g e r b ata m a 7 7 / / 0 5 - 2 0 1 5
07
Sistem Biaya Kuliah Baru UI
12
Lebih dari Sekadar Berkilau
edisi Mei 2015
77
ini UI !
DILEMA FRANCHISE DI UI Unduh Gerbatama Digital di www.suaramahasiswa.com // Twitter & Instagram @sumaUI // Gratis
g er b ata m a 77 // 0 5 - 2 0 1 5
GOLD WINNER
The Best Java Non Magazine
Indonesia Print Student Media Awards 2015 Gerbatama Edisi 69 (Mei 2014) & Gerbatama Edisi 70 (Juni 2014)
edisi M EI 2 0 1 5
ed i t o r i a l
KONTEN 4
UI sendiri tidak menutup diri terhadap peminat tersebut. Malah, UI berusaha menggalang kerjasama dengannya. Tak heran, praktik franchise muncul di UI. Hal itu membuat UI tidak asing lagi dengan yang namanya kafe, restoran, ataupun mini market. Tentu masih banyak franchise dari berbagai merek yang bersebaran di kampus perjuangan. Lantas, ke manakah seharusnya keuntungan bisnis tersebut mengarah? Jika melihat fungsi utama universitas sebagai sarana menempuh pendidikan tingkat tinggi, seharusnya keuntungan bisnis ditujukan kembali pada fungsi tersebut. Pembenahan fasilitas pendidikan, baik akademik maupun non akademik, serta pendanaan risetriset unggulan menjadi contohnya. Tentu masih banyak contoh lainnya dari implementasi keuntungan bisnis yang dilakukan oleh UI. Pada akhirnya, sekecil apapun keuntungan bisnis di UI, asal mampu diarahkan ke jalan yang benar, dampak yang dirasakan tetaplah terasa.
Pemimpin Redaksi Dimas Andi Shadewo Redaktur Pelaksana Yogi Febri Setiawan Redaktur Foto Muhammad Fahrizal Helmi Redaktur Artistik Achmad Maulana Ibrahim Redaktur Riset Savran Billahi Redaktur Kompartemen Roni Resky Pauji, Vita Muflihah Fitriyani, Kianti Azizah, Altifani Rizky, Nurul Kurniasari Reporter Trisno Juliantoro, Frista Nanda Pratiwi, Nurhikmah Octaviani Peneliti dan Pengembang Rizka Fitriana, Lilik Mudloyati Choiriyah, Neng Engdah Fatmawati, Tonggo Bornab Nababan Fotografer Mohammad Toha Santoso, Diah Desita, Gerard Kawun, Hafidz Fadli, Cindy Andika Fiona Desain Tata Letak dan Pracetak Nadya Zahwa Noor, Prita Permata Pradian, Ayang Amelia Sabrina, Kezia A. Calista Sirkulasi dan Promosi Kemal Andraza
Laporan Utama: Dilema Franchise di UI Laporan Khusus: Sistem Biaya Kuliah Baru UI
10 Sebagai kampus yang memiliki nama besar, UI jelas diminati oleh berbagai kalangan, tak terkecuali para pebisnis. Mereka melihat peluang di UI, kampus yang dianggap memiliki prestise tersendiri bagi mereka.
g e r b ata m a 7 7 / / 0 5 - 2 0 1 5
7
Infografis: Makara UI: Satu Logo , Satu Makna Ragam: Lebih dari Sekadar Berkilau
12
IPTEK: Plaza Quantum Demi Kemajuan Riset Opini: Kepemimpinan Indonesia: Sebuah Catatan Filosofis-Historis
14
16
18
Resensi: Zona Nyaman Vs Tantangan
Opini Sketsa
20
19
Opini Foto: Seberapa efektifkah Kawasan Tanpa Rokok
SUara NYATA Negeri kita memang suka heboh tentang soal sebentar, kemudian soalnya lalu menghilang dan orang tak ingat lagi . Akan tetapi persoalan tetap tak terpecahkan
‘‘
Alamat Redaksi: Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa Lantai 2 Kampus Baru UI Depok 16436 Kontak 082122099805
04 la p o r a n U TA M A
g er b ata m a 77 // 0 5 - 2 0 1 5
DILEMA FRANCHISE DI UI OLEH: DIMAS ANDI SHADEWO, FRISTA NANDA PRATIWI, YOGI FEBRIAN SETIAWAN FOTO: HAFIDZ FADLI
Belakangan ini, kerap ditemukan perusahaan swasta yang membuka lahan bisnis franchise atau waralaba di wilayah UI. Berbagai alasan turut menyertai asal muasal kehadirannya.
A
da yang berbeda di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) UI ketika memasuki semester genap. Sebuah kafe yang menjual aneka macam kopi dibangun. Kehadirannya menjadi pemandangan baru di fakultas tersebut. Konsep modern dibawa oleh kafe tersebut. Tempatnya pun
dibuat senyaman mungkin. Itu terlihat dari Payung Gedung I yang turut dipoles agar tampak lebih menarik. Semua ini dilakukan oleh mereka guna menarik perhatian seluruh kalangan, terutama yang berasal dari FIB UI. Prapto Yuwono, Manajer Umum FIB UI, menyatakan bahwa kehadiran kafe tersebut adalah ba-
gian dari kerjasama bidang ventura. Kerjasama ini menghasilkan kesepakatan bahwa perusahaan tersebut diperbolehkan menyewa tempat di wilayah FIB. “Awalnya, mereka menyewa tempat untuk berbisnis, kemudian mereka juga menanyakan perihal izin mengganti payung yang ada di gedung I,� ujar Prapto. Pada akh-
g e r b ata m a 7 7 / / 0 5 - 2 0 1 5
la p o r a n U TA M A
irnya, izin tersebut diberikan dengan catatan seluruh biaya ditanggung oleh pihak penyewa tempat. Kehadiran kafe di FIB UI sempat menimbulkan polemik terkait teguran kepada mahasiswa ketika nongkrong di sekitar selasar Gedung I, tidak jauh dari letak kafe tersebut. Mengenai hal itu, Prapto mengatakan bahwa teguran tersebut lebih mengarah pada soal kenyamanan saja. “Itu untuk kenyamanan saja. Mungkin secara etis dekan juga tidak mau lah, makanya kami buatkan bangku dalam jumlah yang lebih banyak, bahkan di lobi Gedung IV juga lebih nyaman,” jelas Prapto. Kehadiran franchise tidak hanya terjadi di FIB UI, di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UI juga demikian. Manajer Keuangan FMIPA UI, Supriyanto Ardjo Prawiro, mengatakan, belum lama ini fakultasnya menjalin kerjasama dengan perusahaan yang bergerak di bidang mini market. “Letaknya berada di samping restoran makanan laut di FMIPA UI,” kata Supriyanto. Dirinya menambahkan, kehadiran mini market tersebut untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa seperti makanan, minuman, ataupun tiket perjalanan. Penyebab Maraknya Unit Usaha Komersial Apa yang terjadi di FIB UI dan FMIPA UI adalah contoh menjamurnya usaha franchise yang beredar pada ranah fakultas. Hal tersebut telah terjadi pada semua fakultas di UI selama beberapa tahun terakhir. Soal keuntungan, fakultas akan mendapatkannya sebesar 95% dari hasil kerjasamanya di bidang ventura seperti franchise. Sementara itu, sisa 5% keuntungan kerjasama akan masuk ke kas universitas. Demikian yang disampaikan oleh Dodi Sudiana, Direktur Kerjasama UI. Dodi menjelaskan bahwa bentuk kerjasama yang dilakukan UI dimensinya luas. Kerjasama di UI menurutnya mencakup tridharma pendidikan. Salah satu poin tridharma tersebut adalah pengabdian masyarakat yang kemudian menjadi
