SOP Pemanenan Hutan

Page 1

PT. DIAMOND RAYA TIMBER STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PEMANENAN HUTAN

No. Dokumen

SOP-2PN-03

Revisi

0-4

Tanggal

1 Desember 2009

Halaman

1 dari 59

Register : 03 Direktur Produksi Tanggal : 1 Desember 2009

√

DISTRIBUSI SALINAN TERKENDALI

01

Direktur Produksi

07

Supervisor Monitoring Operasional Eksploitasi

02

Internal Control System

08

Supervisor Loading & Hauling

03 04

Manajer Pemanenan Supervisor Pembukaan Wilayah Hutan

09 10

Supervisor Penatausahaan Hasil Hutan

05

Supervisor Penebangan

11

Supervisor PPL & Limbah

06

Supervisor CoC & Log Control

12

SIM

Manajer Research & Environmental Development

Prosedur ini merupakan standar Pemanenan Hutan dalam sistem Pengelolaan Hutan Produksi Lestari PT. DIAMOND RAYA TIMBER dan merupakan suatu persyaratan yang diperintahkan standar tersebut. Perubahan tidak diijinkan tanpa persetujuan sebelumnya dari Direktur Produksi dan harus diterapkan dengan menggunakan standar tersebut untuk mengontrol perubahan isi yang terkandung di dalam dokumen ini.

Disusun oleh:

Nama : Wahyu Hindrayanto, S.Hut Jabatan : Manajer Pemanenan

Diperiksa oleh:

Nama : Omita Mardiningsih Jabatan : Internal Control System

Disetujui oleh:

Nama : Ir. Rudi Hartanto Jabatan : Direktur Produksi


No. Dokumen : SOP-2PN-03

Revisi : 4

DAFTAR ISI

1. Prosedur Kerja Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) ....................................................

3

2. Prosedur Kerja Penebangan.....................................................................................

12

3. Instruksi Kerja Penyaradan.......................................................................................

31

4. Prosedur Kerja Reduced Impact Logging (RIL) ..........................................................

45

5. Coc dan Log Control ................................................................................................

49

6. Prosedur Kerja Monitoring Operasional Eksploitasi (MOE) .........................................

53

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 2 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

1.

Revisi : 4

PROSEDUR KERJA

PEMBUKAAN WILAYAH HUTAN (PWH)

1.1

TUJUAN Menjamin agar kegiatan pembukaan wilayah hutan yang meliputi penyiapan jalan angkutan dan prasarana lainnya agar terlaksana dengan baik untuk kelancaran produksi hasil hutan.

1.2

RUANG LINGKUP Kegiatan pembukaan wilayah hutan (PWH) ini meliputi:

1.3

1.2.1

Perintisan jalan

1.2.2

Tebang bayang matahari

1.2.3

Pengadaan jari-jari

1.2.4

Pemasangan besi rel

1.2.5

Pengadaan rambu-rambu jalan

1.2.6

Pemeliharaan jaringan jalan

1.2.7

Bongkar pasang jalan as

1.2.8

Pembongkaran besi rel

REFERENSI 1.3.1

Peraturan Dirjen BPK No. P.9/VI/BPHA/2009 Tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem Silvikultur Dalam Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Produksi.

1.3.2

Sistem Manual Rencana Pengelolaan Hutan Produksi Lestari PT Diamond Raya Timber.

1.3.3

SK Direksi PT Diamond Raya Timber No. 451/DRT/PKU-VII/2009 tanggal 01 Juli 2009 tentang Job Description Divisi Pemanenan Hasil Hutan PT Diamond Raya Timber

1.4

DEFINISI 1.4.1

Pembukaan wilayah hutan (PWH) adalah kegiatan penyediaan sarana dan prasarana wilayah bagi kepentingan pengusahaan hutan yang wujudnya berupa pembuatan sarana jaringan jalan yang digunakan untuk pengangkutan kayu, pembinaan dan perlindungan hutan, inspeksi kerja, transportasi logistik dan komunikasi antar pusat kegiatan yang terdiri dari jalan utama (As), jalan cabang serta

jalan sarad dimana pembuatannya meliputi pembuatan jembatan serta

pengadaan rambu jalan.

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 3 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

Revisi : 4

1.4.2

Jalan utama (As) adalah jalan rel yang digunakan selama lebih dari 1 tahun.

1.4.3

Jalan cabang adalah jalan rel yang bermuara ke jalan utama dan penggunaannya hanya sampai 1 tahun.

1.4.4

Jalan sarad adalah jalan hutan yang bermuara ke TPn yang dapat digunakan untuk penyaradan kayu bulat dari hutan ke TPn.

1.4.5

Jembatan adalah bangunan penyambung jalan hutan yang terputus oleh sungai dan/atau saluran lainnya

1.4.6

Rambu jalan adalah tanda lalu lintas yang berguna untuk keperluan tata hutan dan keselamatan berlalu-lintas.

1.5

PENANGGUNG JAWAB 1.5.1

Manager

Pemanenan

bertanggung

jawab

atas

terselenggaranya

kegiatan

pembukaan wilayah hutan dan menjamin agar pembuatannya dikendalikan atas dampak-dampaknya terhadap hutan (tegakan tinggal) dan lingkungan. 1.5.2

Supervisor

Pembukaan

Wilayah

Hutan

(PWH)

bertanggung

jawab

secara

operasional untuk menjamin implementasi target kegiatan agar efektif dan prosedur kerja diterapkan secara baik. 1.5.3

Supervisor Administrasi Produksi bertanggung jawab atas ketersediaan tenaga dan pencatatan hasil kerja pekerja secara memadai.

1.5.4

Supervisor PLP berkoordinasi dengan Supervisor PWH bertanggung jawab atas kebutuhan pelatihan yang memadai bagi pekerja, meliputi teknik kerja dan sasaran manajemen hutan lestari perusahaan di bidang kerja masing-masing.

1.6

DESKRIPSI KERJA 1.6.1

Penanggung Jawab Perintisan Jalan 1.6.1.1

Supervisor Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) bertanggung jawab atas pelaksanaan pembuatan rintis (trase) jalan hutan dan menjamin agar pembuatannya yang di lakukan oleh rombongan rintis jalan sesuai standar.

1.6.1.2

Supervisor Administrasi Produksi bertanggung jawab atas ketersediaan tenaga serta hasil kerjanya.

1.6.1.3

Supervisor Logistik bertanggung jawab terhadap peralatan kerja yang di perlukan.

1.6.1.4

Pengatur Rintis Petak menunjukkan starting point (titik awal) pekerjaan rintis/trase jalan di lapangan dan bertanggung jawab mengawasi dan

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 4 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

Revisi : 4

mensupervisi kegiatan rintis jalan di lapangan.

Regu kerja rintis /trase

berjumlah minimal 3 orang tiap regu dengan standar 500 meter per regu per hari dengan ketentuan: a.

Pekerjaan membuat rintis di mulai dengan menarik garis rintis (trase) jalan dengan alat sunto atau kompas dengan dasar jarak datar 25 meter sesuai azimut dan jarak yang ada dalam peta kerja RKT dan petak kerja PWH tahun berjalan.

b.

Pengukuran azimut harus benar-benar teliti, sehingga membentuk satu garis lurus.

c.

Menebas semua belukar dan pohon-pohon kecil di sepanjang jalur rintis tersebut selebar 1 meter.

d.

Pada setiap jarak 25 meter di beri tanda jalur yang jelas dengan cat merah mencolok pada ujung patok.

1.6.1.5

Supervisor PWH membuat laporan realisasi kegiatan harian rintis jalan secara

rutin

dan

perkembangannya

dilaporkan

kepada

Manager

Pemanenan. 1.6.1.6

Setiap perkembangan rintis jalan didokumentasikan serta didistribusikan kepada Supervisor Administrasi Produksi.

1.6.2

Tebang Bayang Matahari 1.6.2.1

Tebang bayang matahari dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan bahan dalam pembuatan galangan jalan rel baru.

1.6.2.2

Dalam pelaksanaannya, kegiatan tebang bayang matahari ini dilakukan oleh rombongan galang sesuai standar dimana tidak merusak pohon inti, pohon dilindungi serta permudaan komersial lainnya.

1.6.2.3

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan tebang bayang matahari ini antara lain: a.

Posisi titik awal (starting point) yang dibuat harus sesuai dengan azimut yang telah ditetapkan.

b.

Pekerjaan tebang bayang matahari dimulai dengan menebang pohon berdiri pada lebar maksimal 3 meter kiri/kanan dari pusat rintisan dengan ketentuan: -

Khusus untuk pekerjaan tebang bayang, semua pohon non komersial Ă˜ 10 cm up dan pohon jenis komersial sampai Ă˜ 29 cm adalah untuk keperluan bahan galangan dan jari-jari,

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 5 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

-

Revisi : 4

Semua pohon komersial Ă˜ 30 cm up pada areal selebar 3 meter tersebut di atas selain diperuntukkan sebagai bahan pembuatan jalan juga dapat menjadi kayu produksi dengan cara dibuatkan pelabuhan atau dikeluarkan menggunakan jalan ongkak menuju jalan rel terdekat.

-

Setelah

semua

kayu

komersial

diproduksi,

baru

dilakukan

pembuatan galangan: § Merintis trase jalan selebar 5 meter dalam keadaan bersih rata dengan tanah serta tidak ada tunggak dan penghalang kayu lainnya, § Pohon tertebang akibat dari rintis trase tersebut dimanfaatkan semaksimal mungkin bagi bahan pembuatan jalan, § Bekas bahan laci-laci dan/atau jari-jari dari jalan ongkak dimanfaatkan secara optimal untuk bahan galangan rel. -

Regu kerja tebang bayang matahari berjumlah 6-8 orang dan mempunyai standar kerja 50 meter regu per hari.

-

Pastikan bahwa regu kerja tebang bayang matahari sebelumnya memperoleh pelatihan terlebih dahulu.

1.6.2.4

Supervisor PWH membuat laporan realisasi kegiatan tebang bayang matahari secara rutin dan perkembangannya dilaporkan kepada Manajer Pemanenan.

1.6.2.5

Setiap perkembangan tebang bayang matahari didokumentasikan serta didistribusikan

kepada

S upervisor

Administrasi

Produksi,

Kepala

Rombongan Kerja. 1.6.3

Pengadaan Jari-jari 1.6.3.1

Kegiatan pengadaan jari-jari ini dilakukan untuk menyediakan jari-jari sebagai salah satu konstruksi jalan rel sesuai dengan standar yang ada.

1.6.3.2

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengadaan jari-jari jalan rel ini antara lain: a.

Bahan jari-jari yang digunakan untuk rel ini antara lain: -

Jenis non komersial

-

Sisa ujung batang dari pohon tebang komersial

-

Kayu afkir untuk produksi

-

Pohon yang rusak / tumbang akibat penebangan yang tidak dapat dimanfaatkan sebagai produksi

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 6 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

b.

Revisi : 4

-

Pohon hasil tebang bayang matahari.

-

Pembelian

Bahan jari-jari tidak dapat diambil dari pohon jenis dilindungi, pohon inti, berlabel kuning dan pohon besar berlabel putih serta semua pohon-pohon di jalan (areal) konservasi atau dilindungi.

c.

Supervisor PWH menunjuk lokasi–lokasi yang dapat digunakan sebagai pengambilan bahan jari-jari dan bertanggung jawab untuk mengawasinya.

d.

Jari-jari yang telah diolah di hutan, harus dikumpulkan ke TPn, dan tehadap bahan jari-jari yang telah terkumpul wajib segera dilaporkan ke

Supervisor

PWH

melalui

Pengatur

PPJ

untuk

dilakukan

pengukuran, sebelum digunakan. 1.6.3.3

Supervisor PWH membuat laporan realisasi kegiatan pengadaan jari-jari secara

rutin

dan

perkembangannya

dilaporkan

kepada

Manager

Pemanenan. 1.6.3.4

Setiap

perkembangan

pengadaan

jari-jari

didokumentasikan

serta

didistribusikan kepada Supervisor Administrasi Produksi, Kepala Operator Pengadaan Jari-Jari. 1.6.4

Pemasangan Besi Rel 1.6.4.1

Prosedur kerja pemasangan besi rel ini dibuat untuk memastikan bahwa rel dipasang oleh regu pasang rel sesuai dengan standar. Pemasangan besi rel ini dilakukan pada konstruksi jalan yang baru.

1.6.4.2

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan pemasangan besi rel ini antara lain: a.

Supervisor PWH memberikan arahan kepada Pengatur PPJ mengenai posisi lokasi kerja di peta dan lapangan. Pengatur PPJ selanjutnya mengawasi pelaksanaan kerja regu pasang rel.

b.

Memastikan bahwa regu pasang rel

memasang jari-jari di atas

bujuran dengan jarak 10-30 cm dan dipaku inchi masing-masing pada kedua ujungnya. c.

Memastikan bahwa besi rel dipasang secara berpasangan paralel dengan jarak 61.5 cm secara tepat dengan menggunakan dasar ukuran / alat MAL rel dan serta dipaku setiap kanan-kiri pada setiap jari-jari secara berpasangan.

d.

SOP Pemanenan Hutan

Konstruksi pemasangan besi rel ini adalah sebagai berikut:

- Hal 7 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

-

Revisi : 4

Bahan: rel besi, paku rel, besi sambungan, mur, baut dan kayu bantalan.

