Menyikapi Kejahatan Sosial Narkoba di Indonesia

Page 1

1

Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan


Diterbitkan Oleh: Sekretariat Jenderal Konferensi Waligereja Indonesia Jl. Cut Meutiah No. 10 Tromol Pos 3044 JAKARTA 10002 Telp. (021) 31936422; Fax. (021) 3918521 email: setjen@kawali.org kwi@kawali.org Website: http://www.mirifica.net http://www.kawali.org

Gambar Cover: Google Desain Cover dan Isi Carel Use Bataona

Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan

2


Daftar Isi DAFTAR ISI ................................................................ 1.

2. 3. 4. 5.

Kejahatan Sosial Narkoba Merupakan Masalah Kita. Sebagai warga Gereja kita tidak semestinya bersikap cuci tangan ....................... Narkoba, Suatu Kisah Nasional ......................... Narkoba Tak terkendali ....................................... Wajarkah “Pecandu” disebut “Korban”? ............ Rehabilitasi: Korban Yang Tersingkir Dikembalikan, Diresosialisasi .............................

3

5

7 12 16 19

KEYAKINAN YANG MENUNJUKKAN ARAH .............

24

6. 7.

Perhatian pada Sesama Manusia ...................... Pedoman ............................................................ a. Rawatlah orang sakit ................................ b. Bicaralah dengan orang di sampingmu .... c. Jagalah kota dan desa kita aman ............ d. Jagalah hidup dan kesehatanmu ..............

24 28 28 29 30 32

ORANG KATOLIK HENDAKNYA BENAR-BENAR MENGUMAT ...............................................................

33

8. 9.

Melawan Kejahatan Sosial dengan Mengandalkan Moral Sosial ............................... Memandang Masalah Narkoba dengan Perspektif ke Depan ...........................................

3

Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan

33 36


10. Moral Sosial Digugah oleh Injil dan Iman ........... 11. Gereja Diperlukan supaya Mengumat ................ 12. Melawan Narkoba: Membangun Kepercayaan dengan Mengulurkan Kepercayaan ....................

42

PROGRAM KERJA .....................................................

46

TEMPAT-TEMPAT REHABILITASI NARKOBA ...........

52

Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan

4

37 40


DARI KEPUTUSASAAN MENUJU PENGHARAPAN Nota Pastoral tentang Narkoba Konferensi Waligereja Indonesia 2014 Dalam Rangka Menyikapi Kejahatan Sosial Narkoba di Indonesia

1. Kejahatan Sosial Narkoba Merupakan Masalah Kita. Sebagai Warga Gereja Kita tidak Semestinya Bersikap Cuci Tangan Pada Hari Studi yang diadakan dalam rangka Sidang Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) tanggal 5 dan 6 November 2013, kami para uskup yang tergabung dalam KWI, berusaha untuk belajar bersama mengenai masalah yang melanda masyarakat Indonesia yaitu NARKOBA. Kami juga berusaha untuk mencari kemungkinankemungkinan keterlibatan Gereja dalam menangani masalah tersebut. Dari pribadi-pribadi dan keluarga-keluarga yang menjadi korban, kami mendengar kisah-kisah yang membuat kami tidak nyaman jika hanya berdiam diri saja. Dari Badan Narkotika Nasional (BNN) kami mendapat banyak informasi yang membuat kami semakin sadar

5

Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan


betapa kompleksnya masalah ini. Kita Umat Katolik diundang untuk ikut aktif dalam usaha pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Kita juga didesak untuk mengusahakan rehabilitasi untuk para korban penyalahgunaan narkoba itu. Kita semua diajak untuk merintis suatu gerakan dalam dan bersama masyarakat Indonesia melawan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba; gerakan yang melawan jaringan peredaran dan penyalahgunaan narkoba, karena jaringan kejahatan tersebut hanya mencari keuntungan dengan cara mencelakakan sesama; gerakan yang meneguhkan komunitas manusiawi antar-kita, gerakan yang terpadu dalam hormat dan penuh kepercayaan satu sama lain. Kita berharap agar usaha umat Katolik untuk melawan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba ini membuka bagi generasi muda Indonesia, suatu jalan ke masa depan yang lebih baik, yaitu jalan yang membuat mereka keluar dari keputusasaan, menuju pengharapan. Semangat utama perlawanan terhadap narkoba kita ungkapkan dengan seruan: “Katakan TIDAK kepada penyalahgunaan narkoba! Bangun komunitas yang sehat dan saling percaya� (Say no to drugs! Build a healthy community and trust!). Nota Pastoral ini dimaksudkan sebagai bahan pembelajaran, diskusi dan refleksi bagi seluruh Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan

6


umat. Di dalamnya disajikan data, analisa, serta refleksi iman. Semoga atas dasar keyakinan iman itu kita semua berani menghadapi kejahatan sosial penyalahgunaan narkoba dan bertindak bijaksana dalam menyikapinya. Semoga dengan demikian kita sung guh dapat mewujudnyatakan tanggungjawab kita terhadap kelangsungan hidup manusia yang bermartabat sebagai citra Allah.

2. Narkoba, Suatu Kisah Nasional “Narkoba� adalah singkatan dari “narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya�. Beribu-ribu tahun yang lalu, para tabib memakai narkotika untuk mengurangi rasa sakit dalam proses pengobatan para penderita. Para rahib di negeri Cina dan para pendeta Indian di pegunungan Amerika memakai tanaman narkotika untuk meningkatkan rasa religius mereka. Dalam pelayanan kesehatan modern, bahan narkoba diproduksi dan dipakai untuk membantu pasien mengurangi rasa sakit dan untuk membantu agar mereka bisa tidur. Narkoba juga dipakai oleh dokter untuk meredakan kegelisahan denyut jantung atau sebaliknya memacu kerja jantung. Dalam bidang kesehatan jiwa, psikiater memakai narkoba untuk terapi bagi gangguan kejiwaan. Segala penggunaan narkoba dalam contoh-contoh

7

Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan


di atas dapat dipertanggungjawabkan secara profesional oleh para dokter dan perawat di dunia medis. Namun selain penggunaan yang profesional dalam proses penyembuhan, bahan narkoba banyak pula disalahgunakan oleh anggota masyarakat yang tidak bertanggung jawab. Penyalahgunaan narkoba berarti menggunakan narkoba dipakai secara gelap tanpa pengawasan medis dan oleh karena itu berdampak mengacaukan kehidupan, merusak kepribadian dan tanggungjawab sosial para pengguna. Dengan kata lain, penyalahgunaan narkoba berarti bahwa penggunaan narkoba tersebut tidak dikendalikan dan diawasi oleh petugas medis; produksi, penanaman dan pengolahannya tanpa izin dari Dinas Kesehatan; peredarannya dilakukan secara gelap, tanpa resep dokter, diedarkan di luar jaringan apotek, dan dipakai di luar pelayanan kesehatan resmi atau disebut peredaran ilegal, suatu peredaran narkoba yang melanggar hukum. Akibatnya, pengguna narkoba ilegal ini mengalami kecanduan yang selain merusak badan dan mentalnya, juga merusak hubungan-hubungan sosialnya di tengah keluarga dan masyarakat. Di seluruh Nusantara, dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote, ada sekitar empat juta orang pencandu narkoba. Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan

8


Mereka hidup di kota-kota besar maupun di desadesa terpencil. Menurut data, paling banyak dari antara mereka hidup di pulau Jawa. Jumlah terbesar tinggal di DKI Jakarta, menyusul di pulau-pulau lain. Selain itu jumlah mereka bertambah terus. Seperempat dari jumlah pencandu adalah para pelajar dan mahasiswa, sedangkan tiga perempatnya adalah pekerja dan aktivitas lainnya. Bahan yang dikonsumsi oleh para pencandu narkoba antara lain ganja yang dihisap asapnya sehingga membuat mereka berhalusinasi. Para pencandu pun memakai shabu atau pil ekstasi yang bersifat stimulansia untuk mengatasi kebosanan dalam hidup sehari-hari. Cara mendapatkan obat-obatan terlarang itu ada pelbagai macam: Mereka sering dengan resep yang dipalsukan memperoleh obat tidur dan obat penawar sakit yang meredakan rasa tertekan. Sementara pencandu dari kalangan kurang mampu secara ekonomi menghisap lem-lem berbagai merek, pencandu dari kelompok yang mampu secara ekonomi menghisap atau menggunakan opium dan heroin yang bersifat depresan, yang sudah berabad-abad diproduksi di Asia Tenggara disebutnya “emas� (Thailand, Myanmar dan Laos) dan “bulan sabit emas� (Pakistan, Iran dan Afganistan). Di Indonesia, semua kegiatan “mengimpor,

