URBAN IMPROVEMENT
for Humankind 8
Microcentric Development:
Urban Sprawl Prevention and Adaptation Measure after Pandemic
12
Penerapan Konsep Community Based Design dan Placemaking Approach: dalam Pengadaaan RTH di Lingkungan Perkotaan Indonesia
16
Placemaking:
A Solution for Urban Loneliness
20
Reimagining Post-COVID19 Public Spaces:
What Should We Change?
Contributors Researchers
Dyah Reyhaniadiva Srigutomo
Ayubella Anggraini
Cinta Berliana
Sherin Meutia Khansa
Ahmad Fariz Al Hazmi
Zulfikar Muhamad Sepyan
Reviewers
Auliyani Abdillah Rambe
Choirul Muna
Ilham Alif Fianto
Afifa Ayu Nastiti
Ma’ruf Abdillah
Shafia Fadila Nursyabaniyah
Afifah Huda Safura
Aldira Zufar
Marshanda Ayu Sekar Negari
Annisa Tjahya Fitrianty
Chandra Mukti Pratama
Maya Guritno Sari
Salman Albir Rijal
Editors
Prisca Bicawasti Budi Sutanty
Alvin Try Dandy
Writer
Achmad Risandy Hartantio
Layouter
Anugrah Yuwan Atmadja
@shirvanoconsulting
@lifeatshirvano
SHIRVANO Consulting
Youtube
Shirvano Consulting
2
contact@shirvano.co.id
Website
shirvano.co.id
Published by
Sumber gambar: Jinan Honglou Plaza | Goettsch Partners
Sumber : Gigantium Urban Space | JAJA Architects
3
PREFACE Dengan penuh kebanggaan, buku ini hadir sebagai kolaborasi kami, intern Shirvano Consulting Internship Program Batch 20, dalam menciptakan perubahan positif. Melalui perjalanan ini, kami berusaha mewujudkan lingkungan yang lebih baik untuk seluruh masyarakat dan komunitas. Melalui buku ini, semangat kami untuk menciptakan lingkungan yang lebih baik tidak hanya mencerminkan tekad, tetapi juga harapan bahwa setiap pembaca dapat menemukan inspirasi untuk berkontribusi pada perubahan positif dalam komunitasnya.
Penulisan dalam buku ini didasari pada hasil penelitian tim intern pada batch sebelumnya dalam mewujudkan lingkungan dengan wilayah yang berkelanjutan. Harapannya, para pembaca dapat lebih memahami tentang pentingnya penerapan wilayah yang berkelanjutan, terutama di Indonesia. Dengan format digital, buku ini juga diharap dapat menjangkau audiens dengan latar belakang yang lebih luas dan beragam dengan akses yang dipermudah,
Maka dari itu, perilisan buku ini juga kami dedikasikan sebagai ucapan terima kasih kepada seluruh tim peneliti pada batch sebelumnya yang telah membuat temuan ini, jajaran intern pada batch 20 yang sudah membantu menyusun buku ini, dan Shirvano Consulting yang kesempatannya kepada kami untuk menulis dan menyelesaikan buku ini.
Harapan kami, setiap halaman akan menginspirasi dan memberdayakan, membawa semangat kolaborasi dan perubahan positif. Terima kasih telah menjadi bagian dari perjalanan kami menuju masa depan yang lebih baik. Mari bersama-sama menciptakan perubahan yang berarti untuk dunia yang lebih baik.
Sumber : Gigantium Urban Space | JAJA Architects
4
Sumber : Parque Waterline | Lab D+H
Acknowledgements Kami, seluruh intern Shirvano Consulting Internship Program Batch 20, mengucapkan terima kasih banyak atas kontribusi dan kerja keras dari seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan Shirvano Insight Special Edition 3: Urban Improvement for Humankind.
Dengan mengusung tema Urban Improvement for Humankind, buku ini bukan sekadar kumpulan kata-kata, melainkan sebuah pemandu komprehensif yang memetakan urgensi lingkungan berkelanjutan. Melihat ke depan, kami penuh harap bahwa visi yang terperinci dalam buku ini mengenai lingkungan berkelanjutan, konurbasi yang berdaya, dan efektivitas ruang kerja dapat menjadi panduan berharga dalam mewujudkan masa depan yang lebih berkelanjutan dan dinamis
Terakhir, terima kasih tak terhingga untuk seluruh pihak yang terlibat dalam penyusunan dan penulisan Shirvano Insight Special Edition 3: Urban Improvement for Humankind. Tanpa adanya campur tangan dan keringat kalian, buku ini tidak akan bisa menjadi sebuah karya yang dapat dimanfaatkan khalayak luas.
5
Table of Content 2
Contributors
4
Preface
5
Acknowledgements
6
Table of Content
7
Introduction
CONTeNT
6
8
Microcentric Development
Urban Sprawl Prevention and Adaptation Measure after Pandemic
12
Penerapan Konsep Community Based Design dan Placemaking Approach
dalam Pengadaaan Ruang Terbuka Hijau di Lingkungan Perkotaan Indonesia
16
Placemaking
A Solution for Urban Loneliness
20
Reimagining Post-COVID19 Public Spaces
What Should We Change?
INTRODUCTION Halo, Shirvamates!
Senang bisa berjumpa kembali di Shirvano Insight Special Edition (SISE) Edisi 3 yang disusun oleh teman-teman Shirvano Internship Batch 20. SISE edisi kali ini akan membahas pembangunan dan pengembangan wilayah urban yang manusiawi.
Kota menjadi pusat kehidupan kita, dengan segala potensi dan tantangannya. Tema yang diangkat SISE Edisi 3, Urban Improvement for Humankind, mengulas strategi memperbaiki lingkungan binaan kota untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Harapannya, kota menjadi lingkungan yang lebih inklusif dan berdaya. Edisi ini membahas berbagai strategi dan pendekatan, mulai dari pembangunan mikrosentris dalam mencegah urban sprawl; placemaking sebagai upaya memberdayakan komunitas, menyediakan ruang publik untuk semua lapisan masyarakat, dan mencegah masalah urban loneliness; hingga upaya mendefinisikan ulang ruang publik pascapandemi Covid-19.
Perubahan di wilayah kota bukan hanya tentang lingkungan binaan yang estetis, tetapi juga tentang kualitas hidup kita sebagai individu dan masyarakat. Selamat membaca!
7
Microcentric Development: Urban Sprawl Prevention and Adaptation Measure after Pandemic Researcher: Dyah Reyhaniadiva Srigutomo
Reviewers: Auliyani Abdillah Rambe, Choirul Muna, Ilham Alif Fianto
Sumber : Dongguan Central Area SlowTraffic System | eLandscript Studio
Kota mengalami pertumbuhan penduduk yang pesat. Sebanyak 55,8% dari 270,6 juta jiwa masyarakat Indonesia merupakan penduduk perkotaan1. Pada tahun 2035, 66,60% masyarakat Indonesia akan tinggal di kota pada tahun 20351. Hal ini memicu terjadinya urban sprawl, fenomena yang muncul akibat kota tidak mampu lagi menampung pertumbuhan penduduk.
Menurut European Environment Agency, urban sprawl merupakan pola perluasan wilayah urban dengan kepadatan rendah yang condong mengarah ke daerah pertanian di sekitarnya2. Urban sprawl menyebabkan masalah seperti kemacetan, polusi, dan kompetisi lahan. Urban sprawl tidak hanya menciptakan tantangan mobilitas dan lingkungan, tetapi juga tantangan dalam perencanaan perkotaan terkait tata guna lahan.
1 Pemerintah Republik Indonesia, “Undang-undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.,” 2007.
2 Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia. “Permendagri Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan”. 2007.
8
3 Project for Public Spaces, “What is Placemaking?,” pps.org, 2007. https: //www.pps.org/article/what-is-placemaking (accessed Feb. 13, 2024).
