Gerbatama, ini UI! April 2011

Page 1

Gr ! is at

Buletin Gerbatama dapat diunduh di www.suma.ui.ac.id

EDISI 49 APRIL 2011

Pembangunan Jembatan Penyeberangan Demi Keselamatan Pejalan Kaki


editorial Pemimpin Redaksi Maharddhika Wakil Pemimpin Redaksi Andi Nur Faizah Redaktur Pelaksana Tubagus Ramadhan Redaktur Artistik Stenisia Redaktur Foto Quliah Alfendah Reporter Fachmi Ardhi, Betsy Edith Christie, Jonathan Nainggolan, Chintya Febrina, Dwi Mustika, Reza Baskoro, Yanuardi Budilaksono, Dimasyq Ozal, Ayu Puspita Sari Ningsih, Amalia Ayuningtyas, Nadia Zahra, Rista Monica Giarno P, Ananda Putri Fotografer F.X. Kevin, Hanum Dwita, Pravitasari, Dias Asilatiningsih, Awangga, Andriani Nur Pratiwi Desain Tata Letak Dino E Putra, Fachmi Zain

Riuh ramai akan ditutupnya Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin berkemuka di masyarakat. Hal tersebut sontak membuat panik masyarakat. Harta kekayaan kita akan hilang. Galang-menggalang dana untuk menyelamatkan PDS HB Jassin digalakan. Sebetulnya, sarana dokumentasi tak hanya PDS HB Jassin. Karya sastra—seperti karya Pramoedya Ananta Toer—dan pers—seperti Gerbatama—pun mampu menjadi dokumen sosial. Jassin, Pram, dan Gerbatama mempunyai kesamaan dalam hal pendokumentasian. Jassin adalah Paus yang rajin mengumpulkan karya-karya sastra. Jassin mengkliping karya sastra yang berserakan dan membuat peta sastra Indonesia. Jassin mampu menemukan karya-karya dan pengarang-pengarang yang layak tertera pada peta sastra Indonesia. Semua karya yang lahir zaman ke zaman mampu didokumentasikan secara baik oleh Jassin. Pram punya cara berbeda. Ia mengolah sejarah dengan membalutnya dengan unsur-unsur fiksi. Novel-novelnya mampu menjadi dokumen sosial. Sejarah dan potret sosial yang diceritakan Pram menjadi cerita alternatif dari dokumendokumen sejarah yang dicipta pemerintah. Gerbatama pun mampu menjadi sarana dokumentasi. Isu-isu yang berkembang dari masa ke masa direkam kritis oleh pers. Ia tak hanya memotret isu-isu yang hangat di publik, tetapi mampu pula merekam tanggapan masyarakat terhadap isu tersebut. Redaksi

Pracetak Galuh Rahmat Tim Riset Bangun Admaja, Sarasanti, Fathia Hashilah, Happy Ferdian, Cendy Adam, Desmaniar Mehta, Danny Fitri, Tika Ramadhini Iklan Peny Rahmadhani Sirkulasi dan Promosi Abjure Samuel Panjaitan, Anggara Irhas, Dian Nisita Puspitasari, Rizalul Durrun P., Syahrul Hidayah

Ralat Gerbatama, ini ui! Edisi Maret Pada rubrik laporan utama, tertulis “Desember” seharusnya “Februari” Pada rubrik Liputan Khusus halaman 8 tertulis “Salah seorang mahasiswa KSDI Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya 2009 dengan mitranya PT Sugar Group” seharusnya “mahasiswa KSDI Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.” Atas kesalahan tersebut, kami meminta maaf.

Kulit Muka Foto: Pravitasari Tata Letak: Dino E Putra

2


surat pembaca

suara nyata

Jembatan Kober-Sawo Kawasan Kober Depok merupakan kawasan yang dapat dikatakan cukup populer dikalangan mahasiswa UI Depok atau mahasiswa Perguruan Tinggi lain di sekitar Kober. Banyak jajanan, toko-toko aksesoris, dan alat tulis yang menjajakan dagangannya di sana. Tidak hanya itu, mengingat kawasan tersebut dekat dengan kampus maka bisnis sewa kamar kos pun menjamur. Secara otomatis, kawasan tersebut menjadi ramai oleh kegiatan mahasiswa. Begitu pula dengan kawasan di seberang Kober yaitu Sawo. Hampir seperti Kober, disana banyak mahasiswa yang menyewa kamar kos. Namun, yang sangat disayangkan adalah tidak tersedianya jembatan penyebrangan di antara dua daerah tersebut. Padahal, ketika pagi hari dan sore hari, mahasiswa ramai menyebrang jalan raya Margonda untuk menuju kampus masing-masing, sehingga dapat dikatakan daerah tersebut sangat rawan kecelakaan. Alangkah baiknya, jika jembatan penyebrangan dapat disediakan seperti halnya jembatan penyebrangan di depan Detos dan Margo City.

Dan seorang pahlawan adalah seorang yang mengundurkan diri untuk dilupakan seperti kita melupakan yang mati untuk revolusi Soe Hok Gie, Catatan Harian Seorang Demonstran

Muhammad Fahmy Kautsar Mahasiswa FKM UI 2010

COME ON SHOUT AND

SHARE YOUR VOICE

reminder April Hari Penerbangan Nasional

: BO Pers Suara Mahasiswa

9

: @sumaUI #suarapembaca

18

Hari Peringatan Konferensi Asia Afrika

19

Hari Hansip

21

Hari Kartini

22

Hari Bumi. Wafat Isa Al-Masih (Jumat Agung)

23

Hari Buku

: redaksisumaui@gmail.com

Hari TNI Angkatan Udara

DITERBITKAN OLEH BADAN OTONOM PERS SUARA MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA Pemimpin Umum Lisan Sulaiman Sekretaris Umum Novita E.S. Bendahara Umum Andi N.F. Ketua Dewan Redaksi Oky Sumadi Manajer Perusahaan Ibnu Fahran Kabag Iklan Peny R. Kabag E.O. Dian N. Kabag Dana Usaha Syahru H. Kabag SDP Galuh Rahmat Manajer Kesekretariatan Reyzi E. Kabag Arsip B. Mayang Kabag Rumah Tangga Ayu P. U. Manajer Litbang Taufika Dianny Kabag Penelitian Bangun A. Kabag Kajian Rahardika Kabag Pusat Informasi Dokumentasi Ira R. Manajer Humas Organisasi Febi P. Kabag Humas Eksternal Quliah A. Kabag Humas Internal Raisha S. Kadiv Reporter Eki K. Kadiv Fotografer Ginanjar Kadiv Desain, Tata Letak, dan Pracetak Chandra K. Manajer SDM Adi Pratama Kadiv Marketing Kirana Y. Kadiv Riset Maulana Reza Alamat Redaksi, Sirkulasi, Iklan, dan Promosi Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (Pusgiwa) Lantai 2 Kampus Universitas Indonesia, Depok, 16424 email: redaksisumaui@gmail.com website: http://suma.ui.ac.id/

