Gerbatama ini UI! April 2013 - Pekerja Alih Daya Kampus Kuning

Page 1

g e r b ata m a 62 / / 0 4- 2 0 1 3

edisi april 2013

62

ini UI !

PEkerja Alih Daya kampus kuning

Unduh Gerbatama Digital di www.suaramahasiswa.com // Twitter @sumaUI // Gratis


g er b ata m a 62 // 04 - 2 0 1 3


g e r b ata m a 62 / / 0 4- 2 0 1 3

edisi April 2013

e d i to r i a l Sudah lebih dari enam tahun, Universitas Indonesia mulai memakai sistem alih daya atau lebih dikenal dengan istilah outsourcing. UI membuka proses lelang secara terbuka kepada perusahaanperusahaan yang ingin bekerja sama dan mampu memenuhi kebutuhan UI untuk merawat dan menjaga fasilitas yang ada di UI. Penjaga sepeda kuning di halte-halte sepeda yang sering kita lihat adalah salah satu pekerja yang di alih daya-kan oleh UI. Mereka bekerja di sini karena ditempatkan oleh perusahaan alih daya yang dimenangkan kontraknya oleh UI. Ada satu pertanyaan yang muncul terkait dengan kejelasan status mereka: menjadi tanggung jawab siapakah kesejahteraan penjaga sepeda tersebut? Tentunya, para penjaga sepeda itu adalah tanggung jawab dari perusahaan tempat mereka bernaung. Akan tetapi, siapakah yang membayar perusahaan tersebut? Jawabannya adalah Universitas Indonesia. Memang benar, UI secara tidak langsung bertanggung jawab atas kesejahteraan mereka. Namun, situasinya akan berbeda jika UI tidak memiliki banyak dana untuk membayar perusahaan yang nantinya akan membayarkan upah-upah para pekerja. Pertanyaannya, dari mana asal dana-dana tersebut? Hal ini tentu saja berkaitan dengan mahasiswa dan biaya pendidikan yang mereka bayarkan setiap semester. Jadi, dibalik mahalnya jumlah BOP yang harus dibayar, terdapat pula hak kesejahteraan bagi para pekerja alih daya di UI. Inilah kenyataan yang belum banyak disadari oleh mahasiswa UI.

Pemimpin Redaksi Yasinta Sonia Ariesti Redaktur Pelaksana Hurun’in Qurrotul’aini Redaktur Artistik Azharuddin Redaktur Bahasa Puji Eka Lestari Redaktur Foto Rahma Nissa Aini Reporter Izzan Faturahman, Yanuar Budilaksono, Yasinta Sonia Ariesti, Luthfiya Rizki Riyanti, Azzahra, Evita Nur Indahsari, Coraima Okfriani, Jurnalistika Febra, Indrie Mutiasari, Adrianus, Zeni Afifah Fotografer Hana Maulida, Mochamad Hanbali, Rama Ohara, Rudra Adriyase Desain Tata Letak Pracetak Akbar Budi Santoso, Cintantya Sotya Ratri, Wulan Suci Handayani, Joanna Helena Meijer Foto Sampul Mochamad Hanbali Tim Riset Muhamad Ginanjar, Putri Diani Paramitha Maharsi, Muthmainnah, Maulandy Rizki Bayu Kencana Iklan Anindya Fitriana Sirkulasi dan Promosi Anton Budiharjo


04 LA P O R A N U TA M A

g er b ata m a 62 // 04 - 2 0 1 3

04


g e r b ata m a 62 / / 0 4- 2 0 1 3

LA P O R A N U TA M A

05

Kesejahteraan Pekerja alih daya, tanggung jawab siapa? Sistem kerja outsourcing atau sistem kerja alih daya menjadi solusi atas rumitnya prosedur panjang dalam menerima pegawai tanpa jenjang karier. Dengan menandatangani kontrak yang disertai dengan jumlah rupiah yang telah disepakati, pihak pertama sudah bisa mendapatkan sejumlah pegawai untuk bekerja di tempatnya. Sejak beberapa tahun yang lalu, Universitas Indonesia sudah menggunakan sistem kerja alih daya ini.

OLEH : Izzan Faturahman, Yanuar Budilaksono, Yasinta Sonia Penyapu jalanan di UI, salah satu contoh pekerja outsource

FOTO : MOCH. HANBALI


06 LA P O R A N U TA M A

g er b ata m a 62 // 04 - 2 0 1 3

U

niversitas Indonesia adalah salah satu institusi pendidikan yang menggunakan sistem outsourcing atau alih daya dalam beberapa bidang pekerjaan yang berlangsung di kampusnya. Praktek alih daya sendiri mulai meluas sejak dikeluarkannya UU No. 13 Tahun 2003 yang mengatur tentang ketenagakerjaan. Sistem alih daya merupakan sebuah sistem yang melimpahkan sebagian pekerjaan kepada pihak lain atau menggunakan pekerja yang disediakan oleh pihak kedua. Setiap tahunnya, UI membuka lelang untuk menjaring para CV (Commanditaire Venontschap)— Persekutan Komanditer—secara online di laman ui.ac.id. Satpam, penyapu jalan dan hutan UI, penjaga sepeda kuning, cleaning service, dan office boy adalah beberapa pekerjaan yang memakai sistem alih daya di UI. Sistem kerja sama yang digunakan oleh setiap fakultas berbeda, begitu pula dengan CV yang bekerja sama dengan fakultas tersebut. Hal ini tentu saja berdampak pada perbedaan kesejahteraan para pekerja alih daya di setiap fakultas. Ida, cleaning service di gedung MBRC FISIP UI, mengaku sudah 1,5 tahun bekerja sebagai pekerja alih daya. Setiap hari, Ida harus bekerja selama sembilan jam di UI. “Saya kerja dari jam tujuh pagi sampai jam empat sore,” katanya. Ida pun memaparkan jumlah penghasilan yang diterimanya setiap bulan yaitu Rp700.000. Nominal tersebut tentunya jauh dari UMR Jawa Barat yakni Rp1.400.000 dan sangat jauh dari anjuran UMK Depok sebesar Rp2.045.000. Setiap tahunnya, terutama menjelang hari raya, Ida akan mendapatkan THR dari CV tempatnya bernaung. Lain fakultas, lain pula CV yang menaungi para pekerja outsource di UI. Dedi, salah satu pekerja outsourcing di FIB, mengaku berpenghasilan Rp625.000 setiap bulan, tanpa Jamsostek. Penghasilan sebesar itu ia dapat setelah enam hari bekerja setiap minggunya, dan sebelas jam bekerja setiap harinya, yakni mulai dari pukul 06.00 sampai dengan 17.00 WIB. Berbeda dengan Ida dan Dedi, Eko, yang bekerja sebagai penjaga sepeda kuning, memiliki nasib yang jauh lebih baik. Setiap bulannya,

