijat juga menyuguhkan panorama alam bahari yang indah untuk dapat dinikmati masyarakat lokal dan masyarakat di luar Desa Tuapeijat. setiap akhir pekan terlihat banyak pengunjung menikmati keindahan pantai Mapaddegat. namun karena aktifitas penambangan pasir untuk bahan bangunan di pantai, keindahan pantai Mapaddegat ini rusak dengan terjadinya abrasi pantai. Untuk mengantisipasi abrasi pantai, pada tahun lalu melalui Dinas Pekerjaan Umum memprogramkan pembangunan talud abrasi pantai. Mulai hilangnya keindahan dan keelokan pantai Mapaddegat tak serta merta membuat Tuapeijat kehilangan tempat wisata yang dapat dinikmati. Kini masyarakat banyak berkunjung dan menikmati panorama pantai pada akhir pekan di Dusun Jati. pada senja hari bila cuaca bagus maka alam akan memperlihatkan sunset atau matahari

tenggelam. Pemandangan ini sebenarnya akan lebih baik dan cantik terlihat di pantai Mapaddegat. Di Desa Tuapeijat juga terdapat Tempat Pendaratan Ikan (TPI) yang dibangun oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Mentawai, namun sayangnya tempat yang seharusnya menjadi titik aktifitas pendaratan nelayan sehabis melakukan aktifitas melaut tak termanfaatkan karena sarana dan prasarana pendukung seperti pengisian bahan bakar, peralatan tangkap nelayan, balok batu es dan peralatan lainnya belum tersedia. Salah

satu aktifitas yang masih rutin dilaksanakan di TPI yaitu tempat latihan karate pelajar di wilayah Sipora Utara. Nelayan yang pulang pagi dan sore hari sehabis melakukan aktifitas melaut melakukan pendaratan ikan di pesisir pantai Desa Tuapeijat seperti di Dusun Jati, Kampung, Camp. akan terlihat lapak-lapak sederhana nelayan tempat penjualan ikan hasil tangkapan nelayan. Pemandangan ini akan terlihat pada pagi dan sore hari. Nelayan Tuapeijat ini melakukan aktifitas melaut di sekitar selatan Bunga Laut antara pulau

Siberut dan pulau Sipora. Aktifitas menangkap ikan juga dilakukan di sekitar batu tongga yang ada di depan pulau Tuapeijat. Desa Tuapeijat terdiri dari 9 dusun, diantaranya Dusun Jati 61 KK atau 265 jiwa, Dusun Kampung 111 KK atau 447 jiwa, Dusun Camp 113 KK atau 418 jiwa, Dusun Tuapeijat 113 KK atau 504 jiwa, Dusun Karoniet 207 KK atau 807 jiwa, Dusun Turonia 135 KK atau 649 jiwa, Dusun Mapaddegat 130 KK atau 548 jiwa, Dusun Berkat 35 KK atau 171 jiwa, Dusun Pukarayat 96 KK atau 406 jiwa.(bs)


Puailiggoubat NO. 295, 1 - 14 September 2014

Akses yang jauh membuat komunitas ini tak terlayani oleh pemerintah, baik pendidikan, kesehatan dan pembangunan lainnya

Mengejar Asa di Belantara Hulu Silakoinan FOTO:GERSON/PUAILIGGOUBAT

Gerson Merari Saleleubaja

agi pukul 08.00 WIB terasa sejuk di Magosi, pagar alam dari pohon yang tumbuh di sekitar perkampungan membuat hawa tetap dingin yang turut menyamarkan rumah-rumah penduduk yang beratap tobat (atap dari daun sagu), matahari pagi itu tak cukup kuat menyapu halimun yang membungkus kampung itu. Pada sebuah persimpangan jalan di tengah kampung itu, beberapa bocah yang mengenakan setelah baju putih dan celana merah asyik bermain sambil melangkah ke sebuah bangunan kayu berbentuk panggung. Seakan dikomando, bunyi kentongan yang dipukul dari bangunan tersebut membuat langkah mereka bergegas. Tak lama berselang, riuh bocah dalam bangunan yang berukuran sekitar 5x7 meter persegi tersebut hening. Satu per satu mereka mengeluarkan buku dan meletakkannya di atas kursi panjang yang dijadikan meja sambil duduk santai di lantai kayu. Suasana belajar santai bersahaja menjadi ciri khas sekolah uma yang dulunya dinamakan sekolah hutan Sangong karena pertama kali didirikan Yayasan Citra Mandiri Mentawai (YCMM) pada 2008 berada di tengah komunitas suku Sangong yang berada di hulu Sungai Silakoinan. Jika sebelumnya siswa belajar dengan menggunakan pakaian bebas ala kadarnya, namun pagi itu, Selasa, 20 Agustus suasana terlihat berbeda. Meski kebanyakan siswa yang berjumlah 20 orang tidak mengenakan alas kaki namun mereka telah mengenakan seragam SD seperti sekolah formal yang dimiliki pemerintah. Di bangku depan pada tingkat atas ruangan itu, seorang bocah yang dipanggil temannya dengan Rido asyik menjawab tugas matematika yang diberikan gurunya saat itu. Sesekali bocah 8 tahun itu jongkok, kadang nungging namun khusuk menghitung jari demi jari untuk mendapatkan hasil penjumlahan bilangan. Rido merupakan murid kelas III yang tahun depan akan melanjut ke kelas IV di SDN 12 Muntei yang mengadopsi sekolah ini agar bisa melanjut ke kelas IV karena sekolah itu hanya sampai kelas III. SDN 12 Muntei sendiri berjarak sekitar 6 jam perjalanan dengan pompong, sehingga murid mesti hidup jauh dari orang tuanya jika ingin

18

P

PAKAI KURSI - Murid Sekolah Uma Magosi Desa Muntei Kecamatan Siberut Selatan menulis beralaskan kursi melanjut. Ia menuturkan setamat kelas III, ia akan melanjutkan sampai sekolah yang tinggi, namun bocah tersebut bingung ketika ditanya apa cita-citanya nanti setelah sekolah, “elek doktre, guru, pokoknia kanak bara bulagat ei musikolah simagoak tak kuagai kai te doktre (mungkin jadi dokter, guru, yang penting kalau ada uang kami ingin melanjut sekolah tinggi, saya tidak tahu dokter itu seperti apa,” jawabnya lugu. “Pokok nia kuagai kai masibasa, kanak lepak je’nek mei aku ka Saliguma usikolah anai te kebbukku kara (Yang penting kami sudah bisa membaca, setelah selesai di sini saya akan melanjutkan sekolah ke Saliguma karena abang saya ada di sana,” kata Boni, murid lain dengan semangat sambil meneruskan mengisi tugas matematika yang diberikan gurunya kepada Puailiggoubat. Cita-cita Boni sangat sederhana, “Saya ingin seperti bapak saya,” ujarnya, ketika ditanya alasannya apa, bocah itu hanya tersenyum Menurut keterangan Amanda, warga lokal yang menjadi guru di sekolah tersebut, seragam sudah mulai digunakan sejak sekolah tersebut ‘diadopsi’ SDN 12 Muntei Juni 2013 melalui MoU pengelolaan bersama antara SDN 12 Muntei dengan YCMM. Selain menggunakan seragam, rapor ujian serta kurikulum yang diajarkan sudah menggunakan rapor SDN 12 Muntei. “Jadwal sekolah juga sama, Senin-Sabtu masuk pukul 08.00 WIB dan pulang 12.00 WIB,” ujarnya. Amanda menuturkan, kesulitannya

