33 minute read
Tantangan Auntentikasi Kopi Luwak
Oleh Andi Dharmawan Peneliti Teknologi Pascapanen Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia
Kopi luwak memiliki nilai jual yang tinggi dan sangat populer bagi penikmatnya. Menurut Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional Kementerian Perdagangan tahun 2014, harga biji kopi luwak arabika mencapai 600 dolar Amerika perkilogram. Kendati demikian, adanya ketidakseimbangan antara permintaan dan ketersediaan stok kopi luwak, membuka kesempatan bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan kecurangan, dengan membuat produk tiruan (imitasi) dan mengedarkannya ke pasar global, sehingga merugikan konsumen dan berpotensi merusak citra produk aslinya.
Advertisement
Produsen kopi luwak utama seperti Indonesia, Vietnam, Filipina, dan Tiongkok mampu memproduksi sedikitnya 200 ton setiap tahun (Simpson, 2017). Sedangkan pada tahun 2018, menurut Laporan Data Intelo mengenai Global Kopi Luwak Market by Application and Region kebutuhan kopi luwak mencapai 10.000 ton. Dengan kata lain, permintaan kopi luwak jauh melebihi (sekitar 90%) kemampuan produksi, sehingga risiko terjadinya pemalsuan sangat besar.
Perkembangan kopi luwak
Kopi luwak pertama kali populer pada tahun 2007, saat diperkenalkan dalam sebuah acara gelar wicara “The Oprah Winfrey Show”. Sang presenter memperkenalkan dan memperagakan cara menikmati kopi luwak arabika Aceh Gayo. Ketenaran kopi tersebut berlanjut setelah beberapa aktor Hollywood seperti Jack Nicholson dan Morgan Freeman mengonsumsinya.
Merunut sejarahnya, kopi luwak sudah dikenal sejak zaman penjajahan Belanda (VOC) pada tahun 1602 sebagai alternatif kopi yang dikonsumsi pribumi dengan memanfaatkan dan mengolah buah kopi yang jatuh ke tanah atau hasil keluaran feses hewan luwak (Asian Palm Civet Coffee), Paradoxurus hermaphroditus. Kenikmatan kopi tersebut menjadi buah bibir dan terdenger oleh kolonial Belanda sehingga permintaan melonjak. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Belanda mengembangkannya hingga ke Vietnam
dan Filipina. Sementara itu, sejak tahun 1957 pusat produksi kopi luwak di Indonesia dilakukan oleh PTPN XII di Jawa Timur. Produksi kopi luwak setiap ekornya dalam 2-3 minggu mencapai 1,2 kg biji kopi kering. Dengan menyebarkan hewan tersebut sebanyak 600 ekor di semua kebunnya maka potensi produksi dapat mencapai kurang lebih 7,2 ton per musim.
Di tempat lain, produsen sekaligus pengekspor kopi luwak di Indonesia hingga saat ini ada diantaranya berasal dari Gayo dan Bandung. Sebagai daerah penghasil kopi luwak arabika terbesar di Bandung Selatan, Pangalengan, CV Kopi Luwak Indonesia menjadi eksportir kopi luwak yang memiliki penangkaran sendiri maupun liar. Dengan luas sekitar 6 ha dan berada pada ketinggian 1600 mpdl kopi luwak yang dihasilkan memiliki cita rasa khas yang diberi nama Golden Luwak (Real Original Luwak Coffee). Berdiri sejak tahun 2009 kopi luwaknya telah dikirim ke berbagai benua dan negara, seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Jepang, Korea, Taiwan, Hongkong, Amerika Serikat,
Kanada, Belanda, Jerman dan Belgia. Tidak jauh berbeda dengan produsen kopi luwak yang berada di Gayo, Aceh, JPW Coffee yang telah mendapatkan sertifikat pernyataan kopi luwak dari Masyarakat Perlindungan Kopi Gayo (MPKG), Reinforest Alliance, World Animal Protection, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Namun, sertifikasi tersebut tidak menyasar atau mengautentikasi keaslian kopi luwak. Sertifikasi tersebut mengarah pada sistem pertanian yang berkelanjutan sesuai pedoman Good Agriculture Practices (GAP), ramah terhadap lingkungan (merekomendasikan hewan luwak liar) serta jaminan mutu proses yang halal dan higienis. Adapun jika kopi luwak tersebut dianalisis melalui laboratorium penguji, maka itu adalah hasil uji untuk karakteristik fisik dan kandungan kimianya, yaitu berdasarkan SNI 01 2891 1992 tentang cara pengujian mutu pangan. Sedangkan sertifikasi nasional yang menyasar pada personel untuk pengolahan kopi luwak sudah diatur dalam Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) No. 48 tahun 2013. Lebih lanjut pengujian cita rasa berdasarkan metode organoleptik yang berkembang pada panelis cita rasa kopi juga belum bisa menjamin keasliannya karena di dalam hasil pengujian hanya mencantumkan identitas yang diberikan oleh pengirim sampel.
Autentikasi kopi luwak
Tidak adanya suatu badan yang melegitimasi autentikasi kopi luwak mendorong pelaku atau produsen kopi luwak untuk mengisi dan memenuhi kebutuhan pasar kopi luwak dunia dengan membuat tiruannya. Salah satunya yang berasal dari Vietnam, Kafe Trung Nguyen di pusat kota Hanoi. Perusahaan tersebut menjual kopi luwak imitasi yang tersebar hingga ke Amerika Serikat dan Eropa dengan nama Legendee. Perusahaan tersebut mempekerjakan ahli kimia untuk mengolah kopi seperti sistem pencernaan yang terjadi didalam perut luwak atau membuat tiruan feses hewan luwak baik dari bentuk dan ukurannya dengan membubuhkan tepung kanji pada tanah lempung dan serbuk kayu yang dimampatkan pada kopi. Praktek tersebut kini lazim juga ditemui pada sebagian kecil petani kopi luwak dalam negeri. Selain dikarenakan terbatasnya
Tabel 1. Kandungan kafein pada kopi robusta dan arabika
No. Jenis kopi Kadar kafein (%)
1 Kopi robusta 2.20
2 Kopi arabika 3 Kopi luwak robusta 1.20
1.64
4 Kopi luwak arabika 0.94 Sumber
Aditya, I Wayan; Nocianitri, Komang Ayu; Yusasrini, Ni Luh Ari (2016)
Lutfiah Anggraeni, Siti (2017)
ketersediaan stok kopi luwak, masalah kebersihan dan ancaman populasi hewan luwak liar di alam menjadi alasan lain bagi sebagian orang yang enggan mengonsumsi kopi luwak.
