g e r b ata m a 7 5 / / 1 2 - 2 0 1 4
edisi DESember 2014
ini UI !
Tiras Peristiwa 2014
Unduh Gerbatama Digital di www.suaramahasiswa.com // Twitter @sumaUI // Gratis
75
g e r b ata m a 75 // 1 2-2 0 1 4
q
q
g e r b ata m a 7 5 / / 1 2 - 2 0 1 4
ed i s i D E S EM B E R 2 0 1 4
ed i to r i a l
KONTEN 4
Langkah Terjal Peraturan Kegiatan Organisasi di UI
8 Soal waktu, tak ada yang tahu nasibnya dan ke mana kita dibawanya. Selama setahun, Sivitas UI sudah melewati banyak hal, tepilihnya rektor baru dan dinamika organisasi mahasiswa adalah segilintirnya saja. Yang sudah lewat, biasanya gampang dilupakan, kecuali diingatkan. Di penghujung tahun 2014, sebagaimana edisiedisi tahun sebelumnya, Gerbatama menampilkan kembali apa-apa saja yang sudah dilewati Sivitas UI selama tahun 2014. Bukan hanya untuk mengenang, tetapi memahami kembali, sedang dibawa ke mana kita oleh waktu. Langkah-langkah selanjutnya paling tidak dapat dimaknai bahwa kita sedang berada di dalam proses sejarah. Peristiwa-peristiwa penting sudah, sedang, dan akan terjadi. Tanpa kesigapan mengambil kesempatan di dalamnya, semua terlewat, dan tak ada bedanya kita dengan arsip-arsip majalah lama.
JPO Untuk Warga Apartemen
Biaya Kuliah Akan Naik? Rektor Definitif Terpilih!
12
10
Riset : Ketua BEM dari Tahun ke Tahun Rektor Definitif Terpilih!
18
6
14
Catatan Akhir
Advertorial : Peran Asuransi dalam Merencanakan Masa Depan
19
SUara NYATA
‘‘
“Kita--anjing diburu--hanya melihat sebagian dari sandiwara sekarang Tidak tahu Romeo dan Juliet berpeluk di kubur atau di ranjang” --Chairil Anwar Pemimpin Redaksi Syamsul Bahri Fikri Redaktur Artistik Dian Pratiwi Redaktur Riset Muhammad Egi Reporter Dimas A., Melati S. Paramita, Roni Resky Pauji, Anggino T., Retno Andhini, Vita Fotografer Hana Maulida, Diah Desita, Muhammad Fachrizal Helmi Peneliti dan Pengembang Savran Billahi, Putri Diani, Fauzan Widyarman Desain Tata Letak Dian Pratiwi, Megawati Asselia Putri, Wulan Suci Handayani Sirkulasi Bayu Soleman
04 L A P O R A N U TA M A
g e r b ata m a 75 // 1 2-2 0 1 4
JPO UNTUK WARGA APARTEMEN OLEH : DIMAS ANDI SADEWO
M
enyeberang Jalan Margonda mesti bertaruh nyawa, tertuama bagi warga UI dan sekitarnya. Pasalnya, Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) yang terletak di dekat kampus jumlahnya minim, hanya terdapat di depan Depok Town Square (Detos). Kondisi ini mendorong pemerintah untuk membuat JPO di wilayah lain. Rencana pembangunan itu sebetulnya sudah ada sejak tahun 2010. Suara Mahasiswa UI melaporkan, pembangunan terkendala dana dan lahan yang sulit didapat. Wahyudin Joko, Kasubid Pengembangan Perkotaan Depok, pada tahun 2011 menuturkan, pemerintah pun kesulitan menentukan lokasi titik pembangunan JPO. Tidak hanya itu, prosedur yang bertahap-tahap menyebabkan JPO lama dibangun. Wahyudin ketika itu menuturkan, rancangan pembangunan JPO mesti diusulkan dulu ke dalam sistem anggaran. Kemudian diadakan studi kelayakan dan pembebasan lahan. Baru, terakhir, JPO mulai dibangun. Selama JPO belum dibangun, warga yang ingin menyeberang diberikan fasilitas penghambat kecepatan (speed bump) oleh pemerintah. Penghambat kecepatan itu ditaruh di dekat Gang Kober dan Stasiun Pondok Cina. Namun kondisinya dalam beberapa saat sudah raib, karena terlalu banyak kendaraan yang melewatinya. “Berasa bedanya sama tahun lalu, sekarang speedbump-nya hampir rata sama jalanan, nyeberang jadi taruhan nyawa karena pengendara yang enggak tahu diri,” ujar Berna, Mahasiswi FISIP UI yang tinggal di daerah Kober Tidak hanya itu, lampu lalu lintas untuk menyeberang jalan kerab
tidak dipatuhi oleh pengendara dan penyeberang. Bahkan, kendati dipatuhi pun lampu menyeberang ini kerap kali menjadi biang macet. Maka dari itu, JPO adalah kebutuhan penting. Alokasi anggaran untuk pembangunan JPO sudah ada sejak tahun 2012. Namun baru setahun kemudian alokasi anggaran ini dapat diwujudkan ke dalam bentuk rangka jembatan. Suara Mahasiswa UI mencatat pada Mei 2013, tiang pertama di JPO mulai dipasang. JPO akan dibangun di depan apartemen Margonda Residence (Mares), bukan di dekat Gang Kober atau Stasiun Pondok Cina, yang sama-sama ramai oleh pejalan kaki. Marbudiantono, Kepala Seksi Jaringan Transportasi Dinas Perhubungan Depok, pada menuturkan, letak pembangunan JPO mengikuti ketersediaan lahan yang ada. Kendati begitu, titik pembangunan JPO sudah diteliti lebih dulu sebagai tempat teramai penyeberang jalan. Empat titik itu antara lain, Balai Kota Depok, Terminal Depok, Apartemen Margonda Residen, dan Jalan Akses Universitas Indonesia. “Itu telah disurvey oleh Dinas Perhubungan sebagai titik teramai penyeberangan di Margonda,” ungkap Marbudiantono ketika ditemui di ruang kerjanya pada November 2013. Namun, ternyata titik pembangunan JPO dipilih bukan sekadar karena hasil survei. Deny Irawan selaku Supervisor Tenant Relation Apartemen Mares menuturkan, pihak Mares memang mengirim surat kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Depok agar di depan apartemen dibangun JPO. Menurut Ari Manggala, Kepala Seksi Manajemen dan Rekayasa Bidang Lalu Lintas Dinas