saat ini adalah ruang belajar karena sangat susah belajar tanpa sekat, namun ia tak bisa memasang sekat di sekolah itu karena sekaligus dijadikan gereja oleh masyarakat setempat. Sementara Kepala Dusun Magosi, Boas mengatakan, sebelum sekolah diadopsi oleh SDN 12 Muntei pernah muncul keresahan di hati warga karena bingung memikirkan kelanjutan sekolah anaknya jika sudah menyelesaikan kelas di Sekolah Hutan. Keresahan itu muncul, kata Boas, disebabkan siswa sekolah bukan di sekolah formal sehingga dikhawatirkan mereka tak diterima di sekolah formal. Membaca keresahan itu, YCMM sebagai inisiator pendidikan di daerah tersebut kemudian mengupayakan dengan dinas cabang pendidikan setempat agar siswa tamatan sekolah hutan di terima di sekolah formal. Gayung bersambut, setelah tamat dari sekolah hutan, siswa diperbolehkan mengikuti ujian paket A untuk bisa melanjut SMP. Tak hanya sampai di sana melalui MoU dengan 2 SD negeri dan kepala cabang dinas pendidikan, status sekolah ini diakui dan diterima melanjutkan pendidikan di kelas berikutnya. “Sekolah makin baik dan kami sangat mendukung keberlanjutannya, beberapa anak kami telah melanjut ke Saliguma karena di sini hanya sampai kelas III,” katanya. Setengah jam perjalanan dengan pompong, kita akan menemukan Sekolah Uma Tinambu yang terletak di daerah Tinambu Desa Saliguma, Kecamatan Siberut Tengah. Sekolah

yang dulunya tak tersentuh oleh layanan pendidikan pemerintah dengan alasan jauhnya akses kini telah ‘diadopsi’ SDN 16 Saliguma di tahun yang sama dengan Sekolah Uma Magosi. Kepala Dusun Tinambu Desa Saliguma, Siberut Tengah, Agustinus Bagong Sakoddobat mengaku malu karena sebagai pemerintah terendah ia belum bisa memberikan pendidikan yang layak bagi anak-anak mereka. “Keinginan saya dan masyarakat sangat besar namun layanan pendidikan maksimal dari pemerintah nampaknya perlu perjuangan yang panjang,” tuturnya kepada Puailiggoubat, Kamis, 21 Agustus. Sebagai bentuk dukungan mereka, gereja yang biasa mereka gunakan untuk misa minggu dijadikan ruang belajar anak-anak mulai kelas I-IV. Sekilas sejarah Sekolah Uma Magosi dan Tinambu Sekolah hutan atau saat ini disebut sekolah uma berawal dari kegiatan penelitian budaya yang dilakukan YCMM pada tahun 2007 di hulu sungai Silakoinan yakni ke komunitas masyarakat adat Suku Sangong, Sabeleakek dan lainnya di daerah Sangong. Setahun kemudian, YCMM kembali membuka sekolah hutan di komunitas Suku Sangong. Anak-anak ketika itu sangat tertarik dari buku-buku yang dibawa Tarida Hernawati, antropolog YCMM, mereka ingin mengetahui isi buku itu namun tak bisa membaca. Dengan inisiatif sederhana, Tarida mulai mengajari anak-anak itu mengeja huruf sambil duduk santai di rindangnya

pohon. Melihat semangat anak-anak, Kepala Suku Sangong, Aman Sabba Ogok meminta Tarida mengajari anakanak mereka baca tulis. Dari sosialisasi secara tidak langsung yang dilakukan anak-anak Aman Sabba ke anak-anak komunitas lain yang hidup terpencar di hutan membuat para orangtua tertarik. Anakanak saat itu hanya sekitar tujuh orang, selang sebulan jumlah anak bertambah menjadi 21 orang. Tarida dengan segala keterbatasan sumber daya mulai memfasilitasi anakanak belajar, meski tidak formal. Uma Sangong yang ditempati Aman Sabba Ogok dijadikan sekolah. Pada 2009, semangat belajar anakanak Sangong mulai menyebar hingga ke Tinambu, sebuah perkampungan tradisional dengan jarak tempuh sekitar satu jam dari Sangong. Masyarakat di sana menyampaikan ketertarikan mereka mendapatkan pendidikan yang sama seperti di Sangong. Kembali dengan sumber daya yang terbatas YCMM memfasilitasi anakanak belajar yang saat itu berjumlah 51 orang. Seiring perkembangannya, jumlah anak di Tinambu menyusut karena beberapa orang tua kembali ke Saliguma, sebagian lagi kembali ke hulu sungai tempat pemeliharaan babi milik mereka. Sementara di Sangong, semangat anak dan orang tua makin bertambah melihat kecakapan anak-anak membaca dan berhitung. Seiring mulai rutinnya jadwal belajar, orang tua murid yang berasal dari komunitas adat yang tinggal di Sangong, Masabsap, Gojo dan Bat Sirauk mulai berpikir untuk mendirikan kampung baru dalam satu wilayah karena kasihan melihat anakanak yang harus berjalan kaki satu jam dari rumah ke sekolah melalui jalan setapak yang becek, semak belukar dan hutan. Lahan baru dibuka, kampung pun berdiri dengan nama Magosi yang diambil dari akronim nama ketiga tempat itu yakni Masabsap, Gojo dan Bat Sirauk yang diisi sekitar 30 kepala keluarga. Sejalan dengan pembangunan kampung, orang tua turut mendirikan rumah sekolah khusus karena Uma Aman Sabba dinilai kurang kondusif untuk belajar ketika ada ritual adat, mereka terpaksa ‘libur’ karena tempat tidak ada. Tahun itu juga sekolah rampung dibuat dari swadaya masyarakat dan bantuan YCMM. (g)


19

Puailiggoubat

Sistem pendidikan harus mampu menyesuaikan dengan tradisi yang berlaku pada komunitas adat.

