g e r b ata m a 74 / / 1 1 - 2 0 1 4
4
U I m u la i r en ca n a ka n p e m b a n g u n a n j a n g k a pa n j a n g
13
penya kit sa ma rasa sa m a rata
edisi November 2014
74
ini UI !
Satu sikap, Tak serasi
Unduh Gerbatama Digital di www.suaramahasiswa.com // Twitter @sumaUI // Gratis
g er b ata m a 74 // 1 1 - 2 0 1 4
KONTEN edisi n o v e m b er 2 0 1 4
ed i t o r i a l Dua kubu berlagak. Yang pertama agaknya disentimenkan, karena regenerasi kurang terbuka, pemimpinnya selalu berasal dari ‘golongan itu’ saja. Yang kedua muncul belakangan, berasal dari peer-group yang terbentuk di suatu kantin fakultas. Keduanya tak berbeda jauh: sama-sama kumpulan orang, belum pasti merepresentasekan semua. Tetapi yang pertama mengaku berlegitimasi, karena tiap tahunnya terbentuk secara, yang katanya, demokratis. Seberapa pun kualitas pembentukan legitimasinya, pendapat mereka sulit dibantah. Yang kedua adalah fragmenfragmen, bisa terlihat menyatu karena elitelitnya sering berkumpul. Yang ini mengaku punya massa yang besar, menjangkau sampai ke bawah, meski faktanya tak lebih dari kumpulan orang-orang dari dua fakultas. Internalnya pun dapat dipertanyakan kadar demokratisnya. Posisi keduanya tak sama, sehingga kurang adil untuk dibandingkan. Yang pertama adalah organisasi, yang kedua terbatas pada ikatan antara organisasi-organisasi yang didorong suatu isu. Namun, yang menarik: apa arti kemunculan yang kedua? Mereka tampak mengabaikan lagak yang pertama, meski dalam satu sikap yang sama, bahkan cenderung menyubordinasikannya. Yang pertama pun tak kalah membusungkan dada: mengaku sebagai wadah universal semua golongan. Friksi mereka adalah urusan personal. Kalau melihat proses yang kedua muncul, kita sulit tidak setuju kalau yang dibutuhkan adalah komunikasi yang intensif, kalau memang kedua pihak tidak terlalu merasa paling penting. Lagi pula, siapa yang peduli mereka mau apa?
Pemimpin Redaksi Syamsul Bahri Fikri Redaktur Artistik Nova Marina Sirait Redaktur Riset Putri Diani Maharsi Redaktur Bahasa Dimas Andi Shadewo, Savran Billahi Redaktur Arsip Savran Billahi Reporter Dimas A., Cahya Yoga, Melati S. Paramita, Roni Resky Pauji, Anggino T., Andika Sabillah Fotografer Hana Maulida, Diah Desita, Muhammad Fachrizal Helmi Peneliti dan Pengembang Mesel Ghea Desain Tata Letak Nova Marina, Yan Simba Sirkulasi Bayu Soleman
4
g e r b ata m a 74 / / 1 1 - 2 0 1 4
Laporan Khusus: UI Mulai Rencanakan Pembangunan Jangka Panjang
6
Arsip: Gugatan SK 0457
9
Opini Sketsa
10
Laporan Utama: Satu Sikap Tak Serasi
13
Opini: Penyakit Sama Rasa Sama Rata
Kampus: Sarana Bersantai Baru Kampus UI
17
Resensi: Polemik Pendewasaan Diri Resensi: Sisi Lain Dracula
19
15
18
Advertorial Opini Foto: Dilarang Memancing!
20
SUara NYATA
‘‘
“Lahir seorang besar dan tenggelam beratus ribu Keduanya harus dicatat, keduanya dapat tempat.” Chairil Anwar
04 la p o r a n k h u s u s g er b ata m a 74 // 1 1 - 2 0 1 4
UI MULAI RENCANAKAN PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG Menyambut terpilihnya rektor baru Universitas Indonesia (UI), kerangka dasar Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) mulai disusun. RPJP ini diharapkan menjadi sebuah landasan pembangunan yang kelak akan dijalankan oleh rektor terpilih. OLEH: MELATI S. PARAMITA FOTO: DOK PRIBADI
R
PJP merupakan dokumen rencana arah pembangunan dua puluh tahun UI yang memuat serangkaian pernyataan landasan serta kehendak dari seluruh warga UI. RPJP disusun oleh tim yang dibentuk oleh rektor. Di dalam RPJP, tertulis berbagai perencanaan turunan seputar tata kelola keuangan, pembangunan, dan biaya pendidikan. Garis besar RPJP UI 2015 – 2035 mencakup sembilan bidang dan sasaran strategis. Diantaranya adalah pendidikan, riset dan inovasi, pengabdian masyarakat, Sumber Daya Manusia (SDM), tata pamong, sarana dan prasarana, keuangan dan pendanaan, peran pemangku kepentingan, serta pelestarian, pengembangan, dan pemanfaatan kebudayaan. Sayangnya, sejak tahun 2010, UI tidak memiliki acuan perihal arah pembangunan 20 tahun ke depan. Hal ini disebabkan RPJP terakhir yang dimiliki UI merupakan RPJP tahun 1990 – 2010. Walaupun memiliki Rencana Strategis (Renstra) 2012 – 2017, RPJP UI yang bersifat kongkrit dan detil diperlukan untuk menjadi landasan perumusan Renstra bagi rektor terpilih.
Berangkat dari kajian RPJP UI yang lama, Prof. Trianto Judo Harjoko selaku juru bicara tim penyusun RPJP telah mengidentifikasi berbagai rumusan permasalahan pembangunan UI menjadi beberapa bidang utama. “Di bidang pendidikan, efisiensi internal program relatif masih rendah. Dilihat dari angka tingkat kelulusan tepat waktu mahasiswa S1, S2, dan S3 yaitu 65%, 57%, dan 6%,” ujar Prof. Trianto ketika ditemui saat penyampaian kerangka dasar RPJP UI 2015 – 2035 (9/11), di Balai Sidang UI. Dirinya turut menuturkan bahwa kualitas program pascasarjana UI masih kalah bersaing dengan universitas luar negeri. Hal ini menurutnya dapat dilihat dari jumlah peminat pendidikan S2 dan S3 UI yang tergolong rendah. Permasalahan sarana dan prasarana di UI tidak luput dari perhatian. Menurut Prof Trianto, kuantitas dan kualitas fasilitas ruang perkuliahan mengalami penurunan secara gradual selama lima tahun terakhir. Jumlah fasilitas umum kampus juga masih terbatas. Realitanya, banyak
fasilitas yang rusak dan terbengkalai. “Sarana dan prasarana pendukung proses pembelajaran belum sepenuhnya mendukung sistem pembelajaran aktif. Contoh, belum optimalnya sistem e-Learning. Fasilitas kampus juga mengalami penurunan secara kualitas dan kuantitas,” terangnya. Permasalahan di bidang penelitian dan inovasi juga dipaparkan oleh pria bergelar Master of Science tersebut. Ia berpendapat, produktivitas UI dalam menghasilkan publikasi internasional, kajian kebijakan pemerintah, atau produk HaKI dinilai masih rendah. Selain itu, tingkat partisipasi mahasiswa dan komitmen dosen inti penelitian dalam proyek riset pun masih belum memuaskan. Prof. Trianto mengatakan bahwa kunci dari seluruh permasalahan ini adalah bagaimana meningkatkan kualitas sistem dan tata kelola SDM sehingga UI dapat memenuhi kriteria unggul. Hal ini menjadi indikator penentu peringkat UI dalam The QS World University Rankings, yang memperlihatkan posisi UI di tingkat internasional.
g egrebrata ma 7474 / // /1 1 1-1 2- 0 b ata ma 2 1041 4
la p o r a n k h u s u s
05
Suasana Sosialisasi RPJP UI di Balai Sidang, 9 November 2014
“Posisi UI terhadap tiga universitas terbaik di ASEAN terus mengalami penurunan. Di tahun 2009, di peringkat 201 dengan skor 53,7. Turun ke peringkat 217 di tahun 2011. Peringkat UI terus mengalami penurunan hingga tahun 2014, di posisi 310 dengan skor 40,90,” jelasnya. Terakhir, Prof. Trianto mengatakan bahwa tonggak pencapaian UI dalam 20 tahun ke depan adalah secara berkelanjutan melaksanakan Tridharma Perguruan Tinggi dalam menyelesaikan masalah dan tantangan tingkat nasional maupun global. Di sisi lain juga untuk pengakuan sebagai salah satu universitas unggulan di Asia. Muncul Tanggapan dari Sejumlah Pihak Internal Dokumen RPJP UI menjadi prioritas program dan kegiatan rektor terpilih dalam mengelola UI selama periode lima tahun melalui Renstra Hingga kini, tim penyusun masih mengumpulkan tanggapan dari publik internal UI. Beberapa tanggapan yang masuk biasanya meliputi realisasi sasaran strategis UI dalam 20 tahun ke depan.