Urban sprawl menyebabkan degradasi lingkungan dan bentuk ruang kota menjadi tidak teratur. Terlebih lagi, kepadatan akibat urban sprawl menjadi sorotan saat pemerintah di berbagai tingkat dan tempat mengeluarkan kebijakan pembatasan pergerakan dan keramaian selama pandemi Covid-19. Untuk menanggapi isu tersebut, pembangunan mikrosentris dapat dilakukan dalam lingkup kota atau desa dalam menekan terbentuknya urban sprawl. Tulisan ini berangkat dari pertanyaan, apakah kepadatan kota sebuah hal buruk? Bagaimana efektifitas strategi pembangunan mikrosentris dalam upaya pencegahan urban sprawl sekaligus adaptasi setelah pandemi?
Pembangunan mikrosentris di kota dalam praktiknya berupa penataan ruang dalam konteks aktivitas (tata guna lahan), struktur urban (karakter neighbourhood), dan interaksi (mobilitas dalam kota)3. Pembangunan mikrosentris mengutamakan kebutuhan masyarakat serta menempatkan masyarakat sebagai aktor pembangunan. Dengan demikian, perencanaan perkotaan diharapkan berlangsung lebih matang, berkelanjutan, dan holistik dalam menyeimbangkan pertumbuhan penduduk dengan pelestarian kualitas lingkungan.
Penelitian
ini
kualitatif.
merupakan
Informasi
dan
dikumpulkan
melalui
ilmiah,
dan
buku,
penelitian
data
studi
berita.
deskriptif
dalam
literatur
Analisis
penelitian
atas
data
artikel
dilakukan
dengan analisis konten dan analisis gap. Langkah tersebut dianggap ideal untuk mengeksplorasi topik bahasan
melalui
informasi
tertulis.
Peneliti
menemukan 6.960 publikasi tentang urban sprawl dan 228 artikel tentang pembangunan mikrosentris yang terbit selama 2020-2023 di Google Scholar. Kemudian,
peneliti
mereduksi
artikel
tersebut
dengan melihat kata urban sprawl dan mikrosentris dalam
artikel
tersebut
sebagai
variabel
penelitian
untuk dianalisis.
Pembangunan Mikrosentris dalam Konteks New U rbanism
Sumber
: Kelvin
|
New urbanism merupakan konsep perencanaan kota untuk
mengatasi
sprawl.
Kriteria
masalah
desain
wilayah,
new
seperti
urbanism
pengurangan
penggunaan
kendaraan
perwujudan
lingkungan
yang
urban
mendorong
Sementara
pribadi
pemberdayaan
nyaman
dan
untuk
itu,
lingkungan
tactical
urbanism
masyarakat
mereka
dan
dalam
berfokus
pada
mengambil
alih
melakukan
perubahan
ditinggali4. Praktik dari new urbanism dapat dilihat
segera, berbiaya rendah, serta berdampak signifikan.
pada
Pendekatan ini merupakan respons atas lambannya
kota
yang
dirancang
bermacam-macam pekerjaan
dan
(kebutuhan
jenis
dapat
dasar
menampung
perumahan
dilalui
dapat
untuk
dengan
dijangkau
maupun
rumput berupaya melakukan perbaikan cepat dan bertahap terhadap komunitas mereka sendiri. Oleh
urbanism
adalah
pembangunan
komunitas yang membutuhkan sumber daya lebih
holistik
dan
kebijakan
kota
konvensional. Gerakan masyarakat pada tataran akar
dapat dijadikan dasar: lean urbanism dan tactical
Komunitas
perencanaan
jarak
kerangka new urbanism, ada dua pendekatan yang
sedikit.
kebijakan
dalam
Untuk mendudukan Pembangunan mikrosentris pada
Lean
dan
kaki
berskala manusia).
urbanism5.
birokrasi
berjalan
didorong
untuk
berkelanjutan,
melakukan
berpikir
sementara
efisiensi
dan
secara
pembuat
mengurangi
karena itu, tactical urbanism dan
independen
agar
bersifat taktis, adaptif,
intervensi
berjalan
secara
fleksibel dan berisiko rendah.
Kontekstualisasi New U untuk Pembangunan Mikrosentris di Indonesia rbanism
hambatan untuk komunitas dalam mengembangkan lingkungannya.
Pembuat
kebijakan
juga
harus
mempermudah komunitas untuk memulai usaha dan menyediakan perumahan maupun infrastruktur yang lebih terjangkau. Dengan demikian, lean urbanism menstimulasi
kemandirian
sebuah
wilayah
urban
Konsep new urbanism di Indonesia sejauh ini masih dalam tahap kajian akademis. Secara umum, new urbanism
dapat
digunakan
kegiatan
pengembangan
beberapa
penyesuaian
sebagai
di
dasar
Indonesia
atau
dari
dengan
kontekstualisasi.
Menanggapi urban sprawl di kota-kota Indonesia,
yang hemat sumber daya.
Pembangunan
mikrosentris
urbanism
mempertimbangkan
perlu
dan
konsep
new
kondisi
sosial
budaya, kepadatan, dan wujud permukiman. Kondisi sosial budaya di wilayah urban sprawl umumnya masih membawa karakter sosial budaya desa, yang
4 D.
T
rudeau,
“
A typology of
N
kemudian mempengaruhi struktur wilayah. Sebagai
”J
ew Urbanism neighborhoods,
ournal of
Urbanism: International Research on Placemaking and Urban Sustainability, vol. 6, no. 2, pp.
11 –1 J 1 “ ” CN J / q / 17/ / 1/ 3
5 R. Steuteville,
38, ul. 20
Great idea: Lean Urbanism,
www.cnu.org publics uare 20
06 0
konsekuensinya, kepadatan permukiman cenderung rendah namun menempati lahan luas. Ruang terbuka
3.
1 17
U, un. 0
, 20
. https:
great-idea-lean-urbanism
//
Sumber komunal menjadi| hal terabaikan, sehingga ruang 9 : Mauro Mora
kreativitas
dan
Unsplash
aktivitas
berkurang.
Secara
lebih
lanjut, kepadatan rendah menimbulkan kesenjangan berupa formal dan informal settlement.
Z
yteng
Unsplash
rendah namun menempati lahan luas. Ruang terbuka komunal menjadi hal terabaikan, sehingga ruang kreativitas dan aktivitas berkurang. Secara lebih lanjut, kepadatan rendah menimbulkan kesenjangan berupa formal dan informal settlement.
Terdapat tiga kriteria pembangunan mikrosentris yang sesuai dengan konsep new urbanism dan peraturan mengenai pembangunan di Indonesia: aksesibilitas, partisipasi, dan kesejahteraan. Kriteria aksesibilitas mengacu pada UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan; kriteria aksesibilitas merujuk pada konsep accessibility new urbanism yang mengisyaratkan keterjangkauan masyarakat terhadap transportasi umum dan alternatifnya. Kriteria partisipasi masyarakat mengacu pada UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Pembangunan Nasional; kriteria tersebut merujuk pada konsep support locality yang mendorong pengembangan komunitas dan pembangunan partisipatif. Sementara itu, kriteria kesejahteraan mengacu pada UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman; kriteria tersebut merujuk pada konsep basic needs provision yang mengisyaratkan penyediaan infrastruktur sarana dan prasarana memadai.
Gap Analysis Pembangunan Mikrosentris Kota Semarang dan Kota Bandung
Adanya pertumbuhan pembangunan perumahan
Perkembangan bersifat konsenris
2000
10
2005
Meninjau tiga kriteria pembangunan mikrosentris yang telah disebutkan, Kota Semarang telah menerapkan beberapa strategi yang dinilai dapat dikembangkan secara lebih lanjut8. Berdasarkan kriteria aksesibilitas, Kota Semarang sudah memiliki sarana transportasi publik seperti Trans Semarang. Pada saat penelitian dilakukan, pelayanan transportasi masih rendah karena kesalahan penempatan rute/trayek dan fasilitas dalam sistem bus rapid transit yang belum memadai. Namun demikian, Kota Semarang mulai melakukan upaya pembangunan yang berorientasi sistem transportasi publik (transit-oriented development).
6 Y. Aprillia and B. Pigawati, “Urban Sprawl Typology in Semarang City,” Forum Geografi, vol. 32, no. 2, pp. 131–145, Nov. 2018.