Perhubungan (Dishub) Kota Depok, alasan dibangunnya JPO di depan Mares karena pihak pengelola Mares bersedia bekerjasama dengan menghibahkan lahan untuk dibangun JPO. Namun demikian, pihak Mares tidak dilibatkan pada konstruksi JPO. Sejatinya, rangka jembatan sudah mulai dibangun pada tahun 2013. Namun, hingga penghujung 2014, pembangunan JPO ini terkesan dilakukan setengah-setengah dan tak kunjung selesai. “Pembangunan konstruksi terkendala kontraktor yang tidak profesional pekerjaannya,” ungkap Ari ketika diwawancara Suara Mahasiswa UI pada April 2014. Berdasarkan pantauan Suara Mahasiswa UI, memasuki bulan Desember 2014, kondisi JPO di depan Mares masih dalam tahap akhir pengerjaan. JPO tersebut juga belum berfungsi. Hanya terdapat segelintir pekerja yang terlihat mengerjakan konstruksi bangunan JPO tersebut. Tidak hanya di Mares, JPO di Jalan Margonda di sekitaran UI akan dibangun lagi. Menurut Ari, pembangunan JPO selanjutnya akan dibangun didekat Kampus D, Universitas Gunadarma, yang akan menghubungkan Kampus Gunadarma dengan Jalan Kapuk di seberangnya. JPO kedua akan dibangun di dekat Apartemen Taman Melati. Kendati jaraknya cukup jauh, warga Gang Kober yang ingin menyeberang diharapkan dapat menggunakan JPO yang berada di dekat apartemen tersebut. “Karena untuk di Gang Sawo sendiri memang tidak memungkinkan untuk dibangun JPO,” tutup Ari ***
g e r b ata m a 7 5 / / 1 2 - 2 0 1 4
LA P O R A N U TA M A
Tiang awal pembangunan JPO Arsip Suara Mahasiswa UI, Juli 2013
JPO di depan Mares belum juga selesai dibangun Diah Desita, Mei 2014
JPO di depan Mares belum bisa dipakai Muhammad Fachrizal Helmi, Desember 2014
05
06 L A P O R A N U TA M A
g e r b ata m a 75 // 1 2-2 0 1 4
Langkah Terjal Peraturan Kegiatan Organisasi di UI OLEH : DIMAS ANDI SADEWO
P
ertengahan 2014, tepatnya pada 21 Agustus 2014, menjadi awal berlakunya SK Organisasi Tata Laksana (Ortala) UI edisi yang telah direvisi. SK ini mengatur segala kegiatan organisasi di kampus, mulai dari proses inisiasi sampai regenerasi. Revisi SK Ortala UI menjadi agenda wajib bagi universitas karena sejak pertama kali beredar pada tahun 2008, sudah banyak perubahan yang terjadi di lingkungan UI. Ketika SK Ortala UI masih berbentuk draf revisi, gelombang protes muncul dari kalangan mahasiswa. Pasal 13 menjadi bahan perdebatan panjang karena berisi tentang pembatasan kegiatan mahasiswa baru (Kamaba). Salah satu ayat dalam pasal tersebut memuat larangan Kamaba lebih dari sebulan setelah perkuliahan. Nada kurang setuju terhadap aturan pembatasan Kamaba ditunjukan oleh Ausof Ali, mahasiswa Ilmu Sejarah UI. Ketidaksetujuannya disebabkan Kamaba merupakan salah satu ajang kaderisasi mahasiswa dalam sebuah organisasi. Ia juga menuturkan bahwa penanaman nilai positif pada Kamaba tidak bisa dilakukan dalam waktu singkat. Aturan yang memuat pembatasan Kamaba akhirnya mendapat kelonggaran. Kamaba secara keseluruhan diperbolehkan, bahkan kegiatan ini dapat melebihi dari batas waktu yang tertera pada SK Ortala UI. Dalam hal ini, Kamaba dapat berlangsung selama mendapatkan izin dan tidak ada tanda-tanda kekerasan. Arman Nefi, Direktur Kemahasiswaan UI, menuturkan salah satu tujuan SK Ortala UI yang baru adalah untuk meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan saat kegiatan berlangsung. Dirinya tidak meng-
inginkan kelalaian pendidik membuat kegiatan mahasiswa rentan akan tindak kekerasan. “Pada dasarnya UI tidak melarang setiap kegiatan,� ujar Arman Nefi. Pihak fakultas di UI pun tidak mempermasalahkan keberlangsungan kegiatan mahasiswa asalkan ada izin dari pihak dekanat. Meski begitu, fakultas tetap mempunyai hak untuk mengatur dan mengawasi setiap kegiatan mahasiswa, termasuk Kamaba. Reynaldo De Archelli, Wakil Manajer Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UI, mengaku tidak akan membatasi Kamaba. Namun, menurutnya kegiatan seperti itu
...salah satu tujuan SK Ortala UI yang baru adalah untuk meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan saat kegiatan berlangsung. harus berorientasi pada pengembangan softskill sekaligus sisi akademis pesertanya. Lokasi berlangsungnya Kamaba juga sempat menjadi perbincangan hangat. SK Ortala UI sebelumnya melarang Kamaba dilaksanakan di luar wilayah kampus UI. Namun, hal itu tidak akan dilarang apabila ada dosen pendamping ketika berlangsungnya kegiatan. Peran pendamping selain bertindak sebagai pengawas dalam suatu kegiatan, juga sebagai pihak yang berhak melapor jika sewaktu-