9

Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan


mengekspor, memproduksi, menanam, menyimpan, mengedarkan, dan/atau menggunakan narkotika tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama serta bertentangan dengan peraturan perundang-undangan� dikategorikan sebagai tindak pidana narkotika. Kegiatankegiatan tersebut dilarang karena sangat merugikan dan menjadikan narkoba mengancam kehidupan individu manusia, masyarakat, bangsa dan negara, serta ketahanan nasional Indonesia1. Oleh karena itu, dalam rangka melaksanakan tanggungjawab atas kepentingan umum dan kesejahteraan bersama, negara wajib: (1) menata produksi, peredaran serta penggunaan narkotika dalam undang-undang; (2) mewajibkan dan menyediakan rehabilitasi bagi pengguna yang adiktif; (3) menyatakan penyalahgunaan dan peredaraan gelap narkotika sebagai tindakan kriminal dan mengusutnya. “Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

1

Undang-undang Republik Indonesia nomer 35/ tahun 2009 tentang Narkotika, Menimbang: d. Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan

10


Narkotika dibentuk Badan Narkotika Nasional� (pasal 64, no.1), untuk “memberdayakan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika� (pasal 70, e) dan pasal 104-108 tentang peran serta masyarakat. Sementara pasal 111-148 KUHP menetapkan pidana perihal penyalahgunaan narkotika dan peredaran gelap serta tentang pelanggaran terhadap aturan produksi narkoba, dengan mengenakan hukuman berat termasuk hukuman mati. Dalam konteks hidup bersama sebagai masyarakat, “pemakaian narkoba tanpa pengendalian�, dan terutama produksi dan pengedaran gelap narkoba menjadi masalah sosial. Kegiatan memproduksi dan mengedarkan narkoba mengacaukan hidup bersama. Kegiatan-kegiatan tersebut menjadi kasus hukum yang akan diusut oleh yang berwajib. Memakai narkoba juga menjadi problema moral yang sangat serius karena penyalahgunaan narkoba mengancam kehidupan yang bersemangat dan menyebabkan hilangnya rasa dan suasana damai sejahtera. Pembuatan dan pengedaran narkoba secara melanggar hukum menjadi kejahatan sosial karena berakibat mencelakakan hidup manusia.

11

Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan


3. Narkoba tak Terkendali Menurut suatu ikhtisar yang disusun oleh BNN, pada tahun 2011 tergambar jelas bahwa satu dari tujuh belas orang Indonesia yang berumur 10 sampai 59 tahun pernah memakai bahan-bahan yang disebut ‘narkoba’. Satu dari empat puluh lima orang Indonesia masih memakainya dengan jumlah pengguna laki-laki empat kali lebih banyak dibandingkan dengan pengguna perempuan. Namun pada tahun 2014, jumlah perempuan pemakai narkoba amat meningkat. Kebanyakan pemakai berpendidikan lulusan SMU yang berpendidikan lanjut. Dalam satu tahun, mereka mengeluarkan biaya dari beberapa ratus ribu rupiah sampai beberapa ratus juta rupiah untuk membeli narkoba. Uang yang beredar di sekitar masalah narkoba mencapai sekitar 50 triliun, termasuk yang dipakai untuk membeli narkoba dan biaya sosial lainnya. Makin banyak orang muda yang pernah ‘mencoba memakai’ narkoba terutama para pelajar. Namun tidak sedikit pula orang yang sudah memiliki pekerjaan tetap memakai narkoba. Mulamula mereka diajak oleh teman dan sekali-sekali ingin merasakannya. Menjadi suatu hal yang mencelakakan kalau pada akhirnya mereka mencoba-coba terus. Candu maupun ganja, juga Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan

12


shabu dan ekstasi serta LSD (Lisergat Dietilamida – zat yang membuat halusinasi), sangat merusak tubuh manusia. Zat-zat itu mengakibatkan per ubahan pada otak dan jaringan syaraf sedemikian r upa sehing ga orang semakin memusatkan perhatian pada dirinya sendiri. Orang yang mengkonsumsi zat-zat narkoba akan merasakan dalam sekujur badannya suatu pengalaman bagaikan dikejar kebutuhan untuk mendapatkan tambahan ganja atau shabu. Orang yang memakai narkoba akan menjadi ketagihan dan merasa ‘membutuhkan stimulasi’ atau membutuhkan rangsangan, yang mengakibatkan ia merasa harus memakai narkoba secara teratur. Narkoba dapat menghasut atau melanda pada semua profesi, semua tingkat ekonomi, suku, agama dan status sosial termasuk para pegawai negeri dan swasta, para pedagang, wiraswasta, dan mahasiswa. Kebanyakan yang menelan pil-pil ekstasi dan mengisap daun ganja beralasan karena mengharapkan sekedar ‘stamina’, kekuatan. Mereka rata-rata berumur 20-30 tahun, suatu masa di mana manusia sedang membangun hidupnya. Sedangkan jumlah pencandu narkoba suntik berkurang, terutama karena pasokan heroin berkurang dan karena orang makin sadar akan resiko suntikan yaitu infeksi akibat alat suntik tidak bersih dan mati karena suntikan overdosis.

13

Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan


Kebanyakan pecandu suntik berumur di atas 30 tahun. Mereka bukan pemakai baru. Oleh karena itu, kebanyakan mereka ingin mengobati ketagihan mereka. Menurut survei yang dilakukan oleh BNN pada tahun 2011, harga satu gram shabu ialah satu juta dua ratus ribu rupiah. Oleh pengedar gelap, satu gram shabu itu dipecah menjadi 18-22 paket hemat yang dijual kepada para pelajar dan buruh dengan harga seratus ribu rupiah per paket2. Diperkirakan pada tahun 2011, para pencandu di Indonesia mengeluarkan sebanyak 17,5 triliun rupiah untuk membeli narkoba saja. Uang sejumlah 11 triliun rupiah lagi dikeluarkan oleh mereka yang mendapat urusan dengan aparat penegak hukum3. Dari Sumatera Utara lewat Kalimantan Timur sampai Nusa Tenggara dan Papua, dengan pola berjenjang, negara kita dilingkupi oleh jaringan para pengedar narkoba. Peredaran dilakukan sampai desa dan kampung terpencil. Bagaikan jaring yang luas, mereka bergerak melalui semua sarana transportasi dan semua perbatasan baik melalui darat, laut maupun udara, seperti Atambua di NTT, Arso di Jayapura, Entikong di Kalbar,

2 3

Hasil 2011, 62 Hasil 2011, 53 Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan

14


Nunukan dan Tarakan di Kaltim, Pulau Miangas di Sulawesi, Pulau Rupat di Sumatera, dll. Sedangkan heroin dan ekstasi mengalir dari Bolivia, Australia, China, Iran, Malaysia, India, Nigeria, Thailand, Hongkong, dll. Ganja yang ditanam di Indonesia masih berhasil dideteksi dan disita oleh yang berwajib, namun heroin dan kokain, shabu dan ekstasi beredar dan dijual secara tak terkendali. Meskipun pemberantasan yang dilakukan oleh aparat Indonesia sudah sedemikian masif, namun peredaran narkotika masih sulit dikendalikan mengingat hanya sisi suply (pasokan) yang menjadi perhatian utama sedangkan para pemakai atau korban belum secara maksimal dikelola atau direhabilitasi. Berkat alat komunikasi sosial modern, uang dan narkoba tidak lagi berpindah dengan cara dari tangan ke tangan. Shabu dapat ditemukan entah di mana setelah dibayar melalui mesin ATM atau transfer melalui internet. Para pengedar bekerja seperti halnya tukang kredit di pasar. Mereka menyediakan barangnya dengan harga murah kepada kaum pemula. Satu kali memakai, cukuplah membuat kecanduan. Setelah si pemakai pemula merasa ketagihan, maka mereka akan menaikkan harga barangnya dan para pelanggan itu akan membayarnya dengan harga yang makin mahal.