latar belakang kerjasama yang dilakukan oleh UI. “Kerjasama di bidang pengabdian masyarakat memiliki dua dimensi, yakni pelayanan masyarakat dan bisnis,” ujar Dodi. Menurutnya, kerjasama bisnis di UI pada akhirnya adalah salah satu bentuk pengabdian kepada masyarakat, sebab mereka yang akan merasakan manfaatnya. Bisnis franchise atau waralaba yang ada di UI sendiri termasuk bagian dari unit usaha komersial. Fenomena kemarakannya terjadi seiring dengan terbukanya peluang usaha di UI. Dodi pun menjelaskan bahwa kerjasama di bidang unit usaha komersial bersifat pilihan. Artinya, unit usaha komersial yang berdiri menjadi alternatif universitas dan fakultas dalam meraup dana. Hal demikian diamini oleh Prapto. Dirinya mengakui, pemasukan dari unit usaha komersial tidaklah sebesar dibandingkan sektor lainnya. Setali tiga uang, Supriyanto juga mengakui mini market yang ada di fakultasnya hanya untuk memenuhi kebutuhan sivitas sekaligus sebagai tambahan pemasukan dari ranah ventura. Selain itu, Dodi juga mengatakan bahwa menjamurnya unit usaha komersial di UI merupakan suatu kewajaran. Ini disebabkan, kerjasama di bidang unit usaha komersial adalah salah satu upaya UI untuk meningkatkan pemasukan keuangan dari biaya non pendidikan. Pemasukan keuangan UI sendiri terbagi menjadi dua sektor, yakni pemasukan dari biaya pendidikan dan biaya non pendidikan. Dilihat dari komposisinya, pemasukan dari biaya pendidikan saat ini lebih besar
05
ketimbang dari biaya non pendidikan. Karena UI merupakan Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN BH), maka dana dari pemerintah semakin mengecil. “Hal ini yang membuat UI harus bergerak secara mandiri dalam mencari dan mengelola keuangannya,” ucap Dodi. Abdel Setya, Ketua Majelis Wali Amanat UI Unsur Mahasiswa (MWA UI UM), mengatakan, pada tahun 2019 UI berencana untuk menyeimbangkan pemasukan dari biaya pendidikan dan biaya non pendidikan menjadi sama-sama 50%. Abdel menuturkan, saat ini komposisi pemasukan UI adalah 50% dari biaya pendidikan, 30% dari pemerintah, dan 20% dari biaya non pendidikan. “Tidak mungkin lagi menaikan pemasukan dari biaya pendidikan. Kalau begitu, sama saja menaikan biaya kuliah. Yang bisa dilakukan adalah menaikan pemasukan dari biaya non pendidikan,” terangnya. Dodi memiliki pendapat yang serupa dengan Abdel. Menurutnya, pemasukan ideal bagi UI adalah 60% dari biaya non pendidikan berbanding 40% dari biaya pendidikan. Hal ini diharapkan akan membuat UI menjadi lebih mandiri, dalam artian tidak harus bergantung kepada hibah dari pemerintah. Pria bergelar Master of Engineering tersebut menambahkan, tuntutan untuk memenuhi pemasukan dari sektor biaya non pendidikan membuat kerjasama di bidang unit usaha komersial tidak dapat dihindari. “Kehadirannya tetap dibutuhkan selain sebagai bentuk pelayanan publik, juga sebagai penambah pemasukan bagi kampus,” jelas Dodi.
Fakultas sendiri memperoleh keuntungan sebesar 95% dari kerjasamanya di bidang ventura, khususnya usaha franchise yang sarat akan nuansa bisnis. Sementara itu, sisa 5% keuntungan akan masuk ke kas universitas.
06 LA P O R A N U TA M A
g er b ata m a 77 // 0 5 - 2 0 1 5
Peraturan Kerjasama Bidang Unit Usaha Komersial Sempat diakui oleh Dodi, dengan nama besarnya, UI memiliki daya tarik tersendiri. Hal ini yang membuat banyak perusahaan komersial dari berbagai jenis tertarik membuka cabangnya di UI. Alhasil, dijalinlah kerjasama antara UI dengan perusahaan tersebut. Meski begitu, kerjasama di bidang unit usaha komersial tidak dapat dilakukan sewenang-wenang. Tetap ada aturan terkait prosedur kerjasama, termasuk soal lahan tempat unit usaha tersebut berdiri. Sejauh ini, UI memiliki tiga peraturan kebijakan terkait kegiatan unit usaha. Peraturan tersebut meliputi, SK MWA UI No. 005/SK/MWAUI/2009 tentang Norma Unit Usaha UI, SK Rektor UI No. 1406/SK/R/ UI/2009 tentang Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Unit Usaha di Lingkungan UI, dan SK Rektor UI No. 1288/ SK/R/UI/2010 tentang Petunjuk Teknis dari SK Rektor UI No. 1406/ SK/R/UI/2009. Terkait kerjasama di bidang unit usaha komersial, hal tersebut telah diatur pada pasal 12 dari SK Rektor UI No. 1406/SK/R/UI/2009. Dalam pasal tersebut dijelaskan, pembentukan unit usaha komersial harus melalui usulan dari rektor, dekan, dan/atau ketua program pascasarjana. Setelah unit usaha komersial tersebut diusulkan, barulah MWA UI dari seluruh unsur menyetujuinya. Selanjutnya, kerjasama lebih lanjut dilimpahkan kepada Wakil Rektor IV bidang Sumber Daya Manusia (SDM), pengembangan, dan kerjasama. Sementara itu, terkait tempat, diarahkan kepada Wakil Rektor II bidang keuangan, logistik, dan fasilitas. Dalam peraturan ini, turut dijelaskan bahwa perusahaan yang dapat membuka usahanya di UI harus berbentuk perseroan terbatas. Selain itu, pihak UI harus menjadi pemegang saham terbesar dalam setiap pembentukan unit usaha komersial. Sementara itu, Gandjar Kiswanto, Direktur Pengelolaan dan Pemeliharaan Fasilitas UI, mengatakan, baik UI maupun pihak perusa-
haan yang akan menjadi mitra bisnis saling berinisiatif dalam menjalin kerjasama. Lebih lanjut, sosok yang akrab disapa Gandjar tersebut menjelaskan, beberapa tempat ditawarkan kepada perusahaan yang ingin membuka lahan bisnisnya di UI. Namun, ada juga perusahaan yang datang dengan sendirinya ke UI untuk berbisnis. “Apapun itu, mereka biasanya tetap berkoordinasi dengan Pusat Administrasi Umum (PAU) UI,” ucap Gandjar.
“Contohnya adalah UI harus memiliki saham mayoritas dalam setiap kerjasama dengan perusahaan dari luar. Selain itu, keuntungannya juga harus dirasakan oleh mahasiswa,” kata Dodi. Gandjar pun menyatakan hal yang serupa, bahwa keuntungan dari setiap unit usaha komersial yang berdiri harus kembali kepada universitas atau fakultas. “Nantinya, keuntungan itu bisa digunakan untuk peningkatan fasilitas yang ada di kampus,” tuturnya.
