Spektrum Edisi Agustus 2015

Page 1

SPEKTRUM KRITIS, DINAMIS, DAN INTELEKTUAL

EDISI AGUSTUS 2015

laporan utama

SELUAS APAKAH PROFESIKU?

profil

dr . Amalia Muhaimin, M.Sc

laporan khusus

MEDICAL CAREER PATHWAY DI MATA MAHASISWA


REDAKSI SPEKTRUM SELUAS APAKAH PROFESIKU? Struktur Kepengurusan BPN ISMKI Direktur Utama Iqbal Maulana Malik Direktur Utama Terpilih Ida Bagus Ari Sudewa

Assalamualaikum Wr. Wb Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan Majalah SPEKTRUM Edisi Agustus 2015. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan dalam penyusunan majalah Spektrum edisi kali ini kepada seluruh anggota BPN ISMKI, UKM Medical Torch, author, editor, dan narasumber serta pihak terkait yang tidak bisa kami sebutkan satu per satu. Pada edisi Agustus 2015, tema yang diangkat dalam Majalah Spektrum adalah mengenai “Medical Career Pathway�. Diharapkan, dengan diangkatnya tema tersebut, mahasiswa kedokteran khususnya bisa memperoleh gambaran mengenai bagaimana mereka akan melanjutkan pendidikannya setelah lulus nanti yang sesuai dengan minat dan bakatnya. Akhir kata, kami selaku Tim Redaksi tender majalah spektrum edisi Agustus 2015 mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penyusunan majalah ini. Selamat membaca, and enjoy this magazine! Wassalamualaikum Wr. Wb -Mtorch-

Sekretaris Umum Quri Meihaerani Savitri Bendahara Umum Yuliantikha Nurul Qumariah Kepala Divisi Internal Annida Aditya Ningrum Kepala Divisi Eksternal Riyan Yusmadri Kepala Divisi Danus Trifuji Anggara Kepala Divisi Litbang Kardiana Izza Ell Milla Koordinator Penerbitan Spektrum Intan Chairrany

DAFTAR

isi

Daftar Pengurus UKM Medical Torch

redaksi spektrum

1

apa kata mereka? laporan utama

5

14

ISMKI & ORGANISASI

OPINI

10

PROFIL

INFO KESEHATAN

Bendahara Dessy Dwi Zahrina Lintang Inggar Sari

PENGEMBANGAN DIRI

26

27

HIBURAN

Staf Redaksi Nastiti Maharani Auzan Qostholani Al Khoiri Ziyan Bilqis Amran Nada Shauti Sadida Nadya Hasna Rasyida DA Pemimpin Produksi Dimmi Maula Fara Adiba

25

INFO LOKAL

12

16

laporan KHUSUS INTRODUCE US

8

Sekretaris Pratiwi Sekar Andjari Nurulia Rahmawati

Pemimpin Redaksi Aditya Pratama

ETHNOMEDICINE

2

Direktur Utama Mala Sabinta Riani

29

Staf Produksi Ivan Aulia Rizka Dani Muhammad Ridwan Kusmantoro Hidayat Mochammad Rizki F Pemimpin Direksi Putri Shafirra Rakita Staf Direksi Anisa Nur Fitria Rizki Maulana Tsani

P E N G U R U S

Staf Divisi Spektrum : Arifinnanda Auliya Ardhi Anindia Reina Yolanda Jan Christian Dessy Dwi Zahrina Niluh Ayu Mutiara Ariyanti Safitri Nindya Kirana S. Hasyyati Imanina Dyahati Wahyurini Ahmad Farishal Tri Hastuti

S U S U N A N

REDAKSI

DARI


APA KATA MEREKA? Muhammad Qhisti Abi Rafdh FK Unand 2013

S

etelah lulus, kita gak mesti

jadi spesialis. Ada jalur lain, yaitu S2. Untuk menempuh S2 kita tidak perlu menempuh jalur profesi dulu. Ketika kita sudah diwisuda S1, kita bisa mendaftar langsung untuk mengambil magister atau pendidikan S2 yang kita inginkan. Prospek ke depannya, kita bisa menjadi akdemisi semisal dosen atau ahli di bidang tertentu.

"Tahu gak sih kalo setelah lulus itu kita gak harus jadi spesialis? Kalau sudah tahu, rencananya mau kemana dan sudah tahukah jalur pendidikan apa saja yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan itu?"

Rahmatul Dwi Hutriawan FK Unsyiah 2013

S

etelah mendapatkan gelar

dr., kita bisa melanjutkan pendidikan spesialis sesuai pilihan masing-masing e.g. Sp.A, Sp.S, Sp.JP, Sp.P, Sp.KJ, dll) dengan range masa kuliah kira-kira 6 sampai 11 semester, Lalu bisa dilanjutkan ambil subspesialisasinya. Selain itu, kita juga bisa mengambil gelar magister (M.Sc, M.Si, MARS, M.Biomed, MKK dan lainnya).

Muhammad Bareizy FK Universitas Mulawarman 2013

M Zaima Dzatul Ilma, FK UIN Syarif Hidayatullah, 2013

S

etelah lulus kita gak harus jadi

spesialis. Jadi setahu aku ada cabang ilmu dasar kayak Anatomi, Biokimia, Faal, atau Histo gitu untuk S2. Bisa ambil M.Kes. juga dan ada magister manajemen rumah sakit gitu. Ada hukum kedokteran juga. Ada kursus gitu juga supaya kita jadi dokter umum tapi bisa untuk konsultasi masalah ASI, akupuntur, atau kecantikan.

enjadi mahasiswa

kedokteran, tidak mesti sampai dokter. Bahkan ada yang melepaskan pendidikan profesinya karena dapat beasiswa ke Australia, ada yang memilih jalur administrasi walaupun sudah menjadi dokter (misalnya mengurus Jamkesmas atau BPJS). Untuk ke depan, menjadi dosen atau manajer rumah sakit juga oke tuh. Walaupun dosen beragam disiplin ilmunya, tapi kebanyakan jadinya M. Kes. Dan magister umumnya bagi yang non klinik. Kalau manajemen rumah sakit, sifatnya tidak pasti, kadang ada yang ber-basic dokter umum atau spesialis. Dan untuk menjadi manajer rumah sakit ada sekolahnya (contohnya yang nantinya mendapatkan gelar MARS), tapi tidak wajib, karena tergantung kebutuhan pribadi. Misalnya seseorang dianggap capable dan punya link, bisa saja orang tersebut dijadikan direktur RS.

1


laporan utama

SELUAS APAKAH PROFESIKU? Intan Chairrany FK Universitas Sriwijaya 2012 Arifinnanda Auliya Ardhi FK Universitas Trisakti 2014

Menjadi seorang dokter memang bukan hal yang mudah. Jalan yang harus ditempuh penuh perjuangan. Mulai dari berebut 'kursi' untuk masuk ke fakultas kedokteran dengan ribuan lulusan SMA lain melalui beragam jalur masuk, lalu ditambah dengan waktu pendidikan yang terbilang lebih lama dibandingkan jurusan lain. Setelah perjuangan panjang tersebut apakah perjalana telah berakhir? Tentu saja tidak. Kita semua tahu bahwa risiko memilih pendidikan kedokteran adalah harus belajar seumur hidup (long life learning), dan dengan masa pendidikan selama itu tentunya akan sangat 'hambar' jika kita hanya diberikan pilihan mutlak. Dengan belajar di fakultas kedokteran, tujuan utama kita tentunya menjadi seorang dokter. Tapi dokter seperti apa yang kita inginkan? Apa bidang yang paling kita kuasai untuk melayani dan mengabdi pada masyarakat? Perkembangan apa yang ingin kita berikan pada dunia kesehatan? Tidak sedikit

2

laporan utama

mahasiswa kedokteran yang masih kebingungan bagaimana harus menjawab atau menanggapi pertanyaanpertanyaan tersebut. Bahkan mahasiswa yang sedang menjalani pendidikan profesi (koas) yang tinggal beberapa langkah lagi untuk menjadi dokter pun masih bingung, mau kemana mereka nanti setelah menjadi dokter. Padahal akan jauh leih baik jika masa depan kita sudah dirancang sejak kita masih duduk di bangku S1. Lalu bagaimana sebenarnya ranah pendidikan seorang mahasiswa kedokteran? Seberapa luas pilihan profesi dan spesialisasi seorang dokter? Telah kita ketahui bersama bahwa Pendidikan dokter di Indonesia membutuhkan waktu kurang lebih 10 semester untuk menjadi seorang dokter, dimana 7 semester untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked.) ditambah 3 sampai 5 semester untuk pendidikan kepaniteraan klinik atau CoAssisten di Rumah Sakit. Untuk menjadi seorang dokter, lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) harus mengikuti Program Studi Pendidikan Dokter (PSPD) di Institusi Pendidikan Dokter yang ada di Indonesia. Di Indonesia sendiri, Pendidikan Dokter mengacu pada Standar Kompetensi Dokter Indonesia (2012) dan Standar Pendidikan Profesi Dokter yang dikeluarkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) pada tahun 2006. Dengan sistem Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang terdiri dari 3 tahap pendidikan umum (2 Semester), tahap pendidikan ilmu kedokteran (5 Semester), dan tahap pembelajaran klinik (minimum 3 semester). Sehingga secara keseluruhan untuk mencapai gelar dokter dibutuhkan waktu minimum 10 semester pendidikan. Di jurusan lain wisuda adalah hal yang sangat dinantikan, karena berarti seorang mahasiswa telah lulus dan siap memasuki dunia kerja. Namun tidak begitu di fakultas kedokteran. Setelah menempuh pendidikan 3,5 tahun mahasiswa kedokteran memang telah lulus dan diwisuda, serta menyandang gelar S.Ked. Akan tetapi status ini bukanlah tiket untuk bekerja sebagai seorang dokter karena sesuai penjelasan


sebelumnya masih ada program profesi yang harus dijalani minimal selama 1,5 tahun. Setelah menjalani pendidikan profesi dan dinyatakan lulus dan menyandang gelar dokter, seorang dokter yang baru lulus harus menghadapi Ujian Kompetensi Mahasiswa Profesi Dokter Indonesia (UKMPPD) yang diselenggarakan oleh Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) dan berkoordinasi dengan organisasi profesi. Berdasarkan sistem KBK, semua dokter yang sudah lulus UKMPPD harus mengikuti Program Internship Dokter Indonesia (PIDI) sebelum diizinkan untuk praktik mandiri. Melalui Intership, seorang dokter baru akan ditempatkan di tempat pelayanan kesehatan selama satu tahun. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa STR yang didapat dokter lulusan KBK adalah STR Sementara untuk mengkuti Internship Setelah memperoleh Sertifikat Kompetensi Dokter dan telah mengikuti program Intership selama satu tahun barulah seorang mahasiswa kedokteran memperoleh kata “lulus� yang sebenarnya. Selanjutnya, mungkin mahasiswa yang berasal dari kota besar akan memiliki pola pikir yang berbeda dengan mahasiswa dari daerah. Di daerah, masyarakat lebih mengenal dokter jika ia memiliki gelar spesialis, sehingga orang tua mahasiswa cenderung mendoktrin anaknya untuk menjadi seorang klinisi. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa kebutuhan akan dokter spesialis yang bersedia bekerja di daerah masih belum terpenuhi. Di sisi lain, mahasiswa yang berasal dari kota besar ada yang berpikiran untuk menjadi pengajar, peneliti, maupun manajer rumah sakit karena sudah terlalu banyak jumlah dokter klinisi di kota tersebut. Pada paragraf sebelumnya telah disebutkan beberapa pilhan jalur yang dimiliki oleh seorang lulusan dokter. Jalur pertama yang paling sering dipilih adalah jalur spesialisasi klinis. Untuk menjadi seorang dokter spesialis, mahasiswa kedokteran harus menyelesaikan program S1 dan kepaniteraan klinik dengan standar Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang sesuai dengan syarat Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di institusi tujuan. Beberapa bagian di beberapa institusi juga mensyaratkan calon Residen untuk menjadi PTT (Pegawai Tidak Tetap) atau memiliki pengalaman bekerja sebagai dokter praktik umum selama beberapa tahun. Untuk jalur ini, tersedia lebih dari 20 macam program spesialisasi di institusi-institusi kedokteran di Indonesia. Waktu yang dibutuhkan untuk menempuh program spesialis adalah 4-6