15

Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan


Survei pada tahun 2011 menyebutkan bahwa 5 % sampai sebanyak-banyaknya 60 % dari kasus peredaran gelap dalam satu wilayah dapat diungkap dan diadukan. 4 Selebihnya tidak terungkap. Dapatkah produksi dan peredaran gelap narkoba ini dicegah? Dapatkah pemakaian yang tak terkontrol oleh petugas medis yang bertanggungjawab dikurangi? Di belakang angka-angka statistik, tersembunyi banyak sekali riwayat orang-orang yang terjerat narkoba. Mereka ialah saudarasaudari kita yang tetap ada bersama kita saat ini dan tidak jauh dari kita.

4. Wajarkah “Pecandu� disebut “Korban�? Memang – seorang pencandu adalah korban. Ia menjadi korban dari bandar dan pengedar serta sikap coba-coba yang ceroboh. Dengan seringkali mereka mencoba narkoba karena pelbagai alasan: tertekan oleh masalah keluarga; dikejar oleh tekanan pekerjaan yang tidak selesai; dihantui oleh tekanan tugas yang tidak ia kuasai atau oleh berbagai alasan lainnya, ia mencari penyelesaian dengan memakai narkoba. Sebenarnya, dengan

4

Hasil 2011, 54 Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan

16


melarikan diri dari masalahnya sendiri, orang tersebut malahan masuk ke dalam perangkap yang lebih berbahaya yang disebut kecanduan narkoba. Pada perangkap kecanduan itu ia tidak mampu menemukan jalan keluar kalau tidak dibantu oleh orang lain. Mengapa? Karena ia terkurung sempurna dalam masalahnya sendiri, dan dalam perangkap kecanduan itu, hanya satu saja yang diinginkan yaitu mendapatkan tambahan narkoba. Pemakaian narkoba membuat tubuh dan watak pencandu mengalami perubahan menjadi makin buruk. Entah karena depresi, entah karena terlalu sensitif, entah karena pemikirannya melayang-layang, orang tidak mampu lagi mengurus hidupnya sehari-hari baik di tempat kerja, dalam keluarga, maupun dalam masyarakat pada umumnya. Pelajar yang kecanduan akan makin jarang masuk sekolah dan akhirnya meninggalkan sekolah. Karyawan yang kecanduan lambat atau cepat akan mangkir dari pekerjaan, lekas kehilangan pekerjaan, sukar mendapatkan pekerjaan lagi dan lebih berbahaya lagi karena akan dapat menimbulkan perilaku korupsi untuk memenuhi kebutuhan akan narkoba. Banyak orang lari kepada narkoba untuk mencari kebebasan tetapi sebenarnya yang didapat bukan kebebasan itu sendiri, melainkan ketergantungan, keterikatan, dan kehancuran.

17

Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan


Penyalahgunaan narkoba mengakibatkan meningkatnya takaran kebutuhan narkotika. Untuk mendapatkan takaran yang meningkat itu, pencandu membeli narkoba semakin banyak dan akhirnya terjerat dalam jaringan para pengedar. Pencandu pasti menghabiskan tabungannya dan kemudian dapat melakukan tindakan kriminal lain atau melanggar hukum seperti mencuri dan menjual barang-barang berharga kepunyaan keluarga, dan apa saja yang dapat ia bawa dari tempat kerjanya untuk membeli narkoba. Hidup pencandu terancam bahaya maut dan membahayakan sesama karena ia pun menjadi umpan bagi calon pemakai lainnya. Tanpa perlindungan dan bimbingan orang lain, ia tidak mampu membebaskan diri dari perangkapnya. Ia harus ditolong. Namun, pada umumnya pemakai narkoba atau pencandu berusaha sedemikian rupa dengan lihai, agar tidak diketahui bahwa ia memakai narkoba. Agar orangtua atau isteri atau suami tidak tahu, pemakai bersembunyi dan berbohong, mengasingkan diri dan menipu, sampai rusaklah jalinan kekerabatan yang paling dekat. Seringkali ia memakai alasan-alasan yang baik dan suci untuk mendapatkan uang demi narkoba. Keluarga tidak lagi memahami yang terjadi dengan anak, kakak atau adik; tabungan keluarga dan barang-barang Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan

18


rumah habis dicuri untuk membeli narkoba. Suami dan isteri yang memakai narkoba saling menghindar; sedangkan seorang anak yang kecanduan berani mengancam orang tuanya. Karena mengkonsumsi narkoba, ketakutan melanda seluruh warga rumah tangga, jangan sampai nanti ketahuan tetangga atau bahkan mendapat urusan dengan aparat penegak hukum. Menjadi musibah bagi keluarga, kalau anak atau bapak keluarga tertangkap polisi. Keluarga dengan kasus narkoba tidak lagi berani hadir dalam pergaulan sosial, tidak lagi aktif di RT/RW, kampung atau lingkungan Gereja. Memakai narkoba menjadi perkara tabu dalam lingkungan kita; dan mereka yang kena, lengkap dengan seluruh keluarganya menjadi korban yang dikucilkan. Sekali dicap dengan stigma narkoba, mereka tidak jarang dikeluarkan dari sekolah atau disisihkan dari tempat kerja sehingga seluruh keluarga ditawan dalam isolasi sosial. Jika kondisi masyarakat tetap demikian, mustahillah mereka dapat membebaskan diri kembali dari perangkap narkoba.

5. Rehabilitasi: Korban yang Tersingkir Dikembalikan, Diresosialisasi Diperkirakan ada tujuh ratus ribu pemakai

19

Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan


teratur narkoba yang membutuhkan bantuan sesamanya agar menemukan jalan pulang kembali sebagai anggota masyarakat yang mandiri dan bertanggungjawab. Orang yang memakai narkoba pertama-tama membutuhkan perawatan medik untuk menyembuhkan infeksi dan agar sedapat mungkin fungsi otak dan syarafnya dipulihkan. Untuk itu dibutuhkan pendamping medik agar tatanan syaraf dan peredaran darah dalam tubuh yang ketagihan tidak rusak bila pemakaian narkoba dihentikan. Lebih lagi, orang yang terlanjur menjadi pencandu dan korban dalam kurungannya sendiri, membutuhkan pendamping dengan empati manusiawi dan pemahaman psikologis. Mereka memerlukan lingkungan yang bersikap melindungi dari godaan dan cemooh. Hanya dengan cara itu, orang dapat menemukan kembali tekad untuk hidup dan berani mengambil langkah agar terbebas dari kecanduan narkoba. Selanjutnya dibutuhkan pembinaan dan pendampingan yang rutin agar keluarga dan lingkungan sosial menghapus stigma dari mantan pencandu, serta melibatkannya kembali dalam kebersamaan. Jika anak, ayah atau ibu sudah dapat dipulihkan dari akibat buruk narkoba, maka seluruh keluarga itu harus dibantu sedemikian rupa agar bangkit, karena acap kali, mereka harus mulai lagi dari titik nol, dalam kemiskinan finansial dan tanpa peluang. Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan

20


Pendampingan spiritual juga sangat diperlukan agar si korban lebih mencintai dirinya dan masa depannya serta supaya dengan bantuan Allah, mereka bisa bangkit dan melepaskan diri dari narkoba. Ada jaringan Puskesmas dan Rumah Sakit di seluruh Indonesia yang rela membantu niat kita untuk mengentaskan para korban, namun mereka pun memiliki keterbatasan dalam menangani kasus kecanduan narkoba ini. Terdapat pula pos wajib lapor dan biro konsultasi di tiap daerah. Di situ, pemakai atau keluarganya dapat memperoleh sahabat yang mau mendengarkan curahan hati. Di pos wajib lapor serta biro konsultasi bisa diperoleh petunjuk untuk melangkah lebih lanjut. Di Indonesia, BNN membawahi 100 pusat rehabilitasi publik milik pemerintah, dengan daya tampung 2.150 orang. Ada pula 150 buah rumah rehabilitasi yang dikelola swasta, pesantren Islam dan asrama Kristiani, yang dapat menampung 4.000 orang. Sejauh kami tahu, sampai saat ini baru delapan buah tempat rehabilitasi yang dikelola dan diasuh oleh lembaga Gereja Katolik. Apa yang dilakukan di tempat rehabilitasi pencandu narkoba? Dalam waktu enam bulan sampai satu tahun, para pemakai dibersihkan dari keracunan zat-zat narkoba dan dibiasakan kembali pada suatu hidup yang teratur. Kepada mereka

21

Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan


diberikan latihan untuk hidup bersama dengan orang-orang yang senasib. Stamina fisik untuk hidup mandiri dibangkitkan kembali. Mental mereka dikuatkan agar berani bertekad menghadapi masa depan. Mereka yang telah siap diantar kembali pada lingkungan sosial mereka masing-masing untuk peningkatan hubungan sosial, komunikasi sosial, ketrampilan, dll. Semuanya itu tak dapat tidak merupakan suatu proses yang tidak murah, melebihi jangkauan orang kebanyakan namun harus menjadi perhatian kita. Pada masa kini juga ada usaha untuk mendidik para ‘konselor adiksi’. Mereka yang lulus dari kursus ini berhak memegang sertifikat resmi sebagai konselor bagi saudara-saudari kita yang kecanduan. Para konselor ini bekerja di tempat-tempat rehabilitasi, namun terutama diharapkan menjadi penghubung komunikasi. Tidak sedikit orang yang telah sembuh, kini menjadi konselor, trainer, pendamping dan teman bagi mereka yang masih menjadi korban. Partisipasi kita semua sangat penting bagi penyembuhan korban. Salah satu kisah nyata layak diceritakan di sini. Seorang Ibu yang berbagi pengalaman menyatakan bagaimana ia keliling kampung mencari anaknya jika pukul sebelas malam belum sampai di rumah. Anaknya, seorang murid SMP, telah masuk perangkap narkoba. Ibu ini dan seluruh keluarganya ikut menjadi korban. Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan

22


Ketika para tetangga yang ronda malam mengetahui bahwa Ibu ini tengah malam masih di jalan kampung, mereka pun ikut mencari anak yang hilang itu. Ibu itu bukan satu-satunya orangtua yang mendapat dukungan para tetangga di lingkungannya. Banyak contoh lain yang menyatakan bahwa dalam masyarakat Indonesia ‘masalah sosial’ narkoba telah menjadi ‘keprihatinan sosial’ dan perhatian bersama masyarakat, termasuk di tempat kita saat ini.

23

Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan


KEYAKINAN YANG MENUNJUKKAN ARAH

6. Perhatian pada Sesama Manusia Seharusnyalah kita ingat bahwa orang yang kecanduan narkoba ialah sesama manusia bagi kita. Hati kita semestinya tergerak melihat penderitaan mereka, dan melakukan sesuatu agar mereka dapat kembali mandiri, merdeka dari narkoba dan kembali mampu memikul tanggungjawab dalam kebersamaan. Pantaslah kita mengingat hal ini: jangan sampai kebersamaan kita dirusak oleh perangkap narkoba yang menjerat salah satu dari kita. Manusialah yang membutuhkan perhatian, bukan narkobanya. Tidaklah cukup, bahwa sayurmayur dinyatakan halal dan minuman keras kita haramkan, tetapi penggunaan barang-barang itu juga harus diperhatikan, sebab tangan kita-lah yang memakai barang untuk memelihara atau merusak dan bahwa hati kita-lah yang mendorong kita mengemudikan atau membiarkan hasrat-hasrat kita yang rakus. Kebijaksanaan dari tradisi kebudayaan di Indonesia telah mencela ‘mabuk’ dan ‘madat’, karena tindakan-tindakan itu membuat orang serakah dan tamak serta akan mencederai kebersamaan kita. Sementara itu dalam tradisi Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan

24


moral Kristiani kerakusan dan kecanduan termasuk dosa pokok. Pusat perhatian kita ialah manusianya, bukan narkobanya. Jangan sampai makanan yang kita konsumsi merusak tubuh dan hidup kita; jangan sampai minuman yang kita nikmati merusak kemampuan kita untuk bertanggungjawab. Nasihat moral menyatakan “Peliharalah hidup yang rapuh yang ada dalam tanganmu – janganlah kamu memusnahkannya!”. 

5

Katekismus Gereja Katolik5 menyatakan: “Kehidupan dan kesehatan merupakan karunia berharga, yang dipercayakan Allah kepada kita. Kita harus memeliharanya dan merawatnya dengan cara yang bijaksana dan bersama itu juga memperhatikan kebutuhan orang lain dan kesejahteraan umum.” Tubuh dan budi, hati dan jiwa, nafas dan gerak – semuanya itu adalah pemberian Tuhan untuk hidup kita. Kita hidup mandiri namun dalam kurun waktu yang dikaruniakan kepada kita yaitu sejak kita dilahirkan dalam keluarga kita sampai saat menghembuskan nafas yang terakhir. Begitulah kita dapat tumbuh menjadi manusia mandiri. Kita sendiri mengem-

Katekismus Gereja Katolik 2288

25

Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan


bangkan dan membina hidup kita sebagai orang yang unik yang tidak ada duanya. Namun, kemandirian kita ada dalam kebersamaan yang menunjang dan menanggung kita. Karena itu, tak dapat tidak kita menghidupi karunia kemandirian dan kebersamaan itu. Oleh karenanya, alangkah indahnya jika dengan bersemangat dan terbuka kita mengulurkan tangan kepada sesama dalam karunia kehidupan ini. Jadilah pembela kehidupan – sebab hidup adalah karunia. ď Ž

Orang menjadi beriman karena tahu diri bahwa dirinya merupakan citra Allah, yang dipanggil dan diharapkan menjadi rekan dan agen milik Sang Pencipta dalam dunia. Karunia hidup dan kesehatan menjadi tanggungjawab dan panggilan kita. Sebagaimana Sang Pemberi Kehidupan menghendaki kita menjadi sahabat-Nya, maka kita diandalkan menjadi rekan usaha dan sahabat hidup bagi sesama. Hidup berarti dipanggil. Oleh karena itu, kita tidak hanya merawat sosok tubuh kita masing-masing. Pang gilan dan tugas memelihara hidup berarti bahwa masingmasing dari kita ikut memprihatinkan dan ikut memperhatikan bahwa dalam lingkungan kita ini, hidup harus berlangsung dan diteruskan Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan

26


secara manusiawi. Jadilah pembela kehidupan – sebab hidup adalah panggilan. ď Ž

Orang kristiani beriman akan Allah yang membangkitkan Dia Yang Tersalib. Allah tidak membiarkan Anak-Nya melihat kebinasaan (bdk. Kis 13,35), dan kini Allah melibatkan orang-orang-Nya yang beriman, untuk sekarang ini juga peduli pada sesama yang menanggung salib kehidupan mereka. Hidup adalah rahmat, yakni hidup kebangkitan yang oleh Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus mau ditanamkan dalam lingkungan kita. Rahmat Paskah itu dianugerahkan bukan saja supaya kita memelihara rahmat dalam hati kita. Rahmat menjadi hidup kalau hidup ini menular dalam suatu budaya kehidupan. Jadilah pembela kehidupan – sebab hidup adalah rahmat.