Perlu Revisi Peraturan Kegiatan Unit Usaha
Mahasiswa Tanggapi Unit Usaha Komersial
Walau telah terdapat peraturan kebijakan terkait kegiatan unit usaha, Dodi menyatakan bahwa revisi akan dilakukan dalam waktu dekat, namun ia belum dapat memastikan kapan pelaksanaannya. Revisi perlu dilakukan mengingat adanya perubahan jenisjenis usaha yang ada di UI, termasuk masalah definisi. “Selain itu, Anggaran Rumah Tangga (ART) UI juga berubah,” kata Dodi. Senada dengan Dodi, Gandjar juga turut setuju apabila aturan tersebut direvisi. Dirinya berpendapat masalah detail perlu menjadi perhatian dalam penerapan aturan terkait kegiatan unit usaha komersial. Hal itu dapat meliputi jenis usaha apa yang diperbolehkan berdiri di wilayah UI, baik ranah universitas maupun fakultas. Salah satu tujuan rencana revisi peraturan kebijakan kegiatan unit usaha dilakukan untuk memperjelas manfaat keberadaan unit usaha komersial di UI. Hal tersebut diamini oleh Dodi. Dodi juga menjelaskan bahwa setiap kegiatan usaha komersial di UI harus memenuhi dua konsep keuntungan, yakni keuntungan tidak terlihat dan keuntungan terlihat. Untuk keuntungan tidak terlihat, ia menjelaskan contohnya adalah UI akan mendapat citra yang baik ketika melakukan kerjasama di bidang usaha komersial. Sementara di sisi lain, UI harus merasakan keuntungan terlihat pula.
Di sisi lain, kalangan mahasiswa memiliki tanggapan tersendiri dalam menyikapi kehadiran unit usaha komersial. Karena tujuannya adalah untuk menambah pemasukan dari sektor biaya non pendidikan, keberadaan unit usaha komersial sah-sah saja menurut Abdel. Ia pun menyampaikan sikapnya sebagai perwakilan dari MWA UI UM, “Kalau MWA sendiri, semakin banyak pemasukan dari biaya non pendidikan, semakin baik.” Sementara itu, menurut Nurul Qomariyah, mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UI, maraknya unit-unit usaha komersial yang berdiri di fakultas maupun universitas secara keseluruhan menjadi pertanda bahwa perusahaan tersebut mampu menangkap peluang bisnis di UI. Pendapat juga disampaikan oleh Sellina Tiara Nirwana. Ia menyatakan bahwa kehadiran unit usaha komersial di UI dapat mendatangkan keuntungan dan kerugian, namun itu semua tergantung pada diri mahasiswa sendiri dalam menyikapinya. “Ada yang merasa kehadirannya adalah untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa pengaruh perilaku konsumtif akan meningkat. Entah mana yang benar, itu kembali pada diri sendiri,” tutup mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) UI tersebut. (DAS)
Kehadiran
g e r b ata m a 7 7 / / 0 5 - 2 0 1 5
LA P O R A N K H U S U S
07
Ilustrasi Uang Kuliah Tunggal
SISTEM BIAYA KULIAH BARU UI OLEH: FRISTA NANDA PRATIWI DAN RONI REZKY PAUJI FOTO: DIAH DESITA DAMAYANTI
Kebijakan Uang Kuliah Tunggal (UKT) akan diberlakukan di Universitas Indonesia (UI) untuk mahasiswa baru S1 reguler angkatan 2015. Adanya UKT membuat besaran biaya yang dibayar oleh mahasiswa menjadi sama pada tiap semester dan disesuaikan dengan kondisi ekonominya.
UKT
memiliki dasar hukum berupa UU No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. UKT sebagai sistem pembayaran sebenarnya telah diterapkan sejak tahun 2013 di beberapa Perguruan Tinggi Negeri (PTN), di antaranya Univesitas Gajah Mada (UGM) dan Institut Teknologi Bandung (ITB). UI baru akan menerapkannya pada tahun ini.
08 la p o r a n K H U S U S g er b ata m a 77 // 0 5 - 2 0 1 5
Pada dasarnya, UKT tidak berbeda dengan Biaya Operasional Pendidikan Berkeadilan (BOPB). Arman Nefi, Direktur Kemahasiswaan UI, menyebut bahwa UKT adalah bentuk evaluasi terhadap BOPB. “UKT adalah wajah baru BOPB dan tidak akan mengubah nama BOPB itu sendiri,” ucap Arman Nefi. Kronologis Terbentuknya Tim 5 Demi merealisasikan kebijakan UKT, pada Kamis (26/2), Rektor UI mengeluarkan surat tugas No. 173/UN2.R/SDM.02.04.10/2015 tentang Pembentukan Panitia Kelompok Kerja (Pokja) UKT Program Sarjana Reguler UI Tahun Akademik 2015/2016. Pokja ini yang nantinya akan merumuskan UKT. Panitia Pokja UKT ini sering disebut sebagai Tim 17. Hal ini karena tim tersebut terdiri dari 17 orang yang berasal dari berbagai elemen, yaitu Direktur Kemahasiswaan, Subdit Kemahasiswaan, Subdit Keuangan, Mahasiswa dan Alumni (Mahalum), serta mahasiswa. Terdapat 5 orang perwakilan dari mahasiswa yang ikut merumuskan sistem pembayaran UKT. Mereka adalah Geri Putra, Hari Purnama, Sandi Aria, Cymilia Gityawati, dan Muhammad Delly Permana. Kelima mahasiswa tersebut tergabung dalam tim yang dipilih melalui Forum CEM-Kesmalink. Dari situlah sebutan Tim 5 berasal. Keterlibatan mahasiswa dalam perumusan UKT di UI berawal dari Badan Kelengkapan Majelis Wali Amanat UI Unsur Mahasiswa (BK MWA IU UM) yang mengajak para Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) untuk menemui Arman Nefi selaku Direktur Kemahasiswaan. Alhasil, pada Jumat (13/2) Arman Nefi mengirimkan sebuah pesan singkat kepada Andi Aulia Rahman selaku Ketua BEM UI. Isi pesan singkat tersebut adalah permintaan keterlibatan Ketua BEM UI, Ketua MWA UI UM, dan Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) UI dalam pembuatan konsep sistem pembayaran UKT. Namun, mereka yang ditunjuk merasa tidak berhak untuk menjadi bagian dari tim perumus UKT. Menurut Hari Purnama,
