Public Summary Diamond Raya

Page 1

PT. DIAMOND RAYA TIMBER

Ringkasan Publik Rencana Pengelolaan Hutan PT. Diamond Raya Timber

Dokumen ini merupakan ringkasan dari Revisi Rencana Pengelolaan Hutan PT. Diamond Raya Timber Tahun 2011. Informasi selengkapnya mengenai rencana pengelolaan hutan dapat diperoleh dengan menghubungi perusahaan, termasuk perangkat penunjang operasional seperti prosedur kerja dan sebagainya.


PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam era pasar bebas tahun 2000 dan era penerapan ekolabel perdagangan kayu dunia telah berdampak positif pada tuntutan pengelolaan hutan di Indonesia menuju sistem pengelolaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip kelestarian. Dengan diterapkannya sistem ekolabeling yang mempersyaratkan bahwa kayu yang diperdagangkan di seluruh dunia harus berasal dari hutan yang dikelola secara lestari (Sustainable Forest Management) maka konsep Pengelolaan Hutan Berkelanjutan (SFM) saat ini menjadi acuan dan tujuan bagi perusahaan dalam pengelolaan hutan di masa-masa mendatang. Pengelolaan hutan secara lestari merupakan suatu proses pengelolaan ekosistem hutan untuk mencapai satu atau lebih tujuan pengelolaan yang telah ditetapkan baik suatu produk tertentu atau jasa-jasa kehutanan tanpa mengurangi nilai hutan dan produktifitasnya di masa mendatang serta dampak yang tidak diinginkan baik secara fisik, sosial maupun lingkungan. Management Plan memberikan kerangka umum dalam pemanfaatan sumberdaya hutan disamping untuk menentukan sistem guna melindungi dan meningkatkan nilai-nilai lingkungan dan kondisi sosial ekonomi masyarakat lokal. Sebagai prasyarat dan acuan pengelolaan hutan alam produksi lestari, PT. DRT telah membuat rencana pengelolaan jangka panjang (Forest Management Plan - FMP) untuk periode 10 tahun yang sejalan dengan peraturan di Indonesia yaitu RKU berbasis IHMB yang berlaku untuk jangka waktu 10 tahun. Rencana pengelolaan hutan sepuluh tahunan ini pada akhirnya dijabarkan ke dalam rencana kerja tahunan (RKT). Tidak tertutup kemungkinan bahwa seiring dengan berjalannya waktu dilakukan perubahanperubahan terhadap FMP dan RKU berbasis IHMB sebagai revisi dan perbaikan dalam rangka merespon perubahan terbaru berdasarkan hasil evaluasi dan pemantauan aktifitas pengelolaan hutan yang dilakukan oleh unit manajemen. Perencanaan pengelolaan jangka panjang yang memuat tujuan dan strategi, bersama dengan program pencapaiannya harus dapat diukur dan dinyatakan secara jelas. Komponen utama dalam pengelolaan hutan alam produksi lestari adalah keseimbangan antara kelestarian fungsi produksi, ekologi/lingkungan, dan sosial. Ketiga fungsi tersebut akan berjalan dengan baik apabila aktifitas pengelolaan dilaksanakan berdasarkan kerjasama yang baik antara berbagai pihak (pemerintah, perusahaan dan masyarakat). Sejak tahun 2000, PT. DRT telah mendapatkan Sertifikat Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari (PHAPL) melalui Joint Certification Program antara Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) dan Forest Stewardship Council (FSC). PT DRT adalah pemegang IUPHHK pertama di Indonesia yang mendapatkan sertifikat PHAPL, khususnya hutan rawa gambut. Profil Perusahaan PT. DRT merupakan unit bisnis dalam bentuk perusahaan perseroan terbatas berdasarkan SK Menteri Kehakiman tanggal 27 September 1980 No. YA5/116/2. PT. DRT memperoleh SK IUPHHK-HA berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 403/Kpts/Um/6/1979 tanggal 27 Juni 1979 dan SK perpanjangan IUPHHK-HA berdasarkan SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 443/Kpts/Kpts-II/1998 tanggal 8 Mei 1998. PT. DRT saat ini tidak mengelola IUPHHK lain di Indonesia. Alamat Kantor Pusat: Jl. Dr. Sutomo No. 62 Pekanbaru-Riau (28141) Indonesia Telp. (0761) 37555, Fax. (0761) 33595-33596 Email : agung_diamond@gmail.com dan diamondraya@yahoo.com Alamat Kantor Cabang: th Hayam Wuruk Plasa Tower, 9 floor 9A-9B Jl. Hayam Muruk No. 108 Jakarta Barat (11160) Indonesia Telp. (021) 6003336-6002227, Fax. (021) 6002228 Base camp: Sei Senepis, Kel. Batu Teritip, Kec. Sungai Sembilan, Kota Dumai Pada tanggal 14 Juni 1978, kesepakatan mengenai pemanfaatan hutan antara Departemen Pertanian Indonesia dan PT. DRT berdasarkan Forestry Agreement No. FA/N/039/VI/78 tanggal 14 Juni 1978 berkaitan dengan areal seluas 115.000 ha yang


teletak di kompleks hutan Sei Sinaboi, muara sungai Rokan, Propinsi Riau. Setelah itu areal ini ditetapkan berdasarkan SK HPH No. 403/Kpts/Um/6.79 tanggal 27 Juni 1979 dan mendapatkan IUPHHK berdasarkan SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 443/Kpts/Kpts-II/1998 tanggal 18 Mei 1998. Ruang Lingkup Ruang lingkup Forest Management Plan (FMP) mencakup: 1. Rencana Kegiatan Pengelolaan Hutan pada RKU berbasis IHMB periode tahun 2010-2019. 2. Penjelasan mengenai sumberdaya hutan dan lingkungan yang akan dikelola, status dan alokasi lahan, batas areal, kondisi sosial ekonomi masyarakat, dan profil lahan yang berbatasan dengan areal. 3. Penjelasan mengenai sumberdaya hutan, ekologi dan keanekaragamn hayati, teknik inventarisasi dan pemantauan hutan, sistem silvikultur dan sistem pengelolaan hutan lainnya. 4. Penentuan kuota tebang, pemilihan spesies pohon, sistem pemanenan, teknik silvikultur dan pemeliharaan areal bekas tebangan, dan teknik pemantauan pertumbuhan dan dinamika hutan. 5. Perlindungan dan pemantauan aspek ekologi dan pengendalian dampak lingkungan dan pengelolaan HCVF. 6. Kebutuhan kuantitatif dan kualitatif akan sumberdaya manusia, fasilitas dan infrastruktur, keselamatan dan kesehatan kerja, sistem informasi manajemen, dan monitoring / evaluasi. 7. Pengelolaan aspek s osial ekonomi dan perkembangan regional di sekitar areal kerja. 8. Peta-peta yang menggambarkan sumberdaya hutan dan lingkungan yang dikelola, tempat-tempat rencana kegiatan, batas-batas areal kegiatan, dan adanya dinamika aspek sosial ekonomi dan biofisik. Visi dan Kebijakan Pengelolaan Hutan Dalam pengelolaan hutan lestari, PT. DRT memiliki visi dan kebijakan tertentu untuk meraih tujuan pengelolaannya. Visi PT DRT dalam pengelolaan hutan lestari adalah: “Menjadikan PT. DRT sebagai pelopor dan terbaik dalam pengelolaaan hutan alam produksi lestari di Indonesia”. Sedangkan misinya adalah: 1. Menjamin bahwa pengelolaan sumber daya hutan yang ada berdasarkan azas-azas kelestarian. 2. Berusaha keras untuk menuju optimalisasi pemanfaatan hutan sesuai prinsip-prinsip kelestarian. 3. Menjamin adanya kesesuaian kegiatan pengelolaan hutan dengan semua persyaratan maupun peraturan perundangundanganan yang berlaku secara dinamis serta kaidah-kaidah ilmiah hasil penelitian yang relevan. Kebijakan PT. DRT dalam mengelola areal konsesinya adalah: PT. Diamond Raya Timber berkomitmen untuk mematuhi peraturan pemerintah dan mengelola sumberdaya hutan dalam areal konsesinya secara lestari sejalan dengan Prinsip dan Kriteria FSC / LEI. PT. DRT akan berusaha keras melindungi nilai-nilai lingkungan dan konservasi serta mengurangi dampak operasional terhadap lingkungan. PT. DRT memberikan keuntungan sosial kepada masyarakat lokal sejalan dengan ruang lingkup kegiatan dan mengidentifikasi kebutuhan masyarakat yang secara nyata dipengaruhi oleh operasional PT. DRT. Sedangkan motto PT. DRT adalah ’’memanen kelestarian, memelihara keutuhan hutan’’. Tujuan Forest Management Plan (FMP) adalah untuk menentukan elemen penting dan rencana kegiatan kehutanan selama periode berlangsung guna menciptakan keseimbangan antara kepentingan lingkungan dan sosial: § Pemanfaatan sumberdaya hutan secara rasional dan bijaksana di samping mempertahankan produktifitas hutan. § Memberikan kepastian perlindungan sumberdaya hutan dan keanekaragaman hayati. § Memberikan peluang kerja dan keuntungan sumberdaya hutan lainnya bagi masyarakat lokal. § Peningkatan produk-produk dan jasa hutan, pendapatan dan devisa negara, kesempatan kerja, mengendalikan dampak negatif terhadap aspek lingkungan dan sosial, serta partisipasi masyarakat dalam perlindungan hutan dan aktifitas yang berkaitan dengan kehutanan. § Memberikan kepastian operasional kehutanan memenuhi standar sertifikasi lokal dan internasional. Sejarah Pengelolaan PT. DRT


Sejarah pengelolaan hutan PT. DRT dimulai sejak tahun 1979 saat PT. DRT memulai operasionalnya untuk pertama kali. Sebelum berakhirnya periode konsesi yang pertama, pada tahun 1996 PT. DRT dipilih oleh Menteri Kehutanan sebagai pilot project KPHP hutan rawa gambut di provinsi Riau bekerja sama dengan pemerintah Indonesia dan pemerintah Inggris melalui program DfID. Hasil kegiatan KPHP berdampak sangat nyata dalam mengantar PT. DRT menuju ke Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari (PHAPL), terutama dalam survey sosial dengan metode PRA, deliniasi batas partisipatif, inventarisasi potensi, pemetaan areal dengan GIS, percobaan RIL, dan kompilasi Management Plan. PT. DRT memiliki komitmen kuat untuk memulai proses sertifikasi. Pada tahun 1998, PT. DRT mengajukan proposal kepada Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) untuk sertifikasi ekolabel. Melalui proses sertifikasi LEI, PT. DRT dinyatakan berhasil memenuhi kriteria LEI dan lulus uji sertifikasi dengan peringkat perunggu pada tahun 1998. Namun demikian, mengingat adanya permintaan konsumen akan labelling dari Chain of Custody Forest Stewardship Council (CoC – FSC) terhadap produk kayu dari Uniseraya Group, PT. DRT perlu menindaklanjuti sertifikasi dengan sistem FSC. PT. DRT menghubungi SGS Qualifor yang merupakan suatu badan sertifikasi yang diakreditasi oleh FSC. PT. DRT menjalani penilaian awal oleh SGS yang dilaksanakan pada bulan Desember 1999. Selama periode tersebut, LEI dan FSC telah membuat MoU (dikenal sebagai JCP / Joint Certification Program) untuk sertifikasi ekolabel di Indonesia. Hasil penilaian utama melalui JCP tidak berhasil baik berdasarkan SGS Qualifor maupun standar LEI dan menimbulkan sejumlah rekomendasi (CAR) guna perbaikan sebelum direkomendasikan untuk sertifikasi. PT. DRT berusaha keras untuk memusatkan perhatian pada hal-hal yang teridentifikasi dalam penilaian utama dan akhirnya PT. DRT mendapat sertifikat PHAPL dari LEI pada tanggal 3 April 2001 (sertifikat nomor: 002/LEI-01/JCP/042001) dan sertifikat Well Managed Forest dari FSC-SGS Qualifor pada tanggal 27 Maret 2001 (sertifikat nomor: SGS-FM-0659). Sertifikat pengelolaan hutan lestari PT. DRT ini merupakan sertifikat pertama khususnya untuk hutan tropis rawa gambut. Sejak sertifikasi pada tahun 2001 berdasarka n persyaratan FSC dan LEI, PT. DRT secara kontinyu terus meningkatkan programprogramnya yang terdiri atas peningkatan infrastruktur, sistem manajemen, pengembangan sumberdaya manusia, keterlibatan para ahli dari perguruan tinggi dan lembaga penelitian lainnya, dan program-program strategis lainnya. Sertifikasi FSC perode lima tahun pertama berakhir pada tanggal 26 Maret 2006 dan untuk LEI berakhir pada tanggal 3 April 2006. Selanjutnya, pada tahun 2006 juga, PT. DRT telah berhasil untuk mempertahankan sertifikasi FSC dan LEI untuk periode lima tahun kedua yang berlaku mulai tanggal 5 Juli 2006 s/d 4 Juli 2011 (sertifikat FSC) dan tanggal 5 Juni 2006 s/d 4 Juni 2011 (sertifikat LEI). Unit manajemen PT. DRT memiliki komitmen yang kuat untuk melanjutkan pengelolaan hutan yang sejalan dengan persyaratan sertifikasi dan berkomitmen untuk memenuhi persyaratan FSC dan LEI.

DEKRIPSI AREAL KONSESI Lokasi Secara geografis, areal hutan yang termasuk dalam konsesi IUPHHK PT. DRT terletak dalam koordinat berikut: o o Bujur Timur : 100 50’ – 101 13’ o o Lintang Utara : 001 45’ – 002 18’


Gambar 1. Lokasi Areal Kerja PT. DRT

Secara administratif, areal ini termasuk dalam: § Provinsi : Riau § Kabupaten/Kota : Kabupaten Rokan Hilir dan Kota Dumai § Kecamatan : Sinaboi, Bangko, Batu Hampar, Rimba Melintang dan Sungai Sembilan Berdasarkan kesatuan pemangkuan hutan, areal konsesi berada di bawah: § Dinas Kehutanan Provinsi Riau, di Pekanbaru § Dinas Kehutanan Kabupaten Rokan Hilir, di Bagan Siapiapi § Dinas Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan Kota Dumai, di Dumai Batas-batas wilayah konsesi PT DRT dan lahan yang berbatasan: § Sebelah Utara : Selat Malaka dan lahan milik masyarakat § Sebelah Selatan : Perkebunan kelapa sawit PT. Gunung Mas Raya dan PT. Sindora Seraya serta HTI PT. Ruas Utama Jaya dan PT. Suntara Gajapati § Sebelah Timur : Selat Malaka, HTI PT. Ruas Utama Jaya dan PT. Suntara Gajapati § Sebelah barat : Lahan milik masyarakat dan perkebunan kelapa sawit PT. Gunung Mas Raya dan PT. Sindora Seraya Luas areal kerja IUPHHK PT. DRT berdasarkan SK perpanjangan IUPHHK (SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 443/KptsII/1998 tanggal 8 Mei 1998) adalah 90.956 ha. Surat izin berlaku untuk periode 20 tahun dan akan habis pada tanggal 07 Mei 2019. Tata Batas Areal Saat ini batas-batas KPHP PT. Diamond Raya Timber telah ditetapkan secara partisipatif oleh Tim Tata Batas yang terdiri dari Tim Sosial Daerah (wakil-wakil dari masyarakat setempat, Kecamatan dan Kabupaten), Departemen Kehutanan (INTAG, BIPHUT) dan BAPPEDA. Penataan batas areal kerja PT. DRT telah dilaksanakan dan telah selesai (temu gelang) pada tahun 1996 dan telah disetujui serta ditandatangani oleh stakeholder (pihak-pihak terkait) pada bulan Oktober 1996 (Laporan Penataan Batas Sendiri Areal Kerja IUPHHK PT. Diamond Raya Timber Propinsi DATI I RIAU – Laporan TBT No. 1205) dengan panjang batas secara keseluruhan 144,80 km. Dengan selesainya tata batas, areal kerja telah dikukuhkan pada tahun 1997 dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 518/Kpts-II/1997 tanggal 12 Agustus 1997. Saat ini, tidak ditemukan pemukiman penduduk atau enclave dalam batas hutan. Batas ini mengikuti pola geografis seperti garis pantai Selat Malaka yang telah ditandai dengan tiang kayu. Biasanya pancang batas ini dibuat dari beton. Namun yang menjadi masalah adalah kondisi lapang yang tidak memungkinkan orang untuk membawa pancang yang berat tersebut. Tiang kayu akan lapuk dan harus diganti tiap lima tahun. Akan tetapi disarankan untuk memeriksa batas-batas tersebut tiap tahun untuk memastikan tidak ada perambahan. Penandaan batas akan dipelihara secara rutin dengan memperbaiki dan mengganti tanda yang rusak atau hilang. Tanda batas pada awalnya dibuat dari kayu kemudian secara bertahap diganti dengan beton (SOP-PC-02). Realisasi pekerjaan ini hingga sekarang adalah dalam bentuk pemeliharaan. Untuk memperjelas batas, PT. DRT juga membuat plang batas yang dipasang tiap 20 m pada areal yang aksesibilitas pihak luar tinggi dan tiap jarak 100 m pada areal yang akses pihak l uar masih rendah. Sejarah Penggunaan Lahan PT. DRT telah memulai operasinya pada tahun 1979 berdasarkan surat izin No. 403 Kpts/UM/6/1979 di dalam hutan rawa gambut alami berdasarkan sistem silvikultur TPTI yang berlaku di Indonesia (Tabel 1). Luasan areal menurut SK pertama adalah seluas 115.000 ha dan berakhir pada tanggal 27 Juni 1999. Pada tahun 1998, PT. DRT mendapatkan SK izin perpanjangan kedua yang total areal konsesi menjadi 90.956 ha (SK Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 443/Kpts-II/1998 tanggal 8 Mei 1998). Berdasarkan peraturan kehutanan terdahulu, rencana pengelolaan terbagi dalam beberapa tingkat yang terdiri atas rencana 20 tahunan (RKD), 5 tahunan (RKL), dan tahunan (RKT) serta rencana pemanenan blok yang mencakup luasan tiap 100 ha. Namun