Eko mendapat upah kerja sebesar Rp1.200.000. Pria yang sudah hampir tiga tahun ditempatkan di UI ini berkata bahwa kontraknya diperbarui selama enam bulan sekali. “Dulu setahun sekali, sekarang enam bulan sekali,” paparnya. Ia bekerja selama sebelas jam, mulai dari pukul 07.00 sampai 18.00 dengan masa kerja dua puluh hari kerja selama sebulan. Selain itu, ia mendapatkan Jamsostek dan THR dari CV tempat ia bernaung. Untuk mengetahui lebih lanjut bagaimana UI dan fakultas-fakultas menentukan CV mana yang akan bekerja sama dengan mereka, Suara Mahasiswa menemui Ratna Djuwita, staff ahli Direktorat Pembinaan SDM UI yang mengurusi seluruh bidang yang berhubungan dengan pekerja di UI. Ia menyatakan bahwa UI sudah sejak lama menerapkan sistem outsourcing. “Mulainya kapan saya tidak tahu. Sejarahnya, dulu kita menggunakan tenaga dari luar, saya tidak tahu itu sudah disebut outsource apa belum. Waktu itu rektornya Pak Usman,” jelas Ratna. Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa sistem ini dipilih karena dirasa lebih efektif untuk beberapa pekerjaan yang tidak memiliki jenjang karier di kampus kuning. Mengenai kesejahteraan pekerja outsource, Ratna mengatakan bahwa hal tersebut bukan wewenang Pembinaan SDM. “Tugas utama UI adalah untuk pengajaran, sementara staff penunjang berfungsi untuk menunjang pendidikan itu. Sesuai anjuran pemerintah, cleaning service dan satpam boleh di-outsource. Akan tetapi, penentuan lelang bukanlah tugas SDM, tapi bagian umum,” jelas Ratna. Sebagai institusi pendidikan, Universitas Indonesia tentunya memiliki jenjang karier bagi para pekerjanya, namun hanya untuk beberapa jabatan saja yang berhubungan langsung dengan kependidikan dan pelayanan administrasi. Dengan demikian, cleaning service, office boy, dan satpam dianggap sebagai penunjang dan bukan bagian dari karier kependidikan. Hal inilah yang menjadi penyebab dibentuknya kebijakan outsource. Lebih lanjut, mengenai mekanisme pelaksanaan lelang CV yang akan bekerja sama dengan UI dalam hal alih daya, Syaiful Bahri dan Baroto Setyono, pelaksana pengadaan umum dan fasilitas, Direktorat Umum

dan Fasilitas UI, memberikan keterangan bahwa UI memiliki kualifikasi tersendiri untuk memenangkan CV yang akan bekerja sama dengan UI. “Ada prosedur dan ketentuannya. Pertama, ada syarat administrasi. Kedua, syarat teknis. Ketiga, evaluasi harga, dan terakhir evaluasi kualifikasi,” papar Syaiful. Persyaratan dokumen pengadaan dan sertifikasi pekerjaan dibuat oleh masing-masing fakultas yang akan melakukan lelang. Donanta, dari Direktorat Fasilitas Umum dan Pengadaan, yang juga merangkap sebagai PPK UI, memaparkan proses pelaksanaan lelang. Pertama-tama, mereka (fakultas) harus mengajukan proposal pengadaan barang dan jasa yang akan dilelang, dalam hal ini tenaga alih daya. Lalu, diajukan ke bagian Renbang (Perencana Pembangunan). Proposal tersebut dilanjutkan kepada pihak KPA yaitu Kuasa Penguasa Anggaran, dalam hal ini pemimpin instansi atau rektor UI. Setelah itu, proposal diserahkan ke pihak Dikti. Setelah proposal mendapat persetujuan dari Dikti, proposal akan dikembalikan

“...jumlah penghasilan yang diterimanya setiap bulan yaitu Rp700.000. Nominal tersebut jauh dari UMR Jawa Barat yakni Rp1.400.000 dan sangat jauh dari anjuran UMK Depok sebesar Rp2.045.000.” ke KPA dan akan dilanjutkan ke PPK. Setelah melalui serangkaian proses, proposal ini akhirnya dikembalikan ke bagian fakultas yang mengajukan proposal. Selanjutnya, fakultas difasilitasi oleh ULP (Unit Layanan Pengadaan) untuk mengadakan lelang. Namun, hal ini tidak menja-


g e r b ata m a 62 / / 0 4- 2 0 1 3

LA P O R A N U TA M A

min bahwa CV yang akan dimenangkan oleh pihak fakultas memiliki standar yang sama. “Kita melaksanakan lelang sesuai dengan anggaran yang dimiliki oleh masing-masing fakultas. Setiap fakultas mengajukan pagu dan HPS (Harga Perkiraan Sendiri) sekian. Jadi, perhitungan HPS dibuat oleh setiap fakultas. Di sini hanya membantu untuk melelangkan, siapa tahu ada persyaratan yang kurang,” jelas Syaiful panjang lebar. Bila dilihat dari dokumen pengadaan dan spesifikasi pekerjaan, hampir semua fakultas di UI belum mampu membayar upah para pekerja alih daya sesuai UMR atau UMK Depok. Sejauh ini, hanya Fakultas Ekonomi (FE) lah yang mampu membayar para pekerjanya dan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Cleaning Service FMIPA UI yang sedang bekerja

(FKM) yang mulai mendekati UMR. Fakultas memang memiliki anggaran keuangan yang berbeda-beda dalam masalah pengeluaran penggunaan alih daya. FE mampu membayar upah para pekerjanya sesuai UMR karena FE memiliki anggaran yang cukup besar untuk bekerjasama dengan CV. Beda halnya dengan FISIP yang belum bisa membayar para pekerja alih dayanya sesuai UMR. Saat ini, FISIP menggunakan satu CV

untuk semua pekerjaan yang tidak memiliki jenjang karier seperti office boy dan cleaning service. Setiap tahunnya, FISIP mengadakan lelang terbuka untuk menentukan CV yang akan bekerja sama dan menyediakan para tenaga kerjanya. Tahun ini, CV. Pancoran Tirta Siusar—CV yang dimenangkan oleh FISIP UI—mempekerjakan 56 orang office boy (OB) yang ditempatkan diseluruh gedung yang ada di FISIP. Saat lelang, FISIP akan memenangkan CV yang mampu menyediakan jumlah OB yang diminta dengan beberapa persyaratan dan disesuaikan dengan anggaran yang dimiliki oleh FISIP. “Kalau mau menaikkan upah para OB, yang ada nanti jumlah OBnya bisa berkurang. Lagipula, pekerjaan mereka hanya membereskan kelas,” ujar Harto, Manajer Ventura dan Infrastruktur FISIP UI. Menurutnya, akan ada konsekuensi lain jika harus menaikkan UMR para OB. Bila upah OB naik, maka jumlah pekerja OB akan berkurang dan tanggung jawab OB pun akan lebih besar dengan jam kerja yang lebih panjang. Jika hal tersebut dilakukan, satu orang OB diperkirakan harus mampu bertanggung jawab atas dua lantai sekaligus. “Inilah yang terjadi di FE karena upah OB di sana sudah sesuai dengan UMR. Bayangkan, FE seluas itu hanya memiliki 40 orang office boy,” kata Iqbal, Staff Manajer Ventura dan Infrastruktur FISIP UI, yang ditemui pada jam dan waktu yang sama. Selain itu, upah yang tidak bisa dinaikkan pun berbenturan dengan keadaan keuangan fakultas yang tidak memungkinkan. Pemasukan masing-masing fakultas yang berbeda-beda—bisa dilihat dari program-program studi, program internasional, ventura, donasi tidak mengikat dan mengikat, dan sumbangan—tentunya berpengaruh secara tidak langsung pada kesejahteraan para pekerja alih daya di UI. Kalangan mahasiswa pun seringkali tidak menyadari bahwa BOP yang mereka bayarkan, secara tidak langsung memengaruhi kesejahteraan para pekerja alih daya tersebut. Kesejahteraan para pekerja yang sepatutnya diperhatikan oleh UI sebagai institusi pendidikan, telah menjadi pekerjaan rumah bagi Serikat Pekerja yang berada di UI. “Selain dosen dan karyawan administrasi,