3


laporan utama

Urgensi Jembatan Penghubung Gg. Sawo-Gg. Kober Kenyamanan berjalan kaki menuju kampus merupakan hal yang sulit diperoleh khususnya bagi mahasiswa yang indekos di wilayah gang Kober dan gang Sawo Jalan Margonda Depok. Minimnya fasilitas jembatan penyeberangan di sepanjang jalan raya Margonda kian menambah rentetan keluhan penggunanya. Akses yang ditawarkan jalan raya Margonda bagi para pejalan kaki, terutama mahasiswa UI, sebagai akses menuju kampus tidak selalu memudahkan penggunanya. Bagi para pejalan kaki yang lalulalang melewatinya ada bayang-bayang ancaman akan terjadinya kecelakaan, hal tersebut terjadi di tengah minimnya fasilitas umum seperti jembatan penyeberangan yang menghubungkan gang Kober dan gang Sawo. Seorang tukang parkir yang bekerja di sekitar gang Kober menuturkan, “Di sini rawan kecelakaan, terutama kalau hujan. Motor-motor banyak yang terpeleset sehingga orang-orang yang menyeberang sering jadi korban.” Berdasarkan data Dinas Perhubungan, pada tahun 2010 tercatat sebanyak 426 kejadian kecelakaan lalu lintas terjadi di Kota Depok termasuk di antaranya di jalan raya Margonda. Di jalan Margonda, jembatan penyeberangan yang dekat dengan wilayah kampus hanya terdapat di depan Depok Town Square. Mengenai kabar bahwa pembangunan jembatan penyeberangan yang dilakukan Pemda sangat berpihak kepada pebisnis yang berinvestasi di Margonda, Herniwaty membantah bahwa jembatan penyeberangan tersebut dibangun oleh Pemda, “Jembatan Detos— Margo itu bukan kita yang buat, itu hasil MoU diantara mereka dan memang bentuk CSR mereka untuk membangun jembatan itu, tapi memang kita yang minta.” Jembatan yang sangat mendesak untuk dibangun adalah jembatan yang menghubungkan gang Kober dengan gang Sawo. Fasilitas ini dibutuhkan untuk menunjang aktivitas penyeberangan yang sangat tinggi di daerah indekos mahasiswa Universitas Indonesia ini. Saat ditemui Suara Mahasiswa, Fadhil, mahasiswa Teknik Lingkungan 2009, yang indekos disekitar gang Kober menuturkan untuk melewati jalan raya Margonda dibutuhkan waktu yang cukup lama

4

mengingat banyaknya kendaraan yang lalu-lalang dengan kecepatan tinggi. “Kendaraan yang lewat jarang memperhatikan penyeberang jalan,” keluh Fadhil. Fadhil juga mengeluhkan keberadaan zebra cross di jalan Margonda, “Zebra cross itu ada tapi karena letaknya di belokan jadi susah liat kendaraan yang mau lewat, jadi kayak gak kepake gitu,” jelasnya. Ia menambahkan, “Jembatan penyeberangan perlu banget karena gak semua orang berani menyeberang di Margonda yang seramai ini, kedepannya jalan ini

“Penduduk dapat mengusulkan ke pemda setempat untuk melakukan pembangunan jembatan penyeberangan, bisa dengan mengumpulkan data mengenai bahaya yang ada serta data-data mengenai kecelakaan yang menimpa para penyeberang jalan.” Heru Purnomo Dosen Teknik Sipil UI makin ramai dan pasti banyak yang butuh.” Heru Purnomo, dosen Teknik Sipil UI, menjelaskan bahwa memang sangat diperlukan jembatan penyeberangan di daerah yang tingkat aksebilitasnya sangat tinggi seperti di daerah Kober. Jika dilihat dari fungsinya jembatan penyeberangan sangat berguna bagi pejalan kaki yaitu untuk memfasilitasi dan memindahkan pejalan kaki dari satu tempat ke tempat yang lain. Tingkat aksebilitas, tingkat kecepatan, dan banyaknya kendaraan yang berlalu-lalang di jalan raya Margonda menjadi alasan kuat untuk dibangunnya sebuah jembatan penyeberangan. Ia juga menambahkan bahwa untuk pembangunan jembatan penyeberangan tidak akan memakan


laporan utama tempat yang cukup besar, sehingga pedagang di sekitar jembatan tersebut tidak akan terganggu. Cara yang efektif untuk diadakannya pembangunan jembatan adalah dengan mengusulkan kepada Pemda. “Penduduk dapat mengusulkan ke Pemda setempat untuk melakukan pembangunan jembatan penyeberangan, bisa dengan mengumpulkan data mengenai bahaya yang ada serta data-data mengenai kecelakaan yang menimpa para penyeberang jalan,” tuturnya. Tanggapan Pemda Depok Saat ditemui Suara Mahasiswa, terkait kurangnya sarana umum jembatan penyeberangan yang ada di sepanjang jalan raya Margonda, Wahyudin Joko selaku Kasubid Pengembangan Perkotaan Depok menuturkan bahwa Pemda telah merencanakan pembangunan jembatan penyeberangan di lima titik. Pada tahun ini, Dinas Perhubungan masih melakukan studi kelayakan di dua titik untuk menentukan titik jembatan yang akan dibangun. “Kami belum tahu daerah mana yang akan dibangun terlebih dahulu,” jelas Wahyudin. Mengenai realisasi hal tersebut, Wahyudin menuturkan bahwa selain masalah anggaran dana, Pemda juga kesulitan dalam menentukan titik pembangunan, sebab hal ini erat kaitannya dengan pembebasan lahan.