semester dan karena program spesialis di Indonesia masih berbasis universitas, maka seorang Residen harus tetap membayar untuk menuntut ilmu tanpa memperoleh gaji. Bahkan beberapa program juga tidak memperkenankan residen untuk membuka praktik pribadi selama menjalani pendidikan. Setelah menjadi dokter spesialis dari program penyakit dalam dan memperoleh gelar Sp.PD., masih terbuka peluang untuk memfokuskan lagi keahlian kita, yaitu dengan mengikuti program Spesialis 2 (subspesialis). Misalnya ingin menjadi dokter penyakit dalam yang menguasai bagian ginjal, maka bisa masuk ke Sp2 Kardiovaskular dan nantinya akan memperoleh gelar dokter spesialis penyakit dalam konsultan kardiovaskular (Sp.PD–KKV). Ada juga beberapa subsesialisasi yang sudah ada cabang langsung untuk spesialis 1 di beberapa universitas. Contohnya adalah program spesialisasi jantung dan pembuluh darah yang sudah dibuka di beberapa institusi, secara eksplisit memang tampaknya sama dengan subspesialisasi Sp.PD–KKV. Lalu apa bedanya? Bukankah lebih baik mengambil program yang langsung terfokus? Semua kembali lagi ke pilihan masingmasing individu. Jika memang tujuan akhirnya adalah menjadi dokter spesialis jantung dan pembuluh darah, lebih baik pilih program studi langsung. Tetapi kalau tujuannya adalah menguasai kemampuan diagnosis dan pengobatan penyakit-penyakit yang mengenai organ dalam manusia, maka lebih baik memilih program spesialisasi penyakit dalam. Setelah mempelajari semuanya, mungkin nanti akan tertarik pada salah satu bidang dan mengikuti program subspesialis. Tentu saja setiap jalur punya keuntungan dan kerugian. Dengan mengikuti jalur langsung, kita bisa belajar terfokus pada satu sistem organ saja, waktu studi yang diperlukan pun tentunya jauh lebih pendek, akan tetapi kita benar-benar hanya mendalami sistem organ tertentu saja. Sementara itu, dengan mengikuti program subspesialis, kita memiliki pengetahuan yang lebih luas dengan waktu yang setara juga untuk menempuh pendidikan. Jalur berikutnya adalah menjadi akademisi. Seperti yang telah dijelaskan pada bagan sebelumnya, jalur ini dipilih oleh dokterdokter yang lebih suka mengabdi pada bidang keilmuan untuk mengembangkan dunia kedokteran daripada berhubungan langsung dengan pasien. Mereka yang memilih jalur ini bisa fokus pada pendidikan dan penelitian saja tanpa membuka praktik sama sekali atau

3


meneliti dan mendidik sembari tetap menerima pasien pada waktu-waktu tertentu. Jalur akademisi kurang lebih sama seperti jalur yang biasa dijalani oleh mahasiswa pada umumnya. Setelah menyelesaikan studi S1, seorang mahasiswa kedokteran bisa langsung menjalani program S2 dengan atau tanpa mengikuti kepaniteraan klinik. Ada banyak program studi S2 yang dibuka bagi para sarjana kedokteran, terutama yang terfokus pada ilmuilmu dasar seperti Program Magister Biomedik yang meliputi Anatomi, Fisiologi, Histologi, Biokimia, F a r m a k o l o g i , Mikrobiologi, Parasitologi, dll. Ada juga program magister untuk Ilmu Gizi, Pendidikan Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, Kedokteran Kerja, Kedokteran Keluarga, dsb. Selain itu, sampai saat ini belum ada keputusan mutlak mengenai alur pendidikan yang harus linear dengan pendidikan awal sehingga masih diperbolehkan memilih program magister dari bidang lain, misalnya ilmu Hukum, Manajemen, bahkan Agama. Setelah menyelesaikan studi S2, seorang dokter bisa langsung bekerja sesuai kapasitasnya atau melanjutkan ke jenjang S3 untuk mengambil gelar Doktor. Jalur terakhir adalah dokter struktural. Jalur ini biasanya dipilih oleh mereka yang suka berorganisasi dan ikut berperan dalam lini pertama pengambil keputusan. Struktural yang dimaksud di sini adalah posisi dalam fasilitas kesehatan maupun pemerintahan. Untuk berada di posisi ini, seorang dokter bisa menempuh salah satu dari dua jalur yang telah dijabarkan sebelumnya asalkan memiliki kemampuan untuk mengorganisir anggotanya. Namun akan lebih baik jika seorang dokter yang memiliki keinginan untuk membuka rumah sakit atau klinik pribadi sebelumnya menjalani studi Magister Administrasi Rumah Sakit (MARS) atau Magister Manajemen Rumah Sakit (MMRS). Dari ketiga penjelasan mengenai jalur pilihan studi seorang dokter, kita bisa memilih salah satu atau mengkombinasikan ketiganya. Selain itu, kita juga bisa menjadi dokter sembari menjalankan bisnis wirausaha maupun profesi lain yang lebih kita minati. Sudah jadi rahasia umum bahwa tidak semua mahasiswa kedokteran memiliki minat penuh untuk mengabdi menjadi klinisi, bisa jadi

4

awalnya memilih masuk fakultas kedokteran hanya demi memenuhi harapan orang tua padahal sebenarnya ingin masuk jurusan lain. Namun kenyataannya, tanpa memperdulikan alasan awal, setiap dokter secara sadar maupun tidak tentu memiliki visi yang jelas untuk hidupnya dan perkembangan dunia kesehatan di Indonesia. A d a b a n y a k pertimbangan yang perlu dilakukan sebelum menetapkan jalur mana yang akan dipilih dan akan berlanjut kemana lagi nantinya. Semakin banyaknya lulusan dokter menuntuk kita untuk lebih piawai memilih jalur yang akan ditempuh. Merenungkan tujuan, mengumpulkan i n f o r m a s i , mengembangkan pengetahuan dan kemampuan dasar kedokteran, serta memantapkan hati merupakan syarat utama dalam menentukan masa depan. Semoga dokter Indonesia dapat tetap saling mendukung dan bekerjasama meskipun bergerak dalam bidang yang berbeda.


laporan khusus

m

EDICAL CAREER

pathway DI MATA MAHASISWA Niluh Ayu Mutiara Ariyanti | FK Universitas Cenderawasih 2013 Dyahati Wahyurini | FK Universitas Sriwijaya 2014

Banyak anak-anak yang ketika ditanya mengenai cita-citanya akan menjawab “mau jadi dokter�. Semakin beranjak dewasa, dan terbukanya wawasan maka semakin kita tahu apa sebenarnya yang dicita-citakan. Para remaja yang memilih memasuki fakultas kedokteran, program studi pendidikan dokter umum, berharap untuk bias meraih cita-citanya menjadi seorang dokter. Setelah menjalani kehidupan perkuliahan dan pembelajaran, setiap mahasiswa mempunyai kecondongan sesuai dengan minat mereka untuk berfokus pada hal yang lebih khusus, bukan sekedar dokter biasa. Lalu dokter yang seperti apa? Sebenarnya sekolah kedokteran sendiri menawarkan banyak pilihan karir kepada lulusannya. Masa depan mahasiswa kedokteran bukan hanya akan menjadi dokter saja, namun mereka bisa menjadi dosen/akademisi, dokter militer, peneliti, dokter spesialis, dan sekarang ada pilihan karir baru untuk menjadi seorang dokter layanan primer. Begitu banyak pilihan prospek kerja setelah lulus UKDI. Setiap mahasiswa kedokteran berhak menentukan jalan yang akan ditembuh dan mengabdikan dirinya dan ilmu yang dimiliki dibidang yang ingin ia tekuni. Masing-masing pilihan karir

tentu memiliki sisi positif dan negatif. ahui mengenai pengetahuan dan pandangan mahasiswa kedokteran di seluruh Indonesia mengenai karir yang ingin dipilih setelah lulus dari pendidikan dokter umum. Survey ini dilakukan pada bulan Juli 2015 kepada 206 responden yang berasal dari 51 PTN dan PTS di seluruh Indonesia. Berdasarkan survey yang telah dilakukan, dibandingkan dokter praktik umum, mahasiswa fakultas kedokteran lebih tertarik untuk menjadi dokter spesialis. Ketika pertama kali masuk di fakultas kedokteran, sebanyak 73,2% responden menyatakan keinginannya untuk menjadi dokter spesialis dan meningkat menjadi 86,6% setelah pembelajaran. Sedangkan pilihan untuk menjadi seorang dokter praktik umum mengalami penurunan dari 21,5% menjadi 8,1%. Hal ini disebabkan masih minimnya jumlah dokter spesialis di Indonesia sehingga para mahasiswa kedokteran menjadi lebih tertarik dalam memilih karir sebagai dokter spesialis. Berdasarkan Konsil Kedokteran Indonesiaper tanggal 20 maret 2015,dokter spesialis di Indonesia berjumlah 27.512 dokter, sementara jumlah dokter umum mencapai 104,421. Melihat jumlah dokter

5


spesialis yang masih kurang jika dibandingkan dengan dokter praktik umum, maka kemungkinan untuk prospek kerja yang ditawarkan kepada lulusan dokter spesialis menjadi lebih besar. Meskipun jumlah dokter spesialis lebih sedikit jika dibandingkan dengan dokter umum, namun tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia masih membutuhkan banyak dokter umum. Pada tahun 2014, rasio dokter umum di Indonesia baru mencapai angka 16.8 per 100.000 penduduk. Padahal berdasarkan Kepmenkokesra No. 64 tahun 2013, rasio dokter umum diharapkan mencapai 40 per 100.000 penduduk. Sehingga secara nasional belum mencapai target. Hal ini menunjukkan bahwa profesi sebagai dokter umum masih sangat dibutuhkan di Indonesia. Sementara itu, untuk profesi lain seperti dosen dan manajer fasilitas kesehatan mengalami peningkatan minat sebesar 4,3% dan menjadi peneliti meningkat sebesar 2,4%. Selain menjadi dokter spesialis, dosen, dan peneliti, saat ini juga terdapat dokter layanan primer.Walaupun terkesan baru, dokter layanan primer sudah cukup diminati.Namun sayangnya, profesi sebagai dokter layanan primer masih belum terlalu dipahami oleh seluruh mahasiswa FK di Indonesia. Hal ini menyebabkan masih banyak tanggapan dan pandangan berbeda tentang pentingnya dokter layanan primer. Kehadiran DLP dianggap penting oleh 43,8% mahasiswa kedokteran di Indonesia. Bahkan 20,5% mahasiswa menganggap dokter layanan primer sama dengan dokter umum. Masih adanya persepsi yang berbeda tentang DLP membuktikan

6

bahwa sosialisasi mengenai DLP masih perlu dilakukan. Kelanjutan karir seorang mahasiswa kedokteran memiliki sisi postif masing-masing. Setiap mahasiswa memiliki alasan tersendiri terhadap pilihannya. Namun alasan terbanyak memilih karir yang diinginkan dikarenakan niat dari awal, yaitu sebanyak 60,5%. Apapun karir yang diinginkan tentu memiliki kelebihan masing-masing. Selain melihat prospek kerja yang ditawarkan, keputusan seperti apa yang akan diambil untuk berkarir di masa depan harus sudah dipikirkan secara matang dan dilandasi dengan berbagai pertimbangan, termaksuk mengenai keinginan untuk kembali mengabdi ke daerah asal atau tidak. Menanggapi hal tersebut, sebanyak 75,6% responden menyatakan keinginannya untuk mengabdikan diri di daerah asal mereka. Rata-rata alasan mereka karena sudah merasa nyaman dengan daerah tersebut, lebih dekat d e n g a n orangtua, dan'balas budi' kepada daerah asal yang telah membesarkanny a . P a r a mahasiswa yang bukan berasal dari daerah perkotaan juga memilih daerah asal karena jumlah dokter dan layanan kesehatan yang masih sangat kurang di daerah asal mereka. Hal itu menyebabkan mereka ingin kembali ke dareah asal untuk membangun dan meningkatkan derajat


ayanan kesehatan di daerahnya. Walaupun begitu, ada beberapa yang mengabdi bukan di daerah asal mereka. Mereka memilih daerah yang membutuhkan lebih banyak tenaga medis, seperti daerah-daerah pelosok dan pedalaman. Begitu banyak pilihan kelanjutan karir yang dapat dipilih oleh seorang mahasiswa kedokteran, dan sudah semestinya pilihan itu didasari oleh kemampuan yang memadai dan kemauan yang kuat. Sebuah kemampuan bias terus diasah, namun sebuah kemauan harus terus diberi motivasi agar bias menjadi lebih kuat. Kemauan yang kuat juga harus didasari oleh pengetahuan yang cukup mengenai medical career pathway.Pegetahuan tersebut akan menjadikan seseorang lebih mengetahui ke arah mana mereka akan melanjutkan langkahnya dan bisa mempersiapkan diri dengan lebih baik sesuai dengan passion yang dimiliki. Pengetahuan mengenai medical career pathway sudah cukup diketahui oleh57,6% responden. Hanya 11% responden yang benar-benar paham. Bahkan 3,8% responden menyatakan ketidaktahuan mereka, dan sisanya hanya sedikit mengetahui. Hal ini menandakan sosialisasi tentang medical career pathway perlu ditingkatkan agar seluruh mahasiswa fakultas kedokteran di Indonesia bisa memiliki pemahaman dan pengetahuan yang tepat mengenai karir yang akan ditempuh setelah lulus dari pendidikan dokter. Selain itu diharapkan pula adanya rasa ingin tahu dari dalam diri mahasiswa itu sendiri.