07

para pekerja alih daya yang bekerja di UI juga menjadi anggota serikat ini,” jelas Samuel Goeltom, dosen Ilmu Politik dan anggota Serikat Pekerja UI. Meskipun begitu, para pekerja alih daya ini juga sudah menyadari ke mana seharusnya mereka menuntut hak dan kesejahteraan. Mereka tidak bisa menuntut ke UI, tapi ke CV tempat mereka bernaung. Serikat Pekerja

“..upah yang tidak bisa dinaikkan pun berbenturan dengan keadaan keuangan fakultas yang tidak memungkinkan.” UI pun tidak bisa bertindak banyak untuk menuntut kesejahteraan para pekerja alih daya. Kesejahteraan mereka bukanlah tanggung jawab UI dan fakultas sebagai pihak pertama dalam perjanjian, tapi CV sebagai pihak kedua yang menyediakan para pekerja tersebut. Jika pihak pertama, yaitu pihak kampus, bisa membayar CV—yang dalam paket pembayaran sudah termasuk upah para pekerja, peralatan, cairan pembersih, dan lainnya—dengan harga yang sesuai, tentu kesejahteraan pekerja ini bukan tidak mungkin untuk ditingkatkan. Mengomentari penggunaan tenaga alih daya di UI, Jamalianuri, salah satu mahasiswi FISIP tidak setuju dengan sistem alih daya di UI. “sistem outsourcing itu merugikan para pekerja, karena bisa aja kalo habis masa kerjanya gak diperpanjang lagi. Pekerja jadi bisa dengan seenaknya diberhentikan, atau tidak diperpanjang lagi kontraknya,” tutur Jamalianuri.


08 o p i n i s k e t sa

g er b ata m a 62 // 04 - 2 0 1 3

OPINI SKETSA ilustrasi: Hurun ‘in qurrotul’aini


g e r b ata m a 62 / / 0 4- 2 0 1 3

o p i n i s k e t sa

09


10

g er b ata m a 62 // 04 - 2 0 1 3

L I p u ta n k h u s u s

berkontribusi untuk jurnal ilmiah, sudah mampukah? Kebijakan baru yang dihimbau oleh Dikti mengenai kewajiban membuat jurnal ilmiah bagi mahasiswa yang lulus mulai tahun 2013 ini tampaknya masih abu-abu. Pemahaman mengenai ‘jurnal ilmiah’ yang sesungguhnya antara dosen dengan mahasiswa pun juga berbeda. Belum jelas apa maksud dan tujuan sebenarnya mengenai pembuatan jurnal ilmiah tersebut.

OLEH : LUTHFIYA RIZKI RIYANTI

Salah satu jurnal ilmiah yang diambil dari web site journal UI

FOTO : RAHMA NISSA


g e r b ata m a 62 / / 0 4- 2 0 1 3

l i p u ta n k h u s u s

K

ebijakan pembuatan jurnal ilmiah mulai diberlakukan oleh Dikti bagi mahasiswa lulusan tahun 2013. Tidak ada pembedaan bagi mereka yang mengambil program skripsi maupun nonskripsi, keduanya harus tetap mengunggah jurnal ilmiah ke web Perpustakaan Pusat (Perpusat) lib.ui.ac. id. Hal ini merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh mahasiswa yang lulus mulai tahun 2013 sebagai syarat kelulusan. “Kalau kita tidak mengumpulkan itu, kita tidak bisa ngambil ijazah,� ujar Fathima Dzata, mahasiswi Sastra Belanda UI 2008. Fathima termasuk salah satu mahasiswi yang mengambil program skripsi dan mengunggah ringkasan skripsinya ke lib.ui.ac.id. Bagi mahasiswa yang mengambil program skripsi, jurnal ilmiah yang harus mereka buat adalah ringkasan dari skripsi yang dipadatkan dengan jumlah maksimal sebanyak 20 halaman.

11


12

g er b ata m a 62 // 04 - 2 0 1 3

L I p u ta n k h u s u s

Untuk mahasiswa dari program nonskripsi, jurnal ilmiah yang mereka buat bersumber dari materi kuliah mulai dari semester lima yang disusun seperti makalah dengan jumlah maksimal 20 halaman. “Menurut peraturan emang begitu. Aku baru disuruh buat jurnal setelah selesai sidang,” tambahnya. Perkembangan jurnal ilmiah sampai saat ini belum mengalami perubahan yang cukup signifikan pada mahasiswa. Dikti hanya memberi himbauan dan tidak memberikan keterangan lebih lanjut mengenai pengunggahan jurnal ilmiah. “Sebetulnya, kegiatan mengunggah jurnal ilmiah sudah berlangsung sejak lama, tetapi baru dihimbau dan digalakkan sekarang oleh Dikti,” ujar Dr. Lilie Roosman, Editor Eksekutif Redaksi jurnal ilmiah Wacana milik FIB UI. Beliau juga menambahkan, Dikti belum memberikan penghargaan yang setimpal kepada pembuat jurnal ilmiah karena pada dasarnya pembuat jurnal ilmiah tentu tidak

melakukan sembarang penelitian agar kelak dapat bermanfaat bagi khalayak luas. Selain itu, Dr. Lilie Roosman mengungkapkan bahwa penulisan jurnal ilmiah diperuntukkan bagi kalangan S1, S2, dan S3. Untuk jenjang S1, lulusannya diharapkan mampu menulis jurnal ilmiah di mana pun (yang terakreditasi atau belum terakreditasi). Untuk jenjang S2, diharapkan mampu menulis jurnal ilmiah yang sudah terakreditasi secara nasional. “Terakhir, untuk jenjang S3, sangat dianjurkan untuk mampu menulis jurnal ilmiah internasional,” tutur dosen Program Studi Belanda ini. Namun, kebijakan yang mulai dilaksanakan ini masih belum sepenuhnya dipahami oleh setiap akademisi UI. Masih terdapat perbedaan pemahaman di antara akedimisi UI tentang pengunggahan jurnal ilmiah ke web Perpustakaan Pusat (Perpusat) UI yakni lib.ui.ac.id. Tama, mahasiswa Ilmu Sejarah 2010

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) UI, mengira bahwa mengunggah jurnal ke web Perpusat adalah mengunggah ‘jurnal ilmiah’ yang sesungguhnya. Akan tetapi, hal berbeda diungkapkan oleh Dr. Fredy B. L. Tobing, dosen Program Studi Hubungan Internasional UI. “Emang yang diunggah ke situ termasuk jurnal ilmiah? Web Perpusat bukan sebuah e-jounal,” ujar Dr. Fredy. “Mungkin memang semua alumni harus mengunggah melalui web Perpusat, tetapi itu hanya menjadi dokumentasi untuk Perpusat saja. Mengunggah ‘jurnal ilmiah’ yang sesungguhnya harus melalui jurnal-jurnal ilmiah resmi, sedangkan lib.ui.ac.id bukanlah sebuah e-jounal,” jelas Dr. Fredy. Senada dengan pernyataan Dr. Fredy, Dr. Lilie menyatakan jurnal ilmiah yang sesungguhnya adalah jurnal yang memenuhi format dan aturan khusus yang dilayangkan oleh Dikti. “Yang sampai sekarang tidak bisa saya pahami adalah mahasiswa itu sebenarnya harus memasukkan


g e r b ata m a 62 / / 0 4- 2 0 1 3

l i p u ta n k h u s u s

“Mengunggah ‘jurnal ilmiah’ yang sesungguhnya harus melalui jurnal-jurnal ilmiah resmi, sedangkan lib.ui.ac.id bukanlah sebuah e-journal.”