Gerson Merari Saleleubaja

aju pompong menyibak arus sungai yang deras menuju hulu sungai Silakoinan, goyangan pakis yang tumbuh di sepanjang pinggir sungai seakan menyapa perjalanan tim dari Jaringan Pendidikan Komunitas Adat (JaPKA) menuju Sekolah Uma Magosi dan Tinambu yang terletak di hulu sungai. Sekitar 5 jam perjalanan, empat unit pompong yang ditumpangi tim yang berjumlah 10 orang tiba di Magosi, jam saat itu menunjukkan pukul 19.00 WIB. Jauh jarak tidak menyurutkan anggota tim yang telah lebih 10 tahun mendampingi dan mengelola sekolah komunitas adat yang terpinggirkan dari layanan umum untuk berbagi pandangan dan ilmu. Bagi sebagian komunitas yang tinggal jauh di dalam hutan, pendidikan yang layak merupakan hal yang masih sulit diraih, begitulah yang dialami komunitas adat di Indonesia seperti Orang Rimba di Jambi, Suku Tau Taa Wana di Palu dan Orang Mentawai di Mentawai, Sumatera Barat. Layanan pendidikan dari pemerintah sangat minim di daerah-daerah itu sehingga pendidikan di daerah itu hanya dilakukan oleh beberapa lembaga swadaya masyarakat yang peduli pada kehidupan komunitas adat seperti yang dilakukan Jaringan Pendidikan Komunitas Adat (JaPKA). Setelah melepas penat semalam di Magosi, tim lalu berkunjung ke Sekolah Uma Magosi pukul 09.00 WIB. Di sekolah itu, tim yang terdiri guru-guru sekolah komunitas di daerahnya masingmasing berbagi ilmu dengan cara mengajar anak-anak membaca, menulis, menghitung. Agar minat belajar siswa meningkat, mereka menyelingi kegiatan tersebut dengan bermain, masing-masing anak mencari pasangan timnya lalu dihitung dengan menggunakan bahasa Inggris. Teknik ini bertujuan untuk mengusir kejenuhan murid saat belajar. Siangnya perjalanan dilanjutkan ke Sekolah Uma Tinambu, di sekolah itu mereka berdiskusi dengan warga setempat kondisi daerah dan sekolahnya masing-masing. Menurut Theo Fernando Lubis, guru di Sokola (sekolah) Rimba, Jambi, pendidikan yang diberikan kepada anakanak tidak mesti sama dengan yang diterima oleh sekolah formal. Pendidikan menurut dia mesti menyesuaikan diri dengan kondisi kebudayaan komunitas yang menerima pendidikan tersebut.

L

PENDIDIKAN

NO. 295, 1 - 14 September 2014

Bersama Membangun Pendidikan Komunitas Adat FOTO:GERSON/PUAILIGGOUBAT

Tau Taa Wana, Palu. dalam seminar JaPKA yang dihadiri “Murid yang di- Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudidik tidak mema- dayaan, Musliar Kasim di Jakarta, 12 hami bahasa Indo- Agustus lalu. nesia yang membuat Tarida menuturkan, JaPKA menjadi mereka tidak dapat wadah perjuangan bersama melawan mengikuti pelajaran kemarjinalan komunitas-komunitas dengan maksimal, adat khususnya dalam pemenuhan demikian juga guru kebutuhan dan hak atas pendidikan. yang mengajar,” tu- Wadah ini juga menjadi media peningturnya. katan kualitas pendidikan sebagai bekal Amanda, guru kemandirian dan kedaulatan pengelolaan Sekolah Uma Magosi sumber daya alam dan identitas budaya mengaku jauh lebih Tarida menuturkan, pendidikan di beruntung karena se- komunitas adat harus berintegrasi telah menjadi filial dengan nilai-nilai kearifan lokal, tradisi, SDN 12 Muntei, adat istiadat, lingkungan alam dan perhatian pemerin- budaya. “Mesti ada kebijakan dan tah terhadap pendi- program riil pemerintah bagi pendidikan dikan di kampungnya yang berkualitas di komunitas-komusudah mulai mening- nitas adat,” jelasnya. kat. Dilihat dari pentingnya pendidikan, “Kepala sekolah Kepala Dusun Tinambu Desa Saliguma, BERMAIN - Piro Bunt, Guru Skola Lippu, Palu mengajarkan murid Sekolah Uma Tinambu bermain gole sudah sering ke Se- Siberut Tengah, Agustinus Bagong kolah Uma dengan Sakoddobat mengatakan, pihaknya Dari pengalamannya selama tua dan kepala sukunya untuk belajar. terjadwal, kami juga sudah mendapatkan sangat menginginkan pendidikan bagi mengajar anak-anak rimba di Bukit Dua Kalaupun mereka mendapat pendidi- bantuan media belajar seperti papan anak-anak mereka. Namun sebagai Belas, ia menyebutkan, tempat belajar kan, itu diajarkan secara sembunyi- tulis, baju olahraga siswa,” ujarnya. pemerintah terendah, ia mengaku tidak bagi anak-anak Suku Anak Dalam bukan sembunyi oleh guru-guru perempuan. Menurut Koordinator Divisi Pendi- dapat berbuat banyak karena tiap usulan di sebuah gedung namun hanya di tenda, “Sambil bermain, guru-guru perem- dikan dan Kebudayaan YCMM Tarida terkait pendidikan sejak kampung kadang di bawah pohon. Jumlah murid puan mengajar baca tulis dan hitung,” Hernawati, persoalan fundamental mereka dimekarkan menjadi dusun pada di Skola Rimba bervariasi, sebagian katanya. pendidikan di komunitas adat selalu 2013 belum terjawab. berjumlah 20 orang juga ada yang lebih Menurut Theo dan Maknun, anak terbentur dengan argumen ketiadaan “Birokrasi mungkin yang jadi tersebar di sepanjang hutan. perempuan Orang Rimba sangat dila- akses yang disebabkan kondisi geografis kendala, jika di tataran desa itu cukup “Tak ada tempat yang permanen rang berkomunikasi dengan orang luar, yang terisolir dan terpencil, populasi diterima tapi pemerintah di atasnya karena Orang Rimba masih menganut terutama laki-laki. Adat yang kuat yang minim dan terpencar-pencar serta tentu berkata lain,” katanya. sistem hidup berpindah sehingga membuat bagi siapa saja laki-laki yang tempat tinggal dan pola hidup tradisioIa cukup bersyukur setelah MoU kegiatan belajar dilaksanakan di tempat menyentuh tubuh, kain atau tempat tiur nal yang diterapkan komunitas pengelolaan bersama Sekolah Uma yang mereka diami selama beberapa perempuan Orang Rimba, sengaja atau tersebut. Tinambu antara YCMM dan SDN 16 waktu,” katanya saat melakukan kunju- tidak sengaja akan diberikan sanksi adat. “Generalisasi sistem pendidikan Saliguma dilakukan, murid sudah dapat ngan ke Sekolah Uma Magosi dan TiMaknun mengatakan, adat di nasional tidak mengakomodir kondisi melanjutkan setelah menyelesaikan nambu bersama JaPKA, Rabu, 20 Mentawai lebih terbuka karena semua kekhususan komunitas-komunitas pendidikan sampai kelas IV dan melanjut Agustus. anak-anak bebas belajar, kurangnya adat,” katanya, hal senada juga disam- di kelas V di SD tersebut. Theo menuturkan, ada banyak layanan pendidikan dari pemerintah paikannya saat menyampaikan makalah (g) FOTO:GERSON/PUAILIGGOUBAT faktor yang membuat mereka selalu yang menjadi faktor mereka tidak berpindah, faktor budaya dan adat mendapat layanan pendidikan. istiadat yang paling menentukan. Sejauh yang dilihat Theo, dukungan Misalnya jika ada salah seorang anggota di tataran pemerintah daerah dalam kelompok yang meninggal maka mereka bentuk lisan cukup baik namun impleakan meninggalkan daerah tersebut mentasinya sangat minim, seperti pekarena dianggap membawa sial. nyediaan guru. “Ini yang banyak dialami Kegiatan belajar, lanjut dia, dilaku- oleh komunitas adat yang tinggal jauh kan pada malam hari karena pada siang di dalam hutan, alasan akses membuat hari anak-anak membantu orang tuanya pendidikan mereka terabaikan,” katanya. bekerja. Pelajaran utama yang diberikan Setelah berjalan lebih dari 10 tahun, berupa baca, tulis dan hitung, namun murid tamatan Sokola Rimba telah ditesistem yang diberikan lebih fleksibel. rima di sekolah formal seperti SMP sete“Selain mempelajari buku yang lah mengikuti ujian persamaan paket A. umum dipelajari di sekolah formal, kami Selain akses, Piro Bunt, guru Skola banyak menerapkan pelajaran sambil Lippu, Palu mengatakan, guru dituntut bermain,” ujarnya. memahami bahasa setempat agar inteJauharus Maknun, guru sekolah raksi dengan murid dan masyarakat Rimba lain menuturkan, anak perem- sekitar berjalan lancar. Ini yang kadang puan dalam komunitas Suku Anak membuat beberapa guru tidak tahan BELAJAR - Theo Fernando Lubis, guru Sokola Rimba belajar sambil bermain Rimba tidak diperbolehkan oleh orang mengajar di lingkungan komunitas adat dengan murid Sekolah Uma Magosi


