Shirvano Insight Vol. 3 No. 2: Reimagine Abandoned Space

Page 1


Reimagine AbandonedSpace

PeriodeJuli- Desember 2024

Digest 1: From Industrial Legacy to Sustainable Oasis H.14

Digest2: Connecting Every Dot of Terminal Pakupatan H.22

The Shirvano Insight Interview LABO H.36

Digest Project 1

From Industrial Legacy to Sustainable Oasis: Navigating Challenges and Seizing Opportunities

Digest Project 2

Connecting Every Dot of Terminal Pakupatan as a Terminal of Life

Research Findings

Adaptive Reuse in Co-living: Exploring Contemporary Lifestyle Trends and Social Preferences

Discourses Findings

Exploring Insight from Discussion: Turning Challenges into Opportunities

The Shirvano Insight Interview: LABO Preserving The Essence of Historical Identity

OPINIONS

Viewpoints from Shirvanians 1

Tematik Dokumen Perencanaan: Efeknya Terhadap Optimalisasi Aset Lahan

Viewpoints from Shirvanians 2

Keuangan, Konsultan, Kecekatan: Harapan Pengoptimalan Lahan

Viewpoints from Public 1

Regenerate Abondoned Asset: Plaza Metro City Banjarmasin

Viewpoints from Public 2

“Herstel van Historie”: Menghidupkan Kembali Bangunan Cagar

Budaya di Kota Bandung

editorial team

Advisor Retas Aqabah Amjad

Editor-In-Chief Fadhila Nur Latifah Sani

Senior Editor Dyah Meutia

Managing Editor Prisca Bicawasti Budi Sutanty

Associate Editor Fadilla Giffariny Amuna Wita Khaerunnisa Annisa Fitriana Putri Rieswansyah Andika Hema Wirayudha

Graphic Designer Naufal Asyraf Mahdi Cecillia Diani Lelyta Marsonia

CONTRIBUTOR

Instagram @shirvanoconsulting @lifeatshirvano

LinkedIn SHIRVANO Consulting

Youtube Shirvano Consulting

Writer

Arbi Ali Farmadi Irtisa Arifiany Almira Maulana Nur Annisa Kirana Roisaten Nuril Choiriyah Dwi Luthfiya Yumna

Email contact@shirvano.co.id

Website shirvano.co.id

Published by

Letter From Editorial Team

“New ideas must use old

Terinspirasi dari sebuah kutipan oleh Jane Jacobs dalam bukunya The Death and Life of Great American Cities, kami merenungkan kembali sebuah fenomena penting di perkotaan saat ini yang menekankan pada salah satu pendekatan dalam optimalisasi lahan dan aset dengan me-reuse bangunan maupun lahan yang sudah ada. Tentunya hal ini bertujuan untuk menciptakan bangunan-lingkungan yang lebih beragam, efektif dan berkelanjutan.

buildings”

Berangkat dari pemikiran tersebut, maka dalam edisi ini kami akan mengulas dan mengajak Shirvamates untuk mengulas topik bahasan mengenai keresahan yang sering kali kita dapati pada ruang-ruang terlantar atau terbengkalai di perkotaan, kami mencoba mengajak Shirvamates untuk melihatnya dari perspektif added value yang dapat menjadi infill dan menggeser konteks liminal dari ruang-ruang tersebut. Tentunya di tengah pesatnya pertumbuhan dan pengembangan kota-perkotaan, tempattempat ini cenderung stagnan, transisional, serta justru mengalami pergeseran fungsi yang kurang optimal. Seperti halnya tanah kosong, lahan mangkrak, bekas pembangunan gedung, atau pun bangunan tua yang bisa saja memiliki nilai sejarah namun terpinggirkan karena kurang terawat.

Reimagined Abandoned Space opini findings

Oleh karena itu, pada edisi kali ini kami akan mencoba mengulik isu tersebut melalui beragam chapter dan bahasan. Digest edisi ini akan bercerita tentang pemanfaatan kembali lahan terminal dan lahan bekas industri di pinggir sungai. Selain dua ulasan utama digest, kami akan menyajikan viewpoints atau pandangan dari berbagai pihak mengenai topik tersebut dalam chapter yang kami dapatkan dari para kontributor. Kami juga akan menghadirkan perspektif dari salah satu perancang dan arsitek dari LABO yang berpengalaman melaksanakan proyek-proyek adaptive re-use di beberapa lokasi di Indonesia. Tidak lupa untuk melengkapi insight Shirvamates, kami juga menghadirkan yang kami rangkum dari mini riset oleh intern dan diskusi rutin (Rembug Bareng) kami.

Kami berharap dari edisi ini Shirvamates dapat lebih peka dalam mengenali dan menggali potensi ruang di perkotaan khususnya lahan-lahan dan aset yang terbengkalai. Kami ingin mengajak pembaca untuk lebih sensitif dalam melihat peluang pemanfaatan lahan dan aset, sehingga nantinya membantu thinking process Shirvamates dalam merumuskannya ke dalam berbagai gagasan desain.

Terimakasih kami ucapkan kepada pembaca setia Shirvano Insight dan kontributor yang telah berpartisipasi dalam penerbitan edisi kali ini. Jangan ragu untuk memberikan saran dan feedback bagi kemajuan Shirvano Insight dengan menghubungi tim editorial kami.

Brief Insight :

A Multi-Scalar Perspective on Reimagined Abandoned Space

Ketika mendengar istilah Reimagined Abandoned Space, tentu kita membayangkan bangunan, kumpulan bangunan, atau lahan yang mangkrak dan terbengkalai. Sebagai masyarakat pada umumnya, kita sering kali “gregetan” dan berandai-andai jika aset ini bisa dimanfaatkan lebih baik. Perspektif pemanfaatan aset sendiri sebetulnya memiliki dimensi yang luas karena aset sendiri diartikan sebagai “Sesuatu yang mempunyai nilai tukar, modal; kekayaan”1. Sebagai contoh, sumber daya manusia, peralatan, modal, investasi, saham dan kendaraan juga termasuk dalam jenis-jenis aset. Namun, dalam edisi kali ini kami akan berfokus pada aset dengan dimensi properti dalam ruang kota dan perkotaan serta melimitasinya dalam bahasan mengenai lahan dan bangunan, kemudian bagaimana peran strategis perencana dan arsitek dalam meremajakan kembali ruang tersebut. Perencana dan arsitek berkontribusi besar dalam memberikan gagasan, inovasi desain arsitektur maupun kawasan untuk mendorong pengoptimalan aset dan pemanfaatan yang efektif.

Proses optimalisasi aset sendiri dapat diupayakan melalui berbagai proses dan pendekatan, sebagai contoh kajian kelayakan (Feasibility study), Highest and Best Use serta Adaptive Reuse. Tujuan utamanya adalah menambah added value baik dalam peningkatan nilai ekonomi, penciptaan keseimbangan lingkungan serta transformasi sosial yang dinamis.

Pada mulanya, isu ini berangkat dari fenomena maraknya idle asset di tengah keterbatasan lahan kota dan perkotaan. Aset mangkrak dalam konteks ini berarti lahan dan bangunan yang tidak dikelola dengan baik dan tidak memberikan nilai manfaat. Kepemilikan lahan bangunan tersebut variatif mulai dari lahan negara2, pemerintah, swasta maupun individu.

Umum

19 Tahun 2021 tentang PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

3 Manganelli, B. (2013). Maintenance, Building Depreciation and Land Rent. Applied Mechanics and Materials, 357-360, 2207 - 2214. https://doi.org/10.4028/www.scientific.net/ AMM.357-360.2207. 4 Lockwood, L., & Rutherford, R. (1996). Determinants of Industrial Property Value. Real Estate Economics, 24, 257-272. https://doi.org/10.1111/1540-6229.00690.

Sebab terbengkalainya pun juga beragam, bisa jadi memang dikantongi untuk investasi masa mendatang, masih menjadi sengketa atau memang tidak memiliki modal untuk mengelolanya. Hal ini kemudian menimbulkan gap antara kebutuhan lahan dengan potensi pemanfaatan aset. Untuk itu, optimalisasi aset sebetulnya dapat dilakukan dengan memetakan determinannya, dan meningkatkan nilai serta kinerjanya.

Karakter fisik properti3

Lokasi dan faktor pasar lokal4

Faktor sosial dan lingkungan5

Regulasi penggunaan lahan6

Keterlibatan dalam kondisi ekonomi makro, (struktur aset, sentimen pasar, orientasi bisnis, keterlibatan pengembangan properti, kesulitan keuangan, dan biaya pinjaman)7

5 Hebb, T., Hamilton, A., & Hachigian, H. (2010). Responsible Property Investing in Canada: Factoring Both Environmental and Social Impacts in the Canadian Real Estate Market. Journal of Business Ethics, 92, 99-115. https://doi.org/10.1007/S10551-010-0636-5

6 Kok, N., Monkkonen, P., & Quigley, J. (2014). Land use regulations and the value of land and housing: An intra-metropolitan analysis. Journal of Urban Economics, 81, 136-148. https:// doi.org/10.1016/J.JUE.2014.03.004

7 Ooi, J. (1999). The determinants of capital structure Evidence on UK property companies. Journal of Property Investment & Finance, 17, 464-480. https:// doi.org/10.1108/14635789910294886

Gambar: Illustration of Abandoned Building Sumber:  Photo by Mike van Schoonderwalt | Pexels.com

Gambar: Illustration of Abandoned Space Sumber:  Photo by Tom Fisk | pexels.com

Illustration of Abandoned Land Sumber:  Photo by Tom Fisk | pexels.com

Faktanya, di wilayah metropolitan di Indonesia, rentang efisiensi konsumsi lahan masih ada di rata-rata 60-80%, dan masih ada penggunaan lahan non-efisien sekitar 2 hingga 18% di wilayah-wilayah tersebut8. Efisiensi lahan ini merujuk pada indikator konsumsi lahan dan kepadatan penduduk dimana kita dapati fenomena nyata di lapangan bahwa masih banyak lahan tidak terkonsumsi atau mangkrak di perkotaan. Ditambah dengan pesatnya laju pertumbuhan penduduk, hal ini kemudian membentuk gap kebutuhan lahan untuk pembangunan khususnya perumahan permukiman. Dikutip dari perkim.id masih terdapat backlog perumahan di Indonesia sebesar 11,4 juta unit9. Sementara itu, menurut BPKM masih terdapat sekitar 21,1% proyek investasi mangkrak di seluruh Indonesia dari berbagai sektor termasuk properti. Adapun total eksekusi investasi yang tadinya mangkrak sebesar Rp 708 triliun saat ini baru tereksekusi 78,9% (558,7 triliun)10.

Di sisi lain, jika ditinjau dari beberapa studi kasus terkait, tidak sedikit manfaat dari optimalisasi aset yang bisa didapat jika benarbenar dapat mengoptimasi lahan, aset, bangunan tersebut. Berikut adalah beberapa contoh studi yang menyatakan manfaat optimalisasi aset di beberapa kota di Indonesia

1 2 3

Optimalisasi aset idle di Kabupaten Ketapang dapat memberikan kontribusi ekonomi sebesar Rp. 31,221,117,200 dalam 20 tahun dengan tingkat pengembalian (IRR) sebesar 16.52%11

Menurut LMAN (Lembaga Manajemen Aset Negara), transformasi salah satu bangunan aset oleh pemerintah daerah menjadi puskesmas yang dihitung manfaat sosial secara ekonomis dapat mencapai Rp 246 miliar per tahun12

Jumlah kunjungan MBloc Space di Jakarta yaitu 6.000 orang/hari bahkan mencapai 11.000 orang/hari saat weekend serta omset mencapai Rp 18 Miliar rupiah sejak tiga bulan dibuka13

Tentunya, sebagai perencana dan arsitek kita akan dituntut untuk bisa beradaptasi terhadap berbagai situasi dan kondisi. Dibutuhkan inovasi dan ragam variasi pemanfaatan lahan bangunan yang semakin berkembang di kota-perkotaan. Perencana dan arsitek pun perlu memahami variasi dari transisi pemanfaatan abandoned space seperti lahan kosong ke bentuk mixed use dan fasilitas umum, brownfield atau lahan bekas industri menjadi tempat yang lebih produktif. Ada juga lahan bekas tambang yang dilakukan rejuvenasi menjadi lahan bernilai lingkungan, bangunan tua bersejarah menjadi bangunan kultural atau tempat edukasi, serta bangunan tak terpakai menjadi lahan komersial.