jurnal ilmiah yang seperti apa. Kebijakan ini belum jelas. Mengunggah ringkasan skripsi ke web Perpusat UI itu bukan merupakan jurnal ilmiah. Bila berkaitan dengan mahasiswa yang diharuskan mengunggah ringkasan skripsinya, barangkali UI bermaksud untuk mengatakan bahwa alumni yang lulus sudah terbukti membuat suatu penelitian yang kelak diharapkan dapat bermanfaat. Yang perlu diingat adalah tidak semua karya ilmiah yang sudah diunggah itu memenuhi kriteria jurnal imiah yang baik,” tegas beliau. Menurutnya, walaupun membuat jurnal ilmiah yang sebenarnya adalah bukan dari ringkasan skripsi, kita tetap diperbolehkan untuk mencoba memasukkan ringkasan skripsi yang sudah kita buat melalui jurnal-jurnal ilmiah tertentu. Mengenai tujuan pembuatan jurnal ilmiah, kedua sivitas akademika UI ini memiliki pendapat yang sama bahwa jurnal ilmiah dibuat agar para lulusan S1, S2, maupun S3

13

membuat suatu kajian penelitian dan pada akhirnya kemampuan menulis mahasiswa akan semakin terasah. Pada dasarnya, jumlah jurnal ilmiah di Indonesia sangat terbatas dan tertinggal jauh dari negara-negara lain se-ASEAN. “Jumlah penulisan jurnal ilmiah di Indonesia sangat tertinggal jauh dengan Malaysia dan Singapura. Jumlah lulusan kita lebih banyak karena dari jumlah penduduk saja kita jauh lebih tinggi dibandingkan mereka. Kalau setiap lulusan menulis untuk jurnal, saya yakin kita mampu mengungguli mereka, terutama Singapura yang penduduknya sangat sedikit,” tutur Dr. Fredy. Selanjutnya, beliau menambahkan bahwa tidak ada salahnya mencoba memasukkan karya kita ke suatu jurnal. Apabila ditolak, kita bisa mencoba memasukkannya lagi ke jurnal ilmiah yang lain. Banyak pihak yang mengharapkan kalau penelitian yang sudah dilakukan melalui jurnal ilmiah dapat memberikan hasil dan pengaruh yang baik pada masyarakat luas di Indonesia.


14

g er b ata m a 62 // 04 - 2 0 1 3

sa i n s & t e k n o lo g i


g e r b ata m a 62 / / 0 4- 2 0 1 3

sa i n s & t e k n o lo g i

15

Gedung baru Fakultas Kedokteran di UI Depok

FOTO : RUDRA ADRIYASE

Fakultas rumpun ilmu kesehatan dan riset multi-approach Saat ini, Universitas Indonesia tampak sibuk melakukan berbagai pembangunan untuk mencapai cita-cita sebagai World Class University. Salah satunya adalah gedung putih yang terletak di sebelah Balairung. Gedung ini nantinya akan menjadi pusat riset untuk rumpun ilmu kesehatan dan ditempati oleh mahasiswa FK, FKG, FKM, FIK, serta Farmasi, dimulai dari angkatan 2011 dan 2012. OLEH : Coraima Okfriani, Jurnalistika Febra


16

S

g er b ata m a 62 // 04 - 2 0 1 3

sa i n s & t e k n o lo g i

etiap hari Rabu, biasanya ratusan mahasiswa gabungan dari FIK, FKM, FK, FKG, dan Farmasi melaksanakan kuliah kolaborasi di gedung Fakultas Rumpun Ilmu Kesehatan (FRIK) yang masih setengah jadi dan belum memiliki fasilitas yang memadai. Gedung yang sudah mulai beroperasi hanya dua gedung, yaitu gedung C dan D yang terdiri dari empat lantai tanpa lift. Selain itu, meja dan kursi tampak belum cukup tersedia. Ketua BEM FIK 2013, Muhammad Taufik, menuturkan tertanggal 18 Februari 2013 lantai empat gedung C FRIK masih ditutup dan pengerjaannya masih dalam tahap finishing. Dari keseluruhan gedung (A sampai F) yang bisa diakses hanyalah gedung C dan D. Wakil Rektor bidang Akademik dan Kemahasiswaan, Prof. Dr. Ir. Muhammad Anis. M Met., mengatakan bahwa kursi-kursi di FRIK belum lengkap karena tertahan di bea cukai. “Pemerintah kan begitu, kalau ada barang-barang kaya gitu harus clearance ini dan itu. Kalau untuk pendidikan harus minta surat ini itu, birokrasinya panjang,” jelasnya.

Untuk saat ini, kursi-kursi tambahan di FRIK didapat dari penyewaan kursi. “Kalau fasilitas lain sudah ada, seperti Wifi dan IPBoard. Bahkan, menurut saya jauh lebih enak di sana karena lebih dingin. Hanya saja karena masih baru, kekurangannya karena masih banyak,” tambah Anis. Kekurangan-kekurangan tersebut membuat beberapa mahasiswa merasa kesulitan bila akan melaksakan perkuliahan di kelas. “Pemindahan mahasiswa ke gedung RIK terlalu mendadak dan seolah-olah memaksakan mahasiswa. Kami baru diberitahukan pada tanggal 8 Februari 2013 (H-3 kuliah) tanpa diberitahukan penjelasannya. Selain itu, fasilitas yang ada di gedung RIK masih sangat minim dan jika pindah ruangan kami harus mengangkuti bangku sendiri,” ungkap Shara, mahasiswi FIK 2011. Sementara itu, Shara mengatakan bahwa kabarnya gedung-gedung Fakultas Rumpun Ilmu Kesehatan seperti FKM nantinya akan dihancurkan dan FIK rencananya akan dijadikan kantor pusat (sekretariat dari RS). Selain itu, fasilitas yang

belum memadai dan bahkan pembangunan yang belum rampung membuat sebagian sivitas UI bertanya-tanya perihal bagaimana pengembangan riset ini akan berjalan. Menanggapi hal tersebut, M. Anis menjelaskan bahwa prosesnya sedang berlangsung.”Mengenai alat dan fasilitas, dulu di-schedule sekitar November sudah ada sebagian, kemudian sisanya di bulan Februari. Namun, karena sampai Februari pun belum bisa, saya delay lagi ke Agustus 2013. Nanti, kalau sampai Mei belum lengkap juga, akan saya batlkan sampai tahun depan lagi,” jelasnya. Bicara mengenai perkembangan risetnya, rumpun ilmu kesehatan akan bertindak multi-approach. Maksudnya, semua komponen rumpun ilmu kesehatan ikut andil dalam pengembangan riset tentang kesehatan. “Jika anda sakit, jangan hanya melihat dari segi obat (dalam hal ini ke-farmasiannya). Lihat pula keperawatannya, kemudian juga preventif nya. Jangan sampai orang itu sakit lagi. Ini namanya inter-professional approach,” tutur Anis. Tim Suara Mahasiswa


g e r b ata m a 62 / / 0 4- 2 0 1 3

sa i n s & t e k n o lo g i

“Rumpun ilmu kesehatan akan bertindak multi-approach. Maksudnya adalah, semua komponen rumpun ilmu kesehatan ikut andil dalam pengembangan riset tentang kesehatan.”