Prof. Sidharta Utama mengutarakan bahwa kekurangan RPJP ada pada sejumlah kebijakan umum. “Beberapa hal perlu diperhatikan. Seperti akreditasi A yang bukan hanya pada skala nasional, tetapi juga internasional. Kemudian, belum tertulis bahwa UI mengembangkan disiplin ilmu yang multi disiplin,” ujar pria yang menjabat sebagai sekretaris MWA UI. Ikut menanggapi, Dr. Dini Marina, S.E., M.Comm selaku Wakil Ketua Program Vokasi Bidang, Pendidikan, Penelitian, dan Kemahasiswaan mengatakan, visi-misi dan tujuan RPJP masih berdiri sendirisendiri. Hal ini dapat disebabkan adanya kesenjangan arah RPJP UI 2015 – 2035. Hal senada dipaparkan oleh beberapa Dewan Guru Besar yang turut hadir saat penyampaian kerangka dasar RPJP UI (9/11). Salah satunya adalah Prof. Agus yang tidak dapat melihat adanya satu arah konkret untuk pembangunan UI dua puluh tahun ke depan. “Hal-hal seperti dosen naik pangkat, maka harus bergantung pada jurnal internasional. Bahwa seharusnya yang dilakukan UI adalah
menyediakan wadah untuk publikasi,” ungkap Prof. Agus. Turut menanggapi RPJP UI lebih lanjut, Prof. Darto juga memberikan tanggapan. “Masih ada masalah seperti lambatnya regenerasi dosen, perlunya perbaikan dan pembangunan laboratorium. Apakah RPJP sifatnya kaku? Apakah akan ada evaluasi RPJP? Agar ada penyesuaian,” tuturnya. Menjawab berbagai tanggapan serta masukan tersebut, tim penyusun RPJP UI 2015 – 2035 hanya mengungkapkan bahwa kerangka dasar RPJP merangkum berbagai informasi yang diterima. Informasi-informasi tersebut kemudian di susun menjadi batang tubuh. “RPJP tidak detil hingga perumusan kebijakan. RPJP akan digunakan untuk melihat strategi UI ke depan dan memang belum menentukan secara konkret. RPJP hanya menunjukkan poin-poin yang ingin di capai setiap periode, gambaran rencana dan kehendak yang jadi pedoman bagi rektor,” imbuh Prof. Trianto menjawab berbagai tanggapan seputar RPJP UI.***
06 A rs i p
g er b ata m a 74 // 1 1 - 2 0 1 4
Arsip Suara Mahasiswa UI - KM UI : hanya tiga tuntutan?
U
ntuk pertama kalinya Pemira UI mendapat gugatan, dan SMUI pun diminta bubar karena tidak mengakar di kalangan mahasiswa UI. Pemira tahun ini agak terlambat. Meski demikian Senat Mahasiswa UI, dalam masa demisioner, tetap mengadakan pemira untuk memilih ketua barunya setelah habis masa pemimpin senat sebelumnya akhir Mei lalu. Sedang masa kevakuman hingga terselenggaranya pemira ini Badan Perwakilan Mahasiswa menunjuk pejabat sementara SMUI. Mekanisme pemilihan dan penunjukkan inilah yang menjadi salah satu pemicu utama terjadinya tragedy OPT ’97 di Balairung Agustus lalu dan protes penolakan pemira beberapa hari yang lalu di tempat yang sama.
Pemira 1997 Kampanye pemira kali ini menurut beberapa mahasiswa agak sepi, hal itu terlihat dari kurangnya jumlah publikasi di berbagai fakultas. Menjelang hari-H masih banyak yang bertanya-tanya siapa calon ketua SMUI sekarang. “Panitia sudah berusaha cukup maksimal dalam publikasi kegiatan pemira tahun ini”, kata Garnadi, PO Pemira UI ’97, maka tak heran bila panitia pemira seksi publikasi menghabiskan dana lebih dari 1,4 juta. “Sepinya pemira lebih disebabkan karena waktunya berbenturan dengan pelaksanaan mid test di banyak fakultas”, kata mahasiswa Fasilkom ’93 ini. Berbeda dengan tahun lalu, publikasi terlihat marak di setiap
fakultas dan berbagai tempat di UI. Maraknya publikasi juga karena kandidat juga menyebarkan publikasi. Tidak hanya itu, publikasi pemira juga tersebar lebih luas karena disiarkan oleh sebuah radio swasta melalui debat antar kandidat calon ketua SMUI. Masa Kampanye Kampanye lisan pertama diadakan di Fakultas Sastra berjalan lancar dan cukup ramai, namun ada kejadian menarik yaitu adanya gulungan kertas berisi tulisan ‘aspirasi’ anak sastra tentang pemira dan kandidat. Kemudian kandidat diminta untuk membaca tapi mereka menolak. Saat acara pemungutan suara pemira yang digelar selama
g e r b ata m a 74 / / 1 1 - 2 0 1 4
a rs i p
07
GUGATAN SK 0457 Artikel di bawah terbit di Majalah Suara Mahasiswa UI edisi 13, Tahun V, 1997. Ditulis oleh Sutono, artikel ini bercerita tentang bagaimana dinamika Pemilihan Raya IKM UI tahun 1997: dari minim antusias sampai tuntutan, yang salah satunya, pembubaran senat.