Adapun kita yang berperan dalam proses transformasi tersebut sebaiknya memahami beberapa keypoint dalam proses optimalisasi aset seperti memiliki pemahaman komprehensif dan mendalam terhadap konteks lokasi, mengutamakan penciptaan identitas dan branding kawasan, menambah nilai ekonomi dan manfaat serta menekankan pada transformasi desain, sosial serta perbaikan lingkungan. 8

5 juta "backlog" rumah di 2024. Retrieved from ANTARA News 10   Muliawati, Firda Dwi. (2024). “Bahlil sebutKini Tidak Ada Lagi Investasi Mangkrak”. Tersedia dari : https://www.cnbcindonesia.com/ news/20240401170024-4-527194/bahlil-sebut-kini-tidak-ada-lagi-investasimangkrak

Gambar: Before-After Adaptive Reuse JNM Bloc Sumber:  Archinesia, 2024 | archinesia.com

11 Rosyadi, R., Prislyawan, P., & Sulistiawati, R. (2023). Optimization of Idle Assets of the Ketapang Regency Government with the Highest And Best Use Method to Increase Local Original Income. International Journal of Social Service and Research. https://doi.org/10.46799/ijssr.v3i6.41

12 Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN). (n.d.). Optimalisasi aset untuk meningkatkan pendapatan negara. Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Retrieved August 19, 2024, from https:// lman.kemenkeu.go.id/berita/optimalisasi-aset-untuk-meningkatkan-pendapatan-negara.html?id=34 13 Seftiandy, Sherlyta. (2021). Pengelolaan Ruang Publik M Bloc Space Melalui Peran Manajerial dan Peran Figur sebagai Stakeholder Primer. Jurnal Tata Kelola Seni Vol. 7 No. 2. Retrieved August 19, from file:///C:/ Users/ASUS/Downloads/5331-14511-1-PB%20(2).pdf

Badan Pusat Statistik. (2024). Dinamika Konsumsi Lahan Wilayah Urban di Indonesia. Jakarta: Badan Pusat Statistik
ANTARA News. (2024). Pemerintah targetkan
Gambar:

Sustainable Revitalization for a Prosperous Life

Pada masa di mana keberlanjutan lingkungan menjadi urgensi tinggi serta kemakmuran ekonomi bergantung atas ketersediaan sumber daya yang terbatas, konsep adaptive reuse sebagai revitalisasi berkelanjutan dinilai menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Salah satu cara positif untuk memanfaatkan sumber daya yang ada adalah dengan meningkatkan dan menciptakan nilai tambah yang tinggi bagi suatu aset. Dengan upaya memanfaatkan kembali struktur dan ruang yang telah ada, kita dapat membangun interaksi yang berdampak, mengurangi kerusakan lingkungan akibat pembangunan, serta meningkatkan kesejahteraan melalui pendekatan ekonomi. Pendekatan ini tidak hanya melestarikan warisan budaya yang dimiliki suatu daerah tetapi juga turut berperan menghasilkan solusi inovatif untuk kehidupan kontemporer. Penerapan konsep ini dapat dijumpai pada percontohan proyek adaptive reuse di Rest Area Brebes KM 260B, revitalisasi St. Clements London, dan inisiatif pengelolaan sampah Zero Waste Kamikatsu, Jepang.

Preservation: Prioritize Culture for Sustainability

Sebuah bangunan pabrik gula dengan luas tapak 10 hektar dan luas bangunan 2,75 hektar yang berusia lebih dari 150 tahun terletak di Brebes, Jawa Tengah diubah fungsinya menjadi rest area tanpa merusak struktur aslinya. Transformasi ini memungkinkan terciptanya banyak aktivitas ekonomi yang dapat membantu menyejahterakan lingkungan sekitar, dengan tetap menjaga nilai sejarah sekaligus memberi fungsi baru yang relevan pada bangunan lama ini.

History Line

Dikenal dengan nama Rest Area Heritage Banjaratma. Berada pada bekas kawasan pabrik gula yang pendiriannya dimulai sejak tahun 1908 oleh perusahaan perkebunan milik pemerintah kolonial Belanda bernama N.V. Cultuurmaatschappij1

Revitalization

Proses revitalisasi dimulai pada tahun 2018 dan selesai pada tahun 2019 dengan mempertahankan fasad aslinya yang menambah kesan historis dari rest area ini. Elemen pabrik yang dipertahankan meliputi dinding bata berwarna merah, lokomotif penarik bahan baku, serta mesin yang digunakan untuk menggiling tebu.

1 Z. Muhaimin, “Pabrik Gula Banjaratma,” Wikipedia, 2021. Pabrik Gula Banjaratma - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.
Gambar: Rest Area Banjaratma Brebes Sumber: Construction+, 2020
Gambar Bandjaratma Brebes Sumber: Koleksi Wereld Museum, 1926
Gambar: Sisa Bangunan Asli yang masih di Pertahankan Sumber: Kompas.com, 2023

Facilities

Fasilitas penunjang yang disediakan meliputi SPBU, masjid, area parkir, dan kios makanan. Fakta menariknya, kawasan ini sering kali dijadikan sebagai tempat melakukan foto prewedding sebab bangunan yang dinilai memiliki tampilan menarik di berbagai spot yang menghasilkan kesan sejarah panjang.

Concept

Pilihan untuk memperlihatkan struktur besi dan bata ekspos di fasad bangunan ini memperkuat kesan estetika industrial yang berbeda dari visual rest area lain.

Building the economy

Mampu menjalankan aktivitas perekonomian warga lokal dengan menjual makanan khas daerah dan souvenir.

Arsitek

Gregorius Supie Yolodi & Maria Rosantiana

Gambar: Struktur Bangunan Pabrik  Sumber: Kompas.com, 2023
Gambar: Pabrik Sebelum di Revitalisasi Sumber: Dok. Zul Muhaimin, 2021
Gambar : Pabrik Pasca Revitalisasi Sumber: Kompas.com, 2023
Gambar : Spot di Re
Banja
ma Brebes Sumber: Construction+, 2020

Reviving History: Adaptive Reuse at St. Clements, London 2

Kawasan ini adalah kawasan perumahan dengan harga terjangkau yang merupakan regenerasi dari Rumah Sakit St. Clement dan bekas rumah kerja bergaya Victoria di Mile End. Berasal dari tahun 1848, lokasi seluas 4,5 hektar ini terdiri dari 19 bangunan dengan berbagai usia dan kualitas, yang telah terbengkalai sejak tahun 2005. Pengembangan proyek yang didasarkan atas keterlibatan komunitas ini memungkinkan terpenuhinya kebutuhan serta aspirasi masyarakat setempat. Pembangunan rumah pada kawasan ini direncanakan akan menyediakan sebanyak 252 unit rumah baru2.

Community

Proyek ini dikerjakan oleh London Community Land Trust (CLT) guna menghasilkan perumahan yang terjangkau dan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang telah berjuang selama 12 tahun untuk mendapatkan hunian3.

Innovation

Pembukaan bekas lokasi bertembok, yang meliputi penyediaan rute pejalan kaki dan sepeda di bagian utara dan selatan St. Clements melalui skema yang menghubungkan Mile End Road ke Cemetery Park (Akses terhadap RTH)4.

Affordable Housing

35% dari total 252 rumah yang dibangun pada kawasan ini dikategorikan sebagai rumah dengan harga sangat terjangkau, termasuk di dalamnya 58 unit sewa subsidi dan 23 unit rumah untuk anggota London Community Land Trust (CLT) yang diberi hak kepemilikan terbatas dengan syarat dan ketentuan yang berlaku dari CLT.

Arsitek

John Thompson & Partners (JTP)

Gambar: Kawasan di St. Clements Sumber: Urban Design Group, n.d.
Gambar : Komunitas di St. Clements Sumber: London CLT, 2019
Gambar : Arsitek John Thompson Sumber: Architect’s Journal, 2023
Gambar : St. Clements London Sumber: Urban Design Group, n.d

Green the Earth: Manage Waste Independently as a Source of Sustainable Living

Pusat pengelolaan sampah yang dirancang melalui pembangunan kembali kawasan pembuangan sampah dan pembuangan sisa konstruksi seluas 5.557 m2 ini terletak pada kota Kamikatsu, prefektur Tokushima, Jepang. Revitalisasi kawasan ini  memiliki fungsi yang lebih berdampak besar terhadap lingkungan dan aktivitas sosial masyarakatnya. Visinya adalah menjadi kota dengan nol sampah dan rumah bagi komunitas daur ulang berkelanjutan di Jepang.

Sustainability

Konstruksi Kamikatsu Waste Town menekankan penggunaan kembali material yang bersumber dari berbagai bangunan terbengkalai seperti sekolah, rumah, serta kantor pemerintahan Jepang, dimaksudkan untuk mengurangi penebangan guna mendapatkan material baru.

Reduce, Reuse, and Recycle

Sampah yang dihasilkan dipilah ke dalam 45 kategori meliputi kategori kertas, botol plastik, kaca, logam, kaleng, pakaian, serta sisa makanan organik untuk memaksimalkan proses daur ulang.

Value

Keberlanjutan, komunitas dan partisipasi masyarakat, pendidikan, inovasi, kolaborasi, serta tanggung jawab sosial ekonomi.

Arsitek

Hiroshi Nakamura

Community

Berjalan atas partisipasi komunitas yang ada dan menyediakan Zero Waste Academy sebagai wadah pembelajaran keberlanjutan.

Initiator

Kawasan ini dijadikan sebagai percontohan bagi banyak wilayah di seluruh dunia dalam pengelolaan sampah dan pengembangan kawasan mereka.

Gambar: Penggunaan Material Bekas Sumber: ArchDaily, 2020
Gambar : Hasil Daur Ulang Sumber: ArchDaily, 2020
Gambar : Arsitek Hiroshi Nakamura Sumber: nakam.info, n.d.

From Industrial Legacy to Sustainable Oasis: Navigating Challenges and Seizing Opportunities

Fadilla Giffariny Amuna

Project Member: Wilda Rizkina Ulfa, Irvi Syauqi Salendra, Raina Cahya Gunadi, Muhammad Afendi, Almira Nadia Shalsabila, Ibrahim Wicaksono, Ade Nurma Prasetyo, Prisca Bicawasti B. S., Fadilla Giffariny Amuna

Reshaping Urban Landscape: The Yangpu Waterfront Rejuvenation Journey

Terletak di jantung distrik Yangpu, kawasan revitalisasi seluas 50 Ha ini menawarkan kanvas kosong yang kaya akan sejarah dan potensi menarik. Dilintasi langsung oleh Sungai Huangpu sebagai nadi kehidupan, kawasan ini telah lama menjadi saksi bisu transformasi industri Kota Shanghai. Shanghai Urban Design Challenge (SUDC), merupakan kompetisi perencanaan kawasan guna mewujudkan tujuan pengembangan: “A High Quality Riverside Space” di sepanjang Sungai Huangpu. Proyek ini bermaksud merevitalisasi kawasan industri yang terbengkalai menjadi pusat inovasi dan kreativitas yang dinamis. Melalui pendekatan adaptive reuse yang cermat, bangunan industri bersejarah diharapkan dapat dialihfungsikan sebagai ruangruang kreatif, pusat riset, ruang publik, sehingga dapat menjadi living lab inovasi urban, sekaligus tetap melestarikan jejak sejarah industri.

Perencanaan kawasan diharapkan dapat menyesuaikan arahan pengembangan di mana secara spasial, kawasan mampu mengakomodasi inovasi teknologi dan industri serta dapat menyediakan layanan publik yang mumpuni. Adapun secara ekologi, waterfront green belt diharapkan dapat menjadi paru-paru kota yang menawarkan ruang terbuka hijau yang berkualitas bagi masyarakat luas.

Gambar: Kawasan Rencana Yuangpu Waterfront
 Sumber: Shirvano Consulting (2024)
Gambar:  Waterfront Pedestrial Walkway & Bridge Sumber: Shirvano Consulting (2024)

Navigating Urban Renewal: Unveiling Challenges and Opportunities at the Yangpu Waterfront

Terletak di tepi Sungai Huangpu, kawasan ini dulunya merupakan pusat industri yang berkembang pesat, dengan pabrik-pabrik yang berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi Shanghai. Namun, seiring berjalannya waktu, banyak bangunan industri di kawasan ini mengalami penurunan fungsi dan dibiarkan terbengkalai, meninggalkan jejak sejarah yang menunggu untuk dihidupkan kembali. Kondisi ini, meskipun menantang, menawarkan peluang besar untuk menerapkan konsep adaptive reuse. Dengan pendekatan yang tepat, bangunan-bangunan ini dapat diubah menjadi ruang yang relevan dan bermanfaat bagi masyarakat, seperti pusat seni, ruang komunitas, atau fasilitas publik lainnya yang mampu menghidupkan kembali kawasan tersebut.

Namun, penerapan konsep adaptive reuse bukan tanpa tantangan. Tantangan utama dalam penerapan adaptive reuse adalah menemukan keseimbangan antara mempertahankan nilai sejarah bangunan dan mengadaptasinya untuk penggunaan baru yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat modern. Proses ini memerlukan identifikasi elemen karakteristik bangunan yang harus dipertahankan, termasuk pertimbangan dampak sosial dan ekonomi dari perubahan tersebut. Selain itu, isu lingkungan juga menjadi perhatian penting, yang mana dalam merancang kawasan perlu memperhitungkan pemilihan material bangunan yang ramah lingkungan, mengidentifikasi potensi pencemaran yang mungkin ditimbulkan selama renovasi, serta meningkatkan efisiensi energi dan keberlanjutan bangunan. Suksesnya proyek ini diharapkan dapat mempertemukan harmoni antara visi pengembangan dengan kebutuhan masyarakat. Dengan demikian, manfaat yang diperoleh dapat menyentuh aspek sosial yang lebih luas.

Di balik setiap tantangan, terdapat potensi yang menanti untuk diraih. Dengan mengadopsi pendekatan inovatif dan berkelanjutan, revitalisasi Yangpu Waterfront berpotensi menjadi contoh bagi model pengembangan urban lainnya. Inisiatif untuk menciptakan A High Quality Riverside Space yang inklusif dan ramah lingkungan dapat memperkuat ikatan sosial dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Penggunaan teknologi hijau dan desain berkelanjutan akan menjadikan kawasan ini sebagai pusat inovasi yang juga memberikan kontribusi positif terhadap lingkungan. Yangpu Waterfront, dengan demikian, akan menjadi simbol transformasi urban yang menghargai sejarahnya sambil memandang masa depan yang lebih cerah.