PENDIDIKAN Mentawai Akan Memiliki SMK Tahun Ini JAKARTA - Tahun ini Kabupaten Kepulauan Mentawai akan memiliki SMK, hal tersebut disampaikan Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Wamendikbud), Musliar Kasim saat menjadi pembicara kunci di seminar Jaringan Pendidikan Komunitas Adat (JaPKA) di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Selasa, 12 Agustus. Menurut Wamendikbud, pembangunan SMK di Mentawai telah mendapat persetujuan dari Kemendikbud saat dilakukan pembicaraan dengan Wakil Bupati Kepulauan Mentawai, Rijel Samaloisa beberapa waktu lalu. “Kita sudah beri izin sekarang tinggal Pemda Mentawai menyediakan lahan tempat pembangunan gedung SMK,” ujarnya. Direncanakan Oktober tahun ini, Wamendikbud sendiri akan melakukan peletakan batu pertama tanda pembangunan resmi dimulai. “Saya akan ke Mentawai meresmikan pembangunannya,” katanya. Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Kepulauan Mentawai Besli T. Oinan yang ditanya terkait hal itu menolak memberi keterangan. “Lebih pasnya tanya langsung kepada kepala dinas,” ujarnya pertengahan Agustus lalu. Sementara Wabup Mentawai dan Kepala Dinas Pendidikan yang coba dikonfirmasi Puailiggoubat melalui telepon terkait pelaksanaan pembangunan SMK tersebut belum mendapat jawaban. Pesan pendek yang dikirim juga tidak dibalas. (gsn)

120 Siswa SMP N I PUS Ikuti Kemah Bakti SIKAKAP - Memperingati hari Pramuka, sebanyak 120 siswa SMPN 1 Sikakap mengadakan kemah bakti di pekarangan SMPN 1 Pagai Utara Selatan, Jumat, 14 Agustus. Pembina Pramuka SMPN I PUS, Ermida mengatakan, kemah bakti merupakan kegiatan rutin yang diadakan tiap memperingati ulang tahun pramuka dan pandu sedunia. Kemah bakti ini menurutnya bertujuan melatih tiap anggota pramuka mandiri dan selalu dekat dengan alam. “Alam merupakan sumber kehidupan yang harus dipelihara dan dijaga, tidak bisa dirusak sewenang-wenang,” katanya. Kegiatan kemah bakti diisi dengan penyalaan api unggun dan pawai obor yang dimulai dari halaman sekolah menuju pelabuhan ASDP Sikakap. Dalam kurikulum 2013, pramuka merupakan kegiatan ekstrakurikuler wajib diikuti siswa baik SD, SMP maupun SMA. Kegiatan ini sendiri akan mendapat penilaian dalam sekolah. Namun Ermida menyebutkan, banyak kendala yang dihadapi mengembalikan kegiatan ini karena banyak perlengkapan seperti tenda yang rusak dan yang tersisa 8 unit sementara yang ikut pramuka sebanyak 10 tim yang membutuhkan 10 ten-da.“Bagi yang tidak memiliki tenda ter-paksa memakai terpal,” katanya\ (spr/g)

Puailiggoubat

NO. 295, 1 - 14 September 2014

20

Dana BOS Buku Kurikulum 2013 SD PUS Tidak Mencukupi Belum ada kepastian waktu kedatangan buku dari percetakan.

FOTO:SIPRIANUS/PUAILIGGOUBAT

Supri Lindra

ANGKAT PASIR

D

ana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) khusus pembelian buku paket

Kurikulum 2013 tingkat SD di Pagai Utara Selatan dicairkan melalui rekening masing-masing sekolah, Rabu, 20 Agustus lalu. Namun dana tersebut tidak cukup untuk membeli buku murid sehingga beberapa sekolah mesti menambahnya dari dana BOS reguler. Kepala SDN 15 Sikakap, Atoni Zalukhu mengatakan, dana pembelian buku paket Kurikulum 2013 yang diterima sekolahnya sebesar Rp2,7 juta. Dana tersebut dipergunakan membeli buku untuk 174 muridnya. “Sesuai dengan aturan Kurikulum 2013 setiap guru dan siswa harus memiliki buku paket dalam setiap bidang pelajaran,” katanya. Namun ia menyebutkan, jumlah dana tersebut tidak cukup untuk membeli buku untuk setiap murid meski disebutkan dana yang diberikan sesuai dengan kebutuhan yang dihitung berdasarkan jumlah murid. “Untuk menutupi kekurangan pihak sekolah harus menambah uang tersebut dari dana BOS pusat sebesar 5 persen dari jumlah keseluruhan dana, uang dana BOS buku telah dititipkan ke Kantor Pos dan dikirim sesuai petunjuk percetakan

Siswa SD 09 Puro mengangkat pasir di sekolah

pemenang tender pengadaan buku Kurikulum 2013, tapi kapan buku akan sampai belum diketahui,” ujarnya. Kepala SDN 06 Sinaka, Sabas Gultom membenarkan, kepastian pengiriman buku dari percetakan belum ada meski uang telah disetor. Sekolahnya sendiri mendapat dana Rp3 juta untuk pembelian buku 122 murid. Selain menanggung pembelian buku murid yang berada di sekolah induk, sekolah ini juga menanggung beban pembelian buku dari dua sekolah filial miliknya yakni filial Korit Bua dan Boria. Ia menuturkan, sistem pendidikan pada Kurikulum 2013 mengutamakan pengajaran karakter, sikap dan kreativitas. Penilaian akan diberikan guru setiap hari melalui proses belajar yang mereka lakukan. “Namun sayang sampai saat ini

kita belum punya buku sehingga pengajaran Kurikulum 2013 belum maksimal,” tuturnya. Sesuai petunjuk dalam Kurikulum 2013, Kepala SDN 26 Taikako, Suarda menyebutkan, tiap guru dan murid harus memiliki satu buku pegangan. Ia menyebutkan dana pembelian buku sudah masuk di rekening sekolahnya namun belum dicairkan dan dibayarkan kepada pemenang tender buku. Menurut Kepala SDN 26 Taikako, Suarda, tanggungjawab pengawasan pelaksanaan kurikulum 2013 merupakan kewajiban pengawas sekolah namun sayang pengawas tidak pernah dilatih oleh dinas terkait sistem belajar yang baru ini. “Akibatnya, pengawas tidak bisa mengarahkan bagaimana pelaksanaan Kurikulum 2013 yang semestinya,” katanya.