Secara umum proses in-vitro fermentasi kopi di dalam perut luwak menurut Fitri, A B Tawali, dan A Laga (2019) adalah dengan mengidentifikasi dan mengisolasi mikroba yang terkandung dalam sistem pencernaan hewan luwak. Mikroba tersebut dapat ditemukan pada lambung, usus halus, dan usus besar. Enterobacter cloacae dan Lactobacillus brevis merupakan mikroba yang ditemukan pada semua bagian pencernaan hewan luwak yang tergolong
ke dalam bakteri asam laktat. Bakteri seperti Lactobacillus plantarum, Lactobacillus brevis, Leuconostoc paramesenteroides, Leuconostoc mesenteroides, Leuconostoc dextranicum dan Streptococcus faecium mampu tumbuh dengan baik menghasilkan asam pada suhu 37oC dengan pH berkisar antara 3,37 - 4,56. Suhu dan pH yang optimum pada pertumbuhan bakteri tersebut dapat digunakan Gambar 1. Hasil uji PCA untuk mendeskriminasikan antara sebagai syarat untuk kopi arabika dan robusta fermentasi kopi luwak dalam bioreaktor agar menghasilkan kualitas yang baik. Proses fermentasi (inkubasi) dalam bioreaktor dengan memanfaatkan mikroba hasil pencernaan luwak dapat dilakukan selama 16 jam. Kopi luwak yang difermentasi secara in-vitro dapat dianalisis melalui uji sensorik dibandingkan dengan tanpa perlakuan. Perbedaan mendasar terletak pada kandungan kafein kopi luwak sebagai berikut. Sudah banyak juga penelitian yang dilakukan untuk mengidentifikasi keaslian kopi luwak (autentikasi) dengan berbagai macam pendekatan, salah satunya adalah pendeteksian melalui penandaan senyawa hasil metabolit sekunder pada kopi luwak
Gambar 2. Perbandingan hasil uji PCA untuk mendeskriminasikan kopi luwak arabika (kiri) dan luwak robusta (kanan)
seperti asam glikolat, asam malat, asam piroglutamat, asam sitrat, kafein, dan inositol. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Jumhawan dkk., (2013) senyawa tersebut merupakan penanda yang khas yang terdapat pada kopi luwak sehingga dapat dibedakan dengan jenis kopi lainnya secara jelas seperti pada Gambar 1 dan 2.
Penelitian berlanjut pada tahun 2015, untuk mengembangkan sistem autentikasi pada jenis kopi yang dicampur kopi luwak (blending) pada rasio 25% dan 75%, dari hasil penelitian diperoleh bahwa autentikasi kopi luwak cukup akurat dan mampu mengenali karakteristik senyawa metabolit yang menjadi penanda pada kopi luwak dengan baik jika dibandingkan dengan kopi jenis lainnya (Gambar 3).
Karena kebutuhan dan permintaan yang tidak seimbang maka dilakukan perlakuan untuk meniru sistem pencernaan luwak dengan enzim tertentu. Bahkan dewasa ini banyak kopi luwak yang dipalsukan.
Banyak hasil riset untuk menentukan senyawa tertentu sebagai tanda keaslian kopi luwak dan banyak pula standar yang telah dibuat untuk pengelolaan kopi luwak, sehingga melahirkan suatu badan sertifikasi khusus kopi luwak atau berada dalam naungan lembaga tertentu. Dengan demikian, pemerintah sebagai pemangku kebijakan dan pihak terkait perlu membahas dan membuat suatu
Gambar 3. Model prediksi dengan regresi OPLS (Orthogonal projections to latent structures)
sistem terintegrasi dalam menentukan standar dan pengujian untuk autentikasi kopi luwak berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dan standar lainnya dalam penerapan proses produksi kopi luwak. Semua kajian itu telah tersedia, hanya perlu disinergikan dan dirangkum dalam bentuk standar baku yang dikawal oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) yang menjadi ruang lingkup baru pada Lembaga Sertifikasi Produk (LSPro). Pentingnya autentikasi dan sertifikasi kopi luwak menjadi daya tawar sendiri untuk peningkatan merek dan nilai ekonomi negara sebagai produsen kopi secara umum dan kopi luwak secara khusus dalam memenuhi kebutuhan permintaan yang masih berpotensi meningkatkan devisa negara karena menurut Laporan Data Intelo mengenai Global Kopi Luwak Market by Application and Region tren pasar kopi luwak diprediksi mengalami peningkatan sebesar 4,6% secara pertumbuhan tahunan majemuk (Compund Annual Growth Rate).
Referensi:
DitjenPEN. 2014. Indonesia Coffee. Kemendag.
Jakarta Simpson, Dave. 2017. Kopi Luwak Imitasi Menjamur di Vietnam, Menyebar ke Pasar Global. https:// www.vice.com/id/article/9k9xbv/kopi-luwakimitasi-menjamur-di-vietnam-menyebar-ke-pasarglobal. [14 April 2022] Market Research Report. 2020. Global Kopi Luwak
Market by Type (Raw Coffee Beans, Cooked
Beans), By Application (Online Sales, Offline Sales)
And By Region (North America, Latin America,
Europe, Asia Pacific and Middle East & Africa),
Forecast To 2028. Data Intelo.USA Lutfiah Anggraeni, Siti. 2017. Karakteristik Fisik dan
Kimia Kopi Luwak Dari Beberapa Sentra Kebun
Kopi Rakyat Di Eks-Keresidenan Besuki. Repository
Universitas Jember. Jember Aditya, I Wayan; Nocianitri, Komang Ayu; Yusasrini,
Ni Luh Ari. 2016. Kajian Kandungan Kafein Kopi
Bubuk, Nilai pH dan Karaketristik Aroma dan
Rasa Seduhan Kopi Jantan (Peaberry) dan Betina (Flat Beans Coffee) Jenis Arabika dan Robusta.
Teknologi Ilmu Pangan Universitas Udayana. Bali Udi Jumhawan, Sastia Prama Putri, Yusianto Yusianto,
Erly Marwanni, Takeshi Bamba, and Eiichiro
Fukusaki. 2013. Selection of Discriminant Marker for Authentication of Asian Palm Civet Coffee (Kopi Luwak): A Metabolomics Approach. J. Agric.
Food Chem., DOI: 10.1021/jf401819s Udi Jumhawan, Sastia Prama Putri, Yusianto, Takeshi
Bamba, and Eiichiro Fukusaki. 2015. Quantification of coffee blends for authentication of Asian palm civet coffee (Kopi Luwak) via metabolomics: A proof of concept. Journal of Bioscience and
Bioengineering VOL.XX No.XX, 1-6, 2015 Elsavier.
DOI: 10.1016/j.jbiosc.2015.12.008
Metode Analitik dalam Pemastian integritas Pangan
Oleh Widiastuti Setyaningsih Departemen Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian Universitas Gadjah Mada
Tingkat preferensi dan ekspektasi konsumen pada pangan yang dikonsumsi, ditentukan oleh mutu intrinsik dan ekstrinsik pangan tersebut. Mutu instrinsik mengacu pada karakteristik khas produk, terutama keamanan, mutu dan keaslian pangan. Sedangkan kondisi lingkungan sosial dan tren pasar membentuk mutu ekstrinsiknya.