berdasarkan peraturan terbaru yaitu Peraturan Menteri Kehutanan nomor P.56/Menhut-II/2009 tentang Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Alam dan Restorasi Ekosistem, rencana pengelolaan hutan terbagi dalam rencana kerja 10 tahunan (RKU) dan rencana tahunan (RKT). Kondisi Fisik Areal Hutan Topografi Keadaan topografi areal IUPHHK PT. DRT terdiri atas dataran rendah pantai dan dataran dengan ketinggian 2 – 8 meter di atas permukaan laut yang pada umumnya merupakan daerah lahan basah tergenang air (rawa) yang mempunyai kelerengan dibawah 8%. Tinggi genangan air bervariasi tergantung musim, tinggi pasang air laut dan curah hujan yang berkisar antara pergelangan kaki sampai pinggang orang dewasa. Hidrologi Areal kerja IUPHHK PT. DRT terletak di bagian timur DAS Sungai Rokan dengan beberapa sungai yang mengalir ke bagian Barat dan Selatan, Utara dan Timur (Selat Malaka). Sungai-sungai yang mengalir ke bagian Barat-Selatan yang bermuara ke Sungai Rokan adalah sungai Pasir Besar, sungai Agar, sungai Labuhan Tangga Besar, sungai Labuhan Tangga Kecil dan sungai Bantaian. Sungai-sungai yang ke Utara dan ke arah Timur bermuara ke Selat Malaka adalah sungai Serusa, sungai Pematang Nibung, sungai Nyamuk, sungai Sinaboi, sungai Teluk Dalam, sungai Senepis Besar dan sungai Senepis Kecil. Sedangkan sungai yang mengalir dari bagian Selatan ke arah Utara adalah sungai Sekusut. Geologi Berdasarkan peta satuan lahan dan tanah PPT dan Agroklimat, Bogor (1990) lembar Dumai dan Bagan Siapiapi (0817 dan 0818) formasi geologi areal hutan IUPHHK PT DRT terdiri dari sedimen aluvium tersier dan kuarter. Formasi tersier menempati daerah antiklinarium yang ditempati daerah telisa (Tmt). Formasi telisa dicirikan oleh batu-batu lumpur kelabu bergamping dengan sedikit sisipan batu gamping dan dan busa gamping. Kandungan deposit bahan tambang di areal kerja IUPHHK PT DRT sampai saat ini belum diketahui. Formasi kuarter ditempati formasi endapan permukaan muda (Ph) dan endapan permukaan tua (Qp). Endapan permukaan tua merupakan daerah basah (basin) dan daerah kering (upland). Endapan permukaan muda (Qp) didominasi oleh bahan organik berupa kubah gambut dan hanya sebagian kecil terbentuk dari lempung yang membentuk aluvial sungai. Tanah Fisiografi di areal IUPHHK PT. DRT berdasarkan Buku Satuan Lahan dan Tanah Lembar Dumai, dikelompokkan ke dalam 3 grup, yaitu Grup Kubah Gambut, Grup Aluvial dan Grup Marin. Grup Kubah Gambut mendominasi areal ini, yang berkembang dari endapan organik permukaan muda (Ph) dan tua (Qp). Secara umum ketebalan gambut makin tebal jika makin jauh dari sungai. Ketebalan gambut bisa melebihi 3 m di bagian pinggir dan dapat mencapai maksimum 8 m di bagian tengah-selatan. Terdapat pula sedikit tanah gley, aluvial dan podzolik. Grup aluvial berkembang dari endapan aluvial sungai dan menempati jalur aliran sungai. Grup aluvial ditandai dengan adanya pasang surut. Dataran banjir dari sungai bermeander terutama membentuk rawa belakang yang luas dan selalu jenuh air. Iklim Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson (1951) areal kerja IUPHHK PT. DRT termasuk kedalam tipe A dengan nilai Q = 10,1 %. Curah hujan per tahun 2.358 mm, sedangkan curah hujan bulanan rata-rata berkisar 51,32 – 301,6 mm/bulan, curah hujan tertinggi jatuh pada bulan November (301,66 mm) dan Desember (253,40 mm). Curah hujan terendah jatuh pada bulan Maret (51,3 mm) dan Juli (73,80 mm). Rata-rata hari hujan adalah 12 hari/bulan, hari hujan tertinggi jatuh pada bulan Novemper (14 hari/bulan) dan terendah pada bulan Februari (3,3 hari bulan). Suhu udara rata -rata di areal kerja IUPHHK hampir merata o o sepanjang tahun yaitu berkisar antara 25 – 27 C. Demikian juga kelembaban nisbi bulanannya yaitu antara 79 - 90 %. Rata-rata kecepatan angin berkisar antara 8 – 21 km/jam. Pada umumnya, presipitasi mencukupi dan tersebar dengan baik guna mengurangi resiko kebakaran hutan. Namun demikian, iklim yang luar biasa dapat terjadi berkaitan dengan el nino yang menyebabkan musim kemarau panjang sehingga meningkatkan resiko kebakaran hutan dari aktifitas kerja masyarakat lokal di sekitar batas hutan. PT. DRT telah memiliki prosedur pencegahan kebakaran dan pemadamannya (SOP-PH-10).


Bio-Ekologi Tipe Hutan dan Asosiasi Vegetasi Terdapat dua tipe utama ekosistem hutan di dalam areal kerja IUPHHK PT. DRT, yaitu (1) Hutan Rawa Gambut, dan (2) Hutan Mangrove. Diantara kedua tipe tersebut terdapat daerah peralihan yang disebut daerah ekoton. Tipe ekosistem hutan rawa gambut di areal IUPHHK PT. DRT termasuk tipe gambut pantai yang terletak di daerah depresi antara sungai Rokan dan selat Malaka. Berdasarkan asosiasi vegetasi terdapat tiga asosiasi vegetasi hutan di hutan rawa gambut dari mulai gambut dangkal sampai gambut dalam. Masing-masing asosiasi vegetasi diberi nama menurut jenis pohon komersial yang dominan, yaitu (1) asosiasi Terentang (Campnosperma auriculata) - Pulai (Alstonia pneumathophora) pada ketebalan gambut < 3 m (2) asosiasi Balam (Palaquium obovatum) - Meranti Batu (Shorea uliginosa) pada ketebalan gambut 3 - 6 m dan (3) asosiasi Ramin (Gonystylus bancanus) - Suntai (Palaquium dasyphllum) pada ketebalan gambut > 6 m. Tipe ekosistem hutan mangrove di dalam areal kerja IUPHHK PT. DRT terletak di pantai Utara-Timur yang berbatasan dengan Selat Malaka. Pada lokasi tersebut Semenanjung Bagan Siapiapi yang landai dengan banyak muara sungai-sungai terbentuk habitat berlumpur yang dipengaruhi pasang surut air laut yang sesuai dengan pertumbuhan hutan mangrove. Lebar jalur hutan mangrove di lokasi tersebut bervariasi antara 200 - 800 m. Zonasi hutan mangrove dari arah laut, meliputi asosiasi SonneratiaRhizophora spp. yang disusul oleh asosiasi Xylocarpus-Bruguiera spp., sedangkan dari arah tepi sungai dimulai dengan Nipah (Nypa fruticans), Xylocarpus granatum sampai Bruguiera cylindrica di bagian tengah. Jenis Tumu (Bruguiera cylindrica) termasuk jenis yang komersial dan dominan. Ramin diatur secara khusus berdasarkan daftar spesies yang termasuk dalam CITES Appendix II (Annotation #1). Peraturan di Indonesia tentang Pemanfaatan dan Peredaran Kayu Ramin SK No. 1613/Kpts-II/2001 mensyaratkan bahwa hutan harus dikelola berdasarkan kelestarian hasil dengan quota pemanenan tahunan diatur oleh Tim Terpadu Ramin (LIPI dan Kementerian Kehutanan). Keanekaragaman Flora Keanekaragaman flora dan fauna di areal kerja IUPHHK PT DRT berkaitan dengan keberadaan hutan dan tipe habitat, yaitu hutan rawa gambut dan hutan mangrove. Hasil penelitian Istomo (2002) di areal hutan yang belum ditebang pada tiga tingkat kedalaman gambut yang berlokasi di 9 PSP dengan luas areal masing-masing 0,2 ha, menunjukkan bahwa pada tingkat pohon (diameter lebih dari 20 cm), jumlah spesies berkisar antara 30 - 36 spesies, sedangkan jumlah total spesies pohon dalam penelitian ini adalah 38 spesies. Spesies pohon yang dominan pada kedalaman 2 - 3 m adalah balam (Palaquium obovatum, INP 38 %), sementara pada kedalaman gambut 4 - 5 m adalah jambu-jambu (Eugenia sp., INP 43 %), sedangkan pada kedalaman gambut 6 - 7 m didominasi oleh ramin (Gonystylus bancanus, INP 32 %). Dominasi ramin pada tingkat pohon di gambut dalam didasarkan pada hasil penelitian Istomo (1994) di Sampit, Kalimantan Tengah. Pada tingkat pancang, hasil analisis vegetasi menunjukkan bahwa jumlah spesies pada tiap petak ukur berkisar antara 20 – 22 spesies, sedangkan spesies dominan pada kedalaman gambut 2 – 3 m adalah balam (Palaquium obovatum, INP 25 % ), dan spesies dominan pada kedalaman gambut 4 - 5 m adalah jambu-jambu (Eugenia sp. INP 25 %), sementara pada kedalaman gambut 6 - 7 m adalah pasir-pasir (Urandra secundiflora, INP 23 %). Pada tingkat semai, jumlah spesies rata-rata pada tiap petak ukur berkisar antara 17 - 18 spesies. Spesies dominan pada kedalaman gambut 2 - 3 m adalah pasir-pasir (Urandra secundiflora INP 26 %), sedangkan pada kedalaman gambut 4 - 5 m adalah milas (Parastemon urophyllum, INP 32 %) dan pada kedalaman gambut 6 - 7 m adalah jambu-jambu (Eugenia sp., INP 28 %). Spesies pohon yang dikategorikan sebagai pohon komersial diantaranya adalah Ramin (Gonystyllus bancanus), Meranti Batu (Shorea uliginosa), Meranti Bunga (Shorea teysmanniana), Durian Burung (Durio carinatus.), Suntai (Palaqium obovatum), Bintangur (Calophyllum soulattri), Geronggang (Cratoxylon arborescens), Punak (Tetramerista glabra), Jangkang (Xylopia malayana), Pisang-pisang (Mezzetia parviflora), dan Kelat (Eugenia sp.). Spesies non pohon (tumbuhan bawah, semak, epifit dan liana) yang terdapat di areal kerja PT. DRT terdiri hampir 10 spesies tumbuhan bawah dan hampir 10 spesies epifit, liana, dan semak. Spesies tumbuhan bawah yang dominan adalah palma dari spesies palas (Liquala pimula) dan salak hutan (Zalacca conferta). Kedua spesies tanaman tersebut sering ditemukan sebagai tanaman dominan dan rapat, mencapai tinggi 2-4 m. Di hutan yang padat dengan palas dan salak hutan, jarang ditemukan adanya anakan pohon atau regenerasinya. Tumbuhan bawah yang seringkali ditemukan di lantai hutan primer adalah pandan (Pandanus sp.), tumbuhan merambat (Rhaphidophora minor), kadaka (Asplenium nidus), anggrek (Dendrobium salaccensis) dan kantung semar (Nepenthes ampullaria). Spesies paku-pakuan yang mendominasi areal bekas tebangan adalah Neprolepis radicans dan Stenochlaena palustris. Daftar spesies tumbuhan yang terdapat di areal IUPHHK PT DRT dapat dikategorikan


sebagai spesies komersial tebang dan spesies lain yang terdiri atas kategori sebagai berikut: pohon, herba/semak, epifit, liana, dan palma. Keanekaragaman Fauna Keanekaragaman satwa telah dievaluasi berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan oleh staf pemantau dan pengelola PT. DRT. Ditemukan sekitar 13 spesies mamalia dan 58 spesies burung. Untuk mamalia, berdasarkan niche ekologi baik secara vertikal maupun horizontal, spesies Ungko (Hylobates agilis) dikategorisasikan sebagai umbrella species sementara Harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) sebagai flag species. Hasil pemantauan satwa liar, spesies mamalia yang sering ditemukan adalah babi hutan (Sus barbatus), makaka ekor panjang (Macaca fascicularis), beruk (Macaca nemestrina) dan ungko (Hylobates agilis). Sedangkan jenis burung (aves) yang sering dijumpai adalah elang jambul (Accipiter trivirgatus), elang rawa (Circus aeroginosus), kangkareng (Antrococeros malayanus), murai daun (Chloropsis venusta) dan rangkong (Buceros rhinoceros). Pemanfaatan Lahan di Sekitar Areal Konsesi Areal kerja IUPHHK PT. DRT terletak di semenanjung Bagan Siapiapi. Secara alami, semenanjung ini terletak antara muara sungai Rokan dan Selat Malaka. Bagian barat dan utara areal IUPHHK PT. DRT, berbatasan dengan areal perkebunan dan tanah milik pemerintah Kecamatan Rimba Melintang dan Batu Hampar. Di sisi lain, bagian utara berbatasan dengan Kecamatan Bangko dan Sinaboi. Berdasarkan karakteristik fisiografi ekosistem hutan rawa gambut, areal yang termasuk kategori subur, dimana terdapat deposit tanah mineral (aluvial), terdapat di sepanjang sisi sungai dan pantai. Di lokasi tersebut, biasanya terdapat pemukiman warga (desa dan kecamatan) dan lahan pertanian intensif. Di areal tersebut juga terdapat jalan aspal yang menghubungkan kota Pekanbaru dan Dumai dengan Bagan Siapiapi. Penggunaan lahan di luar areal hutan antara lain adalah dalam bentuk: ยง Pemukiman warga ยง Tanah garapan / pertanian tanaman pangan ยง Perkebunan milik masyarakat lokal, khususnya perkebunan kelapa dan sawit ยง Perkebunan sawit swasta ยง Lahan semak-semak dan tanah yang terabaikan Era otonomi daerah telah menyebabkan pemekaran wilayah administratif dimana dulunya PT. DRT termasuk wilayah Kabupaten Bengkalis saat ini termasuk pula dalam Kabupaten Rokan Hilir dan Kota Dumai. Pemekaran wilayah diikuti pula oleh pembangunan fasilitas dan infrastruktur seperti jalan raya.