7 Satya Budi Nugraha and Wahid, “Built Area Change in Rural-Urban Fringe of Semarang,” Jan. 2019.
Dalam kurun 20 tahun, urban sprawl Kota Semarang berkembang sangat dinamis. Pada tahun 2005, pembangunan perumahan berjalan cepat karena meningkatnya penduduk di daerah pinggiran kota. Hal ini menyebabkan peningkatan perubahan guna lahan di wilayah perbatasan kota pada tahun 2010: 19 dari 39 kelurahan di bagian selatan Kota Semarang teridentifikasi sebagai urban sprawl6. Pertumbuhan urban sprawl di daerah selatan tersebut terus berlanjut hingga kini menyebar ke arah timur dan barat kota secara konsentris. Pertumbuhan Urban Sprawl cenderung ke arah barat dan timur
Urban sprawl Kota Semarang secara umum bergerak secara sporadis ke pinggiran kota. Karakter monosentris dan polisentris di Kota Semarang ditandai oleh pusat kota dan wilayah pinggir menjadi pusat penyebaran urban baru. Kota Semarang bergeser dari compact city menjadi spread city, dengan pola ribbon development atau perkembangan urban sprawl berwujud memanjang mengikuti jalan menuju/keluar Kota Semarang7. Dengan demikian, penduduk kian menumpuk di wilayah pinggir kota.
Pertumbuhan penduduk positif di daerah pinggiran kota
8 F. Ilma and A. R. Rakhmatulloh, “Pembentukan Struktur Ruang Kompak di Kawasan Banyumanik Kota Semarang,” JURNAL PEMBANGUNAN WILAYAH & KOTA, vol. 10, no. 2, p. 139, Jun. 2014.
Sumber : Rhapsody | TANGRAM
Peningkatan perubahan guna lahan di wilayah perbatasan kota
2010
Prediksi pertumbuhan menjalar ke arah Selatan dan Timur 19/39 kelurahan di wilayah bagian selatan teridentifikasi urban sprawl
2015-sekarang
inimasa Perkembangan Kota Semarang (sumber: Srigutomo, 2020)
L
Bila dilihat dari kriteria partisipasi masyarakat, Kota Semarang memiliki anggaran yang memadai untuk pengembangan kegiatan masyarakat seperti kegiatan posyandu, pemberdayaan perempuan, dan pemberdayaan masyarakat. Sedangkan, kriteria kesejahteraan diwujudkan dari pembangunan ruang publik terbuka dan revitalisasi fasilitas publik yang sudah ada seperti Gor Tri Lomba Juang. Semua program tersebut didukung oleh dana dari pemerintah, swasta, dan masyarakat. n
Beralih ke kasus Kota Bandung, pada tahun 2000, Kota Bandung masih memiliki permasalahan idle lands akibat krisis moneter dan peralihan lahan pertanian menjadi lahan terbangun. Tingkat peralihan fungsi lahan mengakibatkan lahan pertanian hanya tersisa di wilayah timur Bandung pada tahun 2010. Pada tahun 2010, 28 kecamatan teridentifikasi sebagai wilayah sprawl, 1 non-sprawl, dan 1 CBD9. Saat ini, Kota Bandung telah mengalami peningkatan urban sprawl sebesar 115,38%. Karakteristik urban sprawl di Kota Bandung memiliki pola ribbon development yang memanjang mengikuti jalan serta leap frog effect yang berkembang di sekitar area fasilitas umum dan perekonomian.
asa Perkembangan Kota Bandung (sumber: Srigutomo, 2020)
Li im
“Idle Lands” akibat Krisis Moneter
14 kecamatan terindikasi sprawl, 16 kecamatan compact
Guna lahan berganti, Agrikultur > Non-Agrikultur
2000
Sumb
Pertumbuhan penduduk positif di daerah pinggiran kota
Lahan pertanian tersisa di Bandung Timur
2005
er : Zulfikar Arifuzzaki | Unsplash
Peningkatan Urban Sprawl sebesar 115,28% 28 kecamatan teridentifikasi sprawl, 1 non sprawl, 1 CBD
2010
2018-sekarang
e eksi
R fl
ap analysis dilakukan untuk menemukan keadaan ideal berdasarkan kondisi eksisting Kota Semarang dan Kota Bandung melalui tiga kriteria pembangunan mikrosentris: aksesibilitas, partisipasi masyarakat, dan kesejahteraan. Pada kedua kota tersebut, urban sprawl cenderung tetap meningkat meskipun pengembangan berdasarkan kriteria mikrosentris telah diupayakan. Beberapa program telah dieksekusi untuk menuntaskan permasalahan terkait, namun terdapat permasalahan mengenai keberlanjutan program-program
G
Meninjau tiga kriteria pembangunan mikrosentris yang telah disebutkan, Kota Bandung berupaya menerapkan beberapa strategi yang dapat dikembangkan lebih lanjut10. Kota Bandung telah memiliki beberapa jenis transportasi umum, namun masih terkendala mengurangi tingkat kemacetan. Hal tersebut terjadi karena sistem transportasi umum bersifat sebatas investasi, tanpa memperhatikan subsidi dan trayek yang tersedia. Kawasan TOD di Kota Bandung juga dianggap kurang menarik dibangun jauh dari pusat kota.
Bila dilihat dari kriteria partisipasi masyarakat, Kota Bandung memiliki alokasi bantuan dana untuk pengembangan Program Inovasi Pembangunan dan Pemberdayaan Kewilayahan (PIPPK) yang mendukung peran desa dalam pembangunan bottom-up. Program tersebut diatur dalam Peraturan Wali Kota Bandung No. 436/2015 untuk menjaga keberlanjutan pengembangan masyarakat. Dalam konteks kriteria kesejahteraan, Kota Bandung masih memiliki banyak permukiman kumuh. Terkait penyediaan ruang terbuka, Wali Kota Bandung 2013-2018 Ridwan Kamil membangun berbagai taman tematik dan revitalisasi alun-alun kota.
Secara umum, pembangunan dengan pendekatan mikrosentris relatif masih baru, sehingga belum dapat ditemukan indikator pasti untuk penelitian atau data-data terkait. Berdasarkan kondisi yang ada, perencana maupun stakeholders dapat meningkatkan kesadaran serta pengetahuan terkait pembangunan mikrosentris untuk mencegah urban sprawl. Aktor-aktor pembangunan dapat melakukan kajian mendalam mengenai pembangunan mikrosentris, polisentris, dan monosentris. Selain itu, perencanaan yang dilakukan dapat mengusung konsep sense of place untuk menciptakan kota dengan kualitas hidup lebih baik. 9 V. S. Ardiwijaya, T. P. Soemardi, Emirhadi Suganda, and Y. A. Temenggung, “Bandung Urban Sprawl and Idle Land: Spatial Environmental Perspectives,” APCBEE Procedia, vol. 10, pp. 208–213, Jan. 2014.
10 Y. Budiyantini and V. Pratiwi, “Peri-urban Typology of Bandung Metropolitan Area,” Procedia - Social and Behavioral Sciences, vol. 227, pp. 833–837, Jul. 2016.
11
Penerapan Konsep Community Based Design dan Placemaking Approach dalam Pengadaaan Ruang Terbuka Hijau di Lingkungan Perkotaan Indonesia Researcher: Ayubella Anggraini, Cinta Berliana, Sherin Meutia Khansa
Reviewers: Afifa Ayu Nastiti, Ma’ruf Abdillah, Shafia Fadila Nursyabaniyah
Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan kawasan yang dibangun untuk meningkatkan kualitas dan keindahan lingkungan serta dapat digunakan sebagai area rekreasi masyarakat dan. RTH memiliki karakter berupa penggunaanya bersifat terbuka dan tempat tumbuh tanaman1. Secara khusus, RTH bertujuan untuk menjaga ketersediaan lahan resapan air serta keseimbangan proporsi lingkungan alami dan buatan di perkotaan untuk kesejahteraan masyarakat.