From Mind to Matter: Exploring the Thought Process Behind the Design Methodology

Perumusan desain melewati beberapa tahapan dimulai dari brainstorm hingga ideation. Shirvano dalam setiap proyeknya, memastikan bahwa hasil desain terbaik lahir dari buah pemikiran panjang, memperhitungkan seluruh risiko, serta mampu mengatasi berbagai tantangan yang muncul dengan solusi inovatif yang mengoptimalkan seluruh potensi sehingga dapat menciptakan desain yang tidak hanya inovatif, tetapi juga relevan dan berkelanjutan dalam jangka panjang.

Preliminary Analysis Design Development

Gambar: Design Methodology

Sumber: Shirvano Consulting (2024)

Proses dimulai dengan fase preliminar y di mana seluruh tim akan memahami keseluruhan konteks kawasan, mempelajari benchmarking, hingga menyusun program plan dengan tujuan tim dapat menguasai kawasan secara holistik dan mampu mengidentifikasi pendekatan desain terbaik. Kemudian, dilanjutkan dengan desk study guna menambah wawasan dalam perumusan desain. Fase preliminar y menghasilkan hipotesis dan sintesa yang dianalisis lebih dalam menggunakan metode Multi-Layer Analysis, mencakup analisis kebencanaan, iklim, rute transportasi, dll. Analisis ini menghasilkan simpulan yang dituangkan dalam

SWOT Analysis sebagai pendekatan desain yang saintifik dan terukur. Hasil analisis ini kemudian digunakan dalam perumusan Design Baseline: Issues, Goal, Design, dan

Strategies.

Gambar: Analisis SWOT Sumber: Shirvano Consulting (2024)

Design Baseline inilah yang kemudian dikembangkan lebih lanjut pada proses Design Development yang menghasilkan konsep, rekomendasi desain, hingga ilustrasi dalam bentuk master plan ataupun image rendering.

Gambar: Contoh Analisis Iklim & Temperatur

Sumber: Shirvano Consulting (2024)

Breathing New Life into Shanghai's Past: Reimagining the Yangpu Waterfront

Berdasarkan studi oleh Zhang, et al., terdapat setidaknya lima tujuan revitalisasi yang harus dicapai bagi kawasan pasca-industri menjadi lingkungan hijau, termasuk di Kota Shanghai, yakni: 1) Mereklamasi lahan yang kurang dimanfaatkan, 2) Menciptakan ruang publik yang mendukung berbagai kegiatan, 3) Meningkatkan identitas kawasan dengan penggunaan material tertentu serta memaksimalkan fitur industri yang tersedia, 4) Menerapkan pendekatan desain yang bertanggung jawab terhadap ekologi, dan 5) Menyediakan lingkungan perkotaan yang hidup [1]. Shirvano, kemudian berupaya menghasilkan desain yang dapat mencapai tujuan-tujuan tersebut melalui upaya adaptive reuse bagi kawasan Yangpu Waterfront.

Visioning, Sub-Visioning, & Design Strategies

Shirvano dalam mewujudkan tujuan desain A High Quality Riverside Space, merincikan tiga kelompok tujuan yakni:

Gambar: Design Goals Sumber: Shirvano Consulting (2024)

Selanjutnya, dirumuskan arahan pengembangan kawasan rencana sebagai Renewed Yangpu Waterfront: A Vibrant Ecosystem Overflowing with Creativity and Innovation dengan sub-visioning pada lima aspek sebagai berikut:

1

Biodiversity Memastikan bahwa pengembangan kawasan akan mempertimbangkan dampak ekologis dimana nantinya vegetasi, binatang, dll akan hidup berdampingan dengan manusia dan menciptakan ruang publik dengan interaksi antara manusia dan alam yang membawa dampak positif.

Goals achieved: Creation of Open Spaces, Protect & Preserve The Ecological System.

3

Opportunity Memanfaatkan peluang ritel dan komersial pada ruang publik guna memenuhi kebutuhan konsumsi penduduk sekaligus menghidupkan perekonomian.

Goals achieved: Vibrant Functions as Leisure Services.

5

2

Communit y Menghadirkan ruang publik yang hidup guna memenuhi kebutuhan berkumpul dan mengekspresikan diri masyarakat. Diharapkan dapat memperkuat koneksi sosial & interaksi, serta meningkatkan sense of belonging.

Goals achieved: Creation of Open Spaces, Vibrant Functions as Leisure Services.

4

Flexibility Menawarkan fleksibilitas fungsi & aktivitas sehingga menghasilkan ragam kegiatan yang menghidupkan kawasan. Hidupnya kawasan akan menarik lebih banyak pengunjung, inklusif, dan membangkitkan perekonomian.

Goals achieved: Vibrant Functions as Leisure Services

Productivit y Sebagai pusat inovasi dan teknologi melalui alokasi ruang untuk bekerja, inkubasi, gedung pertemuan, studio, lokakarya, maupun pendidikan.

Goals achieved: Vibrant Functions as Leisure Services.

Kemudian arahan tsb diturunkan dalam empat design strategy:

a) Integrated Ecosystem

b) Natural Ecosystem

c) Vibrant Ecosystem

d) Future Ecosystem

Gambar: Design Strategies Sumber: Shirvano Consulting (2024)

Berdasarkan visioning di atas, pengembangan desain kemudian diarahkan pada 5C Concept: Conserve, Control, Contribute, Collaborate, dan Connect. Kelima konsep di samping juga berkaitan langsung dengan lima sub-visioning, sehingga lebih mudah bagi para konsultan untuk mentranslasikan arahan pengembangan kawasan dengan visualisasi desain akhir.

Gambar: Design Framework Sumber: Shirvano Consulting (2024)

Design Recommendations

Gambar: 5C Concept Sumber: Shirvano Consulting (2024)
Gambar: Illustrative Master Plan Sumber: Shirvano Consulting (2024)
Gambar:
Sumber: Shirvano Consulting (2024)
Gambar: Structure Plan Sumber: Shirvano Consulting (2024)

Gambar: ROW Section

Sumber:

Slow Traffic System Sumber:

Sub-visioning: Flexibility

Design Strategies: Integrated Ecosystem - Continuous Waterfront Pedestrian Way & Cycling Path

Goals: Vibrant Functions as Leisure Services

slow traffic system

Diterapkan strategi fungsi jalan yang mengadopsi konsep , yang tidak hanya mengutamakan keamanan bagi pejalan kaki, tetapi juga mengintegrasikan area tepi sungai dengan ekosistem sekitar melalui jalur pejalan kaki yang nyaman dan mudah diakses.

Jalur pedestrian yang tersedia guna menghubungkan berbagai kawasan, menjadikan masyarakat lebih fleksibel dalam mengakses dan berinteraksi dengan berbagai ruang. Hal ini diharapkan dapat menciptakan atau transisi yang mulus di antara satu area dengan area lainnya, mendorong aktivitas sosial yang lebih interaktif serta mendukung kehidupan masyarakat yang lebih . Di samping itu, ruang ini juga dapat difungsikan bagi masyarakat untuk bersantai dan menikmati alam, menjadikan ruang pedestrian tidak hanya sebagai sarana mobilitas, tetapi juga sebagai ruang publik yang menawarkan kegiatan rekreasi dan interaksi yang dapat mendukung kesejahteraan komunitas.

seamless transition vibrant

Site Section & Variety of Activities

Sub-visioning: Community, Productivity

Design Strategies: Vibrant Ecosystem, Future Ecosystem

Goals:

Creation of Open Spaces, Vibrant Functions as Leisure Services

Ruang didesain untuk mampu mengakomodasi berbagai kegiatan, yang mampu mengintegrasikan kebutuhan ruang bagi lintas generasi, baik untuk berkumpul, bersosialisasi, maupun berkreasi. Sehingga, ruang secara inklusif mempromosikan lingkungan selaras dengan kebutuhan masyarakat, melalui pendekatan multigenerasional dan berorientasi pada komunitas.

Shirvano Consulting (2024)
Gambar:
Shirvano Consulting (2024)
Gambar:
Sumber: Shirvano Consulting (2024)

Ruang-ruang publik dirancang untuk dapat digunakan sebagai area olahraga, taman bermain, serta area khusus yang memfasilitasi lansia pada bagian Ruang publik juga  difungsikan sebagai area hijau yang dapat diakses secara inklusif pada public green space sekaligus melindungi habitat alami biodiversitas terutama pada

elderly care.

river bird sanctuary. creative hub, innovation center,technology incubation

Keberagaman fungsi ini kemudian turut menyemarakkan, menambah vibransi kawasan, menciptakan interaksi sosial yang dinamis antara komunitas lokal hingga menarik pengunjung dari berbagai latar belakang. Hal ini yang kemudian memunculkan peluang ekonomi sehingga fungsi komersial dapat berkembang secara berkelanjutan. Dengan demikian, ruang publik tidak hanya sekedar berfungsi sebagai tempat berkumpul, bersosialisasi, serta memantik inovasi, tetapi juga menjadi katalis bagi pertumbuhan ekonomi lokal. Fasilitas seperti dan juga membuka peluang kolaborasi antar berbagai sektor, menciptakan ekosistem yang mendorong kewirausahaan, kreativitas, pengembangan teknologi, hingga memantik inovasi.

Sub-visioning: Biodiversity

Design Strategies: Natural Ecosystem

Goals:

Protect & Preserve The Ecological System, Creation of Open Spaces

Water Sensitive Urban Design

Biodiversity Sensitive Urban Design dynamic wetland dynamic wetland

Mempertahankan keseimbangan ekologis dalam keseluruhan rencana pengembangan menjadi prioritas utama. Penerapan konsep WSUD ( ) dan BSUD ( ) dilakukan secara holistik pada seluruh elemen desain, diantaranya yakni dengan menciptakan di sepanjang sisi sungai sebagai daerah peralihan antara ekosistem air dan darat, yang mampu menyerap dan menyaring air, mengurangi limpasan air hujan, serta mendukung keanekaragaman hayati sebagai tempat hidup flora dan fauna. Selain itu, menawarkan area rekreasi alami bagi masyarakat sekitar

Gambar: Flora Fauna Mapping Sumber: Shirvano Consulting (2024)
Gambar: Water Management Sumber: Shirvano Consulting (2024)
Gambar: Landscape and Ecological Plan Sumber: Shirvano Consulting (2024)

Thematic vegetation park public plaza elderly care sponge area dirancang guna memperkaya pengalaman ruang dengan secara khusus dilakukan pemilihan yang menyesuaikan kebutuhan dan fungsi ekologis kawasan tersebut. Sebelum menuju zona yang lebih terbuka bagi publik seperti dan fasilitas khusus bagi , sungai yang membelah kawasan menjadi elemen penting penghubung antar ruang. Di sepanjang tepian sungai juga diterapkan konsep yang tak hanya berfungsi untuk menampung dan menyaring air hujan sebagai solusi regenerasi alam, tetapi juga sebagai mampu memenuhi kebutuhan ruang bagi biodiversitas dan komunitas lokal.

Pendekatan ini memungkinkan bagi kawasan bukan hanya mampu mengakomodasi kegiatan publik dan interaksi sosial, melainkan juga berperan secara aktif dalam menjaga keseimbangan ekosistem guna keberlanjutan lingkungan perkotaan di masa depan.

Sub-visioning: Productivity, Opportunity

Design Strategies:

Vibrant Ecosystem, Future Ecosystem

Goals:

Vibrant Functions as Leisure Services, Creation of Open Spaces

Ground floor

indooroutdoor

Eksplorasi desain Shirvano dilakukan dengan memadukan ruang dan guna menciptakan interaksi dinamis antar ruang. dirancang terbuka untuk publik, memungkinkan akses yang lebih mudah ke berbagai fasilitas dan menciptakan ruang-ruang yang dapat mendorong aktivitas informal. Lantai atas menawarkan beragam fungsi ruang dengan kegunaan yang lebih spesifik seperti , dst. Semakin tinggi lantai, ruang-ruang di desain menjadi lebih semi-terbuka, menciptakan gradasi keterbukaan ruang publik, dari yang sepenuhnya terbuka pada lantai dasar hingga semi-terbuka pada lantai-lantai berikutnya.

Kombinasi antara ruang terbuka, semi-terbuka, dan tertutup tidak hanya menciptakan lingkungan yang lebih tetapi juga memantik produktivitas di masa yang akan datang. Pendekatan secara ini menjadikan kawasan mampu menawarkan ruang dengan berbagai pengalaman yang mendorong kreativitas, kolaborasi, dan interaksi publik. Setiap lapisan ruang memberikan nilai fungsional yang berbeda, namun tetap terintegrasi, sehingga melahirkan ekosistem yang kaya akan aktivitas dan inovasi.

creative hub, convention hall, commercials vibrant, multilayered urban

Lesson Learned

adaptive reuse

adaptive reuse sense of place,

Proyek Yangpu Waterfront menjadi studi kasus yang menarik dalam penerapan , menyoroti pentingnya keseimbangan antara pelestarian sejarah dan fungsionalitas modern. Salah satu pelajaran signifikan adalah efektivitas dalam membangun karena pendekatan ini memungkinkan pelestarian elemen sejarah sambil mengakomodasi penggunaan kontemporer. Pendekatan ini tidak hanya menghidupkan kembali lanskap fisik tetapi juga memperkuat identitas komunitas. Sehingga, proyek ini tidak hanya menghormati warisan industri kawasan tersebut, tetapi juga memastikan bahwa ruang-ruang baru dapat memenuhi kebutuhan masyarakat saat ini. Selain itu, proyek ini menekankan nilai praktik berkelanjutan, menunjukkan bahwa pemanfaatan kembali struktur yang ada, dengan perencanaan yang matang dan terukur, dapat secara signifikan mengurangi dampak lingkungan sambil mendorong ekosistem urban yang dinamis.