“Mereka tidak sepakat apabila dilibatkan, karena yang dilibatkan itu harus mempunyai standar.” Standar yang dimaksud adalah orang yang terpilih harus tahu masalah tentang mekanisme Biaya Operasional Pendidikan Berkeadilan (BOPB) tahuntahun sebelumnya. Oleh karena itu, pada Selasa (17/2) Forum CEM-Kesmalink diadakan. Forum diawali dengan pemaparan UKT dari Kajian BK MWA UI UM, kemudian dilanjutkan dengan pemilihan mahasiswa yang akan turut serta dalam perumusan sistem UKT. Geri Putra yang merupakan Kepala Departemen (Kadept) Adkesma BEM UI sekaligus koordinator dari Tim 5 menyatakan bahwa di dalam forum tersebut muncul tiga kriteria yang menjadi dasar pemilihan anggota Tim 5, yaitu kompetensi, kepahaman medan, dan mewakili mahasiswa berdasarkan rumpun ilmu. “Awalnya ada 10 mahasiswa yang diusulkan dalam forum, kemudian diseleksi menjadi 6, dan akhirnya ditentukan 5 mahasiswa yang akan bergabung ke dalam Tim 5,” terang Geri yang berasal dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UI. Hasil Forum CEM-Kesmalink juga melahirkan delapan poin tujuan yang akan diperjuangkan oleh Tim 5 sebagai perwakilan dari mahasiswa. Delapan poin tujuan tersebut meliputi penyederhanaan berkas persyaratan UKT, efisiensi mekanisme UKT, keterlibatan Adkesma se-UI yang berkelanjutan dalam penetapan BOPB, mendorong keseragaman mekanisme pembaharuan BOPB tiap fakultas, strategi sosialisasi UKT, transparansi UKT di akhir tahun, mendorong penerima UKT golongan 1 dan 2 di luar penerima bidik misi, serta BOPB berlaku hingga Profesi dan Program Vokasi. Geri menilai pelaksanaan sistem UKT kali ini merupakan momentum untuk mengevaluasi sistem BOPB, apalagi persoalan BOPB menjadi bagian dari delapan poin tujuan Tim 5. ”Kalau BOPB bisa kita (mahasiswa—red) perbaiki pada momentum ini, kita bisa lebih untung, lebih efektif dan efisien, serta lebih berpi-
hak pada mahasiswa,” ujarnya. Proses Perumusan UKT Rapat Tim 17 untuk merumuskan sistem UKT dilaksanakan seminggu sekali, yakni setiap hari Rabu. Pada rapat pertama, Tim 17 mengadakan dengar pendapat terkait evaluasi sistem UKT. Rapat selanjutnya, Tim 5 mempresentasikan hasil kajiannya di depan seluruh Panitia Pokja UKT. Cymilia Gityawati, anggota Tim 5 asal Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) UI menuturkan, pada rapat kedua tersebut, Tim 5 mengusulkan penerapan UKT pada profesi dan program vokasi. Akan tetapi, usulan tersebut disanggah forum. Tim 5 sendiri dibatasi usulannya, yaitu hanya untuk membahas UKT program sarjana reguler saja. Geri menjelaskan alasan usulan dari Tim 5 yang tidak terakomodasi. Menurutnya, tidak bijaksana apabila mahasiswa mengusulkan sistem pembayaran UKT untuk program Vokasi atau Profesi. Karena selain menyangkut pemasukan dari fakultasnya, hal itu memang di luar konteks Tim 5. Meski begitu, mahasiswa masih dapat mengusulkan hal tersebut ke pihak rektorat, asalkan dilakukan di luar forum. Pada rapat ketiga, Tim 5 memperjuangkan poin tujuan kedua. Poin tuntutan tersebut adalah efisiensi mekanisme sistem pembayaran UKT dengan satu pintu, yaitu melalui BOPB. Geri menuturkan, pada awalnya mahasiswa memang mengusulkan satu pintu. Ia pun menjelaskan keinginan mahasiswa agar pembayaran biaya pendidikan bagi seluruh mahasiswa S1 Reguler harus sama. Demikian pula dengan berkas yang dikumpulkan oleh mahasiswa, harus sama. Usulan satu pintu kemudian ditolak oleh forum karena tidak mengakomodasi seluruh mahasiswa baru. “Kalau golongan mahasiswa yang 25 persen di atas itu orang kaya, pasti mereka sudah tidak memikirkan (tentang pembayaran— red). Malah mereka akan marah kalau diminta (berkas—red) macammacam. Kita mau bayar penuh, kok disuruh mengumpulkan ini dan itu,
g e r b ata m a 7 7 / / 0 5 - 2 0 1 5
LA P O R A N K H U S U S
misalnya,” tandas Arman Nefi. Pada rapat keempat, mahasiswa terus mengusulkan satu pintu untuk UKT. Akhirnya, solusi dari negosiasi tersebut adalah 6 poin tujuan mahasiswa yang lain akan diakomodasi oleh forum. Forum CEM-Kesmalink diperluas dengan melibatkan Sospolnet untuk memperkuat posisi dari Tim 5. Tim 5 bersama Adkesma BEM UI melakukan lobi agar Direktur Kemahasiswaan benar-benar mengakomodasi 6 poin tujuan tersebut. Pada tanggal 25 Maret, draf akhir mengenai sistem pembayaran UKT dibahas dalam forum secara internal. Hasil forum pada saat itu berupa rekomendasi draf akhir sistem pembayaran UKT kepada rektor. Draf akhir sistem pembayaran UKT sendiri akhirnya disetujui oleh Rektor UI pada tanggal 2 April. Selanjutnya, Humas UI mulai mensosialisasikan UKT sejak tanggal 15 April lalu. Rifelly Dewi Astuti, Kepala Kantor Humas UI, menuturkan, dipilihnya tanggal tersebut disebabkan pihak UI ingin mengejar targetnya, yaitu calon mahasiswa baru. Hal ini mengingat waktu dimulainya penerimaan mahasiswa baru semakin dekat. Mekanisme Pembayaran UKT Menurut Cymilia, Rektor UI sudah menyatakan bahwa batas atas UKT tidak naik, yaitu tetap Rp5.000.000,00 untuk program sosial humaniora dan Rp7.500.000,00 untuk program sains dan teknologi. Cymilia juga menjelaskan bahwa pada UKT kali ini, informasi mengenai konten BOPB akan ditampilkan pada halaman muka situs penerimaan.ui.ac.id tanpa harus log in, sehingga memudahkan calon mahasiswa baru untuk mengakses informasi tentang sistem pembayaran di UI. Geri mendukung ditampilkannya konten BOPB ini. Ia beralasan, “Ini (BOPB—red) dijadikan sebagai produk unggulan UI yang harus dipublikasikan pada calon mahasiswa bahwa kalau kuliah di UI itu tidak harus kaya, karena ada BOPB.” Selain itu, menurutnya, semua mahasiswa
baru akan memilih sistem pembayaran yang sama, yaitu BOPB. Pada mekanisme pembayaran UKT nanti, mahasiswa baru akan melakukan registrasi online, kemudian akan muncul penjelasan tentang biaya pendidikan UI. Mahasiswa diharuskan memilih klaster pemba-
UANG KULIAH TuNGGAL (UKT)
OLEH: LILIK MUDLOYATI CHOIRIYAH INFOGRAFIS: LILIK MUDLOYATI CHOIRIYAH
yaran yang berfungsi untuk pengklasifikasian berkas dan kemampuan orang tua mahasiswa. Terdapat empat klaster, yakni klaster A, B, C, dan D. Klaster A, berarti mahasiswa baru langsung membayar tanpa mengumpulkan berkas apa pun. Untuk kelas B, C, dan D, mahasiswa harus mengumpulkan berkas yang jumlahnya sesuai dengan klaster yang ia pilih, yakni se-
09