-

-

Bagian atas berupa rel besi dengan spesifikasi: -

Panjang

6m

-

Tinggi

-

Berat 7 kg/m

-

Lebar badan rel bagian atas 4 cm

-

Jarak antar lajur rel dengan rel 80 cm

6.5 mm

Konstruksi pemasangan besi rel ini terdiri dari 1-5 lapisan mulai dari lapisan bawah berupa laci-laci, sepatu, galang, bujuran dan bagian paling atas berupa jari-jari. Ukuran konstruksi penyusun jalan rel rel antara lain: -

Laci-laci panjang 330-360 cm, diameter 17-26 cm

-

Sepatu panjang 330-360 cm, diameter 17-40 cm

-

Galangpanjang 150-350 cm, diameter 12-40 cm

-

Bujuran panjang 350-860 cm, diameter 12-30 cm

-

Jari-jari bulat panjang 110-220 cm, diameter 10-20 cm atau jari-jari persegi, panjang 110-220 cm dengan ukuran 8-10 cm x 20-25 cm.

1.6.4.3

Supervisor PWH membuat laporan realisasi kegiatan pemasangan besi rel secara

rutin

dan

perkembangannya

dilaporkan

kepada

Manager

Pemanenan. 1.6.4.4

Setiap perkembangan pemasangan besi rel didokumentasikan serta didistribusikan

kepada

Supervisor

Administrasi

Produksi,

Kepala

Rombongan Kerja Pasang Rel. 1.6.5

Pengadaan Rambu-Rambu Jalan 1.6.5.1

Kegiatan pengadaan rambu-rambu jalan ini dilakukan untuk memberikan petunjuk di sepanjang jalan rel sehingga diharapkan keselamatan pemakai jalan bisa lebih terjamin. Dalam pelaksanaannya rambu-rambu jalan ini dipasang sesuai dengan jenis dan kondisi jalan rel.

1.6.5.2

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan pengadaan rambu-rambu jalan ini antara lain:

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 8 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

a.

Revisi : 4

Supervisor PWH memberikan arahan kepada Pengatur PPJ untuk memonitor kondisi jalan serta memastikan bahwa rambu-rambu jalan dipasang tepat pada posisinya.

b.

Rambu-rambu jalan dipasang pada posisi + 1.5 meter dari tepi jalan rel.

c.

Apabila

ditemukan

kondisi

jalan

yang

perlu

perbaikan

dan

pemasangan rambu jalan, maka Pengatur PPJ melaporkan kepada Spv. PWH untuk selanjutnya Spv. PWH membuat laporan orderan kepada Manager Pemanenan. 1.6.5.3

Supervisor PWH membuat laporan realisasi kegiatan pengadaan ramburambu jalan secara rutin dan perkembangannya dilaporkan kepada Manager Pemanenan.

1.6.5.4 1.6.6

Setiap perkembangan pengadaan rambu-rambu jalan didokumentasikan.

Pemeliharaan Jaringan Jalan 1.6.6.1

Kegiatan pemeliharaan jaringan jalan rel ini meliputi perbaikan jalan rel baik jalan As maupun jalan cabang serta membersihkannya dari rumput serta ilalang.

1.6.6.2

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan pemeliharaan jaringan jalan ini antara lain: a.

Regu harian pemeliharaan dan perbaikan jalan yang terdiri dari 3-4 orang dan regu kerja pembersihan jalan berjumlah 1-2 orang di bawah pengawasan Pengatur PPJ.

b.

Regu pembersihan jalan bertugas untuk membersihkan / membabat rumput-rumput di sekitar jalan rel yang target dan lokasinya ditentukan oleh Supervisor PWH.

c.

Regu perbaikan jalan bertugas untuk membuang penghalang jalan berupa

rumput,

semak,

kayu-kayu

atau

pohon

tumbangan,

memperbaiki dan mengganti jari-jari yang patah, busuk dan rapuh serta mengganti paku rel dan paku jari-jari dimana kondisi rel longgar, sehingga spesifikasi jalan kembali pada kondisi lancar/layak pakai. d.

Standar kerja perbaikan jalan adalah 2.000 meter per bulan per regu, sedangkan pembersihan jalan adalah 100 meter per hari per regu.

1.6.6.3

Supervisor PWH membuat laporan realisasi kegiatan pemeliharaan jalan secara

rutin

dan

perkembangannya

dilaporkan

kepada

Manager

Pemanenan.

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 9 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

1.6.6.4

Setiap

perkembangan

Revisi : 4

pengadaan

jari-jari

didokumentasikan

serta

didistribusikan kepada Spv. Administrasi Produksi, Kepala Rombongan Pemeliharaan dan Perbaikan Jalan. 1.6.7

Bongkar Pasang Jalan 1.6.7.1

Kegiatan bongkar pasang jalan terutama dilakukan pada jaringan jalan utama (As) yang yang telah rusak berat, seperti konstruksi galangan sudak lapuk dimana pada kondisi ini tidak akan mampu lagi digunakan untuk angkutan kayu selama 1 (satu) tahun sehingga diganti dengan konstruksi jalan yang baru sehingga kegiatan pengangkutan kayu dari TPn ke TPK dapat berjalan lancar.

1.6.7.2

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan bongkar pasang jalan rel ini antara lain: a.

Supervisor Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) bertanggung jawab atas pelaksanaan bongkar pasang jalan As.

b.

Apabila ditemukan kondisi jalan As yang rusak berat, Manager Pemanenan menginstruksikan Spv. Administrasi Produksi untuk membuat

orderan

Regu

Kerja

Bongkar

Pasang,

selanjutnya

menginstruksikan Supervisor PWH menunjukkan lokasi jalan yang harus dibongkar pasang. c.

Pengatur PPJ menunjukkan lokasi jalan rel yang akan dibongkar pasang kepada regu kerja bongkar pasang yang terdiri dari minimal 3-4 orang.

d.

Pengatur PPJ harus mengatur jadwal kegiatan bongkar pasang sehingga tagertnya hariannya bisa selesai sebelum angkutan kayu melewati lokasi bongkar pasang tersebut.

1.6.7.3

Supervisor PWH membuat laporan realisasi kegiatan bongkar pasang jalan secara rutin dan perkembangannya dilaporkan kepada Manager Pemanenan.

1.6.7.4

Setiap perkembangan kegiatan bongkar pasang jalan didokumentasikan serta didistribusikan kepada Supervisor Administrasi, Kepala Rombongan Bongkar Pasang Rel.

1.6.8

Pembongkaran Besi Rel 1.6.8.1

Kegiatan

pembongkaran

besi

rel

dilakukan

dibawah

pengawasan

Supervisor Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) apabila jaringan jalan sudah tidak digunakan lagi untuk proses produksi.

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 10 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

1.6.8.2

Revisi : 4

Pelaksanaan kegiatan pembongkaran rel ini dilakukan apabila sudah tidak ada lagi stock kayu atau tidak ada lagi kegiatan pengangkutan.

1.6.8.3

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan pembongkaran jaringan jalan ini antara lain: a.

Supervisor

Pembukaan

Wilayah Hutan (PWH)

mengatur jadwal

bongkar besi rel dari jalan rel yang tidak ada lagi stock kayu atau tidak ada lagi kegiatan pengangkutan dimana secara formal sudah dinyatakan oleh Spv. Penebangan tidak ada lagi kegiatan eksploitasi kayu. b.

Supervi sor Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) berkoordinasi dengan Supervisor Hauling tentang jadwal pembongkaran dan pelangsiran besi rel tersebut.

c.

Supervisor Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) mengatur penggunaan lanjutan dari besi rel tersebut dan pelangsirannya untuk dipasang secara langsung pada pembuatan jalan baru berikutnya.

d.

Kegiatan bongkar rel dilakukan oleh regu kerja bongkar rel dibawah pengawasan Pengatur PPJ.

1.6.8.4

Supervisor PWH membuat laporan realisasi kegiatan bongkar rel secara rutin dan perkembangannya dilaporkan kepada Manager Pemanenan

1.6.8.5

Setiap perkembangan kegiatan bongkar rel didokumentasikan serta didistribusikan

kepada

Supervisor

Administrasi

Produksi,

Kepala

Rombongan Bongkar Rel.

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 11 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

2.

Revisi : 4

PROSEDUR KERJA PENEBANGAN

2.1

TUJUAN Menjamin agar kegiatan pemanenan kayu terlaksana dengan baik dan efektif berdasarkan prinsip kelestarian hutan.

2.2

RUANG LINGKUP Ruang lingkup kegiatan penebangan meliputi kegiatan: 2.2.1.

Penataan dan pembagian batas petak kerja

2.2.2.

Pembuatan batas biodiversity strips

2.2.3.

Tree marking,

2.2.4.

Penyiapan sarana / prasarana,

2.2.5.

Pencarian lokasi pohon yang akan ditebang,

2.2.6.

Persiapan sebelum penebangan,

2.2.7.

Minimalisasi kerusakan kayu dalam penebangan,

2.2.8.

Penandaan pohon ditebang,

2.2.9.

Teknik penebangan pada berbagai kondisi pohon,

2.2.10. Pemotongan dan pembagian batang, 2.2.11. Pemotongan dahan, 2.2.12. Penyaradan, 2.2.13. Pengupasan kulit, 2.2.14. Pengobatan kayu.

2.3

REFERENSI 1.3.1.

Peraturan Dirjen BPK No. P.9/VI/BPHA/2009 Tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem Silvikultur Dalam Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Produksi.

1.3.2.

Sistem Manual Rencana Pengelolaan Hutan Produksi Lestari PT Diamond Raya Timber.

1.3.3.

SK Direksi PT Diamond Raya Timber No. 451/DRT/PKU-VII/2009 tanggal 01 Juli 2009 tentang Job Description Divisi Pemanenan Hasil Hutan PT Diamond Raya Timber

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 12 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

2.4

Revisi : 4

DEFINISI 2.4.1

Penebangan adalah kegiatan pengambilan kayu dari pohon-pohon tegakan yang berdiameter sama atau lebih besar dengan diameter batas yang ditetapkan.

2.4.2

Pohon yang boleh di tebang adalah pohon jenis niagawi (komersial) yang telah diberi tanda label warna merah ITSP dan label merah tree marking (TM ) di lapangan.

2.5

PENANGGUNG JAWAB 2.5.1

Manajer

Pemanenan

bertanggung

jawab

atas

terselenggaranya

kegiatan

pemanenan kayu dan menjamin agar terkendali dari dampak-dampaknya terhadap hutan (tegakan tinggal) dan lingkungannya. 2.5.2

Supervisor Penebangan dan Supervisor Log Control bertanggung jawab secara operasional dan menjamin agar pohon-pohon yang akan ditebang sesuai Jatah Penebangan Tahunan (JPT) yang telah ditentukan.

2.5.3

Supervisor Penebangan bertanggung jawab secara operasional dalam menjamin agar target tebangan tercapai dan prosedur kerja yang ada diimplementasikan oleh pekerja hutan (operator, rombongan tarik dan penyemprot obat) dengan baik.

2.5.4

Supervisor Administrasi Produksi bertanggung jawab atas ketersediaan tenaga kerja dan pencatatan hasil kerja pekerja secara memadai.

2.5.5

Supervisor Diklat & PSDM bertanggung jawab atas kebutuhan pelatihan yang memadai bagi pekerja, meliputi teknik kerja dan sasaran-sasaran manajemen hutan lestari perusahaan.

2.5.6

Supervisor Monitoring Operasionak Eksploitasi (MOE) bertanggung jawab atas pengawasan kegiatan pemanenan sejauh mana implementasi lapangan sesuai target dan standar kerja yang ada.

2.6

DESKRIPSI KERJA 2.6.1

Penataan dan Pembagian Batas Petak Kerja Penebangan 2.6.1.1

Kegiatan penataan dan pembagian batas petak kerja penebangan ini dilakukan untuk memberi tanda batas yang jelas sebagai pedoman batas bagi rombongan kerja petak (tarik kuda-kuda/manual) dan rombongan tarik seling (mekanis).

2.6.1.2

Susunan pembagian dan penataan batas petak kerja dalam suatu petak tebangan tergantung dari keberadaan jalan rel.

2.6.1.3

Kegiatan penataan dan pembagian batas petak kerja ini dibawah tanggung jawab langsung Supervisor Penebangan.

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 13 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

2.6.1.4

Revisi : 4

Suatu petak tebangan (kompartemen) dengan luasan 100 ha ditata lebih lanjut ke dalam beberapa petak kerja (sub kompartmen). Dalam setiap petak tebangan luasan 100 ha, ada luasan yang diperuntukkan bagi jalur koridor satwa seluas 5 (lima) ha. Jadi luas areal efektif produksi dalam 100 ha adalah 95 ha.

2.6.1.5

Susunan pembagian dan penataan batas petak kerja secara rinci adalah sebagai berikut: a.

Pada petak kerja manual petak tebangan dibagi menjadi 8 (delapan) petak kerja tebangan, dengan luas masing-masing + 11.25 ha.

500 M

Petak Kerja (sub kompartemen) (11.25 ha)

7

8

5

6

3

4

1

2

250 M

1 KM Petak Tebangan (kompartemen) (100 ha)

1 KM

Gambar 1. Penataan dan pembagian batas petak kerja manual dalam suatu petak tebangan

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 14 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

b.

Revisi : 4

Pada petak kerja mekanis / Log Fisher petak tebangan dibagi menjadi 6 (enam) petak kerja, dengan luas masing-masing + 16.50 ha.

500 M

Petak Kerja (sub komparteman) (16.50 ha)

5

6 333 M

3

4

1

2

1 KM

Petak Tebangan (kompartemen) (100 ha)

1 KM

Gambar 2. Penataan dan pembagian batas petak kerja mekanis dalam suatu petak tebangan

c.

Selain dibatasi oleh tanda batas berupa rintisan dan cat, batas petak kerja ini dibatasi juga oleh jaringan jalan rel. Pada posisi jalan cabang rel, untuk sebelah kiri rel, nomor petak kerja dihitung menurut bilangan ganjil, sedangkan untuk sebelah kanan jalan rel menurut bilangan genap.

Pada posisi jalan As (utama) rel, pada penomoran dan

penataan petak kerja dihitung secara berurutan. d.

