Gerbatama: Ini UI! edisi 70, "Semrawut Jalan Margonda"

Page 1

g e r b ata m a 7 0 / / 0 6 - 2 0 1 4

edisi juni 2014

ini UI !

semraWut Jalan margonda Unduh Gerbatama Digital di www.suaramahasiswa.com // Twitter @sumaUI // Gratis

70


g er b ata m a 70 // 0 6 - 2 0 1 4


KONTEN edisi juni 2014

ed i t o r i a l Muhammad Hatta, bapak bangsa kita, pernah mengatakan dalam esainya yang termasyhur, Persoalan Ekonomi Sosialis Indonesia: apabila UUD 1945 dijalankan dengan sungguhsungguh, maka rakyat Indonesia dapat terbebas dari kesengsaraan hidup dan terjamin kehidupannya. Itulah cita-cita sosialisme lewat dibentuknya negara Indonesia. Konteks masyarakat pasca-kemerdekaan itu memang jauh lebih mengerikan dari sekarang. Namun bukan berarti kesengsaraan hidup berakhir di masa sekarang. Masih banyak persoalan ekonomi Indonesia, terutama soal liberalisasi di berbagai sektor penting bagi rakyat—terutama di bidang pendidikan dan Migas! Apa daya, negara kita ternyata rukuk pada dogma kesempurnaan pasar. Hampir dari semua itu terjadi di era Reformasi, sebuah era yang konon berhasil mengakhiri otoritarian menahun. Liberalisasi habishabisan membuat peran negara minim. Budaya kita jadi destruktif demi kesempurnaan pasar: konsumtif dan pragmatis. Ditambah pemerintah lokal dan pusat yang korup— lengkap sudah! Oleh karena itu, mari kita bertanya, apakah UUD 1945 sudah dijalankan dengan sungguh-sungguh?

4

g e r b ata m a 7 0 / / 0 6 - 2 0 1 4

Politik: Rapor Merah untuk Semua Laporan Utama: Agar Warga Apartemen Aman Menyeberang

8

6

Laporan Utama: Dilema Penertiban Angkutan Umum

10

Riset: Fakta-fakta tentang Margonda

12

Opini Sketsa: Ketika Uang Membangun Kota Kesehatan: Cegah Penyakit Sebelum Sakit

13

Analisis: Tantangan Perempuan Indonesia di Abad Ke-21 Minat: Karena Penderita Kusta Tak Boleh Didiskriminasi

14

16

18

Resensi: Perjalanan Menemukan Jati Diri Opini Foto: Jalan Menuju Pengetahuan

20

SUara NYATA

‘‘

Lewat mikroskop atau teleskop, bimbinglah si goblok dalam menemukan: sebuah wujud maknawi dalam kenisbian sekarang...” Jujun S. Suriasumantri

Pemimpin Redaksi Syamsul Bahri Fikri Redaktur Artistik Nova Marina Redaktur Foto Hana Maulida Redaktur Riset Muhammad Egi Reporter Anggino Tambunan, Kianti Azizah, Retno Andhini, Vita Muflihah, Melati Paramita, Fotografer Diah Desita, M. Toha, Qorib Peneliti dan Pengembang Gema Nasution, Mesel Ghea, Neng Endah Fatmawati, Rizka Fitriana, Muhammad Ginanjar Desain Tata Letak Achmad Maulana Sirkulasi dan Percetakan Bayu Soleman


04 pO L I T I K

g er b ata m a 78 70 // 0 6 - 2 0 1 4

RAPOR MERAH UNTUK SEMUA

BEM UI bekerja sama dengan KPUD Depok dalam mengurus pencoblosan anggota legislatif 9 April lalu

Kamis, 8 Mei 2014 lalu, ketika matahari sejengkal di atas kepala, nampak sejumlah mahasiswa melakukan longmarch dari Bunderan Hotel Indonesia menuju kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang berada di Jalan Imam Bonjol. Spanduk berisi kata-kata berwarna merah berkobarkobar: rapor merah bagi KPU. OLEH: ANGGINO TAMBUNAN FOTO: DIAH DESITA

B

adan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) bersama BEM-SI (Seluruh Indonesia) mengganjar KPU dengan rapor merah. Nilai C yang mereka berikan adalah karena tidak konsistennya implementasi surat edaran dibolehkannya pindah Daerah Pemilihan (Dapil) dengan menggunakan formulir A5 yang disampaikan oleh KPU satu bulan sebelum pelaksanaan pileg. Nana Shobarna, Komisioner Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Depok Bidang Hubungan Masyarakat dan Hubungan antar-

Lembaga, mengatakan, pengurusan formulir A5 membuat KPUD Depok kerepotan karena perubahan aturan dari KPU. Awalnya mekanisme pengurusan A5 harus diurus di daerah asal. Namun pengurusan ini kemudian bisa dilalkukan di KPUD setempat. Selain itu, ia juga menyanyangkan keterlambatan data yang diberikan BEM UI. “Mekanismenya setelah data kami terima dari teman-teman mahasiswa, datanya perlu di-crosscheck; apakah benar ia terdaftar dari daerah asalnya,” Nana menerangkan

mekanisme internal pengurusan A5, “Jika benar, maka kami proses, jika saat di-crosscheck ternyata tidak terdaftar pada daerah asalnya, maka kami tidak urus.” Lebih lanjut ia mengakui KPUD Depok kelabakan mengakomodir formulir A5 dari mahasiswa, karena data dari BEM UI baru diterima KPUD saat akhir-akhir batas pengumpulan. Tapi hal tersebut dibantah Ahmad Mujahid, Wakil Ketua BEM UI. Ia mengatakan BEM UI telah menyampaikan data kepada KPUD Depok


u

g e r b ata m a 7 0 / / 0 6 - 2 0 1 4

P O LI T I K

pada 27 Maret, pukul 16.30 WIB. Menurutnya waktu tersebut belum terbilang terlambat, karena sesuai peraturan KPU, batas akhir pengumpulan data yakni 31 Maret atau H-10 pencoblosan. “Bahwa KPUD kelabakan iya, karena jumlahnya melebihi 1000 orang, belum lagi mahasiswa dari kampus lain yang juga melakukan hal yang sama,” ungkap Mujahid, “Makanya, ketika itu kami pun menawarkan bantuan kepada KPUD Depok untuk membantu rekapan data, namun ditolak karena data yang ada sifatnya rahasia; jadi, ya, kami menunggu saja kepastian selanjutnya dari KPUD Depok.” Seperti diketahui sebelumnya, BEM UI telah mengoordinasi mahasiswa rantau yang ingin mengurus A5 dengan membuka posko pengurusan A5 di fakultas-fakultas. Syaratnya, mahasiswa harus membawa fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM). Jumlah mahasiswa UI yang mengurus formulir A5 pada pileg kemarin diperkirakan sebanyak 1.100 mahasiswa. BEM UI Tidak Tahu Pasti Pada saat pencoblosan, Andi Auliar, Kepala Departemen Kajian Aksi dan Strategi BEM UI, mengakui menemukan mahasiswa yang formulir A5-nya ditolak oleh Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) setempat. Ia juga menemukan, ada yang baru dibolehkan memilih oleh KPPS pada pukul 12.00-13.00. Padahal formulir A5, menurutnya, dapat digunakan mulai sejak Tempat Pemungutan Suara (TPS) dibuka. “Kondisi teknis penyelenggaraan kacau, sebelumnya KPU telah menjanjikan perangkat semua TPS di Indonesia mengerti form A5, namun kondisi di lapangannya ada beberapa petugas KPPS yang tidak tahu A5, di lain TPS ada pula yang tahunya pemilih A5 itu memilihnya mulai jam 12,” ujarnya. Sementara itu, Mujahid mengungkapkan penyebab tidak optimalnya penggunaan formulir A5 terdapat di pelaksanaan teknis lapangan. Menurutnya, sosialisasi