Dari penjelasan Kurikulum 2013, lanjutnya, mata pelajaran yang diberikan kepada murid kelas 1 dan 2 berupa bahasa Indonesia, matematika, PPKn dan agama, sementara pelajaran IPS dan IPA tidak diberikan. Kedua mata pelajaran tersebut diajarkan kepada kelas 3-6. Setelah menerima dana BOS buku Kurikulum 2013, kepala sekolah sePUS diundang Dinas Pendidikan mengikuti pelatihan pelaksanaan kurikulum itu yang diadakan Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) di UNP Padang selama seminggu, 2126 Agustus. Menurut Atoni Zalukhu, pelatihan yang diberikan kepada kepala sekolah SD negeri dan swasta ini bertujuan memperdalam pengetahuan kepala sekolah saat melaksanakan Kurikulum 2013 di sekolahnya masing-masing.(g) FOTO:DOK YCM

Pembangunan TK Dusun Pangasaat Capai 60 Persen SAIBISAMUKOP - Pembangunan TK Dusun Pangasaat Desa Saibi Samukop Kecamatan Siberut Tengah melalui dana Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPMMP) tahun 2014 sudah mencapai 60 persen. Menurut Ketua Tim Pelaksana Kegiatan (TPK) Desa Saibi Samukop, Bernadus Sangaimang, TK yang dibangun berukuran 8x15 meter terdiri 2 ruangan belajar, masing-masing 1 ruangan kepala sekolah dan guru, ditambah 2 WC. Pembangunan yang menelan biaya sebesar Rp232 juta itu ditar-

getkan selesai pada September tahun ini. “Jika sudah rampung, bangunan sudah bisa dipakai, keterlambatan kemarin hanya masalah material yang lambat masuk,” katanya saat ditemui Puailiggoubat, Jumat, 22 Agustus. Sementara realisasi anggaran, kata Bernadus, telah memasuki pencairan dana tahap II sebesar Rp124.500.000, sebelumnya pada tahap I dana yang dicairkan Rp37,5 juta. “Kalau pencairan dana siap pada tahap II disertai laporannya, baru dicairkan dana taap III sebesar Rp70 juta,” jelasnya.(rr/g)

PELATIHAN - Guru sekolah komunitas memperlihatkan media belajar yang diberikan kepada murid saat pelatihan di Sekolah Alam Minang Kabau, Padang


Puailiggoubat NO. 295, 1 - 14 September 2014

Akses transportasi dan sumber informasi harga dan ruang pasar produk yang minim membuat sumber ekonomi lain selain manau tidak tergarap maksimal.

Manau Andalan Ekonomi Warga Tinambu FOTO:GERSON/PUAILIGGOUBAT

manau, pengumpul lokal di kampung ada begitu juga di Muara Siberut sudah tetap,” katanya kepada Puailiggoubat, Rabu, 21 Agustus. Manau yang mereka jual, didapat dengan mencari hutan, namun sejak tahun 2013 warga setempat sudah menanam manau. “Saya memiliki manau sebanyak 1.000 batang yang telah tertanam, sebagian sudah besar sebagian lagi masih kecil,” ujarnya.

Meski telah membudidayakan penanaman manau, lanjut Gito, pendapatan yang mereka terima per bulan juga tak menentu. Manau baru bisa dijual saat batangnya cukup besar dan panjang. Simang Bagiat (40), warga lain menambahkan, bibit manau yang mereka tanam dicari di hutan karena belum ada bantuan dari pemerintah. Jumlahnya juga variatif, tergantung kemampuan dan ketersediaan bibit.

Di tingkat pengumpul lokal, manau warga sepanjang sekitar 3 meter dibeli berdasarkan klasifikasi ukuran keliling batang. Untuk ukuran 36 (besar) Rp8 ribu per batang, ukuran 31 (menengah) Rp2.500 per batang, ukuran 26 (kecil) Rp1.000 dan ukuran 18 (paling kecil) dibeli Rp5 ratus per batang. “Jika pas panen, pendapatan mampu menutupi seluruh kebutuhan keluarga karena harganya cukup bagus selama beberapa waktu berupa ikan, BBM, rokok dan lain sebagainya,” tutur Gito. Pendapatan cukup besar dari penjualan manau, sambung Simang, menyemangati mereka menanam manau dalam skala besar. “Tapi sayang pola penanaman yang masih sederhana dan tidak fokus membuat ekonomi kami tidak terangkat,” jelasnya. Sementara Elison, pengumpul lokal manau di Tinambu menyebutkan, harga jual manau per batang di pasar Muara Siberut tidak jauh beda dengan yang diterapkannya di Tinambu. Misalnya, manau ukuran 36 ia beli Rp9 ribu per batang, ukuran 31 Rp3.500, ukuran 26 Rp2 ribu dan 18 Rp1.000 per batang. “Perbedaan harga sekedar bisa menutupi biaya transportasi pengangkutan, keuntungan juga tidak menentu,” jelasnya. Ia menyebutkan, pengangkutan manau ke Muara Siberut dilakukan selama dua minggu sekali dengan jumlah mencapai 1.000 batang. Ia mengakui warga Tinambu sudah mulai membudidayakan manau setahun lalu, namun saat ini mereka belum bisa panen. (g)

daun dan buah ikut keriting yang menyebabkan cabai layu kemudian mati. “Penyakit keriting cabai dapat menular ke tanaman lain, satu-satunya cara dengan mencabut tanaman tersebut dan membakarnya agar penyakitnya tidak menular,” tuturnya. Ia menyebutkan, saat harga cabai Rp50 ribu per kilogram, petani akan mendapat keuntungan besar. Ia menuturkan, selama bertanam cabai pernah mendapat keuntungan sekitar Rp94 juta dalam setahun ketika harga cabai mencapai Rp70 ribu per kilogram. Keuntungan tersebut ia dapat dari 2 kali tanam cabai dalam setahun di atas tanah seluas seperempat hektar.

Selain bermodal ketekunan dan tenaga, ia juga mengeluarkan modal sebesar Rp5 juta sekali musim tanam. Modal tersebut ia gunakan untuk membeli benih cabai Rp800 ribu dari jenis unggul, pupuk Rp1,68 juta, pestisida dan obat-obatan Rp1,49 juta dan plastik mulsa Rp1,4 juta. Namun keuntungan sebesar itu, katanya tidak selalu didapat tiap tahun diakibatkan gagal panen baik faktor hama maupun cuaca. Ia menyebutkan selama 10 tahun bertanam cabai ia mengalami 5 kali gagal panen. “Pada tahun lalu ladang cabai saja mati dihantam banjir sebelum sempat dipanen,” ujarnya. Namun kegagalan panen, bagi

Meon bukan alasan menghentikan penanaman cabai karena dirinya telah menggantungkan hidupnya dari hasil tanaman ini. “Kalau saya berhenti menanam maka saya tidak bisa makan,” katanya. Itulah sebabnya bertanam cabai butuh kesabaran dan keuletan, tidak boleh sekedar iseng namun mesti didukung kreatifitas dan rajin berinovasi. Meski sudah berpengalaman menanam cabai, ia mengaku tetap butuh penyuluhan dari Dinas Pertanian agar bisa menanam cabai dengan teknik alami. “Pernah saya menanyakan hal itu kepada petugas penyuluh lapangan namun jawaban mereka tidak jelas,” katanya. (ss/g)