mengkonfirmasi penyataan M. Anis melalui perwakilan fakultas rumpun ilmu kesehatan dengan mewawancarai Manajer DIK & Riset FIK UI, Wiwin Wiarsih, MN. Namun, saat dihubungi, Wiwin tidak dapat ditemui dan diwawancarai. Sementara itu, menurut M. Taufik, mahasiswa FIK UI angkatan 2010, perkembangan riset RIK belum ada kejelasan terintegrasi dari para dekan sendiri. Taufik juga menambahkan belum ada tatap muka dengan dosen untuk melakukan audiensi mengenai rencana riset ke depannya. “Kita belum tahu, spot-spot mana saja yang digunakan untuk lab dan sebagainya. Walaupun kita sudah tahu denah, tapi untuk ke depannya masih abu-abu”, ungkapnya. Dalam website resmi UI, www.ui.ac.id, tertera bahwa gedung Fakultas Rumpun Ilmu Kesehatan akan digunakan sebagai kantor administrasi, ruang perkuliahan, laboratorium dasar bersama, pusat kegiatan riset, dan fungsi penunjang aktivitas dari fakultas-fakultas yang berada di bawah rumpun ilmu kesehatan. “Pembangunan gedung RIK di

17

estimasikan selesai pada bulan Maret. Mengenai alat dan fasilitas, dulu di-schedule sekitar November sudah ada sebagian, lalu sisanya di Februari. Namun, karena di Februari pun belum bisa, saya delay lagi ke Agustus 2013. Nanti, kalau sampai bulan Mei belum lengkap juga, akan saya batalkan sampai tahun depan lagi,” tutur Anis. Meskipun pembangunannya masih belum rampung dan fasilitas yang ada belum memadai, Shara tetap menaruh harapan positif. “Saya optimis jika pembangunan gedung ini akan berdampak baik kedepannya dengan adanya kolaborasi dan integrasi dari berbagai disiplin ilmu di bidang ilmu kesehatan. Selama ini, riset-riset yang dilakukan oleh fakultas kebanyakan untuk gengsi semata. Namun, dengan digabungkannya ke dalam RIK, diharapkan semuanya akan lebih baik dan team work dapat terwujud untuk mengembangkan riset di UI,” ungkap Shara.


18

g er b ata m a 62 // 04 - 2 0 1 3

ragam

Pemeriksaan kesehatan masyarakat desa

FOTO : HANA MAULIDA

bpjs siap jamin kesehatan nasional Pembentukan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) merupakan langkah baru pemerintah untuk memperbaiki kualitas pelayanan jaminan sosial di Indonesia, termasuk jaminan kesehatan. Lalu, terobosan apa saja yang telah ditelurkan?

OLEH : AZZAHRA NADIYAH, Evita Nur Indahsari

U

ndang-Undang tentang Jaminan Sosial Nasional sudah ada sejak tahun 2004 dengan disahkannya UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Jaminan Sosial Nasional. Namun, pembentukan BPJS sebagai badan penyelenggaranya baru mulai dilaksanakan sejak dikeluarkannya UU Nomor 24 Tahun 2011. “Sebagai pelaksana Undang-Undang SJSN (Sistem Jaminan Sosial Nasional), dibuatlah suatu badan penyelenggara jaminan sosial. Oleh karena itu, maka disahkan UU Nomor 24 tahun 2011 tentang BPJS,� jelas Zahrina, Ketua Departemen Kastrat


g e r b ata m a 62 / / 0 4- 2 0 1 3

r ag a m

BEM FKM UI. UU BPJS ini nantinya akan mengintegrasikan semua jenis asuransi sosial termasuk ASKES yang juga akan berubah menjadi BPJS. Jaminan yang diberikan bukan hanya jaminan kesehatan, tapi seluruh masyarakat Indonesia akan mendapatkan beberapa jaminan. “Ada lima jaminan yang akan diberikan BPJS, yaitu jaminan kesehatan, hari tua, kematian, kecelakaan kerja, dan pensiun. Nantinya, BPJS akan terbagi dua. BPJS 1 khusus jaminan kesehatan yang akan diimplementasikan 1 januari 2014 dan untuk yang selain kesehatan akan masuk BPJS 2. Untuk BPJS 2, akan mulai diimplementasikan tanggal 1 Januari 2015,” jelas Zahrina. Jaminan sosial ini nantinya akan diberikan ke seluruh negeri. Dalam pelaksanaan sistem jaminan nasional ini, nantinya akan dibentuk badan-badan lain untuk menjalankan fungsi masing-masing jaminan yang ada, seperti yang diungkapkan Zahrina. “SJSN adalah ndang-undang yang mengatur jaminan sosial nasional, lalu dibuat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang merupakan spesifikasi yang mengatur tentang jaminan di sektor kesehatan.” Urgensi adanya Jaminan Kesehatan Nasional “Pelayanan kesehatan di Indonesia dapat dikatakan sebagai pelayanan yang paling menunjukkan kekejaman bangsa terhadap rakyatnya,” jawab Hasbullah Thabrany, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat yang merupakan salah satu penggagas BPJS, saat ditanya mengenai kondisi pelayanan kesehatan di Indonesia saat ini. Melihat kondisi pelayanan kesehatan yang seperti itu, Prof. Hasbullah akhirnya tergerak untuk

menggagaskan jaminan sosial nasional di Indonesia. “Salah satu tujuan dari UU Nomor 40 Tahun 2004 adalah semua penduduk Indonesia mempunyai jaminan kesehatan mulai lahir sampai mati, tidak boleh melihat dia itu PNS, pegawai swasta, petani, atau pelayan, tapi lihat mereka itu manusia,” jelasnya saat diwawancarai. “Kita sudah punya 2000 rumah sakit. Intinya, nanti tidak ada istilah RS negeri atau swasta.” Lebih lanjut, BPJS juga diwajibkan untuk memberikan kompensasi lain, yaitu BPJS akan memudahkan akses transportasi saat berobat. Perbedaan jaminan kesehatan nasional yang dikelola BPJS dengan asuransi kesehatan saat ini adalah BPJS bukan berbentuk PT yang mencari keuntungan sebesar-besarnya. “BPJS bukan perusahaan, seperti ASKES yang dikelola PT Persero. BPJS akan memberikan layanan kesehatan bagi siapa saja yang sakit. Kami akan menanggung biayanya, tidak lagi melihat miskin atau kaya. Siapa pun orangnya harus diberikan pelayanan sebaik-baiknya,” tandasnya. Menyangkut masalah anggaran dana, sudah tentu hal ini menjadi momok tersendiri bagi konsep yang ditawarkan BPJS dengan menjamin seluruh biaya pelayanan kesehatan di Indonesia. Ketika disinggung mengenai masalah ini, Prof. Hasbullah menyatakan bahwa dana yang digunakan untuk jaminan ini berasal dari seluruh masyarakat Indonesia sendiri. “Uangnya dari iuran penduduk, jadi semua yang bekerja wajib membayar iuran 5% dari gajinya. Lalu, uangnya akan dipakai untuk membiayai masyarakat yang sakit. Kita hibahkan uang 5 % dari gaji agar nantinya kita tidak perlu khawatir saat sakit. Semua biaya mulai dari rumah sakit hingga bayar dokter akan didanai oleh BPJS.”