Dalam kondisi tertentu : - Petak Kerja 100 Ha (kompartemen) dapat dibagi menjadi sub petak manual dan sub petak mekanis - Sub petak mekanis / Log Fisher (sub kompartemen) dapat dikerjakan oleh rombongan manual tanpa perlu adanya perubahan luas petak. - Sub petak manual (sub kompartemen) dapat dikerjakan oleh Log Fisher dengan terlebih dahulu adanya penyesuaian luas petak.

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 15 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

Revisi : 4

- Satu sub petak manual (sub kompartemen) dapat dikerjakan oleh 2 rombongan sarad/manual.

12 As 11 As

Cabang C

10 As 9 As Cabang B Jalan Cabang

8A6A Cabang A 7 A5 A

4B

8 As

2B

7 As

3B

6 As

1B 4A

5 As

2A

3 As

3A

2 As

1A

1 As

4 As

Jalan As Gambar 3. Penempatan nomor petak kerja sesuai dengan posisi rel. 2.6.1.6

Supervisor Penebangan membuat laporan realisasi kegiatan penataan dan pembagian batas petak kerja secara rutin dan perkembangannya dilaporkan kepada Manager Pemanenan Hutan.

2.6.1.7

Setiap perkembangan kegiatan penataan dan pembagian batas petak kerja didokumentasikan serta didistribusikan kepada Supervisor MOE, serta Arsip SIM.

2.6.2

Pembuatan Batas Biodiversity Strips 2.6.2.1

Biodiversity strips merupakan suatu areal berupa jalur tidak terputus dengan lebar tertentu yang diperuntukkan bagi lintasan satwa.

2.6.2.2

Kegiatan pembuatan batas koridor satwa ini dilakukan untuk memastikan bahwa keberadaannya harus tetap utuh dan tidak terganggu.

2.6.2.3

Supervisor Penebangan bertanggung jawab atas pekerjaan pembuatan batas biodiversity strips.

2.6.2.4

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan pembuatan batas biodiversity strips ini antara lain:

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 16 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

a.

Revisi : 4

Batas biodiversity strips dibuat pada setiap petak tebangan blok RKT yang sedang berjalan.

b.

Spv. Penebangan harus bisa memastikan bahwa pembuatan batas biodiversity strips ini dibuat sesuai dengan lokasinya dengan mengacu pada Peta RKT yang sedang berjalan.

Selanjutnya dibuat Peta

Rencana Kerja pembuatan batas biodiversity strips. c.

Tahapan kegiatan pembuatan batas biodiversity strips ini adalah sebagi berikut: -

Tentukan titik ikat, selanjutnya ditarik garis rintis ke titik nol.

-

Dari titik nol dibuat rintisan berupa pengecatan pada setiap rintisan dengan mengikuti garis batas yang telah dirancang dalam peta rencana kerja dengan menggunakan alat kompas Suunto, tali ukur dan parang.

-

Pada setiap jarak 20 meter dibuat patok dari kayu yang ujungnya dicat warna biru.

-

Pada setiap garis batas yang berpotongan dengan jalan rel harus diberi tanda / plang identitas biodiversity strips.

2.6.2.5

Supervisor Penebangan membuat laporan realisasi kegiatan pembuatan batas koridor satwa secara rutin dan perkembangannya dilaporkan kepada Manager Pemanenan Hutan.

2.6.2.6

Setiap

perkembangan

kegiatan

pembuatan

batas

koridor

satwa

didokumentasikan serta didistribusikan kepada Supervisor MOE, serta Arsip SIM. 2.6.3

Tree Marking 2.6.3.1

Tree marking merupakan kegiatan penandaan pohon yang akan ditebang setelah izin penebangan pada blok yang akan ditebang disahkan sebelum kegiatan ini dilaksanakan.

2.6.3.2

Supervisor Penebangan bertanggung jawab dalam kegiatan Tree Marking ini. Supervisor Penebangan terlebih dahulu mengkaji data hasil kegiatan ITSP serta menandai pohon yang akan ditebang di Peta Pohon hasil ITSP yang disesuaikan jumlahnya dengan target yang telah ditetapkan.

2.6.3.3

Adapun tahapan selanjutnya yang perlu dipersiapkan untuk kegiatan Tree Marking antara lain: a.

Peta Pohon hasil kegiatan ITSP yang digunakan untuk mengetahui sebaran pohon diameter 40 up di setiap petak tebangan.

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 17 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

Revisi : 4

b.

Regu kerja untuk pelaksanaan kegiatan tree marking.

c.

Perlengkapan kerja seperti kompas sunto, parang, tali tambang, cat, spidol, label merah tree marking, tally sheet, staples serta pita ukur diameter pohon.

d.

Data hasil kegiatan Tree Marking direkap kedalam Data Rekapitulasi Hasil Tree Marking serta dibuat Peta Tree Marking.

e.

Dari data Rekapitulasi hasil tree marking ini selanjutnya dibuat daftar Jatah Pohon Tebang untuk setiap Petak Kerja.

2.6.3.4

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan kegiatan Tree Marking antara lain: a.

Pastikan

bahwa

pohon

yang

berlabel

Merah

adalah

pohon

berdiameter 40 up. b.

Pastikan bahwa pohon yang berlabel Merah berkualitas baik, kondisi anakan sekitarnya sedikit, serta mudah untuk disarad.

Pohon

berkualitas baik ini antara lain tidak busuk hati, tidak bermata buaya serta memiliki tinggi bebas cabang yang cukup sehingga limbah penebangan bisa lebih rendah. c.

Apabila ditemukan pohon diameter 40 up memiliki kualitas kurang bagus, maka diberi tanda label putih.

Gambar 4. Contoh pelabelan kegiatan tree marking

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 18 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

2.6.4

Revisi : 4

Penyiapan Sarana / Prasarana Peralatan untuk kegiatan penebangan harus disediakan terlebih dahulu oleh regu tebang/operator chainsaw dalam jumlah yang memadai, yaitu: 2.6.4.1

2.6.4.2

Perlengkapan gergaji seperti: a.

jerigen untuk bahan baker isi 5 liter,

b.

jerigen untuk bahan oli kotor isi 2 liter,

c.

corong yang berjaring,

d.

kunci–T,

e.

kikir bulat,

f.

catok atau klem,

g.

rantai cadangan,

h.

saringan udara cadangan,

i.

sikat kecil.

Peralatan pelengkap penebang, meliputi: a.

parang dengan sarungnya,

b.

pasak untuk menjamin lubang gergaji terbuka dan mengarahkan jatuhnya pohon,

c.

kampak untuk membersihkan dan membuang dahan pohon kecil-kecil dan untuk membuat lubang pada pasak,

d.

palu besar untuk memasukkan pasak pada pohon yang besar,

e.

kait (cant hook ) dengan sebuah tongkat yang berguna untuk merobohkan atau membalik pohon yang berukuran sedang,

f.

pita ukur atau tongkat ukur,

g.

dongkrak untuk menumbangkan pohon kecil dengan kait miring,

h.

kait atau tang untuk mencengkram pohon kecil.

Gambar 5. Perlengkapan kerja penebang

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 19 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

2.6.4.3

Revisi : 4

Alat pelindung diri, meliputi: a.

baju berlengan panjang atau jaket.

b.

celana panjang,

c.

sepatu kerja,

d.

helm pengaman,

e.

sarung tangan untuk melindungi tangan dari serpihan kayu, luka gores, luka memar, luka / kulit melepuh dan kotoran,

f.

alat pelindung mata dan pelindung telinga,

g.

kotak P3K.

Gambar 6. Contoh pelabelan kegiatan tree marking

2.6.5

Persiapan Sebelum Penebangan. 2.6.5.1

Alat-alat yang harus disiapkan adalah: a.

Gunting/pisau/parang untuk memotong label warna merah ITSP yang terdiri dari 3 (tiga) potongan.

b.

Stapless untuk menempel potongan pertama label ITSP dan label merah TM di tunggul pohon dan menempel potongan kedua label ITSP di bontos kayu potongan pertama.

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 20 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

Revisi : 4

c.

Kantong plastik kecil untuk menyimpan potongan ketiga label ITSP

d.

Spidol warna hitam untuk menandai kantong plastik berisi potongan ketiga label ITSP dengan keterangan asal petak kerja serta tanggal penebangan.

2.6.6

Persiapan Lapangan Sebelum Penebangan 2.6.6.1

Penebangan diperbolehkan untuk menebang jika telah ada jatah atau sisa jumlah pohon yang akan ditebang pada Daftar Jatah Pohon Tebangan di petak/sub pet ak kerja yang bersangkutan.

2.6.6.2

Pohon yang sudah siap ditebang, diperiksa apakah berlabel Merah-Merah atau tidak serta kondisinya cukup baik atau tidak. Setelah dicek semua administrasinya, pohon tersebut siap untuk ditebang

2.6.6.3

Sebelum dilakukan penebangan, operator chainsaw harus membuat jalur penyelamatan dan melakukan pembersihan terhadap tumbuhan yang melilit/merambat

terhadap

pohon

yang

akan

ditebang

sehingga

penebangan dapat dilakukan dengan aman. 2.6.6.4

Operator chainsaw harus menguasai arah rebah pohon yang akan ditebang, sehingga kerusakan terhadap pohon yang akan ditebang serta kerusakan terhadap tegakan tinggal dapat diminimalisasi.

Gambar 7. Persiapan sebelum menebang pohon

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 21 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

2.6.6.5

Revisi : 4

Prosedur persiapan lapangan sebelum penebangan yang baik adalah sebagai berikut: a.

Regu

penebang harus memelihara jarak antara penebang minimal

sejauh dua batang pohon serta membuat jalur penyelamatan dengan o

sudut sekitar 45 ke belakang. b.

Perkakas kerja diletakkan dibelakang arah rebah yang sudah ditentukan.

c.

Sebelum ditebang, pangkal pohon dibersihkan kemudian operator harus mengambil potongan ketiga label ITSP atau label Merah TM yang ada pada pohon yang akan ditebang tersebut.

d. 2.6.7

Selanjutnya operator siap untuk menebang.

Minimalisasi Kerusakan Kayu Dalam Penebangan 2.6.7.1

Untuk meminimalisasi kerusakan kayu yang akan ditebang, setiap operator chainsaw harus menguasai takik rebah dan takik balas serta arah rebah pohon.

2.6.7.2

Langkah-langkah untuk meminimalisasi kerusakan pohon yang akan ditebang adalah sebagai berikut: a.

Jika batang pohon tidak rusak dan tidak ada banir, maka tunggak penebangan tidak boleh lebih dari 30 cm.

b.

Hindari teknik menebang dengan metode kupu-kupu karena akan mengakibatkan kerusakan pohon dan limbah yang banyak.

c.

Pembuatan takik rebah dan takik balas diusahakan dibuat sempurna sehingga pohon yang ditebang tidak rusak.

d.

Operator chainsaw harus menguasai arah rebah, dengan berusaha menghindari daerah-daerah rintangan jatuhnya pohon yang akan ditebang karena pohon akan patah atau menyangkut pohon lain pada saat ditebang.

2.6.8

Penandaan Pohon Ditebang 2.6.8.1

Operator chainsaw harus memastikan bahwa pohon yang ditebang dilakukan penandaan dengan benar sehingga pada bontos kayu yang ditebang dan tunggaknya memiliki nomor identitas yang sama dengan label ITSP dan label TM di pohon tersebut.

2.6.8.2

Pengatur penebangan bertanggung jawab atas pelaksanaan penandaan pohon yang ditebang oleh operator serta menjamin bahwa setiap pohon yang ditebang memiliki nomor identitas.

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 22 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

2.6.8.3

Revisi : 4

Adapun prosedur penandaan pohon yang ditebang ini adalah sebagai berikut: a.

Label Merah TM dan potongan pertama (a) label Merah ITSP ditempelkan pada tunggak pohon.

b.

Potongan

kedua

(b)

label

Merah

ITSP

ditempelkan

pada

pangkal/bontos pertama kayu yang ditebang (bontos A). c.

Potongan ketiga (c) label Merah ITSP dibawa dan diserahkan pada Pengatur Penebangan. Label ITSP

TM

PT. DIAMOND RAYA TIMBER

PT. DIAMOND RAYA TIMBER

RKT Tahun: 2001

No. Pohon : 2445

No. Petak : 933

Jenis Pohon : Ramin

No. Pohon : 2445

(a)

φ : 55

Jenis Pohon : Ramin φ : 55

No. Petak : 933 No. Pohon : 2445

(b)

Jenis Pohon : Ramin

No. Petak : 933 No. Pohon : 2445

(c)

Jenis Pohon : Ramin

Gambar 8. Contoh Label Merah ITSP dan Label Merah TM 2.6.9

Teknik Penebangan 2.6.9.1

Pohon besar yang akan ditebang memiliki karakter yang berbeda-beda, oleh karena itu operator chainsaw harus dapat menguasai teknik penebangan pohon besar tersebut dengan baik sehingga pelaksanaan penebangan pohon besar tersebut dapat dilakukan dengan aman.

2.6.9.2

Adapun teknik menebang pohon besar yang berbeda-beda karakter tersebut antara lain: a.