Gerson Merari Saleleubaja

anyak komoditi yang dimiliki warga Dusun Tinambu Desa Saliguma, Siberut Tengah Kabupaten Kepulauan Mentawai yang bernilai ekonomis namun manau menjadi andalan sumber ekonomi warga setempat karena lebih mudah mendapatkannya dan gampang dijual. Gito Salabok (33), salah seorang warga mengatakan, jauhnya jarak kampung mereka dengan pasar penjualan komoditi membuat pisang, ubi, babi dan ayam yang juga mereka kelola selain manau susah dijual. Ia menjelaskan, meski dusunnya berinduk di Saliguma Kecamatan Siberut Tengah namun penjualan komoditi pertanian dan peternakan mereka dibawa ke pasar Muara Siberut Kecamatan Siberut Selatan karena akses transportasi lebih mudah meski melalui sungai dan tempat penjualan yang banyak. Perjalanan dari kampungnya yang berlokasi di hulu sungai Silakoinan menuju Muara Siberut melalui sungai dengan menaiki pompong menghabiskan waktu sekitar 5-6 jam perjalanan saat banjir, namun saat musim kering waktu dibutuhkan lebih lama. Sementara untuk ke Saliguma, hanya memakan waktu perjalanan sekitar 2 jam melalui jalan setapak berupa rawa dan perbukitan. Dengan jarak sejauh itu dan keterbatasan sarana transportasi membuat komoditi seperti pisang, ubi dan keladi

21

B

MANAU - Gito Salabok, warga Tinambu Desa Saliguma meletakkan manau yang menjadi sumber ekonomi di kampung itu sulit dipasarkan karena beban yang diangkut sangat berat jika melalui jalan darat. Belum lagi tak ada pasar yang menjanjikan. “Kalau jual pisang kadang kami tidak tahu harga pasarnya dan apakah ada pengumpulnya karena keberadaan mereka tergantung kedatangan kapal dari Padang, belum lagi info semacam itu susah kami dapat, sehingga kami kadang malas mengangkutnya, beda dengan

Suka Duka Petani Cabai MAILEPPET - Menanam cabai bukanlah persoalan mudah, membudidayakan tanaman yang satu ini tidak hanya sekedar bermodal peralatan, bibit atau pestisida, tanpa disertai pengetahuan dan keuletan merawatnya, panen cabai tak akan maksimal. “Cabai adalah tanaman manja, sehingga kita harus rutin merawatnya, melihat tiap perkembangannya sejak ditanam, mulai dari perubahannya hingga bedengannya,” kata Edi Meon Saleleubaja (47), petani cabai di Dusun Bat Joja Desa Maileppet Kecamatan Siberut Selatan kepada Puailiggoubat, Kamis, 28 Agustus. Menurut pria yang menggeluti tanaman cabai ini sejak 10 tahun lalu

tepatnya pada 2004, menanam cabai tak boleh asal-asalan. Setiap perubahan cuaca dari hujan atau kemarau pertumbuhan cabai mesti diteliti karena tanaman ini sangat sensitif terhadap perubahan iklim. “Ketika musim hujan, cabai rawan terserang penyakit apalagi sudah mulai musim bunga, buahnya rentan busuk, jika kemarau tanaman ini mudah layu apalagi umurnya masih mudah,” jelasnya. Pada saat tertentu, petani mesti memperhatikan penimbunan akar tanaman agar tidak menyebabkan cabai berdaun keriting yang diakibatkan cendawan yang muncul pada akarnya. Jika akar rusak, lanjutnya,


22

Puailiggoubat

EKOKER

NO. 295, 1 - 14 September 2014

Harga BBM di kalangan pengecer diberlakukan seenaknya membuat warga miskin tak mampu membeli.

HET BBM di Sikakap Ditetapkan FOTO:SUPRI/PUAILIGGOUBAT

Supri Lindra

elangkaan disertai mahalnya harga BBM di Kecamatan Sikakap Kabupaten Kepulauan Mentawai semakin parah. Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan sebelumnya tak digubris pengecer. Untuk menjawab hal tersebut, Camat Sikakap, Happy Nurdiana bersama Muspika Sikakap menetapkan harga sesuai jauhnya jarak desa atau dusun di daerah itu. Dalam rapat yang digelar bersama Muspika Sikakap dan Agen Premium, Minyak Tanah dan Solar (APMS), Happy menyampaikan kegusarannya karena terjadi perbedaan harga eceran BBM terutama minyak tanah dan premium yang ditetapkan sebelumnya yakni minyak tanah Rp5 ribu per liter sementara premium Rp7 ribu per liter. “Dari pantauan kami, pengecer premium di sini menjual sampai Rp10 ribu per liter bahkan lebih, bukankah mereka juga membeli minyak ke APMS dengan harga Rp 7 ribu per liter, solar Rp 6.500 perliter dan minyak tanah Rp5 ribu per liter, untuk itu pertemuan ini bertujuan menstabilkan harga agar masyarakat tidak dirugikan,” katanya dalam rapat yang dihadiri Kapolsek Sikakap Iptu Edison Hulu, Kepala Desa Sikakap Suharman, Kepala DesaTaikako Marluster, Plt Desa Matobe Paber Sapatadekat, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Kepulauan Mentawai Junaidi, dan seluruh agen penyalur bahan bakar

K

RAPAT - Camat Sikakap,Happy Nurdiana (dua dari kiri) beserta Muspika membahas HET BBM Sikakap minyak se-Kecamatan Sikakap, Jumat, 15 Agustus. Camat menegaskan, jika setelah harga ditetapkan namun masih ada penyalur BBM yang menjual melebihi harga yang disepakati dan menjual BBM subsidi ke pihak perusahaan maka izin agen tersebut dicabut. Sesuai dengan kesepakatan sebelumnya pemerintah Kecamatan Sikakap dengan APMS menetapkan sistem penyaluran BBM diubah dengan membuka agen penyalur di tingkat dusun, desa dan kecamatan. Sementara Iptu Edison Hulu menyebutkan, masalah kelangkaan BBM sudah menjadi masalah nasional penyebabnya adalah kuota yang tetap sementara pemakai bertambah setiap bulannya seperti kendaraan dan mesin speed boat. Menurutnya sudah saatnya APMS

menambah kuota namun data yang akurat dari masyarakat mesti ada baik di dusun, desa dan kecamatan. “Berdasarkan data akurat tersebut APMS dapat mengajukan jumlah kuota baru,” ujarnya. Kapolsek meminta agen penyalur lebih bertanggungjawab agar warga tidak dirugikan lagi,”kalau masih ada warga yang mengeluh setelah ini soal distribusi BBM, saya akan usulkan ke Pemerintah Kecamatan agar izinnya dicabut, jika berkaitan pelanggaran hukum maka akan diproses sesuai dengan undang-undang migas,” tegasnya Sementara Kepala Desa Sikakap, Suharman meminta agen penyalur mengutamakan masyarakat dan waktu pengambilan BBM diperpanjang. “Selama ini waktu yang diberikan agen membeli BBM hanya 2 hari, setelah itu