PERATURAN PENGELOLAAN HUTAN Management Plan IUPHHK PT. DRT yang berfungsi sebagai panduan bagi pemanfaatan hutan produksi lestari harus didasarkan pada hukum dan perundang-undangan yang berlaku baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional. Selain itu, beberapa perkembangan teknologi atau konsep kehutanan yang baru yang merespon berkembangnya aspek lingkungan, sosial ekonomi, politik dan budaya merupakan hal-hal yang dipertimbangkan dalam revisi Management Plan PT. DRT. Peraturan Kehutanan Indonesia Di hutan alam produksi, sistem silvikul tur Indonesia TPTI diterapkan berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan nomor P.11/MenhutII/2009. Khusus untuk hutan rawa gambut, sistem ini memungkinkan perusahaan untuk menebang semua jenis komersial yang berdiameter = 30 cm dan membuat siklus tebang 40 tahun. Pelaksanaan sistem silvikultur TPTI berperdoman pada Peraturan Direktur jenderal Bina Produksi Kehutanan nomor P.9/VI -BPHA/2009, yaitu terdiri atas beberapa tahap: (1) penataan areal kerja; (2) inventarisasi tegakan sebelum penebangan; (3) pembukaan wilayah hutan; (4) pemanenan; (5) penanaman dan pemeliharaan atanaman pengayaan; (6) pembebasan pohon binaan; dan (7) perlindungan dan pengamanan hutan. Pelaksanaan kegiatan dan tata waktu TPTI menurut peraturan tersebut bersifat fleksibel disesuaikan dengan kondisi lapangan pada masing-masing perusahaan.


Berdasarkan hasil konvensi CITES ke-13 tanggal 2-14 Oktober 2004 di Bangkok, status ramin dinaikkan dari Apendix III CITES menjadi Appendix II anotasi #1. Dengan status baru ini, perdagangan kayu ramin diatur secara ketat dan diawasi tidak hanya oleh negara produsen tetapi juga oleh seluruh negara anggota CITES, dan annotation #1 artinya juga memasukkan seluruh bagian dan turunan-turunannya (log, moulding, dowels, frame, stick billiard, dan furnitur) kecuali bunga potong, biji, dan hasil propagasi in vitro. Sehubungan dengan diperolehnya sertifikat PHPL oleh PT. DRT pada tahun 2001, maka pemerintah memberikan kewenangan untuk melakukan penebangan dan peredaran kayu ramin dengan mengikuti ketentuan Departemen Kehutanan dan CITES. Sejak tahun 2002, pemanfaatan dan peredaran kayu Ramin oleh PT. DRT juga telah melalui sertifikasi baik oleh pihak otoritas pengelolaan (management authority) yang dalam hal ini dilaksanakan oleh PHKA dan otoritas ilmiah (scientific authority) oleh LIPI-Tim Terpadu Ramin. Oleh karena itu Tim Terpadu Ramin sejak 2002 setiap tahun melakukan kajian untuk menentukan quota tebangan ramin yang boleh ditebang berdasarkan prinsip kelestarian. Peraturan di atas hanya sebagian kecil dari sekian peraturan yang menjadi acuan dalam mengelola hutan. Masih banyak peraturan lain yang dijadikan pedoman oleh PT. DRT dalam mengelola hutannya.

SUMBER DAYA HUTAN Inventarisasi Hutan Menurut Peraturan Pemerintah nomor 6 tahun 2007, pemegang IUPHHK pada hutan produksi wajib menyusun rencana kerja sepuluh tahunan yang disusun berdasarkan inventarisasi berkala sepuluh tahunan pula. Dalam prakteknya, pelaksanaan inventarisasi hutan menyeluruh berkala (IHMB) ini berpedoman pada Peraturan Menteri Kehutanan nomor P.33/Menhut-II/2009 tentang Pedoman Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) pada Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Produksi. Tujuan dari IHMB adalah: 1. Mengetahui kondisi sediaan tegakan (timber standing stock) pada hutan alam dan kondisi sediaan tegakan tanaman pokok pada hutan tanaman secara berkala pada tegakan hutan yang sama. 2. Sebagai bahan dasar penyusunan RKUPHHK-HA atau RKUPHHK-HT atau RKUPHHK-KPHP sepuluh tahunan, khususnya dalam menyusun rencana pengaturan hasil dalam mewujudkan pengelolaan hutan lestari (sustainable forest management). 3. Sebagai bahan pemantauan kecenderungan (trend) kelestarian sediaan tegakan hutan di areal IUPHHK-HA atau IUPHHKHT dan atau KPHP. Pada persiapan rencana IHMB, diperlukan perta areal kerja skala 1 : 50.000 atau 1 : 100.000 yang bersumber pada peta dasar serta data penginderaan jauh dengan resolusi sedang (10-30 meter) dengan umur perekaman tidak lebih dari 2 tahun dan penutupan awan maksimum sebesar 5%. Data citra satelit terbaru juga digunakan untuk mengevaluasi kondisi terkini, dan akan mengindikasikan apakah stratifikasi hutan diperlukan atau tidak. Di areal hutan ini, terdapat satu jenis tipe hutan utama yaitu hutan rawa gambut yang komposisinya sangat homogen, dengan demikian stratifikasi tidak diperlukan. Inventarisasi di hutan alam dilaksanakan dengan membuat plot contoh berbentuk persegi panjang (rectangular plot) seluas 0,25 ha dengan ukuran panjang 125 meter dan lebar 20 meter. Plot ini dibuat secara merata di seluruh areal konsesi dengan jarak antar plot 1 km. Berdasarkan luas efektif IUPHHK, jumlah plot contoh di PT. DRT sekitar 1.000 unit. Untuk keperluan perencanaan tahunan, dilakukan inventarisasi tegakan sebelum penebangan (ITSP) dengan intensitas 100% terhadap semua pohon komersil diameter 20 cm ke atas. Dalam inventarisasi tersebut dicatat potensi jenis pohon penghasil kayu dan kecukupan permudaan alam (pohon inti). Penting pula untuk merekrut pekerja yang sudah terlatih dan mempunyai pengetahuan tentang identifikasi jenis pohon dan juga dalam menilai penyakit/kerusakan pohon. Data dari hasil inventarisasi diproses dan dianalisis dengan perangkat lunak secara komputerisasi. Rawa Gambut Inventarisasi dengan intensitas 100% digunakan untuk rencana jangka pendek (RKT). Blok RKT dibagi dalam petak-petak rektangular disurvei setiap tahun dan biasanya dilakukan 1 tahun sebelum penebangan. Selama proses inventarisasi tegakan sebelum penebangan (ITSP), pada tiap petak yang berukuran 1.000 m x 1.000 m, dibuat jalur berukuran 20 m x 1.000 m sehingga terdapat 50 jalur per petak. Setelah itu setiap jalur dibagi dalam 50 petak ukur yang berukuran 20 m x 20 m. Jalur 25 adalah jalur


rel untuk mengangkut kayu dari petak tebang. Jalur yang bertepatan dengan rencana jalan akan mendapatkan perlakuan penebangan khusus dimana Laporan Hasil Cruising dan Laporan Hasil Penebangan dibuat pada lembar terpisah. Posisi pohon dengan diameter lebih dari 20 cm ditandai dalam peta skala 1 : 1.000. Seluruh pohon komersil dengan diameter lebih dari 40 cm ditandai dengan label merah sedangkan pohon induk ditandai dengan label kuning. Kegiatan ITSP juga dikombinasikan dengan kegiatan lain, seperti informasi tentang sumber benih (biji dan anakan alam), jenis pohon-pohon dilindungi sebagai habitat sumber pakan satwa liar. Mangrove Hutan mangrove yang terdapat di PT. DRT terletak di pantai utara Selat Malaka dengan luas lebih kurang 1.611 ha (DFID/TGHK). PT. DRT tidak melakukan kegiatan penebangan di areal mangrove dan menetapkan areal ini sebagai kawasan lindung. Hutan mangrove menempati posisi yang strategis sebagai zona penyangga karena lokasinya berbatasan langsung dengan Selat Malaka dan karenanya berfungsi sebagai: 1. Perlindungan sempadan pantai dari abrasi dan intrusi air laut. 2. Habitat bagi berbagai organisme laut sehingga dapat menunjang mata pencaharian nelayan pantai. 3. Habitat bagi berbagai flora dan fauna. 4. Penghasil berbagai produk yang dapat dikelola secara lestari (misalnya arang dan atap nipah) sehingga masyarakat memperoleh penghasilan tambahan, dan lebih lanjut mangrove dapat melindungi hutan rawa gambut dari gangguan manusia. PT. DRT memiliki beberapa prosedur formal dalam memantau aktifitas kehutanan dan perlindungan areal hutan mangrove terhadap perambahan. Prosedur tersebut mencakup: 1. Pembangunan pos keamanan dan perlindungan di Teluk Dalam dan Sinepis untuk pengawasan areal hutan mangrove (SOP-PH-10). 2. Pemantauan sumberdaya ikan air tawar di sungai (SOP-PL-07). 3. Pemantauan aktifitas di batas sempadan pantai dan sungai serta monitoring partisipatif terhadap perbatasan (SOP-PL07 dan SOP-PH-10). 4. Pemantauan Permanent Sampling Plot (PSP) di sepanjang sempadan pantai di areal hutan mangrove (SOP-PL-07). Sumber Daya Hutan Rawa Gambut Berdasarkan data rencana pengelolaan Kesatuan Pemangkuan Hutan Produksi (KPHP), total volume tegakan untuk semua jenis 3 3 di hutan primer adalah 286 m /ha. Volume rata-rata jenis komersil per pohon adalah 2.46 m . Jenis komersil utama yang mendominasi yaitu meranti (Shorea spp., 35.2%), suntai (Palaquium spp., 22.5%), dan ramin (Gonystylus bancanus, 16.8 %). 3 Volume jenis komersil yang berdiameter 40 cm ke atas diperkirakan 128 m /ha di seluruh areal konsesi, sedangkan volume hasil 3 IHMB untuk RKU periode 2010-2019 adalah 85,54 m /ha. Berdasarkan laporan Rencana KPHP (DFID-Forestry Department, 1996) pada pengujian inventarisasi 100 % untuk kegiatan penebangan 1998/1999, volume tegakan pada petak berukuran 26 x 100 3 3 hektar adalah antara 41,2 – 92,92 m /ha dengan rata-rata 58,92 m /ha dan 25,4 pohon per ha. Mangrove Luas hutan mangrove di areal PT. DRT adalah 1.611 ha dengan lebar antara 200-800 m dengan zonasi utama (1) zona Sonneratia-Rhizophora di depan bersama nipah (Nypa fruticans) dan (2) zona Xylocarpus-Bruguiera di belakang. Jenis dominan dan bernilai komersial berdiamater 30-40 cm adalah Bruguiera cylindrica. Vegetasi yang membentuk hutan mangrove terdiri atas jenis-jenis berikut: Rhizopora spp., Bruguiera spp., Avicennia sp., Xylocarpus sp., Ceriops tagal, Lumnitzera sp., Acrostichum sp., dan Nypa fructicans. Zona pantai banyak didominasi oleh api -api (Avicennia spp.), bakau-bakauan (Rhizopora spp.) dan tumu (Bruguiera spp.).

ASPEK EKOLOGI


Latar Belakang PT. DRT telah melakukan analisa dampak lingkungan (AMDAL) pada tahun 1997 sebagai salah satu pemenuhan terhadap peraturan pemerintah. Perlu ditekankan bahwa berdasarkan status (TGHK) dan fungsi hutan (seperti UU kehutanan No 41 tahun 1999, UU No. 5 tahun 1990 tentang Sumberdaya Hutan dan Ekosistem, Keputusan Presiden No. 32 tahun 1990) kawasan PT. DRT sebagai hutan negara berfungsi sebagai Hutan Produksi Tetap, tidak ada kawasan berfungsi Hutan Konservasi (seperti Taman Nasional, Hutan Lindung, Suaka Margasatwa, Cagar Alam maupun Taman Buru). Namun demikian, ada beberapa areal di dalam konsesi yang harus dilindungi. Kawasan lindung (kawasan lindung di hutan produksi berdasarkan Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990: dan kawasan yang mendapatkan perlakukan khusus karena kebijakan Pemerintah Daerah dan kebijakan DRT) di PT. DRT didasarkan pada UU dan Peraturan Pemerintah mengenai Pengelolaan Kawasan Lindung di atas serta kebijakan PT. DRT. Kawasan lindung yang ditetapkan oleh PT. DRT seperti yaitu: § Kawasan lindung sempadan sungai (2.505 ha): zona penyangga 50 m digunakan untuk sungai dan anak sungai kurang yang lebarnya dari 30 m dan zona penyangga 100 m pada sungai yang lebarnya lebih dari 30 m. Kebijakan yang diambil PT. DRT terkait penentuan sempadan sungai adalah pada sungai minimal lebar 3 meter. § Kawasan lindung sempadan pantai berhutan mangrove (436 ha): jalur penyangga yang disyaratkan oleh pemerintah adalah 100 m dari garis pantai namun PT. DRT menetapkan 200 m dari garis pantai. PT. DRT telah mengidentifikasi zona penyangga pantai yang banyak terdapat di areal hutan mangrove. § Hutan mangrove yang dimanfaatkan oleh masyarakat (1.175 ha): Pemerintah sebelumnya telah memberikan izin pada masyarakat lokal untuk memanfaatkan hutan mangrove secara terbatas sebagai bahan mentah pembuatan arang. PT. DRT mengelola mangrove tersebut berdasarkan Nota Kesepahaman (MOU) dengan koperasi yang memegang lisensi pemanenan dan telah megidentifikasi areal mangrove untuk tebang pilih yang sejalan dengan prosedur formal untuk pemanenan lestari dalam MOU. § Areal ekoton (1.864 ha): PT. DRT telah mengidentifikasi 1.864 ha sebagai areal hutan yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi yang terdapat di kawasan peralihan antara hutan mangrove dan hutan rawa gambut. § Kawasan Pelestarian Plasma Nutfah (KPPN, 350 ha): areal hutan yang dipilih untuk areal pelestarian plasma nutfah harus dilindungi. Saat ini, PT. DRT telah mengidentifikasi dan menetapkan 350 ha untuk KPPN. § Kawasan Lindung Gambut (KLG, 4.593 ha): kawasan gambut yang memiliki karakteristik khas yang kedalamannya 3 meter atau lebih dan telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai Kawasan Lindung Gambut. Saat ini, berdasarkan Perda Riau No. 10 Tahun 1994 luas KLG yang berada dalam wilayah konsesi DRT seluas 4.593 ha. § Kawasan konsevasi insitu (1.000 ha): areal hutan yang dipilih untuk pelestarian flora dan fauna endemik. § Biodiversity strips (3.557,15 ha): 5% dari areal produksi efektif atau areal RKT yang dialokasikan untuk kepentingan sumber benih dan koridor satwa. Nilai-nilai Konservasi dan Perlindungan RTE Konsep High Conservation Value Forest (HCVF) diperkenalkan oleh FSC dan dipublikasikan pada tahun 1999. HCVF memberikan perhatian terhadap identifikasi dan perlindungan nilai-nilai konservasi hutan di dalam areal hutan produksi. Indentifikasi HCVF di seluruh areal konsesi akan diintegrasikan dengan kawasan lindung yang telah diatur oleh undang-undang. Perlu ditambahkan bahwa konsep HCVF bertujuan untuk melindungi, mempertahankan, dan mengurangi sekecil mungkin dampak pengusahaan hutan terhadap keanekaragaman flora-fauna, lansekap, dan ekosistem bernilai konservasi tinggi. PT. DRT memandang bahwa areal hutan produksi harus mempertimbangkan nila-nilai ekonomi yang seimbang dengan nilai-nilai konservasi, sehingga konsesi dan operasi kehutanan lestari secara ekonomis. Menurut kriteria FSC dan Toolkit HCVF Indonesia, hutan yang dapat digolongkan menjadi HCVF adalah kawasan hutan yang memiliki satu atau lebih dari ciri -ciri berikut: HCV-1 : HCV-2 :

HCV-3 :

Kawasan hutan yang mengandung konsentrasi keanekaragaman hayati yang penting baik secara global, regional maupun nasional (seperti terdapat jenis-jenis endemik, langka dan dilindungi). Kawasan hutan yang memiliki luasan yang signifikan, baik secara nasional, regional, maupun global yang termasuk dalam Unit Manajemen dimana populasi-populasi yang ada dari sebagian besar (atau semua) spesies alaminya mempunyai pola distribusi dan kelimpahan alami. Kawasan hutan yang berada di dalam atau mengandung ekosistem langka, terancam / dilindungi.