Keberadaan RTH sangat penting di wilayah perkotaan, dengan ketentuan 30% wilayah kota harus berupa RTH (dengan proporsi 20% publik dan 10% privat)2. Nyatanya, RTH di kawasan perkotaan di Indonesia belum mencapai 30%. Selain itu, belum ada acuan desain RTH yang dapat digunakan sebagai dasar pengembangan baik bagi sektor publik maupun privat.
1 Pemerintah Republik Indonesia, “Undang-undang No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.,” 2007.
2 Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia. “Permendagri Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan”. 2007.
3 Project for Public Spaces, “What is Placemaking?,” pps.org, 2007. https:// www.pps.org/article/what-is-placemaking (accessed Feb. 13, 2024).
12
Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah mengembangkan RTH dengan pendekatan community based design dan placemaking. Placemaking merupakan cara meningkatkan kualitas tempat dalam suatu lingkungan dengan cara menata ulang dan menemukan ruang publik sebagai pusat komunitas3. Gagasan placemaking tidak terlepas dari gerakan project for public space yang berusaha mewujudkan ruang terbuka bagi semua lapisan masyarakat. Di Indonesia, pengadaan RTH yang menggunakan pendekatan placemaking adalah Eco Park Tebet, Jakarta Selatan.
Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pendekatan placemaking dalam pengadaan RTH di Indonesia (dengan kasus terpilih Eco Park Tebet), tulisan ini berangkat dari dua pertanyaan khusus: apa prinsip/strategi pengembangan dan desain Eco Park Tebet? Bagaimana prinsip yang ada memenuhi kebutuhan dan preferensi masyarakat setempat? Secara lebih umum, tulisan berusaha melakukan refleksi mengenai dampak sosial, lingkungan, dan ekonomi dari pendekatan community based design & placemaking dalam pengadaan RTH di Indonesia.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Data dan informasi dalam penelitian ini dikumpulkan dengan studi literatur dan survei. Literatur yang dijadikan sumber antara lain artikel jurnal dan buku. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur dan analisis. Survei dilakukan untuk menyempurnakan penelitian guna mengetahui polanya. Implementasi teori. Data yang diperoleh dari penelitian akan menjadi ruang lingkup analisis, yang kemudian diambil kesimpulan di akhir penelitian. Data dianalisis dengan analisis deskriptif dan SWOT.
Placemaking: Prinsip dan Kaitan dengan Ruang Terbuka Hijau Sebagai proses merancang dan membentuk ruang publik, placemaking berorientasi pada penciptaan lingkungan yang menarik, fungsional, dan mendorong keterlibatan masyarakat, interaksi sosial, serta rasa memiliki. Placemaking melibatkan masyarakat, perencana, arsitek, dan pejabat pemerintah. Keterlibatan pihak-pihak tersebut diharapkan mendorong desain yang dihasilkan mencerminkan kebutuhan, preferensi, dan aspirasi masyarakat.
Terdapat beberapa prinsip yang dilakukan dalam proses placemaking4. Sebagaimana telah disebutkan, partisipasi masyarakat diperlukan untuk memahami keinginan dan kebutuhan ruang atas ruang. Kemudian, identitas tempat dihadirkan untuk mencerminkan karakter dan budaya masyarakat sehingga mampu menumbuhkan perasaan kepemilikan terhadap ruang yang dirancang. Ruang penggunaan campuran mengintegrasikan berbagai aktivitas dalam satu ruang untuk menarik orang datang pada waktu yang berbeda sepanjang hari. Prinsip aksesibilitas dan konektivitas mengisyaratkan ruang mudah diakses oleh berbagai sarana transportasi dan terhubung dengan lingkungan sekitarnya. Ruang yang dihasilkan melalui placemaking mengutamakan kenyamanan, keamanan, dan keberlanjutan.
Dalam konteks RTH, placemaking berjalan efektif bila mampu memanfaatkan aset, inspirasi, dan potensi komunitas lokal. Sebagai hasil, RTH menjadi ruang publik berkualitas yang berkontribusi pada kesehatan, kebahagiaan, dan kesejahteraan masyarakat. RTH mendorong rasa keterikatan komunitas, karena interaksi di ruang demikian meningkatkan interaksi, partisipasi, rasa kebersamaan, serta kesehatan masyarakat5, 6. RTH menjadi titik fokus kohesi sosial7. Manfaat dari ruang terbuka hijau tersebut menunjukkan akan pentingnya kebutuhan kebijakan yang mempromosikan ruang
Diagram E ekti Sumber nggraini et al., Placemaking
f
: A
f
2022
menjadi titik fokus kohesi sosial7. Manfaat dari ruang terbuka hijau tersebut menunjukkan akan pentingnya kebutuhan kebijakan yang mempromosikan ruang publik berkualitas tinggi.
Tebet Eco Park: Prinsip, Analisis Dampak, dan Analisis SWOT Tebet Eco Park terletak di kawasan padat Jakarta Selatan. Taman ini diperuntukan sebagai sarana pelarian masyarakat dari kehidupan perkotaan yang sibuk. Tebet Eco Park terdiri dari beberapa fasilitas yang menunjang aktivitas berbagai kelompok masyarakat. Hal ini adalah perwujudan upaya Jakarta dalam menghadirkan RTH yang inklusif. Pembangunan Tebet Eco Park memiliki fokus pada restorasi aktif ekologi melalui konservasi dan penanaman pohon, naturalisasi sungai sebagai pengurangan risiko banjir, dan akses pada program pendidikan dan rekreasi untuk menumbuhkan lingkungan inklusif.
Tebet Eco Par Sumber futurarc.com commentary tebet-eco-garden,
k
:
/
/
M. . Wyckoff, De nition of Placemaking our Different Types, .
.-S. Kweon, . D. Ellis, J. Lee, and K. Jacobs, The link between school environments and student academic performance, rban orestry rban reening, vol. , pp. , pr. J. rancis, . iles- orti, L. Wood, and M. Knuiman, reating sense of community The role of public space, Journal of Environmental Psychology, vol. , no. , pp. , Dec. .
7 M. Khotdee, W. Singhirunnusorn, and . Sahachaisaeree, Effects of reen Open Space on Social Health and ehaviour of rban Residents ase Study of ommunities in angkok, P ce ia cial an e a i al cience , vol. , pp. , .
4
5
A
“
B
fi
: F
C
” 2014
“
” U
U 6
G
23
F
B
G
35–43
A
F
C
“C
:
”
32
4
401–409
2012
N
G
B
“
B
C
C
h
v or
S
&
2017
B
s
36
”
449–455
U
ro
d
2012
- So
: A
d
13
Tebet Eco Park dan Fasilitasnya
Sumber: futurarc.com/ commentary/tebet-eco-garden
Perancangan partisipasi publik
Tebet
Eco
masyarakat
berkualitas
Park
dalam
yang
berprinsip
pada
menghasilkan
ruang
menunjang
kesehatan,
kejahatan. Tebet
Sementara
Eco
material
itu,
prinsip
Park
diterapkan
ramah
lingkungan,
dengan
pertimbangan terhadap efisiensi energi.
placemaking.
Prinsip
lain
budaya
dan
sejarah
wilayah
untuk
melahirkan
tempat dengan nilai identitas lokal yang unik, serta mampu menumbuhkan rasa kepemilikan masyarakat. Taman juga dirancang dengan fasilitas ritel, makan, rekreasi,
dan
budaya
untuk
mengakomodasi
kebutuhan, kegiatan, dan interaksi masyarakat.
Penerapan
limbah
penerapan
pengelolaan
prinsip
dan
penggunaan
kebahagiaan, dan kesejahteraan masyarakat, sesuai
perancangan Tebet Eco Park adalah memperhatikan
air
berkelanjutan
dalam
placemaking
yang
dan
praktik
bijaksana,
community
serta
based
design dalam proses perancangan Tebet Eco Park membawa dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan bagi
Jakarta.