19

Tidak semua masyarakat harus membayar iuran tersebut, bagi orang yang tidak bekerja atau tidak memiliki penghasilan akan digolongkan sebagai Penerima Bantuan Iuran. “Bagi masyarakat yang tidak bekerja atau dapat digolongkan sebagai masyarakat miskin, akan diusulkan menjadi Penerima Bantuan Iuran,” ujar Hasbullah. Chandra, seorang karyawan tetap Universitas Indonesia, meyakini bahwa jaminan kesehatan itu penting serta sangat membantu dirinya dan keluarga saat sakit dan harus menjalani rawat inap. Ia telah merasakan keuntungan dari jaminan kesehatan berupa asuransi yang diterimanya. “Kalau saya atau keluarga ada yang harus dirawat, semua biaya akan ditanggung. Akan tetapi, biasanya kalau berobat saya bayar sendiri,” tuturnya. Berbeda dengan Chandra, Suryadi, karyawan alih daya UI yang mendapat jaminan kesehatan dari perusahaan tempatnya bernaung, hanya mendapatkan fasilitas kesehatan untuk dirinya sendiri. Di samping itu, jaminan kesehatan tersebut hanya berlaku di rumah sakit yang telah ditentukan. Hal ini memang wajar karena banyak perusahan alih daya yang bekerja sama langsung dengan pihak asuransi. Dari sudut pandang mahasiswa sendiri, jaminan kesehatan yang akan diterapkan mulai tahun 2014, diharapkan mampu menaikkan kualitas kesehatan di Indonesia. “Dengan adanya BPJS, kualitas kesehatan akan lebih meningkat dan melihat target yang ingin dicapai BPJS sepertinya semua elemen yang berperan dalam jaminan sosial ini harus bekerja lebih ekstra agar tercapai sistem jaminan sosial yang merata dan adil di seluruh indonesia,” ujar Julia salah satu Mahasiswi di FKM UI.


20 k a b a r fa ku ltas

g er b ata m a 62 // 04 - 2 0 1 3

KAbar Gedung Fasilkom UI, apa kabar?

‘Neraka Bocor’ di Vokasi

Terhitung mulai tahun ini, rektorat memutuskan untuk menghentikan pembangunan gedung Fasilkom UI. Pembangunan tersebut dihentikan karena rektorat tidak memberikan anggaran dana untuk pembangunan gedung tersebut. Menurut Al-Amin, Kadep Kastrat BEM Fasilkom UI, pembangunan ini dihentikan karena rektorat kekurangan dana. Rektorat tidak memprioritaskan pembangunan gedung Fasilkom karena gedung fakultas lain seperti FIK tetap dilaksanakan pembangunannya dan dianggap Rektorat lebih menguntungkan. Menurut Prof. Emirhadi Suganda, selaku Ketua pembangunan gedung baru Fasilkom, mengungkapkan bahwa biaya pembangunan telah memakan biaya sebesar 45 miliar rupiah. Terdapat juga tambahan biaya untuk tahap satu dan tahap dua, yang totalnya adalah Rp48,413 M. Jadi, total biayanya adalah Rp93.413 M. Menurut mantan dekan Fasilkom UI, Chan Bassarudin selaku perancang gedung tersebut, seharusnya biaya per meter perseginya adalah sekitar 4 juta, sesuai dengan rancangan yang diajukan tiga tahun lalu. Tim Kastrat BEM UI juga memaparkan bahwa gedung baru tersebut sejauh ini memang mengecewakan. Mereka menemukan beberapa hasil yang tidak memuaskan, misalnya saja terdapat kebocoran, pop-up tile di beberapa tempat, dan kolom yang tidak lurus.

Hampir seluruh gedung-gedung fakultas yang ada UI memiliki jalan yang dikelilingi pepohonan. Hanya program Vokasi yang sepertinya “dianaktirikan”. Vokasi adalah salah satu gedung yang tidak memiliki pepohonan rindang di sekitarnya. “Kalau siang, saya tidak pulang untuk menunggu sore. Padahal, di dalam ruangan juga tidak nyaman karena terkepung asap rokok,” ujar Agung Tri Warjoko, salah seorang mahasiswa Vokasi. Agung juga menambahkan bahwa masalah di gedung Vokasi tidak hanya pepohonan saja. Gedung tersebut juga tidak memiliki Wi-fi. “Di Vokasi tidak disediakan wi-fi sehingga kami sulit untuk mencari dan membagi informasi dengan mahasiswa lain. Kenapa harus dibedakan sementara fakultas lain memilikinya. Rasanya bagaikan rumah tanpa WC. Kami merasa dirugikan membayar 7 juta per bulan namun tidak mendapatkan fasilitas yang memadai,” tukas Agung. Selain itu Lutfi juga mengeluhkan gedung Vokasi yang tidak memiliki ruang diskusi dan perpustakaan. “Rencananya, gedung baru akan selesai pada 2017. Mana sempat kami menikmati fasilitas itu? Mungkin kami sudah lulus dari sini ketika gedung sudah jadi,” tutup Lutfi.

Program Studi S1 Reguler Ilmu Ekonomi Islam Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia resmi membuka program studi baru di Tahun Akademik 2013/2014 yakni Ilmu Ekonomi Islam untuk program pendidikan S1 Reguler. Program studi Ilmu Ekonomi Islam berdiri berdasarkan SK Rektor 2107/ SK/R/UI/2012 tertanggal 14 November 2012. Program baru ini diperuntukan untuk calon mahasiswa angkatan 2013 dengan kuota sebanyak 60 mahasiswa per angkatan. Proses penerimaannya melalui tiga jalur reguler seperti jalur undangan SNMPTN dengan daya tampung 50%, jalur tulis SBMPTN dengan daya tampung 2530%, dan SIMAK UI dengan daya tampung 25-30%. Ilmu Ekonomi Islam dibuka pada tahun ini dalam rangka mengisi permintaan industri syariah yang semakin banyak. Mata kuliah yang ditawarkan di antaranya adalah Ushul Fiqh dan Qawa’I’d Fiqhiyyah, Fiqh Riba dan Gharar, Fiqh untuk Ekonomi Bisnis, Sejarah Peradaban dan Pemikiran Ekonomi Islam, Sejarah dan Sistem Ekonomi Indonesia, Pengantar Keuangan dan Perbankan Islam, Metodologi Ekonomi Islam, Mikroekonomi Islam, Makroekonomi Islam, Ekonometrika, Metode Riset Ekonomi Islam, Sistem Ekonomi Islam, dan lainnya.