SOP Pemanenan Hutan

Teknik Menebang Pohon Normal

- Hal 23 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

Revisi : 4

Pohon normal adalah pohon yang batangnya berdiri tegak dan tidak memiliki penopang batang (kalaupun ada, penopangnya berupa banir atau akar nafas, dalam ukuran kecil yang dapt diabaikan dalam penebangan). Teknik menebang pohon normal adalah sebagai berikut: Ø Buat potongan mendatar (potongan bawah) sedalam 1/4 s/d 1/3 dari diameter pohon. Ø Buat potongan miring dengan sudut 45° menuju potongan mendatar sampai ke akhir dari potongan mendatar (harus tepat diakhiri dan bertemu di ujung potongan mendatar). Ø Buat potongan lateral. Ø Buat potongan belakang atau takik balas yang berada kira-kira 5-20 cm di atas potongan mendatar, sedemikian rupa dengan kondisi harus rata sehingga meninggalkan bagian kayu sebagai engsel di tengah setebal 5-10 cm atau 1/10 s/d 1/6 diameter pohon (lebar engsel harus rata). Ø Pembuatan potongan belakang (takik balas) ini dilakukan pada selang yang teratur untuk memaksa engsel agar lebih dapat mengontrol arah tebangan. Ø Jika pohon mulai tumbang (kelihatan dari bunyi ‘krak’ akibat retakan kejatuhan pohon), penebang harus secara cepat pindah atau berlari melalui jalur penyelematan yang telah dibuat sebelumnya Ø Untuk pohon kecil yang berdiameter < 60 cm, posisi takik balas (potong belakang) dibuat berada kira-kira 5-10 cm di atas potongan mendatar (potongan bawah dalam takik rebah). Ø Jika garis tengah (diameter) pohon lebih kecil dari batang pengantar gergaji (guide bar), maka pembuatan potongan belakang (takik balas) dapat dibuat dalam satu gerakan, tetapi jika diameter pohon lebih besar dari guide bar, maka gergaji harus dipindah berulang kali. b.

Teknik Menebang Pohon Tegak Berpenopang Pohon tegak berpenopang adalah pohon yang memiliki penopang berupa banir atau akar nafas.

Teknik berikut ini digunakan dalam

menebang pohon berdiri tegak yang memiliki penopang batang:

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 24 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

Revisi : 4

Ø Potongan mendatar dibuat kira-kira 80 cm di atas permukaan tanah dengan kedalaman kira-kira 1/3 dari diameter batang, kemudian buatlah potongan miring sehingga terbentuk takik rebah, Ø Buatlah potongan samping (lateral) pada penopang, Ø Buatlah potongan belakang, Ø Teknik lain dalam menebang pohon normal (pohon berdiri tegak dan tidak berpenopang tetap diperhatikan dalam kasus ini). Ø Teknik di atas ini harus disesuaikan dengan bentuk khusus pohon yang akan ditebang, karena mungkin harus membuat potongan bawah pada dua buah penopang pangkal batang. c.

Teknik Menebang Pohon Miring Berpenopang Batang Ø

Menebang

pohon

miring

berpenopang

batang

ini

cukup

berbahaya, karena jatuhnya pohon yang ditebang lebih cepat dari pada

pohon

yang

tumbuhnya

tegak,

sehingga

kecepatan

melarikan diri lebih rendah. Selain itu, pohon tersebut dalam keadan tegang sehingga memungkinkan pohon pecah jika tebangan dilakukan tidak sempurna.

Teknik menebang pohon

berpenopang batang searah kemiringan pohon adalah sebagai berikut: ?

Buat potongan bawah,

?

Buang penopang melintang,

?

Buat potongan belakang di belakang engsel (memotongnya dengan cara membor batang kayu dengan bar gergaji), tetapi disisakan sedikit sebagai penambat,

? Ø

Penambat di potong.

Jika pohon miring berpenopang ditebang melawan kemiringan pohon, maka teknik menebang pohon tersebut adalah sebagai berikut: ?

Buat potongan bawah,

?

Buang penopang melintang,

?

Mulai pembuatan potongan belakang, tetapi atur engsel terlebih dahulu sebelum memulai pemotongan.

?

Arahkan engsel secara terus menerus selama pembuatan potongan belakang sampai pohon mulai akan tumbang,

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 25 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

?

Bila

Revisi : 4

diperlukan,

gunakan

baji

atau

pengungkit

untuk

mengarahkan tumbangan pohon, setelah dibuat potongan belakang persis sebelum pohon mulai tumbang. Ø

Jika pohon harus di tumbangkan miring sebelah dengan arah kemiringan pohon: ?

Buat potongan yang membentuk sudut tegak lurus dengan arah rebah,

?

Potong penopang pangkal batang pada daerah bertekanan,

?

Mulailah pembuatan potongan belakang (backcutting), tahan engsel

lebih

kuat

pada

daerah

yang

diikat

terhadap

kemiringan dengan cara membuat bidang engsel lebih kecil pada sisi kemiringan. d.

Teknik Menebang Pohon Miring Tidak Berpenopang Jika pohon miring condong ke arah jatuhnya yang diharapkan, maka teknik berikut ini harus diterapkan untuk membantu mencegah pohon itu pecah / patah atau menjepit gergaji: Ø Potongan bawah dibuat tidak boleh lebih besar dari 1/4 diameter batang (kalau lebih akan berbahaya, karena gergaji sering terjepit). Ø Kemudian potongan belakang dimulai dari satu sisi. Pada pohon yang lebih besar dibuat lubang samping dari sisi lainnya. Ø Perhatikan harus ada sisi kayu yang bertambat secara menandai, dimana yang tertambat inilah yang akhirnya dipotong. Ø Sebatang pohon dapat juga di tebang dan ditumbangkan sehingga jatuh pada sudut 30° dari arah kemiringannya, dalam hal ini bawah harus menghadap arah jatuhnya pohon yang diinginkan. Engselnya pada sisi kemiringan harus lebih kecil daripada sisi arah jatuhnya pohon yang dikehendaki. Ø Sebagai tambahan dapat dipasang pasak pada sisi kemiringan guna membantu arah jatuhnya pohonnya.

2.6.10 Teknik Pemotongan dan Pembagian Batang 2.6.10.1 Pemotongan dan pembagian batang pohon dilakukan oleh operator chainsaw dengan panjang batang pohon ditentukan oleh pengatur penebangan yang telah ditunjuk.

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 26 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

Revisi : 4

2.6.10.2 Panjang batang pohon yang dipotong disesuaikan dengan permintaan pasar dan ukurannya bervariasi. 2.6.10.3 Dalam

pelaksanaannya,

setiap

operator

harus

menguasai

teknik

pemotongan dan pembagian batang sehingga kerusakan pada batang pohon yang dipotong dapat dihindarkan. 2.6.10.4 Dalam kegiatan pemotongan dan pembagian batang, setiap operator harus mengetahui peraturan dasar yang telah ditetapkan, antara lain: a.

Selama memotong batang pohon (memotong melintang), operator harus memperhatikan apakah batang pengantar gergaji (guide bar) akan terjepit dalam lubang potongan dan apakah batang kayu akan bergerak ke arah operator, setelah batang pohon digergaji.

b.

Selama pemotongan, agar operator selalu berdiri di sisi yang aman terutama di medan yang berair (berawa).

c.

Pohon kecil dipotong dengan gerakan penggergajian sekaligus dari satu sisi dan dengan menggunakan sebuah pasak biasanya cukup untuk menghindari terjepitnya batang pengantar gergaji.

d.

Pada pohon besar, ketentuan pemotongan dan pembagian batang adalah sebagai berikut: Ă˜ Operator perlu dibantu oleh asistennya untuk memberi tanda pohon yang akan dipotong. Ă˜ Bila pohonnya terlalu besar untuk batang pengantar gergaji, maka memotongnya dilakukan dari dua sisi, yaitu dengan cara gergajinya dialihkan beberapa kali. Ă˜ Pasak harus selalu tersedia untuk digunakan kalau bar gergaji terjepit, dimana untuk pohon yang besar adakalanya dipakai dua buah pasak. Ă˜ Jika ada bahaya bar terjepit, harus selalu dimasukkan pasak ke dalam potongan begitu gergajinya cukup dalam.

e.

Jika posisi batang pohon yang akan dipotong mengalami tekanan, maka operator chaisaw harus menguasai teknik sebagai berikut: Ă˜ Jika pohon kecil yang mengalami tekanan, buatlah potogan yang dangkal pada sisi yang mengalami tekanan itu kemudian tariklah gergaji dari lubang potongan sebelum terjepit, kemudian potonglah dari sisi yang mengalami tekanan.

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 27 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

Revisi : 4

Ø Untuk pohon yang lebih besar yang mengalami tekanan, buatlah potongan, kemudian potonglah sisi yang mengalami tekanan perhatikan betul pada “terbukanya (atau tertutupnya)” potongan” ini dan tariklah batang pengantar gergaji (bar) sebelum lubang itu menjepit batang gergaji dan rantainya, kemudian buatlah potongan. Ø Ada beberapa variasi dalam pemotongan di atas, tetapi prinsipnya sama yaitu potonglah pertama-tama sedikit sisi yang mengalami tekanan, sisakan bagian kayu sekedarnya, kemudian potonglah sisi yang mengalami tekanan. f.

Jika pohon yang akan dipotong merupakan pohon yang tumbang (bukan merupakan pohon yang ditebang),

maka operator harus

menguasai teknik sebagi berikut: Ø Pohon yang telah tumbang (bukan karena ditebang dengan baik) berbahaya untuk dipotong melintang, karena kayunya sering dalam tegangan tinggi, ruang gerak bekerjanya biasanya sempit dan pohonnya sulit untuk didekati, serta tunggulnya biasanya dapat terlepas ke depan atau ke belakang setelah terpisah dari batangnya. Ø Dalam keadaan pohon tumbang di atas, pohon-pohon yang tumbang itu harus dipisahkan dari tunggulnya. Ø Kemudian tunggul yang membahayakan harus dicegah agar tidak berguling dengan menggunakan penopang atau dengan kabel sebelum mulai dengan menggergaji. Ø Harus selalu berhati-hati sewaktu menggergaji, karena batangnya dapat dengan mudah terlepas dari tunggulnya, Ø Potongan pertama dibuat pada sisi yang mengalami tekanan, kemudian disusul dengan potongan kedua dari atas. Ø Potongan kedua harus dibuat 2-5 cm lebih dekat dengan tunggulnya jika diharapkan mengayun ke atas. Ø Dengan cara yang sama pada perlakuan diatas, maka jika pohon itu diharapkan jatuh, maka potongan kedua harus dibuat 2-5 cm lebih dekat ke pucuk pohon. Ø Untuk menghindari terjadi batang pohon yang terbelah akibat posisi pohon yang tegang, maka operator chaisaw harus menguasai teknik sebagai berikut: ?

Bila pohon dalam keadaan tegang akan mudah terbelah jika memotong lintang dimulai dari sisi yang mengalami tegangan.

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 28 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

Revisi : 4

Tetapi hal itu dapat dihindari melalui teknik menggergaji yang tepat dimana harus diingat bahwa pemotongan harus dimulai pada sisi yang mengalami tekanan kemudian diselesaikan dengan memotong sisi yang mengalami tegangan. ?

Bila

memotong

pohon

tumbang

diawali

dari

tunggul,

batangnya akan mudah terbelah, biasanya yang mengalami tegangan, dan jika pemotongan dimulai dari sana, maka pangkal batangnya akan dapat terbelah sampai beberapa meter. Bagian bawah, yang mengalami tekanan, harus dipotong terlebih dahulu tetapi jika sisi ini sulit dicapai karena pohon itu terletak di tanah, haruslah menggunakan skop (atau cangkul) untuk membuat lubang dalam tanah di bawah sisi ini. 2.6.11 Teknik Pemotongan Dahan. Dahan pohon yang telah ditebang merupakan salah satu limbah dari proses penebangan sehingga operator chainsaw harus menguasai teknik memotong dahan pohon dengan baik sehingga pemanfaatan batang pohon dapat diambil semaksimal mungkin. Dalam pelaksanaan pemotongan dahan pohon, operator chainsaw harus mengetahui peraturan dasar terlebih dahulu, yaitu: 2.6.11.1 Berdirilah pada posisi kerja yang aman dan perhatikan kalau ada rintangan, 2.6.11.2 Perhatikan gergaji dan topanglah gergaji itu dengan palu, 2.6.11.3 Sesuaikan gengaman pada pegangan gergaji dengan posisi gergaji, 2.6.11.4 Jika memungkinkan, usahakan agar pohon itu ikut menopang bobot gergaji, 2.6.11.5 Gunakan

gergaji

itu

sebagai

pengungkit

dengan

memanfaatkan

pencengkramannya sebagai penambat. 2.6.11.6 Untuk memotong dahan pohon yang kecil sampai sedang, maka operator harus melakukan langkah-langkah sebagai berikut: a.

Dalam membersihkan dahan, dianjurkan menggunakan kapak, tetapi jika menggunakan gergaji agar memakai pola kerja yang teratur dengan mengikuti lingkaran posisi dahan,

b.

Operator berdiri disebelah kiri pohon, ia bekerja dari pangkal batang ke arah puncak (ujung batang pohon),

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 29 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

c.

Revisi : 4

Gergaji bergerak dari kanan kekiri pada lingkaran pertama (1), (2), (3) dan kemudian beralih ke lingkaran berikutnya, dimana kali ini memotong dari kiri ke kanan (4), (5), dan (6),

d.

Teknik ini menuntut agar operator bekerja dengan gergaji yang bergerak maju untuk (1), (2), (4) dan (5).

2.6.11.7 Bila pohon itu terletak dalam lekukan (menggantung), dahan-dahan yang berada dibawah di potong sekaligus dalam suatu kegiatan gerak, sebelum operator maju kedua lingkaran berikutnya. 2.6.11.8 Bila pohon itu terletak di tanah, pohon itu dibalik setelah ia selesai memotong dahan yang berada di atas, kemudian dahan-dahan yang tersisa dipotong sambil operator bergerak kembali ke pangkal pohon (8). 2.6.11.9 Jika dahan pohon yang akan dipotong memiliki ukuran lebih besar, maka operator harus mengikuti langkah-langkah sebagai berikut: a.

Pertama-tama,

potong

dan

buanglah

cabang-cabang

yang

mengganggu pekerjaan, b.

Kemudian potong cabang-cabang dalam 2 atau lebih bagian bila ada bahaya

cabang

pecah

pada

pangkalnya

atau

kalau

hal

ini

memudahkan pembersihan (a), (b) dan (c), c.