7


OPINI

Selama ini banyak orang beranggapan bahwa kuliah di fakultas kedokteran pasti akan jadi dokter dan menangani pasien. Umumnya memang begitu, tapi kini dunia makin dinamis. Kuliah di fakultas kedokteran tidak sesempit itu. Walaupun menyandang gelar dokter, tapi kini tak saja akan selalu berhadapan dengan pasien. Saya membagi karir di dunia kedokteran menjadi struktural dan fungsional. Menjadi dokter di bagian struktural, berarti yang akan membuat, melaksanakan, dan mengawasi berbagai kebijakan-kebijakan kesehatan. Entah itu di pemerintahan atau di kelembagaan swasta. Di bidang ini tentu sangat dibutuhkan jiwa kepemimpinan, kemampuan berorganisasi, dan bekerjasama yang baik. Bagi mahasiswa yang pada masa kuliahnya aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan mungkin akan cocok menempati posisi-posisi strategis ini. Sedangkan dokter fungsional berarti mereka yang akan lebih menggunakan keilmuan dan keterampilannya di dunia kedokteran. Dalam hal keilmuan, ada para peneliti yang menunggu gagasan-gagasan baru dari kaum mudanya; menjadi dosen biasanya akan menjadi pilihan atau tawaran bagi mereka yang mempunyai IPK tinggi dan mempunyai perhatian terhadap dunia pendidikan. Keterampilan akan sangat menentukan kualitas para klinisi yang akan berhadapan langsung dengan pasien, di samping ilmu juga pastinya. Di berbagai kelembagaan atau badan akan sangat membutuhkan hadirnya seorang dokter. Dimulai dari dokter kepresidenan, dokter militer, dokter kepolisian, dokter di perusahaan, sampai dokter pribadi orang-orang penting.

8

JAS PUTIH, selalu di RUMAH SAKIT kah ?

Di mana ada sekumpulan manusia, di situ pasti akan membutuhkan kesehatan, karena kesehatan adalah kebutuhan dasar manusia.


Pernah berembus kabar, bahwa dokter di Indonesia sudah cukup banyak, bahkan berlebih. Sehingga terjadi hal-hal yang tidak pantas dilakukan oleh seorang dokter. Seperti saling menjatuhkan sesama teman sejawat, yang jelas-jelas melanggar kode etik kedokteran, sampai tidak diperbolehkannya membuka praktik pribadi di suatu wilayah. Mungkin, itu terjadi karena sebaran dokter yang tidak merata di Indonesia. Banyak daerah yang kekurangan dokter. Sehingga tenaga kesehatan yang lain terpaksa harus menjadi dokter darurat di daerah tersebut. Menjadi seorang dokter sejatinya menjadi penjaga kesehatan manusia agar tetap sehat, tidak sekedar menyembuhkan bagi yang sakit. Sistem BPJS pun kini ingin menegaskan hal itu dengan sistemnya yang menuntut para dokter untuk bisa menjaga kesehatan orang sehat daripada menyembuhkan orang sakit. Sayangnya, sistem kapitalis sekarang ini membentuk para dokter kapitalis yang hanya mementingkan materi. Sehingga tujuan awal itu menjadi kabur bahkan hilang. Dokter yang tidak bisa mempertahankan kesehatan manusia di sekitarnya justru

malah merugi. Itulah mindset yang harus kita bangun dari sekarang. Kita tidak mengharap agar banyak orang menjadi sakit dan berobat pada kita. Tapi bagaimana kita bisa meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan bagi dirinya dan orang-orang di sekitarnya. Menjadi dokter berarti telah mewakafkan diri untuk kesehatan masyarakat. Tak usah khawatir dengan prospek karir kita ke depan. Karena alaminya seorang yang berilmu pasti akan dimuliakan dan dijamin kehidupannya, asalkan ikhlas dan bertanggung jawab dengan profesinya. Di mana pun dia berpijak pasti masyarakat akan membutuhkannya. Sekarang tinggal bagaimana kita mau mempersiapkan masa depan itu. Mempersiapkan diri untuk bisa berkontribusi di bidangnya masing-masing. Entah itu menjadi menteri kesehatan, pemimpin organisasi, direktur rumah sakit, dokter militer, dokter spesialis, atau dokter umum yang bertugas di puskesmas, jadilah dokter yang memegang jati diri dokter. Masa depan memang harus disiapkan dari sekarang. Maka mulailah melangkah dari tujuanmu. Tentukan tujuanmu terlebih dahulu, baru kau melangkah untuk menuju tujuan itu. Itulah proses belajar dewasa atau biasa dikenal problem based learning yang harus kita terapkan setiap saat.

Siti Nurlaela FK Universitas Padjajaran 2013

9


PROFIL

1. Profil

Nama : dr. Amalia Muhaimin, M.Sc Tempat Tanggal Lahir : Brebes, 24 Februari 1974 2.

Pengalaman Kerja Ÿ 2000 – 2006 : Dokter di RS Ibu dan Anak PKU Muhammadiyah Kotagede, Yogyakarta Ÿ 2003 – 2006 : Asisten peneliti, Center for Bioethics & Medical Humanities, FK UGM Ÿ 2007 – 2012 : Staff Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, FK Unsoed Ÿ 2009 – sekarang : Medical Education Unit, FK Unsoed Ÿ 2012 – sekarang : Staff Komite Etik Penelitian, FK Unsoed Ÿ 2012 – sekarang : Kepala Departemen Bioetik, FK Unsoed

3.

Riwayat Pendidikan Ÿ 1993 – 1996 : Fakultas Kedokteran, Universitas Diponogoro Ÿ 2010 – 2011 : Erasmus Mundus Master of Bioethics, Katholieke Universiteit Leuven, Belgium

Setelah gelar dokter menempel pada diri kalian,

Adakah pandangan dokter mengenai medical career pathways di Indonesia? Mengenai medical career pathway ini berkaitan dengan pilihan yang kita tuju setelah menjadi dokter nanti, sudah banyak opsi yang ditawarkan, namun pandangan beberapa orang terbatas pada profesi dokter spesialis yang terkesan menjanjikan saat-saat ini. Ya, memang benar, berdasarkan peluangnya menjadi seorang spesialis adalah jalan yang cemerlang, namun jangan berpikir pendek karena masih ada bidang lain yang bisa dipilih seperti:

10


a. Akademisi atau sebagai dosen Dosen di jurusan pendidikan dokter harus menaungi satu departemen atau bidang yang diminati. Hal itu tidak mudah untuk dipilih jika kita belum dapat menangkap keinginan kita menekuni suatu bagian (linieritas). Sudah jelas dokter memang manusia belajar sepanjang hayat, menjadi dosen juga wajib menempuh gelar S2 atau S3. Misal dokter A mempunyai passion pada bidang farmakologi, maka dokter A akan melanjutkan proses program magister bioteknologi kedokteran dan farmasi. Adanya sinkronisasi antara tempat yang diduduki dengan ilmu yang diasah untuk pengembangan pada bagian yang diambil memang menjadi keharusan dosen atau akademisi saat-saat ini.

jangan pernah takut untuk mencoba b. Paraklinik Bidang ini mempelajari ilmu terapan di klinik, dengan tidak secara langsung berhadapan dengan manusia, namun masih bagian dari manusia, seperti ilmu radiologi untuk melihat patahan tulang dari kaki seorang pasien kecelakaan, Patologi Klinik yang membutuhkan bahan urin dalam mengetahui kadar glukosa darah puasa seorang pasien Diabetes Melitus, dan Patologi Anatomi mengambil sampel dari cairan biopsi untuk menentukan keganasan suatu penyakit.

�

c. Manajerial Dokter yang bergelut di suatu prosedural rumah sakit, seperti direktur rumah sakit.

d. Non klinisi non akademisi Bidang ini dapat dikatakan kebebasan setiap individu tergantung bakat dan keinginan yang dimiliki, misalnya menjadi dokter pengusaha, dokter psikolog, dokter desainer, ataupun dokter seniman. “Setelah gelar dokter menempel pada diri kalian, jangan pernah takut untuk mencoba, ikuti alurmu sendiri, menegok ke kanan dan ke kiri boleh saja, tapi jalanmu, kamu yang menentukan karena kesuksesan datang dari inovasi dan kreatifitas seseorang, ketekunan dan menjadi pakar dalam hal tersebut merupakan usahamu untuk meraih sukses tersebut. Tidak masalah dokter penyanyi, ilmu dokternya tidak akan sia-sia, minimalnya orang terdekat masih bisa kita berikan edukasi. “

Menurut dokter, apa saja perbedaan alur karir kedokteran yang diterapkan di Indonesia dengan yang di luar negeri? Perbedaannya disini mungkin pada tingkatan pendidikan dokter, seseorang dengan gelar dokter di Indonesia yang melanjutkan tahap S2 di luar negeri akan mendapatkan keuntungan karena gelar dokter Indonesia di luar negeri setara sebagai lulusan S2, bagi dokter yang mengambil pendidikan S2 di luar negeri bisa melanjutkan pendidikannya dalam kurun waktu yang lebih singkat. Dalam ranah kerjanya, dokter luar negeri yang ingin bekerja di Indonesia harus membuat standardisasi yang ada di negara Indonesia sebelum terjun pada pilihannya. Sebaliknya juga berlaku untuk dokter Indonesia yang ingin bekerja di luar negeri. oleh : Dessy Dwi Zahrina & Nastiti Maharani | FK Universitas Jenderal Soedirman 2013

11


info kesehatan

Begitulah sepenggal keluhan pasien dengan fobia sosial. Istilah fobia sosial mungkin terasa asing di antara kita. Fobia sosial merupakan gabungan dua kata yaitu fobia dan sosial. Fobia adalah ketakutan yang tidak masuk akal sehingga secara otomatis pengidap fobia akan menghindari stimulus fobia mereka, baik itu objek, aktivitas ataupun situasi yang ditakutinya. Lantas, apa yang dimaksud dengan 'fobia sosial'? Menurut DSM-IV, terdapat 8 kriteria diagnosis fobia sosial. Tiga diantaranya adalah: 1. Rasa takut yang jelas dan menetap terhadap satu atau lebih situasi sosial di mana orang bertemu dengan orang yang tidak dikenal. Pasien merasa takut jika ia akan bertindak memalukan atau merendahkan. 2. Jika terpapar dengan situasi sosial yang ditakuti, maka serangan panik atau bentuk kecemasan yang lain hampir selalu terjadi. 3. Pasien menyadari bahwa rasa takut tersebut adalah berlebihan dan tidak beralasan. Rasa malu yang berlebih bisa menjadi benih timbulnya fobia sosial. Hal ini disimpulkan dari penelitian American Academy of Pediatrics yang telah mensurvei 10.000 remaja usia 13-18 tahun. Dari 46,7% responden yang mengaku diri sebagai pemalu, ada 12,4% yang ternyata memenuhi kriteria fobia sosial. Di Indonesia sendiri, prevalensi fobia sosial