makin ke bawah, jumlah berkas yang dikumpulkan semakin banyak. Pada tiap-tiap klaster, mahasiswa juga dapat memilih cara pembayaran dicicil atau lunas. Namun menurut Geri, penetapan besaran BOPB yang dibebankan kepada masing-masing mahasiswa ditentukan oleh matriks yang disusun oleh panitia. “Misalnya, bisa saja mahasiswa yang memilih klaster B, namun berdasarkan matriks, ia berada di klaster C,” jelas Geri. Saat ditanya tentang matriks lebih jauh, Geri mengungkapkan bahwa mahasiswa tidak berwenang untuk mengetahui hal tersebut. Ini disebabkan matriks sendiri berkaitan dengan independensi dan kemurnian data. Menanggapi hal tersebut, Arman Nefi menegaskan, “Kalau ada anggapan sebagian mahasiswa yang merasa bahwa matriks atau perhitungan dari pembayaran itu disembunyikan oleh pihak UI, ya kita kan juga ada kontrak dengan orang tua.” Kontrak yang dimaksud adalah bahwa data matriks tersebut tidak boleh disebarluaskan. Berharap Lebih Transparan Rencana penerapan UKT mendapat tanggapan dari pihak mahasiswa, salah satunya Titis Wasila. Mahasiswi jurusan Ilmu Komunikasi 2014 berpendapat, “Kalau sistem UKT yang seperti ini jadi diterapkan dan disahkan oleh rektor, ya sudah baik.” Dirinya menambahkan, mahasiswa harus mengawal kebijakan UKT agar pelaksanaanya kelak lebih transparan dan adil. Pendapat juga diutarakan oleh Novi Kavita, mahasiswi jurusan Administrasi Negara 2014. Ia menyarankan agar pihak UI tidak mempersulit mahasiswa. Novi mencontohkan, apabila mahasiswa baru layak mendapat klaster D, maka ia harus diakomodasi dan tidak boleh dipindah ke klaster lain. Selain itu, menurut Novi, pihak UI juga harus memerhatikan proses banding terkait kesepakatan biaya kuliah yang akan dibayarkan oleh mahasiswa, “Proses bandingnya jangan sampai terlalu lama seperti tahun kemarin,” tutupnya. (RRP/ DAS)
10
g eer r b ata m a 74 77 // // 1015--22001 4 15
INFOGRAFIS
OLEH : NENG EN INFOGRAFIS : PRIT
g e r b ata m a 7 7 / / 0 5 - 2 0 1 5
INFOGRAFIS
NGDAH FATMAWATI TA PERMATA PRADIAN
SUMBER: HUMAS UNIVERSITAS INDONESIA
11
12
g g er er b b ata ata m ma a 77 77 // // 0 05 5 -- 2 20 0 11 5 5
RAGAM
Berbagai macam batu akik yang dijual oleh para pedagang di Jl. Bango Raya Kel.Pondok Labu, Kec. Cilandak Jakarta Selatan
LEBIH DARI SEKADAR BERKILAU OLEH: TRISNO JULIANTORO FOTO: MOHAMMAD TOHA SANTOSO
Batu permata atau yang biasa disebut batu akik menjadi benda yang banyak diburu oleh kalangan masyarakat akhir-akhir ini
B
atu akik sendiri merupakan batu mineral yang terbentuk sebagai hasil proses geologi. Batu tersebut kemudian dipoles untuk dijadikan perhiasan yang memiliki nilai jual tinggi. Karena memiliki nilai jual tinggi, benda tersebut banyak dijadikan koleksi bagi pemiliknya. Batu akik dikoleksi oleh masyarakat kelas atas seperti mantan Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, sampai masyarakat kelas bawah. Tidak ketinggalan, mahasiswa juga kerap mengoleksinya. Menurut Yoga Prawira,
mahasiswa Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) UI, laki-laki yang memakai cincin batu akik dapat terlihat lebih berwibawa. Hal ini terlihat dari pancaran cincin batu akik yang ia pakai. “Saya punya dua batu akik dan saya pakai buat aksesoris pelengkap untuk jari saya,” ungkapnya. Sementara itu, Muhammad Toha Santoso, mengungkapkan ketertarikannya terhadap batu akik. “Saya tertarik dengan batu akik bukan karena hal-hal mistisnya, namun karena batu akik tersebut berasal dari alam dan memiliki keindahan yang diproses sedemikian rupa,” je-
las mahasiswa asal Vokasi UI tersebut. Arti Kebanggaan Batu Akik Antropolog UI, Ruddy Agusyanto, mengatakan bahwa batu akik dapat melambangkan kebanggaan bagi pemakainya. Hal ini disebabkan batu akik kini merupakan simbol dari kekayaan karena bernilai jual tinggi. Ruddy menerangkan batu akik memiliki dua fungsi, satu sebagai permata, satu lagi sebagai pusaka. Dalam sejarahnya, batu di Indonesia lebih condong sebagai pusaka,
g e r b ata m a 7 7 / / 0 5 - 2 0 1 5
R AG A M
sedangkan masyarakat luar negeri lebih condong menganggap batu sebagai permata atau perhiasan. Batu sebagai permata adalah batu yang telah diproses sedemikian rupa. Proses ini berupa penjernihan dan pemberian warna. Melalui proses tersebut, sebuah batu akan memiliki nilai jual yang tinggi. Sebagai contoh, batu permata seperti berlian, zamrud, ruby, dan safir memiliki nilai jual yang tinggi. Hal ini karena batu tersebut memiliki keindahan dari bentuk dan warnanya. Selain itu, keindahan da-
pat terlihat dari kekerasan, kejernihan, serta kilauan batunya. Sementara itu, batu sebagai pusaka adalah batu yang natural atau tetap terjaga keasliannya. Jadi, hanya dibentuk saja tanpa melalui proses teknologi. ”Batu kita dari dulu kebanyakan natural, sehingga komposisi mineral dalam batu merupakan satu kesatuan yang bisa mengeluarkan energi,” jelas Ruddy. Ruddy juga menuturkan energi yang dikeluarkan oleh batu akik membuat penggunanya merasa lebih tenang. “Percaya diri ketika memakai batu tersebut,” imbuhnya. Energi dalam batu tersebut menurut Ruddy sering dipakai untuk pengobatan-pengobatan alternatif, contohnya pengobatan dengan batu giok. “Orang sering salah beranggapan bahwa batu akik itu memiliki kekuatan mistis. Sebenarnya batu akik memiliki energi yang salah satu kegunaannya adalah sebagai pengobatan alternatif,” terangnya. Batu akik menjadi salah satu contoh keberagaman batuan di Indonesia. Seperti yang dijelaskan oleh Ruddy, jenis batuan akan semakin beragam ketika mendekati kawasan khatulistiwa. Ini disebabkan terdapat variasi biotik maupun abiotik dari daerah yang dingin menuju daerah yang hangat. Supriyatna, Ahli Geologi UI, mengatakan bahwa beragamnya jenis batuan di Indonesia disebabkan oleh tenaga endogen berupa pergeseran lempeng tektonik. Pergeseran ini menyebabkan kontak dengan magma sehingga memunculkan jenis batuan yang beragam. Selain itu, Persebaran gunung berapi di Indonesia juga mempengaruhi beragamnya jenis batuan yang terdapat di Indonesia. Mengenai jenis batuan yang dapat dijadikan sebagai batu akik, pria yang akrab disapa Supri tersebut menerangkan, “Jadi, kalau saya lihat di semua jenis batu yaitu batuan beku, batuan metamorf, serta batuan sedimen, semuanya bisa dijadikan sebagai batu akik.” Dalam skala mohs, yaitu skala pengukur kekerasan batu, dalam skala 1-10, batu yang semakin keras semakin bagus. Batu yang ser-
13