Ruang kerja harus bersih dari potongan cabang.

d.

Kegiatan pemotongan dahan batang pohon ini menuntut perhatian yang besar untuk menghindari: -

Batang pengantar (bar) gergaji terjepit

-

Kayu pecah

-

Operator bisa terluka oleh cabang yang mengayun balik atau jatuh, atau pada saat mengangkat dan mengalihkan pohon lain.

e.

Selain itu, hal lain yang penting diperhatikan oleh operator chainsaw adalah bahwa dahan pohon yang besar yang mengalami tekanan harus dipotong terlebih dahulu serta tariklah bar chainsaw sebelum terjepit kemudian baru memotong sisi lain.

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 30 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

3.

Revisi : 4

INSTRUKSI KERJA PENYARADAN

3.1

TUJUAN 3.1.1 Penyaradan Manual Untuk memastikan bahwa kayu yang sudah ditebang dan dipotong dikeluarkan oleh pekerja petak dengan menggunakan kuda-kuda dari dalam hutan untuk selanjutnya dikumpulkan di tempat pengumpulan kayu (TPn). 3.1.2 Penyaradan Mekanis Untuk memastikan bahwa kayu yang sudah ditebang dikeluarkan oleh operator alat berat dengan menggunakan alat berat Log Fisher dari dalam hutan untuk selanjutnya dikumpulkan di tempat pengumpulan (TPn).

3.2

RUANG LINGKUP Ruang lingkup proses penyaradan kayu meliputi: 3.2.1 Pembuatan camp kerja, ditambah dengan pembuatan gudang bahan bakar bila menggunakan alat berat, 3.2.2 Penyediaan sarana / prasarana, 3.2.3 Pembuatan tempat pengumpulan kayu (TPn), 3.2.4 Pembuatan jaringan jalan sarad, 3.2.5 Persiapan penyaradan serta kegiatan penyaradan / pengeluaran kayu, 3.2.6 Penataan dan pengendalian stock kayu di TPn.

3.3

REFERENSI 3.3.1 Peraturan Dirjen BPK No. P.9/VI/BPHA/2009 Tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem Silvikultur Dalam Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Produksi. 3.3.2 Sistem Manual Rencana Pengelolaan Hutan Produksi Lestari PT Diamond Raya Timber. 3.3.3 SK Direksi PT Diamond Raya Timber No. 451/DRT/PKU-VII/2009 tanggal 01 Juli 2009 tentang Job Description Divisi Pemanenan Hasil Hutan PT Diamond Raya Timber

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 31 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

3.4

Revisi : 4

DEFINISI 3.4.1 Penyaradan kayu secara manual adalah kegiatan proses penarikan atau pengeluaran kayu dari dalam hutan dengan cara ditarik dengan menggunakan kuda-kuda (ongkak) sesuai dengan standar yang berlaku. 3.4.2 Penyaradan kayu secara mekanis adalah kegiatan proses penarikan atau pengeluaran kayu dari dalam hutan dengan cara ditarik dengan menggunakan kabel seling menuju skid trail dengan menggunakan alat berat Logfisher.

3.5

PENANGGUNG JAWAB 3.5.1

Manager Pemanenan bertanggung jawab atas terselenggaranya kegiatan proses penyaradan kayu dan menjamin agar terkendali dari dampak-dampaknya terhadap hutan (tegakan tinggal) dan lingkungannya.

3.5.2

Supervisor

Penebangan

dan

Supervisor

MOE

bertanggung

jawab

secara

operasional dan menjamin agar pohon-pohon yang telah ditebang selanjutnya disarad secara manual oleh pekerja petak atau secara mekanis dengan alat berat sampai ke TPn. 3.5.3

Supervisor Penebangan bertanggung jawab secara operasional dan memastikan bahwa kegiatan penyaradan kayu dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.

3.5.4

Supervisor Loading dan Hauling bertanggung jawab secara operasional dan memastikan bahwa stock kayu yang disarad oleh pekerja petak dan alat berat terkendali di setiap TPn.

3.5.5

Supervisor MOE bertanggungjawab terhadap aktivitas rombongan pekerja petak, operator alat berat dan rombongan tarik seling serta berkoordinasi dengan Supervisor Penebangan untuk memastikan bahwa petak tebangan sesuai dengan target yang telah ditentukan.

3.5.6

Supervisor Logistik bertanggung jawab untuk menyediakan perlengkapan pondok kerja rombongan pekerja petak, operator dan helper alat berat, dan rombongan tarik seling.

3.5.7

Supervisor Logistik berkoordinasi dengan Supervisor K3 dan Supervisor MOE dalam penyediaan perlengkapan K3 untuk rombongan pekerja petak, operator dan helper alat berat dan rombongan tarik seling.

3.5.8

Supervisor Logistik bertanggung jawab untuk menyediakan perlengkapan peralatan tarik kuda untuk rombongan pekerja petak, serta berkoordinasi dengan Pengawas Penebangan Mekanis untuk menyediakan peralatan dan perlengkapan kerja untuk operator dan helper alat berat dan rombongan tarik seling.

SOP Pemanenan Hutan

Spv. Logistik juga

- Hal 32 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

Revisi : 4

bertanggung jawab untuk menyediakan kebutuhan bahan bakar alat berat Logfisher dan menginventarisir perlengkapan yang keluar dan yang masuk untuk kebutuhankebutuhan di atas.

3.6

DESKRIPSI KERJA PENYARADAN MANUAL 3.6.1

Pembuatan Camp Kerja 3.6.1.1

Camp kerja dibuat seaman dan senyaman mungkin sehingga layak untuk ditempati sesuai dengan standar.

3.6.2

3.6.1.2

Camp kerja ini dibuat oleh rombongan kerja petak (tarik kuda-kuda).

3.6.1.3

Kebutuhan pembuatan 1 satu buah camp kerja antara lain: a.

Papan ukuran panjang 5 meter sebanyak 50-70 keping

b.

Broti/balok/kayu sebagai tiang dan pagar sebanyak Âą 40 buah

c.

Plastik hitam / terpal

d.

Paku 5 inchi sebanyak Âą 4 kg

e.

Paku 2 inchi sebanyak Âą 6 kg

Penyediaan Sarana dan Prasarana 3.6.2.1

Sebelum aktivitas penyaradan dimulai, terlebih dahulu pastikan bahwa kebutuhan perlengkapan dan peralatan kerja regu kerja sarad sudah ada.

3.6.2.2

Perlengkapan dalam kegiatan penyaradan yang perlu disiapkan antara lain meliputi: a.

Jatah

Pohon

Tebang

(JPT),

digunakan

sebagai

acuan

untuk

mengetahui berapa banyak pohon yang akan disarad dan memastikan bahwa pohon yang disarad sudah sesuai dengan jatah target yang telah ditentukan. b.

Rekapitulasi Pohon Tebang (RP T), digunakan

oleh Supervisor

Penebangan sebagai acuan untuk mengetahui perkembangan jumlah pohon yang telah ditebang dalam setiap regu kerja sarad serta untuk mengetahui berapa banyak sisa pohon yang harus disarad. c.

Helm, digunakan regu kerja sarad untuk melindungi kepala dari kemungkinan ranting jatuh, kena benturan kayu log atau jatuhan pohon kecil yang kena timbusan.

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 33 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

d.

Revisi : 4

Pakaian kerja, harus nyaman dan tidak kaku serta menggunakan kaos panjang dan celana panjang untuk menghindari luka akibat goresan kayu serta bahaya dari obat ramin (minyak creosote).

e.

Sepatu kerja, digunakan untuk menghindari terjadinya luka-luka akibat terkena duri baik pada saat melakukan kegiatan penyadaran maupun pada saat rintis jalan sarad.

3.6.2.3

Sedangkan peralatan kerja yang harus disiapkan dalam kegiatan penyaradan ini antara lain: a.

Parang, digunakan untuk merintis dan membuat jalan sarad.

b.

Kampak, digunakan untuk membuat jalan sarad serta mengupas kulit kayu.

c.

Kuda-kuda / ongkak.

d.

Tali tambang yang digunakan untuk menarik kuda-kuda / ongkak.

e.

Loncak, digunakan untuk menggulirkan/memindahkan kayu ke jalan sarad.

f.

Sabun ongkak yang digunakan untuk memudahkan pada saat kegiatan penyadaran dengan cara mengoleskannya ke setiap jari-jari jalan sarad.

3.6.3

Pembuatan TPn 3.6.3.1

Dalam kegiatan pembuatan TPn, Supervisor Penebangan dan Supervisor MOE harus bisa memastikan bahwa TPn yang dibuat sesuai dengan standar serta tepat penempatan lokasinya.

3.6.3.2

Rencana pembuatan TPn dibuat dalam Peta Tree Marking dengan melihat pola sebaran pohon yang akan ditebang.

Gambar 9. Proses Persiapan Rencana Pembuatan TPn dan Jalan Sarad sebelum menebang pohon

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 34 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

3.6.3.3

Revisi : 4

Dalam pelaksanaannya di lapangan, dalam proses pembuatan TPn, regu kerja sarad harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a.

Minimal terdapat pohon berdiri yang cukup besar (klasifikasi pohon tebang) yang tidak ditebang diantara areal konstruksi TPn, terkecuali jika pada areal tersebut setelah diadakan pemeriksaan oleh petugas dari perusahaan terbukti bahwa memang tidak memiliki pohon besar yang dapat dijadikan penaung ( contoh: pada bekas jalan Log fisher)

b.

Memastikan bahwa areal yang dibersihkan adalah hanya areal untuk keperluan TPn/pelabuhan, sesuai dengan konstruksi standar.

c.

Dalam 1 (satu) petak kerja (sub kompartemen) maksimal terdapat 12 pelabuhan, baik posisi terpisah/soliter maupun berkelompok. Untuk posisi terpisah/soliter di antara pelabuhan harus terdapat pohon penaung dan tidak diizinkan adanya pembersihan di areal tersebut. Untuk posisi berkelompok maksimal terdiri dari 6 pelabuhan dimana di antara pelabuhan diusahakan adanya pohon penaung.

d.

Pembuatan TPn pada petak kerja (sub kompartemen) yang lebih dari satu sisinya menghadap jalan rel, dapat dilakukan pada kedua sisi sub kompartemen tersebut.

e.

Diusahakan agar jenis kayu-kayu komersial, tidak digunakan sebagai bahan pelabuhan.

f.

Memastikan agar susunan kayu pelabuhan tepat sesuai standar konstruksi, dimana satu pelabuhan memiliki lebar maksimal 7 meter dan panjang maksimal 15 meter. Pelabuhan yang dibuat harus lebih tinggi dari lori angkutan.

g.

Bagi petak kerja (sub kompartemen) yang berada di ujung jalan rel, maka jarak pelabuhan dari ujung rel minimal 50 meter.

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 35 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

Revisi : 4

Bantalan

Laci-laci Gambar 10. Bentuk dan Susunan Pelabuhan TPn

3.6.4

Pembuatan Jalan Sarad 3.6.4.1

Ada 3 (tiga) pola jalan sarad yang dapat dibuat oleh setiap regu kerja sarad, antara lain : a.

Pola Sirip Ikan

Gambar 11. Pola sirip ikan jalan sarad

b. Pola Paralel

Gambar 12. Pola paralel jalan sarad

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 36 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

c.

Revisi : 4

Pola Radial

Gambar 13. Pola radial jalan sarad 3.6.4.2

Ketentuan yang perlu diperhatikan dalam pembuatan jalan sarad antara lain adalah: a.

Jalan sarad utama/As dibuat lurus memanjang dari salah satu TPn yang posisinya di tengah menuju hutan sampai ke batas petak atau batas konservasi.

b.

Setiap pembuatan jalan sarad diusahakan memiliki lebar lebih kurang 2 meter.

c.

Jalan sarad cabang dibuat setelah terlebih dahulu melakukan survey terhadap pohon yang akan ditebang, kemudian menghubungkannya dengan jalan sarad As, dengan ketentuan sebagai berikut: -

Cari pohon ditebang dan rintis jarak terdekat dari pohon tersebut ke jalan sarad As atau jalan sarad cabang yang sudah ada.

-

Bahan-bahan jalan sarad tidak diperkenankan menggunakan pohon inti dan pohon permudaan dari jenis komersil atau dilindungi.

-

Hindarkan pemotongan / mematikan atau membuat arah jalan sarad melalui pohon inti dan atau pohon atau anakan permudaan jenis komersial dan atau dari jenis yang dilindungi. Jika dalam rencana arah jalan sarad ada yang melalui pohon / permudaan / anakan

tersebut,

proyeksinya

diusahakan dibelokkan

untuk

menghindarinya. -

Usahakan secara maksimal agar jalan sarad cabang berikutnya dapat dihubungkan dengan jalan sarad cabang yang sudah ada (agar jalan sarad cabang baru tidak langsung dihubungkan ke jalan sarad As).

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 37 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

-

Revisi : 4

Untuk kepraktisan, jalan sarad cabang yang dekat dengan TPn dapat langsung dihubungkan ke TPn tersebut meskipun tidak perlu melalui jalan sarad As.

-

Konstruksi jalan sarad terdiri dari bujuran dan jari-jari, dimana tiap 1 meter jalan sarad memerlukan 2 buah jari-jari.

-

Bahan jalan sarad di atas diusahakan menggunakan limbahlimbah produksi kayu, jenis kayu non komersial seperti milas, arang-arang, jambu-jambu, pasir-pasir dan pohon yang terkena jalan sarad utama/As yang tidak dapat dihindarkan lagi.

-

Hindarkan pembuatan jalan sarad melalui areal konservasi, areal dilindungi serta daerah berawa dalam dan mata air.