05

dan bimbingan teknis KPUD Depok kepada penyelenggara di lapangan kurang maksimal. Terdapat perbedaan di antara TPS dalam penerapan prosedurnya. Oleh karena itu, Mujahid menyimpulkan, ada yang bisa memilih sejak jam 7 pagi dan ada juga yang baru bisa selepas jam 12. Namun mengenai berapa jumlah yang ditolak formulir A5nya, BEM UI tidak mengetahui pasti. “Kami tidak memperoleh datanya, tapi memang ada yang melapor,” Mujahid menjelaskan, “Namun, kebanyakan yang melapor itu ketika TPS sudah ditutup, jadi sulit diadvokasikan.” Nana mengatakan pihak KPUD Depok sampai 13 Mei 2014 lalu belum mendapat laporan mengenai ditolaknya penggunaan formulir A5 oleh KPPS setempat. Tapi ia membenarkan soal kurangnya kinerja KPPS Depok.“Kita akui KPPS kita tidak semuanya konsen dan membaca buku panduan, sehingga pemilih yang menggunakan A5 dan KTP baru mulai memilih jam 12,” tuturnya. Sedangkan soal masalah baru dibolehkannya memilih pada pukul 12.00, “Yang penting masih bisa menggunakan hak pilihnya, itu, kan, substansinya,” katanya.

rena BEM UI baru menerima surat A5 dari KPUD Depok itu pada Minggu, 6 April 2014. Namun menurut Nana, KPUD Depok sudah menyurati dan membangun komunikasi dengan BEM UI untuk memberikan fasilitas bagi mahasiswa rantau dan kemungkinan tersebarnya TPS untuk mahasiswa UI yang menggunakan A5. “Kami sudah melakukan komunikasi dengan teman-teman BEM untuk mengurus formulir A5 dan sudah dari jauh-jauh hari kami menyampaikan kemungkinan tersebarnya mahasiswa UI karena kuota surat cadangan di setiap TPS hanya 2 %,” tambahnya. Ketika ditanyai mengenai sosialisasi yang telah dilakukan KPUD mengenai formulir A5 ini, Nana menyebutkan bahwa sebelum ada kebijakan A5 yang bisa diurus di KPUD setempat, KPUD menyarankan mahasiswa untuk pulang ke daerah asalnya. “Namun setelah mendapat edaran bahwa mahasiswa dapat mengurus di KPUD kami langsung membangun komunikasi dengan BEM UI,” ujarnya.

Baru Dibagikan Saat H-2 Pemungutan Suara

Nana mengakui kalau KPUD tidak menyediakan peta yang berisi lokasi-lokasi TPS tempat mahasiswa pengantong formulir A5. Menurutnya hal tersebut bukan kewajiban KPUD Depok. “Namun akan jadi masukan untuk KPUD Depok,” katanya. Selain itu, menurut Nana, KPUD Depok sudah membagikan daftar TPS kepada BEM di masingmasing kampus yang mengurus formulir A5. “Namun seharusnya mahasiswa harus lebih aktif lagi mencari TPS di mana ia terdaftar, mungkin dengan bertanya ke kelurahan atau men-survey-nya sebelum hari H, sebab kami juga tak hanya mengurusi A5, jadi diharapkan mahasiswa lebih inisiatif lagi,” tuturnya. Senada dengan hal tersebut, Mujahid mengharapkan mahasiswa lebih aktif lagi dalam mencari informasi. “Ya, kami telah berupaya maksimal untuk mensosialisasikan alamat TPS secara masif,” tutupnya.***

Sosialiasi lokasi TPS yang berada di luar UI dirasa kurang maksimal oleh beberapa mahasiswa. Hal tersebut dirasakan salah satunya oleh Afina Mahardhikaning Emas. Mahasiswi Sastra Indonesia UI 2013 itu tidak jadi menggunakan hak pilihnya karena tak mengetahui lokasi TPS tempat ia terdaftar. “A5 baru diterima H-1, sedang saya orang asal (luar) daerah dan belum tahu lokasi (TPS)-nya,” keluh Afina, “Coba dikasih peta TPS untuk memudahkan mencari lokasi.” Menurut Mujahid, beberapa hari sebelum 9 April, BEM UI telah memublikasikan peta alamat-alamat TPS di situs BEM UI, media sosial, serta sarana publikasi lainnya. “Lengkap semuanya beserta alamat TPS-nya,” akunya. Ia membenarkan, BEM UI baru membagikan formulir A5 saat H-2 pemungutan suara. Hal ini ka-

Mahasiswa Harus Lebih Inisiatif


06 la p o r a n u ta m a

g er b ata m a 70 // 0 6 - 2 0 1 4

AGAR WARGA APARTEMEN AMAN MENYEBERANG

Empat tahun lalu, Pemerintah Kota Depok menuturkan kepada Suara Mahasisw UI akan membangun Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) di Jalan Margonda Tiga tahun kemudian, tahun 2013 tepatnya, rangka jembatan baru dibangun. Salah satunya di depan Apartemen Margonda Residen (Mares), tak jauh dari Ga Sawo, yang sama-sama ramai diseberangi warga mau pun mahasiswa.

OLEH: RETNO ANDHINI FOTO: DIAH DESITA

J

PO yang terletak di depan Mares itu pun hingga kini tidak kunjung selesai. JPO tersebut nantinya akan menghubungkan Mares dengan rumah makan khas sunda Mang Kabayan, yang terletak di seberangnya. Deny Irawan selaku Supervisor Tenant Relation Mares menjelaskan bahwa pihaknya memang mengajukan surat kepada Pemerintah Kota Depok agar dibangun JPO. “Kami hanya mengirimkan pengajuan, pembangunan semuanya dari pemda bukan dari kita,” katanya. Lebih lanjut Deny menjelaskan bahwa pengajuan tersebut bertujuan untuk memudahkan warga apartemen menyebrang jalan. “Jalur tersebut merupakan jalur cepat di atas 60 km per jam, jadi itu sangat tidak memungkinkan mereka (warga apartemen—red) untuk menyeberang.” Untuk menyebrang di depan Mares, memang dirasa cukup sulit oleh Nadila Saraya, mahasiswa FISIP UI 2012, yang bertempat tinggal di Mares. “Iya, ngerasa susah nyebrang kalo mau ke Mares, biasanya gara-gara mobil (atau) motornya