waktu terjadi hal-hal negatif ketika pelaksanaan kegiatan mahasiswa. Muhammad Rifki Trias, Ketua DPM UI, memiliki pandangan tersendiri seputar pentingnya peran pendamping. Menurutnya, peran pendamping penting untuk evaluasi kegiatan di masa mendatang. Selain itu, Rifki berpendapat bahwa semua kegiatan, tak terkecuali Kamaba, harus memiliki timbal balik yang bisa didapatkan saat mengikuti kegiatan tersebut. “Misal, tanyakan apa yang bisa didapatkan dari mengikuti Kamaba,� terangnya. Rifki yang mewakili pihak DPM UI, mengaku mendukung berlakunya SK Ortala UI, termasuk peraturan tentang Kamaba selama tidak ada pihak yang mengintervensi dan pembatasan terhadap kegiatan mahasiswa. Seiring dengan berjalannya waktu, pihak universitas belum menemukan adanya protes dari kalangan mahasiswa. Hal ini disampaikan oleh Arman Nefi. Ia mengkonfirmasi ada beberapa jurusan di UI yang sempat memiliki kendala akibat penerapan SK Ortala UI. Namun, hal ini masih dalam skala kecil. Hal senada juga diutarakan oleh Arsel, panggilan dari Reynaldo De Archelli. Ia menyebut bahwa pada level fakultas belum ada hal yang benar-benar menjadi kendala saat SK Ortala UI yang baru diterapkan. Selain itu, baik Arman Nefi maupun Arsel sama-sama belum dapat memberikan evaluasi terhadap penerapan SK Ortala UI. Hal ini menurut mereka masih dapat dimaklumkan karena butuh waktu yang tidak sebentar untuk mengevaluasi SK Ortala UI. ***
07 07
g egrebrata mm a a7 57 5/ // /1 21 2- 2-021041 4 b ata
LA P O R A N U TA M A
08 L A P O R A N U TA M A
g e r b ata m a 75 // 1 2-2 0 1 4
BIAYA KULIAH AKAN NAIK? OLEH : MELATI SUMA PARAMITA
S
enin pagi di awal Oktober tampaknya menjadi hari mengejutkan di UI. Beredar surat dengan kop resmi disertai tanda-tangan Pejabat Rektor Universitas Indonesia, Muhammad Anis, tentang kenaikan biaya kuliah. Surat itu ternyata palsu. Tidak jelas siapa pembuat dan pengedar pertamanya. Yang pasti, ada motif di balik penyebaran surat ini. Mohammad Amar Khaerul, Majelis Wali Amanat UI Unsur Mahasiswa (MWA UI UM) 2014, mengatakan, sebelum surat itu beredar luas, ia mendapatkannya dari Muslim Amidudin, Kepala Departemen Aksi dan Strategis Badan Eksekutif Mahasiswa (Kastrat BEM) FMIPA UI 2014. Kemudian, ia menyebarkan surat itu ke grup media sosial Kastrat dan bagian Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa (Adkesma) BEM se-UI untuk diklarifikasi. Sampai di situ, ia mengaku surat sudah menyebar ke publik lewat media sosial. “Ada orang di luar grup tersebut yang menyebarkan,” maksud Amar menerangkan bagaimana surat itu bisa menyebar. Suara Mahasiswa UI mencari tahu asal-usul surat itu pada Muslim. Muslim mengaku, surat itu ia dapatkan dari salah seorang stafnya.
“Dan staf gue dapet dari temennya, dan temennya lagi dapet dari temennya, jadi emang udah berantai,” tukas Muslim, yang mengaku sedang rapat di kantor Sekertariat Negara pada Rabu sore, 8 Oktober 2014, melalui pesan singkat. Sementara itu Muhammad Delly, Sekertaris Jendral Badan Kelengkapan (BK) MWA UM UI 2014, mengakui hal yang sama seperti Amar: surat itu diberikan Muslim kepada MWA UM UI, lalu MWA UM UI menyebarkan ke grup media sosial Kastrat dan Adkesma BEM se-UI untuk diklarifikasi, kemudian surat palsu itu menyebar ke publik tanpa diketahui penyebarnya. “MWA pertama kali dikonfirmasi mengenai surat itu sama Muslim,” demikian katanya, “tapi kemudian Muslim membatasi kami untuk menelusuri surat tersebut.” Amar beranggapan kalau penyebar surat palsu berusaha menyampaikan isu kenaikan biaya kuliah ini kepada mahasiswa. Amar meminta publik agar tidak hanya fokus pada siapa si pemalsu tersebut, melainkan pada pesan yang coba disampaikannya. “Jangan sampai publik sesat pikir, maksudnya, jangan sampai karena surat tersebut palsu, isu kanai-
kan biaya kuliah kita lupakan. Tetap ada kemungkinan biaya kuliah akan naik,” ujarnya. Maka dari itu, Amar menuturkan, penyebar surat palsu memberi pencerahan bagi mahasiswa UI. “Mungkin salah (caranya), tapi mencerahkan,” tuturnya. Mengenai peraturan biaya kuliah Perguruaan Tinggi Negeri (PTN), tertera dalam pasal 88 UU tentang Pendidikan Tinggi tahun 2012 bahwa biaya kuliah menggunakan standar. Standar tersebut diatur lewat Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 55 tahun 2013. Dari peraturan tersebut, dikenal istilah Biaya Kuliah Tunggal (BKT) dan Uang Kuliah Tunggal (UKT) sebagai dasar penentuan biaya kuliah bagi PTN. BKT merupakan keseluruhan hasil dari perhitungan biaya operasional mahasiswa per semester. Sedangkan UKT adalah biaya yang harus dibayarkan mahasiswa dengan pembiayaan dari pemerintah. Pada pasal 1 ayat 4 Permendikbud, tertulis bahwa UKT adalah BKT dikurangi biaya yang ditanggung pemerintah. Besaran BKT juga diatur lewat Permendikbud tersebut. ***
09 09
g egrebrata mm a a7 57 5/ // /1 21 2- 2-021041 4 b ata
OOPPI NI NI ISSKKEETTSA SA
WULAN / SUMA UI
10 L A P O R A N U TA M A
g e r b ata m a 75 // 1 2-2 0 1 4
REKTOR DEFINITIF TERPILIH OLEH : MELATI SUMA PARAMITA
S
