BENTANGAN SENARAI JELANG TUNTUTAN JAKSA PENUNTUT UMUM Dwi, Yuliana dan Rinaldi Bukti Gubernur Riau Tidak Berhasil Mencegah Korupsi PENDAHULUAN Riau tuan rumah helat hari anti korupsi 9 Desemeber 2016. Puncak rangkaian kegiatan ini ditandai dengan peresmian tugu anti korupsi atau tugu integritas, di ruang terbuka hijau Jalan Ahmad Yani, Pekanbaru. Dalam laporan tahunan KPK 2016, Riau termasuk wilayah “Darurat Korupsi” bersama Banten dan Sumatra Utara. Ketiga Provinsi ini ditandai warna merah oleh KPK, yang berarti korupsinya sangat tinggi1. Sebab itu, saat pertemuan Rembuk Integritas Nasional-II di Semarang dan Workshop Kolaborasi Tunas Integritas II di Mataram, Lombok, Riau terpilih secara aklamasi sebagai tuan rumah. Ini pertamakali diselenggarakan di luar Pulau Jawa. KPK menilai, pada dasarnya ketiga daerah tersebut memiliki permasalahan yang sama: intervensi pihak luar yang masih kuat dalam hal perencanaan kegiatan dan penganggaran; pengadaan barang dan jasa; serta terkait alokasi bantuan sosial dan bantuan keuangan. Selain itu, belum adanya komitmen dari pemerintah daerah untuk memperbaiki sistem dan prosedur yang memadai dan transparan; masih maraknya sikap permisif terhadap perilaku koruptif; serta pengendalian dan pengawasan yang kurang efektif. Buktinya, setahun berselang, Kejaksaan Tinggi Riau menetapkan 18 tersangka yang ditengarai menikmati uang proyek hasil kongkalikong aparatur sipil negara dengan kontraktor, usai ruang terbuka hijau integritas—simbol perlawan masyarakat Riauterhadap korupsi—selesai dibangun. Awal Mei tahun ini, Dwi Agus Sumarno Kepala Dinas Cipta Karya dan Sumberdaya Air saat itu, bersama Yuliana J Bagaskoro sebagai kontraktor PT Bumi Riau Lestari dan Rinaldi Mugni selaku konsultan pengawas CV Panca Mandiri Konsultan, berkas perkaranya telah dilimpahkan ke pengadilan. Mereka, 3 dari 18 yang ditetapkan sebagai tersangka. Masing-masing berkas perkara teregistrasi, nomor 19, 20 dan 21 Pid.Sus-TPK/2018/PN Pbr. Senarai mengikuti sidang ini sejak pemeriksaan saksi pertamakali atau sejak 2 Mei 2018. Penasihat hukum Dwi dan Yuliana tidak mengajukan eksepsi. Penasihat hukum Rinaldi sebaliknya. Namun, majelis hakim nyatakan perkaranya layak dilanjutkan. Selanjutnya, sidang Dwi, Yuliana dan Rinaldi dilakukan bersamaan. Hingga pemeriksaan terdakwa 9 Agustus 2018, sidang telah berlangsung 21 kali, 7 diantaranya penundaan dan 3 kali penundaan berturut-turut tanpa dibuka majelis hakim. Alasan penundaan beragam, mulai tidak hadirnya saksi, ahli, keluarga majelis hakim yang meninggal bahkan karena terdakwa datang terlambat.
1
https://www.kpk.go.id/id/berita/berita-kpk-kegiatan/3545-menghapus-merah-tiga-daerah
1