Agar ekspektasi tersebut dapat terpenuhi, maka produsen pangan perlu memastikan tercapainya persyaratan keamanan (safety), berbagai atribut mutu, termasuk nilai gizi dan sensoris (quality), serta keaslian (authenticity) produk yang dihasilkannya. Dalam hal ini, industri perlu memulai dengan pemilihan bahan mentah berdasarkan spesifikasi yang menjamin inetegritasnya; yaitu aspek keamanan (safety), mutu, (quality), dan keaslian (authenticity), yang dirancang selama riset dan pengembangan oleh industri pangan.
Bahan yang digunakan dan produk yang dihasilkan harus memenuhi ketentuan keaslian di samping juga perlu dilakukan pengendalian mutu sepanjang proses produksi oleh industri bahkan di pasar oleh regulator pangan. Faktor risiko pada pangan juga perlu diperhatikan karena adanya kontaminasi dapat mengganggu proses produksi dan menurunkan mutu produk pangan.
Untuk menjaga mutu produk pangan, beberapa spesifikasi standar yang ditentukan oleh industri harus dipenuhi selama pemilihan bahan mentah, proses produksi, distribusi, dan pemasaran. Apabila produk tersebut dimaksudkan untuk diterima oleh pasar internasional, spesifikasi standar harus sesuai dengan ISO atau peraturan global lainnya. Spesifikasi ini menentukan standardisasi dan keaslian produk pangan, selain sebagai kontrol terhadap pemalsuan dan memastikan keamanannya—metode analitik yang tepat membantu dalam menilai kesesuaian produk dengan spesifikasi standar.
Standardisasi mutu produk
Industri pangan menetapkan spesifikasi standar atas dan bawah dari mutu bahan mentah, produk setengah jadi, dan produk jadinya. Apabila hasil pengujian mutu berada dalam spesifikasi yang ditetapkan, maka bahan atau produk tersebut memenuhi kesesuaian dengan standar mutu. Oleh karena itu, pemilihan metode analitik yang tepat sangat penting untuk membantu pengujian kesesuaian produk dengan indikator mutu (analit target) pada matriks bahan pangan. Namun, metode
yang dipilih juga harus sensitif terutama untuk pengujian spesifikasi yang sangat ketat di mana produk terstandarisasi dapat disortir ke dalam beberapa tingkatan mutu. Pemeringkatan mutu ini dapat membantu konsumen memilih produk standar dengan mutu yang lebih tinggi.
Umumnya, parameter sensoris (penampilan, tekstur, aroma, dan cecap) berperan besar dalam penentuan mutu produk. Di industri pangan, evaluasi sensoris dilakukan oleh sekelompok panelis. Namun, pendekatan ini laborious dan subjektif, sehingga rentang deviasi hasil pengujiannya terkadang sangat lebar. Oleh karena itu, untuk meningkatkan presisi, khususnya ketika volume produksi rutin sangat besar, dapat dilakukan pengukuran objektif menggunakan instrumen analitik.
Electronic tongue dan nose telah dikembangkan sebagai upaya untuk menggantikan panelis dalam analisis sensoris berbagai produk pangan seperti minuman anggur, air mineral, kudapan, dan keju. Kedua metode tersebut menggunakan biosensor berbeda yang identik dengan sistem penginderaan manusia untuk mendeteksi senyawa kimia penanda. Semikonduktor oksida logam yang beroperasi pada 150−400°C
dapat digunakan sebagai sensor gas untuk menentukan alkohol, asam organik, sulfat, alkana, ester, aldehida, dan keton. Beberapa sensor berdasarkan gelombang akustik dapat membantu mendeteksi patogen dan pembusukan dalam makanan. Sensor kimia lain yang juga sering digunakan mengadopsi teknik potensiometri, voltametri, dan bioelektrik.
Metode deteksi lainnya seperti pemrosesan gambar juga merupakan alternatif untuk mengontrol mutu sensoris pangan. Metode ini dilakukan dengan mengumpulkan, memproses, dan menganalisis gambar dari sampel pangan menggunakan perangkat lunak untuk mengidentifikasi atribut sensoris visual seperti warna dan tekstur permukaan. Karena penginderaan optik non-kontak, interpretasi dan keputusan didasarkan pada perangkat lunak, hasil analisisnya lebih objektif dan presisi.
Dengan adanya perkembangan tren pasar, produk pangan tidak hanya diharapkan untuk memenuhi asupan diet tetapi juga memberikan dampak positif bagi kesehatan di luar fungsi dari gizi dasarnya. Sehingga, pangan fungsional dengan komponen bioaktif tertentu menjadi lebih tinggi nilai mutunya. Standardisasi untuk bahan mentah maupun produk akhir dari pangan fungsional dapat didasarkan dari pengujian komponen penanda mutu seperti komponen antioksidan, peptida aktif, prebiotik, dan senyawa-senyawa bioaktif lainnya (Mutiarahma et al., 2021).
Adulterasi
Salah satu aspek pengujian penting untuk memastikan integritas pangan adalah pengujian keaslian bahan; untuk mendeteksi adanya kemungkinan pemalsuan bahan mentah atau adulterasi, guna memberikan perlindungan konsumen dari penipuan. Praktik yang sering terjadi adalah memanipulasi bahan mentah dengan bahan substitusi yang lebih murah dan bermutu rendah. Beberapa tujuan pemalsuan adalah untuk meningkatkan volume, memperbaiki tekstur, mengintensifkan warna, dan meningkatkan kuantitas untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Pemalsuan komoditas susu
terjadi dengan mencampur susu sapi dengan air, santan, bahan kimia sintetis termasuk melamin, atau larutan tepung. Sedangkan minyak ikan dapat dipalsukan dengan menggunakan minyak nabati yang lebih murah seperti minyak kelapa sawit atau minyak kelapa (Putri et al. 2020). Pendekatan serupa diterapkan pada komoditas lain, termasuk kopi bubuk, cokelat, dan pangan olahan seperti anggur, bakso, dan keju.
Deteksi pemalsuan ini merupakan suatu tantangan, terutama ketika bahan pemalsu memiliki karakteristik yang mirip dengan bahan pangan yang dipalsukan. Bubuk melamin yang pernah digunakan untuk pemalsuan susu bubuk bayi tidak dapat dibedakan dengan protein menggunakan metode Kjeldahl dalam penentuan kandungan nitrogen total karena kedua bahan tersebut memiliki level nitrogen yang mirip. Oleh karena itu, metode analitik yang lebih selektif terus dikembangkan. Teknologi lebih maju seperti kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) dan kromatografi gas (GC) banyak digunakan untuk menentukan senyawa penanda kunci untuk deteksi pemalsuan. Metode kromatografi ini dapat mendeteksi senyawa secara individual dengan selektivitas dan sensitivitas yang baik. Namun, metode tersebut memerlukan tahap persiapan sampel sehingga waktu analisis totalnya lama. Oleh karena itu, selain teknik optik dan elektrik, metode spektroskopi non-destruktif (Fourier transform infra-red, near infra-red, dan Raman imaging) dapat digunakan sebagai alternatif.