ejak 18 November 2014, Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis resmi terpilih sebagai rektor UI periode 2014-2019. Peresmian dilakukan melalui Rapat Khusus Pemungutan Suara oleh Majelis Wali Amanat (MWA UI) serta perwakilan dari Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Bedasarkan hasil perhitungan suara yang dibacakan Erry Riyana Hardjapamekas, S.E selaku Ketua MWA UI, suara terbanyak di raih oleh Prof. Anis dengan jumlah dua belas suara. Sedangkan Prof. Nasikin memperoleh tujuh suara, dan Prof. Rinaldy memperoleh empat suara. Menelusuri kembali jejaknya, pilrek UI diawali saat MWA UI membentuk pansus (panitia khusus), beberapa bulan sebelum berakhirnya masa jabatan Gumilar R. Soemantri, 14 Agustus 2012. Kemudian, proses pilrek sempat beberapa kali mengalami penundaan seiring keluarnya putusan sela Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) atas gugatan Paguyuban Pekerja UI, yang memberhentikan semua pokok gugatan yang terkait. Dasar hukum pelaksanaan pilrek termasuk ke dalam pokok gugatan. “Meskipun persiapan pilrek kala itu sudah matang, kita harus tetap patuh dengan putusan pengadilan,” ujar Kurnia Toha selaku anggota MWA unsur dosen. Tak sampai di situ, proses pilrek kembali tertunda hingga enam bulan karena pansus harus menyiapkan statuta baru mengenai pasal peralihan pilrek UI. Sehingga, atas permintaan MWA UI, kekosongan kepemimpinan diserahkan kepada Djoko Santoso sebagai Pejabat Sementara (Pjs) Rektor UI, 14 Agustus 2012, yang saat itu menjabat sebagai Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Selanjutnya, berdasarkan Surat Keputusan MWA No 003/SK/ MWA-UI/2013 dan Anggaran Dasar Anggaran Rumah Tangga UI pasal 40, Prof. Anis yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan dan Plh Rektor, ditetapkan sebagai Pejabat Rektor (PJ) UI yang bertugas sampai terpilihnya rektor definitif. Baru setelah pengesahan UU No.12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU DIKTI) dan PP No.68 Tahun 2013 tentang Statuta UI Oktober 2013 silam, UI diamanahkan untuk segera mungkin melaksanakan Pilrek. Keterlibatan Mahasiswa dalam Pilrek Untuk pertama kalinya pada pilrek kali ini, mahasiswa akan dilibatkan dalam penjaringan dan penyeleksian. Perwakilan mahasiswa, yakni MWA UI Unsur Mahasiswa, akan masuk dalam Panitia Penjaringan dan Penyaringan Calon Rektor (P3CR) yang bertugas untuk mengidentifikasi dan merekomendasikan sejumlah nama calon Rektor yang kemudian disodorkan ke MWA UI untuk dipilih. Penjaringan calon dilakukan secara terbuka. Setelah 25 nama terjaring, disaring kembali menjadi tujuh untuk kemudian diserahkan ke MWA. P3CR kemudian melakukan penyaringan sehingga mengerucut menjadi tiga nama yang akan dipilih oleh anggota MWA UI. Mohammad Amar Khaerul, selaku Ketua MWA UI Unsur Mahasiswa mengatakan bahwa satu peran terbesar mahasiswa dalam pilrek adalah berpartisipasi menilai proses penyaringan dari 25 ke tujuh calon. Juga ikut berpartisipasi dalam gerakan Halo Pilrek, yang telah menyajikan
kajian serta bimbingan isu. Sehari sebelum pemilihan oleh MWA , 17 November2014, Amar menyatakan kepada Suara Mahasiswa UI bahwa ia memilih Prof. Anis setelah melalui musyawarah di Forum Mahasiswa, yang dihadiri ketua-ketua organisasi mahasiswa di UI. Pemilihan Prof. Anis didasari oleh beberapa pertimbangan, seperti rekam jejak dan komitmen dengan rekomendasi kebijakan yang dibuat mahasiswa, yang meliputi penolakan kenaikan biaya kuliah serta perbaikan tata kelola UI jangka panjang. “Dia memiliki pengalaman sebagai eksekutif. Dalam rapat Paripurna MWA, dia bilang akan merombak seluruh jajaran PAU (Pusat Administrasi Universitas-red). Komitmen untuk mengganti SDM itu yang membuat saya memilih beliau,” katanya. “Untuk internalnya (sudut pandang publik terhadap sivitas— red), pengakuan dari sivitas UI termasuk para dekan akan lebih kuat karena adanya rektor,” jawab Amar ketika ditanya seberapa penting rektor untuk UI. Mengenai tanggapan Prof. Anis selaku rektor baru saat ditemui setelah peresmian, ia mengatakan bahwa langkah awal yang akan dikerjakannya setelah menjabat sebagai rektor adalah melakukan rapat dengan MWA UI, wakil rektor, dan beberapa pihak terkait agar tejalin sinergi. ***
g e r b ata m a 7 5 / / 1 2 - 2 0 1 4
LA P O R A N U TA M A
11
RIWAYAT PENDIDIKAN SD Perguruan Cikini Jakarta (1963-1969) SMP Perguruan Cikini Jakarta (1970-1973) SMA Negeri 4 Jakarta (1973-1976) S-1 Teknik Metalurgi, Fakultas Teknik Universitas Indonesia (1977-1983) S-2 School of Material, Universitas Sheffield, UK (1983-1988) S-3 School of Material, Universitas Sheffield, UK (1988-1991)
RIWAYAT KARIR Fakultas
“Mahasiswa Universitas Indonesia adalah calon-calon pemimpin yang akan berkiprah dengan persaingan ketat. Jadikan masa kuliah sebagai tempat menggali potensi untuk mewujudkan mimpi, bukan hanya sebagai rutinitas. Jadilah anak bangsa yang punya peran masing-masing,� Muhammad Anis kepada Suara Mahasiswa UI, 13 Juni 2014.