Gambar: Versatile Architecture Sumber: Shirvano Consulting (2024) B
Sumber: Shirvano Consulting (2024)
Gambar:  Waterfront Pedestrial Walkway & Bridge
Sumber: Shirvano Consulting (2024)

Connecting Every Dot of Terminal Pakupatan as a Terminal of Life

As an architect , you design for the present with an awareness

of the past for a future which is essentially unknown

Beyond The Terminal Pakupatan

Transformasi Terminal Pakupatan Menjadi "Terminal of Life"

Terminal of Life

Terminal Pakupatan, yang terletak di Serang, Banten, menjadi pusat transportasi utama yang melayani berbagai rute bus antar dan dalam kota. Meski memiliki peran penting, kondisi eksisting terminal ini menunjukkan adanya kebutuhan mendesak untuk revitalisasi dan pengembangan. Dengan luas 30.569 m2, konsep diusung untuk mentransformasikan Terminal Pakupatan menjadi lebih dari sekadar tempat transit, tetapi juga sebagai pusat kehidupan sosial, ekonomi, dan kebugaran bagi masyarakat.

Meskipun sudah dilakukan proses revitalisasi dari 2022 sampai

Sir Norman Foster.

Penelitian

dan perencanaan

Pola konsisten dari perilaku penumpang di Terminal Pakupatan yang duduk menghadap ke arah depan ketika menunggu dan setelah turun dari bus mencerminkan kebutuhan terhadap konfigurasi ruang nyaman serta menjadi dasar pengembangan kawasan terminal.

Pembangunan fasilitas

Dimulai dengan konstruksi ruang hijau, fasilitas modern, dan area komersial, sambil memastikan semua pembangunan mengikuti standar keberlanjutan dan ramah lingkungan.

Pengoperasian dan pemeliharaan

Melibatkan komunitas lokal dalam pengoperasian fasilitas baru dan menerapkan program pemeliharaan rutin untuk menjaga kondisi fasilitas.

Gambar: Arah Pandangan Penumpang saat Menunggu Bus Datang

Di Terminal Pakupatan terdapat dua tapak yang dikembangkan dengan karakter yang berbeda, tapak pertama berbentuk kotak terletak di bagian belakang terminal, sedangkan tapak kedua berbentuk segitiga berada di sudut terminal. Kedua tapak ini dirancang untuk menciptakan ruang publik yang hidup dan dinamis sebagai wujud dari konsep konektivitas yang mengutamakan aspek visual, aksesibilitas, serta interaksi sosial.

Tapak 1:

Destinasi Gaya Hidup dan Kesehatan

Lokasi pembangunan tapak 1 berada pada bagian belakang bangunan terminal utama sehingga membuat area ini memiliki keterbatasan akses terutama bagi pengunjung yang datang menggunakan kendaraan pribadi dan hanya dapat dijangkau melalui jalan tembusan dari Universitas Tirtayasa. Hal ini menghadirkan pertanyaan utama mengenai “bagaimana lokasi tersebut dapat diakses oleh semua pengunjung terminal?”

Pembangunan tapak 1 mengadopsi bentuk reguler kotak dengan alasan yang berkaitan dengan aspek efisiensi ruang, kemudahan konstruksi, ekonomis, stabilitas dan kekuatan struktur, fleksibilitas desain interior, serta estetika. Beberapa aspek yang menjadi keunggulan pemilihan bentuk reguler kotak tersebut pada akhirnya mempengaruhi efisiensi pembangunan Terminal Pakupatan yang lekat dengan fungsi fleksibilitas dan kepraktisan yang tinggi sebagai fasilitas publik yang nyaman.

Arah hadap lokasi pembangunan ke arah sisi terpanjang terminal memungkinkan pengunjung yang menunggu dapat melihat langsung ke arah kedatangan dan keberangkatan bus. Sebagai kawasan pertemuan berbagai moda transportasi, seperti bus, kendaraan bermotor yang umumnya adalah ojek, dan kendaraan pribadi Terminal Pakupatan dapat menghadirkan efisiensi pola sirkulasi keterhubungan antar moda. Tidak hanya memperhatikan sirkulasi internal, guna menjawab pertanyaan sebelumnya maka arsitek juga memastikan bahwa terminal ini memiliki konektivitas yang baik dengan kawasan sekitarnya melalui adanya kemudahan akses jalan yang mendukung semua kebutuhan pengunjung terminal dari sisi perancangan area eksterior. Konektivitas sosial juga menjadi keunggulan desain melalui adanya area komersialisasi yang memungkinkan pengunjung untuk dapat bersosialisasi sembari berbelanja dan menyantap hidangan untuk menunggu keberangkatan bus

Gambar : Alur Si
kulasi dan Kondisi tapak

Connect

Menciptakan konektivitas secara visual dan akses ke area keberangkatan bus. Penambahan akses lengkung diberikan untuk memberikan kesamaan visual dengan bangunan eksisting

Pemilihan material bata tempel dan panel GRC aksen beton digunakan untuk mencapai tampilan visual yang ramah meskipun dengan biaya terbatas.  Aksen lengkung yang terdapat pada sudut bangunan mampu menciptakan keharmonisan dengan bangunan terminal eksisting yang dinamis. Melalui bentuk lengkungan tersebut, arah pandang yang dihasilkan akan jauh lebih luas sehingga semakin mempermudah akses pergerakan pengunjung terminal.

Bangunan yang terdiri dari dua lantai ini dialokasikan untuk fungsi olahraga dan retail bagi pengunjung Terminal Pakupatan. Lantai pertama difungsikan sebagai area olahraga berupa lapangan futsal yang terdiri atas dua lapang utama. Lantai kedua difungsikan sebagai kios retail dan foodcourt. Kios-kios dan fasilitas lainnya akan ditempatkan secara strategis yaitu pada sepanjang jalur pejalan kaki utama untuk meminimalkan jarak tempuh dan memaksimalkan kenyamanan penumpang.

Pengaturan zonasi bagi lantai pertama dan kedua didasarkan atas kemudahan akses namun tetap terkoneksi dengan baik. Lapangan futsal yang terdapat pada lantai pertama memungkinkan pengunjung terminal memperoleh pengalaman olahraga yang maksimal. Lantai pertama dapat memberikan kemudahan bagi sirkulasi pemain futsal dan penonton. Sedangkan lantai dua difokuskan bagi retail area agar komposisi aktivitas dapat dioptimalkan bagi kegiatan yang lebih statis seperti berbelanja dan makan. Tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan pengunjung terminal dalam hal olahraga dan retail, bangunan dua lantai ini dapat menjadi daya tarik utama terminal karena mampu menghadirkan ruang komunal yang nyaman bagi semua kalangan.

Dengan total area atau Gross Floor Area (GFA) seluas 3161 m2,  66% diantaranya yang dapat digunakan sebagai area komersial yang berasal dari Net Floor Area (NFA) seperti ruang ritel atau penyewaan di area Terminal Pakupatan. Dengan lebih dari setengah luas bangunan yang disewakan membuat bangunan ini menarik memiliki nilai investasi yang menarik.

Gambar: Perspektif Desain dan Pemilihan Material Bangunan
Gambar: Pengaturan Zonasi Area Futsal dan Area Retail/Foodcourt
Gambar: Penggunaan Konsep Konektivitas dalam Pembangunan Terminal Pakupatan
Final
Hasil akhir massa

Tapak 2:

Material yang digunakan pada bangunan ini lebih minimalis dengan pemilihan cat berwarna putih mampu menghadirkan kesan sederhana tanpa menghilangkan fungsi estetika dan elegansi bangunan. Perawatan yang jauh lebih murah dengan upaya yang minimal pada terminal sebagai ruang publik mampu mengurangi biaya pemeliharaan dalam jangka panjang.

Terdapat sebanyak 42 kios atau 33,9% dari luas lahan yang dapat difungsikan untuk aktivitas retail. Terdapat seating area bersama yang disediakan untuk mendorong interaksi sosial pada ruang terbuka di sekitar kios seluas 47,2% dari jumlah total area.

Gambar:  Perspektif Eksterior Kios

Fungsionalitas, keselamatan, dan estetika menjadi faktor utama dalam merancang perbedaan elevasi antara seating dengan area parkir pada tapak ini. Melalui perbedaan elevasi ini, pengguna dapat terhindar dari resiko distraksi fisik akibat lalu lalang kendaraan pada area parkir. Perbedaan fungsi ruang juga menjadi lebih jelas melalui perbedaan elevasi sehingga menciptakan ruang yang lebih terorganisir.

Sebagai ruang publik yang ditujukan bagi seluruh masyarakat dengan berbagai latar belakang termasuk kelompok kebutuhan khusus, maka kami memastikan agar semua orang dapat merasakan kenyamanan, aksesibilitas, dan keselamatan yang sama. Integrasi konsep inklusivitas Terminal Pakupatan menjadi kunci utama. Implementasi konsep pada desain secara nyata dituangkan pada keberadaan menuju area  kios dan menuju area parkir. ini dirancang dengan kemiringan yang tepat sehingga dapat dijangkau oleh siapapun tanpa kesulitan termasuk mobilitas barang berat seperti koper sehingga fleksibilitas pengunjung lebih luas.

ramp area seating Ramp

Lesson Learned

Menggabungkan serangkaian fungsi pada satu tempat adalah kunci dalam menciptakan lingkungan serbaguna yang dinamis. Terminal Pakupatan sebagai ruang publik yang menyediakan fasilitas kesehatan, berbelanja, dan aktivitas kuliner tidak hanya memenuhi kebutuhan pengunjung terminal tetapi juga mampu menjadi daya tarik untuk siapapun agar turut serta dalam ruang komunal yang nyata. Hasilnya, interaksi sosial meningkat dibarengi dengan dorongan aktivitas ekonomi yang signifikan.  Pendekatan dan konektivitas memastikan setiap sudut pada Terminal Pakupatan dirancang untuk memberikan kemudahan serta kenyamanan bagi semua pengunjung. Integrasi berbagai aktivitas dalam satu tempat memungkinkan pengunjung mendapat pengalaman holistik dan menyenangkan. Sehingga pada pelaksanaannya, Terminal Pakupatan tidak hanya menjadi ruang publik untuk transit namun mampu menjadi destinasi untuk terhubung dengan lingkungan sekitar.

people’s point of view

Gambar:  Perbedaan Elevasi Seating Area dengan Parking Area
Gambar:  Perspektif Interior

Adaptive Reuse in Co-living:

Exploring Contemporary Lifestyle Trends and Social Preferences

Pembahasan terkait kebutuhan hidup yang esensial menjadi salah satu topik  yang terus relevan, terutama dengan berbagai tantangan yang dihadapi oleh masyarakat global tak terkecuali generasi milenial. Ketika membahas mengenai kebutuhan esensial, kita tidak hanya berkutat pada bagaimana memenuhi kebutuhan dasar beserta elemen penyertanya, lebih jauh dari pada itu perlu kita tekankan pada bagaimana terciptanya lingkungan yang mendukung pertumbuhan serta perkembangan yang berkelanjutan, dan senantiasa memikirkan kehidupan selanjutnya. Hal ini melingkupi pendekatan inovatif dalam merancang hunian sebagai salah satu kebutuhan yang tak terelakkan bagi manusia, mengaplikasikan praktik keberlanjutan dalam kehidupan sehari-hari, juga membentuk kembali solidaritas sosial dalam komunitas-komunitas yang ada.

Berdasarkan riset yang dilakukan oleh World Economic Forum, bahwa pertahun 2024 jumlah generasi milenial di seluruh dunia mencapai persentase 23% dari keseluruhan populasi yang ada, dengan angka sebesar 1,8 milyar jiwa1. Disebutkan bahwa generasi milenial menjadi generasi besar di dunia dengan tingkat pendidikan tinggi serta memiliki pengaruh pada berbagai aspek kehidupan sosial, politik, serta perekonomian dunia. Dengan angka sebesar ini, maka tidaklah mengherankan apabila kebutuhan akan hunian yang layak dan nyaman menjadi prioritas dan permintaan tinggi. Namun, di tengah tingginya angka permintaan, generasi ini mengalami serangkaian tantangan dalam memiliki hunian mereka sendiri. Beberapa tantangan yang mereka hadapi di antaranya adalah inflasi harga properti, keterbatasan bahkan kelangkaan lahan di daerah perkotaan, terus bertambahnya jumlah penduduk, permainan investor, berkembangnya jumlah kelas menengah, hingga permintaan pasar yang kian hari semakin melonjak.

Exploring Essential Living Needs

Faktanya, serangkaian tantangan yang ada tidak dapat menghapuskan kebutuhan akan memiliki hunian yang nyaman. Sebutlah rumah yang menjadi keinginan setiap orang untuk berpulang selepas beraktivitas. Pada modern ini, rumah yang menjadi hunian pribadi memiliki kebutuhan esensial dengan manfaat serta urgensi yang cukup tinggi. Kepemilikan hunian pribadi juga mempengaruhi dan dipengaruhi oleh berbagai aspek seperti emosional serta finansial. Hunian pribadi menghadirkan manfaat seperti meningkatkan nilai kepemilikan aset, mengurangi beban pajak tahunan, lebih hemat dalam jangka panjang, terjaminnya privasi, keamanan, serta keuntungan secara emosional2.