12

mencapai 9,6-16% namun menurut data epidemiologi lain, prevalensi fobia sosial di Indonesia sekitar 9-12% atau sebesar 18-24 juta orang. Untuk di negara maju, prevalensinya sebesar 2-13%. Fobia sosial merupakan gangguan kejiwaan nomor tiga, setelah gangguan penyalahgunaan obat dan gangguan depresi berat. Onset usia puncak untuk fobia sosial adalah pada usia belasan namun ditemukan pula pada usia 5 tahun dan paling lanjut pada 35 tahun. Ciri khas dari gangguan ini adalah bahwa pasien sudah punya prediksi akan mengalami rasa malu, takut, atau cemas saat menghadapi objek, aktivitas, atau situasi tertentu, misalnya: - Makan atau minum di tempat umum - Tampil berbicara di depan umum - Menghadiri pesta dan tempat-tempat yang ramai - Bertemu dengan orang asing yang tidak dikenal sebelumnya - Memasuki ruangan yang sudah berisi banyak orang Hasil dari prediksi yang berlebihan ini akan membawa pasien pada beberapa gejala, seperti wajah memerah, deg-degan, kesemutan, keringat dingin, butterfly stomach, ketegangan otot pundak, dan kerongkongan kering. Bila tidak ditangani dengan baik, maka gangguan ini akan mempengaruhi perkembangan psikologis, pendidikan, pekerjaan, kemampuan membina relasi, dan usaha pencapaian tujuan hidup penderita.


Stomach !!!

Buterfly

cemas

“Selanjutnya, saya seperti di atas panggung, sendirian, dengan setiap orang menonton diri saya.�

TAKUT

Hingga kini, penyebab fobia sosial masih sebatas hipotesis. Belum ada penyebab yang jelas untuk gangguan ini. Teori neurokimiawi menjelaskan bahwa aktivitas saraf mempunyai hubungan dengan terjadinya fobia sosial. Selain itu, faktor genetika juga diajukan karena kembar monozigotik lebih sering bersesuaian dibandingkan kembar dizigotik. Dengan terapi yang sesuai, penderita fobia sosial ternyata dapat memberi respon yang baik namun terapi atau pengobatan yang dilakukan biasanya adalah pengobatan jangka lama, mengingat gangguan ini bersifat kronik. Kombinasi obat-obatan (farmakoterapi) dan psikoterapi, serta berbagai pendekatan terapi kerap digunakan. Dikatakan bahwa kombinasi antara terapi kognitif perilaku dengan farmakoterapi dapat mempercepat efek obat dan mempertahankan efek terapi, meski penggunaan obat telah dihentikan. Derajat keparahan fobia sosial tentu akan menentukan seberapa terganggunya kehidupan sosial, pekerjaan, dan pendidikan. Pasien dengan fobia sosial juga rentan menyalahgunakan zat tertentu. Oleh karenanya, kita semestinya tidak membiarkan orang-orang yang kita kenal terkurung dalam kondisi serupa. Kita pasti lebih bahagia jika orang tersebut tidak lagi bertanya 'What if I don't make it?' pada kita. Mengenali tanda-tanda dan menganjurkan untuk memeriksakan diri ke dokter merupakan hal yang bijak. Diawali dengan sembuhnya fobia sosial seseorang, sebagai gantinya akan datang kreativitas tak terbatas menuju masa depan.

KESEMUTAN TEGANG

Deg-deg an, WAJAH Memerah�

Kerongkongan KERING

MA-LU

13


ethnomedicine

ETHNOMEDICINE

KELAKAI Restu Dewi Lestari FK Universitas Muhammadiyah Semarang 2013

Salah satu jenis tanaman yang termasuk plasma nutfah dan merupakan sumber pangan yaitu Kelakai (Stenochlaena palutris). Kelakai diklasifikasikan sebagai berikut : Kelakai? Teman-teman sudah pernah mendengar nama tanaman Kelakai belum? Mungkin nama ini tidak asing bagi teman-teman sejawat yang berada di Kalimantan dan pastinya sebagian besar sudah pernah memakannya? Tanaman ini merupakan sumber pangan yang tidak asing bagi warga Kalimantan tengah, biasanya dibuat sebagai sayur-sayuran yang sering dimasak di rumah. Sayur ini paling enak dimasak oseng-oseng, sup atau sayur bening. Rasanya mantap sekali, tidak kalah dengan rasa sayur-sayur lainnya seperti bayam, kangkung, dll. Bentuknya mungkin agak sedikit unik dan berbeda dengan jenis sayuran lainnya karena kelakai merupakan jenis tanaman paku-pakuan yang banyak terdapat di hutan-hutan namun bisa juga tumbuh disemak belukar yang bertanah gambut sehingga mudah sekali untuk ditemukan di Kalimantan Tengah yang terkenal dengan daerah yang bertanah gambut. Tapi jangan salah lho, kelakai banyak sekali manfaatnya. Sebelum kita membahas manfaat, saya ingin bercerita sedikit mengenai tanaman ini. Kalimantan merupakan pulau sangat luas yang memiliki beberapa agroekosistem yang mendukung pertumbuhan berbagai jenis tanaman sehingga tidaklah berlebihan kalau daerah Kalimantan dikatakan sebagai daerah dengan keragaman plasma nutfah yang tinggi. Salah satu

14

Domain : Eukaryota Kingdom : Plantae Subkingdom : Viridaeplantae Division : Pteridophyta Class : Filicopsida. Order : Filicales Family : Blechnaceae Genus : Stenochlaena Specific epithet : Palustris Botanical name : Stenochlaena palustris. Kelakai merupakan tanaman jenis pakis atau paku-pakuan, termasuk dalam famili Pteridaceae yang banyak tumbuh dan berkembang di Kalimantan Tengah. Tanaman ini mempunyai masa panen yang relatif singkat (4-6 hari) artinya dalam jangka waktu tersebut dapat dilakukan panen kembali, dan tumbuh baik pada daerah-daerah yang mempunyai kelembaban tinggi seperti lahan gambut. Apa saja manfaatnya? Kelakai mengandung Fe yang tinggi dan kaya vitamin C dan beta-karotin. Kelakai merupakan salah satu dari beberapa sayuran tradisional khas Kalimantan. Kelakai biasanya dikonsumsi dalam bentuk sayur. Bagian tanaman yang dipanen adalah bagian pucuk atau ujung dengan panjang sekitar 15


cm. Bagian ini relatif lunak dan mudah dipatahkan, sedangkan bagian batang yang lebih bawah terksturnya lebih keras. Nah untuk bagian yang relative lunak ini kalau di makan rasanya enak sekali lhoo. Kalau dari aspek ekonomi tanaman ini bermanfaat bagi para pencari Kelakai untuk menambah penghasilan, biasanya para pedagang menjualnya dengan harga 1500 sampai 5000 rupiah per ikatnya tergantung banyaknya. banyaknya. Kelakai memiliki beberapa manfaat, yaitu Kelakai yang berwarna merah sangat potensial untuk mengatasi anemia (kekurangan zat besi). dari analisis gizi diketahui bahwa Kelakai merah mengandung Fe yang tinggi (41,53 ppm), Cu (4,52 ppm), vitamin C (15,41 mg/100g), protein (2,36%), beta karoten (66,99 ppm), dan asam folat (11,30 ppm). Secara turun temurun, masyarakat Dayak di Kalimantan Tengah memanfaatkan tanaman Kelakai untuk tujuan merangsang produksi ASI bagi ibu-ibu yang baru melahirkan. Hal ini mungkin disebabkan nilai gizi Kelakai yang banyak mengandung Fe. Unsur Fe diketahui bermanfaat dalam mengatasi masalah anemia, sehingga mengkonsumsi Kelakai dapat menambah volume darah, sehingga merangsang produksi ASI. Oleh karena itu, selain untuk ibu hamil kandungan kelakai juga bagus untuk konsumsi kita pada umumnya karena di dalamnya banyak sekali kandungan yang berguna bagi tubuh.

15


ismki wilayah

Menelisik Implementasi Era UKMPPD Staff Bidang Kajian Pendidikan dan Profesi HPS ISMKI Wilayah 1 Pendahuluan Memasuki tahun pelaksanaan kedelapan sejak tahun 2007 berbagai dinamika polemik mengiringi pelaksanaan UKMPPD (atau dahulu UKDI). Uji kompetensi lulusan pendidikan kedokteran ini mulai dikenal sejak terbitnya Undang-undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, disebutkan mengenai kewajiban registrasi bagi dokter yang akan melaksanakan praktik profesi dengan salah satu persyaratan adalah memiliki sertifikat kompetensi yang dapat diperoleh setelah lulus uji kompetensi. Terbitnya aturan tersebut menjadi dasar implementasi Uji Kompetensi Dokter Indonesia. Perubahan penamaan UKDI menjadi UKMPPD bukanlah hanya sebatas istilah namun juga secara fungsional. Dahulu UKDI atau Uji Kompetensi Dokter Indonesia diikuti oleh mahasiswa lulusan fakultas kedokteran, sehingga status dari mahasiswa tersebut telah menjadi dokter namun masih harus diuji untuk mendapatkan sertifikat kompetensi. Mekanisme entry exam saat itu ternyata menimbulkan berbagai masalah, seperti menumpuknya jumlah dokter yang belum lulus uji kompetensi hingga lepas tanggung jawab pihak institusi terhadap lulusan tersebut. Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran, pada pasal 36 disebutkan bahwa untuk menyelesaikan program profesi, mahasiswa harus lulus uji kompetensi yang bersifat nasional sebelum mengangkat sumpah. Di era UKMPPD ini, fungsi dari uji kompetensi diubah sebagai syarat untuk mendapatkan sertifikat profesi oleh perguruan tinggi dan sertifikat kompetensi oleh organisasi profesi (kolegium). Fungsi tersebut berkaitan dengan UKMPPD sebagai exit exam, sehingga obyek dari UKMPPD adalah mahasiswa kedokteran yang telah menyelesaikan kepaniteraan klinik, hal ini mengarahkan institusi untuk tetap bertanggung jawab terhadap mahasiswa yang belum lulus uji kompetensi.