empat hari itu di FS terlihat sepi, banyak mahasiswa FS yang kurang antusias terhadap jalannya pemiraUI di fakultasnya. Hari pertama pemungutan suara di sastra terdapat kejadian ‘aneh’ karena ada kotak suara untuk mereka yang golput (golongan putih). Acara kampanye hari pertama juga berlangsung di FISIP namun ditolak BPM FISIP karena mekanisme penyelenggaraan tidak jelas. BPM FISIP juga menuntut agar dilaksanakannya pembenahan organisasi di tingkat UI kemudian baru dilaksanakan pemira. Dalam kesempatan bersamaan dengan pelaksanaan pemira UI 1997 BPM FISIP UI mengeluarkan surat edaran No. 022/ekst./BPM FISIP UI/X/1997, perihal SMUI dan pemira SMUI. Dis-
ebutkan bahwa kepengurusan SMUI periode 1996-1997 tidak berhasil melakukan suksesi kekuasaan, tidak terlalu menghasilkan bantuan terhadap kerja-kerja kegiatan kemahasiswaan di tingkat fakultas dan tidak berhasil mewujudkan prinsip akomodasi SMUI atas seluruh mahasiswa UI. Tidak hanya itu, BPM FISIP melihat keputusan-keputusan yang diambil SMUI cenderung elitis. Hari pertama kampanye di FISIP tidak terlihat kotak suara, dan di hari kedua sempat terjadi dialog antara SM dan BPM FISIP dengan BPM UI seputar diterima atau ditolaknya pemungutan suara di FISIP. Keputusan yang dihasilkan dalam dialog tersebut adalah penyelenggaraan pemungutan suara tetap dilaksanakan tetapi SM dan BPM FISIP
tidak bertanggung jawab atas keberadaan kotak suara tersebut. Akhirnya kotak suara di FISIP baru terlihat pada hari Kamis hingga Sabtu. Kampanye lisan pemira di Fakultas Teknik (FT) berjalan agak heboh. Sebab saat berlangsungnyadebat lisan di FT banyaknya mahasiswa teknik yang bertanya dan mendebat kandidat menyebabkan waktu yang disediakan panitia tidak mencukupi. Beberapa mahasiswa teknik meminta perpanjangan waktu dan disepakati kampanye tersebut no limit alias tidak ada batas waktu.dan memang kampanye tersebut baru berakhir hingga pukul 22.30 malam. Hal yang unik dan baru pertama dalam pemira UI terjadi juga di fakultas ini yaitu tidak adanya acara pemungutan suara di FT. Hal ini karena FT dalam
08 a rs i p
g er b ata m a 74 // 1 1 - 2 0 1 4
suasana mid test dan kotak suara dijaga oleh orang lain, selain anggota Ikatan Keluarga Mahasiswa (IKM) Teknik. Peristiwa Balairung Acara debat kandidat terpusat di Balairung baru saja dimulai, tiba-tiba muncul sekelompok mahasiswa yang menamakan dirinya Komite Mahasiswa UI (KMUI) menyatakan menolak pemira, bubarkan SMUI dan beberapa permintaan lainnya. Sambil membawa poster bertuliskan SK 0457Membunuh Kedaulatan Mahasiswa, Mahasiswa Sejati Dukung Organisasi Indepeden, Mari bersama-sama kita lahirkan Student Government dan tulisan lainnya. Mereka juga meneriakkan yel-yel menolak pemira dan menuntut pertanggungjawaban SMUI lalu. Suasana sempat memanas saat terjadi bentokan massa KMUI, yang ingin memasuki arena debat, dengan panitia pemira UI yang menghalau mereka. “Sebenarnya kejadian tersebut tidak tejadi bila mimbar bebas yang dijanjikan jadi dilaksanakan”, ujar Ikravany Hilman, salah satu pentolan KMUI. Dalam jadwal yang dibuat panitia, mimbar bebas Pemira 1997 memang dijadwalkan berlangsung har Sabtu tanggal 11 dan tanggal 18 Oktober lalu, tetapi gagal dilaksanakan. “Gagalnya mimbar bebas tanggal 11 Oktober itu karena memang belum ada kesepakatan dengan para kandidat”, kata Garnadi, Project Officer Pemira UI 1997. Kemudian panitia berencana membuat mimbar bebas lagi Sabtu depan di Bundaran Psikologi, ini pun gagal dilaksanakan. “Kami harus mempersiapkan acara debat terpusat di Balairung dan banyak yang harus dilakukan panitia”, tambah Garnadi. Tidak adanya mimbar bebas itulah yang menyebabkan KMUI datang ke Balairung dan mencoba mengajak dialog dengan panitia mengenai lembaga kemahasiswaan di UI. “KMUI hanya ingin mengadakan suatu diskursus melalui debat terbuka tentang SMPT, oleh karena itu program kandidat yang disampaikan pada acara itu menjadi tidak penting”, papar Ikra.
Menurutnya, kondisi yang dirasakan saat ini sebenarnya sejalan dengan apa yang dikhawatirkan Forum Komunikasi SM-BPMUI (FORKOM), yaitu keberadaan SMPT membuat jarak antara mahasiswa dengan organisasi kemahasiswaan, SMPT mempersempit ruang gerak karena dihapuskannya azas pengabdian masyarakat. Dan SMPT mempe-
prosesi itu berarti mengikuti mekanisme yang terdapat di SK 0457”, papar Ikra. Akhirnya sebelum sesi keempat dimulai KMUI meminta waktu 5 menit untuk membacakan tuntutannya. Bunyi tuntutan itu; Bubarkan SMUI, Tunda Pemira, Bicarakan bersama dalam hal-hal formal dan informal tentang organisasi baru
“Acara debat kandidat terpusat di Balairung baru saja dimulai, tiba-tiba muncul sekelompok mahasiswa yang menamakan dirinya Komite Mahasiswa UI (KMUI) menyatakan menolak pemira, bubarkan SMUI dan beberapa permintaan lainnya. Sambil membawa poster bertuliskan ‘SK 0457 Membunuh Kedaulatan Mahasiswa’, ‘Mahasiswa Sejati Dukung Organisasi Indepeden’, ‘Mari bersama-sama kita lahirkan Student Government’...” rumit organisasi kemahasiswaan. Tuntutan KMUI meminta dialog dengan mahasiswa ditanggapi panitia, dan akan dilakukan pada sesi terakhir acara tersebut. Namun niat baik panitia pemira ditolak massa KMUI karena dinilai terlalu lama. Akhirnya acara debat berlangsung dengan membuat mimbar bebas dan pembacaan puisi di panggung utama Balairung. Tragedi ini berakhir dengan dibacakannya tuntutan KMUI lepas istirahat, sebelum memasuki sesi keempat. “Kami kaget mengapa permintaan KMUI menjadi lunak, sebab sebelumnya beberapa orang KMUI meminta menjadi panelis debat sesi terakhir acara pemira ini,” kata Garnadi. Ternyata hal itu merupakan jawaban dari tuntutan KMUI terhadap pemira yang tengah berlangsung. “Kalau kami mengikuti
bersama. Menanggapi kejadian ini, salah seorang kandidat, Rama Pratama mengatakan, adanya organisasi KMUI merupakan hal yang wajar dan sebuah dinamika dalam gerakan mahasiswa. “Aksi yang dilakukan temanteman KMUI merupakan alat kontrol bagi eksistensi SMUI selama ini, namun tuntutan KMUI perlu dialog kembali dalam suasana yang baik, jangan di-fait accomply sebagai suara bersama”, kata Rama, mahasiswa FE ’93 itu. Kini pemira telah usai dan sudah terpilih ketua SMUI baru, Rama Pratama. Tinggalah tuntutan KMUI tentang kondisi lembaga kemahasiswan di UI. Apakah tuntutan ini akan dipenuhi oleh SMUI baru? Kita tunggu saja jawabannya.***
atammaa74 74 //// 1111 - 2 0 1 4 ggeerrbbata
o p i n i s k e t sa
NMS / SUMAUI
09
10
g eer r b ata m a 74 // // 1111--22001144
L A P O R A N U TA M A
Seruan turun ke jalan
U
U Pilkada yang disahkan akhir September lalu menuai protes dari sejumlah organisasi mahasiswa. Pasalnya, UU ini mengambil hak masyarakat untuk memilih kepala daerahnya secara langsung. BEM UI menyatakan sikap: mereka mendukung Pilkada langsung, karenanya menolak pengesahan RUU ini selama hak memilih kepala daerah secara langsung tidak diakui. Beberapa hari sebelum disahkan, Suara Mahasiswa UI mencatat, BEM UI yang diwakili Ivan Riansyah menyampaikan pernyataan sikap mereka kepada Agun Ginanjar, Ketua Komisi 2 Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), dalam rapat dengar pendapat, 22 September 2014. Sehari sesudahnya, BEM UI melakukan mimbar bebas di depan Stasiun UI terkait sikapnya. Kemudian, tanggal 23 September 2014, mereka berunjuk rasa di depan gedung DPR RI dengan beberapa elemen masyarakat sipil. Sampai malam ketika sidang pengesahan, 25 Sep-
tember 2014, BEM UI mengajukan 8 orang perwakilan untuk mengikuti jalannya sidang. Namun tampaknya unjuk rasa tidak digubris, meski beberapa fraksi DPR menolak pengesahan RUU ini. RUU Pilkada tetap disahkan sebagaimana rancangan awal. Hal ini lantas membuat BEM UI kembali berunjuk rasa pada 30 September 2014. “Kami menggugat Undang-Undang Pilkada, hak rakyat untuk memilih direnggut oleh para elit politik,” ujar Andi Aulia Rahman, Kepala Departemen Kajian Aksi dan Strategis (Kastrat) BEM UI saat menyampaikan orasinya. Di tengah unjuk rasa BEM UI, muncul elemen mahasiswa UI yang mengatasnamakan diri sebaga Aliansi Mahasiswa UI untuk Demokrasi (AM UI). AM UI, sebagaimana Dicky Dwi Ananta, seorang yang mengaku ketua presidiumya, tuturkan, dibentuk pada tanggal 29 September 2014. AM UI terdiri dari organisasi mahasiswa formal dan informal. Mereka, antara lain, adalah BEM
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UI, BEM Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) UI, Himpunan Mahasiswa Ilmu Politik (HMIP) UI, Himpunan Mahasiswa Sosiologi (HMS) UI, Serikat Mahasiswa Progresif (Semar) UI, UI Liberal Democratic Study Club (LDSC), Siaga FISIP UI, Pandua Budaya, Forum Diskusi Anak Bangsa (FORDAB), dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat FISIP UI. AM UI menyatakan sikap yang sama dengan BEM UI. Beberapa minggu setelah disahkan RUU Pilkada, AM UI mengumpukan kartu identitas milik mahasiswa sebagai bentuk protes. “Data yang nanti terkumpul akan dijadikan database dan kemungkinan juga digunakan sebagai data Judicial Review ke MK (Mahkamah Konstitusi—red),” ujar Piebo, Penanggung Jawab Posko tempat pengumpulan kartu identitas. Dalam proses pengumpulan kartu identitas, BEM UI tidak dilibatkan.