Pembantu Dekan Bidang Akademik, Fakultas Teknik Universitas Indonesia (1993-1997) Pembantu Dekan Bidang Kerjasama, Fakultas Teknik Universitas Indonesia (1997-2000) Anggota Senat FT UI (1993-1997), (1997-2000), (2000-2003),(2003-2006) Ketua Jurusan Metalurgi Fakultas Teknik Universitas Indonesia (2002-2003) Universitas Anggota Senat Universitas Indonesia (1997-2000) Anggota Senat Akademik Universitas Indonesia (2000-2003), (2003-2006) Direktur Pendidikan UI (2003-2007) Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan (2007-2012) Pelaksana Harian Rektor (2012-2014) Penanggung Jawab Rektor (2014) Rektor Universitas Indonesia (2014-2019)
12
g e r b ata m a 75 // 1 2-2 0 1 4
RISET
KETUA BEM UI DARI TAHUN KE TAHUN Oleh Savran Bilahi dan Muhamad Ginanjar
P
ada gelaran Pemilihan Raya IKM UI tahun ini Calon Ketua BEM UI, yaitu Andi Aulia Rahman, berasal dari Fakultas Hukum. Sejak tahun 1999-2000 ada dua orang ketua BEM UI yang berasal dari fakultas dengan makara merah tersebut, yaitu Taufik Riyadi (2000-2001) dan Ali Abdillah (2013). Di luar Fakultas Hukum, ternyata sejak tahun 1999-2000 BEM UI pernah dipimpin oleh ketua dari lima fakultas lain. Berikut merupakan paparan mengenai asal fakultas dari Ketua – Ketua BEM UI sejak tahun 1999-2000:
FT UI : 6
FMIPA : 4
FHUI : 2
FPsi : 1
FISIP : 2
FIB : 1
g e r b ata m a 7 5 / / 1 2 - 2 0 1 4
RISET
2014 Ali Abdilah FH
2013 2012
Maman Abdurrakhman FT
Rico Marbun FMIPA
2001 - 2002 2000-2001
Bachtiar Firdaus FT
Gari Primananda FMIPA
2003 - 2004 2002 - 2003
Wisnu Sunandar FT
Ahmad Fathul Bari FIB
2005-2006 2004-2005
Achmad Nur Hidayat FT
Edwin Nofsan Naufal FPsi
2007* 2006-2007
Azman Muammar FT
Imaduddin Abdullah FISIP
2009 2008
Muhammad Tri Andika FISIP
Faldo Maldini FMIPA
2011 2010
Trie Setiatmoko FMIPA
Mohamad Ivan Riansa FT
Taufik Riyadi FH
1999 - 2000
*Tahun 2007 adalah masa transisi lembaga se-UI sehingga periode pemerintahan BEM UI 2007 hanya berlangsung satu semester, bukan satu tahun.
13
14 L A P O R A N U TA M A
g e r b ata m a 75 // 1 2-2 0 1 4
MENCARI ALTERNATIF SELAIN BEM
M
engulas kembali liputan Suara Mahasiswa UI mengenai dunia keorganisasian di UI, muncul organisasi-organisasi di luar badan eksekutif dan legislatif dengan hal spesifik yang mereka bawa, yakni ideologi. Semar UI Pertama adalah Serikat Mahasiswa Progresif (SEMAR) UI. Tahun 2012, sekelompok mahasiswa yang mayoritas tergabung dalam Departemen Pusgerak dan Departemen Aksi dan Propaganda Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI 2013 sering berdiskusi dan berdebat mengenai isu-isu sosial politik bedasarkan perspektif Marx. Kelompok diskusi inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya SEMAR UI. Dicky Dwi Ananta, salah satu pendiri SEMAR UI mengatakan, mayoritas anggota SEMAR yang awalnya masih tergabung di BEM UI lebih memilih untuk menyatu pada gerakan buruh, petani, dan gerakan akar-rumput lainnya. Perbedaan inilah yang membuat mereka memutuskan untuk keluar dan mendirikan SEMAR UI di bulan Agustus 2013. “Ini lebih ke permasalahan ideologi. Semenjak itu, kita (pendiri SEMAR UI—red) bergerak sendiri, misalkan saat demo BBM, kita sudah pisah,” jelasnya. Soal ideologi, Dicky menegaskan bahwa kalau yang di usung SEMAR UI adalah ideologi Marxisme. Menurutnya, Marxisme dapat digunakan sebagai pendekatan ilmiah untuk menjelaskan kenyataan sosial. “Marxisme masih relevan untuk menjelaskan kenyataan sosial seperti kenapa penggusuran stasiun kemarin terjadi, kenapa BBM harus naik, juga kenapa pendidikan diprivatisasi. Itu adalah dampak-dampak liberalisme,” ungkapnya. Tidak hanya melakukan propaganda di dalam kampus, SEMAR UI juga berafiliasi dengan gerakan lain di luar kampus, seperti serikat petani dan buruh. Hal ini diakui oleh Dicky.
“Misalnya dengan petani di Serikat Petani Pasundan dan Serikat Petani Indonesia,” ujarnya. UI LDSC Kemudian, selang beberapa bulan, muncul kelompok mahasiswa UI yang mengusung tema liberal. Dibentuk pada 11 September 2013, mereka menamai diri sebagai UI Liberal and Democratic Study Club (UI LDSC). Fokus UI LDSC, yakni sebagai kelompok belajar dan kelompok debat mahasiswa, berawal dari keprihatinan perihal minimnya program pendidikan tentang ideologi untuk publik. Muhammad Luthfi, salah satu pendirinya, mengaku bahwa UI LDSC memiliki visi dan misi untuk membawa ideologi liberal dan demokrasi ke dalam setiap aspek kehidupan kampus, sosial masyarakat dan kebangsaan dalam lingkup yang lebih besar. Gagasan ini, menurutnya, dibangun lewat diskusi, debat, dan membaca. Lebih lanjut Luthfi menegaskan bahwa UI LDSC bukan organisasi yang murni ideologi liberal. “Masing-masing anggota memiliki ideologi yang berbeda-beda. Seperti beberapa orang ada yang liberal, neo-marxis, dan ada banyak ideologi lain yang berkembang di kalangan mahasiswa yang juga tergabung dalam UI LDSC,” ujarnya. Berbeda dengan SEMAR UI yang membangun gerakannya dengan organisasi di luar kampus, Luthfi mengaku UI LDSC tidak berafiliasi dengan pihak luar. “Cuma dalam beberapa kegiatan, bekerja sama dengan beberapa pihak luar,” ungkapnya. Persamaan SEMAR UI dan UI LDSC selain sama-sama menjadikan Marxisme dan Liberalisme sebagai perspektif, adalah kepemilikan blog sebagai media untuk menampung gagasannya. Menurut pantauan Suara Mahasiswa UI (16/4), blog SEMAR UI yaitu serikatmahasiswaprogresif.