ing dijadikan sebagai permata memiliki skala standar minimal 6 mohs. Angka tersebut menandakan batu tersebut mengandung banyak Kalsit karena memiliki keunikan, yakni dapat tembus pandang. Sementara itu, jenis batuan yang memiliki skala 10 mohs, yaitu intan, sering digunakan untuk memoles jenis batuan lainnya. Potensi Menguntungkan Batu Akik Dilihat dari perkembangannya, batu akik dapat menjadi potensi ekonomi bagi Indonesia. Hal ini disebabkan jenis batu permata di Indonesia yang beragam. Namun, untuk pengelolaan dan perdagangannya, Indonesia belum mampu memaksimalkannya. Salah satu jenis batuan di Indonesia, yakni batu opal yang berada di Kalimaya, Banten, merupakan jenis batu opal terbaik di dunia. Namun, pertambangan batu permata jenis opal sendiri dikuasai oleh pengusaha Jepang. “Padahal yang saya tahu harganya Rp3.500,00/kg. Namun, di Jepang dapat menjadi mas kawin dengan harga mahal,” tandas Ruddy. Selain itu, Ruddy menambahkan, momentum maraknya penggunaan batu akik sangat penting untuk dimanfaatkan. Jika momentum ini berjalan stabil, akan banyak orang yang berinvestasi pada batu akik sehingga makin banyak ekploitasi terhadapnya. Meski begitu, eksploitasi besar-besaran terhadap batu akik dapat membuat keberadaan batu tersebut menjadi langka. Kelangkaan ini dapat membuat harga batu akik melambung sewaktu-waktu. Supri turut berpendapat soal eksploitasi batu akik. Menurutnya, jika dikelola dengan baik, potensi batu akik akan sangat menguntungkan Indonesia. Namun, jika sebaliknya, hal ini akan mengakibatkan kerusakan alam. “Eksploitasi dan konversi lahan besar-besaran untuk pertambangan batu permata dapat merusak ekosistem alam sekitarnya,” pungkas Supri. (DAS)
14 I P T E K
g er b ata m a 77 // 0 5 - 2 0 1 5
Meja Resepsionis Plaza Quantum
PLAZA QUANTUM DEMI KEMAJUAN RISET Berawal dari rencana pembangunan gedung riset, Plaza Quantum yang diresmikan sejak bulan Maret 2015, hadir sebagai sarana bagi para peneliti yang hendak menciptakan temuan-temuan baru yang mendunia.
P
laza Quantum atau biasa disebut Mochtar Riyadi Plaza Quantum (MRPQ), didirikan oleh pendiri Grup Lippo, Mochtar Riady. Dekan Fakultas Teknik UI, Dedi Priadi, berasumsi bahwa nama Quantum sangat erat kaitannya dengan ilmu fisika, yakni partikel-partikel halus. Dengan adanya nama tersebut, diharapkan dapat menemukan teknologi-teknologi baru. Pembangunan Plaza Quantum ini berawal dari keinginan Kepala Departemen Teknik Elektro, Eko Cipto Raharjo. Kemudian, Asvial, Ketua Departemen Teknik Elektro periode 2009, turut mempersiapkan konsep desain bangunan gedung bersama beberapa alumni dari Teknik Elektro dengan melakukan sayembara.
Djoko Hartanto yang saat itu menjabat sebagai ketua Senat UI, bersama timnya menawarkan kepada Mochtar Riady untuk berpartisipasi membangun gedung riset yang telah direncanakan oleh Asvial. Rencana tersebut disambut baik oleh Mochtar Riady yang saat itu menjabat sebagai ketua MWA UI sekaligus orang yang memiliki nano center, untuk bersama-sama merealisasikan gedung tersebut. “Dengan adanya kontribusi dari Pendiri Grup Lippo, diharapkan terciptanya riset unggulan UI terutama di bidang Genom, teknologi komunikasi dan informasi, dan nanoteknologi pada waktu itu,” jelas Djoko. “Plaza Quantum benarbenar murni hibah dari Dr. Mochtar. Pihak kami hanya memberikan tanah
OLEH: NURHIKMAH OCTAVIANI FOTO: GERARD KAWUN
sebagai landasan pembangunan gedung tersebut,” tambah Dedi ketika ditanya mengenai anggaran Plaza Quantum. Peletakan batu pertama sudah dilakukan sejak Desember 2011 lalu. Kemudian, peresmian atau serah terima gedung Plaza Quantum tersebut dilakukan pada Maret 2015 yang diterima oleh Gunawan Wibisono selaku Ketua Departemen Teknik Elektro periode sekarang. Kini, UI resmi memiliki sebuah aset unggulan dalam bidang riset. Gedung yang dihias batu bata berwarna oranye tersebut terdiri dari empat lantai dan memiliki luas kurang lebih 2500 m2 di setiap lantainya. Gunawan memaparkan,
g e r b ata m a 7 7 / / 0 5 - 2 0 1 5
IPTEK
meski fasilitas di Plaza Quantum masih dapat dibilang terbatas, namun sejauh ini telah berfungsi secara optimal. Sampai saat ini, pihak Teknik Elektro pun terus berusaha agar mendapatkan fasilitas yang lebih lengkap. Salah satu fasilitas yang tengah mengalami proses pengembangan adalah ruang kebersihan. “Tiap ruangan di laboratorium itu memang harus bersih karena peralatan di sana sangat sensitif terhadap debu dan partikel kecil lainnya. Kita harus melewati ruang kebersihan tersebut agar badan bersih,” papar Dedi saat ditanya mengenai ruang kebersihan. Kegiatan Riset di Plaza Quantum Terkait keunggulan penelitian di bidang nanoteknologi, ada empat bidang lain yang juga menjadi fokus Departemen Teknik Elektro UI untuk dikembangkan. Bidang tersebut meliputi energi terbarukan dan sistem integrasi, telekomunikasi dan radar, teknologi kontrol, dan jaringan komputer. “Yang dikembangkan di quantum (Plaza Quantum/MPRQ–red) adalah kegiatan riset oleh masing-masing tim dari setiap bidang. Masing-masing bidang memiliki riset tersendiri dan dibimbing oleh senior yang mempunyai rekam jejak baik serta dosen yang ahli di bidangnya. Di gedung itulah diharapkan terjadinya suasana riset kelas dunia,” jelas Djoko. Terkait penggunaannya, Mahasiswa jenjang S3 yang lebih diutamakan, namun tidak menutup kemungkinan adanya kesempatan bagi mahasiswa jenjang lainnya untuk turut berpartisipasi dalam riset yang tengah dikembangkan. Saat ini, Gunawan bersama timnya tengah mengerjakan proyek menggunakan radio frekuensi sebagai alat komunikasi bagi para nelayan ketika berada di tengah laut. Jika berbicara dalam dunia kesehatan, teknologi dari frekuensi radio tersebut juga bisa digunakan dalam proses penyembuhan penyakit jantung. “Nanoteknologi dalam bidang kesehatan yang sedang kami teliti saat ini adalah Cure health system. Itu merupakan sistem penyem-
buhan penyakit jantung dengan memanfaatkan teknologi komunikasi,” terang Gunawan. Cara kerja dari sistem tersebut yakni dengan memasang alat tersebut pada tubuh pasien dan harus rutin memberikan obat. Kemudian, reaksinya akan terlihat oleh orang-orang terdekat apabila telah dihubungkan dengan monitor. “Pasien cukup diberi obat, lalu sistem tersebut bisa memonitor apakah pasien tersebut rajin mengonsumsi obat atau tidak. Jika rajin, maka akan terlihat kemajuannya,” ungkap Gunawan menjelaskan cara kerja sistem yang sedang dikembangkannya.