ngebut dan gak mau ngalah, kalo susah, gue nunggu orang lain aja biar ada temen nyeberang,” ungkapnya. Pembangunan JPO di Kota Depok sendiri sebenarnya telah ada di dalam masterplan pembangunan fasilitas pejalan kaki, yang menurut Ari Manggala, Kepala Seksi Manajemen dan Rekayasa Bidang Lalu Lintas Dinas Perhubungan Kota Depok, sudah melalui kajian dalam menentukan titik ideal pembangunan JPO. “Dalam kajian tersebut kita melihat di mana volume pejalan kaki dan penyeberang jalan yang tinggi, (serta) dilihat juga dari ketersediaan lahan,” tuturnya. Saat ini Jalan Margonda Raya, menurut data dari Bukapeta. com, memiliki lebar sekitar 15 meter dengan masing-masing arah 7,5 meter. Lebar itu dianggap sudah habis untuk pembangunan badan jalan. Belum lagi di sisi bahu jalan sudah dibangun trotoar yang di bawahnya terdapat drainase, yang ditanam boks utilitas berupa jaringan kabel listrik, telepon, dan air. “Akhirnya kita harus bekerjasama dengan pihakpihak atau pusat kegiatan yang mau memberikan atau menjual lahannya

untuk dipasangkan kaki JPO,” tutur Ari. Ini sekaligus menjawab bentuk kerjasama yang terjadi di antara Pemkot Depok dan pengelola Mares dalam pembangunan JPO. “Mereka (Margonda Residence— red) berbesar hati memberikan hibah lahan untuk dibangun kaki JPO, bentuk kerjasama hanya sebatas lahan, jika konstruksi tidak,” jelas Ari Deny mengungkapkan, lahan yang seharusnya bisa untuk fondasi sudah dimakan untuk jalan umum. Ini meyebabkan apartemen yang sebanyak 40% warganya adalah mahasiswa Universitas Indonesia itu harus merelakan sebagian lahan miliknya untuk dipasangkan konstruksi kaki JPO. Konstruksi tersebut kondisinya melewati pagar dan langsung memasuki area apartemen. Tidak hanya jalanan yang cukup lebar, tetapi volume kendaraan yang cukup ramai membuat menyeberang di Jalan Margonda cukup berbahaya.“Jumlahnya bisa mencapai 7.000 kendaraan di jamjam puncak,” terang Ari. Dari hasil analisa Dinas Perhubungan Kota Depok di ruas


ggeerrbbata atammaa 7780 / / 0 6 - 2 0 1 4

la P O R A N u TA M A

07

wa a.

ang

JPO di depan Mares belum juga selesai dibangun

Jalan Margonda Raya tahun 2013, yang dibagi menjadi tiga wilayah studi, yakni wilayah studi satu, yang berfokus di daerah Siliwangi sampai Ramanda; wilayah studi dua di daerah Ramanda sampai Juanda; dan wilayah studi tiga di ruas jalan daerah Juanda sampai Flyover UI: total jumah kendaraan yang melewati masing-masing wilayah studi mencapai 42.586, 79.228, dan 78.559. Jumlah Kendaraan tersebut dibagi ke dalam jenis-jenis kendaraan seperti mobil, sepeda motor, MPU (Mobil Penumpang Umum), bus sedang, bus besar, pick up, truk sedang,truk besar, dan KTB (Kendaraan Tidak Bermotor). Masalah lain yang harus dihadapi di Jalan Margonda Raya adalah kecelakaan lalu lintas. Ari mengungkapkan, kecelakaan yang terjadi memiliki tingkat fatalitas yang tinggi. Pada tahun 2013, dari sumber data Polres Metro Kota Depok, jumlah kecelakaan yang terjadi di wilayah Kota Depok mencapai 337. Jumlah korban mencapai 493, dengan rincian 30 korban meninggal dunia, 248 korban luka berat, dan 215 korban luka ringan. JPO di depan Mares saat ini masih berupa konstruksi yang be-

lum jadi. Padahal, awal pembangunan konstruksi JPO ini sudah cukup lama, yakni pada tahun 2013 yang lalu, dan perencanaannya sudah dari tahun 2010. “Pembangunan konstruksi terkendala kontraktor yang tidak profesional pekerjaannya,” ungkap Ari. Untuk estimasi tahun 2014 ini, Pemerintah Kota Depok akan menyelesaikan pembangunan konstruksi tersebut dengan merancang perencanaan penyelesaiannya. Selesainya JPO di depan Mares pun telah dinantikan, terutama oleh warga apartemen itu sendiri. Hal ini diutarakan oleh Angela Tri Budhayanti Luckytasari, mahasiswa FIB UI 2011, yang bertempat-tinggal di Mares. “Perlu banget, emang, dibikin jembatan penyeberangan di depan Mares, semoga cepat selesai aja deh harapannya, karena udah beberapa bulan gitu berhenti,” ujar mahasiswi yang akrab disapa Kiki ini. Dua Jembatan Lagi Saat ini pemerintah Kota Depok tengah merealisasikan rencana mereka untuk membangun dua

JPO lagi. JPO pertama direncanakan dibangun di kampus D Gunadarma Margonda, yang akan menghubungkan Kampus Gunadarma dengan Jalan Kapuk di seberangnya. Sedangkan JPO kedua direncanakan terletak di Apartemen Taman Melati. “JPO pertama saat ini masih dalam tahap penjajakan lahan dengan Kampus Gunadarma dan lahan di seberangnya, sedangkan untuk JPO di Apartemen Taman Melati sudah mendapatkan surat pemberian lahan dari pihak apartemen dan lahan kosong di seberangnya,” terang Ari. JPO di Apartemen Taman Melati nantinya juga diharapkan bisa dimanfaatkan oleh para penyeberang jalan di Gang Sawo dan Gang Kober. “Walaupun jaraknya sedikit jauh, tapi bisa memanfaatkan JPO yang nanti letaknya disitu, karena untuk di Gang Sawo sendiri memang tidak memungkinkan untuk dibangun JPO,” tutup Ari.***


08 lA P O R A N u TA M A

g er b ata m a 70 // 0 6 - 2 0 1 4

DILEMA PENERTIBAN ANGKUTAN UMUM Sanksi denda hingga kurungan nampaknya tak ampuh untuk membuat sopir angkutan umum tidak mengetem sembarangan. Alhasil, kendaraan yang menumpuk dan membuat macet jadi keadaan biasa di Jalan Margonda. Pemerintah harus ambil tindakan.

OLEH: VITA MUFLIHAH FITRIYANI FOTO: HANA MAULIDA

Tak hanya angkutan umum, mobil pribadi pun suka membandel


g e r b ata m a 7 0 / / 0 56 - 2 0 1 4

La p o r a n u ta m a

E

mpat puluh lima halaman lembar Peraturan Daerah (Perda) Depok tentang penertiban lalulintas nampak hanya menjadi kertas biasa. Aksi pelanggaran lalu-lintas di Depok masih terbilang belum teratasi, terutama soal angkutan umum yang sering mangkal sembarangan di Jalan Margonda. Meski telah diatur dalam pasal 30 Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 2 Tahun 2012 perihal pangkalan angkutan umum, beberapa sopir angkutan umum bahkan terlihat tak peduli dengan hal tersebut. Tidak tanggung-tanggung, lima pasal sanksi telah dibuat dalam perda khusus bagi para sopir yang melanggar, mulai dari denda paling banyak Rp250 ribu dan kurungan penjara maksimal 1 bulan. Arief Rachman, Staf Bagian Lalu Lintas Dinas Perhubungan Kota Depok, mengatakan, selain sanksi denda dan pidana kurungan, penertiban telah dilakukan oleh Dinas Perhubungan, baik itu pemeriksaan trayek maupun pengaturan jalan. Walau, ia sendiri mengakui, penertiban memang belum rutin dilakukan dan hanya diadakan saat kondisi sudah parah. Ketika melakukan penertiban, dirinya bersama Tim Dinas Perhubungan Kota Depok mengaku kesulitan untuk menertibkan para sopir angkutan umum. “Bagaimana bisa tertib, sudah ditertibkan mereka terus-terusan balik lagi,” tukas Arief. Menik, mahasiswi Sastra Indonesia, merasa kesal melihat hal ini. Ia, yang kerap menggunakan jasa angkutan umum di Kober, merasa mangkel lantaran sopir angkutan umum yang seenaknya mengetem hingga membuat pejalan kaki kesulitan untuk menyeberang. “Memang seharusnya ditertibkan, kan? tapi melihat kepentingan sopir angkot juga buat nafkahin anak istrinya, tapi kalo misalnya diusir anak istri mereka mau makan apa?” tukas Menik kebingungan. Siahaan, salah satu sopir angkutan umum yang sering mangkal di dekat Kober, menuturkan, pendapatan yang lebih besar jus-