Pembebasan lahan yang rencananya akan dilakukan pada bulan Oktober tahun ini akan menjadi penghalang dalam mempercepat realisasi pembangunan jembatan tersebut. “Untuk kaki jembatan saja lebarnya bisa 10 meter. Margonda sekarang ramai jadi belum tentu pemilik kios sepanjang Margonda mau ngasih begitu aja, nanti kiosnya kehalangan dong,” jelas Herniwaty, Kepala Sub Bidang Infrastruktur Kota Depok. Wahyudin juga menekankan bahwa dalam mekanisme pemerintahan setiap rencana tidak bisa langsung direalisasikan. Hal tersebut harus dikaji terlebih dahulu dalam sebuah sistem anggaran. Pengusulan dilakukan tahun 2010, maka di tahun 2011 akan diadakan studi kelayakan yang meliputi pembebasan lahan. Pembangunannya akan berlangsung pada tahun 2012. Menurut Wahyudin, dibawah kepemimpinan Walikota Depok saat ini kemungkinan dipercepatnya pembangunan sarana umum terutama jembatan penyeberangan sangat dimungkinkan. Dengan program “Margonda Nyaman’’, Pemda tengah berupaya membangun beberapa sarana umum dalam jangka waktu lima tahun dibawah kepemimpinan Nur Mahmudi Ismail. “Yang jelas dalam jangka waktu lima tahun itu pembangunan jembatan penyeberangan di lima titik akan sudah rampung,” tegas Wahyudin.

F.X. KEVIN/SUMA

Penyeberang jalan melewati jalan Margonda yang ramai oleh lalu-lintas.

5


laporan utama Herniwaty menuturkan bahwa pihak Pemda memang terlambat dalam penyediaan sarana umum seperti jembatan penyeberangan. Hal tersebut terjadi karena kurangnya koordinasi dengan pemerintahan provinsi Jawa Barat. “Kesulitan kami adalah menunggu pelebaran jalan yang dilakukan Pemprov rampung. Kalo dulu Margonda macet, sekarang udah lebar tapi orang-orang jadi gak bisa nyebrang,� jelas Herniwaty. Penjagaan polisi di sekitar penyeberangan gang Kober dan gang Sawo menjadi langkah minimalisasi kecelakaan yang dilakukan Pemda Depok. Namun, Hernawaty mengakui, “Keberadaan polisi lalu lintas tersebut tidak selalu ada setiap waktu.� Jalan raya Margonda sangat minim fasilitas bagi pejalan kaki. Pelebaran jalan Margonda seharusnya diiringi oleh pembangunan yang berkesinambungan dengan pembangunan fasilitas bagi pejalan kaki. Dengan hal ini, keamanan dan kenyaman para pejalan kaki tidak terabaikan. Resiko terjadinya kecelakaan pun bisa diminimalisasi. Fachmi Ardhi, Yanuardi Budilaksono, Reza Baskoro

6


liputan khusus

Perpustakaan Fakultas Pascaintegrasi Perpustakaan Baru fakultas yang lain hanya akan memindahkan sebagian koleksinya. Perbedaan keputusan ini ternyata merupakan kebijakan dari masing-masing dekan fakultas. Kalarensi Naibaho yang akrab dipanggil Clara, selaku Staf Humas Perpustakaan UI, membenarkan bahwa lima gedung perpustakaan fakultas tersebut nantinya akan digunakan sesuai dengan kebijakan masing-masing fakultas. Sebagai contoh, salah satu fakultas yang hanya akan memindahkan sebagian koleksinya adalah Fakultas Psikologi. “Fakultas Psikologi hanya akan memindahkan 70% koleksinya sementara gedung perpusnya nanti akan dijadikan ruang baca,” ujar Sony, salah satu pustakawan di perpustakaan Fakultas Psikologi. Berbeda dengan Psikologi, Adhari selaku kepala Perpustakaan FMIPA mengatakan bahwa alasan pemindahan seluruh koleksi di Perpustakaan FMIPA karena sudah adanya perpustakaan di setiap departemen. Mengenai keberadaan PRAVITA/SUMA perpustakaan fakultas setelah adanya Papan “perpustakaan” dalam berbagai bahasa. Mahasiswa menilai integrasi perpustakaan membuat mereka kehilangan ruang untuk melakukan diskusi dan integrasi dia berkata, “Setiap pemimpin di fakultas misalnya dosen atau kepala mencari referensi dengan lebih mudah di fakultasnya. departemen memiliki keinginan masingmasing sehingga belum tahu akan Sejak dikeluarkannya surat edaran mengenai menjadi apa.” Hal ini juga terjadi pada perpustakaan penghentian pelayanan perpustakaan selama bulan FH yang seluruh koleksinya juga dipindahkan. April, suara-suara tidak setuju dari mahasiswa mulai “Nantinya, gedung Perpustakaan FH akan digunakan bermunculan. Pasalnya penghentian pelayanan sebagai ruang dosen jurusan,” ujar Hanafi, Koordinator sementara ini dilakukan pada bulan-bulan aktif kuliah Pelayanan Perpustakaan FH. yang otomatis akan membuat mahasiswa kehilangan akses untuk mencari referensi literatur bagi pengerjaan Reaksi Mahasiswa tugas kuliah, terutama bagi pengerjaan skripsi. Keluhan sebagian besar mahasiswa mengenai Bersamaan dengan permasalahan tersebut, timbul pemusatan perpustakaan di satu tempat adalah akses pertanyaan mengenai nasib perpustakaan fakultas menuju lokasi perpustakaan baru yang tidak strategis. pascaintegrasi, terutama nasib gedung perpustakaan Hal ini jelas akan merugikan mahasiswa, terutama fakultas mereka nantinya, lalu belum lagi esensi dari mahasiswa yang mempunyai jadwal kuliah yang padat penambahan fasilitas megah yang ada perpustakaan dan letak fakultasnya jauh dari perpustakaan baru. Hal baru tersebut. ini juga disetujui oleh Clara. Menurutnya, koleksi buku itu harus dekat dengan pembaca agar dapat diakses Kebijakan Fakultas dengan mudah. Dalam surat edaran yang terbit terakhir, Oleh karena itu, berangkat dari berbagai macam dicantumkan bahwa ada sebagian fakultas yang keluhan mahasiswa di fakultasnya, Senin (21/3), memindahkan seluruh koleksinya ke perpustakaan Departemen Advokasi Kesejahteraan Mahasiswa pusat dan lainnya hanya memindahkan sebagian. BEM FIB UI mengadakan 3D (Diskusi Dengan Dekan), Fakultas yang memindahkan seluruh koleksinya di sebuah obrolan terbuka yang membahas mengenai antaranya FIB, FH, FIK, FT, dan FMIPA. Sementara sisa

Universitas Indonesia boleh berbangga nantinya dengan segala fasilitas megah yang ditawarkan oleh perpustakaan barunya. Namun, di balik itu semua timbul berbagai kontroversi sebelum perpustakaan tersebut benar-benar diresmikan.