g e r b ata m a 62 / / 0 4- 2 0 1 3

k a b a r fa k u ltas

21

u n i v e rs i tas

indonesia Gedung Farmasi Masih Butuh Perhatian Sebagai fakultas yang baru berdiri pada 29 November 2011 setelah memisahkan diri dari Fakultas MIPA, masalah sarana dan prasarana yang masih kurang memadai adalah hal yang sering dikeluhkan mahasiswa. Dimulai dari gedung kuliah yang tidak sebanding dengan jumlah mahasiswa, belum adanya kantin, serta fasilitas laboratorium yang belum mencukupi. “Farmasi nggak punya mushola, toilet, dan kantin. Akses hot spot lelet. Gedung baru yang direncanakan hingga kini belum juga direalisasikan. Terutama laboratoriumnya, perlengkapannya masih perlu dilengkapin lagi,” ungkap Ella, mahasiswi Farmasi 2010. Sarana dan prasarana yang baik tentunya sangat dibutuhkan untuk mendukung kelancaran proses perkuliahan. Apalagi, mahasiswa Fakultas Farmasi sering melakukan penelitian laboratorium sehingga kelengkapan sarana laboratorium sangat dibutuhkan. Di sisi lain, kelengkapan sarana laboratorium juga mutlak diperlukan agar mahasiswa mampu bereksperimen dan menghasilkan inovasi-inovasi baru di bidang Farmasi.

kawal bersama RUU Keperawatan

Lapangan fMIPA, satu untuk Semua

Ketidakjelasan jaminan hukum untuk perawat Indonesia merupakan masalah yang hingga kini masih belum terselesaikan karena tidak adanya UU yang khusus mengatur tentang keperawatan. RUU Keperawatan telah dibuat sejak jauh hari dan tinggal menunggu proses agar disahkan menjadi UU. Akan tetapi, hingga saat ini prosesnya belum selesai. Fakultas Ilmu Keperawatan (FIK) pun hingga kini masih terus mengawal pembuatan RUU Keperawatan. Dewe, Kastrat BEM FIK, menjelaskan bahwa memang sudah ada UU Tenaga Kesehatan, tetapi belum terdapat penjelasan spesifik tentang peran dan regulasinya untuk profesi perawat. Lanjutnya, RUU Keperawatan sudah sampai di Kementrian Kesehatan, hanya tinggal menunggu amanat Presiden untuk dibahas. Selain itu, komisi IX DPR, melalui Zuber Safawi berjanji tidak akan membahas RUU Nasional Kesehatan (Nakes) kalau RUU Keperawatan tidak dibahas pemerintah. Diharapkan tahun depan RUU Keperawatan dapat segera menjadi UU Keperawatan sehingga profesi perawat dapat memiliki kejelasan satatus dalam UU Indonesia.

Gedung Fakultas MIPA adalah salah satu gedung tertua di UI. Namun, selain tertua, ternyata gedung MIPA memiliki fasilitas yang kurang nyaman dan tidak memadai. Menurut Adna Daniel, seorang anggota himpunan mahasiswa MIPA UI, beberapa ruang olahraga masih kurang layak. “Satu lapangan untuk semua cabang olahraga. Lapangan kurang bisa mengakomodasi semua ukor di MIPA,” ujarnya. “Ditambah lagi, tidak adanya atap yang menutupi lapangan sehingga jika hujan turun, pertandingan pasti ditunda.” Adna juga menambahkan bahwa selain lapangan, beberapa fasilitas lain seperti kantin, kondisinya sangat sesak apalagi ketika makan siang. Beberapa toilet juga tidak dibuka sehingga mahasiswa harus mencari toilet lain yang dibuka. Selain itu, beberapa prasarana di MIPA juga kurang mendukung kegiatan belajar mengajar, misalnya proyektor yang rusak. Sama seperti Fasilkom, gedung MIPA juga tidak termasuk dalam rancangan pembangunan rektorat UI. “MIPA tidak masuk dalam masterplan pembangunan UI sebagaimana FK dan Stasiun UI,” tukas Adna.


22 o p i n i p e m b a ca

g er b ata m a 62 // 04 - 2 0 1 3

MEMBANTU BURUH KONTRAK OLEH: Fafa Firdausi, Mahasiswa Ilmu Sejarah FIB UI angkatan 2010

B

icara soal outsourcing atau bahasa lainnya contracting out memang ribet. Undang-undang dan peraturan menteri memang masih membolehkannya, namun tetap saja protes dan kontra masih riuh di sana-sini. Sebagian suara menganggap outsourcing adalah perbudakan zaman modern. Sebagian lagi menuntut dihapusnya outsourcing. Itu masih ditambah dengan tuntutan penghapusan upah kerja murah yang selama ini membayangi pekerja atau buruh outsourcing. Akan tetapi, di lain pihak, keadaan perekonomian kita masih belum memungkinkan untuk itu semua. Ribet. Secara khusus, saya tidak begitu mendalami permasalahan ini. Namun, ada satu perspektif yang coba saya lemparkan ke sidang pembaca sekalian. Coba kita nyalakan mesin waktu dan kembali ke tahun-tahun awal abad ke-20 di kota Kudus. Kala itu, geliat industri kretek sedang giat-giatnya membangun kejayaan. Pada saat itu pulalah muncul suatu sistem kerja yang selayang pandang mirip dengan apa yang sekarang kita kenal sebagai outsourcing itu. Industri kretek menyebutnya sistem abon, sebuah singkatan dari lema bahasa Belanda abonemen. Menurut sebagian peneliti Sejarah, kretek sistem abon ini merupakan tinggalan NV Bal Tiga Nitisemito (NV Bal Tiga) yang juga diasumsikan sebagai yang pertama kali mengenalkan sistem outsourcing di Hindia Belanda kala itu. Saat itu, proses pelintingan bahan-bahan kretek menjadi kretek siap kemas oleh perusahaan kretek besar dipercayakan kepada pihak ketiga yang disebut abon. Seperti halnya vendor jasa outsourcing zaman sekarang, seorang abon bertanggung jawab mengorganisasi kerja pelintingan kretek. Seorang abon bekerja mengumpulkan pelint-

ing, mendistribusikan bahan-bahan pembuatan kretek, dan membayar pelinting. Para pelinting ini diupah berdasarkan seberapa banyak jumlah lintingan yang bisa mereka setorkan kepada abon. Setelah diserahkan kembali ke perusahaan dan memperoleh komisi yang juga didalamnya termasuk upah para pelinting. Secara hitung-hitungan ekonomis, sistem abon dapat membuat perusahaan kretek mampu mengefisienkan kerja dan fokus pada pemasaran dan promosinya. Secara makro, sistem abon ini juga menjadi agen penyerap tenaga kerja yang lumayan besar di Kudus kala itu. Apalagi, Kudus bukanlah kota yang maju pertaniannya sehingga tidak bisa bertumpu pada sektor yang satu ini seperti kota-kota di Jawa lainnya. Namun, berkaca pada NV Bal Tiga, sistem ini juga merupakan salah satu faktor yang membuatnya runtuh perlahan-lahan. Sistem ini selain efisien ternyata juga membuka peluang bagi abon yang culas untuk “berkhianat” dan mengambil untung lebih. Pada kasus NV Bal Tiga, seorang abon culas menyuruh melinting bahan-bahan kretek NV Bal Tiga dengan kertas perusahaan lain yang mau membayarnya lebih. Ada juga yang merusak cita rasa kretek NV Bal Tiga sehingga tidak laku di pasar. Bandingkan dengan sekarang, antara vendor jasa outsourcing dan seorang abon. Tulisan ini tidak berpretensi untuk menuduh vendor jasa outsourcing bertindak curang. Sama sekali tidak. Konteksnya di sini adalah hubungan vendor dengan buruh kontraknya. Dalam hemat saya, vendor jasa outsourcing memang paling harus diawasi dan dievaluasi terus kinerjanya. Sudah sesuaikah para vendor ini dengan ketentuan regulasi yang berlaku? Selain masalah kesejahteraan

buruh kontraknya, wacana pemberdayaan buruh juga wajib diketengahkan. Ini tugas para pembuat regulasi untuk menjadikannya terealisasi. Aturan bagi vendor jasa outsourcing untuk membuat program pemberdayaan bagi buruh kontaraknya. Terasa sangat ideal memang di tengah-tengah derasnya arus ekonomi jaman sekarang yang terlalu profit oriented. Kalau begitu, maka kitalah yang harus bergerak. Kita, mahasiswa. Di kalangan lemba-