tru didapat di daerah yang dilarang. Dirinya mengaku mendapat lebih banyak penumpang di gang di mana orang biasa berlalu-lalang daripada di terminal. “Kami sih, lebih milih mangkal di sana karena penumpang memang lebih banyak di sana, daripada di terminal, jalur sewanya sedikit,” ujar Siahaan. Penyebabnya adalah karena terlalu banyaknya angkutan umum, yang membuat persaingan semakin tinggi, sehingga membuat para sopir seringkali berebut untuk memperoleh setoran dengan berbagai cara, termasuk dengan mengetem di sembarang tempat. Tata aturan dalam hal ini menjadi terabaikan karena tingkat persaingan semakin tinggi. Hal tersebut diakui Bambang Shergi, Ahli Kebijakan dan Perencanaan Sosial FISIP UI. “Jumlah angkutan umum yang disediakan melebihi dari kebutuhan, hal itulah yang menjadi penyebab dari kendornya disiplin,” tutur pria yang pernah menjabat sebagai Dekan FISIP UI ini. Selain itu, menurut Bambang, penegak hukum juga harus lebih aktif agar sopir angkutan umum tertib. “Kalau mereka (sopir angkutan umum—red) mau tertib, penegak hukumnya juga harus cukup dan aktif. Para sopir angkutan umum juga harus diberdayakan,” tuturnya. Bambang melanjutkan, sering melanggarnya sopir angkutan umum adalah bentuk protes mereka kepada pemerintah, karena jumlah angkutan umum yang terlalu banyak. Oleh karena itu, “(Sopir angkutan umum) butuh saluran aspirasi,” katanya. Hal inilah yang membuat perda tidak berjalan. Untuk mengatasi ini, menurutnya, pemerintah harus mendengar aspirasi dari sopir angkutan umum, selain kemudian membuat jumlah angkutan umum menjadi realistis sehingga sopir peluang mendapat uang. Ahli Sosiologi Perkotaan FISIP UI, Gumilar Roesliwa menambahkan cara pandang lain dalam

09

melihat perilaku sopir angkutan umum itu. Menurutnya, budaya sopir angkutan umum bukanlah budaya warga kota yang taat hukum, melainkan lebih ke budaya desa yang permisif. Para sopir angkutan umum tidak akan peduli dan mengerti dengan undang-undang, katanya, karena yang mereka pikir hanya bagaimana cara mendapatkan penumpang. Inilah yang pada akhirnya membuat hukum seperti tidak berjalan. Permasalahan kendaraan umum yang menumpuk juga tidak terlepas dari terus berkembangnya Depok sebagai kota penyanggah Jakarta. Dan dari waktu ke waktu jumlah pendatang baru ke Depok semakin banyak. Ditambah lagi, “Ekonomi politik kita memberi ruang bagi penggunaan kendaraan kepada masyarakatnya, jadi jalan di manamana padet, macet, tidak efisien dari segi konsumsi energi dan polusi,” kata Gumilar. Para sopir angkutan umum mengakui keberadaan sanksi bagi sopir yang sering mengetem di sembarang tempat. Meski demikian, memang sampai saat ini mereka masih santai menanggapinya lantaran belum pernah ada kasus sopir angkutan umum dipenjara maupun didenda akibat mangkal di sembarang tempat. “Sopir kalau mau ngetem atau parkir mereka ngetem saja, mereka butuhnya tempat potensial bagi penumpang. Ketika mereka diberitahu bahwa ada undang-undang yang melarang, mereka tidak akan peduli,” terang Gumilar. Oleh karena itu, Gumilar menyarankan agar pemerintah berinisiatif membuat terobosan transportasi umum agar pola mobilisasi yang ada berubah ke arah penggunaan transportasi masal. “Jika tidak dilakukan perubahan, biaya yang harus ditanggung negara termasuk Kota Depok akan sangat tinggi,” jika tidak begitu kemudian ia menuturkan, “Transaksi sosial ekonomi menjadi tidak efektif, selain itu banyak dampak-dampak mulai dari kesehatan maupun lainnya.”***


10

g er b ata m a 78 70 // 0 6 - 2 0 1 4

Infografis

OLEH : GEMA NASUTION, MESEL GHEA, MUHAMAD GINANJAR, NENG ENDAH FATMAWATI, DAN RIZKA FITRIANA INFOGRAFIS : ACHMAD MAULANA IBRAHIM


g e r b ata m a 7 80 //// 0066 --22001144

infografis

11


12 o p i n i s k e t sa

g er b ata m a 70 // 0 6 - 2 0 1 4

NMS // SUMA


g e r b ata m a 7 0 / / 0 6 - 2 0 1 4

K E S E H ATA N

13

CEGAH PENYAKIT SEBELUM SAKIT OLEH : KIANTI AZIZAH

Masyarakat Indonesia, terutama ibu dengan anak bayi hingga balita tentu akrab dengan imunisasi anak. Umumnya, masyarakat peduli dengan imunisasi anak. Sebaliknya, mengacuhkan imunisasi dewasa. Padahal, Indonesia masih termasuk kedalam Negara dengan masyarakat dewasa yang rentan.

P

ertimbangan diadakannya imunisasi dewasa ini berdasarkan tiga hal, yaitu imunisasi yang pernah dilakukan sejak kecil sudah tidak mempan lagi. Pertimbangan kedua karena terdapat imunisasi yang memang harus dilakukan berulang. Lalu terakhir, terdapat beberapa penyakit yang baru saja muncul saat dewasa. Dalam pelaksanaan imunisasi dewasa tidak diperlukan syarat tertentu. Imunisasi dewasa dapat dilakukan oleh siapa saja sesuai dengan kondisi yang dihadapi. Seperti maraknya penyakit Hepatitis B, masyarakat Indonesia dapat mengantisipasi dengan melakukan imunisasi untuk Hepatitis B ini. Begitu pula dengan mahasiswa, di tengah kesibukan dan lingkungan sekitar yang kurang baik seperti makanan yang tidak sehat serta pola istirahat yang berantakan, penting sekali menanamkan kesadaran untuk memproteksi diri dengan melakukan imunisasi dewasa. Sigit Mulyono S.Kp.,M.N sebagai Kepala Komunitas mengatakan bahwa pola pikir masyarakat kini perlu diubah. “Seharusnya bukan saya pergi ke rumah sakit untuk berobat tapi saya pergi ke rumah sakit untuk check up,” ujarnya. Untuk melakukan imunisasi dewasa ini masyarakat perlu melakukan pengecekan dan dari sana baru dapat diketahui jika antibody dalam tubuh sudah terpenuhi atau belum. Masyarakat Indonesia sebenarnya sudah terpapar virus penyakit dari keadaan sekitar. Namun, yang perlu dicek adalah dengan terpapar keadaan tersebut menimbulakan antibody atau sebaliknya. Jika tidak, disini imunisasi sangat diperlukan. “Sekarang kita bisa lihat masyarakat usia produktif mulai ber-