7


liputan khusus alasan penentuan waktu penutupan perpustakaan fakultas dan nasib gedung perpustakaan FIB kedepannya. “Karena kami (FIB UI) mempunyai jurusan ilmu perpustakaan, maka akan terkesan aneh kalau kami tidak mempunyai perpustakaan di fakultas,� ujar Patriot, salah satu anggota BEM FIB, saat ditanya mengenai alasan pengadaan acara tersebut. Di sisi lain, ada juga sebagian mahasiswa yang setuju terhadap pemusatan perpustakaan. Diantaranya Wita dan Mega, mahasiswa Fakultas Hukum 2009, berpendapat bahwa adanya kemudahan akses untuk mahasiswa dari fakultas lain dalam meminjam buku ataupun mencari ilmu dari disiplin ilmu lainnya, seperti ilmu budaya, teknik, sains, dan lainnya karena hampir semua koleksi buku-bukunya sudah ada di perpustakaan baru. Esensi di Balik Megahnya Fasilitas Terlepas dari banyaknya pro-kontra yang ditimbulkan oleh pengintegrasian perpustakaan tersebut, perpustakaan yang baru saja selesai dibangun ini tampaknya dirancang sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan akademis mahasiswa. Perpustakaan tersebut dibangun dengan memiliki delapan lantai dengan konsep Green Building. Pada lantai satu akan dijadikan lobby, internet corner dan tempat pelayanan peminjaman serta pengembalian buku. Koleksi buku dan ruang diskusi akan berada di lantai dua hingga lima. Sementara itu, lantai enam

hingga delapan rencananya akan digunakan sebagai auditorium dan ruang serbaguna. Demi kenyamanan selama di perpustakaan, di lantai satu juga akan disediakan berbagai fasilitas tambahan, seperti toko buku, cinema, foodcourt dan gym bagi mahasiswa UI maupun umum. Mengenai esensi dari adanya fasilitas yang terlihat mewah tersebut, Prof. Dr. Ir. Emirhadi Suganda, M.Sc, selaku Ketua Tim Teknis Pembangunan Perpustakaan UI menegaskan bahwa fasilitas tersebut guna mendukung kegiatan akademis maupun non-akademis mahasiswa yang selama ini kuliah dengan fasilitas minim. Menurutnya, guna mendukung nama baik UI sebagai The World Class Of University itu sendiri di mata dunia, maka diperlukan fasilitas yang mendukung dan memadai juga. “Bila ada yang mengatakan fasilitas di perpustakaan terkesan berlebihan, maka silakan cek saja dahulu karena memang diperuntukkan bagi mahasiswa juga,� ungkapnya. Betsy Edith Christie, Dimasyq Ozal, Ayu Puspita Sari Ningsih

Share your Events &

Selamat kepada Rahardhika Arista reporter #19 SUMA UI yang telah terpilih sebagai Juara I Mahasiswa Berprestasi FISIP UI 2011 8

Advertisement on

Our Page

Iklan 085287348897 (Peny Rahmadhani)

Media Partner 085213658410 (Abjure Samuel)

SUMA design & printing layanan jasa desain dan percetakan

Galuh 08568263720


bentang

Patroli Moral di Kampus UI Suasana malam Universitas Indonesia yang lengang dan sepi memicu banyak terjadi perbuatan amoral. Fenomena ini dianggap kurang pantas terjadi di lingkungan UI yang notabene adalah lingkungan akademis. Nuansa Islam Mahasiswa UI (SALAM UI), melalui Barisan Merah Saga (BMS), melakukan kampanye gerakan moral.

beberapa titik rawan. “Kami hanya melakukan tindakan preventif dengan mengingatkan para pelaku tersebut apabila secara kebetulan bertemu atau melihat sesuatu yang kami anggap ganjil,” tutur Rendi. Namin, Kepala Satuan Pengamanan Unit Pelaksana Teknis Pembinaan Lingkungan Kampus (UPT PLK), juga turut membenarkan bahwa sebenarnya UPT PLK tidak menghendaki adanya patroli yang dilakukan oleh Barisan Gerakan ini diprakarsai oleh Arya Sandi Yudha, Merah Saga. Beliau tidak ingin mahasiswa yang tergabung mahasiswa Sosiologi angkatan 2002, dalam Focus Group dalam BMS justru mendapat masalah apabila melakukan Discussion yang dilakukan oleh Kajian Strategis SALAM UI kegiatan patroli karena mereka masih mahasiswa 2007 terkait fenomena-fenomena pergerakan di Palestina. sementara kebanyakan yang mereka hadapi adalah Gagasan Barisan Merah Saga pada awalnya bertujuan warga luar. “Sekitar 80 % pelaku – pelaku di titik rawan itu untuk mengawal info-info pergerakan rakyat Palestina dan merupakan masyarakat umum, bukan sivitas akademika berfungsi sebagai motor penggerak UI,” tegas Namin. mahasiswa muslim untuk Tindakan preventif untuk menunjukkan rasa kepeduliannya mencegah hal-hal yang tidak terhadap penderitaan rakyat diinginkan terjadi di lingkungan Palestina atas kejahatan perang kampus memang hal yang yang dilakukan Israel beserta penting untuk dilakukan sekutunya. mengingat lingkungan kampus Pada kepengurusan SALAM UI merupakan lingkungan UI 2008, BMS bertransformasi terbuka dan tidak ada jaminan menjadi organ taktis karena adanya bahwa hal-hal tidak senonoh kebutuhan para pengurus SALAM tersebut tidak akan terjadi di UI untuk memiliki sebuah organ setiap sudut kampus bertitel yang mampu bergerak cepat dan World Class University ini. sigap. Di situlah sebenarnya fungsi Untuk itu, baik sweeping, utama Barisan Merah Saga, yakni patroli, ataupun gerakan membantu kegiatan-kegiatan moral, yang bertujuan untuk SALAM UI dalam hal teknis dan mengamankan lingkungan operasional. kampus dari tindakan-tindakan DWITA/SUMA Seorang mahasiswa Kimia kotor tersebut perlu dilakukan Foto ilustrasi: perlu dilakukan pengawasan FMIPA angkatan 2009, ketika ditanyai yang lebih terhadap aktivitas pacaran di untuk menciptakan lingkungan kawasan kampus tentang BMS, mengungkapkan, akademis UI yang terbebas dari “Sepengetahuan saya, BMS melakukan sweeping kepada segala bentuk tindakan amoral. Hal ini dipaparkan dengan pasangan-pasangan yang sering berpacaran di malam jelas oleh salah satu pelaku yang tertangkap sedang hari.” Namun isu tersebut ditepis oleh Rendi, komandan berduaan dengan pasangannya di lingkungan kampus Barisan Merah Saga. Dia mengaku BMS tidak melakukan pada malam hari. “Sebenernya menurut saya sih, patroli baik aksi sweeping maupun patroli di lingkungan atau sweeping itu diperlukan karena keadaannya memang Universitas Indonesia pada malam hari. “BMS hanya parah banget, apalagi kalau malam Minggu, contohnya berusaha untuk menegakkan amar ma’ruf nahi munkar di di belakang stadion UI,” ungkap pasangan yang masih lingkungan sivitas akademika UI,” tuturnya. mengenakan seragam SMA itu. Lebih lanjut lagi, Rendi menyatakan bahwa yang mereka lakukan bukan berupa sweeping ataupun patroli Cynthia Febrina Maharani, Dwi Mustika Handayani melainkan gerakan moral melalui pendekatan secara personal kepada pelaku-pelaku tindakan amoral di