ď Ž

Dengan higiene, gaya hidup sehat, kita memelihara tubuh kita dan mencegah penyakit menular ke dalam rumah kita. Dengan ugahari (tahu batas), kita mencegah minuman keras merusak organ dalam badan kita. Dengan disiplin kita menjamin, bahwa otak tidak diganggu oleh candu. Rukun tetang ga

27

Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan


membutuhkan tangan kita ikut menyapu halaman. PKK mengandalkan Anda sekalian para ibu agar diajak bergabung. Karang Taruna menantikan anak kita agar ikut berperan di dalamnya. Tidak mungkin tetangga kita dan kita sendiri hidup aman, kalau kita tidak cermat dan peka pada tetangga sendiri. Mana mungkin lingkungan hidup di kampung kita menjadi bersih, kalau bau sampah membubung dari halaman kita sendiri. Hanya dalam perikemanusiaan, bersama orang lain, hidup kita sungguh menjadi hidup, dan oleh sebab itu: Jadilah pembela kehidupan sebab hidup membutuhkan solidaritas.

7.

Pedoman

Perhatian kita kepada sesama khususnya sesama yang menderita kita lakukan dari hati ke hati. Perhatian kita dimaksudkan agar kita membangun lingkungan yang berbudaya perikemanusiaan. Pedoman moral di bawah ini wajib kita perhatikan sebagai prinsip untuk melandasi gerakan kita melawan penyalahgunaan narkoba. a. Rawatlah orang sakit. Dalam hidup bersama, kita sudah banyak Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan

28


berbuat untuk menolong sesama kita yang sakit dan menderita: Kalau orang menderita radang tenggorokan kita membantu mengobatinya supaya ia dapat bicara kembali. Kalau seorang ibu menderita radang usus buntu, maka diusahakan pembedahan yang menyembuhkan, supaya anakanak tidak kehilangan ibu mereka. Kalau demam berdarah mewabah, maka lingkungan dibersihkan agar penduduk tetap sehat sehingga para buruh bisa masuk pabrik serta murid-murid tetap sehat dan masuk sekolah. Begitu pula halnya dengan para pencandu. Mereka adalah orang sakit yang butuh kita rawat agar pulih dan bisa kembali berperan dalam kehidupan bersama. Memang, ia sakit karena ceroboh sendiri – namun ia sungguh-sungguh sakit dan (pada umumnya) tidak dapat menolong dirinya sendiri. Hanya kalau dibantu dalam rehabilitasi, orang itu dapat kembali menangani hidup dan tugasnya. Seharusnyalah kita tidak mendiamkan masalah narkoba sama seperti kita tidak dapat mendiamkan masalah demam berdarah dan penyakit lain dalam lingkungan kita. b. Bicaralah dengan orang di sampingmu. Lahirnya anak cacat bukan lagi bahan omongan antar tetangga. Kini orang telah belajar saling membantu supaya orang cacat pun dapat ikut serta dalam hidup bersama. Begitu pula

29

Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan


narkoba bukan lagi perkara tabu yang membuat orang malu melainkan sudah menjadi perkara yang berdampak pada kepentingan bersama. Karena itu, berbicaralah dalam keluarga, dan tegurlah anggota keluarga yang mencari narkoba. Bicaralah dan tetap peliharalah bersama jika anak mengkonsumsi narkoba karena bujukan teman. Teman atau tetangga yang kena masalah narkoba membutuhkan perlindungan dari para tetangga selingkungan. Penderita atau pasien narkoba mana pun wajib ditolong pertama-tama dengan konsultasi. Kalau semua hanya bisik-bisik, maka perlu satu orang yang berani angkat bicara! Syukur jika di dekat korban ada pos penasehat dan pendamping yang dapat membantu menunjukkan jalan keluar dari jerat kecanduan. Jangan sampai di antara kita ada yang tidak ikut bicara! Jangan sampai ada orang kecanduan yang didiamkan tanpa pertolongan. c. Jagalah agar kota dan desa kita aman. Supaya hidup bersama sejahtera, maka tak pernah boleh orang memanfaatkan orang lain untuk mencari keuntungan sendiri. Supaya pribadi manusia terlindungi dan warga masyarakat tetap mandiri dan bertanggungjawab dalam kebersamaan, aturan hukum wajib ditegakkan. Hendaklah dicegah dan dipidana orang yang menipu dan menjerat orang lain dengan hutang Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan

30


berbunga berlipat. Dihukumlah orang yang memerkosa orang lain. Hak untuk bicara bebas wajib dibarengi larangan untuk memfitnah. Sama dengan itu semua, orang yang secara gelap mengedarkan narkoba, wajib kita laporkan. Semoga aparat penegak hukum memperlakukan orang itu secara manusiawi dan adil. Semoga kita berani melindungi masyarakat kita dari jaringan penjahat dan mafia narkoba. Penyalahgunaan narkoba menuntut kita agar melibatkan segala kemampuan yang ada pada kita membantu mengatasai masalah narkoba ini agar korban bisa kembali mengurus hidupnya dan kembali berperan dalam kebersamaan. Pengedaran gelap narkoba di luar pengetahuan dan pengawasan melanggar kepentingan bersama. Pertanyaan moral bagi kita ialah: bagaimana masing-masing warga ikut membangun kepentingan bersama dan memelihara kebersamaan dalam negara hukum ini? Kita setuju dengan usulan BNN yang mengajukan jalan keluar dari jerat narkoba yaitu rehabilitasi. Menyembuhkan para pecandu di negara kita, yang saat tulisan ini dibuat berjumlah sekitar empat juta orang, akan membuat mereka mampu kembali mengurus hidup mereka sendiri. Jika mereka sembuh dan mandiri, maka para pengedar pun akan menghilang karena kehilangan pelanggan.

31

Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan


Semua orang diharapkan ikut bekerjasama dalam proses rehabilitasi ini. Umat Katolik dan lembaga-lembaga Gereja Katolik diharapkan sumbangan nyatanya yaitu mengusahakan tempat dan proses rehabilitasi bagi para korban narkoba. d. Jagalah hidup dan kesehatanmu. Setiap makluk hidup - entah tumbuhtumbuhan, hewan maupun manusia – selalu berusaha untuk menjaga hidupnya sendiri. Itulah hukum kodrat makluk hidup. Dengan pelbagai cara, binatang yang sakit akan berusaha untuk menyembuhkan penyakitnya. Sejak jaman purbakala, manusia yang sakit juga berusaha untuk menyembuhkan penyakitnya. Umat beriman juga percaya bahwa hidupnya adalah anugerah Allah yang diminta untuk dipelihara dan dikembangkan dan bukannya dirusak. Penyalahgunaan narkoba merupakan sikap tidak bertanggungjawab akan hidup. Hidup yang seharusnya dipelihara dan dikembangkan, justru dirusak secara tak bertanggungjawab. Hal ini jelas bertentangan dengan hukum kodrat dan moral Kristiani. Oleh karena itu, kita harus tegas terhadap penyalahgunaan narkoba.

Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan

32


ORANG KATOLIK HENDAKNYA BENAR-BENAR MENGUMAT

8. Melawan Kejahatan Sosial dengan Mengandalkan Moral Sosial Jika kesejahteraan anggota masyarakat dirongrong demi kepentingan segelintir orang, maka terjadilah kejahatan sosial. Merupakan kejahatan sosial pula jika hidup dan kesehatan para warga diancam. Jelas-jelas merupakan kejahatan sosial jika demi sekedar rasa nikmat, orang tega merusak hidup dan usahanya sendiri sambil mengacau hidup serta usaha orang lain. Adalah merupakan kejahatan sosial, jika orang dengan sengaja mengejar keuntungan pribadi dengan melawan kepentingan bersama. Walaupun kejahatan sosial narkoba mencengkeram di mana-mana, namun naluri sosial kita sebagai manusia, mendorong kita untuk tidak membiarkan sesama dalam kawanan kita dilumpuhkan. Naluri sosial kita ini wajar. Kawanan gajah pun melindungi dan membantu teman sesama anggota kawanan yang terluka. Daya terbesar yang kita miliki ialah naluri untuk memelihara keturunan. Naluri ini merupakan daya dorong yang besar untuk memelihara dan mengasuh anak-anak dalam keluarga. Lebih-lebih

33

Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan


dalam lingkungan budaya Nusantara, naluri ini begitu kuat dan menjadi tradisi biologis yang mendorong orang untuk melindungi generasi muda terhadap segala sesuatu yang membahayakan hidup mereka dan terhadap setiap ancaman bagi kelangsungan hidup. Karena kita makhluk sadar moral dan tahu harga diri, kita tidak sampai hati membiarkan diri atau pribadi lain dipakai untuk tujuan yang merusak martabat kita. Dalam hari studi mengenai narkoba tersebut, para peserta tersentuh oleh kesaksian orangtua yang memperjuangkan hidup anak mereka yang terkena narkoba. Kami amat menghargai kesetiaan isteri dan suami yang bertahan, berjuang untuk tetap setia membela kehidupan anaknya. Kami kagum pada tekad kreatif para pendidik, agar orang muda binaan mereka tidak sampai ditipu oleh janji murahan pengedar narkoba. Kita mendorong para pendidik dan pendamping orang muda agar bersemangat membina orang muda supaya mampu mandiri menjadi penerus generasi kita dengan lebih baik. Kami memperoleh pencerahan dan kecerahan budi dari pemaparan BNN yang bukan saja mau menangkap dan menghukum para pelanggar melainkan juga memikirkan dan mengusahakan bagaimana para korban narkoba itu dapat direhabilitasi dan diberdayakan kembali Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan

34


sebagai sesama warga masyarakat kita sendiri. Pantaslah orang mengecam produksi, pengedaran, penyalahgunaan narkoba sebagai kejahatan sosial yang harus diberantas. Namun dalam masyarakat kita, tetap hiduplah suatu ikatan sosial yang kuat yang pantas kita libatkan untuk membangun kebersamaan dalam melawan produksi, pengedaran, penyalahgunaan narkoba itu. Dalam keluargakeluarga kita masih dan tetap terdapat semangat hidup dan daya juang yang mendahului segala nasehat moral. Kita pantas bergembira bahwa secara umum masyarakat kita selalu bersyukur jika melihat generasi baru lahir dan bertumbuh. Naluri masyarakat kita ialah mengasihi generasi penerus dan tak kenal lelah membinanya. Pun pula dalam masyarakat kita telah terbangun suatu budaya moral dan orang bergairah merayakan kehidupan, gairah asli yang bukan hidup karena mendapat uang atau perkara duniawi, melainkan gairah yang membentuk gaya hidup mengasihi kehidupan. Ada gairah untuk melawan praktek a-moral dan tetap ada gairah untuk memelihara hidup; gairah masyarakat tetap ada untuk memelihara kehidupan yang ternyata ada dalam tangan tanggungjawab kita; gairah untuk mengembangkan kehidupan dan menjaganya agar tidak rusak karena kita sendiri salah langkah. Usahausaha kongkrit yang lahir dari moral bersama untuk

35

Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan


melawan narkoba ini, seperti halnya usaha moral mana pun untuk melawan kejahatan lainnya, sebenarnya merupakan perwujudan gairah cinta akan kehidupan yang sudah lama membara di tengah hati sanubari masyarakat kita.

9. Memandang Masalah Narkoba dengan Perspektif ke Depan Kita mengakui keprihatinan sosial ini dan berusaha agar narkoba tidak diproduksi dan tidak diedarkan secara tidak bertanggungjawab dan supaya tidak terjadi penyalahgunaan narkoba. Semangat sosial yang sama mendorong kita melibatkan semua warga pada kepentingan bersama dan berusaha melindungi kawan yang dilumpuhkan oleh narkoba. Kita pun memiliki tanggungjawab moral yaitu mendukung gairah hidup bersama agar tetangga yang terkena narkoba tidak disingkirkan tetapi tetap dapat menggumuli perjuangan menuju cita-citanya. Istilah “masalah sosial� dan sebutan “kejahatan� hendaknya kita ucapkan dengan kepala tengadah memandang ke masa depan. Dikatakan di mana-mana bahwa penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika mengakibatkan penderitaan besar. Namun dalam keyakinan kita, orang yang terperangkap dalam penderitaan narkoba tersebut selalu dapat ditolong. Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan

36


Perilaku yang menyebabkan penderitaan itu sangat bisa diperbaiki. Karena yakin akan kekuatan hidup, kita mencari jalan untuk mengurangi penderitaan. Karena yakin akan masing-masing orang, kita tidak rela seorang pun dikesampingkan dan diperlakukan bagai sampah masyarakat. Karena menatap ke masa depan, bagi setiap orang kita usahakan agar ia mampu mengurus hidupnya. Karena yakin akan hidup, orang yang melakukan kesalahan apa pun patut diberi ruang baru dan kesempatan untuk melangkah lagi. Dari keyakinan dasar yang penuh harapan seperti itu, kita tegas menentukan langkah untuk menangani masalah narkoba: Kejahatan sosial narkoba kita hadapi dengan daya moral sosial kita. Rehabilitasi para korban merupakan cara membuka jalan harapan ke masa depan.

10. Moral Sosial Digugah oleh Injil dan Iman Warta Injil selalu baru sewaktu kita mendengarkannya. Warta Injil selalu baru karena meng gugah para pengikut Kristus untuk menghidupkan rasa tanggungjawab mereka di tengah dunia. Kerajaan Allah tidak jauh dan Allah mengetuk pintu hati kita. “Berbaliklah dan percaya pada kabar gembira!� Kalau kabar gembira sudah

37

Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan


sampai pada hati kita, kita tidak punya alasan lagi untuk terus mengeluh mengenai kejahatan narkoba. Marilah kita balikkan arah dan kita tatap masa depan. Memang narkoba mengakibatkan banyak penderitaan, tetapi bisa ditolong. Kapan kita akan mulai?  Dengan iman, kita mau berkiblat pada Allah Sang Pemilik kehidupan. Dalam iman, kita menanggapi kehendak Allah supaya terjadi sesuatu yang baru. Apa lagi yang dikehendaki Allah selain supaya kehidupan-Nya menular dan menyebar? Biarlah kemuliaan Tuhan tetap untuk selama-lamanya, biarlah Tuhan bersukacita karena perbuatan-perbuatan-Nya! (Mzm 104,31).  Dengan iman, kita dapat menyambungkan diri pada awal baru yang dibuat oleh Allah yang Hidup, waktu Anak Allah, yakni Yesus dari Nasaret, hadir di tengah kita. “Semua orang memuji Dia” (Luk 4,15). Kata mereka, “bukankah Ia ini anak tukang kayu? bukankah ibu-Nya bernama Maria dan saudara-saudaraNya Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas? dan bukankah saudara-saudara-Nya perempuan semuanya ada bersama kita?” (Mat 13, 55-56). Ya, memang Allah-Beserta-Kita itu telah menjadi saudara dalam persaudaraan antarkita! Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan

38


Dengan iman, kita dapat menekuni perhatian Yesus untuk anak-anak dan semua orang lain yang disingkirkan (bdk. Mat 19,14). Dengan beriman, kita mampu meneruskan tekad-Nya: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Jadi pergilah dan pelajarilah arti firman ini: Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan” (Mat 9, 1213; 12,7) Hanya jika orang asing ditampung, orang sakit dirawat, orang dalam tahanan dikunjungi, maka Allah beserta kita, dan dalam kebersamaan dengan Allah itu semua orang dapat diikutsertakan dalam kehidupan-Nya.  Dengan iman, kita menyambut perutusan Kristus yang bersabda, “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yoh 10,10). Semboyan orang beriman kepada Allah yang Hidup ialah “Jadilah pembela kehidupan”.  Dengan iman, kita mewujudkan kesejahteraan bersama. Kita ingin mewujudkan iman kita dalam perhatian kepada sesama. Memperhatikan dan menolong sesama adalah perwujudan iman kita, “aku akan menujukkan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku” (Yak 2:18). Untuk membela kehidupan itu – apakah Allah memerlukan Gereja? 