“Yang dikembangkan di quantum (Plaza Quantum/MPRQ–red) adalah kegiatan riset oleh masing-masing tim dari setiap bidang. Masing-masing bidang memiliki riset tersendiri dan dibimbing oleh senior yang mempunyai rekam jejak baik serta dosen yang ahli di bidangnya. Di gedung itulah diharapkan terjadinya suasana riset kelas dunia,” jelas Djoko. Gunawan menambahkan, sistem penyembuhan penyakit jantung ini akan mempermudah dokter dalam memantau perkembangan pasiennya. Dokter juga akan lebih mengontrol dan mengurangi tingkat kelalaian apabila pasien lupa meminum obat. Untuk klarifikasi lebih lanjut,
15
Gunawan menjelaskan bahwa teknologi di bidang kesehatan sejauh ini baru sebatas pada penyembuhan penyakit jantung. Pengembangan nanoteknologi untuk penyembuhan kanker serta HIV sebenarnya juga dapat dilakukan. Namun, sejauh ini tim mereka belum mampu untuk menciptakan aplikasi tersendiri bagi kedua penyakit tersebut. “Tugas saya kedepan adalah menciptakan Plaza Quantum sebagai pusat riset terutama pada lima jenis riset yang menjadi unggulan bagi kami. Jika riset tersebut belum menunjukan hasil, ada kemungkinan untuk mengganti dengan riset lainnya,” ungkap Gunawan. Berkaitan dengan nasib riset kedepannya, Gunawan juga mengundang alumni serta beberapa industri secara perlahan untuk ikut bergabung dalam riset yang sedang dikembangkan dengan cara membuktikan terlebih dahulu hasil dari riset-riset yang ada. Untuk penelitian Energi terbarukan (renewable energy), turut melibatkan Mahasiswa Pascasarjana Teknik Elektro, Adrian Danar Wibisono, yang melakukan sebuah penelitian terkait tersisnya, yatu Tropical renewable energy center. “Saya mencoba untuk menggabungkan beberapa energi terbarukan, yaitu solar panel yang memanfaatkan radiasi matahari dengan cara ikut membantu memasang panel pada sistem,” papar Danar. Dirinya berharap nantinya akan tercipta solar panel yang standar dan karakteristiknya sesuai dengan negara Indonesia yang berada di wilayah tropis. Hirzi Hasan, Mahasiswa Teknik Elektro 2012 yang juga sebagai Ketua Institut Teknik Elektro turut menyampaikan harapannya atas kehadiran Plaza Quantum. Menurutnya, Plaza Quantum merupakan salah satu hal yang dapat memajukan riset di Fakultas Teknik. “Fasilitas memang belum lengkap. Oleh karena itu saya berharap agar lebih banyak diberikan hibah dari pemerintah soalnya satu alat aja bisa sampai miliaran kisarannya” Tutup Hasan. (AF/YFS/DAS)
16 O P I N I
g er b ata m a 77 // 0 5 - 2 0 1 5
KEPEMIMPINAN INDONESIA: SEBUAH CATATAN FILOSOFISHISTORIS Imaji keindonesiaan sebagai mata rantai yang menyatukan kemajemukan di Nusantara, secara umum telah memperlihatkan hasil konkret. Hal ini ditandai dengan insafnya segenap komponen bangsa untuk menjaga dan merawat bangunan kebangsaan. OLEH: SERVULUS ERLAN DE ROBERT
Jelas, Pancasila menjadi fondasi bangunan tersebut. Masyarakat pun perlu bahu membahu menjaga kekuatan bangunan dengan silih berganti memperbaiki fondasinya yang terkadang rapuh. Syukurlah, karena ternyata masih banyak komponen bangsa yang peduli dengan kelangsungan hidup komponen bangsa lainnya. Mengkaji pengalaman selepas 69 tahun kemerdekaan, Indonesia sebagai sebuah identitas tentu telah mengalami berbagai macam dekonstruksi konseptual. Ini diperihatkan adanya transisi demokrasi menuju otoritarianisme (baca: semi-otoritarianisme) yang diperagakan dalam demokrasi terpimpin, demokrasi menuju negara kekeluargaan (semi-fasisme) yang dipraktikkan oleh Orde Baru dan kemudian mengantar bangsa ini pada Reformasi sebagai wajah baru demokrasi. Terlepas dari hal itu, dekonstruksi tersebut dapat dibaca sebagai rekonstruksi apabila perubahan termaksud memberikan pengaruh positif bagi masyarakat. Perubahan-perubahan itu tak lepas dari campur tangan pemimpin yang secara langsung menjadi Role-Model dari setiap periode pemerintahan. Sukarno, yang dapat dikatakan sukses di era demokrasi ter-
pimpin menjadi model pelaksanaan demokrasi yang terkontrol. Baginya, negara yang terlalu demokratis dapat berakibat buruk bagi kekuasaan eksekutif, sehingga harus ada kelompok-kelompok yang mengawasi jalannya demokrasi itu. Pada periode berikutnya, Soeharto, juga berhasil menerapkan kaidah-kaidah patron-client relationship dalam pemerintahannya. Presiden dianggap raja dan masyarakat adalah rakyatnya. Karakteristik hubungan semacam ini adalah rakyat tidak akan dibiarkan menjadi sosok yang mandiri. Hal ini dilakukan untuk menjaga ketergantungan rakyat terhadap penguasanya. Relasi kuasa yang terbangun adalah dependensi kronis rakyat terhadap pemimpin. Nah, bagaimana Indonesia hari ini? Sukarno dan Suharto adalah pemimpin-pemimpin yang walaupun berbeda prinsip dalam pelaksanaan pemerintahnnya, tetap mengindahkan aspek-aspek yang dibutuhkan oleh setiap kepala negara, yaitu visi yang berangkat dari refleksi. Setiap kebijakan mesti berangkat dari refleksi mendalam terhadap tujuan yang ingin dicapai dan cara yang harus ditempuh untuk tiba pada tujuan itu. Pemimpin adalah mereka
yang mau terjun dalam permenungan tentang hakikat suatu bangsa yang sarat kepentingan. Tentu saja untuk dapat memuaskan semua pihak, kebijakan yang dikeluarkan mesti mengakomodasi semua kepentingan termaksud. Seorang pemimpin yang sudah paham betul kondisi masyarakat secara konkret akan jernih melihat problem-problem aktual dan tidak tunduk pada elite-elite oligarkis yang mengantarnya menuju puncak pemerintahan. Membaca wajah kepemimpinan Indonesia saat ini, kita dipusingkan oleh sederet permasalahan sistemik yang secara langsung disebabkan oleh rapuhnya kualitas kepemimpinan bangsa sehingga mendorong segelintir masyarakat untuk bertindak “nakal.� Permasalahan-permasalahan yang lahir akhir-akhir ini seperti kisruh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)-Kepolisian Republik Indonesia (Polri), anjloknya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat, dan fenomena begal menjadi beberapa eksponen Indonesia yang mendesak diselesaikan. Penyelesaian masalah yang sudah sedemikian kusut ini akan berhasil apabila bangsa ini memiliki pemimpin yang lepas dari pusaran kepentingan politis dan ekonomis dan tentu saja