3.6.5

Proses Kegiatan Penyaradan Kayu 3.6.5.1

Dalam kegiatan penyaradan, regu kerja sarad harus memperhatikan agar kayu yang ditarik (di atas kuda-kuda) sudah memiliki nomor identitas yang sama dengan nomor label ITSP.

3.6.5.2

Setelah rombongan petak menggolek bontos A dari suatu kayu. Petugas perusahaan menempelkan label checking tebangan, yang berisi nomor ITSP pohon tersebut, pada kedua bontos setiap potongan, demikian juga ketika menggolek bontos berikutnya (misalnya bontos B, bontos C dan seterusnya) sampai batang / potongan kayu terakhir yang akan disarad.

3.6.5.3

Label checking tebangan tidak akan ditempel oleh petugas perusahaan jika potongan dari pohon tersebut tidak digolekan terlebih dahulu.

Contoh penulisan label checking tebangan pada bontos:

325 A MR Keterangan : 325 : Nomor ITSP A

: Urutan sortimen pohon

MR : Jenis pohon

SOP Pemanenan Hutan

Gambar 14. Proses penyaradan kayu

- Hal 38 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

Revisi : 4

A: Urutan sortimen 3.6.5.4

Hal-hal lain yang perlu diperhatikan oleh rombongan tarik kayu dalam kegiatan penyaradan ini antara lain: a.

Setelah dilakukan penebangan untuk jenis ramin, regu kerja wajib memberikan obat pembasmi serangga dan jamur (anti bubuk dan blue stain) pada hari itu juga dan memastikan sebelum disarad kayu bebas bubuk dan jamur.

b.

Lakukan pemakuan paku terhadap kayu-kayu yang pecah bontos akibat proses penyaradan

c.

Balok yang berada di atas kuda-kuda ditarik oleh regu kerja dengan bantuan olesan sabun ongkak ke jari-jari jalan sarad.

d.

Kayu yang sudah sampai di pelabuhan (TPn) disusun sedemikian rupa dengan rapi dimana tidak ada kayu yang diperbolehkan saling bertindihan/bertumpuk.

e.

Khusus untuk jenis ramin harus dibuatkan pelabuhan tersendiri dan tidak boleh dicampur dengan kayu jenis lain.

f.

Sebelum mengakhiri pekerjaan penarikan kayu pada suatu areal petak kerja, regu kerja harus melakukan pembersihan petak sehingga tidak boleh ada kayu kualitas baik yang ditebang dan telah dipotong oleh operator tidak diangkut ke TPn.

3.6.6

Penataan dan Pengendalian Stock Kayu di Pelabuhn / TPn 3.6.6.1

Kegiatan penataan dan pengendalian stock kayu di TPn dilakukan untuk memastikan bahwa kayu di TPn tertata dengan baik serta stock kayu yang ada dapat dikendalikan.

3.6.6.2

Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan ini antara lain: a.

Pastikan bahwa kayu di TPn tertata dengan baik. Penataan kayu di TPn dilakukan berdasarkan tingkat kerentanan terhadap penurunan kualitas kayu serta kelompok kayu.

Adapun

penataan kayu di TPn ini adalah sebagai berikut: -

Untuk kayu jenis Ramin ditata dalam pelabuhan yang terpisah dan tersendiri.

-

Jenis Mempisang dapat ditata secara terpisah atau bersama dengan kayu lain selain ramin, asalkan penataannya berkelompok atau di bagian depan pelabuhan.

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 39 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

-

Revisi : 4

Untuk jenis kayu yang dikupas seperti Suntai, Balam, Meranti, Bintangur

maupun

tidak

dikupas

seperti

Durian

burung,

Geronggang, Serapat, Punak, ditata dalam pelabuhan yang sama. b.

Pastikan bahwa stock kayu di TPn tidak mengalami kemunduran kualitas. -

Kemunduran kualitas kayu ini bisa disebabkan karena lamanya kayu tersimpan di TPn sehingga busuk atau diserang hama/jamur pengganggu

serta

pecah

yang

semakin

melebar

akibat

penyinaran matahari terlalu lama. -

Untuk menghindari hal tersebut, Supervisor Loading dan Hauling bertanggung jawab untuk mengontrol stock kayu di TPn dan melaporkan kepada Manager Pemanenan, untuk selanjutnya Supervisor Hauling berkoordinasi dengan scaler grader agar kayu tersebut bisa secepatnya dimuat.

c.

Untuk menjaga kualitas kayu, ditetapkan bahwa lamanya kayu berada di TPn maksimal 20 hari kecuali untuk jenis ramin dan pisang-pisang paling lama 10 hari.

3.6.6.3

Supervisor Loading dan Hauling membuat laporan Stock Kayu di TPn secara

rutin

dan

perkembangannya

dilaporkan

kepada

Manager

Pemanenan minimal dua minggu sekali.

PENYARADAN MEKANIS 3.6.7

Pembuatan Camp Kerja 3.6.1.4

Camp kerja dibuat seaman dan senyaman mungkin sehingga layak untuk ditempati sesuai dengan standar.

3.6.1.5

Camp kerja ini dibuat oleh rombongan kerja khusus atau rombongan log fisher.

3.6.1.6

Dalam 1 (satu) camp kerja dibuat untuk 3 (tiga) regu unit kerja diantaranya untuk rombongan operator chainshaw, operator logfisher dan rombongan tarik seling.

3.6.1.7

SOP Pemanenan Hutan

Adapun kebutuhan untuk pembuatan 1 satu buah camp kerja. antara lain: a.

Papan ukuran panjang 5 meter sebanyak Âą 300 keping

b.

Broti ukuran 2x3 sebanyak Âą 80 buah.

c.

Broti ukuran 3x3 sebanyak Âą 35 buah.

d.

Plastik hitam / terpal atau seng.

- Hal 40 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

3.6.8

Revisi : 4

e.

Paku 5 inchi sebanyak Âą 6 kg

g.

Paku 2 inchi sebanyak Âą 12 kg

Penyediaan Sarana dan Prasarana 3.6.8.1

Sebelum aktivitas penyaradan dimulai, terlebih dahulu pastikan bahwa kebutuhan perlengkapan dan peralatan kerja operator/helper logfisher dan regu kerja tarik seling sudah ada.

3.6.8.2

Perlengkapan dalam kegiatan penyaradan yang perlu disiapkan antara lain meliputi: a.

Jatah

Pohon

Tebang

(JPT),

digunakan

sebagai

acuan

untuk

mengetahui berapa banyak pohon yang akan disarad dan memastikan bahwa pohon yang disarad sudah sesuai dengan jatah target yang telah ditentukan. b.

Bahan bakar solar untuk alat logfisher.

c.

Bahan bakar bensin untuk alat tarik seling.

d.

Helm, digunakan regu kerja sarad untuk pengaman kepala dari kemungkinan ranting jatuh, kena benturan kayu log atau jatuhan pohon kecil yang kena timbusan.

e.

Pakaian kerja, harus nyaman dan tidak kaku serta menggunakan kaos panjang dan celana panjang untuk menghindari luka akibat goresan kayu serta bahaya dari obat ramin (minyak creosote).

h.

Sepatu kerja, digunakan untuk menghindari terjadinya luka-luka akibat terkena duri baik pada saat melakukan kegiatan tarik seling ke lokasi kayu yang akan di sarad maupun dalam kegiatan penyadaran.

i.

Sarung tangan, digunakan untuk menghindari terjadinya luka-luka akibat terkena kabel seling dan duri baik saat melakukan kegiatan tarik kabel seling maupun saat kegiatan penyaradan.

j.

Handy Talkie (HT), digunakan untuk koordinasi antara operator Log Fisher dengan rombongan tarik seling saat melakukan kegiatan tarik kabel seling maupun saat kegiatan penyaradan.

3.6.8.3

Sedangkan peralatan kerja yang harus disiapkan dalam kegiatan penyaradan ini antara lain: a.

Parang, digunakan untuk merintis dan membuat jalan kabel seling untuk menuju kayu yang akan disarad.

b.

SOP Pemanenan Hutan

Kampak, digunakan untuk mengupas kulit kayu.

- Hal 41 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

c.

Revisi : 4

Kabel seling yang dipasang di alat logfisher dengan panjang maximal 300 meter.

d.

Alat tarik seling (Portable Winch) yang digunakan untuk menarik kabel seling dari logfisher ke kayu yang akan disarad.

e.

Tali karamantel ukuran panjang 200-300 m, yang digunakan untuk menarik kabel seling dari alat logfisher ke alat tarik seling.

3.6.9

Jalan Log Fisher Pembuatan jalan Log Fisher track harus harus disejajarkan untuk Log Fisher dan harus distandarkan berdasarkan panjang kabel seling yaitu 150-200 m, adapun ilustrasi pembuatan jalan skid trail untuk Log Fisher dapat dilihat dalam gambar dibawah ini.

LOGFISHER TRACK

350 m

350 m

LOGFISHER TRACK

165 M

LOGFISHER TRACK

350 m

350 m

330 M LOGFISHER TRACK 350 m

165 M

S T R I P S

LOGFISHER TRACK

LOG LANDING

1000 M

B I O D I V E R S I T Y

B I O D I V E R S I T Y

300

S T R I P S

1000 Gambar 15. Jalan Log Fisher dengan orientasi dimana rail line di tengah blok tebangan yang sejajar dengan 50 m jalur konservasi

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 42 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

Revisi : 4

3.6.10 Proses Kegiatan Penyaradan Kayu 3.6.10.1 Dalam kegiatan penyaradan, regu kerja harus memperhatikan agar kayu yang ditarik sudah memiliki nomor identitas yang sama dengan nomor label ITSP. 3.6.10.2 Dalam melakukan kegiatan penyaradan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain: a.

Minimalkan kerusakan lingkungan akibat penggunaan logfisher.

b.

Logfisher

hanya

diperbolehkan

berjalan

diatas

logfisher

track

sepanjang maximal 400 m dari loglanding. c.

Melakukan kegiatan penyaradan secara sistematis, efisien, dan dapat meminimalkan kerusakan vegetasi di areal kayu yang disarad. Dan diusahakan tidak melewati bekas tunggak pada tegakan tinggal guna efisiensi alat.

d.

Mengadakan koordinasi antara operator logfisher, regu kerja tarik seling yang akan mengaitkan pancing ke bontos kayu yang akan ditarik dalam rangka mempermudah dan memperlancar pekerjaan serta meminimalkan kerusakan yang terjadi akibat kegiatan yang dilakukan.

e.

Kayu yang terjangkau dengan panjang kabel seling langsung dikumpulkan

di

log

landing

dan

kayu

yang

tidak

terjangkau

dikumpulkan di log landing sementara yang selanjutnya diestafet keluar untuk dikumpulkan di log landing. f.

Kayu yang telah disarad ditandai pada peta rencana pemanenan (tree marking).

3.6.10.3 Hal-hal lain yang perlu diperhatikan oleh rombongan tarik kayu dalam kegiatan penyaradan ini antara lain: a.

Kayu yang sudah sampai di log landing disusun sedemikian rupa dengan rapi, sehingga dapat dengan mudah dilakukan proses pengupasan seperti Suntai, Balam, Meranti, Bintangur.

b.

Kayu yang rentan terhadap serangan blue stain biasanya jenis ramin dan

mempisang

dikumpulkan

terpisah

agar

bisa

dilakukan

penyemprotan. c.

Lakukan pemakuan paku terhadap kayu-kayu yang pecah bontos akibat proses penyaradan.

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 43 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

d.

Revisi : 4

Tidak meninggalkan kayu yang sudah ditebang di dalam hutan yang tidak ditarik keluar.

g.

Pastikan

bahwa

kemunduran

stock

kualitas

kayu

yang

di

log

landing

disebabkan

tidak

karena

mengalami

lamanya

kayu

tersimpan di log landing sehingga busuk atau diserang hama/jamur pengganggu serta pecah yang semakin melebar akibat penyinaran matahari terlalu lama.

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 44 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

4.

Revisi : 4

PROSEDUR KERJA

REDUCED IMPACT LOGGING (RIL)

4.1

TUJUAN Menjamin agar limbah hasil produksi di hutan yang masih layak pakai dapat dimanfaatkan kembali untuk penggunaan lain serta memastikan bahwa kegiatan produksi dapat meminimalisasi kerusakan struktur tegakan permudaan.

4.2

RUANG LINGKUP Ruang lingkup kegiatan RIL menyangkut semua kegiatan pemanfaatan ulang limbah produksi mulai dari perencanaan penebangan, penanganan limbah jalan sarad, penanganan limbah TPn serta limbah sisa pohon ditebang.

4.3

REFERENSI 4.3.1 Peraturan Dirjen BPK No. P.9/VI/BPHA/2009 Tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem Silvikultur Dalam Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Produksi. 4.3.2 Sistem Manual Rencana Pengelolaan Hutan Produksi Lestari PT Diamond Raya Timber. 4.3.3 SK Direksi PT Diamond Raya Timber No. 451/DRT/PKU-VII/2009 tanggal 01 Juli 2009 tentang Job Description Divisi Pemanenan Hasil Hutan PT Diamond Raya Timber

4.4

DEFINISI Reduce Impact Logging merupakan upaya pengendalian dan/atau pencegahan limbah hasil produksi untuk meminimalisasi limbah yang berhubungan dengan pengambilan hasil hutan serta operasi proses di hutan dan mencegah kerusakan terhadap sumber-sumber hutan kayu.

4.5

PENANGGUNG JAWAB Supervisor Penebangan bersama Supervisor MOE bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan RIL di lapangan.

Berkoordinasi dengan Supervisor PPL & Limbah dalam

pengendalian dan/atau minimalisasi limbah hasil hutan.