Pembangunan
Tebet
Eco
Park
mempertimbangkan ekosistem hutan kota agar tetap terjaga dan dimanfaatkan sebagai centerpiece dari taman. Tebet Eco Park merupakan langkah strategis
Sebagai perwujudan prinsip aksesibilitas, Tebet Eco
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menciptakan
Park
ruang
mudah
(seperti
dicapai
KRL,
keberadaan taman.
jalur
Untuk
kenyamanan,
dengan
TransJakarta,
kendaraan
atau
sepeda/pejalan menunjang
taman
memiliki
umum
MikroTrans) kaki
dan
di
dalam
keamanan
dan
elemen
penerangan
dan elemen desain lainnya untuk mengurangi risiko
publik
berkumpul
dan
inklusif
agar
berinteraksi
masyarakat sosial
di
Park
ramah
diterapkan
lingkungan,
dalam
penggunaan
penerapan
praktik
guideline sebagai
dan
upaya
rekomendasi preventif
teknis
hijau
terhadap
komprehensif
konstruksi
mengganggu kondisi ekologi eksisting.
material
pengelolaan
air dan limbah yang bijaksana, serta pertimbangan terhadap efisiensi energi.
14
dapat
dalam kota. Pembangunan Tebet Eco Park dilandasi
kejahatan. Sementara itu, prinsip berkelanjutan Tebet Eco
area
Prinsip dan Strategi Tebet Eco Park
Analisis Dampak Tebet Eco Park
Sumber: Anggraini et al., 2022
Sumber: Anggraini et al., 2022
yang
Tebet Eco Park: Rekomendasi dan Refleksi Berdasarkan tinjauan strength, weakness, opportunity, dan threat, Tebet Eco Park dalam praktik perancangan & pengelolaan memiliki nilai-nilai sebagai berikut:
Strength. Tebet Eco Park berhasil memenangkan Semec Gold Award dan Singapore Landscape Architecture Awards (SILA) pada tahun 2022. Taman ini mampu menciptakan eksposur signifikan melalui platform media sosial. Lokasi Tebet Eco Park dekat permukiman penduduk, yang berkontribusi untuk pembangunan kota sehat dengan fokus pada biodiversitas, kesehatan mental, mengurangi urban heat.
Weakness. Kendati lokasi Tebet Eco Park direncanakan untuk terhubung dengan moda transportasi publik, pada praktiknya aspek tersebut belum terpenuhi. Hal itu menyebabkan pengunjung memakai kendaraan pribadi. Taman yang tidak dibangun dengan area parkir membuat kemacetan di jalan. Proses perencanaan belum taman melibatkan komunitas , ditambah dengan pengunjung yang berasal dari luar kota/ kawasan, mengakibatkan tidak ada sense of belonging untuk menjaga kebersihan atau keberlanjutan taman. Terkait fasilitas, Tebet Eco Park belum menyediakan zona pedagang, sarana toilet hanya berpusat di satu titik, dan belum ada sarana olahraga.
Analisis SWOT Tebet Eco Park menghasilkan beberapa poin pertimbangan dalam upaya menerapkan communitybased design dan placemaking di RTH tersebut. Masyarakat dapat dilibatkan kampanye lingkungan, program volunteering, diskusi, dan partisipasi dalam pengembangan kawasan. Pemberian ruang untuk pedagang lokal perlu dipertimbangkan karena dapat menghidupkan suasana ruang terbuka dan berkontribusi dalam placemaking Tebet Eco Park. Dengan mempertimbangkan lokasi strategis taman, pembuatan fasilitas baru seperti entrance dan sarana olahraga dapat menyesuaikan kebutuhan masyarakat. Dalam meningkatkan kenyamanan pengunjung, kapasitas pengunjung dapat diatur dengan pemecahan sesi untuk hari ramai dan menyediakan fasilitas bagi penyandang disabilitas. Selain itu, membangun hubungan antara stakeholder dan masyarakat perlu dilakukan untuk menghindari konflik kepentingan dan ketidaksetaraan kekuasaan.
Pengembangan ruang terbuka hijau dengan placemaking merupakan salah satu metode untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan masyarakat kota. Sebagai prinsip, placemaking ditujukan mendukung pergerakan, memperluas jaringan, dan berbagi pengalaman atau sumber daya bagi perencana. Dalam kasus Tebet Eco Park, implementasi konsep community-based design dan placemaking menjadi penting untuk mengatasi permasalahan lingkungan sekitar.
Opportunities. Tebet Eco Park berada pada lokasi strategis di Jakarta dan menjadi opsi hiburan selain pusat perbelanjaan. Maka dari itu, Tebet Eco Park dapat menjadi percontohan bagi pembangunan tamantaman kota lainnya. Taman juga dapat menjadi peluang bagi pedagang untuk melakukan transaksi barang maupun jasa.
Threat. Kapasitas pengunjung Tebet Eco Park selalu membludak pada saat akhir pekan. Kondisi trotoarnya sebagian sudah rusak sehingga tidak ramah kaum difabel dan rawan kecelakaan. Terdapat potensi kerusakan fasilitas di taman ini akibat kurangnya sense of belonging.
15
Placemaking: A Solution for
Urban Loneliness Researcher: Ahmad Fariz Al Hazmi
Reviewers: Afifah Huda Safura, Aldira Zufar, Marshanda Ayu Sekar Negari
Kesepian (loneliness) merupakan masalah yang berdampak buruk pada kesejahteraan manusia, Kesepian memicu masalah kesehatan mental maupun fisik, sehingga kesepian disebutkan meningkatkan risiko kematian dini yang sebanding dengan menghisap 15 batang rokok per hari1. Kesepian disebabkan oleh kesenjangan kualitas maupun kuantitas hubungan sosial yang tidak dapat dipenuhi .
Beberapa negara menganggap kesepian sebagai masalah serius. Pada tahun 2021, Jepang menunjuk Tetsushi Sakamoto sebagai menteri yang menangani masalah kesepian selama pandemi Covid-192. Di Inggris, lembaga amal Age UK membuat heatmap yang menunjukkan masalah kesepian di 32.844 komunitas di Inggris. Heatmap digunakan untuk memperbaiki pelayanan publik dan mencegah masalah kesehatan yang timbul karena kesepian. 1 “Why loneliness can be as unhealthy as smoking 15 cigarettes a day,” CBC News, Aug. 17, 2017.
2 C. Skopeliti, “Japan appoints ‘Minister for Loneliness’ after rise in suicides,” The Independent, Feb. 25, 2021.
3 “Loneliness research and impact,” Age UK, 2018.
16
Sumber : Megan Nixon
| Unsplash
Sebagai upaya menangani masalah kesepian pada tingkat kota, ruang publik dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesehatan mental dan fisik masyarakat. Selain menjadi wadah beraktivitas fisik, ruang publik menjadi menyediakan ruang berkumpul dengan komunitas, memperkuat ikatan sosial, dan mengurangi rasa kesepian. Dengan pendekatan placemaking, ruang publik yang dirancang bersama komunitas secara berkualitas diharapkan dapat mendukung kesejahteraan masyarakat kota.
Tulisan ini berangkat dari pertanyaan untuk mengeksplorasi masalah kesepian urban (urban loneliness), pendekatan placemaking dalam perancangan ruang publik sebagai salah satu solusi atas urban loneliness, dan kondisi di lapangan terkait urban loneliness dan placemaking. Data dalam penelitian dikumpulkan dari survei dan sumber literatur. Survei disebar secara daring untuk mengetahui masalah urban loneliness di Jakarta sebagai kota terbesar di Indonesia. Sumber literatur digunakan untuk mengidentifikasi kasus serupa terkait urban loneliness dan placemaking sebagai upaya menangani urban loneliness.
Sumber : Ordos Smart Sports Park
| PLAT ASIA
Urban Loneliness
Urban loneliness adalah suatu fenomena yang terjadi pada penduduk perkotaan karena mereka mengalami kesepian. Hal ini telah menjadi epidemi kesehatan dan berdampak pada kesehatan masyarakat lebih luas. Ancaman terhadap kesehatan dan kesejahteraan masyarakat memicu meningkatnya angka penyakit kronis, baik fisik maupun mental.
Urban loneliness disebabkan oleh beberapa faktor4. Perpindahan ke kota merupakan faktor pertama. Pendatang baru di kota harus meninggalkan komunitas mereka sebelumnya dan memerlukan waktu untuk menyesuaikan dengan hal tersebut. Tingkat perputaran penduduk yang cepat berganti sehingga tidak ada komunitas permanen dan menyusutnya lingkaran sosial. Faktor kedua adalah lingkungan binaan yang tidak mendukung. Masyarakat yang tinggal di bangunan high rise cenderung menghindari interaksi dengan orang asing dan cenderung tidak mengenal tetangganya1.