UKDI

16

UKMPPD

Seiring meningkatnya kebutuhan tenaga kesehatan, uji kompetensi dianggap sebagai langkah yang sangat baik untuk menyeimbangkan antara kuantitas tanpa mengorbankan kualitas dokter, sehingga diharapkan seorang dokter mampu untuk terus memperbarui ilmu pengetahuan agar dapat meyakinkan dirinya dan masyarakat akan kesiapan dalam menangani dan menjaga keselamatan pasien. Pun pelaksanaan uji kompetensi ini bertujuan untuk menstandarisasi lulusan berbagai fakultas kedokteran sehingga tercapai output dokter yang berkualitas di seluruh Indonesia. Akan tetapi, ketika menelisik lebih jauh maka semakin ditemui sulitnya implementasi dalam perjalanan panjang uji kompetensi ini. UKMPPD sebagai exit exam dapat dianalogikan sebagai UAN pada sekolah dasar hingga sekolah menengah atas, maka dari itu pada prosesnya tidak sedikitpun menarik biaya dari peserta didik. Biaya pelaksanaan uji kompetensi adalah sebesar Rp 600.000,00 untuk OSCE dan Rp 400.000,00 untuk CBT per calon peserta per ujian. Miris jika melihat perjuangan bertahuntahun calon dokter untuk mencapai gelarnya hanya dalam dua hari pelaksanaan uji kompetensi. Bahkan hingga sekarang masih ada sejawat yang nasibnya terluntanglantung karena belum lulus uji kompetensi, sehingga selama belum lulus dan masih dalam studi sesuai pedoman akademik, statusnya adalah mahasiswa, yang harus menunaikan kewajiban seperti membayar UKT (Uang Kuliah Tunggal). Jika ditelusuri dari awal maka akan timbul keraguan mengenai input dan proses dari mahasiswa kedokteran yang menandakan masih diperlukannya ketegasan pemerintah dalam mengatur kuota nasional mahasiswa kedokteran dan akreditasi dari fakultas kedokteran. Pembahasan Uji kompetensi dilaksanakan secara periodik empat kali dalam setahun yaitu pada bulan Februari, Mei, Agustus dan November. PNUKMPPD menetapkan kalender pelaksanaan uji kompetensi untuk satu tahun. Kalender pelaksanaan uji kompetensi untuk


satu tahun. Kalender pelaksanaan uji kompetensi untuk tahun berikutnya diumumkan secara nasional melalui website dan ke seluruh Dekan Fakultas Kedokteran paling lambat pada akhir Desember sebelum tahun pelaksanaan. Tempat pelaksaan UKMPPD adalah institusi yang telah ditunjuk, yaitu di institusi pendidikan yang terakreditasi dan memenuhi persyaratan sebagai tempat uji kompetensi untuk MCQ CBT dan OSCE. Uji kompetensi dilaksanakan oleh fakultas kedokteran bekerja sama dengan Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) dan berkoordinasi dengan organisasi profesi. Kerja sama antara fakultas kedokteran dengan Asosiasi Institusi Pendidikan dilakukan melalui Pembentukan Panitia Nasional Uji Kompentensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (UKMPPD). Hasil uji kompetensi diumumkan secara terbuka oleh Panitia Nasional Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter (PNUKMPPD) melalui media cetak dan elektronik, selambatlambatnya 30 hari kerja setelah hari terakhir pelaksanaan ujian. Hasil uji kompetensi juga diserahkan kepada fakultas kedokteran sebagai dasar penerbitan sertifikat profesi dan kolegium sebagai dasar penerbitan sertifikat kompetensi. Beberapa poin di bawah ini merupakan tujuan umum yang diharapkan dapat dicapai dalam penyelenggaraan uji kompetensi. i. Menjamin lulusan program profesi dokter atau dokter gigi yang kompeten dan terstandar secara nasional; ii.Menilai sikap, pengetahuan, dan keterampilan dasar untuk melakukan praktik kedokteran; iii.Memberikan umpan balik proses pendidikan pada fakultas kedokteran atau kedokteran gigi; dan memantau mutu program profesi dokter atau dokter gigi dalam rangka pengambilan kebijakan oleh pemerintah.

hasilnya diumumkan oleh PNUKMPPD. Pembiayaan penerbitan sertifikat kompetensi dibebankan kepada masing-masing peserta. Biaya penerbitan sertifikat kompetensi ditransfer ke rekening kolegium. Selanjutnya bukti pembayaran diserahkan kepada institusi pendidikan. Setiap dokter melampirkan sertifikat kompetensi jika ingin melakukan registrasi di Konsil Kedokteran Indonesia. Mutlak karena izin praktik dokter hanya dapat diberikan kepada dokter yang telah terdaftar di konsil. Kajian terhadap kejelasan program pembimbingan yang menjadi tanggung jawab fakultas kedokteran terhadap nasib retaker UKMPPD dilaksanakan pada tahap akhir pendidikan sebelum dilakukan sumpah dokter (sebagai exit exam). Implementasi uji kompetensi sebagai exit exam akan mengurangi dampak negatif dari banyaknya jumlah retaker, karena persiapan uji kompetensi serta

Uji kompetensi diselenggarakan untuk beberapa tujuan secara umum dan khusus. Secara khusus, kelulusan uji kompetensi merupakan salah satu dasar untuk penerbitan sertifikat profesi oleh perguruan tinggi dan sertifikat kompetensi oleh organisasi profesi.Penerbitan sertifikat kompetensi (oleh kolegium) dan sertifikat profesi dilakukan setelah peserta lulus kompetensi baik uji MCQs dengan CBT maupun OSCE nasional dan

17


pembinaan retaker akan dilakukan langsung di bawah tanggung jawab fakultas kedokteran. Pencegahan banyaknya retaker juga dilakukan pihak fakultas dengan terlebih dahulu melakukan ujian komprehensif sehingga hanya yang benar-benar layak yang akan mengikuti ujian UKMPPD. Tentunya nominal retaker tidak serta merta menjadi nol tetapi membutuhkan proses pengurangan sedikit demi sedikit. Pada tahun 2010, kebijakan bagi peserta yang telah gagal mengikuti uji kompetensi sebanyak 3 kali akan dilakukan ujian modul hingga lulus, namun praktik di lapangan yang terjadi peserta mengerjakan modul berkelompok dan copy-paste, sehingga ujian modul dihapuskan. Pada tahun berikutnya hingga sekarang, peserta yang gagal uji kompetensi harus mengikuti uji kompetensi hingga lulus, maksimal dua kali masa studi pendidikan profesi normal sesuai dengan peraturan akademik yang berlangsung. Permasalahan yang timbul berupa peserta yang menjadi retaker hingga lebih dari 10x. Hal ini tentu membebani terkhusus finansial peserta karena tiap mengikuti ujian maka harus membayar biaya. Pun selama belum lulus dan masih dalam studi sesuai pedoman akademik, statusnya adalah mahasiswa, yang harus menunaikan kewajiban seperti membayar UKT (Uang Kuliah Tunggal). menunaikan kewajiban seperti membayar UKT (Uang Kuliah Tunggal). Persyaratan khusus bagi peserta retaker yaitu telah mengikuti program remediasi yang dibuktikan dengan Surat Keterangan dari institusi pendidikan pelaksana program remediasi dan belum melampaui batas maksimal keikutsertaan uji kompetensi. Institusi induk memegang peserta retaker baik yang berasal dari institusi bersangkutan maupun dari luar institusinya. Rasio pembimbing dan retaker yang dibimbing adalah 1:5, dengan frekuesi pembimbingan minimal 1 minggu sekali. Dalam melakukan pembinaan digunakan seperangkat instrumen yang terdiri atas buku log retaker dan daftar hadir. Retaker pun tetap harus diperhatikan pembinaannya agar semakin banyak output berkualitas yang dihasilkan. Pada Permendikbud No 30 Tahun 2014 hanya tertulis bahwa peserta uji kompetensi yang tidak lulus mendapatkan program pembimbingan yang menjadi tanggung jawab fakultas kedokteran, namun program

18

pembimbingan seperti apa yang dimaksud belum diperinci dan disahkan. Solusi konkret yang dapat diberikan terkait biaya UKMPPD Biaya pelaksanaan uji kompetensi sesuai SK Dirjen Dikti No. 28/DIKTI/Kep./2014 Te n t a n g P e n e t a p a n S a t u a n B i a y a Penyelenggaraan UKMPPD Tahun 2014 – 2015 adalah Rp. 741.333 untuk CBT dan sebesar 1.751.117 untuk OSCE. Namun yang ditanggung oleh mahasiswa adalah sebesar Rp 600.000,00 untuk OSCE dan Rp 400.000,00 untuk CBT per calon peserta, sisanya ditanggung oleh Pemerintah. Menurut Permendikbud No 30 Tahun 2014 tentang Tata Cara Uji Kompetensi Dokter pada Pasal 9 disebutkan bahwa biaya penyelenggaraan Uji Kompetensi terintegrasi pada biaya pendidikan program profesi dokter. Sehingga dapat disimpulkan bahwa biaya total Rp1.000.000,00 tersebut telah termasuk di biaya pendidikan. Pembiayaan uji kompetensi merupakan bagian dari pembiayaan pendidikan berlaku sejak periode uji kompetensi tahun 2014 dan masuk dalam biaya pendidikan untuk tahun ajaran 2013/2014. Akan tetapi implementasi di lapangan masih terdapat pungutan ekstra. Bahkan seyogyanya sebagai exit exam, UKMPPD sama seperti UAN pada pendidikan dasar hingga atas, sehingga pemerintah bertanggung jawab penuh dalam penyelenggaraan tanpa membebani peserta lagi. Jika peniadaan biaya terlampau jauh dari harapan, setidaknya pemerintah dapat memperketat pengawasan dalam pemungutan biaya UKMPPD agar dapat memastikan bahwa biaya tersebut telah termasuk di biaya pendidikan, sehingga peserta tidak perlu terbebani dengan biaya ekstra. Simpulan Uji kompetensi menjadi salah satu bentuk standarisasi output dokter, yang artinya diharapkan melalui suatu penyaringan seperti ini maka dokter yang dihasilkan memiliki standar untuk terjun ke masyarakat. Terlepas dari teknis pelaksanaan UKMPPD sendiri, proses penyeleksian seperti ini dirasa belum mampu untuk menjamin penyamarataan kualitas dari proses pembelajaran di masing-masing institusi. Sehingga dapat dilihat pada batch I Februari


2015 terdapat 2204 jumlah peserta lulus UKMPPD seluruh Indonesia dari 75 perguruan tinggi pemilik FK, jumlah rentang yang jauh antara mahasiswa kedokteran dan mahasiswa kedokteran yang lulus UKMPPD. Hal ini menjadi catatan bagi mahasiswa kedokteran sendiri maupun stakeholder terkait. Mahasiswa kedokteran dituntut untuk selalu memperbarui ilmu dan mengembangkan d i r i a g a r k e l a k m a m p u mempertanggungjawabkan profesionalisme seorang dokter di masyarakat. Melalui uji kompetensi ini diharapkan menjadi pemicu agar mahasiwa kedokteran mampu untuk mencapai kompetensi standar. Secara metode pengujian yaitu CBT MCQs dan OSCE dinilai mampu menggambarkan kemampuan holistik seorang dokter. Namun realita di lapangan masih terjadi ketidakseimbangan substansi saat ujian, misalnya komposisi soal level kemampuan 2 yang melebihi 25% jumlah soal. Biaya yang cukup besar baik untuk mengikuti UKMPPD maupun pre-UKMPPD (persiapan) dan post-UKMPPD (baik yang lulus maupun retaker) masih menjadi kendala, karena harus diperhatikan juga bahwa tidak setiap mahasiswa kedokteran adalah mereka yang dari

keluarga berkecukupan, sehingga diharapkan biaya tidak akan menjadi kendala bagi sejawat yang memang benar-benar layak untuk mengikuti UKMPPD. Saran UKMPPD tetap dilaksanakan tetapi dengan kesepakatan-kesepakatan untuk meminimalisir kekurangan masalah-masalah teknis. 1. Perlu diadakan peninjauan kembali kuota mahasiswa baru dan akreditasi fakultas kedokteran yang berkaitan dengan kualitas proses pembelajaran. 2. Institusi memberikan fasilitas yang sama bagi tiap mahasiswa dalam mempersiapkan UKMPPD, sehingga diharapkan tidak ada mahasiswa yang tidak mengikuti persiapan karena opsional. 3. Adanya proses kelanjutan yang jelas bagi retaker untuk meminimalisir kemungkinan institusi lepas tanggung jawab. 4. Kepastian untuk semua fakultas kedokteran bahwa biaya pendaftaran UKMPPD menjadi tanggung jawab pemerintah dan penyelenggara pendidikan sepenuhnya.