“Sistem ini selain efisien ternyata juga membuka peluang bagi abon yang culas untuk “berkhianat” dan mengambil untung lebih.” ga eksekutif mahasiswa tentulah ada program pengabdian masyarakat. Inilah jalan kita untuk turut ambil bagian dalam mengusahakan kesejahteraan buruh kontrak itu. Hemat saya, program-program pengabdian masyarakat oleh lembaga eksekutif mahasiswa perlu juga diarahkan kepada para buruh kontrak. Semisal usulan, berupa program pemberdayaan dengan pelatihan usaha kecil bagi buruh kontrak atau pendampingan pengelolaan kredit modal bagi buruh kontrak. Intinya adalah “menyemai” semangat kemandirian di antara para buruh kontrak. Kalau bukan kita yang peduli dan tergerak membantu, entahlah apa yang terjadi dengan hati generasi bangsa saat ini.


g e r b ata m a 62 / / 0 4- 2 0 1 3

RESENSI

23

PAHLAWAN, BUKAN TELADAN Judul Sutradara Durasi Genre Tahun produksi

: Django Unchained : Quentin Tarantino : 165 menit : Action : 2012

OLEH : Muhammad Ginanjar

D

jango Unchained menceritakan kisah Django seorang budak yang dimainkan oleh Jamie Foxx seorang budak yang dijadikan partner oleh Dr. Schultz (Christopher Waltz), seorang Bounty Hunte. Mereka berdua memiliki misi utama yaitu membebaskan istri Django yang bernama Broomhilda (Kerry Washington) dari majikannya yaitu Calvin Candie (Leonardo DiCaprio). Dilihat dari segi line-up pemeran yang sangat wah seperti yang disebutkan di atas, biasanya sebuah film yang tidak memiliki alur cerita yang baik dan kualitas sutradara yang mumpuni tetap akan laku dipasaran. Mari ambil contoh The Expendables, orang – orang yang melihat tidak memerdulikan akan seperti apa jalan ceritanya atau bagaimana konflik yang dimiliki setiap karakternya, namun para penonton lebih penasaran dengan apa yang akan dilakukan oleh sekumpulan aktor ‘wah’ dalam satu film, dan sehebat apa efek yang ditampilkannya. Akan tetapi, dugaan awal dari para kritikus film tersebut meleset. Sang sutradara berhasil menge-

mas film yang dirilis pada natal tahun lalu ini menjadi sangat menarik, menghibur, dan tidak mudah ditebak sehingga bisa meraih lima nominasi dan satu penghargaan sebagai Best Picture. Hal yang menarik dari adalah teknik pengambilan gambar dan latar kebudayaan serta latar waktu pada tahun 1858 di Texas berhasil dikemas dengan baik, bahkan kebiasaan menyebut kata nigger tidak ia sensor malah diucapkan hampir di setiap adegan agar sesuai dengan realita pada masa itu. Sangat menghibur mengingat banyak sekali canda dan lelucon dalam setiap dialognya padahal film ini bergenre thriller. Selain itu, alur cerita yang selalu mengejutkan membuat penonton selalu ingin menduga-duga sepanjang film diputar. Di luar banyaknya hal positif dari film yang disutradarai oleh Quentin Tarantino yang terkenal lewat Kill Bill dan Pulp Fiction ini, Django Unchained juga tak lepas dari kritik negatif. Banyak pengamat berpendapat bahwa karyanya ini sarat dengan muatan kekerasan (violent) baik secara fisik maupun verbal. Namun, Tarantino menjawab pernyata-

an tersebut dengan santainya, “Filmfilm saya memang penuh dengan kekerasan, tapi ini adalah karya Tarantino. Jika anda menginginkan karya Tarantino untuk lebih tenang, maka sama saja anda menyuruh Metallica untuk mengecilkan volume speaker mereka.” Bila dilihat dari semua sisi, maka bisa disimpulkan bahwa film Django Unchained sangat layak untuk disaksikan. Hanya saja, ada satu hal yang tidak boleh dilakukan yaitu mengajak anak di bawah umur untuk menonton film yang penuh dengan kekerasan ini. Hampir dalam setiap adegan selalu ada setidaknya satu kepala yang meledak dan sering pula kekerasan verbal bertebaran. Akan sangat tidak bijaksana bila anak-anak diajak untuk menonton.


24

g er b ata m a 62 // 04 - 2 0 1 3

ko m i k

komik: joanna/SUMAUI

UNTUK BERLANGGANAN

ini UI ! VERSI DIGITAL HUBUNGI : ANTON BUDIHARJO 089673449040


g e r b ata m a 62 / / 0 4- 2 0 1 3

infografis

PRAKTIK PELAKSANAAN

OUTSOURCING

DI UNIVERSITAS INDONESIA Outsourcing sejatinya merupakan sebuah upaya untuk mengalihkan pekerjaan atau jasa ke pihak ketiga, di mana landasan hukum dari praktik outsourcing ini sebenarnya legal berdasarkan pasal 64, 65, dan 66 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Namun, pada praktiknya outsourcing kerap kali disalahgunakan oleh para pengusaha demi mendapatkan keuntungan semata tanpa memperhatikan nasib para perkerja yang membuat kesejahteraan para pekerja makin tak terjamin. Universitas Indonesia juga mengalami masalah dalam menerapkan outsourcing seperti masih ada pekerja yang digaji dibawah UMR. Oleh karena itu, kami dari Tim Litbang SUMA UI melakukan riset terkait isu outsourcing di mata mahasiswa untuk melihat sisi humanisme itu sendiri. (Muthmainnah/SUMAUI)

Apakah sebelumnya anda mengetahui UI memakai jasa perusahaan outsourcing pekerja untuk memenuhi kebutuhan akan sumber daya pekerja/pegawai?

64%

36%

55% 45% YA TIDAK

Apakah anda setuju jika UI menggunakan jasa outsource untuk perekrutan pekerja/pegawai?

Bagaimanakah sistem kontrak pekerja seharusnya diberlakukan?

71% SISTEM KONTRAK PER BURUH

infografis: azharuddin/SUMAUI

OUTSOURCING

23% 6%

Menggunakan jasa perusahaan penyedia jasa outsourcing

Lainnya

25


g er b ata m a 62 // 04 - 2 0 1 3


Turn static files into dynamic content formats.

Create a flipbook
Issuu converts static files into: digital portfolios, online yearbooks, online catalogs, digital photo albums and more. Sign up and create your flipbook.