guguran. Usia 40 tahun sudah mulai terkena penyakit yang cukup berat,” ucap Sigit Mulyono. Hal ini juga dikarenakan gaya hidup tidak sehat dan kurangnya perhatian terhadap usaha preventif dalam bidang kesehatan oleh pemerintah. Angka kematian ibu dan anak serta penyakit pada masyarakat Indonesia bukan semakin menurun akan tetapi bertambah. Negara tetangga, Australia, memiliki usaha preventif yang sangat baik dalam bidang kesehatan. Sejak taman kanak-kanak, penyuluhan kesehatan sudah mulai dilakukan dan bersifat terus menerus. Sebagai hasilnya, persentase untuk persebaran penyakit TBC misalnya, dibawah 5% sedangkan Indonesia sendiri mencapai 20%. Sayangnya, pemerintah masih memfokuskan diri pada hal yang ketiga yaitu pengobatan. Dana untuk pengobatan dengan dana untuk melakukan usaha preventif dan promosi kesehatan terdapat perbedaan yang cukup jauh. Hal tersebut tentu menyebabkan kurangnya pemahaman masyarakat. Dalam kasus imunisasi dewasa ini saja, promosi yang dilakukan tidak segencar imunisasi anak. Imunisasi dewasa bahkan cendrung dilakukan secara terpaksa seperti imunisasi tetanus bagi ibu hamil. Pemerintah mewajibkan untuk melakukan imunisasi bukan berdasarkan kesadaran dalam diri masyarakat. Safitri, salah satu mahasiswa yang melakukan imunisasi Human Papilloma Virus mengatakan bahwa memang benar kesadaran untuk imunisasi masih kurang. “Saya melakukan imunisasi karena disuruh dokter supaya tidak terinfeksi kanker serviks,” ujarnya. Selain itu, mahalnya

imunisasi juga menurutnya menjadi faktor minimnya masyarakat yang mau memproteksi dirinya dengan imunisasi. Untuk satu kali imunisasi HPV saja, safitri harus mengeluarkan uang sekitar tiga juta rupiah. Sedangkan imunisasi ini perlu dilakukan beberapa kali. Namun, terlepas dari mahalnya biaya imunisasi ini, bagi Safitri sendiri dengan melakukan imunisasi berpengaruh kepada kepercayaan diri bahwa tubuhnya tidak berisiko terkena kanker serviks. Senada dengan Safitri, Verdina, salah satu mahasiswa yang pernah melakukan imunisasi mengatakan bahwa saat melakukan imunisasi untuk umrah dirinya menjadi lebih percaya diri tidak akan sakit ketika beribadah. Berbicara mengenai efek samping, selama ini, terdapat anggapan dalam masyarakat bahwa imunisasi menimbulkan efek samping seperti demam. Ternyata, demam terjadi karena tubuh sedang dalam proses pembentukan antibody atau disebut dengan minor reaction. Saat demam terjadi ini justru dapat dikatakan bahwa saat itu imunisasi berhasil. “Tidak ada efek samping. Imunisasi itu sudah melalui proses pengujian yang sangat baik,” kata Sigit Mulyono. Imunisasi memang merupakan cara yang paling efektif dan strategis menyehatkan masyarakat. Terlebih jika ditunjang dengan pola perilaku sehat yaitu makan yang baik, tidur yang cukup serta berolahraga rutin. Bukan tidak mungkin suatu saat negara ini memiliki generasi yang tidak hanya pintar tapi juga sehat. Tidak ada lagi masyarakat dewasa yang rentan terkena penyakit. ***


14

g er b ata m a 70 // 0 6 - 2 0 1 4

ANALISIS

TANTANGAN PEREMPUAN INDONESIA DI ABAD KE-21 Habis gelap terbitlah terang, begitu judul buku yang berisi surat-surat Kartini. Terang itu adalah sebuah emansipasi untuk kesataraan. Namun perempuan Indonesia harus menghadapi tantangan sebelum menghidupkan cahaya.

OLEH: JOHANNA G.S.D. POERBA, ILMU SEJARAH

M

embicarakan tantangan, hak dan kewajiban perempuan secara global tidak terlepas dari apa yang disebut dengan emansipasi atau usaha menuntut persamaan hak dan feminisme. Kemungkinan besar, sebagian besar masyarakat di Indonesia merasa bahwa emansipasi perempuan sudah terlaksana sepenuhnya dan para kaum feminis, yang memperjuangkan hak-hak perempuan di ruang publik, sudah tak lagi dibutuhkan perjuangannya. Tapi apakah memang betul demikian? Dalam bukunya yang berjudul Filsafat Berperspektif Feminis, Gadis Arivia membagi feminisme ke dalam tiga gelombang besar. Gelombang pertama adalah gelombang awal dari perjuangan perempuan menuntut kesetaraan. Dimulai dari akhir abad ke-18, para feminis pada masa itu memperjuangkan hak perempuan untuk memperoleh pendidikan yang sama dengan para pria, hak berbicara di ruang publik, pemenuhan hak yang sama dalam pekerjaan dan

sebagainya. Pada gelombang kedua, perbedaan di antara perempuan dan pria mulai menjadi sorotan dan para feminis mulai berusaha merumuskan cara pandang terhadap perempuan melalui kacamata perempuan sendiri. Terakhir, di gelombang ketiga, pemikiran feminis berkembang semakin luas. Munculnya sebuah kesadaran bahwa lingkungan keluargalah yang seringkali membentuk identitas perempuan sebagai gender kelas kedua setelah laki-laki. Kesadaran bahwa pintu ruang publik terbuka bagi kaum Adam ketika mereka telah dewasa namun tidak terbuka bagi perempuan sehingga perempuan harus hidup dengan kemungkinan-kemungkinan yang terbatas. Tentu saja ketiga gelombang di atas adalah penggolongan atas proses perjuangan kaum feminis di Eropa dan Amerika, benua dari negara-negara yang tergolong sudah maju. Lalu bagaimana dengan hak perempuan di Indonesia? Mari kita lihat melalui beberapa point yang ada.