g e r b ata m a 7 7 / / 0 5 - 2 0 1 5
OPINI
kemerdekaannya atas intervensi pihak manapun akan menjernihkan visinya yang ideal, menyejahterakan masyarakat. Sebuah refleksi yang berangkat dari basis kebudayaan akan ampuh menyelesaikan perkaraperkara sistemik yang kian menggerogoti bangunan kebangsaan kita. Setiap refleksi kultural seyogianya selalu melihat realitas masyarakat dan menghayatinya dari sudut mentalitas (Sutrisno, 2013:52), sehingga pemimpin pun paham bahwa mentalitas merupakan kunci kemajuan bangsa. Melihat kebudayaan berarti melihat mentalitas yang perlu diperbaiki. Hal ini hanya dapat terwujud dalam kemerdekaan berpikir dan berrrefleksi. Seorang pemimpin tidak akan mampu berpikir dan berrefleksi selama masih risau akan jabatannya, posisinya dan milik asasinya. Pemimpin mesti melihat masalah sebagai kesempatan baginya memprediksi masa depan dan tentu saja langkah-langkah solutif. Bernard Delfgaauw, seorang filsuf yang mentikberatkan perhatiannya pada filsafat agama,
menjelaskan bahwa kemajuan yang terjadi di masa depan akan tampak dalam kebebasan (Snijders,
Soekarno dan Soeharto adalah pemimpin-pemimpin yang walaupun berbeda prinsip dalam pelaksanaan pemerintahannya, tetap mengindahkan aspek-aspek yang dibutuhkan oleh setiap kepala negara, yaitu visi yang berangkat dari refleksi mendalam. 2004:193). Kebebasan yang dimaksud olehnya adalah sebuah kondisi di saat pilihan bagi masyarakat ter-
PROFIL PENULIS Servulus Erlan de Robert Alumnus Program Studi Ilmu Sejarah Universitas Indonesia & Ketua Komunitas Lesehan Buku
17
sedia dalam jumlah yang banyak. Pilihan-pilihan itu di antaranya adalah kesempatan mengaktualisasikan diri dengan maksimal. Itu berarti, hambatan-hambatan yang potensial terjadi mesti diminimalisasi. Pemimpin yang tangguh mesti melihat pilihan ini sebagai katalisator diakhirinya permasalahan-permasalahan kronis bangsa ini. Secara historis, Indonesia adalah bangsa yang tangguh mengarungi luas dan ganasnya gelombang zaman. Adalah hal yang konyol dan mencengangkan apabila dalam fase ini ia harus tenggelam. Menilik kondisi yang telah terjadi di masa lalu, kita pun berani merumuskan banyak posdiksi. Namun, semuanya akan berawal dan berakhir pada sosok yang mampu mengonsolidasikan semua kekuatannya untuk terjun dalam sebuah alam refleksi yang panjang. Ini berguna untuk menjawab selaksa pertanyaan zaman yang kian dinamis. Kita membutuhkan pemimpin yang berani keluar dari dirinya untuk berefleksi dan mereformulasi visi dan misinya.
18
g er b ata m a 77 // 0 5 - 2 0 1 5
resensi
ZONA NYAMAN VS TANTANGAN Judul Buku Pengarang Penerbit Tahun Terbit
: Self Driving: Menjadi Driver atau Passenger : Rhenald Kasali : Mizan : Cetakan ke-5, Januari 2015 OLEH: RIZKA FITRIANA & TONGGO BORNAB NABABAN
K
etika seseorang telah merasa betah dengan cara berpikir, sikap tindak, dan tutur kata, mampukah seseorang tersebut keluar dari perangkap zona nyamannya? Setiap orang mempunyai potensi yang dapat dikembangkan dan mencapai sesuatu yang tak pernah terbayangkan. Keberanian untuk menghadapi tantangan dan menerima risiko sebagai ganjarannya adalah salah satu cara untuk melepaskan diri dari keterbelengguan. Rhenald Kasali menyadari, banyak jiwa-jiwa yang belum siap menerima tantangan karena terisolasi zona nyaman. Hal tersebut mendorong Rhenald untuk menuliskan pemikiran- pemikirannya dalam buku ini. Buku yang berjudul Self Driving : Menjadi Driver Atau Passenger? akan memperbaharui cara berpikir, melatih kembali kemampuan sumber daya manusia, dan melepaskan setiap orang dari belenggu yang menghambat perkembangan diri. Sang Pencipta menjadikan setiap insan sebagai mandataris dirinya sendiri. Sejak dilahirkan, manusia diberikan kendaraan yang disebut self. Ia telah menjelma men-
jadi kekuatan mencipta, berkarya, berprestasi, atau berkreasi. Kita menyebutnya sebagai gabungan antara kompetensi (what you can do), kecekatan (how agile you are), dan perilaku (your attitude, your gesture).
Driver adalah sebuah sikap hidup yang membedakan dirinya dengan passenger. Driver adalah sebuah sikap hidup yang membedakan dirinya dengan passenger. Anda tinggal memilih, menjadi seorang passenger yang sudah puas dengan keadaan sekarang, tidak menyukai tantangan baru, atau menjadi seorang driver yang berani bertindak keluar dari zona nyaman. Tentu dengan risiko sebagai ganjarannya di depan. Kemampuan untuk mengendarai diri sendiri berarti memperbaiki diri sendiri, memperbaiki kehidupan dan memegang prinsip
inisiatif, melayani, navigasi, dan bertanggung jawab. Ada tiga hal yang harus dilakukan, yaitu bagaimana mengendarai diri sendiri, mengendarai orang lain, dan mengendarai bangsa. Ini bukan buku motivasi pertama Rhenald. Sebelumnya, dia juga sudah membuat buku-buku motivasi dan pengembangan diri, yaitu Recode Your Change DNA, Mutasi DNA Power House, Myelin, Cracking Zone, Cracking Entrepreneurs, Cracking Values, Camera Branding, dan Let’s Change. Halaman demi halaman buku ini mudah untuk dicerna dan dipahami. Pembaca tidak akan terpaku pada rangkaian kata-kata yang monoton. Rhenald menyisipkan foto dan pengalaman hidup beberapa tokoh yang berpengaruh. Ketika membaca buku ini, pembaca akan diajak untuk mengoreksi sikap tindak, pola berpikir, dan perilaku diri sendiri. Buku ini mengajak pembaca berani menghadapi tantangan, mengambil risiko dan mengubah pola pikir yang terbelenggu oleh zona nyaman. (RF/ DAS)
g e r b ata m a 7 7 / / 0 5 - 2 0 1 5
O P I N I S K E T SA
19
NADYA ZAHWA NOOR // SUMA UI
20 o p i n i f o t o
g er b ata m a 77 // 0 5 - 2 0 1 5
SEBERAPA EFEKTIFKAH KAWASAN TANPA ROKOK? HAFIDZ FADLI
Dapatkan kesempatan tulisan anda dipublikasikan di Web suaramahasiswa.com dan Buletin Gerbatama: Ini UI!. Kirimkan tulisan ke redaksi.suaramahasiswaui@gmail.com dengan mencantumkan nama lengkap,fakultas, jurusan, nomor pokok mahasiswa dan angkatan.