HCV-4 : HCV-5 : HCV-6 :

Kawasan hutan yang menyediakan jasa-jasa pokok secara alami bagi situasi-situasi kritis (perlindungan tata air (DAS), penahan erosi). Kawasan hutan yang secara mendasar (fundamental) untuk memenuhi kebutuhan primer masyarakat setempat (untuk subsistensi atau mata pencaharian utama, kesehatan). Kawasan hutan yang sangat penting sebagai identitas kebudayaan tradisional masyarakat setempat (kawasan kultural, ekologis, ekonomis, dan relegius) dalam bekerjasama dengan masyarakat lokal lainnya.

PT. DRT melakukan analisis HCVF pada tahun 2004 untuk merevisi penilaian lingkungan dan sosial yang dilaksanakan sebelumnya. Dalam melakukan analisis HCVF ini, PT. DRT bekerjasama dengan beberapa tenaga ahli dari Bogor untuk membantu dalam proses penilaian HCVF dengan menggunakan HCVF Toolkit untuk Indonesia yang dibuat oleh Proforest dan Jim Jarvie. Dari hasil penilaian yang mencakup partisipasi dan wawancara dengan masyarakat lokal, areal konsesi PT. DRT mengandung beberapa elemen HCVF dalam kaitannya dengan konservasi hidupan liar, produksi ramin secara lestari serta elemen sosial. Elemen HCVF di Areal Konsesi PT. DRT Tipe Keberadaan HCVF di Areal Konsesi PT. DRT HCV-1 Khususnya habitat jenis ramin (Gonystylus bancanus) yang telah diatur dalam CITES Appendix II, dan habibat beberapa spesies satwa liar yang dilindungi. HCV-2 Ada di seluruh areal konsesi karena areal cukup luas untuk menopang populasi hidupan liar yang kemungkinan terancam punah. Harimau dan sejumlah spesies RTE hidup di areal konsesi. Telah diakomodasi melalui KLG, kawasan ekoton, mangrove, sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan konservasi insitu serta KPPN. HCV-3 Tidak ada secara khusus. Areal konsesi PT. DRT yang memiliki luas 90.956 ha merupakan hutan rawa gambut di Riau. Hutan gambut di Riau banyak mengalami konversi signifikan menjadi lahan pertanian dan perkebunan. (Telah diakomodasi melalui KLG, kawasan ekoton, mangrove, sempadan pantai, sempadan sungai serta KPPN) HCV-4 Tidak signifikan karena PT. DRT merupakan hutan rawa gambut dan tidak dipertimbangkan sebagai DAS bagi masyarakat lokal. Namun demikian, masih tetap ada kepentingan sewaktu musim kemarau panjang untuk mempertahankan kualitas & tinggi muka air dan mencegah kebakaran dan kerusakan lingkungan. HCV-5 Sangat terbatas karena lokasi konsesi yang cukup jauh dari desa-desa yang tidak secara langsung bergantung pada sumberdaya hutan tetapi dari pertanian dan pekerjaan lokal. Beberapa produk hasil hutan non kayu dimanfaatkan oleh masyarakat lokal sebagai kerja sampingan seperti mencari ikan, buah hutan, nipah dan sayur-sayuran. HCV-6 Tidak ada karena sangat sedikit tempat bernilai budaya dan religi yang terdapat dalam areal konsesi. Tempat yang diketahui adalah tanah pemakaman keramat seluas 10 ha di desa Sinaboi yang berbatasan dengan areal konsesi. Khusus untuk HCV-6, pada tahun 2007 PT. DRT telah melakukan penilaian ulang dengan melakukan survey lapangan dan wawancara dengan anggota masyarakat. Hasilnya diketahui bahwa di hulu sungai Nyamuk desa Raja Bejamu ada sebagian masyarakat yang menyatakan adanya situs “bambu keramatâ€? yang berada di dalam areal konsesi PT. DRT seluas Âą 1 ha. Oleh karena itu, sebagai upaya pelestariannya, PT. DRT selanjutnya menetapkan lokasi tersebut sebagai HCV-6 dan melakukan deliniasi di lapangan. Spesies Satwa Langka / Dilindungi Berdasarkan laporan Hasil Pemantauan Satwa yang dilakukan Divisi Research and Environmental Development (RED) PT. DRT sampai dengan tahun 2009, Daftar Fauna Langka yang Dilindungi Perundang-undangan Indonesia (Noerjita dan Maryanto, 2001) dan RED List RTE (CITES), satwa langka / dilindungi yang terdapat di areal PT. DRT adalah sebagai berikut. Daftar Fauna Langka dan Dilindungi No. Nama Daerah A Mammalia 1. Harimau sumatera 2. Beruang madu 3. Owa Ungko 4. Siamang 5. Monyet kra

Nama Latin

Status

Referensi

Panthera tigris sumatrae Helarctos malayanus Hylobates agilis Hylobates syndactylus Macaca fascicularis

Dilindungi Dilindungi Dilindungi Dilindungi Dilindungi

PP No. 7 / 1999 PP No. 7 / 1999 PP No. 7 / 1999

CITES # I I I I II


No. 6. 7. B 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. C 1.

Nama Daerah Tupai bergaris Tupai indah Burung Beo Kangkareng hitam Rangkok Rangkok badak Elang hitam Elang jambul Elang rawa Reptil

Nama Latin Tupaia dorsalis Tupaia splendidula

Status Dilindungi Dilindungi

Referensi

Gracula religiosa Anthracoceros malayanus Buseros bicornis Buseros rhinoceros Icnaetus malayanensis Accipiter trivirgatus Circus aeroginosus

Dilindungi Dilindungi Dilindungi Dilindungi Dilindungi Dilindungi Dilindungi

PP No. 7 / 1999 PP No. 7 / 1999 PP No. 7 / 1999 PP No. 7 / 1999 PP No. 7 / 1999 PP No. 7 / 1999 PP No. 7 / 1999

Labi-labi

Chitra indica

Dilindungi

PP No. 7 / 1999

CITES # II II II II II II II II II

Spesies Flora Langka / Dilindungi Berdasarkan hasil inventarisasi sebelum dan setelah penebangan (ITSP dan ITT) dan disesuaikan dengan Jenis-jenis Hayati yang Dilindungi Perundang-undangan Indonesia (Noerjita dan Maryanto, 2001) serta hasil konvensi internasional yang lain, saat ini ada beberapa jenis pohon di areal PT. DRT yang telah dikategorikan langka dan dilindungi. Daftar Flora langka dan Dilindungi No.

Nama Daerah

Nama Latin

Famili

Kategori

Status

Referensi

1 2

Ramin Katiau

Gonystylus bancanus Canua motleyana

Thymeleaceae Sapotaceae

Pohon Pohon

Dilindungi Dilindungi

3 4

Pinang merah Anggrek hutan

Cyrtostachys lakka Dendrobium salaccensis

Palmae Orchidaceae

Palma Epifit

Dilindungi Dilindungi

Appendix II, Annotation #1. SK Mentan No. 54/Kpts/ Um/2/1972 PP No. 7 tahun 1999 PP No. 7 tahun 1999

5

Kantong semar

Nepenthes ampullaria

Nepenthaceae

Liana

Dilindungi

PP No. 7 tahun 1999

Kawasan Lindung Peraturan di Indonesia (Keppres RI No. 32 tahun 1990, UU Kehutanan No. 41 tahun 1999, UU No. 5 tahun 1990, dan Perda Riau No. 10 tahun 1994) mensyaratkan PT. DRT untuk menentukan dan mempertahankan kawasan hutannya untuk tujuan konservasi yang mencakup: § Kawasan lindung sempadan sungai. § Kawasan lindung sempadan pantai yang berhutan mangrove. § Kawasan ekoton (kawasan hutan yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi yang terletak di wilayah peralihan antara hutan mangrove dan hutan rawa gambut). § Kawasan Pelestarian Plasma Nutfah (KPPN), § Kawasan Lindung Gambut (KLG), dan § Kawasan konservasi insitu Khusus untuk kawasan konservasi insitu, meskipun peraturan (P.6/Menhut-II/2007) yang mewajibkan penetapan kawasan ini telah dinyatakan tidak berlaku lagi berdasarkan P.56/Menhut-II/2009 tetapi PT. DRT tetap berkomitmen untuk mempertahankan kawasan ini. Sebagai tambahan terhadap peraturan pemerintah tersebut, PT. DRT menetapkan kebijakan untuk mengelola sumberdaya hutannya sejalan dengan Prinsip dan Kriteria FSC dan melindungi lingkungan dan HCVF yang disediakan oleh hutan. Hasil pengukuran digitasi terhadap luas areal yang diidentifikasi sebagai kawasan lindung dalam areal konsesi PT. DRT adalah sebagai berikut. Luas Kawasan Lindung saat ini dan rencana RKUPHHK 2010-2019


Kategori

Saat ini (s/d 2009)

Luas (ha) Rencana FMU

A. Areal mangrove dan ekoton - Sempadan pantai dan sungai di areal mangrove - Areal mangrove - Kawasan ekoton Total A B. Areal hutan rawa gambut - Sempadan sungai - Kawasan Pelestarian Plasma Nutfah (KPPN) - Kawasan Lindung Gambut (KLG) - Kawasan Konservasi Insitu - Biodiversity strips 5% (HCV 1-3) Total B Total Kawasan Lindung (A+B)

436 1.175 1.864 3.475

436 1.175 1.864 3.475

2.505 350 4.593 1.000 1.780 10.228 13.703

2.505 350 4.593 1.000 3.557,15 12.005,15 15.480,15

Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Dampak penggunaan bahan kimia adalah pencemaran air melalui tumpahan solar, oli, dan minyak obat ramin meskipun dalam areal terbatas. Limbah kimia Hasil analisis kualitas air (pH, COD, BOD5 , oksigen terlarut, ammonia, CO2 , nitrat, phosphate, dan kekeruhan) dilakukan oleh Laboratorium Kualitas Air Universitas Riau dengan sampel yang diambil dari hutan, hulu sungai, muara sungai pada batas konsesi, dan di sekitar base camp menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan yang signifikan terhadap kualitas air akibat kegiatan pemanenan. Kualitas air di dalam hutan masih memenuhi standar kualitas air kelompok B dan dapat diminum dengan perlakuan tertentu (dimasak). Pengukuran dan sampling untuk analisis kualitas air tersebut dilakukan minimal sekali dalam setahun (SOP-LB-08). Di TPn, kayu yang rentan terhadap hama dan penyakit (ramin) disemprot dengan campuran bahan kimia (ABUKI dicampur minyak tanah). Kegiatan untuk mengontrol obat ramin ini dijelaskan dalam SOP (SOP-LB-08). Seluruh penggunaan bahan kimia didokumentasikan dengan prosedur penggunaan sesuai standar operasi (SOP-LB-08). Limbah rumah tangga (organik dan inorganik) Limbah inorganik yang tidak dapat didaur ulang (ban, karet, drum minyak, dll.) akan disimpan di gudang khusus yang kemudian akan diberi perlakuan sesuai dengan SOP penanganan limbah. Di areal kerja (base camp, camp kerja, gudang, dll.), disediakan tempat sampah untuk menampung sampah organik dan inorganik. Seluruh kegiatan pencegahan pencemaran dan meminimalkan limbah organik dan anorganik dijelaskan dalam prosedur kerja penanganan limbah dan SOP untuk mengendalikan limbah rumah tangga (SOP-LB-08). Limbah lainnya dihasilkan dari penggunaan sabun batangan yang biasanya digunakan oleh rumah tangga dan untuk kegiatan penyaradan kayu dalam hutan. Sistem pengendalian penggunaan sabun ongkak untuk meminimalkan dampak dijelaskan dalam SOP pengendalian limbah akibat penggunaan sabun ongkak (SOP-LB-08). Pengelolaan limbah bahan bakar dan limbah operasional Operasional kehutanan mensyaratkan penggunaan dan penanganan bahan bakar (bensin, solar, oli dan minyak tanah) di base camp dan di hutan dimana pemanenan dilakukan. Penanganan limbah bahan bakar dan pelatihan tenaga kerja yang terlibat dijelaskan dalam SOP untuk mengendalikan limbah bahan bakar (SOP-LB-08). Karyawan dilatih untuk mencegah pencemaran lingkungan yang didasarkan pada prosedur dan pengawasan yang mencakup berbagai kegiatan kehutanan. Sabun yang dilumurkan pada jalan sarad bertujuan untuk mengurangi gesekan dalam penyaradan manual (penarikan log) dari tunggul menuju TPn. Pengendalian limbah lain mencakup limbah yang dihasilkan selama penebangan (kayu afkir), cabang, ranting dan pohon yang tidak sengaja roboh selama kegiatan penebangan. Penanganan limbah tersebut dijelaskan dalam SOP pengendalian limbah


pemanenan kayu (SOP-LB-08). Pengendalian penggunaan bahan bantalan dan penggunaan kembali bahan mentah bertujuan untuk mencegah kerusakan lebih lanjut terhadap hutan dan untuk mengurangi limbah. Bahan mentah atau limbah yang telah digunakan lagi untuk jalan sarad dan bantalan adalah limbah yang berasal dari jalan sarad dan TPn sebelumnya. Upaya Pengurangan Dampak DRT telah melakukan berbagai upaya pengurangan dampak penebangan penentuan arah rebah pohon tebang, penggunaan limbah bekas jalan sarad dan TPn, penanganan bahan kimia, pemantauan tegakan tinggal dengan pembuatan PSP, membatasi ekstraksi pohon per hektar berdasarkan distribusinya, melindungi pohon-pohon yang menjadi habitat satwa.