39

Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan


11. Gereja Diperlukan supaya Mengumat Kisah seorang beriman adalah sekaligus kisah umat beriman. Abraham berangkat dari tanah airnya untuk menemukan suatu tanah terjanji karena Allah menjanjikannya kepadanya. Allah berjanji bahwa keturunan Abraham akan menjadi umat yang besar. Ya, Allah membutuhkan umat! Dari negeri pembuangan, Allah merebut dan membebaskan keturunan Abraham karena membutuhkan suatu umat, yang memegang perintah-perintah Allah dan menjadi agen-Nya di antara bangsa-bangsa manusia (bdk. Ul. 8,1-2). Dengan undang-undang dasar yang kita sebut Sepuluh Firman, umat Allah dibentuk-Nya agar bersatu, rukun, guyub. Dalam kebersamaan itu setiap orang dihormati entah dia merdeka atau budak. Dalam hukum-Nya yang hidup, ikatan hati dalam rumah tangga dijaga; hidup orang lemah dan orang wreda jompo dipelihara serta kebersamaan dibangun atas dasar ketulusan. Allah memerlukan umat agar mengumat. Ketika tersiar berita tentang Yesus, bahwa Ia memberitakan Injil Kerajaan Allah serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan; ketika orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia; ketika dibawa kepada-Nya semua orang yang buruk keadaannya; ketika Yesus Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan

40


melihat orang banyak dan murid-murid-Nya ada di antara orang banyak itu (Mat 4,23-5,2), Yesus tidak dapat tidak, harus memaklumkan bahwa kini Allah telah mengambil langkah berada di pihak orang-orang tersebut (lih. Mat 5:3). Namun untuk itu, Allah membutuhkan umat-Nya. Murid-murid Yesus sebagai garam dan terang dunia mesti bergerak sehingga semua orang sampai pada Allah karena merasakan perbuatan mereka yang baik. Pokoknya, tak seorang pun dikesampingkan dari tengah-tengah kita (lih. Mat 5,21-22), tak seorang pun menjadi obyek keserakahan atau nafsu yang lain (lih. Mat 5,27-28), dan bahwa dengan ketulusan-lah kepercayaan antar-sesama bisa dibangun (lih. Mat 5,33-37). Kekerasan ditanggapi dengan tindakan kasih yang aktif tanpa kekerasan (lih. Mat 5,38-40); tetangga mesti saling menyapa dan tidak hanya menunggu sampai disalami (lih. Mat 5,46-47). Dengan kotbah di bukit, para pengikut Yesus dipesan supaya mengumat (Mat 7,21). Dengan maklumat di kampung halamanNya sendiri, Yesus mewajibkan mereka yang berdoa bersama Dia, supaya mereka menjadi agen pembebasan yang justru menolong orang lain dan asing (lih. Luk 4,21-24). ď Ž Hanya dengan berjejaring, kita menjadi umat yang dibutuhkan Allah. Dengan umat yang meng-umat, Allah bergerak-kreatif dalam

41

Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan


dunia manusia. Hutang kita yang pokok dan utama ialah bahwa kita mesti saling mengasihi (lih. Rom 13,8).

12. Melawan Narkoba: Membangun Kepercayaan dengan Mengulurkan Kepercayaan Kejahatan narkoba telah meruntuhkan kepercayaan antar-kita. Padahal, kepercayaan satu sama lain adalah ruang di mana orang dapat hidup bersama dan kepercayaan antar kita menjadi dasar agar kita dapat bersama-sama mengusahakan kepentingan bersama. Kepercayaan antar kita runtuh ketika di depan halaman Sekolah Dasar dijual manisan yang dibubuhi sabu-sabu. Kepercayaan antar kita runtuh, ketika seorang warga oleh temannya diselundupi tiga kilo heroin ke dalam kopornya sehingga ia menjadi sekedar “keledai-muatan-narkoba”. Runtuhlah kepercayaan antar-kita, ketika murid SMA yang kecanduan mencuri dari lemari orangtua apa saja yang dapat ia jual untuk membeli narkoba sambil berkata dalam hati, “andaikata laku, ibuku pun kujual!”. Kepercayaan antar-kira runtuh ketika mantan mahasiswa di pulau Jawa menjadi guru sekaligus bandar narkoba di daerah asalnya yang terpencil. Sesama warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan

42


mencurigai sesama warga – jangan sampai buah tangan dari keluarga teman yang ikut ia nikmati malahan mengandung obat yang membuat ketagihan. Dan kepercayaan yang runtuh itu tercermin pada setiap orang atau keluarga yang mau bertobat ketika mereka akan bertanya: siapa yang dapat saya ajak bicara dan tidak akan melaporkan kami ke polisi? Jika kita mau memberantas peredaran narkoba di lingkungan dan kampung kita, maka perlulah kita bersama-sama melakukannya. Jika kita mau mencegah murid-murid untuk coba-coba, maka mesti ada ketulusan dan keterbukaan antara guru dan murid, dan terutama antar-teman satu sekolah. Kalau kita mau menghindarkan para karyawan pabrik dari godaan mencari hiburan, maka kita harus membangun serikat pekerja yang saling percaya. Kita mau memulihkan mereka yang sakit karena narkoba, namun apakah sudah menyediakan tempat yang aman? Adakah orang cerdas, mampu di bidang ini dan yang tekun yang bersedia mendampingi pasien narkoba itu? Yang paling utama, jika kita mau mengusahakan anak-anak tumbuh-mandiri, mana mungkin kalau dalam keluarga mereka tidak bersekutu-hati? Baiklah bila anggota-anggota keluarga berdoa dan makan bersama, juga dengan menabung bersama uang yang mereka peroleh dan setelah itu bersama-sama

43

Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan


merencanakan pengeluarannya. Kepercayaan dibangun hanya dengan mengulurkan dan menawarkan kepercayaan pada sesama.  Dicari: lingkungan yang memercayai sesama, suatu lingkungan yang tulus agar semua dapat melangkah dari keputusasaan menuju pengharapan. Kami, uskup-uskup Indonesia, mengajak secara khusus seluruh Umat Katolik dan siapa pun yang berkehendak baik, supaya kita hidup dengan cermat. Hendaklah kita sebagai umat Allah mengumat di bumi manusia. Dengan tekad baru kita ikut membangun kepercayaan dengan menawarkan kepercayaan: 

Keluarga-keluarga menyediakan waktu untuk ber-dekat-hati;

Umat di kampung dan perumahan menjaring dan melibatkan orang muda, agar mereka pun melihat jalan ke masa depan;

Lingkungan mendukung keluarga-keluarga yang menjadi korban narkoba agar bangkit;

Sekolah-sekolah katolik melatih kesetiakawanan, terbuka dan penuh perhatian;

Pusat paroki mengusahakan adanya ruang bicara yang ramah-aman bagi korban narkoba, Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan

44


dan mengusahakan layanan teman bicara yang paham bagi para korban itu; ď Ž

Bersama-sama kita berusaha untuk meresosialisasi korban, bukan menyingkirkannya.