4.6

DESKRIPSI KERJA 4.6.1

Perencanaan Pemanenan

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 45 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

Revisi : 4

Untuk mengurangi dampak kerusakan serta banyaknya limbah hasil pemanenan hutan, maka sebelum aktivitas pemanenan perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut: 4.6.1.1

Pastikan bahwa pohon yang akan ditebang benar-benar merupakan pohon yang berkualitas baik sehingga bisa mencegah kemungkinan pohon yang ditebang rusak, busuk hati, gerowong atau bengkok.

4.6.1.2

Usahakan Penebangan pohon serendah mungkin, sehingga diperoleh hasil maksimal.

4.6.1.3

Pastikan bahwa arah rebah pohon yang akan ditebang sesuai dengan prosedur penebangan yang telah dibuat.

4.6.1.4

Pastikan bahwa tegakan pohon inti di sekitar pohon yang akan ditebang tidak mengalami banyak kerusakan.

4.6.1.5

Pastikan bahwa rencana pembuatan TPn dan jalan sarad tidak banyak merusak tegakan pohon inti.

4.6.2 Penanganan Limbah Jalan Sarad 4.6.2.1

Sebelum melakukan kegiatan pembuatan jalan sarad, setiap regu kerja sarad perlu melakukan survey / orientasi jalan terhadap lokasi pohon yang akan ditebang sehingga jalan sarad yang akan dibuat benar-benar efektif dan efisien.

4.6.2.2

Limbah bekas jalan sarad yang sudah tidak digunakan lagi untuk aktivitas penyaradan dapat dimanfaatkan kembali untuk konstruksi jalan rel.

4.6.2.3

Sebelum limbah jalan sarad tersebut dikumpulkan, harus diperhatikan halhal sebagai berikut: a.

Pastikan bahwa limbah jalan sarad masih bagus dan layak pakai.

b.

Untuk limbah jari-jari bekas jalan sarad, yang dapat dimanfaatkan kembali yaitu limbah yang berasal dari jenis kayu keras dan awet serta memiliki diameter antara 10-15 cm dengan ukuran panjang minimal 170 cm.

c.

Pastikan bahwa limbah bantalan bekas jalan sarad harus berukuran diameter 15-20 cm dengan panjang antara 3-6 m serta berkualitas baik sehingga bisa dimanfaatkan kembali untuk kontruksi bantalan jaringan jalan rel.

4.6.2.4

Supervisor Penebangan, Supervisor MOE, bersama Supervisor PPL & Limbah membuat laporan pemanfaatan limbah bekas jalan sarad secara rutin dan perkembangannya dilaporkan kepada Manajer Pemanenan dan Manajer RED.

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 46 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

4.6.2.5

Setiap

perkembangan

Revisi : 4

pemanfataan

limbah

bekas

jalan

sarad

didokumentasikan ke dalam Tally Sheet serta didistribusikan kepada Supervisor PWH, Supervisor Administrasi Produksi serta Arsip SIM. 4.6.3 Penanganan Limbah Bekas TPn 4.6.3.1

Sebelum melakukan kegiatan pembuatan TPn, setiap regu kerja sarad perlu melakukan survey / orientasi jalan terhadap lokasi TPn yang akan dibuat untuk memastikan bahwa lokasi TPn yang akan dibuat benar-benar efektif dan efisien.

4.6.3.2

Limbah bekas TPn yang sudah tidak digunakan lagi untuk aktivitas pengumpulan kayu yang akan dimuat dapat dimanfaatkan kembali untuk konstruksi jalan rel. Adapun limbah TPn tersebut sebelum dikumpulkan, harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut: a.

Pastikan bahwa limbah TPn masih bagus dan layak pakai.

b.

Pastikan bahwa limbah bekas TPn harus berukuran diameter 15-20 cm dengan panjang antara 3-6 m serta berkualitas baik sehingga bisa dimanfaatkan kembali untuk kontruksi bantalan jaringan jalan rel.

4.6.3.3

Supervisor Penebangan, Supervisor MOE, bersama Supervisor PPL & Limbah membuat laporan pemanfaatan limbah bekas TPn secara rutin dan perkembangannya dilaporkan kepada Manajer Pemanenan dan Manajer RED.

4.6.3.4

Setiap perkembangan pemanfataan limbah bekas TPn didokumentasikan ke

dalam

Tally

Sheet

(FM-2PN-01)

serta

didistribusikan

kepada

Supervisor PWH, Supervisor Administrasi Produksi, Ka. Rombongan serta Arsip SIM. 4.6.4 Penanganan Limbah Sisa Pohon Tebang 4.6.4.1

Kegiatan penebangan yang dilakukan akan meninggalkan sisa-sisa potongan seperti patahan kayu-kayu, potongan ujung kayu, cabang serta ranting. Limbah sisa potongan kayu tersebut dapat dimanfaatkan kembali antara lain: a.

Untuk sisa patahan kayu yang berdiameter diatas 30 cm dapat dimanfaatkan kembali untuk jari-jari rel setelah sebelumnya dibuat balok dengan ukuran sesuai standar jai-jari rel.

b.

Untuk sisa potongan ujung, selain dapat digunakan kembali untuk konstruksi

jaringan

jalan

rel,

apabila

sisa

potongan

tersebut

berkualitas kurang bagus dapat dimanfaatkan untuk kayu bakar.

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 47 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

c.

Revisi : 4

Untuk sisa potongan cabang dan ranting dapat dimanfaatkan kembali untuk kayu bakar.

4.6.4.2

Supervisor Penebangan, Supervisor MOE, bersama Supervisor PPL & Limbah membuat laporan pemanfaatan limbah sisa pohon tebang secara rutin dan perkembangannya dilaporkan kepada Manajer Pemanenan dan Manajer RED minimal seminggu sekali.

4.6.4.3

Setiap perkembangan pemanfataan limbah sisa pohon tebang untuk jarijari rel didokumentasikan ke dalam Tally Sheet serta didistribusikan kepada

Supervisor

PWH,

Supervisor

Administrasi

Produksi,

Ka.

Rombongan serta Arsip SIM.

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 48 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

5.

Revisi : 4

PROSEDUR KERJA

CoC DAN LOG CONTROL

5.1

TUJUAN 5.1.1. Chain of Custody (CoC) Menjamin agar setiap batang kayu yang telah dipanen dapat diketahui lokasi dimana kayu tersebut ditebang 5.1.2. Log Control Menjamin agar kegiatan pemanenan kayu hasil hutan tidak melebihi dari jatah tebangan yang telah ditetapkan setiap tahunnya berdasarkan prinsip kelestarian hutan.

5.2

RUANG LINGKUP • Ruang lingkup kegiatan Chain of Custody meliputi kegiatan pelacakan atau perunutaan kembali asal-muasal kayu hingga dapat diketahui secara pasti asal kayu dari dalam hutan. • Ruang lingkup kegiatan

Log Control meliputi upaya mengontrol jumlah pohon yang

ditebang agar tidak melebihi target tebangan yang telah ditetapkan. 5.3

REFERENSI 5.3.1 Peraturan Dirjen BPK No. P.9/VI/BPHA/2009 Tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem Silvikultur Dalam Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Produksi. 5.3.2 Sistem Manual Rencana Pengelolaan Hutan Produksi Lestari PT Diamond Raya Timber. 5.3.3 SK Direksi PT Diamond Raya Timber No. 451/DRT/PKU-VII/2009 tanggal 01 Juli 2009 tentang Job Description Divisi Pemanenan Hasil Hutan PT Diamond Raya Timber

5.4

DEFINISI 5.4.1. Chain of Custody (CoC) atau Lacak Balak merupakan kegiatan melacak atau merunut kembali kayu yang telah ditebang hingga ke tunggul pohon dimana kayu tersebut berasal, meliputi pemeriksaan kesesuaian nomor dan ukuran pohon yang ditebang dengan tunggul pohon di dalam petak dan memetakan lokasi pohon ke dalam peta. 5.4.2. Log Control merupakan kegiatan pengendalian realisasi produksi terhadap rencana atau target tebangan yang telah ditetapkan.

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 49 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

5.5

Revisi : 4

PENANGGUNGJAWAB 5.5.1 Manajer Pemanenan bertanggung jawab atas terselenggaranya kegiatan CoC dan Log Control dan menjamin bahwa kegiatan tersebut dilaksanakan secara benar dan sesuai ketentuan. 5.5.2 Supervisor CoC dan Log Control bertanggung jawab secara operasional terhadap kegiatan CoC pemanenan hasil hutan dan pengendalian / kontrol realisasi produksi terhadap rencana penebangan. 5.5.3 Supervisor Penebangan bertanggung jawab terhadap kelengkapan data dan label nomor pohon tebangan dan ketersediaan maupun kebenaran kegiatan Tree Marking, baik data maupun petanya. 5.5.4 Supervisor

Penebangan

bertanggung

jawab

terhadap

pengendalian

kegiatan

penebangan berdasarkan jatah tebangan dan realisasi pohon ditebang. 5.5.5 Petugas Pembuat LHP bertanggung jawab dalam kebenaran dan keabsahan pembuatan Laporan Hasil Penebangan Kayu Bulat (LHP-KB) berikut rekapitulasinya. 5.5.6 Supervisor Penatausahaan Hasil Hutan (PUHH) bertanggung jawab dalam kebenaran dan keabsahan kegiatan administrasi penatausahaan hasil hutan 5.6

DESKRIPSI KERJA CHAIN OF CUSTODY (CoC) / LACAK BALAK 5.6.1

Persiapan, meliputi : - Daftar Pohon yang telah ditebang pada petak yang bersangkutan. - Peta Tree Marking (TM). - Regu kerja untuk pelaksanaan kegiatan CoC. - Perlengkapan kerja yaitu : Spidol. Label merah ITSP, staples beserta isinya, pita ukur diameter pohon dan alat tulis.

5.6.2

Pelaksanaan Lapangan 5.6.2.1 Kegiatan CoC dilaksanakan setelah Supervisor Penebangan melakukan pemeriksaan dan pendataan pohon yang ditebang. (checking tebangan). 5.6.2.2 Memeriksa setiap tunggul/pokok pohon tebangan, yaitu : - Memeriksa kesesuaian nomor pohon dan jenis antara tunggul pohon dengan daftar pohon tebangan dan peta TM. - Memeriksa kesesuaian ukuran diameter tunggul tersebut dengan label pada tunggul dan daftar pohon tebangan. 5.6.2.3 Melakukan penandaan pada daftar pohon tebangan dan peta TM untuk setiap pohon yang telah diperiksa.

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 50 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

Revisi : 4

5.6.2.4 Mengganti atau memperbaiki label yang tercantum pada tunggul pohon apabila sudah rusak atau tidak dapat terbaca lagi. 5.6.3

Hasil kegiatan CoC di lapangan berupa pohon-pohon dalam TM yang telah diberi tanda hasil CoC.

LOG CONTROL 5.6.4

Supervisor Log Control yang bertanggung jawab dalam kegiatan ini terlebih dahulu mengkaji data hasil kegiatan Tree Marking dengan target pohon tebangan yang telah disahkan, mengacu pada target volume tebangan yang disahkan.

Hasil kajian

dituangkan dalam bentuk Jatah Pohon Tebangan (JPT) per jenis untuk setiap petak / sub petak, dengan ketentuan sebagai berikut : a. Apabila hasil TM lebih sedikit daripada target pohon tebangan untuk per jenis, maka hasil TM dipergunakan sebagai Jatah Pohon Tebangan (JPT). b. Apabila hasil TM lebih banyak daripada target pohon tebangan untuk per jenis, maka target pohon tebangan dipergunakan sebagai Jatah Pohon Tebangan (JPT) 5.6.5

Supervisor Log Control menyiapkan JPT berdasarkan jenis dan jumlah pohon yang boleh ditebang per petak / sub petak kerja untuk menjadi pedoman bagi Supervisor Penebangan, regu tebang serta rombongan sarad dan tarik seling. JPT tersebut harus diletakkan di pondok kerja petak/sub petak yang bersangkutan.

5.6.6

Pengawasan dan pengendalian realisasi penebangan agar tidak melampaui target yang disahkan maka terbagi menjadi 3 tahap, yaitu : TAHAP I 5.6.6.1 Hasil checking/pemeriksaan tebangan harian oleh Supervisor Penebangan berupa jumlah per jenis pohon yang telah ditebang menjadi dasar penentuan bagi Supervisor Log Control, dengan mengacu pada JPT petak/sub petak, menetapkan akumulasi pohon yang telah ditebang dan sisa pohon yang boleh

ditebang

untuk

periode

selanjutnya.

Tahap

ini

merupakan

pengendalian jumlah pohon produksi berdasarkan JPT petak/sub petak. 5.6.6.2 Hasil akumulasi pohon tebangan dan sisa pohon yang boleh ditebang dicantumkan

di

pondok

kerja

sebagai

pedoman

bagi

S upervisor

Penebangan, regu tebang serta rombongan sarad dan tarik seling. TAHAP 2 5.6.6.3 Hasil pengukuran oleh scaler dicatat ke dalam buku ukur, yang memuat nomor petak, nomor batang, jenis, diameter, panjang dan volume.

Setiap

akhir pencatatan dilakukan rekapitulasi jumlah pohon dan volume per jenis untuk setiap petak/sub petak

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 51 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

Revisi : 4

5.6.6.4 Rekapitulasi dari buku ukur diserahkan ke Supervisor Log Control untuk dilakukan penghitungan. Hasil penghitungan berupa

a. akumulasi jumlah pohon dan volume per jenis yang telah diproduksi per petak/sub petak

b. sisa jumlah pohon dan volume per jenis yang boleh ditebang untuk periode selanjutnya untuk setiap petaknya/sub petak. Tahap ini merupakan pengendalian jumlah pohon dan volume produksi per jenis TAHAP 3 5.6.6.5 Berdasarkan data Buku Ukur, petugas pembuat LHP membuat Laporan Hasil Penebangan Kayu Bulat (LHP -KB) berikut rekapitulasinya. 5.6.6.6 Laporan Hasil Penebangan Kayu Bulat (LHP -KB) berikut rekapitulasinya sebelum disahkan oleh Pejabat Pengesah LHP-KB dilakukan pemeriksaan oleh Supervisor Log Control bersama Supervisor PUHH untuk per petak, meliputi :

a. Volume produksi per jenis periode ini. b. Akumulasi produksi per jenis hingga periode ini. c. Sisa target tebangan pada periode ini. d. Rekapitulasi gabungan LHP -KB untuk seluruh petak tebangan Tahap ini merupakan pengendalian akhir pada produksi terhadap target tebangan yang telah disahkan.