g e r b ata m a 74 / / 1 1 - 2 0 1 4
LA P O R A N U TA M A
11
SATU SIKAP,TAK SERASI Sama-sama tolak Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada), Aliansi Mahasiswa (AM) UI dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI berjalan sendiri-sendiri. AM UI menuduh BEM UI terlalu elitis. BEM UI mengaku punya legitimasi untuk mewakili mahasiswa. Perseteruan dalam setahun. OLEH: RONI RESKY PAUJI, ANGGINO T, DIMAS A., ANDIKA SABILLAH FOTO: DIAH DESITA
Pada Mulanya Dicky menuturkan bagaimana AM UI dapat terbentuk. AM UI diinisasi oleh Semar UI. Ketika itu, Dicky mengumpulkan beberapa orang temannya yang tergabung organisasi lain di Kantin FISIP UI. Dari hasil pertemuan itu, Dicky menuturkan bahwa mereka sepakat untuk menggunakan aliansi yang pernah dibentuk untuk menolak salah satu calon presiden (capres) pada Pemilihan Umum (Pemilu) kemarin. Motivasi terbentuknya AM UI pun tidak jauh berbeda dengan aliansi sebelumnya, yakni mencegah kemunculan Neo-Orde Baru. Sebagaimana pernah diberitakan Suara Mahasiswa UI, aliansi sebelumnya yang menamakan diri mereka sebagai Barisan Aliansi Mahasiswa dan Alumni UI untuk Bangsa menyatakan sikap untuk menolak Prabowo sebagai capres dalam pemilu kemarin. Aliansi mahasiswa itu beranggotakan organisasi yang tidak jauh berbeda dengan AM UI. Mereka,
antara lain, adalah Semar UI, HMI FISIP UI, UI LDSC, ditambah Keluarga Besar UI, Garda Depan Sastra, dan Ikatan Alumni (Iluni) UI Jakarta. “Negeri ini butuh pemimpin yang menyejahterakan rakyatnya, memberikan rasa aman, dan membebaskan rasa takut, termasuk takut pada pemimpinnya sendiri. Jangan tertipu oleh anak kandung Orde Baru!” ucap Rio Apinino, perwakilan dari aliansi, saat konferensi pers di kampus UI Salemba, 30 Mei 2014. Berbeda dengan sikap mereka, BEM UI ketika itu memilih netral. Dibanding hanya menyatakan sikap, mereka memilih membuat semacam kontrak politik terkait kebijakan yang akan ditelurkan ketika capres dan wakilnya terpilih. “Ada empat fokus utama, yaitu pendidikan, energi, kesehatan, dan korupsi,” terang Ivan Riansa, Ketua BEM UI, ketika konferensi pers di pelataran Stasiun UI, 28 Mei 2014. Sikap BEM UI yang seperti itu dikritik oleh aliansi mahasiswa yang menolak Prabowo. Menurut
Rio, sikap BEM UI tidak tepat, karena, ”Kita memiliki ancaman yang jelas dan nyata di depan mata,” ujar Sekertaris Jendarl Semar UI ini. Maka dari itu, menjadi independen saat Pemilu kemarin kurang tepat menurutnya. “Beda itu Sudah Biasa” Kritik kepada BEM UI kembali dilontarkan ketika AM UI terbentuk. Dicky mengatakan, BEM UI hanya bergerak pada jajaran elit saja dalam aksinya. “Dia tidak lebih dari puluhan orang,” ujar Sekertaris Jenderal Semar UI, yang menggantikan posisi Rio sebelumnya. Selain itu, menurutnya, BEM UI tidak bisa memobilisasi massa. Sementara AM UI, menurutnya, lebih mampu memobilisasi massa. “Kawan-kawan aliansi UI (AM UI— red) lebih grassroot, lebih menangkap (aspirasi) pihak bawah, dan dapat memobilisasi (massa),” ucapnya. Dicky menyarankan BEM UI agar bergabung dengan AM UI. “Kenapa kita harus memisahkan diri
12
g er b ata m a 74 // 1 1 - 2 0 1 4
LA P O R A N U TA M A
ketika ada aliansi yang lebih besar,” meski pada akhirnya BEM UI tidak bergabung, kemudian Dicky menuturkan, “kita tetap bisa jalan, tetapi kalau ada BEM UI lebih baik.” Menurut Andi, BEM UI dan AM UI berbeda. Ia menuturkan, BEM UI memiliki legitimasi dalam hal mewakili aspirasi mahasiswa, sementara AM UI tidak. “BEM UI dipilih oleh publik, yaitu seluruh mahasiswa, sedangkan AM UI adalah gabungan beberapa lembaga,” ujarnya. Dari situ, Andi berkesimpulan bahwa BEM UI yang berhak mewakili mahasiswa. “Secara formal yang lebih berhak mewakili mahasiswa BEM UI, karena kita mempunyai UU yang memberikan wewenang itu,” tuturnya. Andi kecewa dengan lembaga formal yang bergabung bersama AM UI, karena tidak berkoordinasi lebih dulu dengan BEM UI. Ia mengatakan, padahal, “Kita sama-sama BEM yang dipilih oleh mahasiswa, punya legitimasi, dan sebaiknya koordinasi dengan kita.” Bicara soal siapa yang mewakili mahasiswa UI, Dicky punya pendapat lain. Ia kurang sepakat dengan pembedaan organisasi mahasiswa antara yang formal dan yang tidak atau yang punya legitimasi dan yang tidak. “Pola pikir ke-BEMismean ini harus dihilangkan, karena dalam gerakan, tidak harus malalui BEM,” katanya. Meski terdapat perbedaan wadah dalam unjuk rasa penolakan UU Pilkada, Andi dan Dicky tidak mau mengakui kalau ada perpecahan dalam gerakan mahasiswa. Andi menuturkan, sebagaimana sudah disinggung, AM UI dan BEM UI berada dalam lingkup yang berbeda, sehingga tidak bisa disandingkan. “Kalau ada orang yang melihat ini sebagai perpecahan, ya, silahkan saja,” ujar Andi. Sementara Dicky, yang belakangan diketahui merupakan mantan anggota BEM UI di tahun 2013, namun mengundurkan diri karena berbeda pandangan dengan ketuanya, menuturkan kalau kemunculan AM UI menandakan bahwa saluran aksi mahasiswa tidak tunggal. “UI tidak tunggal dan bukan cuma BEM UI yang boleh berpendapat,” katan-
ya, “beda itu sudah biasa.” Hanya Beberapa yang Ikut Sebagian besar organisasi formal mahasiswa yang berkumpul dalam AM UI berasal dari FISIP UI. Salah satu organisasi yang tergabung adalah HMIP UI. Harlitus Berniawan, Ketua Kajian Sosial-Politik (Kasospol) HMIP UI menceritakan bagaimana organisasinya bergabung.“Awalnya, HMIP masih dalam keadaan bingung, sebab AM UI dibentuk beberapa
“Kenapa kita harus memisahkan diri ketika ada aliansi yang lebih besar,” meski pada akhirnya BEM UI tidak bergabung, kemudian Dicky menuturkan, “kita tetap bisa jalan, tetapi kalau ada BEM UI lebih baik.” orang yang sering berkumpul dan berdiskusi saja,” tuturnya. Sebelum bergabung, ia melanjutkan, beberapa mahasiswa Ilmu Politik sempat berkumpul untuk mendiskusikan UU Pilkada, kemudian mereka menyatakan sikap untuk menolaknya. “Tetapi bukan atas nama HMIP sebenarnya.” Mahasiswa yang akrab disapa Beni ini mengakui, HMIP bukan yang pertama kali ingin masuk ke AM UI. Melainkan, mereka diajak terlebih dahulu oleh AM UI. Ia melihat bahwa AM UI terlebih dahulu melakukan aksi penolakan UU Pilkada. Oleh karena itu, HMIP lebih memilih ikut AM UI dibanding BEM UI. “Namun untuk urusan aksi penolakan (mahasiswa