MASYARAKAT LOKAL Penilaian Dampak Sosial Penilaian dampak sosial (Studi Diagnostik) dilakukan oleh PT. DRT terhadap seluruh masyarakat lokal yang terkena dampak langsung berkaitan dengan operasi kehutanan sebagai persyaratan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL). Studi Diagnostik telah direvisi pada tahun 2004 sejalan dengan kegiatan revisi Management Plan untuk RKL VI (Januari 2004 - Desember 2008) sebagai bagian dari analisis HCVF di areal konsesi PT. DRT. Strategi pengelolaan hutan produksi lestari PT. DRT adalah pengelolaan yang diterapkan selalu berorientasi kepada meminimalkan dampak negatif sekecil mungkin dan meningkatkan keuntungan sebesar-besarnya pada keanekaragaman hayati dan sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan. Oleh karena itu, keberadaan PT. DRT dan kegiatan yang dilakukan dapat meningkatkan dampak positif terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan melalui: § Peningkatan derajat kesehatan masyarakat § Peningkatan tingkat pendidikan masyarakat sekitar § Peningkatan persepsi masyarakat terhadap IUPHHK dan lingkungan § Perluasan kesempatan kerja serta peluang berusaha § Peningkatan pendapatan perkapita masyarakat § Kontribusi terhadap pembangunan daerah Masyarakat di sekitar areal PT. DRT sebagian besar adalah suku Melayu dan warga keturunan Tionghoa. Sebagian kecil lainnya adalah pendatang dari Jawa, Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan daerah lainnya. Warga keturunan Tionghoa banyak terdapat di desa Sinaboi, Sungai Bakau, Bagan Hulu dan Bagan Timur. Desa Labuhan Tangga Baru dan Bantaian Baru merupakan desa transmigran. Hampir 80 % penduduk di kedua desa tersebut berasal dari pulau Jawa melalui program transmigrasi pemerintah. Berdasarkan kajian Sudarno (1999) tentang penduduk asli di Provi nsi Riau (Rokan Hilir), diketahui bahwa tidak ada penduduk asli di Kabupaten Rokan Hilir dan Kota Dumai, Hal ini juga berarti bahwa di sekitar areal konsesi PT. DRT tidak ada penduduk asli. Hasil Studi Diagnostik tahun 2000 yang dilakukan oleh PT. DRT bekerjasama dengan Universitas Riau, diketahui bahwa tidak ditemukan penduduk asli seperti masyarakat primitif Suku Anak Dalam, Mentawai atau Orang Rimba. Pada awalnya, masyarakat suku Melayu merupakan penduduk asli yang tinggal di tepi sungai atau pantai namun telah berkembang seperti masyarakat suku lainnya. Sejak dibuat jalan lintas darat Pekanbaru – Bagan Siapiapi (tahun 1994) masyarakat Melayu yang tinggal di tepi sungai atau pantai tersebut secara bertahap pindah dan bertempat tinggal di tepi jalan baru tersebut. Hasil studi diagnostik tersebut juga menyatakan tidak adanya klaim tanah adat. Sebaran Penduduk Pada tahun 2003 – 2004, beberapa desa disekitar areal PT. DRT mengalami pemekaran wilayah, misalnya desa Bantaian terbagi menjadi 3 desa, Labuhan Tangga menjadi 2 desa, Sungai Sialang menjadi 2 desa, dan Raja Bejamu menjadi 2 desa. Setelah itu


diikuti dengan pemekaran wilayah kecamatan Rimba Melintang menjadi 2 kecamatan, dan Bangko menjadi 2 kecamatan. Sampai dengan tahun 2009, terdapat 21 desa dan 5 kecamatan di sekitar PT. DRT. Berdasarkan lokasinya, desa-desa sekitar areal PT. DRT dapat dibedakan menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama adalah desadesa yang terletak di sebelah selatan yaitu Teluk Pulau Hilir, Langgadai Hulu, Langgadai Hilir, Bantaian Induk, Bantaian Hilir, Bantaian Baru, Labuhan Tangga Kecil, Labuhan Tangga Besar, Sungai Sialang Hulu, Sungai Sialang Hilir dan Labuhan Tangga Baru. Kelompok lainnya adalah desa-desa yang terletak di sebelah utara yaitu Bagan Punak, Bagan Hulu, Bagan Timur, Bagan Jawa, Parit Aman, Sungai Nyamuk, Raja Bejamu, Sungai Bakau dan Sinaboi. Satu desa lagi yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan PT. DRT yaitu desa Batu Teritip yang berada di dalam wilayah kecamatan Sungai Sembilan, Kota Dumai. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2007-2008, di sekitar areal IUPHHK PT. DRT terdapat 18 desa dan kelurahan definitif serta 3 desa persiapan. Desa dan kelurahan yang berada di sekitar kawasan hutan PT. DRT No. Desa / Kelurahan Status hukum KABUPATEN ROKAN HILIR Kec. Sinaboi Sinaboi Definitif Sungai Bakau Definitif Raja Bejamu Definitif Sungai Nyamuk Definitif Kec. Bangko Labuhan Tangga Kecil Definitif Labuhan Tangga Besar Definitif Labuhan Tangga Baru Definitif Bagan Punak Definitif Bagan Hulu Definitif Bagan Timur Definitif Bagan Jawa Definitif Parit Aman Definitif Kec. Batu Hampar Bantayan Definitif Bantayan Baru Persiapan Bantayan Hilir Persiapan Sungai Sialang Hulu Persiapan Sungai Sialang Hilir Definitif Kec. Rimba Melintang Lenggadai Hulu Definitif Lenggadai Hilir Definitif Teluk Pulau Hilir Definitif KOTA DUMAI V Kec. Sungai Sembilan 21 Batu Teritip Definitif Sumber: Data statistik per kecamatan (BPS, 2007-2008-2010) I 1 2 3 4 II 5 6 7 8 9 10 11 12 III 13 14 15 16 17 IV 18 19 20

Status pemerintahan

Klasifikasi desa

Desa Desa Desa Desa

Swakarya Swadaya Swadaya Swasembada

Desa Desa Desa Desa Kelurahan Kelurahan Desa Desa

Swadaya Swadaya Swadaya Swakarya Swasembada Swasembada Swasembada Swakarya

Desa Desa Desa Desa Desa

Swakarya Swadaya Swadaya Swadaya Swakarya

Desa Desa Desa

Swakarya Swadaya Swadaya

Kelurahan

-

Sampai dengan tahun 2009, jumlah penduduk di Kabupaten Rokan Hilir adalah 545.543 (Rokan Hilir dalam Angka, 2010) dan di Kota Dumai 250.367 jiwa (Dumai dalam Angka, 2010). Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.


Populasi Desa Sekitar Areal Konsesi PT. DRT No. Desa / Kelurahan KK

Laki-laki

Jumlah Perempuan

Total

KAB. ROKAN HILIR Kecamatan Sinaboi Sinaboi 508 1.379 1.325 2.705 Sungai Bakau 507 1.375 1.321 2.697 Raja Bejamu 746 2.023 1.944 3.967 Sungai Nyamuk 327 887 852 1.738 Kecamatan Bangko Labuhan Tangga Kecil 330 937 896 1.834 Labuhan Tangga Besar 715 2.029 1.940 3.969 Labuhan Tangga Baru 332 942 900 1.842 Bagan Punak 1.707 4.841 4.629 9.470 Bagan Hulu 2.049 5.814 5.559 11.372 Bangan Timur 1.646 4.669 4.465 9.134 Bagan Jawa 1.353 3.838 3.669 7.507 Parit Aman 1.049 2.975 2.845 5.820 Kecamatan Batu Hampar Bantayan 263 718 652 1.369 Bantayan Baru 393 1.073 974 2.047 Bantayan Hilir 182 496 451 947 Sungai Sialang Hulu 208 566 514 1.080 Sungai Sialang Hilir 235 641 583 1.224 Kecamatan Rimba Melintang 689 3.181 Teluk Pulau Hilir 1.756 1.425 Lenggadai Hulu 540 1.376 1.117 2.493 Lenggadai Hilir 219 558 453 1.012 KOTA DUMAI V Kecamatan Sungai Sembilan 5.901 13.989 12.655 26.644 21 Batu Teritip Terdiri atas 7 RT namun tidak dirinci jumlah penduduknya. Sumber: Data statistik per kecamatan (BPS, 2007-2008-2010) I 1 2 3 4 II 5 6 7 8 9 10 11 12 II 13 14 15 16 17 I 18 19 10

Akses ke Desa Desa-desa yang terdapat di bagian selatan PT. DRT terdapat di sepanjang jalan provinsi yang mengarah ke ibukota kabupaten Rokan Hilir (Bagai Siapiapi). Namun demikian, ada beberapa desa yang berjarak 1-2 km dari jalan ini yaitu desa Lenggadai Baru dan Bantaian Baru. Desa-desa di bagian utara PT. DRT terletak di pantai timur Sumatera dimana kondisi desa-desa ini dipengaruhi oleh pasang surut air laut kecuali desa Bagan Punak, Bagan Hulu, Bagan Timur dan Bagan Jawa. Akses ke desa-desa di sekitar konsesi PT. DRT tersebut saat ini relatif suda h mengalami perbaikan baik berupa pengasapalan jalan maupun pengerasan. Sarana transportasi yang bisa dipakai adalah kendaraan roda dua dan roda empat. Untuk daerah-daerah tertentu seperti di sekitar Sinaboi, terkadang apabila hujan turun dengan lebat maka kondisi jalan akan berlumpur sehingga menyulitkan bagi warga yang akan melintas. Desa Sinaboi adalah desa yang terletak paling utara dengan jarak 42 km dari kota Bagan Siapiapi. Desa terdekat ke Sinaboi adalah desa Sungai Bakau (sekitar 7 km), dan Raja Bejamu (sekitar 15 km). Mata Pencaharian Nelayan, petani padi dan tanaman pangan lainnya Sebagian besar masyarakat di sekitar areal PT. DRT bermata pencaharian sebagai nelayan, petani padi, dan tanaman pangan lainnya. Hal ini karena sebagian besar desa tersebut terletak di dekat sungai dan Selat Malaka. Selain mencari ikan, masyarakat juga bertani karena pendapatan sebagai nelayan sangat dipengaruhi oleh musim dan alat tangkap. Hasil bertanam padi tidak cukup memuaskan karena varietas yang ditanam adalah varietas lokal dan ditanam di sawah tadah hujan. Dalam hal ini, terlihat bahwa iklim dan varietas padi sangat berpengaruh pada hasil produksi padi.


Desa yang pendapatan warganya terutama dari mencari ikan adalah desa Sinaboi dan Sungai bakau. Sebaliknya, desa yang pendapatan utama warganya dari bertani adalah desa Raja Bejamu, Sungai Nyamuk, Parit Aman, dan Bagan Jawa. Sejumlah kecil profesi tersebut di atas juga terdapat di desa Bagan Punak, Labuhan Tangga Kecil, Labuhan Tangga Besar, Bantayan Hilir, Bantayan, dan Sungai Sialang Hilir. Perkebunan Kelapa Sawit Adanya perkebunan kelapa sawit milik PT. Sindora Seraya dan pendatang baru dari Sumatera Utara serta transmigran yang ada di daerah ini menyebabkan perkembangan daerah cukup signifikan. Hal ini dapat dilihat di bagian selatan dimana lahannya telah ditanami sawit. Fenomena ini juga terjadi di sebelah utara dimana tanah pertanian dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Selama berlangsungnya survey ini, banyak ditemukan warga di sebelah utara yang membuat persemaian sawit. Sebagian besar warga Lenggadai Baru dan Bantayan Baru mendapatkan penghasilan dari perkebunan kelapa sawit. Kedua desa ini adalah desa transmigran tahun 1981 dan 1986. Warga di kedua desa ini telah menanam sawit sejak tahun 1997/1998. Perkebunan kelapa sawit juga terdapat dalam skala kecil di desa Bantayan Hilir, Bantayan, Sungai Sialang dan Teluk Pulau Hilir. Beberapa warga desa Bantayan Baru, Bantayan dan Bantayan Hilir bekerja sebagai buruh di perkebunan kelapa sawit milik PT. Sindora Seraya. Sektor jasa (buruh, pedagang, PNS, dll.) Pendapatan warga dari sektor jasa dan perdagangan sebagian besar terdapat di desa-desa yang dekat dengan Bagan Siapiapi, diantaranya adalah Bagan Jawa, Bagan Timur, Bagan Hulu, dan Bagan Punak. Di desa lain, hanya sebagian kecil warganya yang bekerja di sektor perdagangan dan jasa. Hanya sedikit toko yang menjual kebutuhan sehari-hari sedangkan berdagang di pasar adalah aktifitas yang signifikan pada masyarakat lokal. Mata pencaharian dari hasil hutan kayu dan non kayu Di seluruh desa sekitar areal PT. DRT selalu ada sebagian kecil warga yang mencari nafkah dari hasil hutan khususnya kayu. Biasanya warga mengambil kayu dalam bentuk papan untuk memenuhi kebutuhan warga di tiap desa. Selain itu ada pula warga yang mengambil kayu dalam bentuk tiang dan pancang untuk bahan konstruksi rumah dan toko di bagan Siapiapi (bahan untuk cerocok rumah). Jenis kayu untuk bahan cerocok ini salah satunya adalah jenis mahang. Membuat perahu merupakan salah satu keahlian masyarakat melayu Bagan yang telah berlangsung sejak lama. Jenis kayu untuk papan perahu tersebut umumnya dari jenis keras seperti kempas dan meranti batu. Kayu-kayu yang diambil masyarakat tersebut berupa kayu gergajian dalam bentuk papan panjang (kempas) untuk pembuatan perahu dan kayu milas untuk pembuatan tiang bubu. HCVF Sosial Penelitian tentang interaksi masyarakat lokal di sekitar PT. DRT berguna untuk mengidentifikasi hutan dengan nilai konservasi tinggi yang berkaitan dengan masyarakat lokal. Prinsip dan kriteria HCVF (terutama HCVF-4 dan HCVF-6) yang dikembangkan oleh FSC - PROFOREST adalah sebagai berikut. HCV-4. Areal yang memberikan jasa mendasar selama kondisi kritis: Tidak signifikan karena PT. DRT merupakan hutan rawa gambut dan tidak dipertimbangkan sebagai DAS bagi masyarakat lokal, tetapi tetap penting untuk menjaga tinggi muka air dan kualitasnya guna mencegah kebakaran dan melestarikan habitat. PT. DRT menggunakan sistem rel tanpa membangun jalan atau kanal sehingga membatasi dampak penebangan terhadap tata air dan kualitas air. Berdasarkan hasil analisis kualitas air yang dilakukan bersama Universitas Riau, dimana sampel diambil dari dalam hutan, muara sungai pada batas IUPHHK dan di sekitar Camp PT. DRT, menunjukkan dampak penebangan yang dilakukan DRT tidak menimbulkan perubahan yang signifikan terhadap kualitas air. HCV-6. Areal hutan yang memiliki kepentingan mendasar dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat (seperti pemenuhan kebutuhan hidup, kesehatan, dll.):


Dalam areal PT. DRT diidentifikasi ada HCV-6 berupa “bambu keramat” atau ada yang menyebut “buluh keramat”. Di sekitar areal konsesi ada beberapa daerah yang memiliki HCV bernilai sejarah dan spiritual seperti kuburan tua, desa tua, tanah ulen, kawasan lindung tradisional, dan tempat-tempat dengan sejarah unik seperti dibuktikan dengan penggunaan nama lokal. Atribut Kunci Masyarakat Lokal Permasalahan sosial ekonomi di desa sekitar areal PT. DRT adalah sebagai berikut: 1. Sebagian besar masyarakat lokal tersebut adalah masyarakat miskin. Kesempatan kerja utama hanya terbatas pada bidang pertanian. 2. Sebagian besar masyarakat berpendidikan rendah dengan sarana pendidikan yang tidak memadai. Beberapa kepala desa menitikberatkan masalah pendidikan pada rencana pembangunannya. 3. Interaksi masyarakat dengan perusahaan lebih banyak terkonsentrasi di daerah dimana sebagian besar aktifitas berlangsung. Komunikasi antara PT. DRT dan Masyarakat Komunikasi yang telah dibangun antara PT. DRT dan masyarakat antara lain dalam bentuk pembentukan Forum Masyarakat Desa (FMD) sejak tahun 2000 telah terealisasi pada 6 desa yang berada di wilayah sebelah Selatan. Saat ini telah terbentuk forum kepenghuluan 10 desa (kepala desa) semua desa di bagian barat dan selatan, ke depan forum tersebut akan diperluas untuk wilayah utara. Forum-forum tersebut berfungsi untuk menjembatani komunikasi antara PT. DRT dengan masyarakat desa terutama dalam pelaksanaan Program Bina Desa serta program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat (community development / CD). Forum tersebut juga berfungsi sebagai sarana komunikasi dalam penyelesaian konflik. Untuk tingkat yang lebih tinggi, saat ini telah ada Forum Komuniksi Daerah (FKD Riau) yang telah mencakup seluruh jaringan informasi tingkat provinsi. PT. DRT secara aktif ikut dalam berbagai pertemuan dengan forum ini dan menyampaikan berbagai kebijakan dan program terkait pemberdayaan masyarakat khususnya masyarakat sekitar PT. DRT. Mekanisme komunikasi, sosialisasi dan penyelesaian jika terdapat konflik dengan masyarakat diuraikan dalam SOP-CD-11. 1.1. Penyerapan Tenaga Kerja Lokal oleh PT. DRT Pengusahaan hutan mencakup beberapa kegiatan seperti ITSP, pembangunan jalan dan rel, penebangan, pembagian batang, dan transportasi. Masyarakat lokal dapat ikut terlibat dalam berbagai kegiatan tersebut. Sebagai gambaran, setiap tahunnya kegiatan PAK dan ITSP saja mampu menyerap tenaga kerja lokal rata -rata sebanyak 100-150 orang. Jumlah ini belum termasuk untuk kegiatan lainnya, seperti tree-marking, lacak balak dan pembebasan pohon binaan. Tapi apabila dicermati lebih lanjut, tidak banyak warga yang tertarik untuk bekerja secara tetap di bidang kehutanan di PT. DRT karena jenis kegiatan dan ritme kerja yang tidak sesuai bagi kebiasaan warga. Namun demikian, PT. DRT tetap membuka lapangan kerja dan memberikan prioritas bagi masyarakat lokal daripada warga dari daerah lain. Lowongan kerja akan disebarluaskan ke desa-desa sekitar hutan melalui kantor Camat, pemerintah desa, tokoh masyarakat maupun langsung kepada warga masyarakat. Kesempatan kerja ini terbuka bagi semua bidang kerja dan tingkatan jabatan tetapi hanya yang memenuhi persyaratan kualifikasi yang dapat dipertimbangkan untuk dapat mengisi lowongan dimaksud. Program Pengembangan Sosial antara PT. DRT dan Masyarakat Keberadaan sumberdaya hutan memiliki fungsi sosial ekonomi bagi warga lokal dan masyarakat luas pada umumnya. PT. DRT mengelola fungsi-fungsi tersebut dengan menekankan pada keuntungan pada sumberdaya hutan dan PT. DRT bagi masyarakat lokal. Tujuan pengelolaan fungsi sosial ekonomi tersebut adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan keuntungan sumberdaya hutan bagi warga lokal. 2. Meningkatkan kontribusi PT DRT bagi pengembangan masyarakat lokal. 3. Meningkatkan peran masyarakat lokal dalam kegiatan konservasi sumberdaya hutan. Tujuan tersebut dapat diraih melalui serangkaian program dan kegiatan. Program pengembangan sosial antara PT. DRT dan masyarakat mencakup program-program berikut: § Mengembangkan kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat lokal dalam pemanfaatan hutan.