Selaras dengan tingkat permintaan yang ada, terdapat konsep lain yang menawarkan hunian nyaman meski tidak dimiliki oleh perseorangan. Rumah yang kemudian difungsikan sebagai hunian bersama menjadi populer dengan tawaran manfaat yang tak kalah dari hunian pribadi. Pendekatan hunian bersama ini dilandasi berbagai kebutuhan dengan mempertimbangkan keterbatasan akan sumber daya yang ada. Manfaat yang ditawarkan oleh hunian bersama mencakup mengembangkan hubungan sosial dengan sesama penghuni, menjanjikan kemandirian serta pertumbuhan secara individual, stabilitas, dan mampu menghadirkan lingkungan positif atas interaksi dengan komunitas yang ada di sekitarnya.

Beralih pada kondisi faktual di Indonesia, kebutuhan hunian juga semakin tinggi. Terdapat indikator untuk mengetahui persentase kebutuhan rumah secara akurat yang kemudian dikenal dengan sebutan backlog. Backlog mendefinisikan kebutuhan rumah yang tidak terpenuhi atau secara sederhana menunjukkan besaran angka atas kurangnya rumah di Indonesia3 Perhitungan backlog rumah ini dapat ditinjau dari dua perspektif yakni kepenghuhian dan kepemilikan Perspektif kepenghunian dilihat dari perhitungan satu keluarga memiliki satu hunian, sedangkan pada perspektif kepemilikan dihitung berdasarkan home ownership. Berdasarkan hasil temuan, angka backlog di Indonesia pertahun 2020 mencapai 7,64 juta unit (Data Kementerian PUPR). Setiap tahunnya, angka backlog jelas mengalami kenaikan, pada tahun 2021 angka backlog bertambah menjadi 8,2 juta unit dengan selisih kenaikan sebanyak 500 ribu dari tahun sebelumnya. Jumlah lebih besar kemudian mencuat pada 2024, backlog rumah di Indonesia menyentuh angka fantastis sebesar 12,7 juta unit4.

Home Ownership vs. Millennials: Trends and Aspirations

Berdasarkan data yang berhasil dihimpun dari penelitian yang dilakukan oleh Pew Research Center pada tahun 2012 dengan judul Home Sweet Home. Still, persepsi dan preferensi generasi millennial terhadap kepemilikan rumah mencakup keterlambatan dalam pembelian rumah. Hal ini terbukti dengan perbandingan generasi sebelumnya, meski keinginan untuk memiliki rumah pribadi tinggi, generasi ini lebih banyak melakukan sewa sebab didasarkan pada faktor ekonomi salah satunya sulit memperoleh pinjaman, tetap berpandangan bahwa kepemilikan rumah untuk jangka panjang sangat penting meski dalam realisasinya sulit diwujudkan, pemilihan lokasi, serta investasi5. Preferensi generasi ini untuk menyewa hunian lebih besar dibandingkan dengan kepemilikan akan rumah. Maka, mulai banyak diaplikasikannya konsep co-living khususnya pada kota-kota besar. Co-living diartikan sebagai versi formal dari membagi ruang, yang di dalamnya dapat mencakup perhotelan dan perumahan sebagai bentuk dari perumahan bersama6.

Integrasi co-living dalam kehidupan sehari-hari guna mengatasi angka kebutuhan akan rumah semakin dipermudah dengan semakin berkembangnya teknologi yang mempengaruhi proses sewa-menyewa. Banyak sekali situs yang menyediakan jasa dan informasi terkait hunian bersama. Co-living dinilai dapat mewujudkan efisiensi penggunaan ruang dalam lingkungan perkotaan yang padat. Melalui penerapan konsep ini, secara spasial dapat terbentuk kekompakan ruang, serta mampu diwujudkan penghematan ruang yang terbatas. Modal yang efisien, rasa kebersamaan, fleksibilitas, konsep hunian aman bagi wanita, serta peluang untuk berkolaborasi menjadikan co-living digemari oleh generasi millennial Indonesia. Pemikiran ini kemudian melahirkan pertanyaan besar.

Apakah co-living hanya dapat masalahmengatasi spasial dan individual saja? Dapatkah kemudian mengatasi masalah fungsional di dalam kota?

Gambar: Hunian Bersama INGÁ Co-living Sumber: (ArchDaily, 2022)

Adaptive Reuse: Optimizing Abandoned Buildings into High-Value Assets

Merespon pertanyaan besar tersebut, adaptive reuse dapat turut diikutsertakan guna memenuhi kebutuhan akan masalah fungsional bangunan di daerah perkotaan. Upaya pemanfaatan kembali suatu bangunan maupun kawasan tak terpakai dapat mendorong kesejahteraan masyarakat secara sosial dan ekonomi7.

Ketika konsep co-living dielaborasikan dengan konsep adaptive reuse, maka akan menghasilkan keuntungan bagi pelaksanaanya.

Penerapan kedua konsep ini memungkinkan penghematan atas biaya hidup secara individu dan Dampak lingkungan yang timbul dari fenomena perluasan kawasan perkotaan secara tidak terkendali (urban sprawl) dapat dicegah. Dalam hal yang lebih sederhana, keduanya

optimalisasi aset khususnya pada daerah perkotaan. dapat berperan dalam menghemat ruang dan sumber daya yang ada.

Tinjauan dan pemetaan terhadap backlog yang dimiliki Indonesia pertahun 2024 dapat menjadi tolak ukur integrasi konsep co-living dan adaptive reuse. Tiga provinsi dengan angka backlog tertinggi di Indonesia yaitu Jawa Barat dengan angka 2,8 juta, disusul oleh DKI Jakarta dengan angka 1,4 juta, dan Jawa Timur dengan posisi terakhir sebesar 1,2 juta. Besaran angka backlog ini kemudian dapat menjadi peluang untuk merealisasikan kedua konsep sebagai solusi permasalahan akan kebutuhan hunian yang tak kunjung terselesaikan. Berbekal data yang ada, selanjutnya dapat ditelusur tipologi bangunan seperti apa yang cocok untuk diadaptasikan menjadi hunian dengan konsep co-living.

Preseden bangunan dengan adaptive reuse yang umumnya dapat dijumpai adalah bangunan industrial, bangunan bersejarah/cagar budaya, serta bangunan publik. Beberapa proyek yang telah terlaksana memungkinkan bekas pabrik mendapat fungsi baru sebagai hunian bersama yang nyaman seperti The Tannery Lofts (Toronto, Kanada) dan Carriageworks Apartments (Sydney, Australia). Pengembangan kawasan bersejarah kemudian difungsikan sebagai galeri seni maupun museum. Tak terkecuali bangunan publik yang kemudian dikembangkan menghasilkan fungsi baru yang jauh berbeda dari semulanya.

Menilik situasi yang dihadapi oleh ketiga provinsi dengan backlog tertinggi di Indonesia, salah satu tipologi bangunan yang cocok untuk mengakuisisi konsep co-living dan adaptive reuse adalah bangunan ruko. Pemilihan ruko dilandasi oleh fakta bahwa ruko menjadi bangunan utama aktivitas ekonomi, namun sering kali tidak dimanfaatkan sepenuhnya dan kurang dirawat dengan baik. Padahal bangunan ruko merupakan bangunan yang dapat dijumpai di mana pun. Pemilihan ini selanjutnya didukung dengan fakta bahwa jumlah ruko yang tidak dimanfaatkan/kosong di ketiga provinsi dengan backlog tertinggi ternyata juga besar. Pada tahun 2020, Jawa Barat sebagai provinsi dengan backlog tertinggi memiliki jumlah ruko tak terpakai sebanyak 485 unit serta disusul dengan provinsi dengan backlog tertinggi kedua yaitu DKI Jakarta sebanyak 554 unit.

Generasi millennial yang ditargetkan pada penerapan kedua konsep ini memiliki kebutuhan tinggi akan working space. Maka, ruko dapat disulap menjadi hunian bersama dengan fasilitas yang dikategorikan publik dan privat. Fasilitas publik dapat berupa ruang tamu, ruang makan, dapur, gudang, dan area working space. Kamar tidur dan kamar mandi kemudian dapat masuk pada kategori privat.

Gambar: Modifikasi Denah Tipikal Ruko
Sumber: (Prabandari, 2021)
Gambar: Bangunan Industrial, Bangunan Bersejarah, & Bangunan Publik Sumber: (ArchDaily, 2017)

Narrow houses atau rumah-rumah dengan lebar yang sempit, menawarkan peluang unik dalam penerapan konsep bangunan adaptive reuse dan co-living. Proses perancangan narrow houses sering kali mempertimbangkan optimalisasi penggunaan ruang vertikal dan tata letak interior untuk mengakomodasi semua kebutuhan penghuni pada ruang yang sangat terbatas. Rancangan ini umumnya menekankan efisiensi ruang, pencahayaan alami, serta ventilasi alami yang baik. Material dan teknik bangunan yang inovatif dipakai guna mendapatkan struktur yang kokoh serta tahan lama dalam ruang sempit yang dimiliki. Pada lingkungan perkotaan di mana lahan terbatas dan harga tanah tinggi, bangunan ruko tua maupun terbengkalai yang sempit dapat diadaptasi menjadi narrow houses yang fungsional dan menarik.

Opportunities and Challenges: Exploring Innovative Design in Co-Living and Adaptive Reuse

Meski menjanjikan banyak manfaat dan kemudahan, penerapan coliving dan adaptive reuse juga dilengkapi dengan serangkaian tantangan yang dikategorikan ke dalam tiga aspek utama, yaitu aspek psikologis, sosial, dan desain. Ketiganya berkaitan dengan privasi, kebiasaan penghuni, kepemilikan, monopoli bangunan, dan kenyamanan dalam beraktivitas termasuk ketersediaan pencahayaan dan penghawaan yang cukup. Guna mengatasi ketiga tantangan utama ini, maka pemanfaatan bangunan ruko menjadi hunian bersama dapat mencontoh bangunan dengan desain narrow houses.

Proses ini mungkin memerlukan renovasi dan perbaikan secara struktural, tetapi hasil akhirnya dapat memberikan fungsi baru pada ruang yang sebelumnya tidak digunakan atau kurang dimanfaatkan menjadi aset yang memiliki nilai guna tinggi. Dengan dilengkapi desain yang cerdas, ruko yang mengadaptasi konsep narrow houses dapat diubah menjadi ruang hunian bersama di mana beberapa individu berbagi fasilitas umum seperti dapur dan ruang tamu, tetapi tetap memiliki ruang pribadi yang cukup seperti kategori yang disebutkan sebelumnya. Implementasi konsep co-living dalam narrow houses memungkinkan penghuninya untuk menikmati kehidupan di kota-kota besar padat penduduk dengan biaya yang lebih terjangkau, sambil tetap memiliki akses ke segala fasilitas serta komunitas yang mendukung kehidupan sosial mereka.

Gambar: Narrow House Only If Sumber: (ArchDaily, 2021)

Exploring Insight from Discussion: Turning Challenges into Opportunities

Melihat berbagai potensi aset properti yang dimiliki negara tentu memunculkan urgensi untuk mengoptimalkan pemanfaatannya agar menghasilkan nilai tambah. Rembug Bareng merupakan agenda reguler Shirvano Consulting, menyelenggarakan seri ke-13 secara daring berjudul "Property Management: Potential Asset Optimization" pada 1 Desember 2022. Acara ini menghadirkan Wahyu Trimulyani, Kepala Bidang Aset Daerah BPPKAD Kabupaten Blora, serta Sandy Rudiana, Direktur Pengembangan Bisnis KAI Properti. Kedua pembicara ini berbagi gagasan dan berdiskusi tentang kondisi, tantangan, serta strategi optimalisasi aset untuk meningkatkan produktivitas dan nilai properti.

Lesson Learned from Regional Asset Optimization in Blora Regency

Wahyu Trimulyani, Kepala Bidang Aset Daerah BPPKAD Kabupaten Blora, mengawali paparan dengan memberikan gambaran permasalahan pengelolaan aset tanah atau bangunan di Kabupaten Blora meliputi pemanfaatan tanpa izin resmi, masalah administrasi seperti pencatatan ganda, dan sertifikasi aset yang belum selesai. ujarnya. “Beberapa aset kita dimanfaatkan oleh pihak lain tanpa kerjasama formal, dan masih ada aset yang belum tercatat dengan baik, menyebabkan masalah administrasi yang perlu diselesaikan melalui rekonsiliasi,”

Untuk itu, alur pengelolaan aset Kabupaten Blora mencakup lima tahap yaitu inventarisasi aset, audit legal untuk memastikan semua aset memiliki sertipikat yang jelas, penilaian aset, optimalisasi aset, serta pengawasan dan pengendalian. Wahyu Trimulyani menekankan bahwa pengamanan aset merupakan prioritas penting untuk meningkatkan kejelasan kepemilikan dengan menyelesaikan proses sertifikasi aset. Proses penilaian aset melibatkan penilai publik yang mempertimbangkan empat aspek utama: produktivitas maksimum, legalitas, aspek ekonomis, dan kondisi fisik aset. ungkap Wahyu. Fokus utamanya adalah memanfaatkan tanah kosong, gedung, dan objek wisata yang belum optimal dikelola untuk mendukung peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Setelah inventarisasi dan audit legal, dilakukan penilaian aset oleh tim penilai publik untuk menentukan nilai ekonomis sebelum optimalisasi aset dijalankan,”

Pemerintah Kabupaten Blora menggunakan berbagai mekanisme dalam mengelola aset, termasuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pengelolaan, bangun serah guna, dan kerjasama pembangunan infrastruktur. Pemanfaatan aset juga terbuka untuk kerjasama dengan pihak ketiga melalui mekanisme bangun serah guna atau kerjasama pembangunan infrastruktur dengan pemilihan mitra melalui tender atau kontes.