Ilmu Politik UI), balik lagi ke urusan individu,” ujarnya. Tidak semua organisasi formal mahasiswa bergabung dengan AM UI. Himpunan Mahasiswa Administrasi (HMA) FISIP UI misalkan. Achmad Eko, ketuanya, mengakui, hanya memiliki ketertarikan untuk bergabung dengan AM UI. Tetapi mereka tidak ingin bergabung, sebelum mempunyai kajian secara akademis mengenai UU Pilkada. “Tidak mau gabung sebelum ada kajian,” pukasnya. Karena hingga kini tidak mempunyai kajian, HMA FISIP UI tidak bergabung. Kubu-kubuan Harus Dihentikan Kendati tidak turut dalam aksi yang dilakukan AM UI mau pun BEM UI, Achmad Eko berkomentar. Ia memiliki pendapat yang sama dengan Dicky. Menurutnya, BEM UI terlalu elitis, tidak dapat merangkul lembaga-lembaga, yang dinamakannya, ‘akar-rumput’. “Lebih apresiasi pergerakan AM UI dibandingkan BEM UI secara kelembagaan. Aliansi ini lebih bisa mengakomodir dan lebih grassroot. Sedangkan BEM UI hanya di tataran elitnya saja, dan cukup kaget dan kecewa ketika BEM Fakultas tidak dilibatkan di situ,” ujar Eko. Eko melihat keberadaan AM UI menandakan perpecahan, yang dinamakannya, ‘pergerakan mahasiswa’.“Saya memposisikan sebagai mahasiswa melihat ini saja kayak ilfil sendiri, kenapa gak gabung bareng dan saya lebih apresiasi itu jika terjadi. Kedepannya menganalogikannya sama seperti di DPR ada kubu–kubuan. Kedepannya sih duduk bareng melakukan diskusi,” ujarnya. Hal senada juga disampaikan oleh Azhari Munif, salan seorang mahasiswa Vokasi UI. “Saya berpendapat ketika ada dua pergerakan mahasiswa, namun tidak ada kolaborasi maka ini dapat disimpulkan sebagai perpecahan. Saya harapkan, kedepan ada diskusi sehingga melahirkan konsensus,” ujarnya.***
g e r b ata m a 74 / / 1 1 - 2 0 1 4
opini
13
PENYAKIT SAMA RASA SAMA RATA Oleh Usman Manor1
S
iang itu matahari di Texas, Amerika Serikat, bersinar terik. Sengatan panasnya serasa membakar kulit. Hal ini yang membuat pendingin ruangan tetap menyala di rumah maupun perkantoran di Texas. Akan tetapi, ada suasana yang berbeda di rumah Thomas Eric Duncan. Keringat Duncan bercucuran tidak seperti biasanya. Panas tubuhnya membuat dia terkulai lemah di ranjang. Setelah dilakukan pemeriksaan intensif, Duncan divonis mengidap penyakit Ebola. Duncan didaulat menjadi pasien terjangkit virus Ebola pertama di Amerika Serikat. Penyakit yang sudah mewabah ini disebabkan oleh virus yang bernama Ebola. Gejala penyakit Ebola muncul setelah dua hari hingga satu bulan sejak virus menjangkiti tubuh. Demam, sakit tenggorokan, nyeri otot, dan sakit kepala menjadi pertanda awal gejalanya. Gejala berikutnya adalah mual, muntah, diare, serta menurunnya fungsi liver dan ginjal hingga menyebabkan pendarahan. Wabah Ebola muncul pertama kali pada 1976 di daerah Gueckedou, Guinea, dan menyebar hingga ke seluruh Afrika Barat. Virus Ebola ini disinyalir menyebar melalui
kera dan kelelawar. Wabah Ebola benar-benar membuat gempar seantero jagad. Seperti yang dikutip dalam www. voaindonesia.com berjudul “WHO: Jumlah Korban Tewas Ebola capai 4555 orang”, WHO mencatat saat ini tidak kurang dari 4555 orang tewas dan hampir 9200 orang terinfeksi wabah penyakit ini (www.voaindonesia.com:2014). Wabah Ebola mengingatkan kita pada wabah-wabah penyakit yang pernah menggemparkan dunia. Ebola sendiri bukan wabah pertama yang menyebar dan meresahkan masyarakat dunia. Beberapa penyakit seperti pes, malaria, kolera, cacar, dan flu Spanyol pernah membuat dunia gempar dari abad ke-18 hingga abad ke-20. Wabah pes yang disebabkan oleh tikus pernah melanda dunia, terutama di kawasan Eropa. Ribuan orang tewas akibat penyakit ini. Tidak hanya di Eropa, penyakit pes juga melanda kawasan Asia Tenggara pada abad ke-18. Seperti yang dicatat oleh sejarawan Anthony Reid. Dia mengatakan bahwa hubungan dagang antara masyarakat Asia Tenggara dengan masyarakat Eropa, Cina, dan India yang dimulai pada abad ke-14 disinyalir membawa dampak ter-
hadap masuknya penyakit-penyakit menular (Anthony Reid, 2011: 68). Di Hindia Belanda, wabah pes ini sempat mendapat perhatian serius dari pemerintah Hindia Belanda dengan dibuatnya “Rumah Bebas Tikus” (Kees van Dijk, 2013:590). Penyakit lain yang berasal dari virus dan pernah mewabahi dunia adalah flu Spanyol. Hampir satu abad yang lalu, tepatnya pada 1918, flu Spanyol atau Spanish Flu pernah menjangkiti warga dunia dan menyebabkan jutaan orang tewas. Di Samoa Barat yang kini bernama Samoa, flu Spanyol masuk pada tanggal 7 November 1918. Dalam waktu dua bulan, penyakit ini bertanggung jawab atas kematian 20% penduduk yang berjumlah 38.302 orang (wol.jw.org:2014). Flu Spanyol merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus Influenza A dengan subtipe H1N1. Penyakit ini merupakan wabah flu pertama di dunia yang menyebar dari Afrika Barat hingga Prancis dan Amerika Serikat pada pertengahan 1917. Wabah flu Spanyol berkembang bersamaan dengan berlangsungnya Perang Dunia I. Hal ini membuat dunia tidak hanya memerangi musuh demi mempertahankan wilayah semata, melainkan memer-
14 o p i n i
g er b ata m a 74 // 1 1 - 2 0 1 4
angi virus Influenza dan menjaga diri mereka masing-masing agar tidak tertular virus ini. Dari namanya, flu Spanyol identik dengan sebuah negara di kawasan Eropa yang terkenal pada masa penjelajahan samudera abad 14 hingga 18. Agaknya pemberian nama flu Spanyol berasal dari pendaratan pasukan Amerika Serikat pertama kali di Spanyol ketika berlangsung Perang Dunia I. Saat Perang Dunia I, terdapat salah seorang juru masak dalam kesatuan militer Amerika Serikat yang tiba-tiba terserang demam, sakit kepala, dan sakit pada tenggorokannya. Ternyata hal tersebut merupakan gejala dari flu Spanyol. Satu bulan setelahnya, sebanyak 8 juta penduduk Spanyol meninggal dunia. Jelas bahwa mengacu pada fakta tersebut, pemberian nama flu