9


sosok

Putri Ayudia, Sosok Perempuan Tangguh Masa Kini Posisi perempuan saat ini tidak lagi menjadi persoalan. Bahkan, dengan prestasi yang gemilang, perempuan dapat menjadi sosok yang menonjol. Hal ini dibuktikan oleh Putri Ayudia, perempuan tangguh pembawa acara Jejak Petualang.

AWANGGA/SUMA

Isu-isu tentang perempuan saat ini menempatkan perempuan dalam posisi yang sejajar dengan pria. Perempuan tak lagi harus selalu berada di rumah. Profesi laki-laki juga telah lebih fleksibel, tak lagi harus diisi oleh laki-laki, begitu pun sebaliknya. Kartini-kartini baru telah bermunculan di zaman sekarang. April, kelahiran Kartini, menjadi bulan yang identik dengan bulan perempuan. Perjuangan pahlawan pergerakan dan emansipasi perempuan yang dimotori oleh Raden Ajeng Kartini kini telah berkembang. Tongkat estafet emansipasi kini telah berlanjut pada wanita-wanita tangguh lain. Sebagai contoh, pendakian gunung kini juga telah dilakoni oleh perempuan. Hal ini dibuktikan oleh Putri Ayudia yang memelopori pendakian puncak Himalaya. Pendakian ini dilakukan oleh para perempuan dari kelompok Kartini Petualang bersama pendaki lain yang berusia 50 tahun ke atas.

10

Putri Ayudia memiliki banyak pengalaman yang bervariasi dalam hidupnya. Mulai dari menggambar, menari, balet, renang, teater, hingga beladiri karate. Meskipun demikian, Putri Ayudia juga tidak kehilangan sisi feminim dari dirinya. Pada tahun 2008, ia mengikuti ajang wajah Femina. Setiap kegiatan yang digelutinya mempunyai makna berbeda-beda bagi dirinya. “Yang aku pelajari dari karate itu adalah dibalik pembelajaran itu, misalnya falsafah hidup, dan sebagainya. Lagi-lagi feeling kompetitif diadu, lebih ke fisik, tapi mental juga dapet,” ujarnya. Kegiatan teater juga mempunyai makna tersendiri baginya. Teater menumbuhkan konsep kedewasaan dan tanggung jawab. Ia menyalurkan bakat teaternya di kelompok teater di Psikologi yang ia bentuk sendiri. “Pada akhirnya aku bisa mewujudkan teaterku sendiri di Fakultas Psikologi,” tambahnya. Ajang wajah Femina pada tahun 2008 bisa mengubah hidupnya karena dia dapat mengambil manfaat dari sebelum dia merasa minder, takut, malu, tidak percaya diri, dan akhirnya menjadi lebih baik dan bangga sebagai perempuan. Ketika ditanya soal diskriminasi laki-laki dan perempuan, Putri menilai bahwa diskriminasi antara perempuan dan laki-laki telah berubah seiring zaman. Buktinya banyak pekerjaan atau profesi yang identik dengan wanita justru dipegang oleh para lelaki, contohnya koki, desainer, dan sebagainya. “Pembedaan laki-laki dan perempuan gak bisa dilihat dari sisi fisik aja dan itu meaning kesetaraan gender, tapi penerimaan pola pikir, kecerdasan, dan keterampilan,” ujarnya. Perempuan saat ini tak lagi mau diposisikan lebih rendah dari laki-laki. Oleh karena itu, mereka kini mulai kritis memandang isu-isu yang menyudutkan mereka. Perempuan masa kini lebih cerdas dan berani. “Banyak wanita Indonesia yang belum menjadi subjek, tapi sekarang banyak wanita yang tampil show up, mereka maju, berani, mampu untuk memulai, karena apa artinya hasil tanpa langkah pertama?” Alumnus Fakultas Psikologi UI angkatan 2006 ini mengharapkan agar perempuan tidak lagi menjadi korban atau objek melainkan harus bisa menjadi pelaku di dalam kehidupan ini. Ia pun mengimbau kepada para perempuan, agar berani dan bertanggung jawab terhadap mimpi yang kita inginkan, sesuai dengan ajaran dan perjuangan dari R.A Kartini. “Sosok R.A Kartini indah dan berjasa inilah yang akhirnya membawanya menjadi sosok perempuan yang lebih baik pada zamannya,” ujarnya. Nadia Zahra