Selain itu, ruang publik yang ada belum menjamin terbentuknya hubungan sosial. Faktor ketiga terjadi pada skala lebih besar yaitu perencanaan kota. Sebagian besar masyarakat kota harus menempuh perjalanan panjang (long commuting) untuk mencapai tempat kerja atau pusat kota dari rumah. Perjalanan jauh membuat orang merasa lebih kesepian dan menyebabkan isolasi sosial. Durasi perjalanan secara eksponensial mengurangi intensitas interaksi sosial: tiap 10 menit perjalanan mengurangi tingkat interaksi sosial 10% lebih rendah5. Sumber : Marla Prusik
| Unsplash
Matthews K. “Understanding the Unique Challenges of Urban Loneliness”. Planetizen logs. 2018
5 A. Lowrey, “Long commutes cause obesity, neck pain, loneliness, divorce, stress, and insomnia.,” Slate Magazine, May 26, 2011.
6 M. A. Wyckoff, “Definition of Placemaking: Four Different Types,” 2014.
7 D. Mellor, M. Stokes, L. Firth, Y. Hayashi, and R. Cummins, “Need for belonging, relationship satisfaction, loneliness, and life satisfaction,” Personality and Individual Differences, vol. 45, no. 3, pp. 213–218, Aug. 2008
4
B
Placemaking dan Sense of Belonging Terkait Perancangan Ruang Publik Pendekatan placemaking dinilai dapat menjadi salah satu solusi yang menyentuh langsung faktor-faktor urban loneliness. Placemaking adalah seni merancang ruang publik yang bukan hanya indah, tapi juga memikat hati komunitas, sehingga pengunjung ingin berlama-lama, berinteraksi, dan berkarya di ruang tersebut. Placemaking memainkan peran vital dalam membentuk kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, sembari membuka peluang ekonomi baru. Placemaking mengubah lapangan kosong menjadi pusat komunal yang memiliki nyawa, memperkuat tali persaudaraan dan meningkatkan kualitas kehidupan kota.
Ruang publik berkualitas merupakan inti dari kesejahteraan kota. Pendekatan placemaking dalam perancangan ruang publik mendorong terciptanya ruang yang aman, nyaman, tenang, dan penuh dengan aktivitas sosial6. Penggunaan lahan yang efektif, tata letak ruang yang sesuai, dan peluang interaksi sosial yang beragam akan menciptakan ruang yang berkualitas. Ruang ini akan membuka jalan untuk kehidupan komunal yang lebih terkoneksi dan harmonis. Tidak hanya indah dan menyenangkan untuk dilihat, tetapi ruang ini akan mendukung kegiatan dan interaksi sosial yang akan meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Keberlanjutan ruang publik berkualitas ditentukan oleh rasa memiliki ruang dari komunitas. Kebutuhan akan hubungan sosial yang positif dan bermakna dengan orang lain dikenal dengan istilah sense of belonging atau perasaan memiliki. Faktor individu dan faktor lingkungan memegang peranan penting dalam membentuk rasa memiliki.. Kegagalan untuk mencapai hal ini dapat mengakibatkan perasaan isolasi sosial, keterasingan, dan kesepian pada skala kota (urban loneliness)7 Di samping itu, perasaan memiliki dianggap sebagai hubungan antara individu dan lingkungan tertentu yang mencakup perasaan, emosi, dan budaya bersama
17
Jakarta dalam Konteks Urban Loneliness
Jakarta dipilih sebagai kasus untuk mengidentifikasi fenomena urban loneliness. Kedudukan Jakarta sebagai kota terbesar di Indonesia merupakan alasan pemilihannya sebagai kasus. Kuesioner disebar secara daring untuk menggali apa saja faktor yang mempengaruhi fenomena urban loneliness yang terjadi di Jakarta. Secara detail, pemilihan Jakarta sebagai kasus penelitian didasari oleh tiga faktor urban loneliness: perpindahan penduduk ke kota, kondisi lingkungan binaan, dan long commuting. Kepadatan penduduk di Jakarta menyentuh angka 15.906 jiwa/km2 dengan total 124.177 jiwa bermigrasi masuk ke Jakarta8.
Waktu tempuh kendaraan di Jakarta pun cukup panjang: 1,5-3 jam tiap satu perjalanan pulang-pergi dengan mobil, dan 71 menit tiap satu perjalanan pulang-pergi dengan dengan kereta. Sebanyak 72% pengendara menghabiskan waktu lebih dari 2 jam di jalan raya. Supply apartemen sebagai hunian high rise di Jakarta mengalami kenaikan, dari 26.000 unit pada tahun 2020 dan proyeksi hingga 49.200 unit pada tahun 2023. Ketersediaan unit tersebut paling banyak pada daerah Jakarta Selatan, Jakarta Barat, dan kemudian diikuti daerah lainnya. Remaja di Jakarta memiliki tingkat kesepian yang lebih tinggi daripada daerah-daerah lainnya9.
Penelitian ini mengukur kesepian dengan pendekatan tidak langsung dan langsung.. Pendekatan secara tidak langsung dilakukan menggunakan tiga skala (tidak pernah, kadangkadang, dan sering) berdasarkan UCLA Loneliness Scale berdasarkan pertanyaan seberapa sering Anda merasa kekurangan teman, seberapa sering Anda merasa tersisih, dan seberapa sering Anda merasa terisolasi dari yang lain. Sementara itu, pendekatan langsung dilakukan dengan mengukur seberapa sering responden merasa kesepian.
Sebagian besar dari 97 responden kuesioner berusia 17-25 tahun yang sedang menempuh pendidikan tinggi, baru saja lulus kuliah, ataupun sudah bekerja. Loneliness score rata-rata dari responden adalah 5,24, dengan kondisi umum responden kadangkadang merasa kesepian. Sebanyak 41% responden kadang-kadang merasa kekurangan teman. Sebanyak 43% responden tidak merasa tersisih, sedangkan 42% responden kadang-kadang merasa tersisih. Terkait perasaan terisolasi, 45% responden tidak merasa terisolasi selama tinggal di Jakarta, 18
sedangkan 40% responden kadang-kadang merasa terisolasi. Responden yang menjawab sering merasa kekurangan teman, merasa tersisih, atau merasa terisolasi terdiri dari sebagian kecil responden.
Seberapa sering Anda merasa kekurangan teman?
Seberapa sering Anda merasa tersisih?
39%
15% 42% 20%
41%
43%
Seberapa sering Anda merasa terisolasi? 15% 45%
Sering 40%
Kadang-kadang Jarang atau tidak pernah
Responden selanjutnya dikaji berdasarkan tiga faktor urban loneliness, yaitu perpindahan penduduk ke kota, kondisi lingkungan binaan, dan long commuting. Data yang didapat dari kuesioner mengkonfirmasi ketiga faktor yang ada. Terkait perpindahan penduduk ke kota, responden yang berasal dari luar Jakarta memiliki loneliness score lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang berasal dari Jakarta. Hal sama berlaku dengan responden yang tinggal di bangunan high rise, tidak pernah berkunjung ke ruang publik, dan menempuh long commuting: responden dengan karakter demikian memiliki loneliness score tinggi. T idak Apartemen ke ruangstudio