“Wabah flu Spanyol ini tidak hanya menyerang masyarakat lokal, melainkan seluruh lapisan masyarakat sehingga harian Neratja... menyebut epidemi ini sebagai penyakit “sama rasa sama rata” Spanyol ini bukan didasari atas asal penyakit, melainkan lokasi menyebarluasnya virus, yaitu di Spanyol (tulisdunia.blogspot.com:2009). Wabah flu Spanyol tidak hanya melanda Eropa, ia juga menyebar ke wilayah-wilayah yang menjadi jajahan Eropa di Asia. Di Semenanjung Malaya misalnya, masyarakat menyebut epidemi ini sebagai flu Rusia. Sementara di Hindia Belanda, sejarawan Kees van Dick me-
nyebutkan bahwa epidemi tersebut mencapai puncaknya pada November 1918 dan menelan korban jiwa hingga satu juta orang (Kees van Dijk, 2013: 591). Hal ini menimbulkan keresahan tersendiri bagi masyarakat Hindia Belanda, sampai-sampai muncul istilah “musim penyakit” pada saat itu. Wabah flu Spanyol ini tidak hanya menyerang masyarakat lokal, melainkan seluruh lapisan masyarakat sehingga harian Neratja, salah satu surat kabar perjuangan di Batavia yang diterbitkan oleh Uitgeversmij Evolutie, menyebut epidemi ini sebagai penyakit “sama rasa sama rata” (Neratja, 28 November 1918). Di saat wabah flu Spanyol melanda, kelaparan dan kekurangan bahan makanan melengkapi derita masyarakat Hindia Belanda pada saat itu. Angka kematian yang tinggi, terutama bagi laki-laki dengan usia muda, membuat lahan-lahan pertanian menjadi terbengkalai. Hal ini tentu saja berdampak pada perekonomian Hindia Belanda. Para pembesar di Batavia menyebut penyakit flu Spanyol sebagai pelemahan kolonialisasi (Kees van Dijk, 2013:592). Lantunan protes pun bermunculan dari tanah jajahan yang dipengaruhi oleh munculnya Revolusi Februari di Rusia. Sneevliet dan Tjipto Mangoenkoesoemo merupakan tokoh sentral yang mengajukan protes keras terhadap pemerintah kolonial. Mereka juga mempertanyakan kinerja Hygine Commissie yang dibentuk sejak 1911 di Batavia sebagai reaksi atas keresahan yang muncul di tengah masyarakat (Kees van Dijk, 2013 :593). Angka kematian tinggi turut membuat organisasi pergerakan yang tergabung dalam Sarekat Islam mendapatkan angin segar untuk mengkritik pemerintah. Kritik diberikan karena pemerintah dianggap tidak sungguh-sungguh dalam menjalankan politik etis dan menyelewengkan anggaran di bidang kesehatan. Pemerintah Hindia Belanda memang sudah meningkatkan anggaran kesehatan hingga sepuluh kali lipat pada tahun 1910 (Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugro-
ho Notosusanto, 2010: 44). Dengan percaya diri, tokoh-tokoh pergerakan Sarekat Islam melakukan propaganda dan menyebut diri mereka layaknya SI (Spanish Influenza) yang dapat melemahkan sistem kolonial (Kees van Dijk, 2013: 591-592). Wabah flu Spanyol akhirnya dapat ditangani dengan baik. Hal ini terjadi setelah pemerintah Hindia Belanda melibatkan dokterdokter Jawa dan Belanda seperti Dr. Hoogenstreten (dokter spesialis mata, namun belakangan membuka praktek umum), Dr. Paperlard, dan Dr. Kloos. Selain itu, pemerintah mulai serius memperbaiki pemukiman penduduk dan lebih memperhatikan sanitasi. Tercatat, peristiwa wabah flu Spanyol ini berakhir pada 1920. Di seluruh dunia, flu Spanyol bertanggung jawab atas kematian penduduk dengan jumlah hampir 50 juta orang. Pada dasarnya, penyakit tidak mengenal asal-usul, ras, agama, dan kedudukan seseorang. Siapa pun dalam kondisi apapun dapat tertular oleh penyakit. Hal tersebut menyebabkan manusia seharusnya menyadari pentingnya kesehatan dan upaya dalam menanggulangi penyakit. Perkembangan teknologi yang semakin maju juga seharusnya memberikan dampak dalam mempercepat penanggulangan penyakit. Sekarang dan nanti, tinggal manusialah yang menentukan upaya penanggulangan penyakit. Apakah manusia akan tetap melupakan sejarah dan tidak melakukan sesuatu atau sesuatu yang bernama penyakit yang akan menggerogoti manusia?*** Penulis adalah mahasiswa Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia angkatan 2011. Penulis merupakan anggota bidang keilmuan Studi Klub Sejarah Universitas Indonesia, pernah aktif dalam Badan Eksekutif Mahasiswa sebagai staff Departemen Sosial Masyarakat tahun 2013, dan Ketua Pelaksana Konser Amal FIB UI 2013 “Lights for the Unsung Heroes”. 1
g e r b ata m a 74 / / 1 1 - 2 0 1 4
kAMPUS
15
Suasana Minggu Pagi di UI tanpa kendaraan bermotor
Suasana Minggu Pagi di UI tanpa kendaraan bermotor
SARANA BERSANTAI BARU KAMPUS UI Minggu pagi merupakan hari tenang bagi para sivitas UI dan masyarakat sekitarnya. Jalan-jalan di kawasan UI pun biasa dipadati oleh mereka yang hendak bersantai. Kini, dengan adanya UI Car Free Day, aktivitas mereka semakin terakomodasi. OLEH: DIMAS ANDI SHADEWO, CAHYA YOGA FOTO: HANA MAULIDA
K
egiatan UI Car Free Day resmi diluncurkan pada hari Minggu, (28/09) lalu. BEM UI menjadi pihak di balik keberlangsungan kegiatan tersebut. UI Car Free Day sendiri dilaksanakan sebulan sekali sebagai tahap awal percobaan. UI Car Free Day mulai dilakukan dari pukul 05.00 hingga pukul 10.00. Kawasan sekitar Balairung UI menjadi titik berlangsungnya UI Car Free Day. Pada saat itu,
tidak boleh ada kendaraan, seperti mobil dan motor, yang melintas. Memberikan ‘ruang napas’ bagi kampus UI menjadi tujuan diadakannya UI Car Free Day. Hal ini mengingat padatnya kendaraan yang melintasi kawasan UI setiap harinya. Banyaknya kendaraan yang melintas dapat mempengaruhi kondisi lingkungan hidup di UI. “Kendaraan yang melintas di UI berpengaruh terhadap hewan,
khususnya burung yang menjadikan kawasan UI sebagai jalur migrasinya. Padahal mereka berperan penting dalam fungsi ekologis,” ujar Hilmiyah Tsabitah, Ketua Departemen Lingkungan Hidup BEM UI. Adanya UI Car Free Day juga unTuk memberikan fasilitas beraktivitas yang aman dan nyaman bagi sivitas UI. Selama berlangsungnya UI Car Free Day, orang-orang bisa melakukan berbagai kegiatan, seper-
16 KA M P U S
g er b ata m a 74 // 1 1 - 2 0 1 4
“Memberikan ‘ruang napas’ bagi kampus UI menjadi tujuan diadakannya UI Car Free Day. Hal ini mengingat padatnya kendaraan yang melintasi kawasan UI setiap harinya. Banyaknya kendaraan yang melintas dapat mempengaruhi kondisi lingkungan hidup di UI.”