ragam

Simulasi Diplomasi Perserikatan Bangsa-Bangsa Siapa yang tak tahu tentang Model United Nations (MUN-red)? MUN merupakan simulasi akademik PBB (Perserikatan BangsaBangsa) yang ditujukan untuk mendidik para partisipan tentang kejadian masa kini, topik dalam hubungan internasional, diplomasi, dan agenda PBB. Tidak hanya itu, partisipan memainkan peran sebagai representatif suatu negara atau NGOs (Non-Governmental Organizations) dalam simulasi sidang komite PBB ini. Perkembangan MUN MUN pertama kali diadakan oleh Harvard University, tahun ini Harvard mengadakan HNMUN (Harvard National MUN-red) yang ke-57 di Boston, Amerika Serikat. HNMUN sendiri adalah simulasi diplomasi dan konferensi yang dilaksanakan oleh PBB. Event ini diselenggarakan tiap tahun dan diikuti ribuan pelajar dari berbagai universitas di lebih dari 30 negara. Namun sejak PBB mengadakan Global MUN, simulasi sidang PBB yang bergengsi ini tidak hanya diadakan oleh Harvard tetapi juga oleh banyak universitas di seluruh dunia. Pada tahun 2008, Universitas Indonesia mengirimkan delegasinya pertama kali ke ajang MUN yang diadakan Harvard University. Setelah tahun 2008, mulai banyak universitas yang ikut dalam MUN baik di kawasan regional maupun internasional. UI sendiri berhasil mengadakan MUN tingkat nasional yang disebut Indonesia MUN (IMUN—red ) pada bulan September tahun 2010. Event yang dipelopori UI ini berhasil mendapat dukungan dan antusias pelajar dari Indonesia. Sejak saat itu, mulai banyak universitas di Indonesia mengikuti MUN di luar negeri maupun mengadakan MUN sendiri. Karena sifatnya yang universal, MUN sering diadakan di kampus-kampus terkenal di seluruh dunia, sebut saja Harvard MUN, NTU (Nanyang Technological University) MUN, dan Rome MUN. Aisha Rasyidila, mahasiswa Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (HI FISIP) UI 2010 yang mengikuti Dubai MUN, mengatakan bahwa MUN rata-rata sama isinya, yaitu tentang diskusi suatu isu internasional dan pelatihan peserta MUN untuk mempertahankan argumennya. Tapi lebih lagi manfaat MUN ini menunjang skill negosiasi para pesertanya. Peserta Indonesia MUN, Dennis Victory Kappa—mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP UI 2010—memaparkan,“Selain public speaking dan teknik diplomasi tadi, mahasiswa juga dilatih untuk aware dengan isu-isu yang marak terjadi sekarang ini.”

DOK.PRIBADI

Salah satu kegiatan di dalam pelatihan MUN adalah memberikan presentasi dan juga Public Speaking

Kontribusi dan manfaat yang didapat setelah MUN MUN bukan simulasi yang tidak memiliki kontribusi. MUN mempunyai esensi nyata dalam isu yang didiskusikan. Andhyta Firselly Utami (Mahasiswa HI FISIP UI 2009), salah satu panitia Indonesia MUN, menerangkan bahwa MUN itu ternyata memiliki kontribusi besar dalam peristiwa nyata yang sudah dibahas. “Anak-anak yang mengikuti MUN itu lebih mengerti sense-sense negara-negara pada isu itu, dan juga mungkin menghasilkan resolusi yang bisa diteruskan ke PBB,” terang peserta Harvard National MUN yang sering disapa Afu ini. Selain mengadopsi isu dan prosedur yang dijalankan PBB, diharapkan keikutsertaan mahasiswa Indonesia ini akan membantu memetakan strategi dan kekuatan untuk mengembalikan posisi Indonesia di kancah internasional. MUN tidak punya syarat khusus bagi pesertanya, semua pihak yang berminat—khususnya pelajar—bisa mengikuti acara ini. Tertarik untuk melatih skill dan menambah teman dari mancanegara? Tidak perlu jauh-jauh dan biaya besar untuk mengikuti MUN di luar negeri. Di UI ada IMUN yang akan diadakan tahun ini tepatnya tanggal 15—18 September 2011. So, let’s speak up and get better MUN! Jonathan Nainggolan Rista Monica Giarno P.

11


kilasan

3rd Technobusiness One-Day Seminar oleh CEDS UI DWITA/SUMA

Pebisnis muda Natali Ardianto saat mengisi seminar

CEDS (Center for Entrepreneurship Development and Studies) UI menyelenggarakan seminar technobusiness-nya yang ketiga kali. Sesuai dengan perkembangan bisnis berbasis teknologi, CEDS yang merupakan UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) kewirausahaan memberikan tema “Manajemen strategis berbisnis online” pada acara tersebut. Seminar yang ramai dihadiri kalangan dari luar dan dalam UI, terutama mahasiswa dari berbagai fakultas itu diselenggarakan di Pusat Studi Jepang FIB UI pada Sabtu, 19 Maret lalu. Banyak pertanyaan dari peserta seminar yang diajukan dengan antusias. Salah satu peserta seminar yang mengaku puas dengan acara yang dia ikuti hari itu, Berry, menyatakan materi seminar akan bermanfaat bagi bisnis online yang belum lama dirintisnya.”Acaranya menarik sih karena memang sesuai dengan kebutuhan saya sendiri”, Tutur mahasiswa Teknik Industri 2007 tersebut dengan ramah. “Jadi, memang ada beberapa hal yang saya bingungin (mengenai bisnis online-red), dan itu semua udah ditanyain”, Tambahnya. Terdapat dua sesi seminar dengan subtema acara “Strategi memilih dan Memulia berbisnis online”. Sesi seminar kedua bertemakan “Menjadi pebisnis online: peluang, tantangan, dan solusi”. Rangkaian acara seminar ditutup dengan pembagian doorprize, foto bersama, dan penyerahan plakat untuk pembicara.