“Setelah tahapan penilaian, kami melakukan penawaran kerjasama dengan pihak ketiga melalui tender atau kontes untuk memastikan transparansi dan mendapatkan mitra terbaik,”

jelas Wahyu. Kerjasama ini diharapkan dapat meningkatkan pemanfaatan aset dan memberikan keuntungan maksimal bagi pemerintah daerah Blora.

Gambar: Permasalahan Pengelolaan Aset Kabupaten Blora Sumber: Materi Presentasi Kabupaten Blora, 2022
Gambar: Penilaian Pengelolaan Aset Kabupaten Blora Sumber: Materi Presentasi BPPKAD Kabupaten Blora, 2022

Innovative Asset Optimization Strategies from KAI Property

“Visi kami adalah menjadi solusi atas ekosistem penggunaan aset dengan menyediakan beberapa solusi yang reliabel, efisien, aman, dan terintegrasi dengan kebutuhan para pengguna,” demikian Sandy Rudiana membuka diskusi. Berdasarkan data tahun

Dalam diskusi ini, Sandy Rudiana juga menjelaskan beberapa terobosan optimalisasi aset KAI Properti untuk tetap relevan dengan kebutuhan dan tren perubahan zaman, diantaranya:

Kolaborasi dengan anak muda untuk menghadirkan dan menerima ide-ide inovatif.

Konsep pengembangan produk intermediate atau bangunan semi permanen yang memungkinkan fleksibilitas dalam pengelolaan aset sehingga selalu relevan dengan kebutuhan pasar.

Fokus pada pendapatan lain seperti menyelenggarakan program MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition) dan aktivitas ekonomi kreatif lainnya.

Merevitalisasi dan meremajakan bangunan heritage dengan konsep-konsep baru yang menarik perusahaanperusahaan ternama.

Gambar: Strategi Optimalisasi Aset dengan Konsep 3A Sumber: Materi Presentasi KAI Properti, 2022

“Kami tidak bisa sendirian dalam mengembangkan konsep yang begitu banyak. Kolaborasi dan kerjasama dengan berbagai pihak baik swasta maupun BUMN lainnya adalah kunci keberhasilan mengoptimalkan aset,”

property menerapkan 3 strategi Kerjasama yaitu comarketing atau membangun kerjasama dengan pihak atau perusahaan lain dalam kegiatan pemasaran, co-creation dengan bekerjasama dengan pihak lain dalam menciptakan produk atau program, dan co-investment dengan membangun usaha melalui beberapa skema seperti joint venture, KSO, atau bagi hasil.

Beberapa produk yang telah berhasil dikembangkan oleh KAI

Properti meliputi KAI Lifestyle, KAI Living, KAI Terrace, KAI City, KAI Heritage, KAI Residence, dan KAI Resort Club.

tidak hanya berfokus pada bangunan saja, tetapi juga pada jenis kegiatannya,”

jelas Sandy.

Setelah kedua pemaparan di atas, beberapa partisipan acara  melemparkan pertanyaan dan berdiskusi  bersama para pembicara  menanggapi kondisi dan strategi pemanfaatan aset negara.

Fadhila:

Apakah ada perubahan strategi pengelolaan aset dari paradigma baru yang menyatakan bahwa perjalanan merupakan bagian dari aktivitas wisata?

W ita:

Apakah tujuan utama pengelolaan aset daerah Blora saat ini, dan apa tantangan terbesar dalam proses alur manajemen aset untuk optimalisasi?

Sandy:

Aset KAI yang beragam tentu memiliki karakteristik masing-masing dan strategi pengembangannya harus disesuaikan dengan peruntukan guna lahan di lokasi aset. Konsep Live, Work, and Play diterapkan untuk penggunaan lahan mixed use, di mana pariwisata termasuk dalam aspek play. Dengan konsep ini, setiap aset dapat disesuaikan dengan proporsi yang berbeda-beda, memungkinkan kita untuk mengadaptasi dan mengakomodasi konsep tersebut di berbagai peruntukan guna lahan.

Sumaryono (Perwakilan Wahyuni):

Secara prinsip, tujuan pengelolaan aset di Blora adalah untuk mewujudkan tata kelola aset daerah yang transparan, terutama untuk pelayanan masyarakat. Untuk optimalisasi aset sudah kami lakukan yang masih berfokus pada public service, belum pada orientasi bisnis. Tantangan dalam proses alur manajemen aset adalah pada tahap inventarisasi ketika data yang ada tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan, tetapi kami telah berhasil mengupayakan persoalan tersebut melalui pengembangan aplikasi pencatatan barang milik daerah. Selain itu, pada tahap penilaian juga memiliki tantangan yaitu kurangnya sumber daya manusia dengan latar belakang pendidikan yang relevan sebagai penilai. Selain itu, yang juga menjadi perhatian adalah tantangan untuk membuka peluang optimalisasi sumber daya aset daerah secara profesional dan mengikuti perkembangan untuk menciptakan pusat-pusat bisnis. Dengan demikian, akan banyak interaksi masyarakat dan pelaku usaha  sehingga menjadi sumber pendapatan daerah.

Gambar: Contoh Produk Pengembangan Aset KAI Sumber: Materi Presentasi KAI Properti, 2022

Wita:

Bicara tentang investasi kaitannya dengan skema kerjasama co-investment, pihak mitra dalam kajiannya pasti memperhitungkan BEP dan enjoyment period yang tidak sebentar meskipun tergantung dengan besaran dan development concept, tapi biasanya lebih dari lima tahun. Apakah KAI properti menghadapi tantangan terkait threshold yg terbatas hanya lima tahun? Jika iya, bagaimana solusinya?

Sandy:

Memang para mitra kita juga mengalami persoalan yang sama, mereka akan lebih fokus bagaimana cepat balik modal. Dalam hal ini, bagaimana lahan-lahan BUMN bisa cepat menghasilkan value dan manfaat bagi masyarakat. Strategi yang dilakukan dengan bekerjasama bersama anak-anak muda karena biasanya ide mereka lebih liar tinggal kita arahkan lebih membumi sehingga kebanyakan investasi dalam jangka pendek dan bisa mengakomodasi target balik modal yang cepat.  Selain itu, dapat mengembangkan skema kerjasama secara terstruktur dan teraudit baik dalam bentuk 5+5 tahun maupun 5+5+5 tahun.

Preserving The Essence of Historical Identity

LABO merupakan sebuah biro arsitektur yang berdiri sejak tahun 2006 berbasis di Bandung. Dengan fokus pada perencanaan masterplan, arsitektur, interior, lanskap, serta produk yang inovatif dan berkelanjutan.

Biro ini telah menorehkan namanya di kancah nasional maupun internasional dalam berbagai kompetisi dan pameran arsitektur bergengsi dan prestisius.  Adapun beberapa proyek LABO yang berkaitan dengan revitalisasi kawasan bersejarah yaitu sayembara Revitalisasi

Revitalisasi Masterplan Kebun Binatang Ragunan yang menjadi juara 2, serta proyek revitalisasi penting di Bandung seperti Revitalisasi Kantor Pos Bandung Besar, Laswee Creative Space, dan

Writer: Prisca Bicawasti B. Sutanty

Transcriber: Annisa F itriana Putri Rieswansyah

Ar. Deddy Wahjudi, Ph.D, IAI, AA dan Ar. Nelly Lolita Daniel, Ph.D, IAI, AA, GP

Q: Apa yang mendorong LABO untuk terlibat dalam proyek adaptive reuse, dan bagaimana Anda memulai proses tersebut?

A: "Kami sangat peka terhadap kondisi kota kita saat ini, Kami memiliki komunitas serta aktif mengajar, Kami memiliki kesempatan untuk mengeksplorasi, meneliti, dan mengembangkan ide-ide inovatif yang dapat diwujudkan," "Sangat disayangkan jika aset ini dibiarkan begitu saja,"

Q: Prinsip dasar apa saja yang harus dipertahankan sebuah kawasan atau bangunan?

Mereka bercerita, pada hari yang lampau Pak Deddy dan Ibu Nelly melewati aset Peruri (Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia) yang tampak terbengkalai. ujar mereka dengan penuh keprihatinan. Bak gayung bersambut, pada tahun 2021 Peruri dan IAI Jakarta mengadakan Sayembara Gagasan Masterplan Optimalisasi Aset Palatehan Peruri. Sayembara ini dirilis saat dampak pandemi COVID-19 masih terasa, banyak perusahaan tutup, namun kegiatan ekonomi harus tetap berjalan.

katanya,

“Properti Peruri memiliki sumbangsih terhadap kebangkitan ekonomi, bangunan sudah tinggal dimanfaatkan,” “kuncinya adalah dapat dipanen segera, diaktivasi segera, karena urgent, oleh sebab itu konsep adaptive reuse dilakukan,” ungkap Ibu Nelly.

Laswee Creative Space di Bandung merupakan salah satu proyek yang menerapkan skema inisiatif dari LABO. Sebuah proses bottom-up dengan mengolah bangunan yang terbengkalai  sehingga dapat mempertahankan karakternya.

A: “Mempertahankan roh dari tempat itu sendiri,”

Pak Deddy juga berbagi cerita tentang kunjungan Pak Baskoro

Tedjo, seorang arsitek ternama, ke karya LABO lainnya, Coffee Shop Kozi Marawa. Saat itu, Pak Baskoro menyadari bahwa tidak ada perubahan signifikan setelah diolah oleh LABO. ujar Pak Deddy, menirukan komentar

“Nah, ini karakter LABO,” ujar Pak Deddy. Salah satu prinsip utama LABO yang telah dielaborasikan adalah intervensi minimal. Prinsip ini berakar pada penghargaan mendalam terhadap karakter tempat, baik dari aspek fisik maupun non-fisik, yang menjadi bagian dari perjalanan filosofi dalam mendesain.

Pak Baskoro, sambil menekankan bahwa impresi terhadap karya tersebut tetap otentik.

Perubahan yang dilakukan perancang tidak semata-mata diterapkan pada bangunan tunggal, tetapi juga dapat mempengaruhi lingkungan distrik dan bahkan memiliki pengaruh terhadap tampilan kota.

Q: Tantangan apa saja yang dihadapi dalam proyek pemanfaatan kembali?

A:

Salah satu hal yang paling berat adalah menyamakan frekuensi dengan rekan kerja.

jawab Pak Deddy.

“Susah kalau ada tim atau direktur (klien dari proyek) berganti,” “Kita harus meyakinkan tim baru lagi, meyakinkan konsep yang sudah diperjuangan kembali,”

lanjutnya. Tantangan non-teknis, seperti dinamika politik dalam pengelolaan aset milik otoritas, mungkin saja muncul. Namun, dengan strategi komunikasi publik yang efektif, tantangan ini dapat diminimalisir.

Q: Kantor Pos Bandung Besar, yang kini dikenal sebagai POS.CO, merupakan salah satu proyek yang sudah mulai beroperasi meskipun masih dalam tahap renovasi bertahap. Apakah bisa diceritakan pengalaman dibalik proyek ini?

A: “Ibu Sri Mulyani, Menteri Keuangan, pernah menyampaikan pentingnya memanfaatkan aset negara untuk kepentingan publik, Saya kira Pak Jokowi juga memiliki prinsip yang sama,"

jelas Pak Deddy. Hal ini menjadi relevan ketika aktivitas pos tidak lagi semasif dulu, sehingga Kantor Pos Bandung Besar memerlukan perubahan. Dendy Darman, pendiri DDS, sebuah konsultan yang bergerak di bidang desain identitas, produk, interior, arsitektur, dan lingkungan, melihat potensi Bandung dalam komunitas kreatif. Ia kemudian mengajak LABO untuk berkolaborasi dalam mendesain dan mengelola proyek ini bersama-sama.

Bangunan bersejarah ini, yang pertama kali digunakan pada tahun 1931, telah ditetapkan sebagai cagar budaya kelas A nasional. LABO mendapat amanah besar untuk melestarikan dan mengoperasikan bangunan ini, dengan menjaga keaslian dan memperkaya kontribusinya bagi kota.

“Sebagai cagar budaya, kami fokus pada upaya pelestarian dengan memulihkan performa asli bangunan dan terus mengumpulkan bukti sejarah keasliannya,”

jelasnya. Beberapa area di POS.CO dilebur menjadi ruang terbuka, memenuhi persyaratan ruang terbuka sekitar 20%, tanpa mengorbankan prinsip pelestarian.  POS.CO diharapkan menjadi pemantik bagi bangunanbangunan lain untuk tampil menarik sebagai wajah kota. Telah terdapat satu bangunan yang telah terpengaruh oleh adanya POS.CO.

“Saat kita buat plaza (di area POS.CO), salah satu bangunan mempercantik fasadnya karena langsung keliatan, jadi efeknya ke sana,”

jelasnya.

Gambar POS CO Bandung

Sumber: archinesia.com/pos-co-kantor-pos-besar-bandung/

Q: Bagaimana tren di masa depan?

A: "Ibu Kota akan segera pindah ke IKN, dan banyak bangunan yang bisa dimanfaatkan kembali melalui konsep adaptive reuse,"

jawabnya. Pak Deddy juga menambahkan bahwa terdapat banyak potensi, terutama dalam memanfaatkan aset negara untuk kepentingan publik. Diharapkan kebijakan manajemen yang diambil dapat berpihak kepada masyarakat luas.