§ Pengembangan pemanfaatan hasil hutan non kayu. § Pengembangan aktifitas ekonomi lokal di bidang pertanian dan non pertanian. § Pengembangan sumberdaya manusia masyarakat lokal. § Pembangunan fasilitas dan infrastruktur desa. § Pembangunan mekanisme penyelesaian konflik sumberdaya. Seluruh program tersebut berada di bawah payung pengembangan masyarakat / program pemberdayaan (community development CD). Bantuan dana dari PT. DRT kepada masyarakat lokal adalah dalam bentuk dana PMDH yang merupakan kewajiban tahunan PT. DRT, disamping bantuan yang sifatnya tidak rutin / insidentil pada acara perayaan hari -hari besar seperti HUT Kemerdekaan RI dan sebagainya. Selain itu ada pula bantuan kepedulian sosial untuk pembangunan masyarakat. Dampak positif dari pemberian dana PMDH dan bantuan sosial adalah dibangunnya fasilitas pendidikan, agama, dan fasilitas umum lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa warga telah dapat menikmati manfaat dana dari PT. DRT secara langsung. Implementasi otonomi daerah dan pemekaran wilayah di sekitar areal PT. DRT meningkatkan jumlah desa menjadi lebih dari 20 desa. Hal ini diikuti juga dengan pemekaran kecamatan dari 2 kecamatan menjadi 4 kecamatan. Pengembangan Kesempatan Bekerja dan Berusaha Keberadaan PT. DRT khususnya yang saat ini beroperasi di daerah Senepis ikut membuka peluang berusaha bagi warga sekitar Dumai. Para nelayan dan penjual sayur mayur serta kebutuhan sehari -hari lainnya sering singgah di camp untuk menjual hasil laut dan hasil pertanian yang mereka usahakan. Bahkan nelayan asal Sinaboi (Rokan Hilir) juga sering menjual hasil tangkapan ikan dan udang kepada karyawan di base camp. Peningkatan Pemanfaatan Hasil Hutan Non Kayu Jumlah warga di sekitar areal PT. DRT yang mengambil hasil hutan kayu dan non kayu tidak banyak, yaitu sekitar 10 – 20 orang dari tiap desa. Pada umumnya, hasil hutan non kayu yang banyak dimanfaatkan oleh warga masyarakat sekitar hutan masih berupa ikan air tawar, palas, salak hutan, jamur kayu dan buah punak. Hasil hutan non kayu tersebut banyak dimanfaatkan terutama untuk konsumsi rumah tangga dan hanya sebagian kecil yang dijual. Buah punak dan salak hutan (sempoyong) biasanya diolah menjadi manisan sedangkan palas dikonsumsi sebagai sayuran. Areal konsesi PT. DRT yang banyak dilalui sungai memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar hutan, bukan saja sebagai jalur transportasi dan pengairan sawah, akan tetapi juga menghasilkan ikan sungai dalam jumlah yang cukup tinggi. Sumberdaya ini agaknya telah disadari oleh masyarakat desa. Pada dasarnya setiap orang, tanpa kecuali, diperkenankan memanfaatkan ikan sungai yang ada di lingkungan PT. DRT namun dengan cara-cara pengambilan yang lestari . Banyak orang dari desa-desa di sekitar konsesi mencari ikan hingga ke sungai Senepis, sungai Nyamuk dan sungai Sinaboi. PT. DRT memberikan kesempatan bekerja seluas-luasnya kepada masyarakat sekitar hutan untuk bekerja di PT. DRT sesuai dengan kemampuan dan kualifikasi yang dibutuhkan. Warga masyarakat lokal biasanya tertarik untuk bekerja di PT. DRT pada bidang kerja yang bersifat musiman seperti PAK, ITSP, tree-marking, lacak balak dan pembebasan pohon binaan. Sebagai gambaran, setiap tahunnya kegiatan PAK dan ITSP saja mampu menyerap tenaga kerja lokal rata-rata sebanyak 100-150 orang. Jumlah ini belum termasuk untuk kegiatan lainnya, seperti tree-marking, lacak balak dan pembebasan pohon binaan. Tapi apabila dicermati lebih lanjut, tidak banyak warga yang tertarik untuk bekerja secara tetap di bidang kehutanan di PT. DRT karena jenis kegiatan dan ritme kerja yang tidak sesuai bagi kebiasaan warga. Pengembangan Aktifitas Ekonomi Masyarakat Sebagian besar penduduk desa di bagian utara bermata pencaharian sebagai nelayan, sedangkan sebagian kecil bekerja sebagai petani lahan basah, petani lahan kering, pedagang dan buruh di Bagan Siapiapi. Selain itu, sebagian besar warga desa di bagian selatan bermata pencaharian sebagai pedagang dan buruh lepas. Khususnya di desa Bantaian Baru, sebagian besar warganya membudidayakan kelapa sawit.


Pengembangan Sumberdaya Masyarakat Lokal Berbagai kegiatan masyarakat lokal yang akan dibangun disertai pula dengan peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap (kebiasaan masyarakat lokal). Peningkatan kualitas antara lain mencakup teknik produksi, pengelolaan usaha, pemasaran produk, dan kesadaran pelestarian sumberdaya hutan. Pembangunan Fasilitas dan Infrastruktur Masyarakat Lokal Pembangunan fasilitas dan infrastruktur terdiri atas bidang pendidikan, kesehatan dan keagamaan. Dalam bidang pendidikan, PT. DRT akan memberikan beasiswa pada SD, SLTP, SLTA, perguruan tinggi, sekolah agama (dari tingkat SD hingga SLTA); tambahan honor guru SD dan sekolah agama; tambahan fasilitas perpustakaan SD, sekolah agama, dan SLTP; dan perbaikan bangunan. Mekanisme penyerahan bantuan dana, penggunaan dana, perjanjian penerima bantuan dana dan pengawasan dilakukan dengan cara tertentu yang dibuat melalui musyawarah pada tingkat desa yang dihadiri oleh warga, pemerintahan desa, BPK, LPM, dan perwakilan dari PT. DRT. PT. DRT memberikan masukan kepada kepala desa, BPK dan LPM untuk memasukkan program Community Development PT. DRT ke dalam program pembangunan masyarakat desa dan APBDes. Penyelesaian Konflik Konflik yang terjadi antara PT. DRT dan masyarakat lokal di sekitar areal konsesi terutama berkaitan dengan batas areal konsesi. PT. DRT akan mengelola secara aktif konflik lahan ini (perselisihan). Kegiatan pengelolaan perselisihan antara lain terdiri atas: ยง Implementasi lapangan pengaturan batas kawasan konsesi dan pemeliharaannya. Pal batas yang terletak antara areal konsesi dan lahan pertanian/perkebunan masyarakat lokal harus diperiksa secara periodik (minimal sekali dalam setahun) dan segera diperbaharui jika hilang atau rusak. ยง Memasyarakatkan pengaturan batas kepada masyarakat lokal dan pemerintahan desa / kecamatan. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan meletakkan gambar / foto batas di kantor desa atau kantor BPK. Keberadaan gambar / foto ini harus selalu dipertahankan dan segera diganti jika hilang atau rusak. PT. DRT juga akan mengelola konflik lain yang mungkin dapat timbul, misalnya konflik akibat tidak diterimanya proposal permohonan danan bantuan (misalnya proposal bantuan dana perayaan Hari Kemerdekaan dan kegiatan olahraga). Pengelolaan konflik tersebut dilakukan dengan klarifikasi dari PT. DRT (petugas CD) kepada anggota masyarakat dan perangkat desa berkaitan dengan program CD yang telah sama-sama disetujui. Setiap konflik yang muncul pada dasarnya harus dikelola oleh PT. DRT secara aktif dengan melibatkan pemerintahan desa, BPK dan LPM. PT. DRT membuat dan melaksanakan SOP pengelolaan konflik. Khusus untuk bantuan dana sosial, akan dibuat SOP yang akan dimasyarakatkan oleh Kepala Divisi CD dari PT. DRT atau perangkat desa, kecamatan, tokoh pemuda, tokoh masyarakat, khususnya berkaitan dengan prosedur permintaan bantuan, jenis kegiatan yang bisa dimintakan bantuan dana kepada PT. DRT dan pertanggungjawaban penggunaan dana.

ZONASI HUTAN Areal Produksi Bersih PT. DRT Melalui kompilasi hasil kajian sumberdaya, lingkungan dan sosial, PT. DRT telah membagi areal hutan ke dalam kawasan produksi dan kawasan lindung. Rencana Zonasi Areal Produksi dan Areal Lindung dalam FMU Status Hutan (Peruntukan Areal) Total Areal Konsesi A. Areal Produksi Efektif

RKPH 90.956 ha

RKUPHHK 90. 956 ha

Ket.


Status Hutan (Peruntukan Areal) 1. Kawasan Lindung Gambut (KLG) - Primer - Hutan bekas tebangan Total A1 2. Kawasan Gambut (KBDK) - Primer - Hutan Bekas Tebangan - Tidak Berhutan Total A2 Total Areal Produksi Efektif (A) B. Lindung

RKPH

RKUPHHK

167 ha 4.326 ha 4.493 ha

0 ha 0 ha 0 ha

55.862 ha 23.230 ha 836 ha 77.423 ha 84.521 ha

6.917,85 ha 60.668 ha 0 ha 67.585,85 ha 67.585,85 ha

Ket.

#)

1. Kawasan Lindung Gambut (KLG) - Primer 0 ha 267 ha - Hutan bekas tebangan 0 ha 4.326 ha Total B1 0 ha 4.593 ha #) 2. Mangrove dan ekoton 3.475 ha - Sempadan pantai (hutan mangrove) 436 ha - Hutan mangrove 1.175 ha - Kawasan ekoton 1.864 ha Total B2 3.475 ha 3.475 ha 3. Sempadan sungai 2.505 ha 4. Kawasan konservasi insitu 1.000 ha 5. Biodiversity strips 3.557,15 ha 4. Kawasan Perlindungan Plasma Nutfah - Primer 350 ha 350 ha Total Areal Lindung (B) 4.835 ha 15.480,15 ha C. Areal Tidak Efektif 1. Kebun benih 700 ha 700 ha 2. PUP 300 ha 300 ha 3. Buffer Zone PGM 0 ha 0 ha 4. Areal non hutan 0 ha 6.890 ha Total Areal Tidak Efektif (C) 1.600 ha 7.890 ha Ket : #) : Menurut Perda No. 10 Tahun 1994, Kawasan Lindung Gambut (KLG) di Areal PT. DRT (Hutan Produksi Tetap) dapat dilakukan penebangan selama keutuhan/kelestarian ekosistem terjamin. Kebijakan PT. DRT per 31 Desember 2006 menetapkan bahwa Kawasan Lindung Gambut (KLG) di Areal PT. DRT sebagai Areal Lindung dan tidak akan dilakukan kegiatan penebangan di masa mendatang.

KELESTARIAN SUMBER DAYA Peraturan Indonesia membatasi luas areal tebangan per tahun berdasarkan asumsi siklus tebang 40 tahun dengan menggunakan 3 sistem silvikultur TPTI. Pada RKUPHHK 2010-2019 ini , PT. DRT memiliki jatah tebang tahunan (AAC) sebesar Âą 89.625 m /tahun. Jatah 3 areal tebang adalah sel uas Âą 1.775 ha/tahun sehingga jatah tebang rata -rata sebesar 50 m /ha. Realisasi penebangan sejak awal 3 pengusahaan sampai dengan tahun 2009 adalah sekitar 33 m /ha. Sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) PT. DRT dikelola berdasarkan peraturan yang berlaku guna meminimalkan dampak penebangan terhadap sumberdaya karena penebangan yang intensif di hutan rawa gambut dapat membahayakan keseimbangan ekosistem (terutama terhadap siklus hara dan siklus hidrologi) dan regenerasi hutan bekas tebangan.


Pelaksanaan kegiatan dan tata waktu TPTI menurut pada Peraturan Direktur jenderal Bina Produksi Kehutanan nomor P.9/VIBPHA/2009, peraturan tersebut bersifat fleksibel disesuaikan dengan kondisi lapangan pada masing-masing perusahaan. Tahapan TPTI di Hutan Rawa Gambut PT. DRT No. Tahapan Kegiatan 1

Penataan Areal Kerja (PAK)

2

Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan (ITSP)

3

Pembukaan (PWH) Pemanenan

4

Wilayah

Prinsip

Menata areal ke dalam blok dan petak kerja tahunan berdasarkan RKUPHHK. Risalah hutan dengan intensitas 100% untuk pohon niagawi dengan diameter = 40 cm dan pohon yang dilindungi sesuai ketentuan yang berlaku.

Hutan Efisien, efektif, tertib dan ramah lingkungan.

5

Penanaman dan pemeliharaan pengayaan

6

Pembebasan Pohon Binaan (PPB)

7

Perlindungan dan Pengamanan Hutan (PPH)

- Memanen tidak boleh melebihi riap. - Efisien, efektif, tertib dan ramah lingkungan. - Memulihkan produktifitas areal tidak produktif pada blok RKT. - Menggunakan bibit jenil lokal unggulan setempat. - Meningkatkan riap pohon binaan. - Pohon binaan bisa berasal dari permudaan alam dan tanaman pengayaan. Pengendalian hama dan penyakit, perlindungan hutan dari kebakaran hutan, perambahan hutan dan pencurian hasil hutan.

Tahapan Kegiatan (tahun dari penebangan - Et) Tidak lebih dari 4 tahun sebelum pemanenan. Tidak lebih dari 2 tahun sebelum pemanenan. Tidak lebih dari 2 tahun sebelum pemanenan. Et. Tidak lebih dari 2 tahun setelah pemanenan. Tidak lebih dari 2 tahun setelah pemanenan. Terus menerus.