Petro Gas Days 2011

Upaya Integrasi Sektor Hulu-Hilir Industri Minyak dan Gas Nasional Petro Gas Days (PGD) 2011 sukses diselenggarakan pada 12-13 Maret lalu. PGD 2011 bertemakan “Integrating upstream and downstream sector on oil and gas industry to fulfill national energy needs”. Acara tahunan Fakultas Teknik Departemen Teknik Kimia ini merupakan yang keenam kalinya, demikian menurut Dhinda Prinita Sari sebagai project officer. Rangkaian acara PGD dilaksanakan di tempat yang berbeda. Pada 12 Maret terdapat talkshow di Balai Sidang UI bersamaan dengan seminar series di Fakultas Teknik yang berisi materi tentang eksplorasi, pengolahan, serta distribusi minyak dan gas Indonesia. Keesokan harinya, acara dilanjutkan di Balairung Budi Utomo, Hotel Bumi Wiyata Depok. Exhibition membuka rangkaian acara hari itu, dilanjutkan dengan workshop, dan ditutup dengan Final CPDC (Chemical Product Design Competition) Presentation dimana UI (Universitas Indonesia) berhasil menjadi jawara, disusul, IPB (Institut Pertanian Bogor, dan ITB (Institut Teknologi Bandung). Keseluruhan acara ramai dihadiri peserta dari berbagai kalangan baik peserta undangan maupun non-undangan. Terdapat pula peserta dari berbagai universitas. Dengan antusiasme peserta dan pembicarapembicaranya yang berkompeten, PGD 2011 berjalan dengan menyenangkan. “Alhamdulillah semua lancar dan sesuai ekspektasi, great team brings marvelous event lah pokonya”, jelas Dhinda ketika ditanya kesan mengenai PGD usai acara. Ananda Putri

Ananda Putri

12 12

DOK. PRIBADI


resensi

Saat SARA Tidak Lagi Tabu untuk Dibicarakan Di saat banyak orang memilih untuk bungkam atau tidak berani banyak bicara saat menyinggung masalah yang dinilai sensitif dan tabu seperti suku, agama, dan ras, Margareta Astaman justru berani berbicara mengenai masalah tersebut. Dalam buku keempatnya setelah After Orchard, ia angkat bicara mengenai masalah yang selama ini dianggap terlalu sensitif untuk dibahas. Sebagai seseorang yang berasal dari keluarga multietnis dan pernah tinggal di negara multiras selama empat tahun, ia dapat menilai masalah perbedaan dari sudut pandang netral dan tidak memihak. Margie—begitu ia biasa disapa—yang memiliki darah Cina, Jawa, dan Betawi jarang mendapatkan perlakuan yang kurang bersahabat berkaitan dengan masalah rasial. Di Indonesia ia seringkali dimasukkan ke golongan pendatang, non-pribumi. Sedangkan saat ia berkuliah di Singapura selama empat tahun, banyak orang yang merasa aneh mengenai status rasialnya. Status rasialnya sebagai seseorang berdarah campuran Cina-Indonesia sulit diterima di Singapura. Begitu juga dengan beberapa orang temannya yang memiliki darah campuran lain. Menjalani kondisi kehidupan yang seperti itu membuat pikirannya lebih terbuka saat menyikapi berbagai masalah perbedaan. Baginya perbedaan bukanlah suatu permasalahan yang harus dibesarbesarkan dan kemudian menjadi akar berbagai konflik. Dalam buku yang merupakan kumpulan tulisan dalam blog pribadinya ini, ia tidak melulu berbicara mengenai posisi dirinya yang multiras. Margie banyak menuliskan pemikirannya dalam menyikapi interaksi individu dengan latar belakang berbeda, dan juga menyikapi berbagai mitos yang berkembang mengenai suatu ras dan suku. Bahkan dalam satu bagian, secara khusus ia membahas kisah percintaan antara orang yang berbeda ras dan agama. Pemilihan judul Excuse-moi yang berarti permisi, bukanlah asal-asalan. Dengan judul demikian diharapkan buku yang sangat ceplas-ceplos membicarakan masalah SARA ini bisa diterima dengan baik, seperti halnya saat ia berinteraksi antarras sewaktu berada di Perancis. Lewat tulisannya terlihat bahwa Margie adalah penulis yang cerdas. Ia bisa menghubungkan suatu kejadian sederhana yang ditemui sehari-hari dengan berbagai masalah yang

SUMBER: ISTIMEWA

Judul Buku

: Excuse-moi

Pengarang

: Margerta Astaman

Jumlah Halaman

: vi + 138 halaman

Penerbit

: Penerbit Buku Kompas

begitu serius. Walaupun topik yang diangkat sensitif dan dibicarakan secara blak-blakan, Margie bisa menyajikan tulisannya dengan ringan dan menarik tanpa melewati batas kesopanan. Dari buku ini, kita dapat membuat pikiran kita menjadi lebih terbuka mengenai hal-hal yang menyangkut perbedaan.

Sarashanti

13


opini

Menyelamatkan Kekayaan Intelektual Oleh Gery Respati* Dua (potensi) bencana sedang menghadang tepat di depan mata kita, DOK. PRIBADI tepat di detik kita hidup kala ini. Dua tempat informasi dan pengetahuan dikumpulkan, tempat harta karun kita sebagai penuntut ilmu, terancam eksistensinya. Yang pertama adalah Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) H.B. Jassin. Mungkin cukup terlambat bagi kita untuk mengetahui tentang apa yang sedang terjadi, tetapi ini adalah sebuah perkara yang layak kita perjuangkan. PDS H.B. Jassin, sesuai namanya, adalah pusat penyimpanan dari koleksi-koleksi Sastra Indonesia semenjak era 1920-an dan merupakan salah satu pusat dokumentasi terlengkap di negeri ini. Alangkah mengagetkan tatkala kita mendengar bahwa pemerintah Jakarta telah menyunat dana kucuran tersebut. Dari yang tadinya sekitar 500 juta, dipotong menjadi 325 juta, dipotong lagi menjadi 150 juta, dan akhirnya menjadi 50 juta saja. Karena keterbatasan dana inilah, PDS H.B. Jassin terancam ditutup! Kasus lain yang cukup menggemparkan datang dari lingkungan UI sendiri . Kampus ini telah membangun Perpustakaan Pusat untuk mengintegrasi koleksi dari semua fakultas. Sebagian fakultas akan memindahkan seluruh koleksinya, sedangkan sebagian fakultas lain hanya memindahkan sebagian dari perbendaharaan yang mereka miliki. FIB (Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya) termasuk dalam fakultas yang akan memindahkan seluruh koleksinya ke Perpustakaan Pusat. Sejumlah fakultas menyiasatinya dengan memindahkan sebagian koleksi, namun mengubah nama perpusnya menjadi ‘taman bacaan,’ ‘information center,’ untuk mengakali peraturan tersebut. Inilah yang kemudian dituntut oleh mahasiswa FIB, mengapa fakultas mereka tidak bisa melakukan itu? Dua kasus di atas mencerminkan bahwa tingkat kepekaan masyarakat dan pemerintah kita dalam hal informasi dan kesusasteraan masih tergolong rendah. Masyarakat Indonesia dewasa ini lebih suka menonton televisi, mengutak-atik telepon genggam, menghadiri