Seiring dengan perkembangan teknologi yang terus berkembang, saat ini dikenal adanya perangkat pintar yang dapat bekerja secara efektif dan efisien yaitu artificial intelligence (AI) dengan internet of things (IoT). Dalam mendeteksi pemalsuan makanan dengan sistem AI diperlukan data untuk menyusun model berbasis gambar tampak (ukuran, bentuk, warna, dan tekstur) dan parameter lain seperti viskositas, pH, suhu, kelembaban, hingga
komposisi kimia. Tidak hanya untuk mendeteksi pemalsuan, klasifikasi dan penilaian mutu juga dapat menggunakan AI.
Keamanan pangan
Selain aspek mutu dan keaslian, aspek mendasar lain dari integritas pangan adalah keamanan pangan. Beberapa kontaminan dalam makanan yang tidak aman untuk dikonsumsi dapat dibagi menjadi tiga kelompok: (i) kontaminan fisik (rambut, gelas, plastik, logam, batu, dan kayu), (ii) kontaminan biologis dan mikrobiologis (bakteri patogen, virus, jamur, parasit, dan organisme hasil rekayasa genetika), dan (iii) kontaminan kimiawi (pestisida, toksin, logam berat, dan alergen). Selain berbahaya bagi kesehatan manusia, kontaminan juga dapat mengurangi bahan mentah dan mengganggu produksi, sehingga menghasilkan produk yang bermutu rendah. Oleh karena itu, food safety objective (FSO) perlu ditetapkan sebagai strategi pengendalian keamanan pangan oleh produsen dan distributor.
Pengendalian keamanan pangan dapat dilakukan dengan berbagai pengujian berdasarkan jenis bahan
pencemar. Untuk kontaminan fisik, pendekatan umum yang digunakan adalah inspeksi manual secara visual atau deteksi otomatis oleh instrumen— misalnya magnet untuk mendeteksi logam, sedangkan teknologi x-ray untuk mendeteksi tulang dan kaca. Mendeteksi sekaligus menghilangkan kontaminan fisik seperti batu, kayu, dan plastik dapat dilakukan dengan menggunakan ayakan atau membran filter. Teknologi lebih canggih seperti spektroskopi mikro FTIR berbasis focal plane array (FPA) dan spektroskopi mikro-Raman dapat mendeteksi plastik mikro dan nano (Vinay Kumar et al. 2021). Surface-enhanced Raman spectroscopy (SERS), yang menggunakan koloid perak sebagai substrat aktif, juga dapat mengidentifikasi plastik nano 100 nm.
Beragam metode analitik juga telah dikembangkan untuk mendeteksi kontaminan biologis dan mikrobiologis. Terutama, deteksi didasarkan pada metode kultivasi dan non kultivasi. Metode kultivasi mengukur pertumbuhan dan tingkat kematian organisme (bakteri) dengan cara menginokulasi dan menginkubasinya. Metode konvensional ini memakan waktu untuk mendeteksi jenis organisme yang terbatas pada satu eksperimen. Sebaliknya, metode kulturindependen dengan sistem berbasis molekuler relatif cepat dan memberikan hasil yang akurat dalam mendeteksi lebih dari satu jenis organisme. Metode ini memanfaatkan reaksi berantai polimerase (PCR), recombinase polymerase amplification (RPA), enzymelinked immunosorbent assay (ELISA), biosensor, serta instrumen lain seperti spektroskopi, flow cytometry, dan kromatografi.
Instrumen baru untuk mengidentifikasi organisme hasil rekayasa genetika (GMO) telah dikembangkan, yaitu GmoDetector. Basis datanya berisi 64 elemen transgenik sehingga dapat mendeteksi dan mengidentifikasi berbagai transgenik dalam makanan. GmoDetector dapat secara akurat menganalisis multi sampel dalam satu set sampel, sehingga dianggap sebagai alat analisis yang efisien (Chen et al., 2021).
Dalam mengevaluasi adanya kontaminan kimiawi dalam makanan, banyak metode telah dikembangkan yang dapat dilakukan dengan efisien, terutama untuk mendeteksi alergen makanan, racun, dan logam berat. Metode modern seperti loop-mediated isothermal amplification (LAMP), teknologi mikofluida, dan metode berbasis sensor dapat menjadi alternatif praktis untuk analisis yang lebih cepat. Berdasarkan interaksi spesifik antara kontaminan kimiawi dalam makanan dan reseptor, beberapa jenis sensor dikembangkan dengan basis nanopartikel, asam nukleat, enzim, dan polimer. Akan tetapi, metode konvensional masih banyak digunakan seperti kromatografi dan spektrometri yang direkomendasikan sebagai metode referensi. HPLC dengan detektor fluororesen digunakan untuk konfirmasi pendugaan kontaminasi aflatoksin dan okratoksin oleh mikrobia penghasil mikotoksin pada beragam komoditas cabai (Wikandari et al. 2020). Spektroskopi inframerah-dekat portabel (NIRS) telah dilaporkan untuk memprediksi parameter mikrobia dalam daging babi selama penyimpanan (Prado et al., 2011). Kelebihan metode analisis ini adalah sederhana, mobile, non-destruksi, cepat, dan robust. Oleh karena itu, NIRS sesuai digunakan dalam pemantauan kontrol mutu on-site baik di ruang produksi maupun survei pasar.
Referensi:
Chen, L., Zhou, J., Li, T., Fang, Z., Li, L., Huang,
G., Gao, L., Zhu, X., Zhou, X., Xiao, H., Zhang,
J., Xiong, Q.J., Zhang, J., Ma, A., Zhai, W.,
Zhang, W., and Peng, H., 2021. GmoDetector:
An accurate and efficient GMO identification approach and its applications. Food Research
International, 149. Mutiarahma, S., Putra, V.G.P., Chaniago, W., Carrera,
C., Anggrahini, S., Palma, M., and Setyaningsih,
W., 2021. UV-Vis Spectrophotometry and UPLC – PDA Combined with Multivariate Calibration for Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex Silva
Standardization Based on Phenolic Compounds.
Scientia Pharmaceutica, 89 (47), 1-13 Putri, A.R., Aliaño-González, M.J., Ferreiro, M.,
Setyaningsih, W., Rohman, A., Riyanto, S., and
Palma, M., 2020. Development of a methodology based on headspace-gas chromatography-ion mobility spectrometry for the rapid detection and determination of patin fish oil adulterated with palm oil. Arabian Journal of Chemistry, 13 (10), 7524–7532. Wikandari, R., Mayningsih, I.C., Sari, M.D.P.,
Purwandari, F.A., Setyaningsih, W., Rahayu, E.S., and Taherzadeh, M.J., 2020. Assessment of
Microbiological Quality and Mycotoxin in Dried
Chili by Morphological Identification, Molecular
Detection, and Chromatography Analysis.