5.6.7

Setiap perkembangan pengawasan di masing-masing tahap dilaporkan langsung kepada Manajer Pemanenan.

5.6.8

Setiap perkembangan kegiatan log control didokumentasikan serta didistribusikan kepada Supervisor Penebangan, Supervisor Penatausahaan Hasil Hutan (PUHH).

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 52 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

6.

Revisi : 4

PROSEDUR KERJA

MONITORING OPERASIONAL EKSPLOITASI (MOE)

5.7

TUJUAN Menjamin agar kegiatan eksploitasi terlaksana lebih efektif, relevan serta efisien sesuai dengan rencana kegiatan yang telah ditentukan dan untuk mengetahui dampak-dampak yang tidak diperkirakan sebelumnya guna perbaikan kinerja.

5.8

RUANG LINGKUP Monitoring kegiatan eksploitasi hutan meliputi segala aspek pemanenan adalah pembukaan wilayah hutan, penebangan, penyaradan, tata usaha kayu, dan pengangkutan kayu.

5.9

REFERENSI 5.9.1 Peraturan Dirjen BPK No. P.9/VI/BPHA/2009 Tentang Pedoman Pelaksanaan Sistem Silvikultur Dalam Areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Produksi. 5.9.2 Sistem Manual Rencana Pengelolaan Hutan Produksi Lestari PT Diamond Raya Timber. 5.9.3 SK Direksi PT Diamond Raya Timber No. 451/DRT/PKU-VII/2009 tanggal 01 Juli 2009 tentang Job Description Divisi Pemanenan Hasil Hutan PT Diamond Raya Timber

5.10 DEFINISI Monitoring Operasional Eksploitasi adalah kegiatan pemantauan serta pengawasan setiap aspek pemanenan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.

5.11 PENANGGUNGJAWAB 5.11.1 Supervisor MOE bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan pengawasan dalam kegiatan eksploitasi hutan meliputi pembukaan wilayah hutan, penebangan, angkutan kayu, kebersihan lingkungan pekerja hutan dan keselamatan dan kesehatan kerja dalam lingkup eksploitasi. 5.11.2 Pengawasan formal dilakukan minimal sekali dalam satu minggu. 5.11.3 Supervisor MOE mengkoordinasikan dan mengumpulkan hasil monitoring atau supervisi rutin yang dilakukan oleh supervisor atau mandor kegiatan.

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 53 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

Revisi : 4

5.12 DESKRIPSI KERJA 5.12.1 Temuan dalam monitoring operasional eksploitasi dikelompokkan dalam 3 (tiga) jenis catatan perbaikan, sebagai berikut : 5.12.1.1 Ketidaksesuaian MAYOR adalah apabila hal-hal yang dipersyaratkan dalam SOP atau rencana kegiatan tidak dilaksanakan sepenuhnya atau sebagian tidak terdapat bukti yang memadai tentang pelaksanaanya. 5.12.1.2 Ketidaksesuaian MINOR adalah apabila terjadi penyimpangan kecil terhadap hal-hal yang dipersyaratkan dalam SOP atau rencana kegiatan, namun ada bukti / fakta yang menunjukkan bahwa hal-hal yang dipersyaratkan itu dijalankan. 5.12.1.3 PERLU MENDAPAT PERHATIAN adalah apabila tidak termasuk dalam ketidaksesuaian MAYOR atau MINOR, namun terdapat gejala yang menunjukkan kecenderungan akan terjadi ketidaksesuaian tersebut dan perlu diperbaiki. 5.12.2 Hasil-hasil monitoring dicatat dan diserahkan kepada Manager Pemanenan, disertai saran tindak lanjut. 5.12.2.1 Manajer Pemanenan memberikan instruksi kegiatan atas hasil monitoring untuk

ditindaklanjuti

perbaikannya

oleh

supervisor

kegiatan

dan

selanjutnya progres implementasinya dimonitor oleh Supervisor MOE. 5.12.2.2 Aspek-aspek yang perlu dimonitoring adalah sebagai mana tertera pada poin 5.7 dalam prosedur kerja ini. 5.12.2.3 Setiap akhir bulan, Supervisor MOE membuat rekapitulasi hasil monitoring ditembuskan kepada Direktur Produksi dan SIM.

5.13 PARAMETER MONITORING 5.13.1 Pembukaan Wilayah Hutan

No. 1

Jenis Kegiatan Perencanaan dan persiapan

2

Pembuatan rintis/trase jalan

Indikator-Indikator 1.

Apakah telah disiapkan rencana PWH ?

2.

Apakah perlengkapan kerja telah tersedia ?

1.

Apakah rintisan dibuat dengan jelas ?

2.

Apakah ada tanda-tanda dalam rintisan itu ?

3.

Apakah pembuatan rintis menggunakan sunto ?

4.

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 54 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

No. 3

Jenis Kegiatan Tebang bayang/pembuatan

Indikator-Indikator 1.

Apakah rintisan galangan dibuat dengan jelas?

2.

Apakah bahan jalan mengutamakan kayu nonkomersial yang

galangan.

4

5

Pengadaan jari-jari

Pemasangan Rel

Revisi : 4

diperoleh dari 3 meter kiri kanan rintisan jalan ? 3.

Apakah galangan memenuhi standar ?

4.

Apakah ada catatannya (dokumentasi) ?

1.

Apakah bahan jari-jari terbuat dari kayu keras non komersial ?

2.

Apakah ukuran jari-jari sesuai standar ?

1.

Apakah telah tersedia rel untuk dipasang tepat waktu pengirimannya ?

2.

Apakah pemasangan rel dilaksanakan dengan baik (tidak ada sambungan yang tidak pas ) ?

6

Cari bahan & bongkar

1.

pasang

Apakah bahan galangan, diambil dari jenis kayu keras nonkomersial ?

2.

Apakah ada catatannya (dokumentasi ) ?

3.

Apakah bongkar pasang telah tepat sasaran sesuai dengan kondisi jalan yang diperbaiki ?

7

Pembersihan dan pemeliharaan

8

Pembuatan rambu-

4.

Apakah limbah bekas tebangan dan bekas TPn dimanfaatkan?

1.

Apakah harian jalan ada sesuai ada kebutuhan ?

2.

Apakah ada mandor pengawas secara rutin?

3.

Apakah pembersihan tidak memakai zat kimia ?

1.

Apakah dibuat rambu-rambu jalan sesuai dengan yang

rambu

9

Pembuatan batas petak kerja

dipersyaratkan ? 2.

Apakah masih jelas pal Km/Hm ?

1.

Apakah batas petak kerja dibuat jelas ?

2.

Apakah ada peta pembagian petak kerja ?

3.

Apakah batas areal konservasi dibuat dengan tanda dan rintisan yang jelas ?

10

Bongkar besi rel

SOP Pemanenan Hutan

1.

Apakah jalan rel yang habis operasionalnya segera dibongkar?

2.

Apakah paku rel, ba dikumpulkan ?

- Hal 55 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

No.

Jenis Kegiatan

Revisi : 4

Indikator-Indikator 3.

Apakah perlengkapan kerja selalu tersedia dan digunakan pekerja ?

4.

Apakah ada rel yang tersisa/berceceran saat pembongkaran/pengangkutan ?

5.13.2 Penebangan dan Penyaradan

No. 1

Jenis Kegiatan Perencanaan /

Indikator-indikator 1.

Persiapan

Apakah telah ada daftar pohon ditebang untuk setiap petak tebangan?

2.

Apakah peta pohon telah disiapkan?

3.

Apakah telah ada training untuk regu kerja?

4.

Apakah telah tersedia perlengkapan kerja/personal secara memadai?

2

Pembagian Petak Kerja

5.

Apakah sudah ada peta kerja detail (Skala 1:1.000)?

1.

Apakah pembagian petak kerja sudah ada?

2.

Apakah sudah ada daftar pekerja sesuai petak kerja yang ada?

3.

Apakah sudah dit unjuk mandor yang mengawasi tiap petak kerja?

3

Pembuatan Pondok

1.

Kerja

Apakah pondok kerja yang dibuat sudah sesuai standar yang ada?

2.

Apakah peralatan P3K sudah ada/mencukupi?

3.

Apakah sudah ada tong sampah/dan apakah sudah digunakan sebagai mana mestinya?

4.

Apakah sudah ada tempat penampung air minum/dan apakah sudah digunakan sebagai mana mestinya?

SOP Pemanenan Hutan

5.

Apakah sudah ada MCK dan digunakankah dengan baik?

6.

Apakah ada/sudah digunakankah kelambu?

- Hal 56 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

No. 4

Jenis Kegiatan Pembuatan TPn

Revisi : 4

Indikator-indikator 1.

Apakah posisi/ukuran TPn sudah sesuai dengan standar / rencana?

2.

Apakah bahan galangan TPn terbuat dari kayu non komersial (jika jenis komersial, hanya kayu yang berasal dari pembersihan areal lokasi TPn)?

3.

Apakah sudah ada nomor Sub Petak / Sub Kompartemen

4.

Apakah ada/jelas jarak antar TPn yang tidak dibersih-kan dan apakah ada pohon berdiri diantara jarak TPn tersebut?

5

Penebangan Pohon

1.

Apakah arah rebah dibuat/diperhatikan dalam menebang pohon?

2.

Apakah pohon inti/permudaan komersial lainnya dilindungi/dihindari saat menebang pohon?

3.

Apakah label pohon sudah diperlakukan sebagimana mestinya (dipakukan dalam tunggak dan bontos A)?

4.

Apakah sudah tidak ada pohon tebangan yang rusak (patah, pecah atau kualitas awal jelek)?

5.

Apakah sudah tidak ada penebangan di areal konservasi, dilindungi dan yang dilarang lainnya?

6.

Apakah hanya pohon komersial berdiameter 40 cm ke atas berlabel merah dan yang tidak ada label putih yang ditebang?

7. Apakah ada kayu tumbangan yang jatuhnya ke rel? 6

Penyaradan

1.

Apakah jalan sarad selalu dirintis menuju hanya pada pohon yang berdiameter 40 cm up berlabel merah tanpa label putih?

2.

Apakah pembutan jalan sarad dilakukan sebelum pohon ditebang dan setelah lengkap perintisannya?

3.

Apakah bahan jalan sarad hanya menggunakan jenis pohon non komersial?

4.

Apakah konstruksi (pola) jalan sarad sudah minimal (saling menyambung dengan hanya 1 As dalam 1 TPn?

5.

Apakah semua jalan sarad sesuai dengan rencana?

6.

Apakah semua pohon yang sudah ditebang/dipotong disarad ke TPn (dalam pembersihan petak)?

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 57 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

No.

Jenis Kegiatan

Revisi : 4

Indikator-indikator 7.

Apakah penyarad selalu menggunakan helm dan sepatu kerja saat bekerja?

8.

Apakah sudah semua kayu yang datang/sampai ke TPn sudah bernomor ?

5.13.3 Tata Usaha Kayu

No 1

Jenis Kegiatan Penandaan Kayu di

Indikator-indikator

1.

Hutan

Apakah sebelum menebang, operator chainsaw mengambil dan menyimpan label merah pada batang pohon?

2.

Apakah setelah pohon ditebang, label merah di tempelkan ulang di atas tunggak kayu ?

3.

Apakah pada bontos A tersebut, juga ditempelkan label yang berisi informasi yang sama dalam label ITSP ?

4.

Apakah penyarad (pemetak) sebelum menyarad kayunya (dan setelah batang dipotong), pada bontos B telah dilakukan penulisan / penempelan identitas kayu secara benar dan konsisten?

2

Pengukuran di TPn

1.

Apakah semua kayu di TPn yang baru tiba dari hutan, sudah memiliki identitas dalam bentuk label atau kapur (bukan baru di tulis di TPn)?

2.

Apakah pengukur kayu TPn menggunakan secara tepat nomor kayu yang ada?

3.

Apakah pengukuran dilakukan dan pelabelan kayu secara benar?

4.

Apakah hasil pengukuran dicatat dalam buku ukur, secara benar dan konsisten (nomor, jenis, ukuran) ?

3

Angkutan Kayu

1.

Apakah setiap angkutan loko memiliki Daftar Pengangkutan ?

2.

Apakah semua kayu yang diangkut memiliki label dan nomor?

3.

Apakah fisik kayu dilokomotif sama dengan di dokumen angkutan ?

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 58 / 59 -


No. Dokumen : SOP-2PN-03

No

Jenis Kegiatan

Revisi : 4

Indikator-indikator 4.

Apakah setiap loko mengambil kayu di petak yang telah ditunjuk sebelumnya ?

5.

Apakah kayu di pelabuhan telah habis diangkut seluruhnya dan kayu yang jatuh saat pengangkutan telah diambil.

4

Penomoran di TPK

1.

Apakah petugas ukur kayu di TPK, segera setelah kayu tiba dilakukan pencatatan nomor kayu?

2.

Apakah hal di atas menggunakan data identitas kayu yang sudah ada?

3.

Apakah dilakukan pengecekan silang buku ukur?

4.

Apakah pelabelan nomor urut dalam pengiriman kayu ke pembeli telah dilakukan dengan benar?

SOP Pemanenan Hutan

- Hal 59 / 59 -


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.