Hak untuk perempuan berpartisipasi di kursi pemerintahan sudah meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Kini perempuan diberikan hak sebesar 30% atas kursi legislatif di pemerintahan. Meskipun sudah meningkat jumlah perempuan di pemerintahan tetapi belum semua kuota 30% persen tersebut terpenuhi. Padahal seharusnya pun perempuan tidak hanya sekedar diberikan kuota sebesar 30%. Permasalahan perempuan masa kini tidak hanya berhenti di situ. Departemen Kesehatan Indonesia, melalui websitenya, menyatakan bahwa permasalahan kekerasan dalam rumah tangga, perlindungan perempuan dan masalah kesehatan masih menjadi program utama yang harus dituntaskan dalam periode pemerintahan 2009-2014. Belum termasuk masalah pendidikan kesetaraan gender yang belum akrab bagi masyarakat Indonesia. Bagi kaum akademis, pembahasan mengenai permasalahan gender pastilah telah menjadi


g e r b ata m a 7 0 / / 0 6 - 2 0 1 4

ANALISIS

“makanan sehari-hari�. Permasalahan gender yang ada di Indonesia, oleh kaum terpelajar, diberi julukan spider-web. Mengapa spider-web? Karena begitu luasnya permasalahan gender hingga hampir setiap aspek kehidupan masyarakat dapat berkaitan dengan permasalahan diskriminasi gender. Seperti kasus pada paragraf sebelumnya, dalam aspek politik, ada ketimpangan gender di sana. Begitu pula dalam aspek pendidikan, kesehatan, mata pencaharian dan lainnya. Melihat kondisi saat ini maka menurut saya, perjuangan meraih kesetaraan bagi perempuan Indonesia masihlah berada dalam gelombang pertama. Spider-web tersebut adalah tantangan-tantangan yang harus dijawab oleh kaum perempuan Indonesia. Ya, itu benar. Namun kemudian penulis berpendapat bahwa sebelum menjawab tantangan-tantangan yang berat tersebut, kaum perempuan Indonesia harus bersama menjawab satu tantangan terlebih

dahulu. Tantangan tersebut adalah membangkitkan kesadaran. Mengapa sulit bagi perempuan Indonesia untuk saling bergandengan tangan dan melampaui tantangan-tantangan spider-web tersebut adalah karena kesadaran akan kesetaraan yang sudah merupakan hak dasar bagi perempuan belum menyentuh alam pemikiran semua perempuan di Indonesia. Semua perempuan Indonesia yang mendapatkan pendidikan dasar kemungkinan besar akan mengetahui Kartini dan emansipasi meskipun hanya sekilas. Namun banyak yang di kemudian hari mengingat emansipasi hanya sebagai teori mati yang sekadar perlu dihapalkan sementara dalam kehidupan sehari-harinya mereka tenggelam dalam budaya patriarki. Maka dari itu, menurut penulis, tantangan pertama yang harus diatasi oleh kaum perempuan di Indonesia adalah saling mengingatkan, saling menyadarkan dan menjaga agar nilai-nilai emansipasi yang sebenarnya sudah diperoleh oleh kaum perempuan dapat tidak hanya diingat melainkan juga diterapkan dalam hidup sehari-hari guna mencapai kesetaraan yang sesungguhnya. Mungkin kebanyakan feminis Indonesia pada saat ini setuju dengan statement bahwa permasalahan gender yang menyerupai spider-web tersebut hanya dapat diberantas dengan cara dituntaskan bersama-sama. Bagaimanapun juga, memperbaiki ketimpangan gender pada seluruh aspek kehidupan secara bersama-sama akan menghabiskan waktu yang begitu lama. Penulis tidak akan menyatakan bahwa proses ini salah namun saya sendiri berpendapat bahwa pendidikan kesetaraan gender adalah jawaban yang sama tepatnya untuk masa ini. Seperti yang telah dipaparkan pada paragraf sebelumnya, tantangan pertama bagi perempuan Indonesia yang menurut saya harus dituntaskan adalah membangkitkan kesadaran kaum perempuan Indonesia akan kesetaraan. Cara terdekat untuk menjawab tantangan tersebut adalah dengan diterapkannya pendidikan kesetaraan gender sejak dini. Jika saja pada sekolah menengah pertama hingga menginjak perguruan tinggi, setiap perempuan dan laki-laki di Indonesia menerima pendidikan berwawasan

15

kesetaraan gender maka pola pemikiran patriarki yang selama ini melekat dalam lingkungan masyarakat dan keluarga di Indonesia dapat terkikis secara perlahan. Selain itu tantangan pertama bagi perempuan akan terlampaui sudah. Jika tantangan pertama dari permasalahan gender di Indonesia sudah terjawab maka kaum perempuan dapat bekerja sama dengan lebih baik untuk menjawab tantangan-tantangan lainnya. Ditambah pula dengan kemungkinan untuk bekerja sama dengan kaum pria yang

Mengapa sulit bagi perempuan Indonesia untuk saling bergandengan tangan dan melampaui tantangan-tantangan spiderweb tersebut adalah karena kesadaran akan kesetaraan yang sudah merupakan hak dasar bagi perempuan belum menyentuh alam pemikiran semua perempuan di Indonesia.

sudah terbuka wawasannya akan kesetaraan gender. Penulis yakin pendidikan kesetaraan gender dapat menjadi salah satu solusi atau jawaban dari tantangan yang dihadapi oleh perempuan di abad ke-21 ini.***


16

g er b ata m a 70 // 0 6 - 2 0 1 4

M I N AT

KARENA PENDERITA KUSTA TAK BOLEH DIDISKRIMINASI OLEH : MELATI SUMA PARAMITA FOTO: MUHAMMAD TOHA SANTOSO

Tingginya prevalensi penyakit kusta di Indonesia tidak hanya sebatas masalah kesehatan. Di sisi lain, kusta menimbulkan masalah diskriminasi. Itulah yang membangkitkan komunitas independen dari mahasiswa bernama Leprosy Care Community University of Indonesia (LCC UI) dengan misi mengurangi diskriminasi penderita kusta.

B

erdiri sejak 14 Februari 2010, LCC UI digagas oleh relawan dari Jepang bernama Yuta Takashima bersama sepuluh orang mahasiswa UI. Memang, pada tahun 2011 saja Indonesia menempati urutan ketiga jumlah pengidap kusta terbanyak di dunia dengan jumlah 17.260 kasus, setelah India dan Brasil. Sedangkan di kawasan ASEAN, Indonesia menduduki urutan teratas. Disusul oleh Myanmar dan Filipina. Hal inilah yang kemudian membuat Yuta mendirikan komunitas peduli kusta di Indonesia. Umarotun Niswah, selaku General Manager LCC UI menjelaskan bahwa kusta atau lepra merupakan penyakit menular yang paling sulit untuk ditularkan. Kusta disebabkan oleh mycobacterium leprae, semacam bakteri yang menyerang syaraf tepi, kulit, dan jaringan tubuh lainnya. “Menurut penelitian, risiko seseorang untuk terkena kusta adalah 5%. Dari angka tersebut, hanya sekitar 3% yang bisa menularkannya ke orang lain. Hal itu didukung kondi-

si lingkungan. Misalnya jika tinggal di tempat dengan sanitasi yang buruk,” jelas Uma yang saat ini adalah mahasiswi Fakultas Kesehatan Masyarakat. Uma menjelaskan bahwa penderita kusta dapat pulih selama kurang lebih sembilan bulan. Hal itu jika penderita bersedia mengikuti perawatan secara intensif. Tetapi kemudian, timbul efek diskriminasi. “Mengapa akhirnya jadi diskriminasi? sebenarnya karena tampilannya. Pertama karena pasien diobatin menggunakan multi-drug treatment dengan efek membuat badan menghitam. Lalu kemungkinan cacat. Bakteri kusta menyerang syaraf dan membuat penderita mati rasa jika terkena sesuatu. Contohnya bara api atau terkena paku. Yang mereka tau tiba-tiba sudah luka. Bahkan ada yang sampai perlu di amputasi. Akhirnya meninggalkan cacat yang terbawa seumur hidupnya,” jelas Uma. Uma mengatakan bahwa hal ini cenderung terjadi di masyarakat kelas ekonomi menen-