blogspot.com sudah aktif sejak Agustus 2013. Sedangkan blog UI LDSC yaitu liberaldemokratui.wordpress. com, aktif sejak November 2013. Di bulan November 2013 saat keduanya dapat dikatakan baru terbentuk, UI LDSC mempublikasikan tulisan kritik berjudul ‘COUNTER REVIEW TERHADAP PAMFLET SEMAR UI OKTOBER 2013’ yang mengkritik bahwa pandangan SEMAR UI terhadap Marxisme perlu diperbarui di era ini. Membalas kritikan tersebut, SEMAR UI menerbitkan dua tulisan yang mengatakan bahwa kritik UI LDSC tidak mendalam dan hanya bedasarkan labelisasi, tanpa membaca literaturnya lansung. Di tahun 2014, keduanya bersama sepuluh organisasi lainnya tergabung dalam Aliansi Mahasiswa untuk Demokrasi (AM) UI, yang tidak jauh berbeda dengan Aliansi sebelumnya, yakni Aliansi Mahasiswa dan Alumni UI untuk Bangsa. Diinisiasi oleh SEMAR UI, AM UI yang dibentuk pada 29 September 2014 atas dasar penolakan terhadap salah satu calon presiden pada pemilihan umum kemarin, memiliki motivasi untuk mencegah kemunculan neo-orde baru. Dicky mengakui, AM UI mempunyai lingkup yang berbeda dengan BEM UI. Melihat jejak historis dunia keorganisasian mahasiswa, Semar UI dan UI LDSC bukanlah yang pertama. Kemunculan organisasi di mulai dari tahun 1992, ketika Senat Mahasiswa UI kembali diperbolehkan setelah kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus (NKK). Lalu tahun 1998, muncul Forum Salemba dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). Setelah Reformasi, banyak bermunculan kelompok mahasiswa dengan basisnya masing-masing: diantaranya, Front Aksi Mahasiswa (FAM) setahun setelahnya, lalu Pandu Budaya UI dan Gerakan Mahasiswa Pembebasan (GMP) di tahun 2004.***
1515
g egrebrata m am7a57/5// /1 21-22-021041 4 b ata
LA P O R A N U TA M A KAMPUS
16 16 RAENSEEKAN S I
g e r b ata m a 75 // 1 2-2 0 1 4
PERJUANGAN MELESTARIKAN KESENIAN SUNDA OLEH : FAUZAN WIDYARMAN JUDUL: UDJO: DIPLOMASI ANGKLUNG PENULIS: SULHAN SYAFII PENERBIT: GRASINDO TAHUN TERBIT: 2009 JUMLAH HALAMAN: 168 HALAMAN + VIII
K
etika berkunjung ke Bandung, nama Saung Angklung Udjo bukanlah tujuan wisata yang asing. Didirikan pada 1966, tempat wisata budaya yang sudah terkenal hingga ke mancanegara ini dijadikan tempat mengenal dan belajar alat musik tradisional khas Jawa Barat tersebut. Penilaian tersebut terbukti dengan ramainya pengunjung dari dalam dan luar negeri yang memenuhi tempat ini untuk menyaksikan pertunjukan angklung dan kesenian Sunda lainnya yang bernama Bambu Petang. Buku Udjo: Diplomasi Angkulung mencerikatakan tentang Saung Angklung Udjo atau SAU yang terdapat di daerah Padasuka, Bandung. Selain menceritakan bagaimana proses pendirian SAU dan segala jenis kesenian Sunda yang dipentaskan, buku ini juga menceritakan kehidupan pribadi sang pendiri SAU, Udjo Ngalagena. Udjo lahir pada 1929 merupakan seorang anak kampung yang berhasil menamatkan pendidikan sekolah guru. Ia belajar banyak tentang angklung pada Daeng Soetigna dan pewayangan pada Tjetje Sumantri untuk melestarikan budaya Sunda. Per-
juangan Udjo mendirikan SAU dimulai dengan membeli tanah seluas 150 meter dan terus diperluas hingga 100 meter ke utara. Sedikit demi sedikit, jumlah tamu termasuk tamu kehormatan dari luar negeri terus berdatangan ke SAU, seperti dari Eropa dan negara-negara tetangga. Selain menceritakan perjalanan SAU, buku ini juga bercerita pengalaman Udjo tampil di berbagai pentas di luar negeri, seperti di Belanda, Swiss, Inggris, Thailand, hingga Solomon. Cerita dalam buku ini didominasi kesan humanis, bagaimana Udjo mengurus anakanaknya, mengembangkan SAU, bersama-sama kenalannya, hingga akhir hayatnya. Banyak nilai-nilai kehidupan yang dapat dipetik dari perjuangannya melestarikan kesenian Sunda maupun pribadinya yang tercatat pada pesan-pesan di diary-nya yang juga ditampilkan dalam buku ini. Membaca buku ini membantu kita memahami bagaimana upaya melestarikan kesenian tradisional tidaklah mudah. Dalam buku ini pula diceritakan bagaimana peran pemerintah daerah yang seharusnya
mampu memberikan banyak dukungan di masa itu, justru dikeluhkan oleh Udjo karena kurang menaruh perhatian, misalnya ketika SAU diminta membayar untuk masuk katalog pariwisata dan ketika tidak didaftarkan dinas setempat untuk ikut tampil di luar negeri. Namun segala halangan tersebut tidak membuatnya menyerah hingga SAU mampu semakin dikenal dan diplomasi angklung yang menjadi kerja kerasnya bertahan hingga sekarang. Sulit untuk menemukan kekurangan pada buku ini, namun ada beberapa foto yang belum terdeskripsi dengan jelas dan pesan-pesan di diary yang tidak dapat sepenuhnya ditangkap orang awam. Tetapi diluar itu, dengan berbagai cerita yang begitu menarik, pembaca akan dikenalkan dengan perjuangan melestarikan kesenian tradisional yang sayangnya kini kurang diikuti banyak orang. ***
g e r b ata m a 7 5 / / 1 2 - 2 0 1 4
RESENSI
K