19


ismki wilayah

MEDICAL EXPO GO FAIR 2015 oleh : Aristya Dewi Pratiwi | Sekretaris Bidang 2 Pendidikan dan Profesi ISMKI Wilayah 2

M

edical Expo Go Fair 2015 tahun ini bertemakan “Calling for a future doctor,is it you?�. Tahun ini MEP diamanahkan membuat gebrakan di awal bulan Mei dengan menyuguhkan Medex offline, berlandaskan pengalaman menjadi calon Maba Fakultas Kedokteran yang bingung tentang sistem pendidikan kedokteran dan mengapa mereka harus menjadi dokter . MEP wilayah 2 tahun ini berinisiatif mengadakan Medex dengan mengadakan seminar interaktif yang dibawakan oleh dr. Heddy Herdiman, M.Kes tentang motivasi menjadi dokter masa depan dan dan tentang sistem pendidikan kedokteran oleh Dr. dr. Diana Krisanti Jasaputra, M.Kes. Target peserta dari Medex go fair ini adalah para siswa SMA kelas XI-XII yang dirasa perlu mengetahui seluk beluk tentang sistem pendidikan kedokteran yang akan mereka hadapi mendatang. Universitas Kristen Maranatha sebagai tuan rumah dibanjiri oleh siswa SMA yang berdatangan sejak pukul 08.00 untuk melakukan registrasi ulang Medex, setelah selesai registrasi ulang mereka masuk pada seminar sesi pertama tentang motivasi menjadi dokter,anak-anak begitu antusias mendengarkan materi yang dibawakan oleh dr Heddy sehingga banyak pertanyaan diajukan. Pada sesi kedua ini para siswa-siswa SMA dibawa lebih dalam lagi untuk mengenal tentang sistem perkuliahan kedokteran , masih banyak diantara mereka yang bingung karena sistemnya beda dengan SMA, karena itu banyak pertanyaan dilayangkan kepada pemateri yang membawakan yaitu dr. Diana. Antrian registrasi

Seminar motivasi

20

Selepas sesi kedua, adik-adik SMA kita ajak untuk melakukan tour stand yang diisi oleh 15 universitas baik negeri dan swasta. Pada tour ini adik-adik dijelaskan tentang karakteristik dari tiap kampus dimulai dari jalur penerimaan mahasiswa baru sampai uang pokok yang harus dibayarkan per semester. Tour Stand

2,5 jam berlalu para calon Maba FK ini dibawa kepada kehidupan para mahasiswa kedokteran yaitu ruang laboratorium yang berada di Universitas Kristen Maranatha diantaranya lab parasit, mikrobiologi, biologi, patologi anatomi, patologi klinik, dan anatomi ada beberapa diantara mereka yang menjadi lebih semangat untuk masuk Fakultas kedokteran setelah masuk lab-lab ini.

Tour Lab

Untuk menutup rangkaian acara Medex Go Fair 2015 tahun ini para panitia dan adikadik SMA melakukan foto bersama sebagai salam perpisahan. Sesuai dengan tema tahun ini MEP Wilayah 2 ingin adik-adik SMA tidak salah jurusan ketika masuk ke fakultas kedokteran dan mengetahui tujuan dari mereka menjadi dokter masa depan itu seperti apa, senang sekali kami dari MEP ISMKI Wilayah 2 dapat bekerjasama dengan Universitas Kristen Maranatha yang memberikan fasilitas,pikiran & tenaga mereka untuk Medex Go Fair 2015.


ismki wilayah

MEDICAL CREATIVE IDEA SEBAGAI WUJUD 3 K (KEPEDULIAN , KREATIF DAN KEBERSAMAAN) SELURUH MAHASISWA INDONESIA DARI SABANG SAMPAI MERAUKE Funding and Partnership | Sekbid dan PHW ISMKI WILAYAH 3 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan masalah serius bagi dunia, karena menjadi penyebab kematian terbanyak dibandingkan dengan penyakit infeksi lainnya. Di Indonesia, penyakit TB merupakan penyebab kematian ketiga setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit pernapasan, serta menjadi peringkat pertama dari golongan penyakit infeksi. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang dapat menyerang siapa saja dan di mana saja. Setiap tahunnya, WHO memperkirakan terjadi 583.000 kasus TB baru di Indonesia dan kematian karena TB sekitar 140.000 orang. P e n y a k i t Tuberkulosis (TB) dapat menular melalui droplet yang mengandung bakteri Mycobacterium tuberculosis yang dikeluarkan saat penderita batuk ataupun bersin dan menyebar melalui udara lalu terhirup oleh orang yang berisiko. Penularan kuman TB ini dipengaruhi oleh perilaku penderita, keluarga, dan masyarakat. Perilaku yang harus dibiasakan untuk mencegah penularan penyakit TB antara lain menutup mulut saat batuk dan bersin, meludah pada tempat tertentu yang telah diberi desinfektan, imunisasi BCG pada bayi, menghindari udara dingin, megusahakan sinar matahari masuk kedalam rumah, dan mengonsumsi makanan yang bergizi. Penyakit TB dapat berakibat fatal dan menyebabkan kematian. Sudah seharusnya masyarakat mengetahui dan memahami berbagai masalah dan dampak yang dapat ditimbulkan penyakit ini, sehingga masyarakat dapat melindungi diri, keluarga, dan lingkungannya dari penyebarannya. Dengan ini, perilaku masyarakat dalam pencegahan berperan sangat penting untuk mengurangi resiko penularan bakteri TB. Dalam upaya penanggulangan peyakit TB, peran serta keluarga dalam kegiatan pencegahan

yang diimbangi dengan pengetahuan yang baik merupakan faktor yang sangat penting. Pengetahuan yang harus dimiliki adalah pengetahuan mengenai kesehatan, terutama pengertian, penyebab, cara penularan penyakit yang sangat akrab dengan masyarakat ini. Pengetahuan merupakan domain terbentuknya suatu perilaku. Perilaku keluarga dalam rangka pencegahan penularan TB selama ini masih kurang, hal ini terbukti dengan tingginya jumlah penderita TB yang datang ke pelayanan kesehatan dengan tidak menggunakan penutup mulut saat batuk maupun bersin, serta masih banyak penderita TB yang meludah sembarangan. Melihat fenomena ini, sudah seharusnya kita sebagai mahasiswa yang berada dalam rumpun ilmu kesehatan ikut serta dalam menanggulangi masalah penyakit infeksi khususnya tuberkulosis (TB). Kita harus mampu mengajak orang lain untuk lebih peka terhadap lingkungan sekitarnya agar bersama-sama meningkatkan derajat kesehatan dan menangulangi penyakit infeksi. Dalam rangka memperingati hari tuberkulosis (TB) sedunia, Pengurus Harian ISMKI (Ikatan Senat Mahasiswa Kedokteran Indonesia) Wilayah 3 yang merupakan wadah pergerakan mahasiswa kedokteran bersama-sama menyatukan pikiran guna menciptakan kebaikan di lingkungan sekitar. Peringatan ini kami isi dengan lomba desain poster publik dan desain merchandise yang kami sebut MCI (Medical Creative Idea), yang bertujuan mendorong kepedulian mahasiswa terhadap penanggulangan penyakit TB melalui gambar publik. Pembahasan MCI merupakan kegiatan lomba ide kreatif dalam memperingati Hari Tuberkulosis (TB) Sedunia yang diadakan oleh Ikatan Senat M ahas is w a K edokteran Indones ia guna

21


kreatifitas serta meningkatkan silaturahmi sesama mahasiswa. Ada dua lomba yang diselenggarakan, yaitu Poster Publik dan Desain Merchandise. Dalam Lomba ini Medical Creative Idea mengusung maskot berupa Lebah. Lebah dipilih karena memiliki makna tersendiri. Lebah merupakan serangga yang suka bekerja keras, saling bahu membahu untuk menghasilkan madu. Madu yang dihasilkan lebah, mempunyai banyak manfaat di dunia kesehatan serta mengandung berbagai nutrisi, seperti karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral yang sangat baik bagi kesehatan tubuh. Penyelenggaraan MCI 2015 bertujuan untuk: 1. Menigkatkan rasa kepedulian mahasiswa terhadap kasus TB. 2. Menigkatkan kreatifitas mahasiswa dalam konsep desain bisnis. 3. Menjalin silahturami antarmahasiswa kedokteran dari Sabang sampai Merauke.

kepedulian mahasiswa di dunia kesehatan, kreatiftas di dunia bisnis, serta meningkatkan rasa kebersamaan antarmahasiswa kedokteran di seluruh Indonesia. Saran Diadakannya MCI pada tahun berikutnya dengan publikasi yang lebih banyak untuk meningkatkan partisipasi peserta kedepannya.

Desain Pemenang Lomba Desain Merchandise

Penutup Simpulan Medical Creative Idea merupakan lomba desain poster publik dengan tema TB dan juga lomba Desain M e rc h a n d i s e y a n g ditujukan bagi mahasiswa kedokteran di seluruh Indonesia. Konsep lomba MCI dimulai dari penyusunan logo maskot, peraturan, cara pendaftaran dan pengumuman pemenang. MCI bertujuan untuk meningkatkan

22

Desain Pemenang Lomba Poster TB


ismki wilayah

L

FORUM DISKUSI

atar belakang diadakannya forum diskusi ini adalah karena ISMKI Wilayah 4 (empat) merupakan salah satu wadah untuk menampung sekaligus menyalurkan kebutuhan mahasiswa kedokteran. Sebagai mahasiswa kedokteran, selain harus memiliki kemampuan keprofesian yang baik, mahasiswa kedokteran pun dituntut agar menjadi lebih intelek. Mengingat hal ini, kami mewadahi mahasiswa kedokteran untuk mengembangkan informasi dan intelektualitas mereka melalui diskusi terkait masalah kesehatan. Forum Diskusi ini merupakan kegiatan direct meeting yang lebih bertujuan edukatif dengan mengundang stakeholder dalam rangka diskusi terkait hal-hal atau isu-isu kesehatan di regio masing-masing. Kami melakukan kerjasama dengan Humas Nasional dan penanggung jawab di regio masing-masing terkait permintaan stakeholder dan juga dengan Kastrat Wilayah dalam penentuan tema pembahasan dalam forum ini, serta bekerjasama dengan Pendpro Wilayah dalam penyusunan TOR. Pelaksanaan per regionya sendiri akan diserahkan kepada penanggung jawab region yang dibantu oleh penanggung jawab institusi di masing-masing regio, serta Pengurus Harian Wilayah/Nasional. Sasaran dari kegiatan ini adalah mahasiswa kedokteran di regio masing-masing, Pengurus Harian Wilayah/Nasional yang ada di regionya, serta tidak menutup kemungkinan untuk dihadiri oleh masyarakat umum Tujuan dari forum diskusi ini adalah untuk menciptakan wadah komunikasi antara mahasiswa kedokteran dan stakeholder kesehatan, menciptakan komunikasi yang produktif dengan stakeholder kesehatan, meningkatkan informasi intelektual bagi mahasiswa kedokteran dan tanggap dengan isu-isu kesehatan yang ada; meningkatkan keakraban antara Pengurus Harian Wilayah/Nasional dengan institusi di regio masing-masing terutama di regio yang di dalamnya terdapat lebih dari satu institusi, serta meningkatkan eksistensi ISMKI di institusi..

Dian Noviyani Staf Keshum ISMKI Wilayah 4

23


Adapun hasil yang diharapkan dari terlaksananya forum ini di setiap regio adalah adanya pencerdasan dan menanamkan sikap tanggap terhadap isu diantara mahasiswa kedokteran, terbinanya hubungan baik stakeholder dengan mahasiswa kedokteran pada umumnya dan Pengurus Harian Wilayah/Nasional pada khususnya, khususnya, dan adanya partisipasi aktif dari setiap regio dan institusi untuk ISMKI agar terbinanya hubungan erat saling memiliki dan saling mendukung antara masingmasing regio dengan ISMKI, k h u s u s n y a Wilayah 4. Pelaksanaa n Forum Diskusi pertama adalah antara bulan JuniJuli dengan mengangkat tema “Dokter Layanan Primer dan Implikasinya terhadap Pelaku Kesehatan Tingkat

24

Pertama� dengan materi Dokter Layanan Primer. Untuk pelaksanaan forum diskusi pertama ini sayangnya hanya tiga regio yang siap untuk melaksanakannya, yaitu Bali, Mataram, dan Makassar. Diharapkan di pelaksanaan kedua pada bulan Agustus-September akan lebih banyak regio yang bisa berpartisipasi.


INTRODUCE US

M

edical Torch merupakan salah satu dari 16 Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di jurusan Kedokteran Umum Unsoed. Sebagai UKM yang bergerak di bidang pers dan jurnalistik, Medical Torch berkomitmen untuk selalu hadir menjadi sumber utama penyebaran berbagai informasi dan juga pengetahuan, khususnya di wilayah internal kampus. Selain itu, Medical Torch juga berperan sebagai wadah bagi mahasiswa untuk mengembangkan bakatnya di bidang tulis menulis serta jurnalistik. Medical Torch berdiri sejak 9 tahun silam atau tepatnya pada tahun 2006 di bawah Kementerian Ilmiah dan Pers BEM KBMK Unsoed. Pada awal tahun berdirinya, bisa dikatakan Medical Torch belum begitu solid dan padu. Kepengurusan yang belum stabil bahkan mengantarkan Medical Torch ke dalam kondisi vakum selama beberapa periode kepengurusan. Namun, seiring berjalannya waktu Medical Torch pun mulai bangkit.