International Journal of Environmental Research and Public Health, 17 (6), 1847. Vinay Kumar, B.N., Löschel, L.A., Imhof, H.K., Löder,
M.G.J., and Laforsch, C., 2021. Analysis of microplastics of a broad size range in commercially important mussels by combining FTIR and
Raman spectroscopy approaches. Environmental
Pollution, 269.
Pedoman Codex tentang Penggunaan Perisa & Regulasinya di Indonesia
Oleh Yusra Egayanti Fungsional Ahli Madya Badan Pengawas Obat dan Makanan
Codex Alimentarius Commission, yang merupakan lembaga standar pangan internasional di bawah FAO dan WHO telah menerbitkan pedoman penggunaan perisa (flavouring) dalam dokumen berjudul Guidelines for The Use of Flavourings (CAC/GL 662008). Berdasarkan pedoman tersebut flavourings atau perisa didefinisikan sebagai berikut: …… are products that are added to food to impart, modify, or enhance the flavour of food (with the exception of flavour enhancers considered as food additives). Flavourings do not include substances that have an exclusively sweet, sour, or salty taste (e.g. sugar, vinegar, and table salt).
Prinsip dalam penggunaan perisa adalah sebagai berikut: 1.Penggunaan perisa harus dalam batas aman untuk dikonsumsi. 2.Perisa harus dengan tingkat kemurnian yang aman digunakan dalam pangan, jika tidak dapat dihindarkan, kontaminan tidak boleh ada dalam pangan dalam jumlah yang dapat membahayakan kesehatan 3.Penggunaan perisa hanya ditujukan untuk memberikan atau memodifikasi rasa pada pangan, dan tidak dimaksudkan untuk menyesatkan konsumen tentang sifat atau mutu pangan. 4.Perisa digunakan sesuai dengan prinsip Cara Produksi Pangan
Olahan yang Baik (GMP), termasuk penggunaan seminimal mungkin untuk mencapai efek flavour yang diinginkan 5.Perisa dapat mengandung bahan pangan lain (nonperisa), termasuk bahan tambahan pangan (BTP) dan bahan pangan yang digunakan
untuk produksi, penyimpanan, penanganan dan penggunaan perisa. Bahan pangan lain tersebut dapat digunakan juga untuk melarutkan, mengencerkan, atau mendispersikan perisa dalam pangan. Bahan pangan lain (nonperisa) tersebut harus memenuhi kriteria berikut: » digunakan seminimal mungkin untuk menjamin keamanan dan mutu perisa, serta untuk memfasilitasi penyimpanan dan kemudahan penggunaan; » jika penggunaannya tidak dimaksudkan untuk mencapai fungsi teknologi dalam pangan, maka harus dikurangi seminimal mungkin; dan, » jika penggunaannya dimaksudkan untuk memberikan fungsi teknologi, maka harus mengacu pada ketentuan penggunaan BTP pada produk akhir.
Perisa dapat berupa senyawa perisa, atau senyawa yang merupakan komponen perisa alami atau bahan pangan yang mempunyai sifat sebagai perisa (seperti herba, rempah). Perisa dapat mempunyai potensi risiko terhadap kesehatan. Untuk itu diperlukan manajemen risiko dengan mempertimbangkan kajian risiko yang dilakukan oleh lembaga yang diakui. Dalam forum Codex, manajemen risiko dipertimbangkan berdasarkan kajian risiko yang dilakukan oleh lembaga pengkaji risiko dibawah FAO/WHO yaitu Joint Expert Committee on Food Additives (JECFA). JECFA merupakan lembaga pengkaji risiko independen yang melakukan kajian risiko BTP, cemaran, toksikan alami dan residu obat hewan pada pangan. JECFA memberikan saran pertimbangan kepada WHO, FAO serta negara anggota FAO/WHO termasuk Codex Alimentarius Commission. Daftar perisa yang telah dikaji keamanannya oleh JECFA dapat diakses melalui
laman WHO JECFA http://www.who. int/ipcs/publications/jecfa/en/index. html, atau melalui kontak sekretariat WHO. Sedangkan spesifikasi senyawa perisa dapat diakses secara daring pada database di laman FAO JECFA http://apps3.fao.org/jecfa/flav_agents/ flavag-q.jsp, atau melalui sekretariat FAO.
Dalam menentukan manajemen risiko untuk mengurangi risiko terhadap kesehatan khususnya perisa baik yang ditambahkan, komponen perisa alami ataupun secara alami terdapat dalam pangan, pertimbangan berikut seharusnya diperhatikan: »telah dilakukan kajian risiko terhadap perisa baik yang ditambahkan, komponen perisa alami ataupun secara alami terdapat dalam pangan. » kajian risiko mencakup dampak keberadaan perisa terhadap kesehatan manusia. » untuk perisa yang memiliki
perhatian khusus, batas maksimal yang aman harus ditetapkan berdasarkan kajian paparan menggunakan metode yang sesuai untuk menjamin bahwa asupan perisa dari berbagai sumber tidak memberikan safety concern. » acuan metode analisis tervalidasi harus ditentukan untuk menganalisis perisa dalam pangan.
Sejalan dengan panduan Codex tersebut, penggunaan perisa di Indonesia ditetapkan dengan peraturan Badan POM Nomor 13 tahun 2020 tentang BTP Perisa serta amandemennya dalam Peraturan Badan POM Nomor 11 tahun 2021 serta peraturan terkait lainnya. Perisa didefinisikan sebagai berikut: …. bahan tambahan pangan berupa preparat konsentrat, dengan atau tanpa ajudan perisa (flavouring adjunct) yang digunakan untuk memberi flavour, dengan pengecualian rasa asin, manis dan asam.
Ketentuan dalam peraturan ini mencakup: kelompok BTP Perisa, jenis
senyawa perisa dan batas maksimal yang diizinkan, sumber bahan perisa, ketentuan cemaran, bahan lain yang digunakan dalam perisa, pelabelan, larangan, termasuk kewajiban izin edar untuk yang dijual dalam kemasan eceran. Perisa didefinisikan sebagai BTP berupa preparat konsentrat, dengan atau tanpa ajudan perisa yang digunakan untuk memberi flavour, dengan pengecualian rasa asin, manis dan asam, sedangkan ajudan perisa mencakup bahan baku pangan lain, BTP yang diperlukan dalam pembuatan, pengenceran, penyimpanan, dan penggunaan perisa, serta sebagai pelarut. BTP yang digunakan dalam perisa sesuai dengan peraturan BTP pada umumnya harus memenuhi batas maksimal dan jenis pangan yang diizinkan. Sedangkan pelarut yang digunakan dalam perisa dibatasi pada pelarut tertentu dan tidak melebihi batas maksimal yang diizinkan. Berdasarkan definisi di atas, maka BTP Perisa dapat berupa bahan pembuat perisa dengan atau tanpa ajudan perisa. Jenis bahan pembuat perisa mencakup: » Senyawa perisa yaitu senyawa kimia tertentu yang mempunyai sifat flavor, terdiri dari senyawa perisa alami, senyawa perisa identik alami dan senyawa perisa artifisial.