14

konser musik—semua hal selain membaca. Menarik untuk diperhatikan, bahwa televisi datang ke Indonesia di saat penduduk negeri ini belum sepenuhnya bebas dari buta huruf dan mengecap pendidikan yang layak. Bandingkan dengan negara sekelas Amerika ataupun Inggris, yang mengalami evolusi media secara bertahap. Mereka sudah terekspos dengan buku selama ratusan tahun sebelum televisi berkembang. Media-media besar AS, misalnya, seperti New York Times dan Herald Tribune menjadi korankoran raksasa yang berkuasa sampai ke abad XXI. Jadi kesimpulannya, rakyat di sana sudah memiliki kesadaran dan minat baca yang tinggi sehingga, saat kedatangan televisi, mereka tetap memiliki kecintaan terhadap buku-buku. Masyarakat Indonesia malah sebaliknya. Mereka terekspos televisi justru sebelum minat baca mengakar kuat. Karena televisi pada dasarnya menggunakan gambar dan kata-kata sekaligus, jelaslah bahwa ‘kotak ajaib’ ini terlihat lebih menarik ketimbang buku yang sebagian besar hanya berisi tulisan. Kemudian, pemerintah belum menunjukkan perhatian yang memadai kepada perpustakaanperpustakaan yang ada. Berdasarkan laporan-laporan media cetak, ditemukan juga bahwa Pemda Yogyakarta dan Pemda Bali juga kurang memperhatikan pusatpusat penyimpanan sastra lokal mereka. Tercermin pada Perpustakaan Bung Hatta di Yogyakarta yang terpaksa memindahkan seluruh koleksinya ke Universitas Gajah Mada (UGM) karena kurangnya biaya operasional. Pemda Bali, pada kasus yang berbeda, menolak mengakui bahwa koleksi penyimpanan naskah kuno mereka terancam oleh rayap. Dua kasus ini sepantasnya membuat kita kembali merenung, betapa pengetahuan dan sejarah menjadi hal yang sangat berharga bagi kita sekalian. Seperti kata seorang bijak, “kehancuran sebuah bangsa dimulai dengan kehancuran perpustakaan dan sejarahnya.” Tanpa sejarah dan juga tanpa kekayaan intelektual yang memadai, sudah tentu kehancuran bangsa ini tinggal menunggu waktu. *Mahasiswa Sastra Perancis, FIB UI 2010


riset

Pentingkah Dibangun Jembatan Penyeberangan di Jalan Margonda? Jalan Margonda Raya adalah jalan utama kota Depok, yang memiliki panjang sekitar 5 km dan merupakan akses penghubung utama ke kota Jakarta. Di sepanjang Jalan Margonda terdapat puluhan hingga ratusan rumah makan, salon, dan berbagai macam usaha lainnya. Sebagai jalan utama di kota Depok, jalan ini dilewati 7000 kendaraan per harinya, baik kendaraan pribadi maupun angkutan umum. Depok memiliki tingkat kecelakaan yang tinggi dan 50% dari kecelakaan tersebut menimpa pengendara motor dan penyeberang jalan. Selama setahun, terdapat puluhan kecelakaan yang terjadi di Jalan Margonda. Tercatat hingga Oktober 2010, terdapat 72 kecelakaan di Jalan Margonda. Tentunya solusi terbaik diperlukan untuk menjawab permasalahan ini. Karena banyak sekali orang yang berkepentingan dengan Jalan Margonda. Mulai dari pengendara kendaraan bermotor, para pengusaha di sepanjang jalan Margonda, hingga mahasiswa-mahasiswa UI yang sering menyeberangi jalan tersebut, terutama karena Jalan Margonda adalah penghubung ke jalan lainnya, seperti Jalan Kober. Jalan tersebut tidak didukung oleh jembatan penyeberangan orang (JPO). Seberapa pentingkah jembatan dibangun di Jalan Margonda Raya? Pada tanggal 20—26 Maret 2011, Suara Mahasiswa melakukan riset mengenai pendapat mahasiswa terhadap urgensi pembangunan jembatan di Jalan Margonda Raya. Suara Mahasiswa Seberapa sering anda menyeberang di jalan Margonda arah Sawo-Kober dalam sehari ?

33% 52%

15%

menyebarkan kuesioner ke 305 mahasiswa yang tersebar di berbagai fakultas. Seperti yang tampak pada chart pertama, mahasiswa UI menyebrangi Jalan Raya Margonda setidaknya sekali dalam sehari, dan banyak pula yang menyebranginya 2—3 kali dalam sehari. Dan hampir setengahnya berpendapat bahwa menyebrangi Jalan Raya Margonda sulit, sementara 33% lainnya berpendapat sangat sulit untuk menyeberangi jalan tersebut. Lebih dari setengah total responden berpendapat pembangunan jembatan di Jalan Margonda sangat perlu dan yang lainnya berpendapat perlu dibangunnya jembatan. Hanya 6% yang berpendapat bahwa pembangunan jembatan tidak diperlukan di jalan tersebut. Mengenai alasan perlunya dibangun jembatan di jalan tersebut, hampir seluruh responden mengatakan bahwa alasan keamanan menjadi yang utama, sementara sebagian kecil memilih alasan kenyamanan dan kemudahan. Tika Ramadhini (Survey dilakukan secara online terhadap 305 responden mahasiswa dari 12 fakultas di UI pada tanggal 20 - 26 Maret 2011. Pengambilan sampel menggunakan metode accidental sampling secara acak (random) sehingga tidak dimaksudkan untuk mewakili pendapat mahasiswa UI secara keseluruhan) Apakah anda merasa kesulitan ketika menyeberang jalan tersebut ?

4> Kali 2-3 Kali

5%

45%

33%

Sulit Normal Sangat Sulit Mudah

0-1 Kali Alasan apakah yang menjadi faktor utama perlunya dibangun jembatan penyebrerangan ?

Menurut anda seberapa perlu adanya jembatan penyebrangan di area tersebut ?

Keselamatan

92%

5% 3%

Kenyamanan Kemudahan

59% 37%

6%

Sangat Perlu Perlu Tidak Perlu

15


opini foto

Hati-hati, Bro !

PRAVITA/SUMA


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.