Kepengurusan tahun ini bersama Mala Sabinta Riani (2013) sebagai ketua adalah kepengurusan pertama dimana UKM Medical Torch bersifat independen, artinya tidak lagi berada di bawah naungan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Medical Torch untuk menjadi media informasi yang lebih produktif, inovatif, serta menunjukkan eksistensinya utamanya di internal kampus Kedokteran Unsoed. UKM Medical Torch sudah lama tergabung sebagai anggota BPN ISMKI yakni sejak tahun 2008. Bahkan Direktur Utama BPN ISMKI saat ini, Iqbal Maulana Malik (2012) sebelumnya merupakan Ketua Medical Torch pada periode 2013 – 2014. Selain Iqbal, ada Dessy Dwi Zahrina (2013) dan Anisa Nur Fitria (2013) sebagai Pengurus Harian Nasional di BPN ISMKI yang juga merupakan anggota Medical Torch. Hingga kini, kurang lebih ada empat produk yang dihasilkan oleh Medical Torch. Yang pertama adalah Insulin, majalah yang berisi

berbagai informasi mengenai dunia kampus dan juga isu informatif lainnya. Kemudian Karsinoma, buletin dengan konsep koran kampus. Yang ketiga adalah Medical Torch web page, yang tidak hanya berisi tulisan dari anggota Medical Torch namun juga dari teman-teman mahasiswa yang ingin menyumbang karya tulisannya serta akun Twitter Medical Torch (@M_Torch). Selain itu, Medical Torch juga memiliki sebuah majalah dinding yang terusmenerus di-update dan terletak di lokasi stategis dalam kampus. Begitulah sedikit mengenai UKM Medical Torch. Harapannya, semoga Medical Torch ke depannya bisa menjadi media informasi yang bermanfaat dan makin dicintai oleh masyarakat kampus. Selain itu, semoga Medical Torch bisa terus berkarya di lingkup nasional melalui media BPN-ISMKI. Aditya Pratama FK Universitas Jenderal Soedirman 2013

25


INFO LOKAL

Sekolah Karakter, Tanamkan Karakter Penerus Bangsa

M

embangun karakter bangsa, haruslah dimulai dengan memperbaiki karakter generasi mudanya. Karakter yang baik dibutuhkan bukan hanya sebagai alat penunjang keberlangsungan hidup suatu bangsa, namun dari karakterlah muncul yang disebut “Citra Bangsa�. Dimulai dari melakukan hal kecil dalam membentuk karakter generasi penerus bangsa, diharapkan nantinya dapat memberi pengaruh masif dalam berkontribusi membangun peradaban negeri. Sekolah Karakter (Sekar) FK Unsoed, sebuah program kerja BEM KBMK UNSOED, merintis pembangunan karakter siswa-siswi yang duduk di kelas 4 dan 5 sekolah dasar. Mengambil lokasi strategis di SDN 01 Desa Karanggintung, Kabupaten Banyumas, kakak-kakak yang bertugas sebagai kakak asuh berkewajiban menyampaikan

26

ilmu kepada para adik asuh, yaitu setiap minggu kedua dan keempat pada hari Sabtu siang sampai dengan sore. Kegiatan ini bertujuan membentuk karakter, terutama mengedepankan 18 karakter dasar yang penting untuk ditanamkan pada siswa-siswi peserta sekolah karakter. Ke-18 karakter tersebut antara lain religius, peduli terhadap sesama, jujur, rasa ingin tahu, toleransi, disiplin, kerja keras, tanggung jawab, kreatif, menghargai prestasi, mandiri, demokratis, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, kebersihan dan kesehatan. Metode pembelajaran yang diberikan adalah pemberian materi, yang dilaksanakan pada minggu ke-2. Sementara itu pada minggu ke-4, para siswa akan diajak berdiskusi asik dengan kakak-kakak dari Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang ada di FK Unsoed. Diskusi ini dilakukan 2 arah, dan bisa j u g a menggunakan m e t o d e pemutaran video film p e n d e k , sebagai sarana membentuk minat dan bakat adikadik peserta, d a n

menanamkan kepercayaan diri peserta dalam mengekspresikan minat dan bakat. Program kerja yang sudah digagas sejak Oktober 2014 ini pernah dilombakan pada acara project fair, yang merupakan bagian dari kegiatan tahunan mahasiswa kedokteran sedunia, yaitu March Meeting Internasional Federation of Medical Students Association (MM IFMSA) 2015 yang diadakan di Fakultas Kedokteran Acibadem University Istanbul, pada bulan Februari-Maret 2015 lalu. Selain itu, Sekolah Karakter juga pernah kedatangan tamu nd Internasional dalam acara 2 Intensive Bioethics Course and th 10 International Youth Peace Ambassador, sebuah event internasional tahunan yang kali ini diselenggarakan di FK Unsoed. Diawali dengan niat yang tulus, diharapkan Sekolah Karakter nantinya dapat melahirkan generasi penerus bangsa yang berkualitas. Seperti sebuah kalimat dari Bapak Susilo B a m b a n g Yu d h o y o n o , “Pembangunan karakter & bangsa, khususnya generasi muda, harus terus dilakukan. Karena mereka yang akan melanjutkan kepemimpinan.�

Putri Shafirra Rakita FK Universitas Jenderal Soedirman 2013)


pengembangan diri

MAHASISWA KEDOKTERAN SEBAGAI AGENT OF CHANGE Silmi Kaffah | FK Universitas Sriwijaya 2012

Mendengar kata agen perubahan atau agent of change kerap kali dikaitkan dengan mahasiswa. Ya, mahasiswa adalah kaum intelektual terdidik yang memiliki tanggung jawab kepada bangsa untuk membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Suara dan pemikiran mahasiswa yang bersifat kritis, demokratis, dan konstruktif dapat mengangkat permasalahan-permasalahan yang ada dan menyuarakan aspirasi rakyat. Begitu pula dengan mahasiswa kedokteran yang termasuk dalam agen perubahan tersebut. Akan tetapi, apakah benar profesi kita saat ini (mahasiswa kedokteran) termasuk dalam agen perubahan yang sesungguhnya? Jika kita kembali pada satu abad yang lampau, sejarah mencatat bahwa para dokter mempunyai andil yang sangat besar dalam perjuangan bangsa Indonesia. Masih ingatkah kita akan STOVIA? Singkatan dari School tot Opleiding van Indische Artsen (Sekolah Pendidikan Dokter Bumiputera) yang merupakan nama bagi mahasiswa kedokteran pada tahun 1908. Pelopor awal pergerakan nasional tergerak melalui tiga orang sejawat yang merupakan alumni dari STOVIA, yaitu dr. Soetomo, dr. Tjipto Mangoenkoesoemo, dan dr. Wahidin Soedirohoesodo. Pada periode ini, mahasiswa kedokteran menjadi cerminan pergerakan mahasiswa di Indonesia. Menjadi garda terdepan dan pelempar pertama ujung tombak pergerakan kemerdekaan Indonesia. Mereka memiliki tujuan yang mulia, lebih dari sekedar gelar dokter dan bermanfaat untuk khalayak. Mereka berusaha menganalisa, mencari solusi di setiap

permasalahan bangsa, dan melakukan pergerakan sebagai wujud nyata dari pemikirannya. Namun, bagaimana kondisi mahasiswa kedokteran saat ini? Dalam kurun waktu seabad terakhir, mahasiswa kedokteran yang semula menjadi garda terdepan dalam mengatasi permasalahan bangsa, saat ini hanya berada di kursi penonton. Eksklusif, teoritis, apatis, kaku dan individualis adalah beberapa kata yang bisa mendeskripsikan karakteristik serta mental mahasiswa kedokteran saat ini. Banyak di antara mereka menjadikan nilai A ataupun lulus dengan predikat cum laude sebagai satu-satunya tujuan. Hanya sedikit dari mahasiswa kedokteran yang masih peka dan mau berpikir kritis atas permasalahan kesehatan bangsa. Karakter studyoriented membuat para mahasiswa bersifat acuh terhadap permasalahan dan realita sosial yang ada. Hal lain yang paling memprihatinkan adalah antusias mahasiswa dalam mengikuti kajian dan diskusi terbuka, serta keikutsertaan dalam mengikuti perkembangan kebijakan pemerintah khsusunya dalam bidang kesehatan, sangatlah kurang. Padahal hal ini merupakan kebutuhan bagi mahasiswa kedokteran itu sendiri yang berkaitan erat dengan perjalanan karir dokter selanjutnya. Melihat keadaan kita saat ini, apakah mahasiswa kedokteran mengetahui permasalahanpermasalan yang ada khususnya terkait dalam bidang kesehatan? Bagaimana tanggapan mahasiswa permasalahan tersebut? Apakah kita sebagai mahasiswa kedokteran mengetahui anggaran yang dialokasikan pemerintah di dalam APBN untuk mengatasi permasalahan kesehatan? Apakah kita

27


mengikuti permasalahan-permasalan yang ada khususnya terkait dalam bidang kesehatan? Bagaimana tanggapan mahasiswa permasalahan tersebut? Apakah kita sebagai mahasiswa kedokteran mengetahui anggaran yang dialokasikan pemerintah di dalam APBN untuk mengatasi permasalahan kesehatan? Apakah kita mengikuti permasalahan mengenai program intership dimana telah terjadi ketidakpastian jadwal keberangkatan para dokter? Jika kita mencoba menelaah secara kritis, banyak sekali pertanyaan yang muncul dan menuntut sebuah jawaban kepastian. Sudah saatnya kita sebagai mahasiswa kedokteran lebih peduli akan permasalahan yang ada di Indonesia, khususnya dalam bidang kesehatan. Sudah saatnya pula, mahasiswa kedokteran aktif bercurah pendapat, berusaha mencari solusi dari setiap permasalahan yang ada. Menjadikan pertanyaanpertanyaan tersebut sebagai topik utama pembicaraan, serta menjadikan jawabannya sebagai kunci dalam perubahan yang lebih baik di masa depan. Mahasiswa kedokteran sudah saatnya melakukan perubahan terhadap pola pikirnya. Jangan hanya berkutat memikirkan persoalan akademis, namun kita juga harus sadar bahwa ada tanggung jawab moril yang jauh lebih besar yang harus dipenuhi. Keluarlah dari zona aman yang selama ini telah memberikan kenyamanan, dan tuntaskanlah amanah yang sudah dibebankan. Sudah saatnya mahasiswa kedokteran menjadi agen perubahan yang sesungguhnya. Agen perubahan yang cepat tanggap terhadap permasalahan yang ada, temasuk permasalahan di bidang sosial, politik, dan ekonomi, hingga di bidang kesehatan yang memang merupakan ranah dari mahasiswa kedokteran. Ingatlah bahwa mahasiswa kedokteran bukan hanya menjadi agen pengobatan (agent of treatment), tetapi juga menjadi agen perubahan (agent of change) dan agen dalam pembangunan bangsa (agent of development). Sebagaimana kewajiban seorang dokter untuk memposisikan bangsa dalam keadaan sejahtera secara fisik-mental-sosial. Oleh karena itu, dibutuhkan mahasiswa-mahasiswi kedokteran yang dapat berpikir secara kritis, karena melalui berpikir kritis dapat menghasilkan sebuah perubahan yang besar. Ada delapan hal yang harus dimiliki oleh setiap mahasiswa kedokteran untuk berpikir secara kritis:

28

1. Kejelasan (Clarity). Mintalah klarifikasi terhadap hal-hal yang meragukan. Miliki antusias untuk menggali lebih jauh. Karena belum tentu apa yang dipikirkan sama maknanya dengan apa yang dikatakan orang lain. 2. Akurasi (ketepatan). Ajukanlah pertanyaan apakah informasi yang diberikan merupakan informasi yang akurat? Apa bukti yang menandakan bahwa suatu data itu valid. Walaupun menyebalkan, keakurasian adalah mutlak untuk diperiksa. 3. Presisi. Mintalah dan perhatikan di setiap detailnya. Lebih bagus jika lebih spesifik. Contohnya, jika belum yakin akan kebenaran sebuah penjelasan proses pengolahan air, lakukan observasi lapangan, dan perhatikan dari setiap langkah prosesnya. 4. Relevansi. Selalu perhatikan apakah jawaban yang diberikan relevan dengan pertanyaan yang diberikan atau tidak. Selalu cek jawaban-jawaban yang diberikan. Jika terdapat hubungan, pikirkan apakah isu tersebut dapat dikembangkan lebih jauh lagi. 5. Mendalam dan Luas. Jawaban yang kritis adalah jawaban yang cukup mendalam dan memiliki keluasan wawasan. Hendaknya kita selalu mengajukan pertanyaan, hingga mendapatkan jawaban yang kritis. 6. Logic. Yaitu apakah penjelasan yang diberikan sudah masuk akal (bisa diterima oleh akal sehat)? Reasoning ini dapat diperiksa melalui konsistensi dari pernyataaan-pernyataan yang berkembang. 7. Kejujuran dan Keadilan. Akhirnya sebuah pernyataan kritis adalah pernyataan yang bebas dari distorsi, bias, prakonsepsi atau prasangka dan bebas dari kepentingan pribadi. Dalam mendengarkan pernyataan, kita perlu lebih kritis dan bertanya apakah pernyataan tersebut cukup fair? Berpikir kritis membantu mahasiswa kedokteran mengedepankan aspek intelektualitas, dan juga membantu mengedepankan aspek kepimpinan dan sosial. Lakukanlah dan berikanlah perubahan kepada bangsa ini, karena perubahan tersebut merupakan harga mutlak yang pasti terjadi. Mari bersama-sama menjadi agen perubahan, menuju Indonesia yang sehat dan sejahtera.


PISAU BELATI

h i b u r a n

oleh : Ami Riana Airis

K

ehadirannya membawa perubahan besar bagi hidup Seta. Ya, setan kecil itu telah mengubah hidupnya menjadi neraka yang lebih berapi daripada sebelumnya. Setan kecil itu, Chika namanya. Pagi itu seperti biasa, setelah menimba air dari sumur untuk mengisi bak mandi, Seta mengenakan seragam merahputihnya. Ia menghampiri ibunya. “Bu, Seta minta sarapan,” “Sudah sana, makan sendiri! Ibu sedang mengurus Chika! Ambil uang dua ribu, cari nasi dan tahu di tempat Mbah Par!” bentak sang ibu yang sedang menyusui adik perempuannya. Lelaki berusia tujuh tahun itu diam saja. Diraihnya tas bergambar Spiderman miliknya dan dipacunya sepeda menuju SD Negeri 01 Bratan, sekolahnya. Perutnya keroncongan, namun tak dihiraukannya. Ia bisa minta makan pada temannya nanti. Ia bisa ngutil sebungkus nasi di kantin seperti yang biasa ia lakukan. “Wan, aku pinjam uang seribu untuk makan,” “Kamu belum makan? Tidak diberi uang lagi?” jawab Ridwan, teman dekatnya. Ridwan, meski masih sekecil itu, sudah bisa mengerti derita yang dipanggul Seta sendiri. Seta bukannya mengemis, mengiba. Tapi Ridwan tahu, ia harus membantu kawannya itu selama ia mampu. “Ini dua ribu, jangan mengutil lagi di kantin. Dosa,” kata Ridwan akhirnya. Seta yang

kelaparan segera meraih uang itu dan membeli sebungkus nasi di kantin. Dikembalikannya selembar uang seribuan pada Ridwan. “Tidak pakai lauk?” tanya Ridwan sedikit terkejut. Seta hanya menggunakan seribu untuk membeli sebungkus nasi dengan secuil bandeng—atau lebih tepatnya teri—yang berukuran amat sangat kecil. Seta tertunduk diam memakan nasinya perlahan, seolah ia ingin menahan rasa nikmat dan kenyang itu lebih lama. “Besok kukembalikan yang seribu,” jawabnya lirih tanpa memandang Ridwan. Seta selalu ngotot mengembalikkan uang yang ia pinjam, meski Ridwan tahu itu tak perlu. Keadaan keuangan keluarga Ridwan memang pas-pasan, tapi keadaan Seta jauh di bawah pas-pasan. Apalagi semenjak Chika lahir. Bukan tekanan ekonomi saja yang mencekik Seta dan membuatnya sulit bernapas, namun juga tekanan mental yang menggerogoti dagingnya hingga setipis sekarang. Ketika jam pulang sekolah, Seta melajukan sepedanya menuju wilayah pedagang kaki lima yang mangkal di dekat sekolahnya. Ia tak ingin pulang. Belum. Toh setiap hari sama saja, pulang siang atau sore sekali pun ibunya selalu marah-marah. Paling-paling

durasinya yang jadi berlipat ganda. Atau kalau lagi sial, bapaknya yang pengangguran itu akan memukulinya sampai sekujur tubuhnya memar. Seta kecil menghampiri penjual ikan hias favoritnya. Ia sangat menyukai ikan. Tapi alih-alih membeli, berandai dirinya memelihara ikan hias dalam gentong air ibunya saja ia tak berani. Sang penjual maklum. Karena hanya itu yang dapat dilakukannya bagi bocah malang seperti Seta: membuat kepedihan dalam matanya berubah menjadi binar-binar riang meski sekejap, ketika memandangi ikan warnawarni yang diletakkannya dalam plastik. Meski binar itu mesti redup lagi ketika ia mengayuh sepedanya pulang. Penjual itu sudah berulang kali memaksa Seta membawa seekor cupang biru, namun bocah kecil itu menggeleng. Tak bakal hidup di rumahku, katanya. ***

29


Tempat yang ia sebut rumah lebih merupakan tempat ia meletakkan baju dan sepatu. Seperti apa rumah yang seharusnya, Seta tak tahu. Imajinasinya tak sampai ke situ. Kata Bu Guru, definisi rumah adalah tempat tinggal bersama keluarga. Soal kasih sayang, ia sempat mencuri dengar sekali dua kali dari sinetron yang disetel tetangganya tiap hari. Meski begitu ia juga tak mengerti. Semanis kembang gulakah kasih sayang itu? Ah, kembang gula saja tak terasa manis ketika ia mengulumnya. Segala sesuatu hambar di hidupnya. Kosong. Melompong. Yang ia tahu, ia tak ingin tinggal di situ. Di tempat yang orang sebut “rumah” itu. Tapi ia harus. Setidaknya hingga hari itu. Selembar koran bergambar bianglala besar menarik perhatiannya. Hanya iklan, Seta juga tahu itu. Sebuah tempat hiburan besar yang jadi impian hampir sebagian besar anak seusia Seta. Tapi Seta cukup tahu diri. Ia merasa tak layak bermimpi tinggitinggi. Seta turun dari sepeda dan memungutnya. Diamatinya gambar itu takjub, sampai akhirnya pandangannya tertuju pada sebuah artikel. Tertatih, dibacanya artikel itu perlahan dengan kemampuan yang ala kadarnya. Selesainya membaca, ditatapnya langit kemerahan yang menebarkan aroma senja bercampur debu dan asap motor. Waktunya pulang. Ya, pulang. Setibanya di rumah, ditanggalkannya perlengkapan sekolahnya dan dengan mengendap ia pergi ke dapur. Sekilas diliriknya ibu dan adiknya yang sedang tidur di kasur. Kemujuran satu banding seratus. Yah. Ia sudah memutuskan. Ia sudah bertekad. Dan rencana itu akan diwujudkannya malam ini. *** Dingin. Giginya bergemeletuk. Ia merasa lemah. Namun Seta sudah mengambil keputusan. Disusurinya jalan sekeliling kampung hingga ia tiba ke bawah jembatan besar dekat

30

kota. Dalam gelap tengah malam, dipandanginya sosok yang tertidur pulas dalam gendongannya. Chika. Tak usah ditanya bagaimana Seta bisa membawanya keluar rumah malam itu. Tidak, tidak. Seta tak membius kedua orang tuanya. Tidak sesulit itu. Karena lapar, Seta sering terjaga malam-malam. Jika tak ada yang bisa ia makan, ia bunuh waktu dengan berkeliling mengamati setiap sudut rumahnya. Atau, mengamati wajah keluarganya dengan berbagai perasaan berkecamuk dalam hati kecilnya. Saat itulah dia tahu, sekali orang tuanya tertidur, mereka hanya akan terbangun jika ayam sudah berkokok. Ketika jemarinya menyentuh pipi lembut bayi mungil itu, kebencian menggelegak dalam setiap sel tubuhnya. Seta ingat betul. “Chika cantik, Nak. Tak seperti Masnya, jelek! Chika penurut, Nak. Tak seperti Masnya, bandel! Chika pintar, Nak. Tak seperti Masnya, bodoh!” Seta kecil melagukan kalimat itu bagi adiknya. Kalimat yang ia hapal di luar kepala. Lagu nina bobo dari semua orang untuk adiknya. Hatinya sakit. Ia membenci sosok mungil itu. Yang menangis rewel hanya karena ingin pup. Yang suka tertawa sendiri ketika digendong. Dirabanya saku celana dan dikeluarkannya sebilah pisau belati milik bapaknya yang ia curi dari dapur. Kata-kata di koran tadi berputar-putar dalam benaknya. Pembunuhan. Pisau. Mati. Tak bernyawa. Tusukan ke jantung. Sebodoh-bodohnya Seta, bocah itu tahu di mana letak jantung. Karena saat ini, jantungnya sendiri sedang berdegup kencang menunjukkan eksistensinya. Seolah meronta, berperang dengan hati nurani yang kini sedang ia benamkan dalamdalam. Malam dingin, namun peluh mulai menghiasi wajah kecilnya yang hitam terbakar sinar mentari. Diletakkannya Chika di pinggir sungai. Pisau itu sudah

diasahnya berkali-kali. Seta mulai menghitung berapa tusukan yang dia perlukan untuk membunuh Chika. Tak usah terlalu banyak. Ya n g p e n t i n g C h i k a m a t i selamanya, itu saja. Ketika diangkatnya pisau itu, Chika kecil membuka matanya tanpa dosa. Menguap, lalu mengerjap. Dipandanginya Seta, lalu tersenyum. Tangan mungilnya mulai meraih-raih wajah Seta yang hanya beberapa senti di atas wajahnya. Kemarahan yang telah memuncah hingga ubun-ubunnya mendadak surut ketika dilihatnya mata bocah itu. Mata yang tidak pernah membencinya selama ini. Lalu tetes air mata membanjiri pipi Seta. Disarungkannya pisau itu, dan digendongnya si kecil menjauhi sungai. Sesekali diamatinya terusan kuning cerah milik adiknya yang nampak serasi dengan kaos kuning kusamnya. Ada nama 'Chika' tertulis di sana. *** Gadis berseragam putih abu-abu itu berjalan riang menuju panti asuhan tempat ia tinggal. Di depan bangunan sederhana itu, dilihatnya sesosok lelaki sedang duduk mengisap rokok sambil mengamati keadaan panti. “Maaf, Mas. Cari siapa?” kata gadis itu meyelidik. Diamatinya lelaki berpenampilan lusuh itu. Pasti gelandangan, pikirnya sedih. “Ah, tidak. Hanya melihatlihat saja,” “Baiklah kalau begitu, Mas,” sahut gadis itu. Ia sudah akan masuk ketika lelaki itu meraih tangannya. “Saya Seta,” katanya tajam sambil tersenyum. Dirabanya pisau belati dalam sakunya yang ia bawa belasan tahun ini. Gadis itu balas tersenyum. “Saya Chika,”



@bpnismki BPN ISMKI

FAKULTAS KEDOKTERAN

www.spektrumonline.bpn-ismki.org www.bpn-ismki.org

universitas jenderal soedirman

PURWOKERTO @pers_ismki


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.