gah kebawah. Terutama mereka yang tidak mengerti dan masih hidup di pedalaman dengan berbagai kepercayaan. “Penderita kusta banyak yang dibuang sama keluarganya sendiri di satu tempat. Biasanya di dekat rumah sakit kusta. Ada yang pas terkena kusta mau di pasung, karena banyak orang yang masih menganggap kusta itu penyakit kutukan. Ada yang diceraikan, enggak di urus, nggak diakui sebagai warga. Ketika mencari kerja juga sulit karena pernah terkena kusta,” tutur Uma. Bergerak Lewat “Workcamp” Misi mengurangi diskriminasi ini diaplikasikan LCC UI dalam kegiatan workcamp. Hingga kini, workcamp diadakan LCC UI setiap tahun di beberapa lokasi tempat tinggal para pengidap kusta seperti Sitanala, Tuban, Mojokerto, dan Jepara. “Ada dua kegiatan utama, work dan camp. Work-nya, kita bangun sarana atau fasilitas yang


g e r b ata m a 7 0 / / 0 6 - 2 0 1 4

M I N AT

17

Profil LCC yang dipamerkan di Pengmas Expo FTUI pada Kamis 8 Mei lalu

memudahkan orang yang terkena kusta. Misalnya membangun jalan dan memperbaiki toilet. Camp-nya, kita home visit ke rumah mereka dan mendengarkan cerita mereka. Supaya mereka percaya kalau orang di luar sana masih ada yang peduli sama mereka,” tutur Uma. Hingga kini, Uma menjelaskan bahwa sebanyak 70 orang relawan mahasiswa telah bergabung dalam kegiatan workcamp. Tidak hanya dari UI, para relawan juga berasal dari Universitas Airlangga, Universitas Diponegoro, dan dari Bengkulu. Tentu para relawan telah melewati proses seleksi dan edukasi mengenai kusta. Dalam melaksanakan workcamp, LCC UI bekerja sama dengan Sasakawa Memorial Health Foundation dan Gerakan Peduli Disabilitas Indonesia (GPDLI). Untuk pendanaan, LCC UI bergerak lewat usaha fund raising dan donasi. Bagi Pemerintah, Kusta Bukan Prioritas.

“Mengapa akhirnya jadi diskriminasi? sebenarnya karena tampilannya. Pertama karena pasien diobatin menggunakan multi-drug treatment dengan efek mebuat badan menghitam” Uma sempat menyinggung soal angka prevalensi kusta di Indonesia yang sudah menurun. Sehingga kusta bukan menjadi fokus utama Kementerian Kesehatan RI, seperti penyakit DBD, HIV, dan malaria. Padahal bahwa target utama LCC UI tahun ini adalah meningkat-

kan atensi mahasiswa UI mengenai isu diskriminasi penderita kusta. “Mengapa akhirnya jadi diskriminasi? sebenarnya karena tampilannya. Pertama karena pasien diobatin menggunakan multi-drug treatment dengan efek membuat badan menghitam. Lalu kemungkinan cacat. “Bukan salah teman-teman enggak tau soal isu ini. Kemenkes mengakui di website mereka kalau ini memang bukan jadi fokus utama. Enggak banyak juga komunitas yang bergerak disini,” jelas Uma. Untuk mengantisipasi hal ini, Uma mengatakan bahwa LCC UI terus bergerak untuk menarik relawan. “Banyak proses pembelajaran di sini, juga hal-hal yang luput dari pandangan kita. Dengan menarik sebanyak mungkin volunteer,mereka bisa ngerasain sendiri dan menyampaikan ke orang lain bahwa mereka (penderita kusta—red) enggak berhak loh untuk didiskriminasi. Sebenarnya itu pesan yang ingin kita sampaikan ke teman-teman,” tutup Uma.***


18

g er b ata m a 70 // 0 6 - 2 0 1 4

RESENSI

PETUALANGAN MENEMUKAN JATI DIRI Judul Pengarang Penerbit Tebal Tahun terbit

: Peter Nimble and His Fantastic Eyes : Jonathan Auxier : Gramedia Pusaka Utama : 432 halaman, 20 cm : Januari 2014

OLEH : MESEL GHEA HILYATI NISRIN

M

asa kecil Peter Nimble rumit. Matanya dipatuk habis oleh seekor gagak ketika bayi, kemudian ia mulai menafkahi dirinya dengan mencuri ketika belajar merangkak. Bakatnya tidak masuk akal memang. Mr. Seamus yang tertarik dengan bakat alami Peter melatihnya menjadi pencuri buta yang sangat hebat. Meski begitu, Peter tetaplah anak baik yang sebenarnya tidak ingin merampok. Pada suatu siang, Peter menjalankan aksinya di dalam kerumunan orang yang sedang mendengarkan penjelasan seorang pedagang keliling. Peter lantas tertarik dengan sebuah peti terkunci, yang memiliki aroma benda berharga, milik pedagang keliling itu. Peter mencuri peti tersebut, kemudian Peter membuka peti dan meraba isinya. Awalnya ia menduga isi peti ini hanyalah enam butir telur, ternyata itu merupakan tiga pasang bola mata ajaib. Peter mencoba sepasang bola mata pertama, dia tidak merasakan perubahan dari penglihatannya. Meski begitu, Peter merasakan dengan indra lainnya bahwa ia telah berpindah tempat. Ternyata Peter dibawa ke Danau Galau oleh Mr. Pound, pedagang keliling yang ia curi petinya, dan Profesor Cake sang penjaga Danau Galau. Peter mendapat perintah khusus dari Profesor Cake untuk pergi ke kerajaan Hazelport dan menyelamatkan kerajaan dari kehancuran. Profesor Cake juga mengundang Sir Tode, seorang kesatria yang memiliki kutu-

kan setengah kuda dan kucing, untuk menjadi sahabat Peter dalam perjalanannya mengarungi samudra. Profesor Cake berpesan untuk menemukan takdir sejati Peter diluar sana Banyak hal mustahil dan tidak terduga yang mereka temukan sepanjang petualangan mereka menyelamatkan kerajaan Hazelport. Mulai dari sepasukan gagak yang mereka kira akan membunuh mereka, tetapi malah menyelamatkan hidup Peter dan Sir Tode; segerombolan pencuri yang membantunnya, tetapi malah menjebak Peter; hingga dua pasang mata lainnya yang dapat berfungsi dengan tepat ketika dibutuhkan. Peter kemudian bertemu dengan Putri Peg yang bersembunyi dari kekuasaan pamannya bersama suku yang hilang. Sepuluh tahun yang lalu, Paman Peg membunuh serta merebut kekuasaan Raja Hazelport, dan dibawah pemerintahannya Hazelport dipimpin dengan tidak adil. Pertemuan Peg dengan Peter mengungkap bahwa Peter merupakan kembaran Peg, yaitu pangeran yang telah hilang. Peter dihadapkan dengan pilihan yang sulit, yaitu untuk berperan sebagai pangeran atau pencuri. Akhirnya, Peter memilih keduanya. Dengan taktik pencuri milik Peter dan bantuan Putri Peg, mereka berhasil merebut kembali kerajaannya. Menggunakan mata ajaib yang ketiga, Peter dapat melihat kembali Seperti pada umumnya penggambaran novel fiksi fantasi, cerita ini pun tertuang dengan sangat