BBM hilang hentah kemana, tak seluruh warga mampu beli BBM,” ujarnya. Pertemuan tersebut menetapkan HET Desa Sikakap meliputi Dusun Sikakap Timur, Sikakap Tengah, Sikakap Barat, Hvea, Sibaibai, Seay Baru, Seay lama, Berkat Baru, Berkat Lama, BBM jenis premium Rp8 ribu per liter, solar Rp7 ribu per liter dan minyak tanah Rp6 ribu per liter. Sementara Dusun Mabolak, Mapinang dan Pinatetek, HET premium Rp9 ribu per liter, minyak tanah Rp7 ribu per liter dan solar Rp8 ribu per liter. HET untuk Desa Taikako jenis premium Rp10 ribu, solar Rp9 ribu dan minyak tanah Rp7 ribu per liter. HET BBM Desa Matobe jenis premium Rp8.500, solar Rp7.500 dan minyak tanah Rp6.500 per liter. Sementara di Dusun Polaga, HET

BBM premium Rp10 ribu, solar Rp9 ribu, minyak tanah Rp8 ribu per liter. HET BBM Dusun Bubuakat, Sarere dan Tunang, premium Rp9 ribu, solar Rp 8 ribu dan minyak tanah Rp7 ribu per liter. Di Dusun Makukuet dan Cimpungan, harga premium Rp9 ribu, solar Rp8 ribu dan minyak tanah Rp7 ribu per liter. Kendaraan Pemerintah Dilarang Gunakan BBM Bersubsidi Selain menetapkan HET, Camat Sikakap menegaskan semua kendaraan dinas pemerintah mulai sepeda motor, speed boat dan yang lainnya tidak boleh memakai BBM bersubsidi. “Kendaraan dinas yang berplat merah merupakan kendaraan dibeli dengan uang negara dari pajak rakyat yang biaya operasionalnya ditanggung negara, baik itu BBM maupun perawatannya sudah rutin dianggarkan tiap bulan, maka mulai hari ini sudah harus memakai pertamax atau BBM nonsubsidi,” katanya di hari yang sama. Happy mengaku, sampai saat ini masih banyak kendaraan dinas yang menggunakan BBM bersubsidi. “BBM bersubsidi untuk masyarakat miskin jadi biarkan mereka memakainya,” katanya. Anggota DPRD Mentawai Terpilih, Kortanius Sabeleake mendukung keputusan penggunaan BBM nonsubsdi bagi kendaraan dinas pemerintah. Menurutnya, BBM subsidi ditujukan untuk warga miskin. “Kapal tidak dibolehkan memakai BBM bersubsidi, kalau kedapatan silakan laporkan, dari instansi mana dan siapa namanya, nanti akan kita panggil dan diproses sesuai aturan yang berlaku,” tegasnya. (g)

Puluhan Hektar Sawah di Saibi Samukop Terserang Hama SAIBISAMUKOP-Puluhan hektar tanaman padi warga Desa Saibi Samukop Kecamatan Siberut Tengah Kabupaten Kepulauan Mentawai diserang hama, akibatnya sebagian tanaman tersebut mati sebelum sempat dipanen. Ketua Kelompok Tani Sawah Saibi Samukop, Ishak Salakkau mengatakan, tanaman padi yang mati baru ditanam sekitar tiga minggu sebagian lagi sudah berumur sebulan lebih. “Ciri-ciri tanaman yang terserang hama berupa padi menguning kemudian layu, setelah itu mati,” katanya kepada Puailiggoubat, Jumat, 22 Agustus. Menurut pengamatan mereka, jenis hama yang menyerang tanaman berupa ulat, cacing dan serangga. Serangga yang kecil menggerogoti tanaman dimulai dari akar kemudian batang dan daun, lalu menyebar ke

seluruh tanaman. Ishak menuturkan, sawah yang ditanami saat ini seluas 22 hektar, dalam satu petak sawah tanaman yang terjangkit penyakit awalnya hanya 10-15 batang namun kemudian menyebar ke tanaman lain. “Jika penanganan hama terlambat semua tanaman bisa mati sebelum dipanen,” tuturnya. Ishak menyebutkan, kejadian tersebut telah disampaikan kepada Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Pertanian Kecamatan Siberut Tengah. “Solusinya kami sudah mendapat pestisida yang dibeli dari uang iuran anggota, namanya Faktac yang disemprotkan nanti, ujicoba obat tersebut akan dilakukan di tanaman saya dulu untuk mencegah siapa tahu pestisida itu tidak cocok ke tanaman,” katanya. Selain serangan hama, kematian

tanaman juga disebabkan pengaruh air sawah yang mengandung zat garam berlebih ditambah lokasi penanaman yang masih baru meski puluhan tahun lalu sudah pernah ditanami padi. Tanaman padi tersebut merupakan program Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai tahun lalu berupa rehabilitasi persawahan seluas 30 hektar dan tahun ini memasuki penanaman kedua kalinya. Kepala Urusan Umum Pemerintah Desa Saibi Samukop, Adismanto Sagaragara membenarkan kejadian tersebut karena tanaman sawahnya juga ikut terjangkit. “Belum lama ini, padi saya sepanjang dua petak juga terserang hama sejenis, padahal sebelum padi ditanam sudah disemprot obat anti hama,” ujarnya. Mengatasi penyebaran penyakit

padi tersebut, pihaknya berkoordinasi dengan pihak terkait untuk segera mendapatkan solusi agar warga tidak merugi.

Sementara Koordinator di UPTD Pertanian Siberut Tengah, Trimurni yang dikonfirmasi lewat telepon tak bisa terhubung.(rr/g)

Pasar Sikabaluan Belum Beroperasi SIKABALUAN - Pasar ibu kecamatan Siberut Utara di Sikabaluan yang dibangun melalui program Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (Disperindagkop dan UMKM) pada tahun 2013 belum dioperasikan. Berdasarkan pantauan Puailiggoubat, bangunan tersebut sudah dipasangi penerangan dari PLN namun warga yang menjual sayur dan buah-buahan masih melakukan aktvitas di tepi jalan samping kantor kecamatan Siberut Utara. Akibatnya, jalan menjadi sempit dan sering menimbulkan kemacetan. Menurut Camat Siberut Selatan, Sandra Oktavia, warga yang akan mengisi kios sudah banyak yang mendaftar namun pasar belum dipakai karena serah terima antara Disperindagkop dan UMKM dengan kecamatan belum ada. “Kita masih menunggu keputusan dari dinas baru bisa dipakai,” katanya kepada Puailiggoubat, Kamis, 14 Agustus.(bs/g)