45

Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan


PROGRAM KERJA Secara khusus, Konferensi Waligereja Indonesia, mengajak ketiga puluh tujuh keuskupan di tanah air kita, paroki-paroki dan komunitaskomunitas kaum religius dan awam, karya-karya Gereja dan lembaga-lembaga Katolik agar semua unsur bergabung pada kesadaran dan cita-cita nasional anti narkoba. Kita ingin agar Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap terlindung, martabat dan pribadi manusia sebagai warga tetap sehat mandiri-merdeka serta bertanggungjawab dalam kebersamaan. Marilah kita ikut menghadapi masalah kejahatan sosial narkoba dan turut menjaga serta membangun kepercayaan sebagai dasar hidup bersama. Marilah kita menjadi agenagen perlawanan terhadap penyalahgunaan narkoba dan kita berusaha membuka jalan bagi para korban agar mereka mendapatkan pemulihan hidup dan bergerak dari keputusasaan menuju pengharapan. 1. Lembaga-lembaga dan Yayasan-yayasan Pendidikan Katolik kami himbau supaya menaruh perhatian khusus bagi ancaman di kalangan anak-anak dan remaja. Jangan sampai anak-anak dan kaum remaja tergoda untuk coba-coba atau terdesak oleh suatu jaringan Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan

46


pengguna dan pengedar. Jangan sampai mereka terbujuk untuk mengobati kekecewaan dan kegagalan dengan narkoba. Jangan pula orang muda yang penuh pengharapan, mulai menikmati pelepasan semu dari semua masalah yang dijanjikan oleh narkoba, dan menjadi pemakai teratur yang terjerat ketagihan. Kami menghimbau, agar orang muda yang telah menjadi korban, jangan disingkirkan dan dikeluarkan dari sekolah melainkan dibantu untuk bangkit kembali dan kalau perlu melalui suatu program rehabilitasi. Usaha-usaha kurikuler dapat membina kesadaran murid-murid untuk waspada dan tidak membiarkan diri dijerumuskan serta dilumpuhkan. Sementara acara-acara ekstrakurikuler misalnya Pramuka, Putera-puteri Altar dapat membangun dan melatih solidaritas, agar kawan-kawan yang lemah dan terkucil tidak ditinggalkan. Kita membantu dan mengangkat mereka yang terjerumus masalah kecanduan. 2. Komisi Pendidikan hendaknya bersedia mengkomunikasikan kepada lembagalembaga pendidikan program-program yang sudah berlangsung bersama pengalamanpengalaman di sekolah-sekolah. Dalam kerja-

47

Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan


sama antar-sekolah, Komisi Pendidikan hendaknya mengevaluasi usaha yang sudah berlangsung dan mengembangkan programprogram pembinaan lebih lanjut. 3. Komisi Kepemudaan harap mengusahakan, agar aktivitas kepemudaan paroki dan keuskupan dapat bergabung pada perhatian, program dan usaha bagi para remaja. Para pemuda yang berkumpul di lingkungan Gereja dapat menjadi kawan pemuda setempat. Dengan kerja-sama lintas aneka kelompok sosial dan agama semoga terbangun kesetiakawanan yang tidak mengenyampingkan seorang pun, antara lain untuk mewaspadai peredaran gelap narkoba dan untuk menampung dan merehab para korban. Semboyan� dari keputusasaan menuju pengharapan!� hendaknya menjadi salah satu pokok pelatihan kaderisasi yang dijalankan oleh Komisi Kepemudaan. 4. Komisi Keluarga hendaknya ikut serta secara aktif dalam usaha melawan kejahatan narkoba. Dalam semua usaha membangun lingkungan kepercayaan, diandalkan keluarga dan kekuataannya, karena keluarga merupakan satuan yang membina kehidupan bersama karena saling cinta. Umumnya, keluarga kuat menghadapi masalah kecanduan salah satu Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan

48


anggotanya, jauh sebelum semua sektor lain menjadi tersangkut dan dapat dilibatkan. Pastoral keluarga bahkan dapat melibatkan keluarga-keluarga yang pernah berjuang menghadapi masalah narkoba atau keluargakeluarga yang sedang berjuang. Kesaksian mereka dapat membuka wacana antarkeluarga dalam lingkungan-lingkungan dan wilayah-wilayah: jangan sampai keluarga yang sedang dihadang masalah, malahan dikucilkan dan malu hadir. Komisi Keluarga KWI dan keuskupan-keuskupan hendaknya menyediakan informasi mengenai para narasumber yang bersedia diundang. 5. Alangkah baiknya karya pastoral paroki menyediakan sarana yang dapat menyampaikan pesan: “kalau keluargamu menjadi korban, jangan takut, kami dapat membantu!� Umpamanya seksi pastoral keluarga dalam paroki diharapkan dapat merujuk keluarga pada suatu pos pertolongan pertama yang selanjutnya akan merujuk pada suatu pos wajib lapor yang dekat dan usaha rehabilitasi. 6. Bersama ini kami minta kepada lembagalembaga kesehatan katolik (terutama yang bergabung dalam Persatuan Karya Dharma Kesehatan Indonesia) untuk memberikan bantuan medik bagi para pecandu dan

49

Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan


mengembangkan usaha-usaha rehabilitasi korban narkoba. Secara khusus, kami minta dari lembaga-lembaga kesehatan katolik bantuan pemikiran dan bantuan usaha praktis, agar dalam lingkungan paroki-paroki di seluruh Indonesia, dirintis pos konsultasi dan pos wajib lapor yang dekat sehingga mudah didatangi dengan aman. 7. Komisi untuk Keadilan dan Perdamaian hendaknya mencari kemungkinan dan membuka jalan agar didirikanlah panti rehabilitasi yang profesional. Secara khusus kami minta Konferensi Pemimpin Tarekat Religius Indonesia untuk membahas serta meninjau usaha-usaha yang diampu oleh tarekat-tarekat religius dalam konsultasi dan rehabilitasi korban Narkoba, sambil menjajaki untuk merintis usaha baru. 8. Sekretariat Jenderal Konferensi Waligereja Indonesia akan mendampingi usaha-usaha tersebut dengan membuat suatu gugus tugas khusus. 9. Para imam, biarawan-biarawati, para orangtua dan para tokoh masyarakat hendaknya mau mempelajari dan memahami bahaya penyalahgunaan narkoba dan menjadi tempat bagi umat untuk mengadu tentang penyalahgunaan narkoba serta mengarahkan Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan

50


umat agar mau melapor bila terjadi penyalahgunaan narkoba di lingkungannya. Dan kita semua hendaknya lebih dan semakin peduli serta berempati kepada para korban penyalahgunaan narkoba di masyarakat kita. Kita gembira, bahwa dalam usaha-usaha ini kita dapat bekerjasama dengan komunitaskomunitas lain seluas masyarakat Indonesia. Kita ingin menjawab undangan dan ajakan Badan Narkotika Nasional untuk ikut “memberdayakan masyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika�. Kita mengerti dan sepenuhnya mendukung prioritas BNN untuk mengusahakan rehabilitasi para korban. Hendaknya mereka yang telah menjadi korban, kini dipulihkan sebagai anggota dalam suatu dunia yang sehat.

Say no to drugs! build a healthy community and trust! Jakarta, 27 Juni 2014 KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA

51

Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan


TEMP AT-TEMP AT REHABILIT ASI NARKOBA TEMPA -TEMPA REHABILITASI Banyak tempat rehabilitasi pencandu narkoba namun tidak semua dapat dimuat dalam lembaran ini. Beberapa lembaga penyelenggara rehabilitasi yang bisa dijadikan rujukan antara lain: 1.

2.

3.

4.

5.

Rehabilitasi Narkoba "Kedhaton Parahita" Jl. Bali No. 20 Sentul City, Bogor, Jawa Barat, Kantor di Yayasan Kasih Mulia Jl Puit Karang Permai, T VII Selatan No. 40-42 Muara Karang Jakarta Utara, Tlp Kantor: 021-87962045 Email: drugkp_ykmi@yahoo.co.id Rehabilitasi KUNCI KUNCI, d.a. Bruderan Karitas, Nandan, Sariharjo, Ngaglik, Sleman, Yogyakarta, Tlp. O274 – 624747 dan 0274-7171786, email: apolonaris_setara@yahoo.com dan apolonarisaris2007@gmail.com Pusat Rehabilitasi Narkoba Lido milik Badan Narkotika Nasional Jl Raya Bogor - Sukabumi, Desa Cijeruk, Wates, Lido, Bogor, Jawa Barat, tlp. 0251-8220926 / 0251-8220928, email: info@bnn.go.id, website: http://www.bnn.go.id Yayasan Sekar Mawar Jl. Suryakencana 2, Bandung 40132 Telp/ Fax: (022) 2552380/ 2504235 Rumah Sakit Katolik yang paling dekat dengan tempat tinggal Anda.

Dari Keputusasaan Menuju Pengharapan

52


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.