detil hingga kita dapat dengan mudah mengikuti imajinasi penulis. Hal yang berbeda pada novel ini dibandingkan yang lain mungkin terletak pada penggambaran yang ditulis berdasarkan indra yang dimiliki Peter, penciuman yang tajam, telinga yang jeli dan sentuhan yang sensitif. Kita akan dibawa dalam sensasi dunia butanya yang tidak memiliki warna dan bentuk. Hanya ada terkaan dan bayangan akan apa yang ‘dilihat’ oleh Peter menggunakan berbagai indra miliknya. Pada bagian awal, alur novel ini terkesan sangat lambat dan membosankan, akan tetapi pada bagian pertengahan hingga akhir cerita, tempo alurnya semakin cepat dan petualangan Peter Nimble semakin seru. Petualangan Peter Nimble adalah gambaran seorang pemuda yang sedang menghadapi dunia baru untuk menemukan tempatnya di dunia tersebut. Mata Peter yang buta merupakan lambang dari kebutaan seorang pemuda akan pengetahuan dunia baru tersebut. Peran Mr. Seamus dan Profesor Cake bagaikan seorang guru bagi Peter yang mengajarkan tindakan salah dan benar, dan peran sepasukan gagak merupakan gambaran pengalaman yang dianggap buruk tapi malah memberikan efek yang baik di masa depan dan peran pencuri merupakan pengalaman yang menyenangkan tapi memberikan efek yang buruk di masa mendatang.***


g e r b ata m a 7 0 / / 0 6 - 2 0 1 4

A d v e rt o r i a l

19

KUNCI SUKSES BERWIRAUSAHA

S

emakin sulitnya mencari pekerjaan belakangan ini membuat para pencari kerja dirundung putus asa. Maklum saja, semakin banyak pencari kerja berderet dalam antrean, sementara penambahan lapangan kerja tak bertumbuh mengiringi. Jika setiap orang berpikir harus mencari pekerjaan seusai menempuh pendidikan, memang pekerjaan bakal saemakin sulit didapat. Lapangan pekerjaan yang tersedia tidak akan mampu menutup jumlah pencari kerja yang terus bertambah dari waktu ke waktu. Jumlah lapangan kerja yang tidak sebanding dengan pencari kerja inilah yang dinilai menjadi penyebab pengangguran semakin meningkat. Untuk itulah angkatan kerja mestinya mencoba membuat lapangan kerja sendiri dengan berwirausaha. Berwirausaha merupakan suatu pekerjaan yang kini marak untuk dijalani. Karena dengan berwirausaha tidak akan ada batasan waktu dan tidak dibatasi waktu. Anda bisa mengatur sendiri Wirausaha yang Anda jalani. Namun, Anda juga harus punya komitmen yang kuat, agar wirausaha Anda lebih maju. Sebuah Komitmen juga merupakan salah satu dari Kunci Sukses dari sebuah keberhasilan Wirausaha Anda. Untuk lebih lengkapnya silahkan Anda simak Kunci Sukses dalam Wirausaha: 1. Komitmen Yang Kuat Yang pertama kali Anda harus punya ialah sebuah komitmen yang kuat untuk membangun wirausaha. Dengan komitmen yang kuat Anda pasti tidak akan mundur ditengah jalan. Karena sebuah wirausaha dibangun dengan waktu yang cukup lama untuk dikenal. Namun itu juga tergantung dari segala aspek. 2. Pengetahuan khusus Memiliki pengetahuan khusus yang terkait dengan bisnis yang akan jalankan adalah penting untuk diketahui. Dengan mengetahui seluk-beluk produk atau jenis market tertentu, Anda akan terjauh dari kegagalan dari usaha yang Anda jalankan. Akan tetapi, jika kurang pengetahuan dari bisnis yang akan Anda jalankan, Anda akan membuat keputusan yang kurang baik, dan terus berusaha belajar dari kesalahan, karena bukanlah hal yang mudah bagi seorang wirausaha. 3. Keuletan Dan Kepintaran Kemampuan selanjutnya untuk menjadi seorang wirausaha sukses harus memiliki kepintaran dan keulatan dalam menjalankan bisnis atau produksi. Karena dengan itu, Anda bisa melihat prospek dan kejelian dalam memasarkan atau menjalankan wirausaha Anda.

4. Kepercayaan Diri

8. Etika

Percaya diri dalam menjalankan wirausaha tentu harus dimiliki seorang wirausahawan, karena dengan kepercayaan dirinya, dia akan yakin dengan bisnis atau wirausaha yang akan dijalankan bisa sukses.

Etika adalah faktor terbesar yang didengar prospek terhadap perusahaan untuk jangka panjang. Rekan – suplier, konsumen, karyawan, bankir, pemegang saham – tidak suka berhubungan dengan pelaku usaha yang tidak jujur. Mereka akan sulit menghilangkan sakit hatinya dan harus selalu waspada. Kejujuran dan etika adalah benih kepercayaan dan ketika orang lain mulai mempercayai Anda, banyak pintu yang akan terbuka.

5. Kreatifitas dan Ide Ide dan kreatifitas adalah hal penting dalam menjalankan bisnis. Kreatifitas dan ide juga akan menentukan sebuah kesuksesan dan keberhasilan seorang wirausahawan dalam menjalankan wirausahanya. 6. Mempunyai Motivasi Yang Tepat Dengan mempunyai Motivasi, seorang wirausahawan akan menjadi terdorong untuk menjadikan usahanya sukses. Motivasi bisa apa saja, tapi harus yang tepat dan baik, misalnya ingin membeli sebuah Mobil yang di mimpikan, atau apapun impian Anda. 7. Pintar Melihat Peluang Kunci sebuah kesuksesan juga dengan pintar melihat peluang usaha yang baik dan paling menguntungkan. Dan biasa nya orang yang gagal dalam ber-wirausaha adalah dengan mengikuti produk atau usaha disekitarnya tanpa menonjolkan sebuah kelebihan dan keistimewaan.

9. Kepemimpinan Seorang wirausahawan harus bisa menjadi seorang pemimpin. Kepemimpinan adalah kualitas yang memberikan panduan dan inspirasi bagi mereka yang melihat ke arah Anda. Banyak orang yang beruntung terlahir dengan kualitas kepemimpinan. Bagi yang lain, merupakan keterampilan yang didapat dari kerja keras dan pengalaman. Bagaimanapun, tidak ada wirausahawan berhasil tanpa kualitas kepemimpinan untuk memotivasi orang yang bekerja dengannya, dorong mereka untuk memberikan yang terbaik dan tentukan arah kemana mereka melangkah.

Dan itulah Kunci Sukses Wirausaha, mudah-mudahan tips Sukses diatas dapat membantu Anda yang akan menjalankan usaha dan bisnisnya. Semoga Sukses


20 o p i n i f o t o

g er b ata m a 70 // 0 6 - 2 0 1 4

JALAN MENUJU PENGETAHUAN HANA MAULIDA

Dapatkan kesempatan tulisan anda dipublikasikan di Web suaramahasiswa.com dan Buletin Gerbatama: Ini UI!. Kirimkan tulisan ke redaksi.suaramahasiswaui@gmail.com dengan mencantumkan nama lengkap,fakultas, jurusan, nomor pokok mahasiswa dan angkatan.


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.