ti senam pagi, sepeda santai, donor darah, dan lainnya. Inti dari kegiatan dalam UI Car Free Day adalah untuk mendukung terwujudnya green campus. Meskipun boleh melakukan banyak kegiatan, semua orang yang mengikuti UI Car Free Day tetap diharuskan menjaga kebersihan kampus UI. Oleh sebab itu, pihak pelaksana menydiakan tempat sampah di berbagai titik kawasan kegiatan ini berlangsung. Mengenai perizinan, pelaksanaan UI Car Free Day telah mendapat persetujuan dari pihak rektorat. Ivan Riansa, Ketua BEM UI, menyatakan bahwa SK Rektor No. 1303 terkait kebijakan green campus dalam pemakaian transportasi umum, sangat membantu dalam perizinan kegiatan UI Car Free Day. Untuk pelaksanaannya, kegiatan UI Car Free Day melakukan kerjasama dengan pihak Pembinaan Lingkungan Kampus (PLK) UI. Mereka dilibatkan dalam hal keamanan selama berlangsungnya kegiatan tersebut. Selain itu, dukungan atas kegiatan ini turut diberikan oleh pihak Pemerintah Kota (Pemkot) Depok. Ivan Riansa mengatakan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara UI Car Free Day dengan kegiatan serupa di lain tempat. “Tidak ada perbedaan. Karena pada intinya, seluruh sivitas UI dan
masyarakat sekitar dapat melakukan aktivitas berolahraga dengan nyaman,” ujarnya. Kegiatan UI Car Free Day tidak lepas dari kritikan. Khairunisa Liummah, mahasiswa Teknik Arsitektur UI, mengaku bahwa UI Car Free Day kurang memberi efek yang besar. Menurutnya, intensitas kendaraan yang melintasi kawasan UI memang cenderung sedikit pada hari Sabtu-Minggu. Eky Bagaskara, mahasiswa Teknik Perkapalan UI, turut berpendapat terkait kebijakan diadakannya UI Car Free Day. Menurutnya, kegiatan UI Car Free Day dapat menghambat mobilisasi masyarakat yang hendak melintasi UI. Sebab, akses menuju UI praktis ditutup saat diadakannya UI Car Free Day, sehingga orang harus memutar dengan jarak yang relatif jauh. Meski begitu, baik Khairunisa Liummah maupun Eky Bagaskara, sama-sama mengapresiasi kegiatan UI Car Free Day. “UI Car Free Day dapat dikatakan lancar pelaksanaannya karena semua berjalan dengan tertib,” ucap Khairunisa. “Acara ini dapat menjadi daya tarik bagi banyak orang untuk berolahraga pagi,” ujar Eky Bagaskara. Ia juga berharap selama kegiatan UI Car Free Day, sepeda kuning tetap beroperasi seperti hari biasa. Sebab, hal tersebut dapat membantu efektivitas kerja tanpa menghilangkan
esensi dari UI Car Free Day sendiri. Guna meningkatkan kualitas pelaksanaan UI Car Free Day, BEM UI sebagai pencetus kegiatan ini akan mengadakan evaluasi yang melibatkan seluruh sivitas UI. Masyarakat sekitar UI juga akan dilibatkan dalam evaluasi, khususnya bagi mereka yang aktivitas sehariharinya terhambat karena adanya UI Car Free Day. Ivan Riansa berharap seluruh sivitas UI maupun masyarakat sekitar dapat merasakan manfaat dari UI Car Free Day. Selain itu, ia juga berharap melalui UI Car Free Day, kondisi lingkungan UI akan menjadi lebih baik di masa mendatang. Hal serupa disampaikan oleh Hilmiyah Tsabitah. Ia ingin UI Car Free Day menjadi sarana terbaik bagi mereka yang ingin berolahraga, namun tetap bisa menjaga kebersihan kampus. Untuk kedepannya, diharapkan UI Car Free Day dapat berlangsung setiap minggu. “Kami masih mengadvokasikan ini dengan pihak rektorat agar UI Car Free Day agar dilakukan secara rutin,” tutup Hilmiyah Tsabitah.***
g e r b ata m a 74 / / 1 1 - 2 0 1 4
resensi
17
POLEMIK PENDEWASAAN DIRI “Meski kita tidak punya kekuatan untuk memilih darimana kita berasal, kita masih bisa memilih ke mana kita akan pergi dari sana” – Charlie Judul Penulis Penerbit Tahun Terbit Tebal Buku
: The Perks of Being a Wallflower : Stephen Chbosky : Pocket Books : 1 Febuari 1999 : 228 Halaman
OLEH: PUTRI DIANI P. MAHARSI
N
ovel ini dimulai dengan cerita Charlie, seorang anak laki-laki berusia 15 tahun, yang menulis surat mengenai kehidupannya kepada penerima yang tidak diketahui. Dalam suratnya, ia menceritakan mengenai kehidupannya sebagai siswa tahun pertama SMA yang harus menangani trauma atas peristiwa bunuh diri yang dilakukan sahabatnya saat SMP dan kematian tante kesayangannya, Helen. Di tengah kehidupannya yang sepi itu, Bill, guru bahasa Inggrinya, menyadari minat dan bakat Charlie dalam bidang baca dan tulis-menulis. Dalam berinteraksi, Charlie bukan tipe yang bisa membaur, namun, ia berteman dekat dengan dua orang senior, Patrick dan Sam. Patrick yang unik dan gay merupakan pacar rahasia dari bintang football sekolah, Brad. Sam merupakan adik tiri Patrick, sekaligus orang yang disukai oleh Charlie, walau ia tidak mau mengakuinya. Pertemanan dengan Patrick dan Sam membawa Charlie ke dunia yang belum pernah ia ketahui sebelumnya, dan sesaat membebaskannya dari pikiran mengenai kedua musibah yang dialaminya. Dunia SMA yang selalu penuh dengan hal-hal baru, seperti narkoba, pesta dansa, dan hubungan seks. Charlie yang memang pada
dasarnya pendiam tetap merasa bahwa ia belum sepenuhnya masuk ke dunia itu. Charlie ingin “berpartisipasi”, tetapi ia pun masih kesulitan menemukan posisinya. Uluran tangan Sam dan teman-temannya yang lain perlahan memberi jawaban yang Charlie cari, hingga ia pun mulai bisa menjadi bagian yang utuh dari lingkungannya dan tumbuh dewasa dengan prinsipnya. The Perks of being a Wallflower merupakan novel pertama karya Stephen Chbosky, yang membutuhkan waktu lima tahun sejak penggarapan pertamanya. Novel yang kemudian terbit pada tanggal 1 Februari 1999 ini mendapat sorotan besar setelah diadaptasikan menjadi film pada tahun 2013. Adaptasi film ini diperankan oleh Logan Lerman sebagai Charlie, Ezra Miller sebagai Patrick, dan Emma Watson sebagai Sam. Novel ini kemudian mendapatkan tempat di berbagai daftar New York Times Bestseller Books, bahkan pada 11 Mei 2014, masuk dalam urutan sepuluh besar selama 71 minggu, serta berada di 15 besar pada bulan September. Sepanjang karirnya, novel ini diterbitkan 16 negara dalam 13 bahasa. Meski puncak kejayaan novel ini diperoleh setelah adaptasi filmnya, namun daya tariknya dimulai
sejak pertama kali novel diterbitkan. Berbagai kritikus memuji kemampuan buku ini dalam menggambarkan seorang remaja yang menuju dewasa bersama dunia dan keputusan yang harus dihadapinya. Diksi yang digunakan menunjukkan ekspresi Charlie dalam memandang dunianya. Hal ini membuat pembaca mudah merefleksikan diri mereka terhadap Charlie dan masalah-masalah yang ia hadapi, dan pada akhirnya akan merasakan simpati yang mendalam kepada tokoh ini. Namun, cukup banyak yang memberikan kritik pada gaya penulisan Chobsky karena menyerupai J. D Salinger di The Catcher in the Rye. Meskipun begitu, ada perbedaan yang cukup jelas antara karakter keduanya, yaitu cara mereka menafsirkan dunia dalam cerita. Dari penyajian cerita, The Perks of Being a Wallflower ringan dan mudah dipahami. Membaca buku ini mengajak pembaca untuk menghayati pengalaman pendewasaan diri. Sebuah cerita yang menyentuh pikiran terdalam dan sangat layak untuk dijadikan salah satu buku yang wajib dibaca.***
18
g er b ata m a 74 // 1 1 - 2 0 1 4
resensi
SISI LAIN DRACULA Judul Sutradara Produser Produksi Genre tasy Tanggal Liris
F
: Dracula Untold : Gary Shore : Michael De Luca : Universal Pictures : Action, Drama, Fan-