Menentukan Sistem Pemanenan dan RIL untuk Meminimalkan Dampak terhadap Tegakan Tinggal PT. DRT mempunyai prosedur untuk meminimalisasi dampak penebangan (Reduced Impact Logging System). Upaya-upaya untuk memperkecil dampak penebangan adalah melakukan sensus pohon (ITSP); penentuan dan penandaan target pohon tebang; pembuatan peta pohon (SOP-PC-02), penentuan arah rebah pohon tebang (SOP-PN-04); pelatihan kepada regu tebang (SOP-LT-09); pengawasan kegiatan penebangan (SOP-PN-04); dan penggunaan limbah tebangan (SOP-LB-08). PT. DRT menggunakan tenaga kerja manual untuk menebang pohon dan mengeluarkan kayu log ke TPn di tepi jalan rel. Sistem perencanaan penebangan mengidentifikasi dan memetakan seluruh pohon komersil dengan diameter 20 cm ke atas. Log dapat dilacak hingga ke tunggulnya di blok tebang. PT. DRT juga hanya akan menebang pohon komersil yang ditandai untuk ditebang (Tree Marking). Selain itu, PT. DRT juga akan membuat Rencana Komprehensif Pemanenan (CHP). Sistem pemanenan manual yang menggunakan jalan sarad dan jalan rel untuk pengangkutan kayu ke logpond di base camp, memerlukan batang kayu kecil dalam jumlah yang banyak. PT. DRT memiliki prosedur (SOP-LB-08) untuk memanfaatkan kembali limbah bekas jalan sarad, bekas TPn, dan bekas bantalan rel semaksimal mungkin. Pemanfaatan kembali limbah bekas jalan sarad dan bekas TPn untuk bahan galangan dan jari -jari terdokumentasi di bagian SIM. Siklus Tebang berdasarkan Perkiraan Waktu Recovery Tegakan Tinggal untuk Mencapai Volume Target per Ha dalam Tiap Tipe Hutan Tipe Hutan Rawa Gambut PT. DRT menggunakan siklus tebang 40 tahun berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan nomor P.11/Menhut-II/2009. Proyeksi luas areal tebangan selama jangka waktu RKUPHHK periode 2010-2019 adalah 17.750 ha. Sebagaimana tergambar dalam rencana zonasi areal produksi dan areal lindung (Tabel 13), sampai dengan akhir RKUPHHK diindikasikan bahwa seluruh hutan primer yang masuk ke dalam areal produksi efektif akan telah dikerjakan. Hutan primer yang masih tersisa pada akhir periode RKUPHHK adalah berupa kawasan lindung.


Riap Tegakan Dari data pengamatan terhadap 30 PSP di RKT 2001-2004 dengan 4 kali pengukuran dan didukung hasil analisis terhadap riap diameter rata-rata berdasarkan kelompok jenis, diketahui hasil sebagai berikut. Riap diameter hasil pengamatan pada 30 PSP per kelompok jenis No. Kelompok jenis Riap diameter (cm/thn) 1 Ramin 0,49 2 Meranti 0,47 3 Rimba campuran 0,57 4 Non komersil 0,40 Rata-rata 0,48

Sedangkan kondisi riap rata-rata untuk berbagai ukuran kelas diameter untuk semua jenis sebagaimana disajikan pada Tabel 16 di bawah ini. Riap rata-rata diameter pohon seluruh jenis (dalam cm/thn) pada hutan bekas tebangan menurut kelas diameter pohon dan kelompok jenis No. Kelompok jenis Kelas diameter (cm) 10-19 20-29 30-39 40-49 50 up 1 Ramin 0,51 0,54 0,48 0,47 0,45 2 Meranti 0,51 0,50 0,48 0,47 0,41 3 Rimba campuran 0,57 0,61 0,64 0,57 0,48 4 Non komersil 0,41 0,41 0,41 0,39 0,37 Rata-rata 0,50 0,52 0,50 0,47 0,43 Sumber: Hasil pengolahan data 30 PSP pada areal bekas tebangan tahun 2001-2004

Secara umum riap diameter rata-rata pohon untuk seluruh jenis kurang dari 0,5 cm/tahun, variasi besarnya riap diameter juga rendah menurut kelas diameter pohonnya. Untuk mengetahui perkembangan tegakan hutan bekas tebangan diperlukan informasi yang akurat tentang keadaan stok tegakan yang akan menjadi tegakan utama dan dinamika pertumbuhan yang terjadi di dalamnya. Data stok tegakan diperoleh dengan melakukan inventarisasi hutan pada berbagai kondisi hutan bekas tebangan, sedangkan dinamika pertumbuhan bekas tebangan di monitor dari pengukuran secara berulang terhadap PSP. Hasil proyeksi menunjukkan bahwa setelah 40 tahun kondisi pohon komersil berdiameter 40 cm ke atas telah mencapai jumlah 42,8 pohon/ha. Jumlah ini adalah jumlah yang cukup memadai untuk dipanen kembali, dimana rata-rata jumlah pohon komersil yang dipanen selama ini sebesar 21 pohon/ha. Melalui pendekatan di atas dapat dikatakan bahwa rotasi tebang, limit diameter tebang dan intensitas tebangan yang diterapkan sejalan dengan aspek kelestarian hutan.

PEMANENAN HUTAN Skedul Pemanenan PT. DRT menggunakan siklus tebang 40 tahun dengan areal produksi efektif hutan rawa gambut seluas 67.585,85 ha. Sejak beroperasi yang dimulai tahun 1979 sampai tahun 2009, PT. DRT telah memanen hutan seluas 36.513,50 ha . Sesuai dengan RKUPHHK periode 2010-2019, blok RKU dibagi dalam 10 blok RKT dengan etat luas tahunan rata-rata sebesar 1.775 ha. Dengan


demikian, sampai dengan akhir periode RKUPHHK pada tahun 2019, PT. DRT telah akan memanen hutan seluas 54.263,50 ha (36.513,50 ha + 17.750 ha). Perencanaan Blok Penataan Hutan Penataan hutan pada dasarnya adalah pengaturan areal kerja untuk kelestarian produksi. Untuk melaksanakan penataan hutan agar mempunyai kepastian dalam pengelolaan, maka hal utama yang perlu dilakukan adalah penataan batas areal kerja dan pengukuhannya. Tata batas di areal kerja PT. DRT telah dilaksanakan oleh pemerintah (cq. instansi kehutanan) dengan mengakomodasikan kesepakatan dan partisipasi berbagai pihak terkait yaitu pemerintah daerah, masyarakat di sekitar kawasan, IUPHHK yang berbatasan langsung serta instansi terkait lainnya. Pelaksanaan kegiatan tata batas didasarkan pada peta status kawasan menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) Riau, peta Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK), dan peta paduserasi antara RTRWP dan TGHK. Pada tahun 2009, PT. DRT telah memperoleh pengesahan Peta Dasar Areal Kerja dari Direktur Inventarisasi dan Pemantauan Sumber Daya Hutan nomor S.569/VII/PSDH-3/2009 dengan skala 1 : 50.000. Penataan Areal Kerja (PAK) Penataan areal kerja (PAK) adalah pembagian kawasan hutan ke dalam blok-blok berdasarkan ekosistem, tipe, fungsi dan rencana pemanfaatan; kemudian blok-blok tersebut dibagi ke dalam petak-petak kerja (¹ 100 ha/petak). Areal kerja dibagi ke dalam blok RKUPHHK sepuluh tahunan dan blok tahunan (RKT). Kawasan PT. DRT dibagi ke dalam empat periode RKUPHHK yaitu (1) RKUPHHK 1 (tahun 2010-2019) seluas 17.750 ha; (2) RKUPHHK 2 (tahun 2020-2029) seluas 17.400 ha; (3) RKUPHHK 3 (tahun 2030-2039) seluas 17.400 ha; dan (3) RKUPHHK 4 (tahun 2040-2049) seluas 17.350 ha. Pengukuran koordinat dan penandaan Blok Tebangan dan Petak Kerja di lapangan dilakukan dengan menggunakan GPS. Penyusunan Rencana Kerja Inventarisasi Hutan dan Penyusunan Rencana Kerja Inventarisasi hutan dilaksanakan pada dua tingkatan perencanaan, yakni rencana sepuluh tahunan (RKUPHHK) dan rencana tahunan (RKT). Untuk RKUPHHK, dilakukan inventarisasi hutan menyeluruh berkala (IHMB) pada seluruh areal hutan yang dilaksanakan setiap sepuluh tahun sekali. IHMB di hutan alam dilaksanakan dengan membuat plot contoh berbentuk persegi panjang (rectangular plot) seluas 0,25 ha dengan ukuran panjang 125 meter dan lebar 20 meter. Plot ini dibuat secara merata di seluruh areal konsesi dengan jarak antar plot 1 km. Berdasarkan luas efektif IUPHHK, jumlah plot contoh di PT. DRT sekitar 1.000 unit. Untuk rencana tahunan, setiap tahun dilakukan inventarisasi 100% pada masing-masing areal tebangan untuk rencana penebangan jangka pendek, yaitu rencana penebangan tahunan (untuk penyusunan RKT). Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan (ITSP) Untuk inventarisasi jangka pendek, blok RKT yang terbagi atas petak-petak berbentuk segi empat disurvei setiap tahun dan biasanya dilakukan 1 tahun sebelum penebangan. Dalam sistem silvikultur TPTI kegiatan ini disebut dengan ITSP (Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan). Hasil dari kegiatan ITSP ini adalah diketahuinya potensi tegakan hutan dan keadaan penyebaran pohon (SOP-PC-02). Dalam ITSP, setiap petak ukuran 1.000 m x 1.000 m dibuat jalur-jalur ukuran 20 m x 1.000 m, sehingga terdapat 50 jalur per petak. Selanjutnya jalur-jalur tersebut dibagi menjadi 50 petak ukur (PU) ukuran 20 m x 20 m. Pada jalur 25 adalah jalur untuk jalan rel angkutan kayu hasil penebangan. Jalur yang terkena recana jalan akan dilakukan tebang bayang dimana LHP dan LHC dibuat terpisah khusus untuk jalan angkutan. Kegiatan ITSP dikombinasikan dengan kegiatan lain, seperti informasi tentang sumber benih (biji dan anakan alam), jenis pohon-pohon dilindungi sebagai habitat sumber pakan satwa liar. Umumnya pada bulan Agustus – September, Tim Terpadu Ramin akan melakukan pengecekan lapangan untuk menentukan quota tebangan Ramin (sesuai aturan CITES, karena Ramin telah masuk ke dalam Appendix II anotasi #1 pada tahun 2004). Setelah dilakukan penentuan jatah tebang tahunan melalui SK target, maka dilanjutkan dengan penandaan kembali (SOP-PN-04) terhadap pohon diameter 40 cm ke atas yang akan betul-betul ditebang (Tree marking). Supervisor penebangan menentukan pohon ditebang dan tidak ditebang setelah keluar jatah produksi tebangan (JPT/AAC).


Dokumen hasil tree marking berupa rekapitulasi Tree Marking, peta pohon Tree Marking, jatah pohon tebang per petak kerja, dan R2PT (Rencana dan Realisasi Pohon Tebang). Daftar pohon yang akan ditebang disajikan pada form R2PT. Dengan demikian terlihat jelas bahwa pohon yang tidak ada pada R2PT akan ditinggalkan sebagai pohon induk/inti dan tidak boleh ditebang. Peta pohon tree marking menggambarkan posisi pohon yang akan ditebang, rencana dan realisai TPn serta jalan sarad sehingga peta ini disebut juga peta micro planning. Pemanenan Hutan Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) Kegiatan Pembukaan Wilayah Hutan adalah kegiatan penyediaan prasarana wilayah bagi kepentingan pengusahaan hutan meliputi kegiatan pembangunan jalan angkutan kayu, base camp, tempat penimbunan kayu (TPn), dan logpond. Jalan angkutan Jalan angkutan berupa rel lori akan dibangun selama jangka waktu pengusahaan. Jalan rel direncanakan meliputi jalan angkutan utama sepanjang 270 km, dan jalan cabang 540 km. Secara rata-rata setiap tahun dibangun jalan utama sepanjang 6,7 km dan jalan cabang sepanjang 13,5 km. Jalan utama adalah jalan rel yang digunakan selama lebih dari 1 tahun, sedangkan jalan cabang adalah jalan rel yang bermuara ke jalan utama dan penggunaannya hanya sampai 1 tahun (SOP-2PN-03). Bahan-bahan untuk pembangunan jalan rel harus berasal dari jenis jenis kayu keras dari jenis non-komersil. Adapun jenis komersil hanya diperbolehkan jika berasal dari hasil pemanfaatan limbah bekas penebangan ataupun berasal dari hasil tebang bayang. Konstruksi jalan rel terdiri dari 4 lapisan yaitu lapisan laci -laci, bantalan, salur/bujuran, jari -jari, dan besi rel. Base Camp Base Camp utama saat ini hanya satu yaitu Base Camp Sei Senepis terutama untuk melayani aktivitas kegiatan pengusahan hutan RKUPHHK 2010-2019. Base camp ini berfungsi untuk kegiatan administrasi baik untuk administrasi produksi kayu, kegiatan pembinaan hutan, gudang sarana-prasarana, administrasi umum dan logistik serta balai pengobatan. Di dalam hutan, berdekatan dengan lokasi penebangan yang sedang berjalan dibuat Camp Tengah (camp antara) untuk pengendalian kegiatan lapangan. Kedua camp tersebut dihubungkan dengan alat komunikasi 2 arah. Fasilitas yang terdapat pada setiap camp tersebut adalah: 1. Kantor dan tempat tinggal karyawan

2. Air minum dan fasilitas MCK 3. Generator listirik untuk penerangan 4. Sarana komunikasi (hand phone) 5. Balai pengobatan 6. Logistik makanan 7. Dapur umum 8. Sarana olah raga 9. Sarana transportasi (robin yang mencukupi untuk mobilitas karyawan) 10. Bengkel dan tempat sampah 11. Sarana hiburan (televisi) Tempat Pengumpulan Kayu (TPn) Tempat pengumpulan kayu (TPn) dibuat dengan cara membuka lahan di tepi jalan rel yang akan dipergunakan sebagai tempat pengumpulan kayu hasil tebangan untuk sementara waktu sebelum diangkut dengan lori. Untuk setiap anak petak tebangan (seluas 12,5 ha) dibuat rata -rata 2 TPn. Jika dalam satu RKT ada 20 petak maka luas areal terbuka untuk TPn seluas 17,2 ha atau sekitar 1,72 %. Logpond Untuk kegiatan pengumpulan sortimen log dan sebagai tempat penimbunan kayu sebelum dimuat ke ponton, telah dibangun prasarana logpond Base Camp Sei Senepis. Pembuatan logpond diupayakan seminimal mungkin merusak lingkungan dan disesuaikan dengan besarnya produksi kayu. Untuk menjaga kelancaran penggunaan/ fungsi prasarana tersebut, dilakukan pemeliharan secara rutin. Untuk lokasi logpond, yang perlu diperhatikan adalah mengurangi jarak pengangkutan kayu dari