Terdapat ± 2000 senyawa perisa yang telah diizinkan tercantum dalam Peraturan Badan POM tentang BTP Perisa, yang memuat
juga penggunaannya dalam kategori pangan. » Bahan Baku Aromatik Alami yaitu bahan baku yang berasal dari tumbuhan, hewan, alga, dan/atau mikroba yang cocok digunakan dalam penyiapan/pembuatan/ pengolahan perisa alami yang dapat berupa ekstrak, minyak atsiri, oleoresin, distilat atau bentuk lain.
Terdapat lebih dari 300 sumber bahan baku aromatik alami yang telah ditetapkan, mencakup juga bagian yang dapat digunakan, batasan penggunaan, dan cara ekstraksi. » Preparat Perisa yaitu bahan yang disiapkan atau diproses untuk memberikan flavour yang diperoleh melalui proses fisik, mikrobiologis atau enzimatis dari bahan pangan asal tumbuhan maupun hewan yang diperoleh secara langsung atau setelah melalui proses pengolahan.
Preparat perisa tidak boleh mengandung senyawa bioaktif lebih dari batas maksimal yang ditetapkan. Terdapat beberapa senyawa bioaktif yang telah diatur batas maksimalnya dalam pangan, termasuk ketentuan khusus larangan penambahan langsung senyawa bioaktif tertentu pada pangan misalnya kumarin, kuassin, asam sianida dan lain-lain. » Perisa Asap adalah bahan pembuat
BTP Perisa yang diperoleh dari kayu keras termasuk serbuk gergaji, tempurung dan tanaman berkayu melalui proses pembakaran terkontrol atau destilasi kering atau perlakuan dengan uap yang sangat panas, dan selanjutnya dikondensasi serta difraksinasi untuk mendapatkan flavour yang diinginkan. Kualitas perisa asap dibatasi oleh adanya senyawa penanda benzo[a]piren tidak boleh lebih dari batas maksimal yang ditetapkan. » Perisa Hasil Proses Panas yaitu bahan pembuat BTP Perisa dari bahan atau campuran bahan yang diizinkan digunakan dalam pangan, atau yang secara alami terdapat dalam pangan atau diizinkan digunakan dalam pembuatan perisa hasil proses panas. Perisa ini tidak boleh mengandung 3-monochloropropane-1,2-diol (3-
MCPD) melebihi batas maksimal
yang ditetapkan.
Berdasarkan sumber dan proses pembuatannya, perisa juga dikelompokkan menjadi: » Perisa Alami, yang mencakup senyawa perisa alami, bahan baku aromatik alami, preparat perisa dan/atau perisa asap serta tidak boleh mengandung senyawa perisa identik alami dan senyawa perisa artifisial. » Perisa Identik Alami terdiri dari satu atau lebih senyawa perisa identik alami dan dapat mengandung senyawa perisa alami, bahan baku aromatik alami, preparat perisa dan/atau perisa asap serta tidak boleh mengandung senyawa perisa artifisial. » Perisa Artifisial terdiri dari satu atau lebih senyawa perisa artifisial.
Selain persyaratan di atas, juga diatur ketentuan pelabelan perisa. Pada label BTP Perisa atau label pangan mengandung BTP Perisa, selain memenuhi pelabelan pangan pada umumnya, juga harus mencantumkan ketentuan khusus label perisa. Ketentuan khusus tersebut mencakup: » untuk BTP perisa mencantumkan nama kelompok BTP perisa, serta mencantumkan kelompok BTP
Perisa Alami atau Perisa sintetik pada daftar bahan BTP Perisa, termasuk juga nama Ajudan Perisa.
Label perisa sintetik digunakan untuk perisa identik alami dan perisa artifisial. » untuk pangan olahan mengandung
BTP perisa: dicantumkan pada daftar bahan/komposisi Pangan
Olahan (BTP perisa alami atau BTP perisa artifisial)
BTP Perisa dapat ditambahkan pada olahan dilakukan dengan ketentuan sesuai batas maksimal GMP/CPPB, artinya seminimal mungkin untuk mencapai flavour yang diinginkan. Namun untuk produk tertentu seperti formula lanjutan, formula pertumbuhan dan makanan pendamping ASI (MP-ASI), penggunaan perisa tidak boleh melebih batas maksimum numerik untuk perisa yang diizinkan. Sedangkan pada produk formula bayi dilarang ditambahkan perisa, sebagaimana juga diatur dalam Codex.
BTP Perisa yang dijual secara eceran, umumnya tersedia berupa BTP campuran antara lain berupa campuran
senyawa perisa atau dengan pewarna atau BTP lainnya. Oleh karena itu harus memenuhi persyaratan keamanan untuk BTP campuran, antara lain persyaratan cemaran mikroba, cemaran logam berat, dan cemaran kimia yang diatur dalam Peraturan Badan POM mengenai BTP Campuran. BTP baik berupa sediaan tunggal maupun campuran yang akan diproduksi, atau diimpor untuk diedarkan wajib memiliki izin edar dari Badan POM. Pada label BTP campuran, wajib disertai dengan informasi takaran penggunaan dengan memperhitungkan batas maksimal masing-masing BTP tunggalnya, agar penggunaan BTP aman bagi masyarakat.
Regulasi Pangan Indonesia termasuk regulasi BTP Perisa telah mengacu pada Codex sebagai standar pangan dunia dibawah FAO/WHO serta mempertimbangkan aspek ilmiah termasuk keamanan dan efektifitasnya sebagai perisa. Tersedianya regulasi yang jelas antara lain memuat ribuan jenis perisa dapat menjadi acuan inovasi produk bagi pelaku usaha untuk memenuhi ekspektasi konsumen sehingga produk berdaya saing baik di pasar domestik maupun internasional.
