Ada banyak persepsi salah terhadap kampung-kampung kota di Jakarta akhir-akhir ini. Persepsi dan pemahaman salah tersebut biasanya jatuh pada kesalahan klasik, yaitu menyamaratakan kampung dengan slums (daerah kumuh). Padahal keduanya adalah hal yang berbeda. Kampung seharusnya dipahami sebagai satuan permukiman dalam kacamata geografis maupun kebudayaan, sementara slums (kekumuhan) seharusnya dipahami sebagai kondisi kumuh. Kumuh seharusnya dipahami sebagai ketiadaan infrastruktur maupun kelangkaan perbaikan berkala bersifat fisik, yang menyebabkan kondisi terbangun dalam kondisi buruk.
Kondisi kumuh itu bisa melanda bentuk-bentuk entitas geografis perkotaan lainnya. Ruko-ruko di daerah Kotatua paska Kerusuhan Mei 1998 menjadi kumuh karena tidak terawat dan runtuh serta menimbulkan rasa tak nyaman.