hutan ke logpond yang sekaligus merupakan tempat yang cocok untuk dapat dimasuki tongkang dan terdapat cukup areal yang rata untuk penyimpanan kayu sementara waktu. Usaha Pengurangan Dampak Penebangan Oleh karena itu, dalam upaya untuk mengurangi dampak penebangan PT. DRT melakukan beberapa upaya sebagai berikut: Dampak Penebangan Usaha Pengurangan Dampak Keterbukaan tajuk dan perubahan PT. DRT hanya memanen pohon komersil layak tebang dimana menurut iklim mikro P.11/Menhut/2009, diameter pohon tebang di hutan rawa gambut ≼ 30 cm. Kerusakan tegakan tinggal (tegakan PT. DRT membuat penentuan arah rebah. Pemantauan kerusakan dilakukan melalui tinggal da n permudaannya) PSP yang dibuat sebelum penebangan dan diukur setelah penebangan (SOP-PL-07). Hilangnya pohon kecil (tingkat PT. DRT memiliki kebijakan untuk menggunakan kembali kayu bekas jalan sarad, bekas pancang) untuk jalan sarad TPn semaksimal mungkin guna mengurangi penebangan pohon. Pemantauan penggunaan kembali kayu-kayu tersebut dijabarkan dalam SOP-LB-08. Gangguan terhadap hidupan liar Untuk mengendalikan aktivitas pihak ketiga di areal kerja perusahaan, PT. DRT mempunyai formal prosedur yaitu SOP-PH-10. Pencemaran air akibat penggunaan PT. DRT memiliki prosedur dalam penggunaan dan penanganan bahan ki mia di hutan bahan kimia, solar, oli, dan obat dan di camp hutan (SOP-LB-08). ramin Sistem tata air, kualitas air, Hasil analisis yang dilakukan oleh Universitas Riau yang mengambil sampel dari areal sedimentasi di muara sungai dan hutan, muara sungai di perbatasan IUPHHK dan di sekitar base camp menunjukkan keanekaragaman hayati / populasi bahwa dampak penebangan terhadap kualitas air tidak signifikan. PT. DRT juga biota air (termasuk sumberdaya memantau stok ikan di sungai untuk menjamin bahwa kegiatan ikan) pengelolaan/penebangan dapat melestarikan ikan dalam hutan (SOP-PL-07). Perubahan komposisi dan struktur PT. DRT terus dalam proses pembuatan jaringan PSP untuk memantau kegiatan hutan khususnya berkenaan dengan pemanenan, pertu mbuhan, mortalitas da perubahan komposisi. Rencana pengelolaan pengurangan kerapatan jenis pohon dalam suatu RKT dapat dimodifikasi untuk melindungi terhadap perubahan. komersil berdiameter besar Fragmentasi areal hutan primer yang PT. DRT membatasi penebangan pohon per ha berdasarkan sebaran spasial selama dapat mengganggu kawasan jelajah perencanaan pemanenan. hewan arboreal Penurunan habitat hewan liar akibat PT. DRT melindungi sejumlah pohon-pohon besar yang menjadi sarang dan tempat penebangan mencari makan guna mencegah degradasi habitat. PT. DRT memantau populasi hidupan liar berdasarkan petak / jalur contoh dan analisis kecenderungan (SOP-PL-07). Praktek Pemanenan Kayu PT. DRT menggunakan tenaga kerja manual untuk menebang pohon mengeluarkan log ke TPn di tepi jalan rel. Sistem perencanaan penebangan mengidentifikasi dan memetakan seluruh pohon komersil dengan dbh = 20 cm. Log dapat ditelusuri hingga ke tunggak di dalam blok tebang. Comprehensive Harvesting Plan (CHP) yang merupakan rincian secara menyeluruh yang memuat tentang (a) rencana jaringan jalan rel; (b) rencana pohon tebang yang disertai peta pohon; (c) rencana pengelolaan lingkungan; (d) rencana skedul kegiatan pemanenan; (e) rencana penggunaan peralatan; (f) rencana biaya operasional; (g) rencana kebutuhan tenaga kerja; dan (h) rencana pengangkutan lokomotif. Penatausahaan Hasil Hutan dan Identifikasi Pengelolaan tata usaha hasil hutan dilakukan dengan tujuan untuk memantau pelaksanaan pemungutan hasil hutan yang dilakukan agar sesuai dengan rencana, jika terjadi penyimpangan akan mudah untuk melacaknya sehingga dapat diketahui penyebab penyimpangan dan usaha mengatasinya. Tata usaha hasil hutan meliputi aspek-aspek kegiatan yang menyangkut :

1. Laporan Hasil Cruising (LHC) (SOP-PC-02) 2. Laporan Hasil Penebangan (LHP) (SOP-TU-05)


3. SKSKB (Surat Keterangan Sah Kayu Bulat), DKB (Daftar Kayu Bulat), LMKB (Laporan Mutasi Kayu Bulat) (SOP-TU-05) 4. SI-PUHH online (SOP-TU-05) 5. Statistik Produksi dan pengarsipannya Sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan no. P.8/Menhut-II/2009 Pasal 55, dimana pemegang IUPHHK-HA yang mempunyai 3 AAC sekurang-kurangnya 60.000 m per tahun wajib melaksanakan Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SI-PUHH) online, maka PT. DRT mengimplementasikan SI-PUHH online dalam penatausahaan kayunya. Penandaan kayu dalam sistem ini berupa barcode yang dipasang pada bontos kayu dan dapat dibaca dengan menggunakan Handheld Remote Capture (HRC). Dokumen online dalam sistem ini adalah LHP, DKB dan SKSKB. Dengan penerapan SI-PUHH online, PT. DRT berwenang untuk menerbitkan SKSKB secara self-assessment.

PEMANTAUAN Berdasarkan Prinsip ke-8 FSC dan Standar LEI, pemantauan dan evaluasi merupakan hal yang penting dan tak terelakkan dalam mencapai Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari (PHAPL). Pemantauan meliputi evaluasi kondisi hutan, pemanenan hasil hutan, lacak balak (CoC), dan pengelolaan kegiatan yang berdampak pada aspek lingkungan dan sosial. Frekuensi dan intensitas pemantauan ditentukan berdasarkan skala dan intensitas kegiatan pengusahaan hutan dan kompleksitas dampak terhadap lingkungan. Prosedur pemantauan harus bersifat konsisten dan dapat diulang setiap saat oleh siapa pun juga sehingga perubahan apapun dapat diketahui. Hasil pemantauan merupakan umpan balik bagi revisi Management Plan lebih lanjut. Dalam implementasi pemantauan dan evaluasi, sebagaimana pada kegiatan manajemen lain, harus ada Standard Operation Procedure (SOP) yang mudah untuk diterapkan dan selalu diawasi kesesuaiannya. Bentuk pemantauan di PT. DRT dibedakan menjadi 3 kategori yaitu pemantauan strategis, pemantauan operasional, dan asesmen internal. Pemantauan strategis meliputi kegiatan atau program pemantauan, penelitian dan pengumpulan data yang berskala jangka panjang, bersifat strategis meliputi sumberdaya hutan, lingkungan, serta sosial maupuan manajemen yang ada. Pemantauan strategis dilakukan untuk mengetahui kondisi dan karakteristik sumberdaya alam yang dikelola, dampak kegiatan serta aspek sosial termasuk perubahan-perubahan yang terjadi di dalamnya yang pada intinya upaya mempertahankan atau memelihara keutuhan hutan dan lingkungannya. Pemantauan Sumber Daya Hutan PT. DRT memiliki sistem formal untuk mengawasi areal konsesi, mengevaluasi dan memantau perlindungan dan pertumbuhan sumberdaya hutan (gambut dan mangrove). Sistem patroli di hutan mangrove dan hutan rawa gambut terhadap penebangan liar dan perambahan oleh masyarakat lokal dilakukan karyawan PT. DRT berdasarkan prosedur dalam SOP-PH-10. Sistem untuk memantau kerusakan tegakan tinggal yang disebabkan oleh kegiatan pemanenan dan untuk memantau pertumbuhan hutan setelah penebangan, PT. DRT telah membuat PSP (SOP-PL-07) sejak tahun 2001. Sampai dengan tahun 2009, PT. DRT telah membuat lebih dari 68 plot pemantauan. Pemantauan dan Evaluasi Aspek Produksi PT. DRT telah menetapkan program dan prosedur untuk memantau seluruh aspek kritis produksi yang mencakup: 1. Perambahan batas hutan (SOP-PH-10). 2. Hasil hutan yang dipanen dan lacak balak (SOP-PN-04). 3. Riap / pertumbuhan dan regenerasi dalam PSP (SOP-PL-07). 4. Teknik dan prosedur kerja pemanenan (SOP-PN-04). 5. Proses suksesi di petak bekas tebangan (SOP-PL-07). 6. Keberadaan pohon induk dan penanaman pengayaan (SOP-PB-03). 7. Keselamatan dan kesehatan kerja (SOP-KK-13). 8. Fasilitas dan infrastruktur produksi. 9. Keamanan / gangguan terhadap hutan (SOP-PH-10).


10. Biaya, prestasi, produktifitas, dan efisiensi pengelolaan hutan. Pemantauan Aspek Ekologi PT. DRT telah membuat program pemantauan aspek ekologi dan prosedur (SOP-PL-07) untuk memantau seluruh aspek kritis perlindungan lingkungan yang mencakup: 1. Tata batas dan perambahan kawasan lindung 2. Komposisi dan perubahan keanekaragaman hayati dalam PSP di kawasan lindung dan areal produksi. 3. Dampak penebangan terhadap perubahan lingkungan, khususnya yang berkaitan dengan limbah dan kerusakan tegakan tinggal. 4. Sistem tata air di dalam kawasan lindung, areal produksi, DAS sungai besar dan daerah di sekitar stasiun pengamatan curah hujan. 5. Produktifitas dan kandungan hara di dalam PSP di areal produksi. 6. High Conservation Value Forest termasuk jenis-jenis dilindungi (RTE) 7. Pencemaran Lingkungan 8. Aktifitas Perburuan dan Jebakan Isu dan program Sosial Studi diagnostik bidang sosial telah dilakukan pada tahun 1997 oleh tim ahli dari Laboratorium Sosial Universitas Riau. Program pemantauan dan evaluasi masih terus dilakukan sesuai dengan kondisi dan perkembangan masyarakat sekitar terkini. PT. DRT telah membuat program bidang sosial dan prosedur untuk memantau isu-isu bidang sosial meliputi: 1. Organisasi dan tenaga kerja 2. Kesempatan berusaha dan bekerja termasuk pekerja dari masyarakat lokal 3. Peningkatan pendidikan dan kesehatan masyarakat lokal 4. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam program pengamanan hutan 5. Pembangunan daerah 6. Implementasi K3 yang terutama berkaitan dengan kejadian sakit dan kecelakaan yang sering terjadi. 7. Peningkatan Kinerja SDM

PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN Pentingnya Penelitian dan Pengembangan Pengelolaan hutan alam produksi lestari (PHAPL) pada prins ipnya adalah upaya untuk dapat memproduksi kayu dalam volume yang lebih besar persatuan luas serta kualitas yang baik untuk menyediakan bahan baku industri pengolahan kayu secara teratur dan berkesinambungan. Untuk mewujudkan upaya ini, maka diperlukan data atau informasi serta berbagai sarana penunjang yang lain dan memadai. Oleh karena itu, langkah penting dalam pengusahaan hutan produksi ini yang harus segera dicanangkan adalah penyiapan paket data atau informasi yang dapat dijadikan pedoman untuk mendukung pengelolaan dan pengusahaan hutan yang intensif. Untuk itu perlu dilakukan penelitian dan pengembangan secara terus-menerus. Topik-topik Penelitian dan Pengembangan Aspek Produksi a. Melanjutkan pengamatan PSP untuk mendapatkan data riap tumbuh jenis komersial andalan hutan rawa gambut, pembuatan model pertumbuhan (CAI dan MAI) dalam rangka menetapkan kebijakan teknis pembinaan hutan produksi pada etat tebang berikutnya. b. Mempelajari silvikultur jenis komersial andalan hutan rawa gambut, aspek fenologis, teknis pembibitan, pola tanam, pemeliharaan dan proteksi pertumbuhan. c. Melakukan penelitian potensi, penyebaran, fenologi, pemetaan dan regenerasinya untuk jenis Ramin yang telah masuk


d.

e.

f.

dalam Appendix II CITES, serta terus melanjutkan usaha-usaha memperbanyak populasinya melalui pengayaan. Mempelajari sifat fisik dan kimia kayu dari jenis-jenis pohon komersial ditebang dan tidak ditebang yang menunjang proses pemanfaatan kayu dan non kayu yang memiliki peluang dan nilai ekonomis untuk pengusahaan masa mendatang. Tujuannya adalah agar pemanfaatan hasil hutan menjadi lebih optimal. Mengidentifikasi faktor-faktor hama/penyakit yang dapat menurunkan kualitas kayu. Tujuannya agar diketahui tindakan preventif yang dapat dilakukan, menentukan kegiatan pengawetan yang dianggap paling tepat sehingga kayu yang dihasilkan senantiasa berkualitas baik sesuai permintaan konsumen. Dalam bidang perencanaan diperlukan kajian / studi mengenai perbandingan realisasi penebangan (LHP) dengan LHC.

Aspek Ekologi a. Melakukan inventarisasi secara komprehensif keberadaan satwa liar khususnya satwa dilindungi: pengukuran populasi, penyebaran, perilaku, interaksinya dengan pohon dan tumbuhan sebagai sumber pakan dan tempat tinggal (habitat) sehingga dapat ditentukan rencana tindak lanjut (action plan) untuk pengelolaannya. b. Mempelajari kondisi hidrologi kawasan terhadap dinamika biologis dan ekofisiologis lingkungan dan pertumbuhan sumberdaya tumbuhan hutan rawa gambut dan mangrove. Dengan harapan diperolehnya data serta informasi lapang hubungan tata air terhadap dinamika pertumbuhan tegakan hutan. c. Mempelajari pengaruh kegiatan penebangan setiap tahunnya terhadap kualitas air di sekitar hutan. d. Penelitian di bidang perlindungan hutan pada dasarnya diarahkan kepada usaha -usaha pencegahan / penanggulangan terhadap timbulnya gangguan yang berasal dari kebakaran, penebangan liar dan perambahan hutan. Efektifitas patroli terhadap pencegahan dan penanggulangan gangguan hutan. Aspek Sosial Ekonomi a. Hubungan pengelolaan kawasan hutan rawa gambut terhadap perkembangan taraf hidup masyarakat sekitar hutan. b. Pengembangan serta pengujian diversitas produksi hasil hutan kayu dan non kayu serta pemanfaatan limbah. Dengan harapan dapat diciptakan peluang dan kesempatan kerja yang berdampak positif terhadap pendapatan masyarakat sekitar hutan (misalnya palas, buah salak hutan, tanaman hias dll.). Perlu pengkajian aspek pemasaran, permodalan dan pembinaan SDM. c. Hubungan pengembangan sarana dan prasarana sosial-ekonomi, terhadap perkembangan tingkat dan taraf hidup masyarakat sekitar hutan. Diharapkan dapat diperoleh data dan informasi yang dapat berperan dalam merubah pola pikir ke arah modernisasi kehidupan. d. Hubungan pembinaan sumberdaya masyarakat terhadap perkembangan angkatan kerja melalui transfer ilmu dan teknologi tepat guna (pelatihan). Diharapkan diperoleh sistem dan pola pendidikan dan latihan yang tepat, sebagai dasar acuan dalam menetapkan kebijakan teknis dalam memanfaatkan dan mengembangkan kesempatan kerja masyarakat sekitar hutan. e. Pengkajian terhadap pemberian beasiswa, pendidikan lingkungan usia anak sekolah dan kunjungan anak usia sekolah ke kawasan hutan untuk melihat bagaimana pengelolaan hutan secara lestari dipraktekkan di lapangan. f. Melakukan kajian terhadap kualitas air gambut sebagai sumber air minum. Aspek Sosial Ekonomi a. Melakukan kajian tentang sistem rekrutmen pegawai melalui mekanisme yang jelas dan transparan sehingga diperoleh karyawan yang berkualitas tinggi. b. Penelitian tentang prestasi kerja. Angka atau besaran tentang prestasi kerja merupakan dasar penentu atau tolak ukur dalam merencanakan jumlah, waktu dan biaya penyelesaian suatu kegiatan. c. Melakukan kajian tentang sistem dan besarnya upah yang diterima karyawan. d. Pengkajian terhadap sistem karier dan penjenjangan.

RENCANA ANGGARAN DALAM PENGELOLAAN HUTAN Rencana kebutuhan anggaran pengelolaan hutan lestari PT. DRT untuk RKUPHHK pada Hutan Alam (2010-2019) atau untuk waktu 10 tahun ke depan dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu (1) Biaya Investasi dan (2) Biaya Operasional. Biaya investasi meliputi biaya -biaya yang diperlukan dalam rangka pengadaan peralatan, jalan, bangunan dan instalasi. Biaya tersebut


umumnya tidak berhubungan langsung dengan satuan produksi. Sedangkan Biaya Operasional nilainya sangat erat kaitannya dengan satuan produksi baik satuan volume kayu, satuan luas ataupun satuan waktu. Biaya Operasional antara lain menyangkut aspek perencanaan, pembinaan hutan, pemanenan kayu, pemantauan dan pengelolaan lingkungan, pengelolaan sosial-ekonomi masyarakat, pengamanan hutan dan biaya -biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi kewajiban perusahaan terhadap negara. Sedangkan besarnya pendapatan finansial PT. DRT merupakan jumlah produksi kayu bulat dikalikan dengan harga jual (sebelum dikurangi biaya -biaya yang dikeluarkan).


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.