"Bisnis ekonomi menengah ke bawah juga perlu didukung untuk mendapatkan tempatnya di pusat kota," "LABO meyakini bahwa konsep adaptive reuse merupakan bagian penting dari roda ekonomi kota."

tambahnya.

Gambar Kozi Marawa, Bandung Sumber: Kozi.x.marawa | Instagram

Tematik Dokumen

Perencanaan: Efeknya Terhadap Optimalisasi Aset Lahan

Menyoal unit terkecil, tidak terlepas dari hal makro yang menaunginya. Vice versa sesuai posisi mulainya. Pun dengan optimalisasi aset lahan. Positive paradoxical thinking seperti zoom out – zoom in atau helicopter view –attention to detail menjadi nilai atau prinsip yang perlu dimiliki bagi konsultan perencana. Aset lahan berbentuk petak atau kavling bisa kita jadikan suatu pemanfaatan yang terbaik dan tertinggi apabila kita mampu membaca sekitar. Di sisi lain, konstelasi wilayah yang memengaruhi arah pembangunan juga berimplikasi pada nilai aset lahan. Berbekal pengalaman bersama tim, saya akan mengulas aset lahan dari hirarki atau kaitmengaitnya dokumen perencanaan dari berbagai level dan berbagai peran.

Tematik

Dokumen Perencanaan

Banyak sekali jenis dokumen perencanaan. Masing-masing ada yang sifatnya wajib dan sunnah. Pemerintah memiliki dokumen perencanaan yang wajib tersedia agar tata kota/wilayahnya menarik atau mengesankan,   sementara pihak swasta memiliki dokumen perencanaan yang perlu disusun agar usahanya mendapat profit maksimal.

Dalam properti, sektor pemerintah memiliki lima dokumen yang berpengaruh bagi optimalisasi aset lahan yaitu RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah), RP3KP (Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman), RP2KPKPK (Rencana Pencegahan dan Peningkatan Kualitas Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh), RDTR (Rencana Detail Tata Ruang), dan RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan). Di antara kelima dokumen tersebut, RTRW dan RDTR yang taktisnya sering diacu dalam mengoptimalkan aset.

Bagi sektor swasta (kelompok, perseorangan), terkadang pemerintah juga, terdapat lima perencanaan yang baiknya disusun. Meskipun sama-sama lima dan berjenjang, namun tidak bersifat fardhu’ain seperti dokumen pemerintah sebelumnya. Ketersediaan finansial, tujuan/maksud penyusunan dokumen, bentuk aset hingga luasan aset merupakan beberapa indikator perlunya penyusunan dokumen perencanaan yang relevan. Dokumen tersebut meliputi Visioning, Masterplan, Urban Design Guideline (UDGL), Architectural Design, dan Detailed Engineering Design (DED).

Dokumen Sektor Publik dalam Optimal

Tidak wajib Wajib

RTRW

Sektoral (RP3KP, RP2KPKPK, dll)

RDTR

V isioning

Masterplan

U

isasi Aset Lahan

Pasca Undang-undang Cipta Kerja, tidak sedikit daerah yang belum memiliki RTRW dan hanya sedikit yang memiliki dokumen turunannya (seperti RDTR). Sebagai dokumen makro, RTRW memberi gambaran ke-strategis-an aset lahan. Selain itu, utamanya dokumen ini menentukan aset lahan masyarakat termasuk lahan hijau atau lahan kuning. Meskipun dalam peta tidak sebatas dua warna, dokumen tata ruang dengan periode 20 tahun ini merupakan langkah awal dalam optimalisasi aset lahan.

Selanjutnya dokumen yang membahas lebih banyak lahan kuning, yaitu RP3KP & RP2KPKPK. Meskipun tidak sefamiliar dokumen lainnya, kedua dokumen ini dapat meningkatkan kualitas dokumen RDTR. Dalam konteks optimalisasi aset, RP3KP memberi gambaran -

Wajib

Sunnah

arahan intensitas bangunan (Koefisien Dasar Bangunan, Koefisian Lantai Bangunan, Koefisien Dasar Hijau, Ketinggian Bangunan) di kawasan perdesaan dan/atau di kawasan perkotaan yang belum memiliki RDTR. Selain itu jugamemberi gambaran periode tahun peningkatan/ pengembangan PSU (prasarana, sarana, utilitas) sehingga pemilik aset mengetahui waktu/tahapan yang tepat dalam mengembangkan lahan. Adapun RP2KPKPK sendiri memberi gambaran penanganan kepada pemilik aset lahan agar tidak menjadi bagian dari kekumuhan, namun menjadi bagian dari solusi. Prinsipnya dokumen RP3KP & RP2KPKPK memberi gambaran kualitas kawasan permukiman dan risiko lingkungan permukiman yang secara tidak langsung memengaruhi nilai aset lahan.

Sebagai turunan RTRW dan mempertimbangkan dua dokumen perumahan dan kawasan permukiman, RDTR menjadi landasan DPMPTSP untuk mengeluarkan Perizinan Bangunan Gedung (PBG, dulu dikenal dengan izin mendirikan bangunan/IMB). Selain memberikan ketetapan KDB-KLB maksimal dan KDH minimal serta aturan umum tata bangunan, dokumen rinci tata ruang ini memberi “ruang dinamis” pengoptimalan aset lahan melalui Pengaturan Zonasi. Dengan dokumen ini, pemilik aset mengetahui boleh tidaknya (ITBX) kegiatan di aset lahan tersebut seperti mall atau pertokoan.

RTBL, sebagai dokumen bungsu, memiliki peran sebagai panduan lebih rinci mulai dari area publik seperti signage hingga area privat seperti bentuk-atap-dinding bangunan. Umumnya dokumen ini untuk area dengan nilai sangat strategis seperti kota lama, area konservasi cagar budaya, atau bahkan central business district (CBD).

Dokumen Sektor Privat dalam Optimalisasi Aset

Lahan

Sebelum masuk penyusunan dokumen perencanaan, apabila pemilik aset lahan belum mengetahui pengoptimalannya berbentuk apa, maka penyusunan dokumen highest and best use (HBU) dan/atau feasibility study (FS) dianjurkan agar tidak mubadzir. Keduanya dilakukan bertahap atau langsung FS apabila pemilik aset memiliki kencenderungan/intuisi pemanfaatan atas lahannya.

Visioning, Masterplan, & UDGL adalah dokumen perencanaan yang perlu disusun apabila memiliki luas aset lahan 1 - 2.5 hektar dan memiliki rencana pemanfaatan yang kompleks (tipologi). Visioning memberi gambaran penataan pemanfaatan (zonasi) yang efisien dan konsep pengembangan sesuai dengan visi/aspirasi pemilik aset. Masterplan menerjemahkan konsep pengembangan kawasan menjadi lebih teknis dan terukur seperti penampang jalan. Serupa RTBL, UDGL memberi rincian elemen pernak-pernik atas masterplan seperti street furniture. Walakin konten visioning dapat dilebur dalam masterplan dan dokumen masterplan dapat lebih rinci, sesuai kebutuhan, menjadi detailed masterplan. Dalam optimalisasi aset lahan, ketiga dokumen merekayasa agar aset lahan efisien, ramah, dan berkelanjutan sehingga menjadi lebih bernilai.

Terakhir di skala mikro/bangunan, architectural design termasuk interior dan DED merekayasa bangunan lebih optimal dan memberi gambaran rigid investasi. Biaya yang keluar dibandingkan dengan biaya masuk nantinya menjadi salah satu parameter optimalnya aset lahan.

Aset Lahan Optimal

Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan Optimal menjadi tiga: (ter)baik, tertinggi, dan paling menguntungkan. Oleh karena itu aset lahan yang optimal adalah terbaik untuk alam, tertinggi manfaatnya, dan paling menguntungkan bagi pemilik aset lahan. Tematik dokumen perencanaan adalah jawabannya.

Ilustrasi Optimalisasi Aset Lahan Sumber : Freepik

Keuangan, Konsultan, Kecekatan: Harapan Pengoptimalan Lahan

Selama membersamai teman-teman dan mencermati dinamika, hipotesa saya, optimalnya aset lahan tidak ditentukan oleh faktor tunggal. Meskipun penanganannya berbeda, antara perkotaan – perdesaan, remote area – known area, milik pemerintah – milik swasta, aset lahan akan tercapai optimal dengan kombinasi yang baik Keuangan, Konsultan, dan Kecekatan. Saya akan membahas satu per satu alasannya.

Sebelum melakukan optimalisasi aset, baiknya telah melalui prosedur yang baik. Tahapannya adalah inventarisasi aset, legal audit aset, penilaian aset, pengelolaan & pemeliharaan, dan optimalisasi aset. Masing-masing langkah memiliki kontribusi di tahapan akhir, yaitu pengoptimalan aset, baik bangunan ataupun lahan.

Kapasitas Keuangan yang Tersedia 1

Penting untuk menetapkan alokasi keuangan terlebih dahulu sebelum memutuskan optimalisasi aset lahan. Selain menjadi dasar untuk memilih konsultan yang berkapasitas, juga membantu konsultan dalam merumuskan pengembangan aset lahan yang optimal. Alternatif pengembangan dan pendanaan akan disimulasikan sehingga menghasilkan skenario ekonomis, moderat, dan maksimal.

Optimalisasi aset lahan minimal melibatkan satu hingga dua konsultan yang memiliki kemampuan menyusun dokumen kajian highest and best use (HBU) dan/atau feasibility study (FS), sertamemiliki kemampuan merancang kawasan hingga bangunan (dokumen kawasan). Dokumen kajian berfungsi untuk mengetahui pilihan yang physically feasible, legally permissible, dan economically-financially feasible. Adapun dokumen perencanaan fungsinya untuk merekayasa lahan-bangunan agar lebih efisien, efektif, dan menarik.

Kecekatan Mengembangkan Aset Lahan 3

Cekat bukan berarti tergesa-gesa, sesuai waktunya atau tidak menunda-nunda. Masa berlaku kajian tidak lama, bisa setahun atau paling lama dua hingga tiga tahun, tergantung dinamika yang terjadi. Harga perkiraan yang tertuang dalam dokumen perencanaan juga ada masanya. Di sisi lain, out of control, mungkin saja ide yang digagas sama oleh pihak lain, namun kemampuan eksekusi menjadi penentu.

Memiliki keuangan yang baik, tanpa perencanaan yang matang berpotensi membuat aset kurang optimal. Memiliki dokumen kajian dan perencanaan yang bagus, tanpa kecekatan dalam eksekusinya berpeluang menjadi kesia-siaan. Oleh karena itu, dalam mengoptimalkan aset perlu dilakukan berbagai kajian terkait sebagai pendahuluan desain. Warren Buffet mengatakan sedangkan Peter Drucker. risk comes from not knowing what you are doing, plans are only good intentions unless they immediately degenerate into hard work ucap

Regenerate Abondoned Asset: Plaza Metro City Banjarmasin

Indonesia memiliki banyak aset terbengkalai, termasuk bangunan seperti plaza atau retail. Plaza Metro City pernah menjadi salah satu pusat perbelanjaan di Kota Banjarmasin pada awal tahun 2000-an. Kondisi bangunan Plaza Metro City kini sangat tidak terawat dan terlihat sangat suram, ditambah lagi dengan adanya sampah-sampah yang berserakan di dalam bangunan tersebut. Pemilik aset bangunan ini pun tercatat terlibat kasus suap pada tahun 2018 dan menunggak PBB dengan nilai 300 juta rupiah lebih sehingga sampai sekarang belum ada upaya perbaikan atau perawatan untuk bangunan Plaza Metro City serta bangunan ini juga dikabarkan dijual dengan harga 35 miliar namun sampai sekarang belum ada yang mengambil alih bangunan tersebut1. Oleh sebab itu, permasalahan pribadi pemilik aset sampai terbengkalainya bangunan plaza mengakibatkan berkurangnya estetika di pusat Kota Banjarmasin.

MCI Management

Berdasarkan data dari , Plaza Metro City memiliki luas bangunan sekitar 9000 m2 sehingga sangat disayangkan jika dibiarkan mati begitu saja dan tidak dimanfaatkan kembali2. Lokasi bangunan ini sangat strategis, berada di tengah Kota Banjarmasin dan berdekatan dengan Kawasan Bandarmasih Tempoe Doeloe yang baru dilakukan revitalisasi oleh Pemerintah Kota Banjarmasin. Bangunan ini terletak di Kawasan Pasar Ujung Murung serta dekat dengan beberapa pasar lainnya seperti Pasar Sudimampir dan Pasar Baru.

Gambar: Lokasi Plaza Metro City Banjarmasin Sumber: Google Street, 2024

Gagasan Reaktivasi

Aset Berdasarkan Kecenderungan Generasi Sekarang

Gambar: Plaza Metro City Banjarmasin Sumber: Google Street, 2024

Usaha peningkatan kembali nilai aset dari Lokasi Plaza Metro City, dapat dimulai dengan pemanfaatan kembali bangunan plaza. Banjarmasin yang merupakan Kota terbesar di Provinsi Kalimantan Selatan dan memiliki aktivitas yang padat, sehingga lebih berpotensi menyebabkan penat yang dialami oleh masyarakat. Menurut lingkungan restoratif dapat mengembalikan fungsi kognitif dan memulihkan kepenatan yang dirasakan individu3, salah satunya dapat dicapai dengan adanya ruang publik. Kesadaran akan kebutuhan ruang publik di kalangan masyarakat, termasuk generasi muda juga semakin meningkat, terlebih sebagai sarana untuk hiburan dan relaksasi.