23

Puailiggoubat NO. 295, 1 - 14 September 2014

Suara Daun

D

ahulu kala ada dua orang gadis kakak-beradik. Suatu hari si bungsu pergi berjalan-jalan ke pinggir hutan. Saat berjalan ia menyanyikan sebuah lagu yang berbunyi (tak ada yang tahu apa maksud nyanyian ini): “Sara guguk lakku, bagiku tari dere.” Nyanyian itu terdengar oleh Siainyong. Siainyong adalah roh jahat di hutan yang ketika muncul menyerupai seorang nenek tua. Siainyong ini menjawab,” Kemarilah Lutlutlut lakut, bagiku tari dere, kemarilah!” Gadis itu mengikuti Siainyong pergi ke rumahnya di tengah hutan. Sampai di rumah Siainyong hidangan sudah tersedia dan gadis itu diajak makan. Melihat hidangan yang lezat si gadis tentu saja tidak menolak. Saat makan ia mengambil lauk seekor udang betina. Selesai makan gadis itu segera pamit dan kembali ke rumahnya. Keesokan harinya si gadis kembali menyanyikan dendang dendang yang sama di tempat kemarin. Siainyong muncul lagi dan mengajak ke rumahnya. Saat makan Siainyong memberinya lauk lalat yang besar. Si gadis memakannya. Selesai makan berkatalah Siainyong,” Cucuku, carikanlah kutu di kepalaku.” Si gadis mencari kutu di kepala Siainyong. Saat mencari kutu yang ia lihat di antara rambut Siainyong adalah ular dan binatang berbisa lainnya. Melihat hal itu gadis itu bersikap biasa-biasa saja dan tidak takut, kemudian ia berkata kepada Siainyong. “Sekarang gentian Nek, carikanlah kutuku.” Siainyong menyanggupinya dan mencari kutu di gadis. Tapi setelah diperiksa kepalanya, Siainyong mengatakan dikepalanya tidak ada kutu. “Kalau begitu aku permisi dulu Nek, aku mau pulang,” katanya. “Kalau kau ingin pulang bawalah barang-barang ini dan juga ayam ini untukmu,” katanya. Si gadis menerima barang-barang dan ayam itu dan membawanya pulang. Sampai di rumah kakaknya melihat barang-barang dan ayam yang dibawa adiknya. Dari mana kau dapatkan barangbarang dan ayam itu?” kata kakaknya. “Dari nenek,” jawab adiknya. Adiknya menceritakan apa kejadian itu. “Kalau begitu, besok aku akan pergi ke tempat nenek itu,” kata kakaknya. “Kalau hendak pergi ke sana, dengarlah nasehatku, tangkaplah dulu lalat besar,” kata adiknya. “Kau adikku kau pula yang menasehati aku, kakakmu, itu tidak

Gerson Merari Saleleubaja

Ironi BBM Mentawai

P

Dua Gadis dan Siainyong pantas,” bentak kakaknya. Esok harinya kakaknya itu pergi ke tempat dimana adiknya sebelumnya berjumpa Siainyong. Di sana ia bernyanyi seperti nyanyian adiknya. “Kemarilah!” terdengar suara Siainyong. “Ini aku, Nek,” kata gadis itu. Siainyong muncul dan membawa gadis itu ke rumahnya. Sampai di rumah, Siainyong memberinya lalat yang besar sebagai lauk. Selesai makan Siainyong menyuruhnya mencari kutu. Seperti cerita adiknya, gadis itu melihat di atas kepala Siainyong bermacam-macam binatang berbisa. “Sekarang giliranmu, Nak, aku akan mencari kutumu,” kata Siainyong. Siainyong menyibakkan rambut si gadis, seakan hendak mencari kutu. Ternyata Siainyong menghisap otak gadis itu sampai gadis itu meninggal. Kemudian Siainyong mencongkel kedua biji matanya dan membuang mayatnya ke depat

bibit pohon kelapa. Di rumah adiknya menunggu gelisah setelah kakaknya tidak juga pulang. Bahkan setelah hari mulai malam. “Kakak tak juga pulang, mungkin ia sudah dibunuh Siainyong,” kata gadis itu dalam hati. Esok harinya ia pergi menyusul kakaknya. Dilihatnya mayat kakaknya tergeletak dekat bibit kelapa dan kedua biji matanya tergantung dekat penyalaian di dapur Siainyong. Menyaksikan itu ia duduk cemberut di dapur. “Kemarilah Nak, mari kita makan,” kata Siainyong. “Tidak mau,” katanya. “Ini telur untuk laukmu,” bujuk Siainyong. Gadis itu tetap tidak mau. “Kalau begitu, apa yang kau kehendaki,” Tanya Siainyong. “Itu saja berikan kepadaku,” kata gadis itu menunjuk kedua biji mata kakaknya. “Itu tidak boleh kau minta, itu bukan mainan,” kata Siainyong.

Aku tak makan, berikan saja itu untuk mainanku,” kata gadis itu. “Kalau begitu, ambillah,” kata Siainyong mengalah. Gadis itu kemudian mengambil kedua biji mata itu dan ia bersedia makan. Sehabis makan ia pergi ke tempat tidur. Sebelum tidur Siainyong berkata,” Cucuku, aku akan pergi mencari ikan, tidurlah,” katanya. Setelah yakin gadis itu sudah tidur, Siainyong kemudian pergi ke sungai mencari ikan. Saat itu si gadis diam-diam bangun, dibawanya biji mata ke dekat tubuh kakaknya. Dipasangkannya kembali kedua biji mata itu, kemudian ia langkahi mayat kakaknya. Maka hidup kembali kakaknya. Matanya pun pulih seperti semula. Mereka kembali ke rumah bersama-sama meninggalkan tempat Siainyong. (o/diadopsi dari Bruno Spina, Mitos dan Legenda Suku Mentawai)

ekik kelangkaan, kemahalan bahan bakar minyak di Mentawai terutama premium tak terhitung lagi di kabupaten yang katanya paling miskin di Sumatera Barat ini, namun ibarat berteriak di ruang hampa bahkan gaungnya pun tak bergema. Rakyat di daerah ini telah lama diabaikan, langkah penanganan hanya pernyataan belaka. Keterbatasan kuota selalu jadi kambing hitam, pengawasan distribusi dari aparat bukannya membuat distribusi menjadi semakin baik namun rakyat malah dicurangi oleh beberapa oknum. Saat saya berkunjung ke Silakoinan pada 20 Agustus lalu, Simang Bagiat, salah seorang warga saya tanya persoalan BBM ini, namun di luar perkiraan saya ia mengumpamakan dengan berkata, di kampungnya ada sapi yang berkeliaran di kampungnya sehingga merusak tanaman warga. Keputusannya saat itu, menangkap hewan tersebut dengan jerat karena sudah beberapa kali diberi peringatan pemilik tak menggubris. Saat dipasang jerat, ternyata leher sapi itu yang terjerat yang membunuhnya saat itu juga. “Nah, jika memberlakukan penanganan yang sama kepada terduga sindikat oknum penyeleweng BBM dengan menjeratnya dengan pasal hukum dengan berat, berani tidak,anai peilek silogui mai(panah kami ada),” katanya dengan tatapan nanar sambil tangannya menirukan cara memanah, saya hanya termangu. Saya dapat memahami kekesalan Simang Bagiat, mereka tak bisa mengangkut pisang ke Muara Siberut karena pompong tak punya bensin. Menguapnya bensin subsidi menyebabkan warga kabupaten ini yang beberapa diantaranya memakai motor butut dipaksa mengkonsumsi pertamax yang setara dengan mobil mewah berharga ratusan juta. Sungguh ironi ketika ‘orang luar’ menyebut kita miskin namun bensin yang kita konsumsi untuk orang kaya raya. Ingat, rakyat sudah menahan kesal sekian lama karena sehari BBM masuk langsung lenyap, kemudian esoknya muncul bensin nonsubsidi, ini sungguh tidak logis padahal dari dulu disebutkan tak ada jatah bensin subdisi buat Mentawai, dengan kata lain semuanya subsidi. ***


Puailiggoubat NO. 295, 1 - 14 September 2014


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.