publik
Loneliness Score: 6.08 5.28
60% dari luar Jakarta
Loneliness Score: 5.28
Kadang Indekos
ke ruang publik
Loneliness Score: 4.28 5.18
40% dari Jakarta
Loneliness Score: 5.18
8 BPS Provinsi DKI Jakarta, “Statistik Daerah Provinsi DKI Jakarta 2020,” 2020.
9 K. B. Wedaloka and S. S. Turnip, “Gender differences in the experience of loneliness among adolescents in Jakarta,” HUMANITAS: Indonesian Psychological Journal, vol. 16, no. 1, p. 33, May 2019
Commuting >1 Jam
Loneliness Score: 6.18
Apartemen studio
Loneliness Score: 6.25 5.28
melalui interaksi sosial selama proses placemaking maupun setelah ruang publik terwujud. Komunitas didorong untuk merealisasikan dan mencapai visi yang telah disusun bersama, sehingga sense of communi terbangun di tengah masyarakat. Pada akhirnya, placemaking membentuk ruang publik berkualitas yang mencerminkan aspirasi masyarakat dan menjadi tempat yang dirawat bersama-sama oleh masyarakat dengan sense of belonging kuat. ty
Commuting <30 menit
Loneliness Score: 4.69
Indekos
Loneliness Score: 5.03 5.18
Berdasarkan data kuesioner, dapat diinterpretasikan bahwa masalah urban loneliness dirasakan penduduk Jakarta, namun intensitas kesepian dinilai tidak terlampau tinggi/dengan frekuensi kadangkadang. Oleh karena itu, ada potensi bahwa urban loneliness akan menjadi isu di Jakarta, namun pada tahap ini isu tersebut belum terlampau mendesak untuk ditangani sesegera mungkin. Sehingga, perencana kota maupun arsitek dapat mempertimbangkan isu ini saat merencanakan ruang publik kota agar urban loneliness tidak meningkat.
Praktik Placemaking di Malaysia sebagai Benchmark Sebagaimana yang telah dikemukakan pada bagian sebelumnya, urban loneliness dapat diatasi dengan cara membuat ruang kota yang berkualitas, terkhususnya ruang publik. Di lingkup Asia, beberapa negara telah membuat perencanaan untuk meningkatkan kualitas ruang publik kota, seperti di Malaysia. Think City adalah agen pembangunan kota regional yang berbasis di Malaysia dengan tim beragam dengan latar belakang beragam mulai dari arsitek, sejarawan, hingga analis investasi.
Bagi Think City, placemaking adalah proses menciptakan tempat-tempat dinamis di mana orang ingin tinggal, bekerja, bermain, dan belajar. Prosesnya mencakup perencanaan, desain & pengelolaan yang didasarkan pada partisipasi masyarakat10. Strategi placemaking Think City bersifat holistik. Strategi tersebut terdiri dari perbaikan ruang publik, aktivasi ruang, dan manajemen ruang. Ketiga strategi tersebut bertujuan untuk memberdayakan masyarakat untuk berkontribusi mewujudkan identitas dan sense of belonging terhadap lingkungan.
Pendekatan placemaking holistik yang dilakukan oleh Think City dapat dipelajari untuk mencegah urban loneliness dan mewujudkan ruang publik berkualitas. Loneliness diupayakan untuk dikurangi mel 10 BPS Provinsi DK Jakarta, Statistik Daerah Provinsi DK Jakarta 2020, 2020. I
“
I
”
e ore
B
f
A ter f
Proyek
ink City di uala umpu Sumber: thinkcity.com.my
Th
K
L
r
e eksi dan ekomendasi
R
fl
R
Beberapa hal dapat dipelajari dari data mengenai kondisi urban loneliness di Jakarta dan benc marking terhadap prinsip placemaking yang dilakukan Think City di Malaysia. Berdasarkan survei yang dilakukan, urban loneliness merupakan isu yang berpotensi menjadi masalah di Jakarta apabila perpindahan penduduk ke kota, kondisi lingkungan binaan, dan long commu ing tidak ditangani melalui perencanaan kota yang tepat. Secara umum, data survei mengkon rmasi teori mengenai faktor penyebab urban loneliness.
h
t
fi
ntuk mencegah terjadinya urban loneliness, ada empat hal yang dapat dilakukan. Pertama, merancang ruang publik berkualitas yang dapat mengakomodasi interaksi sosial, keberlanjutan lingkungan, dan kesehatan sik atau mental. Kedua, mewujudkan ir place sebagai ruang alternatif di kota ir place hendaknya dirancang berdasarkan pendekatan placemaking dan ditempatkan di lokasi yang mudah dicapai masyarakat, seperti di sekitar halte transportasi umum. Ketiga, area komersial dirancang untuk mewadahi lebih banyak aktivitas, sehingga area tersebut tidak hanya bersifat komersial namun juga sosial. Keempat, memperkuat struktur kawasan permukiman, baik di permukiman tapak ataupun ig rise dengan pertimbangan ruang publik. U
fi
th
; th
d
d
h
h
19
Reimagining Post-COVID19 Public Spaces: What Should We Change? Researcher: Zulfikar Muhamad Sepyan
Reviewers: Annisa Tjahya Fitrianty, Chandra Mukti Pratama, Maya Guritno Sari, Salman Albir Rijal
Ruang publik merupakan ruang yang terbuka untuk umum, gratis, dan didanai publik. Ruang publik berperan besar dalam menyediakan ruang untuk interaksi sosial bagi masyarakat. Pandemi Covid-19 memaksa ruang publik beradaptasi dengan kebijakan pengendalian persebaran virus, seperti menjaga jarak fisik dan membatasi kerumunan. Kebijakan tersebut efektif menekan angka penularan, meningkatkan efisiensi koordinasi melalui acara daring, dan mengurangi emisi akibat kendaraan.
Namun demikian, timbul dampak negatif dari pembatasan jarak fisik atau pergerakan seperti rasa kesepian, terutama pada kalangan lanjut usia dan orang yang hidup sendirian. Dampak sosial lain akan ikut timbul karena terdapat kesenjangan akses internet. Satu dari tiga penduduk Indonesia belum memiliki akses internet, sehingga mereka kesulitan untuk ikut terlibat dalam kegiatan virtual.
20
Sumber : Now and Soon by Max Guther | itsnicethat.com
Untuk menghadapi tantangan ini, desain ruang publik perlu direfleksikan kembali. Ruang publik yang baik dapat bermanfaat bagi kesehatan mental dalam konteks efek restoratif karena interaksi sosial dan interaksi dengan alam. Ruang publik juga dapat membantu masyarakat dengan menyediakan fasilitas internet. Tulisan ini berangkat dari pertanyaan, “bagaimana kita dapat merancang ruang publik yang aman, efisien, adil, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat untuk berinteraksi sosial, namun tetap mampu menjaga jarak fisik di era pascapandemi?
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kuantitatif. Penelitian mendeskripsikan dan melakukan benchmarking dari survei mengenai perubahan perilaku masyarakat Indonesia selama pandemi Covid-19 serta opini mengenai desain ruang publik di masa depan. Pengumpulan data dilakukan selama 28 Oktober-1 November 2023 dengan menyebarkan kuesioner online kepada masyarakat umum di Indonesia. Pengambilan sampel bersifat insidental dan populasi sampel berjumlah 167 responden.
Dampak Covid-19 dan Perubahan Ruang Publik
Ruang publik terdiri dari dua aspek esensial, yaitu aspek fisik dan aspek sosial1. Di ruang publik, masyarakat beraktivitas bersama-sama atau secara individu. Oleh karena itu, tipologi ruang publik menekankan pada pola aktivitas, karakter, lokasi, dan proses pembentukan ruang. Secara bentuk, ruang publik dapat berupa jalan, taman, jalur hijau, pusat perbelanjaan, ruang terbuka, atau alun-alun2.
Berdasarkan karakteristik, ruang publik dapat dikategorikan menjadi dua jenis: ruang publik tertutup dan ruang publik terbuka. Ruang publik tertutup merupakan ruang publik berupa bangunan gedung atau terdapat dalam suatu bangunan gedung. Contoh ruang publik tertutup adalah pusat perbelanjaan, sekolah, dan pusat hiburan Sementara itu, ruang publik terbuka terletak di luar bangunan (tanpa elemen enclosure). Contoh ruang publik terbuka adalah alun-alun, taman, dan lapangan.
Pandemi Covid-19 membawa banyak perubahan dalam cara kita berinteraksi di ruang publik untuk menciptakan lingkungan yang aman. Berikut adalah beberapa dampak Covid-19 pada ruang publik:
Pembatasan Sosial dan Fisik3. Kebijakan yang menekan persebaran virus menyebabkan ruang publik ditutup atau dibatasi kapasitasnya.