“Sometimes the world no longer needs a hero. Sometimes what it needs…is a monster.” Vlad Dracula OLEH: MESEL GHEA
: 3 Oktober 2014
ilm Dracula Untold bercerita tentang masa lalu Vlad Dracula (Luke Evans) sebelum menjadi seorang vampir. Selama ini mungkin dracula dikenal sebagai sosok yang jahat dan menyeramkan. Namun di dalam film ini, justru dracula menjadi sosok seorang pahlawan. Film dimulai dengan cerita seorang anak kecil, Ingeras (Art Parkinson), anak Vlad Dracula. Ingeras bercerita mengenai Vlad yang menghabiskan masa kecilnya bersama orang Turki demi mencegah perperangan antara Transylvania dengan Turki. Ia terpaksa ‘dijual’ ke Turki oleh ayahnya sebagai tanda submisif kepada penguasa Ottoman. Pada masa itu, Vlad mendapat pendidikan militer untuk menjadi prajurit Turki sebagai juru sula. Ia mendapatkan perlakuan yang tidak manusiawi ketika dididik menjadi prajurit Turki. Setelah sepuluh tahun, Vlad kembali ke Transylvania dan memimpin kerajaan dengan damai bersama istrinya Mirena (Sarah Gardon). Suatu saat, Sultan Mehmed (Dominic Cooper) memintanya mengirim seribu anak Transylvania, termasuk putranya, menjadi prajurit Turki. Sebagai seorang ayah dan raja, Vlad tidak menerima permintaan tersebut, malah ia memberontak demi melindungi putra dan rakyatnya. Karena menurutnya, kerajaan Turki akan berbuat seenak-enaknya
menggunakan pasukannya yang banyak itu. Selain itu, Transylvania juga akan rugi dengan kehilangan seribu pasukan. Hal ini membuat kerajaan Turki geram, dan menyerang Transylvania. Hal yang mustahil untuk negeri kecil seperti Transylvania menang melawan prajurit Turki yang memiliki hegemoni besar. Untuk itulah, Vlad menemui Vampir Gua (Charles Dance) agar bersedia mengubahnya menjadi vampir yang memiliki kekuatan superior. Vlad pun berhasil berubah menjadi vampir dan mengalahkan seribu prajurit Turki seorang diri. Namun, setelah puas menjadi vampir Dracula, Vlad ingin kembali menjadi manusia. Ia pun diberikan syarat agar dapat menahan diri selama tiga hari untuk meminum darah manusia seperti yang ia lakukan ketika menjadi vampir. Film Dracula Untold merupakan film yang terinspirasi oleh kisah Vlad Tepes atau Vlad III Dracula dari Hungaria dengan legenda Dracula yang ditulis oleh Bram Stoker pada tahun 1876. Dalam film ini, Luke Evans yang berperan sebagai Dracula menjadi daya tarik utama. Keberhasilannya memainkan peran sebagai seorang pahlawan, ditambah pembentukan chemistry yang dilakukannya bersama Sarah Gardon menjadi keunggulan film ini. Selain itu, film ini juga memiliki sisi artistik yang tinggi,
soundtrack serta efek suara yang menarik mampu memancing perhatian penonton ketika menyaksikan film ini. Terlepas dari keunggulan film yang disutradarai oleh Gary Shore ini, ada kekakuan cerita di awal film. Sejak awal, penonton sudah familiar dengan konsep bahwa Dracula adalah tokoh yang sama dengan vampir, bukan nama seorang tokoh suatu kerajaan. Akibatnya, ketika Vlad menerima kekuatan super, tidak ada keterkejutan yang berarti yang didapatkan oleh penonton, karena memang dari awal Dracula yang dimaksud penonton adalah seorang vampir. Namun, untuk menutupi hal itu, Gary Shore melebih-lebihkan kekuatan Vampir Dracula ketika melawan musuh. Bahkan di suatu adegan, ia mampu menggerakan ribuan kalelawar hanya dengan lambaian tangannya untuk melululantahkan ribuan prajurit Turki. Sebenarnya, sisi “Untold” yang ingin ditonjolkan oleh Gary Shore tidak begitu terlihat, terkesan kabur. Film Dracula Untold ini bisa menjadi lebih baik, apabila sutradara mampu menyorot lebih dalam pada aspek pembentukan karakter Vlad ketika menjadi prajurit Turki, atau pada aspek konflik Vlad sebagai pemimpin Negara.***
g e r b ata m a 74 / / 1 1 - 2 0 1 4
A d v e rt o r i a l
19
Peran Asuransi Dalam Merencanakan Masa Depan
A
suransi mungkin merupakan kata yang tidak asing lagi di telinga kita. Namun apakah kita benar-benar menyadari mengenai pentingnya asuransi? Hasil Survei Nasional Literasi Keuangan yang dilakukan OJK pada tahun 2013 menunjukkan baru 17,84 persen atau hanya 18 dari setiap 100 penduduk di Indonesia yang telah mengerti dengan baik akan manfaat asuransi. Bahkan, survei juga menunjukkan hanya 12 dari 100 penduduk Indonesia yang menggunakan produk dan jasa terkait asuransi. Hal ini perlu menjadi bahan perhatian untuk kita semua. Di Negara maju, asuransi telah menjadi suatu kebutuhan yang wajib dimiliki oleh setiap penduduk untuk melindungi diri dan keluarga dari risiko keuangan. Sebagai mahasiswa, kita wajib mempersiapkan diri untuk menghadapi masa depan. Dalam hal ini, asuransi memberikan perlindungan terhadap peristiwa yang tidak kita rencanakan dan tidak terduga. Misalnya, suatu ketika kita mengalami sakit yang membutuhkan biaya perawatan dalam jumlah besar, hal ini tentunya menjadi suatu beban. Namun jika kita telah memiliki asuransi, beban kita akan terasa lebih ringan karena biaya tersebut akan menjadi tanggungan perusahaan asuransi. Pada awalnya, asuransi memang diciptakan khusus demi proteksi, itulah sebabnya asuransi konvensional memberikan perlindungan saat terjadi risiko kematian, kecelakaan atau cacat total dan tetap. Dalam perkembangannya, produk asuransi kemudian disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang ingin memiliki produk yang lebih
fleksibel dan memberikan hasil lebih dari sekedar manfaat saat risiko terjadi. Lahirlah produk asuransi terkait investasi yang kemudian kita kenal dengan nama unit link yang menggabungkan manfaat meninggal (death benefits) dengan manfaat hidup (living benefits). Jenis asuransi ini tidak hanya memberikan manfaat proteksi atas kejadian yang tidak terduga di masa depan, melainkan potensi hasil investasi yang didapatkan melalui alokasi ke dalam berbagai instrumen seperti saham, obligasi, campuran dan pasar uang. Selain manfaat proteksi dan investasi, asuransi juga membantu kita menanamkan sikap disiplin dalam perencanaan keuangan jangka panjang. Melalui pembayaran premi asuransi secara berkala, kita dibiasakan untuk menabung sebelum mengalokasikan pemasukan untuk kebutuhan-kebutuhan lain. Hal ini sesuai dengan dasar perencanaan keuangan yang menyatakan bahwa cara menabung yang baik adalah menyisihkan sebagian penghasilan segera setelah didapat untuk ditabung, baru kemudian mengalokasikan sisanya untuk kebutuhan lain (penghasilan−tabungan=alokasi kebutuhan seharihari), dan bukan sebaliknya. Dengan memiliki asuransi berarti kita telah memulai untuk melakukan perencanaan keuangan yang baik untuk masa depan kita. Dengan membayar premi asuransi secara teratur berarti kita sudah menyisihkan sebagian penghasilan untuk memberikan perlindungan terhadap diri kita untuk siap dalam menghadapi risiko, dana dalam hal produk unit link, sekaligus berinvestasi. (Sumber: Prudential Indonesia). ***
20 o p i n i f o t o
g er b ata m a 74 // 1 1 - 2 0 1 4
DILARANG MEMANCING! MUHAMMAD FACHRIZAL HELMI
Dapatkan kesempatan tulisan anda dipublikasikan di web suaramahasiswa.com dan Buletin Gerbatama: Ini UI! Kirimkan tulisan ke redaksi.suaramahasiswaui@gmail.com dengan mencantumkan nama lengkap,fakultas, jurusan, nomor pokok mahasiswa dan angkatan.