Berdasarkan kecenderungan minat dari generasi pemuda beberapa tahun belakangan, Plaza Metro City memiliki potensi untuk dijadikan sebagai ruang publik yang memiliki beberapa fungsi kegiatan, seperti edukasi, pelestarian budaya, dan hiburan. Setiap lantai bangunan gedung dapat diubah menjadi perpustakaan dan museum sebagai sarana edukasi, galeri sebagai sarana untuk pameran dan pagelaran kesenian, serta memanfaatkan area menjadi

Attention Restoration Theory, rooftoproof-garden.

Reaktivasi Plaza Metro City untuk fungsi hiburan dan relaksasi dapat menargetkan generasi muda sebagai target utama pengunjung. Selain itu, sumber karya seni untuk galeri bisa diperoleh dengan menjaring karya anak muda. Hal tersebut menjadikan Plaza tidak hanya sebagai tempat hiburan dan relaksasi, tetapi juga sarana untuk memberdayakan para seniman dan komunitas pelestarian budaya.

Ide reaktivasi Plaza Metro City dapat dipertimbangkan karena pada RDTR Kawasan Perkotaan Banjarmasin Tahun 2023 – 2042 terdapat rencana tempat pemberhentian bus sehingga Plaza Metro City terjangkau oleh transportasi umum. Pengembangan kembali bangunan Plaza Metro City menjadi sarana kesenian dan budaya dapat menjadi opsi yang cukup menarik. Selain itu, wisata sungai juga dapat dikembangkan di area siring Plaza Metro City dimana dapat membuat rute wisata susur sungai yang mencakup Taman Siring Sungai Martapura hingga Plaza Kesenian & Budaya. Hal ini juga tidak menutup kemungkinan bagi Pemerintah Kota Banjarmasin melakukan kerjasama dengan pihak swasta untuk promosi wisata susur sungai ini.

Adanya ide perencanaan wisata susur sungai ini mampu mengoptimalkan kegiatankegiatan yang dapat dilakukan di sekitar kawasan Plaza Metro City. Pengunjung yang datang dapat menikmati pameran, setelahnya dapat melakukan susur sungai, yang mana dengan aktivitas ini diharapkan pengunjung dapat merasakan julukan “Kota Seribu Sungai” di Kota Banjarmasin. Seiring dengan pengembangan wisata susur sungai, dermaga dapat dijadikan sebagai sarana transportasi yang terhubung dengan kawasan integrasi KM 0 Banjarmasin sehingga memudahkan masyarakat yang memiliki tujuan ke Pasar Sudimampir dan Pasar Ujung Murung tanpa perlu berganti moda transportasi lain.

Gagasan untuk mengembalikan nilai bangunan Plaza Metro city dengan mengubah fungsi plaza yang sebelumnya tempat perdagangan menjadi sebuah bangunan multifungsi sebagai sarana edukasi, kesenian, budaya,  dan rekreasi bagi masyarakat mampu melahirkan aspek positif untuk Kota Banjarmasin. Tidak hanya bertujuan menghidupkan bangunan itu sendiri, gagasan ini juga mempertimbangkan potensipotensi dari lingkungan sekitarnya, sehingga kejadian terbengkalainya bangunan tersebut tidak akan terulang dengan perencanaan yang berkelanjutan. Gagasan ini juga mempertimbangkan rencana untuk menciptakan ruang publik yang berhasil,

3 Cahyaningtyas, M. A., & Kusuma, H. E. (2020). Preferensi Masyarakat terhadap Ruang Kota sebagai Tempat Relaksasi.
Jordan, N.
Ulimaz, M. (2019). Hubungan Antara Perilaku Masyarakat Dan Pembentukan RUang Publik (Studi Kasus Permukiman Tepi Sungai Manggar). Border Jurnal Arsitektur, 1(no 2).
Gambar: Plaza Metro City Banjarmasin Sumber: Banjarmasin post

“Herstel van Historie”: Menghidupkan Kembali Bangunan Cagar Budaya di Kota Bandung

Bangunan cagar budaya memiliki nilai historis yang melekat kuat dengan sejarah perkembangan suatu kawasan. Hal ini menjadikan pelestarian bangunan cagar budaya merupakan upaya penting untuk mempertahankan identitas bangunan atau kawasan tertentu. Berbagai cara telah dilakukan untuk melestarikan bangunan cagar budaya yang rentan terbengkalai, termasuk menjadikannya sebagai untuk tempat berkumpul, bersosialisasi, bermain, dan melakukan aktivitas umum lainnya1. Akan tetapi, ada satu pertanyaan besar yang perlu diselidiki, yaitu apakah upaya mengubah bangunan cagar budaya menjadi sesuai dengan prinsip dan tujuan pelestarian?

communal space communal space postcolonial city

Menilik kepada fenomena ini, Kota Bandung dipilih sebagai lokasi kajian. Sebagai salah satu di Indonesia, Kota Bandung menyimpan banyak sekali bangunan bersejarah peninggalan Belanda dengan berbagai cerita di dalamnya. Setidaknya, berdasarkan Perda Kota Bandung Nomor 7 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Cagar Budaya, terdapat 1.770 bangunan cagar budaya yang tersebar di seluruh Kota Bandung, dan dibagi menjadi kategori A, B, dan C2. Bangunan Cagar Budaya klasifikasi A menandakan bahwa bangunan harus dipertahankan seperti bentuk aslinya, klasifikasi B menandakan bahwa bangunan dapat dipugar dengan cara restorasi, dan klasifikasi C menandakan bahwa bangunan dapat diubah dengan tetap mempertahankan tampak bangunan utama3. Di Kota Bandung sendiri, banyak bangunan cenderung terbengkalai dan perlu diberikan penanganan, terutama bangunan yang dimiliki oleh perorangan4. Sehingga, perlu adanya pemahaman lebih mendalam terkait apa saja pendekatan dan cara yang dapat dilakukan untuk melestarikan bangunan cagar budaya tersebut.

Meskipun begitu, beberapa diantara bangunan cagar budaya tersebut sebetulnya sudah difungsikan kembali menjadi berbagai fungsi, seperti gedung pertemuan, tempat acara, museum, dan yang paling populer adalah sebagai . Perubahan menjadi ini menjadi yang paling populer sebab dapat didatangi oleh semua kalangan dan sejalan dengan trend pertumbuhan cafe yang tengah menjamur saat ini. Contoh pengalih fungsian bangunan cagar budaya menjadi di Kota Bandung yang paling populer adalah Rumah Kentang. Bangunan ini sudah berdiri sejak tahun 1908 dan kini telah bertransformasi menjadi Cafe dengan nuansa khas Belanda. Selain itu, ada juga Bandoengsche Melk Centrale milik Keluarga Ursone yang dulunya sangat terkenal sebagai pemasok susu pada zaman kolonial juga kini difungsikan sebagai Cafe dengan nama BMC-Bandoengsche Melk Centrale 19285.

Gambar: Rumah Kentang 1908 Sumber: Permana (Tribun Jabar), 2021
Writer: Roisaten Nuril Choiriyah & Dwi Luthfiya Yumna | Aktivis Perencanaan Kota (Kota Masa Depan)

Banyak upaya pelestarian bangunan cagar budaya yang dapat diterapkan sesuai dengan kebutuhan dari setiap bangunan, sehingga upaya yang dilakukan pun juga berbeda. Salah satu contohnya adalah upaya restorasi dan rekonstruksi. Penerapan restorasi dilakukan dengan mengembalikan kondisi fisik bangunan seperti semula sesuai dengan elemen orisinil6. Sedikit berbeda dengan restorasi, rekonstruksi biasanya ditujukan pada banguna-bangunan yang memiliki material “langka” sehingga dapat menggunakan elemen baru selagi memiliki kesamaan karakter dengan aslinya. Tidak hanya restorasi dan rekonstruksi, masih terdapat upaya pelestarian lainnya, yaitu konservasi, preservasi, dan adaptasi/revitalisasi. Seluruh penerapan upaya pelestarian bangunan cagar budaya tersebut harus berpegang teguh pada beberapa prinsip utama yang diantaranya mempertahankan keaslian dan integritas, menerapkan prinsip keberlanjutan, serta memastikan pelestarian yang adaptif7.

Fenomena yang dijabarkan pada awal artikel, dapat digolongkan sebagai upaya pengembangan bangunan cagar budaya melalui metode adaptive reuse. Indonesia sendiri sudah menyinggung pelaksanaan adaptive reuse dalam UndangUndang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Adaptive reuse adalah metode inovatif dalam pelestarian, dimana bangunan bersejarah diberi fungsi baru sesuai dengan kebutuhan masyarakat ataupun kawasan itu sendiri, tanpa mengubah bentuk fasad dan elemen penting lainnya8. Metode ini memungkinkan bangunan cagar budaya yang terbengkalai untuk "hidup kembali" dengan memberikan fungsi baru sesuai dengan kebutuhan. Metode adaptive reuse sangat relevan dengan eksistensi bangunan cagar budaya di Indonesia.

D. Sutrisno, “Bioskop Dian, Cagar Budaya Samping Rumah Wali Kota yang Terbengkalai,” IDN Times Jabar, 18 Juni 2021. [Online] Available: https://jabar.idntimes.com/news/jabar/debbie-sutrisno/bioskop-dian-cagarbudaya-samping-rumah-wali-kota-yang-terbengkalai. [Diakses 13 Agustus 2024] Dewiyatini, “Keluarga Ursone dan Cikal Bakal Masyhurnya Susu Lembang,” Pikiran Rakyat, 12 Juni 2023. [Online]. Available: https://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/pr-016771303/keluarga-ursone-danc kal-bakal-masyhurnya-susu-lembang?page all. [Diakses 29 Agustus 2024]

6 E. A. Rubiantoro, “KAJIAN KONSERVASI BANGUNAN CAGAR BUDAYA PADA KORIDOR JL. KEPODANG

KOTA SEMARANG,” Riptek, vol. 12, no. 1, pp. 89-96, 2019.

7 S. Gholitabar dan C. Costa, “Adaptive Reuse inCultural HeritageBuilding,” Revista Turismo & Desenvolvimento, no. 30, pp. 73-91, 2018.

8 T. Rahayu dan A. S. Elly, “PENERAPAN METODE ADAPTIVE REUSE PADA BANGUNAN CAGAR BUDAYA

GEDUNG FILATELI JAKARTA PUSAT,” Jurnal Ilmiah ARJOUNA, vol. 7, no. 2, pp. 45-57, 2023.

adaptive reuse adaptive reuse "copy-paste" adaptive reuse

Bangunan cagar budaya yang terbengkalai karena berbagai permasalahan, seperti kepemilikan pribadi yang menghambat investasi dalam pelestarian hingga ketidakcocokan antara fungsi asli bangunan dengan lingkungan sekitarnya. Melalui bangunan yang sebelumnya tidak terpakai dapat dimanfaatkan kembali, misalnya dengan mengubahnya menjadi ruang komersial atau ruang komunal. Selain memberikan kehidupan baru bagi bangunan, metode ini juga mendatangkan keuntungan ekonomi bagi pemiliknya. Penerapan tidak hanya semata-mata dapat dilakukan tanpa adanya pertimbangan khusus. Pada pasal 83 ayat 2 UU No. 11 Tahun 2010, tercantum beberapa syarat khusus yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan adaptive reuse, salah satunya telaah mengenai karakteristik kawasan tempat bangunan berada. Salah satu perhatian penting adalah menghindari konsep hanya karena mengikuti tren, seperti mengubah bangunan menjadi kafe tanpa mempertimbangkan nilai sejarah dan karakteristik lingkungan.

Merevitalisasi bangunan cagar budaya menjadi ruang komunal merupakan penerapan metode adaptive reuse yang sangat efektif. Metode ini tidak hanya menjaga nilai sejarah bangunan, tetapi juga memberikan manfaat yang signifikan bagi masyarakat. Namun, tetap dalam penerapannya harus sesuai dengan prinsip-prinsip pelestarian, seperti mempertahankan elemen arsitektural yang penting dan integritas historis, serta memastikan bahwa perubahan fungsi tidak merusak karakter asli bangunan. Selain itu, penting untuk menghindari penerapan konsep yang hanya mengikuti tren tanpa mempertimbangkan konteks lokal dan nilai sejarah. Dengan pendekatan yang memperhatikan keunikan lingkungan dan sejarah, adaptive reuse dapat menghidupkan kembali bangunan cagar budaya secara berkelanjutan dan memberikan manfaat yang berarti bagi komunitas.

Gambar: Bandoengsche Melk Centrale Sumber: BMC, 2015

Shirvano Consulting (PT Karangluhur Lima Pilar) is a multidisciplinary placemaking group working in architecture, urban planning, development, and research on cities.

In the past six years, Shirvano has worked with the government authorities, private sectors, individuals, communities, and non-profit organizations in more than 30 regions in Indonesia for urban planning, masterplanning, architectural and interior designs to research, and consultancy projects.

Our Vision

Our vision is To be a Leading and Impactful Planning, Design, and Architecture Practice in Indonesia by 2027 and Southeast Asia by 2032.

Our Mission

To raise the bar & put Indonesian architecture-planningdesign industry on the global map by designing better places & delivering the best for our clients and to build an outstanding group comprised of great talent.

Gambar: Sayembara Master Plan Kampus Nagrak Universitas Trisakti Sumber: Shirvano Consulting (2023)

Volume 3 Nomor 2 Periode Juli - Desember 2024

Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.