OLEH : FAUZAN WIDYARMAN
JAKARTA DI MATA SERDADU TUA JUDUL : BATAVIA AWAL ABAD 20 PENULIS : HCC CLOCKENER BROUSSON (DITERJEMAHKAN ACHMAD SUNJAYADI) PENERBIT: MASUP JAKARTA TAHUN TERBIT: 2007 JUMLAH HALAMAN: 182 HALAMAN + XIII
ehidupan Batavia atau Jakarta pada awal abad 20 menjadi kesan tersendiri yang menyenangkan bagi seorang serdadu tua Belanda yang bertugas di Hindia Belanda saat itu. Dia pun menulis pengalamannya itu dan karena merasa banyak ceritanya yang menarik, dia mengirimkan naskah ceritanya pada Clockener Brousson untuk dipublikasikan. Jadi sebenarnya Brousson bukanlah yang mengalami cerita tersebut, tetapi dia mengolah cerita dari seorang serdadu tua yang merasa tulisannya kurang teratur dan ingin cerita pengalamannya diterbitkan untuk dibaca banyak orang. Serdadu tua yang diberi inisial XYZ itu merupakan seorang anak kampung dari Amsterdam yang sejak kecil punya ketertarikan menjelajah dunia. Dia pun bergabung dengan tentara dan akhirnya dikirim ke Batavia. Cerita pada buku ini dimulai dengan menepinya kapal yang mengangkut serdadu tua tersebut di Tanjung Priok setelah berbulanbulan berlayar dari Belanda. Begitu tiba, dia dan penumpang lainnya mulai merasakan suatu wilayah tropis yang menyenangkan untuk ditinggali. Selanjutnya dia menceritakan kehidupannya di tangsi militer di Batavia dan perjalanannya mengarungi kota ini. Kehidupan tentara di Batavia ternyata lebih indah dan menyenangkan dibandingkan dengan di negara asalnya. Buku ini kemudian bercerita tentang perjalanan si serdadu selama di Batavia, mulai dari Weltevreden (pusat kota Batavia), sungai Ciliwung, pecinan di Glodok, hingga kehidupan pribumi di Batavia. Pembaca diajak mengenali kehidupan kosmopolitan masyarakat Batavia dan bahkan buku ini seperti menjadi panduan wisata di
Batavia pada saat itu karena banyak sekali tempat-tempat menarik yang diceritakan oleh si serdadu. Brousson pun menambahkan dua bab untuk membuat cerita pada buku itu semakin menarik. Membaca buku ini juga dapat membayangkan bagaimana Batavia pada awal abad 20 sangat berbeda dengan Jakarta di masa sekarang. Meskpun sama-sama menjadi ibukota negara, suasana Batavia saat itu mengesankan sebuah kota yang indah dan menarik bagi para prajurit dari Eropa. Si serdadu bercerita jika saat itu penduduk Batavia sudah multietnis, seperti pribumi Melayu, keturunan Cina, Arab, maupun dari kalangan bangsa Eropa ada yang dari Belanda, Prancis, Jerman, Inggris, bahkan Rusia. Tidak lupa dia menceritakan kehidupan masa kecilnya di Belanda, kesehariannya di tangsi militer, kendaraan di Batavia pada saat itu, hukuman mati, dan serangkaian cerita lainnya yang menyentuh pembaca. Sedikit yang disayangkan, foto-foto yang ada pada buku ini bukanlah foto asli penulis. Ramuan Brousson juga membuat tulisan serdadu menjadi kurang orisinal. Tetapi terlepas dari itu, buku saku ini menjadi suatu kisah menarik bagaimana orang asing menggambarkan Hindia Belanda pada saat itu dari sudut pandangnya. Seperti halnya orang asing yang menceritakan suatu negara, penilaian terhadap negara tersebut relatif tidak berlebihan. ***
17
18
g e r b ata m a 75 // 1 2-2 0 1 4
CATATA N A K H I R
UTOPIA OLEH : SYAMSUL BAHRI FIKRI
S
ebagian mahasiswa UI yang masih niat menulis sekaligus mengkritik tak jarang mengatakan bahwa kondisi mahasiswa sekarang memprihatinkan. Sebagian ini melihat bahwa mahasiswa semakin jauh dari takdirnya, semakin jauh dari masyarakat, atau dalam definisi singkat: mahasiswa adalah kelas menengah ‘ngehe’. Mahasiswa UI kini tidak seperti para Pengawal Merah saat Revolusi Kebudayaan di Cina; atau tak perlu jauh-jauh: seperti mahasiswa-mahasiswa di masalah lalu, layaknya Hatta, Sjahrir, dan angkatan 66. Bahwa kondisi sekarang telah berubah: itu faktanya. Bukan todongan senjata yang kita hadapi, melainkan kondisionalitas yang ideologis. Diri manusia yang begitu kompleks kini dikonstruksikan jadi ‘binatang ekonomi’, tak ubahnya binatang yang tak hentihentinya mencari mangsa, namun dengan cara-cara yang dijustifikasi agama dan hukum. Manusia dituntut mencari untung, menghindari rasa sakit, konflik, yang semuanya tertuang dalam politik. Bila Tan Malaka berhasil menyerap segala penderitaan manusia-dijajah di mana pun ia berada, mahasiswa kini menyerap kondisionalitas ideologis. Kurikulum pendidikan kita terus-menerus dipadatkan agar tenaga kerja baru dapat masuk ke dalam pasar, agar prosesi suci bos-bos di langit dapat terlaksana. Tak ketinggalan bumbu agama dan hukum agar kita merasa benar dan tenang, meski sebetulnya hanya binatang. Bila Hatta menempatkan ekonomi sebagai ilmu untuk mencapai keadilan sosial, maka kini ilmu ekonomi adalah cara untuk mengubah uang satu juta menjadi satu miliar, mengatur uang agar tetap stabil di pasaran, sehingga prosesi suci bos-bos di langit dapat terlaksana. Ekonomi tak dapat dibedakan dengan Bisnis.