Peningkatan Kebersihan4. Penyediaan sarana cuci tangan di ruang publik & penyemprotan disinfektan secara berkala.
Perubahan Tata Ruang5. Penambahan pembatas & penanda jarak maupun penyusunan ulang tempat duduk di ruang publik.
Peningkatan Penggunaan Teknologi6. Teknologi tanpa kontak digunakan di ruang publik, seperti pembayaran digital dan pemantauan suhu tubuh.
Pemanfaatan Ruang Publik Terbuka7. Taman dan ruang terbuka dijadikan alternatif tempat rekreasi, olahraga, serta kegiatan komunal lain.
Sumber : Lawrence Chismorie | Unsplash
Sebagai respons dari dampak Covid-19 yang telah dikemukakan, pemanfaatan ruang publik mengalami beberapa perubahan dan penyesuaian. Kerja jarak jauh dan pembelajaran daring merupakan aktivitas yang perlu diakomodasi ruang publik. Selain itu, ruang publik kini dipertimbangkan mengadopsi desain terbuka yang fleksibel dalam memfasilitasi pembatasan jarak fisik dan kebutuhan kesehatan masyarakat. Pada skala kawasan, peningkatan minat terhadap aktivitas luar ruangan dapat mendorong pembangunan atau perbaikan taman, jalur pejalan kaki, dan area rekreasi terbuka lainnya.
Pengembangan lain yang dapat dilakukan di ruang publik adalah penyediaan area sanitasi, isolasi, dan pertolongan pertama. Pengelolaan ruang publik dapat memanfaatkan teknologi seperti sensor dan aplikasi untuk memonitor kepadatan pengunjung secara terkini. Perubahan yang ada akan bervariasi di setiap lokasi, menyesuaikan kebijakan pemerintah, budaya lokal, dan respons masyarakat terhadap pandemi. Selain itu, perubahan ini bisa bersifat sementara atau berkelanjutan, tergantung pada perkembangan situasi kesehatan global.
1 M. Carmona, “Contemporary Public Space: Critique and Classification, Part One: Critique,” Journal of Urban Design, vol. 15, no. 1, hal. 123–148, Feb 2010
2 S. Carr, Public Space. New York City: Cambridge University Press, 1992.
3 Goolsbee, A., & Syverson, C.. The Impact of Social Distancing Policies on Behavior in the Early Stages of the COVID-19 Pandemic. 2020
4 McKinsey & Company. COVID-19: Implications for Business. 2020
5 Arefi, M. Spatial Planning in the Post-COVID-19 World. 2020
6 WHO. The role of digital technology in responding to COVID-19. 2020
7 Singh, R., et al. Urban Planning to Curb the Spread of COVID-19. 2020
21
Pandangan Masyarakat Mengenai Ruang Publik Pascapandemi
Data penelitian dikumpulkan dari 168 responden dari seluruh wilayah Indonesia, dengan 54% responden berusia 15-30 tahun dan 45% berusia 31-64 tahun. Terdapat empat fungsi penting yang diinginkan oleh responden untuk ruang publik di masa depan. Sebanyak 35% responden memilih “recreation” sebagaifungsi utama ruang publik dan 25% responden memilih “working and learning”. Infrastruktur, vegetasi, dan keamanan menjadi tiga poin utama yang dipilih responden untuk meningkatkan kualitas ruang publik.
Mengenai komponen desain yang harus dimiliki oleh ruang publik di masa depan, responden memberi tingkat prioritas terhadap sembilan komponen yang terdiri dari wide pedestrian path, seatings, sanitation facilities, vegetations, community garden, stores, security, sport facilities, dan working and learning facilities. Vegetations, sanitation facilities, dan security menjadi tiga komponen yang diberi prioritas tertinggi oleh responden. Sementara itu, stores, community garden, dan sport facilities merupakan tiga komponen yang diberi prioritas terendah.
Children's Bicentennial Park public seating and vegetation
Sumber : archdaily.com, 2012
Pertimbangan Komponen Desain Ruang Publik Pascapandemi Penambahan Fungsi dan Perbaikan Fasilitas Ruang Publik
Sumber: Sepyan, 2023
Mengacu pada respons yang ada, beberapa konsep yang dapat diterapkan untuk meningkatkan mutu dari ruang publik antara lain kemudahan aksesibilitas, fungsi holistik, serta menjadikan ruang publik sebagai landmark atraktif. Pengembangan infrastruktur dapat diterapkan dengan menambahkan fasilitas sanitasi, edukasi, dan hiburan. Penambahan shading vegetation dan water absorbance untuk menjaga kualitas dari aspek lingkungan pada ruang publik serta penempatan signage dan papan informasi yang jelas untuk memudahkan pengunjung. 22
Di ruang publik, seating dan vegetasi memegang peran penting dalam menciptakan ruang publik yang aktif. Seating berfungsi untuk tempat beristirahat atau tempat singgah. Area seating juga digunakan sebagai tempat bersosialisasi atau berkumpulnya komunitas. Sementara itu, vegetasi berperan sebagai pelindung dan infrastruktur hijau ruang publik.
Fasilitas sanitasi memainkan peran penting di ruang publik karena menjaga kebersihan ruang publik untuk mencegah penyebaran atau munculnya penyakit. Fasilitas sanitasi yang dapat disediakan pada ruang publik antara lain wastafel dan toilet. Selain sanitasi, fasilitas keamanan di ruang publik berfungsi sebagai jangkar keselamatan, memberikan kepastian dan rasa perlindungan bagi mereka yang memanfaatkan ruang tersebut. Area yang cukup terang, kotak panggilan darurat, dan langkahlangkah keamanan yang terlihat menciptakan lingkungan yang aman, mendorong orang untuk berkunjung dan terlibat tanpa rasa takut.
Fasilitas
olahraga
dengan untuk
di
ruang
menyediakan
berbagai
publik
ruang
kegiatan
yang
diwujudkan
dapat
diakses
dan
rekreasi,
olahraga
mendorong olahraga dan partisipasi aktif di antara individu
dari
segala
usia
dan
kemampuan.
Ruang
publik yang menawarkan fasilitas untuk bekerja dan belajar, seperti ruang kerja bersama atau area Wi-Fi, dapat melayani beragam individu. Dengan demikian, ruang publik memberikan kesempatan untuk bekerja jarak
jauh,
belajar,
atau
berkolaborasi
di
luar
lingkungan kantor/akademik yang konvensional.
Refleksi
Dari
hasil
analisis
tersebut,
dapat
disimpulkan
bahwa terjadi perubahan peran ruang publik setelah pandemi
Covid-19.
Berbagai
keterbatasan
dan
adaptasi terhadap kondisi yang terjadi menekankan perlunya sesuai
evaluasi
dengan
terhadap
kebutuhan
desain para
ruang
pengguna
publik yang
beragam.
Dalam
menghadapi
tantangan
ini,
penting
untuk
merefleksikan desain ruang publik yang ada. Ruang publik harus menjadi tempat yang aman, efisien, dan berkeadilan,
memenuhi
masyarakat,
sekaligus
kebutuhan
koneksi
mengakomodasi
sosial
kebutuhan
pembatasan fisik di era pascapandemi.
Ruang publik yang efektif selain mewadahi aktivitas publik
juga
terhadap
dapat
kesehatan
unsur-unsur
alam
memberikan mental dan
dampak
dengan
berfungsi
positif
memasukkan
sebagai
pusat
komunitas. Selain itu, menyediakan fasilitas internet di
ruang
publik
dapat
menjembatani
kesenjangan
digital. Hal ini bertujuan untuk menciptakan ruang publik yang aman, inklusif, dan mudah beradaptasi, memenuhi
kebutuhan
hubungan
sosial
sekaligus
mengakomodasi pembatasan fisik pascapandemi.
Community garden and stores
Sumber : Graphic Node | Unsplash
Sarana olahraga di ruang publik Betsy Head Park
Sumber: Pavel Bendov | bklyner.com
Sarana open co-working space Patelco HQ
Sumber: hok.com
(Sumber dari atas ke bawah)
23