Referensi:
CODEX GUIDELINES FOR THE USE OF FLAVOURINGS (CAC/GL 66-2008) https://www.fao.org/fao-whocodexalimentarius/sh-proxy/en/?lnk=1&url=https %253A%252F%252Fworkspace.fao.org%252Fsite s%252Fcodex%252FStandards%252FCXG%2B662008%252Fcxg_066e.pdf General Standard For Food Additives (CODEX STAN 192-1995, revision 2019) http://www.fao.org/faowho-codexalimentarius/sh-proxy/en/?lnk=1&url=htt ps%253A%252F%252Fworkspace.fao.org%252Fsite s%252Fcodex%252FStandards%252FCXS%2B1921995%252FCXS_192e.pdf Peraturan Badan POM Nomor 13 tahun 2020 tentang BTP
Perisa https://standarpangan.pom.go.id/dokumen/ peraturan/202x/PerBPOM_Nomor_13_Tahun_2020_
Bahan_Tambahan_Pangan_Perisa.pdf Peraturan Badan POM Nomor 11 tahun 2021 tentang
Perubahan atas eraturan Badan POM Nomor 13 tahun 2020 tentang BTP Perisa https://standarpangan. pom.go.id/dokumen/peraturan/202x/PerBPOM_
No_11_Tahun_2021_Perubahan_PerBPOM_No_13_
Tahun_2020.pdf Peraturan Badan POM Nomor 11 tahun 2019 tentang
Bahan Tambahan Pangan https://standarpangan.pom.go.id/dokumen/ peraturan/2019/PerBPOM_No_11_Tahun_2019_ tentang_BTP.pdf Peraturan Badan POM Nomor 27 tahun 2017 tentang
Pendaftaran Pangan Olahan https://jdih.pom.go.id/download/product/763/27/2017 Peraturan Badan POM Nomor 7 tahun 2021 tentang perubahan atas Peraturan Badan POM Nomor 27 tahun 2017 https://jdih.pom.go.id/download/product/1323/28/2021 PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
NOMOR 29 TAHUN 2021 TENTANG PERSYARATAN
BAHAN TAMBAHAN PANGAN CAMPURAN https:// jdih.pom.go.id/download/product/1324/29/2021
Pembaruan Peraturan Pangan Steril Komersial di Indonesia
Mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan meningkatkan gizi, serta mendorong pertanian yang berkelanjutan merupakan salah satu tujuan dari pembanguan berkelanjutan (Sustainable Development Goal/SDGs Goal). Harapannya, pada tahun 2030, akses pangan yang aman, bergizi, dan dalam ketersediaan yang cukup, dapat dijangkau oleh setiap orang sepanjang Dra. Rita Endang, Apt, M.Kes, tahun khususnya masyarakat miskin dan rentan. Berbagai upaya terkait keamanan pangan telah dan masih harus dilakukan, khususnya di Indonesia. Berdasarkan Codex Principles and Guidelines for National Food Control dan Codex Guidelines for Streghthening National Food Control System, terdapat dua sisi tujuan pengawasan pangan yakni perlindungan kesehatan konsumen dan keadilan perdagangan. Pemerintah, khusunya Badan POM, memiliki kedua tanggung jawab tersebut. “Pemerintah memiliki tanggung jawab yang pertama untuk melindungi kesehatan konsumen atau masyarakat, yang meliputi pengawasan dari hulu ke hilir dan penerapan analisis risiko. Serta yang kedua, mendukung keadilan perdagangan untuk pelaku usaha yang memastikan kemudahan dan kepastian dalam berusaha serta perlindungan dari fraud dan kejahatan perdagangan,” kata Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan Badan POM RI, Dra. Rita Endang, Apt, M.Kes dalam Sambutan Pembukaan Sosialisasi Peraturan Pangan Olahan “Pangan Steril Komersial” oleh Badan POM pada 12 April 2022 lalu.
Salah satu substansi pangan olahan yang saat ini tengah menjadi perhatian yakni pangan steril komersial. “Terdapat berbagai aturan khususnya untuk kategori pangan steril komersial ini yang harus Badan POM sosialisasikan kepada pelaku usaha. Untuk industri pangan mungkin sudah familiar karena memang memproduksi produk pangan steril, namun khususnya para pelaku usaha UMKM pangan harus terus dikawal dengan baik,” imbuh Rita.
Pada awalnya, proses sterilisasi komersial hanya menggunakan proses termal dan aseptik seperti Retort dan UHT. Seiring waktu, teknologi proses sterilisasi komersial telah berkembang menggunakan berbagai alternatif seperti iradiasi, tekanan tinggi, dan kejut listrik. Sehingga, untuk mengawal perkembangan tersebut diperlukan suatu regulasi yang dapat memastikan produk akhir aman untuk dikonsumsi.
Dalam kesempatan yang sama, Direktorat Standardisasi Pangan Olahan Badan POM RI, Anisyah, S.Si., Apt., MP menerangkan bahwa pangan steril komersial, khususnya pangan berasam rendah yang dikemas secara hermetis atau kedap udara, memiliki risiko tinggi terkontaminasi spora Clostridium botulinum. Dua parameter suatu pangan dikatakan berasam rendah adalah
Anisyah, S.Si., Apt., MP,
apabila pangan tersebut memiliki pH >4,6 dan aw >0,85.
“Produk pangan dengan kategori berasam rendah dan hermetis sangat berpotensi ditumbuhi patogen pembentuk spora yang tahan suhu tinggi. Sehingga menjadi alat ukur keberhasilan proses sterilisasi komersial,” ujar Anisyah. Dengan demikian, pelaku usaha yang memproduksi dan/atau mengimpor pangan olahan berasam rendah dikemas hermetis untuk diedarkan wajib menjamin keamanan pangan dengan memenuhi persyaratan pangan steril komersial. Persyaratan proses sterilisasi komersial yang harus dilakukan untuk memenuhi persyaratan sebagai pangan steril komersial dapat dilihat pada Gambar 1.
Selain persyaratan-persyaratan tersebut, pelaku usaha yang memproduksi pangan steril komersial wajib menerapkan Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB) untuk pangan steril komersial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Salah satunya pada Peraturan Badan POM No. 19 Tahun 2019 tentang Pedoman cara produksi yang baik untuk pangan steril komersial yang diolah dan dikemas secara aseptik.
Terdapat peraturan lain terkait pangan steril komersial yakni dalam Peraturan Badan POM No. 25 Tahun 2020 tentang Pedoman cara produksi yang baik untuk pangan steril komersial yang disterilisasi setelah dikemas. “Persyaratan ini digunakan untuk produk yang dilakukan proses produksi terlebih dahulu, kemudian dikemas hermetis, dan selanjutnya baru
Gambar 1. Persyaratan proses sterilisasi komersial yang harus dilakukan untuk memenuhi persyaratan sebagai pangan steril komersial
dilakukan proses sterilisasi,” tambah Anisyah.
Pelaku usaha yang tidak dapat memenuhi persyaratan pangan steril komersial harus menerapkan salah satu alternatif mitigasi risiko berupa (i) menerapkan distribusi rantai dingin dengan suhu kurang dari 5°C; (ii) menurunkan pH produk <4,6; atau (iii) menurunkan aw produk <0,85.
Persyaratan kecakupan proses dan uji tantangan
Persyaratan sebagai pangan steril komersial dapat dipenuhi dengan menggunakan salah satu teknologi berikut ini (i) teknologi proses panas yang persyaratannya elah mencapai Nilai F0 minimal 3,0 menit; (ii) Teknologi Proses Non-Panas atau Kombinasi Teknologi Proses Panas dan Non-Panas yang persyaratannya telah mencapai penurunan jumlah spora C. botulinum sekecil-kecilnya sebesar 12 siklus log, serta Teknologi Halang Rintang yang persyaratannya telah lulus Uji Tantangan. Teknologi Halang Rintang (Hurdle Technology) ialah teknologi pengawetan pangan dengan menggunakan kombinasi berbagai teknologi antara lain pengontrolan suhu, aw, pH, potensial redoks, kondisi atmosfer, dan/atau penggunaan pengawet atau antimikroba.