Tak terbayangkan beberapa tahun ke depan sejak presiden kita, Joko Widodo, berambisi untuk menghubungkan universitas dan industri. Barangkali ilmu filsafat suatu saat akan dipaksa melakukan hal yang sama seperti ilmu ekonomi masa kini: disuruh berpikir mengubah satu juta menjadi satu miliar. Atau Ilmu Politik di kemudian hari dipaksa untuk mencari format sistem politik yang tepat untuk menambah uang. Bahwa kondisi yang disebut di atas yang kita hadapi, maka itu tidak ada kondisionalitas agar mahasiswa sekarang mesti kritis—kondisionalitasnya berbeda. Bahkan bukan hanya mahasiswa, siswa-siswa sekolah menengah hanya dididik untuk menyelesaikan persoalan, tanpa harus mencarinya. Dengan kata lain, mereka kini sedang dididik untuk menyelesaikan perintah atasan. Pengamatan-pengamatan para kritikus mahasiswa yang disebut di awal telah salah kaprah. Pikiran mereka datang dari langit—datang dari ideal-ideal yang tak ada di muka bumi, bahkan barangkali tak ditemukan. Cara pengamatan seperti itu tak ubahnya cara orang-orang neurotis memandang dunia. Tak ada yang datang dari langit, kecuali bintang mati, itulah yang kita hadapi. Pengamatan-pengamatan harus dimulai dari kondisi rill, kemudian berangkat ke langit. Kondisi rill adalah kondisionalitas yang ideologis itu. Maka itu, kritik-kritik mesti diarahkan pada ideologi, karena menjustifikasi-habis ekonomipolitik masyarakat. Kemudian, sesudah kritik menghancurkan ideologi, maka ekonomi-politik mesti dikondisionalitaskan-ulang. Itulah tugas dalam mengkritik. Posisi mahasiswa yang disubordinatkan dalam birokrasi kampus sekiranya jangan dipandang pesimis. Bahwa mahasiswa
merupakan status sementara, bahwa paling lama seseorang menyandang status ini hanya 5 tahun, maka status di luar itu yang mesti lebih dimanfaatkan, yakni menjadi bagian dari masyarakat: seorang baya yang hidup-menikahpunya anak, lalu meninggal. Status ini merupakan kesempatan besar. Suatu kesempatan besar untuk berpikir: bahwa ternyata seorang yang menjadi bagian kelas menengah hanyalah kepingan sejarah, bahkan terlalu kecil: karena bukan mereka-yang-berkuasa dan bukan juga mereka-yang-tertindas. Kelas menengah adalah mereka yang tak banyak turut serta dalam proses penemuan diri sejarah. Tetapi menjadi kesempatan besar, karena sudah waktunya kita mengambil posisi dalam perjuangan kelas—agar tak menjadi kelas menengah Prussia, yang disebut Marx sebagai “mereka yang menggerutu pada penguasa, tetapi ketakutan pada kekuatan rakyat tertindas.” Adalah pengambilan posisi yang didahului pemahaman dari kondisi rill, itu yang terpenting. Jangan pula perjuangan kelas dikeringkan artinya menjadi sekadar Revolusi Rusia atau Perancis di masa lalu. Perjuangan kelas di Indonesia mesti muncul ke dalam macam bentuk dan kreasi. Utopia bukan distopia, bahwa tiap-tiap dari kita yang terpenting adalah menjadi gerigi roda sejarah, tetapi terus insyaf: bahwa utopia tak datang hari ini, bukan juga besok, tetapi sedang menunggu di masa depan. ***
g e r b ata m a 7 5 / / 1 2 - 2 0 1 4
A D V E RT O R I A L
19
Mengenal Sistem dan Produk Ekonomi Syariah
D
ua sistem ekonomi yang sudah cukup kita kenali adalah sistem ekonomi kapitalis dan sosialis. Pada sistem kapitalis, individu diberi kebebasan untuk mengeksploitasi sumber daya, sebaliknya pada sistem sosialis pemerintah mengatur pengelolaan sumber daya ekonomi secara ketat sehingga ada kecenderungan pemerintah menjadi sangat dominan. Namun ada satu sistem ekonomi yang kini sedang berkembang yaitu sistem ekonomi syariah. Fokus ekonomi syariah adalah keadilan distribusi pendapatan pada masyarakat yang bertujuan mengurangi kesenjangan ekonomi serta memberikan dampak kemaslahatan bagi umat (maslahat). Sistem ekonomi syariah merupakan sistem yang disempurnakan dari sistem ekonomi terdahulu sehingga tetap dapat digunakan oleh masyarakat umum. Beberapa nilai positif yang dimiliki sistem ekonomi syariah di antaranya adalah prinsip keadilan antar pihak yang terlibat, setiap kegiatan ekonomi yang terjalin didasarkan atas kegiatan riil dalam usaha dan saling membantu antar sesama (muamalah). Nilai-nilai positif ini dengan sendirinya juga menjadi bagian penting dari produk-produk ekonomi syariah, termasuk asuransi syariah. Asuransi Syariah Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, asuransi syariah tumbuh dan memberikan kontribusi terhadap perkembangan sistem ekonomi syariah itu sendiri. Konsep risk-sharing (berbagi risiko) yang berdasarkan azas Ta’awun (saling menolong) menjadi daya tarik yang membedakan asuransi syariah dengan asuransi konvensional.
Selain Ta’awun (saling menolong) asuransi syariah juga memiliki konsep Takaful (saling menanggung) dimana setiap nasabah yang ingin mengundurkan diri karena alasan tertentu dapat mengambil dana yang telah diasuransikannya, setelah dipotong dana tabarru’ (dana kebijakan) yang akan digunakan untuk keperluan tolong menolong antar peserta (pembayaran klaim). Selain itu, nasabah akan mendapatkan nilai tambah melalui sistem mudharabah, dimana pemilik modal (dalam hal ini nasabah) mempercayakan sejumlah modal kepada perusahaan asuransi syariah untuk dikelola Kapan kita perlu asuransi? Sebagai mahasiswa, saat ini mungkin sebagian besar dari kita belum memikirkan pentingnya perencanaan keuangan, terlebih lagi pentingnya memiliki proteksi atau perlindungan seperti asuransi. Namun perencanaan keuangan atau proteksi dan perlindungan diri sebaiknya dipersiapkan sejak dini, karena kita tidak dapat mengetahui risiko apa yang akan terjadi pada diri kita dan juga keuangan kita di masa depan. Seperti pepatah ‘If you fail to plan, you are planning to fail’, setiap orang sebaiknya merencanakan masa depannya dengan baik serta memastikan dirinya terlindungi dari risiko keuangan yang mungkin terjadi. Dengan beragamnya jenis asuransi yang telah ada di Indonesia, saat ini para mahasiswa dapat dengan mudah memilih proteksi atau perlindungan diri dengan memiliki asuransi – dan asuransi syariah merupakan solusi alternatif diantaranya. (Sumber: Prudential Indonesia)
20
g e r b ata m a 75 // 1 2-2 0 1 4
STOP!
M. TOHA SANTOSO
SELAMAT TAHUN BARU
2015
KEMENTERIAN NEGARA KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH REPUBLIK INDONESIA