Koordinator Kelompok Substansi Standardisasi Pangan Olahan Keperluan Gizi Khusus, Klaim dan Informasi Nilai Gizi, serta Pangan dengan Proses Tertentu dan Cara Produksi Tertentu, Yusra Egayanti, S. Si. Apt., MP., menjelaskan terkait validasi kecukupan proses panas yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. “Proses validasi kecukupan panas harus dilakukan oleh personil yang memiliki kompetensi di bidangnya, boleh personil internal atau eksternal industri pangan. Proses sterilisasi komersial harus dilakukan oleh operator yang kompeten,” tuturnya.
Yusra Egayanti, S. Si. Apt., MP.,
Dalam sterilisasi kemasan, lanjut Yusra, tingkat sterilitas kemasan minimal harus sama dengan tingkat sterilitas produk. Lalu untuk memverifikasinya perlu dilakukan Uji Tantangan, yakni suatu uji mikrobiologis di mana bahan pangan diinokulasi dengan mikroorganisme dan dipantau pertumbuhannya selama pengolahan dan/atau penyimpanan, untuk memastikan pangan telah diproses secara memadai. Sedangkan pada zona aseptik, kondisi steril harus dipelihara dengan memastikan suhu dan tekanan udara positif di ruang pengisian. Verifikasi dapat dilakukan dengan pengukuran tekanan udara di zona aseptik terhadap tekanan udara di luar zona aseptik.
Selanjutnya untuk validasi kecukupan proses non-panas, informasi validasi dapat berupa publikasi ilmiah di peerreviewed, jurnal dan standar yang berlaku di beberapa negara, maupun laporan perusahaan yang Good Laboratorium Practices (GLP). “Selain menggunakan validasi kecukupan proses tersebut, dapat dibuktikan dengan Uji Tantangan,” kata Yusra. Metode sterilisasai komersial non panas di antaranya adalah Iradiasi Pangan, High Pressure Processing (HPP), Pulse Electric Field (PEF), kombinasi dari metode tersebut, dan/atau kombinasinya dengan proses panas.
Adanya sosialisasi semacam ini diharapkan mampu membangun persamaan persepsi serta semakin meningkatkan sisi kolaboratif antar pemangku kepentingan mulai dari pemerintah, pelaku usaha besar hingga kecil-menengah, pihak akademisi, organisasi profesi, LSM, serta pemangku kepentingan terkait lainnya. Fri-37
SELAMAT
KEPADA PEMENANG KUIS FRI DIGITAL #16 (EDISI MARET 2022)
Arum Krisna M ------ PT. Islandsun Indonesia Ati Hidayati ------ PT Takasago Indonesia Tenty Napitupulu ------ PT Sumber Food Ingredient Indonesia Bayu Meindrawan ------ Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Ririn F ------ PT Karniel Pacific Indonesia
Pemenang harap konfirmasi ke tautan berikut: http://bit.ly/KONFIRMPEMENANGKUIS
atau dapat menghubungi nomor berikut: +62 811 1190 039
PT. FineTek Automation Indonesia
Providing complete customized solutions for a wide range of industrial automation process applications – in liquid level, flow, pressure and temperature
021-2958-1688
info.id@fine-tek.com www.fine-tek.com
PT REL-ION STERILIZATION SERVICES
Eliminasi Bakteri Patogen, Sterilisasi, Polimerisasi
021-88363728, 021-8836 3729
021-88321246
yayuk@rel-ion.co.id
www.rel-ion.com
PT. Mitra Kualitas Abadi (Catalyst Consulting)
Training, Consulting, Assesment/audit, Mystery Shopping Provider
089-9999-7867
info@catalystconsulting.id www.catalystconsulting.id Catalyst Consulting
consulting.catalyst
Evergreen International Corporation
Integrated marketing
886-2-25001201
886-25001598
jakarta@taitra.org.tw
https://www.halalexpo.com.tw/
PT. Dianta Mitrafairindo Internasional
Official Representative of Messe Frankfurt for Indonesia
021 31904340
021 31904341
info@dianta.co.id www.indonesia.messefrankfurt. com
Ottera
Oterra is the largest provider of naturally sourced colors worldwide
65-6631 9294
sgcaso@chr-hansen.com
https://oterra.com
PT Ajinomoto Indonesia
0822 8600 5070
ajinomotoscholarship@ajinomoto. co.id
http://www.ajinomoto.co.id/
PT INDESSO NIAGATAMA & PT INDESSO CULINAROMA INTERNASIONAL
Snack Seasonings, Savory Ingredients, Aroma Chemicals, Essential Oils & Food Ingredients
021 386 3974
021 385 0538
contact@indesso.com
www.indesso.com
FOOMA JAPAN
International Food Machinery & Technology Exhibition
+81(3)6809-3745
+81(3)6809-3746
www.foomajapan.jp
Want to see Your Company in this section? Send us an email : tissa@foodreview.co.id | andang@foodreview.co.id
Tantangan Produk Dairy
Produk dairy memiliki variasi yang beragam di pasaran. Kandungan protein dan zat gizi lain yang memiliki manfaat baik untuk kesehatan menjadi salah satu faktor berkembangnya produk dairy. Di Indonesia, salah satu jenis produk dairy seperti susu memiliki peningkatan sejalan dengan kesadaran konsumen pada produk-produk yang lebih menyehatkan. Kendati demikian, produk susu termasuk ke dalam kategori pangan dengan potensi bahaya yang tinggi, yakni produk pangan yang memiliki karakteristik basah (aw > 0,85) dan tidak asam (pH > 4,5). Untuk itu, perlu penanganan yang tepat, agar manfaat yang diinginkan konsumen dapat tercapai serta kepastian akan keamanan produk dapat terjamin. Namun, konsumen saat ini tidak cukup terpuaskan hanya dengan satu atau dua aspek. Masih banyak tantangan yang perlu dijawab oleh industri untuk dapat menghadirkan produk dairy yang memiliki kualitas rasa terbaik dengan segala penilaian akan label, nilai gizi, klaim kesehatan, hingga ketertelusuran dan keberlanjutan yang terkait pada produk tersebut. FOODREVIEW INDONESIA edisi mendatang akan mengulas terkait apa saja tantangan dan peluang yang perlu dihadapi dan dijawab oleh produsen dairy untuk memenuhi pasar permintaan yang terus meningkat.
Pemasangan iklan, pengiriman tulisan atau berita seputar teknologi dan industri pangan, silakan hubungi:
FOODREVIEW INDONESIA telepon (0251) 8372333 | +62 811 1190 039 email: redaksi@foodreview.co.id & marketing@foodreview.co.id Cantumkan nama lengkap, alamat, email dan nomor telepon Anda.